Transportasi Benih Ikan_Teknologi Pembenihan Ikan

36
PENGGUNAAN ZEOLIT, KARBON AKTIF, GARAM, DAN MINYAK CENGKEH UNTUK EFEKTIFITAS TRANSPORTASI BENIH IKAN PATIN SIAM (Pangasius hypopthalmus) Disusun Oleh : Kelompok 7 Faisal Pandu L. 230110110060 Muhammad Iqbal 230110110076 M. Yusra Sadri 230110110091 Ega Adhi Wicaksono 230110110103 Asti Aryani 230110110119 Reni Rahmi 230110110123 M. Syaeful Mubaroq 230110110139 UNIVERSITAS PADJADJARAN

Transcript of Transportasi Benih Ikan_Teknologi Pembenihan Ikan

PENGGUNAAN ZEOLIT, KARBON AKTIF, GARAM, DANMINYAK CENGKEH UNTUK EFEKTIFITAS TRANSPORTASIBENIH IKAN PATIN SIAM (Pangasius hypopthalmus)

Disusun Oleh :

Kelompok 7

Faisal Pandu L. 230110110060

Muhammad Iqbal 230110110076

M. Yusra Sadri 230110110091

Ega Adhi Wicaksono 230110110103

Asti Aryani 230110110119

Reni Rahmi 230110110123

M. Syaeful Mubaroq 230110110139

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI PERIKANAN

JATINANGOR

2014

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur panjatkan kehadirat Tuhan Yang

Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya serta segala

ilmu pengetahuan yang diberikan dapat menyelesaikan

tugas dengan tepat waktu.

Dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan terimakasih

kepada :

1. Orang tua kami yang selalu memberikan dukungan moril

dan materil.

2. Dosen mata kuliah Teknologi Pengolahan Hasil

Perikanan (TPHP) yang telah memberi materi dan

pengarahan dalam pengerjaan tugas ini.

3. Teman-teman yang banyak membantu baik secara

langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian

tugas ini.

4. Dan orang-orang yang tidak bisa disebutkan semuanya.

Kami berharap tugas makalah ini dapat menambah

wawasan dan informasi.

Jatinangor, Maret 2014

Penulis

DAFTAR ISI

Bab Halaman

I. PENDAHULUAN 1I.1..........................................Lat

ar Belakang..............................1I.2..........................................Tuj

uan .....................................2I.3..........................................Man

faat ....................................2

II. PEMBAHASAN 3II.1.........................................Tra

nsportasi Ikan...........................3II.2.........................................Ben

ih Ikan Patin............................4II.3.........................................Tra

nsportasi Benih Ikan Patin Siam..........5

II.4.........................................Perubahan Kulitas Air Selama Transportasi BenihPatin....................................6

II.4.1.......................................Oksigen Terlarut............................6

II.4.2.......................................Suhu........................................7

II.4.3.......................................Karbondioksida..............................8

II.4.4.......................................Amonia......................................8

II.5.........................................Penanganan Pasca Transportasi...............9

II.6.........................................Peranan Zeolit, karbon aktif, garam, dan minyakcengkehDalam transportasi benih ikan............9

III. KESIMPULANIII.1............................................Kes

impulan..................................18III.2............................................Sar

an.......................................18DAFTAR PUSTAKA 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangTransportasi benih adalah salah satu kegiatan yang

sangat dibutuhkan dalam usaha budidaya perikanan,

karena transportasi benih ini sangat berguna sekali

bagi pendistribusian benih dari yang membenihkan ikan

sampai ke yang membesar benih ikan itu sendiri. Cara

atau metode dalam transportasi benih ini harus benar –

benar diperhatikan dengan baik, karena diharapkan bahwa

benih yang kita kirim bisa sampai ke tangan konsumen

dalam keadaan hidup dan baik – baik saja, apa lagi jika

nilai SR ikannya kurang baik, maka kemungkinan benih

mati sangatlah besar.

Dalam kegiatan budidaya perikanan dengan metode

pembesaran ikan, benih adalah salah satu aspek

terpenting yang harus tersedia. Seperti halnya pada

kegiatan budidaya ikan patin siam yang sangat populer

didaerah pulau Sumatra khususnya di Batanghari,

Palembang dan Ogan Komering Ilir serta di pulai

Kalimantan khususnya di Banjar, Malinau dan pulau pisau

atau daerah tersebut adalah daerah minapolitan bagi

ikan patin siam. Banyak pembudidaya disana yang

membiutuhkan ikan patin siam untuk dibesarkan. Namun di

indonesia sendiri, sentra pembenihan ikan patin siam

1

tersebut bukanlah berasal dari daerah yang sama,

melainkan berasal dari wilayah berbeda yaitu Jawa Barat

(Bogor, Sukabumi, Subang Cianjur dan Depok). Dengan

demikian transportasi benih ikan patin siam ini sangat

diperlukan untuk pendistribusian benih ikan dengan

jarak yang jauh dan waktu yang relatif lama.

Proses transportasi yang belangsung dalam waktu

yang lama menimbul permasalahan yang sering terjadi,

khususnya pada ikan patin siam ini adalah kematian ikan

yang diakibatkan oleh tingkat kepadatan benih dalam

satu liter air atau per kantung pengepakan. Hal ini

disebabkan oleh keadaan benih yang sangat padat, karena

ketika kepadatan tinggi maka masalah yang akan timbul

seperti kadar oksigen kurang, terakumulasinya hasil –

hasil metabolisme tubuh ikan (amonia), suhu air, pH air

dan kadar karbondioksida yang sangat tinggi. Dengan

demikian sangat diperlukan pengetahuan tentang

bagaimana cara melakukan kegiatan transportasi benih

yang benar dan lebih efisien, serta sebuah terobosan

atau upaya yang dapat mengurangi masalah – masalah yang

terjadi dalam kegiatan transportasi benih ikan

tersebut.

1.2 Tujuan

2

Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah untuk

mengatahui cara atau metode yang baik dan efisien dalam

kegiatan transportasi benih ikan patin siam.

1.3 Manfaat

Manfaanya adalah diharapkan mampu menerapkan dan

mengaplikasikan metode dan cara yang baik dan benar

dalam kegiatan transportasi benih ikan untuk mengurangi

tingkat kematian benih ikan dalam kegiatan tersebut.

3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tranportasi Ikan

Pada dasarnya, transportasi ikan adalah suatu

usaha pemindahan ikan dari suatu daerah ke daerah lain

yang Umumnya pemindahan ikan ini dari sentra produksi

menuju sentra konsumsi. Transportasi ikan ini dilakukan

dengan tingkat kepadatan yang setinggi tingginya dan

dengan tingkat biaya yang serendah rendahnya serta

diharapkan memiliki tingkat kelangsungan hidup yang

setinggi-tingginya dan kondisi ikan yang sehat setelah

sampai ketujuan (Effendi 2004).

Kondisi pemindahan ini akan menyebabkan penempatan

sementara ikan pada lingkungan yang sangat terbatas,

yaitu ruang yang sempit dan kepadatan ikan yang tinggi

sekali. Kondisi tersebut dapat menjadikan lingkungan

yang labil dan mengalami perubahan yang cepat dalam

degradasi kualitas lingkungan/air yang dapat mengancam

kehidupan ikan.

Ada dua Ada dua sistem dasar untuk transportasi

ikan hidup yaitu sistem tertutup dan sistem terbuka.

Sistem tertutup dilakukan dalam wadah yang tertutup

dengan segala persyaratan yang dibutuhkan untuk

bertahan hidup selama transportasi telah disertakan

4

sejak awal di dalamnya (Berka, 1986). Dalam sistem ini

tidak ada 4 persinggungan antara air media transportasi

dengan udara luar, kebutuhan oksigen ikan selama

transportasi disediakan dengan cara memasukan oksigen

murni sehingga bisa berdifusi ke dalam air media

transportasi menjadi oksigen terlarut yang bisa

dimanfaatkan oleh ikan, sistem ini dapat menggunakan

moda angkutan udara sehingga bisa dikirim untuk jarak

jauh (Effendi, 2004); sedangkan sistem terbuka

dilakukan dengan mengisi wadah dengan air lalu segala

kebutuhan untuk bertahan hidup selama transportasi

diberikan secara berkala dari luar. Sistem-sistem ini

kemudian dikaji dan disesuaikan dengan permasalahan

persiapan ikan untuk transportasi, jenis kendaraan dan

perlengkapan, masalah kualitas dan penggantian air

selama transportasi, dan pencegahan menggunakan bahan

kimia selama transportasi ikan (Berka, 1986).

2.2 Benih Ikan Patin

Ikan patin siam adalah jenis ikan patin yang

diintroduksi dari Thailand (Khairuman dan Amri, 2008;

Slembrouck et al., 2005). Ikan patin siam berasal dari

Sungai Mekong di Vietnam sampai ke Sungai Chao Phraya

di Thailand.

Ikan patin siam memiliki badan memanjang berwarna

putih seperti perak dengan punggung berwarna kebiruan.

5

Panjang tubuh dapat mencapai 120 cm. Kepala patin siam

relatif kecil dengan mulut terletak di ujung kepala

relatif di bagian bawah (Susanto dan Amri, 1998). Di

sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis yang berfungsi

sebagai alat pencari makan dan alat peraba pada saat

berenang. Ikan patin siam mampu hidup di kualitas air

yang kurang baik (Hamid et al., 2007), mampu

dibudidayakan dalam kepadatan tinggi, dan termasuk ikan

omnivora (Trong et al., 2002).

Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) adalah

komoditas ikan air tawar yang memiliki potensi yang

besar untuk dibudidayakan secara komersial. Ikan ini

tidak hanya digunakan sebagai ikan konsumsi, tetapi

juga digunakan sebagai ikan hias sehingga segmentasi

usaha dalam pembudidayaannya beragam. Ikan patin

merupakan salah satu komoditas utama perikanan budidaya

Indonesia (DKP, 2008a) dan salah satu komoditas dengan

kenaikan produksi budidaya ratarata terbesar selama

2007-2008 (DKP, 2008b).

Sasaran pengembangan produksi ikan patin sampai

tahun 2009 diusahakan mencapai 36.500 ton, dengan

kebutuhan benih sebanyak 121.670.000 ekor. Hal ini

memerlukan pengintensifan lahan seluas 283 hektar. Unit

pembenihan yang diharapkan dapat berproduksi adalah

sebanyak 150 unit (Numberi,2005). Pengembangan produksi

patin diproyeksikan dapat mencapai 1.883.000 ton pada

6

tahun 2014 dengan peningkatan 14,2 kali lipat dari

tahun 2009 yang mencapai 132.600 ton. Kontribusi dari

produksi patin diproyeksikan memberikan sumbangan

terbesar pada tahun 2014 jika dibandingkan dengan

komoditas lainnya meskipun pada tahun 2009 berada pada

urutan ke-5 setelah nila, bandeng, mas, dan udang

vaname (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2010

dalam Trobos, 2010).

Usaha budidaya ikan patin umumnya dikelompokkan

menjadi usaha pembenihan, pendederan, dan pembesaran.

Sentra pembenihan patin berkembang di Jawa Barat

(Bogor, Sukabumi, Subang, Cianjur, dan Depok),

sedangkan usaha pendederan dan pembesaran umumnya

dilakukan di daerah minapolitan patin siam yang umumnya

berada di pulau sumatra dan kalimantan. Lokasi

pembenihan dan pembesaran ikan patin terpisah sehingga

membutuhkan waktu yang lama dan biaya transportasi yang

mahal. Ukuran benih ikan patin siam yang paling banyak

diperjualbelikan adalah 0,75, 1,00, dan 1,25 inci

dengan kepadatan pengepakan masing-masing 400-800

ekor/liter, 200-600 ekor/liter, dan 100-400 ekor/liter

(Fauzan Feisal∗, Komunikasi Pribadi, 2009). Namun

menurut Wibisono (2010) kepadatan optimal untuk

transportasi benih patin adalah 1000 ekor/liter pada

ukuran 0,75 inchi, 800 ekor/liter pada ukuran benih

1,00 inchi- 1,25 inchi. Waktu tempuh transportasi

7

dengan moda pengiriman udara umumnya berlangsung selama

8 jam perjalanan, dan untuk pengiriman dengan moda

darat umumnya dilakukan pengepakan ulang setiap 8 jam.

Kepadatan benih ikan pada kantong pengepakan

sangat mempengaruhi keberhasilan suatu pengiriman benih

patin. Kepadatan benih ikan yang terlalu tinggi, pada

waktu pengiriman yang lama, akan meningkatkan tingkat

stres ikan akibat kualitas air yang menurun seperti

menurunnya ketersediaan oksigen pada kantong

pengepakan. Namun, kepadatan benih ikan yang terlalu

rendah akan meningkatkan biaya pengiriman per unit

benih. Hal tersebutlah yang mendasari perlunya

diketahui kepadatan yang optimal. Indikator yang

digunakan untuk mengetahui kepadatan optimum pengepakan

adalah kelangsungan hidup benih pasca transportasi dan

biaya pengiriman.

2.3 Transportasi Benih Ikan Patin Siam

` Menurut Nemoto (1957), hal penting yang harus

diperhatikan dalam transportasi ikan adalah :

a) Meningkatkan suplai oksigen, biasanya dengan

mengganti udara dengan oksigen murni, meningkatkan

tekanan pada wadah dan mengurangi tingkat oksigen

rata-rata dari benih ikan.

b) Mengontrol metabolisme, dengan cara mengurangi

laju buangan metabolisme dan menetralisasi atau

menghilangkan hasil metabolisme.

8

Pengangkutan benih ikan patin siam pada umumnya

sama dengan pengangkutan benih ikan spesies lainnya.

Transportasi yang paling sering dilakukan karena mudah

dan aman untuk jarak dekat maupun jarak jauh adalah

dengan menggunakan kantong plastik berukuran 40 x 60 cm

yang diisi oksigen murni. Untuk transportasi jarak jauh

terutama dengan menggunakan pesawat terbang, biasanya

kantong plastik tersebut dimasukkan ke dalam kotak

styrofoam. Pada styrofoam diletakkan es yang dibungkus

dengan kantong plastik agar suhu selama transportasi

rendah. (Hamid et al., 2007).

Kemasan yang baik dalam transportasi sistem

tertutup adalah menggunakan plastik jenis polietilen

(PE) dengan ketebalan plastik 0,03 mm, karena ringan,

mudah didapat, dan murah. Lebih lanjut, penggunaan

kantong plastik pada transportasi jarak jauh sebaiknya

diletakkan dalam kotak styrofoam untuk mengurangi

kontak yang terjadi antara air di dalam kantong dengan

temperatur lingkungan yang relatif panas. Garbhards

(1965) menyatakan, bahwa penggunaan kantong plastik

yang diletakkan pada kotak styrofoam meningkatkan

kelangsungan hidup sebesar 99,9%.

Kepadatan ikan yang akan diangkut bergantung pada

volume air, bobot ikan, spesies, ukuran ikan, lama

transportasi, suplai oksigen dan suhu (Jhingran dan

Pullin, 1985). Untuk kasus di BBAT Jambi transportasi

9

benih patin siam umur 15 hari (0,75 inci) dengan waktu

tempuh dibawah 2 jam, diisi 5000 ekor/kantong;

sedangkan untuk jarak jauh dengan waktu tempuh 7-24

jam, diisi 2000 ekor/kantong (Hamid et al., 2007). Hal

yang sama juga dikemukakan oleh Nurwahit (Pedagang

Benih Ikan Patin Siam, Komunikasi Pribadi, 2009), untuk

pengiriman benih patin ukuran 0,75 inci selama 8-12 jam

diisi 2000 ekor/kantong dengan air 2,5 liter (800

ekor/liter) dengan SR hampir selalu 100%.

2.4 Perubahan Kualitas Air Selama Transportasi Benih

Patin

2.4.1Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut (DO) adalah salah satu parameter

kualitas air yang penting. Kekurangan oksigen biasanya

merupakan penyebab utama kematian ikan secara mendadak

dan dalam jumlah besar. Mempertahankan kondisi DO dalam

kisaran normal akan membantu mempertahankan kondisi

ikan selama penanganan. Konsentrasi DO yang terlalu

rendah menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap

kesehatan ikan seperti anoreksia, stres pernafasan,

hipoksia jaringan, ketidaksadaran, bahkan kematian

(Wedemeyer, 1996).

Bobot ikan dan suhu air merupakan faktor penting

yang mempengaruhi konsumsi oksigen ikan dalam kaitannya

dengan metabolisme selama transportasi. Ikan yang lebih

berat dan yang diangkut menggunakan air yang lebih

10

hangat memerlukan oksigen yang lebih banyak. Apabila

suhu air meningkat 10°C (misalnya dari 10°C menjadi

20°C), maka konsumsi oksigen akan meningkat 2 kali

lipatnya (Berka, 1986).

Piper et al. (1986) menyatakan, bahwa oksigen

terlarut di dalam media transportasi ikan harus lebih

besar dari 7 mg/l dan lebih kecil dari tingkat jenuh,

sebab kebutuhan oksigen akan meningkat pada saat kadar

CO2 tinggi dan stres penanganan sehingga untuk

persiapan disediakan dua kali kebutuhan normal. Pescod

(1973) menyatakan, bahwa kandungan oksigen terlarut

yang baik untuk transportasi ikan harus lebih dari 2

mg/l. Konsumsi oksigen tertinggi pada ikan terjadi 15

menit pertama dari saat transportasi.

Pada benih ikan patin siam, Tingkat Konsumsi

Oksigen benih yang berukuran lebih besar cenderung

lebih tinggi dibandingkan benih ukuran yang lebih kecil

namun bila berdasarkan tingkat konsumsi oksigen

perkilogram nya, benih yang berukuran lebih kecil

memiliki tingkat konsumsi oksigen yang lebih besar.

2.4.2 Suhu

Setiap spesies mempunyai kisaran suhu yang

berbeda, maka bila terjadi perubahan di luar kisaran

suhu tersebut akan membuat ikan stess bahkan bisa

mengakibatkan kematian. Suhu yang lebih tinggi dari

kisaran suhu optimal akan meningkatkan toksisitas dari

11

kontaminan terlarut yang kemudian meningkatkan

pertumbuhan dari patogen, menurunkan konsentrasi

oksigen terlarut, meningkatkan konsumsi oksigen dari

peningkatan suhu tubuh, serta meningkatkan laju

metabolisme. Sebaliknya suhu yang lebih rendah dari

kisaran suhu optimum akan mengakibatkan respon imunitas

menjadi lebih lambat, mengurangi nafsu makan, aktifitas

dan pertumbuhan (Wedemeyer, 1996).

Demikian juga diungkapkan oleh Effendi (2003)

bahwa suhu air berpengaruh tehadap aktifitas penting

terutama pernafasan, reproduksi serta laju metabolisme.

Stickey (1979) menyatakan bahwa, secara umum fluktuasi

suhu yang membahayakan bagi ikan ialah 50C dalam waktu

1 jam. Jhingran dan Pullin (1985) menyatakan untuk

transportasi jarak jauh dan lama (lebih dari 24 jam)

oksigen harus selalu tersedia dan suhu tidak boleh

melebihi 280C, adapun suhuyang ideal untuk transportasi

ikan tropis adalah 20-24oC. Suhu pemeliharaan ikan

patin umumnya berkisar antara 26,5-28oC untuk

pembesaran (Asyari, 1992) dan 29-32oC untuk pembenihan

(Slembrouck et al., 2005).

2.4.3 Karbondioksida

CO2 dalam media transportasi merupakan hasil

respirasi dan dapat mengancam kelangsungan hidup ikan.

Jumlah CO2 yang terlampau banyak akan bersifat racun

bagi ikan (Jhingran dan Pullin, 1985). Peningkatan CO2

12

akan mengurangi kemampuan hemoglobin darah untuk

membawa O2 dan dibutuhkan lingkungan dengan kandungan

oksigen terlarut yang lebih tinggi agar ikan dapat

hidup (Royce, 1984).

Kadar CO2 terlarut lebih dapat ditoleransi oleh

ikan dibandingkan dengan amoniak, bahkan banyak ikan

yang hidup pada air yang mengandung CO2 lebih besar

dari 60 mg/l (Boyd, 1990). Kadar CO2 sebesar 50-100mg/l

dapat membunuh ikan dalam waktu relatif lama. Kadar

CO2 dalam air juga mempengaruhi pH air. Pada saat

kandungan CO2 tinggi maka pH air rendah demikian pula

sebaliknya jika CO2 rendah maka pH air tinggi (Boyd,

1990).

2.4.4 Amonia

Pakan yang dimakan oleh ikan sebagian besar akan

diubah menjadi daging atau jaringan tubuh, sedangkan

sisanya dibuang menjadi kotoran padat (feses) dan

terlarut (amonia) (Kordi dan Tancung, 2007). Sumber

utama amoniak di perairan adalah ekskresi langsung

amoniak oleh ikan atau hasil metabolisme ikan (Boyd,

1990). Soemirat (2005) mengklasifikasikan amonia

sebagai racun yang merupakan metabolit organisme. Level

racun amonia untuk pemaparan jangka pendek biasanya

berkisar antara 0,6-2 mg/l pada suhu 30oC.

Ketika konsentrasi amoniak pada lingkungan

meningkat, ekskresi amoniak pada ikan menurun sehingga

13

kadar amoniak dalam darah dan jaringan ikan meningkat

(Boyd, 1990). Di dalam wadah transportasi ekskresi

amoniak penting diketahui karena akumulasi akan

berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup organisme

yang diangkut.

Jumlah amoniak yang diekskresikan juga bergantung

pada sejumlah faktor seperti spesies, ukuran, makanan,

dan temperatur (Boyd, 1990). Spotte (1970) mengemukakan

bahwa laju metabolisme hewan air tawar yang berukuran

lebih kecil akan lebih cepat dibandingkan hewan yang

lebih besar pada spesies yang sama. Dalam wadah

transportasi laju metabolime ikan lebih cepat sampai

tiga kali metabolisme rutin sehingga menyebabkan laju

ekskresi hasil metabolisme selama proses transportasi

meningkat pula (Frose, 1985). Pada umumnya tingkat

amonia hasil metabolisme ini yang sering menyebabkan

kematian pada benih patin siam.

2.5 Penanganan Pasca Transportasi

Pelepasan ikan setelah sampai ditempat tujuan

dapat menjadi tahapan yang paling kritis dalam proses

transportasi ikan. Ikan berada pada tingkatan stres

tertentu ketika proses transportasi. Apabila secara

tiba-tiba ikan dimasukkan ke dalam air yang berbeda

karakteristik atau air dengan kualitas yang lebih

rendah akan meningkatkan stres pada ikan yang

14

seringkali melampaui daya tahan ikan tersebut. Air

berkualitas rendah dapat berarti air tanah yang baru

saja dipompa yang memiliki kandungan oksigen yang

rendah atau kandungan karbondioksida yang tinggi;

sedangkan perbedaan karakteristik air maksudnya adalah

perbedaan pH, suhu, atau saturasi gas antara air dalam

kantong dan air yang digunakan sebagai wadah ikan

setelah ikan sampai di lokasi tujuan.

2.6 Peranan Zeolit, karbon aktif, garam, dan minyak

cengkeh dalam transportasi benih ikan

Pengangkutan ikan hidup jarak jauh umumnya

menggunakan sistem tertutup, yaitu ikan dimasukkan ke

dalam kantong plastik yang berisi air dan oksigen murni

kemudian ditutup rapat.  Dalam pengangkutan system

tertutup, faktor yang menyebabkan kematian ikan antara

lain berkurangnya persediaan oksigen terlarut,

temperature tinggi, dan terakumulasinya metabolit

beracun seperti amoniak.  Akumulasi metabolit beracun

tersebut dapat diatasi dengan beberapa cara diantaranya

dengan menurunkan laju metabolism ikan sehingga laju

ekskresi amoniak menurun dan menyerap amoniak yang

telah diekskresikan ke dalaam media pengangkutan.  

Penyerapan amoniak dapat dilakukan dengan menggunakan

bahan yang dapat menyerap dan melakukan penukaran ion,

antara ion NH4+ dengan ion-ion lainnya diantara bahan-

bahan yang dapat menyerap amoniak secara efektif adalah

15

zeolit.   Zeolit yang berfungsi sebagai penyerap dan

penukar ion dapat digunakan untuk penyerapan total

ammonia nitrogen (TAN) dalam wadah pengangkutan

sehingga dapat meningkatkan tingkat kelangsungan hidup

(SR) ikan.

Zeolit merupakan senyawa alumino silikat

terhidrasi, dengan unsure utama yang terdiri dari

kation alkali dan alkali tanah.   Senyawa ini

berstruktur tiga dimensi dan mempunyai pori yang dapat 

diisi oleh molekul air.  Ion Na, Ca, dan K merupakan

kation yang dapat dipertukarkan, sedangkan atom Al dan

Si merupakan struktur kation dan oksigen yang akan

membentuk struktur tetrahedral pada zeolit.  Molekul-

molekul air yang terdapat dalam zeolit merupakan

molekul yang mudah lepas (Wikipedia 2009).

Zeolit bersifat selektif dan mempunyai kapasitas

tinggi sebagai penyerap, karena zeolit dapat memisahkan

molekul-molekul berdasarkan ukuran dan konfigurasi

molekul yang memiliki asam dipole permanen dan efek

interaksi lainnya sehingga CO2 yang bersifat polar akan

disukai untuk diserap oleh zeolit.

Larutan NaOH 1% selain dapat mencuci zeolit juga

dapat meningkatkan terjadinya pertukaran ion pada

zeolit.  Zeolit yang diaktifasi dengan larutan NaOH

member tingkat penyerapan paling tinggi terhadap NH4

dibandingkan dengan larutan asam dan pemanasan.  

16

Penyerapan ion oleh zeolit juga dipengaruhi oleh ukuran

dan luas permukaan dari zeolit tersebut ukuran butiran

zeolit -35/+50 adalah ukuran yang baik dalam percobaan

penyerapan amoniak di dalam air limbah.

Penyerapan zeolit sebagai penyerap Totao Ammonia

Nitrogen sangat efektif, sebab zeolit dalam bekerja

tidak bergantung pada suhu, dan PH dan tidak

dipengaruhi oleh desinfektan dan zat kemoterapik yang

terdapat pada lingkungan perairan tersebut.  Selain

dapat dipakai sebagai penyerap ion NH4+, Fe+, Mn+,

zeolit juga dapat menyerap CO2 dan dapat mengakibatkan

kenaikan pH air.  Untuk itu zeolit baik digunakan di

dalam wadah pengangkutan karena selain dapat

menghilangkan amoniak juga dapat mencegah terjadinya

penurunan pH air yang diakibatkan oleh sisa respirasi

organisme yang diangkut.

Dalam pengangkutan ikan system tertutup kegunaan

zeolit yang terutama adalah sebagai penyerap ion NH4+. 

Sebenarnya yang dimaksud dengan penyerapan ion NH4+ itu

adalah pertukaran ion antara NH4+ dengan Ca2+ atau Na+

atau ion-ion lainnya.  Pertukaran ion merupakan suatu

proses ion-ion yang terserap pada suatu permukaan media

filter ditukar dengan ion-ion lain yang berada dalam

air.  Proses ini dimungkinkan melalui suatu fenomena

tarik menarik antara permukaan media bermuatan dengan

molekul-molekul bersifat polar (O-Fish 2007).

17

Apabila suatu molekul bermuatan menyentuh suatu

permukaan yang memiliki muatan berlawanan maka molekul

tersebut akan terikat secara kimiawi pada permukaan

tersebut. Pada kondisi tertentu molekul-molekul ini

dapat ditukar pada posisinya dengan molekul lain yang

berada dalam air yang memiliki kecenderungan lebih

tinggi untuk diikat.   Proses pertukaran ion yang

berlangsung secara umum di dalam perairan mengikuti dua

kaidah.  Pertama, kation-kation dengan valensi lebih

besar akan dipertukarkan terlebih dahulu sebelum

kation-kation dengan valensi lebih kecil.   Sebagai

contoh apabila dalam akuarium terdapat besi (ber-

valensi 1) dalam jumlah yang sama, maka besi akan

terlebih dahulu diserap oleh zeolit, menyusul kalsium

dan terakhir ammonium.  Kedua, kation yang

konsentrasinya paling tinggi di dalam air akan diserap

terlebih dahulu walaupun valensi lebih kecil.  Sebagai

contoh dalam kasus tersebut, apabila konsentrasi

ammonium jauh lebih banyak dibandingkan dengan besi dan

kalsium, maka sesuai dengan aturan 2, ammonium kan

cenderung diserap terlebih dahulu (O-Fish 2007).

Dari hasil penelitian Ghozali (2010), penggunaan

Zeolit sebanyak 20 gram dalam wadah pengangkutan pada

pengangkutan ikan hias jenis maanvis (Pterophylum

scalare) dengan kepadatan ikan 20 ekor/liter mampu

mempertahankan nilai tingkat kelangsungan hidup ikan

18

sebesar 100% sampai jam ke-48 sedangkan pada perlakuan

yang tidak diberi zeolit ikan mulai mengalami kematian

pada jam ke-24.

Selain zeolit yang dapat membantu pengangkutan dan

transportasi benih ikan, terdapat bahan lain yang yaitu

karbon aktif atau biasa dikenal dengan sebutan arang.

Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung

(85 – 95) % karbon dan dihasilkan dari bahan-bahan yang

mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi.

Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak

terjadi kebocoran udara didalam ruang pemanasan

sehingga bahan yang mengandung karbon tersebut hanya

terkarbonisasi dan tidak teroksidasi. Arang aktif

adalah arang yang sudah dipanaskan selama beberapa jam

dengan menggunakan uap atau udara panas, hal ini

disebutkan serupa oleh Jacobs bahwa karbon aktif adalah

suatu bentuk karbon (arang) yang telah diaktifkan

dengan menggunakan gas, uap air atau bahan-bahan kimia

sehingga pori-porinya terbuka.

Arang aktif atau sering disebut karbon aktif

merupakan material yang berbentuk butiran atau bubuk

yang berasal dari bahan-bahan yang mengandung karbon

dengan proses aktifasi seperti perlakuan dengan tekanan

dan suhu tinggi, dapat diperoleh arang aktif yang

memiliki permukaan yang luas. Luas permukaan arang

aktif berkisar antara 300-3500 m2/gram dan ini

19

berhubungan dengan struktur pori internal. Arang aktif

dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia

tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung

pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan.

Daya serap arang aktif sangat besar, yaitu 251000%

terhadap berat arang aktif. (Sembiring, 2003).

Karbon aktif dapat dibuat dari semua bahan yang

mengandung karbon, baik karbon organik maupun anorganik

dengan syarat bahan tersebut mempunyai struktur

berpori. Bahan-bahan tersebut antara lain kayu, batu

bara muda, tulang, tempurung kelapa, tempurung kelapa

sawit, tandan kelapa sawit, limbah pertanian seperti

kulit buah kopi, sabut buah coklat, sekam padi, jerami,

tongkol, dan pelepah jagung. Kualitas arang aktif

dinilai berdasarkan persyaratan Standar Nasional

Indonesia pada tabel berikut ini.

Karbon aktif merupakan suatu bentuk arang yang

telah melalui aktifasi dengan menggunakan gas CO2, uap

air atau bahan-bahan kimia sehingga pori-porinya

terbuka dan dengan demikian daya absorpsinya menjadi

lebih tinggi terhadap zat warna dan bau. Karbon aktif

mengandung 5 sampai 15 persen air, 2 sampai 3 persen

abu dan sisanya terdiri dari karbon. Karbon aktif

berbentuk amorf terdiri dari pelat-pelat datar, disusun

oleh atom-atom C yang terikat secara kovalen dalam

suatu kisi heksagonal datar dengan satu atom C pada

20

setiap sudutnya. Pelat-pelat tersebut bertumpuk-tumpuk

satu sama lain membentuk kristal-kristal dengan sisa

hidrokarbon, ter dan senyawa organik lain yang

tertinggal pada permukaannya. Bahan baku karbon aktif

dapat berasal dari bahan nabati atau turunannya dan

bahan hewani. Mutu karbon aktif yang dihasilkan dari

tempurung kelapa mempunyai daya serap tinggi, karena

arang ini berpori-pori dengan diameter yang kecil,

sehingga mempunyai internal yang luas. Luas permukaan

arang adalah 2 x 104 cm2 per gram, tetapi sesudah

pengaktifan dengan bahan kimia mempunyai luas sebesar 5

x 106 sampai 15 x 107cm2 per gram . Ada 2 tahap utama

proses pembuatan karbon aktif yakni proses karbonasi

dan proses aktifasi. Dijelaskan bahwa secara umum

proses karbonisasi sempurna adalah pemanasan bahan baku

tanpa adanya udara sampai temperatur yang cukup tinggi

untuk mengeringkan dan menguapkan senyawa dalam karbon.

Pada proses ini terjadi dekomposisi termal dari bahan

yang mengandung karbon, dan menghilangkan spesies non

karbonnya. Proses aktifasi bertujuan untuk meningkatkan

volume dan memperbesar diameter pori setelah mengalami

proses karbonisasi, dan meningkatkan penyerapan. Pada

umumnya karbon aktif dapat di aktifasi dengan 2 (dua)

cara, yaitu dengan cara aktifasi kimia dan aktifasi

fisika.

1. Aktifasi kimia, arang hasil karbonisasi direndam

21

dalam larutan aktifasi sebelum dipanaskan. Pada proses

aktifasi kimia, arang direndam dalam larutan

pengaktifasi selama 24 jam lalu ditiriskan dan

dipanaskan pada suhu 600 – 9000C selama 1 – 2 jam. 2.

Aktifasi fisika, yaitu proses menggunakan gas aktifasi

misalnya uap air atau CO2 yang dialirkan pada arang

hasil karbonisasi. Proses ini biasanya berlangsung pada

temperatur 800 – 11000C.

Karbon aktif bersifat sangat aktif dan akan

menyerap apa saja yang kontak dengan karbon tersebut.

Karbon Aktif digunakan untuk menjernihkan air,

pemurnian gas, industri minuman, farmasi, katalisator,

dan berbagai macam penggunaan lain. Pada saringan arang

aktif ini terjadi proses adsorpsi, yaitu proses

penyerapan zat - zat yang akan dihilangkan oleh

permukaan arang aktif, termasuk CaCo3 yang menyebabkan

kesadahan. Apabila seluruh permukaan arang aktif sudah

jenuh, atau sudah tidak mampu lagi menyerap maka

kualitas air yang disaring sudah tidak baik lagi,

sehingga arang aktif harus diganti dengan arang aktif

yang baru.

Berbagai bahan kimia biasanya digunakan dalam

transportasi ikan hidup, hal ini bertujuan agar ikan

yang ditransportasikan tetap hidup sampai tujuan. Dalam

pengangkuatn ikan hidup biasanya menggunakan obat bius

paling umum adalah quinaldine dan metana Tricane

22

sulfonate (MS – 222), dengan konsentrasi yang dipakai

adalah Quinaldine dipergunakan 25 ppm di air

perkapalan, MS-222 pada 60-70 ppm. Senyawa ini

mengurangi metabolisme, dan juga dapat mencegah luka

pelompatan atau berenang ke dalam sisi wadah

transportasi (Cole et al. 1999). Selanjutnya dikatakan

pula pemberian garam kedalam wadah pengakutan dapat

mencegah infeksi yang diakibatkan luka pada saat

penanganan. Nelson 2002 mengatakan dalam pengangkutan

ikan hidup yang direkomendasikan oleh Food and Drug

Administration (FDA) US antara lain adalah penggunaan

garam. Hal ini sesuai dengan pendapat (Cole et al. 1999)

mengatakan bahwa air yang digunakan berkualitas

meliputi pH, zeolit pada 20 gram/liter, karbon aktif 20

gram/liter, es batu untuk mencewgah fluktuasi suhu, dam

natrium klorida sebanyak 9 ppt dan lamanya pengangkutan

berkisar 48 sampai 78 jam.

Penggunaan garam dalam pengangkutan ikan sekarang

ini telah direkomendasikan, hal ini karena garam yang

diberikan pada wadah dapat digunakan oleh ikan dalam

proses metabolisme sehinga ikan tidak mengalami stres

yang akan berakibat kematian dalam pengangkutan.

William (2011) ikan dan hewan bertulang belakang

lainnya mempunyai karakteristik yang unik dan umum.

Dimana ikan dan hewan bertulang belakang lainnya

mempunyai kadar garam di dalam tubuhnya kira-kira 9

23

ppt. Pemberian garam dalam wadah pengangkutan

disebabkan karena selama pengangkutan proses osmotik

menyebabkan garam yang ada dalam tubuh ikan menjadi

berkurang akibat stres dan kegitan metabolisme lain.

Pengangkutan dan pengiriman ikan memerlukan

penanganan pada saat transportasi sehingga ikan tidak

mengalami stres. Pengangkutan ikan dapat menyebabkan

ikan mengalami stres dan kehilangan banyak garam dalam

darah sehingga ikan menjadi lemah. Kehilangan garam

yang berlebihan dalam darah dapat menyebabkan kegagalan

hati, syaraf, dan otot kejang, namun hali ini dapat

dihindari dengan penambahan garam kedalam wadah

pengakutan sesuai dengan konsentrasi garam dalamn tubuh

ikan (William 2001).

Pemanfaatan garam kedalam media pengangkutan benih

ikan patin yang mengandung zeolit dan arang aktif

memberikan pengaruh nyata dalam menekan perubahan

kualitas air, tingkat stress dan mempertahankan tingkat

kelangsungan hidup (SR) serta laju pertumbuhan tetap

tinggi setelah dilakukan.

Pemanfaatan garam sebanyak 6 gram/L ke dalam media

yang mengandung zeolit 20 gram/L dan arang aktif 10/L

memberikan nilai tingkat kelangsungan terbaik mulai

dari 54,60 dan 64 jam (100%, 79,33% dan 48,89%)

dibanding dengan perlakuan yang lain, hal ini didukung

dengan nilai kualitas air terbaik yaitu kadar TAN

24

terendah 4,07±0,66 mg/L dan CO2 mencapai 81,90±9,15

mg/L, tingkat stress lebih rendah baik dilihat dari

nilai konsentrasi kortisol (9,92±0,02 mg/L) dan

gambaran darah serta SR 100% serta pemeliharaan dengan

laju pertumbuhan harian tertinggi sebesar 0,938% bobot

tubuh.

Minyak cengkeh merupakan minyak atsiri yang dapat

digunakan sebagai pengobatan alternatif. Banyak zat

terkandung dalam minyak cengkeh yaitu antibiotik, anti-

virus, anti-jamur dan memiliki khasiat sebagai

antiseptik. Selain itu ditemukan pula sekitar 60-90

persen eugenol dalam minyak cengkeh. Kandungan lain

yang tedapat di dalamnya adalah zat mangan, asam lemak

omega 3, magnesium, serat, zat besi, potasium dan juga

kalsium. Vitamin yang diperlukan oleh tubuh juga ada di

dalamnya terutama vitamin C dan vitamin K.

Cengkeh mengandung minyak yang mempunyai rasa dan

aroma khas dan banyak disenangi orang, selain itu

minyak tersebut mempunyai sifat stimulan, anestetik,

karminatif, antiemetik, antiseptik dan antispasmodik.

Kandungan aromaterapi dalam cengkeh dapat memingsankan

dan mengurangi ikan stres sehingga menjaga derajat

kelulusan hidup ikan (Nurdjannah 2004). Keunggulan yang

dimiliki cengkeh inilah yang membuat perlu dilakukannya

pengujian mengenai efektifitas cengkeh terhadap

imotilisasi pada biota perairan.

25

Pemberian minyak cengkeh sebagai bahan pembius

berpengaruh terhadap kondisi klinis benih ikan selama

proses pengangkutan. Pemberian minyak cengkeh sebagai

bahan pembius berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat

kelulusan dan kelangsungan hidup ikan nila dalam

transportasi. Tingkat kelulusan hidup dan kelangsungan

hidup tertinggi yaitu 88,518% pada dosis 0,015 ml/l.

Tingkat kelulusan hidup dan kelangsungan hidup terendah

yaitu 71,48% pada dosis 0,020 ml/l air atau 74,445%

pada dosis 0 ml/l air.

Cengkeh dapat menyebabkan imotilisasi pada ikan

karena menghasilkan bahan aktif berupa eugenol (4-

allul-2-methoxyphenol) dengan konsentrasi 70-90% dari

volume esens cengkeh yang merupakan komponen fenolik

yang dapat menghambat sintesis prostaglandin H (PHS)

dan menghasilkan pengaruh analgesik dari minyak cengkeh

(Sunarto et al. 1999). Esens cengkeh juga mengandung

eugenol asetat (> 17%) dan β-karyofilen (> 12%). β-

karyofilen adalah sesquiterpen yang memberi rasa pahit

dan mempunyai aktivitas sebagai antifungal,antiseptik,

anestetik dan antibakteri. Eugenol biasanya digunakan

sebagai bahan analgesik dan antiseptik dalam kedokteran

gigi manusia, sebagai bahan makanan tambahan untuk

bumbu (Velisek et al. 2006), sebagai anestetik dan

antibakteri (Nurdjannah 2004). Eugenol dapat digunakan

sebagai bahan antimycotic dalam budidaya ikan, tapi

26

sangat beracun untuk salmon. Menurut Ferreira et al.

(1984) dalam Velisek et al. (2005) bahan anestesi ini

diserap dan diekskresikan terutama melalui insang pada

ikan.

Metode transportasi ikan dengan menggunakan bahan

anestesi bertujuan untuk memperpanjang waktu

transportasi dengan menekan metabolisme dan aktivitas

ikan serta mengurangi resiko mengalami stres yang dapat

mengakibatkan kematian pada ikan. Minyak cengkeh kaya

akan kandungan eugenol, anestesi dengan basis eugenol

sangat efektif dalam konsentrasi rendah selain harganya

terjangkau, mudah didapat dan dapat mengurangi stres

(Imanpoor et al., 2010). Salah satu contoh transportasi

ikan dalam bentuk hidup adalah transportasi benih. 

Karena benih merupakan faktor penting untuk menentukan

berhasil atau tidaknya suatu usaha budidaya ikan. Pada

proses transportasi merupakan hal yang harus ditangani

dengan benar untuk menekan angka mortalitas hal yang

harus diperhatikan juga adalah kualitas dari benih

tersebut.

Kelebihan minyak cengkeh dari obat bius lain

adalah harganya relatif lebih murah, aman untuk ikan

dan manusia sehingga ikan lebih aman dikonsumsi, mudah

dalam penggunaannya, dapat bekerja meskipun dalam

konsentrasi yang lebih rendah, alami, dan yang lebih

penting lagi mudah diperoleh karena cengkeh merupakan

27

komoditas lokal yang cukup tinggi di Indonesia. Menurut

Nurdjannah (2004),adanya fluktuasi hasil tanaman

cengkeh dari tahun ke tahun menyebabkan kelebihan

suplai cengkeh sehingga perlu upaya menambah keragaman

penggunaan cengkeh dan hasil sampingnya. Cengkeh

mengandung minyak atsiri dan eugenol yang mempunyai

fungsi anestetik dan antimik-robial. Efek dari

penggunaan minyak cengkeh terhadap benih ikan tidak

mengalami perubahan yang signifikan karena dapat

mengurangi stres dalam penanganan yang disebabkan oleh

grading dan pengangkutan.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

28

Karbon aktif dan zeolit dapat membantu

mempertahankan kualitas air pada pengangkutan benih

ikan nila, sedangkan garam dan minyak cengkeh dapat

membantu memperlambat laju metabolisme. Bahan-bahan

tersebut dapat menekan akumulasi amoniak pada media

transportasi.

3.2 Saran

Disarankan saat transportasi benih ikan patin,

ditambahkan bahan berupa zeolit, karbon aktif, minyak

cengkeh dan garam dengan konsentrasi yang optimal.

29

DAFTAR PUSTAKA

Wibisono. 2010. Efisiensi Transportasi Benih IkanPatin Siam (Pangasius hypopthalmus) Pada Ukuran DanKepadatan Yang Berbeda. Institut Pertanian Bogor :Bogor.

Handayani, Astri. 2012. Pemanfaatan Zeolit Dan KarbonAktif Dalam Transportasi Tertutup Benih Ikan NilaBest Oreochromis sp Dengan Kepadatan Tinggi.Institut Pertanian Bogor : Bogor.

Pamungkas.2010. Efektivitas Penambahan Zeolit, KarbonAktif, Minyak Cengkeh, Dan Garam DalamTransportasi Tertutup Benih Ikan PatinPangasionodon hypopthalmus Dengan Kepadatan Berbeda.Institut Pertanian Bogor :Bogor.

Emu, Supasman. 2010. Pemanfaatan Garam PadaPengangkutan Sistem Tertutup Benih Ikan PatinPangasius sp Berkepadatan Tinggi Dalam Media YangMengandung Zeolit dan Arang Aktif. InstitutPertanian Bogor : Bogor.

30