Second Chapter

33
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pariwisata adalah ketika orang mengunjungi tempat tertentu untuk melihat pemandangan, mengunjungi teman, rekreasi dan bersenang senang. Namun pariwisata lebih kompleks dari sekedar bersenang senang. Pariwisata adalah suatu proses dan aktivitas yang melibatkan beberapa pihak salah satunya adalah masyarakat lokal, tourism may be defined as the processes, activities, and outcomes a rising from the relationships and the interactions among tourists, tourism suppliers, host governments, host communities, and surrounding environments that are involved in the attracting and hosting of visitors .(Goeldner & Ritchie, 2009: 6). Suatu kegiatan termasuk dalam kegiatan pariwisata adalah saat seseorang berkunjung ke tempat diluar tempat tinggalnya dengan jangka waktu tertentu, pernyataan tersebut di nyatakan oleh UNWTO pada tahun 2003, yaitu: Tourism comprises the activities of persons traveling to and staying in places outside their usual environment for not more than one consecutive year for leisure, business, and other purposes .” Tempat tinggal (usual environtment ) berarti diluar dari destinasi perjalanan rutin misalnya bekerja. Mendefinisikan pariwisata harus mempertimbangkan berbagai kelompok yang berpartisipasi dan dipengaruhi oleh industri ini. Perspektif mereka sangat penting bagi pembangunan pariwisata agar dapat menciptakan suatu destinasi pariwisata yang komprehensif. Terdapat empat persfektif yang berbeda diantaranya adalah persfektif masyarakat lokal “The host community. Local people usually see tourism as a cultural and employment factor. Of importance to this group, for example, is the effect of the

Transcript of Second Chapter

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pariwisata adalah ketika orang mengunjungi tempat tertentu untuk melihat

pemandangan, mengunjungi teman, rekreasi dan bersenang – senang. Namun pariwisata

lebih kompleks dari sekedar bersenang – senang.

Pariwisata adalah suatu proses dan aktivitas yang melibatkan beberapa pihak salah

satunya adalah masyarakat lokal, “tourism may be defined as the processes, activities,

and outcomes a rising from the relationships and the interactions among tourists, tourism

suppliers, host governments, host communities, and surrounding environments that are

involved in the attracting and hosting of visitors.” (Goeldner & Ritchie, 2009: 6).

Suatu kegiatan termasuk dalam kegiatan pariwisata adalah saat seseorang

berkunjung ke tempat diluar tempat tinggalnya dengan jangka waktu tertentu, pernyataan

tersebut di nyatakan oleh UNWTO pada tahun 2003, yaitu: “Tourism comprises the

activities of persons traveling to and staying in places outside their usual environment

for not more than one consecutive year for leisure, business, and other purposes .” Tempat

tinggal (usual environtment) berarti diluar dari destinasi perjalanan rutin misalnya

bekerja.

Mendefinisikan pariwisata harus mempertimbangkan berbagai kelompok yang

berpartisipasi dan dipengaruhi oleh industri ini. Perspektif mereka sangat penting bagi

pembangunan pariwisata agar dapat menciptakan suatu destinasi pariwisata yang

komprehensif. Terdapat empat persfektif yang berbeda diantaranya adalah persfektif

masyarakat lokal “The host community. Local people usually see tourism as a cultural

and employment factor. Of importance to this group, for example, is the effect of the

14

interaction between large numbers of international visitors and residents. This effect may

be beneficial or harmful, or both.” (ibid: 5). Masyarakat lokal memandang pariwisata dari

sisi kebudayaan dan sisi ekonomi. Di mana sisi kebudayaan ini merujuka kepada

pertemuan masyarakat lokal dengan wisatawan yang bukan merupakan penduduk lokal,

dari sisi ekonomi masyarakat memandang pariwisata sebagai peluang ekonomi.

Pengembangan pariwisata juga harus disesuaikan dengan kondisi fisik dan sosial

budaya masyarakat setempat agar tidak terjadi konflik.

Pengembangan pariwisata harus bertujuan:

1. Menyediakan kerangka kerja untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat lokal

melalui manfaat ekonomi dari pariwisata.

2. Mengembangkan infrastruktur dan menyediakan fasilitas umum.

3. Memastikan jenis pengembangan dalam pusat pengunjung dan resort yang sesuai

dengan tujuan daerah tersebut (daerah lokal). (ibid: 454)

A. Rural Tourism

Rural (perdesaan) meupakan bentuk lawan dari urban (perkotaan). Terdapat

3 (tiga) pokok bahasan mengenai pedesaan yang pertama adalah kepadatan populasi

& tempat tinggal, penggunaan lahan (umumnya pertanian dan hutan) dan struktur

sosial yang tradisional & isu mengenai identitas dan warisan masyarakat (heritage).

(OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) dalam George

et al, 2009: 8). Definisi mengenai pedesaan memang luas dan bervariasi namun

pada umumnya pedesaan memiliki kepadatan penduduk yang cukup rendah, “that

rural settlements may vary in size, but they are small and always with a population

of fewer than 10,000 inhabitants.” (OECD dalam George et al, 2009: 8).

15

Pariwisata pedesaan adalah pariwisata yang dibangun dengan tema pedesaan.

Tema pariwisata pedesaan ini tergantung dari jenis pedesaan yang menjadi daya

tarik utama dari pariwisata, misalnya pedesaan dengan daya tarik pertanian, akan

di bangun pariwisata pedesaan agrowisata dan pedesaan dengan daya tarik seni

budayanya, maka akan cocok untuk di bangun menjadi pariwisata pedesaan dengan

tema seni dan budaya. “Rural tourism often described as a form of tourism that

takes place in the countryside but this is ambiguous and on further relflection points

to a broad variation of types of countryside and activities.” (Page & Connell, 2006:

427).

Bramwell selajutnya menjelaskan bahwa, “special characteristic of rural

shape the pattern of tourism, creating a specific form of rural tourism.” (ibid).

Beragam jenis pariwisata desa akan tergantung oleh perbedaan dari kondisi produk

pariwisata di suatu wilayah pedesaan.

Strategi pembangunan pariwisata pedesaan harus mempertimbangkan

keberlanjutan lingkungan, ekonomi dan sosial masyarakat lokal. “Further, the term

‘rural tourism’ has been adopted by the European Community (EC) to refer to all

tourism activity in a rural area.” (Roberts & Hall, 2001: 15) Namun tidak semua

pariwisata yang didirikan di daerah pedesaan merupakan pariwisata pedesaan,

karena ada pembangunan theme park atau resort yang didirikan di daerah pedesaan.

Munculnya pariwisata sebagai salah satu sektor ekonomi di pedesaaan adalah

dengan munculnya moderinsasi contohnya moderinisasi terhadap sektor pertanian

yang menyebabkan beberapa masyarakat lokal mulai memilih sektor ekonomi lain

yang dapat di kembangkan. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:

16

Perkembangan pariwisata sebagai salah satu sektor ekonomi juga di

pengaruhi oleh pandangan pemerintah terhadap kondisi desa – desa yang di anggap

memiliki potensi (keunikan) yang dapat di jadikan sebagai komoditas ekonomi

baru, contohnya keunikan budaya di Kelurahan Jelekong sebagai komoditas

ekonomi dalam konteks pariwisata dan industry kreatif.

OECD selanjutnya menyatakan bahwa rural tourism (pariwisata pedesaan)

harus memiliki kondisi sebagai berikut:

1. Terletak di daerah pedesaan;

Gambar 1. The Context of Rural Tourism

Changes in agricultural practice

e.g mechanization, intensification,

amalgamation

Rural unemployment

Rural to urban migration

Depopulation

Focus on rural development issues

Diversivication of economy and individual business

TOURISM

Food suppliers

Government policy to

reduce productions

Government policy to secure environtmental

protection

Environtmental Impacts

Sumber: Page & Connell, 2006: 428

17

2. Fungsinya pedesaan, dibangun di atas ciri – ciri khusus pedesaan itu

(kebudayaan, pertanian, pantai dan lain – lain), usaha kecil dan rumahan,

kontak dengan alam, warisan, masyarakat tradisional dan praktek – praktek

tradisional;

3. Pedesaan dalam skala bangunan dan permukiman;

4. Tradisional dalam karakter, tumbuh perlahan dan organik, dan terhubung

dengan keluarga lokal. Dikendalikan secara lokal dan dikembangkan untuk

jangka panjang;

5. Berkelanjutan dalam arti bahwa perkembangannya akan membantu

mempertahankan karakter pedesaan, dan dalam arti bahwa perkembangannya

harus berkelanjutan dalam penggunaan sumber daya. Pariwisata pedesaan

harus dilihat sebagai alat potensial untuk konservasi dan keberlanjutan, bukan

sebagai urbanisasi (berubahnya pedesaan menjadi perkotaan atau suburbia)

dan alat pembangunan; dan

6. Mewakili pola kompleks pedesaan misalnya lingkungan hidup, ekonomi dan

sejarah.

Senada dengan OECD, Lane dalam Roberts & Hall, 2001: 16 juga

menjelaskan ciri – ciri dari rural tourism. Ciri – ciri tersebut menjelaskan bentuk

yang lebih spesifik dari rural tourism. Ciri – ciri tersebut adalah:

1. Terletak di daerah pedesaan;

2. Yang fungsinya pedesaan;

3. Didasarkan pada kegiatan dan usaha skala kecil dan tradisional, aspek

Lingkungan Hidup dan warisan;

4. Dalam skala pedesaan, yang berkaitan dengan bangunan berskala kecil dan

permukiman; dan

5. Hal ini bergantung pada kualitas tradisional pedesaan dan berkembang

perlahan-lahan di bawah kendali masyarakat setempat. B. Rural Community

Sebelum penjelasan mengenai rural community, akan dijelaskan terlebih

dahulu mengenai community. Community adalah sekelompok orang – orang yang

melakukan suatu aktivitas kehidupan. Lebih lanjut Jonassen & Hillery dalam

Horton & Hunt 1968: 428 menjelaskan bahwa:

“A community includes (1) a grouping of people, (2) within a geographic

area, (3) with a division of labour into specialized and interdependt functions, (4)

with a common culture and a social system which organizes their activities, (5)

whose member are conscious of their unity and of belonging to the community, and

(6) who can act collectively in an organized manner.”

18

Definisi rural community sangat mirip dengan konsep folk society.

“Such a society is small, isolated, nonliterate and homogenous with a strong

sense of group solidarity. The ways of living are conventionalized into that coherent

system which we call a “culture”. Behaviour is traditional, spontaneous, uncritical,

and personal; there is no legislation or habit of experiment and reflection for

intellectual end. Kinship, its relationships and institutions, are the type of

categories of experience and the familial group in the unit of action. The sacred

prevails over the secular; the economy is one of status rather than of the market .”

(Redfeild dalam Horton & Hunt, 1968: 428).

Rural community memiliki beberapa karakter, Horton & Hunt

mengemukakan beberapa karakter tersebut, yaitu:

1. Isolation: in most of the world, rural people gathered in the village - a small

village. Isolated dwellings became common rural settlement patterns, patterns

that are productive, more efficient but they are socially isolated. With a

population that is spread out a little, very little personal contact. But every

contact involves the individual's perception as a whole person in terms of his

total personality and the status of various aspects of society, not just as a

certain function in society. Circumstances that give rise to proximity ,

closeness that is the hallmark of the famous rural communities with

hospitality;

2. Homogeneity: in general Indonesian population is very heterogeneous

population (multi ethnic group). But in the local context , the population that

tends to be fairly homogeneous in view of ethnic and cultural backgrounds;

3. Agricultural employment: almost all work as farmer , and

4. Subsistence economy: they consume what they produce themselves.

Namun saat ini, kehidupan pedesaan mulai kehilangan sifat dari folk – society

nya. Hal ini disebabkan dengan adanya the rural revolution. Rural revolution terdiri

dari:

1. Reduced isolation: the development of technologies that lead to becoming a

highly developed infrastructure and modern, such as roads and

communication infrastructure that led to the isolation of rural communities

began to decrease;

2. Commercialized and rationalized of agriculture: farming today is a very

complex activity, farming requires large capital, specialized knowledge, rapid

changes in technology productivity, and require continuous market analysis

plus another natural conditions and unpredictable weather. Due to changes

in the world of agriculture, agricultural population is shrinking rapidly.

Although there are still some small farmers (farm – poor) which has little

arable land, but due to the equipment and capital is too small making it

19

difficult to benefit from the farm. Farm workers (buruh tani do not have their

own land is also difficult to get a profit from farming. Small farmers are finally

over the profession , and

3. Urbanization of rural life: assuming many rural life is out of date. All

differences of rural - urban dwindling. Urban pattern has spread to rural

areas rural life is out dated and outmoded. It occurs due to rapid urban

development. Advances in technology (telecommunications) also plays a big

role in these changes.

Terjadinya revolusi pedesaan ini lah yang menyebabkan munculnya

pariwisata sebagai suatu pilihan pengembangan. Pariwisata akan berperan sebagai

pilihan peluang ekonomi baru dan juga dapat meningkatkan kesadaran akan

kebanggaan diri masyarakat pedesaan terhadap lingkungan tempat tinggalnya

tersebut, pariwisata yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat juga akan

meningkatkan kedekatan antar masyarakat pedesaan.

C. Community Based Tourism

Pariwisata berbasis masyarakat adalah pendekatan pariwisata yang

mengutamakan masyarakat lokal dalam pembangunannya. Berikut merupakan

faktor penting dalam pariwisata berbasis masyarakat (Community based tourism):

1. Community tourism should involve local people. Mereka harus dilibatkan

dalam pengambilan keputusan dan kepemilikan tidak hanya melalui uang.

2. The local community should receive a fair share of the profits from any

tourism venture. Keadilan dalam pembagian keuntungan sangat penting agar

masyarakat lokal tidak merasa terjajah secara ekonomi.

3. Tour operator should try to work with communities rather than with

individuals. Bekerja sama hanya dengan individu akan membuat terkotak –

kotaknya masyarakat. Masyarakat memiliki organisasi sosial yang mewakili

mereka, kerja sama seharusnya dibangun melalui organisasi sosial tersebut.

4. Tourism should be environtmentally sustainable. Masyarakat lokal harus

mendapatkan manfaat konservasi dan mengikuti kegiatan konservai.

Pariwisata tidak boleh mengeksploitasi secara berlebihan terhadap sumber

daya yang langka.

5. Tourism should support traditional cultures by showing respect for

indigenous knowledge. Pariwisata akan menimbulkan kecintaan dan

kebanggaan terhadap kebudayaan lokal mereka sendiri.

6. Operators should work with local people to minimise the harmful impacts of

tourism. Operator/ stakeholder harus bekerja dengan masyarakat lokal untuk

20

meminimalkan dampak negative pariwisata, karena masyarakat lokal lah yang

mengetahui kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan di destinasi pariwisata

karena mereka adalah tuan rumah.

7. Tour operator should keep groups small to minimise their cultural an

environtmental impact. Operator/ stakeholder sebaiknya tidak memarjinalkan

kelompok kecil dalam masyarakat.

8. Tour operators should brief tourist on what to expect, and on appropriate

dress, taking photos and respecting privacy. Operator/ stakeholder sebaiknya

membuat kode etik bagi wisatawan dalam rangka menghormati kearifan lokal.

9. Local people should be allowed to participate in tourism with dignity and self

– respect. Masyarakat lokal tidak boleh di nomor dua kan, dan Operator/

stakeholder sebainya mendidk masyarakay lokal bagaimana menjadi seorang

tuan rumah yang baik yang dapat berpatisipasi dalam pariwisata dengan

martabat dan percaya diri.

10. People have the right to say no to tourism. Communities which reject tourism

should be left alone. Apabila masyarakat merasa pariwisata sebagai

ancaman, masyarakat tersebut harus di jauhkan dari rencana – rencana

pembangunan pariwisata. (Mann dalam Smith, 2003: 122).

Partisipasi adalah pokok utama dalam pendekatan pembangunan yang

terpusat pada masyarakat dan berkesinambungan serta merupakan proses interaktif

yang berlanjut. Proses ini, pada akhirnya akan dapat menciptakan pembangunan

berbasis masyarakat. Menurut Hadi partisipasi berarti "turut berperan serta dalam

suatu kegiatan”, “keikutsertaan atau peran serta dalam suatu kegiatan”, “peran

serta aktif atau proaktif dalam suatu kegiatan”. Partisipasi dapat didefinisikan

secara luas sebagai "bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif

dan sukarela, baik karena alasan – alasan dari dalam dirinya (intrinsik) maupun

dari luar dirinya (ekstrinsik) dalam keseluruhan proses kegiatan yang

bersangkutan.” (Hadi, tanpa tahun: 6)

Lebih lanjut Abe dalam Hadi mengemukakan, melibatkan masyarakat secara

langsung akan membawa dampak penting, yaitu: (1) Terhindar dari peluang

terjadinya manipulasi. Keterlibatan masyarakat akan memperjelas apa yang

sebenarnya dikehendaki oleh masyarakat; (2) Memberikan nilai tambah pada

legitimasi rumusan perencanaan karena semakin banyak jumlah mereka yang

terlibat akan semakin baik; dan (3) Meningkatkan kesadaran dan keterampilan

politik masyarakat.

21

Pada dasarnya pembangunan desa dalam konteks ini pengembangan

pariwisata merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat

lokal. Dalam hal ini masyarakat lokal menjadi sasaran sekaligus pelaku

pembangunan. Keterlibatan masyarakat pada setiap tahapan pembangunan,

merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan.

Mengingat pentingnya partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan

pariwisata pedesaan berbasis masyarakat, maka dibutuhkan suatu alat yang dapat

menggambarkan profil masyarakat lokal dan stakeholder sebagai landasan dalam

perencanaan partisipasi masyarakat lokal (dan stakeholder) dalam pengembangan

pariwisata. Alat tersebut adalah social assessment.

Penelitian ini akan mengidentifikasi dan menganalisis profil masyarakat,

dimana profil adalah grafik atau ikhtisar yg memberikan fakta tentang hal – hal

khusus (nomina) (kamusbesar.com). Profil masyarakat pada penelitian ini mengacu

pada aspek social analysis dalam social assessment yang terdiri dari faktor

demografi, determinan sosio – ekonomi. Organisasi sosial, konteks sosio – politik,

nilai & kebutuhan dan social risk. (Reitbergen – Mccracken & Bernstein).

22

Social Assessment is

an interative process

1

2

3

45

6

7

D. Social Assessment

Gambar 2. Social Assessment Process

Sumber: Rietbergen – McCracken & Narayan, 1998: 22

Social assessment adalah suatu alat atau metode untuk mengidentisikasi dan

menganalisis aspek sosial suatu masyarakat dan bagaimana peran stakeholder yang

terkait dalam suatu proyek. “Social Assessment: a methodology for incorporating

an analysis of social issues and developing a framework for stakeholder

participation in the design of a project.” (Rietbergen – McCracken & Narayan,

1998: 3). Social assessment dilakukan pada pada permulaan sebuah proyek

pembangunan, hal tersebut dikemukakan oleh Rietbergen – McCracken, bahwa “a

Social Assessment may be undertaken at the very beginning of a development

intervention to set the framework for subsequent participatory efforts.” The World

Bank dalam Berstein, 2004: 9, mendefinisikan social assessment, sebagai berikut:

Social Assessment “is made up of analytical, process, and operational elements,

combining: (a) the analysis of context and social issues with (b) a participatory

Begin Stakeholder

analysis/involve

stakeholder

Analyze

data and

asses

proirities

Develop plans in

consultation with

stakeholder

Consider project/program

context

Identify

social

factors

Ensure

Capacity

Adjust and

apply with

stakeholder

involvement

23

process of stakeholder consultations and involvement, to provide (c) operational

guidance on developing a project design, implementation, and monitoring and

evaluation (M&E) framework.”

Tabel 2. Social Assessment

Sumber: Rietbergen – McCracken & Narayan, 1998: 3 & Berstein, 2004: 9

Dari kedua penjabaran mengenai social assessment, social assessment pada

intinya terdiri dari dua bagian yaitu analisis sosial dan analisis stakeholder. Analisis

sosial untuk mengidentifikasi dan menganalisis profil masyarakat sedangkan

analisis stakeholder untuk mengidentifikasi dan menganalisis peran dan partisipasi

stakeholder. Kedua tahapan tersebut akan dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:

1. Analisis Sosial

Analisis sosial digunakan dalam mengidentifikasi dan menganalisis isu – isu

sosial yang terjadi di masyarakat, dimana arti kata sosial adalah “social as

anything relating to people or society” (Conyers, 1993: 2). Isu – isu sosial

tersebut terdiri dari karakter sosial, kualitas hidup, pelayanan sosial dan

keadilan sosial. Indikator dari isu – isu sosial tersebut adalah:

Social Assessment

Rietbergen –

McCracken &

Narayan

Bernstein

Social Analysis Social Diversity And

Gender

Institutions, Rules

And Behavior

Social Risk

Stakeholder

Analysis

Stakeholders

Participation

24

a. Faktor Demografis

Menurut Wisnawa dalam Research of Bali Hotel and Tourism

Development: Determinan Dan Motivasi Perjalanan Wisata

(madebayu.blogspot.com diakses 20 Agustus 2013), yang dimaksud

dengan demografi adalah hal – hal yang berhubungan dengan

kependudukan seperti:

1) Jenis Kelamin

2) Jenis Pekerjaan

3) Tingkat pendidikan

4) Kepadatan Populasi

5) Tingkat Usia

6) Agama

7) Suku bangsa/ ras

Faktor demografis termasuk ke dalam aspek social diversity and gender

dalam pembagian aspek analisis social assessment oleh Bernstein.

Faktor demografis adalah indikator untuk mengetahui memilih strategi

pastisipasi yang dihasilkan agar sesuai dengan kapasitas masyarakat,

untuk mengetahui karakteristik masyarakat guna menentukan aktifitas

wisata yang sesuai untuk dibangun dan dikembangkan dan untuk

mengetahui faktor pendorong dan penghambat dari perencanaan

pembangunan pariwisata.

25

b. Determinan Sosio – Ekonomi

“Determinan adalah istilah inklusif yang merujuk kepada semua faktor,

baik fisik, biologi, perilaku, sosial, maupun kultural yang

mempengaruhi sesuatu” (Last dalam Murti, 2009: 4).

Sedangkan determinan sosio – ekonomi merupakan faktor – faktor yang

mempengaruhi keadaan sosio – ekonomi masyarakat. Faktor sosio –

ekonomi digunakan untuk melihat kapasitas ekonomi masyarakat, yang

meliputi faktor – faktor yang mempengaruhi jumlah pendapatan dan

produktivitas, mempengaruhi daerah tempat tinggal dari kelompok

sosial yang ada, komposisi keluarga, migrasi tenaga kerja, dan lain –

lain.

c. Organisasi Sosial

Organisasi sosial/ social group (kelompok sosial) adalah himpunan atau

kesatuan manusia yang hidup bersama, karena adanya hubungan di

antara mereka. Hubungan tersebut antara lain menyangkut hubungan

timbal balik yang saling memengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk

saling menolong. (Soekanto, 2007: 104).

Selanjutnya Rietbergen – McCracken & Narayan 1998: 21,

menjelaskan “Social organization: organization and capacity at the

household and community levels affecting participation in local – level

institutions as well as access to services and information.” Sedangkan

Berstein 2004: 10, mengkaterogrikan organisasi sosial kepada institusi,

beserta peraturan dan prosedurnya.

26

“Social assessment (institutions, rules & procedures) examines the

groups’ characteristics, intra – group and inter – group relationships,

and the relationships of those groups with private and public

institutions. It also assesses the norms, values, and behavior that have

been institutionalized through those relationships, both formally and

informally.”

Organisasi sosial yang terdapat di suatu wilayah antara lain

perkumpulan sosial (komunitas) dan asosiasi. Sedangkan asosiasi

menurut Koetjaraningrat suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang

berpusat pada aktivitas – aktivitas khusus (sistem tata kelakukan/

procedures) atau norma – norma/ rules untuk memenuhi kebutuhan)

dalam kehidupan masyarakat, contoh nya Gabungan Kelompok Tani.

Hal – hal tersebut memengaruhi adanya partisipasi, hal ini dapat

memudahkan akses dalam kecepatan dan ketepatan dalam perencanaan

partisipasi.

Identifikasi kebutuhan masyarakat secara umum dapat terakomodir

dalam organisasi sosial yang juga memiliki fungsi sebagai media

sosialisasi efektif dengan asumsi bahwa informasi yang diberikan oleh

organisasi sosial adalah representasi dari masyarakat di suatu kawasan.

d. Sosio – Politik Lokal

Sosio – politik pada dasarnya berhubungan dengan penggunaan

kekuasaan dan wewenang dalam pelaksanaan kegiatan sistem politik,

yang banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial budaya.

27

“Sociopolitical context: implementing agencies’ development goals,

priorities, commitment to project objectives, control over resources,

experience, and relationship with other stakeholder groups.”

(Reitbergen – McCracken & Narayan, 1998: 21).

Sosio – politik lokal berkaitan dengan implementasi tujuan, prioritas,

komitmen terhadap perencanaan pembangunan pariwisata, kontrol

tehadap sumber daya, pengalaman, serta hubungan antar individu,

organisasi sosial, stakeholder beserta hubungan diantara ketiganya.

Analisa terhadap kondisi sosio – politik adalah untuk menjamin

kelancaran pengembangan melalui pendekatan kekuatan politik seperti

tokoh masyarakat, tokoh adat, dan individu/ organisasi sosial/

stakeholder lain yang berpengaruh.

e. Nilai dan Kebutuhan

“A value is a prospective course of action (e.g. “getting a good

education”) or an element of the way you treat other people (e.g.

“honesty”) which members of a culture have generally assessed as

good, right, appropriate and/or moral.” (Whitaker, 6: 2008)

Analisa terhadap nilai ini dapat menjadi landasan dalam perencanaan

pembangunan agar tetap sesuai dengan kearifan lokal.

Sedngkan kebutuhan adalah sesuatu yang diinginkan karena adanya

suatu kekurangan. Leagans tanpa tahun: 92, menjelaskan, “needs

28

represent an imbalance, lack of adjustment, or gap between the present

situation or status quo and a new or changed set of desirable.”

Identifikasi dan analisis kebutuhan akan memberikan gambaran

kebutuhan utama dari masyarakat terutama dalam konteks

pengembangan pariwisata.

f. Social risk

Social assessment melihat kepada potensi risiko sosial yang akan terjadi

yang berhubungan dengan proyek yang direncakan, dalam konteks ini

keterkaitannya dengan pengembangan pariwisata. Berstein membagi

risiko sosial kepada 5 kategori, berikut adalah kategori risiko sosial:

1) Vulnerability. Termasuk risiko endemik dan external shock.

Konidisi masyarakat lokal yang terkejut dengan pembangunan

pariwisata;

2) Country risks: tidak stabilnya kondisi politik, ketegangan antar

etnis, agama dan konflik militer;

3) Political economy risks: tidak meratanya distribusi manfaat.

Adanya monopoli oleh stakeholder tertentu;

4) Institutional risks: persetujuan yang kurang patut (suap),

pemerintah yang lemah, dan kompleksitas antar stakeholder,

serta;

5) Exogenous risks: Konflik regional, perubahan makroekonomi,

bahkan bencana. (Bernstein, 2004: 11 – 12).

29

2. Analisis Stakeholder

Stakeholder adalah pihak yang terkait yang memiliki pengaruh,

“Stakeholders are people, groups, or institutions which are likely to be

affected by a proposed intervention (either negatively or positively), or those

which can affect the outcome of the intervention”. Rietbergen – McCracken

& Narayan (1998; 66). Sedangkan menururt Bernstein, “Stakeholders include

the various organizations, groups and individuals who have an interest or a

stake in the project.” (Berstein, 2004: 11).

Analisis stakeholder merupakan proses yang penting dalam sosial

assessment, proses ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis

konteks sosial dan institusi sebuah pembangunan atau kebijakan. Analisis

stakeholder akan memberikan informasi dasar mengenai siapa saja pihak

yang akan dipengaruhi dan mempengaruhi pembangunan dan siapa saja

individu atau kelompok yang akan dilibatkan, dan sejauh mana kemampuan

individu atau kelompok untuk terlibat dalam rencana partisispasi (Rietbergen

– McCracken & Narayan, 1998: 65).

Anlisis stakeholder meliputi empat tahapan, yaitu:

a. Identifikasi Stakeholder Kunci

Merupakan proses identifikasi dan analisis pihak yang akan dilibatkan

dalam partisipasi, meliputi pihak akan dipengaruhi dan mempengaruhi

kegiatan.

Tahapan pertama dilakukan dengan mengidentifikasi aspek berikut ini:

30

1) Siapa penerima manfaat potensial?

2) Siapa yang akan terkena dampak positif/ negatif?

3) Apakah kelompok marjinal sudah teridentifikasi?

4) Apakah pendukung dan penentang kegiatan sudah teridentifikasi?

5) Apa hubungan di antara para stakeholder?

b. Langkah kedua dilakukan dengan menganalisis kepentingan

stakeholder dan potensi dampak kegiatan terhadap kepentingan para

stakeholder, yaitu:

1) Apa saja harapan stakeholder terhadap pengembangan

pariwisata?

2) Keuntungan apa yang mungkin diperoleh stakeholder?

3) Sumber daya apa yang akan digerakkan/ diberdayakan oleh

stakeholder?

4) Adakah konflik kepentingan stakeholder terhadap pengembangan

pariwisata?

c. Langkah ketiga adalah menganalisis pengaruh dan tingkat importance

(pentingnya/ peran) stakeholder, yang terdiri dari:

1) Status dan kekuasaan (politik, sosial, dan ekonomi).

2) Kontrol terhadap sumber daya.

3) Pengaruh informal (hubungan personal internal dan eksternal).

4) Relasi antar stakeholder.

5) Tingkat pengaruh terhadap pengembangan pariwisata.

31

d. Setelah ketiga langkah selanjutnya adalah merencanakan strategi

partisipasi stakeholder yang dipengaruhi oleh:

1) Kepentingan, pengaruh dan importance (pentingnya/ peran)

setiap stakeholder.

2) Upaya melibatkan stakeholder penting namun kurang

berpengaruh.

3) Bentuk partispasi yang tepat dalam seluruh proses pengembangan

pariwisata.

Strategi partisipasi stakeholder menempatkan para stakeholder tersebut

dalam kerangka yang fleksibel, keterlibatan individu, kelompok atau lembaga

– lembaga disesuaikan dengan kapasitas, kepentingan, pengaruh serta

importance (pentingnya/ peran).

Tahap terakhir adalah penyediaan peluang dan identikasi dan analisis atas

kondisi lapangan dalam perencanaan partisipasi dalam proyek pembangunan.

Bernstein mengemukakan, “social assessment examines opportunities and

conditions for the participation of stakeholders in the development process.”

(Bernstein, 2004: 11).

E. Produk Pariwisata

Produk wisata ialah “The tourism product is composite in nature and includes

everything that tourists purchase, see, experience, and feel from the time they leave

home until the time they return”. (Collier, 2003: 19).

32

Hal itu meliputi perjalanan “to” dan “from” destinasi, akomodasi, dan travel

saat di sebuah destinasi, dan semua pengeluaran meliputi makanan dan minuman,

cenderamata, dan hiburan dan pertunjukan.

Selama wisatawan berada di destinasi wisata, mereka memerlukan pelayanan

akomodasi dan transportasi, semua yang mereka lakukan dan mereka lihat secara

tidak langsung merupakan kegiatan mengkonsumsi suatu produk. Namun produk

wisata pada umumnya berupa pelayanan (services) yang merupakan produk yang

bersifat tidak terlihat, hal ini senada dengan pendapat Goeldner & Ritchie yang

menyatakan bahwa,”…tourism products are intangible. They cannot be stored and

sold another time”. (Goeldner & Ritchie, 2009: 208)

Namun merujuk pada UNWTO dalam Pitana (2009) yang menyatakan bahwa

produk wisata adalah “…any good or service purchased by, or consumed by, a

person defined as a visitor”, produk wisata merupakan gabungan dari produk

barang dan jasa yang dikonsumsi wisatawan. Pendapat UNWTO senada dengan

pendapat Middleton dalam Ricardson & Fluker dalam Pitana, yaitu “a bundle of

tangible and intangible components based on activity at a destination. The package

is perceived by the tourist as an experience, available at price.” (Middleton, 1989

dalam Ricardson dan Fluker, dalam Pitana, 2009: 130)

Komponen produk pariwisata akan merujuk pada konsep yang dikemukakan

oleh Middleton, yaitu “the tourist product is to be considered as an amalgam of

three main components of attractions, facilities (amenitas) at the destination and

accessibility of the destination”. (Middleton, 2009: 120). Komponen produk

pariwisata dibagi menjadi:

33

1. Daya Tarik Wisata (attractions)

Daya tarik wisata menurut Inskeep (1991: 38) adalah “Tourist attractions and

activities - All those natural, cultural and special features and related

activities of an area that attract tourist to visit it”. Inskeep mengklasifikasikan

daya tarik wisata ke dalam 3 bagian, yaitu:

a. Daya Tarik Alam

Daya tarik alam terbagi atas beberapa kategori, sebagai berikut:

1) Iklim dan cuaca

Ditentukan oleh latitude dan elevation diukur dari permukaan air

laut, daratan, pegunungan, dan sebagainya. Bersama faktor

geologis, iklim, angin dan sebagainya.

2) Pemandangan Alam

Keindahan pemandangan keseluruhan alam suatu daerah dapat

menjadi motivasi besar untuk berkunjung ke sana, terutama jika

tindakan konservasi telah diterapkan untuk menjaga kebersihan

dan karakter alami dari lingkungan.

3) Keunikan Bentukan Alam

Keunikan bentukan alam seperti pegunungan tinggi, susunan

geologi yang unik, goa, sumber air panas, air terjun adalah daya

tarik penting bagi turis penikmat pemandangan dan turis minat

khusus.

34

b. Daya Tarik Budaya

Budaya sangat penting perannya dalam pariwisata. Salah satu hal yang

menyebabkan orang ingin melakukan perjalanan wisata adalah adanya

keinginan untuk melihat cara hidup dan budaya orang lain dibelahan

dunia lain serta serta keinginan untuk mempelajari budaya orang lain

tersebut. Menurut Horton & Hunt kebudayaan adalah “The set of rules

and procedure, together with a supporting set of ideas and values, is

called a culture” (Horton & Hunt, 1968: 48).

Definisi klasik mengenai kebudayaan yang di kemukakan oleh Sir

Edward Tylor, adalah: “Culture… is that complex whole which includes

knowledge, belief, art, moral, law, custom, and any other capabilities

and habits acquired by man as a member of society” (Sir Edward Tylor

dalam Horton & Hunt, 1968: 48)

“Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil

karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan

milik diri manusia dengan belajar” (Koentjaraningrat).

Pariwisata budaya dapat dilihat sebagai peluang bagi wisatawan untuk

mengalami, memahami, dan menghargai karakter dari destinasi,

kekayaan dan keragaman budayanya. Pariwisata budaya memberikan

kesempatan kontak pribadi secara langsung dengan masyarakat lokal

dan kepada individu yang memiliki pengetahuan khusus tentang

sesuatu objek budaya. Tujuannya adalah memahami makna suatu

35

budaya dibandingkan dengan sekedar mendeskripsikan atau melihat

daftar fakta yang ada mengenai suatu budaya.

Smith dalam Goeldner & Ritchie, 2009: 277, berpendapat, bahwa:

“Cultural tourism is travel to experience and, in some cases, participate

in a vanishing lifestyle that lies within human memory. The picturesque

setting or “local color” in the destination area is the main attraction.

Destination activities typically include meals in rustic inns, costume

festivals, folk dance performances, and arts and crafts demonstrations

in “old – style” fashion.”

Daya tarik wisata budaya meliputi:

1) Kesenian dan Kerajinan Tangan

Bentuk – bentuk dari seni panggung, seperti tari, musik, dan

drama, dan seni lukis dan pahat dapat menjadi daya tarik penting,

terutama apabila secarra efektif ditampilkan.

Kesenian merupakan komponen yang sangat penting dalam

produk pariwisata. Zeppel and Hall dalam Smith, 2003: 137,

mendeskripsikan pariwisata kesienian sebagai berikut:

“Arts tourism as being based on a broad array of activities,

including paintings, sculpture, theare, and other forms of creative

expression such as festivals and events. Arts tourism tends to be

experiental, whereby tourist become involved in and stimulated

by the activities that are presented by them.”

Zeppel & Hall fungsi pariwisata kesienian sebagai berikut:

36

“In commercial terms, the arts revitalize the tourism product,

sharpen its, market appeal, give new meaning to national

character, and permit much tighter sales and promotional

efforts.” (Zeppel & Hall dalam Smith, 2003: 137).

Pariwisata kesenian juga pada umumnya di lakukan oleh

masyarkat lokal (seniman lokal), karena mereka memiliki

pengetahuan yang mendalam terhadap kesenian tradisi.

“Local participation in the arts – including community arts and

media – was to be resourced, as well as the more established

recipients of arts funding in the capital, such as opera and classical

music, the visual arts, theatre and literature.” (Mulgan dalam

Mayo, tanpa tahun: 115).

2) Keramahtamahan Penduduk

Meskipun tidak dapat diukur, daya tarik yang paling nyata bagi

wisatawan adalah keramahtamahan dari penduduk lokal

(terutama masyarakat pedesaan) dan lebih umum toleransi dan

penerimaan penduduk terhadap wisatawan yang mengunjungi

wilayah mereka. Kejujuran dan dapat diandalkan menjadi faktor

penting bagi wisatawan.

Pariwisata budaya akhirnya akan meningkatkan kebanggaan

masyarakat terhadap budaya lokal, karena kebudayaan tersebut

dianggap sangat berarti sebagai identitas/ uniqueness dan dapat manjadi

peluang ekonomi dari pariwisata. Hal tersebut senanda dengan uraian

Matheison & Wall mengenai dampak positif pariwisata terhadap sosial

budaya masyarakat lokal.

37

“Whenever tourism becomes an important component of the local

economy there is an increase in interest in native arts and craft.

However, it is the cultural components that have value to the tourists

that have been preserved or rejuvenated and not necessarily those which

are highly valued by the local culture. This type of culture awakening

has sometimes made the host populations more aware of the historic

and cultural contuinity in their communities and this may be an

enriching experience. In other cases the new appreciation of indigenous

culture, the revival of ancient festivals and the restoration of cultural

landmarks have emerged in ways which pose long – term threats to the

existence of culture in its original form.” (Mathieson & Wall, 1992:

175).

c. Aktivitas

Aktivitas wisata merupakan kegiatan – kegiatan yang dilakukan

wisatawan pada sebuah daya tarik wisata. Murphy (1985: 48)

mengklasifikasikan aktivitas wisata ke dalam 5 (lima) kelas yang

digambarkan dalam tabel di bawah ini:

1) Appreciate – symbolic: adalah kegiatan apresiasi yang bersifat

simbolik. Contohnya: melihat pemandangan, fotografi dan

lain – lain.

2) Extractive – symbolic: adalah kegiatan mengambil apa yang

telah di hasilkan oleh sumber daya alam. Contohnya:

menebang bambu di hutan, mengambil rumput untuk pakan

hewan ternak dan lain – lain.

3) Passive – reply: adalah kegiatan wisata yang pasif hal ini

terlihat dari pergerkan wisatawan yang cenderung rendah dan

interaksi wisatawan dengan masyarakat lokal cukup rendah.

Contohnya: berkemah, bersantai dan lain – lain.

38

4) Social learning: adalah kegiatan belajar, memperkaya diri

ataupun bersosialisasi. Contohnya: belajar membuat wayang

golek, melukis dan lain – lain.

5) Active – expressive: kegiatan wisata yang sangat aktif

interaksi antara wisatawan dan masyarakat lokal pun dapat

dikatakan cukup tinggi. Contohnya: terlibat dalam

pertunjukan wayang golek, menari dan lain – lain.

Di dalam pedesaan dengan daya tarik utama adalah kebudayaan,

wisatawan dapat melakukan aktivias sebagai berikut:

1) Membuat kerajinan bersama masyarakat lokal;

2) Melihat kegiatan berlatih pertunjukan seni budaya;

3) Melihat pertunjukan seni budaya; dan

4) Bahkan terlibat dalam pertunjukan seni budaya tersebut yang di

dalamnya ada kegiatan belajar dan memperkaya diri.

2. Amenitas

Merupakan elemen dalam destinasi atau berhubungan dengan destinasi yang

memungkinkan wisatawan tinggal di destinasi tersebut untuk menikmati atau

berpartisipasi dalam atraksi yang ditawarkan. Fasilitas destinasi bisa berupa

akomodasi, restoran, café dan bar, transportasi termasuk salon, pelayanan

informasi dan sebagainya. Oka A. Yoeti membagi amenitas menjadi:

a. Sarana

Menurut Inskeep (1991), sarana pariwisata dibagi menjadi:

39

1) Akomodasi

Dengan melihat bentuk fisik, akomodasi dapat di definisikan

berdasarkan pelanggan, harga, kualitas level, kepemilikan. Untuk

tujuan survei, analisis, dan perencanaan, terminologi yang

digunakan di beberapa area harus berdasarkan kombinasi dari

definisi internasional yang telah diterima secara umum dan

penggunaan yang diterima secara lokal.

Tipe – tipe akomodasi yang cocok didirikan di wilayah pedesaan

adalah:

a) Guest house dan “bed and breakfast”

Penyediaan bed and breakfast yang dahulu populer di

Britania dan menjadi biasa di USA, Kanada, dan tempat lain

(Indonesia sebagai contoh, memiliki banyak guest house

yang disebut ‘home stay’), yang tidak lain adalah rumah –

rumah pribadi atau tempat – tempat yang berkarakter

pemukiman yang menawarkan kamar.

b) Campgrounds

Menyediakan lokasi perkemahan dan terkadang penyewaan

tenda dan kabin yang dilengkapi toilet, fasilitas mencuci

dan terkadang fasilitas – fasilitas rekreasi.

Dalam Permenbudpar No. PM. 86/ HK. 501/ MKP/ 2010

penyediaan akomodasi dibagi menjadi:

40

a) Bumi Perkemahan;

Bumi perkemahan adalah penyediaan akomodasi di alam

terbuka dengan menggunakan tenda.

b) Pondok Wisata

Pondok Wisata adalah penyediaan akomodasi berupa

bangunan rumah tinggal yang dihuni oleh pemiliknya dan

dimanfaatkan sebagian untuk disewakan dengan

memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk

berinteraksi dalam kehidupan sehari – hari pemiliknya.

c) Toko Makanan dan Minuman

Restoran, bar, dan tipe – tipe lain dari outlet – outlet

makanan dan minuman yang didesain untuk atau bisa

dimanfaatkan oleh wisatawan. Kesadaran yang harus

diperhatikan untuk membuat termasuk;

(1) Tipe dan variasi masakan yang ditawarkan

(2) Level kualitas makanan, minuman dan pelayanan

(3) Level harga dari makanan dan minuman

(4) Level kebersihan yang di terapkan

(5) Daya tarik fisik dan tingkat kenyamanan dari

penyediaan

(6) Lokasi yang disediakan dekat dengan lokasi

akomodasi wisatawan dan jadwal kegiatan travel.

41

Pariwisata pedesaan harus memberikan keunikan dalam

pelayana makanan dan minuman. Biasanya makanan dan

minuman pedesaan besifat sangat tradisional.

a) Informasi Pariwisata

Biasa disediakan oleh kantor kepariwisataan pemerintah,

tapi untuk skala pedesaan, informasi pariwisata dapat

disediakan di kantor Kompepar desa, dan fasilitas serta

pelayanan informasi pariwisata harus berdasarkan survey,

evaluasi serta kesesuaian terhadap lokasi.

b) Pusat Cinderamata

Berbelanja sebagai daya tarik bagi wisatawan yang mau

membayar kesenian – kesenian, kerajinan tangan dan

souvenir, barang – barang spesial misalnya kerajian khas

pedesaan (ukiran, patung, anyaman bahkan wayang golek).

c) Fasilitas Kesehatan

Beberapa wisatawan memiliki masalah kesehatan dari

negerinya serta kecelakaan dan masalah medis yang bisa

terjadi kapan saja, karena itulah dibutuhkan penyediaan

fasilitas dan pelayanan kesehatan di area pariwisata.

Fasilitas kesehatan berskala lokal misalnya puskesmas.

b. Prasarana

Menurut Inskeep (1991) prasarana dibagi menjadi:

42

1) Fasilitas Keamanan

Fasilitas dan pelayanan keamanan publik yang harus diperhatikan

melingkupi penyampaiannya, dapat dipercaya, keefektifan

tenaga, dan kejujuran dari tenaga keamanan di area pariwisata.

2) Tenaga Listrik

Tenaga listrik juga sangat penting dalam banyak tipe

pengembangan kepariwisataan, tetapi komponen infrastruktur ini

lebih fleksibel dibandingkan dengan supply air karena bila

diperlukan tenaga listrik dapat dihasilkan melalui generator yang

disediakan sebagai fasilitas bagi wisatawan, hal ini yang tekadang

menyebabkan biaya yang tinggi (high – cost).

3) Pembuangan limbah

Penyediaan parit pembuangan juga diperlukan bagi berbagai

macam area, termasuk area pariwisata, dalam rangka mencegah

polusi terhadap air bawah tanah dan air dipermukaan, serta bau

tak sedap yg tidak diinginkan.

4) Telekomunikasi

Telekomunikasi juga penting dalam kepariwisataan, baik untuk

pengoperasian akomodasi, touring services, dan bagi fasilitas

wisatawan lainnya. Jaringan telepon, internet dan telepon selular

juga termasuk kedalam telekomunikasi.

43

3. Aksesibilitas

Sebuah destinasi harus memiliki aksesibilitas yang mudah dijangkau, jenis

transportasi yang digunakan untuk menuju daerah tujuan diantaranya, dibagi

menjadi 3 yaitu darat, laut dan udara. Transportasi darat apa saja yang ada,

stasiun dan terminal yang masih digunakan seperti apa. Transportasi laut pada

umunya memiliki syarat harus memiliki pelabuhan atau dermaga, jenis kapal

yang dapat digunakan, hingga tingkat keamanan dalam perjalanan.

Transportasi udara memiliki kriteria, harus memiliki bandara, pesawat yang

dapat digunakan dan dapat dituju dari daerah mana saja. Menurut Inskeep

(1991: 38) aksesibilitas adalah:

“Transportation facilities and services -Transportation acces into the country,

region, or development area, the internal transportation system linking the

attractions and development areas and transportation within development

areas, including all types of facilities and services related to land, water and

air transportation.”

Akses yang bersifat fisik maupun non fisik untuk menuju suatu destinasi

merupakan hal penting dalam pengembangan pariwisata. Aspek fisik yang

menyangkut jalan, kelengkapan fasilitas dalam radius tertentu, frekuensi

transportasi umum dari terminal terdekat.

Dengan pengembangan pariwisata pedesaan, maka fasilitas aksesibilitas juga

berskala kecil, contohnya delman, becak, yang merupakan ciri khas yang juga

menyesuaikan dengan kondisi fisik jalan pedesaan yang pada umumnya tidak

terlalu besar dan juga dikelola oleh masyarakat lokal sendiri.

44

F. Kerangka Pemikiran

Gambar 3.

Kerangka Pemikiran

Sumber: Rietbergen – McCracken & Narayan: 1998, Bernstein: 2004,

Middleton: 2009, & Humphrey

Penelitian ini akan meneliti profil masyarakat, stakeholder serta kondisi

produk pariwisata di Kelurahan Jelekong. Profil masyarakat dan stakeholder akan

Studi Profil Masyarakat, Stakeholder Dan Produk Pariwisata Desa Jelekong

Social Assessment

Stakeholer Analysis:

- Identify Key Stakeholder

- Access Stakeholder Interest

- Access Stakeholder Influence And Importance

- Outline Stakeholder Participation

Strategy

Social Analysis:

- Demographic Factors (Social Diversity &

Gender)

- Socio - economic Determinants

- Social Organization (Institutions, Rules And

Behaviour)

- Socio - political Context

- Needs And Values

- Social Risk

Dasar Perencanaan Partisipasi

Landasan Perencanaan Pengembangan Pariwisata Di Kelurahan Jelekong (Pariwisata Pedesaan (Budaya) Berbasis Masyarakat)

SWOT

- Strenghs

- Weaknesses

- Opportunities

- Threaths

Dasar Arah Pembangunan

Pariwisata

45

menggunakan social assessment sedangkan produk pariwisata menggunakan

SWOT.

Analisis sosial yang merupakan bagian dari social assessment digunakan

dalam mengidentifikasi dan menganalisis profil masyarakat, yang didalamnya

terdapat faktor demografis, determinan sosioekonomi, organisasi sosial,

sosisopolitik lokal, nilai dan kebutuhan serta social risk. Analisis stakeholder yang

juga merupakan bagian dari social assessment digunakan dalam mengidentifikasi

dan menganalisis stakeholder, yang langkah – langkahnya adalah indentifikasi

stakeholder kunci, identifikasi kepentingannya, identifikasi influence dan

impotance nya serta membuat garis besar strategi partisipasi.

Untuk produk pariwisata akan diidentifikasi kekuatan (Strenghs), kelemahan

(Weaknesses), kesempatan (Opportunities) beserta ancamannya (Threats) yang

akan memberntuk matriks SWOT untuk menjadi dasar pengembangan pariwisata

yang sesuai di Kelurahan Jelekong.

Hasil akhirnya yaitu berupa landasan perencanaan pengembangan pariwisata

di Kelurahan Jelekong.