Post on 05-Feb-2023
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pariwisata adalah ketika orang mengunjungi tempat tertentu untuk melihat
pemandangan, mengunjungi teman, rekreasi dan bersenang – senang. Namun pariwisata
lebih kompleks dari sekedar bersenang – senang.
Pariwisata adalah suatu proses dan aktivitas yang melibatkan beberapa pihak salah
satunya adalah masyarakat lokal, “tourism may be defined as the processes, activities,
and outcomes a rising from the relationships and the interactions among tourists, tourism
suppliers, host governments, host communities, and surrounding environments that are
involved in the attracting and hosting of visitors.” (Goeldner & Ritchie, 2009: 6).
Suatu kegiatan termasuk dalam kegiatan pariwisata adalah saat seseorang
berkunjung ke tempat diluar tempat tinggalnya dengan jangka waktu tertentu, pernyataan
tersebut di nyatakan oleh UNWTO pada tahun 2003, yaitu: “Tourism comprises the
activities of persons traveling to and staying in places outside their usual environment
for not more than one consecutive year for leisure, business, and other purposes .” Tempat
tinggal (usual environtment) berarti diluar dari destinasi perjalanan rutin misalnya
bekerja.
Mendefinisikan pariwisata harus mempertimbangkan berbagai kelompok yang
berpartisipasi dan dipengaruhi oleh industri ini. Perspektif mereka sangat penting bagi
pembangunan pariwisata agar dapat menciptakan suatu destinasi pariwisata yang
komprehensif. Terdapat empat persfektif yang berbeda diantaranya adalah persfektif
masyarakat lokal “The host community. Local people usually see tourism as a cultural
and employment factor. Of importance to this group, for example, is the effect of the
14
interaction between large numbers of international visitors and residents. This effect may
be beneficial or harmful, or both.” (ibid: 5). Masyarakat lokal memandang pariwisata dari
sisi kebudayaan dan sisi ekonomi. Di mana sisi kebudayaan ini merujuka kepada
pertemuan masyarakat lokal dengan wisatawan yang bukan merupakan penduduk lokal,
dari sisi ekonomi masyarakat memandang pariwisata sebagai peluang ekonomi.
Pengembangan pariwisata juga harus disesuaikan dengan kondisi fisik dan sosial
budaya masyarakat setempat agar tidak terjadi konflik.
Pengembangan pariwisata harus bertujuan:
1. Menyediakan kerangka kerja untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat lokal
melalui manfaat ekonomi dari pariwisata.
2. Mengembangkan infrastruktur dan menyediakan fasilitas umum.
3. Memastikan jenis pengembangan dalam pusat pengunjung dan resort yang sesuai
dengan tujuan daerah tersebut (daerah lokal). (ibid: 454)
A. Rural Tourism
Rural (perdesaan) meupakan bentuk lawan dari urban (perkotaan). Terdapat
3 (tiga) pokok bahasan mengenai pedesaan yang pertama adalah kepadatan populasi
& tempat tinggal, penggunaan lahan (umumnya pertanian dan hutan) dan struktur
sosial yang tradisional & isu mengenai identitas dan warisan masyarakat (heritage).
(OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) dalam George
et al, 2009: 8). Definisi mengenai pedesaan memang luas dan bervariasi namun
pada umumnya pedesaan memiliki kepadatan penduduk yang cukup rendah, “that
rural settlements may vary in size, but they are small and always with a population
of fewer than 10,000 inhabitants.” (OECD dalam George et al, 2009: 8).
15
Pariwisata pedesaan adalah pariwisata yang dibangun dengan tema pedesaan.
Tema pariwisata pedesaan ini tergantung dari jenis pedesaan yang menjadi daya
tarik utama dari pariwisata, misalnya pedesaan dengan daya tarik pertanian, akan
di bangun pariwisata pedesaan agrowisata dan pedesaan dengan daya tarik seni
budayanya, maka akan cocok untuk di bangun menjadi pariwisata pedesaan dengan
tema seni dan budaya. “Rural tourism often described as a form of tourism that
takes place in the countryside but this is ambiguous and on further relflection points
to a broad variation of types of countryside and activities.” (Page & Connell, 2006:
427).
Bramwell selajutnya menjelaskan bahwa, “special characteristic of rural
shape the pattern of tourism, creating a specific form of rural tourism.” (ibid).
Beragam jenis pariwisata desa akan tergantung oleh perbedaan dari kondisi produk
pariwisata di suatu wilayah pedesaan.
Strategi pembangunan pariwisata pedesaan harus mempertimbangkan
keberlanjutan lingkungan, ekonomi dan sosial masyarakat lokal. “Further, the term
‘rural tourism’ has been adopted by the European Community (EC) to refer to all
tourism activity in a rural area.” (Roberts & Hall, 2001: 15) Namun tidak semua
pariwisata yang didirikan di daerah pedesaan merupakan pariwisata pedesaan,
karena ada pembangunan theme park atau resort yang didirikan di daerah pedesaan.
Munculnya pariwisata sebagai salah satu sektor ekonomi di pedesaaan adalah
dengan munculnya moderinsasi contohnya moderinisasi terhadap sektor pertanian
yang menyebabkan beberapa masyarakat lokal mulai memilih sektor ekonomi lain
yang dapat di kembangkan. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
16
Perkembangan pariwisata sebagai salah satu sektor ekonomi juga di
pengaruhi oleh pandangan pemerintah terhadap kondisi desa – desa yang di anggap
memiliki potensi (keunikan) yang dapat di jadikan sebagai komoditas ekonomi
baru, contohnya keunikan budaya di Kelurahan Jelekong sebagai komoditas
ekonomi dalam konteks pariwisata dan industry kreatif.
OECD selanjutnya menyatakan bahwa rural tourism (pariwisata pedesaan)
harus memiliki kondisi sebagai berikut:
1. Terletak di daerah pedesaan;
Gambar 1. The Context of Rural Tourism
Changes in agricultural practice
e.g mechanization, intensification,
amalgamation
Rural unemployment
Rural to urban migration
Depopulation
Focus on rural development issues
Diversivication of economy and individual business
TOURISM
Food suppliers
Government policy to
reduce productions
Government policy to secure environtmental
protection
Environtmental Impacts
Sumber: Page & Connell, 2006: 428
17
2. Fungsinya pedesaan, dibangun di atas ciri – ciri khusus pedesaan itu
(kebudayaan, pertanian, pantai dan lain – lain), usaha kecil dan rumahan,
kontak dengan alam, warisan, masyarakat tradisional dan praktek – praktek
tradisional;
3. Pedesaan dalam skala bangunan dan permukiman;
4. Tradisional dalam karakter, tumbuh perlahan dan organik, dan terhubung
dengan keluarga lokal. Dikendalikan secara lokal dan dikembangkan untuk
jangka panjang;
5. Berkelanjutan dalam arti bahwa perkembangannya akan membantu
mempertahankan karakter pedesaan, dan dalam arti bahwa perkembangannya
harus berkelanjutan dalam penggunaan sumber daya. Pariwisata pedesaan
harus dilihat sebagai alat potensial untuk konservasi dan keberlanjutan, bukan
sebagai urbanisasi (berubahnya pedesaan menjadi perkotaan atau suburbia)
dan alat pembangunan; dan
6. Mewakili pola kompleks pedesaan misalnya lingkungan hidup, ekonomi dan
sejarah.
Senada dengan OECD, Lane dalam Roberts & Hall, 2001: 16 juga
menjelaskan ciri – ciri dari rural tourism. Ciri – ciri tersebut menjelaskan bentuk
yang lebih spesifik dari rural tourism. Ciri – ciri tersebut adalah:
1. Terletak di daerah pedesaan;
2. Yang fungsinya pedesaan;
3. Didasarkan pada kegiatan dan usaha skala kecil dan tradisional, aspek
Lingkungan Hidup dan warisan;
4. Dalam skala pedesaan, yang berkaitan dengan bangunan berskala kecil dan
permukiman; dan
5. Hal ini bergantung pada kualitas tradisional pedesaan dan berkembang
perlahan-lahan di bawah kendali masyarakat setempat. B. Rural Community
Sebelum penjelasan mengenai rural community, akan dijelaskan terlebih
dahulu mengenai community. Community adalah sekelompok orang – orang yang
melakukan suatu aktivitas kehidupan. Lebih lanjut Jonassen & Hillery dalam
Horton & Hunt 1968: 428 menjelaskan bahwa:
“A community includes (1) a grouping of people, (2) within a geographic
area, (3) with a division of labour into specialized and interdependt functions, (4)
with a common culture and a social system which organizes their activities, (5)
whose member are conscious of their unity and of belonging to the community, and
(6) who can act collectively in an organized manner.”
18
Definisi rural community sangat mirip dengan konsep folk society.
“Such a society is small, isolated, nonliterate and homogenous with a strong
sense of group solidarity. The ways of living are conventionalized into that coherent
system which we call a “culture”. Behaviour is traditional, spontaneous, uncritical,
and personal; there is no legislation or habit of experiment and reflection for
intellectual end. Kinship, its relationships and institutions, are the type of
categories of experience and the familial group in the unit of action. The sacred
prevails over the secular; the economy is one of status rather than of the market .”
(Redfeild dalam Horton & Hunt, 1968: 428).
Rural community memiliki beberapa karakter, Horton & Hunt
mengemukakan beberapa karakter tersebut, yaitu:
1. Isolation: in most of the world, rural people gathered in the village - a small
village. Isolated dwellings became common rural settlement patterns, patterns
that are productive, more efficient but they are socially isolated. With a
population that is spread out a little, very little personal contact. But every
contact involves the individual's perception as a whole person in terms of his
total personality and the status of various aspects of society, not just as a
certain function in society. Circumstances that give rise to proximity ,
closeness that is the hallmark of the famous rural communities with
hospitality;
2. Homogeneity: in general Indonesian population is very heterogeneous
population (multi ethnic group). But in the local context , the population that
tends to be fairly homogeneous in view of ethnic and cultural backgrounds;
3. Agricultural employment: almost all work as farmer , and
4. Subsistence economy: they consume what they produce themselves.
Namun saat ini, kehidupan pedesaan mulai kehilangan sifat dari folk – society
nya. Hal ini disebabkan dengan adanya the rural revolution. Rural revolution terdiri
dari:
1. Reduced isolation: the development of technologies that lead to becoming a
highly developed infrastructure and modern, such as roads and
communication infrastructure that led to the isolation of rural communities
began to decrease;
2. Commercialized and rationalized of agriculture: farming today is a very
complex activity, farming requires large capital, specialized knowledge, rapid
changes in technology productivity, and require continuous market analysis
plus another natural conditions and unpredictable weather. Due to changes
in the world of agriculture, agricultural population is shrinking rapidly.
Although there are still some small farmers (farm – poor) which has little
arable land, but due to the equipment and capital is too small making it
19
difficult to benefit from the farm. Farm workers (buruh tani do not have their
own land is also difficult to get a profit from farming. Small farmers are finally
over the profession , and
3. Urbanization of rural life: assuming many rural life is out of date. All
differences of rural - urban dwindling. Urban pattern has spread to rural
areas rural life is out dated and outmoded. It occurs due to rapid urban
development. Advances in technology (telecommunications) also plays a big
role in these changes.
Terjadinya revolusi pedesaan ini lah yang menyebabkan munculnya
pariwisata sebagai suatu pilihan pengembangan. Pariwisata akan berperan sebagai
pilihan peluang ekonomi baru dan juga dapat meningkatkan kesadaran akan
kebanggaan diri masyarakat pedesaan terhadap lingkungan tempat tinggalnya
tersebut, pariwisata yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat juga akan
meningkatkan kedekatan antar masyarakat pedesaan.
C. Community Based Tourism
Pariwisata berbasis masyarakat adalah pendekatan pariwisata yang
mengutamakan masyarakat lokal dalam pembangunannya. Berikut merupakan
faktor penting dalam pariwisata berbasis masyarakat (Community based tourism):
1. Community tourism should involve local people. Mereka harus dilibatkan
dalam pengambilan keputusan dan kepemilikan tidak hanya melalui uang.
2. The local community should receive a fair share of the profits from any
tourism venture. Keadilan dalam pembagian keuntungan sangat penting agar
masyarakat lokal tidak merasa terjajah secara ekonomi.
3. Tour operator should try to work with communities rather than with
individuals. Bekerja sama hanya dengan individu akan membuat terkotak –
kotaknya masyarakat. Masyarakat memiliki organisasi sosial yang mewakili
mereka, kerja sama seharusnya dibangun melalui organisasi sosial tersebut.
4. Tourism should be environtmentally sustainable. Masyarakat lokal harus
mendapatkan manfaat konservasi dan mengikuti kegiatan konservai.
Pariwisata tidak boleh mengeksploitasi secara berlebihan terhadap sumber
daya yang langka.
5. Tourism should support traditional cultures by showing respect for
indigenous knowledge. Pariwisata akan menimbulkan kecintaan dan
kebanggaan terhadap kebudayaan lokal mereka sendiri.
6. Operators should work with local people to minimise the harmful impacts of
tourism. Operator/ stakeholder harus bekerja dengan masyarakat lokal untuk
20
meminimalkan dampak negative pariwisata, karena masyarakat lokal lah yang
mengetahui kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan di destinasi pariwisata
karena mereka adalah tuan rumah.
7. Tour operator should keep groups small to minimise their cultural an
environtmental impact. Operator/ stakeholder sebaiknya tidak memarjinalkan
kelompok kecil dalam masyarakat.
8. Tour operators should brief tourist on what to expect, and on appropriate
dress, taking photos and respecting privacy. Operator/ stakeholder sebaiknya
membuat kode etik bagi wisatawan dalam rangka menghormati kearifan lokal.
9. Local people should be allowed to participate in tourism with dignity and self
– respect. Masyarakat lokal tidak boleh di nomor dua kan, dan Operator/
stakeholder sebainya mendidk masyarakay lokal bagaimana menjadi seorang
tuan rumah yang baik yang dapat berpatisipasi dalam pariwisata dengan
martabat dan percaya diri.
10. People have the right to say no to tourism. Communities which reject tourism
should be left alone. Apabila masyarakat merasa pariwisata sebagai
ancaman, masyarakat tersebut harus di jauhkan dari rencana – rencana
pembangunan pariwisata. (Mann dalam Smith, 2003: 122).
Partisipasi adalah pokok utama dalam pendekatan pembangunan yang
terpusat pada masyarakat dan berkesinambungan serta merupakan proses interaktif
yang berlanjut. Proses ini, pada akhirnya akan dapat menciptakan pembangunan
berbasis masyarakat. Menurut Hadi partisipasi berarti "turut berperan serta dalam
suatu kegiatan”, “keikutsertaan atau peran serta dalam suatu kegiatan”, “peran
serta aktif atau proaktif dalam suatu kegiatan”. Partisipasi dapat didefinisikan
secara luas sebagai "bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif
dan sukarela, baik karena alasan – alasan dari dalam dirinya (intrinsik) maupun
dari luar dirinya (ekstrinsik) dalam keseluruhan proses kegiatan yang
bersangkutan.” (Hadi, tanpa tahun: 6)
Lebih lanjut Abe dalam Hadi mengemukakan, melibatkan masyarakat secara
langsung akan membawa dampak penting, yaitu: (1) Terhindar dari peluang
terjadinya manipulasi. Keterlibatan masyarakat akan memperjelas apa yang
sebenarnya dikehendaki oleh masyarakat; (2) Memberikan nilai tambah pada
legitimasi rumusan perencanaan karena semakin banyak jumlah mereka yang
terlibat akan semakin baik; dan (3) Meningkatkan kesadaran dan keterampilan
politik masyarakat.
21
Pada dasarnya pembangunan desa dalam konteks ini pengembangan
pariwisata merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat
lokal. Dalam hal ini masyarakat lokal menjadi sasaran sekaligus pelaku
pembangunan. Keterlibatan masyarakat pada setiap tahapan pembangunan,
merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan.
Mengingat pentingnya partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan
pariwisata pedesaan berbasis masyarakat, maka dibutuhkan suatu alat yang dapat
menggambarkan profil masyarakat lokal dan stakeholder sebagai landasan dalam
perencanaan partisipasi masyarakat lokal (dan stakeholder) dalam pengembangan
pariwisata. Alat tersebut adalah social assessment.
Penelitian ini akan mengidentifikasi dan menganalisis profil masyarakat,
dimana profil adalah grafik atau ikhtisar yg memberikan fakta tentang hal – hal
khusus (nomina) (kamusbesar.com). Profil masyarakat pada penelitian ini mengacu
pada aspek social analysis dalam social assessment yang terdiri dari faktor
demografi, determinan sosio – ekonomi. Organisasi sosial, konteks sosio – politik,
nilai & kebutuhan dan social risk. (Reitbergen – Mccracken & Bernstein).
22
Social Assessment is
an interative process
1
2
3
45
6
7
D. Social Assessment
Gambar 2. Social Assessment Process
Sumber: Rietbergen – McCracken & Narayan, 1998: 22
Social assessment adalah suatu alat atau metode untuk mengidentisikasi dan
menganalisis aspek sosial suatu masyarakat dan bagaimana peran stakeholder yang
terkait dalam suatu proyek. “Social Assessment: a methodology for incorporating
an analysis of social issues and developing a framework for stakeholder
participation in the design of a project.” (Rietbergen – McCracken & Narayan,
1998: 3). Social assessment dilakukan pada pada permulaan sebuah proyek
pembangunan, hal tersebut dikemukakan oleh Rietbergen – McCracken, bahwa “a
Social Assessment may be undertaken at the very beginning of a development
intervention to set the framework for subsequent participatory efforts.” The World
Bank dalam Berstein, 2004: 9, mendefinisikan social assessment, sebagai berikut:
Social Assessment “is made up of analytical, process, and operational elements,
combining: (a) the analysis of context and social issues with (b) a participatory
Begin Stakeholder
analysis/involve
stakeholder
Analyze
data and
asses
proirities
Develop plans in
consultation with
stakeholder
Consider project/program
context
Identify
social
factors
Ensure
Capacity
Adjust and
apply with
stakeholder
involvement
23
process of stakeholder consultations and involvement, to provide (c) operational
guidance on developing a project design, implementation, and monitoring and
evaluation (M&E) framework.”
Tabel 2. Social Assessment
Sumber: Rietbergen – McCracken & Narayan, 1998: 3 & Berstein, 2004: 9
Dari kedua penjabaran mengenai social assessment, social assessment pada
intinya terdiri dari dua bagian yaitu analisis sosial dan analisis stakeholder. Analisis
sosial untuk mengidentifikasi dan menganalisis profil masyarakat sedangkan
analisis stakeholder untuk mengidentifikasi dan menganalisis peran dan partisipasi
stakeholder. Kedua tahapan tersebut akan dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:
1. Analisis Sosial
Analisis sosial digunakan dalam mengidentifikasi dan menganalisis isu – isu
sosial yang terjadi di masyarakat, dimana arti kata sosial adalah “social as
anything relating to people or society” (Conyers, 1993: 2). Isu – isu sosial
tersebut terdiri dari karakter sosial, kualitas hidup, pelayanan sosial dan
keadilan sosial. Indikator dari isu – isu sosial tersebut adalah:
Social Assessment
Rietbergen –
McCracken &
Narayan
Bernstein
Social Analysis Social Diversity And
Gender
Institutions, Rules
And Behavior
Social Risk
Stakeholder
Analysis
Stakeholders
Participation
24
a. Faktor Demografis
Menurut Wisnawa dalam Research of Bali Hotel and Tourism
Development: Determinan Dan Motivasi Perjalanan Wisata
(madebayu.blogspot.com diakses 20 Agustus 2013), yang dimaksud
dengan demografi adalah hal – hal yang berhubungan dengan
kependudukan seperti:
1) Jenis Kelamin
2) Jenis Pekerjaan
3) Tingkat pendidikan
4) Kepadatan Populasi
5) Tingkat Usia
6) Agama
7) Suku bangsa/ ras
Faktor demografis termasuk ke dalam aspek social diversity and gender
dalam pembagian aspek analisis social assessment oleh Bernstein.
Faktor demografis adalah indikator untuk mengetahui memilih strategi
pastisipasi yang dihasilkan agar sesuai dengan kapasitas masyarakat,
untuk mengetahui karakteristik masyarakat guna menentukan aktifitas
wisata yang sesuai untuk dibangun dan dikembangkan dan untuk
mengetahui faktor pendorong dan penghambat dari perencanaan
pembangunan pariwisata.
25
b. Determinan Sosio – Ekonomi
“Determinan adalah istilah inklusif yang merujuk kepada semua faktor,
baik fisik, biologi, perilaku, sosial, maupun kultural yang
mempengaruhi sesuatu” (Last dalam Murti, 2009: 4).
Sedangkan determinan sosio – ekonomi merupakan faktor – faktor yang
mempengaruhi keadaan sosio – ekonomi masyarakat. Faktor sosio –
ekonomi digunakan untuk melihat kapasitas ekonomi masyarakat, yang
meliputi faktor – faktor yang mempengaruhi jumlah pendapatan dan
produktivitas, mempengaruhi daerah tempat tinggal dari kelompok
sosial yang ada, komposisi keluarga, migrasi tenaga kerja, dan lain –
lain.
c. Organisasi Sosial
Organisasi sosial/ social group (kelompok sosial) adalah himpunan atau
kesatuan manusia yang hidup bersama, karena adanya hubungan di
antara mereka. Hubungan tersebut antara lain menyangkut hubungan
timbal balik yang saling memengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk
saling menolong. (Soekanto, 2007: 104).
Selanjutnya Rietbergen – McCracken & Narayan 1998: 21,
menjelaskan “Social organization: organization and capacity at the
household and community levels affecting participation in local – level
institutions as well as access to services and information.” Sedangkan
Berstein 2004: 10, mengkaterogrikan organisasi sosial kepada institusi,
beserta peraturan dan prosedurnya.
26
“Social assessment (institutions, rules & procedures) examines the
groups’ characteristics, intra – group and inter – group relationships,
and the relationships of those groups with private and public
institutions. It also assesses the norms, values, and behavior that have
been institutionalized through those relationships, both formally and
informally.”
Organisasi sosial yang terdapat di suatu wilayah antara lain
perkumpulan sosial (komunitas) dan asosiasi. Sedangkan asosiasi
menurut Koetjaraningrat suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang
berpusat pada aktivitas – aktivitas khusus (sistem tata kelakukan/
procedures) atau norma – norma/ rules untuk memenuhi kebutuhan)
dalam kehidupan masyarakat, contoh nya Gabungan Kelompok Tani.
Hal – hal tersebut memengaruhi adanya partisipasi, hal ini dapat
memudahkan akses dalam kecepatan dan ketepatan dalam perencanaan
partisipasi.
Identifikasi kebutuhan masyarakat secara umum dapat terakomodir
dalam organisasi sosial yang juga memiliki fungsi sebagai media
sosialisasi efektif dengan asumsi bahwa informasi yang diberikan oleh
organisasi sosial adalah representasi dari masyarakat di suatu kawasan.
d. Sosio – Politik Lokal
Sosio – politik pada dasarnya berhubungan dengan penggunaan
kekuasaan dan wewenang dalam pelaksanaan kegiatan sistem politik,
yang banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial budaya.
27
“Sociopolitical context: implementing agencies’ development goals,
priorities, commitment to project objectives, control over resources,
experience, and relationship with other stakeholder groups.”
(Reitbergen – McCracken & Narayan, 1998: 21).
Sosio – politik lokal berkaitan dengan implementasi tujuan, prioritas,
komitmen terhadap perencanaan pembangunan pariwisata, kontrol
tehadap sumber daya, pengalaman, serta hubungan antar individu,
organisasi sosial, stakeholder beserta hubungan diantara ketiganya.
Analisa terhadap kondisi sosio – politik adalah untuk menjamin
kelancaran pengembangan melalui pendekatan kekuatan politik seperti
tokoh masyarakat, tokoh adat, dan individu/ organisasi sosial/
stakeholder lain yang berpengaruh.
e. Nilai dan Kebutuhan
“A value is a prospective course of action (e.g. “getting a good
education”) or an element of the way you treat other people (e.g.
“honesty”) which members of a culture have generally assessed as
good, right, appropriate and/or moral.” (Whitaker, 6: 2008)
Analisa terhadap nilai ini dapat menjadi landasan dalam perencanaan
pembangunan agar tetap sesuai dengan kearifan lokal.
Sedngkan kebutuhan adalah sesuatu yang diinginkan karena adanya
suatu kekurangan. Leagans tanpa tahun: 92, menjelaskan, “needs
28
represent an imbalance, lack of adjustment, or gap between the present
situation or status quo and a new or changed set of desirable.”
Identifikasi dan analisis kebutuhan akan memberikan gambaran
kebutuhan utama dari masyarakat terutama dalam konteks
pengembangan pariwisata.
f. Social risk
Social assessment melihat kepada potensi risiko sosial yang akan terjadi
yang berhubungan dengan proyek yang direncakan, dalam konteks ini
keterkaitannya dengan pengembangan pariwisata. Berstein membagi
risiko sosial kepada 5 kategori, berikut adalah kategori risiko sosial:
1) Vulnerability. Termasuk risiko endemik dan external shock.
Konidisi masyarakat lokal yang terkejut dengan pembangunan
pariwisata;
2) Country risks: tidak stabilnya kondisi politik, ketegangan antar
etnis, agama dan konflik militer;
3) Political economy risks: tidak meratanya distribusi manfaat.
Adanya monopoli oleh stakeholder tertentu;
4) Institutional risks: persetujuan yang kurang patut (suap),
pemerintah yang lemah, dan kompleksitas antar stakeholder,
serta;
5) Exogenous risks: Konflik regional, perubahan makroekonomi,
bahkan bencana. (Bernstein, 2004: 11 – 12).
29
2. Analisis Stakeholder
Stakeholder adalah pihak yang terkait yang memiliki pengaruh,
“Stakeholders are people, groups, or institutions which are likely to be
affected by a proposed intervention (either negatively or positively), or those
which can affect the outcome of the intervention”. Rietbergen – McCracken
& Narayan (1998; 66). Sedangkan menururt Bernstein, “Stakeholders include
the various organizations, groups and individuals who have an interest or a
stake in the project.” (Berstein, 2004: 11).
Analisis stakeholder merupakan proses yang penting dalam sosial
assessment, proses ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis
konteks sosial dan institusi sebuah pembangunan atau kebijakan. Analisis
stakeholder akan memberikan informasi dasar mengenai siapa saja pihak
yang akan dipengaruhi dan mempengaruhi pembangunan dan siapa saja
individu atau kelompok yang akan dilibatkan, dan sejauh mana kemampuan
individu atau kelompok untuk terlibat dalam rencana partisispasi (Rietbergen
– McCracken & Narayan, 1998: 65).
Anlisis stakeholder meliputi empat tahapan, yaitu:
a. Identifikasi Stakeholder Kunci
Merupakan proses identifikasi dan analisis pihak yang akan dilibatkan
dalam partisipasi, meliputi pihak akan dipengaruhi dan mempengaruhi
kegiatan.
Tahapan pertama dilakukan dengan mengidentifikasi aspek berikut ini:
30
1) Siapa penerima manfaat potensial?
2) Siapa yang akan terkena dampak positif/ negatif?
3) Apakah kelompok marjinal sudah teridentifikasi?
4) Apakah pendukung dan penentang kegiatan sudah teridentifikasi?
5) Apa hubungan di antara para stakeholder?
b. Langkah kedua dilakukan dengan menganalisis kepentingan
stakeholder dan potensi dampak kegiatan terhadap kepentingan para
stakeholder, yaitu:
1) Apa saja harapan stakeholder terhadap pengembangan
pariwisata?
2) Keuntungan apa yang mungkin diperoleh stakeholder?
3) Sumber daya apa yang akan digerakkan/ diberdayakan oleh
stakeholder?
4) Adakah konflik kepentingan stakeholder terhadap pengembangan
pariwisata?
c. Langkah ketiga adalah menganalisis pengaruh dan tingkat importance
(pentingnya/ peran) stakeholder, yang terdiri dari:
1) Status dan kekuasaan (politik, sosial, dan ekonomi).
2) Kontrol terhadap sumber daya.
3) Pengaruh informal (hubungan personal internal dan eksternal).
4) Relasi antar stakeholder.
5) Tingkat pengaruh terhadap pengembangan pariwisata.
31
d. Setelah ketiga langkah selanjutnya adalah merencanakan strategi
partisipasi stakeholder yang dipengaruhi oleh:
1) Kepentingan, pengaruh dan importance (pentingnya/ peran)
setiap stakeholder.
2) Upaya melibatkan stakeholder penting namun kurang
berpengaruh.
3) Bentuk partispasi yang tepat dalam seluruh proses pengembangan
pariwisata.
Strategi partisipasi stakeholder menempatkan para stakeholder tersebut
dalam kerangka yang fleksibel, keterlibatan individu, kelompok atau lembaga
– lembaga disesuaikan dengan kapasitas, kepentingan, pengaruh serta
importance (pentingnya/ peran).
Tahap terakhir adalah penyediaan peluang dan identikasi dan analisis atas
kondisi lapangan dalam perencanaan partisipasi dalam proyek pembangunan.
Bernstein mengemukakan, “social assessment examines opportunities and
conditions for the participation of stakeholders in the development process.”
(Bernstein, 2004: 11).
E. Produk Pariwisata
Produk wisata ialah “The tourism product is composite in nature and includes
everything that tourists purchase, see, experience, and feel from the time they leave
home until the time they return”. (Collier, 2003: 19).
32
Hal itu meliputi perjalanan “to” dan “from” destinasi, akomodasi, dan travel
saat di sebuah destinasi, dan semua pengeluaran meliputi makanan dan minuman,
cenderamata, dan hiburan dan pertunjukan.
Selama wisatawan berada di destinasi wisata, mereka memerlukan pelayanan
akomodasi dan transportasi, semua yang mereka lakukan dan mereka lihat secara
tidak langsung merupakan kegiatan mengkonsumsi suatu produk. Namun produk
wisata pada umumnya berupa pelayanan (services) yang merupakan produk yang
bersifat tidak terlihat, hal ini senada dengan pendapat Goeldner & Ritchie yang
menyatakan bahwa,”…tourism products are intangible. They cannot be stored and
sold another time”. (Goeldner & Ritchie, 2009: 208)
Namun merujuk pada UNWTO dalam Pitana (2009) yang menyatakan bahwa
produk wisata adalah “…any good or service purchased by, or consumed by, a
person defined as a visitor”, produk wisata merupakan gabungan dari produk
barang dan jasa yang dikonsumsi wisatawan. Pendapat UNWTO senada dengan
pendapat Middleton dalam Ricardson & Fluker dalam Pitana, yaitu “a bundle of
tangible and intangible components based on activity at a destination. The package
is perceived by the tourist as an experience, available at price.” (Middleton, 1989
dalam Ricardson dan Fluker, dalam Pitana, 2009: 130)
Komponen produk pariwisata akan merujuk pada konsep yang dikemukakan
oleh Middleton, yaitu “the tourist product is to be considered as an amalgam of
three main components of attractions, facilities (amenitas) at the destination and
accessibility of the destination”. (Middleton, 2009: 120). Komponen produk
pariwisata dibagi menjadi:
33
1. Daya Tarik Wisata (attractions)
Daya tarik wisata menurut Inskeep (1991: 38) adalah “Tourist attractions and
activities - All those natural, cultural and special features and related
activities of an area that attract tourist to visit it”. Inskeep mengklasifikasikan
daya tarik wisata ke dalam 3 bagian, yaitu:
a. Daya Tarik Alam
Daya tarik alam terbagi atas beberapa kategori, sebagai berikut:
1) Iklim dan cuaca
Ditentukan oleh latitude dan elevation diukur dari permukaan air
laut, daratan, pegunungan, dan sebagainya. Bersama faktor
geologis, iklim, angin dan sebagainya.
2) Pemandangan Alam
Keindahan pemandangan keseluruhan alam suatu daerah dapat
menjadi motivasi besar untuk berkunjung ke sana, terutama jika
tindakan konservasi telah diterapkan untuk menjaga kebersihan
dan karakter alami dari lingkungan.
3) Keunikan Bentukan Alam
Keunikan bentukan alam seperti pegunungan tinggi, susunan
geologi yang unik, goa, sumber air panas, air terjun adalah daya
tarik penting bagi turis penikmat pemandangan dan turis minat
khusus.
34
b. Daya Tarik Budaya
Budaya sangat penting perannya dalam pariwisata. Salah satu hal yang
menyebabkan orang ingin melakukan perjalanan wisata adalah adanya
keinginan untuk melihat cara hidup dan budaya orang lain dibelahan
dunia lain serta serta keinginan untuk mempelajari budaya orang lain
tersebut. Menurut Horton & Hunt kebudayaan adalah “The set of rules
and procedure, together with a supporting set of ideas and values, is
called a culture” (Horton & Hunt, 1968: 48).
Definisi klasik mengenai kebudayaan yang di kemukakan oleh Sir
Edward Tylor, adalah: “Culture… is that complex whole which includes
knowledge, belief, art, moral, law, custom, and any other capabilities
and habits acquired by man as a member of society” (Sir Edward Tylor
dalam Horton & Hunt, 1968: 48)
“Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil
karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan
milik diri manusia dengan belajar” (Koentjaraningrat).
Pariwisata budaya dapat dilihat sebagai peluang bagi wisatawan untuk
mengalami, memahami, dan menghargai karakter dari destinasi,
kekayaan dan keragaman budayanya. Pariwisata budaya memberikan
kesempatan kontak pribadi secara langsung dengan masyarakat lokal
dan kepada individu yang memiliki pengetahuan khusus tentang
sesuatu objek budaya. Tujuannya adalah memahami makna suatu
35
budaya dibandingkan dengan sekedar mendeskripsikan atau melihat
daftar fakta yang ada mengenai suatu budaya.
Smith dalam Goeldner & Ritchie, 2009: 277, berpendapat, bahwa:
“Cultural tourism is travel to experience and, in some cases, participate
in a vanishing lifestyle that lies within human memory. The picturesque
setting or “local color” in the destination area is the main attraction.
Destination activities typically include meals in rustic inns, costume
festivals, folk dance performances, and arts and crafts demonstrations
in “old – style” fashion.”
Daya tarik wisata budaya meliputi:
1) Kesenian dan Kerajinan Tangan
Bentuk – bentuk dari seni panggung, seperti tari, musik, dan
drama, dan seni lukis dan pahat dapat menjadi daya tarik penting,
terutama apabila secarra efektif ditampilkan.
Kesenian merupakan komponen yang sangat penting dalam
produk pariwisata. Zeppel and Hall dalam Smith, 2003: 137,
mendeskripsikan pariwisata kesienian sebagai berikut:
“Arts tourism as being based on a broad array of activities,
including paintings, sculpture, theare, and other forms of creative
expression such as festivals and events. Arts tourism tends to be
experiental, whereby tourist become involved in and stimulated
by the activities that are presented by them.”
Zeppel & Hall fungsi pariwisata kesienian sebagai berikut:
36
“In commercial terms, the arts revitalize the tourism product,
sharpen its, market appeal, give new meaning to national
character, and permit much tighter sales and promotional
efforts.” (Zeppel & Hall dalam Smith, 2003: 137).
Pariwisata kesenian juga pada umumnya di lakukan oleh
masyarkat lokal (seniman lokal), karena mereka memiliki
pengetahuan yang mendalam terhadap kesenian tradisi.
“Local participation in the arts – including community arts and
media – was to be resourced, as well as the more established
recipients of arts funding in the capital, such as opera and classical
music, the visual arts, theatre and literature.” (Mulgan dalam
Mayo, tanpa tahun: 115).
2) Keramahtamahan Penduduk
Meskipun tidak dapat diukur, daya tarik yang paling nyata bagi
wisatawan adalah keramahtamahan dari penduduk lokal
(terutama masyarakat pedesaan) dan lebih umum toleransi dan
penerimaan penduduk terhadap wisatawan yang mengunjungi
wilayah mereka. Kejujuran dan dapat diandalkan menjadi faktor
penting bagi wisatawan.
Pariwisata budaya akhirnya akan meningkatkan kebanggaan
masyarakat terhadap budaya lokal, karena kebudayaan tersebut
dianggap sangat berarti sebagai identitas/ uniqueness dan dapat manjadi
peluang ekonomi dari pariwisata. Hal tersebut senanda dengan uraian
Matheison & Wall mengenai dampak positif pariwisata terhadap sosial
budaya masyarakat lokal.
37
“Whenever tourism becomes an important component of the local
economy there is an increase in interest in native arts and craft.
However, it is the cultural components that have value to the tourists
that have been preserved or rejuvenated and not necessarily those which
are highly valued by the local culture. This type of culture awakening
has sometimes made the host populations more aware of the historic
and cultural contuinity in their communities and this may be an
enriching experience. In other cases the new appreciation of indigenous
culture, the revival of ancient festivals and the restoration of cultural
landmarks have emerged in ways which pose long – term threats to the
existence of culture in its original form.” (Mathieson & Wall, 1992:
175).
c. Aktivitas
Aktivitas wisata merupakan kegiatan – kegiatan yang dilakukan
wisatawan pada sebuah daya tarik wisata. Murphy (1985: 48)
mengklasifikasikan aktivitas wisata ke dalam 5 (lima) kelas yang
digambarkan dalam tabel di bawah ini:
1) Appreciate – symbolic: adalah kegiatan apresiasi yang bersifat
simbolik. Contohnya: melihat pemandangan, fotografi dan
lain – lain.
2) Extractive – symbolic: adalah kegiatan mengambil apa yang
telah di hasilkan oleh sumber daya alam. Contohnya:
menebang bambu di hutan, mengambil rumput untuk pakan
hewan ternak dan lain – lain.
3) Passive – reply: adalah kegiatan wisata yang pasif hal ini
terlihat dari pergerkan wisatawan yang cenderung rendah dan
interaksi wisatawan dengan masyarakat lokal cukup rendah.
Contohnya: berkemah, bersantai dan lain – lain.
38
4) Social learning: adalah kegiatan belajar, memperkaya diri
ataupun bersosialisasi. Contohnya: belajar membuat wayang
golek, melukis dan lain – lain.
5) Active – expressive: kegiatan wisata yang sangat aktif
interaksi antara wisatawan dan masyarakat lokal pun dapat
dikatakan cukup tinggi. Contohnya: terlibat dalam
pertunjukan wayang golek, menari dan lain – lain.
Di dalam pedesaan dengan daya tarik utama adalah kebudayaan,
wisatawan dapat melakukan aktivias sebagai berikut:
1) Membuat kerajinan bersama masyarakat lokal;
2) Melihat kegiatan berlatih pertunjukan seni budaya;
3) Melihat pertunjukan seni budaya; dan
4) Bahkan terlibat dalam pertunjukan seni budaya tersebut yang di
dalamnya ada kegiatan belajar dan memperkaya diri.
2. Amenitas
Merupakan elemen dalam destinasi atau berhubungan dengan destinasi yang
memungkinkan wisatawan tinggal di destinasi tersebut untuk menikmati atau
berpartisipasi dalam atraksi yang ditawarkan. Fasilitas destinasi bisa berupa
akomodasi, restoran, café dan bar, transportasi termasuk salon, pelayanan
informasi dan sebagainya. Oka A. Yoeti membagi amenitas menjadi:
a. Sarana
Menurut Inskeep (1991), sarana pariwisata dibagi menjadi:
39
1) Akomodasi
Dengan melihat bentuk fisik, akomodasi dapat di definisikan
berdasarkan pelanggan, harga, kualitas level, kepemilikan. Untuk
tujuan survei, analisis, dan perencanaan, terminologi yang
digunakan di beberapa area harus berdasarkan kombinasi dari
definisi internasional yang telah diterima secara umum dan
penggunaan yang diterima secara lokal.
Tipe – tipe akomodasi yang cocok didirikan di wilayah pedesaan
adalah:
a) Guest house dan “bed and breakfast”
Penyediaan bed and breakfast yang dahulu populer di
Britania dan menjadi biasa di USA, Kanada, dan tempat lain
(Indonesia sebagai contoh, memiliki banyak guest house
yang disebut ‘home stay’), yang tidak lain adalah rumah –
rumah pribadi atau tempat – tempat yang berkarakter
pemukiman yang menawarkan kamar.
b) Campgrounds
Menyediakan lokasi perkemahan dan terkadang penyewaan
tenda dan kabin yang dilengkapi toilet, fasilitas mencuci
dan terkadang fasilitas – fasilitas rekreasi.
Dalam Permenbudpar No. PM. 86/ HK. 501/ MKP/ 2010
penyediaan akomodasi dibagi menjadi:
40
a) Bumi Perkemahan;
Bumi perkemahan adalah penyediaan akomodasi di alam
terbuka dengan menggunakan tenda.
b) Pondok Wisata
Pondok Wisata adalah penyediaan akomodasi berupa
bangunan rumah tinggal yang dihuni oleh pemiliknya dan
dimanfaatkan sebagian untuk disewakan dengan
memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk
berinteraksi dalam kehidupan sehari – hari pemiliknya.
c) Toko Makanan dan Minuman
Restoran, bar, dan tipe – tipe lain dari outlet – outlet
makanan dan minuman yang didesain untuk atau bisa
dimanfaatkan oleh wisatawan. Kesadaran yang harus
diperhatikan untuk membuat termasuk;
(1) Tipe dan variasi masakan yang ditawarkan
(2) Level kualitas makanan, minuman dan pelayanan
(3) Level harga dari makanan dan minuman
(4) Level kebersihan yang di terapkan
(5) Daya tarik fisik dan tingkat kenyamanan dari
penyediaan
(6) Lokasi yang disediakan dekat dengan lokasi
akomodasi wisatawan dan jadwal kegiatan travel.
41
Pariwisata pedesaan harus memberikan keunikan dalam
pelayana makanan dan minuman. Biasanya makanan dan
minuman pedesaan besifat sangat tradisional.
a) Informasi Pariwisata
Biasa disediakan oleh kantor kepariwisataan pemerintah,
tapi untuk skala pedesaan, informasi pariwisata dapat
disediakan di kantor Kompepar desa, dan fasilitas serta
pelayanan informasi pariwisata harus berdasarkan survey,
evaluasi serta kesesuaian terhadap lokasi.
b) Pusat Cinderamata
Berbelanja sebagai daya tarik bagi wisatawan yang mau
membayar kesenian – kesenian, kerajinan tangan dan
souvenir, barang – barang spesial misalnya kerajian khas
pedesaan (ukiran, patung, anyaman bahkan wayang golek).
c) Fasilitas Kesehatan
Beberapa wisatawan memiliki masalah kesehatan dari
negerinya serta kecelakaan dan masalah medis yang bisa
terjadi kapan saja, karena itulah dibutuhkan penyediaan
fasilitas dan pelayanan kesehatan di area pariwisata.
Fasilitas kesehatan berskala lokal misalnya puskesmas.
b. Prasarana
Menurut Inskeep (1991) prasarana dibagi menjadi:
42
1) Fasilitas Keamanan
Fasilitas dan pelayanan keamanan publik yang harus diperhatikan
melingkupi penyampaiannya, dapat dipercaya, keefektifan
tenaga, dan kejujuran dari tenaga keamanan di area pariwisata.
2) Tenaga Listrik
Tenaga listrik juga sangat penting dalam banyak tipe
pengembangan kepariwisataan, tetapi komponen infrastruktur ini
lebih fleksibel dibandingkan dengan supply air karena bila
diperlukan tenaga listrik dapat dihasilkan melalui generator yang
disediakan sebagai fasilitas bagi wisatawan, hal ini yang tekadang
menyebabkan biaya yang tinggi (high – cost).
3) Pembuangan limbah
Penyediaan parit pembuangan juga diperlukan bagi berbagai
macam area, termasuk area pariwisata, dalam rangka mencegah
polusi terhadap air bawah tanah dan air dipermukaan, serta bau
tak sedap yg tidak diinginkan.
4) Telekomunikasi
Telekomunikasi juga penting dalam kepariwisataan, baik untuk
pengoperasian akomodasi, touring services, dan bagi fasilitas
wisatawan lainnya. Jaringan telepon, internet dan telepon selular
juga termasuk kedalam telekomunikasi.
43
3. Aksesibilitas
Sebuah destinasi harus memiliki aksesibilitas yang mudah dijangkau, jenis
transportasi yang digunakan untuk menuju daerah tujuan diantaranya, dibagi
menjadi 3 yaitu darat, laut dan udara. Transportasi darat apa saja yang ada,
stasiun dan terminal yang masih digunakan seperti apa. Transportasi laut pada
umunya memiliki syarat harus memiliki pelabuhan atau dermaga, jenis kapal
yang dapat digunakan, hingga tingkat keamanan dalam perjalanan.
Transportasi udara memiliki kriteria, harus memiliki bandara, pesawat yang
dapat digunakan dan dapat dituju dari daerah mana saja. Menurut Inskeep
(1991: 38) aksesibilitas adalah:
“Transportation facilities and services -Transportation acces into the country,
region, or development area, the internal transportation system linking the
attractions and development areas and transportation within development
areas, including all types of facilities and services related to land, water and
air transportation.”
Akses yang bersifat fisik maupun non fisik untuk menuju suatu destinasi
merupakan hal penting dalam pengembangan pariwisata. Aspek fisik yang
menyangkut jalan, kelengkapan fasilitas dalam radius tertentu, frekuensi
transportasi umum dari terminal terdekat.
Dengan pengembangan pariwisata pedesaan, maka fasilitas aksesibilitas juga
berskala kecil, contohnya delman, becak, yang merupakan ciri khas yang juga
menyesuaikan dengan kondisi fisik jalan pedesaan yang pada umumnya tidak
terlalu besar dan juga dikelola oleh masyarakat lokal sendiri.
44
F. Kerangka Pemikiran
Gambar 3.
Kerangka Pemikiran
Sumber: Rietbergen – McCracken & Narayan: 1998, Bernstein: 2004,
Middleton: 2009, & Humphrey
Penelitian ini akan meneliti profil masyarakat, stakeholder serta kondisi
produk pariwisata di Kelurahan Jelekong. Profil masyarakat dan stakeholder akan
Studi Profil Masyarakat, Stakeholder Dan Produk Pariwisata Desa Jelekong
Social Assessment
Stakeholer Analysis:
- Identify Key Stakeholder
- Access Stakeholder Interest
- Access Stakeholder Influence And Importance
- Outline Stakeholder Participation
Strategy
Social Analysis:
- Demographic Factors (Social Diversity &
Gender)
- Socio - economic Determinants
- Social Organization (Institutions, Rules And
Behaviour)
- Socio - political Context
- Needs And Values
- Social Risk
Dasar Perencanaan Partisipasi
Landasan Perencanaan Pengembangan Pariwisata Di Kelurahan Jelekong (Pariwisata Pedesaan (Budaya) Berbasis Masyarakat)
SWOT
- Strenghs
- Weaknesses
- Opportunities
- Threaths
Dasar Arah Pembangunan
Pariwisata
45
menggunakan social assessment sedangkan produk pariwisata menggunakan
SWOT.
Analisis sosial yang merupakan bagian dari social assessment digunakan
dalam mengidentifikasi dan menganalisis profil masyarakat, yang didalamnya
terdapat faktor demografis, determinan sosioekonomi, organisasi sosial,
sosisopolitik lokal, nilai dan kebutuhan serta social risk. Analisis stakeholder yang
juga merupakan bagian dari social assessment digunakan dalam mengidentifikasi
dan menganalisis stakeholder, yang langkah – langkahnya adalah indentifikasi
stakeholder kunci, identifikasi kepentingannya, identifikasi influence dan
impotance nya serta membuat garis besar strategi partisipasi.
Untuk produk pariwisata akan diidentifikasi kekuatan (Strenghs), kelemahan
(Weaknesses), kesempatan (Opportunities) beserta ancamannya (Threats) yang
akan memberntuk matriks SWOT untuk menjadi dasar pengembangan pariwisata
yang sesuai di Kelurahan Jelekong.
Hasil akhirnya yaitu berupa landasan perencanaan pengembangan pariwisata
di Kelurahan Jelekong.