Post on 19-Jan-2023
PENGGUNAAN ZEOLIT, KARBON AKTIF, GARAM, DANMINYAK CENGKEH UNTUK EFEKTIFITAS TRANSPORTASIBENIH IKAN PATIN SIAM (Pangasius hypopthalmus)
Disusun Oleh :
Kelompok 7
Faisal Pandu L. 230110110060
Muhammad Iqbal 230110110076
M. Yusra Sadri 230110110091
Ega Adhi Wicaksono 230110110103
Asti Aryani 230110110119
Reni Rahmi 230110110123
M. Syaeful Mubaroq 230110110139
UNIVERSITAS PADJADJARAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur panjatkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya serta segala
ilmu pengetahuan yang diberikan dapat menyelesaikan
tugas dengan tepat waktu.
Dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Orang tua kami yang selalu memberikan dukungan moril
dan materil.
2. Dosen mata kuliah Teknologi Pengolahan Hasil
Perikanan (TPHP) yang telah memberi materi dan
pengarahan dalam pengerjaan tugas ini.
3. Teman-teman yang banyak membantu baik secara
langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian
tugas ini.
4. Dan orang-orang yang tidak bisa disebutkan semuanya.
Kami berharap tugas makalah ini dapat menambah
wawasan dan informasi.
Jatinangor, Maret 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Bab Halaman
I. PENDAHULUAN 1I.1..........................................Lat
ar Belakang..............................1I.2..........................................Tuj
uan .....................................2I.3..........................................Man
faat ....................................2
II. PEMBAHASAN 3II.1.........................................Tra
nsportasi Ikan...........................3II.2.........................................Ben
ih Ikan Patin............................4II.3.........................................Tra
nsportasi Benih Ikan Patin Siam..........5
II.4.........................................Perubahan Kulitas Air Selama Transportasi BenihPatin....................................6
II.4.1.......................................Oksigen Terlarut............................6
II.4.2.......................................Suhu........................................7
II.4.3.......................................Karbondioksida..............................8
II.4.4.......................................Amonia......................................8
II.5.........................................Penanganan Pasca Transportasi...............9
II.6.........................................Peranan Zeolit, karbon aktif, garam, dan minyakcengkehDalam transportasi benih ikan............9
III. KESIMPULANIII.1............................................Kes
impulan..................................18III.2............................................Sar
an.......................................18DAFTAR PUSTAKA 19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangTransportasi benih adalah salah satu kegiatan yang
sangat dibutuhkan dalam usaha budidaya perikanan,
karena transportasi benih ini sangat berguna sekali
bagi pendistribusian benih dari yang membenihkan ikan
sampai ke yang membesar benih ikan itu sendiri. Cara
atau metode dalam transportasi benih ini harus benar –
benar diperhatikan dengan baik, karena diharapkan bahwa
benih yang kita kirim bisa sampai ke tangan konsumen
dalam keadaan hidup dan baik – baik saja, apa lagi jika
nilai SR ikannya kurang baik, maka kemungkinan benih
mati sangatlah besar.
Dalam kegiatan budidaya perikanan dengan metode
pembesaran ikan, benih adalah salah satu aspek
terpenting yang harus tersedia. Seperti halnya pada
kegiatan budidaya ikan patin siam yang sangat populer
didaerah pulau Sumatra khususnya di Batanghari,
Palembang dan Ogan Komering Ilir serta di pulai
Kalimantan khususnya di Banjar, Malinau dan pulau pisau
atau daerah tersebut adalah daerah minapolitan bagi
ikan patin siam. Banyak pembudidaya disana yang
membiutuhkan ikan patin siam untuk dibesarkan. Namun di
indonesia sendiri, sentra pembenihan ikan patin siam
1
tersebut bukanlah berasal dari daerah yang sama,
melainkan berasal dari wilayah berbeda yaitu Jawa Barat
(Bogor, Sukabumi, Subang Cianjur dan Depok). Dengan
demikian transportasi benih ikan patin siam ini sangat
diperlukan untuk pendistribusian benih ikan dengan
jarak yang jauh dan waktu yang relatif lama.
Proses transportasi yang belangsung dalam waktu
yang lama menimbul permasalahan yang sering terjadi,
khususnya pada ikan patin siam ini adalah kematian ikan
yang diakibatkan oleh tingkat kepadatan benih dalam
satu liter air atau per kantung pengepakan. Hal ini
disebabkan oleh keadaan benih yang sangat padat, karena
ketika kepadatan tinggi maka masalah yang akan timbul
seperti kadar oksigen kurang, terakumulasinya hasil –
hasil metabolisme tubuh ikan (amonia), suhu air, pH air
dan kadar karbondioksida yang sangat tinggi. Dengan
demikian sangat diperlukan pengetahuan tentang
bagaimana cara melakukan kegiatan transportasi benih
yang benar dan lebih efisien, serta sebuah terobosan
atau upaya yang dapat mengurangi masalah – masalah yang
terjadi dalam kegiatan transportasi benih ikan
tersebut.
1.2 Tujuan
2
Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah untuk
mengatahui cara atau metode yang baik dan efisien dalam
kegiatan transportasi benih ikan patin siam.
1.3 Manfaat
Manfaanya adalah diharapkan mampu menerapkan dan
mengaplikasikan metode dan cara yang baik dan benar
dalam kegiatan transportasi benih ikan untuk mengurangi
tingkat kematian benih ikan dalam kegiatan tersebut.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tranportasi Ikan
Pada dasarnya, transportasi ikan adalah suatu
usaha pemindahan ikan dari suatu daerah ke daerah lain
yang Umumnya pemindahan ikan ini dari sentra produksi
menuju sentra konsumsi. Transportasi ikan ini dilakukan
dengan tingkat kepadatan yang setinggi tingginya dan
dengan tingkat biaya yang serendah rendahnya serta
diharapkan memiliki tingkat kelangsungan hidup yang
setinggi-tingginya dan kondisi ikan yang sehat setelah
sampai ketujuan (Effendi 2004).
Kondisi pemindahan ini akan menyebabkan penempatan
sementara ikan pada lingkungan yang sangat terbatas,
yaitu ruang yang sempit dan kepadatan ikan yang tinggi
sekali. Kondisi tersebut dapat menjadikan lingkungan
yang labil dan mengalami perubahan yang cepat dalam
degradasi kualitas lingkungan/air yang dapat mengancam
kehidupan ikan.
Ada dua Ada dua sistem dasar untuk transportasi
ikan hidup yaitu sistem tertutup dan sistem terbuka.
Sistem tertutup dilakukan dalam wadah yang tertutup
dengan segala persyaratan yang dibutuhkan untuk
bertahan hidup selama transportasi telah disertakan
4
sejak awal di dalamnya (Berka, 1986). Dalam sistem ini
tidak ada 4 persinggungan antara air media transportasi
dengan udara luar, kebutuhan oksigen ikan selama
transportasi disediakan dengan cara memasukan oksigen
murni sehingga bisa berdifusi ke dalam air media
transportasi menjadi oksigen terlarut yang bisa
dimanfaatkan oleh ikan, sistem ini dapat menggunakan
moda angkutan udara sehingga bisa dikirim untuk jarak
jauh (Effendi, 2004); sedangkan sistem terbuka
dilakukan dengan mengisi wadah dengan air lalu segala
kebutuhan untuk bertahan hidup selama transportasi
diberikan secara berkala dari luar. Sistem-sistem ini
kemudian dikaji dan disesuaikan dengan permasalahan
persiapan ikan untuk transportasi, jenis kendaraan dan
perlengkapan, masalah kualitas dan penggantian air
selama transportasi, dan pencegahan menggunakan bahan
kimia selama transportasi ikan (Berka, 1986).
2.2 Benih Ikan Patin
Ikan patin siam adalah jenis ikan patin yang
diintroduksi dari Thailand (Khairuman dan Amri, 2008;
Slembrouck et al., 2005). Ikan patin siam berasal dari
Sungai Mekong di Vietnam sampai ke Sungai Chao Phraya
di Thailand.
Ikan patin siam memiliki badan memanjang berwarna
putih seperti perak dengan punggung berwarna kebiruan.
5
Panjang tubuh dapat mencapai 120 cm. Kepala patin siam
relatif kecil dengan mulut terletak di ujung kepala
relatif di bagian bawah (Susanto dan Amri, 1998). Di
sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis yang berfungsi
sebagai alat pencari makan dan alat peraba pada saat
berenang. Ikan patin siam mampu hidup di kualitas air
yang kurang baik (Hamid et al., 2007), mampu
dibudidayakan dalam kepadatan tinggi, dan termasuk ikan
omnivora (Trong et al., 2002).
Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) adalah
komoditas ikan air tawar yang memiliki potensi yang
besar untuk dibudidayakan secara komersial. Ikan ini
tidak hanya digunakan sebagai ikan konsumsi, tetapi
juga digunakan sebagai ikan hias sehingga segmentasi
usaha dalam pembudidayaannya beragam. Ikan patin
merupakan salah satu komoditas utama perikanan budidaya
Indonesia (DKP, 2008a) dan salah satu komoditas dengan
kenaikan produksi budidaya ratarata terbesar selama
2007-2008 (DKP, 2008b).
Sasaran pengembangan produksi ikan patin sampai
tahun 2009 diusahakan mencapai 36.500 ton, dengan
kebutuhan benih sebanyak 121.670.000 ekor. Hal ini
memerlukan pengintensifan lahan seluas 283 hektar. Unit
pembenihan yang diharapkan dapat berproduksi adalah
sebanyak 150 unit (Numberi,2005). Pengembangan produksi
patin diproyeksikan dapat mencapai 1.883.000 ton pada
6
tahun 2014 dengan peningkatan 14,2 kali lipat dari
tahun 2009 yang mencapai 132.600 ton. Kontribusi dari
produksi patin diproyeksikan memberikan sumbangan
terbesar pada tahun 2014 jika dibandingkan dengan
komoditas lainnya meskipun pada tahun 2009 berada pada
urutan ke-5 setelah nila, bandeng, mas, dan udang
vaname (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2010
dalam Trobos, 2010).
Usaha budidaya ikan patin umumnya dikelompokkan
menjadi usaha pembenihan, pendederan, dan pembesaran.
Sentra pembenihan patin berkembang di Jawa Barat
(Bogor, Sukabumi, Subang, Cianjur, dan Depok),
sedangkan usaha pendederan dan pembesaran umumnya
dilakukan di daerah minapolitan patin siam yang umumnya
berada di pulau sumatra dan kalimantan. Lokasi
pembenihan dan pembesaran ikan patin terpisah sehingga
membutuhkan waktu yang lama dan biaya transportasi yang
mahal. Ukuran benih ikan patin siam yang paling banyak
diperjualbelikan adalah 0,75, 1,00, dan 1,25 inci
dengan kepadatan pengepakan masing-masing 400-800
ekor/liter, 200-600 ekor/liter, dan 100-400 ekor/liter
(Fauzan Feisal∗, Komunikasi Pribadi, 2009). Namun
menurut Wibisono (2010) kepadatan optimal untuk
transportasi benih patin adalah 1000 ekor/liter pada
ukuran 0,75 inchi, 800 ekor/liter pada ukuran benih
1,00 inchi- 1,25 inchi. Waktu tempuh transportasi
7
dengan moda pengiriman udara umumnya berlangsung selama
8 jam perjalanan, dan untuk pengiriman dengan moda
darat umumnya dilakukan pengepakan ulang setiap 8 jam.
Kepadatan benih ikan pada kantong pengepakan
sangat mempengaruhi keberhasilan suatu pengiriman benih
patin. Kepadatan benih ikan yang terlalu tinggi, pada
waktu pengiriman yang lama, akan meningkatkan tingkat
stres ikan akibat kualitas air yang menurun seperti
menurunnya ketersediaan oksigen pada kantong
pengepakan. Namun, kepadatan benih ikan yang terlalu
rendah akan meningkatkan biaya pengiriman per unit
benih. Hal tersebutlah yang mendasari perlunya
diketahui kepadatan yang optimal. Indikator yang
digunakan untuk mengetahui kepadatan optimum pengepakan
adalah kelangsungan hidup benih pasca transportasi dan
biaya pengiriman.
2.3 Transportasi Benih Ikan Patin Siam
` Menurut Nemoto (1957), hal penting yang harus
diperhatikan dalam transportasi ikan adalah :
a) Meningkatkan suplai oksigen, biasanya dengan
mengganti udara dengan oksigen murni, meningkatkan
tekanan pada wadah dan mengurangi tingkat oksigen
rata-rata dari benih ikan.
b) Mengontrol metabolisme, dengan cara mengurangi
laju buangan metabolisme dan menetralisasi atau
menghilangkan hasil metabolisme.
8
Pengangkutan benih ikan patin siam pada umumnya
sama dengan pengangkutan benih ikan spesies lainnya.
Transportasi yang paling sering dilakukan karena mudah
dan aman untuk jarak dekat maupun jarak jauh adalah
dengan menggunakan kantong plastik berukuran 40 x 60 cm
yang diisi oksigen murni. Untuk transportasi jarak jauh
terutama dengan menggunakan pesawat terbang, biasanya
kantong plastik tersebut dimasukkan ke dalam kotak
styrofoam. Pada styrofoam diletakkan es yang dibungkus
dengan kantong plastik agar suhu selama transportasi
rendah. (Hamid et al., 2007).
Kemasan yang baik dalam transportasi sistem
tertutup adalah menggunakan plastik jenis polietilen
(PE) dengan ketebalan plastik 0,03 mm, karena ringan,
mudah didapat, dan murah. Lebih lanjut, penggunaan
kantong plastik pada transportasi jarak jauh sebaiknya
diletakkan dalam kotak styrofoam untuk mengurangi
kontak yang terjadi antara air di dalam kantong dengan
temperatur lingkungan yang relatif panas. Garbhards
(1965) menyatakan, bahwa penggunaan kantong plastik
yang diletakkan pada kotak styrofoam meningkatkan
kelangsungan hidup sebesar 99,9%.
Kepadatan ikan yang akan diangkut bergantung pada
volume air, bobot ikan, spesies, ukuran ikan, lama
transportasi, suplai oksigen dan suhu (Jhingran dan
Pullin, 1985). Untuk kasus di BBAT Jambi transportasi
9
benih patin siam umur 15 hari (0,75 inci) dengan waktu
tempuh dibawah 2 jam, diisi 5000 ekor/kantong;
sedangkan untuk jarak jauh dengan waktu tempuh 7-24
jam, diisi 2000 ekor/kantong (Hamid et al., 2007). Hal
yang sama juga dikemukakan oleh Nurwahit (Pedagang
Benih Ikan Patin Siam, Komunikasi Pribadi, 2009), untuk
pengiriman benih patin ukuran 0,75 inci selama 8-12 jam
diisi 2000 ekor/kantong dengan air 2,5 liter (800
ekor/liter) dengan SR hampir selalu 100%.
2.4 Perubahan Kualitas Air Selama Transportasi Benih
Patin
2.4.1Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut (DO) adalah salah satu parameter
kualitas air yang penting. Kekurangan oksigen biasanya
merupakan penyebab utama kematian ikan secara mendadak
dan dalam jumlah besar. Mempertahankan kondisi DO dalam
kisaran normal akan membantu mempertahankan kondisi
ikan selama penanganan. Konsentrasi DO yang terlalu
rendah menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap
kesehatan ikan seperti anoreksia, stres pernafasan,
hipoksia jaringan, ketidaksadaran, bahkan kematian
(Wedemeyer, 1996).
Bobot ikan dan suhu air merupakan faktor penting
yang mempengaruhi konsumsi oksigen ikan dalam kaitannya
dengan metabolisme selama transportasi. Ikan yang lebih
berat dan yang diangkut menggunakan air yang lebih
10
hangat memerlukan oksigen yang lebih banyak. Apabila
suhu air meningkat 10°C (misalnya dari 10°C menjadi
20°C), maka konsumsi oksigen akan meningkat 2 kali
lipatnya (Berka, 1986).
Piper et al. (1986) menyatakan, bahwa oksigen
terlarut di dalam media transportasi ikan harus lebih
besar dari 7 mg/l dan lebih kecil dari tingkat jenuh,
sebab kebutuhan oksigen akan meningkat pada saat kadar
CO2 tinggi dan stres penanganan sehingga untuk
persiapan disediakan dua kali kebutuhan normal. Pescod
(1973) menyatakan, bahwa kandungan oksigen terlarut
yang baik untuk transportasi ikan harus lebih dari 2
mg/l. Konsumsi oksigen tertinggi pada ikan terjadi 15
menit pertama dari saat transportasi.
Pada benih ikan patin siam, Tingkat Konsumsi
Oksigen benih yang berukuran lebih besar cenderung
lebih tinggi dibandingkan benih ukuran yang lebih kecil
namun bila berdasarkan tingkat konsumsi oksigen
perkilogram nya, benih yang berukuran lebih kecil
memiliki tingkat konsumsi oksigen yang lebih besar.
2.4.2 Suhu
Setiap spesies mempunyai kisaran suhu yang
berbeda, maka bila terjadi perubahan di luar kisaran
suhu tersebut akan membuat ikan stess bahkan bisa
mengakibatkan kematian. Suhu yang lebih tinggi dari
kisaran suhu optimal akan meningkatkan toksisitas dari
11
kontaminan terlarut yang kemudian meningkatkan
pertumbuhan dari patogen, menurunkan konsentrasi
oksigen terlarut, meningkatkan konsumsi oksigen dari
peningkatan suhu tubuh, serta meningkatkan laju
metabolisme. Sebaliknya suhu yang lebih rendah dari
kisaran suhu optimum akan mengakibatkan respon imunitas
menjadi lebih lambat, mengurangi nafsu makan, aktifitas
dan pertumbuhan (Wedemeyer, 1996).
Demikian juga diungkapkan oleh Effendi (2003)
bahwa suhu air berpengaruh tehadap aktifitas penting
terutama pernafasan, reproduksi serta laju metabolisme.
Stickey (1979) menyatakan bahwa, secara umum fluktuasi
suhu yang membahayakan bagi ikan ialah 50C dalam waktu
1 jam. Jhingran dan Pullin (1985) menyatakan untuk
transportasi jarak jauh dan lama (lebih dari 24 jam)
oksigen harus selalu tersedia dan suhu tidak boleh
melebihi 280C, adapun suhuyang ideal untuk transportasi
ikan tropis adalah 20-24oC. Suhu pemeliharaan ikan
patin umumnya berkisar antara 26,5-28oC untuk
pembesaran (Asyari, 1992) dan 29-32oC untuk pembenihan
(Slembrouck et al., 2005).
2.4.3 Karbondioksida
CO2 dalam media transportasi merupakan hasil
respirasi dan dapat mengancam kelangsungan hidup ikan.
Jumlah CO2 yang terlampau banyak akan bersifat racun
bagi ikan (Jhingran dan Pullin, 1985). Peningkatan CO2
12
akan mengurangi kemampuan hemoglobin darah untuk
membawa O2 dan dibutuhkan lingkungan dengan kandungan
oksigen terlarut yang lebih tinggi agar ikan dapat
hidup (Royce, 1984).
Kadar CO2 terlarut lebih dapat ditoleransi oleh
ikan dibandingkan dengan amoniak, bahkan banyak ikan
yang hidup pada air yang mengandung CO2 lebih besar
dari 60 mg/l (Boyd, 1990). Kadar CO2 sebesar 50-100mg/l
dapat membunuh ikan dalam waktu relatif lama. Kadar
CO2 dalam air juga mempengaruhi pH air. Pada saat
kandungan CO2 tinggi maka pH air rendah demikian pula
sebaliknya jika CO2 rendah maka pH air tinggi (Boyd,
1990).
2.4.4 Amonia
Pakan yang dimakan oleh ikan sebagian besar akan
diubah menjadi daging atau jaringan tubuh, sedangkan
sisanya dibuang menjadi kotoran padat (feses) dan
terlarut (amonia) (Kordi dan Tancung, 2007). Sumber
utama amoniak di perairan adalah ekskresi langsung
amoniak oleh ikan atau hasil metabolisme ikan (Boyd,
1990). Soemirat (2005) mengklasifikasikan amonia
sebagai racun yang merupakan metabolit organisme. Level
racun amonia untuk pemaparan jangka pendek biasanya
berkisar antara 0,6-2 mg/l pada suhu 30oC.
Ketika konsentrasi amoniak pada lingkungan
meningkat, ekskresi amoniak pada ikan menurun sehingga
13
kadar amoniak dalam darah dan jaringan ikan meningkat
(Boyd, 1990). Di dalam wadah transportasi ekskresi
amoniak penting diketahui karena akumulasi akan
berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup organisme
yang diangkut.
Jumlah amoniak yang diekskresikan juga bergantung
pada sejumlah faktor seperti spesies, ukuran, makanan,
dan temperatur (Boyd, 1990). Spotte (1970) mengemukakan
bahwa laju metabolisme hewan air tawar yang berukuran
lebih kecil akan lebih cepat dibandingkan hewan yang
lebih besar pada spesies yang sama. Dalam wadah
transportasi laju metabolime ikan lebih cepat sampai
tiga kali metabolisme rutin sehingga menyebabkan laju
ekskresi hasil metabolisme selama proses transportasi
meningkat pula (Frose, 1985). Pada umumnya tingkat
amonia hasil metabolisme ini yang sering menyebabkan
kematian pada benih patin siam.
2.5 Penanganan Pasca Transportasi
Pelepasan ikan setelah sampai ditempat tujuan
dapat menjadi tahapan yang paling kritis dalam proses
transportasi ikan. Ikan berada pada tingkatan stres
tertentu ketika proses transportasi. Apabila secara
tiba-tiba ikan dimasukkan ke dalam air yang berbeda
karakteristik atau air dengan kualitas yang lebih
rendah akan meningkatkan stres pada ikan yang
14
seringkali melampaui daya tahan ikan tersebut. Air
berkualitas rendah dapat berarti air tanah yang baru
saja dipompa yang memiliki kandungan oksigen yang
rendah atau kandungan karbondioksida yang tinggi;
sedangkan perbedaan karakteristik air maksudnya adalah
perbedaan pH, suhu, atau saturasi gas antara air dalam
kantong dan air yang digunakan sebagai wadah ikan
setelah ikan sampai di lokasi tujuan.
2.6 Peranan Zeolit, karbon aktif, garam, dan minyak
cengkeh dalam transportasi benih ikan
Pengangkutan ikan hidup jarak jauh umumnya
menggunakan sistem tertutup, yaitu ikan dimasukkan ke
dalam kantong plastik yang berisi air dan oksigen murni
kemudian ditutup rapat. Dalam pengangkutan system
tertutup, faktor yang menyebabkan kematian ikan antara
lain berkurangnya persediaan oksigen terlarut,
temperature tinggi, dan terakumulasinya metabolit
beracun seperti amoniak. Akumulasi metabolit beracun
tersebut dapat diatasi dengan beberapa cara diantaranya
dengan menurunkan laju metabolism ikan sehingga laju
ekskresi amoniak menurun dan menyerap amoniak yang
telah diekskresikan ke dalaam media pengangkutan.
Penyerapan amoniak dapat dilakukan dengan menggunakan
bahan yang dapat menyerap dan melakukan penukaran ion,
antara ion NH4+ dengan ion-ion lainnya diantara bahan-
bahan yang dapat menyerap amoniak secara efektif adalah
15
zeolit. Zeolit yang berfungsi sebagai penyerap dan
penukar ion dapat digunakan untuk penyerapan total
ammonia nitrogen (TAN) dalam wadah pengangkutan
sehingga dapat meningkatkan tingkat kelangsungan hidup
(SR) ikan.
Zeolit merupakan senyawa alumino silikat
terhidrasi, dengan unsure utama yang terdiri dari
kation alkali dan alkali tanah. Senyawa ini
berstruktur tiga dimensi dan mempunyai pori yang dapat
diisi oleh molekul air. Ion Na, Ca, dan K merupakan
kation yang dapat dipertukarkan, sedangkan atom Al dan
Si merupakan struktur kation dan oksigen yang akan
membentuk struktur tetrahedral pada zeolit. Molekul-
molekul air yang terdapat dalam zeolit merupakan
molekul yang mudah lepas (Wikipedia 2009).
Zeolit bersifat selektif dan mempunyai kapasitas
tinggi sebagai penyerap, karena zeolit dapat memisahkan
molekul-molekul berdasarkan ukuran dan konfigurasi
molekul yang memiliki asam dipole permanen dan efek
interaksi lainnya sehingga CO2 yang bersifat polar akan
disukai untuk diserap oleh zeolit.
Larutan NaOH 1% selain dapat mencuci zeolit juga
dapat meningkatkan terjadinya pertukaran ion pada
zeolit. Zeolit yang diaktifasi dengan larutan NaOH
member tingkat penyerapan paling tinggi terhadap NH4
dibandingkan dengan larutan asam dan pemanasan.
16
Penyerapan ion oleh zeolit juga dipengaruhi oleh ukuran
dan luas permukaan dari zeolit tersebut ukuran butiran
zeolit -35/+50 adalah ukuran yang baik dalam percobaan
penyerapan amoniak di dalam air limbah.
Penyerapan zeolit sebagai penyerap Totao Ammonia
Nitrogen sangat efektif, sebab zeolit dalam bekerja
tidak bergantung pada suhu, dan PH dan tidak
dipengaruhi oleh desinfektan dan zat kemoterapik yang
terdapat pada lingkungan perairan tersebut. Selain
dapat dipakai sebagai penyerap ion NH4+, Fe+, Mn+,
zeolit juga dapat menyerap CO2 dan dapat mengakibatkan
kenaikan pH air. Untuk itu zeolit baik digunakan di
dalam wadah pengangkutan karena selain dapat
menghilangkan amoniak juga dapat mencegah terjadinya
penurunan pH air yang diakibatkan oleh sisa respirasi
organisme yang diangkut.
Dalam pengangkutan ikan system tertutup kegunaan
zeolit yang terutama adalah sebagai penyerap ion NH4+.
Sebenarnya yang dimaksud dengan penyerapan ion NH4+ itu
adalah pertukaran ion antara NH4+ dengan Ca2+ atau Na+
atau ion-ion lainnya. Pertukaran ion merupakan suatu
proses ion-ion yang terserap pada suatu permukaan media
filter ditukar dengan ion-ion lain yang berada dalam
air. Proses ini dimungkinkan melalui suatu fenomena
tarik menarik antara permukaan media bermuatan dengan
molekul-molekul bersifat polar (O-Fish 2007).
17
Apabila suatu molekul bermuatan menyentuh suatu
permukaan yang memiliki muatan berlawanan maka molekul
tersebut akan terikat secara kimiawi pada permukaan
tersebut. Pada kondisi tertentu molekul-molekul ini
dapat ditukar pada posisinya dengan molekul lain yang
berada dalam air yang memiliki kecenderungan lebih
tinggi untuk diikat. Proses pertukaran ion yang
berlangsung secara umum di dalam perairan mengikuti dua
kaidah. Pertama, kation-kation dengan valensi lebih
besar akan dipertukarkan terlebih dahulu sebelum
kation-kation dengan valensi lebih kecil. Sebagai
contoh apabila dalam akuarium terdapat besi (ber-
valensi 1) dalam jumlah yang sama, maka besi akan
terlebih dahulu diserap oleh zeolit, menyusul kalsium
dan terakhir ammonium. Kedua, kation yang
konsentrasinya paling tinggi di dalam air akan diserap
terlebih dahulu walaupun valensi lebih kecil. Sebagai
contoh dalam kasus tersebut, apabila konsentrasi
ammonium jauh lebih banyak dibandingkan dengan besi dan
kalsium, maka sesuai dengan aturan 2, ammonium kan
cenderung diserap terlebih dahulu (O-Fish 2007).
Dari hasil penelitian Ghozali (2010), penggunaan
Zeolit sebanyak 20 gram dalam wadah pengangkutan pada
pengangkutan ikan hias jenis maanvis (Pterophylum
scalare) dengan kepadatan ikan 20 ekor/liter mampu
mempertahankan nilai tingkat kelangsungan hidup ikan
18
sebesar 100% sampai jam ke-48 sedangkan pada perlakuan
yang tidak diberi zeolit ikan mulai mengalami kematian
pada jam ke-24.
Selain zeolit yang dapat membantu pengangkutan dan
transportasi benih ikan, terdapat bahan lain yang yaitu
karbon aktif atau biasa dikenal dengan sebutan arang.
Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung
(85 – 95) % karbon dan dihasilkan dari bahan-bahan yang
mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi.
Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak
terjadi kebocoran udara didalam ruang pemanasan
sehingga bahan yang mengandung karbon tersebut hanya
terkarbonisasi dan tidak teroksidasi. Arang aktif
adalah arang yang sudah dipanaskan selama beberapa jam
dengan menggunakan uap atau udara panas, hal ini
disebutkan serupa oleh Jacobs bahwa karbon aktif adalah
suatu bentuk karbon (arang) yang telah diaktifkan
dengan menggunakan gas, uap air atau bahan-bahan kimia
sehingga pori-porinya terbuka.
Arang aktif atau sering disebut karbon aktif
merupakan material yang berbentuk butiran atau bubuk
yang berasal dari bahan-bahan yang mengandung karbon
dengan proses aktifasi seperti perlakuan dengan tekanan
dan suhu tinggi, dapat diperoleh arang aktif yang
memiliki permukaan yang luas. Luas permukaan arang
aktif berkisar antara 300-3500 m2/gram dan ini
19
berhubungan dengan struktur pori internal. Arang aktif
dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia
tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung
pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan.
Daya serap arang aktif sangat besar, yaitu 251000%
terhadap berat arang aktif. (Sembiring, 2003).
Karbon aktif dapat dibuat dari semua bahan yang
mengandung karbon, baik karbon organik maupun anorganik
dengan syarat bahan tersebut mempunyai struktur
berpori. Bahan-bahan tersebut antara lain kayu, batu
bara muda, tulang, tempurung kelapa, tempurung kelapa
sawit, tandan kelapa sawit, limbah pertanian seperti
kulit buah kopi, sabut buah coklat, sekam padi, jerami,
tongkol, dan pelepah jagung. Kualitas arang aktif
dinilai berdasarkan persyaratan Standar Nasional
Indonesia pada tabel berikut ini.
Karbon aktif merupakan suatu bentuk arang yang
telah melalui aktifasi dengan menggunakan gas CO2, uap
air atau bahan-bahan kimia sehingga pori-porinya
terbuka dan dengan demikian daya absorpsinya menjadi
lebih tinggi terhadap zat warna dan bau. Karbon aktif
mengandung 5 sampai 15 persen air, 2 sampai 3 persen
abu dan sisanya terdiri dari karbon. Karbon aktif
berbentuk amorf terdiri dari pelat-pelat datar, disusun
oleh atom-atom C yang terikat secara kovalen dalam
suatu kisi heksagonal datar dengan satu atom C pada
20
setiap sudutnya. Pelat-pelat tersebut bertumpuk-tumpuk
satu sama lain membentuk kristal-kristal dengan sisa
hidrokarbon, ter dan senyawa organik lain yang
tertinggal pada permukaannya. Bahan baku karbon aktif
dapat berasal dari bahan nabati atau turunannya dan
bahan hewani. Mutu karbon aktif yang dihasilkan dari
tempurung kelapa mempunyai daya serap tinggi, karena
arang ini berpori-pori dengan diameter yang kecil,
sehingga mempunyai internal yang luas. Luas permukaan
arang adalah 2 x 104 cm2 per gram, tetapi sesudah
pengaktifan dengan bahan kimia mempunyai luas sebesar 5
x 106 sampai 15 x 107cm2 per gram . Ada 2 tahap utama
proses pembuatan karbon aktif yakni proses karbonasi
dan proses aktifasi. Dijelaskan bahwa secara umum
proses karbonisasi sempurna adalah pemanasan bahan baku
tanpa adanya udara sampai temperatur yang cukup tinggi
untuk mengeringkan dan menguapkan senyawa dalam karbon.
Pada proses ini terjadi dekomposisi termal dari bahan
yang mengandung karbon, dan menghilangkan spesies non
karbonnya. Proses aktifasi bertujuan untuk meningkatkan
volume dan memperbesar diameter pori setelah mengalami
proses karbonisasi, dan meningkatkan penyerapan. Pada
umumnya karbon aktif dapat di aktifasi dengan 2 (dua)
cara, yaitu dengan cara aktifasi kimia dan aktifasi
fisika.
1. Aktifasi kimia, arang hasil karbonisasi direndam
21
dalam larutan aktifasi sebelum dipanaskan. Pada proses
aktifasi kimia, arang direndam dalam larutan
pengaktifasi selama 24 jam lalu ditiriskan dan
dipanaskan pada suhu 600 – 9000C selama 1 – 2 jam. 2.
Aktifasi fisika, yaitu proses menggunakan gas aktifasi
misalnya uap air atau CO2 yang dialirkan pada arang
hasil karbonisasi. Proses ini biasanya berlangsung pada
temperatur 800 – 11000C.
Karbon aktif bersifat sangat aktif dan akan
menyerap apa saja yang kontak dengan karbon tersebut.
Karbon Aktif digunakan untuk menjernihkan air,
pemurnian gas, industri minuman, farmasi, katalisator,
dan berbagai macam penggunaan lain. Pada saringan arang
aktif ini terjadi proses adsorpsi, yaitu proses
penyerapan zat - zat yang akan dihilangkan oleh
permukaan arang aktif, termasuk CaCo3 yang menyebabkan
kesadahan. Apabila seluruh permukaan arang aktif sudah
jenuh, atau sudah tidak mampu lagi menyerap maka
kualitas air yang disaring sudah tidak baik lagi,
sehingga arang aktif harus diganti dengan arang aktif
yang baru.
Berbagai bahan kimia biasanya digunakan dalam
transportasi ikan hidup, hal ini bertujuan agar ikan
yang ditransportasikan tetap hidup sampai tujuan. Dalam
pengangkuatn ikan hidup biasanya menggunakan obat bius
paling umum adalah quinaldine dan metana Tricane
22
sulfonate (MS – 222), dengan konsentrasi yang dipakai
adalah Quinaldine dipergunakan 25 ppm di air
perkapalan, MS-222 pada 60-70 ppm. Senyawa ini
mengurangi metabolisme, dan juga dapat mencegah luka
pelompatan atau berenang ke dalam sisi wadah
transportasi (Cole et al. 1999). Selanjutnya dikatakan
pula pemberian garam kedalam wadah pengakutan dapat
mencegah infeksi yang diakibatkan luka pada saat
penanganan. Nelson 2002 mengatakan dalam pengangkutan
ikan hidup yang direkomendasikan oleh Food and Drug
Administration (FDA) US antara lain adalah penggunaan
garam. Hal ini sesuai dengan pendapat (Cole et al. 1999)
mengatakan bahwa air yang digunakan berkualitas
meliputi pH, zeolit pada 20 gram/liter, karbon aktif 20
gram/liter, es batu untuk mencewgah fluktuasi suhu, dam
natrium klorida sebanyak 9 ppt dan lamanya pengangkutan
berkisar 48 sampai 78 jam.
Penggunaan garam dalam pengangkutan ikan sekarang
ini telah direkomendasikan, hal ini karena garam yang
diberikan pada wadah dapat digunakan oleh ikan dalam
proses metabolisme sehinga ikan tidak mengalami stres
yang akan berakibat kematian dalam pengangkutan.
William (2011) ikan dan hewan bertulang belakang
lainnya mempunyai karakteristik yang unik dan umum.
Dimana ikan dan hewan bertulang belakang lainnya
mempunyai kadar garam di dalam tubuhnya kira-kira 9
23
ppt. Pemberian garam dalam wadah pengangkutan
disebabkan karena selama pengangkutan proses osmotik
menyebabkan garam yang ada dalam tubuh ikan menjadi
berkurang akibat stres dan kegitan metabolisme lain.
Pengangkutan dan pengiriman ikan memerlukan
penanganan pada saat transportasi sehingga ikan tidak
mengalami stres. Pengangkutan ikan dapat menyebabkan
ikan mengalami stres dan kehilangan banyak garam dalam
darah sehingga ikan menjadi lemah. Kehilangan garam
yang berlebihan dalam darah dapat menyebabkan kegagalan
hati, syaraf, dan otot kejang, namun hali ini dapat
dihindari dengan penambahan garam kedalam wadah
pengakutan sesuai dengan konsentrasi garam dalamn tubuh
ikan (William 2001).
Pemanfaatan garam kedalam media pengangkutan benih
ikan patin yang mengandung zeolit dan arang aktif
memberikan pengaruh nyata dalam menekan perubahan
kualitas air, tingkat stress dan mempertahankan tingkat
kelangsungan hidup (SR) serta laju pertumbuhan tetap
tinggi setelah dilakukan.
Pemanfaatan garam sebanyak 6 gram/L ke dalam media
yang mengandung zeolit 20 gram/L dan arang aktif 10/L
memberikan nilai tingkat kelangsungan terbaik mulai
dari 54,60 dan 64 jam (100%, 79,33% dan 48,89%)
dibanding dengan perlakuan yang lain, hal ini didukung
dengan nilai kualitas air terbaik yaitu kadar TAN
24
terendah 4,07±0,66 mg/L dan CO2 mencapai 81,90±9,15
mg/L, tingkat stress lebih rendah baik dilihat dari
nilai konsentrasi kortisol (9,92±0,02 mg/L) dan
gambaran darah serta SR 100% serta pemeliharaan dengan
laju pertumbuhan harian tertinggi sebesar 0,938% bobot
tubuh.
Minyak cengkeh merupakan minyak atsiri yang dapat
digunakan sebagai pengobatan alternatif. Banyak zat
terkandung dalam minyak cengkeh yaitu antibiotik, anti-
virus, anti-jamur dan memiliki khasiat sebagai
antiseptik. Selain itu ditemukan pula sekitar 60-90
persen eugenol dalam minyak cengkeh. Kandungan lain
yang tedapat di dalamnya adalah zat mangan, asam lemak
omega 3, magnesium, serat, zat besi, potasium dan juga
kalsium. Vitamin yang diperlukan oleh tubuh juga ada di
dalamnya terutama vitamin C dan vitamin K.
Cengkeh mengandung minyak yang mempunyai rasa dan
aroma khas dan banyak disenangi orang, selain itu
minyak tersebut mempunyai sifat stimulan, anestetik,
karminatif, antiemetik, antiseptik dan antispasmodik.
Kandungan aromaterapi dalam cengkeh dapat memingsankan
dan mengurangi ikan stres sehingga menjaga derajat
kelulusan hidup ikan (Nurdjannah 2004). Keunggulan yang
dimiliki cengkeh inilah yang membuat perlu dilakukannya
pengujian mengenai efektifitas cengkeh terhadap
imotilisasi pada biota perairan.
25
Pemberian minyak cengkeh sebagai bahan pembius
berpengaruh terhadap kondisi klinis benih ikan selama
proses pengangkutan. Pemberian minyak cengkeh sebagai
bahan pembius berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat
kelulusan dan kelangsungan hidup ikan nila dalam
transportasi. Tingkat kelulusan hidup dan kelangsungan
hidup tertinggi yaitu 88,518% pada dosis 0,015 ml/l.
Tingkat kelulusan hidup dan kelangsungan hidup terendah
yaitu 71,48% pada dosis 0,020 ml/l air atau 74,445%
pada dosis 0 ml/l air.
Cengkeh dapat menyebabkan imotilisasi pada ikan
karena menghasilkan bahan aktif berupa eugenol (4-
allul-2-methoxyphenol) dengan konsentrasi 70-90% dari
volume esens cengkeh yang merupakan komponen fenolik
yang dapat menghambat sintesis prostaglandin H (PHS)
dan menghasilkan pengaruh analgesik dari minyak cengkeh
(Sunarto et al. 1999). Esens cengkeh juga mengandung
eugenol asetat (> 17%) dan β-karyofilen (> 12%). β-
karyofilen adalah sesquiterpen yang memberi rasa pahit
dan mempunyai aktivitas sebagai antifungal,antiseptik,
anestetik dan antibakteri. Eugenol biasanya digunakan
sebagai bahan analgesik dan antiseptik dalam kedokteran
gigi manusia, sebagai bahan makanan tambahan untuk
bumbu (Velisek et al. 2006), sebagai anestetik dan
antibakteri (Nurdjannah 2004). Eugenol dapat digunakan
sebagai bahan antimycotic dalam budidaya ikan, tapi
26
sangat beracun untuk salmon. Menurut Ferreira et al.
(1984) dalam Velisek et al. (2005) bahan anestesi ini
diserap dan diekskresikan terutama melalui insang pada
ikan.
Metode transportasi ikan dengan menggunakan bahan
anestesi bertujuan untuk memperpanjang waktu
transportasi dengan menekan metabolisme dan aktivitas
ikan serta mengurangi resiko mengalami stres yang dapat
mengakibatkan kematian pada ikan. Minyak cengkeh kaya
akan kandungan eugenol, anestesi dengan basis eugenol
sangat efektif dalam konsentrasi rendah selain harganya
terjangkau, mudah didapat dan dapat mengurangi stres
(Imanpoor et al., 2010). Salah satu contoh transportasi
ikan dalam bentuk hidup adalah transportasi benih.
Karena benih merupakan faktor penting untuk menentukan
berhasil atau tidaknya suatu usaha budidaya ikan. Pada
proses transportasi merupakan hal yang harus ditangani
dengan benar untuk menekan angka mortalitas hal yang
harus diperhatikan juga adalah kualitas dari benih
tersebut.
Kelebihan minyak cengkeh dari obat bius lain
adalah harganya relatif lebih murah, aman untuk ikan
dan manusia sehingga ikan lebih aman dikonsumsi, mudah
dalam penggunaannya, dapat bekerja meskipun dalam
konsentrasi yang lebih rendah, alami, dan yang lebih
penting lagi mudah diperoleh karena cengkeh merupakan
27
komoditas lokal yang cukup tinggi di Indonesia. Menurut
Nurdjannah (2004),adanya fluktuasi hasil tanaman
cengkeh dari tahun ke tahun menyebabkan kelebihan
suplai cengkeh sehingga perlu upaya menambah keragaman
penggunaan cengkeh dan hasil sampingnya. Cengkeh
mengandung minyak atsiri dan eugenol yang mempunyai
fungsi anestetik dan antimik-robial. Efek dari
penggunaan minyak cengkeh terhadap benih ikan tidak
mengalami perubahan yang signifikan karena dapat
mengurangi stres dalam penanganan yang disebabkan oleh
grading dan pengangkutan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
28
Karbon aktif dan zeolit dapat membantu
mempertahankan kualitas air pada pengangkutan benih
ikan nila, sedangkan garam dan minyak cengkeh dapat
membantu memperlambat laju metabolisme. Bahan-bahan
tersebut dapat menekan akumulasi amoniak pada media
transportasi.
3.2 Saran
Disarankan saat transportasi benih ikan patin,
ditambahkan bahan berupa zeolit, karbon aktif, minyak
cengkeh dan garam dengan konsentrasi yang optimal.
29
DAFTAR PUSTAKA
Wibisono. 2010. Efisiensi Transportasi Benih IkanPatin Siam (Pangasius hypopthalmus) Pada Ukuran DanKepadatan Yang Berbeda. Institut Pertanian Bogor :Bogor.
Handayani, Astri. 2012. Pemanfaatan Zeolit Dan KarbonAktif Dalam Transportasi Tertutup Benih Ikan NilaBest Oreochromis sp Dengan Kepadatan Tinggi.Institut Pertanian Bogor : Bogor.
Pamungkas.2010. Efektivitas Penambahan Zeolit, KarbonAktif, Minyak Cengkeh, Dan Garam DalamTransportasi Tertutup Benih Ikan PatinPangasionodon hypopthalmus Dengan Kepadatan Berbeda.Institut Pertanian Bogor :Bogor.
Emu, Supasman. 2010. Pemanfaatan Garam PadaPengangkutan Sistem Tertutup Benih Ikan PatinPangasius sp Berkepadatan Tinggi Dalam Media YangMengandung Zeolit dan Arang Aktif. InstitutPertanian Bogor : Bogor.
30