Post on 21-Apr-2023
TUGAS KITAB WAHYU
Dismas Valens Salettia, Mahasiswa Tingkat VI Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng
1. Tesis Finley
Tanda 666 adalah sebuah barcode yang menunjuk pada sebuah organisasi politik
religius, yaitu Sistem Kepausan dalam Gereja Katolik Roma di Vatikan. Sistem kepausan ini
telah menentang Allah dengan mengubah Hukum Tuhan tentang hari Sabbat.
2. Argumentasi
Kitab Wahyu (Why.) dalam sudut pandang Mark Finley adalah sebuah perang antara
yang baik dan yang jahat. Perang antara Kuasa Allah Yesus Kristus dan Kuasa Setan. Jadi
fokus penulisan Why. adalah kemenangan Allah atas setan dan kejahatannya.
Dalam pada itu tentang topik Mark of The Beast Finley mengajukan empat
pertanyaan:
1) Siapakah Monster (The Beast) itu?
2) Apakah itu (666) seseorang atau sebuah organisasi?
3) Apakah arti 666?
4) Apa itu 666 (Mark of The Beast)? Lalu bagaimana menghindari tanda itu?
Finley mengkritik orang beriman dengan mengatakan bahwa sering kali orang
beriman menghadapi kritik terhadap Mark of the Beast ini dalam sudut pandang cinta kasih
dan kemenangan dari Yesus. Monster (The Beast) hanya dapat dimengeri jika kita tahu apa
yang menjadi tandanya? Dan bagaimana kita menghindarinya?
The Beast adalah Representasi Kekuasaan
Tanda 666 diibaratkan seperti sebuah cip komputer, yang akan dibenamkan dibawah
kulit, oleh pemerintahan totaliter yang berharap untuk mengusahakan kendali penuh atas
warga negara. Beberapa orang memiliki spekulasi bahwa tanda binatang akan berhubungan
dengan barcode. Barcode yang diterapkan pada barang manufaktur, bisa juga mulai
diterapkan pada manusia, antara lain lewat nomor kodifikasi yang digabungkan dengan
sistem pemberian angka secara universal. Angka ini juga bisa diartikan seperti sebuah Angka
Kesejahteraan Sosial (The Social Security Number) yang digunakan di Amerika Serikat. Pada
faktanya, tanda binatang itu lebih luas dan jauh lebih mengancam dari pada barcode, nomor
jaminan sosial atau implan cip RFID.
Dalam pada itu jika 666 adalah sebuah tanda yang disematkan pada sebuah hewan
atau monster (Beast) maka pertanyaan yang paling tepat adalah siapakah monster itu (who is
the Beast)? Finley menafsirkan bahwa yang dimaksudkan dengan hewan itu adalah seorang
2
anak kecil yang tumbuh di Timur Tengah dan memberi peranan bagi perpolitikan dunia, yaitu
Adolf Hitler. Hitler adalah seorang dikatator yang pernah berkuasa di dunia.
Oleh karena itu yang dimaksud sebagai monster (The Beast) dalam Mark of The Beast
(666) dapat dijawab dengan mengeksplorasi Why. 13-1-2. Why. 13: 1-2 memperlihatkan 4
monster (beast), yaitu macan tutul naga, singa atau beruang yang merepresentasikan 4 negara
yang akan datang setelah Nabi Daniel datang (Bdk. Dan. 7:6). Dalam Why. 13: 1 Yohanes
mengatakan, "Saya melihat seekor binatang keluar dari laut. . . . " Finley menafsirkan bahwa
Laut dalam nubuatan Kitab Suci mewakili negara atau orang-orang, untuk Why. 17:15
mengatakan, "air yang Anda lihat. . . adalah masyarakat, orang banyak, bangsa, dan bahasa.
"Jadi binatang muncul dari daerah penduduk. Why. 13: 2 terus, "Binatang yang kulihat itu
serupa dengan macan tutul, dan kakinya seperti kaki beruang, dan mulutnya seperti mulut
singa." Berikut adalah binatang komposit. Yohanes menggunakan simbol-simbol yang sama
dengan yang Daniel gunakan ketika ia melambangkan Babel sebagai singa, Medo-Persia
sebagai beruang, Yunani sebagai macan tutul, dan Kekaisaran Romawi sebagai binatang
seperti naga. Keempat kerajaan itu memiliki kekuasaan yang besar pada masa itu.
Tanda 666 (The Mark of the Beast) menunjuk pada Organisasi Politik Religius
Finley dengan tegas mengatakan bahwa monster (The Beast) adalah simbol sebuah
representasi kekuasaan politik atau kekuasaan religius. Kekuasaan yang dibahas di sini adalah
merujuk kepada kekuasaan politik suatu kerajaan duniawi. Dalam arti itu monster yang
terbang atau naga adalah representasi dari sebuah kekuasaan yang muncul setelah Kerajaan
Persia dan Kerajaan Roma mengalami keruntuhan. Naga yang dibicarakan dalam Why. 12:4-
5 sebagai ―… ekornya menyeret sepertiga dari bintang-bintang di langit dan melemparkannya
ke atas bumi. Dan naga itu berdiri di hadapan perempuan yang hendak melahirkan itu, untuk
menelan Anaknya, segera sesudah perempuan itu melahirkan-Nya. Maka ia melahirkan
seorang Anak laki-laki, yang akan menggembalakan semua bangsa dengan gada besi; tiba-
tiba Anaknya itu dirampas dan dibawa lari kepada Allah dan ke takhta-Nya‖.
Dalam arti itu naga itu berkuasa di zaman Yesus. Naga itu yang dulu mengejar Yesus
(yang dilahirkan dari seorang perempuan). Finley menceritakan tentang kisah Raja Herodes
yang takluk secara politik di bahwa kekuasaan Roma pernah dipakai oleh naga atau Setan
untuk membinasakan bayi Yesus, hingga Ia disalibkan pada masa Pontius Pilatus sebagai
gubernur di wilayah Palestina dari kekaisaran Romawi telah memainkan peran penting
sebagai agen dari naga (Setan) di dalam peristiwa penyaliban itu sampai toleransi terhadap
Gereja diberikan di masa kaisar Konstantin. Ini menunjukkan bahwa naga yang disebut si
3
ular tua yakni Iblis atau Setan adalah aplikasi atau arti primer dari Why. secara keseluruhan
yang menunjuk kepada identitas kuasa penyesatan sepanjang zaman. Dan naga di dalam
Why. 13 memiliki arti sekundernya merujuk kepada kekaisaran Roma kafir.
Why. 13:2 memberikan petunjuk pertama mengenai identitas atau jati diri monster
(the Beast) ini. Yohanes menulis: ―Dan naga itu memberikan kepadanya kekuatannya, dan
tahtanya dan kekuasaannya yang besar.‖ Finley bertanya, ‗Apakakah kuasa dari naga itu—
yang dijelaskan oleh nubuatan-nubuatan Daniel dan Wahyu sebagai lambang dari Setan yang
bekerja melalui kerajaan Roma kekafiran pernah memberikan kekuatan dan kekuasaannya
kepada sesuatu badan penerusnya? Dan apa yang menerima kerajaan dan kekuasaan itu?
Profesor Labianca dari Universitas Roma memberi kesaksian bahwa Gereja Katolik
menerima kekuasan dari Kaisar Roma. Bukti sejarahnya adalah pada tanggal 11 Mei 330,
Konstantin, kaisar Roma, memutuskan untuk memindahkan tahta kerajaannnya dari Roma ke
Byzantium. Byzantium adalah nama dalam Bahasa Roma tetapi kota itu menjadi terkenal
sebagai Konstantinopel.
Menurut Finley bahwa Konstantin tidak ingin meninggalkan Roma dalam sebuah
kekosongan politik, tetapi dia juga tidak ingin mengalihkannya kepada seorang pemimpin
politik nasional yang mungkin menjadi ancaman pada masa mendatang bagi kekuasaannya
sendiri. Maka gantinya, dia menawarkan kendali atas kota itu, bersama dengan sebuah
perbendaharaan dan sebuah pasukan, kepada pemimpin keagamaannya, yakni Uskup Roma.
Mark Finley mengutip apa yang dikatakan oleh Sejarawan Thomas Stanley. Stanley
menggambarkan peralihan dari kekuasaan politik kepada hierarki keagamaan itu dalam kata-
kata berikut: ―para paus mengisi tempat dari kaisar-kaisar Roma yang kosong itu, dengan
mewarisi kekuasaan, prestise, dan gelar-gelar mereka dari kekafiran…. Konstantin
menyerahkan semuanya kepada Uskup Roma…. Kepausan hanyalah hantu dari Kerajaan
Roma yang telah mati, yang duduk bermahkota di atas kuburannya.‖ Jadi Mark of the Beast
(666) yang awalnya menunjuk pada suatu organisasi politik akhirnya beralih pada sebuah
organisasi politik religius.
Organisasi Politik Religius itu adalah Sistem Kepausan dalam Gereja Katolik
Oleh karena itu dalam penelusuran akan The Mark of The Beast (666) kita perlu
bertanya dalam hati kita akan apa yang hendak Allah katakan atau ingatkan dengan peristiwa
ini. Finley mengatakan bahwa Allah sendiri telah menunjukkannya, yaitu Why. 13:8 ―dan
semua orang yang diam di atas bumi akan menyembahnya, yaitu setiap orang yang namanya
tidak tertulis sejak dunia dijadikan di dalam kitab kehidupan dari Anak Domba, yang telah
4
disembelih.‖ Finley menunjuk buktinya ini pada Gereja Katolik Roma dalam Sistem
Kepausan sebagai pewaris kekafiran Roma dan penguasa dunia.
Ada alasan yang mendukung pernyataan itu. Pertama, The Beast itu memiliki
kemampuan menjadi "Blasphemies" yang dalam terjemahan bahasa Indonesia bisa dikatakan
"Hujatan-Hujatan". Jadi The Blasphemies sama artinya dengan " yang menghujat atau yang
menyamakan diri dengan" Allah (Why. 13:5). Yesus dulu pernah difitnah menghujat Allah
(Yoh. 10:33). Tetapi Yesus adalah benar-benar Allah sehingga walaupun orang Yahudi tidak
mendengarkanNya tetapi apa yang dikatakan Yesus adalah kebenaran dan sungguh sebagai
sabda hidup kekal.
Kebohongan yang dilakukan oleh The Beast dilakukan oleh Gereja Katolik. Gereja
Katolik mengklaim diri bahwa “Kami [Paus] memegang jabatan Tuhan Yang Maha Kuasa
di bumi ini (Ensiklik Paus Leo XIII Praeclara Gratulationis Publicae Art. 304). Bahkan
Catholic National, Juli 1895 mengatakan bahwa, ―Paus bukan hanya perwakilan Yesus
Kristus, tapi dia adalah Yesus Kristus Sendiri, berselubung kemanusiaan.‖ Ungkapan
demikian tentu menghujat Allah (Bdk. Mrk 2:7) atau menyamakan diri dengan Allah padahal
hanya ada satu Allah (I Tim. 2:5). Allah yang satu itu tidak lain Dialah Yesus Kristus yang
menebus umat manusia (Ibr. 7:25).
The Blasphmies juga menunjuk pada Imam-imam Gereja Katolik yang mengklaim
bahwa Allah sendiri yang memberikan kuasa atas putusan imamnya untuk mengampuni dosa.
Kepausan mendirikan "sistem bilik pengakuan dosa" di mana dosa diakukan kepada Para
Imam Katolik yang juga manusia berdosa. Finley mengatakan bahwa dengan cara ini Gereja
Katolik melangkahi "Imam Besar" kita, Yesus Kristus (Ibr. 3:1, 8:1) yang adalah satu-
satunya Pengantara (Mediator) kita kepada Allah Bapa! (1 Tim. 2:5 "Karena Allah itu esa
dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus
Yesus")
Kedua, Finley juga menuduh Sistem Kepausan Gereja Katolik sebagai The Beast
berdasarkan Dan. 7:25 mengatakan bahwa tanduk kecil itu akan menganiaya orang-orang
kudus milik Yang Mahatinggi selama satu masa, dua masa dan setengah masa. Dalam
bahasa Ibrani "masa" artinya "tahun." Jadi satu masa, dua masa dan setengah masa berarti
tiga setengah tahun. Dengan demikian tiga setengah tahun itu bila dihitung adalah 1260
hari (1th = 360hr => 3.5 x 360) dan dalam nubuatan Kitab Suci satu hari adalah satu tahun
(Yeh. 4:6).
Dalam Sejarah Gereja Katolik Roma pernah berkuasa selama jangka waktu 1260
tahun (538 - 1798). Kekuasaan Kepausan (Papacy) dimulai tahun 538 M, pada saat yang
5
terakhir dari ketiga kerajaan Arian tercabut. Kekuasaannya berlangsung hingga tahun 1798
ketika Jenderal Berthier, atas perintah Napoleon, menahan Paus dengan harapan bisa
mengakhiri Paus Pius VI dan kekuasaan politik Kepausan. Periode waktu ini merupakan
penggenapan tepat dari nubuatan 1260 tahun (538 - 1798). Tragedi itu adalah luka yang
mematikan bagi Kepausan, tapi luka itu mulai sembuh dan masih terus membaik sampai
sekarang ini!
Finley menjelaskan bahwa 1260 tahun kekuasaan pemerintahan dari Kepausan ini
disebut Dark Ages. "Dark" karena para imam (priests) melarang orang untuk membaca atau
bahkan memiliki Kitab Suci. Selama ratusan tahun lamanya, hanya imam yang diizinkan
untuk membaca Kitab Suci sehingga orang-orang berada dalam "kegelapan" dan "takhayul
(superstition)". Pada zaman kegelapan itu, jika seseorang tertangkap dengan Kitab Suci maka
orang tersebut akan diseret keluar dari rumah, digantung pada tiang, dan dibakar hidup-hidup.
Ketiga, jumlah angka 666 itu tertuju kepada salah satu Gelar Paus sebagai Vicaris
Filii Dei. Dalam kaitannya dengan itu dalam Kitab Suci angka tujuh merupakan
kesempurnaan, kelengkapan. Di sisi lain, jumlah enam mewakili kesalahan manusia,
ketidaksempurnaan. Jadi simbol angka 666 merupakan sebuah kesalahan besar! Why. 13: 17-
18 mengatakan dengan jelas bahwa "jumlah binatang itu. . . .. adalah jumlah laki-laki " Lebih
khusus lagi, itu" Why. 15:2 berkata, ―bilangan itu adalah bilangan seorang manusia‖, dan
mengatakan bahwa angka itu adalah ―bilangan namanya.‖ Pertanyaanya siapakah pemimpin
Kepausan? Paus! Dama nama resmi Paus dikutipan dari Our Sunday Visitor, 15 Nov 1914
adalah Vicarius Filii Dei (Wakil Anak Allah). Finley sadar bahwa paus telah memiliki
banyak gelar yang berbeda, tetapi gelar resmi yang mencakup semuanya yang digunakan
dalam upacara penobatan setiap paus baru, adalah Vicarius Filii Dei atau Wakil Anak Allah.
Dalam numerik Romawi kuno Vicarius Filii Dei=666 (enam ratus enam puluh enam).
V = 5
I = 1
C = 100
A = 0
R = 0
I = 1
U = V = 5
S = 0
JUMLAH = 112
F = 0
I = 1
L = 50
I = 1
I = 1
JUMLAH = 53
D = 500
E = 0
I = 1
JUMLAH = 501
112 + 53 + 501
JUMLAH TOTAL =
666
6
Sistem Kepausan memindahkan Hari Tuhan dari Hari Sabatth
Setelah mulai terungkap tanda 666 dalam Why. maka kita perlu mencari tahu Tanda
Tuhan atau Simbol Tuhan dalam Why. Hal itu sudah terjawab dalam Why. 7:2-3. Simbol
Tuhan adalah simbolisasi dalam Rm. 4:11, yaitu sebuah tanda sunat itu diterimanya sebagai
meterai kebenaran berdasarkan iman yang ditunjukkannya. ―Tanda itu harus disimpan dan
dimeteraikan di antara murid-muridKu‖ (Yes 8:16). Tanda itu dijelaskan secara eksplisit
dalam Why. 20:12 yang mengatakan bahwa ―Hari-hari Sabat-Ku juga Kuberikan kepada
mereka menjadi peringatan di antara Aku dan mereka, supaya mereka mengetahui bahwa
Akulah TUHAN, yang menguduskan mereka.‖
Sistem Kepausan Gereja Katolik telah mengubah Hukum Tuhan tentang Sabbat itu ke
Hari Minggu. Finley mengatakan bahwa dalam kekafiran Gereja Katolik hendak menganiaya
―kekristenan‖ dengan memindahkan Hari Sabbath (Kel. 20:8, 11) sebagai hari Tuhan ke Hari
Minggu. Paus Victor I merasa bertanggungjawab untuk mempertahankan apa yang telah
dilakukan oleh Paus Sixtus dengan memerintahkan agar semua yang tidak setuju dengan
perayaan hari Minggu pada musim semi, dipecat. Sabbath adalah hari yang sungguh
ditetapkan Tuhan dalam Sepuluh Perintah Allah.
Jadi isu sentral dari identitas 666 bukanlah suatu hal yang mudah, tetapi soal
pemujaan dan penyembahan yang juga menjadi isu utama dalam seluruh Kitab Wahyu.
Kepausan (Papacy) telah mengubah Hukum Allah. Di dalam Katekismus Gereja Katolik
(The Catechism of the Catholic Church ), Kepausan telah menghapus hukum ke-2 yang
melarang manusia untuk membuat patung dan berdoa di depannya dan mengubah hukum ke-
4 tentang hari Sabat menjadi hari Minggu.
Sikap seperti ini sama dengan memuja berhala dan Allah siap menghukum para
pemuja berhala (Why. 14:6-7). Dan hukuman ini berlaku untuk setiap orang dari segala suku,
bahasa dan bangsa bahwa nanti akan ada kedatangan Yesus Kristus untuk kedua kalinya.
Kembali ke sabbath adalah sebuah keutamaan karena Hari Sabbath adalah hari dimana
semua makhluk datang menyembah Tuhan. Itulah tujuan Why. yaitu untuk menembalikan
komitmen manusia. Komitmen pada kehendak Allah sendiri, yang salah satunya adalah
beribadah kepada Tuhan pada hari Sabbath. Alasan Gereja Katolik mengklaim hari minggu
sebagai Hari Tuhan terdapat dalam Catholic Record 1 Sept 1923. Finley menilai bahwa ini
adalah sebuah kekeliruan karena Tuhan berkehendak agar ibadah dibuat pada hari Sabath
sedangkan Gereja Katolik membuatnya pada hari minggu.
Why. hendak mengingatkan umat beriman akan bahaya di sekitarnya, tidak lagi
seperti yang terjadi ketika zaman Nabi Nuh dan Nabi Daniel. Why. hendak mengajak orang
7
Kristen untuk menentukan posisi dan sikapnya dalam iman agar tidak kaget menghadapi
akhir zaman. Dalam Kitab Suci Yesus sendiri berjanji dalam Mat. 6:33 Tetapi carilah dahulu
Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.‖
3. Kesimpulan
1) Angka 666 adalah sebuah barcode pada sebuah Kartu Identitas. Angka 666 itu tertuju pada
kekuasaan politik dan religius yang dominan. Ia menafsirkan secara sangat personal Mark
of The Beast (666) dalam Why 13-1-2. Ia mengatakan bahwa angka 666 awalnya
menunjuk pada suatu organisasi atau kekuatan politik atau kekuatan religius yang hendak
menguasai dunia.
2) Finley menuduh Gereja Katolik sebagai pewaris kekafiran dalam kapasitasnya sebagai
suatu kekuatan politik religius dunia. Finley beralasan bahwa Gereja Katolik mewarisi
kekuasaan kafir dari Kekaisaran Roma (Konstantinus). Jadi otoritas kepausan berasal dari
kekafiran Roma.
3) Dalam pada itu angka 666 tertuju pada Sistem Kepausan dalam Gereja Katolik. Alasannya
ada tiga, yaitu Gereja Katolik telah menghujat Allah, Gereja Katolik pernah menganiaya
orang-orang, selama 1260 tahun, dan Paus sebagai Pimpinan Gereja Katolik Roma sebagai
Vicarius Filii Dei adalah representasi dari angka 666.
4) Aturan Gereja tentang hari minggu sebagai hari Tuhan adalah sesuatu yang keliru karena
Tuhan Yesus Kristus sendiri pada waktu penciptaan telah menetapkan Hari Sabbath.
Sabbath itu bukan pada Sunday tetapi pada Saturday Itu harus disucikan sepanjang masa,
dan harus dikuduskan selama satu hari penuh (dari matahari terbenam sampai ke matahari
terbenam). Pesan Allah dalam Why. jelas untuk itu, yaitu supaya tradisi pemujaan seperti
yang diminta oleh Allah sendiri tetap dijaga.
4. Tanggapan terhadap Argumen Finley
Dalam situasinya itu Finley membuat sebuah scriptura scriptura Interpretato, namun
demikian ia menggunakannya dengan kurang tepat karena dilandasi oleh teologi yang kurang
valid. Teologi yang dibangun oleh Mark Finley sangat subjektif sesuai dengan identitasnya
sebagai evangelist dalam Gereja Mesehi Advent Hari Ketujuh. Kitab Suci adalah pesan Allah
dalam bahasa manusia yang dipengaruhi oleh waktu, tempat dan kebudayaan tertentu. Oleh
karena itu Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang kitab Suci mengatakan,
―Untuk mengerti dengan seksama apa yang hendak ditegaskan oleh pengarang suci
dengan tulisannya, harus benar-benar diperhatikan dengan baik cara-cara yang lazim
8
dipakai oleh orang–orang pada zaman pengarang itu dalam merasa, berbicara dan
bercerita, maupun juga cara-cara di dalam pergaulan timbal balik antara manusia pada
zaman itu‖ (DV, art. 12).
Unsur-unsur manusiawi itu tidak mengurangi kewibawaannya sebagai Sabda Allah. Oleh
karena itu Gereja Katolik tidak mengatakan menganut sola scriptura‖, tetapi masih ada
tradisi dan magisterium Gereja yang berdiri sejajar di sampingnya untuk menyokong
kehadiran sabda Allah dalam Kitab Suci1
The Mark of The Beast adalah Sebuah Bahasa Simbolik
Dengan tanpa mendalami simbolisasi dan konteks sekitar penulisan Why. tuduhan
Finley bahwa 666 itu tertuju pada suatu kekuatan religius politik tertentu sungguh tidak
mendasar. Why. merupakan buku terakhir dari Perjanjian Baru, termasuk dalam jenis sastera
apokaliptik.2 Adapun latar belakang jenis sastra ini adalah umat Allah yang sedang
menderita, dikejar-kejar musuh Allah dan mengalami krisis iman yang cukup hebat. Tidak
jarang di tengah penderitaan dan kesukaran hidup yang hebat semacam itu orang beriman
menjadi putus asa dan mengira bahwa Allah tidak peduli lagi pada mereka. Mereka pun
melihat bahwa dunia ini terlalu jahat, tak ada harapan untuk bisa dipertahankan. Satu dua
abad menjelang kedatangan Yesus Kristus ke dunia, dan masih sesudahnya juga, jenis sastra
apokaliptik berkembang subur di kalangan orang Yahudi.3
Dalam sastra apokaliptik itu diungkapkan iman pengarang bahwa dunia yang jahat ini
suatu saat akan berakhir dan Allah akan menggantinya dengan dunia yang baru. Allah tidak
tinggal diam; suatu saat Allah akan mengadakan intervensi dan akan menang secara definitif
atas Iblis. Gambaran yang aneh dan lambang yang tidak selalu mudah ditebak maknanya,
seperti 666 (The Mark of The Beast) dibuat agar para kaisar penindas tidak sampai
memahaminya. Tanda 666 (The Mark of The Beast) adalah sebuah bahasa simbolik.
Penggunaan simbol dalam sastra apokaliptik dimaksudkan untuk menyingkap rahasia sejarah
dunia yang akan berakhir dengan kemenangan Allah. Meskipun para ahli berpendapat bahwa
sastra apokaliptik mengandung unsur-unsur sejarah tetapi apa yang diuraikan dalam kitab
apokaliptik bukanlah sejarah dalam arti sepenuhnya atau sebenarnya.4
1 C. Groenen, ―Pentingnya Kerasulan Kitab Suci bagi Umat‖, dalam kerasulan Kitab Suci, (Jakarta: Lembaga
Biblika Indonesia, 1977), hlm. 7-10. 2 Apokaliptik berasal dari kata kerja Yunani apokalypto yang berarti ―membuka atau menyingkap sesuatu yang
terselubung.‖ 3 Pheme Perkins ―Wahyu‖ dalam Dianne Bergant. Tafsir Alkitab Perjanjian Baru (Yogyakarta: Kanisius,
2002)¸hlm. 477. 4 Ibid.,
9
Pada masa yang sulit, yakni masa pengejaran dan penindasan oleh para kaisar
Romawi, orang-orang Kristen perlu mendapat penghiburan. Iman mereka perlu diteguhkan.
Mereka perlu diyakinkan bahwa Iblis beserta kaki tangannya nampaknya menang, namun itu
semua cuma sementara waktu saja. Suatu saat Iblis akan dikalahkan dan dibelenggu serta
dihukum untuk selama-lamanya (Why. 20). Suatu saat langit dan bumi yang lama ini diganti
dengan langit dan bumi yang baru (Why. 21). Why. memberikan pola-pola atau model-model
peristiwa yang berlaku sepanjang jaman. Mark Finley tidak menggunakan fungsi paranetik
itu yang terdapat dalam Why. secara benar karena argumennya lebih pada kepentingan
pribadi dan golongan tertentu. Why. tidak bisa ditafsirkan ayat demi ayat dan setiap hal
dihubungkan terus dengan sejarah dunia dari dulu sampai sekarang.5
Identitas Monster (Who is the Beast?) menunjuk pada seseorang: Kaisar Nero
Finley menuduh bahwa angka 666 dalam Why. 13:18 adalah Paus di Roma. Dalam
Why. digambarkan ada tiga musuh Allah (Why. 12; 13; 16:13; 19:20 dan 20:10). Ketiga
musuh Allah itu merupakan tiga serangkai yang ingin meniru Tritunggal Mahakudus. Mereka
itu adalah naga yang melambangkan Iblis atau Satan (Why. 12:9) beserta kedua binatang
yang menjadi kaki tangannya, yaitu binatang yang keluar dari lautan (Why. 13:1-10) dan
yang keluar dari permukaan bumi (Why. 13:11-18).
Kebanyakan ahli tafsir (Protestan maupun Katolik) berpendapat bahwa binatang yang
muncul dari laut adalah para kaisar Romawi, karena macam-macam alasan, utamanya karena
ciri-ciri binatang yang dilukiskan di situ cocok sekali dengan ciri-ciri para kaisar Romawi
dahulu. Why. 13:3 melukiskan bagaimana satu dari tujuh kepala binatang yang keluar dari
laut itu ―seperti kena luka yang membahayakan hidupnya, tetapi luka yang membahayakan
hidupnya itu sembuh …‖ Hal ini justru cocok dengan kaisar Nero yang pernah mencoba
bunuh diri dengan menusuk lehernya sendiri. Tetapi menurut legenda dia itu tidak sampai
mati, melainkan tetap hidup dan bersembunyi di negeri lain; suatu hari ia akan kembali untuk
merebut takhta. Kebanyakan penafsir ilmiah Why., baik dari pihak Protestan maupun dari
pihak Katolik, berkeyakinan bahwa ―binatang‖ dalam Why. 13 itu adalah Kaisar Roma.6
Binatang yang bertanduk dua seperti domba (Why. 13:11-18). Siapakah yang
dilambangkan oleh binatang kedua ini? Berdasarkan perbandingan dengan Why. 19:20 dan
20:10 bisa disimpulkan bahwa binatang kedua (yang adalah kaki tangan naga dan binatang
5 Stephen C. Doyle, Apocalypse: A Catholic Perspective on the Book of Revelation (New York: St. Anthony
Messenger Press, 2005), hlm. 5-7. 6 H. Pidyarto Gunawan, Umat Bertanya, Romo Pid Menjawab 7. (Yogyakarta : Kanisius, 2006), hlm. 114.
10
pertama tadi) adalah para imam atau nabi di Asia Kecil yang bertugas di kuil-kuil kafir
Romawi. Mereka itu orang setempat maka digambarkan muncul dari permukaan bumi.
Mereka ikut mempropagandakan pendewaan kaisar Romawi dan membujuk bahkan
memaksa rakyat dengan segala macam tipu muslihat agar mereka mau menyembah patung
kaisar. Hal ini terbukti dari sejarah kuno.Tetapi baiklah kita segera kembali pada
pembicaraan pokok kita, yakni tentang binatang yang pertama (Why. 13:1-10). Angka 666
yang disebut pada Why. 13:18 mengacu pada binatang pertama, jadi mengacu pada
kekaisaran Romawi, utamanya dalam diri kaisar Nero.7
Untuk dapat memahami tafsiran ini perlu kita ketahui bahwa setiap alfabet Ibrani
berfungsi juga sebagai angka, misalnya huruf pertama (alef) sama dengan 1, huruf kedua
(bet) sama dengan 2, huruf kesebelas (kaf) sama dengan 20, huruf kedua belas (lamed) sama
dengan 30, dan seterusnya. Hal yang sama juga terjadi pada bahasa Yunani: huruf pertama
(alfa) sama dengan 1, huruf kedua (beta) sama dengan 2, dan seterusnya. Binatang yang
menjadi kaki tangan Iblis itu namanya berjumlah 666.8
Tapi kemudian ada pertanyaan ada alternative Qsr Nrw (Kesar Nero) yang hanya
berjumlah 616 saja? Nama kaisar Nero dalam bahasa Latinnya tidak berakhiran ―n‖ tetapi
berbunyi ―Nero‖ saja. Kalau dibaca secara demikian, maka QSR NRW hanya berjumlah 616.
Dalam manuskrip atau naskah kuno dari kitab Wahyu yang tertulis adalah angka 616, bukan
666. Kalau begitu, baik angka 666 yang dimuat oleh kebanyakan manuskrip maupun angka
616 (yang dimuat oleh beberapa naskah kuno) dapat dicocokkan dengan nama kaisar Nero:
qsr nrwn (=666) maupun qsr nrw (616).9
Dengan uraian di atas sebagai latar belakang, marilah kita menilai ucapan Joseph
F.Berg yang dikutip E.G. White dalam buku ―The Great Apostasy‖: ―Sekarang kami
menantang dunia untuk menemukan suatu nama lain yang mengandung bilangan yang sama
dalam tiga bahasa (Yunani, Ibrani dan Latin). Pertanyaan-pertanyaan atau keberatan-
keberatan kita kepada ucapan Joseph F. Berg ini adalah sebagai berikut: Apa dasar yang dia
pakai untuk menafsirkan bahwa penulis Why 13:18 menyuruh pembacanya untuk menebak
makna 666 itu sekaligus dalam tiga bahasa, yakni Ibrani, Yunani dan Latin (dengan mengacu
7 Abe Arganiosa, The Sign Of The Beast diunduh di https://catholicfaithdefender.wordpress.com/category/666/
(10 Mei 2015) 8 Ventje Runtulalo, Catatan Kuliah Tafsir Kitab Wahyu (Pineleng: Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng)
29 April 2015. 9 Ibid.,
11
pada Yoh 19:20)? Tidak ada dasarnya untuk menghubungkan Why. 12:18 dengan Yoh.
19:20.10
Kalaupun ada hubungan antara Why. 13:18 dengan Yoh. 19:20, tetap ada hal yang
sama sekali tidak pas. Dalam Yoh 19:20 yang ditulis dalam tiga bahasa itu adalah satu
kalimat/frasa yang sama, yang dalam bahasa apapun akhirnya berbunyi: Yesus Orang Nazaret
Raja Orang Yahudi. Namun dalam teori J.F. Berg di atas, yang ditemukan adalah tiga hal
yang berbeda-beda. Untuk bahasa Latin Berg menemukan gelar paus Vicarius Fillii Dei.
Untuk bahasa Yunani ia memakai penemuan Santo Irenaeus, yakni kata Lateinos (yang
berarti ―orang Latin‖). Dan untuk bahasa Ibrani ia menemukan kata benda Romiith, yang
berarti kerajaan Romawi. Lalu masih ada pertanyaan mendasar ini: bagaimana mungkin ia
mengidentikkan paus dengan kekaisaran Romawi? Tidak sama, bukan? Bagaimana ia
menyamakan begitu saja ―orang Latin‖ dengan Gereja Katolik atau dengan para paus di
Roma?11
Cara menghitung huruf-huruf Latin juga tidak bisa diterima. Mengapa perhitungan
Vicarius Filii Dei’ hanya berdasar huruf-huruf Romawi yang kebetulan dipakai untuk
menyebut bilangan, yakni huruf D (=500); C (=100); L (=50); V (=5) dan I (=1), sedangkan
huruf-huruf lain (A, R, S, F, E) diberi nilai nol saja. Kalau begitu sistim penghitungannya
tidak sama dengan sistim penghitungan kata Yunani (Lateinos) dan kata Ibrani (Romiith).
Bukankah untuk kata Yunani dan Ibrani tersebut setiap huruf dihitung? Bagaimana mungkin
sistim penghitungannya tidak konsisten? Bisakah pembaca kitab Wahyu mereka-reka
semacam itu, padahal gelar ―Vicarius Filii Dei‖ atau Vicarius Christi‖ untuk paus belum ada
pada waktu kitab Wahyu ditulis?12
Jawaban yang paling tepat bias ditemukan menurut kebanyakan ahli tafsir, angka 666
itu harus dicari dalam diri seorang manusia. Why. 13:18 sendiri mengatakan, angka 666 itu
adalah ―bilangan seorang manusia‖, bukan bilangan gelar paus (seperti Vicarius Filii Dei‖,
Wakil Anak Allah), bukan pula bilangan suatu kata benda (seperti Romiith, = kekaisaran
Roma). Sekali lagi, yang harus ditemukan di balik misteri angka 666 itu adalah nama seorang
manusia! Di samping itu, bagaimana dengan naskah kitab Wahyu yang memuat angka 616?
Tak cocok lagi bukan dengan teori Joseph F.Berg? Sedangkan, kalau nama manusia yang
dimaksud adalah kaisar Nero, maka kedua versi naskah Yunani itu (baik yang menulis 666
maupun 616) bisa dihubungkan dengan nama kaisar yang sama, kaisar Nero; perbedaannya
10
H. Pidyarto Gunawan, Umat Bertanya, Romo Pid Menjawab 5 (Yogyakarta : Kanisius, 2006), hlm. 26. 11
Ibid., hlm. 27 12
Ibid.,
12
cuma cara menyebutnya: Neron (ucapan orang Yahudi) atau Nero (ucapan orang Latin) yang
kedua-duanya terbukti dipakai orang dalam sejarah.13
Otoritas Gereja Katolik berasal dari Yesus Kristus
Finley juga menuduh bahwa Paus ataupun para imam Katolik menghujat Allah
dengan mengaku sebagai ―Kristus‖. Paus sebagai penerus Rasul Petrus, memang adalah
wakil Kristus di dunia, namun Paus sendiri tidak pernah menyatakan diri sendiri sebagai
Tuhan ―Penyelamat‖ atau Mesias dunia. Paus memimpin Gereja sebagai seorang pelayan,
mengikuti teladan Yesus sendiri. Ini sangat berbeda dengan klaim yang dibuat oleh kaisar
Nero yang menanggap diri sendiri sebagai tuhan.
Pandangan yang mengatakan bahwa Paus menentang Allah tidak benar. Mereka
memang beralasan bahwa Paus Leo XIII dalam surat ensikliknya, Praeclara Gratulationis
Publicae (The Reunion of Christendom), 20 Juni 1894 mengatakan, ―We hold upon this earth
the place of God Almighty.‖ Oleh karena untuk memahami makna pernyataan ini, mari
membaca keseluruhan paragraf dalam surat ensiklik itu, agar kita dapat mengetahui
konteksnya:
―Tetapi karena Kami (Paus) di dunia ini memegang tempat/ menampilkan teladan
Tuhan yang Maha Besar, Yang menghendaki semua orang diselamatkan dan
memperoleh pengetahuan akan Kebenaran, dan kini bahwa umur Kami yang telah
lanjut dan kepahitan kekhawatiran mendesak Kami di penghujung akhir yang umum
terjadi pada setiap manusia yang fana, Kami terdorong untuk mengikuti teladan
Penebus dan Tuan kami, Yesus Kristus, Yang, ketika hampir kembali ke Surga,
memohon kepada Allah Bapa-Nya, di dalam doa yang khusuk, bahwa para Murid dan
pengikut-Nya menjadi sepikir dan sehati: Aku berdoa … supaya mereka semua
menjadi satu, sebagaimana Engkau Bapa, ada di dalam Aku dan Aku di dalam
Engkau: bahwa mereka juga menjadi satu di dalam Kita. Dan sebagaimana doa dan
permohonan ilahi ini tidak hanya melibatkan jiwa-jiwa yang percaya kepada Yesus
Kristus pada saat itu saja, tetapi kepada setiap orang dari mereka yang menjadi
percaya kepada-Nya, doa ini tetap menjadi bagi kami alasan yang pasti untuk
menyatakan pengharapan Kami dengan penuh percaya diri, dan untuk membuat
semua upaya- upaya yang mungkin agar orang- orang di setiap suku bangsa dan iklim
dapat dipanggil dan digerakkan untuk memeluk kesatuan Iman yang ilahi.‖14
13
Ibid., hlm. 28. 14
“But since We hold upon this earth the place of God Almighty, Who will have all men to be saved and to come
to the knowledge of the Truth, and now that Our advanced age and the bitterness of anxious cares urge Us on
towards the end common to every mortal, We feel drawn to follow the example of Our Redeemer and Master,
Jesus Christ, Who, when about to return to Heaven, implored of God, His Father, in earnest Prayer, that His
Disciples and followers should be of one mind and of one heart: I pray … that they all may be one, as Thou
Father in Me, and I in Thee: that they also may be one in Us. And as this Divine Prayer and Supplication does
not include only the souls who then believed in Jesus Christ, but also every one of those who were henceforth to
believe in Him, this Prayer holds out to Us no indifferent reason for confidently expressing Our hopes, and for
making all possible endeavors in order that the men of every race and clime should be called and moved to
13
Di sini Paus tidak mengatakan bahwa ia adalah Allah. Paus hanya mengatakan ia
memegang tempat/ menampilkan teladan Tuhan, sebagaimana dicontohkan Tuhan Yesus
yang berdoa kepada Allah Bapa agar para murid dan pengikut-Nya menjadi satu. Maka klaim
Paus ini bukanlah klaim penghujatan akan Allah, melainkan merupakan pernyataan tugas
yang diembannya sebagai wakil Kristus untuk mengikuti teladan Kristus.
Selanjutnya klaim dari Catholic National tahun 1895 yang marak dikutip di situs-
situs anti-Katolik, ―The Pope is not only the representative of Jesus Christ, but he is Jesus
Christ, Himself, hidden under the veil of flesh” tidak dapat diverifikasi kebenarannya, karena
tentang apakah Catholic National itu -apakah majalah atau buku- tidak dapat diketahui; dan
oleh karena itu tidak dapat dijadikan patokan, sebab pernyataan itu bukan pernyataan resmi
Gereja Katolik.
Gereja Katolik adalah Gereja yang didirikan oleh Kristus sendiri. Yesus sendiri
mengatakan bahwa Kata Yesus kepadanya:
"Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu
kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Dan Aku pun berkata kepadamu:
Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan
alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan
Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan
di dunia ini akan terlepas di sorga." (Mat. 16:17-19)
Adapun salah satu sifat Gereja Katolik adalah apostolik, yang berarti bahwa iman
kekatolikkan merupakan warisan dari iman para rasul. Dalam pada itu ajaran Gereja Katolik
berasal dari Kristus dan para rasul, sehingga anjuran untuk tidak mendengarkan Gereja
Katolik atau menolak Gereja Katolik sebenarnya bertentangan dengan ajaran Yesus Kristus
sendiri. Sebab Yesus berkata kepada para rasul dan muridNya, ―Barangsiapa mendengarkan
kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan
barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku.‖ (Luk. 10:16).
Gereja Katolik mengklaim dapat mengampuni dosa, itu adalah karena kuasa yang
diberikan oleh Yesus sendiri kepada para rasul (lih. Yoh. 20:23), Para Rasul diberi kuasa oleh
Yesus untuk mengampuni dosa: ―Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni.‖
(Yoh 20:23) ―Allah,‖ kata Paulus dalam II Kor. 5: 18 ―telah mempercayakan pelayanan
pendamaian itu kepada kami.‖ Para Uskup dan Imam Gereja Katolik, sebagai pewaris hak
istimewa para Rasul, memiliki kuasa untuk melaksanakan pelayanan pendamaian (Sakramen
embrace the Unity of Divine Faith.― Paus Leo XIII, ―Praeclara Gratulationis Publicae‖ diunduh dari
http://www.papalencyclicals.net/Leo13/l13praec.htm (12 Mei 2015)
14
Tobat) dan mengampuni dosa dalam nama Yesus Kristus. Gereja Katolik memiliki Tradisi
suci yang dapat ditelusuri berasal dari para rasul dan Kristus sendiri, maka klaim itu dapat
dibuat oleh Gereja Katolik.15
Lalu tentang imam yang diberi kuasa untuk mengubah roti dan anggur menjadi Tubuh
dan Darah Kristus dalam Ekaristi, itu juga merupakan sesuatu yang berakar dari pengajaran
Kristus dan para rasul. Yesus sendiri yang memerintahkan para murid untuk melaksanakan
peringatan perjamuan kudus tersebut (Mat. 26:26-29; Mrk. 14:22-25; Luk. 22:15-20); di
mana Ia mau sungguh-sungguh hadir kembali, sehingga mereka yang tidak dengan layak
makan Tubuh-Nya dan minum Darah-Nya dalam Ekaristi ini, mendatangkan hukuman
terhadap dirinya sendiri (lih. 1 Kor 11:23-30).
Tradisi Perjamuan Kudus/ Ekaristi sudah ada sejak jaman para rasul (lih. Kis 2:42)
dan ini dimungkinkan karena Kristus memberi kuasa kepada para imam-Nya untuk bertindak
dan berkata-kata atas nama-Nya untuk menghadirkan Diri-Nya di tengah Gereja yang
dikasihi-Nya, yang kepadanya Yesus telah mengorbankan Diri di kayu salib. Gereja Katolik
mengimani ―transsubstansiasi‖ (perubahan hakiki). Konsekuensinya Gereja Katolik percaya
bahwa dengan wafat-Nya, Kristus memperolehkan bagi kita jasa-jasa, dan melalui Misa,
menganugerahkan kepada kita jasa-jasa dan ganjaran yang diperoleh-Nya atas Kurban-Nya
yang Berdarah, melalui Kurban-Nya yang Tak Berdarah dalam Misa.16
Adapun kuasa untuk mengampuni dosa dan ekaristi tidak diberikan kepada sembarang
orang. Kuasa itu sendiri diberikan sebagai ungkapan atas tujuh tingkatan dalam pelayanan,
sakramentalitas tahbisan dan unsur karakter hierarki Gerejani. Jadi, tuduhan bahwa para
imam menyamakan diri dengan Yesus Kristus karena melaksanakan peran in persona Christi
pada saat memberikan sakramen-sakramen, adalah bentuk penghinaan kepada Kristus yang
memberikan kuasa kepada mereka. Para imam hanya dapat melakukan tugas imamat mereka
karena kuasa yang mereka terima dari Kristus, sehingga yang mereka lakukan tersebut adalah
―perpanjangan‖ karya Kristus di dunia. Mereka tidak mencari kemuliaan diri sendiri, mereka
tidak melakukan tugas imamat mereka di luar persatuan mereka dengan Kristus.17
Dalam konteks ekumene sendiri Gereja Katolik sendiri tidak pernah menolak Gereja
Katolik Orthodoks dan Kristen Protestan atau mengatakan bahwa gereja mereka tidak boleh
dipercayai. Gereja Katolik mengajarkan bahwa saudara-saudari kita yang Kristen non-
15
Gregory L. Klein, Pastoral Foundations of the Sacraments: A Catholic Perspective (New York: Paulist Press,
1998), hlm. 103. 16
Joseph M. Champlin. The Eucharist: A Mystery of Faith (New York: Paulist Press, 1998), hlm. 71. 17
Gregory L. Klein, Pastoral Foundations of the Sacraments: A Catholic Perspective, hlm. 121.
15
Katolik adalah saudara-saudari kita dalam Kristus, walaupun mereka tidak bersatu
sepenuhnya di dalam Gereja Katolik (Bdk. LG 15, UR 3).
Jawaban atas Kontroversi Hari Sabat
Gereja Katolik tidak pernah mengubah sepuluh perintah Allah. Kitab Suci sendiri
tidak menyebutkan penomoran kesepuluh perintah Allah itu. Pengelompokan/ penomoran itu
dilakukan oleh para Bapa Gereja yaitu oleh Origen dan St. Agustinus. Pengelompokan
kesepuluh perintah Allah menurut gereja-gereja Timur dan Protestan mengikuti Origen,
sedangkan menurut Gereja Katolik dan Lutheran mengikuti St. Agustinus.18
Tentang Sabbath patokan penentuan hari Tuhan oleh Gereja itu adalah hari
kebangkitan Kristus sendiri, dan hal inilah yang telah diterapkan oleh para rasul dan jemaat
sejak kebangkitan Yesus, yang terjadi di hari pertama Minggu bukan pada hari ketujuh yaitu
pada hari Sabtu. Jadi yang menentukan perubahan ini, yang bermakna penggenapan makna
hari Sabat adalah Kristus.
Sabat (Ibrani: shabbath) adalah dimulai dari hari jumat sore (matahari terbenam)
sampai Sabtu sore (matahari terbenam). Pada prinsipnya Allah menginginkan manusia untuk
menyembah-Nya secara khusus, karena Allah adalah Pencipta dan Pemelihara kehidupan.
Sabat, hari ke tujuh dalam penciptaan, adalah hari khusus yang diberkati dan dikuduskan oleh
Allah, karena Allah berhenti dari segala pekerjaan ciptaan yang telah dibuat-Nya (lih. Kej.
2:2-3; Kel. 20:11). Oleh karena Sabat adalah hari yang dikuduskan oleh Allah, maka Allah
melarang umat-Nya untuk bekerja pada hari Sabat (Kel. 20:9-11). Sabat merupakan tanda
peringatan antara manusia dengan Allah dan menjadikannya perjanjian kekal (lih. Kel. 31:13;
Kel. 31:16; Kel. 31:17). Lebih lanjut Allah juga memerintahkan untuk memelihara hari Sabat
(Im. 19:3, Im. 19:30) dan yang melanggar hari Sabat dihukum mati (lih. Kel. 31:14; Kel.
31:15; Bil. 15:32-36). Dengan kata lain hari Sabat memang ditentukan oleh Tuhan sendiri
yang harus dijalankan oleh umat-Nya secara turun-temurun.19
Dalam injil Yesus sendiri beberapa kali berdebat dengan kaum Farisi yang
memberikan beban yang tak tertanggungkan kepada manusia (Mat. 23:4) dan kemudian
Yesus menyatakan bahwa hari Sabat dibuat untuk manusia, bukan sebaliknya (Mrk. 2:27).
Yesus sendiri menyembuhkan orang pada hari Sabat dan membela muridnya ketika mereka
mengambil makanan di ladang, dan Yesus mengutip tentang apa yang dilakukan oleh Daud
18
John J. Pasquini, Catholic Answers to Protestant Questions: The Conscise Summa for Catholic’s Apologetics
(New York: Pine Like Road Suite, 2001), hlm. 9. 19
Ibid., hlm. 15
16
(Mat. 12:3; Mrk. 2:25; Luk. 6:3; Luk. 14:5). Lebih lanjut, Rasul Paulus menegaskan bahwa
hari Sabat tidak mengikat umat Kristen (Kol. 2:16; Gal. 4:9-10; Rom. 14:5-6). Demikian pula
Rasul Yohanes menuliskan wahyu yang diterimanya pada hari Tuhan (Why. 1:10).20
Kebangkitan Tuhan adalah menjadi pokok iman Kristen dan kebangkitan Yesus
terjadi pada hari Minggu, yang disebut sebagai hari pertama di dalam minggu (Luk. 24:1).
Setelah kebangkitan-Nya, Tuhan Yesus menampakkan diri dalam perjalanan ke Emmaus, dan
melakukan pemecahan roti di depan murid-murid-Nya pada hari kebangkitan-Nya, yaitu hari
Minggu, hari pertama minggu itu (Luk. 24:13-35, Luk. 24:1). Jemaat Kristen perdana yang
non Yahudi merayakan hari Tuhan pada hari Minggu (Kis. 20:7; 1 Kor. 16:2). Maka
perayaan Hari Tuhan bagi umat Kristen adalah hari Minggu yang dikatakan sebagai hari
pertama di dalam minggu, dan bukan hari terakhir dalam minggu (bukan Sabat).21
Perbandingan hari Minggu Kristen dengan hari Sabat menurut visi Perjanjian Lama
mendorong besarnya perhatian pandangan-pandangan teologis. Secara khusus, di sana timbul
kaitan yang unik antara Kebangkitan dan Penciptaan. Pandangan Kristen secara spontan
menghubungkan Kebangkitan Kristus, yang terjadi ―di hari pertama minggu itu‖, dengan hari
pertama dari hari kosmik (lih. Kej 1:1-24) yang membentuk kisah Penciptaan di Kitab
Kejadian: hari penciptaan terang (lih. Kej 1:3-5). Kaitan ini mengundang sebuah pemahaman
Kebangkitan sebagai awal dari ciptaan yang baru, buah-buah sulung yang tentangnya Kristus
yang mulia adalah, ―yang sulung dari segala ciptaan‖ (Kol 1:15) dan ―yang sulung dari antara
orang mati‖ (Kol 1:18).22
Peralihan dari pemeliharaan hari Sabat ke pemeliharaan hari Minggu adalah proses
yang berangsur-anggur yang dimulai pada suatu waktu sebelum tahun 150 M dan diteruskan
hampir tiga abad. Ada suatu usaha oleh beberapa Kristen untuk menjelaskan bahwa mereka
bukanlah orang Yahudi; oleh karena itu, mereka meninggalkan hari Sabat dan memihak
kepada hari Minggu. Eusebius, salah seorang dari para ahli sejarah gereja yang terkemuka
pada zaman itu, menulis dalam bukunya Commentary on Balm 92, "Segala sesuatu yang
wajib dilakukan pada hari Sabat, ini telah kami pindahkan ke hari Tuhan, karena semua itu
lebih layak pada hari tersebut, karena hari itu mendapat prioritas dan tingkatan pertama, dan
lebih terhormat dari pada hari Sabat Yahudi." Keputusan resmi yang pertama dari gereja
memihak kepada hari Minggu diambil di Majelis Laodekia pada abad. keempat. Tetapi,
20
Edward McDonald, Where Is It in the Bible?: The Summa of Catholic Apologetics (New York: Ignatius Press,
2009), hlm. 91. 21
Samuele Bacchiocchi, From Sabbath to Sunday: A Historical Investigation of the Rise of Sunday Observance
in Early Christianity (Roma: Biblical Perspectives, 2000), hlm. 150. 22
Ibid, hlm 75.
17
hukum yang berhubungan dengan pemeliharaan hari Minggu memerincikan pemeliharaan
sebagai alasan untuk tidak memelihara hari Sabat.23
Mengapa kesucian hari Minggu dikembangkan? Pertama, itu adalah suatu usaha
supaya jangan seperti orang Yahudi dan dengan demikian untuk menghindarkan
penganiayaan. Kedua, setelah Roma semakin berkuasa dia menempatkan pengaruhnya. di
pihak hari Minggu, bukan di pihak hari Sabat. Ketiga, sebagai akibat pengaruh Roma hari
Minggu dibuat menjadi masalah hukum gereja sebagaimana dengan tradisi-tradisi lain yang
tidak sesuai dengan kitab suci.24
KGK 2174 menegaskan bahwa Hari Minggu adalah hari Tuhan karena hari Minggu
menjadi perayaan karya penciptaan Allah. Hari Minggu diidentikkan dengan perayaan
Paskah yang disinari oleh kemuliaan Kristus yang bangkit sebagai perayaan "Penciptaan
Baru". Rasul Paulus dalam suratnya kepada umat di Kolose: "Karena di dalam Dialah telah
diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang
tidak kelihatan...segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia" (Kol. 1:16). Kehadiran
Yesus Kristus dalam karya penciptaan Allah diwahyukan sepenuhnya dalam Misteri Paskah
di mana Kristus yang telah bangkit dari antara orang mat! sebagai yang sulung dari antara
orang-orang yang telah meninggal (1 Kor. 15:20) membentuk penciptaan baru dan memulai
proses serta mengantar proses penciptaan itu kepada kepenuhannya supaya Allah menjadi
semuanya dalam segalanya (1 Kor. 15: 24.28).
Hari Minggu merupakan sakramen perjumpaan mingguan dengan Kristus yang
bangkit dan menampakkan diri karena kehadiran-Nya di tengah kita yang berhimpun
bersama. Dalam perjumpaan ini, umat beriman setiap kali berkesempatan mengalami misteri
Paskah yang akan lebih memperteguh identitasnya sebagai pengikut Kristus. Para pengikut
Kristus dipanggil bersama oleh Tuhan yang telah bangkit dan yang telah mengurbankan
hidupnya demi mengumpulkan dan mempersatukan anak-anak Allah yang tercerai berai
(Yoh. 11:52). Dapat dikatakan bahwa hari Minggu adalah sakramen kehadiran Kristus yang
telah bangkit di tengah Gereja. Kegembiraan akan kehadiran itu diungkapkan dalam Syahadat
(Aku Percaya) sebagai ungkapan iman yang menunjukkan bahwa Kristus satu-satunya
sumber kehidupan.25
Paus Beato Yohanes Paulus II, Dies Domini, 20-25 memberikan suatu kesimpulan..
―… Dengan Dia kamu dikuburkan dalam baptisan, dan dalam Dia kamu turut dibangkitkan
23
Ibid., 24
Ibid., hlm. 275 25
Peter Kraaft, Handbook of Catholic Apologetics: Reasoned Answers to Questions of Faith (Washington:
Ignatius Press, 2009), hlm. 351
18
juga oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah, yang telah membangkitkan Dia dari
orang mati…‖ (Kol. 2:12; lih. Rom. 6:4-6). Liturgi menggarisbawahi dimensi baptis dari hari
Minggu, baik dengan menyebutnya sebagai perayaan baptisan- sebagaimana pada Malam
Paska- pada suatu hari dalam minggu ―ketika Gereja memperingati Kebangkitan Tuhan‖, dan
dengan menganjurkan pemercikan air suci sebagai ritus tobat yang layak di awal Misa, yang
mengingatkan akan saat Baptisan yang melaluinya lahirlah semua kehidupan Kristiani.‖
Suplemen: Tanggapan terhadap Finley dan Gerakan Adventis Milennialism
Finley melakukan tafsiran yang sungguh tidak kontekstual dengan menunjuk pesan
untuk masa dulu dan menyamakan makna pesan itu untuk situasi di masa sekarang. Finley
dan Gerakan Advent hari Ketujuh sendiri sangat terinspirasi dengan Gerakan Milenialisme.26
Gerakana Milenialisme mengkaitkan kedatangan Yesus yang kedua dengan Kerajaan 1000
tahun yang disebutkan dalam Why. 20:1-6. Gerakan Milenialisme terbagi dalam tiga
pandangan yang berbeda. Gerakan Pre-millennialism27
berpandangan bahwa kedatangan
Kristus sebelum kerajaan 1000 tahun. Sedangkan Gerakan Post-millennialism28
berpandangan bahwa kedatangan Kristus sesudah kerajaan 1000 tahun. Akhirnya
amillennialism melihat bahwa 1000 tahun tersebut adalah simbol yang mengacu pada arti
jangka waktu yang lama. sedangkan pelepasan ikatan Iblis itu dihubungkan dengan kejayaan
singkat suatu apostasy yang besar yang memuncak pada kejayaan Anti-Kristus.
26
Millenialisme dari "milenium" bahasa Latin untuk ‗seribu tahun‘ adalah keyakinan oleh beberapa pemeluk
Kristen bahwa akan ada ‗surga di bumi‘ di mana Kristus akan memerintah selama 1000 tahun - sebelum
KedatanganNya Yang Kedua dan penghakiman akhir atas seluruh umat manusia. Keyakinan ini terutama
berasal dari Why. 20:1-6. Kelompok-kelompok milenarian biasanya mengklaim bahwa masyarakat masa kini
dan para penguasanya korup, tidak adil, atau menyimpang. Karena itu mereka percaya bahwa mereka akan
segera dihancurkan oleh suatu kekuatan yang dahsyat. Sifat yang berbahaya dari status quo ini selalu dianggap
tidak dapat diubah tanpa adanya perubahan dramatis yang telah diharapkan. Catherine Wessinger, The Oxford
Handbook of Millennialism (London: Oxford University Press, 2000), hlm. 25. 27
Ada tendensi bahwa Gerakan Milenialisme tidak lagi mengharapkan kerajaan 1000 tahun melalui kemajuan
sejarah manusia. Sebaliknya, mereka mengakui bahwa dimensi kehidupan manusia akan mengalami
kemunduran di dalam hal iman dan moral. Maka timbullah paham Pre-millennialism, di mana keadaan manusia
akan semakin memburuk, menjelang akhir jaman/ kedatangan Yesus yang kedua kali. Ibid., hlm. 26 28
Post-millenialism mencapai puncaknya pada abad 18-19 pada komunitas Anglo- Amerika, yang ditandai
dengan pandangan optimistik tentang sejarah manusia, yang menuju kepada kemajuan secara universal.
Pandangan ini mengharapkan 1000 tahun kejayaan Kristus yang akan tercapai dalam sejarah manusia. Pada
akhir periode kejayaan ini, Iblis akan dilepaskan, perang Armageddon akan terjadi dan Kristus akan kembali
datang dengan kemulian-Nya. Kerajaan 1000 tahun menurut pandangan ini mengacu kepada keadaan ideal di
segala bidang, yang dihubungkan dengan revolusi politik dan keadilan sosial. Menarik di sini, bahwa ide ini
bahkan juga mempengaruhi mental para atheists, seperti Marxism, Nazism dan regim totalitarian lainnya.
Namun, dewasa ini, lama-kelamaan faham ini menjadi kurang populer, karena terjadinya kejadian-kejadian
brutal di abad ke- 20, dan juga penurunan standar moral, di mana orang-orang tidak lagi menerapkan ajaran
iman dan moral Kristiani. Maka pandangan akan kemajuan optimistik akan sejarah manusia dianggap menjadi
terlalu naïf. Ibid.,
19
Paham milenialisme sendiri tentang Nero mengikuti perspektif Preterist Post-
Milennialism. Pandangan Historical (Post-Tribulation) Pre-Milennialism dan Pre-Tribulation
Pre-Milennialism menafsirkan angka 666 sebagai simbol kejahatan, 1 angka kurang dari 7 (3
kali pengulangan angka sempurna), dan jika seandainya menyimbolkan nama seseorang,
nama tersebut tidak diketahui saat itu, tetapi baru akan diketahui pada waktu yang tepat.
Perspektif Amilennealism menafsirkannya sebagai ketidaksempurnaan, kejahatan, dan juga
simbol dari Domitian.29
Tentang hal ini: Kaum Milenialisme sering mengutip Why. 13:16-18:
Dan ia menyebabkan, sehingga kepada semua orang, kecil atau besar, kaya atau
miskin, merdeka atau hamba, diberi tanda pada tangan kanannya atau pada dahinya, dan tidak
seorang pun yang dapat membeli atau menjual selain dari pada mereka yang memakai tanda
itu, yaitu nama binatang itu atau bilangan namanya. Yang penting di sini ialah hikmat:
barangsiapa yang bijaksana, baiklah ia menghitung bilangan binatang itu, karena bilangan itu
adalah bilangan seorang manusia, dan bilangannya ialah enam ratus enam puluh enam."
Jadi, dengan pemahaman ini, diyakini – baik dahulu maupun sekarang – bahwa setiap
orang, agar dapat masuk ke dalam sistem ekonomi ini, harus memiliki Bilangan Sang
Binatang dalam bentuk tertentu yang dicapkan pada diri mereka. Hal ini membangkitkan
spekulasi tentang sifat tanda tersebut. Para kaisar Romawi di zaman dahulu akan
memaksakan kematian syahid atas mereka yang menolak mengenakan tanda ini. Pada suatu
saat setelah munculnya, ada sejumlah besar orang Yahudi yang akan beralih memeluk agama
Kristen dan memberitakan Injil setelah orang-orang Kristen disingkirkan melalui
Pengangkatan.
Tentang hal ini St. Yohanes Krisostomus (347-407) juga percaya bahwa
―pengangkatan‖ orang beriman akan terjadi bersamaan dengan kedatangan Kristus kembali
dengan mulia di akhir sejarah manusia, untuk membangkitkan orang-orang mati dan
menghakimi dunia. Dalam komentarnya terhadap 1 Tes 4:15-17 dia menjawab pertanyaan,
―Kalau Kristus hendak turun ke dunia, mengapa kita perlu ‗diangkat‘? Jawabnya adalah:
―demi menghormati Dia.‖30
Di sini Santo Yohanes menghubungkan pengangkatan dengan
kebiasaan di masyarakat kuno, yang menyambut raja yang datang menuju tempat tujuannya.
29
Ibid., hlm. 111. 30
St. John Chrysostom, dalam Homilies on Thessalonians, VIII, ―When a king drives into a city, those who are
in honor go out to meet him; but those who are condemned await the judged inside the city. And at the coming
of an affectionate father, his children and all those who are worthy to be his children are taken out to Him in
chariot, so that they may see him and kiss him. But those of his servants who have offended him remain inside
the house. We are carried upon the chariot of our Father. For He received Christ up in the clouds, and we shall
be caught up in the clouds [see Acts 1:9]. Do you see how great is the honor? And as He descends, we go forth
to meet Him…so shall we be with Him.― (see 1 Tes 4:17). Peter Kraaft, Handbook of Catholic Apologetics:
Reasoned Answers to Questions of Faith (Washington: Ignatius Press, 2009), hlm. 242.
20
Bahkan hal ini juga terjadi pada keluarga, di mana ketika ayah datang, maka anak-anak
datang menyambutnya.
Namun demikian Mark Finley dan Gerakan Milenialisme sebenarnya terlalu berfokus
pada jumlah seribu tahun itu. Jikalau kita menuruti struktur syair yang dipakai dalam Why.
serta memahami "seribu tahun" dari sudut seluruh doktrin Alkitab, sebenarnya sangatlah
sederhana : 1.000 = 10 x 10 x 10, yang menunjukkan angka yang sempurna. Arti angka
"seribu" yang dipakai dalam Why. 20 ini bukan sepenuhnya secara harfiah. Lantaran angka
sepuluh mengandung arti "genap". Kristus diurapi sebagai Raja di dalam kekekalan (Mzm. 2:
7; Ibr. 1:8-9). Ia menjadi Raja dari selama-lamanya hingga selama-lamanya (Luk. 1:32-33;
Why. 11:15-17). KerajaanNya adalah yang rohani, sorgawi, melintasi ruang dan waktu (Bdk.
Ibr. 8:1-2; 9:11,24; 12:22-24,28; Why. 4:2-11;5:7-14;15:3-4;17:14;19:11-17).31
Tentang Gerakan Milenialisme Katekismus Gereja Katolik 676 mengatakan bahwa.
―Kebohongan yang ditujukan kepada Kristus ini selalu muncul di dunia, apabila orang
mengkhayalkan bahwa dalam sejarahnya mereka sudah memenuhi harapan mesianis,
yang hanya dapat mencapai tujuannya sesudah sejarah melalui pengadilan
eskatologis. Gereja telah menolak pemalsuan Kerajaan yang akan datang (Bdk. DS
3839). juga dalam bentuknya yang halus, yang dinamakan ―milenarisme‖, tetapi
terutama bentuk politis dari mesianisme sekular yang secara mendalam bersifat salah
(Bdk. GS 20-21).
Berhadapan dengan Gerakan Milenialisme sendiri Magisterium Gereja Katolik
memang memilih dengan tenang untuk teguh berpegang pada Tradisi yang diajarkan oleh
para Bapa Gereja. Intinya, kedatangan Yesus yang kedua hanya terjadi satu kali, tiba-tiba dan
tak dapat diketahui sebelumnya oleh manusia, dan Kristus akan datang dengan kemuliaan-
Nya. Gereja Katolik tidak meramalkan siapakah Antikristus, ataupun menghubungkan
skenario Dan. dan Why.32
Namun bukan berarti refleksi tentang akhir zaman diacuhkan sebab
permenungan akan akhir dunia akan sangat berguna untuk meletakkan kehidupan sehari-hari
dalam perspektif yang benar, agar kita tidak terlena. Hal akhir zaman ini memang layak kita
cermati, walaupun itu hanya menyadarkan kita bahwa kita mempunyai beberapa
kemungkinan jawaban daripada sesuatu yang sudah pasti.
Kesimpulan
Berhadapan dengan segala tuduhan ini, sebagai orang Katolik, saya tak merasa
gelisah jika mendengar tentang pengajaran tentang Sistem Kepausan Gereja dan Hari Sabbat
31
Edward McDonald, Where Is It in the Bible?: The Summa of Catholic Apologetics, hlm. 256. 32
Jon Gjerde,S. Deborah Kann, Catholicism and the Shaping of Nineteenth-Century America (London:
Cambridge, 2012), hlm. 95.
21
zaman. Fitnahan yang tidak mendasar itu apalagi menghitung tahun dan waktu kedatangan
Yesus yang kedua, karena besar kemungkinan hal itu tidak benar, seperti yang telah terbukti
dalam sejarah manusia, khususnya yang berusaha menafsir Why. seperti yang dialami oleh
Komunitas Ranting Daud (Wi Ranch Apocalyse). Hasil hitungan kita akan hanya menambah
panjang daftar kekeliruan ramalan manusia akan perhitungan akhir jaman, sebab Tuhan
sendiri mengatakan bahwa kita tidak akan tahu hari mana Ia akan datang (Mat. 24:42). Pada
dasarnya, Allah ―menghendaki semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan
kebenaran‖ (1 Tim 2:4).
Oleh karena itu manusia perlu berjuang untuk hidup kudus, dengan mengasihi Tuhan
dan sesama, sesuai dengan panggilan hidupnya. Oleh karena keselamatan tidak ditentukan
oleh apa status seseorang, entah sebagai kaum awam atau kaum religius tertahbis (LG 5).
Pada akhirnya, memang hanya Tuhan yang dapat menentukan keselamatan. Akhirnya,
daripada berpayah-payah menduga siapa-siapa yang masuk neraka, lebih baik berjuang untuk
hidup dalam kekudusan, supaya kita bisa didapati-Nya siap sedia untuk masuk dalam
Kerajaan Surga.
Daftar Pustaka
Buku
Bacchiocchi, Samuele. From Sabbath to Sunday: A Historical Investigation of the Rise of
Sunday Observance in Early Christianity (Roma: Biblical Perspectives, 2000.
Champlin. Joseph M, The Eucharist: A Mystery of Faith. New York: Paulist Press, 1998.
Doyle, Stephen C. Apocalypse: A Catholic Perspective on the Book of Revelation. New York:
St. Anthony Messenger Press, 2005.
Groenen, C. “Pentingnya Kerasulan Kitab Suci bagi Umat”, dalam kerasulan Kitab Suci,
Lembaga Biblika Indonesia, 1977.
Gunawan, H. Pidyarto. Umat Bertanya, Romo Pid Menjawab 7. Yogyakarta : Kanisius, 2006.
--------------------------. Umat Bertanya, Romo Pid Menjawab 5. Yogyakarta : Kanisius, 2006.
Gjerde. Jon, dan S. Deborah Kann, Catholicism and the Shaping of Nineteenth-Century
America. London: Cambridge, 2012.
Klein, Gregory L. Pastoral Foundations of the Sacraments: A Catholic Perspective. New
York: Paulist Press, 1998.
Kraaft, Peter. Handbook of Catholic Apologetics: Reasoned Answers to Questions of Faith.
Washington: Ignatius Press, 2009.
22
McDonald, Edward. Where Is It in the Bible?: The Summa of Catholic Apologetics (New
York: Ignatius Press, 2009.
Pasquini, John J. Catholic Answers to Protestant Questions: The Conscise Summa for
Catholic’s Apologetics (New York: Pine Like Road Suite, 2001.
Perkins Pheme, ―Wahyu‖ dalam Dianne Bergant Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Yogyakarta:
Kanisius, 2002
Wessinger, Catherine. The Oxford Handbook of Millennialism. London: Oxford University
Press, 2000.
Internet dan Catatan Kuliah
Arganiosa, Abe ―The Sign Of The Beast‖ diunduh di
https://catholicfaithdefender.wordpress.com/category/666/ (10 Mei 2015)
Paus Leo XIII, ―Praeclara Gratulationis Publicae” diunduh dari
http://www.papalencyclicals.net/Leo13/l13praec.htm (10 Mei 2015)
Runtulalo, Ventje. Catatan Kuliah ―Tafsir Kitab Wahyu‖ Pineleng: Sekolah Tinggi Filsafat
Seminari Pineleng 29 April 2015.