repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor:...

89
I’JAZ ‘ILMY AL-QURÂN DALAM PENGGUNAAN KATA SAMA’ DAN BASHAR Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh Anzah Muhimatul Iliyya NIM: 11140340000262 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H / 2019 M

Transcript of repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor:...

Page 1: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

I’JAZ ‘ILMY AL-QUR’ÂN DALAM PENGGUNAAN

KATA SAMA’ DAN BASHAR

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin

untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh

Anzah Muhimatul Iliyya

NIM: 11140340000262

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H / 2019 M

Page 2: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019
Page 3: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019
Page 4: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019
Page 5: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

ii

ABSTRAK

ANZAH MUHIMATUL ILIYYA

I’jaz ‘Ilmy Al-Qur’ân Dalam Penggunaan Kata Sama’ dan Bashar

I’jaz ‘ilmy merupakan salah satu kemukjizatan al-Qur’ân dalam segi

ilmu pengetahuan, yang muncul pada masa kebangkitan ilmu dan

sains di kalangan umat Islam. Islam sangat memotifasi umatnya

untuk selalu mengembangkan pengetahuan. Bahkan ilmu

pengetahuan dianggap sebagai sesuatu yang utama. Rujukan yang

paling menakjubkan dan fakta paling penting mengenai hal ini adalah

ayat-ayat al-Qur’ân yang turun paling awal, dan yang mendorong

manusia untuk mencari serta menjunjung tinggi pengetahuan itu.

Al-Qur’ân kerap kali menyebutkan kata sama’ dan bashar secara

bersamaan di dalam satu ayat, namun yang sering didahulukan adalah

kata sama’.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif yaitu

dengan mencari dan mengumpulkan data-data tentang objek

penelitan berupa kata sama’ dan bashar.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, ditemukan beberapa poin

simpulan, salah satunya adalah bahwa kata sama’ dan bashar dalam

al-Qur’ân disebutkan sebanyak tiga puluh empat kali, walaupun

dalam beberapa ayat didahulukan kata bashar, tetapi tidak mengubah

kekonsistenan al-Qur’ân dalam segi balaghah dan kandungannya.

Dan tentunya, kekonsistenan al-Qur’ân dalam penyebutan kata sama’

yang didahulukan, membuktikan bahwa fenomena yang terjadi di

alam semesta ini benar, indra pendengaran khususnya pada manusia,

memang sangat berperan penting mulai dari awal kita dilahirkan ke

dunia sampai kita berakhir di dunia.

Kata Kunci : Mukjizat, al-Qur’ân, I’jaz ‘Ilmy, Ilmiah, Fenomena

Page 6: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

iv

KATA PENGANTAR

بسم هللا الرمحن الرحمي

Syukur alhamdulillah penulis ucapkan pada kehadirat Allah Swt.,

yang telah mencurahkan nikmat-Nya yang tak terhingga, yang tak

dapat penulis sebutkan satu persatu, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “I’JAZ ‘ILMY AL-QUR’ÂN

DALAM PENGGUNAAN KATA SAMA’ DAN BASHAR” ini.

Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada baginda

Rasulullah saw., beserta keluarga, sahabat serta pengikut-

pengikutnya sampai di Yaumul Qiyâmah. Penulis menyadari

sepenuhnya bahwa tanpa bantuan, bimbingan, dan dorongan dari

berbagai pihak, penulisan skripsi ini tidak dapat terselesaikan. Untuk

itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih

yang setulus-tulusnya kepada:

1. Allah Swt., yang atas izin-Nya penulis diberikan kesehatan

sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., MA,

selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, MA, selaku Dekan Fakultas

Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Dr. M. Ikhsan Tanggok, M. Si, selaku Wakil Dekan

Bidang Akademik Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, sebagai perantara yang atas izin-Nya

mempertemukan saya dengan jalur beasiswa dari Chinkung (China)

sehingga saya mendapatkan beasiswa kuliah selama delapan

semester.

Page 7: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

v

5. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, M. Ag, selaku Ketua Program Studi

Ilmu al-Qur’an dan Tafsir.

6. Ibu Dra. Banun Binaningrum, M.Pd, selaku Sekretaris Program

Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir.

7. Bapak Dr. Ahsin Sakho M. Asyrofuddin, MA selaku dosen

penasehat akademik sekaligus pembimbing skripsi yang dengan

kesabarannya berkenan memberikan petunjuk dan bimbingan kepada

penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

8. Segenap jajaran dosen dan civitas academica Fakultas

Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu tanpa mengurangi rasa

hormat, khususnya program studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang

ikhlas, tulus dan sabar untuk mendidik kami agar menjadi manusia

yang berakhlak mulia dan berintelektual.

9. Kedua orang tuaku tercinta (Abi Kholil Anshor dan Umi

Nurfaizah) yang tak pernah henti berjuang menyekolahkan anak-

anaknya meskipun selalu mendapat ujian-ujian yang sangat

menyulitkan. Doa yang selalu terlantun di setiap malammu adalah

pemeran terpenting dalam segala keberhasilanku. Seribu terimakasih

mungkin tak cukup untuk membalas jasamu. Semoga dengan skripsi

ini dapat menjadi sebuah kebanggaanmu terhadap anakmu.

10. Teman-teman seperjuangan pada program Ilmu al-Qur’an dan

Tafsir angkatan 2014 khususnya Laili Fitriani, teman-teman di

KAHFI BBC Motivator School serta teman-teman PSM UIN Jakarta

yang selalu mendoakan, terimakasih atas segala waktu dan usaha

untuk menemaniku dalam perjuangan skripsi yang telah kita lewati

bersama ini.

Page 8: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

vi

11. Saudara-saudaraku yang selalu giat memotivasi penulis dan

menghibur penulis ketika menemui jalan susah dalam penulisan

skripsi ini.

12. Dan tak lupa pihak-pihak terkait yang lain yang tak sempat untuk

disebutkan di sini.

Teriring doa, semoga segala kebaikan semua pihak yang membantu

penulis dalam penulisan skripsi ini diterima di sisi Allah Swt., dan

mendapat pahala yang dilipatgandakan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun selalu

diharapkan demi kebaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga

skripsi ini dapat bermanfaat. Amin.

Page 9: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

vii

PEDOMAN TRANSLITERASI

1. Padanan Aksara

Berikut ini adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara

latin yang digunakan dalam skripsi ini1:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan ا

b Be ب

t Te ت

ts Te dan Es ث

j Je ج

ẖ Ha dengan garis di bawah ح

kh Ka dan Ha خ

d De د

dz De dan Zet ذ

r Er ر

z Zet ز

s Es س

sy Es dan Ye ش

ş Es dengan garis di bawah ص

ḏ De dengan garis di bawah ض

ṯ Te dengan garis di bawah ط

ẕ Zet dengan garis di bawah ظ

1 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan

Disertasi) Uin Syarif Hidayatullah Jakarta (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah,

2017), h. 31-32

Page 10: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

viii

عKoma terbalik di atas hadap

kanan

gh Ge dan Ha غ

f Ef ف

q Ki ق

k Ka ك

l El ل

m Em م

n En ن

w We و

h Ha ھ

Apostrof ׳ ء

y Ye ي

2. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari

vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk

vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut2:

Tanda Vokal

Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fatẖah ـ

I Kasrah ـ

U Ḏammah ـ

2 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan

Disertasi) Uin Syarif Hidayatullah Jakarta (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah,

2017), h. 33

Page 11: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

ix

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah

sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal

Latin

Keterangan

A A dan I ي ـ

I A dan U و ـ

3. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu3:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal

Latin

Keterangan

â a dengan topi di atas ـا

î i dengan topi di atas ـي

û u dengan topi di atas ـو

3 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan

Disertasi) Uin Syarif Hidayatullah Jakarta (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah,

2017), h. 33

Page 12: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

x

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ………………………………

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI …………………

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI …………...

ABSTRAK …………………………………………………

KATA PENGANTAR …………………………………….

TRANSLITERASI ………………………………………..

DAFTAR ISI ……………………………………………… vv

ii

iv

vii

x

BAB I PENDAHULUAN ……………………………. 1

A. Latar Belakang Masalah ………………….. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah …… 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………….. 10

D. Metodologi Penelitian .…………………… 10

E. Tinjauan Pustaka …………………………. 12

F. Sistematika Penulisan ……………………..

16

BAB II I’JAZ AL-QUR’ÂN …………………………… 18

A. I’jaz ‘Ilmy al-Qur’ân ………………………

1. Pengertian I’jaz al-Qur’ân …………….

2. Macam-macam I’jaz al-Qur’ân .……....

3. Sisi Kemukjizatan al-Qur’ân ………….

4. Substansi I’jaz ‘Ilmy al-Qur’ân ………..

5. Kedudukan ‘Ilmy dan al-Qur’ân .………

18

18

21

22

26

31

BAB III KAJIAN KATA SAMA’ DAN BASHAR …..

A. Penciptaan Indra Manusia ………………

B. Kata Sama’: Pendengaran …………….

34

34

37

Page 13: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

xi

1. Proses Pendengaran ……….………..

2. Fungsi Pendengaran ………………

3. Penyebutan Kata Sama’ dalam al-

Qur’ân ……………………………..

C. Kata Bashar: Penglihatan ……………..

1. Proses Penglihatan ………………….

2. Fungsi Penglihatan …………………

3. Penyebutan Kata Bashar dalam al-

Qur’ân ………………………………

D. Klasifikasi Kata Sama’ dan Bashar

1. Berdasarkan Bentuk Kata ………….

2. Berdasakan Subyek Obyek …………

37

38

40

40

40

41

43

46

47

48

BAB IV ANALISIS KAJIAN KATA SAMA’ DAN

BASHAR ………………………………………..

50

A. Sama’ Bashar dalam Subyek Manusia ……..

B. Kategori Kata Sama’ dan Bashar …………

1. Sama’ dan Bashar Mufrad …………….

2. Sama’ Mufrad dan Bashar Jamak ……...

C. Fenomena Kata Sama’ dan Bashar ………..

D. Tafsiran al-Qur’ân Pada Kata Sama’ dan

Bashar ………………………………………

50

51

51

51

52

63

BAB V PENUTUP ……………………………………. 70

A. Kesimpulan ………………………………… 70

B. Kritik dan Saran ……………………………

71

DAFTAR PUSTAKA …………………………………….. 72

Page 14: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’ân adalah firman Allah yang mukjizat, yang

diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dalam bahasa Arab, yang

tertulis dalam mushaf, yang dibacanya terhitung sebagai ibadah,

yang di riwayatkan secara mutawatir, yang dimulai dengan surat al-

Fâtihah dan diakhiri dengan surat al-Nâs.1 Alquran adalah mukjizat

yang tak pernah habis untuk dikaji.

Al-Qur’ân secara harfiah berarti “bacaan sempurna”

merupakan suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat, karena

tiada satu bacaan pun sejak manusia2 mengenal tulis-baca lima ribu

tahun yang lalu yang dapat menandingi al-Qur’ân al-Karim, bacaan

sempurna dan mulia.3

Al-Qur’ân al-Karim akan senantiasa berbicara kepada intelek

(akal) manusia serta menerangi bagian-bagian yang masih gelap di

alam semesta ini. Selain itu, kitab suci ini menampakkan hakikat-

hakikat ilmiah yang masih belum diketahui manusia. Hal ini dimak-

sudkan agar orang-orang yang berakal dapat menyaksikan ayat-ayat

(tanda-tanda kekuasaan) Allah Swt. dengan itu, penyaksian ter-

hadap ayat-ayat-Nya akan menjadi faktor pendorong mereka

beriman kepada-Nya.

1 Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir jilid 1 (juz 1-2), terjemahan Abdul

Hayyie al Kattani, dkk, (Jakarta: Gema Insani, 2013), h. 1 2 M. Quraish Shihab, Sejarah dan ‘Ulum al-Qur’ân, (Jakarta: Pustaka

Firdaus, 1999), h. 113 3 M. Quraish Shihab, WAWASAN AL-QURAN: Tafsir Tematik atas Pel-

bagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan Pustaka, 1996), h. 3

Page 15: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

2

Al-Qur’ân merupakan petunjuk, rahmat, dan cahaya bagi umat

manusia di setiap zaman dan tempat. Sebab, tidak ada satupun

hakikat (teori) ilmiah atau fenomena alam yang tidak disebutkan

dalam Alquran sejak lebih dari empat belas abad silam. Semua itu

telah dibacakan kepada umat manusia, dan manusia pun selalu

membacanya dari generasi ke generasi, di setiap zaman dan tem-

pat.4

Keistimewaan Alquran yaitu tidaklah mungkin Alquran ini

dibuat oleh selain Allah; tetapi Alquran itu membenarkan kitab-

kitab sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah

ditetapkannya. Tidak ada keraguan didalamnya, (diturunkan) dari

Tuhan Semesta Alam.5

Alquran mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai sumber

ajaran dan bukti kebenaran Muhammad saw. sebagai sumber ajaran,

Alquran memberikan berbagai norma keagamaan sebagi petunjuk

bagi kehidupan umat manusia untuk mencapai kebahagiaan di dunia

dan di akhirat yang merupakan akhir dari perjalanan hidup mereka.

Karena sifatnya memberikah arah, norma-norma tersebut kemudian

dinamai syari’ah yang berarti jalan lurus.6

Dalam ‘Ulum al-Qur’ân, kajian pembuktian keotentikan

Alquran disebut sebagai mukjizat Alquran atau i’jaz al-Qur’ân.

Banyak aspek kemukjizatan Alquran yang menjadi sumber decak

kekaguman, diantaranya kemukjizatan ilmiah (al-i’jaz al-’ilmy)

4 Abu Akbar Achmad, PUSTAKA PENGETAHUAN AL-QURAN, jilid 6

Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: PT Rehal Publika, 2007), h. 48 5 Amin Sumawijaya, Biarkan Al-Qur’ân Menjawab, (Jakarta: Penerbit

Zaman, 2013), h. 31 6 Quraish Shihab, Ahmad Sukarja, Badri Yatim, dkk, Sejarah dan

‘Ulumul Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2013), h. 104

Page 16: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

3

Alquran. Istilah al-I’jaz al-’ilmy (kemukjizatan ilmiah) Alquran

mengandung makna bahwa sumber ajaran agama tersebut telah

mengabarkan kepada kita tentang fakta-fakta ilmiah yang kelak

ditemukan dan dibuktikan oleh eksperimen sains umat manusia,

yang mungkin belum dapat dicapai atau diketahui dengan sarana

kehidupan yang ada pada zaman Rasulullah saw.

Orientalis H.A.R. Gibb pernah menulis bahwa: “Tidak ada

seorangpun dalam seribu lima ratus tahun ini telah memainkan

‘alat’ bernada nyaring yang demikian mampu dan berani, dan

demikian luas getaran jiwa yang diakibatkannya, seperti yang

dibaca Muhammad (Alquran).” Demikian terpadu dalam Alquran

keindahan bahasa, ketelitian dan keseimbangannya dengan

kedalaman makna, kekayaan dan kebenarannya serta kemudahan

pemahaman dan kehebatan kesan yang ditimbulkannya.7

Berdasarkan kisah-kisah yang diangkat Alquran, al-Suyûthî

membagi mukjizat para nabi dan rasul pada dua kelompok besar,

yakni mukjizat hissiyyah (dapat ditangkap pancaindra), dan

‘aqliyyah (hanya dapat ditangkap nalar manusia). Mukjizat

hissiyyah diperkenalkan oleh nabi yang berhadapan dengan umat

terdahulu, seperti Nabi Musa dengan tongkatnya yang dapat

berubah menjadi ular untuk membungkam para penyihir8 karena

tingkat kemampuan akal serta minimnya kekuatan pandangan nalar

Bani Israil pada waktu Musa diutus kepada mereka.9 Mukjizat-

mukjizat itu hanya dapat diperlihatkan kepada umat tertentu dan

7 M. Quraish Shihab, WAWASAN AL-QURAN: Tafsir Tematik atas

Pelbagai Persoalan Umat, h. 5 8 Ahmad Izzan, ‘Ulum al-Qur`an: Telaah Tektualitas dan Kontektual-

itas Al-Qur’ân, (Bandung: Tafakkur, 2009), h. 140 9 Jalâl al-Dîn al-Suyûthî, al-Itqân fī ‘Ulûm al-Qur`ân, jilid 2 cet. III,

(Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1995), h. 252

Page 17: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

4

masa tertentu10. Berbeda dengan para nabi dan rasul terdahulu,

Muhammad diutus untuk seluruh umat manusia hingga akhir

zaman. Karena itu mukjizat beliau bersifat ‘aqliyyah karena mereka

mempunyai tingkat kecerdasan yang tinggi dan kemampuan kognisi

yang sempurna.11

Manusia seperti halnya makhluk yang lain, berada dalam

pemeliharaan Allah sejak kelahiran hingga kematiannya. Setiap

makhluk dibimbing oleh suatu sistem khusus menuju suatu tujuan

yang telah ditentukan. Semua perbuatan buruk yang dilakukan

manusia ternyata bersumber dari manusianya sendiri yang mempu-

nyai akal dan kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang

buruk akibat egoisme, kerakusan dan hawa nafsu. Oleh karena itu,

Allah Swt. mengajarkan perintah-perintah-Nya kepada hamba-

hamba pilihan melalui wahyu dan menugaskan mereka untuk

menindaklanjuti perintah-perintah itu kepada umat manusia,

mengajak mereka untuk mengikuti dengan mengembankan rasa

takut, dorongan dan ancaman.12

Dalam al-Qur’ân ditemukan banyak ayat yang membicarakan

berbagai macam ilmu. Manusia dan alam adalah sumber ilmu in-

drawi dan rasional. Tuhan juga adalah sumber ilmu melalui wahyu

dan ilham-Nya. Al-Qur’ân, di samping mengandung pengetahuan

tentang aqidah (keyakinan atau kepercayaan), ibadah (aktivitas

hubungan vertikal), mu’amalah (aktivitas hubungan horizontal),

termasuk ekonomi, akhlak, sejarah, geografi, kesehatan, matematika

10

Muhammad Bakr Ismâ’îl, Dirâsât fī ‘Ulûm al-Qur`ân, (Kairo: Dar

al-Manar, 1991), h. 395 11

Jalâl al-Dîn al-Suyûthî, al-Itqân fi ‘Ulûm al-Qur`ân, h. 252 12

Sayyid Muhammad Husain Thabathabā’ī, Inilah Islam, terjemahan

dari Islamic Teaching: an Oveview, oleh Ahsin Muhammad, (Jakarta: Pustaka

Hidayah, 1992), h. 62-63

Page 18: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

5

dan lain sebagainya, juga membicarakan tentang eksistensi akal dan

indra, sebagai media atau sumber yang dapat dimanfaatkan untuk

memperoleh dan mengembangkan ilmu. Dalam pandangan Islam,

akal mempunyai pengertian tersendiri dan berbeda dari pengertian

umumnya, akal bukanlah otak, melainkan daya berpikir yang ada

dalam jiwa manusia. Akal dalam Islam, adalah pertalian antara

pikiran, perasaan, dan kemauan.

Selain akal, indra juga merupakan instrumen penting bagi

manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Namun

antara satu indra dengan indra yang lainnya terdapat perbedaan,

ditinjau dari sisi mana yang terpenting bagi manusia dalam in-

teraksinya. Ketika salah satu alat indra hilang, maka terdapat dua

kemungkinan. Pertama, pengaruhnya selain terkait dengan fungsi

indra yang hilang tersebut, juga mempunyai pengaruh terhadap

fungsi indra yang lainnya. Yang kedua, pengaruhnya hanya terkait

dengan fungsi indra yang hilang tersebut dan tidak berpengaruh ter-

hadap fungsi indra yang lainnya.

Pancaindra manusia, sebagaimana yang kita ketahui meliputi

lima indra (al-hawas al-khams), yaitu, penglihatan, pendengaran,

penciuman, peraba dan perasa. Untuk masing-masing indra terdapat

sel-sel indra khusus yang bertanggungjawab untuk mengantarkan

pengaruh yang datang dari luar tubuh ke pusat syarat yang terdapat

di otak melalui sel-sel perantara, sehingga pengaruh yang datang itu

bisa cepat direspon.

Kelima indra yang dimiliki manusia ini harus bekerja secara

padu dalam menjalankan fungsinya masing-masing sehingga

manfaat dari pancaindra ini bisa dicapai secara sempurna. Dan jika

Page 19: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

6

salah satu dari kelima indra ini kehilangan fungsinya, maka kesem-

purnaan indra ini tidak dapat dicapai.

Ciri yang menandakan bahwa suatu alat indra tidak bisa ber-

fungsi secara sempurna, dapat diketahui secara langsung dengan

memerhatikan tingkat kecepatan respon yang diberikan otak atas

pengaruh yang sampai kepadanya. Kelambatan respon ini, terka-

dang bisa membawa akibat yang bisa membahayakan manusia.

Berkenaan dengan pancaindra ini, dalam beberapa ayat al-

Quran, Allah berfirman:

ههتك ل تعلمون شيــئا و جعل لـك ن بطون ام اخرجك م والله مع والبصه الس

والفئدة لعلك تشكرون

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan

tidak mengetahui sesuatu apapun, dan Dia memberi kamu pen-

dengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur” (QS. al-

Nahl [16]: 78)

ئك كن عنه ول تقف ما لـيس لـك به مع والبص والفؤاد ك اوله ن الس ل ا ع

ئول مس

“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui.

Karena sesungguhnya pendengaran dan penglihatan dan hati

semuanya itu akan di minta pertanggung jawabannya“ (QS. al-Isrâ

[17]: 36 )

ا تشكرون يل م مع والبصار والفئدة قل ي انشا لـك الس وهو ال

“Dan Dialah yang menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran,

penglihatan dan hati. Tetapi sedikit sekali kamu bersyukur” (QS.

al-Mu’minûn [23]: 78)

Page 20: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

7

Dari ayat-ayat di atas, dapat kita pahami bahwa Tuhan mem-

berikan manusia alat untuk melihat (al-bashar), alat untuk

mendengar (al-sama’), alat untuk merasa (al-zauq), dan lain-lain

untuk memahami dan menyadari sesuatu. Dalam ayat diatas

Alquran juga menyatakan urutan penciptaan indra manusia sejak

dalam kandungan. Berikut ini hanya sebagian kecil dari

kemukjizatan al-Qur’ân dalam penggunaan kata sama’ dan bashar

berdasarkan ayat-ayat diatas:

1. Kata sama’ dan bashar bersamaan dalam satu ayat dan lebih

sering disebutkan sama’ dahulu

2. Kata sama’ disebutkan dalam bentuk tunggal, sedangkan bashar

jamak

3. Indra pendengaran lebih dahulu diciptakan dibandingkan indra

penglihatan dalam tafsiran ayat al-Qur’ân

4. Indra pendengaran (sama’) adalah yang pertama kali aktif da-

lam organ tubuh (sehingga bayi baru lahir diazankan atau ketika

di dalam perut sudah ada rangsangan)

5. Indra pendengaran adalah indra yang terakhir kali aktif (sehing-

ga Islam mengajarkan ketika sakaratul maut di talqin)

6. Indra pendengaran akan tetap aktif meskipun tidur (kecuali da-

lam kisah Ashabul Kahfi di dalam surat al-Kahfi ayat 26)

7. Ayat al-Qur’ân yang menggunakan kata sama’ dan bashar

secara bersamaan menanyakan tentang pertanggung jawaban,

peringatan untuk orang kafir, munafik dan fasik.

Hal ini tentunya sangat menarik dan menakjubkan mengingat

tidak adanya pengetahuan mengenai embriologi pada saat Alquran

diturunkan, dan dengan tegas dinyatakan bahwa urutan penciptaan

pertama adalah pendengaran, kemudian penglihatan, berikutnya

Page 21: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

8

adalah hati. Munculnya fenomena pada pendengaran dan

penglihatan dalam Alquran sangat menarik untuk dikaji dan diteliti.

Di dalam kaidah ilmu tafsir, jika Allah dalam Alquran menyebut

beberapa hal dengan urut, maka seperti urutan itu pula kejadian dan

fakta yang sesungguhnya.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Al-Qur’ân adalah mukjizat nyata bagi seluruh manusia.

Berbagai macam kemukjizatan dalam ayat-ayat Alquran telah

disebutkan secara tersirat di dalam teks Alquran dan tersurat dalam

keajaiban fenomena alam semesta sebagai pembuktiannya.

Al-Qur’ân menggunakan kata bashar “penglihatan”

بأصار/بصر) dan derivasinya secara umum sebanyak 148 kali13. Dan (الأ

penulis melacak kata sama’/pendengaran (ع dan derivasinya (السمأ

secara umum di dalam Alquran sebanyak 164 kali, selalu

disebutkan dalam bentuk tunggal.

Di antara pelacakan di atas, penulis hanya membatasi

penelitian dari banyaknya kemukjizatan Alquran secara khusus

dalam ayat-ayat yang menyebutkan kata pendengaran (ع dan (السمأ

penglihatan (بصر / بأصار beserta derivasinya secara bersamaan (الأ

dalam satu ayat al-Qur’ân, yang disebutkan sebanyak 34 kali yaitu

13

Lilik Ummi Kaltsum, Laporan Hasil Penelitian: Sistem Episte-

mologi Qurani (Analisa atas Konsistensi Al-Qur’ân dalam Penggunaan Kata

Ra’a, Nazhara dan Bashar), (Jakarta: LP2M UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

2015), h. 63

Page 22: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

9

dalam QS. al-Baqarah [2]: 7, 20, QS. al-Nisâ [4]: 58, 134, QS. al-

An’âm [7]: 46, QS. al-‘Arâf [7]: 179, 195, 198, QS. Yûnus [10]: 31,

QS. Hûd [11]: 20, 24, QS. al-Naḥl [16]: 78, 108, QS. al-Isrâ’ [17]:

36, QS. al-Kahfi [18]: 26, QS. Maryam [19]: 38, 42, QS. al-Hajj

[22]: 26, 61, 75, QS. al-Mu’minûn [23]: 78, QS. Luqmân [31]: 28,

QS. al-Sajdah [32]: 9, 12, QS. Ghâfir [40]: 20, 56, QS. Fuṣṣilat

[41]: 20, 22, QS. asy-Syûra [42]: 11, 23, QS. al-Jâtsiyah [45]: 23,

QS. al-Aḥqâf [46]: 26, QS. al-Mujâdilah [58]: 1, QS. al-Mulk [67]:

23, QS. al-Insân [76]: 2.

Namun kali ini, penulis fokus pada kata sama’ dan bashar

yang berada dalam satu ayat bersamaan tanpa derivasinya yang

terdapat pada enam belas ayat yaitu QS. al-Baqarah [2]: 7, 20, QS.

al-An’âm [7]: 46, QS. Yûnus [10]: 31, QS. Hûd [11]: 20, QS. al-

Naḥl [16]: 78, 108, QS. al-Isrâ’ [17]: 36, QS. Maryam [19]: 38, QS.

al-Mu’minûn [23]: 78, QS. al-Sajdah [32]: 9, QS. Fuṣṣilat [41]: 20,

22, QS. al-Jâtsiyah [45]: 23, QS. al-Aḥqâf [46]: 26, QS. al-Mulk

[67]: 23.

Dalam hal ini fokus penulis hanya pada QS. al-Naḥl [16]: 78,

QS. al-Isrâ’ [17]: 36, al-Sajdah [32]: 9, dan al-Jâtsiyah [45]: 23,

yang menitikberatkan pada i’jaz ‘ilmy dalam penggunaan kata

sama’ dan bashar di dalam Alquran berdasarkan ayat diatas.

2. Perumusan Masalah

Dengan demikian, berdasarkan latar belakang masalah di atas,

permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini yaitu:

1. Apa I’jaz ‘Ilmy al-Qur’ân yang terdapat dalam kata sama’ dan

bashar?

Page 23: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

10

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Semua penelitian pasti mempunyai tujuan tertentu. Dalam

penelitian ini penulis mempunyai tujuan sebagai berikut:

a. Untuk membuktikan adanya i’jaz ‘ilmy dalam Alquran.

b. Untuk membuktikan bahwa Alquran adalah sumber

ilmu pengetahuan khususnya yaitu ilmu sains.

c. Untuk menemukan cara Alquran mengkonstruk sistem

makna dari kata sama’ dan bashar yang berdiri secara

bersamaan dalam Alquran.

d. Untuk mengetahui adanya fenomena Alquran dengan

kemukjizatan ilmiah.

e. Sebagai kontribusi ilmiah dalam memperkaya khazanah

kepustakaan ilmu pengetahuan Islam.

f. Sebagai tugas akhir, guna memperoleh gelar Sarjana

(S1) dalam bidang Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir di

Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan

wawasan baru untuk para peneliti Alquran terkait tentang adanya

kemukjizatan dalam Alquran mengenai keilmuwan (‘ilmy).

D. Metodologi Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini langkah penelitian yang

digunakan penulis adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Page 24: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

11

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan

metode pengumpulan data menggunakan library research14

melalui pendekatan analisis isi (content analysis)15 yang

bersandar pada analisa kebahasaan. Adapun metode yang

digunakan adalah metode tafsir maudhu’i yaitu menghimpun

seluruh ayat Alquran yang memiliki tujuan dan tema yang

sama16 dan biasa disebut dengan tafsir tematik.

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data dalam penelitian ini, penulis

menggunakan sumber data primer dan sumber data sekunder.

Sebagai data primer, tentunya penulis merujuk langsung pada

al-Qur’ân, selain itu merujuk pada kitab-kitab tafsir

diantaranya kitab Madâkhil I’jaz al-Qur’ân karya Mahmud

Muhammad Syakir, kitab Tafsir al-Munir karya Wahbah al-

Zuhaili dan kitab al-Itqân fi ‘Ulum al-Qur’ân karya Jalâl al-

Dîn al-Suyûthi. Sedangkan data sekunder adalah data-data

yang dicari dari sumber-sumber kepustakaan berupa buku-

buku, majalah, artikel, dan lain-lain.

Adapun data utama dalam penelitian ini adalah kosakata

yang digunakan dalam Alquran. Sedangkan teknik pengelolaan

data dalam penelitian adalah sebagai berikut: Pertama, memilih

kosakata yang menyebutkan kata sama’ dan bashar; Kedua,

mengumpulkan ayat yang menggunakan kosakata-kosakata

14

Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis

(Jakarta: Rineka Cipta, 1993), h. 10. 15

Content analysis atau kajian isi adalah metodologi penelitian yang

memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang sahih

dari sebuah buku atau dokumen. Lihat: Robert Philip Weber, Basic Content

Analysis, (Beverly Hills: Sage Publications, 1885), h.9 16

Abdul Hayy al-Farmawi, Al-Bidayah Fi Al-Tafsir Al-Maudhu’i,

(Mesir: Dirasat Manhajiyyah Maudhu’iyyah, 1997), h. 41

Page 25: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

12

tersebut beserta derivasinya; Ketiga, mengkaji mengenai i’jaz

al-Qur’ân pada kata sama’ dan bashar; Keempat, mengkaji

proses dan istilah kata sama’ dan bashar kemudian

mengkategorisasikan kosakata-kosakata berdasarkan bentuk

kata dan subyek-obyek; Kelima, menafsirkan ayat yang

bertumpuh pada kata sama’ dan bashar yang berdiri secara

bersamaan dalam satu ayat serta menganalisis kata sama’ dan

bashar berdasarkan fenomena yang terjadi di alam semesta ini.

3. Teknik Penulisan

Secara teknis penulisan skripsi ini berdasarkan pada buku

“Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skirpsi, Tesis, dan

Disertasi) UIN Syarif Hidayataullah Jakarta 2017.”

E. Tinjauan Pustaka

I’jaz ‘ilmy merupakan bagian dari pembahasan mukjizat

Alquran, dalam kajian Alquran banyak disajikan dalam bentuk

kitab, buku atau bahkan karya ilmiah. Untuk menghindari

terjadinya kesamaan dalam pembahasan dengan penelitian yang

lain, penulis menelusuri kajian-kajian yang pernah dilakukan atau

memiliki kesamaan. Selanjutnya penelitian tersebut akan dijadikan

sumber acuan dengan dalih menghindari penggunaan metodologi

yang sama, sehingga diharapkan penelitian ini tidak terkesan plagiat

atas penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah

melakukan penelusuran pustaka yang berkaitan penelitian akade-

mis, peneliti tidak menemukan kajian ini dalam bentuk skripsi.

Namun penulis menemukan riset sejenis diantaranya, adalah:

1. Pipin Armita dengan judul tesis Relevansi Kalimat Sama’, Ba-

shar, dan Fuad dalam al-Qur’ân dengan Neurosains (Kajian

Page 26: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

13

I’jaz ‘Ilmy Al-Qur’ân).17 Tesis ini membuktikan bahwa Alquran

merupakan sumber dari segala ilmu, khususnya dalam ilmu

Neurosains, dengan pembuktian pada kalimat Sama’, Bashar,

dan Fuad dalam ayat-ayat Alquran.

2. Buku Terjemahan Abu Akbar Achmad dengan judul Pustaka

Pengetahuan Alquran jilid 6 (Ilmu Pengetahuan).18 Buku ini

merupakan terjemahan dari kitab asli yang berjudul Manhaj al-

Qur’ân al-Karim Fi Islah al-Mujtama’, Qasas al-‘Ilm Fi al-

Qur’ân. Dalam buku ini, tepatnya pada jilid 6 mengenai ilmu

pengetahuan membahas tentang keistimewaan pendengaran dan

penglihatan.

3. Buku Nadiah Thayyarah dengan judul Buku Pintar Sains dalam

Al-Quran. Dalam sub bab pada buku ini membahas tentang

mukjizat ilmiah pendengaran, penglihatan dan hati.19

4. Artikel Mahfudz Siddiq dengan judul Konfigurasi Kata Sam’,

Bashar, dan Fu’ad dalam Alquran menurut Tinjauan Ilm Al-

Ma’aniy dalam Jurnal LiNGUA. Dalam tulisan jurnalnya

mengatakan bahwa gaya bahasa Alquran memiliki pola dan

konfigurasi tersendiri yang tidak dapat ditiru meskipun hanya

satu surat saja, baik itu dalam aspek balaghah, keunggulan dan

ketepatan diksi, keindahan dalam ekspresi, yang memadukan

17

Pipin Armita, Relevansi Kalimat Sama’, Bashar, dan Fuad dalam

Alquran dengan Neurosains (Kajian I’jaz ‘ilmy Al-Quran), (Tesis, UIN Sultan

Syarif Kasim Riau, 2015) 18

Abu Akbar Achmad, PUSTAKA PENGETAHUAN AL-QURAN, ji-

lid 6 Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: PT Rehal Republika, 2007) 19

Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains dalam Al-Quran, (Jakarta:

Zaman, 2013), h. 263

Page 27: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

14

antara kejernihan kata dan kefasihannya, kekuatan kata dan ke-

jernihannya, serta kehangatan iman dan gejolak retorikanya.20

5. Artikel dengan judul I’jâz Al-Qur’ân: Menelusuri Bukti Ke-

otentikan Al-Qur’an oleh Sulaiman Ibrahim dari IAIN Sultan

Amai Gorontalo, dalam jurnal Farabi. Dalam sub bab mengenai

i'jâz al-Qur’ân pada aspek isyarat-isyarat ilmiahnya dikatakan

bahwa kemukjizatan ilmiah al-Qur’ân bukanlah terletak pada

cakupannya saja akan teori-teori ilmiah, maka Allah Swt. telah

memberikan pendengaran, penglihatan dan hati kepada manusia

agar dipergunakan untuk merenung, memikirkan dan memper-

hatikan apa-apa yang ada di luar dirinya secara ilmiah.21

6. Artikel dengan judul Kecerdasan Anak dalam Perspektif

Alquran oleh Tamrin dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

Palu, dalam Jurnal Rausyan Fikr. Dalam sub bab mengenai da-

sar kecerdasan intelektual anak, menjelaskan bahwa antara al-

sama’ dan al-Bashar adalah dua hal yang sangat penting namun

sangat sederhana bahkan terabaikan oleh sebagian manusia.22

7. Artikel dengan judul Petunjuk Alquran Tentang Belajar dan

Pembelajaran oleh Munirah dari UIN Alauddin Makassar, da-

lam jurnal Lentera Pendidikan. Dalam awal pembahasan

dikatakan bahwa dalam proses belajar dan pembelajaran di-

tuntut adanya usaha yang maksimal dan memfungsikan segala

komponen berupa alat-alat potensial yang ada pada diri manu-

sia, berdasarkan surat al-Nahl ayat 78 adanya tiga komponen

20

Mahfudz Siddiq, Konfigurasi Kata Sam’, Bashar, dan Fu’ad dalam

Alquran menurut Tinjauan Ilm Al-Ma’aniy dalam Jurnal LiNGUA, Vol. 5, No.

1, Juni 2010, h. 9 21

Sulaiman Ibrahim, I’jâz Al-Qur’ân: Menelusuri Bukti Keotentikan

Al-Qur’an, Jurnal Farabi, Vol. 12 No. 1 Juni 2015, h. 43 22

Tamrin, Kecerdasan Anak dalam Perspektif Alquran, Jurnal

Rausyan Fikr, Vol. 14 No. 2 Desember 2018, h. 345

Page 28: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

15

yang terlibat dalam teori pembelajaran, yaitu: al-sam’a, al-

bashar dan al-fu’ad.23

8. Artikel dengan judul Metode Ilmu Menurut Perspektif Al-

Qur’an oleh Indo Santalia dari UIN Alauddin Makassar, dalam

jurnal Tafsere. Sama seperti artikel sebelumnya dalam

penelitiannya menemukan bahwa menurut Alquran, ada tiga

komponen yang terlibat dalam proses penemuan ilmu penge-

tahuan, yaitu; al-sama, al-bashar dan fu’ad. Ketiga komponen

ini, merupakan alat potensial yang dimiliki manusia untuk

memperoleh pengetahuan.24

9. Artikel dengan judul Interpreting Some Features of Sama’

Verses Using Data Extraction of Quran Ontology oleh Mu-

hammad Widus Sempo, Rosalina Abdul Salam, Robiatul Ad-

awiyah Mohd dan Wan Nur Rahini Aznie Binti Zainuddin dari

Islamic Science Institute (ISI), dalam International Journal of

Humanities and Social Science Invention. Membahas tentang

kata sama’ (mendengar) dengan konsep Ontologi.25

10. Artikel dengan judul Optimalisasi Penggunaan Abshar dalam

Belajar dan Pembelajaran oleh Hilmi dari UIN Ar-Raniry Ban-

da Aceh. Dalam tahapan penggunaan sumber daya dalam bela-

jar dan pembelajaran, yang merupakan alat atau sumber daya

yang pertama berfungsi adalah sama’ (pendengaran). Lalu dari

23

Munirah, Petunjuk Alquran Tentang Belajar dan Pembelajaran,

Jurnal Lentera Pendidikan, Vol. 19 No. 1 Juni 2016, h. 45 24

Indo Santalia, Metode Ilmu Menurut Perspektif Al-Qur’an , Jurnal

Tafsere, Vol. 1 No. 1 2013, h. 65 25

Muhammad Widus Sempo, dkk, Interpreting Some Features of

Sama’ Verses Using Data Extraction of Quran Ontology, International

Journal of Humanities and Social Science Invention, Vol. 5 No. 6 Juni 2016, h.

42

Page 29: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

16

apa yang di dengar seseorang berusaha untuk berbicara. Selan-

jutnya mulai menggunakan mata baik untuk membaca maupun

menulis. Adapun sumber daya yang paling tinggi adalah af’idah

yaitu mata hati.26

Dari beberapa penelitian sebelumnya, secara khusus penelitian

yang membahas I’jaz ‘ilmy dalam kata Sama’ dan Bashar dalam al-

Qur’ân belum banyak dilakukan. Maka, penulis merasa penting un-

tuk melakukan penelitian ini.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulis dalam menulis skripsi ini, maka

penulis menyusun dengan sistematika sebagai berikut:

Bab pertama, membahas pendahuluan yang mencakup latar

belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, metodologi penelitian, sistematika penulisan,

bab ini ditujukan untuk memberikan gambaran keseluruhan

permasalahan yang akan dibahas secara merinci di bab selanjutnya.

Bab kedua, membahas I’jaz al-Qur’ân. Karena dalam

penelitian ini adalah menekankan bahasan tentang kemukjizatan

atau keajaiban Alquran untuk dapat membuktikannya, maka mutlak

penting dan perlu peneliti terlebih dahulu mengenal tentang i’jaz al-

Qur’ân khususnya i’jaz ‘ilmy.

Bab ketiga, Kajian Kata Sama’ dan Bashar. Pada bab ini

adalah lanjutan dari bab sebelumnya, yaitu membahas penciptaan

indra manusia, proses, fungsi serta klasfikasinya pada kata sama’

dan bashar dalam Alquran. Klasifikasi kata sama’ dan bashar

26

Hilmi, Optimalisasi Penggunaan Abshar dalam Belajar dan

Pembelajaran, Jurnal Lantanida, Vol. 3 No. 2 2015, h. 151

Page 30: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

17

dengan menelurusi kata sama’ dan bashar berdasarkan bentuk kata

dan kategori kata sama’ dan bashar berdasarkan subyek obyek.

Bab keempat, Analisis Kajian Kata Sama’ dan Bashar.

Pembahasannya terdiri dari, kategori kata sama’ dan bashar

berdasarkan mufrad jamak, fenomena dan tafsiran Alquran. Oleh

peneliti sekaligus menjadikan objek judul dalam penelitian. Maka,

pentingnya adalah untuk pembuktian kemukjizatan Alquran dalam

kata sama’ dan bashar dengan fenomena-fenomena yang terjadi

sebagai bukti adanya kemukjizatan ilmiah.

Bab kelima, merupakan penutup yang berisi kesimpulan yang

ditarik dari bab-bab sebelumnya. Kesimpulan adalah; jawaban

peneliti atas pertanyaan penelitian pada rumusan masalah yang

menjadi dan dilanjutkan dengan kritik serta saran-saran.

Page 31: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

18

BAB II

I’JAZ AL-QUR’ÂN

A. I’jaz al-Qur’ân

1. Pengertian I’jaz al-Qur’ân

Secara bahasa i’jaz/ از عجإ merupakan derivasi (bentuk masdar)

dari a’jaza/ زجعجأ bermakna al-faut/ وإلفج ت ; meninggalkan atau as-

sabq/ ق بإلس ج ; mendahului. Ketika dikatakan: a’jazani fulan ay

fatani/ ف نزجعجإج جفج يأ ن لج نات bermakna seseorang meninggalkan atau

mendahului saya. Sedangkan al-mu’jizah ۃزججعم لإج berarti; إتزججعم ۃ دجإحوج

إل إلس م يلجعجاءيجبن م لج salah satu dari mukjizat para Nabi a.s.1

Sedangkan ‘ajaza/ ج زجعج , ج ج ۔ زجعج يعجضجز اجعجوجه فجإز عج ۔ز جعي memiliki arti ف

yang sama dengan da’ufa/ ع ضج فج atau bermakna lemah.2

Kata Mukjizat sudah menjadi bagian dari khazanah bahasa

Indonesia. Sedangkan dalam bahasa Arab sendiri digunakan istilah

i’jaz al-Qur’ân atau mu’jizat al-Qur’ân. Dilihat dari sudut

kebahasaan, kata mu’jizat merupakan salah satu bentuk ubahan dari

lafal i’jaz yang bermakna melemahkan. Dan i’jaz al-Qur’ân

1 Ibn Manzhûr, Lisân al-‘Arab, jilid 31, Tahqiq: Abdullah Ali al-Kabir

dkk. (Kairo: Dar al-Ma’arif, tt), h. 2818 2 al-Khalîl bin Ahmad al-Farâhidi, Kitab al-‘Ain Murattab ‘ala Huruf al-

Mu’jam, jilid 3, Tahqiq: Abdul al-Hamîd Handâwi, (Beirut: Dar al-Kutub al-

’Ilmiyyah, 1424 H/2003 M), h. 101

Page 32: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

19

bermakna pengokohan Alquran sebagai sesuatu yang mampu

melemahkan berbagai tantangan untuk penciptaan karya sejenis.3

Perkataan i’jaz diambil dari kata kerja ajaza-i’jaz yang berarti

melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Pengertian ini sesuai

dengan firman Allah swt dalam surat al-Mâidah ayat 31 yang

berbunyi:

ج إجعج ى يلجته وج يج قجالج إجخيه ۃج وءج إريسج ي وج جهكجيفج ي إلجرضلي ف ث ي بحج إب غ رج إلله فجبجـعجثج زت

دميجإجنإجك ونج إلنه منج فجاجصبجحج إجخ ۃج وءج سج إريج إبفجا وج إإلغ رج ذج هه مثلج

Artinya: "Kemudian Allah mengutus seekor burung gagak

menggali tanah untuk diperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana

dia seharusnya menguburkan mayat saudaranya. (Qabil) berkata,

Oh, celaka aku! Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung

gagak ini sehingga aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?

Maka, jadilah dia termasuk orang yang menyesal."

Menurut Mannâ’ Khalîl al-Qaththân mendefinisikan dengan hal

serupa yaitu ‘Amrun khâriqun lil’addah maqrûnun bit tahaddiy

salimun anil mu’âradhah’ yaitu suatu kejadian yang keluar dari

kebiasaan, disertai dengan unsur tantangan, dan tidak dapat

ditandingi. Dan i’jaz bermaksud, “Memperlihatkan kebenaran Nabi

saw. atas pengakuan kerasulannya, dengan cara membuktikan

kelemahan orang Arab dan generasi sesudahnya untuk menandingi

kemukjizatan al-Qur’ân”. Pelakunya (yang melemahkan) dinamakan

mu’jiz dan apabila ia mampu melemahkan pihak lain dengan setara

3 M. Quraish Shihab, Ahmad Sukarja, Badri Yatim, dkk, Sejarah dan

Ulumul Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2013), h. 106

Page 33: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

20

sehingga mampu mengalahkan lawan, ia dinamakan sebagai

mukjizat.4

Maka mukjizat diartikan sebagai suatu perkara yang berada di

luar jangkauan kebiasaan, dan di luar sebab-sebab yang diketahui

oleh manusia. Dan mukjizat itu melumpuhkan kemampuan yang

pernah dilihat oleh manusia pada tahun-tahun sebelumnya.

Dalam hal ini mukjizat didefinisikan oleh para pakar agama

Islam sebagai suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui

seseorang yang mengaku nabi, sebagai bukti kenabiannya, sebagai

tantangan bagi orang yang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan

hal serupa, tetapi tidak melayani tantangan itu. Namun begitu

merumuskan bahwa mukjizat itu merupakan suatu kejadian yang

keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur tantangan, dan tidak akan

dapat ditandingi.5 Para pakar ulama sepakat menyatakan adanya i’jaz

al-Qur’ân yang diartikan sebagai “Ilmu yang membahas tentang

keistimewaan Alquran yang menjadikan manusia tidak mampu

menandinginya”. Para pakar juga sepakat menegaskan bahwa tujuan

i’jaz bukan untuk melemahkan, tetapi untuk

membuktikan/menampakkan ketidakmampuan siapapun menyusun

kalimat-kalimat semacam satu surah dari Alquran. Itu guna

menyakinkan bahwa Alquran adalah fiman-firman Allah.6 Untuk

memahami definisi i’jaz al-Qur’ân dengan lebih jelas, menerangkan

bahwa i’jaz al-Qur’ân adalah ilmu Alquran yang membahas kekuatan

4 Manna’ Khalil al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qurân, (Kairo:

Maktabah Wahbah, tt), h. 258-260 5 Abdal Razak Nawfal, al-I’jaz al-‘Adadi li Alquran al-Karim, (Kairo: Dar

al-Kitab al-‘Arabi, 1987), h. 85. 6 Issa J. Boullata, Al-Qur’ân yang Menakjubkan, (Tangerang: Lentera

Hati, 2008), h. 1

Page 34: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

21

susunan lafaz dan kandungan Alquran, sehingga dapat mengalahkan

ahli-ahli bahasa Arab, dan ahli-ahli lainnya.

2. Macam-macam I’jaz al-Qur’ân

Dr. Abd. Rozzaq Naufal, membagi i’jaz al-Qurân menjadi

empat macam, yaitu:

a. al-I`jaz al-Balaghy, yaitu kemukjizatan segi sastra balaghah-

nya, yang muncul pada masa peningkatan mutu sastra Arab.

Menurut Al-Khaţţabiy, kemukjizatan yang dimiliki al-Qur’ân

adalah balaghah-nya, maksudnya, dengan uslub dan gaya

bahasa yang demikian itulah Alquran bisa mencakup

kefasihan lafal, keindahan susunan, dan keindahan makna.

b. al-I`jaz al-Tashri`iy, yaitu kemukjizatan dalam segi

pensyariatan hukum-hukum ajarannya, yang muncul pada

masa penetapan hukum hukum syariat Islam. al-I`jaz al-

Tashri`iy merupakan kemukjizatan pada aspek syariat yang

terkandung dalam Alquran, bahwa setiap ketentuan, aturan

dan ketetapan dalam Alquran mengandung hikmah,

kebenaran, dan kemaslahatan bagi makhluk. Dalam sejarah

kehidupannya, manusia telah banyak mengenal berbagai

macam doktrin, pandangan hidup, sistem dan perundang-

undangan yang bertujuan membangun hakikat kebahagiaan

individu di dalam masyarakat. Namun tidak satupun darinya

yang dapat mencapai seperti yang dicapai Alquran dalam

kemukjizatan tashri’iy-nya.7

7 Manna’ Khalil al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qurân, h. 345

Page 35: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

22

c. al-I’jaz al-Ilmy, yaitu kemukjizatan dalam segi ilmu

pengetahuan, yang muncul pada masa kebangkitan ilmu dan

sains di kalangan umat Islam.

d. al-I’jaz al-Adadi, yaitu kemukjizatan segi kuantiti atau

matematis/statistik, yang muncul pada abad ilmu pengetahuan

dan teknologi canggih.8

3. Sisi Kemukjizatan al-Qur’ân

Mukjizat merupakan perkara luar biasa yang dibuktikan dengan

tantangan dan selamat dari tandingan.9 Dari definisi tersebut, maka

sesuatu dapat dikatakan mukjizat apabila memiliki beberapa unsur

yaitu: (1) sesuatu atau peristiwa yang luar biasa; (2) terjadi atau

dipaparkan oleh seseorang yang mengaku Nabi; (3) mengandung

tantangan terhadap yang meragukan kenabian; (4) tantangan tersebut

tidak mampu atau gagal dilayani. Jika salah satu unsur penyusun

tersebut tidak terpenuhi, maka dipastikan bahwa sesuatu tersebut

tidak dikatakan sebagai mukjizat.10

Al-Qurthûby memberikan lima syarat unsur-unsur mukjizat, yaitu :11

1. Tidak ada yang mampu kecuali Allah Swt.

2. Kejadian ini diluar kebiasaan yang ada

3. Pembawa mukjizat mengaku sebagai utusan Allah Swt.

4. Bukti kerasulan dengan membawa mukjizat tersebut

8 Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), h. 271

9 Jalâl al-Dîn al-Suyûthi, al-Itqân fi ‘Ulum al-Qur’ân, jilid 4, (Beirut:

Maktabah al-‘Ashriyyah, 1979), h. 3 10

M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’ân: Ditinjau dari Aspek

Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Ghaib, (Bandung: Mizan, 2003),

cet. Ke-8, h. 23-25 11

M. Shalahuddin Hamid, Study ULUMUL QURAN, (Jakarta: PT

Intimedia Ciptanusantara, 2002), h. 170

Page 36: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

23

5. Tidak ada yang dapat menandinginya atau menentangnya

Muhammad Ali al-Shabuni dalam kitabnya al-Tibyân

menyebutkan sisi kemukjizatan Alquran sebagai berikut:12

1) Susunannya yang indah, berbeda dengan susunan yang ada

dalam bahasa orang-orang Arab

2) Terdapat uslub yang unik yang berbeda dengan semua uslub-

uslub bahasa Arab

3) Ia mengandung sifat mungkin dan membuka peluang bagi

seorang makhluk untuk mendatangkan yang sejenisnya

4) Bentuk undang-undang yang detail lagi sempurna melebihi

setiap undang-undang buatan manusia

5) Menggambarkan hal-hal yang gaib yang tidak bisa diketahui

kecuali dengan wahyu

6) Tidak bertentangan dengan pengetahuan-pengetahuan umum

yang dipastikan kebenarannya

7) Menepati janji yang ada dalam Alquran

8) Mengandung prinsip-prinsip ilmu pengetahuan didalamnya

9) Berpengaruh kepada semua pengikut dan musuhnya

Akan tetapi Quraish Shihab berpendapat bahwa pada garis

besarnya mukjizat Alquran itu tampak dalam tiga hal pokok.

Pertama, susunan redaksinya yang mencapai puncak tertinggi dan

sastra bahasa Arab. Kedua, kandungan ilmu pengetahuan dan

12

M. Ali al-Shabuni, Al-Tibyân fi’Ulum Al-Qur’ân, (Beirut: Dar al Fikr,

1985), h. 105

Page 37: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

24

berbagai disiplin ilmuyang diisyaratkannya. Ketiga, ramalan-ramalan

yang diungkapkan, yang sebagian telah terbukti kebenarannya.13

Kemudian pengaruh al-Jahzih14

, para pemikir muslim lain dan

para sastrawan muslim yang kukuh menyatakan kefashihan dan

ketinggian bahasa Alquran menjadikan kata i’jaz semakin terikat

dengan susunan balaghy (retorik) Alquran yang tak tertandingi.

Hanya saja sebagian mereka ada yang mengatakan bahwa gagasan

i’jaz seharusnya tidak dipahami dengan pemahaman sesempit itu. Al-

Jahzih memasukan gagasan sharfah15

kedalam diskusi-diskusi yang

terjadi antar ulama. Namun gagasan ini hanya diterima oleh sebagian

kecil ulama, diantaranya Hisyam al-Fuwathi (wafat 218 H/ 833 M)

dan ar-Rummani (wafat 386 H/ 996 M). Sementara kebanyakan para

pemikir muslim menolaknya dan tetap berpegang pada gagasan

keunggulan struktur Qurani sebagai sisi i’jaz yang penting.16

Selanjutnya ar-Rummani,17

pengarang kitab an-Nukat fi i’jaz al-

Qur’ân, salah satu karya ilmiah pertama yang menggunakan kata i’jaz

dalam judulnya. Dalam bukunya membahas pembuktian keunikan

balaghah al-Qur’ân dan mengupas topik-topik lain yang

berhubungan dnegan hal itu. Beliau berpandangan bahwa i’jaz

memiliki tujuh segi, yaitu: (1) tidak tertandinginya Alquran, meski

13

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’ân; Fungsi dan Peran Wahyu

dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1998), h. 62 lihat pula M.

Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’ân, h. 212-214 14

Yaitu pujangga dan ahli bahasa muslim klasik, penganut Mu’tazilah (w. 255

H/869 M) 15

Sharfah diambil dari kata (sharfa) yang berarti ‘memalingkan’ dalam arti

Allah Swt. Memalingkan manusia dari upaya membuat semacam Alquran, sehingga

seandainya tidak dipalingkan maka manusia akan mampu. Dengan kata lain,

kemukjizatan Alquran lahir dari faktor eksternal bukan dari Alquran itu sendiri. Lihat

pada M. Quraish Shihab, Kemukjizatan al-Qur’ân, (Bandung: Mizan, 1998), h. 155 16

Issa J. Boullata, Al-Qur’ân yang Menakjubkan, h. 6 17

Yaitu ahli bahasa muslim klasik, penganut Mu’tazilah (w. 386 H/ 996 M)

Page 38: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

25

banyak faktor yang mendorong untuk itu; (2) tantangan Alquran yang

berlaku umum; (3) ash-Sharfah, yakni Allah memalingkan manusia

dari menandingi Alquran; (4) balaghah al-Qur’ân yaitu kefasihan dan

pengaruh estetiknya yang efektif; (5) terdapat informasi-informsi dan

berita-berita yang benar tentang kejadian-kejadian di masa

mendatang; (6) watak Alquran yang menyalahi kebiasaan, bukan

puisi bukan pula prosa; (7) pembandingan Alquran dengan segala

mukjizat yang pernah dikenal oleh agama-agama lain.18

Pada tahun 1964, Abdul Karim al-Khathib menerbitkan

bukunya yaitu I’jaz al-Qur’ân. Dia mengemukakan pemikiran baru

yang disebutnya sebagai konsep baru tentang i’jaz yaitu bahwa i’jaz

memiliki empat sisi. Pertama, kebenaran mutlak; Alquran yang

mengupas hakikat-hakikat kosmos, agama, dan dunia, lalu

menyampaikannya kepada manusia dengan kebenaran mutlak. Kedua,

kedudukan yang tinggi; Alquran berbicara dengan bahasa orang yang

memiliki kekuasaan absolut yang mengawasi segala sesuatu dan

menentukan segala sesuatu, sehingga tidak ada yang bisa

menghalanginya. Ketiga, penampilan yang bagus yaitu nazhm

(struktur) yang diperbincangkan oleh sebagian besar ulama. Yakni

gaya bahasa Alquran yang menyampaikan gagasan cemerlang dengan

bentuk yang paling indah dan sempurna. Keempat, nuansa ruhaniah

yang menghiasi al-Qur’ân al-Karim. Dalam hal ini Alquran adalah

wadah perintah Allah yang merupakan salah satu ruh-Nya yang

berbungkus tutur.19

18

Issa J. Boullata, Al-Qur’ân yang Menakjubkan, h. 8 19

Issa J. Boullata, Al-Qur’ân yang Menakjubkan, h. 21

Page 39: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

26

4. Substansi I’jaz ‘Ilmy al-Qur’ân

Hasan Zaini menjelaskan bahwa i’jaz (mukjizat) itu

penekanannya adalah kepada kelemahan orang untuk mendatangkan

yang sepertinya, tetapi tujuannya bukanlah semata-mata untuk

melemahkan. Melainkan juga untuk menampakkan kebenaran kitab

itu sendiri dan kebenaran Rasul pembawanya. Hal ini sudah

dimaklumi oleh setiap orang yang berakal, karena memang sejak

dahulu sampai sekarang dan bahkan yang akan datang tidak ada

seorang pun yang sanggup menandinginya,20

sebagaimana berulang-

ulang dijelaskan oleh Allah Swt. dalam surat al-Isrâ’ ayat 88, yang

artinya : “Katakannlah: ‘Sesungguhnya jika manusia dan jin

berkumpul untuk membuat yang serupa dengan Dia, sekalipun

sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain’.”

Kata “al-‘Ilmy” adalah al-Mukhtashshu bil ‘Ilmy, artinya

mengenai/berdasarkan ilmu pengetahuan.21

Hasan Zaini menjelaskan

bahwa yang dimaksud dengan I’jaz ‘Ilmy al-Qur’ân adalah :

“Pemberitaan al-Qur’ân al-Karim menurut hakikat, lalu dikuatkan

oleh tajribi (eksperimen) yang baik yang menetapkan bahwa manusia

tidak mungkin mendapatkannya dengan perantara manusia pada

masa Rasulullah saw.”

Dengan demikian, yang dimaksud dengan “I’jaz ‘Ilmy al-

Qur’ân” adalah pemberitaan Alquran sebagai kitab suci tentang

hakikat sesuatu yang dapat dibuktikan oleh ilmu eksperimental yang

pada saat itu belum tercapai oleh manusia karena keterbatasan sarana.

Hal ini merupakan bukti yang menjelaskan kebenaran Nabi

20

Hasan Zaini, Raudatul Hasanah, Ulumul Qur’an, (Batusangkar: STAIN

Batusangkar Press, 2010), cet ke-1, h. 186 21

A.W Munawwir, Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia Terlengkap,

(Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), cet ke-14, h. 966

Page 40: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

27

Muhammad saw. sebagai seorang Rasul tentang apa yang

diwahyukan Allah Swt. Dengan menampakkan kelemahan orang-

orang kafir Quraisy untuk menghadapi mukjizatnya yang abadi,22

yaitu al-Qur’ânul Karim.

Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt. yaitu :

Yang artinya: “al-Qur’ân ini tidak lain hanya peringatan bagi

semesta alam. Dan sesungguhnya kamu akan mengetahui

(kebenaran ) berita al-Qur’ân setelah beberapa waktu lagi.” (QS.

Shâd: 87-88).

Yang artinya: “Untuk setiap berita (yang dibawa oleh rasul-rasul)

ada (waktu) terjadinya dan kelak kamu akan mengetahui.” (QS. al-

An’âm: 67).

Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa Allah menghendaki serta

menjadikan setiap berita dalam waktu tertentu akan menjadi nyata.

Kebenaran berita-berita Alquran ada yang terlaksana di dunia seperti

kebenaran janji Allah Swt. kepada orang-orang mukmin bahwa

mereka akan menang dalam peperangan dengan kaum musyrikin, dan

ada yang terlaksana di akhirat seperti kebenaran janji Allah tentang

balasan atau perhitungan yang akan dilaksanakan kepada manusia.

Menurut Syaikh Abdul Majid al-Zandani salah satu ulama

terkemuka di Yaman, dan salah satu pendiri Yayasan I’jazul ‘Ilmiah

Lil-Qur’ân wa as-Sunnah bi Makkah Mukaromah mengatakan: I’jaz

‘Ilmy adalah mengungkap makna-makna yang terkandung di dalam

Alquran, dalam pandangan ilmiah dan melalui proses percobaan pada

ilmu-ilmu alam, dan hal ini belum ada di zaman Rasulullah saw.23

22

Hasan Zaini, Raudatul Hasanah, Ulumul Qur’an, h. 186 23

Nadir Darwis Muhammad, ‘Ijizal Ilmiah lil- Qur’an wa Sunnah wa

Shilatuhu bi Manhaj Dakwah al-Islamiah, (Kairo: Maktabah al-Iman, 2011 M/1432

H), h. 64

Page 41: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

28

Dr. Zaglul an-Najjar mengatakan al-‘Ijâzul al-‘Ilmy (Mukjizat

Ilmiah) adalah: menunjukan isyarat tentang hakikat kauniah dan

keagungan-Nya yang mana pemahaman penemuan ini belum sampai

pada zaman dahulu dan baru diungkap setelah proses baru sekarang

ini setelah abad yang lalu, dan tidak mungkin membayangkan tentang

kemuliaan dan keagungan penciptaan ini selain penciptaan Allah

Swt., dan juga sebagai bukti kebenaran mukjizat Nabi Muhammad

saw. sebagai nabi akhir zaman.24

Seiring dengan penemuan-penemuan sains modern, dan

kemunduran kaum muslimin pada level pengaruh ilmu pengetahuan

dan peradaban. Meskipun sebenarnya perhatian terhadap aspek ini

sudah dimulai sejak abad pertengahan. Tepatnya Fakhruddin ar-Razi

(w. 606 H) dalam karyanya Mafatihul Ghaib sudah banyak membahas

aspek ini. Namun demikian, sepanjang sejarahnya kajian pada aspek

ini tidak begitu mendapat perhatian besar bahkan cenderung terjadi

ikhtilaf para ulama apakah Alquran benar-benar mengandung aspek

i’jaz ‘ilmy. Para cendekiawan yang mengkaji aspek ini memiliki

tujuan dasar untuk membuktikan kebenaran Islam dan Alquran, serta

membangkitkan ‘izzah (kebanggaan) kaum muslimin dengan

agamanya. Derasnya kajian pada bidang ini menimbulkan persoalan

secara ilmiah, karena definisi, rambu- rambu dan koridornya belum

begitu banyak dibahas sehingga belum begitu jelas. Para peneliti dan

cendekiawan justru lebih banyak berkutat pada upaya pencocokan

antara penemuan sains modern dengan ayat-ayat Alquran, meskipun

secara tafsiriah belum tentu ayat tersebut memaksudkan demikian.

Hal yang sering luput dalam banyak kajian tentang i’jaz ‘ilmy adalah

24

Zaglul an-Najjar, al-Ardu fil-Qur’ân al-Karim, (Beirut: Maktabah al-

Ma’rifah, 1426 H), h. 69

Page 42: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

29

hubungan antara tafsir ilmi dengan i’jaz ‘ilmy (kemukjizatan ilmiah).

Padahal mestinya i’jaz ‘ilmy tidak mungkin berdiri sendiri tanpa tafsir

ilmi, karena pembuktian suatu penemuan modern bahwa ia

diisyaratkan atau dibunyikan oleh Alquran, dimana hal ini merupakan

concern dari i’jaz ‘ilmy haruslah dibangun di atas tafsir/penjelasan

dan pemahaman akan makna ayat yang benar, sehingga betul-betul

ada korelasi antara makna yang di maksud oleh ayat dengan

penemuan sains modern yang sedang dibuktikan tersebut. Penekanan

pada hal ini cukup penting, karena nash al-Qur’ân pada dasarnya

bersifat final, sedangkan penemuan sains modern boleh jadi belum

final dan masih mungkin terkoreksi. Secara kritis, pengaitan antara

istilah tafsir dan i’jaz dengan istilah ilmi (sains) juga tak luput dari

problem. Karena istilah tersebut baik tafsir ilmi maupun i’jaz ‘ilmy

menggambarkan pengaruh dikotomi antara ilmu sains dengan non

sains. Karenanya para cendekiawan tafsir yang melakukan studi kritis

terhadap istilah ini menambahkan istilah Tafsir Ilmi Tajribi (Tafsir

Ilmiah Terapan) yang bermakna bahwa yang dimaksud adalah

pendekatan penafsiran Alquran berdasar ilmu-ilmu sains terapan.

Ketika hasil dari Tafsir Ilmi Tajribi tersebut digunakan untuk

membuktikan kebenaran risalah Muhammad saw., maka saat itu

menjadi I’jaz ‘Ilmy Tajribi (kemukjizatan Alquran dalam aspek sains

terapan), inti dari kajian I’jaz ‘Ilmy Tajribi adalah keyakinan bahwa

Alquran mengandung isyarat-isyarat dan pembicaraan tentang alam

dan ilmu pengetahuan, yang secara realitas baru terbukti jauh setelah

Alquran diturunkan, dan belum diketahui pada masa Nabi saw.

I’jaz ‘ilmy menitikberatkan pada kenyataan-kenyataan empiris

yang telah menjadi ilmu pasti yang kebenarannya telah mencapai

seratus persen untuk dijadikan sebagai penopang kebenaran al-

Page 43: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

30

Qur’ân mengingat fungsinya sebagai mukjizat. Adapun tafsir ilmi

merupakan ijtihad seorang penafsir yang mencoba memahami dan

menggali makna ayat dengan metode ilmiah kontemporer. Tujuan

dalam tafsir ilmi adalah untuk menambah keimanan, namun ‘ijaz

‘ilmy lebih mengedepankan tantangan kepada para ilmuwan untuk

membuktikan kebenaran ayat-ayat kauniyah yang dikandungnya dan

ketika telah terbukti benar, maka para ilmuwan, akan mengakui

bahwa Alquran sejak turun empat belas abad yang lalu telah

membawa berita apalagi ia diturunkan kepada seorang Nabi yang

ummiy (buta huruf) sehingga sangat mustahil bagi seorang Nabi yang

ummiy untuk mencari informasi dengan ke-ummiy-annya itu.

Menurut pendapat Yûsuf al-Qardhâwy hakikat i’jaz ‘ilmy dalam

Alquran sebenarnya hanyalah kemukjizatan secara retoris, dimana

tidak ada pertentangan ayat Alquran yang telah turun beberapa abad

yang lalu, dengan berbagai penemuan sains kontemporer, bahkan

sebahagian telah dinyatakan Alquran secara global. Sekiranya

Alquran itu merupakan kitab yang dikarang manusia dan disusun oleh

akal mereka, tentulah ungkapan-ungkapannya tidak mampu meliputi

segala zaman yang berbeda-beda mengikuti perkembangan manusia.

Karena itu pijakan kita dalam menetapkan i’jaz ‘ilmy ini mestilah

terhadap masalah-masalah yang sudah jelas dan baku, dan tidak

mengundang keraguan dan kesangsian.

Para ulama berbeda pendapat tentang macam-macam mukjizat

al-Quran. Fazlur Rahman menyebut sekitar dua puluh tujuh macam

ilmu pengetahuan yang diisyaratkan dalam Alquran25

dan Darwis

25

Fazlur Rahman, Al-Qur’ân dan Ilmu Pengetahuan, Terjemahan M.

Arifin, (Jakarta: Bina Aksara, 1980), h. 101

Page 44: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

31

Hude menyebutkan tiga puluh macam ilmu pengetahuan yang

terdapat dalam Alquran.26

Bentuk i’jaz al-Qur’ân dalam bidang ilmu pengetahuan (i’jaz

‘ilmy), yaitu: 27

1. Mendorong untuk mendalami ilmu pengetahuan dan melakukan

penelitian yang terus menerus untuk mengungkap rahasia-rahasia

alam semesta

2. Alquran mengandung isyarat-isyarat ilmiah yang kebenarannya

bersifat pasti tentang rahasia-rahasia alam semesta dan dalam

berbagai bidang ilmu pengetahuan

3. Keserasian antara kandungan ayat-ayat Alquran dengan teori-teori

ilmiah yang senantiasa berubah sesuai perkembangan ilmu

pengetahuan

4. Menjadikan ilmu pengetahuan sebagai salah satu jalan menuju

keimanan kepada Allah Swt.

5. Kedudukan ‘Ilmy (pengetahuan) dan al-Qur’ân

Alquran pada dasarnya merupakan kitab suci yang memberikan

petunjuk bagi umat manusia. I’jaz al-Qur’ân dari sisi ilmu

pengetahuan bukan karena ia memuat banyak teori-teori ilmiah yang

berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman, layaknya buah

karya manusia dari suatu penelitian dan studi. Tetapi, karena Alquran

mendorong untuk berpikir dan melakukan penelitian dalam berbagai

bidang dengan memberikan petunjuk-petunjuk ilmiah. Sehingga

manusia dapat memahami serta membuka jalan untuk menyikap

26

Drawis Hude, dkk, Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur’ân, (Jakarta: Pustaka

Firdaus, 2002), Cet. 1, h. 112 27

Ibrahim Eldeeb, Be A Living Quran “Petunjuk Praktis Penerapan Ayat-

ayat al-Qur’ân dalam Kehidupan Sehari-hari”, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), h. 61

Page 45: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

32

rahasia alam semesta. Alquran memberikan perhatian yang sangat

besar sekali terhadap ilmu pengetahuan karena hal ini dapat

mengantarkan manusia untuk mengenal Allah Swt.28

Chaerudji Abdul Chalik menjelaskan, diantara kemukjizatan

Alquran adalah terdapatnya beberapa ayat yang sesuai atau sejalan

dengan ilmu pengetahuan yang telah dikemukakan oleh ilmuan-

ilmuan di zaman modern sekarang ini. Hal ini menunjukkan bahwa

Alquran itu benar wahyu dari Allah dan bukan ciptaan Nabi

Muhammad saw. yang diduga oleh kaum orentalis selama ini.29

Alquran sebagai petunjuk dalam kehidupan umat sangat

menekankan kepentingan ilmu pengetahuan. Alquran memberikan

pertanyaan yang merupakan ujian kepada masyarakat, sebagaimana

firman-Nya:

Yang artinya: “Beginilah kamu, kamu ini (sewajarnya) bantah

membantah tentang hal yang kamu ketahui, Maka kenapa kamu

bantah membantah tentang hal yang tidak kamu ketahui? Allah

mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Ali-‘Imran: 66)

Hasan Zaini menjelaskan, ayat di atas merupakan kritikan

terhadap umat yang berbicara atau membantah sesuatu persoalan

tanpa adanya data objektif lagi ilmiah yang berkaitan dengan

persoalan tersebut. Ayat-ayat semacam inilah yang kemudian

membentuk iklim baru dalam masyarakat yang dapat mendorong

kemajuan ilmu pengetahuan.30

M. Quraish Shihab menyebutkan “Mewujudkan iklim ilmu

pengetahuan jauh lebih penting dari pada menemuan teori ilmiah,

28

Ibrahim Eldeeb, Be A Living Quran “Petunjuk Praktis Penerapan Ayat-

ayat Alquran dalam Kehidupan Sehari-hari”, h. 59 29

Hasan Zaini, Raudatul Hasanah, Ulumul Qur’an, h. 189 30

Hasan Zaini, Raudatul Hasanah, Ulumul Qur’an, h. 44

Page 46: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

33

karena tanpa wujudnya iklim ilmu pengetahuan, para ahli yang

menemukan teori tersebut akan mengalami nasib seperti Galileo yang

menjadi korban dari hasil penemuannya”.31

Alquran juga telah mendorong manusia seluruhnya untuk

mempergunakan akal pikirannya serta menambah ilmu

pengetahuannya sebanyak-banyaknya dengan benar. Kemudian juga

menjadikan observasi atas alam semesta sebagai alat untuk percaya

kepada setiap penemuan baru atau teori ilmiah, sehingga mereka

dapat mencarikan dalilnya dalam Alquran untuk dibenarkan atau

dibantahnya.32

Dengan demikian, kemukjizatan Alquran bukan

terletak dalam cakupan teori-teori ilmiah, tetapi memotivasi manusia

untuk selalu berfikir menggunakan nalar.33

Hasan Zaini berkesimpulan bahwa ilmu pengetahuan hanya

melihat dan menilik, bukan menetapkan. Ia melukiskan fakta-fakta,

objek-objek dan fenomena-fenomena yang delihat dengan mata

seorang ilmuan yang secara kodrat mempunyai sifat pelupa dan

keliru, sehingga apa yang dikatakan oleh ilmuan sebagai suatu yang

benar (kebenaran ilmiah) sebenarnya hanya merupakan suatu hal

yang relatif dan mengandung arti yang sangat terbatas.34

Sehingga dapat dikatakan bahwa kedudukan Alquran adalah

sebagai isyarat hadirnya ilmu pengetahuan sedangkan ilmu

pengetahuan (‘ilmy) sebagai bukti kesempuranaanya Alquran.

31

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’ân; Fungsi dan Peran Wahyu

dalam Kehidupan Masyarakat, h. 44 32

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’ân; Fungsi dan Peran Wahyu

dalam Kehidupan Masyarakat, h. 44 33

Hasan Zaini, Raudatul Hasanah, Ulumul Qur’an, h. 190 34

Hasan Zaini, Raudatul Hasanah, Ulumul Qur’an, h. 190

Page 47: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

34

BAB III

KAJIAN KATA SAMA’ DAN BASHARA

A. Penciptaan Indra Manusia

Penciptaan bagi manusia merupakan tanggung jawab moral.

Dalam setiap upaya penciptaan selalu terkandung tujuan. Penciptaan

yang mempunyai tujuan-tujuan yang bertentangan dengan moralitas

atau kemanusiaan pada hakikatnya merupakan upaya penghancuran.

Penghancuran terhadap eksistensi manusia. Sebaliknya, penciptaan

yang didasarkan moralitas dan untuk tujuan kemanusiaan, pada

hakikatnya adalah upaya peneguhan. Peneguhan eksistensi manusia.

Eksistensi manusia makin teguh oleh aktivitas penciptanya.1

Penciptaan manusia di muka bumi ini mempunyai misi yang

jelas dan pasti. Ada tiga misi yang bersifat given yang diemban

manusia, yaitu misi utama untuk beribadah (terdapat pada surat al-

Zâriyât ayat 56), misi fungsional sebagai khalifah (terdapat pada surat

al-Baqarah ayat 30), dan misi operasional untuk memakmurkan bumi

(terdapat pada surat Hûd ayat 61).2

Alquran menyatakan bahwa penciptaan manusia bermula dari

sesuatu yang sudah diketahui. Sebagimana firman-Nya:3

ا يعلمون لكا ما م م انا خلقنه

1 Hakim Muda Harahap, RAHASIA AL-QURAN: Menguak Alam

Semesta, Manusia, Malaikat, dan Keruntuhan Alam, (Depok: Darul Hikmah,

2007), h. 103 2 Tafsir Ilmi: Penciptaan Manusia dalam Perspektif Alquran dan Sains,

(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, 2010), h. 2 3 Hakim Muda Harahap, RAHASIA AL-QURAN: Menguak Alam

Semesta, Manusia, Malaikat, dan Keruntuhan Alam, h. 105

Page 48: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

35

"Tidak mungkin! Sesungguhnya Kami menciptakan mereka dari apa

yang mereka ketahui." (QS. Al-Ma’ârij [70]: 39)

Dan dalam tahap pembentukan manusia dimulai dari: 4

1. Tanah (turab) disebutkan dalam Alquran sebanyak tujuh belas

kali;

2. Setetes air mani (nutfah) sebanyak dua belas kali;

3. Segumpal darah (‘alaq) sebanyak enam kali;

4. Segumpal daging (mudghah) sebanyak tiga kali;

5. Tulang belulang (azam) sebanyak lima belas kali

6. Daging (lahm) sebanyak dua belas kali

Tahapan ini disebut tahap embrio, atau ilmu yang membahasnya

adalah ilmu embriologi. Embriologi adalah cabang ilmu yang

mempelajari perkembangan embrio dalam rahim.

‘Alaqah merupakan bentuk pra-embrionik yang terjadi setelah

percampuran sperma dan ovarium. Moore5 dan az-Zindani

6

mengemukakan penjelasan yang cukup bagus tentang ‘alaqah.

‘Alaqah kata keduanya dalam bahasa Arab berarti lintah (leech),

suatu suspensi atau segumpal darah. ‘Alaqah terbentuk sekitar dua

puluh empat sampai dua puluh lima hari sejak pembuahan.7 Embrio

4 Caner Taslaman, MIRACLE OF THE QURAN: KEAJAIBAN

ALQURAN MENGUNGKAP PENEMUAN-PENEMUAN ILMIAH MODERN,

terjemahan Ary Nilandari, (Bandung: Mizan, 2011), h. 364 5 Seorang guru besar Departemen Anatomi dan Biologi Sel Universitas

Toronto, dengan nama lengkap Prof. DR. Keith L. Moore Msc, PhD, FIAC,

FSRM. Pernah menjabat sebagai presiden AACA (American Association of

Clinical Anatomi) tahun 1989-1991 6 Pendiri Commission on Scientific Signs in the Qur’an and Sunnah

tahun 1980, dengan nama lengkap Abdul Majid az-Zindani 7 Tafsir Ilmi: Penciptaan Manusia dalam Perspektif Alquran dan Sains,

h. 87

Page 49: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

36

berubah bentuk dari tahapan ‘alaqah ke permulaan tahapan mudgah

pada hari ke dua puluh empat atau dua puluh enam. Waktunya relatif

lebih cepat dibandingkan perubahan dari nutfah ke ‘alaqah.8 Pada

minggu ke tujuh bentuk manusia makin nyata dengan bermulanya

pembentukan kerangka. Masa ini sekitar hari ke empat puluh hingga

empat puluh lima adalah garis batas yang membedakan masa mudgah

dan bentuk manusia. Sabda Nabi saw. dalam riwayat Muslim bahwa

setelah janin melewati hari ke empat puluh dua Allah menurunkan

malaikat kepadanya yang akan membentuknya menjadi manusia;

membuat telinga, mata, kulit, otot, dan tulang.9

Indra manusia yang pertamakali berkembang dalam embriologi

adalah pendengaran. Janin dapat mendengar setelah berumur dua

puluh empat minggu. Selanjutnya, indra penglihatan akan

berkembang dan pada umur dua puluh delapan minggu retina akan

mulai peka terhadap cahaya.10

Prof. Marshall Johnson adalah salah satu ilmuwan terkemuka di

Amerika Serikat dan merupakan kepala departemen Anatomi,

Direktur Intitute Daniel di Universitas Thomas Jefferson Philadelpia,

Amerika Serikat. Ia diminta untuk berkomentar pada ayat-ayat

Alquran yang menyangkut masalah embriologi di dalam ayat Alquran

tidak mungkin ada secara kebetulan. Ia mengatakan mungkin

Muhammad menggunakan mikroskop canggih. Namun perlu di ingat

bahwa Alquran diturunkan 1.400 tahun lalu dan mikroskop

8 Tafsir Ilmi: Penciptaan Manusia dalam Perspektif Alquran dan Sains,

h. 88 9 Tafsir Ilmi: Penciptaan Manusia dalam Perspektif Alquran dan Sains,

h. 90 10

Zakir Naik, Miracles of Al-Qur’ân & as-Sunnah, terjemahan Dani

Ristanto, (Solo: Aqwam, 2015), h. 68

Page 50: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

37

ditemukan seabad setelah era Nabi Muhammad. Kemudian ia

mengakui bahwa ada campur tangan Tuhan ketika Muhammad

membaca Alquran sebab mikroskop yang ditemukan pertamakali

tidak dapat memperbesar lebih dari sepuluh kali dan tidak bisa

menunjukkan gambar yang jelas.11

B. Kata Sama’: Pendengaran

1. Proses Pendengaran

Pendengaran merupakan indra mekanoreseptor. Proses

mendengar tentunya tidak lepas dari organ pendengaran manusia

yakni telinga. Hal ini karena telinga memberikan respon terhadap

getaran mekanik gelombang suara yang terdapat di udara.12

Pada dasarnya proses bekerjanya indra pendengaran dalam

sekejap saja, seseorang mampu membedakan sejumlah suara lewat

proses indrawi yang pelik dan berlangsung terus menerus sepanjang

alat pendengarannya berfungsi. Dalam hal ini, Allah Swt.

menciptakan telinga bagian luar (daun telinga) yang berfungsi

menampung dan mengumpulkan sejumlah gelombang suara dengan

cara sedemikian rupa, sehingga memungkinkan pemiliknya (manusia)

dapat mendengar suara-suara atau bunyi-bunyian yang berasal dari

segala arah.13

Perlu kita ketahui bahwa suara-suara bisa sampai ke telinga

bagian dalam biasanya melalui dua jalur, yaitu:

11

Zakir Naik, Miracles of Al-Qur’ân & as-Sunnah, terjemahan Dani

Ristanto, h. 66 12

Lili Irawati, Fisika Medik Proses Pendengaran, (Fisika Kedokteran

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas: Majalah Kedokteran Andalas, 2012),

No. 2, Vol. 36 Juli-Desember, h. 157 13

Abu Akbar Achmad, PUSTAKA PENGETAHUAN AL-QURAN, jilid

6 Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: PT Rehal Republika, 2007), h. 67

Page 51: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

38

1) Jalur pertama: melalui telinga luar lalu masuk ke bagian tengah.

Pada manusia normal keduanya penuh dengan udara.

2) Jalur kedua: melalui tulang-tulang tengkorak kepala. Getaran-

getaran suara menjalar ke jalur pertama dengan bantuan udara dan

berpindah melalui jalur kedua dengan bantuan tulang-tulang

tengkorak. Tulang ini termasuk penghantar yang baik bagi suara.

Telinga bagian luar janin berisi selaput dan cairan, tetapi cairan itu

menjadi penghantar yang baik bagi suara.14

Saat kita berenang, walaupun posisi kepala kita masuk kedalam

air tetapi kita masih bisa mendengar suara dengan baik. Dari

peristiwa itulah kita bisa mengetahui bahwa janin bisa mendengar

suara-suara yang sampai ke telinga bagian dalamnya, baik melalui

jalur tulang tengkorak maupun melalui jalur telinga luar.

2. Fungsi Pendengaran

Dengan mendengar, manusia mampu membedakan berbagai

jenis suara. Begitulah Allah menjadikan sesuatu yang tiada sia-sia di

dalamnya. Alquran diturunkan untuk menjadi jalan bagi menusia

supaya memahami ayat-ayat-Nya, baik yang tersurat maupun yang

tersirat di alam semesta ini sehingga setiap kemajuan yang diperoleh

menjadikan mereka sadar akan kebenaran firman-Nya. Pendengaran

merupakan indra yang memiliki fungsi untuk merekam segala suara-

suara yang berada di sekitar kita, selain itu fungsi pendengaran

adalah:

a. Sebagai sarana media pembelajaran atau disebut ‘Audio’

Yaitu jenis media yang digunakan dalam proses pembelajaran

dengan melibatkan indra pendengaran. Seorang peserta didik

14

Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains dalam Al-Qur’ân, (Jakarta:

Zaman, 2013), h. 266

Page 52: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

39

harus mampu mengoptimalkan secara penuh agar keterampilan

mendengarnya mampu menghasilkan sebuah kompetensi di

antaranya yaitu, mengingat (intelegensi), mendeskripsikan dan

mengevaluasi apa saja yang telah didengarnya di dalam waktu

yang telah ditentukan. Pada potensi indra ini aspek yang

didominasi pada hasilnya adalah aspek kognitif. Karena

pendengaran lebih mengutamakan pada kuatnya intelegensi

seseorang.15

b. Sebagai pembangun emosi

Apa yang didengar oleh manusia selalu saja sama tidak dapat

menimbulkan sebuah perbedaan. Maka pendengaran merupakan

perangkat yang lebih bisa menyatukan persepsi dari seseorang

mengenai pemahaman suatu perkara dibandingkan dengan

penglihatan. Pendengaran berfungsi sebagai pembangun emosi,

contohnya kita dapat menikmati radio yang tanpa gambar

dibandingkan televisi tanpa suara (hanya gambar).

Kemudian nada suara seseorang akan berubah seiring dengan

emosi yang sedang dialaminya. Seseorang yang sedang marah,

nada suaranya pasti akan terdengar meninggi. Demikian juga

seseorang yang sedang bahagia, ia akan berbicara dengan lepas

dan lancar.16

15

Azhar Arsyad dan Asfah Rahman, Media Pembelajaran, (Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada, 2010), h. 152 16

Abdul Syukur, Beragam Cara Terapi: Gangguan Emosi Sehari-hari,

(Yogyakarta: DIVA Press, 2011), h. 51

Page 53: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

40

3. Penyebutan Kata Sama’ dalam al-Qur’ân

Kata Sama’ berasal dari kata as-Sam’u اع ع ج اس yang berarti س

pendengaran, telinga.17

Dan Alquran menyebutkan kata

sama’/pendengaran ( beserta derivasinya di dalam Alquran (السمع

sebanyak 164 kali dan selalu disebutkan dalam bentuk tunggal.

Namun di beberapa ayat pada lafal sama' bermakna jamak sekalipun

lafalnya mufrad.

Indra pendengaran tentunya merupakan salah satu mukjizat

Allah Swt. yang berhubungan dengan penciptaan makhluk. Dalam hal

ini, dapat dipastikan, tak seorangpun ahli Bahasa Arab yang

menyangkal fakta bahwa kata sama’ (pendengaran), dalam bentuk

mufrad (tunggal), selalu diungkapkan bagian paling depan (lebih

dahulu disebutkan dibandingkan indra yang lain) dalam ayat-ayat

Alquran yang menyinggung soal nilai pancaindra yang telah

dikaruniakan Allah Swt. kepada manusia. Ini bermakna, indra

pendengaran memiliki nilai dan peran lebih besar ketimbang indra

lainnya.18

C. Kata Bashar: Penglihatan

1. Proses Penglihatan

Mata merupakan alat indra yang terdapat pada manusia yang

secara konstan menyesuaikan pada jumlah cahaya yang masuk,

memusatkan perhatian pada objek yang dekat dan jauh serta

17

Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Mahmud Yunus Wa

Dzurriyah, 2010), h. 179 18

Abu Akbar Achmad, PUSTAKA PENGETAHUAN AL-QURAN, jilid 6

Ilmu Pengetahuan, h. 63

Page 54: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

41

menghasilkan gambaran yang kontinu dan segera dihantarkan pada

otak. Secara singkat mekanisme melihat adalah :19

1) Cahaya masuk ke dalam mata melalui pupil.

2) Lensa mata kemudian memfokuskan cahaya sehingga

bayangan benda yang dimaksud jatuh tepat di retina mata.

3) Kemudian ujung saraf penglihatan di retina menyampaikan

bayangan benda tersebut ke otak.

4) Otak kemudian memproses bayangan benda tersebut

sehingga kita dapat melihat benda tersebut.

2. Fungsi Penglihatan

Indra penglihatan adalah daya yang terdapat di saraf dalam yang

berfungsi mempersepsi obyek yang memantul di dalam membran

yang berasal dari cermin fisik yang memiliki warna yang menyebar

pada benda-benda yang bercahaya hingga ke permukaan benda-benda

yang licin.20

Indra penglihatan harus diarahkan kepada obyek nyata (lahir)

yang diperintahkan Islam, bukan kepada hal-hal yang dilarang.

Penataan indra seperti ini membawa implikasi penting dalam belajar,

berupa penerapan sumber informasi yang baik.21 Penglihatan

merupakan salah satu indra yang memiliki fungsi untuk merekam

segala sesuatu yang tampak wujud dihadapan kita. Selain itu, fungsi

penglihatan adalah:

19

Syaifuddin, Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan, (Jakarta:

Buku Kedokteran EGC, 2006), h. 327 20

Syabuddin Gade, Esei-Esei Pemikiran Pendidikan (al-Ghazali, az-

Zurnuji, al-Abrasyi dan asy-Syaibani), (Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2008), h. 14 21

Syabuddin Gade, Esei-Esei Pemikiran Pendidikan (al-Ghazali, az-

Zurnuji, al-Abrasyi dan asy-Syaibani), h. 18

Page 55: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

42

a. Sebagai sarana media pembelajaran atau disebut ‘Visual’

Yaitu jenis media yang digunakan mengandalkan indra

penglihatan. Pendengaran memiliki peran aktif dalam merekam

segala materi yang telah disampaikan oleh seorang pendidik.

Untuk itu kondisi terjaga sangat menentukan fungsi optimal kerja

mata dalam menangkap materi yang obyeknya bersifat

bentuk/wujud. Dalam contohnya obyek yang berbentuk/wujud

adalah berupa gambar-gambar, tulisan huruf-huruf ataupun

angka-angka, dan macam jenis lainnya yang memiliki bentuk

yang dapat dijangkau oleh pandangan mata. Dari pengamatan

tersebut memunculkan berbagai pengetahuan yang akan di olah

oleh akal agar mampu menjadi sebuah pengetahuan. Pengetahuan

yang dihasilkan di sini mendominasi pada aspek psikomotorik,

seorang peserta didik dari hasil pengamatan tersebut mampu

memiliki keterampilan mendeskripsikan, menirukan,

mendemonstrasikan, gerakan skill, membentuk bakat dan masih

banyak lagi yang lainnya. Di samping aspek psikomotor juga

dapat membentuk aspek kognitif, yang dapat membantu dalam

mengembangkan intelegensi seorang peserta didik.22

b. Sebagai pembangun emosi

Semua emosi yang dialami manusia akan diekspresikan melalui

raut wajah. Hanya dengan melihat wajah seseorang, kita bisa

dengan tepat menebak emosi yang sedang dialami oleh orang lain

tersebut. Kita paham wajah orang yang sedang marah, sedih,

bahagia, takut atau terkejut. Dalam hal ini, wajah saat marah dan

22

Anwar al Bâz, al Tafsîr al Tarbawî li al Qur an al Karîm, (Beirut:

Muasasah al-Risalah, 2007), h. 208

Page 56: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

43

sedih pastilah berbeda.23 Emosi yang kuat juga dapat

menyebabkan menangis.

3. Penyebutan Kata Bashar dalam al-Qur’ân

Kata bashar dalam bahasa Arab ا –يبص –بص –يبص –بص بص

بصارة – yaitu melihat/mengerti, sedangkan kata abshar merupakan

bentuk jamak dari kata بص ج ابصار yaitu penglihatan.24

Alquran

menggunakan kata bashar “penglihatan” ( /بص ر dan (ال بص ار

derivasinya sebanyak 148 kali.25

Proses penglihatan memungkinkan seseorang menikmati dan

menyaksikan suasana kehidupan yang berlangsung di sekitar,

bukanlah tergolong sederhana yang hanya bergantung pada kesehatan

mata. Allah Swt. berfirman :

ن ين ا ل ن ع للهع ي

Artinya: "Bukankah Kami telah menjadikan untuknya sepasang

mata." (QS. al-Balad [90]: 8)

Dalam ayat ini, Allah Swt. sebenarnya ingin menekankan

bahwa penglihatan itu sendiri dapat menjadi saksi sekaligus hujjah

(bukti yang akan memberatkan) bagi manusia. Demikian pula ketika

Allah Swt. ingin menjadikan orang mukmin dan muslim sebagai ayat

(tanda kekuasaan)-Nya yang berkaitan dengan keberadaan mata yang

merupakan indra penglihatan ini. Dalam surat al-Anfâl dikatakan,

23

Abdul Syukur, Beragam Cara Terapi: Gangguan Emosi Sehari-hari, h.

51 24

Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, h. 66 25

Lilik Ummi Kaltsum, Laporan Hasil Penelitian: Sistem Epistemologi

Qurani (Analisa atas Konsistensi Al-Qur’ân dalam Penggunaan Kata Ra’a,

Nazhara dan Bashara), (Jakarta: LP2M UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015), h.

63

Page 57: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

44

bahwa pada peperangan Badar, orang-orang kafir menyaksikan

pasukan Muslim hanya berjumlah sedikit. Itu dimaksudkan-Nya agar

orang-orang kafir itu terus maju dan terjun ke medan peperangan.

Allah Swt. berfirman : “…dan kamu ditampakkan-Nya berjumlah

sedikit pada penglihatan mata mereka”.

Kemudian ketika peperangan sedang bergejolak, tiba-tiba terjadi

sebuah mukjizat agung. Saat itu orang-orang kafir menyaksikan,

jumlah kaum muslimin seakan-akan bertambah dua kali lipat dari

sebelumnya. Allah Swt. berfirman :

ى كف واخره ية ف فئتي التقتا فئة تقاتل ف سبيل الل ه م رأي قد كن لـك اه ثلي ارونم م رة ي

ول البصار ة ل ل لعب اشاء انا ف ذه د بنصه من ي يؤي العي والل ه

Artinya : "Sungguh, telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan

yang berhadap-hadapan. Satu golongan berperang di jalan Allah dan

yang lain (golongan) kafir yang melihat dengan mata kepala, bahwa

mereka (golongan muslim) dua kali lipat mereka. Allah menguatkan

dengan pertolongan-Nya bagi siapa yang Dia kehendaki. Sungguh,

pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang

mempunyai penglihatan (mata hati)". (QS. Ali-Imran [3]: 13)

Kata al-‘ain (mata kepala) dan al-abshar (mata hati) bisa

memiliki pengertian yang sama jika di tinjau dari makna harfiahnya.

Akan tetapi al-abshar memiliki makna yang lebih luas, yakni proses

penglihatan manusia yang telah mencapai kesempurnaan sehingga

menyebabkannya mampu melihat dengan hatinya. Dalam hal ini

seseorang akan cenderung melihat sebuah isyarat kebajikan dengan

menggunakan mata hatinya, setelah dengan mata fisik (zhahir) nya.

Page 58: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

45

Dalam persoalan qisas (balasan), Allah Swt. juga menggunakan

istilah al-‘ain dengan sangat jelas pada surat al-Mâidah ayat 45, yang

berbunyi:

م فيا انا النافس بلنافس نا وكتبنا علي ذن والس ذن بل والعي بلعي والنف بلنف وال

ك بما انز ام ي ومن ل ق به فهو كفاارة لا ن والجروح قصاص فمن تصدا بلس ل الل ه

لمون فاولهئك ه الظ ه

Artinya : "Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (Taurat)

bahwa nyawa (dibalas) dengan nyawa, mata dengan mata, hidung

dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-

luka (pun) ada qisasnya (balasan yang sama). Barang siapa

melepaskan (hak qisas)nya, maka itu (menjadi) penebus dosa

baginya. Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang

diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang zalim."

Pada ayat tersebut Allah Swt. menyampaikan kepada Nabi, dengan

maksud agar beliau menaruh perhatian pada orang-orang yang

menginginkan keridhaan Allah Swt. semata, memurnikan niatnya

dalam mempelajari Alquran, dan mau mendengar nasihat-nasihat

Rasulullah. Allah Swt. menggunakan kata al-‘ain dalam konteks

menaruh perhatian atau memperhatikan sejumlah hakikat melalui

penglihatan. Allah Swt. berfirman :

"Katakanlah, Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal

(di gua); milik-Nya semua yang tersembunyi di langit dan di bumi.

Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-

Nya; tidak ada seorang pelindung pun bagi mereka selain Dia, dan

Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam

menetapkan keputusan." (al-Kahfi [18]: 26), tentu saja Allah

menganugerahkan manusia pancaindra seperti pendengaran dan

Page 59: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

46

penglihatan, dengan maksud agar manusia dapat mengetahui dan

mengenali tanda-tanda kekuasaan Allah Swt.26

D. Klasifikasi Kata Sama’ dan Bashar

Pelacakan bentuk kata mengacu kepada gramatikal bahasa

Arab. Kalimat dalam bahasa Arab terdiri dari tiga yaitu yaitu fi’il, ism

dan huruf. 27

Penelitian ini hanya akan membahas fi’il dan ism. Fi’il

adalah bentuk kata kerja yang memiliki waktu tertentu. Fi’il madhi

adalah kata kerja yang menunjukkan bahwa pekerjaan tersebut telah

dilaksanakan pada masa lampau (past: bahasa Inggris), fi’il mudhari’

adalah kata kerja yang menunjukkan masa sekarang atau masa yang

akan datang. Sedangkan fi’il amr adalah kata kerja yang

menunjukkan perintah.28

Dengan demikian fungsi utama penggunaan

kata kerja adalah menunjukkan bahwa pekerjaan tersebut memiliki

waktu tertentu atau sebuah pekerjaan yang memerlukan kontinuitas

atau perlu pembaharuan (tajaddud).

Ism adalah kata yang menunjukkan benda dan tidak terikat

dengan waktu tertentu.29

Dari tiga belas macam ism, penelitian ini

hanya membahas satu macam yaitu al-maushuf wa al-shifat. Ada

tujuh macam sifat yaitu ism fa’il, ism maf’ul, ism shifat musyabbihah,

ism tafdhil, ism masdar, ism jamid dan ism mansub (yang

dinisbahkan). Dari ketujuh ini hanya akan dipergunakan untuk

penelusuran sama’ dan bashar hanya tiga macam yaitu pertama ism

masdar adalah kata kerja yang dibendakan (gerund: Bahasa Inggris);

26

Abu Akbar Achmad, PUSTAKA PENGETAHUAN AL-QURAN, jilid 6

Ilmu Pengetahuan, h. 80 27

Musthafa Ghalayaini, Jami’ al-Durus al-‘Arabiyyah, (Beirut: al-

Maktabah al-‘Asyriyyah, 1409), h. 9-10 28

Musthafa Ghalayaini, Jami’ al-Durus al-‘Arabiyyah, h. 33 29

Musthafa Ghalayaini, Jami’ al-Durus al-‘Arabiyyah, h. 97-98

Page 60: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

47

kedua, ism fa’il adalah bentuk kata yang menujukkan pelaku

pekerjaan dan ketiga ism maf’ul adalah bentuk kata yang

menunjukkan sasaran atau obyek pekerjaan. Salah satu fungsi

pemakaian ism dalam kalimat adalah menetapnya suatu pekerjaan

(tsubut). Pelacakan bentuk diperlukan untuk memperoleh data bentuk

kata yang paling sering dipakai oleh al-Qur’ân. Banyaknya

pengulangan bentuk kata dapat memberikan indikator makna dari

ayat-ayat tersebut. Di samping penggunaan bentuk kata, penelusuran

dilanjutkan pada pencarian subyek dan obyek. Yang dimaksud

subyek dan obyek dalam pelacakan ini bukan sebatas pada kedudukan

fa’il dan maf’ul dalam gramatikal Bahasa Arab, akan tetapi mencakup

juga susunan kalimatnya yang tidak terdiri dari fi’il-fa’il-maf’ul

(predikat-subyek-obyek). Tujuan dari penelusuran subyek-obyek dari

kedua kata tersebut akan memberikan data siapa saja yang menjadi

pelaku dari kedua kata tersebut. Demikian juga obyek atau sasaran

subyek dari kedua kata tersebut. Penulis fokus pada kata sama’ dan

bashar yang berada dalam satu ayat bersamaan tanpa derivasinya dan

ditemukan pada 16 ayat.

1. Berdasarkan Bentuk Kata

Sama’ dan Bashar dalam Bentuk Kata

NO BENTUK KATA SURAT : AYAT JUMLAH

1. Fi’il Madhi - -

Mudhari Hûd [11]: 20 1

Amr Maryam [19]: 38 1

2. Ism Fa’il - -

Masdar al-Baqarah [2]: 7

al-Baqarah [2]: 20

14

Page 61: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

48

al-An’âm [6]: 46

Yûnus [10]: 31

al-Nahl [16]: 78

al-Nahl [16]: 108

al-Isrâ’ [17]: 36

al-Mu’minûn [23]: 78

al-Sajdah [32]: 9

Fuṣṣilat [41]: 20

Fuṣṣilat [41]: 22

al-Jâtsiyah [45]: 23

al-Ahqaf [46]: 26

al-Mulk [67]: 23

Dari tabel di atas menunjukan bahwa Alquran menggunakan

kata sama’ dan bashar dalam bentuk kata pada fi’il (kata kerja) yaitu

fi’il mudhari 1 kali dan fi’il amr 1 kali, sedangkan pada kata ism (kata

benda) yaitu ism masdar sebanyak 14 kali.

2. Berdasarkan Subjek Objek

Sama’ dan Bashar dalam Bentuk Subjek dan Objek

NO SUBJEK SURAT : AYAT

(Makiyyah/Madaniyah) OBJEK

1. Manusia al-An’âm [6]: 46 (Makiyyah)

Yûnus [10]: 31 (Makiyyah)

al-Nahl [16]: 78 (Makiyyah)

al-Isrâ’ [17]: 36 (Makiyyah)

Fuṣṣilat [41]: 20 (Makiyyah)

Fuṣṣilat [41]: 22 (Makiyyah)

Tanda-tanda

Kekuasaan

Allah

2. Orang-orang al-Baqarah [2]: 7 (Madaniyah) Kebenaran

Page 62: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

49

3.

Kafir

Para

Pendusta

al-Mu’minûn [23]: 78

(Makiyyah)

al-Mulk [67]: 23 (Makiyyah)

al-Baqarah [2]: 20 (Madaniyah)

al-Nahl [16]: 108 (Makiyyah)

al-Sajdah [32]: 12 (Makiyyah)

al-Jâtsiyah [45]: 23 (Makiyyah)

al-Ahqaf [46]: 26 (Makiyyah)

Azab dari

Perbuatan

4. Orang-orang

Zalim

Hûd [11]: 20 (Makiyyah)

Maryam [19]: 38 (Makiyyah)

Kebenaran

Dari tabel di atas, terdapat enam belas ayat yang termasuk

dalam Makkiyah dan dua ayatnya termasuk Madaniyah yaitu pada

surat al-Baqarah ayat 7 dan 20.

Enam belas ayat tersebut membahas tentang berbagai macam

manusia yang diberikan oleh Allah dengan banyak indra, khususnya

indra pendengaran dan penglihatan. Penciptaan indra merupakan

bentuk kekuasaan Allah, namun Allah juga memberitakan bahwa

semua indra tersebut memiliki tanggungjawab secara individu.

Page 63: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

50

BAB IV

ANALISIS KAJIAN KATA SAMA’ DAN BASHAR

Dalam bab ini akan diuraikan secara detail hasil analisa kata

sama’ dan bashar. Kedua kata yang bersamaan dalam satu ayat ini

akan ditelusuri satu per satu ayat. Masing-masing ayat akan

dikategorikan dalam subyek manusia yaitu dalam bentuk mufrad dan

bentuk jamak. Selain itu akan diuraikan fenomena dan juga tafsiran

ayatnya. Penelusuran kata sama’ dan bashar dalam bentuk mufrad

(tunggal) dan jamak membuktikan adanya kekonsistenan Alquran.

Selain itu, fenomena yang diuraikan akan membuktikan bahwa

Alquran adalam sumber dari isyarat ilmu di dunia ini. Penelusuran

melalui tafsiran ayat juga akan mencantumkan penjelasan asbab al-

nuzul (sebab turunnya ayat tersebut) serta tema yang di maksud dari

ayat tersebut.

A. Sama’ Bashar dalam Subyek Manusia

Dalam penelitian yang saya telusuri, pada kata sama’ dan bashar

yang berada dalam satu ayat bersamaan tanpa derivasinya terdapat di

enam belas ayat yaitu pada surat al-Baqarah ayat 7 yang ditujukan

pada golongan orang-orang kafir dan pada ayat 20 ditujukan pada

golongan orang-orang munafik. Kemudian surat al-An’âm ayat 46,

surat Yûnus ayat 31 ditujukan pada seluruh manusia sebagai tanda

kesempurnaan ilmu Allah dan bukti kekuasaan-Nya. Dalam surat

Hûd ayat 20 dan surat Maryam ayat 38 ditujukan pada orang-orang

zalim tentang adanya kebenaran wahyu. Kemudian pada surat al-

Naḥl ayat 78 ditujukan pada seluruh manusia sebagai hikmah dari

kejadian alam semesta dan pada ayat 108 ditujukan pada seluruh

manusia terutama orang-orang yang jauh dari hidayah Allah. Pada

Page 64: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

51

surat al-Isrâ’ ayat 36 membahas tanda kekuasaan Allah atas

pertanggungjawaban setiap manusia. Kemudian pada surat al-

Mu’minûn ayat 78 ditujukan pada orang-orang kafir yang ingkar.

Surat al-Sajdah ayat 9 membahas tentang proses kejadian manusia

dan kebangkitan di hari akhir. Pada surat Fuṣṣilat ayat 20 dan ayat 22

membahas tanda-tanda kekuasaan Allah tentang seluruh anggota

tubuh manusia yang akan menjadi saksi di akhirat. Pada surat al-

Jâtsiyah ayat 23 ditujukan pada para pendusta menyindir tentang

tidak ada yang dapat memberikan petunjuk kepada penyembah hawa

nafsu, surat al-Aḥqâf ayat 26 ditujukan pada para pendusta

membahas tentang kehancuran kaum ‘Ad yaitu azab dari

perbuatannya. Selanjutnya surat al-Mulk ayat 23 membahas tentang

ancaman Allah pada orang-orang kafir. Dan pada enam belas ayat

tersebut bersubyek manusia.

B. Kategori Kata Sama’ dan Bashar

Sama’ dan Bashar Bentuk Mufrad

No Surat Bentuk Sama’ Bentuk Bashar

1. Hud [11]: 20 مع ون Mufrad الس Mufrad يبصر

2. al-Isra' [17]: 36 مع الس Mufrad ارن الب ص Mufrad و

3. Maryam [19]: 38 ع Mufrad ا سر ا بصر Mufrad و

4. al-Jatsiyah [45]:

23 ه عر ره Mufrad س Murfad ب ص

Berdasarkan hasil peneliti kata sama’ bashar yang bersamaan

dalam satu ayat dari enam belas ayat yang penulis temukan terdapat

empat kata sama’ dan bashar dalam bentuk mufrad/tunggal.

Page 65: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

52

Sama’ Mufrad Bashar Jamak

No Surat Bentuk Sama’ Bentuk Bashar

1. al-Baqarah

[2]: 7 هرم عر Mufrad س ع لى و هر ارر ا بص Jamak

2. al-Baqarah

[2]: 20 هرم معر Mufrad برس هر ارر ا بص Jamak و

3. al-An'am [6]:

46 ك ع ك Mufrad س ار ا بص Jamak و

4. Yunus [10]:

31 مع ار Mufrad الس ال بص Jamak و

5. al-Nahl [16]:

78 مع Mufrad الس ال بصى Jamak و

6. al-Nahl [16]:

108 هرم عر س Mufrad و هر ارر ا بص Jamak و

7. al-Mu'minun

[23]: 78 مع ار Mufrad الس ال بص Jamak و

8. al-Sajdah

[32]: 9 مع ار Mufrad الس ال بص Jamak و

9. Fussilat [41]:

20 عهم اره Mufrad س ا بص Jamak و

10. Fussilat [41]:

22 Jamak وملمامبصماركم Mufrad سمعكم

11. al-Ahqaf [46]:

26 عهم اره Mufrad س ا بص ل Jamak و

12. al-Mulk [67]:

23 مع ار Mufrad الس ال بص Jamak و

Berdasarkan hasil peneliti kata sama’ bashar yang bersamaan

dalam satu ayat dari enam belas ayat yang penulis temukan terdapat

dua belas kata sama’ dalam bentuk mufrad dan bashar dalam bentuk

jamak.

C. Fenomena Kata Sama’ dan Bashar

1. Fenomena Kata Sama’ dalam al-Qur’ân

a. Keistimewaan indra pendengaran dibandingkan indra lainnya

Page 66: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

53

Alquran menyebutkan kata sama’ (pendengaran) lebih dulu

ketimbang indra-indra lainnya yang terdapat pada tubuh manusia.

Kemudian manusia mampu menikmati dua jenis keindahan: lantunan

ayat-ayat suci Alquran dan berbagai suara atau bunyi-bunyian yang

mengalun di alam semesta seperti kicauan burung, gemercik air,

gemerisik dedaunan, alunan musik, dan sebagainya. Allah Swt.

berfirman,

Yang artinya: “Inilah ciptaan Allah, maka perlihatkanlah olehmu

kepadaku apa yang telah diciptakan oleh (sesembahanmu) selain

Allah. Sebenarnya orang-orang yang zalim itu berada di salam

kesesatan yang nyata.” (QS. Luqmân: 11)

Keberadaan pancaindra merupakan satu hal yang masih diselimuti

berbagai misteri dan rahasia, yang baru berhasil terungkap setelah

ilmu pengetahuan mengalami perkembangan dan kemajuan teramat

pesat, sehingga memungkinkan manusia menggali dan memahaminya

lebih jauh. Dengan kata lain, dengan bantuan ilmu pengetahuan, rasio

(akal pikiran) manusia akhirnya mampu mengungkap berbagai rahasia

di balik kekalnya ayat-ayat yang dibawa dan disampaikan Nabi

Muhammad saw., yang merupakan mukjizat abadi sepanjang masa.1

Seiring perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan yang

terbilang sangat pesat, kalangan ilmuwan berhasil membuktikan

bahwa indra pendengaran sangat penting dan dibutuhkan seseorang

untuk dapat berbicara. Mereka juga berhasil mengungkapkan fakta

bahwa proses pendengaran sangat erat kaitannya dengan seluruh

fungsi pancaindra. Dalam hal ini, telah diungkap dan dibuktikan

1 Abu Akbar Achmad, PUSTAKA PENGETAHUAN AL-QURAN, jilid 6

Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: PT Rehal Republika, 2007), h. 64

Page 67: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

54

dalam ilmu pengetahuan modern pada paruh akhir abad ke dua puluh,

bahwa manusia yang tidak dapat mendengar (tuli) niscaya akan

kehilangan kemampuannya untuk bercakap-cakap.2

Berkat suara atau bunyi-bunyian yang dicerap pendengarannya,

manusia dapat mengetahui hal-hal yag ada disekitarnya (dalam radius

atau jarak tertentu) untuk kemudian di simpan dalam ingatannya.

Darinya, manusia pun dapat mengenali kembali hal yang sama dari

suara atau bunyinya di kemudian hari, yang pada gilirannya

memungkinkan dikenalinya pula ciri-ciri lainnya, baik yang berkenaan

dengan kondisi atau bentuk fisik, aroma, atau sebagainya. Selain itu,

penelitian dan bukti-bukti ilmiah modern, mengungkap fakta yang tak

terbantahkan bahwa manusia memiliki intonasi (tingkatan nada) suara

yang khas yang berbeda-beda satu sama lain.

Manusia akan mampu mendengar suara yang sampai ketelinganya

dari berbagai arah dan ketinggian. Berarti pendengaran bekerja 360

derajat. Sedangkan penglihatan tidak akan mampu beroperasi pada

kondisi tersebut, hanya 180 derajat pada posisi horizontal dan 145

pada posisi vertikal. Gelombang cahaya bagi penglihatan selalu berada

pada garis lurus, jika terhalang maka tidak akan mampu bekerja, Akan

tetapi gelombang suara akan berjalan di semua arah dan melewati

seluruh sisi yang dilewatinya. Gelombang cahaya juga mampu

berjalan di dalam benda cair dan menyampaikannya kepada manusia

melalui dinding.3

Dalam dimensi lain, kondisi awal peradaban manusia

(masyarakat), Alquran ketika menyebutkan perbedaan kondisi

2 Abu Akbar Achmad, PUSTAKA PENGETAHUAN AL-QURAN, jilid 6

Ilmu Pengetahuan, h. 65 3 Yusuf Ahmad, Ensiklopedi Keajaiban Ilmiah al-Qur’ân, (Jakarta:

Taushia, 2009), Cet. 1, h. 344

Page 68: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

55

pendengaran akan lebih banyak dibandingkan dengan kondisi

penglihatan. Di gurun sahara kepekaan pandangan sangat kurang di

bandingkan dengan kepekaan pendengaran. Pada masa tersebut

masyarakat lebih mengedepankan pendengaran (audio) di banding

penglihatan (visual), bahkan ayat Alquran pun melalui proses

pendengaran dan dihafalkan dan pada masa itu masyarakat tersebut

dalam hal keilmuan seperti syair dan puisi lebih banyak dihafalkan.4

Dalam ilmu embriologi terbukti bahwa awal penciptaan

pendengaran terjadi sebelum diciptakannya penglihatan. Penciptaan

indra pendengaran dimulai pada minggu ketiga kehamilan, sedangkan

penciptaan indra penglihatan terjadi pada minggu keempat. Fungsi

pendengaran juga dimulai sebelum fungsi penglihatan. Telinga bagian

dalam janin akan sempurna dan mampu mendengar pada bulan

kelima, sedangkan mata baru terbuka dan lapisannya yang sensitif

terhadap cahaya tidak berkembang kecuali pada bulan ketujuh.

Sampai saat itu saraf penglihatan tidak akan sempurna untuk

membawa sinyal-sinyal cahaya dengan cukup, dan mata tidak akan

bisa melihat karena ia tenggelam dalam tiga kegelapan (dalam rahim).

Janin akan mendengar suara-suara gerakan usus dan jantung ibunya.

Fenomena ini bisa direkam dengan alat-alat perekam laboratorium. Ini

merupakan bukti ilmiah yang membuktikan bahwa janin dapat

mendnegar suara-suara di fase dini usianya.5

b. Indra yang pertama dan terakhir kali aktif

Pendengaran merupakan indra utama manusia tatkala dirinya

masih berupa janin. Lebih dari itu, indra ini merupakan yang pertama

kali mencapai tahap kesempurnaan manakala seseorang masih berada

4 Yusuf Ahmad, Ensiklopedi Keajaiban Ilmiah al-Qur’ân, h. 356

5 Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains dalam Al-Qur’ân, (Jakarta:

Zaman, 2013), h. 265

Page 69: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

56

dalam perut ibunya. Pada tahap terakhir perkembangannya dalam

Rahim, sang janin mampu mendengar suara-suara dari dunia luar.6

Pendengaran merupakan indra yang pertama kali aktif sehingga

ketika di dalam perut sudah ada rangsangan sang ibu memberikan

stimulasi pada bayi, yang dimulai sejak dalam kandungan. Edukasi

mengenai bagaimana memberi stimulasi pada bayi sangat dibutuhkan

untuk kecerdasan anak.7 Salah satunya dengan mendengarkan musik.

Dalam musik terkandung komposisi not balok secara kompleks dan

harmonis, yang secara psikologis merupakan jembatan otak kiri dan

otak kanan, yang output-nya berupa peningkatan daya

tangkap/konsentrasi. Ternyata Alquran pun demikian, malah lebih

baik. Ketika diperdengarkan dengan tepat dan benar, dalam artian

sesuai tajwid dan makhraj, Alquran mampu merangsang saraf-saraf

otak pada anak. Kita semua tahu, neuron pada otak bayi yang baru

lahir itu umumnya seperti ‘disket kosong siap pakai’. Artinya, siap

dianyam menjadi jalinan akal melalui masukan berbagai fenomena

dari kehidupannya. Kemudian akan terciptalah sirkuit dengan

wawasan tertentu. Istilah populernya ‘intelektual’. Sedangkan

anyaman tersebut akan semakin mudah terbentuk pada waktu dini.

Neuron8 yang telah teranyam di antaranya untuk mengatur faktor yang

menunjang kehidupan dasar seperti detak jantung dan bernapas.

6 Abu Akbar Achmad, PUSTAKA PENGETAHUAN AL-QURAN, jilid 6

Ilmu Pengetahuan, h. 69 7 Risqi Dewi Aisyah, dkk, Jurnal IbM HARMONI KECERDASAN

UNTUK JANIN MELALUI IBU HAMIL, (Universitas Muhammadiyah Semarang,

2017), h. 5 8 Neuron atau sel saraf merupakan satuan kerja utama dari sistem saraf

yang berfungsi menghantarkan impuls listrik yang terbentuk akibat adanya suatu

stimulus (rangsangan). Lihat di https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sel_saraf pada

pukul 15.40 WIB, 16-01-2019

Page 70: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

57

Sementara neuron lain menanti untuk dianyam, sehingga bisa

membantu anak menerjemahkan dan bereaksi terhadap dunia luar.9

Dalam Islam pula diajarkan ketika bayi sudah lahir, maka

diazankan pada bagian telinganya, sebagaimana hadis Nabi saw.

Diriwayatkan dari Abi Rafi’ Maula Rasulillah saw. ra.,

ته ل و ي بنع لحر ير الحس اذنر يفر صلهللاعليهوسملا ذن هللار سول أيتر :ر قا ل

م ال ةرفا طر الص نمةبر هللاع ضر (وغريهاموالرتمذيداودابورواه) . ر

Bahwa dia melihat Rasulullah saw. mengazankan dengan azan

salat di telinganya Husain bin Ali, ketika telah dilahirkan oleh

Fatimah. Riwayat Abu Dawud, al-Turmudzi, dan rawi lainnya.

Menurut kebiasaan umat Islam, dianjurkan azan di telinga

kanannya dan iqamah di telinga kirinya, dan telah diriwayatkan dalam

Kitab Ibnu Sinniy dari Husein bin ‘Ali, bahwa Nabi saw. bersabda :

ممولود لمه وملمدم ممن اذنيهي في يمانيفمأمذنم ب الصي ام تمضره لم اليسرىم اذنيهي في ومامقاممم اليمىنم

“Barang siapa yang anaknya lahir dan diadzankan di telinga

kanannya dan diiqamahkan di telingan kirinya, maka tidak akan

dapat diganggu oleh Ummushshibyaan (setan yang diberi tugas

menggoda anak yang baru lahir)”.

Ternyata indra pendengaran juga merupakan indra yang terakhir

kali aktif sehingga Islam mengajarkan ketika manusia sakaratulmaut10

9 Risqi Dewi Aisyah, dkk, Jurnal IbM HARMONI KECERDASAN

UNTUK JANIN MELALUI IBU HAMIL, h. 5

Page 71: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

58

dianjurkan untuk di talqin, yang artinya diajari, diingatkan, serta

dituntun mengucapkan kalimat-kalimat thayyibah.

Sebagaimana Rasulullah saw. dalam salah satu sabdanya:

للالملمقينوامموتىكمبيقمولي الهمايل Tuntunlah oleh kamu orang yang hampir mati itu dengan bacaan “Laa

ilaaha Illallaah” (tiada Tuhan selain Allah).

c. Akan tetap aktif meskipun tidur (kecuali dalam kisah Ashabul

Kahfi)

Dalam surat al-Kahfi ayat 20 dijelaskan bahwa para sahabat pun

terbuai dalam tidur panjang selama 309 tahun. Sementara itu, ayat

(tanda kekuasaan) Allah Swt. yang terdapat pada makhluk-makhluk-

Nya akan selalu didukung ayat-ayat ilmu pengetahuan. Diantaranya

adalah ayat yang berkaitan dengan masalah pendengaran dalam surat

al-Kahfi ayat 10-11, mereka para pemuda bukan menemui kematian,

melainkan hanya tertidur nyenyak selama beberapa tahun sehingga

dapat beristirahat secara total. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa

telinga adalah penghubung antara manusia dengan dunia luar.

pendengaran tidak membutuhkan cahaya, berbeda dengan mata yang

membutuhkan cahaya. Dalam kondisi gelap pun pendengaran masih

bisa bekerja.

Abu Abdurrahman bin Tayyib mengemukakan tentang ayat ini.

Tidur itu ada beberapa macam, yaitu: Tidur ringan; hal ini tidak

mencegah pendengaran, oleh sebab itu jika seorang sedang tidur

ringan dia masih masih sempat bisa mendengar suara di sekitarnya.

10

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu keadaan saat menjelang

kematian (ajal) tiba.

Page 72: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

59

Tidur nyenyak; tidur seperti ini sudah tidak lagi bisa mendengar

suara apapun juga. Oleh karena itu Allah mengatakan “fadhorobnâ

‘alâ ‘âdzanihim” Kami tutup telinga-telinga mereka hingga tidak

bisa mendengar.11

Pada abad ke dua puluh, ilmu pengetahuan modern membuktikan

bahwa seluruh pancaindra tidak akan berfungsi ketika manusia sedang

tidur. Hanya saja dalam keadaan itu, indra pendengaran yang pusat

sarafnya terdapat di otak akan selalu siap (lebih dahulu) bekerja dan

merespon suara dari luar tubuh. Oleh Karena itu lebih mudah

membangunkan seseorang dari tidur lelapnya lewat indra

pendengaran, seperti dengan menciptakan suara-suara tertentu atau

membunyiakn lonceng/alarm.12

Dan telinga pulalah yang merupakan

alat pendengar panggilan penyeru pada hari kiamat kelak ketika

terompet dibunyikan.

1. Fenomena Kata Bashara dalam al-Qur’ân

a. Keajaiban Struktur Mata

Bentuk indra penglihatan (mata) manusia secara keseluruhan

hampir menyerupai sebuah (bola) bulatan kecil dengan lingkaran

berwarna gelap di tengahnya. Lingkaran itu dikelilingi dinding

berwarna putih yang tampak kosong, namun sebenarnya mengandung

unsur-unsur tertentu dan terdiri dari tiga lapisan.

Pertama, lapisan luar yang disebut sklera dan berfungsi untuk

melindungi mata.

Kedua, lapisan tengah yang merupakan sumber nutrisi (gizi) bagi sel-

sel yang terdapat dalam bola mata.

11

Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, TAFSIR AL-KAHFI, (Jakarta:

Pustaka as-Sunnah, 2005), h. 43 12

Abu Akbar Achmad, PUSTAKA PENGETAHUAN AL-QURAN, jilid

6 Ilmu Pengetahuan, h. 73

Page 73: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

60

Ketiga, lapisan dalam; pada lapisan ini terdapat sebuah jaringan yang

berfungsi menangkal pancaran gelombang cahaya.

Adapun seluruh bidang permukaan dari lingkaran berwarna

gelapnya (yang memungkinkan manusia dapat melihat) dilapisi

dengan kornea (selaput bening). Tugas utama selaput ini adalah

mengizinkan masuknya cahaya ke dalam mata. Di belakang lapisan

kornea, terdapat sebuah lingkaran kecil berbentuk pipih. Lingkaran

lebih kecil yang merupakan bagian dari lingkran mata berwarna gelap

dan letaknya persis di tengah-tengah itu umumnya dikenal dengan

sebutan iris atau selaput pelangi. Selaput inlah yang menghasilkan

berbagai warna mata yang indah.

Pada selaput ini terdapat sejumlah zat warna yang akan

menciptakan warna mata. Kalau jumlah sel-sel itu sedikit, maka warna

matanya agak cerah, seperti biru atau hijau. Tetapi jika jumlahnya

banyak, warna mata akan terkesan lebih gelap seperti coklat atau

hitam. Pada selaput pelangi ini terdapat sebuah lubang, yang disebut

dengan pupil, yang akan dilewati cahaya yang masuk ke mata. Fungsi

dari pupil adalah mengontrol cahaya yang di butuhkan mata. Dalam

hal ini, ia akan membesar dan mengecil sesuai jumlah cahaya yang

masuk. Dalam prosesnya, cahaya yang masuk kedalam mata akan

melewati sebuah lensa jernih, lalu jatuh ke selaput jala (retina) setelah

sebelumnya menerobos cairan jernih (vitreous humor) yang berfungsi

menjaga bentuk mata tetap bulat. Cahaya yang terjaring selpaut jala

ini akan dibentuk menjadi sebuah gambar yang jelas, yang kemudian

diubah menjadi serangkaian sinyal yang dikirim ke otak. Mekanisme

(proses) pengubahan gambar menjadi serangkaian sinyal ini dimulai

dari bagian pucuk serabut urat saraf penyerap yang terdapat di

permukaan selaput jala. Urat saraf inilah yang mengirimkan sinyal-

Page 74: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

61

sinyal gambar berbagai benda ke pusat jaringan saraf (penglihatan)

yang terdapat di bagian otak belakang. Adapun cara masuknya nutrisi

makanan kedalam mata yang merupakan kreasi Tuhan semesta alam.

Dalam hal ini, Allah memberikan pada mata sebuah jaringan

pembuluh darah yang begitu manakjubkan dan terletak di lapisan

bagian tengah. Jaringan pembuluh darah inilah yang membawa nutrisi

makanan ke seluruh bagian mata. Darah pembuluh-pembuluh darah

ini akan muncul sejumlah cairan yanga menghasilkan asupan nutrisi

bagi kornea dan lensa mata, sekaligus menjaga agar tekanan dalam

mata selalu berada pada ambang batas normal.13

Ditinjau dari segi fungsinya, fungsi penglihatan terbagi menjadi

dua jenis, yang keduanya menjadi dasar bagi proses penglihatan pada

diri manusia. Para ilmuwan mengistilahkan keduanya dengan:

1. Penglihatan terfokus, yaitu melihat berbagai hal secara terperinci,

termasuk aneka jenis warna ketika ada cahaya (baik yang berasal

dari matahari ataupun lainnya)

2. Penglihatan parsial, yaitu penglihatan yang dilakukan saat

terpancar cahaya yang lemah atau benda dalam kondisi gelap

gulita. Penglihatan ini berfungsi untuk membedakan gerakan

berbagai jenis benda.

Dengan memperhatikan selaput jala (retina mata), seseorang akan

menemukan ayat-ayat Allah yang bertebaran di alam ini. Segala

sesuatu di alam ini, seperti warna, keindahan, dan gerakannya akan

berhadapan dengan selaput berukuran sangat tipis yang menempati

posisi paling ujung dan jaringan saraf optik atau penglihatan (saraf

kedua dari deretan saraf yang terdapat di otak). Saraf optik ini

13

Abu Akbar Achmad, PUSTAKA PENGETAHUAN AL-QURAN, jilid 6

Ilmu Pengetahuan, h. 83

Page 75: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

62

berfungsi membawa gambar mulai bagian ujung, hingga ke pusat

penglihatan yang terletak di bagian belakang otak. Bagian-bagian

pucuk saraf optik yang menjadi salah satu syarat penting agar gambar

yang masuk ke dalam tetap jernih, tidak terpengaruhi banyaknya

jumlah lapisan yang terdapat di dalamnya. Berkat kemajuan pesat

yang terjadi di dunia kedokteran. Para ilmuwan akhirnya mengetahui

bahwa bagian-bagian pucuk saraf optik ini tidak memiliki bentuk yang

sama. Kemudian, mereka pun mengetahui bahwa perbedaan bentuk

diakibatkan oleh adanya perbedaan tugas. Meskipun tampak

sederhana, pada hakikatnya perbedaan itu terbilang sangat rumit.

Para ilmuwan melakukan penelitian dan menemukan bahwa

bagian-bagian pucuk saraf optik yang membentuk selaput jala atau

retina itu sendiri dari dua jenis: salah satunya berbentuk kerucut atau

corong, dan yang lainnya berbentuk tongkat. Kemudian dibagian

pucuk saraf ini, menemukan sebuah zat berwarna merah yang menjadi

pemicu utama dimulainya proses penglihatan, berupa pengambilan

gambar dari berbagai benda atau objek secara terperinci. Proses

pembentukan gambar dimulai dari seberkas cahaya yang jatuh

kedalam retina atau selaput jala, lalu memasuki zat pewarna mata.

Kemudian terbentuklah sejumlah sinyal listrik yang dikirimkan ke

serabut-serabut saraf optik, dan masuk ke dalam sel-sel optik pusat

yang terletak dalam otak. Setelah itu, sebuah gambar akhirnya pun

dikenali.14

14

Abu Akbar Achmad, PUSTAKA PENGETAHUAN AL-QURAN, jilid 6

Ilmu Pengetahuan, h. 85

Page 76: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

63

D. Tafsiran al-Qur’ân pada Kata Sama’ Bashar

Dalam hal ini penulis hanya akan menjelaskan penafsiran 4 ayat

dari 16 ayat yang diteliti, yaitu pada surat al-Jâtsiyah [45]: 23, al-

Naḥl [16]: 78, al-Isrâ’ [17]: 36, dan al-Sajdah [32]: 9.

1) Surat al-Jâtsiyah ayat 23

ع لى ع ل ج هو ق لبر هو عر س ع لى ت خ و مل عر ع لى اللى ل ا ض ٮهو وى لىه هه ار ات ذ نر م يت ء ا ف ر

ب عدر ن مر يهر در ني ة ف م و شى رهغر كرون ب ص ت ذ ا ف ال ر اللى

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa

nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat

berdasarkan ilmu-Nya, dan Allah telah mengunci mati

pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas

penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk

sesudah Allah (membiarkan­nya sesat). Maka mengapa kamu

tidak mengambil pelajaran?.” (QS. al-Jâtsiyah [45]: 23)

Penjelasan ayat:15

Kemudian Allah Swt. berfirman, “Maka pernahkah kamu

melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai

tuhannya”. Yakni sesungguhnya dia hanya diperintahkan oleh

hawa nafsunya. Maka apa saja yang dipandang baik oleh hawa

nafsunya, dia kerjakan; dan apa saja yang dipandang buruk oleh

hawa nafsunya, dia tinggalkan. Ayat ini dapat juga dijadikan

sebagai dalil untuk membantah golongan Mu'tazilah yang

menjadikan nilai buruk dan baik berdasarkan kriteria rasio

mereka. Menurut apa yang diriwayatkan dari Malik sehubungan

15

Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir

Ibnu Katsir, jilid 4, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), h. 316

Page 77: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

64

dengan tafsir ayat ini, orang tersebut tidak sekali-kali menyukai

sesuatu melainkan dia mengabdinya.

Firman Allah Swt. “Dan Allah membiarkannya sesat

berdasarkan ilmu-Nya”. Makna ayat ini mengandung dua takwil.

Pertama ialah Allah menyesatkan orang tersebut karena Allah

mengetahui bahwa dia berhak untuk memperoleh kesesatan.

Kedua ialah Allah menjadikannya sesat sesudah sampai

kepadanya pengetahuan dan sesudah hujah ditegakkan

terhadapnya. Pendapat yang kedua mengharuskan adanya

pendapat yang pertama, tetapi tidak kebalikannya. “Dan Allah

telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan

tutupan pada penglihatannya?” karenanya dia tidak dapat

mendengar apa yang bermanfaat bagi dirinya dan tidak

memahami sesuatu yang dapat dijadikannya sebagai petunjuk,

dan tidak dapat melihat bukti yang jelas yang dapat dijadikan

sebagai penerang hatinya. Karena itulah disebutkan dalam firman

berikutnya:

“Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah

(membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil

pelajaran?”. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-

Nya:

طغيمانييمي معممهونم رهمفي فمالهمادييملمهوميمذم الل ممنيضليلي

“Barang siapa yang Allah sesatkan, maka baginya tak ada orang

yang akan memberi petunjuk. Dan Allah membiarkan mereka

terombang-ambing dalam kesesatan”. (QS. al-A'râf [7]: 186)

2) Surat al-Nahl ayat 78

Page 78: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

65

ال بصى و مع الس ك ـ ل ع ل ج يــئاو ش ت عل مون ل هىترك ام بطونر ن مر ك ج ا خر اللى و

ت شكرون لك ل ع ة ال فئرد و

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam

keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberimu

pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu

bersyukur." (QS. al-Nahl [16]: 78)

Penjelasan ayat:

Allah menuturkan beberapa bukti kuasa-Nya serta anugerah-

Nya kepada para hamba-Nya seperti pada potongan ayat

هىترك ام بطونر ن مر ك ج ا خر اللى Allah mengeluarkan manusia dari و

perut ibunya dalam keadaaan tidak mengetahui apa-apa. Manusia

diciptakan pada awal fase penciptaan dalam keadaan tidak

mengetahui apa-apa, kemudian Allah membekalinya dengan ilmu

dan pengetahuan. Allah Swt. pun menganugerahinya dengan akal

pikiran yang bisa memahami berbagai hal, membedakan antara

yang baik dan yang buruk, mampu memilih yang bermanfaat dan

yang tidak. Allah Swt. menyediakan untuknya kunci-kunci

pengetahuan berupa pendengaran yang dapa mendengar dan

memahami suara. Juga penglihatan yang bisa melihat berbagai

hal, serta hati yang bisa memahami berbagai hal.

Pada potongan ayat ini ت شكرون لك agar kalian mensyukuri ل ع

nikmat-nikmat Allah, dengan cara menggunkan setiap anggota

tubuh sesuai dengan tujuan penciptaannya. Juga supaya manusia

Page 79: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

66

bisa beribadah menyembah Allah dan mentaati segala perintah-

Nya tanpa alasan.

Hal ini sebagaimana keterangan hadis qudsi dalam shahih

bukhari dari Abu Hurairah r.a. dari Rasulullah saw. bersabda:

“Sesungguhnya Allah Swt. berfirman, ‘Barangsiapa memusuhi

seorang kekasih-Ku, sungguh aku umumkan perang terhadapnya

(sungguh berarti ia mengumumkan perang dengan-Ku). Seorang

hamba-Ku tidak mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu

yang lebih aku cintai dari apa yang aku fardhukan dan wajib atas

dirinya. Seoranghamba-Ku terus senaniasa mendekatkan diri

kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku

mencintainya, dan jika Aku telah mencintainya, maka Aku

menjadi ‘pendengarannya’ yang ia gunakan untuk

mendengarkan, menjadi ‘penglihatannya’ yang ia gunakan untuk

melihat, menjadi ‘tangannya’ yang ia gunakan untuk memungut,

dan menjadi ‘kakinya’ yang ia gunakan untuk berjalan.16

Dan

sungguh jika ia memohon kepada-Ku, tentu Aku perkenankan,

dan jika ia memohon perlindungan kepada-Ku, tentu Aku

lindungi dia. Dan Aku tidak ‘ragu-ragu’ terhadap sesuatu yang

Aku perbuat seperti ‘keragu-raguan-Ku’ untuk mencabut jiwa

(nyawa) hamba-Ku yang mukmin, ia tidak menyukai kematian,

dan Aku tidak ingin menyakitinya, namun kematian adalah hal

yang pasti baginya.

3) Surat al-Isrâ’ ayat 36

16

Ini adalah ungkapan majaz atau metafora tentang pertolongan dan

keridhaan Allah Swt, kepada dirinya.

Page 80: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

67

نه ع ن ك ئرك اولى ك اد الفؤ و الب ص و مع الس ن ار مل برهعر ك لـ يس ـ ال ت قفم ل و

ئول س م

"Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu

ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani,

semua itu akan diminta pertanggung jawabannya." (QS. al-Isrâ’

[17]: 36)

Penjelasan ayat:17

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas

yang mengatakan bahwa makna la taqfu ialah la taqul (janganlah

kamu mengatakan). Menurut Al-Aufi, janganlah kamu menuduh

seseorang dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuan bagimu

tentangnya. Muhammad ibnul Hanafiyah mengatakan, makna

yang dimaksud ialah kesaksian palsu. Qatadah mengatakan

bahwa makna yang dimaksud ialah janganlah kamu mengatakan

bahwa kamu melihatnya, padahal kamu tidak melihatnya; atau

kamu katakan bahwa kamu mendengarnya, padahal kamu tidak

mendengarnya; atau kamu katakan bahwa kamu mengetahuinya,

padahal kamu tidak mengetahui. Karena sesungguhnya Allah

kelak akan meminta pertanggungjawaban darimu tentang hal

tersebut secara keseluruhan.

Kesimpulan pendapat mereka dapat dikatakan bahwa Allah Swt.

melarang mengatakan sesuatu tanpa pengetahuan, bahkan

melarang pula mengatakan sesuatu berdasarkan zan (dugaan)

yang bersumber dari sangkaan dan ilusi.

17

Abdullah bin Muhammad bin Abdurahman, Lubaabut Tafsiir Min Ibni

Katsiir, jilid 5, h. 164

Page 81: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

68

Dalam ayat lain disebutkan oleh firman-Nya:

“Jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian

prasangka itu adalah dosa”. (al-Hujurat: 12)

Di dalam hadis disebutkan seperti berikut:

نفمإي ومالظن؛ إيياكم" "المدييثي أكذب الظن Jauhilah oleh kalian prasangka. Karena sesungguhnya

pra­sangka itu adalah pembicaraan yang paling dusta.

Firman Allah Swt.: “Semuanya itu”. Maksudnya semua

anggota tubuh, antara lain pendengaran, penglihatan, dan hati.

“Akan dimintai pertanggungjawabannya”. Seseorang hamba

akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang dilakukan

oleh anggota-anggota tubuhnya itu pada hari kiamat, dan semua

anggota tubuhnya akan ditanyai tentang apa yang dilakukan oleh

pemilik­nya.

4) Surat al-Sajdah ayat 9

ا ق لريالم ة ال فــئرد و ار ال بص و مع ل كالس ع ل ج هو وحر نر مر يهر فر ن ف خ ٮهو وى ثس

ت شكرون

“Kemudian Dia menyempurnakannya dan meniupkan kedalam

ruh-nya serta Dia menjadikan bagi kamu pendengaran,

penglihatan, dan hati. Namun sedikit sekali kamu bersyukur.”

(QS. al-Sajdah [32]: 9)

Penjelasan ayat:

Page 82: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

69

Pada ayat sebelumnya telah dijelaskan mengenai penciptaan

manusia yang berasal dari tanah, dan manusia berketurunan dari

nutfah yang keluar dari sulbi laki-laki dan tulang iga perempuan.

Firman Allah, “Kemudian Dia menyempurnakannya” yakni

menyempurnakan Adam setelah Dia membuatnya dari tanah. Dia

menciptakanya dengan sempurna dan kokoh. “Meniupkan

kedalam ruh-nya serta Dia menjadikan bagi kamu pendengaran,

penglihatan, dan hati”, yakni berupa akal. “Namun sedikit sekali

kamu bersyukur”, atas potensi yang dikaruniakan Allah Swt.

kepada kita dan yang benar bersyukur adalah mempergunakannya

untuk menaati Allah Swt.18

Penulis mengambil empat ayat diatas sebagai contoh dari

adanya I’jaz ‘Ilmy al-Qur’ân yang terdapat dalam kata sama’ dan

bashar. Pada surat al-Jâtsiyah ayat 23 dan surat al-Isrâ’ ayat 36

menjelaskan tentang pertanggung jawaban setiap manusia yang

akan dimintai pertanggung jawabannya secara individu di akhirat,

sehingga kata sama’ dan bashar pada ayat ini berbentuk mufrad.

Kemudian pada surat al-Naḥl ayat 78 dan surat al-Sajdah ayat 9

menjelaskan mengenai embriologi tentang urutan penciptaan

indra manusia saat lahir di dunia sehingga pada ayat ini kata

sama’ berbentuk mufrad dan bashar berbentuk jamak.

18

Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir

Ibnu Katsir, jilid 3, h. 812

Page 83: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

70

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Semua indra itu merupakan kesempurnaan yang lengkap dalam

diri seorang manusia dengan potensi, tingkatan, dan bobotnya

masing-masing. Bagi orang kebanyakan, indra hanya diangap sebagai

pelengkap manusia yang hidup. Akan tetapi, mereka tidak dapat

memahami secara lebih spesifik bahwa kelimanya memiliki fungsi

fitrah ketuhanan yang besar.

I’jaz ‘Ilmy al-Qur’ân yang terdapat dalam kata sama’ dan

bashar yaitu dalam ayat al-Qur’ân, mayoritas menyebutkan kata

sama’ (pendengaran) disebutkan lebih dahulu dibandingkan kata

bashar (penglihatan). Pendengaran meskipun ia berdiri dalam satu

posisi, dia bisa mendengar banyak suara. Inilah kenapa ia disebut

tunggal oleh Allah. Berbeda dengan penglihatan, ia bisa melihat

banyak hal dengan banyak posisi. Hal ini menunjukan bahwa kita

diingatkan sebagai manusia seharusnya mengutamakan pendengaran

dahulu dibandingkan penglihatan, sebab masih banyak manusia yang

hanya menggunakan penglihatan fisiknya saja, dan melupakan

adanya mata batin. Selain itu terdapat fenomena pada indra

pendengaran yang merupakan indra pertama dan terakhir kali aktif.

Pendengaran merupakan indra yang pertama kali aktif sehingga

ketika di dalam perut sudah ada rangsangan sang ibu memberikan

stimulasi pada bayi, yang dimulai sejak dalam kandungan dan

pendengaran merupakan indra yang terakhir kali aktif sehingga Islam

mengajarkan ketika manusia sakaratulmaut.

Page 84: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

71

Memang alam lahir lebih cenderung kepada godaan hawa nafsu

yang selalu menggoda manusia dan mengantarkan hamba-hamba

Allah yang lalai kepada kebinasaan. Sedangkan alam batin selalu

memberi arah kepada kebaikan, pendidikan dan peringatan dan

mendekatkan hamba-hamba Allah kepada kemuliaan, dan manusia

kebanyakan mudah tertipu oleh penglihatan lahiriah dan mengira

itulah penglihatan yang benar.

Selanjutnya setelah penulis teliti I’jaz ‘Ilmy al-Qur’ân pada

kata sama’ dan bashar yang berbentuk mufrad selalu membahas

tentang pertanggungjawaban manusia secara inividu di akhirat nanti.

Dan pada kata sama’ berbentuk mufrad dan bashar berbentuk jamak

membahas tentang adanya tanda-tanda kekuasaan Allah yang ada di

dunia.

B. Kritik dan Saran

Seharusnya setiap manusia mampu menggunakan

akal/pikirannya dengan benar dan memandang dunia ini dengan mata

batinnya agar ia tidak tertipu oleh duniawi. Orang yang memandang

dunia ini dengan mata batinnya adalah orang yang memahami arah

yang akan ditempuhnya. Ia tahu mana yang lebih bermanfaat baginya

dalam pandangan dunianya, sehingga ia memilih dan menyaring

pandangannya terhadap dunia. Dunia adalah medan permainan antara

yang hak dan yang batil. Sehingga ia lebih banyak memberi

pertimbangan dan peringatan sebelum bertindak.

Page 85: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

72

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, Abdullah bin Muhammad bin. Lubaabut Tafsiir Min

Ibni Katsiir. jilid 5. Terjemah M. Abdul Ghoffar. Bogor:

Pustaka Imam asy-Syafi’i. 2003.

Achmad, Abu Akbar. PUSTAKA PENGETAHUAN AL-QURAN. Jilid

6 Ilmu Pengetahuan. Jakarta: PT Rehal Republika. 2007.

Ahmad, Yusuf. Ensiklopedi Keajaiban Ilmiah al-Qur’an. Jakarta:

Taushia. 2009.

Arsyad, Azhar, Asfah Rahman. Media Pembelajaran. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada. 2010.

Arikunto, Suharsini. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis.

Jakarta: Rineka Cipta. 1993.

Armita, Pipin. Relevansi Kalimat Sama’, Bashar, dan Fuad dalam

Al-Quran dengan Neurosains (Kajian I’jaz ‘ilmy Al-Quran).

Tesis, UIN Sultan Syarif Kasim Riau. 2015.

al Bâz, Anwar. Al-Tafsîr al-Tarbawî li al-Qur’an al-Karîm. Beirut:

Muasasah al-Risalah. 2007.

Boullata, Issa J. Al-Qur’an yang Menakjubkan. Tangerang: Lentera

Hati. 2008.

Djalal, Abdul. Ulumul Qur’an. Surabaya: Dunia Ilmu. 2000.

Eldeeb, Ibrahim. Be A Living Quran “Petunjuk Praktis Penerapan

Ayat-ayat Al-Quran dalam Kehidupan Sehari-hari”. Jakarta:

Lentera Hati. 2009.

al-Farâhidi, al-Khalîl bin Ahmad. Kitab al-‘Ain Murattab ‘ala Huruf

al-Mu’jam. Jilid 3. Tahqiq: Abd al-Hamîd Handâwi. Beirut:

Dar al-Kutub al-’Ilmiyyah. 1424 H/2003 M.

al-Farmawi, Abdul Hayy. Al-Bidayah Fi Al-Tafsir Al-Maudhu’i.

Mesir: Dirasat Manhajiyyah Maudhu’iyyah. 1997.

Gade, Syabuddin. Esei-Esei Pemikiran Pendidikan (al-Ghazali, az-

Zurnuji, al-Abrasyi dan asy-Syaibani). Banda Aceh: Ar-

Raniry Press. 2008.

Page 86: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

73

Ghalayaini, Musthafa. Jami’ al-Durus al-‘Arabiyyah. Beirut: al-

Maktabah al-‘Asyriyyah. 1409.

Hamid, M. Shalahuddin. Study ULUMUL QURAN. Jakarta: PT

Intimedia Ciptanusantara. 2002.

Harahap, Hakim Muda. RAHASIA AL-QURAN: Menguak Alam

Semesta, Manusia, Malaikat, dan Keruntuhan Alam. Depok:

Darul Hikmah. 2007.

Hude, Drawis. dkk. Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur’ân. Jakarta:

Pustaka Firdaus. 2002.

Ismâ’îl, Muhammad Bakr. Dirâsât fī ‘Ulûm al-Qur`ân. Kairo: Dar al-

Manar. 1991.

Izzan, Ahmad. Ulum al-Qur`an: Telaah Tektualitas dan

Kontektualitas Al-Qur’an. Bandung: Tafakkur. 2009.

Kaltsum, Lilik Ummi. Sistem Epistemologi Qur’ani [Analisa

Konsistensi Al-Qur’an dalam Penggunaan Kata Ra’a,

Nadzhara dan Bashara]. Jakarta: Pusat Penelitian dan

Penerbitan [PUSLITPEN] LP2M UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. 2015.

Manzhûr, Ibn. Lisân al-‘Arab. Jilid 31. Tahqiq: Abdullah Ali al-

Kabir dkk. Kairo: Dâr al-Ma’arif. tt.

Muhammad, Nadir Darwis. ‘Ijizal Ilmiah lil- Qur’an wa Sunnah wa

Shilatuhu bi Manhaj Dakwah al-Islamiah. Kairo: Maktabah

al-Iman. 2011 M/1432 H.

Munawwir, A.W. Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia Terlengkap.

Surabaya: Pustaka Progresif. 1997.

an-Najjar, Zaglul. al-Ardu fil-Qur’ân al-Karim, Beirut: Maktabah al-

Ma’rifah. 1426 H.

Naik, Zakir. Miracles of Al-Qur’an & as-Sunnah. Terjemahan Dani

Ristanto. Solo: Aqwam. 2015.

Nawfal, Abdal Razak. al-I’jaz al-‘Adadi li al-Quran al-Karim. Kairo:

Dar al-Kitab al-‘Arabi. 1987.

Page 87: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

74

al-Qaththan, Manna’ Khalil. Mabahits fi ‘Ulum al-Quran. Kairo:

Maktabah Wahbah. tt.

Rahman, Fazlur. Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan. Terjemahan M.

Arifin. Jakarta: Bina Aksara. 1980.

ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. Kemudahan dari Allah: Ringkasan

Tafsir Ibnu Katsir. Jilid 3. Jakarta: Gema Insani Press. 1999.

. Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jilid 4.

Jakarta: Gema Insani Press. 2000.

al-Shabuni, M. Ali. Al-Tibyân fī’Ulum Al-Qur’an. Beirut: Dar al

Fikr. 1985.

Shihab, Quraish, Ahmad Sukarja, Badri Yatim, dkk. Sejarah dan

‘Ulumul Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus. 2013.

Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Qur’an; Fungsi dan Peran

Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan,

1998.

. Mukjizat al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat

Ilmiah, dan Pemberitaan Ghaib. Bandung: Mizan. 2003.

. Sejarah dan ‘Ulum al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus. 1999.

. WAWASAN AL-QURAN: Tafsir Tematik atas Pelbagai

Persoalan Umat. Bandung: Mizan Pustaka. 1996.

Sumawijaya, Amin. Biarkan Al-Qur’an Menjawab. Jakarta: Penerbit

Zaman. 2013.

al-Suyûthi, Jalâl al-Dîn. al-Itqân fī ‘Ulûm al-Qur`ân. Jilid 2 cet. III.

Beirut: Dār al-Kutub al-’Ilmiyyah. 1995.

al-Suyûthi, Jalâl al-Dîn. al-Itqân fi ‘Ulum al-Qur’ân. Jilid 4. Beirut:

Maktabah al-‘Ashriyyah. 1979.

Syaifuddin, Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan.

Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 2006.

Syukur, Abdul. Beragam Cara Terapi: Gangguan Emosi Sehari-hari.

Yogyakarta: DIVA Press. 2011.

Page 88: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

75

Taslaman, Caner. MIRACLE OF THE QURAN: KEAJAIBAN AL-

QURAN MENGUNGKAP PENEMUAN-PENEMUAN

ILMIAH MODERN. Terjemahan Ary Nilandari. Bandung:

Mizan. 2011.

Thabathabâ’î, Sayyid Muhammad Husain. Inilah Islam. Terjemahan

dari Islamic Teaching: an Oveview, oleh Ahsin Muhammad.

Jakarta: Pustaka Hidayah. 1992.

Thayyarah, Nadiah. Buku Pintar Sains dalam Al-Quran. Jakarta:

Zaman. 2013.

al-‘Utsaimin, Muhammad bin Shalih. TAFSIR AL-KAHFI. Jakarta:

Pustaka as-Sunnah. 2005.

Weber, Robert Philip. Basic Content Analysis. Beverly Hills: Sage

Publications. 1885.

Yunus, Mahmud. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: Mahmud Yunus

Wa Dzurriyah. 2010.

Zaini, Hasan. Raudatul Hasanah. Ulumul Qur’an. Batusangkar:

STAIN Batusangkar Press. 2010.

az-Zuhaili, Wahbah. Tafsir Al-Munir jilid 1 (juz 1-2) Terjemahan

Abdul Hayyie al Kattani, dkk. Jakarta: Gema Insani. 2013.

Tafsir Ilmi: Penciptaan Manusia dalam Perspektif al-Quran dan

Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an. 2010.

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sel_saraf

Jurnal-jurnal

Aisyah, Risqi Dewi dkk. KECERDASAN UNTUK JANIN MELALUI

IBU HAMIL. Jurnal IbM HARMONI. Universitas

Muhammadiyah Semarang. 2017.

Hilmi. Optimalisasi Penggunaan Abshar dalam Belajar dan

Pembelajaran. Jurnal Lantanida. Vol. 3 No. 2. 2015.

Page 89: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45438/1/ANZAH...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Anzah Muhimatul IliyyaPublish Year: 2019

76

Ibrahim, Sulaiman. I’jâz Al-Qur’ân: Menelusuri Bukti Keotentikan

Al-Qur’an. Jurnal Farabi. Vol. 12 No. 1. Juni. 2015.

Munirah, Petunjuk Alquran Tentang Belajar dan Pembelajaran,

Jurnal Lentera Pendidikan. Vol. 19. No. 1. Juni. 2016.

Santalia, Indo. Metode Ilmu Menurut Perspektif Al-Qur’an. Jurnal

Tafsere. Vol. 1 No. 1. 2013.

Sempo, Muhammad Widus dkk. Interpreting Some Features of Sama’

Verses Using Data Extraction of Quran Ontology.

International Journal of Humanities and Social Science

Invention. Vol. 5 No. 6. Juni. 2016.

Siddiq, Mahfudz. Konfigurasi Kata Sam’, Bashar, dan Fu’ad dalam

Al-Quran menurut Tinjauan Ilm Al-Ma’aniy. Jurnal LiNGUA.

Vol. 5. 2010.

Tamrin. Kecerdasan Anak dalam Perspektif Alquran. Jurnal Rausyan

Fikr. Vol. 14 No. 2. Desember. 2018.

Majalah

Lili Irawati. Fisika Medik Proses Pendengaran. Fisika Kedokteran

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas: Majalah

Kedokteran Andalas. No. 2. Vol. 36. Juli-Desember. 2012.