Tanggapan Gereja Katolik terhadap Tuduhan Mark of The Beast (666)
UNPAR Institutional Repository - Universitas Katolik Parahyangan
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of UNPAR Institutional Repository - Universitas Katolik Parahyangan
UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
FAKULTAS HUKUM
Terakreditasi Berdasarkan Keputusan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi
Nomor : 429/SK/BAN-PT/Akred/S/XI/2014
Pergeseran Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Penafsiran Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Ditinjau Dari Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 Tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan
OLEH
Nadya Nisyara Pramesty
NPM : 2015200082
PEMBIMBING
Dr.W. M. Herry Susilowati, S.H., M.Hum.
Penulisan Hukum
Disusun Sebagai Salah Satu Kelengkapan
Untuk Menyelesaikan Program Pendidikan Sarjana Program Studi Ilmu Hukum
2019
PERNYATAAN INTEGRITAS AKADEMIK
Dalam rangka mewujudkan nilai-nilai ideal dan standar mutu akademik yang
setinggi-tingginya, maka Saya, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Katolik
Parahyangan yang beranda tangan di bawah ini :
Nama : Nadya Nisyara Pramesty
NPM : 2015200082
Dengan ini menyatakan dengan penuh kejujuran dan dengan kesungguhan hati dan
pikiran, bahwa karya ilmiah / karya penulisan hukum yang berjudul:
“ Pergeseran Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Penafsiran Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Ditinjau Dari Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 Tentang Pengujian Undang-
Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan ”
Adalah sungguh-sungguh merupakan karya ilmiah /Karya Penulisan Hukum yang
telah saya susun dan selesaikan atas dasar upaya, kemampuan dan pengetahuan
akademik Saya pribadi, dan sekurang-kurangnya tidak dibuat melalui dan atau
mengandung hasil dari tindakan-tindakan yang:
a. Secara tidak jujur dan secara langsung atau tidak langsung melanggar hak-hak
atas kekayaan intelektual orang lain, dan atau
b. Dari segi akademik dapat dianggap tidak jujur dan melanggar nilai-nilai
integritas akademik dan itikad baik;
Seandainya di kemudian hari ternyata bahwa Saya telah menyalahi dan atau
melanggar pernyataan Saya di atas, maka Saya sanggup untuk menerima akibat-
akibat dan atau sanksi-sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku di lingkungan
Universitas Katolik Parahyangan dan atau peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pernyataan ini Saya buat dengan penuh kesadaran dan kesukarelaan, tanpa paksaan
dalam bentuk apapun juga.
Bandung, 14 Juni 2019
Mahasiswa penyusun Karya Ilmiah/ Karya Penulisan Hukum
( )
Nadya Nisyara Pramesty
2015200082
i
ABSTRAK
Mahkamah Konstitusi merupakan suatu lembaga peradilan yang memiliki
kewenangan untuk melakukan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Kewenangan
pengujian ini disertai dengan tindakan penafsiran yang dilakukan oleh Mahkamah
Konstitusi untuk mengetahui makna atau maksud dari suatu ketentuan dalam Undang-
UUD NRI 1945. Namun dalam praktiknya penafsiran ini tidak hanya berperan untuk
mengetahui makna dari suatu ketentuan saja namun dapat berakibat pula pada
pemaknaan lain dari suatu ketentuan dalam UUD NRI 1945 yang berujung pada
berubahnya ketentuan atau pasal dalam UUD NRI 1945.
Perubahan ketentuan dalam UUD NRI 1945 melalui penafsiran Mahkamah
Konstitusi tentu akan tumpang tindih dengan kewenangan dari Majelis
Permusyawaratan Rakyat sebagai lembaga negara yang diberikan amanat oleh UUD
NRI 1945 untuk mengubah atau mengamandemen UUD NRI 1945. Meskipun
perubahan yang dilakukan berbeda yaitu Mahkamah Konstitusi mengubah secara
kontekstual sedangkan Majelis Permusyawaratan Rakyat mengubah secara tektual,
tetapi tentu hal ini akan menimbulkan sengketa kewenangan antar lembaga negara yang
memiliki kewenangan sama dalam mengubah UUD NRI 1945.
Saat ini belum ada aturan yang memberikan kewenangan atau melarang
Mahkamah Konstitusi untuk melakukan penafsiran yang berakibat berubahnya
ketentuan dalam UUD NRI 1945. Namun apabila terdapat larangan bagi Mahkamah
Konstitusi untuk melakukan perubahan UUD NRI 1945 tentu hal ini akan menghindari
adanya perbenturan kewenangan dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Kata Kunci : Mahkamah Konstitusi, Kewenangan, Penafsiran, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
92/PUU-X/2012
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan kasih sayang-Nya serta rahmat dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat
menyelesaikan Penulisan Hukum dengan judul “Pergeseran Kewenangan Mahkamah
Konstitusi Dalam Menafsir Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 Ditinjau Dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 Tentang
Pengujian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan .“ Penulisan hukum ini disusun sebagai salah satu
syarat kelengkapan untuk menyelesaikan Program Sarjana pada Fakultas Hukum
Universitas Katolik Parahyangan.
Penulis pun menyadari bahwa Penulisan Hukum ini tidak dapat diselesaikan
tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Orang tua Penulis, Chaerul Rizky Prasetya Mantini dan Heni Andriani,
yang telah memberikan kasih sayang, dukungan dan doa sehingga Penulis
diberikan kelancaran dalam menyusun Penulisan Hukum ini. Kedua orang tua
Penulis merupakan motivasi utama Penulis dalam menyusun Penulisan Hukum
maupun dalam menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Katolik
Parahyangan.
2. Adik Penulis, Azka Adyariefa Pramudya, yang telah menemani Penulis
sedari kecil dan menjadi penghibur bagi Penulis serta teman Penulis dalam
bertukar pendapat.
3. Seluruh anggota keluarga besar Penulis yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, terima kasih telah memberikan semangat dan dukungan kepada Penulis
iii
selama ini yang memberikan dorongan bagi Penulis untuk menyusun Penulisan
Hukum ini.
4. Ibu Dr.W. M. Herry Susilowati, S.H., M.Hum, selaku dosen pembimbing
Penulis yang telah memberikan nasihat, masukan, saran serta kritik yang sangat
membangun dan mendorong Penulis untuk menyelesaikan Penulisan Hukum
ini. Selain itu, beliau pun telah menyisihkan waktunya bagi Penulis untuk
berdiskusi mengenai Penulisan Hukum ini. Tanpa beliau Penulisan Hukum ini
mungkin tidak dapat diselesaikan dengan baik dan benar.
5. Ibu Dr. Maria Emelia Retno Kadarukmi, S.H., M.H., selaku dosen wali
Penulis yang telah memberikan arahan dan dukungan bagi Penulis dalam
menjalani setiap semester di Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan.
6. Bapak Prof. Dr. Asep Warlan Yusuf, S.H., M.H. dan
Ibu Dr. Rachmani Puspitadewi, S.H., M.Hum., selaku dosen penguji
Penulisan Hukum Penulis yang telah memberikan masukan, saran dan kritik
kepada Penulis yang membantu Penulis untuk menyempurnakan dan
memperbaiki Penulisan Hukum ini.
7. Ibu Dewi Sukma Kristianti, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing dari
Parahyangan Law Debate Community (PLDC) yang telah memberikan nasihat-
nasihat dan saran kepada Penulis serta telah membimbing Penulis dalam
berkegiatan baik di dalam PLDC maupun di luar PLDC. Terima kasih Ibu
Dewi, atas segala dukungan yang telah ibu berikan selama ini.
8. Emia Regita dan Silvana Intan yang selalu ada bersama Penulis melewati
segala lika-liku dalam proses Penulisan Hukum ini. Teman dalam bertukar
pikiran, informasi dan juga tempat berkeluh kesah Penulis.
9. Lidya Charina Nintha, teman yang selalu ada bagi Penulis di kala susah dan
senang. Terima kasih atas waktu dan pengorbanan yang telah diberikan kepada
Penulis, semoga pertemanan ini akan terus berlanjut hingga nanti. Tetap
semangat dan jangan menyerah, semoga selalu menemui kelancaran maupun
iv
kemudahan dalam setiap permasalahan dan keinginan yang diharapkan akan
terkabul.
10. Valen Diyen, Tiara Frisly, Selma Nabila, Alyssa Helena, Rizky Arisanti
dan Widiawati, teman yang selalu ada untuk saling menemani dalam proses
penyusunan Penulisan Hukum ini. Tempat untuk berbagi cerita dan sebagai
penghibur bagi Penulis untuk sejenak melupakan permasalahan yang ada.
11. Ansos and Partners, yakni Alyssa Helena, Selma Nabila, Widiawati, Chersie,
Emia Regita, Fuji Aulia, Rizky Arisanti, Livia Valerina, Silvana Intan, Susan
Hanam, Tiara Frisly, Valensya, Yenny Yorisca, yang merupakan sahabat
Penulis dari semester awal hingga semester akhir perkuliahan di Universitas
Katolik Parahyangan dengan berbagai macam drama yang terjadi di dalamnya.
Terima kasih telah setia menemani Penulis dan selalu memberikan nasihat dan
dukungan kepada Penulis yang membuat Penulis tetap semangat dalam
menyelesaikan Penulisan Hukum dan studi di Universitas Katolik
Parahyangan.
12. Parahyangan Law Debate Community, yang telah membuat Penulis
mendapatkan banyak ilmu yang bermanfaat dan pengalaman-pengalaman
dalam berdebat yang akan berguna di kemudian hari. Terima kasih pula kepada
senior, teman seangkatan maupun junior PLDC yang telah membantu Penulis
untuk berkembang menjadi orang yang lebih baik. Terutama kepada rekan-
rekan satu tim yang turun bersama Penulis di perlombaan yaitu DLF 2016 (
Reza Revansa, Kireina Cyana dan Caesarya Aprilianti ), PLF 2018 ( Lidya
Charina, Jeshua Marphi dan Mikhael Adam), dan MPR 2018 ( Valen Diyen
dan Widiawati).
13. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, yang
telah memberikan ilmunya yang sangat bermanfaat kepada Penulis sebagai
bekal untuk mencapai cita-cita Penulis.
v
14. Seluruh Staff Tata Usaha dan Para Pekarya Fakultas Hukum Universitas
Katolik Parahyangan, yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan
studi dan Penulisan Hukum ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam Penulisan Hukum ini,
akibat keterbatasan Penulis. Oleh sebab itu, Penulis menerima saran, kritik maupun
masukan atas kekurangan - kekurangan yang terdapat dalam Penulisan Hukum ini
untuk menjadi perbaikan di masa yang akan datang.
Bandung, 18 Juni 2019
Nadya Nisyara Pramesty
2015200082
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ...................................................................................... 6
1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6
1.4. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 6
1.4.1. Manfaat Teoritis................................................................................... 6
1.4.2. Manfaat Praktis ................................................................................... 7
1.5. Metode Penelitian ....................................................................................... 7
1.5.1. Spesifikasi Penelitian ........................................................................... 7
1.5.2. Metode Pendekatan ............................................................................. 7
1.5.3. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 7
1.5.4. Teknik Analisa Data ............................................................................ 9
1.6. Sistematika Penulisan ................................................................................ 9
BAB II TINJAUAN TEORI MENGENAI KONSTITUSI DAN PERUBAHAN
KONSTITUSI........................................................................................ 11
2.1 Pengantar ................................................................................................... 11
2.2 Teori Negara Hukum ................................................................................ 11
2.3 Pemisahan Kekuasaan .............................................................................. 13
2.4 Teori Konstitusi ......................................................................................... 15
2.4.1 Pengertian Konstitusi ......................................................................... 15
2.4.2. Materi Muatan Konstitusi................................................................. 17
2.5 Teori Perubahan Konstitusi ..................................................................... 20
2.5.1. Pengertian Perubahan Konstitusi .................................................... 20
2.5.2. Prosedur Perubahan Konstitusi ....................................................... 22
2.6 Perubahan Konstitusi Indonesia ......................................................... 27
BAB III KEWENANGAN MENGUBAH UUD NRI 1945 SECARA NORMATIF
DAN PRAKTIK KETATANEGARAAN ........................................... 34
3.1 Pengantar ................................................................................................... 34
3.2 Perubahan UUD NRI 1945 Secara Normatif .......................................... 35
3.3 Perubahan UUD NRI 1945 Secara Praktik Ketatanegaraan ................ 39
3.3.1 Pengujian Undang-Undang Terhadap UUD NRI 1945 ................... 40
3.3.2 Penafsiran Konstitusi Oleh Mahkamah Konstitusi ......................... 43
3.4 Proses Legislasi .......................................................................................... 47
3.4.1 Kewenangan Pembentukan Undang-Undang .................................. 48
3.4.2 Proses Pembentukan Undang-Undang ............................................. 53
BAB IV ANALISIS PERGESERAN KEWENANGAN MAHKAMAH
KONSTITUSI DALAM MELAKUKAN PENAFSIRAN UUD NRI 1945
DITINJAU DARI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR
92/PUU-X/2012 ...................................................................................... 72
4.1 Pergeseran Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Menafsir UUD
NRI 1945 .............................................................................. .............................72
4.2 Keberadaan Dewan Perwakilan Daerah Dalam Proses Legislasi Sebelum
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012.......................... 75
4.3 Keberadaan Dewan Perwakilan Daerah Dalam Proses Legislasi Setelah
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012.......................... 79
4.4 Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012
Terhadap Kewenangan Lembaga Negara Mengubah UUD NRI 1945 ...... 81
BAB V PENUTUP.............................................................................................. 95
5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 95
5.2 Saran ........................................................................................................... 96
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 98
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945) menyebutkan bahwa “Negara Indonesia
adalah negara hukum”. Salah satu syarat yang harus dipenuhi dari suatu negara
hukum adalah segala kekuasaan negara harus dijalankan sesuai konstitusi dan
hukum yang berlaku.1 Pengakuan kepada suatu negara sebagai negara hukum
goverment by law sangat penting, karena kekuasaan negara dan politik bukanlah
tidak terbatas. Perlu pembatasan-pembatasan terhadap kewenangan dan kekuasaan
negara dan politik tersebut, untuk menghindari timbulnya kesewenang-wenangan,
maka dari itu hukum memiliki peran sangat penting dan berada di atas kekuasaan
negara.2 Indonesia sebagai negara hukum berarti jalannya pemerintahan harus
berdasarkan hukum yang berlaku, salah satunya adalah konstitusi Indonesia yaitu
UUD NRI 1945 yang ditujukan untuk membatasi kewenangan pemerintah.
Selain itu, dalam negara hukum diakui adanya konstitusionalisme yang secara
luas telah diterima sebagai prasyarat baik bagi demokrasi maupun negara hukum.
Dalam hubungan ini, konstitusi dimaknai sebagai pernyataan mendasar tentang apa
yang oleh sekelompok orang yang menyatukan dirinya sebagai warga negara dari
suatu bangsa dianggap sebagai ketentuan-ketentuan dan nilai-nilai dasariah yang
kepadanya mereka berbagi dan kepadanya pula mereka sepakat untuk terikat.3
Constitutionalism atau Konstitusionalisme mengemban the limited state, agar
penyelenggaraan negara dan pemerintahan tidak sewenang-wenang dan hal
dimaksud dinyatakan serta diatur secara tegas dalam pasal-pasal konstitusi.4
1 Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern (Rechtstaat), Bandung : PT Refika Aditama, 2011 ,
halaman 178. 2 Ibid, halaman 1-2. 3 I Dewa Gede Palguna, Mahkamah Konstitusi : Dasar Pemikiran, Kewenangan, dam
Perbandingan dengan Negara Lain, Jakarta : Konpress, 2018, halaman 35-36. 4 M. Laica Marzuki, Konstitusi dan Konstitusionalisme , Jurnal Konstitusi Vol.7 Nomor 4, 2010,
halaman 4.
2
Konstitusi dalam suatu negara hukum berisi pengaturan hal-hal yang fundamental
seperti pemberian kewenangan lembaga negara, tujuan dan cita bangsa yang harus
dijadikan dasar dalam menjalankan pemerintahan untuk melindungi warga negara
dan membatasi penguasa.
Konstitusi sebuah negara haruslah merupakan catatan kehidupan sebuah
bangsa sekaligus mimpi yang belum terselesaikan. Konstitusi itu haruslah menjadi
otobiografi nasional yang mencerm inkan kemajemukan masyarakatnya, harus
menuliskan visi misi seluruh masyarakat dan dapat meyakinkan bahwa dalam
konstitusi itu semua mimpi dan tujuan seluruh masyarakat dapat tercapai.5 Oleh
karena itu, menurut John N. Moore, konstitusi harus bekerja sebagai hukum
tertinggi dan semua hukum (perundang-undangan) serta tindakan pemerintah harus
menyesuaikan diri kepadanya.6 Sebagai konstitusi di Indonesia, UUD NRI 1945
pun berisi cita-cita, keinginan serta tujuan dari bangsa Indonesia yang tercantum
dari Pembukaan hingga pasal-pasal di dalamnya. Hierarki hukum di Indonesia pun
menempatkan UUD NRI 1945 sebagai sumber hukum tertinggi yang harus
dijadikan pedoman dalam pembuatan peraturan perundang-undangan di bawahnya.
Maka untuk memastikan konstitusi atau UUD NRI 1945 yang merupakan
hukum tertinggi dan memiliki muatan yang sangat penting tersebut ditegakkan
sebagaimana mestinya, maka dibentuklah Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai
lembaga negara yang berfungsi menangani perkara tertentu di bidang
ketatanegaraan, dalam rangka menjaga konstitusi agar dilaksanakan secara
bertanggung jawab sesuai dengan kehendak rakyat dan cita-cita demokrasi.
Keberadaan MK sekaligus untuk menjaga terselenggaranya pemerintahan negara
yang stabil, dan juga merupakan koreksi terhadap pengalaman kehidupan
ketatanegaraan di masa lalu yang ditimbulkan oleh tafsir ganda terhadap konstitusi.7
MK dalam menjalankan fungsinya, diberikan kewenangan salah satunya untuk
melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD NRI 1945. Hal ini bertujuan
selain pembatasan kekuasaan juga untuk mengatur hubungan antar warga negara
5Bagir Manan, Susi Dwi Harijanti, Memahami Konstitusi : Makna dan Aktualisasi, Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada, 2015, halaman ix. 6 I Dewa Gede Palguna, Mahkamah Konstitusi..., Op.cit, halaman 36. 7 Lihat Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi
3
dan organ negara, agar kekuasaan pemerintah dapat berjalan dengan tertib selain
itu pula melalui pengujian konstitusionalitas undang-undang terhadap UUD NRI
1945 dapat mewujudkan kepastian dan keadilan di dalam masyarakat.8 Tujuan
dibentuknya MK ini diwujudkan dengan diberikannya beberapa kewenangan
kepada MK, salah satunya adalah kewenangan untuk menguji Undang-Undang
terhadap UUD NRI 1945.
Dalam menentukan keselarasan undang-undang terhadap UUD NRI 1945, MK
perlu memahami makna dan tujuan dari pasal-pasal UUD NRI 1945 yang dijadikan
batu uji. MK memaknai dan memahami UUD NRI 1945 tersebut dengan cara
melakukan penafsiran. Penafsiran ini dilakukan sebagai upaya dari MK untuk dapat
mengetahui maksud di balik suatu pasal dalam UUD NRI 1945 yang merupakan
konsekuensi dari kewenangannya untuk melakukan pengujian undang-undang
terhadap UUD NRI 1945. Hal ini lah yang terkadang menimbulkan masalah
manakala dalam melakukan penafsiran ini MK memaknai UUD NRI 1945 tidak
sesuai dengan tujuan pembentukan awal pasal-pasal dalam UUD NRI 1945
tersebut. Hasil dari kewenangan MK menguji undang-undang terhadap UUD NRI
1945 ini seharusnya hanya mengeluarkan putusan yang bersifat negative legislator
atau membatalkan norma dari undang-undang yang diuji. Tetapi, dengan alasan
demi memenuhi rasa keadilan dan mengakomodir kebutuhan masyarakat, MK
seringkali mengeluarkan putusan yang tidak sesuai atau bertentangan dengan
kewenangan yang dimilikinya seperti mengeluarkan putusan yang bersifat positive
legislator atau membuat norma.
Salah satunya dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012
tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) dan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3).
Mahkamah Konstitusi dalam putusannya menyatakan bahwa Dewan Perwakilan
Daerah (DPD) mempunyai posisi dan kedudukan yang sama dengan Dewan
8 Abdul Latif, Fungsi Mahkamah Konstitusi : Upaya Mewujudkan Negara Hukum Demokrasi,
Jakarta Selatan : PT Buku Kita, 2009, halaman 102.
4
Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden dalam hal mengajukan Rancangan Undang-
Undang (RUU) yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya
alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan
keuangan pusat dan daerah.
Selain itu, MK pun menyatakan bahwa dalam tahap pembahasan RUU harus
melibatkan DPD sejak memulai pembahasan pada Tingkat I oleh komisi atau
panitia khusus DPR, yaitu sejak menyampaikan pengantar musyawarah,
mengajukan, dan membahas Daftar Inventaris Masalah (DIM) serta menyampaikan
pendapat mini sebagai tahap akhir dalam pembahasan di Tingkat I. Kemudian DPD
menyampaikan pendapat pada pembahasan Tingkat II dalam rapat paripurna DPR
sampai dengan sebelum tahap persetujuan.
Mahkamah menilai, menempatkan RUU dari DPD sebagai RUU usul DPD,
kemudian dibahas oleh Badan Legislasi DPR, dan menjadi RUU dari DPR adalah
ketentuan yang mereduksi kewenangan DPD untuk mengajukan RUU yang telah
ditentukan dalam Pasal 22D ayat (1) UUD NRI 1945. Sehingga dalam putusan MK,
RUU yang dibuat oleh DPD tidak lagi diberikan kepada DPR sebagaimana yang
terdapat dalam pasal 22D ayat (1) UUD NRI 1945 yang berbunyi :
(1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi
daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta
yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.***)
Padahal dalam Risalah Sidang Perubahan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, I Dewa Gede Palguna berpendapat bahwa
perlunya kata ”kepada Dewan Perwakilan Rakyat” dalam Pasal 22D ayat (1) UUD
NRI 1945 berpegang pada prinsip bahwa yang melaksanakan fungsi legislasi
sebagaimana yang ditugaskan sebelumnya adalah DPR sehingga telah tepat apabila
DPD memberikan atau mengajukan rancangan undang-undang tersebut kepada
DPR. Namun dengan adanya putusan MK, secara tidak langsung telah mengubah
makna pasal dalam UUD NRI 1945 dikarenakan penafsiran yang dilakukan MK
5
tidak sesuai dengan tujuan atau maksud dari dibentuknya pasal dalam UUD NRI
1945 tersebut.
Perihal mengenai keikutsertaan DPD dalam pembahasan RUU, MK
berpendapat bahwa DPD sebagai lembaga negara mempunyai hak dan/atau
kewenangan yang sama dengan DPR dan Presiden dalam membahas RUU yang
berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan,
pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya; serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Dari
pertimbangan dalam putusan MK tersebut dapat dilihat bahwa dalam melakukan
penafsiran akan pasal-pasal UUD NRI 1945 nyatanya terkadang tidak sesuai
dengan makna dan tujuan sesungguhnya pembentukan pasal dalam UUD NRI 1945
tersebut.
Putusan MK yang menafsirkan lain pasal dalam UUD NRI 1945 dari tujuan
awal pembentukan pasal tersebut secara tidak langsung dapat dikatakan mengubah
makna dari pasal dari UUD NRI 1945. Sedangkan kewenangan untuk mengubah
serta menetapkan UUD NRI 1945 dengan tegas telah diberikan kepada MPR
sebagaimana diatur dalam pasal berikut.
Pasal 3 ayat (1) UUD NRI 1945
(1)Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan
Undang-undang Dasar. ***)
Hal ini akan menimbulkan konflik manakala MK dalam menguji Undang-
Undang terhadap UUD NRI 1945 terkadang melakukan tindakan yang keluar dari
kewenangan berupa melakukan penafsiran yang dapat mengubah makna dari UUD
NRI. Seharusnya MK hanya mengeluarkan putusan mengenai bertentangan atau
tidaknya undang-undang terhadap UUD NRI 1945 dan batal atau tidaknya suatu
undang-undang, tetapi pada praktiknya terkadang MK tidak hanya menguji namun
juga secara tidak langsung mengubah pasal dalam UUD NRI 1945. Sedangkan
kewenangan untuk mengubah UUD NRI 1945 telah dimiliki oleh MPR
sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD NRI 1945.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka dibuatlah penelitian untuk mengkaji
lebih lanjut dan menuangkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul :
6
Pergeseran Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Penafsiran Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Ditinjau Dari
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 Tentang Pengujian
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
1.2. Rumusan Masalah
1. Mengapa terjadi pergeseran kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam
mengubah UUD NRI 1945 melalui penafsiran?
2. Bagaimana implikasi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-
X/2012 terhadap kewenangan lembaga negara dalam mengubah UUD NRI
1945?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk menawarkan konsep mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi
sebagai penafsir kontitusi yang dapat mengubah makna dalam UUD NRI
1945.
2. Sebagai masukan kepada pemerintah serta Dewan Perwakilan Rakyat
dalam membuat peraturan perundang-undangan mengenai kewenangan
Mahkamah Konstitusi dalam melakukan penafsiran yang berakibat
perubahan makna dalam UUD NRI 1945.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang Hukum Konstitusi, Hukum
Tata Negara dan Hukum Tata Lembaga Negara.
7
1.4.2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi solusi bagi pemerintah maupun
pihak terkait mengenai permasalahan kewenangan tahap legislasi Dewan
Perwakilan Daerah dan akibatnya terhadap perubahan UUD NRI 1945.
1.5.Metode Penelitian
1.5.1. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Yuridis Normatif yang difokuskan dengan mengkaji kewenangan Dewan
Perwakilan Daerah dalam proses legislasi yang mengakibatkan perubahan
terhadap UUD NRI 1945 serta kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam
menafsirkan UUD NRI 1945 ditinjau dari putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 92/PUU-X/2012.
1.5.2. Metode Pendekatan
Metode Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah sebagai
berikut.
1. Yuridis, dalam penelitian ini dilakukan audit peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
2. Normatif, penelitian ini melakukan analisis mengenai penerapan hukum
yang berlaku.
3. Futuris, penelitian ini memaparkan konsep atau pemikiran lain mengenai
kemungkinan perubahan UUD NRI 1945 yang dapat dilakukan oleh
lembaga negara lain selain Majelis Permusyawaratan Rakyat.
4. Historis, penelitian ini melihat pada sejarah maupun landasan awal dari
kewenangan Dewan Perwakilan Daerah dalam proses legislasi dan
kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam menafsirkan yang dapat
mengubah UUD NRI 1945.
1.5.3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data sekunder dengan bantuan dari data primer. Teknik pengumpulan ini
meliputi :
8
A. Bahan Hukum Primer
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah , dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Perubahan Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah , dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 48/PUU-IX/2011 Tentang
Pengujian Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 Tentang
Pengujian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan .
Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005 Tentang
Pedoman Beracara Dalam Pengujian Undang-Undang
Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2014 Tentang Tata Tertib
B. Bahan Hukum Sekunder
Bahan – bahan yang berhubungan dan memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer seperti buku, karya ilmiah, jurnal, doktrin dan makalah.
9
Bahan hukum sekunder yang digunakan berkaitan dengan kewenangan
Mahkamah Konstitusi menafsir UUD NRI 1945 dan kewenangan dari Majelis
Permusyawaratan Rakyat mengubah UUD NRI 1945.
C. Bahan Hukum Tersier
Koran
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Majalah
1.5.4. Teknik Analisa Data
Penelitian ini menggunakan teknik analisa yuridis analitis secara
kualitatif dengan cara berpikir deduktif-induktif.
1.6. Sistematika Penulisan
BAB I – Pendahuluan
Pada bab ini akan dipaparkan mengenai alasan yang menjadi latar belakang
dilakukannya penelitian ini. Dari latar belakang tersebut akan dimunculkan
permasalahan yang dituangkan dalam rumusan masalah yang akan di analisis oleh
penelitian ini. Selain itu, akan dibahas pula mengenai tujuan dan manfaat dari
penelitian yang akan dilakukan.
BAB II – Tinjauan Teori Mengenai Konstitusi dan Perubahan Konstitusi
Pada bab ini akan dipaparkan mengenai pengertian konstitusi, materi muatan dari
konstitusi, pengertian dan proses perubahan konstitusi serta lembaga yang memiliki
atau diberikan kewenangan untuk mengubah konstitusi di Indonesia. Lebih lanjut
akan dibahas pula mengenai teori-teori yang berkaitan dengan perubahan
konstitusi.
BAB III – Kewenangan Mengubah UUD NRI 1945 Secara Normatif dan
Praktik Ketatanegaraan
Dalam bab ini akan dibahas mengenai kewenangan Majelis Permusyawaratan
Rakyat dalam mengubah dan menetapkan UUD NRI 1945 dan dijelaskan pula
mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi melakukan penafsiran terhadap UUD
NRI 1945. Selain itu, akan dibahas pula mengenai proses pembentukan legislasi
beserta lembaga yang memiliki kewenangan untuk membentukknya serta mengenai
10
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 yang memberikan
perubahan dalam kewenangan Dewan Perwakilan Daerah dalam tahap legislasi
yang diindikasi mengubah UUD NRI 1945.
BAB IV – Analisis Pergeseran Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam
Melakukan Penafsiran UUD NRI 1945 Ditinjau Dari Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012
Pada bab ini akan diuraikan mengenai implikasi dari putusan Mahkamah Konstitusi
yang terhadap kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam menafsir UUD NRI 1945
yang menyangkut kewenangan lembaga negara yakni Majelis Permusyawaratan
Rakyat dan Mahkamah Konstitusi dalam mengubah UUD NRI 1945.
BAB V – Penutup
Pada bab ini akan menyajikan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah
dilakukan. Demi adanya kemajuan ilmu pengetahuan maka dalam bab ini tidak
hanya akan berhenti pada kesimpulan namun akan dilanjutkan dengan memberikan
saran atau suatu usulan yuridis yang dapat menjadi jalan keluar dari permasalahan
yang dibahas dalam penelitian ini.