Post on 31-Jan-2023
PROSES PEMBERDAYAAN YATIM DHU’AFA DI PONDOK
PESANTREN AL-AMANATUL HUDA, KELURAHAN TAJUR
KECAMATAN CILEDUG, KOTA TANGERANG
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komuniksi
Untuk memenuhi syarat-syarat mencapai gelar Sarjana Komunikasi Islam
(S.Kom.I)
Oleh:
Rizka Arfeinia
1111054000002
PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016 M
Motto:
kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar,
dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulahitu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman,
dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. AlImran 110)
ABSTRAK
Rizka Arfeinia
Proses Pemberdayaan Yatim Dhu’afa di Pondok Pesantren Al-Amanatul
Huda, Kelurahan Tajur Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang.
Anak yatim dan kaum dhuafa merupakan bagian kehidupan kita. Namun,
tidak jarang mereka di pandang sebelah mata oleh masyarakat. Meski
keberadaannya dan kesejahteraannya di jamin oleh undang-undang dasar 45 pasal
34 yang menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh
Negara. Namun, pada praktiknya banyak diberdayakan oleh lembaga-lembaga
masyarakat, salah satunya adalah pemberdayaan yatim dan dhuafa yang dilakukan
oleh Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda.
Penelitian ini bermaksud mengetahui sejauh mana proses pemberdayaan
kepada anak-anak yatim dan dhuafa yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Al
Amanatul Huda dan apa saja nilai-nilai pemberdayaan yang dibangun oleh
Pondok Pesantren Al Amanatul Huda. Penelitian ini menggunakan metode
pendekatan kualitatif.. Data dikumpulkan dari hasil observasi, wawamcara, dan
dokumentasi.
Hasil dari penelitian yang penulis temukan terkait dengan proses
pemberdayaan anak yatim dan dhuafa: 1. Melalui pengumpulan dana donatur dari
kementrian agama, pemerintah kota, dan masyarakat sekitar. Hasil dipergunakan
untuk upaya awal proses pemberdayaan, 2. Melalui pendidikan formal dan non
formal di Pondok Pesantren Al Amanatul Huda adalah Pondok Pesantren Al
Amanatul Huda sebagai mediator, fasilitator, dan pendidik anak-anak agar mereka
menjadi anak-anak yang berguna bagi masyarakat dan mengamalkan ilmu-ilmu
alqur’an.
Implikasinya, mereka mendapatkan ilmu agama dan umum lainnya
sehingga dapat meningkatkan intelektualnya dan anak yatim dan dhuafa dapat
menyalurkan bakat yang mereka miliki dengan adanya program pendidikan
nonformal berupa pelatihan-pelatihan yang ada di Pondok Pesantren Al-Amanatul
Huda.
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الرحمن الرحيم
Puji Syukur ke hadirat ilahi Rabbi, Allah Ar-Rahman Ar-Rahim, yang
telah menghujamkan kekuatan dalam hati dan diri penulis. Dengan segala
Hidayah, Rahmat, dan Karunia-Nya, sehingga dalam waktu yang singkat penulis
dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada teladan ummat sepanjang
masa. Pemimpin keluarga, sahabat terpercaya, yang mengajarkan arti cinta, yang
kepada umatnya mengajarkan untuk berbagi kebahagiaan. Beliau adalah
Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam, yang telah mengajarkan
umatnya untuk mengasihi anak yatim. mengajarkan untuk menyayangi anak-anak
pejuang fi sabilillah. Islam bukan agama untuk dinikmati secara pribadi. Islam
bukanlah agama yang menghimpun kebahagiaan hanya untuk diri sendiri. Islam
adalah agama yang membawa kedamaian hati sekaligus mengatur kehidupan agar
damai di dunia dan di akhirat nanti. Islam bukan hanya memberikan ketenangan
bagi jiwa, tetapi juga menghadirkan solusi bagi umatnya dan bahkan seluruh
manusia. Islam bukan agama individualis, tetapi agama yang rahmatan lil
‘alamin.
Dengan segala hambatan dan kemacetan dalam penulisan skripsi ini,
dikarenakan berasal dari berbagai faktor dan tidaklah dapat penulis sebutkan satu
per-satu. Namun penulis hanya dapat menyebutkan beberapa pihak yang sudah
memberi dukungan serta memotivasi penulis dengan segenap keikhlasan dan
waktunya untuk penulis. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis berharap
semoga bantuan yang telah mengiringi segala aktifitas penulis selama peneltian
dan pembuatan skripsi ini menjadi ladang amal dan mendapatkan balasan serta
ridho dari Allah SWT. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
2. Ibu Wati Nilamsari, M.Si, selaku Ketua Jurusan Pengembangan
Masyarakat Islam. Adalah motivasi penulis, adalah Ibunda dikampusku
yang selalu menjadi inspirasi penulis. Akan kegigihan dalam mengajarnya,
dan nasihatnya yang tak henti mendidik penulis untuk segera
menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Muhammad Hudri, MA, selaku sekertaris Jurusan Pengembangan
Masyarakat Islam.
4. Dr. Tantan Hermansah, M. Si, selaku dosen pembimbing skripsi juga
berserta keluarganya, penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya, yang
dengan sabarnya membimbing penulis, memberikan arahan serta petunjuk
jalannya skripsi ini, dan juga menyediakan waktu luangnya untuk
memberikan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Jazakumulluh Khairan Katsiran
5. Seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan
ilmu pengetahuannya kepada penulis selama menjalankan perkuliahan,
semoga ilmu yang diberikan selalu tersalurkan dalam kehidupan dan
sanubari yang tak henti hingga akhir hayati.
6. Orang tua tercinta Ayahanda Drs. H. Anwar Sa’adi MA. dan Umi tersayang
Dian Utari, atas kasih sayang kalian berdua, dorongan motivasi, juga doa
yang tak henti-hentinya kalian panjatkan, skripsi ini adalah buah
persembahan dari anakmu tercinta. Dan untukmu adik-adik tersayang
Muhammad Fitroh Azizy dan Majda Aulia, yang selalu memberi dorongan
dan semangat yang menjadi tuntutan penulis untuk dapat menyelesaikan
skripsi ini. Tanpa pengorbanan, kesabaran, kasih sayang, serta motivasi
kalian, manalah mungkin skripsi ini terselesaikan.
7. Teman harapan penulis Muhammad Mizan Sya’roni S.Th. I Bin KH.
Cucun Mansur Abbas, yang menjadi harapan penulis dalam arahan,
bimbingannya, motivasi, serta doanya untuk menemani penulis dalam
menyelesaikan penulisan skripsinya. Terimakasih yaa.
8. Segenap Pondok Pesantren Darunnajah Ulujami Jakarta, KH. Mahrus
Amin, MA, KH. Sofwan Manaf, MA, Usth Ema Maziyah, Ust. Jawahir
Abror beserta keluarganya, yang telah mendidik, menggembleng serta
memberikan nasehatnya hingga penulis dapat mengamalkan ilmu yang
diberikannya. Jazakumullah Khairan Katsiran
9. Segenap keluarga besar Pondok Pesantren Sabilussalam, Prof. Dr. H.
Hidayat MA, Prof. Dr. Suwito, MA, Dr. Muslih, Lc, Dr. Dede Abdul Fatah,
MA, Ahmad Luthfi MM, Ust. Badru, H. Asep Anwar, S.pd, Nurzein Efendi
S.pd,i, dan juga teman-teman ANDALAS Sabilussalam yang selalu
menemani suka duka dalam perjalanan menimba ilmu selama di pondok,
teman sekamarku Usth. Siti Nurjannah, Syifa Alawiyah, Liza Nur Amaliya,
dan Elisa M Fadillah dikala pagi tiba kamar kita lah yang paling ramai
dengan lantunan music arabiknya, kamar penuh kreasi, makan bersama,
nyuci, badakian dan lain-lainnya, kalian memberi dorongan dan motivasi
kepada penulis, memberi ketenangan dikala penulis sedang mengalami
kemacetan dalam menulis skripsi ini. Semua kenangan yang telah kita lalui
bersama memang sulit untuk dilupakan oleh penulis.
10. Segenap keluarga Pondok Pesantren Al Amanatul Huda, KH. Subur
Supriadi, Bu Nyai Mimi Jamilah, yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Semoga kasih dan sayangNya selalu menyertai
kalian, aamiin. Dan terima kasih kepada Pengurus Pondok Pesantren Al
Amanatul Huda Ust Kamal, Usth Fitra, Ust Irham, Ust Juhedi, Ust Fasjud,
dan Santri/Santriwati Nova, Mega kalian karena kalian lah penulis bisa
menyelesaikan penelitian skripsi ini. Jazakumullah Khairan Katsiran.
11. Teman-teman seperjuangan Syifa Toyyibah, Nur Fajrina, Siti Nur Aini, Iis
Sudianti, Mustofa Wildan, Budi, Azmi, Afandi, Lutfi, Fahruroji, Irhamni
dan juga sahabat penulis yang penulis rindukan Nur Halimah dan Fevi
Shalihah yang sudah menempuh hidup baru yang Alhamdulillah sudah
sama-sama memiliki buah hati merekalah yang selalu ada dalam perjalanan
kisah-kisah penulis selama penulis menjalani perkuliahan. Semoga kita
semua sama-sama sukses dalam jalannya masing-masing. Aamiin.
x
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ......................................................................................
LEMBAR PERNYATAAN ..........................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................
MOTTO ........... .............................................................................................
ABSTRAK ...................................................................................................
KATA PENGANTAR ...................................................................................
DAFTAR ISI ..................................................................................................
DAFTAR TABEL .........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………………................
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah……………………...............
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………….................
D. Metodologi Penelitian……………………………………...............
E. Tinjauan Pustaka…………………………………………...............
F. Sistematika Penulisan…………………………………...................
BAB II. TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi Pemberdayaan……………………………........................
1. Etimologi…………………………..............................................
2. Terminolog………………………...............................................
3. Proses Pemberdayaan…………………………..........................
i
ii
iii
iv
v
vi
x
xiii
xiv
1
8
9
10
18
21
23
25
26
26
xi
4. Tahapan-tahapan Pemberdayaan………………........................
B. Definisi Yatim dan Dhuafa………………………..........................
1. Yatim…………………………………………….......................
2. Dhu’afa…………………………………………........................
C. Pemberdayaan Berbasis Kelembagaan Pendidikan……...............
1. Gambaran Umum Lembaga Pemberdayaan Berbasis Pendidikan
2. Filosofi Dasar Pendidikan……………………...........................
3. Hasil-hasil Pemberdayaan Berbasis Pendidikan…....................
D. Pemberdayaan Berbasis Yatim dan Dhuafa di Indonesia..............
1. Yayasan Rumah Yatim Arrohman Indonesia ............................
2. Asrama Yatim Mizan Amanah ..................................................
3. Pondok Pesantren Bahrul Maghfiroh..........................................
BAB III GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN AL-
AMANATUL HUDA
A. Profil Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda………........................
1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda….....
2. Visi, Misi, dan Tujuan…………………….............................
3. Identitas Pondok Pesantren………………………...................
4. Struktur Kepengurusan Pondok Pesantren…………...............
5. Keuangan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda…… ...........
6. Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren………….................
B. Keadaan Objektif Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda..............
1. Letak Geografis Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda............
2. Jumlah Sarana Pendidikan Pondok Pesantren Al-Amanatul
28
30
30
32
34
35
36
40
43
44
45
46
49
49
55
56
57
58
60
60
60
xii
Huda…………………………………………….........................
3. Jumlah Santri Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda.................
4. Pelayanan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda........................
C. Proses Pembelajaran.............................................................. ............
D. Program Pondok Pesantren.............................................................
1. Program Pendidikan Formal.......................................................
2. Program Pendidikan Non Formal...............................................
BAB IV ANALISIS DAN TEMUAN
A. Proses Pemberdayaan Yatim Dhu’afa di Pondok Pesantren Al-Amanatul
Huda…………………………………………...................................
1. Melalui Tahap Persiapan….………………………………………
2. Melalui Tahap Perencanaan……….……………………………..
3. Melalui Tahap Pelaksanaan.……………………………………..
4. Melalui Tahap Evaluasi………………………………………….
B. Nilai-Nilai Pemberdayaan yang Dibangun oleh Pondok Pesantren Al-
Amanatul Huda…………………………………………....................
1. Nilai Etika/Moral (Tasawuf inti etika dalam Pesantren)…………
2. Nilai Persaudaraan………………………………………………...
3. Keikhlasan dan Kesederhanaan………………………………….
4. Nilai Kemandirian………………………………………………...
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………….......
B. Saran…………………………………………………………….........
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………….…........
61
62
65
67
71
72
72
75
75
76
77
82
83
83
84
86
87
88
91
xiii
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1. Rancangan Informan ....................................................... 13
2. Tabel 2. Jumlah Sarana Pendidikan di Pondok Pesantren Al-Amanatul
Huda................................................................................................. 58
3. Tabel 3. Jumlah Santri Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda......... 59
4. Tabel 4. Jumlah Santri/Santriwati Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda
menurut Kriteria Usia ..................................................................... 60
5. Tabel 5. Jadwal Kegiatan Harian Santri ....................................... 62
6. Tabel 6. Tahapan Proses Pemberdayaan……………………………….. 88
xiv
LAMPIRAN LAMPIRAN
1. Surat Izin Penelitian Skripsi.................................................. 91
2. Surat Bimbingan Skripsi........................................................ 92
3. Pedoman Wawancara Untuk Pimpinan Pondok Pesantren ... 93
4. Hasil Wawancara dengan KH. Subur Supriadi...................... 94
5. Pedoman Wawancara untuk Staff Pondok Pesantren............ 99
6. Hasil Wawancara dengan Ust. Kamal................................... 100
7. Hasil Wawancara dengan Usth Fitra...................................... 104
8. Pedoman wawancara untuk guru di pondok pesantren.......... 106
9. Hasil Wawancara dengan Usth Mimi Jamilah...................... 107
10. Hasil Wawancara dengan Ust. Irham.................................... 109
11. Pedoman Wawancara untuk Anak Santri/Santriwati............. 111
12. Hasil Wawancara dengan Ega............................................... 112
13. Hasil Wawancara dengan Ilham............................................ 113
14. Hasil Wawancara dengan Nova............................................. 114
15. Jadwal Kegiatan Penulis di Pondok Al Amanatul Huda....... 116
16. Surat Keterangan Pembangunan Pondok Al Amanatul Huda. 118
17. Surat Keterangan Membangun .............................................. 119
18. Piagam Pendirian Pondok Pesantren...................................... 120
19. Foto Keadaan Proses Belajar Mengajar di Kelas................... 121
20. Foto Kegiatan-Kegiatan di Pondok Al Amanatul Huda........ 122
21. Foto Gedung Pesantren Masih Dalam Tahap Pembangunan. 123
22. Foto Bapak Pimpinan & Ibu Pengasuh Beserta dewan Asatidz 125
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh
sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan
atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial, dan mandiri
dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.1 Dalam perundang-undangan
di bidang pendidikan Pasal 24 UU No 18 Tahun 2002 juga telah ditegaskan
bahwa setiap warga negara mempunyai hak sama untuk berperan serta dalam
melaksanakan kegiatan penguasaan, pemanfaatan, dan pemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi.2
Menurut al-Qur’an, misi dari risalah Islam adalah pemberdayaan
(pengembangan), mengajak orang berbuat baik, mencegah orang berbuat
ingkar, menghalalkan yang baik-baik, mengharamkan yang buruk-buruk,
mengatasi himpitan hidup, dan melepaskan belenggu-belenggu yang bisa
memberangus orang.3 Bahkan menurut al-qur’an, pendusta agama adalah
mereka yang tidak mengembangkan dan memberdayakan. Sebagaimana
firman Allah Surat Al-Mauun Ayat 1-3:
1 Edi Suharto, Memangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, kajian strategispembangunan kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial. (PT. Refika Aditama, 2005), h. 60
2 M. Siroji, Politik Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 220.3 Agus Ahmad Syafei, Management Pengembangan Masyarakat Islam, (Bandung:
Gerbang Masyarakat Baru Press, 2011), h. 47
2
…
Artinya: “…Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?Itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberimakan orang miskin.”4
Islam mengajarkan anak yatim diasuh sebaik-baiknya, baik yang
menyangkut perkembangan kejiwaanya maupun yang menyangkut kebutuhan
jasmaniahnya. Anak yatim adalah anak di bawah umur yang ditinggal mati
ayahnya,5 atau dapat juga diartikan anak yang tidak mempunyai keluarga
yang menanggung hidupnya. Anak yatim merupakan anak-anak yang
menderita, perlu kasih sayang, diberi pendidikan.
Berbicara mengenai pentingnya pendidikan dalam pengembangan,
perubahan, dan memberikan keterkaitan antara individu dengan masyarakat,
Seperti yang dikutip oleh Rakmat Hidayat dalam bukunya (Sosiologi
Pendidikan) mengatakan:
“…pendidikan merupakan elemen yang aktual, langsung atau tidaklangsung, sejauh dipahami oleh Durkheim sebagai proses sosial di manamoral diproduksi dan direproduksi, sedang ditransmisikan dari satu generasike generasi lain. Ini adalah proses di mana masyarakat menciptakan kembalisendiri, membuat individu siap untuk hidup dalam masyarakat.” (RakhmatHidayat : LV).
Para penganut pandangan structural fungsional percaya bahwa pendidikan
dapat digunakan sebagai jembatan untuk menciptakan tertib sosial.
Pendidikan dijadikan sebagai media sosialisasi kepada generasi muda untuk
4Al-Qur’an 107 (Al-Ma’uun) 1-35 M. Quraish Shihab, Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata (Jakarta: Lentera Hati,
2007), h. 1106
3
mendapatkan pengetahuan, perubahan perilaku dan penguasaan tata nilai
yang diperlukan sebagai anggota masyarakat. Lembaga Pendidikan
menawarkan cara untuk mengembangkan keterampilan masyarakat,
pengetahuan, dan budaya untuk generasi muda.6
Perspektif Fungsionalis menekankan keterkaitan masyarakat dengan
berfokus pada bagaimana setiap bagian mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
bagian lain.7 Para fungsionalis struktur bermula pada hal yang dicenderungi
lebih memusatkan perhatiannya pada fungsi-fungsi sebuah struktur atau
Institusi.
Menurut Merton, para analis awal itu cenderung mencampuradukan motif-
motif subjektif individu dengan fungsi struktur atau institusi. Padahal
fungsionalisme struktural harus lebih banyak ditujukan kepada fungsi sosial
dibandingkan dengan motif individu.8 Contohnya: dalam fungsionalisme
struktural kaitannya dengan peran Pondok Pesantren. Bahwa santri yang
hidup dan tinggal di dalamnya, tetap menjaga fungsi sosialnya yaitu menjadi
santri yang menjaga norma sosial sebagaimana yang telah diajarkan. Norma
sosial pesantren merupakan salah satu identitas pesantren sekaligus
menjadikan salah satu representasi yang harus tertanam dalam jiwa santri.
Dalam Institusi pesantren misalnya, pesantren dalam perkembangannya
akan memproduk santri menjadi seseorang yang faham tentang norma, Islam
intelektual, dan menjadikan santri berdedikasi pada Allah SWT. Pesantren
6Rachmat Hidayat, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2014),Cet. Ke-1, h. 78
7 Ibid., h. 798 Ibid., h. 80
4
merupakan pusat spiritual dan intelektual masyarakat.9 Kehendak pesantren
yang dimaksud, tersusun dari sistem yang teratur dan sesuai kehendak dan
pengharapan hubungan pesantren dengan santri. Pesantren dalam hal ini akan
berfungsi sebagaimana tujuan dan harapannya, sedangkan santri juga akan
berfungsi menjadi santri harapan pesantren. Sejauh ini pesantren dalam
praktik sosialnya yang bersifat fungsional bagi santri secara keseluruhan pasti
menunjukkan tingginya level integrasi santri dalam pesantren.
Salah satunya adalah Yayasan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda,
dengan harapan Pondok Pesantren Al Amanatul Huda dapat mengadakan
perubahan, pengembangan, peningkatan, dalam berbagai aspek pendidikan,
bagi kehidupan anak-anak Yatim Dhuafa. Sebagai lembaga sosial Pondok
Pesantren diharapkan lebih peka terhadap persoalan kemasyarakatan, seperti:
kemiskinan, perpecahan, pengangguran, kebodohan, dan ragam patologi
sosial lainnya.
Berdasarkan pernyataan di atas, tidak berlebihan jika kita menyatakan
bahwa Pondok Pesantren merupakan institusi yang penting bagi umat Islam.
Lembaga ini memiliki potensi yang besar sebagai lembaga pendidikan dan
pengkaderan bagi generasi muda Islam.
Dasar motivasi pendirian sebuah Pondok Pesantren , salah satunya pada
firman Allah Surat At-Taubah Ayat 122 yang berbunyi:
9 Manfred Ziemek, Pesantren Dalam Perubahan Sosial, (Jakarta: LP3M, 1986), h. 19
5
Artinya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan
perang).mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara merekabeberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agamadan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telahkembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.10
Salah satu keunikan dari pola pendidikan yang dilaksanakan Pondok
Pesantren adalah tujuan pendidikannya yang tidak semata-mata berorientasi
memperkaya pengetahuan santri dengan penjelasan-penjelasannya, tetapi juga
menitikberatkan pada peningkatan moral, melatih dan mempertinggi
semangat, mengajarkan kejujuran, serta mengajarkan santri, untuk hidup
sederhana dan bersih hati. Dengan demikian, tujuan pendidikan Pondok
Pesantren bukan untuk mengejar kepentingan kekuasaan, uang, dan
keagungan duniawi, tetapi lebih kepada penanaman bahwa belajar merupakan
kewajiban dan bentuk pengabdian (ibadah) kepada Allah SWT.11
Pada dasarnya pendirian pesantren di Indonesia didorong oleh permintaan
(demand) atau kebutuhan (need) masyarakat. Hal ini yang memungkinkan
terjadinya partisipasi masyarakat di dalam pesantren berlangsung secara
instensif. Partisipasi ini diwujudkan dalam berbagai bentuk, mulai dari
penyediaan fasilitas fisik, penyediaan anggaran kebutuhan, dan lain
10QS, 09 (At-Taubah): 12211Amin Haedari, Transformasi Pesantren Pengembangan Aspek Pendidikan, Keagamaan,
Dan Sosial, (Jakarta, Lekdis & Media Nusantara, 2006), hlm. 179.
6
sebagainya. Sedangkan pesantren berperan dalam memenuhi permintaan dan
kebutuhan masyarakat akan pendidikan dan tuntunan kehidupan masyarakat.
Itulah sebabnya, tingginya tingkat partisipasi masyarakat telah menempatkan
pesantren dan kyai di dalamnya sebagai pusat satu inti kehidupan
masyarakat.12
Guna meningkatkan kuantitas dan kualitas hidup muslim, baik secara
individu maupun kelompok, perlu terus diupayakan secara kontinyu tentang
apa yang dibutuhkan dan apa yang harus dikerjakan oleh manusia, yang
sesuai dengan ajaran Islam. Pesantren sangat berperan, karena ia merupakan
salah satu tempat untuk membentuk manusia yang mengerti dan memahami
ajaran-ajaran Islam, melaksanakan serta mengamalkan baik untuk kehidupan
pribadi maupun kehidupan masyarakat.
Dalam Kaitan inilah Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda adalah salah
satu lembaga yang peduli terhadap pendidikan anak-anak yatim. Pondok
Pesantren Al-Amanatul Huda adalah Yayasan berbadan hukum yang
mencetak santri agar dapat mencetak generasi muda yang fasih dan lancar
dalam membaca Al-qur’an, serta mampu melantunkan sesuai dengan ilmu
nagham dan ilmu qiro’at yang berlaku, membekali dengan pengajian kitab
kuning dan keterampilan kemasyarakatan, akhirnya dapat menjadikan santri
yang berkualitas handal dan mampu berkiprah di masyarakat sebagai asatidz-
asatidzah, sekaligus qori-qori’ah serta hafidza-hafidzah yang menguasai sains
teknologi, bahasa asing serta berakhlakul karimah.
12 Abudin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga PendidikanIslam Indonesia, (Jakarta: PT. Grasindo Gramedia Widiya Sarana Indonesia, 2001), hlm. 144
7
Pondok Pesantren Al Amanatul Huda sudah mulai merintis pada tahun
2004, dan baru dibuka yayasannya sejak tahun 1992. Pesantren ini dulunya
adalah sebuah Yayasan Al Amanah. Selang beberapa tahun barulah
didirikannya sarana Pondok Pesantren Al Amanatul Huda . Pada tahun 2010
sudah terisi 37 anak yatim dhuafa yang berasal dari berbagai daerah.
Kemudian pada bulan oktober di tahun 2010, Pondok Pesantren ini sudah
memiliki perizinan legalitas dari kementrian agama.
Program pendidikan yang diterapkan di Al-Amanatul Huda adalah
Pesantren Tahfidzul Qur’an Salafiyah (Kajian Kitab Kuning), Majelis Dzikir,
Serta Pendidikan Formal dari jenjang pendidikan Madrasah Ibtidaiyyah (MI),
Madrasah Tsanawiyah (MTS), sampai Madrasah Aliyah (MA),. Dengan
Mempelajari ilmu pengetahuan umum dan ilmu pengetahauan agama yang
dilakukan, disinilah letak pentingnya Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda
dalam memberdayakan Yatim Dhu’afa.
Alasan penulis mengangkat topik pembahasan tentang Proses Pondok
Pesantren Al-Amanatul Huda dalam memberdayakan anak yatim dhu’afa,
karena awalnya peneliti melihat gambar pada akun Instagram Mimi Jamilah,
yaitu istri dari Pimpinan Pondok Pesantren Al-Amanatul huda yang isi tulisan
pada gambar tersebut adalah sebuah foto koran Replublika yang isinya
“Mengangkat Kaum Duafa Menjadi Penghafal Al-qur’an”. Disini peneliti
kemudian observasi langsung ke Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda, dan
ingin mengetahui pemberdayaan apa yang dilakukan oleh Pondok Pesantren
tersebut. Kemudian, setelah peneliti observasi, pondok ini ternyata
8
memberdayakan anak yatim yang dhu’afa. Dengan cara memberikan
pendidikan secara gratis dengan pendidikan formal dari pendidikan Madrasah
Tsanawiyyah (MTS) sampai Madrasah Aliyah (MA). Inilah sebabnya
mengapa penulis ingin meneliti di Pondok Pesantren ini. Karena Pondok
Pesantren ini dalam proses pemberdayaannya berbeda dengan Pondok
Pesantren lainnya. Anak yatim dhuafa disini diberdayakan dalam hal
pendidikannya dibiayai dengan gratis.
Berkaitan dengan hal tersebut, akhirnya peneliti berkesimpulan dan merasa
perlu membahas mengenai proses pemberdayaan yang dilakukan oleh Pondok
Pesantren Al-Amanatul Huda dan nilai-nilai pemberdayaan apa saja yang
diberikan untuk santrinya. Khususnya terhadap anak-anak yatim dan kaum
dhuafa. Maka untuk menjawab semua persoalan tersebut peneliti mengambil
judul: “Proses Pemberdayaan Yatim Dhua’afa di Pondok Pesantren Al-
Amanatul Huda Kelurahan Tajur Kecamatan Ciledug Kota Tangerang.”
B. Pebatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Fokus Masalah
Dengan demikian luasnya permasalahan yang terdapat dalam Pondok
Pesantren Al-Amanatul Huda ini, maka perlu kiranya penulis membatasi
penelitian ini pada ruang lingkup proses pemberdayaan yatim dhu’afa di
Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda Kelurahan Tajur, Ciledug, Kota
Tangerang.
2. Perumusan Masalah
9
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka penulis dapat
merumuskan masalah yaitu:
a. Bagaimana proses pemberdayaan yatim dhuafa yang dilakukan Pondok
Pesantren al-amanatul huda ?
b. Apa nilai-nilai pemberdayaan yang dibangun oleh Pondok Pesantren
Al Amanatul Huda?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan di atas maka tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui sejauh mana proses pemberdayaan yatim dhuafa
dan mengetahui apa saja nilai-nilai pemberdayaan yang dibangun oleh
Pondok Pesantren Al Amanatul Huda .
2. Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini secara teoritis yaitu untuk
menambah khazana ilmu dakwah, khususnya yang berhubungan dengan
unsur-unsur masyrakat Islam.Adapun secara peraktis penelitian ini yaitu:
a. Manfaat Akademis
1) Penelitian ini sebagai persyaratan tugas akhir dan memperoleh
kesarjanaan (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2) Menambah khazanah keilmuan, khususnya memperkarya model-
model dalam pengembangan masyarakat. Disamping itu, penelitian
ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai alat bantu untuk
10
menemukan dan mengembangkan teori-teori dalam pemberdayaan
berbasis pendidikan.
b. Manfaat Praktis: Hasil penelitian ini diharapkan menjadi contoh
lembaga atau yayasan swasta lainnya dengan melihat dan
mengaplikasikan pemberdayaan berbasis pendidikan yang baik untuk
kaum yatim dan dhu’afa.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Pendekatan penelitian yang dilakukan oleh peneliti termasuk dalam
pendekatan kualitatif, pendekatan kualitatif ini digunakan karena beberapa
pertimbangan, yaitu bersifat luwes, tidak terlalu rinci, tidak lazim
mendefinisikan suatu konsep serta memberi kemungkinan bagi perubahan-
perubahan manakala ditemukan fakta yang lebih mendasar, menarik dan
unik bermakna lapangan.13
Penelitian kualitatif adalah sebuah penelitian yang menghasilkan data
desktiptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau perilaku
yang dapat diamati. Kirk dan Milker memberikan pengertian penelitian
kualitatif sebagai tradisi penelitian yang tergantung pada pengamatan
sesuai dengan orang-orang disekitar objek penelitian dalam bahasa dan
peristilahan sendiri.14
13 Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2003). CetKe-2. H.39
14 Lexy J.Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung, Remaja Karya, 1989),h.3
11
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif, yaitu suatu
metode yang dimaksudkan untuk mendeskripsikan dan mengklasifikasikan
secara fenomena (kenyataan sosial) dengan jalan mendeskripsikan
sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang
diteliti.15Yaitu untuk mendapatkan gambaran peran Pondok Pesantren Al-
Amanatul Huda dalam pemberdayaan yatim dhu’afa di Kelurahan Tajur
Kecamatan Ciledug Kota Tangerang. Selain itu pekerjaan yang dilakukan
adalah meneliti, membuat pejabaran secara sistematis, aktual, akurat
menganai fakta dan sifat dari masalah tersebut.Artinya sesuai dengan
kenyataan data dari hasil penelitian.
2. Macam dan Sumber Data
Adapun sumber data dalam penelitian ini terbagi dalam dua bagian,
yaitu sumber data primer dan data sekunder.
a. Sumber data primer maksudnya adalah sumber data utama, yaitu
Pimpinan Pondok Pesantren , ustadz/pengurus dan santri.
b. Sumber data sekunder adalah sumber data penunjang yang akan
diperoleh dari hasil study kepustakaan dan beberapa dokumen.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan di pergunakan dalam
penelitian ini meliputi:
15 Syamsir Salam, Jaenal Aripin, Metodologi Penelitian Sosial, (UIN Jakarta Press: 2006)
12
a. Observasi
Observasi berarti pengamatan dan pencatatan dengan sistematik
terhadap fenomena yang diselidiki.16 Observasi yang dilakukan oleh
peneliti adalah observasi partisipan yaitu peneliti melakukan
pengamatan. Jadi, peneliti disini memposisikan diri sebagai pengamat.
Pengamatan ini dilakukan langsung terhadap objek proses
pemberdayaan anak yatim dan dhuafa dan melakukan perjanjian kepada
staff pengurus pesantren untuk melakukan wawancara terhadap
pimpinan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda. Dengan metode ini
penulis mendatangi langsung Pondok Peantren Al-Amanatul Huda,
melihat-lihat kondisi lingkungan Pondok Pesantren, kemudian
melakukan pengamatan lebih mendalam guna memperoleh data
mengenai hal-hal yang mengenai objek penelitian.
b. Wawancara
Dalam wawancara ini diarahkan untuk memperoleh data melalui
informasi yang didengarnya, yang sebelumnya ditanyakan terlebih
dahulu kepada responden,17berkaitan dengan masalah penelitian.
Sehingga dapat menemukan data atau keterangan mengenai masalah
Pondok Pesantrean Al-Amanatul Huda dengan tanya jawab secara
langsung terhadap Pimpinan Pondok Pesantren itu sendiri. Jenis
wawancara yang digunakan adalah wawancara terstruktur, dimana
16 Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Andi Offser, 1992), cet ke-2, h. 129.17 Nurul Hidayati, Metodologi Penelitian Dakwah, dengan Pendekatan Kualitatif,
(Jakarta: UIN Jakarta press 2006),h.39
13
peneliti itu menanyakan data atau informasi mengenai peran Pondok
Pesantren Al-Amanatul Huda dalam pemberdayaan yatim dhu’afa.
a. Dokumentasi
Dokumentasi maksudnya adalah pengumpulan data yang
diperoleh melalui dokumen-dokumen dan pustaka sebagai bahan
analisis dalam penelitian ini.yang memfokuskan masalah mengenai
peran ponpes Al-Amanatul Huda dalam pemberdayaan yaitim dhu’afa.
4. Teknik Analisa Data
Pengolahan data dilakukan berdasarkan pada tiap perolehan data
dari hasil observasi, wawancara dengan tiap-tiap informan dan studi
dokumentasi untuk direduksi, dideskripsikan, di analisis, atau kemudian di
tafsirkan. Prosedur analisis terhadap masalah tersebut lebih difokuskan
pada upaya menggali fakta sebagaimana adanya, dengan teknik analisis
pendalaman kajian yang tujuannya untuk memberikan gambaran data
tentang hasil penelitian.
5. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda
di Kelurahan Tajur Kecamatan Ciledug. Penetapan lokasi ini dipilih
sebagai tempat penelitian didasarkan atas pertimbangan bahwa kondisi
objektif wilayah penelitian yang merupakan komunitas masyarakat Islam
yang mayoritas kurang mampu dalam segi kemiskinan intelektual maupun
14
materialuntuk memberdayakan mereka. Selain itu, penulis berkeyakinan
bahwa dilokasi ini cukup tersedia data dan sumber yang dibutuhkan.
Pertimbangan lainnya adalah secara geografis lokasi ini berdekatan dengan
tempat tinggal penulis sehingga lebih memudahkan dalam proses
penggalian datanya secara akurat. Adapun waktu penelitian dilakukan
selama 3 bulan dimulai dari sekarang yakni pada tanggal 8 maret 2016
sampai dengan selesai.
6. Subjek dan Objek Penelitian
Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, teknik pemilihan
informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel bertujuan
(purposive sampling),18 Penarikan sample secara purposive menekankan pada
pertimbangan karakteristik tertentu dari subjek penelitiannya. Dimana
karakteristik tersebut dilihat dari tiga (3) karakteristik yaitu, siswa /siswi yang
masih aktif belajar mengajar di Pondok Pesantren ini, mewakili setiap tingkat
pendidikannya yakni, Madrasah Tsanawiyyah (MTS), dan Madrasah
Aliyyah(Ma). Dalam penelitian ini, untuk menentukan subjek penelitian ini
peneliti memilih para subjek yang menurut peneliti dapat memberikan data
yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
Dalam mencari data peneliti mewawancarai Pimpinan Pondok Pesantren
Al-Amanatul Huda yaitu: KH. Subur Supriadi, 2 orang pengurus Pondok
Pesantren yaitu: Ust Juhedi dan Usth Fitria. Beberapa pengajar yaitu: Usth
18 Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung, PT. Remaja RosdaKarya, 2009), cet ke-26, h. 4
15
Mimi Jamilah, Ust Fasjud, dan Ust rachman. Peneliti juga mewawancarai
beberapa anak santri yatim dhu’afa yaitu: Ilham, Mega, Nova. Dengan
pengklarifikasian latar belakang dengan rancangan informan sebagai berikut:
Tabel 1
Rancangan Informan
No. Informan Informasi yangdicari
Jumlah MetodePengumpulan
Data1. Pimpinan
PondokPesantren,yaitu: KH. SuburSupriadi
Gambaran PondokPesantren Al-Amanatul Huda, Latarbelakang sejarahberdirinya PondokPesantren , ProgramPendidikan, Hasilyang dicapai.
1 Wawancarabebasterstruktur
2. Staff PondokPesantren,yaitu: UstJuhedi danUsth Fitria
Gambaran PondokPesantren Al-Amanatul Huda,Pelaksanaan Program,Dokumentasi
2 Wawancarabebasterstrukturdokumentasi
3. Guru/Pengajar,yaitu: UsthMimi Jamilah,Ust Fasjud,dan Ustranchman
Pelaksanaan ProgramPendidikan, ProsesPembelajaran, FaktorPendukung danpenghambat,Gambaran anak santri,hasil yang di capai.
3 Wawancaraterstrukturobservasi
4. Anak Santri,yaitu: Ilham,Mega, Nova
Pelaksanaan ProgramPendidikan, ProsesPembelajaran, Hasilyang di capai.
4 Wawancarabebasterstrukturobservasi
Sedangkan objek dari penelitian ini adalah tentang Proses
memberdayakan santri yatim dhu’afa yang terfokus pada pendidikan,
16
kesempatan mengembangkan bakat, dan keterampilan, pemenuhan
kebutuhan dasar dan pelayanan sosial ekonomi. Artinya Pondok Pesantren
al-amanatul huda ini sangat menentukan bagi anak yatim dhuafa untuk
meningkatkan kualitas hidupnya.
7. Teknik Keabsahan Data
Teknik keabsahan data, data yang telah digali, dikumpulkan dan
dicatat dalam kegiatan penelitian. Untuk menjaga keabsahan data dalam
penelitian ini di perlukan teknik pemeriksaan. Adapun teknik yang
digunakan untuk menjaga keabsahan adalah kriterium
kredibilitas/kepercayaan
Fungsi kriterium kredibilitas ini adalah untuk melaksanakan inkuiri
sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat
dicapai, kemudian mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil
penemuan dengan jalan pembuktian oleh penulis pada kenyataan ganda
yang sedang ditelti.
Kriterium kredibilitas ini menggunakkan dua teknik pemeriksaan.
1) Ketekunan pengamatan
Yang dimaksud disini untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur
dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu dalam
penelitian ini dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut
secara rinci. Dengan kata lain peneliti mengadakan pengamatan kepada
subjek penelitian yaitu: Pimpinan dan Wakil Pondok Pesantren Al-
17
Amantul Huda, Ustad dan Ustadzah Pondok Pesantren Al-Amantul
Huda, Pengurus maupun Pengasuh Pondok Pesantren Al-Amantul
Huda, Santri Yatim Dhu’afa Pondok Pesantren Al-Amantul Huda ini.
2) Triangulasi
Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.19 Salah satu
teknik triangulasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik triangulasi dengan sumber akan digunakan untuk
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Hal ini
akan dilakukan dengan jalan:
a) Membandingkan data hasil wawancara dengan pengamatan di
lapangan.20 Contohnya: peneliti mendapatkan data penelitian dengan
hasil wawancara yakni dengan Pimpinan Pondok Pesantren Al-
Amanatul Huda kemudian peneliti didampingi oleh salah satu
pengasuh untuk melihat-lihat bagaimana keadaan bangunan Pondok
Pesantren Al-Amanatul Huda dan juga memperlihatkan kegiatan-
kegiatan yang berlangsung di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda.
b) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang lain.21 Contohnya: peneliti
19 Tim Penyusun, Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah danKegutruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: UIN Press), h. 74
20 Ibid., h. 7421 Ibid., h. 74
18
membandingkan jawaban pengurus Pondok Pesantren dengan
jawaban dari wawancara yang dilakukan dengan pimpinan Pondok
Pesantren .
c) Membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang
berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti. Wawancara tersebut
untuk keperluan pengecekan.22 Contohnya: peneliti sudah
mendapatkan hasil data dari wawancara dengan subjeknya yakni
pengurus Pondok Pesantren Al-amatul Huda kemudian peneliti
ingin membuktikannya dengan cara meminta pengurus untuk
memperlihatkan dokumen-dokumen terdahulu yang peneliti maksud.
8. Teknik Penulisan
Teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku “pedoman
penulisan skripsi Skripsi, Tesis, dan Disertasi, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta” yang diterbitkan oleh UIN Jakarta.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penyusunan skripsi ini sebelum penulis mengadakan penelitian
lebih lanjut kemudian menyusunnya menjadi satu karya ilmiah, maka langkah
awal yang penulis tempuh adalah mengkaji terlebih dahulu terhadap skripsi
terdahulu yang mempunyai judul hampir sama dengan yang akan penulis
teliti. Adapun skripsi tersebut adalah:
22 Ibid., h. 74
19
Pertama, skripsi yang ditulis oleh Fikri Dzulkarnain23 mahasiswa UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam
Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi tahun 2014, yang berjudul “Peran
Yayasan Griya Yatim dan Dhu’afa dalam Pemberdayaan Kaum Dhu’afa
Melalui Pendidikan Keterampilan Di Bekasi” Pada Skripsi saudara Fikri
membahas tentang Bagaimana Peran Yayasan Yatim dan Dhu’afa dalam
memberdayakan Kaum Dhu’afa yang mengupayakan Kaum Dhu’afa setelah
diberdayakan memiliki kemandirian dalam membangun, mengembangkan,
dan membina kehidupannya secara responsive (tanggung jawab) terhadap
problem sosial apapun yang tengah mereka hadapi. Persamaan dengan skripsi
ini adalah pada skripsi ini penuliti juga membahas tentang lembaga yang
memberdayakan kaum dhu’afa dalam bidang pendidikan kreativitas.
Sedangkan perbedaannya pada skripsi ini dengan peneliti adalah peneliti
membahas bagaimana proses pemberdayaan pada kaum yatim yang dhuafa
dengan melalui pendidikan yang diberikan oleh Pondok Pesantren Al-
Amanatul Huda dimana santri yatim dhu’afa tersebut diwajibkan untuk
melanjutkan pendidikannya sampai Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI).
Kedua, skripsi yang ditulis oleh Reni Safitri mahasiswi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas
Ilmu Dakwah dan Komunikasi tahun 2009, yang berjudul “Peran Yayasan
Ar-Rasyid Dalam Pemberdayaan Kaum Dhu’afa Di Sawangan Depok”. Pada
skripsi ini saudari Reni telah menjelaskan tentang bagaimana peran
23 Fikri Dzulkarnain, “Peran Yayasan Griya Yatim dan Dhu’afa dalam PemberdayaanKaum Dhu’afa Melalui Pendidikan Keterampilan Di Bekasi (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwahdan Ilmu Komunikasi Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, 2014), h. 66
20
pemberdayaan Kaum Dhu’afa melalui program sekolah komunitas ibu,
pendidikan usia dini, majlis taklim, yang merupakan program pemberdayaan
ini berupaya mengentaskan kebodohan dan kemiskinan.24 Persamaan dengan
skripsi yang di bahas oleh Reni dengan peneliti adalah sama-sama
memberdayakan Kaum Dhu’afa. Sedangkan perbedaannya disini penelti
membahas pemberdayaan pada yatim yang memiliki status dhu’afa dan
meneliti bagaimana proses dalam pemberdayaan oleh Pondok Pesantren Al-
Amanatul Huda.
Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Ropiah mahasiswi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas
Ilmu Dakwah dan Komunikasi tahun 2004, yang berjudul “Peran Pondok
Pesantren Al-Itqon Dalam Pengembangan Masyarakat Duri Kosambi
Cengkareng”. Pada skripsi ini saudari Ropiah menjelaskan bagaimana peran
Pondok Pesantren dalam pengembangan masyarakat melalui kegiatan
pengajian, kitab-kitab kuning dan juga mengadakan pendidikan formal untuk
warga yang berada di lingkungan Pondok Pesantren dan dari tempat
lainnya.25Persamaan dengan skripsi yang peneliti bahas adalah sama-sama
pemberdayaan penempatan lokasinya yang berada di Pondok Pesantren .
Akan tetapi perbedaan pada skripsi yang ditulis oleh saudari Ropiah dan
peneliti adalah peneliti meneliti pemberdayaan yatim dhu’afa dengan
24 Reni Safitri, “Peran Yayasan Ar-Rasyid Dalam Pemberdayaan Kaum Dhu’afa DiSawangan Depok”(Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi JurusanPengembangan Masyarakat Islam, 2009), h. 49
25 Ropiah,“Peran Pondok Pesantren Al-Itqon Dalam Pengembangan Masyarakat DuriKosambi Cengkareng” (”(Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi JurusanPengembangan Masyarakat Islam, 2004), h. 46
21
penempatan lokasi pesantren yang berbeda yaitu di Pondok Pesantren Al-
Amanatul Huda sedangkan saudari Ropiah meneliti Di Pondok Pesantren Al-
Itqon.
F. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Merupakan bagian yang terdiri dari Pendahuluan, memuat tentang
Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah,
Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan
Pustaka, Sistematika Penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS
Tinjauan teoritis yang meliputi Definisi Pemberdayaan, Definisi
Anak Yatim dan Dhuafa, Pemberdayaan Berbasis Kelembagaan
Pendidikan, Pemberdayaan Berbasis Yatim dan Dhuafa di
Indonesia
BAB III GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN AL-
AMANATUL HUDA
Membahas tentang Profil Pondok Pesantren , Keadaan Objektif
Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda, Proses Pembelajaran,
Program Pondok Pesantren
BAB IV ANALISIS DATA
Merupakan bentuk analisis Proses Pemberdayaan Yatim Dhu’afa
di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda, dan Nilai-nilai
22
pemberdayaan yang dibangun oleh Pondok Pesantren al-amanatul
huda
BAB V PENUTUP
Penutup, yang meliputi Kempulan dan Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
23
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi Pemberdayaan
Pemberdayaan adalah suatu proses yang relative terus berjalan untuk
meningkatkan perubahan kearah perubahan yang lebih baik. Pemberdayaan
bisa disebut juga pengembangan1. Pada dasarnya, agama Islam adalah agama
pemberdayaan. Dalam pandangan Islam, pemberdayaan harus merupakan
gerakan tanpa henti2.
Kata Pemberdayaan adalah terjemahan dari istilah bahasa Inggris yaitu
empowerment. Pemberdayaan (empowerment) berasal dari kata dasar power
yang berarti kemampuan berbuat, mencapai, melakukan atau memungkinkan.
Awalan em berasal dari bahasa Latin dan Yunani, yang berarti didalamnya,
karena itu pemberdayaan dapat berarti kekuatan dalam diri manusia, suatu
sumber kreativitas3.
Dengan kata lain, pemberdayaan (empowering) adalah memampukan
dan memandirikan mereka. Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan
individu anggota masyarakat tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan
nilai-nilai budaya modern seperti kerja keras, hemat, keterbukaan,
kebertanggungjawaban, adalah bagian pokok dari upaya pemberdayaan ini.
1 Adi, Isbandi Rukminto. Pemikiran Pemikiran Dalam Pembangunan KesejahteraanSosial, (Jakarta: UI Press2011), h.32-33.
2 Nanih Macendrawati, Agus Ahmad Syafe’I, Pengembangan Masyarakat Islam: dariIdeologi, Strategi sampai Tradisi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), Cet. 1, h.41.
3 Lili Baridi, dkk, Zakat dan Wirausaha, (Jakarta: Centre for EnterpreneurshipDefelopment,2005), Cet. Ke-1, h.53.
24
Demikian pula pembaharuan lembaga-lembaga sosial dan pengintegrasiannya
ke dalam kegiatan pembangunan serta peranan masyarakat di dalamnya.
Pemberdayaan menunjukkan pada kemampuan orang, khususnya
kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau
kemampuan dalam4:
1) Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan,
dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas
dari kelaparan, bebas dari kebodohan dan dari kesakitan. Contohnya:
membebaskan anak-anak yatim dan dhu’afa dari kebodohan, kelaparan,
dan kesakitan dengan diberikannya tempat disuatu lembaga seperti
Pondok Pesantren agar anak-anak tersebut dapat bardaya, dan
menjadikannya hidup mandiri.
2) Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka
dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan
jasa-jasa yang mereka perlukan. Contohnya: Melakukan kegiatan
produktif meliputi membuat kerajinan tangan, memberikan pelatihan-
pelatihan kreatifitas anak agar memiliki nilai jual yang tinggi sehingga
mendapatkan keuntungan finansial juga dapat menyejahterakan mereka.
3) Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang
mempengaruhi mereka. Contohnya: lembaga Pondok Pesantren. Dimana
di dalamnya terdapat Kiayi, Pengurus/Staff, Ustad/Ustadzah, yang
berpartisipasi dalam proses pembangunan. Seperti halnya Pesantren
4 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: ReflikaAditama, 2005), h. 58.
25
selama ini dikenal dengan fungsinya sebagai lembaga pendidikan yang
memiliki misi untuk membebaskan peserta didiknya (santri) dari
belenggu kebodohan yang selama ini menjadi musuh dari dunia
pendidikan secara umum.
Dalam pemberdayaan diharapkan masyarakat yang kurang berdaya
menjadi masyarakat yang berdaya dan kuat (mempunyai daya kekuatan)
dengan menggali serta mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Dengan
kata lain, pemberdayaan adalah untuk mencapai tujuan akhir yang disebut
dengan masyarakat sejahtera dan mandiri yang mempunyai kekuatan hidup
diatas potensi dirinya sendiri.5
1. Secara Etimologi
Pemberdayaan secara etimologi berasal dari kata daya yang berarti
upaya, usaha, akal, kemampuan.6 Jadi pemberdayaan adalah upaya untuk
membangun daya masyarakat dengan mendorong, memotivasi dan
membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya
untuk mengembangkannya.7
Pemberdayaan ini menyangkut beberapa segi yaitu pertama,
penyadaran tentang peningkatan kemampuan untuk mengidentifikasi
persoalan dan permasalahan yang ditimbulkan serta kesulitan hidup atau
penderitaan. Kedua, meningkatkan sumber daya yang telah ditemukan,
pemberdayaan memerlukan upaya advokasi kebijakan ekonomi politik
5 Owin Jamasy, Keadilan, Pemberdayaan, dan penanggulangan Kemiskinan, (Jakarta:Belantik 2004), Cet Ke-1, h. 108.
6 Badadu-Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Sinar Harapan, 1997), h.317.7 Mubyartanto, Membangun Sistem Ekonomi (Yogyakarta: BPFE, 2000), h.263.
26
yang pada pokoknya bertujuan untuk membuka akses golongan bawah,
lemah, dan tertindas tersebut terhadap sumber daya yang dikuasai oleh
golongan kuat atau terkungkung oleh peraturan-peraturan pemerintah dan
pranata sosial.8
2. Secara Terminologi
Sementara secara terminology istilah pengembangan masyarakat
dalam Kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai usaha bersama yang
dilakukan oleh penduduk atau masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya.
Community Development menggambarkan makna yang penting dari dua
konsep : Community, bermakna kualitas hubungan sosial dan
Development, perubahan kearah kemajuan yang terencana dan bersifat
gradual. Makna ini penting untuk arti pengembangan masyarakat yang
sesungguhnya (Blackburn)9.
Menurut shardlow sebagaimana yang dikutip oleh Isbandi, melihat
bahwa berbagai pengertian yang ada mengenai pemberdayaan pada intinya
membalas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha
mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk
membentuk masa depan dengan sesuai keinginan mereka.10
3. Proses Pemberdayaan
Dalam pengembangan masyarakat proses merupakan hal yang
penting. Seorang pekerja masyarakat tidak benar-benar tau kemana
8 M. Dawam Raharjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, (Yogyakarta: PustakaPelajar, 1999), Cet. 1, h.355
9 Ferdian Tonny Nasdian, Pengembangan Masyarakat, (Jakarta: Buku Obor, 2014), h. 30.10 Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi
Komunitas, (Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 2001), h. 33.
27
pengembangan masyarakat akan bermuara, demikian pula hasil pastinya.
Seorang pekerja masyarakat yang sudah jelas permulaannya megenai hasil
yang diperoleh merupakan pekerja yang tidak memberdayakan masyarakat
(disempowering community), karena hal ini menjauhkan masyarakat,
control atas proses, serta determinasi arah pengembangan11.
Sebagai proses pemberdayaan merujuk pada kemampuan, untuk
berpartisipasi memperoleh kesempatan atau mengakses sumberdaya dan
layanan yang diperlukan guna memperbaiki mutu hidupnya (baik secara
individual, kelompok, dan masyarakat dalam arti luas). Dengan
pemahaman seperti ini pemberdayaan dapat diartikan sebagai proses
terencana guna meningkatkan skala utilitas dari objek yang
diberdayakan12.
Seperti yang dikutip oleh Adi menggambarkan proses pemberdayaan
yang berkesinambungan sebagai suatu siklus yang terdiri dari 5 (lima)
tahapan utama, yaitu:
a. Menghadirkan kembali pengalaman yang memberdayakan dan (racall
dopewering/empowering experience).
b. Mendiskusikan alasan mengapa terjadi pemberdayaan dan
ketidakberdayaan (discuss reasons for dopowerment/ empowerment).
c. Mengidentifikasikan suatu masalah ataupun proyek (identify one
problem or project).
11 Ferdian Tonny Nasdian, Pengembangan Masyrakat, (Jakarata: Buku Obor, 2014)h. 55.12 Totok Mardikanto dan Poerwoko Soebianto, Pemberdayaan Masyarakat Dalam
Perspektif Kebijakan Publik, (Bandung : Alfabeta, 2012), h. 61
28
d. Mengidentifikasikan basis daya yang bermakna (identify usefull power
based)
e. Mengembangkan rencana-rencana aksi dan mengimplementasikan
(develop and implement action plan).
Dari pernyataan di atas tergambar mengapa Hogan, meyakini bahwa
proses pemberdayaan yang terjadi pada tingkat individu tidak berhenti
pada titik suatu tertentu, tetapi lebih merupakan sebagai upaya
berkesinambungan untuk meningkatkan daya yang ada.
4. Tahapan-tahapan Pemberdayaan
Isbandi Rukminto Adi dengan rumusan strateginya yang menjadikan
beberapa tahap dalam melakukan pembeedayaan yakni13:
a. Tahapan Persiapan (engagement), tahap persiapan ini memilki substansi
penekanan pada dua hal elemen penting yakni penyiapan petugas dan
penyiapan lapangan.14
b. Tahap Pengkajian (assessment), sebuah tahapan yang telah terlibat aktif
dalam pelaksanaan program pemberdayaan karena masyarakat setempat
yang sangat mengetahui keadaan dan masalah ditempat mereka berada.
c. Tahap Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan (designing).
Dalam tahap ini program perencanaan dibahas secara maksimal dengan
melibatkan peserta aktif dari pihak masyarakat guna memikirkan solusi
atau pemecahan atas masalah yang mereka hadapi di wilayahnya.15
13Adi Isbandi Rukminto, Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan IntervensiKomunitas, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia, 2013), h. 58-60
14 Ibid., 58-6015 Ibid., h. 58-60
29
d. Tahap Perfomulasian Rencana Aksi (designing), pada tahap masyarakat
dan fasilitator menjadi bagian penting dalam bekerjasama secara
optimal.
e. Tahap Pelaksanaan Program atau Kegiatan Implementasi, tahap ini
merupakan bentuk pelaksanaan serta penerapan program yang telah
dirumuskan sebelumnya bersama para masyarakat.16 Tahapan ini berisi
tindakan aktualisasi bersinergi antara masyarakat dengan petugas
pemberdayaan.
f. Tahap Evaluasi,17 tahapan yang memiliki substansi sebagai proses
pengawasan dari warga dan petugas teerhadap program pemberdayaan
masyarakat yang sedang berjalan dengan melibatkan warga. Tahapan
ini juga akan merumuskan berbagai indicator keberhasilan suatu
program yang telah diimplementasikan serta dilakukan pula
bentukbentuk stabilisasi terhadap perubahan atau kebiasaan baru yang
diharapkan terjadi.
g. Tahap terminasi (disengagement), sebuah tahapan dimana seluruh
program telah berjalan secara optimal dan petugas fasilitator
pemberdayaan masyarakat sudah akan mengakhiri kerjanya.
16 Ibid., h. 58-6017 Ibid., h. 58-60
30
B. Definisi Yatim dan Dhuafa
1. Yatim
Secara etimologis, yatim berasal dari bahasa Arab yaitu “yataama
yatiimu yatiiman”, yang artinya menyendiri.18 Pengertian yatim menurut
istilah bahasa adalah anak yang tidak memiliki bapak, tetapi sebagian
orang memakai kata yatim untuk anak yang bapaknya meninggal.19
Para ahli dan ulama berbeda pendapat tentang pengetian anak yatim
di antaranya sebagai berikut:
a. Hasan Ayub mengatakan: “anak yatim, anak yang telah ditinggalkan
ayahnya sebelum mencapai kedewasaannya, dan jika sudah dewasa
maka tidak disebut lagi yatim piatu.20
b. Sri Suhardjati Sukri mengatakan : “yatim adalah anak yang ditinggal
mati ayahnya”.21
c. H. Ahmad Zuzani Djunaidi mengatakan : “anak yatim adalah seseorang
yang masih kecil, lemah dan belum mampu berdiri sendiri yang
ditinggalkan oleh orang tua yang menanggung biaya
penghidupannya”.22
18 M. Bin Abu Bakar Bin Abdul Qodir Arrazi, Muhtarus Shihab, h. 74119 Peter Salim dan Yeni Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (Jakarta: Modern
English, 1991), h.172720 Hasan Ayub, Etika Islam: Menuju Islam Yang Hakiki (Bandung, Trigenda Karya, 1994),
cet. Ke-1, h. 36221 Sri Suhadjati Sukri, “Menyantuni Anak Yatim Psikologis”, dalam Suara Merdeka, 21
November 2003, h. 122 Ahmad Zurzani Djunaidi dan Ismail Mulana Syarif, Sepuluh Inti Perintah Allah (Jakarta:
PT Fikhati Aneska, 1991), cet. Ke-1. h.199.
31
d. Rudi Setiadi mengatakan : “anak yatim adalah anak yang ditinggal mati
ayah selagi ia belum mencapai umur baligh”.23
Lain halnya menurut definisi fiqih yang dikutip oleh Dzulkarnain
dalam artikelnya beliau mengatakan:
“Ada beberapa hal yang perlu saya jelaskan: dalam definisi ahli fiqih,yatim adalah anak yang meninggal ayahnya sebelum baligh. Adapunsetelah baligh, seorang tidak lagi disebut sebagai anak yatim berdasarkanhadits”.24
Melalui untaian di atas, Dzulkarnain memberi penjelasan bahwa
definisi tersebut adalah patokan dalam pembahasan anak yatim dalam
syari’at kita. Bukan definisi dalam bahasa Indonesia yang menyebutkan
bahwa yatim adalah tidak beribu atau tidak berayah lagi (karena ditinggal
mati). Sedang piatu adalah sudah tidak berayah dan beribu.
Islam mewajibkan kita berbuat baik, memberi nafkah dan
memelihara anak-anak yatim dengan adil seperti layaknya memelihara
anak-anak kita sendiri, di mana kewajiban kita terhadap anak-anak yatim
ini, nilainya setara dengan kewajiban kita terhadap kedua orang tua ibu
dan bapak, kaum kerabat, dan orang miskin, sesuai dengan Firman Allah
dalam surat Al-Baqarah 83:
…
23 Rudi Setiadi, Menyantuni Anak Yatim”, dalam Renungan Jum’at, 10 Desember 2004,h.1.
24 Dzulkarnain, “Ketentuan Penamaan Yatim”, artikel di akses pada tanggal 21-02-2013dari http://www.dzulkarnain.net/siapakah-anak-yatim.html
32
Artinya: “…Dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaumkerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin.”25 (Al-Baqarah: 83).
Penjelasan ayat tersebut adalah bahwa Allah memerintahkan kita
untuk selalu berbuat baik kepada orang tua, sahabat, terlebih kepada anak-
anak yatim yaitu anak yang ditingal oleh bapaknya dan juga terhadap
orang-orang miskin.
2. Dhuafa
Makna dhuafa dalam kosa kata al-Qur’an merupakan bentuk jamak
dari kata dha’if kata ini berasal dari akar kata “dha’afa-dha’ufa-yadh’ufu-
dhu’afan dan dha’fan”26. Yang secara umum mengandung dua pengertian,
lemah dan berlipat ganda. Menurut al-Ashfahani perkataan dhu’fu
merupakan dari kata quwwah yang berarti kuat.27
Sejalan dengan penjelasan di atas, Al-Raghib Al-Ashfahani
didalam kitab Mufradat Al-fadah Al-Qur’an ketika menjelaskan makna
dan dimaksud istilah dhi’afan pada surat An-Nisa Ayat 928:
Artinya: “Hendaklah takut kepada Allah orang-orang yangseandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah,yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab ituhendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah merekamengucapkan Perkataan yang benar.”
25 Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: CV Toha PutraSemarang , 1989), h.23
26 Asep Usman Ismail, Pengamalan Al-Qur’an tentang pemberdayaan dhu’afa, h.9427 Ibid., h.9428 QS, An-Nisa: 9
33
Dari ayat di atas bahwa istilah dhi’afan memiliki beberapa
pengertian: Pertama, dha’if al-jism yakni lemah secara fisik. Maksudnya,
bahwa orang-orang beriman tidak boleh membiarkan anak-anak mereka
memiliki fisik, tubuh, atau badan yang lemah. Bagi orang Islam, makanan
yang bergizi itu selain memenuhi gizi yang seimbang sebagaimana
dirumuskan dalam prinsip empat sehat lima sempurna, tetapi juga harus
memerhatikan syarat halalan tayyiban, yakni halal secara ilmu fiqih dan
berkualitas bagi kesehatan tubuh.29
Kondisi ini yang kerap mendapatkan perlakuan tak layak di
kalangan masyarakat bukanlah suatu yang hina dan ajang berputus asa
karena boleh jadi yang kita sekarang akan medatangkan kebahagiaan. Al-
Qur’an ketika menyingung masalah ini menyebutkan beberapa kelompok
yang tergolong orang-orang yang lemah atau dhu’afa, yaitu: Orang Faqir,
Orang Miskin, Orang Yatim, Ibnu Sabil, Tawanan Perang, Kaum Cacat,
Al-Gharim/ orang, orang yang berhutang, Al-Abdu wa Al-Riqad/ hamba
sahaya atau budak.
Derita kaum dhu’afa beraneka ragam bentuk dan coraknya mulai
yang ringan sampai yang berat. Namun sekurang-kurangnya penderitaan
meraka menyangkut beberapa hal, yaitu:
a. Kelaparan akibat tingkat ekonomi yang lemah
b. Kekurangan akibat berbagai kesulitan dan kurang pangan
c. Kebodohan karena tidak mendapat pendidikan yang cukup
29 Ibid., h. 19
34
d. Keterbelakangan karena lemahnya posisi mereka di masyarakat.30
C. Pemberdayaan Berbasis Kelembagaan Pendidikan
Pendidikan merupakan investasi masa depan, demikian orang sering
menyebutkan untuk menyatakan betapa pentingnya pendidikan bagi warga
masyarakat untuk meraih masa depan yang lebih baik. Bapak Pendidikan
Nasional Indonesia yaitu Bpk. Ki Hajar Dewantara telah menegaskan
perlunya tanggung jawab dan kewajiban pendidikan diletakkan pada semua
pihak yang berkepentingan. Beliau menyebut dengan “Tri Pusat Pendidikan”
yang bermakna bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara
keluarga, sekolah, dan masyarakat. Hal itu karena semua lembaga tersebut
merupakan pusat-pusat terselenggarakannya pendidikan.
Ki Hajar Dewantara dalam buku yang ditulis Abbudin Nata
mendefinisikan pendidikan adalah bersifat pembangunan, tetapi merupakan
perjuangan pula. Pendidikan berarti memelihara hidup tumbuh ke arah
kemajuan, tidak boleh melanjutkan keadaan kemarin menurut alam kemarin.
Pendidikan adalah usaha kebudayaan, berasas peradaban, yakni memajukan
hidup agar mempertinggi derajat kemanusiaan.31
30 Syahrin Harahap, Islam: Konsep dan Implementasi Pemberdayaan (Yogyakarta: PT.Tiara Wacana, 1999), h.86.
31 Abbudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), hal.10
35
1. Gambaran Umum Lembaga Pemberdayaan Berbasis Pendidikan
Pendidikan sebagai proses memanusiakan manusia, membentuk
manusia muda untuk berkembang menjadi manusia yang utuh, bermoral,
bersosial, berwatak, berkepribadian, berpengetahuan, dan berohani.32
Lembaga pendidikan di Pondok Pesantren adalah tujuan peneliti
dalam meneliti sebuah lembaga dalam pemberdayaan berbasis pendidikan.
Lembaga Pesantren adalah tempat orang-orang atau para pemuda
menginap (bertempat tinggal) yang dibarengi dengan suatu kegiatan untuk
mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan
ajaran Islam.33
Pondok Pesantren disamping berfungsi sebagai lembaga
Pendidikan Islam juga memiliki peran sebagai motor penggerak
pembangunan dan perubahan masyarakat. Aktivitas nyata Pondok
Pesantren dalam memberdayakan kehidupan masyarakat dapat dilihat dari
kemampuannya dalam kegiatan-kegiatan yang bertujuan menggali,
merangsang dan meningkatkan social ekonomi masyarakat,
pengembangan usaha produktif.
Dengan begitu generasi muda yang ditempatkan di lembaga
pendidikan pesantren dapat diandalkan sebagai Agen Of Change dalam
proses Pendidikan dan pemberdayaan masyarakat.
32 Ki. Hajar Dewantoro, Pendidik, (Yogyakarta: Taman Siswa, 1956), h. 4533 Umi Musyarofah, Dakwah KH. Ja’far dan pondok Pesantren Pabelan, (Jakarta: UIN
press, 2009), Cet. Ke-1, h.22
36
2. Filosofi Dasar Pendidikan
Secara harfiah / etimologi filsafat berasal dari kata fhilo yang berarti
cinta, dan kata shopos yang berarti ilmu atau hikmah.34 Menurut Harun
Nasution bahwa filsafat berasal dari kata Arab falsafah yang berasal dari
bahasa Yunani, philosopia; philos yang berarticinta, suka (loving), dan
shopia berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi philosopia berarti cinta
kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebijaksanaan atau cinta
kepadakebenaran. Orang yang cinta kepada pengetahuan dan kebenaran itu
lazimnya disebut philosopher yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.35
Sedangkan secara terminologis filsafat dapat diartikan sebagai suatu
analisa secarahati-hati terhadap penalaran-penalaran mengenai suatu
masalah, dan penyusunan secara sengaja terhadap sesuatu. Atau analisa
secara sistematis yang menjadikan suatu sudut pandang sebagai dasar
suatu tindakan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa inti filsafat
adalah proses berpikir secara radikal tentang hakikat kebenaran segala
sesuatu. Filsafat juga berfungsi sebagai tolak ukur bagi nilai-nilai tentang
kebenaran yang harus dicapai. Adapun untuk mewujudkan nilai-nilai
tersebut dilakukan dengan berbagai cara salahsatunya lewat pendidikan.36
Filsafat dan pendidikan memang merupakan dua istilah yang berdiri
pada makna dan hakikat masing-masing, namun ketika keduanya
digabungkan ke dalam satu terma khusus, maka ia pun memiliki makna
34 M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994) Cet, Ke-4, h. 135 Poerwanto dkk, Seluk Buluk Filsafat Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1991)
Cet, Ke-2, h. 136 Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1996), h. 1
37
tersendiri yang menunjuk ke dalam suatu kesatuan pengertian yang tidak
terpisahkan.
Omar Muhammad al-Toumy al- Syaibany37 menyebutkan bahwa
filsafat pendidikan adalah pelaksanaan pandangan filsafat dan kaidah-
kaidah filsafat dalam bidang pengalaman kemanusiaan yang disebut
dengan pendidikan. M. Arifin M.Ed. mengemukakan, bahwa filsafat
pendidikan adalah upaya memikirkan permasalahan pendidikan. Ali Khalil
Abu al-Ainain38 mengemukakan pula, bahwa filsafat pendidikan adalah
upaya berfikir filosofis tentang realitas kependidikan dalam segala hal,
sehingga melahirkan teori-teori pendidikan yang berguna bagi kemajuan
aktifitas pendidikan itu sendiri.
Dari penjelasan di atas adalah hubungan antara filasafat dan
pendidikan yakni, dengan menggunakan filasafat kita mampu mencari
nilai-nilai ideal (cita-cita) yang lebih baik yang dijadikan sebagai landasan
pandangan hidup untuk merumuskan dasar-dasar dan tujuan pendidikan,
konsep tentang manusia, hakikat dan segi-segi pendidikan sertamoral
pendidiknya. Dengan kata lain, pendidikan bertindak mencari arah yang
terbaik (aktualisasi) dengan berbekal pada teori-teori pendidikan yang
diberikan oleh pemikir filsafat.
Penganut pandangan structural fungsional percaya bahwa pendidikan
dapat digunakan sebagai jembatan untuk menciptakan tertib sosial.
37 Omar Muhammad al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan, (Jakarta, BulanBintang 1979) h. 30
38 Ali Khalil Abu al-Ainain, Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah fi al-Qur’an al-karim,(Dar al-Filr al-‘Arabiy, 1980), h.61,62, dan 64
38
Pendidikan dijadikan sebagai media sosialisasi kepada generasi muda
untuk mendapatkan pengetahuan, perubahan perilaku dan penguasaan tata
nilai yang diperlukan sebagai anggota masyarakat. Diantara tokoh
penganut perspektif structural tentang pendidikan yaitu, Emile Durkheim,
Auguste Comte, Robert K Merto, Talcot Parson, dan Charles Darwin.39
Auguste Comte (1798-1857) yang dikenal sebagai bapak sosiologi
yang memelopori filsafat positivistic, berpendapat bahwa pengetahuan dan
masyarakat dalam proses transisi secara evolusi. Tugas sosiologi disini
untuk memahami faktor-faktor yang diperlukan dalam evolusi masyarakat.
Semuanya itu nantinya bertujuan untuk menciptakan tertib sosial yang
baru. Pendidikan lah yang digunakan sebagai tempat untuk
mengembangkan tradisi pengetahuan positivistic, sehingga siswa dapat
berpikir positive sehingga segala sesuatu dapat dijelaskan dengan sebab-
akibat.
Menurut Durkheim pendidikan adalah memelihara keberadaan dan
kelangsungan masyarakat tempat pendidikan tersebut berada atau
ditiadakan. Pendidikan menjadi corak cerminan dari masyarakat
pendukungnya. Perbedaan pada masyarakat akan tercermin pula dalam
perbedaan sistem pendidikanya. Perubahan social dari masyarkat agraris
ke masyrakat industry berdampak pada perubahan proses pembagian kerja
yang menuju sepesialisasi. Dalam masyarakat modern spesialisasi menjadi
39 Rakhmat Hidayat, Sosiologi Pendidikan Emile Durkheim, (Jakarta, PT. Raja Grafindo2014), Cet Ke-1, h. 77
39
hal penting dan ini sangat memerlukan bergam jenis pendidikan dan
keterampilan. (Durkheim, 1956).40
Banyaknya definisi dan pembagian tentang pendidikan dalam
perspektif structural fungsional oleh para tokoh, maka peneliti perlu
mengkolaborasikan hal-hal yang memang ada pada tujuan penelti,
sehingga perspektif structural fungsional tentang pendidikan dapat
memberi gambaran mengenai pemberdayaan berbasis pendidikan. Selain
itu peneliti hanya memfocuskan pada pendapat emile Durkheim dalam
pandangnnya mengenai perspektif structural fungsional tentang
pendidikan.
Durkheim mengatakan bahwa Pendidikan memberikan keterkaitan
antara individu dan masyarakat. Dalam sejarah manusia perkembangan
masyarakat, anak-anak akan mengalami perubahan besar dalam
kehidupannya yang menjadikan dirinya sebagai individu yang dewasa.
Disinilah keterkaitan antara individu, masyarakat, dan pendidikan. Anak-
anak akan mengalami beberapa hal yang lebih besar dari diri mereka
sendiri. Mereka akan mengembangkan rasa komitmen terhadap kelompok
sosial.41
Pandangan Durkheim diilustrasikan melalui praktik pendidikan di
Amerika Serikat. Adanya kurikulum pendidikan umum telah membantu
untuk menanamkan norma-norma dan nilai-nilai bersama dalam komunitas
yang beragam. Ini telah memberikan bahasa dan sejarah umum untuk
40 Ibid., h. 5041 Ibid., h. 50
40
Imigran dari setiap negara di Eropa agar bisa berbaur dalam kehidupan
Amerika. Durkheim percaya bahwa peraturan sekolah harus ketat dan
hukuman harus mencerminkan keseriusan adanya kerusakan yang
dilakukan pada kelompok sosial dengan pelanggaran. Hal ini juga
peraturan harus di jelaskan kepada pelanggar mengapa mereka sedang
dihukum. Melalui reward and punishment system anak belajar apa yang
benar atau salah dan mendorong untuk mengadopsi cara-cara yang tepat
hidup anak-anak akan belajar untuk mendisiplinkan diri mereka sendiri.
Durkheim berpendapat bahwa pendidikan mengajarkan orang
keterampilan khusus yan diperlukan untuk pekerjaan masa depan
mereka.42
3. Hasil-hasil Pemberdayaan Berbasis Pendidikan
Hasil-hasil pemberdayaan berbasis pendidikan telah diuji
keberhasilannya oleh beberapa penelitian terdahulu yang meneliti tentang
beberapa pemberdayaan melalui pendidikan. Peneliti membagi menjadi 3
contoh hasil pemberdayaan berbasis pendidikan diberbagai lembaganya
masing-masing yang dilakukan oleh beberapa penelitian terdahulu,
diantaranya:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Fikri dzulkarnain43 Jurusan
Pengembangan Masyarakat Islam di UIN Jakarta tentang “Peran
Yayasan Griya Yatim Dhu’afa Dalam Pemberdayaan Kaum Dhu’afa
42 Ibid., h. 8143 Fikri Dzulkarnain, “Peran Yayasan Griya Yatim dan Dhu’afa dalam Pemberdayaan
Kaum Dhu’afa Melalui Pendidikan Keterampilan Di Bekasi (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwahdan Ilmu Komunikasi Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, 2014), h. 66
41
Melalui Pendidikan Keterampilan Di Bekasi” menunjukkan bahwa
Yayasan Griya Yatim Dhu’afa telah menjalankan perannya dengan baik
yaitu melalui program pendidikan. Program pendidikan tersebut dibagi
menjadi 3 bagian yaitu: Gema (Generasi Yatim Mandiri) program ini
adalah pembinaan dibidang agama, Basis (Beasiswa untuk Berprestasi),
dan Segar (Sekolah Gratis Bagi Anak Yatim dhu’afa). Hasil yang sudah
dicapai dalam pemberdayaan dhuafa yang dilakukan oleh yayasan ini,
memang sudah terbukti diantaranya meraih juara MTQ DKI Jakarta
tingkat SD, dan pernah meraih kejuaraan olimpiade matematika tingkat
nasional, dan juga pernah menjuarai perlombaan menggambar terfavorit
di sekolah Jepang. Hal ini membuktikan bahwa Pendidikan yan
diberikan kepada anak-anak yatim dan dhuafa oleh Yayasan Griya
Yatim telah berhasil memberikan perubahan anak-anak yang awalnya
tidak tau apa-apa menjadi berprestasi dan memiliki kemampuan
kreatifitas yang tinggi.
2. Penelitian yang dilakukan oleh latifah44 Jurusan Pengembangan
Masyarakat Islam di UIN Jakarta yang berjudul “Upaya Yayasan
Hidayatullah dalam Pemberdayaan Anak Yatim Di Sumur Batu
Kemayoran Jakarta Pusat” menunjukkan bahwa hasil pemberdayaan di
bidang pendidikan yang dilakukan oleh Yayasan Hidayatullah yakni:
a. Dapat bersekolah mulai dari SD hingga SMU/Sederajat dengan
bantuan SPP
44 Latifah, “Upaya Yayasan Hidayatullah dalam Pemberdayaan Anak Yatim Di SumurBatu Kemayoran Jakarta Pusat” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi JurusanPengembangan Masyarakat Islam, 2005), h. 58.
42
b. Dapat Bersekolah agama di Madrasah Diniyyah milik Yayasan
dengan bantuan Pemberian SPP.
Dalam penelitian Latifah, upaya pemberdayaan ini telah mampu
menjadikan anak yatim dapat bersekolah hingga tingkat
SMU/Sederajat, memberikan pola pikir anak yatim untuk terus
melanjutkan sekolah, dan menjadikan mereka dapat mengamalkan
ibadah secara teratur.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Sri Wahyuni45 Jurusan Pengembangan
Masyarakat Islam di UIN tentang “Pelaksanaan Pemberdayaan
Pendidikan Anak Jalanan dan Dhu’afa Melalui Program Gratis Oleh
Yayasan Bina Insan Mandiri Di Terminal Depok Jawa Barat”
menunjukkan bahwa hasil yang telah dilakukan Yayasan Bina Insan
Mandiri yaitu melalui program akademis. Program akademis ini dibagi
sesuai usia menjadi sebagai berikut:
a) PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini)
b) Sekolah Dasar Persamaan Paket A
c) Kejar Paket B Setara SMP
d) Kejar Paket C Setara SMA
Dan adapula program lainnya seperti, program kelas bisnis,
program kelas seni, program kelas tahfidz. Dan beberapa hasil yang
telah dilakukan dari program tersebut di antaranya, para lulusan mampu
45 Sri Wahyuni, “Pelaksanaan Pemberdayaan Pendidikan Anak Jalanan dan Dhu’afaMelalui Program Gratis Oleh Yayasan Bina Insan Mandiri Di Terminal Depok Jawa Barat”(Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Pengembangan MasyarakatIslam, 2012), h. 124.
43
menghafal minimal 7 ayat dan diproyeksikan ke perguruan tinggi dan
sekolah tinggi agama (menjadi guru/dai), menguasai ilmu teknologi
informasi sehingga dapat menggapai kemandirian melalui teknologi
informasi, dan para lulusannya mampu mengaplikasikan pendidikan
kreativitas yang diajarkan oleh para peserta didik seperti servis hp,
membuka praktik salon, dan menjadi wirausahawan.
D. Pemberdayaan Berbasis Yatim dan Dhuafa di Indonesia
Di Indonesia, pemberian pelayanan sosial bagi anak mayoritas
dilakukan oleh panti atau yayasan. Ditinjau dari realita yang berlaku di
Indonesia, panti yatim adalah sebuah organisasi yang mewadahi dan
menangani anak-anak yatim. Ditinjau dari kacamata fikih, keberadaan panti
dan yayasan berstatus sebagai jihah ammah sesuatu yang berstatus umum dan
tidak tertentu terhadap seseorang, seperti masjid, madrasah, Pondok
Pesantren, dan lain-lain yang sama dengan status masjid atau Pondok
Pesantren. Karena itu, penentuan hukum, penanganan, pengelolaan dan segala
hal yang terkait juga sama, harus ada seseorang atau sekelompok orang yang
menangani panti tersebut, yang biasanya diistilahkan dengan wali.46
Anak-anak yatim piatu sebagai salah satu permasalahan sosial anak,
membutuhkan orang-orang atau lembaga (panti atau yayasan) yang mapan
sebagai tempat untuk berlindung dan berkembang menjadi anak-anak yang di
kemudian hari akan memimpin negara. Seperti yang dituturkan oleh pimpinan
Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda yaitu KH. Subur Supriadi:
46Ibid., h. 6
44
“Mendidik dan memberdayakan anak-anak yatim yang kurang mampuperlu dibarengi dengan metode pendidikan Islam yang ramah. Sebab, masalahutama anak yatim bukan sekadar pemenuhan kebutuhan ekonomi, melainkanagar masyarakat mau bersikap ramah, peduli, dan memberi limpahan kasihsayang kepada mereka.”47
Dari pernyataan di atas, peneliti melakukan beberapa tinjauan terhadap
lembaga-lembaga yang memberdayakan berbasis yatim dan dhuafa
diantaranya:
1. Yayasan Rumah Yatim Arrohman Indonesia
Yayasan Rumah Yatim Ar-rohman Indonesia melakukan
pemberdayaan terhadap anak-anak yatim dan dhuafa dengan berbagai cara
agar potensi dan sumber daya anak-anak yatim yang di asuh bisa
berkembang lebih baik dan lebih unggul, baik aspek pendidikan,
kesehatan, agama, keterampilan dan aspek-aspek lainnya.48
Pada Tahun 2016 Yayasan Rumah Yatim Ar-rohman Indonesia
telah membuka 20 asrama putra dan putrid di-13 kota di Indonesia.
Adapun kota-kota dimana asrama Rumah Yatim Ar-rohman berada
meliputi Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Yogyakarta,
Jawa Timur, Lampung, Kalimantan Selatan, Sumatra Utara, Aceh, dan
NTT.49
Melalui program kesehatan, dan pengembangkan kualitas diri anak
yatim dan dhuafa dibangun dengan pendidikan. Program ini memberikan
47 Wawancara Pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda) Sabtu , 18 Maret 2016
48 Administrator, “visi misi,” di akses pada tanggal 06 mei 2016 dari www.rumah-yatim.org/indonesia/index.php/2012032561/profil/visi-misi.html
49 Wawancara Pribadi dengan Sayyid (sebagai alumni dari Yayasan Rumah Yatim Ar-rohman dan juga sebagai front office)
45
pengembangan dan perlindungan diri bagi anak yatim dan dhuafa. Adapun
Misi Yayasan Rumah Yatim Ar-rohman adalah:50 membantu
meningkatkan kualitas pendidikan umat, membantu meningkatkan kualitas
kesehatan umat, membantu meningkatkan kualitas ekonomi umat
2. Asrama Yatim Mizan Amanah
Yayasan Mizan Amanah adalah lembaga sosial kemanusiaan
nasional yang didirikan pada tanggal 19 Juli 1995. Di tahun 2013, Yayasan
Mizan Amanah mulai berbenah untuk memajukan sistem dan manajemen.
Ditandai dengan peluncuran logo baru untuk me-refresh semangat dan
cita-cita yayasan ini ke depannya. Hingga pertengahan 2014, kini yayasan
Mizan Amanah sudah memiliki kantor pusat representatif, dua kantor
cabang ( Jakarta dan Bandung), satu kantor kas cimahi, 21 Asrama Yatim
dan Dhuafa, dan satu sekolah ( Sekolah Peradaban Al-Kamil). Tercatat
sampai pertengahan 2014, sudah 30.000 lebih anak yatim dan dhuafa telah
dibina oleh Yayasan Mizan Amanah.51
Adapun Visi dan Misi Yayasan ini adalah:
a. Visi
Menjadi Lembaga amanah umat terdepan di tingkat nasional dan
membentuk generasi yang bermanfaat.
b. Misi
1) Memperluas jaringan dan memberikan pelayanan prima bagi
pemangku kepentingan.
50 http://www.rumah-yatim.org/web/?ctr=451 Mizan Amanah, “visi misi” artikel di akses pada 06 Mei 2016 dari http://www.
mizanamanah.or.id/id/profil-mizan-amanah
46
2) Mengelola amanah umat secara profesional dan sesuai syariat
sehingga lebih berdaya guna.
3) Mendidik dan mengembangkan potensi anak yatim dan kaum dhuafa
untuk menjadi muslim yang hakiki.
Pemberdayaan yang dilakukan oleh Yayasan Mizan Amanah
meliputi pendidikan formal mulai dari tingkat Taman Kanak-Kanak,
Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas.
Dan Pendidikan Informalnya meliputi pelatihan tata boga, tata busana,
marawis, angklung, dan seni lukis. Dalam pemberdayaan ini diharapkan
agar anak-anak dapat tumbuh berkembang dan dapat menjadi modal
kesuksesan di masa depan mereka.
3. Pondok Pesantren Bahrul Maghfiroh
Pondok Pesantren ini didirikan oleh kedua putra mbah Fattah yaitu
Gus Edi Lukmanulkarim bin Abdullah Fattah. Pondok ini di rintis di
Malang. Dan ada beberapa cabang di beberapa daerah seperti Jakarta,
Sukabumi, Pasuruan, dan Lampung. Salah satu ciri Pondok Pesantren ini
memberikan sistem balasy yakni pembelajaran yang tidak dipungut biaya
apapun. Dengan demikian pengasuh pondok menyediakan kebutuhan
santri yatim maupun dhuafa mulai dari yang paling kecil.52
Pondok Pesantren ini dalam hal memberdayakan yatim dan dhu’afa
yakni dengan diberikan pendidikan formal dan pendidikan akhlaq.
Penekanan pendidikan akhlaq pondok pesantren ini dilakukan dengan
52 Wawancara pribadi dengan Agil Jagelo, (Ketua Pengurus Pondok Pesantren BahrulMaghfiroh) Tangerang, 06 Mei 2016
47
pembinaan spriritual. Pondok Pesantren Bahrul Maghfiroh tidak hanya
membina santri yatim dan dhuafa. Akan tetapi juga membina santri yang
dulunya adalah seorang preman, pemabuk, dan pecandu narkoba. Dengan
cara mentalnya disembuhkan terlebih dulu. Metode ini dilakukan oleh
pendamping dari tokoh agama.
Dari gambaran di atas, peneliti membuktikan bahwa lembaga-
lembaga yang memiliki sebuah visi dan misi yang bertujuan untuk
memberdayakan anak yatim dan dhuafa di Indonesia adalah suatu upaya
untuk menjadikan anak yang mandiri, mampu dalam mengembangkan
intelektualnya, menjadikan muslim/muslimah yang berakhlaqul karimah,
dan berkesempatan meraih cita-citanya. Banyaknya lembaga-lembaga di
Indonesia yang memberikan perhatiannya kepada kaum yatim dan dhu’afa
untuk dikasihi, disayangi, diberikan pendidikan, dan diperhatikan
kehidupannya. Dalam hal ini Al-qur’an dalam surat Al-Baqarah ayat 220
berbunyi:
… …Artinya: “…Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim,
katakalah: "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik,..(QS. AlBaqarah, 2:220)
Ayat tersebut menyadarkan kita sebagai sesama muslim kita wajib
membantu antar sesama yang membutuhkan dan barang siapa yang
membantu diibaratkan dengan sebutir biji yang nanti akan dilipat
gandakan oleh Allah SWT. Dan sangatlah baik orang yang mau mengurusi
anak yatim dan janganlah sekali-kali berbuat jahat atau menelantarkan
48
anak yatim karena Allah SWT sangat tidak menyukainya. Bahkan Allah
menyuruh kita berbuat adil kepada anak-anak yatim, ini sebagaimana yang
terdapat dalam Al Qur’an surat An Nisa ayat 127 yaitu:
… ...(
Artinya: “…Dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurusanak-anak yatim secara adil…(QS.An Nisaa, 4:127)
49
BAB III
GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN AL-AMANATUL HUDA
A. PROFIL PONDOK PESANTREN AL-AMANATUL HUDA
1. Sejarah Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda
Tahun 1992, salah satu unit Pendidikan yang dicita-citakan oleh Waqif,
Bapak H. Bacek dan Putranya KH. Drs. Subur Supriadi yang biasa di panggil
dengan sebutan Buya ini, adalah berdirinya sebuah Pondok Pesantren yang
bercorak Al-Qur’an. Cita-cita tersebut sebagaimana telah tertera di dalam
akta Yayasan Al Amin yang sekarang namanya menjadi Pondok Pesantren Al
Amanatul Huda.1
Pada Tanggal 18 Agustus 2010, pukul 09.00 WIB pagi, Ust. Abdurohim
Sait, dan dengan KH. Subur Supriadi, bersama rekan-rekannya yang lain
seperti Ust. Inan Tihul Idris, KH. Mahmud Ali, Ust. Mawardani, Ust.
Muhammad Harun Rasyid, KH. Sofyan Azwari, Ust Yayan Hendrayana,
Usth. Putri Arini Hasanah, dan lain-lain datang menghadap agar Buya
berkenan menerima 37 santri pindahan dari sebuah Pondok Pesantren di
Jombang Ciputat Tangerang Selatan dan mendorong agar mau berdirikan
Pondok Pesantren dengan adanya 37 santri tersebut.2 Anak-anak santri yatim
1 Wawancara Pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda), Tangerang 18 Maret 2016
2 Wawancara Pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda), Tangerang 18 Maret 2016
50
dhuafa ini berasal dari berbagai daerah. Diantaranya lampung, pekanbaru,
jakarta, surabaya, pandeglang, dan lain-lain. Awalnya dikirimi 37 santri ini
adalah kurangnya terkontrol anak-anak yatim dhu’afa dari yayasan
sebelumnya yaitu pondok pesanttren di jombang. Dari segi kepengurusannya,
dan pelaksanaan program seperti penanganan dalam program pendidikan
gratis tidak efektif jadi berbayar.3
Selanjutnya, setelah Buya bermusyawarah, meminta izin kepada keluarga,
akhirnya bersedia menerima dan mendirikan Pondok Pesantren tersebut.
Dengan nama Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al-Amanatul Huda. Dan
ini sangat di dukung dan di bantu oleh tokoh-tokoh masyarakat , Guru, murid-
murid, dan rekan-rekan KH. Subur sendiri di antaranya: Bapak Setiaman SE,
Bapak Drs. Arif WK dan lain-lain.
Pada hari Minggu tanggal 26 September 2010 mulai berdatangan pada
santri tersebut, 37 santri ini adalah: Kelas VII/1 Madrasah Tsanawiyyah /
Kelas 1 TMI Tahfidzul Qur’an Al-Amanatul Huda: Anwar Hidayatullah,
Wiguna, Afrima Samistri, Ridwan Syukur, Reyanaldi Fariski, Muhammad
Ferizal Yusuf, Lailatul Madiyah, Aula Rahmah. VIII/ II Tsanawiyyah / Kelas
II TMI Tahfidzul Qur’an Al-Amanatul Huda : Syaiful Anwar, Reza Ivanda
Putra Putra, Marko Willy, Lazuardi Firdaus, As’ari, Ayo Dipo Baladi,
Maskur, Alam Mustawan, Lina Wati. Kelas IX/ III Madrasah Tsanawiyyah/
Kelas III TMI Tahfidzul Qur’an Al-Amanatul Huda : Nur Izzati, Jannah,
3 Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren AlAmanatul Huda), Tangerang, 04 Mei 2016
51
Bilqisty. Kelas I/ Madrasah Aliyyah Kejuruan/ Kelas IV/ TMI Tahfidzul
Qur’an Al-Amanatul Huda : Ani, Firman, Vicky, Taufiq, Bahruddin, Agus,
Nurlela, Fakhri. Kelas XI/ II Madrasah Aliyyah/ Kelas V TMI TMI Tahfidzul
Qur’an Al-Amanatul Huda : Kamal, Ismet, Aji, Fuadi, Juhedi, Karlina, Sri
Nurbaiti. Pada hari rabu tanggal 29 September 2010
“…dengan Bismillahirrahmanirrahim mulai belajar yang perdana.” Barupada hari Minggu tanggal 28 November 2010 secara resmi di buka oleh WaliKota Tangerang, Bapak Drs. H. Wahidin Halim, M.SI.4
Bermodal keyakinan dan niat, diterimalah sebuah amanat tersebut oleh
Buya, meskipun dengan segala keterbatasan baik tempat, sarana prasarana,
fasilitas dan sebagainya. Karena kondisi Pondok Pesantren Al Amanatul
Huda saat itu hanya ada 1 ruang kelas dari bangunan, belum ada asrama putra
maupun putri, belum ada mobiler, belum ada alas tidur atau karpet dan belum
ada fasilitas apapun.
Dalam Perjalannya, pembangunan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda
yang diisi oleh santri yatim dhuafa ini mengalami kesulitan dalam
penanganan biaya. Karena memang santri disini tidak sama sekali dipungut
biaya, dalam artian pendidikan dan fasilitas yang digunakanan oleh santri
yatim dhuafa ini gratis. Bisa dibilang pembangunan ini mengalami kemacetan
di urusan biaya. Namun, adanya uluran tangan dari pemerintah kementrian
agama dan yang lainnya. Bantuan ulur tangan itu adalah berupa
4 Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda), Tangerang 18 Maret 2016
52
dilanjutkannya pembangunan pondok pesantren al-amanatul huda dengan
biaya kurang lebih sebesar Rp. 56.000.00,- (lima puluh enam juta).
Meskipun para pengurus umumnya masih awam dalam masalah
mengurusi anak yatim dhuafa dengan biaya yang masih terbilang kurang,
namun mereka selalu tawakal kepada Allah Swt dan yakin akan banyaknya
uluran tangan kasih sayang dari para dermawan dalam rangka turut serta
menyantuni anak-anak asuh, serta yakin pula bahwa menjalankan pekerjaan
suci ini tidak sendirian.5
2. Visi, Misi dan Tujuan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda
Dalam menjalankan kegiatan pemberdayaan Yatim Dhu’afa, Pondok
Pesantren Al-Amanatul Huda memilki Visi dan Misi yang dijadikan Pedoman
mencapai target yang diinginkan.
Visi :
Visi (vision) adalah suatu gambaran ideal yang ingin dicapai oleh
sebuah organisasi di masa yang akan datang. Sedangkan misi (mission)
adalah ssuatu pernyataan sikap tentang aktivitas dari suatu perusahaan
atau organisasi.6 Adapun visi Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda
adalah:
Membela Agama Allah, Yatim Dhu’afa yang Qur’ani dan Madani
Adapun misi pondok Pesantren Al-Amanatul Huda adalah:
5 Wawancara Pribadi dengan Ust Kamal, (Pengurus Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda),Tangerang, 18 April 2016.
6 Vincent Gasdperz, Kualitas Dalam Manajement Bisnis Total, (Jakarta: Gramedia PustakaUtama, 1997), cet ke-1
53
Misi :
a. Membantu Yatim Dhu’afa memperoleh pendidikan gratis, dengan
sistem Pondok Pesantren Salafiyah dan formal (Terpadu),
b. Menyelenggarakan program pendidikan utama yaitu Tahfizhul Qur’an
( Menghafal Qur’an ),
c. Menyelenggarakan program pendidikan Ilmu-ilmu Al-Qur’an, kajian
Kitab – kitab kuning, Bahasa dan Keterampilan,
d. Mengutamakan Pengamalan Ibadah ‘Amaliyah, Berjama’ah, Dzikir
dan Akhlaqul Karimah,
e. Menyediakan sarana prasarana dan fasilitas penunjang,
f. Menyiapkan Tenaga-tenaga Pendidik ( Guru ) yang berkompeten
dibidangnya dan berdedikasi tinggi,
g. Merangkul seluruh potensi masyarakat dan pemerintah.
Setiap lembaga atau yayasan memiliki maksud dan tujuan yang
jelas, sehingga yayasan dapat diarahkan untuk tercapainya apa yang telah
dicita-citakannya. Maksud dan tujuan dari pendirian pondok pesantren al-
amanatul huda adalah:
a. Terwujudnya tempat untuk berkembangnya ilmu-ilmu Allah
b. Hidupnya Sunnah Rasulullah SAW melalui penyelenggaraan pendidikan
bagi Yatim dan Dhu’afa secara gratis.7
7 Proposal Pondok Pesantren Al Amanatul Huda, (Tangerang: Pondok Pesantren AlAmanatul Huda, 2014), h. 2
54
3. Identitas Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda
Yayasan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda adalah yayasan idependen
yang bergerak di bidang pendidikan, sosial, dakwah, serta pemberdayaan
sosial bagi anak-anak yatim dan kaum dhu’afa yang terletak di kawasan
Ciledug Tangerang.
Nama Pondok Pesantren: Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda
Alamat : Jl. H. Bacek Rt02/02 No3 Kelurahan Tajur
Kecamatan : Ciledug, Kota Tangerang
Provinsi : Banten
Yayasan Penyelengggara : Yayasan Amanatul Huda
Berdiri Tahun : 1992
Akte Notaris : Nasrizal, SH,MKn
Nomor : 07
Tanggal : 10 November 2010
4. Struktur Kepengurusan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda
a. Pimpinan Pondok : KH. Drs. Subur Supriadi
b. Sekretaris Pondok : Rahmatullah
c. Wakil Sekertaris : Mustopa Kamal
d. Bendahara Umum : Hj. Royomih
e. Wakil Bendahara : Mimi Jamilah L M, S.Pd.I
f. Penasehat : KH. Nasrullah
g. Ketua Bidang Pendidikan : Ust. Dr. Abdurrahim
dan Pengajaran
Anggota : 1. Ust. Inan Tihul.
2. Ust. Rahmatullah
55
3. Ust. Harun Ar-Rasyid
4. Ust. Mawardani
5. Ust. Juhedi
h. Ketua Bidang Pengembangan : Ust. Hadi Muslana, S.HI
Anggota : 1. Inan Tihul, M.PD.I
2. Ust. Mukhlish
3. Sujatama
4. Sutari
i. Ketua Bidang Humas : Usth Muthmainnah
Anggota : 1. Edi Saputra
2. Ir. H. Nazaruddin
3. Syarifuddin S.H., M.H
4. Taufik Abdul Aziz
j. Ketua Bidang Pembangunan8 : H. Teddy
Anggota : 1. Bpk Fajar
2. Bpk. Sugito
3. Bpk. Rizal
4. Abdul Aziz
k. Ketua Bidang Konsumsi : Ibu Sumiyati
l. Ketua Bidang Kebersihan : M. Yunus
dan Keamanan 1. Faisal Hafidz
2. Syarif Hidayatullah
8 Proposal Pondok Pesantren Al Amanatul Huda, (Tangerang: Pondok Pesantren AlAmanatul Huda, 2014), h. 2
56
5. Keuangan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda
Keuangan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda dibagi menjadi 2 bagian,
diantaranya:
a. Sumber Dana Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda, yaitu:
1. Pemerintah
Keuangan yang di dapat oleh Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda
salah satunya dari Kementrian Agama yaitu: Mapenda (Dana Bos) dan
Pd Pontren dalam bentuk dana sebesar 50 juta pertiga bulan.9 Dan
mendapat bantuan berupa dana dan keperluan alat tulis dan buku-buku
yang diperlukan oleh santri dari Pemkot Tangerang. Adapun dana dari
pemerintah masih terbilang kurang, untuk menutupi kekurangan
Pondok Pesantren Melakukan pencarian dana melalui saluran dana dari
masyarakat lain.10
2. Masyarakat Sekitar
Sebagian besar pembiayaan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda
bersumberdari biaya sumbangan dari masyarakat. Baik dari masyarakat
sekitar maupun dari donator lain yang memang datang dengan
sendirinya ke Pondok Pesantren.
9 Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda), Jakarta 17 April 2016
10 Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda), Jakarta 17 April 2016
57
b. Pemanfaatan Dana Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda
Perolehan dana tersebut digunakan untuk kebutuhan sehari-hari,
meliputi biaya makan santri yatim dhu’afa, pendidikan, kesehatan,
kesekretariatan, gaji guru, dan dana pembangunan.11
6. Sarana dan Pra-Sarana Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda
Dalam mengasuh, membina dan mendidik anak santri yatim dhuafa di
Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda ialah dengan menyediakan Asrama
guna memudahkan dalam menjalankan seluruh kegiatan yang telah
diprogramkan oleh Pondok Pesantren Al-amanatul Huda. Adapun sarana dan
pra sarana yang ada di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda, yaitu:12
1. Status tanah Wakaf Sertifikat Wakaf ; Nomor W.2/W.49/ Kk.28.05.1/
BA.03.2/ III/2011 di BPN Kota Tangerang, seluas 1000 M2.
2. Asrama putra 1 ruang sekat seadanya (7 m x 6 m).
3. Ruang Kelas Belajar 5 Ruang (7 m x 7 m).
4. Asrama putri di satu rumah sewa (sementara) dengan kapasitas 6 kamar.
5. Ruang Kamar ustadz (4 m x 2 m) Kapasitas 3 Orang.
6. Ruang kamar mandi / MCK putra (15 m x 4 m) 4 kamar mandi & WC.
7. Dapur umum.
11 Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda), Jakarta 17 April 2016
12 Proposal Pondok Pesantren Al Amanatul Huda, (Tangerang: Pondok Pesantren AlAmanatul Huda, 2014), h. 2
58
B. Keadaan Objektif Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda
1. Letak Geofrafi Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda
Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda berlokasi di Jl. H. Bacek No.29
Rt.002/02 Kelurahan Tajur, Kecamatan Ciledug Kota Tangerang. Secara
geografis lokasi Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda memang strategis.
Karena letak pondoknya tidak jauh dari jalan raya. Adapun luas pondok
pesantren ini adalah 1000 M2. 13
2. Jumlah Sarana Pendidikan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda
Dalam melakukan program pemberdayaan di Bidang Pendidikan maka
dibagi menjadi 2 bagian. Adapun pembagian sarana pendidikan di Pondok
Pesantren Al-Amanatul Huda diantaranya:
Tabel 2
Jumlah Sarana Pendidikan di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda
No Tingkat Pendidikan Jumlah
1. Madrasah Tsanawiyyah (MTS) 6 Ruang
2. Madrasah Aliyyah (MA) 6 Ruang
Jumlah 12
Sumber: Ust. Kamal (Pengasuh sekaligus Mahasiswa Sekolah Tinggi IlmuAl-qur’an Di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda).
Dari Tabel di atas dapat diketahui bahwa Sarana Pendidikan di Pondok
Pesantren Al-Amanatul Huda terdapat 6 ruang kelas untuk Madrasah
13 Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren Al-AmanatulHuda), Jakarta 17 April 2016
59
Tsanawiyyah (MTS), dan untuk Madrasah Aliyyah (MA) terdapat 6 ruang
kelas, Jumlah sarana pendidikan di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda
adalah 12 ruang.
Jumlah anak santri di pondok pesantren Al-Amanatul Huda berjumlah 191
dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 3
Jumlah Santri Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda
No Jenis Kelamin Jumlah
Santri/Santriwati
1. Santri Putra 110
2. Santri Putri 81
Jumlah 191
Sumber: Ust. Kamal (Pengasuh sekaligus Mahasiswa Sekolah Tinggi Islam DiPondok Pesantren Al-Amanatul Huda).
Jumlah Santri/Santriwati Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda berjumlah
191 anak, yang terdiri dari 110 santri putra dan 81 anak santri putrid.14 Jadi
dapat disimpulkan lebih banyak anak santri putra dibangdingkan dengan anak
santri putri. Kemudian keadaan anak santri pondok pesantren al-amanatul
huda menurut usia dengan rincian sebagai berikut:
14 Wawancara Pribadi dengan Ust. Kamal (Penngasuh Pondok Pesantren Al-AmanatulHuda) Sabtu, 23 April 2016
60
Tabel 4
Jumlah Santri/Santriwati Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda menurut
Kriteria Usia
No Usia Santri/SantriWati Jumlah Santri/Santriwati
1. 12-14 tahun 77
2. 15-19 tahun 81
3. 20-keatas 33
Jumlah 191
Sumber: Ust. Kamal (Pengasuh sekaligus Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an Di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda).
Jumlah Anak Santri/Santriwati Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda
Menurut Usia yaitu dengan usia 12 sampai dengan umur 13 tahun berjumlah
54 anak, usia 14 tahun berjumlah 23 anak, usia dari 15-19 tahun berjumlah 81
anak, dan usia 20 keatas berjumlah 33 anak santri.15 Kemudian keadaan
Santri/Santriwati dipondok pesantren al-amanatul huda menurut tingkat
pendidikan dengan rincian sebagai berikut:
3. Pelayanan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda
Pelayanan yang dilakukan Pondok Pesantren Al-amanatul Huda terhadap
yatim dhuafa diantaranya, yaitu:
1. Memenuhi kebutuhan mereka yaitu menjamin makan dan minum yang
dilakukan 3 kali sehari, yaitu: sarapan jam 6 pagi, makan siang jam 12
15 Wawancara Pribadi dengan Ust. Kamal (Penngasuh Pondok Pesantren Al-AmanatulHuda) Sabtu, 23 April 2016
61
setelah shalat dzuhur, kemudian makan malam yang dilakukan jam
setengah 7 setelah shalat maghrib.16
2. Membimbing santri yatim dhuafa
Pondok pesantren memberikan nasihat agar taat dengan peraturan
pondok pesantren. Dan disinilah para pengasuh sebagai pengganti orang
tua mereka yang telah tiada.17
3. Memberikan Pendidikan dan Keterampilan
Salah satu prioritas utama didirikannya pondok pesantren al-
amanatul huda adalah memberikan kesempatan pendidikan yang seluas-
luasnya kepada mereka yang kurang mampu sehingga mereka mampu
merasakan pendidikan layaknya anak-anak yang lain yang setara dengan
mereka.
Selain pendidikan formal pondok pesantren al-amanatul huda juga
memberikan pendidikan diluar sekolah yaitu dengan berbagai macam
keterampilan, diantaranya: Pelatihan menjahit, memasak, fashion show,
dan lain-lainnya.
Pelatihan ini dilakukan biasanya sebulan 2 kali atau dilakukan
sebulan sekali. Dan tentunya pihak Pondok Pesantren Al-amanatul Huda
berharap ketika kelak keluar dari pondok dapat menjadi anak-anak yang
mandiri, dan bermanfa’at untuk masyarakat sekitar.18
16 Wawancara Pribadi dengan Ust. Kamal (Penngasuh Pondok Pesantren Al-AmanatulHuda) Sabtu, 23 April 2016
17 Wawancara Pribadi dengan Ust. Kamal (Penngasuh Pondok Pesantren Al-AmanatulHuda) Sabtu, 23 April 2016
18 Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda), Jakarta 17 April 2016
62
C. Proses Pembelajaran
Dengan mengacu pada keteraturan dan ketertiban dalam program yang
dibentuk oleh Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda, maka perlu dibentuk
suatu informasi berupa aplikasi penjadwalan pembelajaran. Sehingga program
yang dijalankan oleh santri/santriwati bisa lebih efisien serta mengurangi
resiko kekacauan dalam proses pembelajaran atau suatu program.
Tabel 5
Jadwal Kegiatan Harian Santri
No. Waktu Kegiatan1. 03.00-03-30 Bangun, Persiapan Sesuatunya, Tahajud, Ibadah,
Dzikrullah, Khataman Qur’an, Sambil MenantiSubuh.19
2. 04.30-05.30 Subuh Berjamaah, Qiraatul Qur’an, Ta’lim ba’daSubuh/Vocabulary/Mufarad.
3. 05.30-07.00 Mandi, Kebersihan, Makan, Persiapan Sekolah.4. 07.00-09.30 Masuk Kelas, Belajar5. 09.30-10.00 Istirahat, Duha (Bersama) Public Speaking After
Duha6. 10.00-11.45 Belajar di Kelas7. 11.45-12.30 Persiapan, Shalat Dzuhur, Tadarusul Qur’an,
Makan Siang8. 12.30-14.00 Istirahat9. 14.00-15.15 Mnadi/Madrasah Diniyyah/Qiratul Qutub/Pelajaran
Pondok Pesantren10. 15.15-15.30 Sahalat Ashar Berjama’ah, dilanjutkan wirid rutin
membaca surat Al-waqi’ah11. 15.30-17.45 Kegiatan Keterampilan, kebersihan lingkungan,
Olahraga, Tahfidz, dll12. 17.45-18.00 Persiapan Shalat Maghrib, Mandi, dll13. 18.00-18.45 Maghrib Berjama’ah, Khataman Al-Qur’an,
Tadarus, Ta’lim14. 18.45-19.00 Makan Malam
15. 19.00-20.00 Isya Berjama’ah, Tadarus, Ta’lim
19 Wawancara Pribadi dengan Ust. Kamal (Penngasuh Pondok Pesantren Al-AmanatulHuda) Sabtu, 23 April 2016
63
Jadwal Kegiatan Harian Santri
16. 20.00-21.50 Belajar Persiapan Sekolah esok hari
17. 21.50-22.00 Mufradat/Vocabulary Before Sleeping
18. 22.00-03.00 Istirahat/Tidur
Dalam pelaksanaan program santri/santriwati dilatih untuk memanage
waktunya sebaik mungkin. Karena pendidikan yang di dalam Pondok
Pesantren Al-Amanatul Huda berlangsung selama 24 jam. Dari sebelum subuh
sampai dengan menjelang sebelum tidur. Semua adalah proses
penggemblengan santri/santriwati untuk mencetak generasi santri/santriwati
yang berakhlaqul karimah dan mengerti bahwa Time is Money.20 Hasil dari
program-program yang ada di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda ialah
dapat mengubah pola pikir, kecerdasan intelektual, dan kedisiplinan dalam
beribadah. Dengan adanya program pendidikan yang dilakukan oleh santri/
santriwati memberikan perubahan yang lebih baik secara intelektual,
berperilaku, dan ibadah.
Para Santri/santriwati diharapkan untuk dapat menghasilkan sarjana
Muslim yang memiliki keahlian dalam bidang Ilmu Qur`an dan Tafsir,
sehingga dapat mengisi kekurangan-kekurangan yang ada dalam masyarakat.
Memberikan kesempatan kepada masyarakat yang ingin mengembangkan
20 Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren Al-AmanatulHuda), Jakarta 17 April 2016
64
bakat dan keahlian dalam bidang Ilmu Qur`an dan Tafsir dan teori yang terkait
dengan Ilmu Qur`an dan Tafsir. Maka dari itu, dibuatkannya jadwal untuk
kelancaran proses dalam perkuliahan. Berikut ini adalah jadwal perkuliahan
menurut tingkat semester perkuliahan:
D. Program Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda
Bentuk pemberdayaan kepada anak-anak Yatim Dhu’afa yang dilakukan
oleh Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda yaitu dengan beberapa program
diantaranya:21
1. Program Pendidikan Formal
a. Pendidikan SMP/MTS (Madrasah Tsanawiyah)
b. Pendidikan SMA/MA (Madrasah Aliyyah)
2. Program Pendidikan Non Formal
a. Program Tahfidzul Qur’an
Program ini dilakukan dengan cara setor hafalan detiap 2 kali
sehari satu halaman al-qur’an pojok, dengan taqrir (pengulangan) 2
kali dalam satu hari. maka hasil penguasaan hafalan santri efektif satu
bulan 1 juz. Sehingga untuk mencapai 30 juz ditempuh selama 30
bulan atau 2 tahun 6 bulan. Di tambah waktu pemantapan dan taqrir 6
bulan sehingga menjadi 3 tahun.
21 Wawancara Pribadi dengan Ust. Kamal (Penngasuh Pondok Pesantren Al-AmanatulHuda) Sabtu, 23 April 2016
65
Pendidikan ini dilakukan dengan penekanan pada Tahfidzul
Qur’an. Sistematika menghafal dalam program ini yaitu, setiap hari
menghafal minimal 5 baris (qur’an pojok) dengan pengulangan
minimal 21x setiap barisnya. Hafalan dilakukan pada waktu pagi
ba’da subuh, takrir/ pengulangan dilakukan sebanyak 3x siang ba’da
zuhur, sore ba’da ashar dan malam ba’da magrib Target yang dicapai
selama 2 bulan 1 juz sehingga 5 tahun khatam 30 juz. Dengan catatan
tergantung kepada tingkat kemampuan dan kecerdasan santri bisa ada
yang lebih cepat dari itu, apabila santri Pondok Pesantren Al
Amanatul Huda bisa dicapai mengahafal 1 hari 1 halaman maka 3
tahun khatam 30 Juz. Bagi santri yang sudah menghafal sudah sampai
5 juz maka mendapatkan sertifikasi pencapaian Tahfidz dengan
peringkat: Amat Baik (A), Baik (B), Cukup Baik (C).
b. Program ‘Ulumul Qur’an
Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW dengan perantara malaikat Jibril sebagai mu’jizat.
Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang merupakan
dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal. Al-Qur’an diturunkan
dalam bahasa Arab. Oleh karena itu, ada anggapan bahwa setiap orang
yang mengerti bahasa Arab dapat mengerti isi Al-Qur’an. Lebih dari
itu, ada orang yang merasa telah dapat memahami dan menafsirkan
Al-Qur’an dengan bantuan terjemahnya, sekalipun tidak mengerti
bahasa Arab. Padahal orang Arab sendiri banyak yang tidak mengerti
66
kandungan Al-Qur’an. Maka dari itu, untuk dapat mengetahui isi
kandungan Al-Qur’an diperlukanlah ilmu yang mempelajari
bagaimana tata cara menafsiri Al-Qur’an yaitu Ulumul Qur’an dan
juga terdapat faedah-faedahnya. Dengan adanya pembahasan ini,
santri sebagai generasi islam supaya lebih mengenal Al-Qur’an,
karena tak kenal maka tak sayang.
Pembelajaran ulumul qur’an adalah salah satu pendidikan agama
islam. Dipondok pesantren al-amanatul huda ini santri yatim dhu’afa
wajib mempelajara bidang ini, diantaranya:
1. Bidang tajwid adalah ilmu yang digunakan untuk mengetahui cara
mengucapkan kalimat-kalimat Al-Qur’an agar supaya lisan tidak
salah dalam membacanya. Hukum mempelajari ilmu tajwid adalah
fardlu kifayah dan mengamalkannya adalah fardlu ‘ain.
Pembelajaran ini dimana santri melakukannya ba’da sholat.
Maksud tajwid disini yaitu tamrinat makharijul khuruf guna
mencapai tingkat fashohah sekaligus tahsin praktek tajwid.
2. Bidang Naghom adalah aghom adalah kata yang berasal dari
bahasa Arab yang artinya lagu/irama. Populernya istilah Naghom
berasal dari paraQori’/ para Syech/ dari Mesir yang pernah
mengajarkan ilmunya di Indonesia pada tahun 1973. Kata naghom
yang akhirnya kemudian dirangkai dengan Al-Qur’an menjadi
Naghom Al-Qur’an yang artinya melagukan Al-Qur’an, bisa juga
disebut dengan Tahsin AsShout dalam membaca Al-Qur’an
67
(membaguskan suara dalam membaca Al-Qur’an). Naghomadalah
khusus untuk tilawah Al-Qur’an, kemudian di Indonesia terkenal
dengan sebutan Seni Baca Al-Qur’an. Dalam satu minggu santri
yatim dhu’afa ada 3 kali bimbingan naghom dengan target mahir
minimal 5 maqro dan latihan penerapan sesuai bakat.22
3. Bidang qiro’at adalah perbedaan lafal-lafal al-Qur'an, baik
menyangkut huruf-hurufnya maupun cara pengucapan huruf-huruf
tersebut, sepeti takhfif, tasydid dan lain-lain. ecara etimologi, lafal
qira’at ( ) merupakan bentuk masdar dari ( ) yang artinya
bacaan. Sedangkan menurut terminologi, terdapat berbagai
pendapat para ulama yang sehubungan dengan pengertian qira’at
ini.
Menurut Al-Dimyathi sebagaimana dikutip oleh Dr. Abdul Hadi
al-Fadli bahwasanya qira’at adalah: “Suatu ilmu untuk mengetahui
cara pengucapan lafal-lafal al-Qur’an, baik yang disepakati maupun
yang diikhtilapkan oleh para ahli qira’at, seperti hazf (membuang
huruf), isbat (menetapkan huruf), washl (menyambung huruf), ibdal
(menggantiukan huruf atau lafal tertentu) dan lain-lain yang didapat
melalui indra pendengaran. Pada bidang ini dimana santri minimal
1 minggu 1 kali pembelajaran ilmu qiro’at dan peraktik diiringi
dengan evaluasi ujian.
22 Wawancara Pribadi dengan Ust. Kamal (Penngasuh Pondok Pesantren Al-AmanatulHuda) Sabtu, 23 April 2016
68
4. Bidang khot adalah rangkaian huruf-huruf hijaiyah yang memuat ayat-
ayat Alquran atau Alhadits ataupun kalimat hikmah di mana rangkaian
huruf-huruf itu dibuat dengan proporsi yang sesuai, baik jarak maupun
ketepatan sapuan huruf. Dalam perkembangannya muncul banyak
jenis khat kaligrafi, tidak semua khath tersebut bertahan hingga saat
ini.
Terdapat 8 (delapan) jenis khat kaligrafi yang populer yang dikenal
oleh para pecinta seni kaligrafi di Indonesia, yaitu:
- Gaya Naskhi. Kaligrafi gaya Naskhi paling sering dipakai orang-
orang islam, baik untuk menulis naskah keagamaan maupun
tulisan sehari-hari. Gaya Naskhi termasuk gaya penulisan kaligrafi
tertua. Sejak kaidah penulisannya dirumuskan secara sistematis
oleh Ibnu Muqlah pada abad ke-10, gaya kaligrafi ini sangat
populer digunakan untuk menulis mushaf Alquran sampai
sekarang. Karakter hurufnya sederhana, nyaris tanpa hiasan
tambahan, sehingga mudah ditulis dan dibaca.
- Gaya Tsuluts. Kaligrafi ini merupakan seorang menteri bahasa
arabnya (wazir) di masa Kekhalifahan Abbasiyah. Tulisan
kaligrafi gaya Tsuluts sangat ornamental, dengan banyak hiasan
tambahan dan mudah dibentuk dalam komposisi tertentu untuk
memenuhi ruang tulisan yang tersedia. Karya kaligrafi yang
menggunakan gaya Tsuluts bisa ditulis dalam bentuk kurva,
dengan kepala meruncing dan terkadang ditulis dengan gaya
69
sambung dan interseksi yang kuat. Karena keindahan dan
keluwesannya ini, gaya Tsuluts banyak digunakan sebagai
ornamen arsitektur masjid, sampul buku, dan dekorasi interior, dan
lain sebagainya.
- Kaligrafi gaya Farisi. Seperti tampak dari namanya, kaligrafi gaya
Farisi dikembangkan oleh orang Persia dan menjadi huruf resmi
bangsa ini sejak masa Dinasti Safawi sampai sekarang. Kaligrafi
Farisi sangat mengutamakan unsur garis, ditulis tanpa harakat, dan
kepiawaian penulisnya ditentukan oleh kelincahannya
mempermainkan tebal-tipis huruf dalam 'takaran' yang tepat. Gaya
ini banyak digunakan sebagai dekorasi eksterior masjid di Iran,
yang biasanya dipadu dengan warna-warni Arabes.
- Gaya Riq’ah. Kaligrafi ini merupakan hasil pengembangan
kaligrafi gaya Naskhi dan Tsuluts. Sebagaimana hal-nya dengan
tulisan gaya Naskhi yang dipakai dalam tulisan sehari-hari. Riq’ah
dikembangkan oleh kaligrafer Daulah Utsmaniyah, lazim pula
digunakan untuk tulisan tangan biasa atau untuk kepentingan
praktis lainnya. Karakter hurufnya sangat sederhana, tanpa
harakat, sehingga memungkinkan untuk ditulis cepat.
- Ijazah (Raihani). Tulisan kaligrafi gaya Ijazah (Raihani)
merupakan perpaduan antara gaya Tsuluts dan Naskhi, yang
dikembangkan oleh para pakar kaligrafer Daulah Usmani. Gaya
ini lazim digunakan untuk penulisan ijazah dari seorang guru
70
kaligrafi kepada muridnya. Karakter hurufnya seperti Tsuluts,
tetapi lebih sederhana, sedikit hiasan tambahan, dan tidak lazim
ditulis secara bertumpuk (murakkab).
- Gaya kaligrafi Diwani. Kaligrafi ini dikembangkan oleh kaligrafer
Ibrahim Munif. Kemudian, disempurnakan oleh Syaikh
Hamdullah dan kaligrafer Daulah Usmani di Turki akhir abad ke-
15 dan awal abad ke-16.Gaya ini digunakan untuk menulis kepala
surat resmi kerajaan.
Karakter gaya ini bulat dan tidak berharakat. Keindahan
tulisannya bergantung pada permainan garisnya yang kadang-
kadang pada huruf tertentu neninggi atau menurun, jauh melebihi
patokan garis horizontalnya. Model kaligrafi Diwani banyak
digunakan untuk ornamen arsitektur dan sampul buku.
- Gaya Diwani Jali. Kaligrafi ini merupakan pengembangan gaya
Diwani. Gaya penulisan kaligrafi ini diperkenalkan oleh Hafiz
Usman, seorang kaligrafer terkemuka Daulah Usmani di Turki.
Anatomi huruf Diwani Jali pada dasarnya mirip Diwani, namun
jauh lebih ornamental, padat, dan terkadang bertumpuk-tumpuk.
Berbeda dengan Diwani yang tidak berharakat, Diwani Jali
sebaliknya sangat melimpah.
Harakat yang melimpah ini lebih ditujukan untuk keperluan
dekoratif dan tidak seluruhnya berfungsi sebagai tanda baca.
Karenanya, gaya ini sulit dibaca secara selintas. Biasanya, model
71
ini digunakan untuk aplikasi yang tidak fungsional, seperti
dekorasi interior masjid atau benda hias.
- Gaya Kufi - Kaligrafi gaya kufi, penulisannya banyak digunakan
untuk penyalinan Alquran periode awal. Karena itu, gaya Kufi ini
adalah model penulisan paling tua di antara semua gaya kaligrafi.
Gaya ini pertama kali berkembang di Kota Kufah, Irak, yang
merupakan salah satu kota terpenting dalam sejarah peradaban
Islam sejak abad ke-7 M. Pada bidang ini dimana santri satu
minggu 1 kali pertemuan dengan setiap hari latihan menulis
dengan ujian.
c. Program Bahasa Inggris dan Bahasa arab
Program ini dilakukan menjelang tidur dan pagi hari. dengan
menghafal 2 mufrodat atau 2 vocabulary, kemudian praktek
komunikasi di bagi setiap satu minggu masing-masing bahasa secara
bergilir baik muhadasah maupun conversation.
d. Program Kitab Kuning
Pembelajaran kitab kuning adalah sistem santri wajib menghafal
ilmu alat nahwu dan sharaf serta praktik membaca huruf gundul
sampai faham dengan sorogan.23 Istilah untuk kitab literatur dan
referensi Islam dalam bahasa Arab klasik meliputi berbagai bidang
studi Islam seperti Quran, Tafsir, Ilmu Tafsir, Hadits, Ilmu Hadits,
Fiqih, Ushul Fiqih, Kaidah Fiqih, Tauhid, Ilmu Kalam, Nahwu dan
23 Wawancara Pribadi dengan Ust. Kamal (Penngasuh Pondok Pesantren Al-AmanatulHuda) Sabtu, 23 April 2016
72
Sharaf atau ilmu lughah termasuk Ma’ani Bayan Badi’ dan Ilmu
Mantik, Tarikh atau sejarah Islam, Tasawuf, Tarekat, dan Akhlak, dan
ilmu-ilmu apapun yang ditulis dalam Bahasa Arab oleh para ulama
dan intelektual muslim klasik.
Jadi santri al amanatul huda diberikan pembelajaran kitab kuning
untuk dapat meneruskan para asatdz dan asatidzah dalam
mengamalkan kitab yang tak mudah dibaca oleh semua orang.
e. Program Ceramah Agama
Santri diberikan teori-teori dasar serta contoh pidato yang retoritis
dan dilatih sesuai jadwal. Kegiatan ini dilakukan setiap hari kamis
malam jum’at. Pada program ini santri diberikan kesempatan untuk
menampilkan kemampuan bahasa Arab dan bahasa Inggris yang sudah
diajarkan oleh pengurus bahasa setiap ba’da subuh dan sebelum tidur.
Santri yang dibiasakan untuk berbahasa dapat mengaplikasikannya
pada kegiatan muhadoroh. Karena dipesantren santri diwajibkan untuk
berbahasa setiap harinya. Setiap minggunya santri diberi jadwal untuk
bergantian berpidato di depan kelas. Kemudian setelah itu diberi nilai
oleh ustad/zah.
f. Program Ilmu Komputer/IT
Pada program ini santri di wajibkan untuk menguasai sistem
pengoperasian computer seluruh program dengan praktik-praktik
penguasaan sesuai standar yang diujikan.
73
g. Program ektrakulikuler
Melalui kegiatan ekstrakurikuler yang beragam santri dapat
mengembangkan bakat, minat dan kemampuannya. Kegiatan-kegiatan
santri di pesantren khususnya kegiatan ekstrakurikuler merupakan
kegiatan yang terkoordinasi terarah dan terpadu dengan kegiatan lain
di pesantren, guna menunjang pencapaian tujuan kurikulum.
Dengan Demikian, kegiatan ekstrakurikuler di pesantren ikut andil
dalam menciptakan tingkat kecerdasan yang tinggi. Kegiatan ini bukan
termasuk materi pelajaran yang terpisah dari materi pelajaran lainnya,
bahwa dapat dilaksanakan di sela-sela penyampaian materi pelajaran,
mengingat kegiatan tersebut merupakan Bagian penting dari kurikulum
pesantren.
Adapun program ektrakulikuler yang ada di Pondok Pesantren Al-
Amanatul Huda, yaitu:
1. Tari Saman
2. Tapak Suci
3. Pidato
4. Tilawatil Qur’an
5. Syarhil Qur’an
6. Tahfidzul Qur’an
7. Fashion Girl
8. Marawis
9. Hadroh
75
BAB IV
ANALISIS DAN TEMUAN LAPANGAN
Berdasarkan Penelitian ini maka penulis mengatakan, bahwa lembaga
pendidikan Pondok Pesantren Al Amanatul Huda bertujuan dalam
mengembangkan potensi dan kemampuan anak-anak yatim dan dhu’afa. Hal ini
dilakukan dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan di pendidikan formal
yakni pendidikan dari jenjang Madrasah Tsanawiyyah dan Madrasah Aliyyah.
Dan pendidikan informal dengan penekanan di bidang Ulumul Qur’an yakni
Tahfidz Al-Qur’an, Tilawatil Qur’an, dan pengembangan Bahasa Arab dan
Inggris. Sebagaimana yang dikatakan oleh Durkheim bahwa pendidikan
mengajarkan orang keterampilan khusus yang diperlukan untuk pekerjaan masa
depan mereka.1
A. Proses Pemberdayaan Yatim dan Dhu’afa di Pondok Pesantren Al-
Amanatul Huda
Proses pemberdayaan anak yatim dan dhu’afa yang telah dilakukan oleh
Pondok Pesantren Al Amanatul Huda dibagi menjadi 4 (empat) tahapan,
yaitu:
1. Melalui Tahap Persiapan (Engagement)
Tahap persiapan ini memilki substansi penekanan pada dua hal
elemen penting yakni penyiapan petugas dan penyiapan lapangan.
Tahapan ini adalah awal sebuah program pemberdayaan berlangsung. Pada
tahap ini KH. Subur Supriadi bersama rekan-rekan calon pengurus Pondok
1 Rachmat Hidayat, “Sosiologi Pendidikan Emile Durkheim”,(Jakata: PT RajaGrafindoPersada, 2014), h. 83
76
Pesantren Al-Amanatul Huda melakukan musyawarah bersama untuk
membicarakan bagaimana konsep untuk membangun bangunan asrama
dan juga bangunan kelas yang nanti akan dipakai dalam proses
pemberdayaan.
2. Melalui Tahap Perencanaan (Designing)p
Dalam tahap ini program perencanaan dibahas secara maksimal
dengan melibatkan pihak masyarakat dan juga calon pengurus Pondok
Pesantren guna memikirkan solusi atau pemecahan atas hambatan yang
akan terjadi. Dalam tahap ini dipikirkan secara mendalam untuk membuat
rencana jangka pendek dan jangka panjang, dengan tujuan agar proses
berjalannya program yang akan dilaksanakan berjalan dengan baik. Proses
tahap ini dimusyawarahkan oleh bagian seluruh bagian pengurus, yakni:
Ust Kamal, Ust Juhedi, Usth Fitra, dan pengurus lainnya. Tahap
Perencanaannya di bagi tiga bagian, yaitu:
Pertama, merumuskan tujuan dan langkah-langkah kegiatan
program. Agar perencanaan pemberdayaan santri di Pondok Pesantren Al-
Amanatul Huda dapat berjalan dengan baik ada beberapa langkah
perencanaan yang dilakukan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Buya,
yakni:
“dalam perencanaan pemberdayaan santri ada beberapa langkah yangdilakukan, yakni merumuskan visi, misi, mengakomodasi tenagapengajar, menetapkan kurikulum, melengkapi sarana dan prasaranayang memadai dan lain sebagainya. langkah ini harus di terapkan demimenghasilkan sebuah lembaga pendidikan yang ideal dalampemberdayaan santri”.2
2 Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren AlAmanatul Huda), Tangerang, 04 Mei 2016
77
Kedua, mengidentifikasi kebutuhan. Tahapan ini dilakukan agar
dapat diketahui apa yang menjadi kebutuhan dalam proses pelaksanaan
program pendidikan. Kebutuhan yang paling mendasar adalah sumber
dana dari pemerintah dan masyarakat sekitar yang dapat membantu agar
berjalannya program pemberdayaan. Karena dana itu akan dipergunakan
untuk pembangunan sekolah, asrama, dan biaya kehidupan anak-anak
yatim dan dhuafa.
Ketiga, mengkaji kebijakan yang relevan (pusat dan daerah).
Dalam kegiatan untuk mengkaji kebijakan yang relevan antara pusat dan
daerah dalam perencanaan integrasi kurikulum pesantren dengan pendidikan
formal dari tingkat Madrasah Tsanawiyyah (MTS) sampai Madrasah Aliyyah
(MA) di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda dibuktikan dengan
merealisasikan kebijakan pemerintah yang penangananya dilakukan oleh
kementerian agama dan Kementrian pendidikan.
3. Melalui Tahap Pelaksanaan Program (Implementasi)
Tahap ini merupakan bentuk pelaksanaan serta penerapan program
yang telah dirumuskan sebelumnya. Adapun ruang lingkup pada tahap
pelaksanaan ini adalah sebagai berikut:
a. Pengumpulan Sumber Dana
Awal proses pemberdayaan ini adalah pengumpulan dana dari para
donatur kepada Pondok Pesantren Al Amanatul Huda yang akan
dipergunakan untuk biaya pembangunan sekolah, pendidikan sekolah,
biaya tenaga pengajar, dan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari santri
78
yatim dan dhuafa. Pengumpulan dana ini didapatkan dari beberapa para
donator, yaitu:
1. Kementrian Agama
- Dana Mapenda (Madrasah dan Pendidikan Agama Islam pada
Sekolah Umum). Besar biaya satuan BOS yang diterima oleh
Pondok Pesantren Al Amantul Huda sebesar Rp. 50.000.000,/3
bulan. dihitung berdasarkan tingkat pendidikannya dengan rincian
sebagai berikut3: Madrasah Tsanawiyyah: Rp. 23.000.000,-/3
bulan dan Madrasah Aliyyah: Rp. 27.000.000,-/3 bulan.
- Dana Pd Pontren (Pendidikan Pondok Pesantren). Besar biaya
yang diberikan oleh Pd Pontren kepada Pondok Pesantren Al
Amanatul Huda sebesar Rp. 47.000.000,/tahun
2. Pemerintah Kota Tangerang (PemKot)
Dana yang diberikan oleh pemerintah Kota Tangerang (PemKot)
kepada tenaga pengajar di Pondok Pesantren Al Amanatul Huda
adalah sebesar Rp. 1.800.000.,/guru setiap bulan.
3. Masyarakat Sekitar
Sebagian besar pembiayaan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda
bersumberdari biaya sumbangan dari masyarakat. Baik dari
masyarakat sekitar maupun dari donator lain yang memang datang
dengan langsung ke Pondok Pesantren.
3 Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren AlAmanatul Huda), Tangerang, 04 Mei 2016
79
Dalam hal ini pengumpulan dana adalah sebuah awal dalam
menggerakkan segala proses pemberdayaan terhadap yatim dan dhuafa
di Pondok Pesanren Al Amanatul Huda.
b. Program Pendidikan Formal dan Non Formal
Proses Pemberdayaan anak-anak yatim dan dhuafa di Pondok
Pesantren Al Amanatul Huda yaitu dengan adanya program pendidikan.
Karena pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia,
membentuk manusia muda untuk berkembang menjadi manusia yang utuh
bermoral, bersosial,berwatak, berkepribadian, berpengatahuan dan
berohani.4 Sebagaimana yang dituturkan oleh Pimpinan Pondok Pesantren
Al-Amanatul Huda yaitu, KH. Subur Supriadi:5
“Dengan dibangunnya Lembaga Pendidikan pada anak-anak yatim dandhuafa maka anak-anak itu dapat berkembang dengan pendidikan yangdiberikan oleh Pondok Pesantren Al Amanatul Huda. Mereka juga tidaksia-sia mendapatkan pendidikan gratis disini karena sudah ada prestasiyang mereka berikan di Pondok Pesantren ini salah satunya menang MTQdi kota tangerang dan masih banyak lagi.”
Di dalam Bukunya Edi Suharto beliau mengatakan bahwa
pemberdayaan itu memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka
memiliki kebebasan, dalam arti bukan saja bebas mengemukakan
pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan dan dari
kesakitan.6 Pelaksanaan program pendidikan di Pondok Pesantren Al
Amanatul Huda adalah suatu proses dalam memberdayakan santri yatim
4 Benni Setiawan, Manifesto Pendidikan Indonesia, (Jakarta: Ar Ruz. 2006),h. 37.5 Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren Al
Amanatul Huda), Tangerang, 04 Mei 20166 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: Reflika
Aditama, 2005), h. 58.
80
dan dhuafa untuk membebaskan mereka dari kebodohan dalam ilmu
pengetahuan. Dan program pendidikan itu dibagi menjadi dua jalur, yaitu:
1. Pendidikan Formal
Pendidikan Formal dari tingkat Madrasah Tsanawiyyah sampai
Madrasah Aliyyah. Dengan menggunakan sistem kurikulum
Departemen Agama. Mengenai biaya sekolah, buku pelajaran,
keperluan sekolah, Pondok Pesantren Al Amanatul Huda yang
menanggungnya. Pembiayaan gratis ini berlaku sampai jenjang
Perguruan Tinggi.
2. Program Non Formal
- Pendidikan Ulumul Qur’an
Pendidikan ini dilakukan dengan penekanan pada Tahfidzul
Qur’an. Sistematika menghafal dalam program ini yaitu, setiap
hari menghafal minimal 5 baris (qur’an pojok) dengan
pengulangan minimal 21x setiap barisnya. Hafalan dilakukan pada
waktu pagi ba’da subuh, takrir/ pengulangan dilakukan sebanyak
3x siang ba’da zuhur, sore ba’da ashar dan malam ba’da magrib
Target yang dicapai selama 2 bulan 1 juz sehingga 5 tahun khatam
30 juz. Dengan catatan tergantung kepada tingkat kemampuan dan
kecerdasan santri bisa ada yang lebih cepat dari itu, apabila santri
Pondok Pesantren Al Amanatul Huda bisa dicapai mengahafal 1
hari 1 halaman maka 3 tahun khatam 30 Juz. Bagi santri yang
sudah menghafal sudah sampai 5 juz maka mendapatkan
81
sertifikasi pencapaian Tahfidz dengan peringkat: Amat Baik (A),
Baik (B), Cukup Baik (C).7
Hasil yang telah dicapai oleh santri/santriwati adalah
pernah menjuarai MTQ di Kota Tangerang di antaranya Juara 1
cabang Tahfidz 5 Juz+Tilawah Putri, Juara 2 Tahfidz Hadist Putra.
- Pendidikan Bahasa di Pondok Pesantren Modern
Kegiatan ini dilakukan setiap hari ketika sebelum tidur dan
pagi hari.. Bagian bahasa biasanya menyiapkan mufradat/ kosa
kata untuk diajarkan oleh anak santrinya. Implikasi dari pada
program pendidikan ini sebagai bekal dalam memahami huruf-
huruf gundul yang ada pada kitab kuning seperti fatul qarib,
kifayatul atsqiya, ta’lim muta’lim, dan ketika muhadoroh yakni,
belajar berbicara di depan umum dengan menggunakan bahasa
Arab atau Bahasa Inggris. Jadwal muhadharah ialah setiap hari
kamis selesai ba’da isya. Seperti yang telah dikatakan oleh ilham
santri Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda, adalah:
“Dengan adanya pembelajaran bahasa ini, saya jadi lebihtau dalam mempraktikan pidato saya menggunakan kedua bahasaitu. Bahkan dengan kemampuan pidato saya pernah di undang keacara maulidan di masjid bawah yang letaknya tidak jauh denganpondok pesantren”8
- Kegiatan Ekstrakulikuler
Di bidang ekstrakulikuler ini santri mendapatkan
pendidikan non formal di antaranya: pelatihan hadroh, marawis,
8 Wawancara pribadi dengan Ustad Irham (Santri di Pondok Pesantren Al AmantulHuda), Tangerang 04 Mei 2016
82
tari saman, tilawah al-qur;an syarhil quran, dan kaligrafi. Pada
pelatihan kaligrafi anak-anak sudah pernah menjuarai MTQ di
Kota Tangerang dengan kritria Juara 1 Khat Naskh cabang Putri,
dan Juara 2 Khat Naskh pada cabang putra. Hal ini sebagaimana
telah dikatakan oleh ustad Irham beliau pengajar kaligrafi di
Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda, beliau adalah alumni dari
Lemka (Lembaga Kaligrafi), yaitu:
“Kemampuan santri santri dalam mengembangkanbakatnya di seni melukis seperti mengindahkan kalimat kalimatAllah, telah dibuktikan pada lomba MTQ kemarin di KotaTangerang dengan pringkat juara 1 pada putrid dan juara 2 diputra. Ini menunjukkan bahwa bekal seperti ini akan memilikinilai jual pada skil anak santri disini”9
4. Melalui Tahap Evaluasi
Tahapan ini merumuskan berbagai indicator keberhasilan suatu
program yang telah diimplementasikan serta dilakukan pula bentuk-bentuk
stabilisasi terhadap perubahan atau kebiasaan baru yang diharapkan
terjadi. Tahap evaluasi adalah cara penilaian yang dilakukan oleh
ustad/ustadzah disana untuk mengetahui kemampuan santri dalam aspek
pengetahuan (kognisi) aspek sikap (afeksi) dan aspek ketrampilan (skill)
terhadap materi pembelajaran yang telah diberikannya.
Penilaian dilakukan disamping berguna untuk mengetahui tingkat
perkembangan kemampuan penguasaan santri juga berfungsi sebagai umpan
balik (feed back) bagi seorang kyai atau ustadz untuk meninjau kembali cara-
cara yang dilakukannya berkenaan dengan penggunaan suatu metode
pembelajaran tertentu. Karena keberhasilan pembelajaran kepada para santri
9 Wawancara pribadi dengan Ustad Irham (Pengajar Kalighrafi di Pondok Pesantren AlAmanatul Huda), Tangerang 04 Mei 2016
83
amat ditentukan oleh kemampuan belajar santri dan kemampuan membimbing
ustadz. Akan tetapi di pesantren, sistem evaluasi kurang mendapat perhatian.
Di pesantren-pesantren salaf, evaluasi atau tes sering kali diabaikan. Santri
memperoleh pengetahuan dari guru hingga menamatkan hafalan yang
diajarkan kemudian beralih ke hafalan lain yang lebih tinggi tanpa
mengevaluasi hasil pembelajaran dari hafalan al-qur’an sebelumnya. Hal ini
dapat dimaklumi mengingat di awal pembelajaran, tujuan pengajaran tidak
dijelaskan, sehingga sangat sulit untuk mengevaluasi hasil yang telah dicapai.
B. Nilai-Nilai Pemberdayaan Yang Dibangun oleh Pondok Pesantren Al-
Amanatul Huda
1. Nilai Etika/Moral (Tasawuf inti etika dalam Pesantren)
Tasawuf (mistisisme) adalah inti pendidikan moral yang ada di
Pondok Pesantren. Tauhid mengatur dasar-dasar keimanan. Karena iman
saja tidak hanya cukup dengan ucapan sehingga memerlukan amal untuk
mempertahannkannya, maka dalam kitab fikih kaum beriman dengan
petunjuk-petunjuk tentang bagaimana hidup secara benar, dan tasawuf
berperan dalam menanamkan nilai-nilai moral dan etika. lnti tasawuf
adalah mempelajari moral dan etika. Penggabungan sufisme dan etika
mungkin bisa dilacak sebagai akibat pengaruh yang kuat dari pemikir
Islam, imam Al-Ghazali. Al-Ghazali terkenal dengan mistisismenya yang
tenang dan sederhana yang mampu menyeimbangkan teologi dan tasawuf
serta terkenal dengan karya tentang etikanya. Banyak pesantren
mengaitkan mistisisme dan etikanya dengan karya-karya Al-Ghazali.
84
Sikap hormat, ta’dzim dan kepatuhan kepada Buya adalah salah
satu nilai pertama yang ditanamkan pada santri Pondok Pesantren Al-
Amanatul Huda. Nilai-nilai etika/moral lain yang ditekankan di Pondok
Pesantren Al-Amanatul Huda meliputi persaudaraan sesama Islam,
keikhlasan, kesederhanaan, kejujuran dan kemandirian. Di samping itu,
pesantren juga menanamkan kepada santrinya kesalehan dan komitmen
atas lima rukun Islam: syahadat (keimanan), salat (ibadah lima kali sehari),
zakat (pemberian), puasa (selama bulan Ramadan), dan haji (ziarah ke
Mekkah bagi yang mampu).
Ustad dan ustadzah di pesantren menekankan kepada santrinya
pendidikan agama dan moralitas. Pendidikan etika/moral dalam pengertian
sikap yang baik perlu pengalaman sehingga pesantren berusaha untuk
menciptakan lingkungan tempat moral keagamaan dapat dipelajari dan
dapat pula dipraktikkan. Biasanya, para santri mempelajari moralitas saat
mengaji dan kemudian diberi kesempatan untuk mempraktikkannya di
sela-sela aktivitasnya di pesantren. Seperti adab dalam bertemu dengan
saudaranya sendiri yakni bertem dengan ustad maupun ustadzah di jalan
dengan mengucapkan salam. Hendaknya bersalaman sebagai bentuk rasa
hormat dan kecintaan kepada guru-guru pondok pesantren.
2. Nilai Persaudaraan
Sebagai contoh, menurut Buya sholat lima kali sehari adalah
kewajiban dalam Islam, tetapi kadang belum menekankan pada pentingnya
berjemaah. Bagaimanapun, berjemaah dianggap sebagai cara yang lebih
85
baik dalam sholat dan pada umumnya diwajibkan oleh para pengasuh
pesantren. Sebuah pesantren yang tidak mewajibkan sholat jemaah
dianggap bukan lagi pesantren yang sebenarnya. Sebagaimana telah
dituturkan oleh Buya.
“Dengan praktik jama’ah mengajarkan persaudaraan dan kebersamaan,yaitu nilai-nilai yang harus ditumbuhkan dalam masyarakat Islam. Jikajemaah sekali dalam dalam sholat Jumat akan membentuk masyarakatyang solid, maka berjemaah tiap hari akan memperkuat tali persaudaraan.Di samping itu sholat jamaah juga mendidik model kepemimpinan. Jikamereka yang belakang sebagai makmum, melihat pemimpinnya (imam)memuat kesalahan, mereka akan mengingatkannyasambil berkata "Subhanallah" (segala puji bagi Allah), bukan protes,melainkan sebuah peringatan. Di sisi lain jika imam kentut sehingga batalwudlunya, ia berhenti dan memberikan kesempatan kepada orang lainuntuk mengambil alih menjadi imam salat. Kalo sudah begitu sholat tidakhatal, tetap berlangsung dan kekompakan jamaah tetapi terlindungi.”10
3. Keikhlasan dan Kesederhanaan
Nilai seperti ikhlas dan kesederhanaan diajarkan spontan dan hidup
dalam kebersamaan, hal ini pun diterapkan oleh Pondok Pesantren Al-
Amanatul Huda. Di pesantren, santri tidur di atas lantai dalam satu
ruangan yang mampu menampung 50 santri. Sebuah kamar santri putri
telah memberi sebuah pelajaran kesederhanaan dan keikhlasan kamar yang
dirasa cocok untuk I-2 orang, ternyata dihuni 5-8 orang. Dan semakin
bertambahnya santri, semakin banyak ruangan yang dihuni orang. Menu
yang dimakan pun hanya sekedar nasi dan sayur-sayuran. Lebih jauh,
meskipun ada pengakuan hak milik prihadi, dalam praktiknya, hak milik
itu umum. Seperti yang dikatakan mega santriwati kelas 2 madrasah
tsanawiyyah.
10 Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren AlAmanatul Huda), Tangerang, 04 Mei 2016
86
“iya kak, disini tali persaudaraannya kuat. Karena apa-apa salingmenolong. Aku gak punya ini dikasih, dan sebaliknya. Semua salingmemberi dan menolong. Kebersamaan itu sangat aku rasakan meski baru 2tahun disini.”11
Barang-barang yang sepele, seperti sandal dipakai secara bebas.
Untuk barang yang lain, jika tidak dipakai akan dipinjamkan bila diminta.
Santri yang menolak meminjamkan barang-barang tersebut akan
mendapatkan sanksi ‘sosial’ dari kawan-kawannya. Sebab, santri yang
tidak ikut kebiasaan seperti ini akan mendapatkan ejekan ataupun
peringatan keras akan pentingnya persaudaraan lslam (ukhuwah islamiyah)
dan keikhlasan. Dalam banyak hal, gaya hidup pesantren tidak banyak
berubah. Mereka lebih mengedepankan aspek kesederhanaan, mekipun
kehidupan di luar memberikan perubahan gaya hidup dan standar yang
berbeda.
4. Nilai Kemandirian
Nilai kemandirian diajarkan dengan cara santri mengurusi sendiri
kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Ide esensial dari kemandirian sering
diplesetkan, akar kata dari kemandirian adalah kepanjangan dari "mandi
sendiri".
“aku disini belajar mandiri sejak dimasukkan kepondok sama saudara aku,semenjak ditinggal ayah ibu saudara aku yang memgurusi aku, pas dibawake pondok aku terlatih mandiri karena melihat teman-teman nyuci sendiri,nyetrika sendiri.”12
Prinsip yang termuat dalam kemandirian adalah bahwa menjaga
dan mengurus diri sendiri tanpa harus dilayani dan tidak menggantungkan
11 Wawancara pribadi dengan Mega (Santriwati kelas 2 Madrasah Tsanawiyyah),Tangerang 04 Mei 2016
12 Wawancara pribadi dengan Mega (Santriwati kelas 2 Madrasah Tsanawiyyah),Tangerang 04 Mei 2016
87
pada yang lain adalah merupakan nilai yang penting. Di Pondok Pesantren
Al-Amanatul Huda, mandiri termanifestasikan dalam memasak, para santri
memasak untuk mereka sendiri atau setidaknya dalam kelompok kecil.
Dalam hal kemandirian anak-anak santri disini diberikan
kepercayaan oleh Buya untuk dapat masak sendiri. Bahkan sekarang
organisasi santrinya diadakan bagian dapurnya untuk masak kebutuhan
makan 3 kali sehari. Untuk masak santri bagian dapur diberikan Rp.
300.000,- untuk dibelikan belanjaan keperluan masak yang akan dibagikan
kepada santri putra dan santri putri. Untuk beras dan air mineral bersih
sudah disediakan buya untuk kebutuhan sebulan. Seperti yang dikatakan
salah satu santri Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda, Mega santri kelas 2
Madrasah Tsanawiyyah.
“untuk masak kita disini masak sendiri kak, ada bagian dapur yangmembuat jadwal piket siapa yang giliran masak. Masakan itu kami bagikanmenjadi dua. Untuk putrid dan untuk putra dalam tiga kali sehari yaitu pagisebelum pergi sekolah, ba’da dzuhur, dan ba’da isya. Karena maghribnyaada tadarus dan dzikir bersama Buya di masjid.”13
13 Wawancara Pribadi dengan Nova (Santriwati Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda),Tangerang, 04 Mei 2016
88
Tabel 8
Tabel Tahapan Proses Pemberdayaan
Tahapan Pemberdayaan KegiatanTahap Persiapan:1. Membuat Konsep Perencanaan2. Mengumpulkan Anggota Pengurus3. Mengidentifikasi Kebutuhan4. Pengrekrutan Calon Santri5. Sarana dan Prasarana
1. Musyawarah Pimpinan PondokPesantren dan calon pengurusuntuk membuat perencanaan.
2. Pembagian divisi pengurus.3. Pengrekrutan dilakukan melalui
brosur, media sosial, dan darimulut ke mulut.
Tahap Perencanaan:1. Merumuskan Tujuan2. Mengidentifikasi Tujuan3. Mengkaji Kebijakan Relevan (Pusat
dan Daerah)
1. Merumuskan Visi dan Misi2. Mengakomodasi tenaga pengajar.3. Menetapkan kurikulum4. Melengkapi sarana dan prasarana
yang memadaiTahap Pelaksanaan:1. Pengumpulan Dana2. Pelaksanaan Program Pemberdayaan
di Bidang Pendidikan
1. Pengumpulan Dana:a. Kementrian Agama
- Dana Mapenda- Dana Pd Pontren
b. Pemerintah Kotac. Masyarakat Sekitar
2. Program Pendidikan:a. Santri diberikan pendidikan
gratis dari tingkat MadrasahTsanawiyyah sampai tingkatMadrasah Aliyyah
b. Santri wajib menghafal 5 baris(qur’an pojok) denganpengulangan minimal 21xsetiap harinya. Target di capai2 bulan 1 juz.
c. Pemberian Mufrodat (kosakata bahasa Arab dan Inggris)dilakukan setiap ba’da subuhdan sebelum tidur
d. Pelatihan Ektrakulikuler: tarisaman, kaligrafi, syarhilqur’an, tilawatil qur’an, tapaksuci, melukis, kerajinan
89
tangan, dll.
Tahap Evaluasi Tahap evaluasi adalah carapenilaian yang dilakukan olehustad/ustadzah disana untukmengetahui kemampuan santridalam aspek pengetahuan(kognisi) aspek sikap (afeksi)dan aspek ketrampilan (skill)terhadap materi pembelajaranyang telah diberikannya.
86
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan kurang lebih tiga bulan tentang
bagaimana proses pemberdayaan yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Al
Amanatul Huda , maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan dari
penelitian tersebut, yaitu:
1. Proses Pemberdayaan Yatim dan Dhuafa yang dilakukan oleh Pondok
Pesantren Al Amanatul Huda yaitu: Pertama, melalui tahap persiapan
(engagement). Kedua, melalui tahap perencanaan (designing). Pada tahap
ini dibagi menjadi tiga, yaitu: merumuskan tujuan dan langkah-langkah
kegiatan program, mengidentifikasi kebutuhan, dan mengkaji kebijakan
yang relevan (pusat dan daerah). Ketiga, melalui tahap pelaksanaan
(implementasi). Tahap ini merupakan bentuk pelaksanaan serta penerapan
program yang telah dirumuskan sebelumnya. Adapun ruang lingkup pada
tahap pelaksanaan ini adalah sebagai berikut:
a. Pengumpulan Dana
Sumber dana tersebut didapatkan dari dana BOS yaitu Kementrian
Agama, Pemerintah Kota, dan Masyarakat Sekitar.
b. Program Pendidikan Formal dan Non Formal
1. Pendidikan Formal
- Madrasah Tsanawiyyah
- Madrasah Aliyyah
87
2. Pendidikan Non Formal
Melalui pendidikan non formal meliputi kegiatan Tahfidzul Qur’an,
Tilawatil Qur’an, Program Bahasa Arab dan Bahasa Inggris,
Ceramah Agama, dan pelatihan-pelatihan kreativitas dalam
mengembangkan bakat santri dan santriwati. Pondok Pesantren Al
Amanatul Huda juga melakukan kegiatan sosial seperti menyantuni
kaum fakir dan kaum dhuafa.
2. Nilai-nilai pemberdayaan yang dibangun oleh Pondok Pesantren Al
Amanatul Huda adalah:
a. Nilai etika/moral. Inti pendidikan moral yang ada di Pondok Pesantren
Al-Amanatul Huda adalah mengamalkan tasawuf. Tasawuf berperan
dalam menanamkan nilai-nilai moral dan etika. Inti tasawuf adalah
mempelajari moral dan etika. Implikasi dari nilai ini adalah kepatuhan
santri kepada Kiai.
b. Nilai persaudaraan. Ukhuwah (persaudaraan atau persatuan) menuntut
beberapa sikap dasar mempengaruhi keberlangsungan dalam realitas
kehidupan sosial yang ada di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda,
sikap dasar itu seperti saling menolong (ta’awun), saling mendukung
(tadimun), saling menyayangi (tarahum).
c. Nilai keikhlasan dan kesederhanaan. Hidup hemat dan sederhana dan
tidak hidup bermewah-mewah adalah sikap dari kesederhanaan.
Keikhlasan adalah cara mendidik agar santri tidak menjadikan bayaran
sebagai persyaratan berbuat baik.
88
d. Nilai kemandirian. Kemandirian santri dapat dilihat karena sehari-
harinya mereka mencuci bajunya sendiri, membersihkan kamarnya
sendiri, dan menyediakan makanan sendiri.
B. Saran
1. Kepada Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda agar mempertahankan
kegiatan dalam program pendidikan yang dapat meningkatkan
profesionalitasnya untuk mencetak anak yatim dan dhuafa yang lebih
mandiri dan berkualitas.
2. Diperlukan lagi strategi untuk meringankan hambatan atau kendala yang
dialami oleh Pondok Peantren Al Amanatul Huda
3. Kepada santri/santriwati yatim dan dhuafa agar tidak malu dan lebih
percaya diri dalam mengembangkan kreatifitasnya, mengimplementasikan
kemampuan intelektualnya di masyarakat.
4. Bagi peneliti selajutnya, di harapkan dapat mengembangkan penelitian ini
untuk memperkarya pengetahuan tentang bagaimana megasihi dan
menyayangi anak-anak yatim dan dhuafa.
88
DAFTAR PUSTAKA
Abu al-Ainain, Ali Khalil. Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah fi al-Qur’an al-karim, Dar al-Filr al-‘Arabiy, 1980
Administrator, “visi misi,” di akses pada tanggal 06 mei 2016 dari www.rumah-yatim.org/indonesia/index.php/2012032561/profil/visi-misi.html
Al-Toumy Al-Syaibany, Omar Muhammad. Falsafah Pendidikan, Jakarta, BulanBintang 1979
Ayub, Hasan. Etika Islam: Menuju Islam Yang Hakiki, Bandung, Trigenda Karya,1994.
Arifin, M. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1994.
Baridi, Lili dkk, Zakat dan Wirausaha, Jakarta: Centre for EnterpreneurshipDefelopment,2005
Dewantara, Ki. Hajar. Pendidik, Yogyakarta: Taman Siswa, 1956.
Djunaidi, Ahmad Zurzani dan Syarif, Ismail Mulana. Sepuluh Inti Perintah AllahJakarta: PT Fikhati Aneska, 1991
Dzulkarnain, Fikri. Peran Yayasan Griya Yatim dan Dhu’afa dalamPemberdayaan Kaum Dhu’afa Melalui Pendidikan Keterampilan DiBekasi, Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi JurusanPengembangan Masyarakat Islam, 2014,
Dzulkarnain. Ketentuan Penamaan Yatim, artikel di akses pada tanggal 21-02-2013 dari http://www.dzulkarnain.net/siapakah-anak-yatim.html
Harahap, Syahrin. Islam: Konsep dan Implementasi Pemberdayaan, Yogyakarta:PT. Tiara Wacana, 1999
Hidayati. Nurul S. Ag, Metodologi Peneltian Dakwah dengan PendekatanKualitatif, Jakarta: Lembaga Penelitian dan UIN Jakarta Press, 2006
Jamasy, Owin. Keadilan, Pemberdayaan, dan penanggulangan Kemiskinan,Jakarta: Belantik 2004.
Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1996.
Meleong, lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja RosdaKarya, 2012
89
Macendrawati, Nanih dan Ahmad Syafe’I, Agus. Pengembangan MasyarakatIslam: dari Ideologi, Strategi sampai Tradisi Bandung: PT RemajaRosdakarya, 2001.
Mardikanto, Totok dan Poerwoko Soebianto, Poerwoko. PemberdayaanMasyarakat Dalam Perspektif Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta,2012.
Mizan Amanah, “visi misi” artikel di akses pada 06 Mei 2016 dari http://www.mizanamanah.or.id/id/profil-mizan-amanah
Musyarofah, Umi. Dakwah KH. Ja’far dan pondok Pesantren Pabelan, Jakarta:UIN press, 2009.
Mubyartanto, Membangun Sistem Ekonomi, Yogyakarta: BPFE, 2000
Nata, Abbudin. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005.
Nasdian, Ferdian Tonny. Pengembangan Masyarakat, Jakarta: Buku Obor, 2014.
Sukri, Sri Suhadjati. Menyantuni Anak Yatim PsiMardikanto, Totok danPoerwoko Soebianto, Poerwoko. Pemberdayaan Masyarakat DalamPerspektif Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta, 2012.
Zain, Badadu. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Sinar Harapan, 1997..
Raharjo, M. Dawam. Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 1999.
Rukminto Adi, Isbandi. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat danIntervensi Komunitas. Jakarta: Fakultas Ekonomi UI. 2011.
Safitri, Reni. Peran Yayasan Ar-Rasyid Dalam Pemberdayaan Kaum Dhu’afa Di
Sawangan Depok, Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, 2009
Setiadi, Rudi. Menyantuni Anak Yatim, dalam Renungan, Jum’at, 10 Desember2004.
Usman Ismail, Asep dkk. Pengamalan Al-Qur’an Tentang PemberdayaanDhuafa. Jakarta: Dakwah Press, 2008
Poerwanto, dkk. Seluk Buluk Filsafat Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya,1991.
Wawancara Pribadi dengan KH. Subur Supriadi. Tangerang, 18 Maret 2016
90
Wawancara Pribadi dengan Sayyid, Yayasan Mizan Amanah. 06 Mei 2016
Wawancara pribadi dengan Agil Jagelo. Tangerang, 06 Mei 2016
Wawancara Pribadi dengan Ust Kamal., 18 April 2016.
Wawancara Pribadi dengan Nova. Tangerang, 04 Mei 2016
Wawancara pribadi dengan Mimi Jamilah. Tangerang, 04 Mei 2016
Wawancara pribadi dengan Mega. Tangerang 04 Mei 2016
Wawancara pribadi dengan Ustadzah Fitra. Tangerang, 04 Mei 2016
http://www.rumah-yatim.org/web/?ctr=4
Gasdperz, Vincent. Kualitas Dalam Manajement Bisnis Total, Jakarta: GramediaPustaka Utama, 1997.
93
Pedoman Wawancara Untuk Pimpinan Pondok Pesantren
1. Bagaimana Sejarah berdirinya Pondok Pesantren?
2. Berapa Jumlah Santri/Santriwati di Pondok Pesantren?
3. Berapa Jumlah pengajar/ guru disini?
4. Apa saja Program dan kegiatan yang ada di Pondok Pesantren Ini?
5. Dari mana sumber dana Pondok Pesantren ini?
6. Bagaimana proses pemberdayaan yatim dan dhuafa disini?
7. Prestasi apa sajakah yang sudah di dapatkan oleh santri/santriwati disini?
94
Hasil Wawancara
Nama: KH. Subur Supriadi
Jabatan : Pimpinan Pondok Pesantren Al Amanatul Hudi
Tempat Wawancara : Rumah KH. Subur Supriadi
Tanggal Wawancara: Jum’at 18 Maret
1. Bagaimana Sejarah berdirinya Pondok Pesantren?
Berawal di datangkannya 37 santri yatim dhuafa yang berasal dari Pondok
Pesantren di Jombang. Pesantren tersebut awalnya diisi 90 anak santri yatim
dan dhuafa. Akibat tidak efektifnya dalam menanggulangi pembiayaan
akhirnya pendidikannya jadi berbayar. Akhirnya 37 santri tersebut
didatangkanlah ke saya yang merupakan anak-anak santri yatim dhuafa ini
berasal dari berbagai daerah. Diantaranya lampung, pekanbaru, jakarta,
surabaya, pandeglang, dan lain-lain. Selanjutnya, setelah saya
bermusyawarah, meminta izin kepada keluarga, akhirnya saya bersedia
menerima dan mendirikan Pondok Pesantren tersebut. Dengan nama Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur’an Al-Amanatul Huda. Dan ini sangat di dukung dan
di bantu oleh tokoh-tokoh masyarakat , Guru, murid-murid, dan rekan-rekan
KH. Subur sendiri di antaranya: Bapak Setiaman SE, Bapak Drs. Arif WK
dan lain-lain.
Pada hari Minggu tanggal 26 September 2010 sudah mulai berdatangan
pada santri tersebut, 37 santri ini adalah: 1 Madrasah Tsanawiyyah: Anwar
Hidayatullah, Wiguna, Afrima Samistri, Ridwan Syukur, Reyanaldi Fariski,
Muhammad Ferizal Yusuf, Lailatul Madiyah, Aula Rahmah. Kelas II TMI
Tahfidzul Qur’an Al-Amanatul Huda : Syaiful Anwar, Reza Ivanda Putra
95
Putra, Marko Willy, Lazuardi Firdaus, As’ari, Ayo Dipo Baladi, Maskur,
Alam Mustawan, Lina Wati. Kelas III TMI Tahfidzul Qur’an Al-Amanatul
Huda : Nur Izzati, Jannah, Bilqisty. Kelas I Madrasah Aliyyah Kejuruan: Ani,
Firman, Vicky, Taufiq, Bahruddin, Agus, Nurlela, Fakhri. Kelas II Madrasah
Aliyyah: Kamal, Ismet, Aji, Fuadi, Juhedi, Karlina, Sri Nurbaiti.
Pada hari rabu tanggal 29 September 2010 dengan mengucap
Bismillahirrahmanirrahim maka pada hari itulah mulai pembelajaran perdana.
Baru pada hari Minggu tanggal 28 November 2010 secara resmi di buka oleh
Wali Kota Tangerang, Bapak Drs. H. Wahidin Halim, M.SI. Bermodal
keyakinan dan niat, diterimalah sebuah amanat tersebut oleh Buya, meskipun
dengan segala keterbatasan baik tempat, sarana prasarana, fasilitas dan
sebagainya. Karena kondisi Pondok Pesantren Al Amanatul Huda saat itu
hanya ada 1 ruang kelas dari bangunan, belum ada asrama putra maupun
putri, belum ada mobiler, belum ada alas tidur atau karpet dan belum ada
fasilitas apapun.
Dalam Perjalannya, pembangunan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda
yang diisi oleh santri yatim dhuafa ini mengalami kesulitan dalam
penanganan biaya. Karena memang santri disini tidak sama sekali dipungut
biaya, dalam artian pendidikan dan fasilitas yang digunakanan oleh santri
yatim dhuafa ini gratis. Bisa dibilang pembangunan ini mengalami kemacetan
di urusan biaya. Namun, adanya uluran tangan dari pemerintah kementrian
agama dan yang lainnya. Bantuan ulur tangan itu adalah berupa
dilanjutkannya pembangunan pondok pesantren al-amanatul huda dengan
biaya kurang lebih sebesar Rp. 50.000.00,- (lima puluh juta).
96
Meskipun para pengurus umumnya masih awam dalam masalah
mengurusi anak yatim dhuafa dengan biaya yang masih terbilang kurang,
namun mereka selalu tawakal kepada Allah Swt dan yakin akan banyaknya
uluran tangan kasih sayang dari para dermawan dalam rangka turut serta
menyantuni anak-anak asuh, serta yakin pula bahwa menjalankan pekerjaan
suci ini tidak sendirian.
Pada tahun 2012 Madrasah Aliyah Amanatul Huda untuk pertama kalinya
telah meluluskan siswa-siswinya. Untuk membantu siswa-siswi MA
Amanatul Huda dalam melanjutkan jenjang pendidikannya yang lebih tinggi,
maka Yayasan Pondok Pesantren Amanatul Huda akhirnya mendirikan
Perguruan Tinggi yang mandiri.
Besarnya minat dari lulusan MA Amanatul Huda dalam
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, maka peluang pelulusan pertama
di MA Amanatul Huda semakin besar. Maka Yayasan Pondok Pesantren
Amanatul Huda akan membuka Program Studi Ilmu Qur`an dan Tafsir karena
latar belakang para alumni MA Amanatul Huda berada di lingkungan pondok
pesantren.
2. Berapa Jumlah Santri/Santriwati di Pondok Pesantren?
Jumlah Santri/Santriwati Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda sekarang
berjumlah 191 anak, yang terdiri dari 110 santri putra dan 81 anak santri
putri.
3. Berapa Jumlah pengajar/ guru disini?
Jumlah tenaga pengajar di Madrasah Tsanawiyyah berjumlah 7 pengajar
dan tenaga pengajar pada Madrasah Aliyyah ada 17 guru pengajar. Untuk
97
tingkat pendidikan di perguruan tinggi ada 8 pengajar di semester 2 dan 8
pengajar di semester 4.
4. Apa saja Program dan kegiatan yang ada di Pondok Pesantren Ini?
Program pencapaian standar yang ada di pondok ini adalah tahfidzul
qur’an. Program pendidikan kementrian agama yaitu dengan program
pendidikan formal Madrasah Tsanawiyyah, Madrasah Aliyyah, dan pondok
pesantren ini juga ada perguruan tinggi. Jadi, santri yang lulus dari
pendidikan Madrasah Aliyyah diwajibkan menyelesaikan pendidikannya
sampai pada perguruan tinggi.
5. Dari mana sumber dana Pondok Pesantren ini?
Sumber dana di Pondok Pesantren ini dari dana BOS yaitu dari kementrian
agama dan dari pemerintah kota. Dari dana BOS mendapatkan 50juta/3bulan
dan mendapatkan dana intensif guru sebesar satu juta delapan ratus per tiga
bulan. Dana Bo situ di dapatkan dari Kementrian Agama yaitu Dana
Mapenda (Madrasah dan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum).
Besar biaya satuan BOS yang diterima oleh Pondok Pesantren Al Amantul
Huda sebesar Rp. 50.000.000,/3 bulan. dihitung berdasarkan tingkat
pendidikannya dengan rincian untuk pendidikan Madrasah Tsanawiyyah
sebesar Rp. 23.000.000,-/3 bulan.
Pendidikan Madrasah Aliyyah mendapatkan sebesar Rp. 27.000.000,-/3
bulan. Besar biaya yang diberikan oleh Pd Pontren kepada Pondok Pesantren
Al Amanatul Huda sebesar Rp. 47.000.000,/tahun. Sumber dana selain dari
kementrian agama pondok pesantren mendapatkan dana dari Pemerintah Kota
Tangerang (PemKot). Dana yang diberikan oleh pemerintah Kota Tangerang
98
(PemKot) kepada tenaga pengajar di Pondok Pesantren Al Amanatul Huda
adalah sebesar Rp. 1.800.000.,/guru setiap bulan.
6. Bagaimana proses pemberdayaan yatim dan dhuafa disini?
Proses pemberdayaan kepada anak yatim juga dhuafa disini dilakukan
dengan kegiatan pendidikan formal sampai dengan perguruan tinggi dan
pelatihan-pelatihan yang dikhususkan untuk mengembangkan bakat dan
pengembangan intelektualitas pada anak itu. Ada program tahfidz, tilawatil
qur’an, juga pelatihan-pelatihan di bidang ekstrakulikuler lainnya sehingga
mereka dapat berkembang dan menjadi muslim muslimah berkualitas.
7. Prestasi apa sajakah yang sudah di dapatkan oleh santri/santriwati disini?
Prestasi yang sudah di raih oleh anak santri disini di antaranya mereka
telah meraih juara-juara MTQ di Kota Tangerang di antaranya mendapatkan
juara 1 pada tingkat tilawatil qur’an dan tahfidzul qur’an cabang putrid. Dan
mendapatkan juara 1 dan 2 pada cabang kaligrafi putra dan putrid. Dan masih
banyak lagi kejuaran-kejuaran diberbagai daerah laennya.
99
Pedoman Wawancara untuk Staff Pondok Pesantren
1. Apa saja kegiatan dan program pemberdayaan di Pondok ini?
2. Berapa jumlah keseluruhan santri di Pondok Pesantren?
3. Bagaimana pelaksanaan program pemberdayaan tersebut?
4. Apa saja sarana dan prasarana?
100
Hasil Wawancara
Nama: Ust. Kamal
Jabatan: Pengurus santri putra
Tempat Wawancara: Kantor Pengurus
Tanggal Wawancara: 03 April 2016
1. Apa saja kegiatan dan program pemberdayaan di Pondok ini?
Pemberdayaan pada anak yatim dan dhuafa disini dilakukan dengan
program pendidikan. Adanya pendidikan formal maupu non formal yang
diberikan kepada anak yatim dhuafa merupakan proses dalam memberdayakan
yatim dan dhuafa. Pendidikan disini tidak berbayar. Mereka di biayai secara gratis
pendidikannya hingga perguruan tinggi. Dimana sekarang sudah berjalan pada
semester empat dan semester 2. Pada semester empat sudah ada 22 anak
disemester 2 dan ada 11 anak di semester 4 semuanya berjumlah 33 anak pada
studi perguruan tingginya.
Pemberdayaan yatim dan dhuafa ini dilakukan dengan pendidikan. Santri
disini diwajibkan mengikuti perkuliahan setelah lulus dari pendidikan MA. Pada
tahun ini sudah ada santri yang mengikuti perkuliahan. Sudah ada semester 2 dan
semester empat yang mengikuti perkuliahan.
2. Berapa Jumlah Keseluruhan santri Pondok Pesantren?
Santri putra dan putri disini berjumlah 191 anak santri kaum yatim dan
dhuafa. Dengan kriteria masing-masing putri berjumlah 81 anak dan santri putra
berjumlah 110 anak. Jumlah Anak Santri/Santriwati Pondok Pesantren Al-
101
Amanatul Huda Menurut Usia yaitu dengan usia 12 sampai dengan umur 13 tahun
berjumlah 54 anak, usia 14 tahun berjumlah 23 anak, usia dari 15-19 tahun
berjumlah 81 anak, dan usia 20 keatas berjumlah 33 anak santri.
Jumlah anak Santri/Santriwati pondok pesantren al-amanatul huda
menurut tingkat pendidikan yaitu anak santri/santriwati yang masih menempuh
pendidikan Tsanawiyah berjumlah 77 anak,1 anak santri/santriwati yang duduk di
Aliyyah berjumlah 81 anak, dan yang sudah menempuh perguruan tinggi
berjumlah 33 anak. Anak santri/santriwati memang diwajibkan menempuh
sekolah tinggi, yang memang sekarang sudah ada 33 anak santri dan sudah
berjalan sampai 4 semester di tahun ini.
3. Bagaimana pelaksanaan program pemberdayaan tersebut?
Pada pelaksanaan program pendidikan formal ini santri diwajibkan untuk
mengikuti perkuliahan setelah lulus dari pendidikan madrasah aliyyah. Program
pendidikan formal ini dilakukan di sekolah MTS dan MA. Pembelajaran umum
seperti matematika, civic education, bahasa indosesia, bahasa inggris, IPA, IPS,
Biologi dan pelajaran agama Islam. Proses pembelajaran ini dilakukan setiap
senin sampai dengan hari sabtu.
Pada program pendidikan non formalnya seperti Program Ulumul Qur’an
yakni tahfidzul Qur’an dan di bidang naghom. Program tahfidz itu dilakukan
dengan cara setor hafalan detiap 2 kali sehari satu halaman al-qur’an pojok,
dengan taqrir (pengulangan) 2 kali dalam satu hari. maka hasil penguasaan
hafalan santri efektif satu bulan 1 juz. Sehingga untuk mencapai 30 juz ditempuh
1 Wawancara Pribadi dengan Ust. Kamal (Penngasuh Pondok Pesantren Al-AmanatulHuda) Sabtu, 23 April 2016
102
selama 30 bulan atau 2 tahun 6 bulan. Di tambah waktu pemantapan dan taqrir 6
bulan sehingga menjadi 3 tahun.
Pembelajaran ulumul qur’an antara lain di Bidang tajwid, dimana santri
melakukannya ba’da sholat. Maksud tajwid disini yaitu tamrinat makharijul
khuruf guna mencapai tingkat fashohah sekaligus tahsin praktek tajwid. Di bidang
Naghom, dalam satu minggu santri yatim dhu’afa ada 3 kali bimbingan naghom
dengan target mahir minimal 5 maqro dan latihan penerapan sesuai bakat. Di
bidang qiro’at, dimana santri minimal 1 minggu 1 kali pembelajaran ilmu qiro’at
dan peraktik diiringi dengan evaluasi ujian. Pada Bidang khot, dimana santri satu
minggu 1 kali pertemuan dengan setiap hari latihan menulis dengan ujian.
Pondok Pesantren ini menekankan pada program bahasa Inggris dan
bahasa arab yang dilakukan oleh santri menjelang tidur dan pagi hari. dengan
menghafal 2 mufrodat atau 2 vocabulary, kemudian praktek komunikasi di bagi
setiap satu minggu masing-masing bahasa secara bergilir baik muhadasah maupun
conversation. Praktik dalam penghafalan vocabulary itu di praktikan pada
pembelajaran Kitab Kuning. Selain itu santri juga di ajarkan dalam peraktik
Ceramah Agama yaitu pada peraktik ini santri diberikan teori-teori dasar serta
contoh pidato yang retoritis dan dilatih sesuai jadwal. Kegiatan ini dilakukan
setiap hari kamis malam jum’at.
4. Apa saja sarana dan prasarana?
Sarana dan prasarana yang ada dipondok pesantren di antaranya terdapat
ruang srama putra 1 ruang sekat seadanya (7 m x 6 m). dengan rincian 4
ruang putra, ruang kelas belajar 5 Ruang (7 m x 7 m), asrama putri di satu
rumah sewa (sementara) dengan kapasitas 6 kamar, ruang kamar ustadz (4 m
103
x 2 m) dengan kapasitas 3 orang. Dan uang kamar mandi / MCK putra (15 m
x 4 m) 4 kamar mandi & WC, dan dapur umum.
104
Hasil Wawancara
Nama: Usth Fitra
Jabatan: Pengurus santri putri
Tempat Wawancara: Asrama Putri
Tanggal Wawancara: 04 Mei 2016
1. Apa saja kegiatan dan program pemberdayaan di Pondok ini?
Kegiatan rutin santri disini yaitu shalat berjama’ah di masjid, setor hafalan
tahfidzul qur’an dan pelatihan-pelatihan ekstrakulikuler. Dalam hal ini santri
diberdayakan untuk mengembangkan bakat mereka. Disini ada program
pendidikan formal dimana santri diwajibkan untuk kuliah disini. Santri/ santriwati
setelah lulus dari studi pendidikan Madrasah Aliyah di wajibkan untuk
meneruskan pendidikannya ke jenjang perguruan tingginya. Adapun kegiatan
belajar mengajar pada pendidikan Madrasah Tsanawiyyah dan Madrasah Aliyyah
yaitu dilaksanakan pada hari senin sampai dengan sampai hari sabtu. Pelajaran
yang diberikan anak-anak yatim dan dhu’afa ialah pelajaran-pelajaran umum
seperti civic education, matematika, biologi, bahasa Indonesia, bahasa inggris,
Ilmu Komputer, dan lain-lain. Selain pelajaran umum pondok pesantren biasa
dengan adanya pelajaran-pelajaran seperti: Ilmu Nahwu, Tarikh Islam, Ulmul
Qur’an, Muthola’ah, Qur’an Hadist, Ushul Fiqh, dan lain-lain.
Santri putrid disini melakukan kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler seperti, tari
saman, qasidah, syarhil qur’an, dan kadang-kadang ada pelatihan kelas kecantikan
yang di ajarkan oleh Bu Nyai.
2. Berapa jumlah keseluruhan santri di Pondok Pesantren?
105
Jumlah santri putrid di pondok pesantren ini sebanyak 81 anak. Dan untuk santri
putranya berjumlah sebanyak 110 anak. Masing-masing dari mereka memang dari
kaum yatim dan dhuafa. Mereka berasal dari berbagai daerah. Dari Jakarta,
pandeglang, lampung, sumtra, dan lain lain.
3. Bagaimana pelaksanaan program pemberdayaan tersebut?
Pelaksanaan program pemberdayaan ini dilakukan dengan pengumpulan
dana dari para donator pemerintah dan juga dana masyarakat sekitar. Dana itu
dipakai untuk ke\perluan pembangunan sekolah tempat-tempat belajar, pelebaran
asrama putrid dan putra, dan di pakai untuk kebutuhan sehari-hari anak-anak.
Dana dari donator itu yang nantinya dipakai sebagai sarana penggerak
kegiatan program pendidikan di Pondok Pesantren Al amanatul Huda. Kegiatan
program non formal misalnya, yang terkadang banyak memerlukan uang untuk
keberlangsungan platihan-pelatihan dan di pakai buat membiayai pengajarnya.
Seperti pada pelatihan tari saman, da pelatihan hadroh.
4. Apa saja sarana dan prasarana?
Ada 6 ruang kamar putri dengan kriteria masing-masing kamar terdiri dari 14
anak dan 11 anak per kamarnya. Dan terdapat 2 ruang kamar mandi di asrama
putrid. Dan ruang cuci di belakang asrama. Pada sarana pendidikan terdapat 3
bangunan yang terdiri dari bangunan Madrasah Tsaniyyah 6 ruang kelas,
Madrasah Aliyyah 6 ruang kelas, dan perguruan tinggi terdapat 2 ruang kelas.
106
Pedoman wawancara untuk guru di pondok pesantren
1. Materi apa yang ustad/ustadzah ajarkan?
2. Sudah berapa lama mengajar disini?
3. Bagaimana metode pembelajaran yang ustad/ustadzah terapkan?
4. Bagaimana respon anak-anak disini?
5. Bagaimana model evaluasi yang ustad/ustadzah berikan?
6. Apa hasil yang sudah didapatkan dari proses pembelajaran ini?
107
Hasil Wawancara
Nama: Usth Mimi Jamilah
Jabatan: Pengajar Tahfidz dan Tilawah
Tempat Wawancara: Rumah Pimpinan Pondok Pesantren
Tanggal Wawancara: 04 Mei 2016
1. Materi apa yang ustad/ustadzah ajarkan?
Materi yang saya ajarkan adalah pembelajaran ulumul qur’an dengan praktik pada
tahfidzul qur’an dan tilawatil qur’an. Pendidikan ini dilakukan dengan metode
sistematika menghafal dalam program ini yaitu, setiap hari menghafal minimal 5
baris (qur’an pojok) dengan pengulangan minimal 21x setiap barisnya. Hafalan
dilakukan pada waktu pagi ba’da subuh,2 takrir/ pengulangan dilakukan sebanyak
3x siang ba’da zuhur, sore ba’da ashar dan malam ba’da magrib Target yang
dicapai selama 2 bulan 1 juz sehingga 5 tahun khatam 30 juz. Dengan catatan
tergantung kepada tingkat kemampuan dan kecerdasan santri bisa ada yang lebih
cepat dari itu, apabila santri Pondok Pesantren Al Amanatul Huda bisa dicapai
mengahafal 1 hari 1 halaman maka 3 tahun khatam 30 Juz.
2. Sudah berapa lama mengajar disini?
Proses pembelajaran itu sebenarnya sudah cukup lama. Saat itu saya
memang mengajar ekstrakulikuler di bidang tilawatil qur’an. Namun pada 2014
ketika saya sudah menikah dengan Buya. Saat itu pembelajaran rutin di bidang
tahfidzul qur’an dan tilawatil qur’an mulai saya lakukukan.
3. Bagaimana respon anak-anak disini?
2 Wawancara pribadi dengan Bu Nyai Mimi Jamilah (Istri Pimpinan Pondok PesantrenAl-Amanatul Huda), Tangerang, 04 Mei 2016
108
Setiap anak-anak berbeda-beda dalam karakter, ada yang semangat banget
nyetor hafalannya, ada yang memang dalam menyerap hafalannya kadang suka
agak lama jadi ya kita tidak memaksakan otak dan fikiran anak untuk harus
dengan segini ia menyetor hafalannya. Jadi tingkat kesempurnaan hafalannya
sampai dengan 5 juz sudah di anggap lumayan. Namun tetap pondok pesantren ini
dengan perlahannya mereka menghafal diwajibkan ketika sudah keluar dari sini
anak-anak sudah dapat menghafal 30 juz alqur’an.
4. Bagaimana model evaluasi yang ustad/ustadzah berikan?
Adanya pengulangan hafalan yang dilakukan setiap sehari pada waktu malam
hari. Anak-anak di wajibkan untuk menyetor hafalannya satu halaman pojok
alqur’an perharinya. Metode yang dilakukan di dalam al qur’an di pondok
pesantren ini adalah metode, bin-nadzar (dengan melihat) dan bil-ghaib (dengan
menghafal), nyetor, simaan, mentahqiq, mudarasah, talaqi, dan murajaah.
5. Apa hasil yang sudah didapatkan dari proses pembelajaran ini?
Hasil yang sudah di dapatkan oleh anak-anak, mereka sudah berhasil
mendapatkan juara pada peringkat 1 dan peringkat ke 2 pada cabang tilawah dan
tahfidzul qur’an putra dan putri di MTQ Kota Tangerang kemarin.
109
Hasil Wawancara
Nama: Ust. Irham
Jabatan: Pengajar Kaligrafi
Tempat Wawancara: Rumah Pimpinan Pondok Pesantren
Tanggal Wawancara: 04 Mei 2016
1. Materi apa yang ustad/ustadzah ajarkan?
Materi yang pas untuk pemula dimulai dengan metode pembelajaran khot
naskhi. Untuk pembelajaran di kelas biasanya di ajarkan huruf perhuruf dulu.
Karena ini salah satu cara yg paling efektif supaya anak-anak cepat memguasai.
Kemudian dengan huruf perhuruf mereka bisa mengembangkan sendiri ke
kekalimat. Tidak adanya tingkat tingkat dalam tahap pembelajaran ini. dibagi jadi
3 kelas ada awal ada wusto dan satu lagi saya lupa. Untuk materi di luar huruf
misalnya melukis untuk membantu mengindahkan kalimat-kalimat.
Dengan pengajaran ini diharapkan mereka mendapatkan bekal nilai
pembelajaran yang sangat mahal harganya. Karena tidak mudah untuk dapat
mempelajari lukisan-lukisan penulisan mushaf Al-qur’an bila tak diajarkan oleh
guru yang prefesional. Anak-anak yang mengikuti pembelajaran ini meski mereka
hanya sebatas kadang ikut kadang engga. Setidaknya mereka mendapatkan rumus
dalam metode pembelajaran yang berharga ini diluaran sana bila ia lulus nanti dari
pondok pesantren Al Amanatul Huda.
2. Sudah berapa lama mengajar disini?
Sebelumnya sudah ada pengajar disini. Namun pada tahun 2013 saya
mulai mengajar disini. Tau pondok pesantren ini sebenarnya sudah lama. Akan
tetapi teman saya mengajak saya untuk bisa menggantikan pembelajaran kaligrafi
110
di pondok pesantren ini. akhirnya dari semejak itu sampai sekarang saya masih
mengajar disini.
3. Bagaimana respon anak-anak disini?
Karena anak-anak suka dengan yang namanya berbau cat dan kuas
mungkin yah, jadi mereka sudah punya gambaran sendiri untuk menghias kalimat-
kalimat kaligrafi yang mereka buat. Menurut saya mereka semangat dalam hal
mempelajari pembelajaran kaligrafi ini.
4. Bagaimana model evaluasi yang ustad/ustadzah berikan?
Biasanya setiap seeminggu sekali di adakannya ujian yang sudah dipelajari di
minggu sebelumnya. Ujiannya dalam bentuk tulisan dan peraktik. Ini untuk
mengukur seberapa tinggi materi yang sudah ia dapatkan terhadap ilmu yang
saya ajarkan.
5. Apa hasil yang sudah didapatkan dari proses pembelajaran ini?
Kemampuan santri santri dalam mengembangkan bakatnya di seni melukis
seperti mengindahkan kalimat kalimat Allah, telah dibuktikan pada lomba MTQ
kemarin di Kota Tangerang dengan pringkat juara 1 pada putri dan juara 2 di
putra. Ini menunjukkan bahwa bekal seperti ini akan memiliki nilai jual pada skil
anak santri disini.
111
Pedoman Wawancara untuk Anak Santri/Santriwati
1. Dari mana Asal kamu?
2. Dari mana kamu tau pondok ini?
3. Sudah berapa lama disini?
4. Bagaimana menurut kamu dengan adanya pondok pesantren ini?
5. Bagaimana pembelajaran yang dilakukan pondok pesantren ini?
6. Apa saja materi/pelajaran yang sudah kamu dapatkan?
7. Apa harapan kamu setelah lulus disini?
112
Hasil Wawancara
Nama: Ega
Jabatan: Santriwati
Tempat Wawancara: Rumah Pimpinan Pondok Pesantren
Tanggal Wawancara: 04 Mei 2016
1. Dari mana Asal kamu?
Pasar kamis
2. Dari mana kamu tau pondok ini?
Dari sd pengen pesantren. Trus ada sodara mondok disini. Satu kelas juga.
3. Sudah berapa lama disini?
2 tahun. kesini dari kls 1
4. Bagaimana menurut kamu dengan adanya pondok pesantren ini?
Bagus sih. Orang-orang yang tidak mampu bisa sekolah disini dan dibiayain.
Disini tali persaudaraannya kuat. Karena apa-apa saling menolong. Aku gak
punya ini dikasih, dan sebaliknya. Semua saling memberi dan menolong.
Kebersamaan itu sangat aku rasakan meski baru 2 tahun disini.
5. Bagaimana pembelajaran yang dilakukan pondok pesantren ini?
Banyak pembelajaran yang ega ambil disini. Terutama dibidang agamanya.
6. Apa saja materi/pelajaran yang sudah kamu dapatkan?
Saya suka bidang syarhil.
7. Apa harapan kamu setelah lulus disini?
Harapan ega supaya bisa jadi orang sukses. Jadi wanita sholehah seutuhnya
untuk keluarga dan bisa manfaat buat keluarga.
113
Hasil Wawancara
Nama: Ilham
Jabatan: Santri
Tempat Wawancara: Rumah Pimpinan Pondok Pesantren
Tanggal Wawancara: 04 Mei 2016
1. Dari mana Asal kamu?
Tegal
2. Dari mana kamu tau pondok ini?
Ada sodara, satu kelas dengan ilham.
3. Sudah berapa lama disini?
Tiga tahun
4. Bagaimana menurut kamu dengan adanya pondok pesantren ini?
Sangat bagus dan memotivasi saya untuk saya mengubah hidup saya jadi
lebih baik lagi
5. Apa saja materi/pelajaran yang sudah kamu dapatkan?
Pembelajaran mubaligh. Dengan adanya pembelajaran bahasa ini, saya jadi
lebih tau dalam mempraktikan pidato saya menggunakan kedua bahasa itu.
Bahkan dengan kemampuan pidato saya pernah di undang ke acara maulidan
di masjid bawah yang letaknya tidak jauh dengan pondok pesantren
6. Apa harapan kamu setelah lulus disini?
Bisa bangga pondok pesantren, bikin bangga orang tua, cita-citanya jadi
muballigoh. Syukur-syukur jadi kiayi.
114
Hasil Wawancara
Nama: Nova
Jabatan: mahasiswi
Tempat Wawancara: Rumah Pimpinan Pondok Pesantren
Tanggal Wawancara: 04 Mei 2016
1. Dari mana Asal kamu?
Lampung
2. Dari mana kamu tau pondok ini?
Kaka kelas tapi sodara juga namanya kak kiki. Tapi sekarang sudah nikah.
3. Sudah berapa lama disini?
Baru setengah tahun. Dari bulan September sampai sekarang.
4. Bagaimana menurut kamu dengan adanya pondok pesantren ini?
Kalo yang aku tau pondok ini pengajarnya hebat-hebat. Keemudian
mengajarkan kemandirian. Lebih banyak peembelajaran di bidang agamanya.
Terus juga segalanya serba mandiri untuk masak kita disini masak sendiri kak, ada
bagian dapur yang membuat jadwal piket siapa yang giliran masak. Masakan itu
kami bagikan menjadi dua. Untuk putri dan untuk putra dalam tiga kali sehari
yaitu pagi sebelum pergi sekolah, ba’da dzuhur, dan ba’da isya. Karena
maghribnya ada tadarus dan dzikir bersama Buya di masjid.
Pondok ini juga nyediain perguruan tinggi bagi kaum yatim dan dhuafa
namun pmbiayaan itu gratis secara cuma-cuma. Makanya sebagai bentuk teri
makasih aku mau membuat bangga pondok ini dengan sebaik mungkin.
5. Bagaimana pembelajaran yang dilakukan pondok pesantren ini?
115
Pembelajaran pada perkuliahan dilakukan setiap hari jum’at sampai
minggu. Guru-gurunya juga hebat-hebat. Ada yang dari kampus IIQ dan kampus
UIN. Semua berjumlah 8 guru pengajar di semester 2. Pembelajarannya cukup
menarik, karena saya suka dibidang agama maka saya bersemangat dalam
belajarnya.
6. Apa saja materi/pelajaran yang sudah kamu dapatkan?
Banyak sih kak. Tapi saya lebih suka mendalami bidang ulumul qur’an
dalam metode tilawatil qur’an. Pengajarnya juga Bu Nyai sendiri dan itu membuat
saya jadi lebih termotivasi lagi.
7. Apa harapan kamu setelah lulus disini?
Harapan setelah dari sini banyak. Yang pastinya saya mau menngabdikan diri
di pondok ini. dan bisa banggain orang tua. Bisa lulus dengan memegang hafalan
30 juz.
116
Jadwal Kegiatan Penulis di Pondok Pesantren Al Amanatul Huda
No. Waktu Keterangan
1. Kamis, 03 Maret 2016 Observasi
2. Kamis, 17 Maret 2016 Bertemu dengan pengurus, memberi surat
izin penelitian, dan melakukan perjanjian
kepada pimpinan pondok untuk wawancara
3. Jum’at, 18 Maret 2016 Wawancara dengan KH. Subur Supriadi
4. Rabu, 23 Maret 2016 Pengamatan teerhadap asrama putrid dan
putra
5. Minggu, 03 April 2016 Wawancara dengan KH. Subur Supriadi.
Dengan tujuan melengkapi data-data yang
kurang
6. Jum’at, 15 April 2016 Melakukan tehnik keabsahan data dari
beberapa hasil wawancara dengan melihat
dokumentasi yang ada.
7. Minggu, 17 April 2016 Sekedar berkunjung dan melihat-lihat
kegiatan yang ada di Pondok Pesantren
8. Sabtu, 23 April 2016 Sekedar berkunjung dan melihat-lihat
kegiatan pemberdayaan yang ada di Pondok
Pesantren, dan ngobrol dengan santri
dengan tujuan memastikan kebenaran yang
ada di dalam penelitian ini.
9. Rabu, 04 Mei 2016 Wawancara dengan Staff Pondok Pesantren,
Pengajar Pondok Pesantren, Santri Pondok
117
Pesantren
10. Jum’at, 06 Mei 2016 Melakukan peenelitian terhadap
pemberdaaan yatim dan dhuafa di Indonesia
di 3 lembaga yaitu: Mizan Amanah, Rumah
Yatim, dan Bahrul Maghfiroh.