PROSES PEMBERDAYAAN YATIM DHU'AFA DI PONDOK ...

147
PROSES PEMBERDAYAAN YATIM DHU’AFA DI PONDOK PESANTREN AL-AMANATUL HUDA, KELURAHAN TAJUR KECAMATAN CILEDUG, KOTA TANGERANG SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komuniksi Untuk memenuhi syarat-syarat mencapai gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) Oleh: Rizka Arfeinia 1111054000002 PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2016 M

Transcript of PROSES PEMBERDAYAAN YATIM DHU'AFA DI PONDOK ...

PROSES PEMBERDAYAAN YATIM DHU’AFA DI PONDOK

PESANTREN AL-AMANATUL HUDA, KELURAHAN TAJUR

KECAMATAN CILEDUG, KOTA TANGERANG

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komuniksi

Untuk memenuhi syarat-syarat mencapai gelar Sarjana Komunikasi Islam

(S.Kom.I)

Oleh:

Rizka Arfeinia

1111054000002

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H/2016 M

Motto:

kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar,

dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulahitu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman,

dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. AlImran 110)

ABSTRAK

Rizka Arfeinia

Proses Pemberdayaan Yatim Dhu’afa di Pondok Pesantren Al-Amanatul

Huda, Kelurahan Tajur Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang.

Anak yatim dan kaum dhuafa merupakan bagian kehidupan kita. Namun,

tidak jarang mereka di pandang sebelah mata oleh masyarakat. Meski

keberadaannya dan kesejahteraannya di jamin oleh undang-undang dasar 45 pasal

34 yang menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh

Negara. Namun, pada praktiknya banyak diberdayakan oleh lembaga-lembaga

masyarakat, salah satunya adalah pemberdayaan yatim dan dhuafa yang dilakukan

oleh Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda.

Penelitian ini bermaksud mengetahui sejauh mana proses pemberdayaan

kepada anak-anak yatim dan dhuafa yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Al

Amanatul Huda dan apa saja nilai-nilai pemberdayaan yang dibangun oleh

Pondok Pesantren Al Amanatul Huda. Penelitian ini menggunakan metode

pendekatan kualitatif.. Data dikumpulkan dari hasil observasi, wawamcara, dan

dokumentasi.

Hasil dari penelitian yang penulis temukan terkait dengan proses

pemberdayaan anak yatim dan dhuafa: 1. Melalui pengumpulan dana donatur dari

kementrian agama, pemerintah kota, dan masyarakat sekitar. Hasil dipergunakan

untuk upaya awal proses pemberdayaan, 2. Melalui pendidikan formal dan non

formal di Pondok Pesantren Al Amanatul Huda adalah Pondok Pesantren Al

Amanatul Huda sebagai mediator, fasilitator, dan pendidik anak-anak agar mereka

menjadi anak-anak yang berguna bagi masyarakat dan mengamalkan ilmu-ilmu

alqur’an.

Implikasinya, mereka mendapatkan ilmu agama dan umum lainnya

sehingga dapat meningkatkan intelektualnya dan anak yatim dan dhuafa dapat

menyalurkan bakat yang mereka miliki dengan adanya program pendidikan

nonformal berupa pelatihan-pelatihan yang ada di Pondok Pesantren Al-Amanatul

Huda.

KATA PENGANTAR

بسم اهلل الرحمن الرحيم

Puji Syukur ke hadirat ilahi Rabbi, Allah Ar-Rahman Ar-Rahim, yang

telah menghujamkan kekuatan dalam hati dan diri penulis. Dengan segala

Hidayah, Rahmat, dan Karunia-Nya, sehingga dalam waktu yang singkat penulis

dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada teladan ummat sepanjang

masa. Pemimpin keluarga, sahabat terpercaya, yang mengajarkan arti cinta, yang

kepada umatnya mengajarkan untuk berbagi kebahagiaan. Beliau adalah

Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam, yang telah mengajarkan

umatnya untuk mengasihi anak yatim. mengajarkan untuk menyayangi anak-anak

pejuang fi sabilillah. Islam bukan agama untuk dinikmati secara pribadi. Islam

bukanlah agama yang menghimpun kebahagiaan hanya untuk diri sendiri. Islam

adalah agama yang membawa kedamaian hati sekaligus mengatur kehidupan agar

damai di dunia dan di akhirat nanti. Islam bukan hanya memberikan ketenangan

bagi jiwa, tetapi juga menghadirkan solusi bagi umatnya dan bahkan seluruh

manusia. Islam bukan agama individualis, tetapi agama yang rahmatan lil

‘alamin.

Dengan segala hambatan dan kemacetan dalam penulisan skripsi ini,

dikarenakan berasal dari berbagai faktor dan tidaklah dapat penulis sebutkan satu

per-satu. Namun penulis hanya dapat menyebutkan beberapa pihak yang sudah

memberi dukungan serta memotivasi penulis dengan segenap keikhlasan dan

waktunya untuk penulis. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis berharap

semoga bantuan yang telah mengiringi segala aktifitas penulis selama peneltian

dan pembuatan skripsi ini menjadi ladang amal dan mendapatkan balasan serta

ridho dari Allah SWT. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan

Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

2. Ibu Wati Nilamsari, M.Si, selaku Ketua Jurusan Pengembangan

Masyarakat Islam. Adalah motivasi penulis, adalah Ibunda dikampusku

yang selalu menjadi inspirasi penulis. Akan kegigihan dalam mengajarnya,

dan nasihatnya yang tak henti mendidik penulis untuk segera

menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Muhammad Hudri, MA, selaku sekertaris Jurusan Pengembangan

Masyarakat Islam.

4. Dr. Tantan Hermansah, M. Si, selaku dosen pembimbing skripsi juga

berserta keluarganya, penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya, yang

dengan sabarnya membimbing penulis, memberikan arahan serta petunjuk

jalannya skripsi ini, dan juga menyediakan waktu luangnya untuk

memberikan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Jazakumulluh Khairan Katsiran

5. Seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan

ilmu pengetahuannya kepada penulis selama menjalankan perkuliahan,

semoga ilmu yang diberikan selalu tersalurkan dalam kehidupan dan

sanubari yang tak henti hingga akhir hayati.

6. Orang tua tercinta Ayahanda Drs. H. Anwar Sa’adi MA. dan Umi tersayang

Dian Utari, atas kasih sayang kalian berdua, dorongan motivasi, juga doa

yang tak henti-hentinya kalian panjatkan, skripsi ini adalah buah

persembahan dari anakmu tercinta. Dan untukmu adik-adik tersayang

Muhammad Fitroh Azizy dan Majda Aulia, yang selalu memberi dorongan

dan semangat yang menjadi tuntutan penulis untuk dapat menyelesaikan

skripsi ini. Tanpa pengorbanan, kesabaran, kasih sayang, serta motivasi

kalian, manalah mungkin skripsi ini terselesaikan.

7. Teman harapan penulis Muhammad Mizan Sya’roni S.Th. I Bin KH.

Cucun Mansur Abbas, yang menjadi harapan penulis dalam arahan,

bimbingannya, motivasi, serta doanya untuk menemani penulis dalam

menyelesaikan penulisan skripsinya. Terimakasih yaa.

8. Segenap Pondok Pesantren Darunnajah Ulujami Jakarta, KH. Mahrus

Amin, MA, KH. Sofwan Manaf, MA, Usth Ema Maziyah, Ust. Jawahir

Abror beserta keluarganya, yang telah mendidik, menggembleng serta

memberikan nasehatnya hingga penulis dapat mengamalkan ilmu yang

diberikannya. Jazakumullah Khairan Katsiran

9. Segenap keluarga besar Pondok Pesantren Sabilussalam, Prof. Dr. H.

Hidayat MA, Prof. Dr. Suwito, MA, Dr. Muslih, Lc, Dr. Dede Abdul Fatah,

MA, Ahmad Luthfi MM, Ust. Badru, H. Asep Anwar, S.pd, Nurzein Efendi

S.pd,i, dan juga teman-teman ANDALAS Sabilussalam yang selalu

menemani suka duka dalam perjalanan menimba ilmu selama di pondok,

teman sekamarku Usth. Siti Nurjannah, Syifa Alawiyah, Liza Nur Amaliya,

dan Elisa M Fadillah dikala pagi tiba kamar kita lah yang paling ramai

dengan lantunan music arabiknya, kamar penuh kreasi, makan bersama,

nyuci, badakian dan lain-lainnya, kalian memberi dorongan dan motivasi

kepada penulis, memberi ketenangan dikala penulis sedang mengalami

kemacetan dalam menulis skripsi ini. Semua kenangan yang telah kita lalui

bersama memang sulit untuk dilupakan oleh penulis.

10. Segenap keluarga Pondok Pesantren Al Amanatul Huda, KH. Subur

Supriadi, Bu Nyai Mimi Jamilah, yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini. Semoga kasih dan sayangNya selalu menyertai

kalian, aamiin. Dan terima kasih kepada Pengurus Pondok Pesantren Al

Amanatul Huda Ust Kamal, Usth Fitra, Ust Irham, Ust Juhedi, Ust Fasjud,

dan Santri/Santriwati Nova, Mega kalian karena kalian lah penulis bisa

menyelesaikan penelitian skripsi ini. Jazakumullah Khairan Katsiran.

11. Teman-teman seperjuangan Syifa Toyyibah, Nur Fajrina, Siti Nur Aini, Iis

Sudianti, Mustofa Wildan, Budi, Azmi, Afandi, Lutfi, Fahruroji, Irhamni

dan juga sahabat penulis yang penulis rindukan Nur Halimah dan Fevi

Shalihah yang sudah menempuh hidup baru yang Alhamdulillah sudah

sama-sama memiliki buah hati merekalah yang selalu ada dalam perjalanan

kisah-kisah penulis selama penulis menjalani perkuliahan. Semoga kita

semua sama-sama sukses dalam jalannya masing-masing. Aamiin.

x

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ......................................................................................

LEMBAR PERNYATAAN ..........................................................................

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................

MOTTO ........... .............................................................................................

ABSTRAK ...................................................................................................

KATA PENGANTAR ...................................................................................

DAFTAR ISI ..................................................................................................

DAFTAR TABEL .........................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah…………………………………................

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah……………………...............

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………….................

D. Metodologi Penelitian……………………………………...............

E. Tinjauan Pustaka…………………………………………...............

F. Sistematika Penulisan…………………………………...................

BAB II. TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi Pemberdayaan……………………………........................

1. Etimologi…………………………..............................................

2. Terminolog………………………...............................................

3. Proses Pemberdayaan…………………………..........................

i

ii

iii

iv

v

vi

x

xiii

xiv

1

8

9

10

18

21

23

25

26

26

xi

4. Tahapan-tahapan Pemberdayaan………………........................

B. Definisi Yatim dan Dhuafa………………………..........................

1. Yatim…………………………………………….......................

2. Dhu’afa…………………………………………........................

C. Pemberdayaan Berbasis Kelembagaan Pendidikan……...............

1. Gambaran Umum Lembaga Pemberdayaan Berbasis Pendidikan

2. Filosofi Dasar Pendidikan……………………...........................

3. Hasil-hasil Pemberdayaan Berbasis Pendidikan…....................

D. Pemberdayaan Berbasis Yatim dan Dhuafa di Indonesia..............

1. Yayasan Rumah Yatim Arrohman Indonesia ............................

2. Asrama Yatim Mizan Amanah ..................................................

3. Pondok Pesantren Bahrul Maghfiroh..........................................

BAB III GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN AL-

AMANATUL HUDA

A. Profil Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda………........................

1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda….....

2. Visi, Misi, dan Tujuan…………………….............................

3. Identitas Pondok Pesantren………………………...................

4. Struktur Kepengurusan Pondok Pesantren…………...............

5. Keuangan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda…… ...........

6. Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren………….................

B. Keadaan Objektif Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda..............

1. Letak Geografis Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda............

2. Jumlah Sarana Pendidikan Pondok Pesantren Al-Amanatul

28

30

30

32

34

35

36

40

43

44

45

46

49

49

55

56

57

58

60

60

60

xii

Huda…………………………………………….........................

3. Jumlah Santri Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda.................

4. Pelayanan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda........................

C. Proses Pembelajaran.............................................................. ............

D. Program Pondok Pesantren.............................................................

1. Program Pendidikan Formal.......................................................

2. Program Pendidikan Non Formal...............................................

BAB IV ANALISIS DAN TEMUAN

A. Proses Pemberdayaan Yatim Dhu’afa di Pondok Pesantren Al-Amanatul

Huda…………………………………………...................................

1. Melalui Tahap Persiapan….………………………………………

2. Melalui Tahap Perencanaan……….……………………………..

3. Melalui Tahap Pelaksanaan.……………………………………..

4. Melalui Tahap Evaluasi………………………………………….

B. Nilai-Nilai Pemberdayaan yang Dibangun oleh Pondok Pesantren Al-

Amanatul Huda…………………………………………....................

1. Nilai Etika/Moral (Tasawuf inti etika dalam Pesantren)…………

2. Nilai Persaudaraan………………………………………………...

3. Keikhlasan dan Kesederhanaan………………………………….

4. Nilai Kemandirian………………………………………………...

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………….......

B. Saran…………………………………………………………….........

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………….…........

61

62

65

67

71

72

72

75

75

76

77

82

83

83

84

86

87

88

91

xiii

LAMPIRAN-LAMPIRAN…………………………………………............

xiii

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1. Rancangan Informan ....................................................... 13

2. Tabel 2. Jumlah Sarana Pendidikan di Pondok Pesantren Al-Amanatul

Huda................................................................................................. 58

3. Tabel 3. Jumlah Santri Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda......... 59

4. Tabel 4. Jumlah Santri/Santriwati Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda

menurut Kriteria Usia ..................................................................... 60

5. Tabel 5. Jadwal Kegiatan Harian Santri ....................................... 62

6. Tabel 6. Tahapan Proses Pemberdayaan……………………………….. 88

xiv

LAMPIRAN LAMPIRAN

1. Surat Izin Penelitian Skripsi.................................................. 91

2. Surat Bimbingan Skripsi........................................................ 92

3. Pedoman Wawancara Untuk Pimpinan Pondok Pesantren ... 93

4. Hasil Wawancara dengan KH. Subur Supriadi...................... 94

5. Pedoman Wawancara untuk Staff Pondok Pesantren............ 99

6. Hasil Wawancara dengan Ust. Kamal................................... 100

7. Hasil Wawancara dengan Usth Fitra...................................... 104

8. Pedoman wawancara untuk guru di pondok pesantren.......... 106

9. Hasil Wawancara dengan Usth Mimi Jamilah...................... 107

10. Hasil Wawancara dengan Ust. Irham.................................... 109

11. Pedoman Wawancara untuk Anak Santri/Santriwati............. 111

12. Hasil Wawancara dengan Ega............................................... 112

13. Hasil Wawancara dengan Ilham............................................ 113

14. Hasil Wawancara dengan Nova............................................. 114

15. Jadwal Kegiatan Penulis di Pondok Al Amanatul Huda....... 116

16. Surat Keterangan Pembangunan Pondok Al Amanatul Huda. 118

17. Surat Keterangan Membangun .............................................. 119

18. Piagam Pendirian Pondok Pesantren...................................... 120

19. Foto Keadaan Proses Belajar Mengajar di Kelas................... 121

20. Foto Kegiatan-Kegiatan di Pondok Al Amanatul Huda........ 122

21. Foto Gedung Pesantren Masih Dalam Tahap Pembangunan. 123

22. Foto Bapak Pimpinan & Ibu Pengasuh Beserta dewan Asatidz 125

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh

sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan

atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial, dan mandiri

dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.1 Dalam perundang-undangan

di bidang pendidikan Pasal 24 UU No 18 Tahun 2002 juga telah ditegaskan

bahwa setiap warga negara mempunyai hak sama untuk berperan serta dalam

melaksanakan kegiatan penguasaan, pemanfaatan, dan pemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi.2

Menurut al-Qur’an, misi dari risalah Islam adalah pemberdayaan

(pengembangan), mengajak orang berbuat baik, mencegah orang berbuat

ingkar, menghalalkan yang baik-baik, mengharamkan yang buruk-buruk,

mengatasi himpitan hidup, dan melepaskan belenggu-belenggu yang bisa

memberangus orang.3 Bahkan menurut al-qur’an, pendusta agama adalah

mereka yang tidak mengembangkan dan memberdayakan. Sebagaimana

firman Allah Surat Al-Mauun Ayat 1-3:

1 Edi Suharto, Memangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, kajian strategispembangunan kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial. (PT. Refika Aditama, 2005), h. 60

2 M. Siroji, Politik Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 220.3 Agus Ahmad Syafei, Management Pengembangan Masyarakat Islam, (Bandung:

Gerbang Masyarakat Baru Press, 2011), h. 47

2

Artinya: “…Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?Itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberimakan orang miskin.”4

Islam mengajarkan anak yatim diasuh sebaik-baiknya, baik yang

menyangkut perkembangan kejiwaanya maupun yang menyangkut kebutuhan

jasmaniahnya. Anak yatim adalah anak di bawah umur yang ditinggal mati

ayahnya,5 atau dapat juga diartikan anak yang tidak mempunyai keluarga

yang menanggung hidupnya. Anak yatim merupakan anak-anak yang

menderita, perlu kasih sayang, diberi pendidikan.

Berbicara mengenai pentingnya pendidikan dalam pengembangan,

perubahan, dan memberikan keterkaitan antara individu dengan masyarakat,

Seperti yang dikutip oleh Rakmat Hidayat dalam bukunya (Sosiologi

Pendidikan) mengatakan:

“…pendidikan merupakan elemen yang aktual, langsung atau tidaklangsung, sejauh dipahami oleh Durkheim sebagai proses sosial di manamoral diproduksi dan direproduksi, sedang ditransmisikan dari satu generasike generasi lain. Ini adalah proses di mana masyarakat menciptakan kembalisendiri, membuat individu siap untuk hidup dalam masyarakat.” (RakhmatHidayat : LV).

Para penganut pandangan structural fungsional percaya bahwa pendidikan

dapat digunakan sebagai jembatan untuk menciptakan tertib sosial.

Pendidikan dijadikan sebagai media sosialisasi kepada generasi muda untuk

4Al-Qur’an 107 (Al-Ma’uun) 1-35 M. Quraish Shihab, Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata (Jakarta: Lentera Hati,

2007), h. 1106

3

mendapatkan pengetahuan, perubahan perilaku dan penguasaan tata nilai

yang diperlukan sebagai anggota masyarakat. Lembaga Pendidikan

menawarkan cara untuk mengembangkan keterampilan masyarakat,

pengetahuan, dan budaya untuk generasi muda.6

Perspektif Fungsionalis menekankan keterkaitan masyarakat dengan

berfokus pada bagaimana setiap bagian mempengaruhi dan dipengaruhi oleh

bagian lain.7 Para fungsionalis struktur bermula pada hal yang dicenderungi

lebih memusatkan perhatiannya pada fungsi-fungsi sebuah struktur atau

Institusi.

Menurut Merton, para analis awal itu cenderung mencampuradukan motif-

motif subjektif individu dengan fungsi struktur atau institusi. Padahal

fungsionalisme struktural harus lebih banyak ditujukan kepada fungsi sosial

dibandingkan dengan motif individu.8 Contohnya: dalam fungsionalisme

struktural kaitannya dengan peran Pondok Pesantren. Bahwa santri yang

hidup dan tinggal di dalamnya, tetap menjaga fungsi sosialnya yaitu menjadi

santri yang menjaga norma sosial sebagaimana yang telah diajarkan. Norma

sosial pesantren merupakan salah satu identitas pesantren sekaligus

menjadikan salah satu representasi yang harus tertanam dalam jiwa santri.

Dalam Institusi pesantren misalnya, pesantren dalam perkembangannya

akan memproduk santri menjadi seseorang yang faham tentang norma, Islam

intelektual, dan menjadikan santri berdedikasi pada Allah SWT. Pesantren

6Rachmat Hidayat, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2014),Cet. Ke-1, h. 78

7 Ibid., h. 798 Ibid., h. 80

4

merupakan pusat spiritual dan intelektual masyarakat.9 Kehendak pesantren

yang dimaksud, tersusun dari sistem yang teratur dan sesuai kehendak dan

pengharapan hubungan pesantren dengan santri. Pesantren dalam hal ini akan

berfungsi sebagaimana tujuan dan harapannya, sedangkan santri juga akan

berfungsi menjadi santri harapan pesantren. Sejauh ini pesantren dalam

praktik sosialnya yang bersifat fungsional bagi santri secara keseluruhan pasti

menunjukkan tingginya level integrasi santri dalam pesantren.

Salah satunya adalah Yayasan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda,

dengan harapan Pondok Pesantren Al Amanatul Huda dapat mengadakan

perubahan, pengembangan, peningkatan, dalam berbagai aspek pendidikan,

bagi kehidupan anak-anak Yatim Dhuafa. Sebagai lembaga sosial Pondok

Pesantren diharapkan lebih peka terhadap persoalan kemasyarakatan, seperti:

kemiskinan, perpecahan, pengangguran, kebodohan, dan ragam patologi

sosial lainnya.

Berdasarkan pernyataan di atas, tidak berlebihan jika kita menyatakan

bahwa Pondok Pesantren merupakan institusi yang penting bagi umat Islam.

Lembaga ini memiliki potensi yang besar sebagai lembaga pendidikan dan

pengkaderan bagi generasi muda Islam.

Dasar motivasi pendirian sebuah Pondok Pesantren , salah satunya pada

firman Allah Surat At-Taubah Ayat 122 yang berbunyi:

9 Manfred Ziemek, Pesantren Dalam Perubahan Sosial, (Jakarta: LP3M, 1986), h. 19

5

Artinya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan

perang).mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara merekabeberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agamadan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telahkembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.10

Salah satu keunikan dari pola pendidikan yang dilaksanakan Pondok

Pesantren adalah tujuan pendidikannya yang tidak semata-mata berorientasi

memperkaya pengetahuan santri dengan penjelasan-penjelasannya, tetapi juga

menitikberatkan pada peningkatan moral, melatih dan mempertinggi

semangat, mengajarkan kejujuran, serta mengajarkan santri, untuk hidup

sederhana dan bersih hati. Dengan demikian, tujuan pendidikan Pondok

Pesantren bukan untuk mengejar kepentingan kekuasaan, uang, dan

keagungan duniawi, tetapi lebih kepada penanaman bahwa belajar merupakan

kewajiban dan bentuk pengabdian (ibadah) kepada Allah SWT.11

Pada dasarnya pendirian pesantren di Indonesia didorong oleh permintaan

(demand) atau kebutuhan (need) masyarakat. Hal ini yang memungkinkan

terjadinya partisipasi masyarakat di dalam pesantren berlangsung secara

instensif. Partisipasi ini diwujudkan dalam berbagai bentuk, mulai dari

penyediaan fasilitas fisik, penyediaan anggaran kebutuhan, dan lain

10QS, 09 (At-Taubah): 12211Amin Haedari, Transformasi Pesantren Pengembangan Aspek Pendidikan, Keagamaan,

Dan Sosial, (Jakarta, Lekdis & Media Nusantara, 2006), hlm. 179.

6

sebagainya. Sedangkan pesantren berperan dalam memenuhi permintaan dan

kebutuhan masyarakat akan pendidikan dan tuntunan kehidupan masyarakat.

Itulah sebabnya, tingginya tingkat partisipasi masyarakat telah menempatkan

pesantren dan kyai di dalamnya sebagai pusat satu inti kehidupan

masyarakat.12

Guna meningkatkan kuantitas dan kualitas hidup muslim, baik secara

individu maupun kelompok, perlu terus diupayakan secara kontinyu tentang

apa yang dibutuhkan dan apa yang harus dikerjakan oleh manusia, yang

sesuai dengan ajaran Islam. Pesantren sangat berperan, karena ia merupakan

salah satu tempat untuk membentuk manusia yang mengerti dan memahami

ajaran-ajaran Islam, melaksanakan serta mengamalkan baik untuk kehidupan

pribadi maupun kehidupan masyarakat.

Dalam Kaitan inilah Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda adalah salah

satu lembaga yang peduli terhadap pendidikan anak-anak yatim. Pondok

Pesantren Al-Amanatul Huda adalah Yayasan berbadan hukum yang

mencetak santri agar dapat mencetak generasi muda yang fasih dan lancar

dalam membaca Al-qur’an, serta mampu melantunkan sesuai dengan ilmu

nagham dan ilmu qiro’at yang berlaku, membekali dengan pengajian kitab

kuning dan keterampilan kemasyarakatan, akhirnya dapat menjadikan santri

yang berkualitas handal dan mampu berkiprah di masyarakat sebagai asatidz-

asatidzah, sekaligus qori-qori’ah serta hafidza-hafidzah yang menguasai sains

teknologi, bahasa asing serta berakhlakul karimah.

12 Abudin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga PendidikanIslam Indonesia, (Jakarta: PT. Grasindo Gramedia Widiya Sarana Indonesia, 2001), hlm. 144

7

Pondok Pesantren Al Amanatul Huda sudah mulai merintis pada tahun

2004, dan baru dibuka yayasannya sejak tahun 1992. Pesantren ini dulunya

adalah sebuah Yayasan Al Amanah. Selang beberapa tahun barulah

didirikannya sarana Pondok Pesantren Al Amanatul Huda . Pada tahun 2010

sudah terisi 37 anak yatim dhuafa yang berasal dari berbagai daerah.

Kemudian pada bulan oktober di tahun 2010, Pondok Pesantren ini sudah

memiliki perizinan legalitas dari kementrian agama.

Program pendidikan yang diterapkan di Al-Amanatul Huda adalah

Pesantren Tahfidzul Qur’an Salafiyah (Kajian Kitab Kuning), Majelis Dzikir,

Serta Pendidikan Formal dari jenjang pendidikan Madrasah Ibtidaiyyah (MI),

Madrasah Tsanawiyah (MTS), sampai Madrasah Aliyah (MA),. Dengan

Mempelajari ilmu pengetahuan umum dan ilmu pengetahauan agama yang

dilakukan, disinilah letak pentingnya Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda

dalam memberdayakan Yatim Dhu’afa.

Alasan penulis mengangkat topik pembahasan tentang Proses Pondok

Pesantren Al-Amanatul Huda dalam memberdayakan anak yatim dhu’afa,

karena awalnya peneliti melihat gambar pada akun Instagram Mimi Jamilah,

yaitu istri dari Pimpinan Pondok Pesantren Al-Amanatul huda yang isi tulisan

pada gambar tersebut adalah sebuah foto koran Replublika yang isinya

“Mengangkat Kaum Duafa Menjadi Penghafal Al-qur’an”. Disini peneliti

kemudian observasi langsung ke Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda, dan

ingin mengetahui pemberdayaan apa yang dilakukan oleh Pondok Pesantren

tersebut. Kemudian, setelah peneliti observasi, pondok ini ternyata

8

memberdayakan anak yatim yang dhu’afa. Dengan cara memberikan

pendidikan secara gratis dengan pendidikan formal dari pendidikan Madrasah

Tsanawiyyah (MTS) sampai Madrasah Aliyah (MA). Inilah sebabnya

mengapa penulis ingin meneliti di Pondok Pesantren ini. Karena Pondok

Pesantren ini dalam proses pemberdayaannya berbeda dengan Pondok

Pesantren lainnya. Anak yatim dhuafa disini diberdayakan dalam hal

pendidikannya dibiayai dengan gratis.

Berkaitan dengan hal tersebut, akhirnya peneliti berkesimpulan dan merasa

perlu membahas mengenai proses pemberdayaan yang dilakukan oleh Pondok

Pesantren Al-Amanatul Huda dan nilai-nilai pemberdayaan apa saja yang

diberikan untuk santrinya. Khususnya terhadap anak-anak yatim dan kaum

dhuafa. Maka untuk menjawab semua persoalan tersebut peneliti mengambil

judul: “Proses Pemberdayaan Yatim Dhua’afa di Pondok Pesantren Al-

Amanatul Huda Kelurahan Tajur Kecamatan Ciledug Kota Tangerang.”

B. Pebatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Fokus Masalah

Dengan demikian luasnya permasalahan yang terdapat dalam Pondok

Pesantren Al-Amanatul Huda ini, maka perlu kiranya penulis membatasi

penelitian ini pada ruang lingkup proses pemberdayaan yatim dhu’afa di

Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda Kelurahan Tajur, Ciledug, Kota

Tangerang.

2. Perumusan Masalah

9

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka penulis dapat

merumuskan masalah yaitu:

a. Bagaimana proses pemberdayaan yatim dhuafa yang dilakukan Pondok

Pesantren al-amanatul huda ?

b. Apa nilai-nilai pemberdayaan yang dibangun oleh Pondok Pesantren

Al Amanatul Huda?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan di atas maka tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui sejauh mana proses pemberdayaan yatim dhuafa

dan mengetahui apa saja nilai-nilai pemberdayaan yang dibangun oleh

Pondok Pesantren Al Amanatul Huda .

2. Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini secara teoritis yaitu untuk

menambah khazana ilmu dakwah, khususnya yang berhubungan dengan

unsur-unsur masyrakat Islam.Adapun secara peraktis penelitian ini yaitu:

a. Manfaat Akademis

1) Penelitian ini sebagai persyaratan tugas akhir dan memperoleh

kesarjanaan (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2) Menambah khazanah keilmuan, khususnya memperkarya model-

model dalam pengembangan masyarakat. Disamping itu, penelitian

ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai alat bantu untuk

10

menemukan dan mengembangkan teori-teori dalam pemberdayaan

berbasis pendidikan.

b. Manfaat Praktis: Hasil penelitian ini diharapkan menjadi contoh

lembaga atau yayasan swasta lainnya dengan melihat dan

mengaplikasikan pemberdayaan berbasis pendidikan yang baik untuk

kaum yatim dan dhu’afa.

D. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Pendekatan penelitian yang dilakukan oleh peneliti termasuk dalam

pendekatan kualitatif, pendekatan kualitatif ini digunakan karena beberapa

pertimbangan, yaitu bersifat luwes, tidak terlalu rinci, tidak lazim

mendefinisikan suatu konsep serta memberi kemungkinan bagi perubahan-

perubahan manakala ditemukan fakta yang lebih mendasar, menarik dan

unik bermakna lapangan.13

Penelitian kualitatif adalah sebuah penelitian yang menghasilkan data

desktiptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau perilaku

yang dapat diamati. Kirk dan Milker memberikan pengertian penelitian

kualitatif sebagai tradisi penelitian yang tergantung pada pengamatan

sesuai dengan orang-orang disekitar objek penelitian dalam bahasa dan

peristilahan sendiri.14

13 Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2003). CetKe-2. H.39

14 Lexy J.Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung, Remaja Karya, 1989),h.3

11

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif, yaitu suatu

metode yang dimaksudkan untuk mendeskripsikan dan mengklasifikasikan

secara fenomena (kenyataan sosial) dengan jalan mendeskripsikan

sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang

diteliti.15Yaitu untuk mendapatkan gambaran peran Pondok Pesantren Al-

Amanatul Huda dalam pemberdayaan yatim dhu’afa di Kelurahan Tajur

Kecamatan Ciledug Kota Tangerang. Selain itu pekerjaan yang dilakukan

adalah meneliti, membuat pejabaran secara sistematis, aktual, akurat

menganai fakta dan sifat dari masalah tersebut.Artinya sesuai dengan

kenyataan data dari hasil penelitian.

2. Macam dan Sumber Data

Adapun sumber data dalam penelitian ini terbagi dalam dua bagian,

yaitu sumber data primer dan data sekunder.

a. Sumber data primer maksudnya adalah sumber data utama, yaitu

Pimpinan Pondok Pesantren , ustadz/pengurus dan santri.

b. Sumber data sekunder adalah sumber data penunjang yang akan

diperoleh dari hasil study kepustakaan dan beberapa dokumen.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan di pergunakan dalam

penelitian ini meliputi:

15 Syamsir Salam, Jaenal Aripin, Metodologi Penelitian Sosial, (UIN Jakarta Press: 2006)

12

a. Observasi

Observasi berarti pengamatan dan pencatatan dengan sistematik

terhadap fenomena yang diselidiki.16 Observasi yang dilakukan oleh

peneliti adalah observasi partisipan yaitu peneliti melakukan

pengamatan. Jadi, peneliti disini memposisikan diri sebagai pengamat.

Pengamatan ini dilakukan langsung terhadap objek proses

pemberdayaan anak yatim dan dhuafa dan melakukan perjanjian kepada

staff pengurus pesantren untuk melakukan wawancara terhadap

pimpinan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda. Dengan metode ini

penulis mendatangi langsung Pondok Peantren Al-Amanatul Huda,

melihat-lihat kondisi lingkungan Pondok Pesantren, kemudian

melakukan pengamatan lebih mendalam guna memperoleh data

mengenai hal-hal yang mengenai objek penelitian.

b. Wawancara

Dalam wawancara ini diarahkan untuk memperoleh data melalui

informasi yang didengarnya, yang sebelumnya ditanyakan terlebih

dahulu kepada responden,17berkaitan dengan masalah penelitian.

Sehingga dapat menemukan data atau keterangan mengenai masalah

Pondok Pesantrean Al-Amanatul Huda dengan tanya jawab secara

langsung terhadap Pimpinan Pondok Pesantren itu sendiri. Jenis

wawancara yang digunakan adalah wawancara terstruktur, dimana

16 Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Andi Offser, 1992), cet ke-2, h. 129.17 Nurul Hidayati, Metodologi Penelitian Dakwah, dengan Pendekatan Kualitatif,

(Jakarta: UIN Jakarta press 2006),h.39

13

peneliti itu menanyakan data atau informasi mengenai peran Pondok

Pesantren Al-Amanatul Huda dalam pemberdayaan yatim dhu’afa.

a. Dokumentasi

Dokumentasi maksudnya adalah pengumpulan data yang

diperoleh melalui dokumen-dokumen dan pustaka sebagai bahan

analisis dalam penelitian ini.yang memfokuskan masalah mengenai

peran ponpes Al-Amanatul Huda dalam pemberdayaan yaitim dhu’afa.

4. Teknik Analisa Data

Pengolahan data dilakukan berdasarkan pada tiap perolehan data

dari hasil observasi, wawancara dengan tiap-tiap informan dan studi

dokumentasi untuk direduksi, dideskripsikan, di analisis, atau kemudian di

tafsirkan. Prosedur analisis terhadap masalah tersebut lebih difokuskan

pada upaya menggali fakta sebagaimana adanya, dengan teknik analisis

pendalaman kajian yang tujuannya untuk memberikan gambaran data

tentang hasil penelitian.

5. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda

di Kelurahan Tajur Kecamatan Ciledug. Penetapan lokasi ini dipilih

sebagai tempat penelitian didasarkan atas pertimbangan bahwa kondisi

objektif wilayah penelitian yang merupakan komunitas masyarakat Islam

yang mayoritas kurang mampu dalam segi kemiskinan intelektual maupun

14

materialuntuk memberdayakan mereka. Selain itu, penulis berkeyakinan

bahwa dilokasi ini cukup tersedia data dan sumber yang dibutuhkan.

Pertimbangan lainnya adalah secara geografis lokasi ini berdekatan dengan

tempat tinggal penulis sehingga lebih memudahkan dalam proses

penggalian datanya secara akurat. Adapun waktu penelitian dilakukan

selama 3 bulan dimulai dari sekarang yakni pada tanggal 8 maret 2016

sampai dengan selesai.

6. Subjek dan Objek Penelitian

Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, teknik pemilihan

informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel bertujuan

(purposive sampling),18 Penarikan sample secara purposive menekankan pada

pertimbangan karakteristik tertentu dari subjek penelitiannya. Dimana

karakteristik tersebut dilihat dari tiga (3) karakteristik yaitu, siswa /siswi yang

masih aktif belajar mengajar di Pondok Pesantren ini, mewakili setiap tingkat

pendidikannya yakni, Madrasah Tsanawiyyah (MTS), dan Madrasah

Aliyyah(Ma). Dalam penelitian ini, untuk menentukan subjek penelitian ini

peneliti memilih para subjek yang menurut peneliti dapat memberikan data

yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

Dalam mencari data peneliti mewawancarai Pimpinan Pondok Pesantren

Al-Amanatul Huda yaitu: KH. Subur Supriadi, 2 orang pengurus Pondok

Pesantren yaitu: Ust Juhedi dan Usth Fitria. Beberapa pengajar yaitu: Usth

18 Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung, PT. Remaja RosdaKarya, 2009), cet ke-26, h. 4

15

Mimi Jamilah, Ust Fasjud, dan Ust rachman. Peneliti juga mewawancarai

beberapa anak santri yatim dhu’afa yaitu: Ilham, Mega, Nova. Dengan

pengklarifikasian latar belakang dengan rancangan informan sebagai berikut:

Tabel 1

Rancangan Informan

No. Informan Informasi yangdicari

Jumlah MetodePengumpulan

Data1. Pimpinan

PondokPesantren,yaitu: KH. SuburSupriadi

Gambaran PondokPesantren Al-Amanatul Huda, Latarbelakang sejarahberdirinya PondokPesantren , ProgramPendidikan, Hasilyang dicapai.

1 Wawancarabebasterstruktur

2. Staff PondokPesantren,yaitu: UstJuhedi danUsth Fitria

Gambaran PondokPesantren Al-Amanatul Huda,Pelaksanaan Program,Dokumentasi

2 Wawancarabebasterstrukturdokumentasi

3. Guru/Pengajar,yaitu: UsthMimi Jamilah,Ust Fasjud,dan Ustranchman

Pelaksanaan ProgramPendidikan, ProsesPembelajaran, FaktorPendukung danpenghambat,Gambaran anak santri,hasil yang di capai.

3 Wawancaraterstrukturobservasi

4. Anak Santri,yaitu: Ilham,Mega, Nova

Pelaksanaan ProgramPendidikan, ProsesPembelajaran, Hasilyang di capai.

4 Wawancarabebasterstrukturobservasi

Sedangkan objek dari penelitian ini adalah tentang Proses

memberdayakan santri yatim dhu’afa yang terfokus pada pendidikan,

16

kesempatan mengembangkan bakat, dan keterampilan, pemenuhan

kebutuhan dasar dan pelayanan sosial ekonomi. Artinya Pondok Pesantren

al-amanatul huda ini sangat menentukan bagi anak yatim dhuafa untuk

meningkatkan kualitas hidupnya.

7. Teknik Keabsahan Data

Teknik keabsahan data, data yang telah digali, dikumpulkan dan

dicatat dalam kegiatan penelitian. Untuk menjaga keabsahan data dalam

penelitian ini di perlukan teknik pemeriksaan. Adapun teknik yang

digunakan untuk menjaga keabsahan adalah kriterium

kredibilitas/kepercayaan

Fungsi kriterium kredibilitas ini adalah untuk melaksanakan inkuiri

sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat

dicapai, kemudian mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil

penemuan dengan jalan pembuktian oleh penulis pada kenyataan ganda

yang sedang ditelti.

Kriterium kredibilitas ini menggunakkan dua teknik pemeriksaan.

1) Ketekunan pengamatan

Yang dimaksud disini untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur

dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu dalam

penelitian ini dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut

secara rinci. Dengan kata lain peneliti mengadakan pengamatan kepada

subjek penelitian yaitu: Pimpinan dan Wakil Pondok Pesantren Al-

17

Amantul Huda, Ustad dan Ustadzah Pondok Pesantren Al-Amantul

Huda, Pengurus maupun Pengasuh Pondok Pesantren Al-Amantul

Huda, Santri Yatim Dhu’afa Pondok Pesantren Al-Amantul Huda ini.

2) Triangulasi

Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.19 Salah satu

teknik triangulasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik triangulasi dengan sumber akan digunakan untuk

membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu

informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Hal ini

akan dilakukan dengan jalan:

a) Membandingkan data hasil wawancara dengan pengamatan di

lapangan.20 Contohnya: peneliti mendapatkan data penelitian dengan

hasil wawancara yakni dengan Pimpinan Pondok Pesantren Al-

Amanatul Huda kemudian peneliti didampingi oleh salah satu

pengasuh untuk melihat-lihat bagaimana keadaan bangunan Pondok

Pesantren Al-Amanatul Huda dan juga memperlihatkan kegiatan-

kegiatan yang berlangsung di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda.

b) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai

pendapat dan pandangan orang lain.21 Contohnya: peneliti

19 Tim Penyusun, Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah danKegutruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: UIN Press), h. 74

20 Ibid., h. 7421 Ibid., h. 74

18

membandingkan jawaban pengurus Pondok Pesantren dengan

jawaban dari wawancara yang dilakukan dengan pimpinan Pondok

Pesantren .

c) Membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang

berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti. Wawancara tersebut

untuk keperluan pengecekan.22 Contohnya: peneliti sudah

mendapatkan hasil data dari wawancara dengan subjeknya yakni

pengurus Pondok Pesantren Al-amatul Huda kemudian peneliti

ingin membuktikannya dengan cara meminta pengurus untuk

memperlihatkan dokumen-dokumen terdahulu yang peneliti maksud.

8. Teknik Penulisan

Teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku “pedoman

penulisan skripsi Skripsi, Tesis, dan Disertasi, UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta” yang diterbitkan oleh UIN Jakarta.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam penyusunan skripsi ini sebelum penulis mengadakan penelitian

lebih lanjut kemudian menyusunnya menjadi satu karya ilmiah, maka langkah

awal yang penulis tempuh adalah mengkaji terlebih dahulu terhadap skripsi

terdahulu yang mempunyai judul hampir sama dengan yang akan penulis

teliti. Adapun skripsi tersebut adalah:

22 Ibid., h. 74

19

Pertama, skripsi yang ditulis oleh Fikri Dzulkarnain23 mahasiswa UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam

Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi tahun 2014, yang berjudul “Peran

Yayasan Griya Yatim dan Dhu’afa dalam Pemberdayaan Kaum Dhu’afa

Melalui Pendidikan Keterampilan Di Bekasi” Pada Skripsi saudara Fikri

membahas tentang Bagaimana Peran Yayasan Yatim dan Dhu’afa dalam

memberdayakan Kaum Dhu’afa yang mengupayakan Kaum Dhu’afa setelah

diberdayakan memiliki kemandirian dalam membangun, mengembangkan,

dan membina kehidupannya secara responsive (tanggung jawab) terhadap

problem sosial apapun yang tengah mereka hadapi. Persamaan dengan skripsi

ini adalah pada skripsi ini penuliti juga membahas tentang lembaga yang

memberdayakan kaum dhu’afa dalam bidang pendidikan kreativitas.

Sedangkan perbedaannya pada skripsi ini dengan peneliti adalah peneliti

membahas bagaimana proses pemberdayaan pada kaum yatim yang dhuafa

dengan melalui pendidikan yang diberikan oleh Pondok Pesantren Al-

Amanatul Huda dimana santri yatim dhu’afa tersebut diwajibkan untuk

melanjutkan pendidikannya sampai Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI).

Kedua, skripsi yang ditulis oleh Reni Safitri mahasiswi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas

Ilmu Dakwah dan Komunikasi tahun 2009, yang berjudul “Peran Yayasan

Ar-Rasyid Dalam Pemberdayaan Kaum Dhu’afa Di Sawangan Depok”. Pada

skripsi ini saudari Reni telah menjelaskan tentang bagaimana peran

23 Fikri Dzulkarnain, “Peran Yayasan Griya Yatim dan Dhu’afa dalam PemberdayaanKaum Dhu’afa Melalui Pendidikan Keterampilan Di Bekasi (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwahdan Ilmu Komunikasi Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, 2014), h. 66

20

pemberdayaan Kaum Dhu’afa melalui program sekolah komunitas ibu,

pendidikan usia dini, majlis taklim, yang merupakan program pemberdayaan

ini berupaya mengentaskan kebodohan dan kemiskinan.24 Persamaan dengan

skripsi yang di bahas oleh Reni dengan peneliti adalah sama-sama

memberdayakan Kaum Dhu’afa. Sedangkan perbedaannya disini penelti

membahas pemberdayaan pada yatim yang memiliki status dhu’afa dan

meneliti bagaimana proses dalam pemberdayaan oleh Pondok Pesantren Al-

Amanatul Huda.

Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Ropiah mahasiswi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas

Ilmu Dakwah dan Komunikasi tahun 2004, yang berjudul “Peran Pondok

Pesantren Al-Itqon Dalam Pengembangan Masyarakat Duri Kosambi

Cengkareng”. Pada skripsi ini saudari Ropiah menjelaskan bagaimana peran

Pondok Pesantren dalam pengembangan masyarakat melalui kegiatan

pengajian, kitab-kitab kuning dan juga mengadakan pendidikan formal untuk

warga yang berada di lingkungan Pondok Pesantren dan dari tempat

lainnya.25Persamaan dengan skripsi yang peneliti bahas adalah sama-sama

pemberdayaan penempatan lokasinya yang berada di Pondok Pesantren .

Akan tetapi perbedaan pada skripsi yang ditulis oleh saudari Ropiah dan

peneliti adalah peneliti meneliti pemberdayaan yatim dhu’afa dengan

24 Reni Safitri, “Peran Yayasan Ar-Rasyid Dalam Pemberdayaan Kaum Dhu’afa DiSawangan Depok”(Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi JurusanPengembangan Masyarakat Islam, 2009), h. 49

25 Ropiah,“Peran Pondok Pesantren Al-Itqon Dalam Pengembangan Masyarakat DuriKosambi Cengkareng” (”(Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi JurusanPengembangan Masyarakat Islam, 2004), h. 46

21

penempatan lokasi pesantren yang berbeda yaitu di Pondok Pesantren Al-

Amanatul Huda sedangkan saudari Ropiah meneliti Di Pondok Pesantren Al-

Itqon.

F. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Merupakan bagian yang terdiri dari Pendahuluan, memuat tentang

Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah,

Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan

Pustaka, Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Tinjauan teoritis yang meliputi Definisi Pemberdayaan, Definisi

Anak Yatim dan Dhuafa, Pemberdayaan Berbasis Kelembagaan

Pendidikan, Pemberdayaan Berbasis Yatim dan Dhuafa di

Indonesia

BAB III GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN AL-

AMANATUL HUDA

Membahas tentang Profil Pondok Pesantren , Keadaan Objektif

Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda, Proses Pembelajaran,

Program Pondok Pesantren

BAB IV ANALISIS DATA

Merupakan bentuk analisis Proses Pemberdayaan Yatim Dhu’afa

di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda, dan Nilai-nilai

22

pemberdayaan yang dibangun oleh Pondok Pesantren al-amanatul

huda

BAB V PENUTUP

Penutup, yang meliputi Kempulan dan Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

23

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi Pemberdayaan

Pemberdayaan adalah suatu proses yang relative terus berjalan untuk

meningkatkan perubahan kearah perubahan yang lebih baik. Pemberdayaan

bisa disebut juga pengembangan1. Pada dasarnya, agama Islam adalah agama

pemberdayaan. Dalam pandangan Islam, pemberdayaan harus merupakan

gerakan tanpa henti2.

Kata Pemberdayaan adalah terjemahan dari istilah bahasa Inggris yaitu

empowerment. Pemberdayaan (empowerment) berasal dari kata dasar power

yang berarti kemampuan berbuat, mencapai, melakukan atau memungkinkan.

Awalan em berasal dari bahasa Latin dan Yunani, yang berarti didalamnya,

karena itu pemberdayaan dapat berarti kekuatan dalam diri manusia, suatu

sumber kreativitas3.

Dengan kata lain, pemberdayaan (empowering) adalah memampukan

dan memandirikan mereka. Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan

individu anggota masyarakat tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan

nilai-nilai budaya modern seperti kerja keras, hemat, keterbukaan,

kebertanggungjawaban, adalah bagian pokok dari upaya pemberdayaan ini.

1 Adi, Isbandi Rukminto. Pemikiran Pemikiran Dalam Pembangunan KesejahteraanSosial, (Jakarta: UI Press2011), h.32-33.

2 Nanih Macendrawati, Agus Ahmad Syafe’I, Pengembangan Masyarakat Islam: dariIdeologi, Strategi sampai Tradisi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), Cet. 1, h.41.

3 Lili Baridi, dkk, Zakat dan Wirausaha, (Jakarta: Centre for EnterpreneurshipDefelopment,2005), Cet. Ke-1, h.53.

24

Demikian pula pembaharuan lembaga-lembaga sosial dan pengintegrasiannya

ke dalam kegiatan pembangunan serta peranan masyarakat di dalamnya.

Pemberdayaan menunjukkan pada kemampuan orang, khususnya

kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau

kemampuan dalam4:

1) Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan,

dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas

dari kelaparan, bebas dari kebodohan dan dari kesakitan. Contohnya:

membebaskan anak-anak yatim dan dhu’afa dari kebodohan, kelaparan,

dan kesakitan dengan diberikannya tempat disuatu lembaga seperti

Pondok Pesantren agar anak-anak tersebut dapat bardaya, dan

menjadikannya hidup mandiri.

2) Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka

dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan

jasa-jasa yang mereka perlukan. Contohnya: Melakukan kegiatan

produktif meliputi membuat kerajinan tangan, memberikan pelatihan-

pelatihan kreatifitas anak agar memiliki nilai jual yang tinggi sehingga

mendapatkan keuntungan finansial juga dapat menyejahterakan mereka.

3) Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang

mempengaruhi mereka. Contohnya: lembaga Pondok Pesantren. Dimana

di dalamnya terdapat Kiayi, Pengurus/Staff, Ustad/Ustadzah, yang

berpartisipasi dalam proses pembangunan. Seperti halnya Pesantren

4 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: ReflikaAditama, 2005), h. 58.

25

selama ini dikenal dengan fungsinya sebagai lembaga pendidikan yang

memiliki misi untuk membebaskan peserta didiknya (santri) dari

belenggu kebodohan yang selama ini menjadi musuh dari dunia

pendidikan secara umum.

Dalam pemberdayaan diharapkan masyarakat yang kurang berdaya

menjadi masyarakat yang berdaya dan kuat (mempunyai daya kekuatan)

dengan menggali serta mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Dengan

kata lain, pemberdayaan adalah untuk mencapai tujuan akhir yang disebut

dengan masyarakat sejahtera dan mandiri yang mempunyai kekuatan hidup

diatas potensi dirinya sendiri.5

1. Secara Etimologi

Pemberdayaan secara etimologi berasal dari kata daya yang berarti

upaya, usaha, akal, kemampuan.6 Jadi pemberdayaan adalah upaya untuk

membangun daya masyarakat dengan mendorong, memotivasi dan

membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya

untuk mengembangkannya.7

Pemberdayaan ini menyangkut beberapa segi yaitu pertama,

penyadaran tentang peningkatan kemampuan untuk mengidentifikasi

persoalan dan permasalahan yang ditimbulkan serta kesulitan hidup atau

penderitaan. Kedua, meningkatkan sumber daya yang telah ditemukan,

pemberdayaan memerlukan upaya advokasi kebijakan ekonomi politik

5 Owin Jamasy, Keadilan, Pemberdayaan, dan penanggulangan Kemiskinan, (Jakarta:Belantik 2004), Cet Ke-1, h. 108.

6 Badadu-Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Sinar Harapan, 1997), h.317.7 Mubyartanto, Membangun Sistem Ekonomi (Yogyakarta: BPFE, 2000), h.263.

26

yang pada pokoknya bertujuan untuk membuka akses golongan bawah,

lemah, dan tertindas tersebut terhadap sumber daya yang dikuasai oleh

golongan kuat atau terkungkung oleh peraturan-peraturan pemerintah dan

pranata sosial.8

2. Secara Terminologi

Sementara secara terminology istilah pengembangan masyarakat

dalam Kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai usaha bersama yang

dilakukan oleh penduduk atau masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya.

Community Development menggambarkan makna yang penting dari dua

konsep : Community, bermakna kualitas hubungan sosial dan

Development, perubahan kearah kemajuan yang terencana dan bersifat

gradual. Makna ini penting untuk arti pengembangan masyarakat yang

sesungguhnya (Blackburn)9.

Menurut shardlow sebagaimana yang dikutip oleh Isbandi, melihat

bahwa berbagai pengertian yang ada mengenai pemberdayaan pada intinya

membalas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha

mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk

membentuk masa depan dengan sesuai keinginan mereka.10

3. Proses Pemberdayaan

Dalam pengembangan masyarakat proses merupakan hal yang

penting. Seorang pekerja masyarakat tidak benar-benar tau kemana

8 M. Dawam Raharjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, (Yogyakarta: PustakaPelajar, 1999), Cet. 1, h.355

9 Ferdian Tonny Nasdian, Pengembangan Masyarakat, (Jakarta: Buku Obor, 2014), h. 30.10 Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi

Komunitas, (Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 2001), h. 33.

27

pengembangan masyarakat akan bermuara, demikian pula hasil pastinya.

Seorang pekerja masyarakat yang sudah jelas permulaannya megenai hasil

yang diperoleh merupakan pekerja yang tidak memberdayakan masyarakat

(disempowering community), karena hal ini menjauhkan masyarakat,

control atas proses, serta determinasi arah pengembangan11.

Sebagai proses pemberdayaan merujuk pada kemampuan, untuk

berpartisipasi memperoleh kesempatan atau mengakses sumberdaya dan

layanan yang diperlukan guna memperbaiki mutu hidupnya (baik secara

individual, kelompok, dan masyarakat dalam arti luas). Dengan

pemahaman seperti ini pemberdayaan dapat diartikan sebagai proses

terencana guna meningkatkan skala utilitas dari objek yang

diberdayakan12.

Seperti yang dikutip oleh Adi menggambarkan proses pemberdayaan

yang berkesinambungan sebagai suatu siklus yang terdiri dari 5 (lima)

tahapan utama, yaitu:

a. Menghadirkan kembali pengalaman yang memberdayakan dan (racall

dopewering/empowering experience).

b. Mendiskusikan alasan mengapa terjadi pemberdayaan dan

ketidakberdayaan (discuss reasons for dopowerment/ empowerment).

c. Mengidentifikasikan suatu masalah ataupun proyek (identify one

problem or project).

11 Ferdian Tonny Nasdian, Pengembangan Masyrakat, (Jakarata: Buku Obor, 2014)h. 55.12 Totok Mardikanto dan Poerwoko Soebianto, Pemberdayaan Masyarakat Dalam

Perspektif Kebijakan Publik, (Bandung : Alfabeta, 2012), h. 61

28

d. Mengidentifikasikan basis daya yang bermakna (identify usefull power

based)

e. Mengembangkan rencana-rencana aksi dan mengimplementasikan

(develop and implement action plan).

Dari pernyataan di atas tergambar mengapa Hogan, meyakini bahwa

proses pemberdayaan yang terjadi pada tingkat individu tidak berhenti

pada titik suatu tertentu, tetapi lebih merupakan sebagai upaya

berkesinambungan untuk meningkatkan daya yang ada.

4. Tahapan-tahapan Pemberdayaan

Isbandi Rukminto Adi dengan rumusan strateginya yang menjadikan

beberapa tahap dalam melakukan pembeedayaan yakni13:

a. Tahapan Persiapan (engagement), tahap persiapan ini memilki substansi

penekanan pada dua hal elemen penting yakni penyiapan petugas dan

penyiapan lapangan.14

b. Tahap Pengkajian (assessment), sebuah tahapan yang telah terlibat aktif

dalam pelaksanaan program pemberdayaan karena masyarakat setempat

yang sangat mengetahui keadaan dan masalah ditempat mereka berada.

c. Tahap Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan (designing).

Dalam tahap ini program perencanaan dibahas secara maksimal dengan

melibatkan peserta aktif dari pihak masyarakat guna memikirkan solusi

atau pemecahan atas masalah yang mereka hadapi di wilayahnya.15

13Adi Isbandi Rukminto, Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan IntervensiKomunitas, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia, 2013), h. 58-60

14 Ibid., 58-6015 Ibid., h. 58-60

29

d. Tahap Perfomulasian Rencana Aksi (designing), pada tahap masyarakat

dan fasilitator menjadi bagian penting dalam bekerjasama secara

optimal.

e. Tahap Pelaksanaan Program atau Kegiatan Implementasi, tahap ini

merupakan bentuk pelaksanaan serta penerapan program yang telah

dirumuskan sebelumnya bersama para masyarakat.16 Tahapan ini berisi

tindakan aktualisasi bersinergi antara masyarakat dengan petugas

pemberdayaan.

f. Tahap Evaluasi,17 tahapan yang memiliki substansi sebagai proses

pengawasan dari warga dan petugas teerhadap program pemberdayaan

masyarakat yang sedang berjalan dengan melibatkan warga. Tahapan

ini juga akan merumuskan berbagai indicator keberhasilan suatu

program yang telah diimplementasikan serta dilakukan pula

bentukbentuk stabilisasi terhadap perubahan atau kebiasaan baru yang

diharapkan terjadi.

g. Tahap terminasi (disengagement), sebuah tahapan dimana seluruh

program telah berjalan secara optimal dan petugas fasilitator

pemberdayaan masyarakat sudah akan mengakhiri kerjanya.

16 Ibid., h. 58-6017 Ibid., h. 58-60

30

B. Definisi Yatim dan Dhuafa

1. Yatim

Secara etimologis, yatim berasal dari bahasa Arab yaitu “yataama

yatiimu yatiiman”, yang artinya menyendiri.18 Pengertian yatim menurut

istilah bahasa adalah anak yang tidak memiliki bapak, tetapi sebagian

orang memakai kata yatim untuk anak yang bapaknya meninggal.19

Para ahli dan ulama berbeda pendapat tentang pengetian anak yatim

di antaranya sebagai berikut:

a. Hasan Ayub mengatakan: “anak yatim, anak yang telah ditinggalkan

ayahnya sebelum mencapai kedewasaannya, dan jika sudah dewasa

maka tidak disebut lagi yatim piatu.20

b. Sri Suhardjati Sukri mengatakan : “yatim adalah anak yang ditinggal

mati ayahnya”.21

c. H. Ahmad Zuzani Djunaidi mengatakan : “anak yatim adalah seseorang

yang masih kecil, lemah dan belum mampu berdiri sendiri yang

ditinggalkan oleh orang tua yang menanggung biaya

penghidupannya”.22

18 M. Bin Abu Bakar Bin Abdul Qodir Arrazi, Muhtarus Shihab, h. 74119 Peter Salim dan Yeni Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (Jakarta: Modern

English, 1991), h.172720 Hasan Ayub, Etika Islam: Menuju Islam Yang Hakiki (Bandung, Trigenda Karya, 1994),

cet. Ke-1, h. 36221 Sri Suhadjati Sukri, “Menyantuni Anak Yatim Psikologis”, dalam Suara Merdeka, 21

November 2003, h. 122 Ahmad Zurzani Djunaidi dan Ismail Mulana Syarif, Sepuluh Inti Perintah Allah (Jakarta:

PT Fikhati Aneska, 1991), cet. Ke-1. h.199.

31

d. Rudi Setiadi mengatakan : “anak yatim adalah anak yang ditinggal mati

ayah selagi ia belum mencapai umur baligh”.23

Lain halnya menurut definisi fiqih yang dikutip oleh Dzulkarnain

dalam artikelnya beliau mengatakan:

“Ada beberapa hal yang perlu saya jelaskan: dalam definisi ahli fiqih,yatim adalah anak yang meninggal ayahnya sebelum baligh. Adapunsetelah baligh, seorang tidak lagi disebut sebagai anak yatim berdasarkanhadits”.24

Melalui untaian di atas, Dzulkarnain memberi penjelasan bahwa

definisi tersebut adalah patokan dalam pembahasan anak yatim dalam

syari’at kita. Bukan definisi dalam bahasa Indonesia yang menyebutkan

bahwa yatim adalah tidak beribu atau tidak berayah lagi (karena ditinggal

mati). Sedang piatu adalah sudah tidak berayah dan beribu.

Islam mewajibkan kita berbuat baik, memberi nafkah dan

memelihara anak-anak yatim dengan adil seperti layaknya memelihara

anak-anak kita sendiri, di mana kewajiban kita terhadap anak-anak yatim

ini, nilainya setara dengan kewajiban kita terhadap kedua orang tua ibu

dan bapak, kaum kerabat, dan orang miskin, sesuai dengan Firman Allah

dalam surat Al-Baqarah 83:

23 Rudi Setiadi, Menyantuni Anak Yatim”, dalam Renungan Jum’at, 10 Desember 2004,h.1.

24 Dzulkarnain, “Ketentuan Penamaan Yatim”, artikel di akses pada tanggal 21-02-2013dari http://www.dzulkarnain.net/siapakah-anak-yatim.html

32

Artinya: “…Dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaumkerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin.”25 (Al-Baqarah: 83).

Penjelasan ayat tersebut adalah bahwa Allah memerintahkan kita

untuk selalu berbuat baik kepada orang tua, sahabat, terlebih kepada anak-

anak yatim yaitu anak yang ditingal oleh bapaknya dan juga terhadap

orang-orang miskin.

2. Dhuafa

Makna dhuafa dalam kosa kata al-Qur’an merupakan bentuk jamak

dari kata dha’if kata ini berasal dari akar kata “dha’afa-dha’ufa-yadh’ufu-

dhu’afan dan dha’fan”26. Yang secara umum mengandung dua pengertian,

lemah dan berlipat ganda. Menurut al-Ashfahani perkataan dhu’fu

merupakan dari kata quwwah yang berarti kuat.27

Sejalan dengan penjelasan di atas, Al-Raghib Al-Ashfahani

didalam kitab Mufradat Al-fadah Al-Qur’an ketika menjelaskan makna

dan dimaksud istilah dhi’afan pada surat An-Nisa Ayat 928:

Artinya: “Hendaklah takut kepada Allah orang-orang yangseandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah,yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab ituhendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah merekamengucapkan Perkataan yang benar.”

25 Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: CV Toha PutraSemarang , 1989), h.23

26 Asep Usman Ismail, Pengamalan Al-Qur’an tentang pemberdayaan dhu’afa, h.9427 Ibid., h.9428 QS, An-Nisa: 9

33

Dari ayat di atas bahwa istilah dhi’afan memiliki beberapa

pengertian: Pertama, dha’if al-jism yakni lemah secara fisik. Maksudnya,

bahwa orang-orang beriman tidak boleh membiarkan anak-anak mereka

memiliki fisik, tubuh, atau badan yang lemah. Bagi orang Islam, makanan

yang bergizi itu selain memenuhi gizi yang seimbang sebagaimana

dirumuskan dalam prinsip empat sehat lima sempurna, tetapi juga harus

memerhatikan syarat halalan tayyiban, yakni halal secara ilmu fiqih dan

berkualitas bagi kesehatan tubuh.29

Kondisi ini yang kerap mendapatkan perlakuan tak layak di

kalangan masyarakat bukanlah suatu yang hina dan ajang berputus asa

karena boleh jadi yang kita sekarang akan medatangkan kebahagiaan. Al-

Qur’an ketika menyingung masalah ini menyebutkan beberapa kelompok

yang tergolong orang-orang yang lemah atau dhu’afa, yaitu: Orang Faqir,

Orang Miskin, Orang Yatim, Ibnu Sabil, Tawanan Perang, Kaum Cacat,

Al-Gharim/ orang, orang yang berhutang, Al-Abdu wa Al-Riqad/ hamba

sahaya atau budak.

Derita kaum dhu’afa beraneka ragam bentuk dan coraknya mulai

yang ringan sampai yang berat. Namun sekurang-kurangnya penderitaan

meraka menyangkut beberapa hal, yaitu:

a. Kelaparan akibat tingkat ekonomi yang lemah

b. Kekurangan akibat berbagai kesulitan dan kurang pangan

c. Kebodohan karena tidak mendapat pendidikan yang cukup

29 Ibid., h. 19

34

d. Keterbelakangan karena lemahnya posisi mereka di masyarakat.30

C. Pemberdayaan Berbasis Kelembagaan Pendidikan

Pendidikan merupakan investasi masa depan, demikian orang sering

menyebutkan untuk menyatakan betapa pentingnya pendidikan bagi warga

masyarakat untuk meraih masa depan yang lebih baik. Bapak Pendidikan

Nasional Indonesia yaitu Bpk. Ki Hajar Dewantara telah menegaskan

perlunya tanggung jawab dan kewajiban pendidikan diletakkan pada semua

pihak yang berkepentingan. Beliau menyebut dengan “Tri Pusat Pendidikan”

yang bermakna bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara

keluarga, sekolah, dan masyarakat. Hal itu karena semua lembaga tersebut

merupakan pusat-pusat terselenggarakannya pendidikan.

Ki Hajar Dewantara dalam buku yang ditulis Abbudin Nata

mendefinisikan pendidikan adalah bersifat pembangunan, tetapi merupakan

perjuangan pula. Pendidikan berarti memelihara hidup tumbuh ke arah

kemajuan, tidak boleh melanjutkan keadaan kemarin menurut alam kemarin.

Pendidikan adalah usaha kebudayaan, berasas peradaban, yakni memajukan

hidup agar mempertinggi derajat kemanusiaan.31

30 Syahrin Harahap, Islam: Konsep dan Implementasi Pemberdayaan (Yogyakarta: PT.Tiara Wacana, 1999), h.86.

31 Abbudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), hal.10

35

1. Gambaran Umum Lembaga Pemberdayaan Berbasis Pendidikan

Pendidikan sebagai proses memanusiakan manusia, membentuk

manusia muda untuk berkembang menjadi manusia yang utuh, bermoral,

bersosial, berwatak, berkepribadian, berpengetahuan, dan berohani.32

Lembaga pendidikan di Pondok Pesantren adalah tujuan peneliti

dalam meneliti sebuah lembaga dalam pemberdayaan berbasis pendidikan.

Lembaga Pesantren adalah tempat orang-orang atau para pemuda

menginap (bertempat tinggal) yang dibarengi dengan suatu kegiatan untuk

mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan

ajaran Islam.33

Pondok Pesantren disamping berfungsi sebagai lembaga

Pendidikan Islam juga memiliki peran sebagai motor penggerak

pembangunan dan perubahan masyarakat. Aktivitas nyata Pondok

Pesantren dalam memberdayakan kehidupan masyarakat dapat dilihat dari

kemampuannya dalam kegiatan-kegiatan yang bertujuan menggali,

merangsang dan meningkatkan social ekonomi masyarakat,

pengembangan usaha produktif.

Dengan begitu generasi muda yang ditempatkan di lembaga

pendidikan pesantren dapat diandalkan sebagai Agen Of Change dalam

proses Pendidikan dan pemberdayaan masyarakat.

32 Ki. Hajar Dewantoro, Pendidik, (Yogyakarta: Taman Siswa, 1956), h. 4533 Umi Musyarofah, Dakwah KH. Ja’far dan pondok Pesantren Pabelan, (Jakarta: UIN

press, 2009), Cet. Ke-1, h.22

36

2. Filosofi Dasar Pendidikan

Secara harfiah / etimologi filsafat berasal dari kata fhilo yang berarti

cinta, dan kata shopos yang berarti ilmu atau hikmah.34 Menurut Harun

Nasution bahwa filsafat berasal dari kata Arab falsafah yang berasal dari

bahasa Yunani, philosopia; philos yang berarticinta, suka (loving), dan

shopia berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi philosopia berarti cinta

kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebijaksanaan atau cinta

kepadakebenaran. Orang yang cinta kepada pengetahuan dan kebenaran itu

lazimnya disebut philosopher yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.35

Sedangkan secara terminologis filsafat dapat diartikan sebagai suatu

analisa secarahati-hati terhadap penalaran-penalaran mengenai suatu

masalah, dan penyusunan secara sengaja terhadap sesuatu. Atau analisa

secara sistematis yang menjadikan suatu sudut pandang sebagai dasar

suatu tindakan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa inti filsafat

adalah proses berpikir secara radikal tentang hakikat kebenaran segala

sesuatu. Filsafat juga berfungsi sebagai tolak ukur bagi nilai-nilai tentang

kebenaran yang harus dicapai. Adapun untuk mewujudkan nilai-nilai

tersebut dilakukan dengan berbagai cara salahsatunya lewat pendidikan.36

Filsafat dan pendidikan memang merupakan dua istilah yang berdiri

pada makna dan hakikat masing-masing, namun ketika keduanya

digabungkan ke dalam satu terma khusus, maka ia pun memiliki makna

34 M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994) Cet, Ke-4, h. 135 Poerwanto dkk, Seluk Buluk Filsafat Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1991)

Cet, Ke-2, h. 136 Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1996), h. 1

37

tersendiri yang menunjuk ke dalam suatu kesatuan pengertian yang tidak

terpisahkan.

Omar Muhammad al-Toumy al- Syaibany37 menyebutkan bahwa

filsafat pendidikan adalah pelaksanaan pandangan filsafat dan kaidah-

kaidah filsafat dalam bidang pengalaman kemanusiaan yang disebut

dengan pendidikan. M. Arifin M.Ed. mengemukakan, bahwa filsafat

pendidikan adalah upaya memikirkan permasalahan pendidikan. Ali Khalil

Abu al-Ainain38 mengemukakan pula, bahwa filsafat pendidikan adalah

upaya berfikir filosofis tentang realitas kependidikan dalam segala hal,

sehingga melahirkan teori-teori pendidikan yang berguna bagi kemajuan

aktifitas pendidikan itu sendiri.

Dari penjelasan di atas adalah hubungan antara filasafat dan

pendidikan yakni, dengan menggunakan filasafat kita mampu mencari

nilai-nilai ideal (cita-cita) yang lebih baik yang dijadikan sebagai landasan

pandangan hidup untuk merumuskan dasar-dasar dan tujuan pendidikan,

konsep tentang manusia, hakikat dan segi-segi pendidikan sertamoral

pendidiknya. Dengan kata lain, pendidikan bertindak mencari arah yang

terbaik (aktualisasi) dengan berbekal pada teori-teori pendidikan yang

diberikan oleh pemikir filsafat.

Penganut pandangan structural fungsional percaya bahwa pendidikan

dapat digunakan sebagai jembatan untuk menciptakan tertib sosial.

37 Omar Muhammad al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan, (Jakarta, BulanBintang 1979) h. 30

38 Ali Khalil Abu al-Ainain, Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah fi al-Qur’an al-karim,(Dar al-Filr al-‘Arabiy, 1980), h.61,62, dan 64

38

Pendidikan dijadikan sebagai media sosialisasi kepada generasi muda

untuk mendapatkan pengetahuan, perubahan perilaku dan penguasaan tata

nilai yang diperlukan sebagai anggota masyarakat. Diantara tokoh

penganut perspektif structural tentang pendidikan yaitu, Emile Durkheim,

Auguste Comte, Robert K Merto, Talcot Parson, dan Charles Darwin.39

Auguste Comte (1798-1857) yang dikenal sebagai bapak sosiologi

yang memelopori filsafat positivistic, berpendapat bahwa pengetahuan dan

masyarakat dalam proses transisi secara evolusi. Tugas sosiologi disini

untuk memahami faktor-faktor yang diperlukan dalam evolusi masyarakat.

Semuanya itu nantinya bertujuan untuk menciptakan tertib sosial yang

baru. Pendidikan lah yang digunakan sebagai tempat untuk

mengembangkan tradisi pengetahuan positivistic, sehingga siswa dapat

berpikir positive sehingga segala sesuatu dapat dijelaskan dengan sebab-

akibat.

Menurut Durkheim pendidikan adalah memelihara keberadaan dan

kelangsungan masyarakat tempat pendidikan tersebut berada atau

ditiadakan. Pendidikan menjadi corak cerminan dari masyarakat

pendukungnya. Perbedaan pada masyarakat akan tercermin pula dalam

perbedaan sistem pendidikanya. Perubahan social dari masyarkat agraris

ke masyrakat industry berdampak pada perubahan proses pembagian kerja

yang menuju sepesialisasi. Dalam masyarakat modern spesialisasi menjadi

39 Rakhmat Hidayat, Sosiologi Pendidikan Emile Durkheim, (Jakarta, PT. Raja Grafindo2014), Cet Ke-1, h. 77

39

hal penting dan ini sangat memerlukan bergam jenis pendidikan dan

keterampilan. (Durkheim, 1956).40

Banyaknya definisi dan pembagian tentang pendidikan dalam

perspektif structural fungsional oleh para tokoh, maka peneliti perlu

mengkolaborasikan hal-hal yang memang ada pada tujuan penelti,

sehingga perspektif structural fungsional tentang pendidikan dapat

memberi gambaran mengenai pemberdayaan berbasis pendidikan. Selain

itu peneliti hanya memfocuskan pada pendapat emile Durkheim dalam

pandangnnya mengenai perspektif structural fungsional tentang

pendidikan.

Durkheim mengatakan bahwa Pendidikan memberikan keterkaitan

antara individu dan masyarakat. Dalam sejarah manusia perkembangan

masyarakat, anak-anak akan mengalami perubahan besar dalam

kehidupannya yang menjadikan dirinya sebagai individu yang dewasa.

Disinilah keterkaitan antara individu, masyarakat, dan pendidikan. Anak-

anak akan mengalami beberapa hal yang lebih besar dari diri mereka

sendiri. Mereka akan mengembangkan rasa komitmen terhadap kelompok

sosial.41

Pandangan Durkheim diilustrasikan melalui praktik pendidikan di

Amerika Serikat. Adanya kurikulum pendidikan umum telah membantu

untuk menanamkan norma-norma dan nilai-nilai bersama dalam komunitas

yang beragam. Ini telah memberikan bahasa dan sejarah umum untuk

40 Ibid., h. 5041 Ibid., h. 50

40

Imigran dari setiap negara di Eropa agar bisa berbaur dalam kehidupan

Amerika. Durkheim percaya bahwa peraturan sekolah harus ketat dan

hukuman harus mencerminkan keseriusan adanya kerusakan yang

dilakukan pada kelompok sosial dengan pelanggaran. Hal ini juga

peraturan harus di jelaskan kepada pelanggar mengapa mereka sedang

dihukum. Melalui reward and punishment system anak belajar apa yang

benar atau salah dan mendorong untuk mengadopsi cara-cara yang tepat

hidup anak-anak akan belajar untuk mendisiplinkan diri mereka sendiri.

Durkheim berpendapat bahwa pendidikan mengajarkan orang

keterampilan khusus yan diperlukan untuk pekerjaan masa depan

mereka.42

3. Hasil-hasil Pemberdayaan Berbasis Pendidikan

Hasil-hasil pemberdayaan berbasis pendidikan telah diuji

keberhasilannya oleh beberapa penelitian terdahulu yang meneliti tentang

beberapa pemberdayaan melalui pendidikan. Peneliti membagi menjadi 3

contoh hasil pemberdayaan berbasis pendidikan diberbagai lembaganya

masing-masing yang dilakukan oleh beberapa penelitian terdahulu,

diantaranya:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Fikri dzulkarnain43 Jurusan

Pengembangan Masyarakat Islam di UIN Jakarta tentang “Peran

Yayasan Griya Yatim Dhu’afa Dalam Pemberdayaan Kaum Dhu’afa

42 Ibid., h. 8143 Fikri Dzulkarnain, “Peran Yayasan Griya Yatim dan Dhu’afa dalam Pemberdayaan

Kaum Dhu’afa Melalui Pendidikan Keterampilan Di Bekasi (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwahdan Ilmu Komunikasi Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, 2014), h. 66

41

Melalui Pendidikan Keterampilan Di Bekasi” menunjukkan bahwa

Yayasan Griya Yatim Dhu’afa telah menjalankan perannya dengan baik

yaitu melalui program pendidikan. Program pendidikan tersebut dibagi

menjadi 3 bagian yaitu: Gema (Generasi Yatim Mandiri) program ini

adalah pembinaan dibidang agama, Basis (Beasiswa untuk Berprestasi),

dan Segar (Sekolah Gratis Bagi Anak Yatim dhu’afa). Hasil yang sudah

dicapai dalam pemberdayaan dhuafa yang dilakukan oleh yayasan ini,

memang sudah terbukti diantaranya meraih juara MTQ DKI Jakarta

tingkat SD, dan pernah meraih kejuaraan olimpiade matematika tingkat

nasional, dan juga pernah menjuarai perlombaan menggambar terfavorit

di sekolah Jepang. Hal ini membuktikan bahwa Pendidikan yan

diberikan kepada anak-anak yatim dan dhuafa oleh Yayasan Griya

Yatim telah berhasil memberikan perubahan anak-anak yang awalnya

tidak tau apa-apa menjadi berprestasi dan memiliki kemampuan

kreatifitas yang tinggi.

2. Penelitian yang dilakukan oleh latifah44 Jurusan Pengembangan

Masyarakat Islam di UIN Jakarta yang berjudul “Upaya Yayasan

Hidayatullah dalam Pemberdayaan Anak Yatim Di Sumur Batu

Kemayoran Jakarta Pusat” menunjukkan bahwa hasil pemberdayaan di

bidang pendidikan yang dilakukan oleh Yayasan Hidayatullah yakni:

a. Dapat bersekolah mulai dari SD hingga SMU/Sederajat dengan

bantuan SPP

44 Latifah, “Upaya Yayasan Hidayatullah dalam Pemberdayaan Anak Yatim Di SumurBatu Kemayoran Jakarta Pusat” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi JurusanPengembangan Masyarakat Islam, 2005), h. 58.

42

b. Dapat Bersekolah agama di Madrasah Diniyyah milik Yayasan

dengan bantuan Pemberian SPP.

Dalam penelitian Latifah, upaya pemberdayaan ini telah mampu

menjadikan anak yatim dapat bersekolah hingga tingkat

SMU/Sederajat, memberikan pola pikir anak yatim untuk terus

melanjutkan sekolah, dan menjadikan mereka dapat mengamalkan

ibadah secara teratur.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Sri Wahyuni45 Jurusan Pengembangan

Masyarakat Islam di UIN tentang “Pelaksanaan Pemberdayaan

Pendidikan Anak Jalanan dan Dhu’afa Melalui Program Gratis Oleh

Yayasan Bina Insan Mandiri Di Terminal Depok Jawa Barat”

menunjukkan bahwa hasil yang telah dilakukan Yayasan Bina Insan

Mandiri yaitu melalui program akademis. Program akademis ini dibagi

sesuai usia menjadi sebagai berikut:

a) PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini)

b) Sekolah Dasar Persamaan Paket A

c) Kejar Paket B Setara SMP

d) Kejar Paket C Setara SMA

Dan adapula program lainnya seperti, program kelas bisnis,

program kelas seni, program kelas tahfidz. Dan beberapa hasil yang

telah dilakukan dari program tersebut di antaranya, para lulusan mampu

45 Sri Wahyuni, “Pelaksanaan Pemberdayaan Pendidikan Anak Jalanan dan Dhu’afaMelalui Program Gratis Oleh Yayasan Bina Insan Mandiri Di Terminal Depok Jawa Barat”(Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Pengembangan MasyarakatIslam, 2012), h. 124.

43

menghafal minimal 7 ayat dan diproyeksikan ke perguruan tinggi dan

sekolah tinggi agama (menjadi guru/dai), menguasai ilmu teknologi

informasi sehingga dapat menggapai kemandirian melalui teknologi

informasi, dan para lulusannya mampu mengaplikasikan pendidikan

kreativitas yang diajarkan oleh para peserta didik seperti servis hp,

membuka praktik salon, dan menjadi wirausahawan.

D. Pemberdayaan Berbasis Yatim dan Dhuafa di Indonesia

Di Indonesia, pemberian pelayanan sosial bagi anak mayoritas

dilakukan oleh panti atau yayasan. Ditinjau dari realita yang berlaku di

Indonesia, panti yatim adalah sebuah organisasi yang mewadahi dan

menangani anak-anak yatim. Ditinjau dari kacamata fikih, keberadaan panti

dan yayasan berstatus sebagai jihah ammah sesuatu yang berstatus umum dan

tidak tertentu terhadap seseorang, seperti masjid, madrasah, Pondok

Pesantren, dan lain-lain yang sama dengan status masjid atau Pondok

Pesantren. Karena itu, penentuan hukum, penanganan, pengelolaan dan segala

hal yang terkait juga sama, harus ada seseorang atau sekelompok orang yang

menangani panti tersebut, yang biasanya diistilahkan dengan wali.46

Anak-anak yatim piatu sebagai salah satu permasalahan sosial anak,

membutuhkan orang-orang atau lembaga (panti atau yayasan) yang mapan

sebagai tempat untuk berlindung dan berkembang menjadi anak-anak yang di

kemudian hari akan memimpin negara. Seperti yang dituturkan oleh pimpinan

Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda yaitu KH. Subur Supriadi:

46Ibid., h. 6

44

“Mendidik dan memberdayakan anak-anak yatim yang kurang mampuperlu dibarengi dengan metode pendidikan Islam yang ramah. Sebab, masalahutama anak yatim bukan sekadar pemenuhan kebutuhan ekonomi, melainkanagar masyarakat mau bersikap ramah, peduli, dan memberi limpahan kasihsayang kepada mereka.”47

Dari pernyataan di atas, peneliti melakukan beberapa tinjauan terhadap

lembaga-lembaga yang memberdayakan berbasis yatim dan dhuafa

diantaranya:

1. Yayasan Rumah Yatim Arrohman Indonesia

Yayasan Rumah Yatim Ar-rohman Indonesia melakukan

pemberdayaan terhadap anak-anak yatim dan dhuafa dengan berbagai cara

agar potensi dan sumber daya anak-anak yatim yang di asuh bisa

berkembang lebih baik dan lebih unggul, baik aspek pendidikan,

kesehatan, agama, keterampilan dan aspek-aspek lainnya.48

Pada Tahun 2016 Yayasan Rumah Yatim Ar-rohman Indonesia

telah membuka 20 asrama putra dan putrid di-13 kota di Indonesia.

Adapun kota-kota dimana asrama Rumah Yatim Ar-rohman berada

meliputi Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Yogyakarta,

Jawa Timur, Lampung, Kalimantan Selatan, Sumatra Utara, Aceh, dan

NTT.49

Melalui program kesehatan, dan pengembangkan kualitas diri anak

yatim dan dhuafa dibangun dengan pendidikan. Program ini memberikan

47 Wawancara Pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda) Sabtu , 18 Maret 2016

48 Administrator, “visi misi,” di akses pada tanggal 06 mei 2016 dari www.rumah-yatim.org/indonesia/index.php/2012032561/profil/visi-misi.html

49 Wawancara Pribadi dengan Sayyid (sebagai alumni dari Yayasan Rumah Yatim Ar-rohman dan juga sebagai front office)

45

pengembangan dan perlindungan diri bagi anak yatim dan dhuafa. Adapun

Misi Yayasan Rumah Yatim Ar-rohman adalah:50 membantu

meningkatkan kualitas pendidikan umat, membantu meningkatkan kualitas

kesehatan umat, membantu meningkatkan kualitas ekonomi umat

2. Asrama Yatim Mizan Amanah

Yayasan Mizan Amanah adalah lembaga sosial kemanusiaan

nasional yang didirikan pada tanggal 19 Juli 1995. Di tahun 2013, Yayasan

Mizan Amanah mulai berbenah untuk memajukan sistem dan manajemen.

Ditandai dengan peluncuran logo baru untuk me-refresh semangat dan

cita-cita yayasan ini ke depannya. Hingga pertengahan 2014, kini yayasan

Mizan Amanah sudah memiliki kantor pusat representatif, dua kantor

cabang ( Jakarta dan Bandung), satu kantor kas cimahi, 21 Asrama Yatim

dan Dhuafa, dan satu sekolah ( Sekolah Peradaban Al-Kamil). Tercatat

sampai pertengahan 2014, sudah 30.000 lebih anak yatim dan dhuafa telah

dibina oleh Yayasan Mizan Amanah.51

Adapun Visi dan Misi Yayasan ini adalah:

a. Visi

Menjadi Lembaga amanah umat terdepan di tingkat nasional dan

membentuk generasi yang bermanfaat.

b. Misi

1) Memperluas jaringan dan memberikan pelayanan prima bagi

pemangku kepentingan.

50 http://www.rumah-yatim.org/web/?ctr=451 Mizan Amanah, “visi misi” artikel di akses pada 06 Mei 2016 dari http://www.

mizanamanah.or.id/id/profil-mizan-amanah

46

2) Mengelola amanah umat secara profesional dan sesuai syariat

sehingga lebih berdaya guna.

3) Mendidik dan mengembangkan potensi anak yatim dan kaum dhuafa

untuk menjadi muslim yang hakiki.

Pemberdayaan yang dilakukan oleh Yayasan Mizan Amanah

meliputi pendidikan formal mulai dari tingkat Taman Kanak-Kanak,

Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas.

Dan Pendidikan Informalnya meliputi pelatihan tata boga, tata busana,

marawis, angklung, dan seni lukis. Dalam pemberdayaan ini diharapkan

agar anak-anak dapat tumbuh berkembang dan dapat menjadi modal

kesuksesan di masa depan mereka.

3. Pondok Pesantren Bahrul Maghfiroh

Pondok Pesantren ini didirikan oleh kedua putra mbah Fattah yaitu

Gus Edi Lukmanulkarim bin Abdullah Fattah. Pondok ini di rintis di

Malang. Dan ada beberapa cabang di beberapa daerah seperti Jakarta,

Sukabumi, Pasuruan, dan Lampung. Salah satu ciri Pondok Pesantren ini

memberikan sistem balasy yakni pembelajaran yang tidak dipungut biaya

apapun. Dengan demikian pengasuh pondok menyediakan kebutuhan

santri yatim maupun dhuafa mulai dari yang paling kecil.52

Pondok Pesantren ini dalam hal memberdayakan yatim dan dhu’afa

yakni dengan diberikan pendidikan formal dan pendidikan akhlaq.

Penekanan pendidikan akhlaq pondok pesantren ini dilakukan dengan

52 Wawancara pribadi dengan Agil Jagelo, (Ketua Pengurus Pondok Pesantren BahrulMaghfiroh) Tangerang, 06 Mei 2016

47

pembinaan spriritual. Pondok Pesantren Bahrul Maghfiroh tidak hanya

membina santri yatim dan dhuafa. Akan tetapi juga membina santri yang

dulunya adalah seorang preman, pemabuk, dan pecandu narkoba. Dengan

cara mentalnya disembuhkan terlebih dulu. Metode ini dilakukan oleh

pendamping dari tokoh agama.

Dari gambaran di atas, peneliti membuktikan bahwa lembaga-

lembaga yang memiliki sebuah visi dan misi yang bertujuan untuk

memberdayakan anak yatim dan dhuafa di Indonesia adalah suatu upaya

untuk menjadikan anak yang mandiri, mampu dalam mengembangkan

intelektualnya, menjadikan muslim/muslimah yang berakhlaqul karimah,

dan berkesempatan meraih cita-citanya. Banyaknya lembaga-lembaga di

Indonesia yang memberikan perhatiannya kepada kaum yatim dan dhu’afa

untuk dikasihi, disayangi, diberikan pendidikan, dan diperhatikan

kehidupannya. Dalam hal ini Al-qur’an dalam surat Al-Baqarah ayat 220

berbunyi:

… …Artinya: “…Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim,

katakalah: "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik,..(QS. AlBaqarah, 2:220)

Ayat tersebut menyadarkan kita sebagai sesama muslim kita wajib

membantu antar sesama yang membutuhkan dan barang siapa yang

membantu diibaratkan dengan sebutir biji yang nanti akan dilipat

gandakan oleh Allah SWT. Dan sangatlah baik orang yang mau mengurusi

anak yatim dan janganlah sekali-kali berbuat jahat atau menelantarkan

48

anak yatim karena Allah SWT sangat tidak menyukainya. Bahkan Allah

menyuruh kita berbuat adil kepada anak-anak yatim, ini sebagaimana yang

terdapat dalam Al Qur’an surat An Nisa ayat 127 yaitu:

… ...(

Artinya: “…Dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurusanak-anak yatim secara adil…(QS.An Nisaa, 4:127)

49

BAB III

GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN AL-AMANATUL HUDA

A. PROFIL PONDOK PESANTREN AL-AMANATUL HUDA

1. Sejarah Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda

Tahun 1992, salah satu unit Pendidikan yang dicita-citakan oleh Waqif,

Bapak H. Bacek dan Putranya KH. Drs. Subur Supriadi yang biasa di panggil

dengan sebutan Buya ini, adalah berdirinya sebuah Pondok Pesantren yang

bercorak Al-Qur’an. Cita-cita tersebut sebagaimana telah tertera di dalam

akta Yayasan Al Amin yang sekarang namanya menjadi Pondok Pesantren Al

Amanatul Huda.1

Pada Tanggal 18 Agustus 2010, pukul 09.00 WIB pagi, Ust. Abdurohim

Sait, dan dengan KH. Subur Supriadi, bersama rekan-rekannya yang lain

seperti Ust. Inan Tihul Idris, KH. Mahmud Ali, Ust. Mawardani, Ust.

Muhammad Harun Rasyid, KH. Sofyan Azwari, Ust Yayan Hendrayana,

Usth. Putri Arini Hasanah, dan lain-lain datang menghadap agar Buya

berkenan menerima 37 santri pindahan dari sebuah Pondok Pesantren di

Jombang Ciputat Tangerang Selatan dan mendorong agar mau berdirikan

Pondok Pesantren dengan adanya 37 santri tersebut.2 Anak-anak santri yatim

1 Wawancara Pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda), Tangerang 18 Maret 2016

2 Wawancara Pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda), Tangerang 18 Maret 2016

50

dhuafa ini berasal dari berbagai daerah. Diantaranya lampung, pekanbaru,

jakarta, surabaya, pandeglang, dan lain-lain. Awalnya dikirimi 37 santri ini

adalah kurangnya terkontrol anak-anak yatim dhu’afa dari yayasan

sebelumnya yaitu pondok pesanttren di jombang. Dari segi kepengurusannya,

dan pelaksanaan program seperti penanganan dalam program pendidikan

gratis tidak efektif jadi berbayar.3

Selanjutnya, setelah Buya bermusyawarah, meminta izin kepada keluarga,

akhirnya bersedia menerima dan mendirikan Pondok Pesantren tersebut.

Dengan nama Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al-Amanatul Huda. Dan

ini sangat di dukung dan di bantu oleh tokoh-tokoh masyarakat , Guru, murid-

murid, dan rekan-rekan KH. Subur sendiri di antaranya: Bapak Setiaman SE,

Bapak Drs. Arif WK dan lain-lain.

Pada hari Minggu tanggal 26 September 2010 mulai berdatangan pada

santri tersebut, 37 santri ini adalah: Kelas VII/1 Madrasah Tsanawiyyah /

Kelas 1 TMI Tahfidzul Qur’an Al-Amanatul Huda: Anwar Hidayatullah,

Wiguna, Afrima Samistri, Ridwan Syukur, Reyanaldi Fariski, Muhammad

Ferizal Yusuf, Lailatul Madiyah, Aula Rahmah. VIII/ II Tsanawiyyah / Kelas

II TMI Tahfidzul Qur’an Al-Amanatul Huda : Syaiful Anwar, Reza Ivanda

Putra Putra, Marko Willy, Lazuardi Firdaus, As’ari, Ayo Dipo Baladi,

Maskur, Alam Mustawan, Lina Wati. Kelas IX/ III Madrasah Tsanawiyyah/

Kelas III TMI Tahfidzul Qur’an Al-Amanatul Huda : Nur Izzati, Jannah,

3 Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren AlAmanatul Huda), Tangerang, 04 Mei 2016

51

Bilqisty. Kelas I/ Madrasah Aliyyah Kejuruan/ Kelas IV/ TMI Tahfidzul

Qur’an Al-Amanatul Huda : Ani, Firman, Vicky, Taufiq, Bahruddin, Agus,

Nurlela, Fakhri. Kelas XI/ II Madrasah Aliyyah/ Kelas V TMI TMI Tahfidzul

Qur’an Al-Amanatul Huda : Kamal, Ismet, Aji, Fuadi, Juhedi, Karlina, Sri

Nurbaiti. Pada hari rabu tanggal 29 September 2010

“…dengan Bismillahirrahmanirrahim mulai belajar yang perdana.” Barupada hari Minggu tanggal 28 November 2010 secara resmi di buka oleh WaliKota Tangerang, Bapak Drs. H. Wahidin Halim, M.SI.4

Bermodal keyakinan dan niat, diterimalah sebuah amanat tersebut oleh

Buya, meskipun dengan segala keterbatasan baik tempat, sarana prasarana,

fasilitas dan sebagainya. Karena kondisi Pondok Pesantren Al Amanatul

Huda saat itu hanya ada 1 ruang kelas dari bangunan, belum ada asrama putra

maupun putri, belum ada mobiler, belum ada alas tidur atau karpet dan belum

ada fasilitas apapun.

Dalam Perjalannya, pembangunan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda

yang diisi oleh santri yatim dhuafa ini mengalami kesulitan dalam

penanganan biaya. Karena memang santri disini tidak sama sekali dipungut

biaya, dalam artian pendidikan dan fasilitas yang digunakanan oleh santri

yatim dhuafa ini gratis. Bisa dibilang pembangunan ini mengalami kemacetan

di urusan biaya. Namun, adanya uluran tangan dari pemerintah kementrian

agama dan yang lainnya. Bantuan ulur tangan itu adalah berupa

4 Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda), Tangerang 18 Maret 2016

52

dilanjutkannya pembangunan pondok pesantren al-amanatul huda dengan

biaya kurang lebih sebesar Rp. 56.000.00,- (lima puluh enam juta).

Meskipun para pengurus umumnya masih awam dalam masalah

mengurusi anak yatim dhuafa dengan biaya yang masih terbilang kurang,

namun mereka selalu tawakal kepada Allah Swt dan yakin akan banyaknya

uluran tangan kasih sayang dari para dermawan dalam rangka turut serta

menyantuni anak-anak asuh, serta yakin pula bahwa menjalankan pekerjaan

suci ini tidak sendirian.5

2. Visi, Misi dan Tujuan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda

Dalam menjalankan kegiatan pemberdayaan Yatim Dhu’afa, Pondok

Pesantren Al-Amanatul Huda memilki Visi dan Misi yang dijadikan Pedoman

mencapai target yang diinginkan.

Visi :

Visi (vision) adalah suatu gambaran ideal yang ingin dicapai oleh

sebuah organisasi di masa yang akan datang. Sedangkan misi (mission)

adalah ssuatu pernyataan sikap tentang aktivitas dari suatu perusahaan

atau organisasi.6 Adapun visi Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda

adalah:

Membela Agama Allah, Yatim Dhu’afa yang Qur’ani dan Madani

Adapun misi pondok Pesantren Al-Amanatul Huda adalah:

5 Wawancara Pribadi dengan Ust Kamal, (Pengurus Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda),Tangerang, 18 April 2016.

6 Vincent Gasdperz, Kualitas Dalam Manajement Bisnis Total, (Jakarta: Gramedia PustakaUtama, 1997), cet ke-1

53

Misi :

a. Membantu Yatim Dhu’afa memperoleh pendidikan gratis, dengan

sistem Pondok Pesantren Salafiyah dan formal (Terpadu),

b. Menyelenggarakan program pendidikan utama yaitu Tahfizhul Qur’an

( Menghafal Qur’an ),

c. Menyelenggarakan program pendidikan Ilmu-ilmu Al-Qur’an, kajian

Kitab – kitab kuning, Bahasa dan Keterampilan,

d. Mengutamakan Pengamalan Ibadah ‘Amaliyah, Berjama’ah, Dzikir

dan Akhlaqul Karimah,

e. Menyediakan sarana prasarana dan fasilitas penunjang,

f. Menyiapkan Tenaga-tenaga Pendidik ( Guru ) yang berkompeten

dibidangnya dan berdedikasi tinggi,

g. Merangkul seluruh potensi masyarakat dan pemerintah.

Setiap lembaga atau yayasan memiliki maksud dan tujuan yang

jelas, sehingga yayasan dapat diarahkan untuk tercapainya apa yang telah

dicita-citakannya. Maksud dan tujuan dari pendirian pondok pesantren al-

amanatul huda adalah:

a. Terwujudnya tempat untuk berkembangnya ilmu-ilmu Allah

b. Hidupnya Sunnah Rasulullah SAW melalui penyelenggaraan pendidikan

bagi Yatim dan Dhu’afa secara gratis.7

7 Proposal Pondok Pesantren Al Amanatul Huda, (Tangerang: Pondok Pesantren AlAmanatul Huda, 2014), h. 2

54

3. Identitas Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda

Yayasan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda adalah yayasan idependen

yang bergerak di bidang pendidikan, sosial, dakwah, serta pemberdayaan

sosial bagi anak-anak yatim dan kaum dhu’afa yang terletak di kawasan

Ciledug Tangerang.

Nama Pondok Pesantren: Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda

Alamat : Jl. H. Bacek Rt02/02 No3 Kelurahan Tajur

Kecamatan : Ciledug, Kota Tangerang

Provinsi : Banten

Yayasan Penyelengggara : Yayasan Amanatul Huda

Berdiri Tahun : 1992

Akte Notaris : Nasrizal, SH,MKn

Nomor : 07

Tanggal : 10 November 2010

4. Struktur Kepengurusan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda

a. Pimpinan Pondok : KH. Drs. Subur Supriadi

b. Sekretaris Pondok : Rahmatullah

c. Wakil Sekertaris : Mustopa Kamal

d. Bendahara Umum : Hj. Royomih

e. Wakil Bendahara : Mimi Jamilah L M, S.Pd.I

f. Penasehat : KH. Nasrullah

g. Ketua Bidang Pendidikan : Ust. Dr. Abdurrahim

dan Pengajaran

Anggota : 1. Ust. Inan Tihul.

2. Ust. Rahmatullah

55

3. Ust. Harun Ar-Rasyid

4. Ust. Mawardani

5. Ust. Juhedi

h. Ketua Bidang Pengembangan : Ust. Hadi Muslana, S.HI

Anggota : 1. Inan Tihul, M.PD.I

2. Ust. Mukhlish

3. Sujatama

4. Sutari

i. Ketua Bidang Humas : Usth Muthmainnah

Anggota : 1. Edi Saputra

2. Ir. H. Nazaruddin

3. Syarifuddin S.H., M.H

4. Taufik Abdul Aziz

j. Ketua Bidang Pembangunan8 : H. Teddy

Anggota : 1. Bpk Fajar

2. Bpk. Sugito

3. Bpk. Rizal

4. Abdul Aziz

k. Ketua Bidang Konsumsi : Ibu Sumiyati

l. Ketua Bidang Kebersihan : M. Yunus

dan Keamanan 1. Faisal Hafidz

2. Syarif Hidayatullah

8 Proposal Pondok Pesantren Al Amanatul Huda, (Tangerang: Pondok Pesantren AlAmanatul Huda, 2014), h. 2

56

5. Keuangan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda

Keuangan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda dibagi menjadi 2 bagian,

diantaranya:

a. Sumber Dana Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda, yaitu:

1. Pemerintah

Keuangan yang di dapat oleh Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda

salah satunya dari Kementrian Agama yaitu: Mapenda (Dana Bos) dan

Pd Pontren dalam bentuk dana sebesar 50 juta pertiga bulan.9 Dan

mendapat bantuan berupa dana dan keperluan alat tulis dan buku-buku

yang diperlukan oleh santri dari Pemkot Tangerang. Adapun dana dari

pemerintah masih terbilang kurang, untuk menutupi kekurangan

Pondok Pesantren Melakukan pencarian dana melalui saluran dana dari

masyarakat lain.10

2. Masyarakat Sekitar

Sebagian besar pembiayaan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda

bersumberdari biaya sumbangan dari masyarakat. Baik dari masyarakat

sekitar maupun dari donator lain yang memang datang dengan

sendirinya ke Pondok Pesantren.

9 Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda), Jakarta 17 April 2016

10 Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda), Jakarta 17 April 2016

57

b. Pemanfaatan Dana Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda

Perolehan dana tersebut digunakan untuk kebutuhan sehari-hari,

meliputi biaya makan santri yatim dhu’afa, pendidikan, kesehatan,

kesekretariatan, gaji guru, dan dana pembangunan.11

6. Sarana dan Pra-Sarana Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda

Dalam mengasuh, membina dan mendidik anak santri yatim dhuafa di

Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda ialah dengan menyediakan Asrama

guna memudahkan dalam menjalankan seluruh kegiatan yang telah

diprogramkan oleh Pondok Pesantren Al-amanatul Huda. Adapun sarana dan

pra sarana yang ada di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda, yaitu:12

1. Status tanah Wakaf Sertifikat Wakaf ; Nomor W.2/W.49/ Kk.28.05.1/

BA.03.2/ III/2011 di BPN Kota Tangerang, seluas 1000 M2.

2. Asrama putra 1 ruang sekat seadanya (7 m x 6 m).

3. Ruang Kelas Belajar 5 Ruang (7 m x 7 m).

4. Asrama putri di satu rumah sewa (sementara) dengan kapasitas 6 kamar.

5. Ruang Kamar ustadz (4 m x 2 m) Kapasitas 3 Orang.

6. Ruang kamar mandi / MCK putra (15 m x 4 m) 4 kamar mandi & WC.

7. Dapur umum.

11 Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda), Jakarta 17 April 2016

12 Proposal Pondok Pesantren Al Amanatul Huda, (Tangerang: Pondok Pesantren AlAmanatul Huda, 2014), h. 2

58

B. Keadaan Objektif Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda

1. Letak Geofrafi Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda

Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda berlokasi di Jl. H. Bacek No.29

Rt.002/02 Kelurahan Tajur, Kecamatan Ciledug Kota Tangerang. Secara

geografis lokasi Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda memang strategis.

Karena letak pondoknya tidak jauh dari jalan raya. Adapun luas pondok

pesantren ini adalah 1000 M2. 13

2. Jumlah Sarana Pendidikan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda

Dalam melakukan program pemberdayaan di Bidang Pendidikan maka

dibagi menjadi 2 bagian. Adapun pembagian sarana pendidikan di Pondok

Pesantren Al-Amanatul Huda diantaranya:

Tabel 2

Jumlah Sarana Pendidikan di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda

No Tingkat Pendidikan Jumlah

1. Madrasah Tsanawiyyah (MTS) 6 Ruang

2. Madrasah Aliyyah (MA) 6 Ruang

Jumlah 12

Sumber: Ust. Kamal (Pengasuh sekaligus Mahasiswa Sekolah Tinggi IlmuAl-qur’an Di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda).

Dari Tabel di atas dapat diketahui bahwa Sarana Pendidikan di Pondok

Pesantren Al-Amanatul Huda terdapat 6 ruang kelas untuk Madrasah

13 Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren Al-AmanatulHuda), Jakarta 17 April 2016

59

Tsanawiyyah (MTS), dan untuk Madrasah Aliyyah (MA) terdapat 6 ruang

kelas, Jumlah sarana pendidikan di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda

adalah 12 ruang.

Jumlah anak santri di pondok pesantren Al-Amanatul Huda berjumlah 191

dengan perincian sebagai berikut:

Tabel 3

Jumlah Santri Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda

No Jenis Kelamin Jumlah

Santri/Santriwati

1. Santri Putra 110

2. Santri Putri 81

Jumlah 191

Sumber: Ust. Kamal (Pengasuh sekaligus Mahasiswa Sekolah Tinggi Islam DiPondok Pesantren Al-Amanatul Huda).

Jumlah Santri/Santriwati Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda berjumlah

191 anak, yang terdiri dari 110 santri putra dan 81 anak santri putrid.14 Jadi

dapat disimpulkan lebih banyak anak santri putra dibangdingkan dengan anak

santri putri. Kemudian keadaan anak santri pondok pesantren al-amanatul

huda menurut usia dengan rincian sebagai berikut:

14 Wawancara Pribadi dengan Ust. Kamal (Penngasuh Pondok Pesantren Al-AmanatulHuda) Sabtu, 23 April 2016

60

Tabel 4

Jumlah Santri/Santriwati Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda menurut

Kriteria Usia

No Usia Santri/SantriWati Jumlah Santri/Santriwati

1. 12-14 tahun 77

2. 15-19 tahun 81

3. 20-keatas 33

Jumlah 191

Sumber: Ust. Kamal (Pengasuh sekaligus Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an Di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda).

Jumlah Anak Santri/Santriwati Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda

Menurut Usia yaitu dengan usia 12 sampai dengan umur 13 tahun berjumlah

54 anak, usia 14 tahun berjumlah 23 anak, usia dari 15-19 tahun berjumlah 81

anak, dan usia 20 keatas berjumlah 33 anak santri.15 Kemudian keadaan

Santri/Santriwati dipondok pesantren al-amanatul huda menurut tingkat

pendidikan dengan rincian sebagai berikut:

3. Pelayanan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda

Pelayanan yang dilakukan Pondok Pesantren Al-amanatul Huda terhadap

yatim dhuafa diantaranya, yaitu:

1. Memenuhi kebutuhan mereka yaitu menjamin makan dan minum yang

dilakukan 3 kali sehari, yaitu: sarapan jam 6 pagi, makan siang jam 12

15 Wawancara Pribadi dengan Ust. Kamal (Penngasuh Pondok Pesantren Al-AmanatulHuda) Sabtu, 23 April 2016

61

setelah shalat dzuhur, kemudian makan malam yang dilakukan jam

setengah 7 setelah shalat maghrib.16

2. Membimbing santri yatim dhuafa

Pondok pesantren memberikan nasihat agar taat dengan peraturan

pondok pesantren. Dan disinilah para pengasuh sebagai pengganti orang

tua mereka yang telah tiada.17

3. Memberikan Pendidikan dan Keterampilan

Salah satu prioritas utama didirikannya pondok pesantren al-

amanatul huda adalah memberikan kesempatan pendidikan yang seluas-

luasnya kepada mereka yang kurang mampu sehingga mereka mampu

merasakan pendidikan layaknya anak-anak yang lain yang setara dengan

mereka.

Selain pendidikan formal pondok pesantren al-amanatul huda juga

memberikan pendidikan diluar sekolah yaitu dengan berbagai macam

keterampilan, diantaranya: Pelatihan menjahit, memasak, fashion show,

dan lain-lainnya.

Pelatihan ini dilakukan biasanya sebulan 2 kali atau dilakukan

sebulan sekali. Dan tentunya pihak Pondok Pesantren Al-amanatul Huda

berharap ketika kelak keluar dari pondok dapat menjadi anak-anak yang

mandiri, dan bermanfa’at untuk masyarakat sekitar.18

16 Wawancara Pribadi dengan Ust. Kamal (Penngasuh Pondok Pesantren Al-AmanatulHuda) Sabtu, 23 April 2016

17 Wawancara Pribadi dengan Ust. Kamal (Penngasuh Pondok Pesantren Al-AmanatulHuda) Sabtu, 23 April 2016

18 Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda), Jakarta 17 April 2016

62

C. Proses Pembelajaran

Dengan mengacu pada keteraturan dan ketertiban dalam program yang

dibentuk oleh Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda, maka perlu dibentuk

suatu informasi berupa aplikasi penjadwalan pembelajaran. Sehingga program

yang dijalankan oleh santri/santriwati bisa lebih efisien serta mengurangi

resiko kekacauan dalam proses pembelajaran atau suatu program.

Tabel 5

Jadwal Kegiatan Harian Santri

No. Waktu Kegiatan1. 03.00-03-30 Bangun, Persiapan Sesuatunya, Tahajud, Ibadah,

Dzikrullah, Khataman Qur’an, Sambil MenantiSubuh.19

2. 04.30-05.30 Subuh Berjamaah, Qiraatul Qur’an, Ta’lim ba’daSubuh/Vocabulary/Mufarad.

3. 05.30-07.00 Mandi, Kebersihan, Makan, Persiapan Sekolah.4. 07.00-09.30 Masuk Kelas, Belajar5. 09.30-10.00 Istirahat, Duha (Bersama) Public Speaking After

Duha6. 10.00-11.45 Belajar di Kelas7. 11.45-12.30 Persiapan, Shalat Dzuhur, Tadarusul Qur’an,

Makan Siang8. 12.30-14.00 Istirahat9. 14.00-15.15 Mnadi/Madrasah Diniyyah/Qiratul Qutub/Pelajaran

Pondok Pesantren10. 15.15-15.30 Sahalat Ashar Berjama’ah, dilanjutkan wirid rutin

membaca surat Al-waqi’ah11. 15.30-17.45 Kegiatan Keterampilan, kebersihan lingkungan,

Olahraga, Tahfidz, dll12. 17.45-18.00 Persiapan Shalat Maghrib, Mandi, dll13. 18.00-18.45 Maghrib Berjama’ah, Khataman Al-Qur’an,

Tadarus, Ta’lim14. 18.45-19.00 Makan Malam

15. 19.00-20.00 Isya Berjama’ah, Tadarus, Ta’lim

19 Wawancara Pribadi dengan Ust. Kamal (Penngasuh Pondok Pesantren Al-AmanatulHuda) Sabtu, 23 April 2016

63

Jadwal Kegiatan Harian Santri

16. 20.00-21.50 Belajar Persiapan Sekolah esok hari

17. 21.50-22.00 Mufradat/Vocabulary Before Sleeping

18. 22.00-03.00 Istirahat/Tidur

Dalam pelaksanaan program santri/santriwati dilatih untuk memanage

waktunya sebaik mungkin. Karena pendidikan yang di dalam Pondok

Pesantren Al-Amanatul Huda berlangsung selama 24 jam. Dari sebelum subuh

sampai dengan menjelang sebelum tidur. Semua adalah proses

penggemblengan santri/santriwati untuk mencetak generasi santri/santriwati

yang berakhlaqul karimah dan mengerti bahwa Time is Money.20 Hasil dari

program-program yang ada di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda ialah

dapat mengubah pola pikir, kecerdasan intelektual, dan kedisiplinan dalam

beribadah. Dengan adanya program pendidikan yang dilakukan oleh santri/

santriwati memberikan perubahan yang lebih baik secara intelektual,

berperilaku, dan ibadah.

Para Santri/santriwati diharapkan untuk dapat menghasilkan sarjana

Muslim yang memiliki keahlian dalam bidang Ilmu Qur`an dan Tafsir,

sehingga dapat mengisi kekurangan-kekurangan yang ada dalam masyarakat.

Memberikan kesempatan kepada masyarakat yang ingin mengembangkan

20 Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren Al-AmanatulHuda), Jakarta 17 April 2016

64

bakat dan keahlian dalam bidang Ilmu Qur`an dan Tafsir dan teori yang terkait

dengan Ilmu Qur`an dan Tafsir. Maka dari itu, dibuatkannya jadwal untuk

kelancaran proses dalam perkuliahan. Berikut ini adalah jadwal perkuliahan

menurut tingkat semester perkuliahan:

D. Program Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda

Bentuk pemberdayaan kepada anak-anak Yatim Dhu’afa yang dilakukan

oleh Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda yaitu dengan beberapa program

diantaranya:21

1. Program Pendidikan Formal

a. Pendidikan SMP/MTS (Madrasah Tsanawiyah)

b. Pendidikan SMA/MA (Madrasah Aliyyah)

2. Program Pendidikan Non Formal

a. Program Tahfidzul Qur’an

Program ini dilakukan dengan cara setor hafalan detiap 2 kali

sehari satu halaman al-qur’an pojok, dengan taqrir (pengulangan) 2

kali dalam satu hari. maka hasil penguasaan hafalan santri efektif satu

bulan 1 juz. Sehingga untuk mencapai 30 juz ditempuh selama 30

bulan atau 2 tahun 6 bulan. Di tambah waktu pemantapan dan taqrir 6

bulan sehingga menjadi 3 tahun.

21 Wawancara Pribadi dengan Ust. Kamal (Penngasuh Pondok Pesantren Al-AmanatulHuda) Sabtu, 23 April 2016

65

Pendidikan ini dilakukan dengan penekanan pada Tahfidzul

Qur’an. Sistematika menghafal dalam program ini yaitu, setiap hari

menghafal minimal 5 baris (qur’an pojok) dengan pengulangan

minimal 21x setiap barisnya. Hafalan dilakukan pada waktu pagi

ba’da subuh, takrir/ pengulangan dilakukan sebanyak 3x siang ba’da

zuhur, sore ba’da ashar dan malam ba’da magrib Target yang dicapai

selama 2 bulan 1 juz sehingga 5 tahun khatam 30 juz. Dengan catatan

tergantung kepada tingkat kemampuan dan kecerdasan santri bisa ada

yang lebih cepat dari itu, apabila santri Pondok Pesantren Al

Amanatul Huda bisa dicapai mengahafal 1 hari 1 halaman maka 3

tahun khatam 30 Juz. Bagi santri yang sudah menghafal sudah sampai

5 juz maka mendapatkan sertifikasi pencapaian Tahfidz dengan

peringkat: Amat Baik (A), Baik (B), Cukup Baik (C).

b. Program ‘Ulumul Qur’an

Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad SAW dengan perantara malaikat Jibril sebagai mu’jizat.

Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang merupakan

dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal. Al-Qur’an diturunkan

dalam bahasa Arab. Oleh karena itu, ada anggapan bahwa setiap orang

yang mengerti bahasa Arab dapat mengerti isi Al-Qur’an. Lebih dari

itu, ada orang yang merasa telah dapat memahami dan menafsirkan

Al-Qur’an dengan bantuan terjemahnya, sekalipun tidak mengerti

bahasa Arab. Padahal orang Arab sendiri banyak yang tidak mengerti

66

kandungan Al-Qur’an. Maka dari itu, untuk dapat mengetahui isi

kandungan Al-Qur’an diperlukanlah ilmu yang mempelajari

bagaimana tata cara menafsiri Al-Qur’an yaitu Ulumul Qur’an dan

juga terdapat faedah-faedahnya. Dengan adanya pembahasan ini,

santri sebagai generasi islam supaya lebih mengenal Al-Qur’an,

karena tak kenal maka tak sayang.

Pembelajaran ulumul qur’an adalah salah satu pendidikan agama

islam. Dipondok pesantren al-amanatul huda ini santri yatim dhu’afa

wajib mempelajara bidang ini, diantaranya:

1. Bidang tajwid adalah ilmu yang digunakan untuk mengetahui cara

mengucapkan kalimat-kalimat Al-Qur’an agar supaya lisan tidak

salah dalam membacanya. Hukum mempelajari ilmu tajwid adalah

fardlu kifayah dan mengamalkannya adalah fardlu ‘ain.

Pembelajaran ini dimana santri melakukannya ba’da sholat.

Maksud tajwid disini yaitu tamrinat makharijul khuruf guna

mencapai tingkat fashohah sekaligus tahsin praktek tajwid.

2. Bidang Naghom adalah aghom adalah kata yang berasal dari

bahasa Arab yang artinya lagu/irama. Populernya istilah Naghom

berasal dari paraQori’/ para Syech/ dari Mesir yang pernah

mengajarkan ilmunya di Indonesia pada tahun 1973. Kata naghom

yang akhirnya kemudian dirangkai dengan Al-Qur’an menjadi

Naghom Al-Qur’an yang artinya melagukan Al-Qur’an, bisa juga

disebut dengan Tahsin AsShout dalam membaca Al-Qur’an

67

(membaguskan suara dalam membaca Al-Qur’an). Naghomadalah

khusus untuk tilawah Al-Qur’an, kemudian di Indonesia terkenal

dengan sebutan Seni Baca Al-Qur’an. Dalam satu minggu santri

yatim dhu’afa ada 3 kali bimbingan naghom dengan target mahir

minimal 5 maqro dan latihan penerapan sesuai bakat.22

3. Bidang qiro’at adalah perbedaan lafal-lafal al-Qur'an, baik

menyangkut huruf-hurufnya maupun cara pengucapan huruf-huruf

tersebut, sepeti takhfif, tasydid dan lain-lain. ecara etimologi, lafal

qira’at ( ) merupakan bentuk masdar dari ( ) yang artinya

bacaan. Sedangkan menurut terminologi, terdapat berbagai

pendapat para ulama yang sehubungan dengan pengertian qira’at

ini.

Menurut Al-Dimyathi sebagaimana dikutip oleh Dr. Abdul Hadi

al-Fadli bahwasanya qira’at adalah: “Suatu ilmu untuk mengetahui

cara pengucapan lafal-lafal al-Qur’an, baik yang disepakati maupun

yang diikhtilapkan oleh para ahli qira’at, seperti hazf (membuang

huruf), isbat (menetapkan huruf), washl (menyambung huruf), ibdal

(menggantiukan huruf atau lafal tertentu) dan lain-lain yang didapat

melalui indra pendengaran. Pada bidang ini dimana santri minimal

1 minggu 1 kali pembelajaran ilmu qiro’at dan peraktik diiringi

dengan evaluasi ujian.

22 Wawancara Pribadi dengan Ust. Kamal (Penngasuh Pondok Pesantren Al-AmanatulHuda) Sabtu, 23 April 2016

68

4. Bidang khot adalah rangkaian huruf-huruf hijaiyah yang memuat ayat-

ayat Alquran atau Alhadits ataupun kalimat hikmah di mana rangkaian

huruf-huruf itu dibuat dengan proporsi yang sesuai, baik jarak maupun

ketepatan sapuan huruf. Dalam perkembangannya muncul banyak

jenis khat kaligrafi, tidak semua khath tersebut bertahan hingga saat

ini.

Terdapat 8 (delapan) jenis khat kaligrafi yang populer yang dikenal

oleh para pecinta seni kaligrafi di Indonesia, yaitu:

- Gaya Naskhi. Kaligrafi gaya Naskhi paling sering dipakai orang-

orang islam, baik untuk menulis naskah keagamaan maupun

tulisan sehari-hari. Gaya Naskhi termasuk gaya penulisan kaligrafi

tertua. Sejak kaidah penulisannya dirumuskan secara sistematis

oleh Ibnu Muqlah pada abad ke-10, gaya kaligrafi ini sangat

populer digunakan untuk menulis mushaf Alquran sampai

sekarang. Karakter hurufnya sederhana, nyaris tanpa hiasan

tambahan, sehingga mudah ditulis dan dibaca.

- Gaya Tsuluts. Kaligrafi ini merupakan seorang menteri bahasa

arabnya (wazir) di masa Kekhalifahan Abbasiyah. Tulisan

kaligrafi gaya Tsuluts sangat ornamental, dengan banyak hiasan

tambahan dan mudah dibentuk dalam komposisi tertentu untuk

memenuhi ruang tulisan yang tersedia. Karya kaligrafi yang

menggunakan gaya Tsuluts bisa ditulis dalam bentuk kurva,

dengan kepala meruncing dan terkadang ditulis dengan gaya

69

sambung dan interseksi yang kuat. Karena keindahan dan

keluwesannya ini, gaya Tsuluts banyak digunakan sebagai

ornamen arsitektur masjid, sampul buku, dan dekorasi interior, dan

lain sebagainya.

- Kaligrafi gaya Farisi. Seperti tampak dari namanya, kaligrafi gaya

Farisi dikembangkan oleh orang Persia dan menjadi huruf resmi

bangsa ini sejak masa Dinasti Safawi sampai sekarang. Kaligrafi

Farisi sangat mengutamakan unsur garis, ditulis tanpa harakat, dan

kepiawaian penulisnya ditentukan oleh kelincahannya

mempermainkan tebal-tipis huruf dalam 'takaran' yang tepat. Gaya

ini banyak digunakan sebagai dekorasi eksterior masjid di Iran,

yang biasanya dipadu dengan warna-warni Arabes.

- Gaya Riq’ah. Kaligrafi ini merupakan hasil pengembangan

kaligrafi gaya Naskhi dan Tsuluts. Sebagaimana hal-nya dengan

tulisan gaya Naskhi yang dipakai dalam tulisan sehari-hari. Riq’ah

dikembangkan oleh kaligrafer Daulah Utsmaniyah, lazim pula

digunakan untuk tulisan tangan biasa atau untuk kepentingan

praktis lainnya. Karakter hurufnya sangat sederhana, tanpa

harakat, sehingga memungkinkan untuk ditulis cepat.

- Ijazah (Raihani). Tulisan kaligrafi gaya Ijazah (Raihani)

merupakan perpaduan antara gaya Tsuluts dan Naskhi, yang

dikembangkan oleh para pakar kaligrafer Daulah Usmani. Gaya

ini lazim digunakan untuk penulisan ijazah dari seorang guru

70

kaligrafi kepada muridnya. Karakter hurufnya seperti Tsuluts,

tetapi lebih sederhana, sedikit hiasan tambahan, dan tidak lazim

ditulis secara bertumpuk (murakkab).

- Gaya kaligrafi Diwani. Kaligrafi ini dikembangkan oleh kaligrafer

Ibrahim Munif. Kemudian, disempurnakan oleh Syaikh

Hamdullah dan kaligrafer Daulah Usmani di Turki akhir abad ke-

15 dan awal abad ke-16.Gaya ini digunakan untuk menulis kepala

surat resmi kerajaan.

Karakter gaya ini bulat dan tidak berharakat. Keindahan

tulisannya bergantung pada permainan garisnya yang kadang-

kadang pada huruf tertentu neninggi atau menurun, jauh melebihi

patokan garis horizontalnya. Model kaligrafi Diwani banyak

digunakan untuk ornamen arsitektur dan sampul buku.

- Gaya Diwani Jali. Kaligrafi ini merupakan pengembangan gaya

Diwani. Gaya penulisan kaligrafi ini diperkenalkan oleh Hafiz

Usman, seorang kaligrafer terkemuka Daulah Usmani di Turki.

Anatomi huruf Diwani Jali pada dasarnya mirip Diwani, namun

jauh lebih ornamental, padat, dan terkadang bertumpuk-tumpuk.

Berbeda dengan Diwani yang tidak berharakat, Diwani Jali

sebaliknya sangat melimpah.

Harakat yang melimpah ini lebih ditujukan untuk keperluan

dekoratif dan tidak seluruhnya berfungsi sebagai tanda baca.

Karenanya, gaya ini sulit dibaca secara selintas. Biasanya, model

71

ini digunakan untuk aplikasi yang tidak fungsional, seperti

dekorasi interior masjid atau benda hias.

- Gaya Kufi - Kaligrafi gaya kufi, penulisannya banyak digunakan

untuk penyalinan Alquran periode awal. Karena itu, gaya Kufi ini

adalah model penulisan paling tua di antara semua gaya kaligrafi.

Gaya ini pertama kali berkembang di Kota Kufah, Irak, yang

merupakan salah satu kota terpenting dalam sejarah peradaban

Islam sejak abad ke-7 M. Pada bidang ini dimana santri satu

minggu 1 kali pertemuan dengan setiap hari latihan menulis

dengan ujian.

c. Program Bahasa Inggris dan Bahasa arab

Program ini dilakukan menjelang tidur dan pagi hari. dengan

menghafal 2 mufrodat atau 2 vocabulary, kemudian praktek

komunikasi di bagi setiap satu minggu masing-masing bahasa secara

bergilir baik muhadasah maupun conversation.

d. Program Kitab Kuning

Pembelajaran kitab kuning adalah sistem santri wajib menghafal

ilmu alat nahwu dan sharaf serta praktik membaca huruf gundul

sampai faham dengan sorogan.23 Istilah untuk kitab literatur dan

referensi Islam dalam bahasa Arab klasik meliputi berbagai bidang

studi Islam seperti Quran, Tafsir, Ilmu Tafsir, Hadits, Ilmu Hadits,

Fiqih, Ushul Fiqih, Kaidah Fiqih, Tauhid, Ilmu Kalam, Nahwu dan

23 Wawancara Pribadi dengan Ust. Kamal (Penngasuh Pondok Pesantren Al-AmanatulHuda) Sabtu, 23 April 2016

72

Sharaf atau ilmu lughah termasuk Ma’ani Bayan Badi’ dan Ilmu

Mantik, Tarikh atau sejarah Islam, Tasawuf, Tarekat, dan Akhlak, dan

ilmu-ilmu apapun yang ditulis dalam Bahasa Arab oleh para ulama

dan intelektual muslim klasik.

Jadi santri al amanatul huda diberikan pembelajaran kitab kuning

untuk dapat meneruskan para asatdz dan asatidzah dalam

mengamalkan kitab yang tak mudah dibaca oleh semua orang.

e. Program Ceramah Agama

Santri diberikan teori-teori dasar serta contoh pidato yang retoritis

dan dilatih sesuai jadwal. Kegiatan ini dilakukan setiap hari kamis

malam jum’at. Pada program ini santri diberikan kesempatan untuk

menampilkan kemampuan bahasa Arab dan bahasa Inggris yang sudah

diajarkan oleh pengurus bahasa setiap ba’da subuh dan sebelum tidur.

Santri yang dibiasakan untuk berbahasa dapat mengaplikasikannya

pada kegiatan muhadoroh. Karena dipesantren santri diwajibkan untuk

berbahasa setiap harinya. Setiap minggunya santri diberi jadwal untuk

bergantian berpidato di depan kelas. Kemudian setelah itu diberi nilai

oleh ustad/zah.

f. Program Ilmu Komputer/IT

Pada program ini santri di wajibkan untuk menguasai sistem

pengoperasian computer seluruh program dengan praktik-praktik

penguasaan sesuai standar yang diujikan.

73

g. Program ektrakulikuler

Melalui kegiatan ekstrakurikuler yang beragam santri dapat

mengembangkan bakat, minat dan kemampuannya. Kegiatan-kegiatan

santri di pesantren khususnya kegiatan ekstrakurikuler merupakan

kegiatan yang terkoordinasi terarah dan terpadu dengan kegiatan lain

di pesantren, guna menunjang pencapaian tujuan kurikulum.

Dengan Demikian, kegiatan ekstrakurikuler di pesantren ikut andil

dalam menciptakan tingkat kecerdasan yang tinggi. Kegiatan ini bukan

termasuk materi pelajaran yang terpisah dari materi pelajaran lainnya,

bahwa dapat dilaksanakan di sela-sela penyampaian materi pelajaran,

mengingat kegiatan tersebut merupakan Bagian penting dari kurikulum

pesantren.

Adapun program ektrakulikuler yang ada di Pondok Pesantren Al-

Amanatul Huda, yaitu:

1. Tari Saman

2. Tapak Suci

3. Pidato

4. Tilawatil Qur’an

5. Syarhil Qur’an

6. Tahfidzul Qur’an

7. Fashion Girl

8. Marawis

9. Hadroh

74

10. Qasidah

11. Melukis

12. Olahraga

75

BAB IV

ANALISIS DAN TEMUAN LAPANGAN

Berdasarkan Penelitian ini maka penulis mengatakan, bahwa lembaga

pendidikan Pondok Pesantren Al Amanatul Huda bertujuan dalam

mengembangkan potensi dan kemampuan anak-anak yatim dan dhu’afa. Hal ini

dilakukan dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan di pendidikan formal

yakni pendidikan dari jenjang Madrasah Tsanawiyyah dan Madrasah Aliyyah.

Dan pendidikan informal dengan penekanan di bidang Ulumul Qur’an yakni

Tahfidz Al-Qur’an, Tilawatil Qur’an, dan pengembangan Bahasa Arab dan

Inggris. Sebagaimana yang dikatakan oleh Durkheim bahwa pendidikan

mengajarkan orang keterampilan khusus yang diperlukan untuk pekerjaan masa

depan mereka.1

A. Proses Pemberdayaan Yatim dan Dhu’afa di Pondok Pesantren Al-

Amanatul Huda

Proses pemberdayaan anak yatim dan dhu’afa yang telah dilakukan oleh

Pondok Pesantren Al Amanatul Huda dibagi menjadi 4 (empat) tahapan,

yaitu:

1. Melalui Tahap Persiapan (Engagement)

Tahap persiapan ini memilki substansi penekanan pada dua hal

elemen penting yakni penyiapan petugas dan penyiapan lapangan.

Tahapan ini adalah awal sebuah program pemberdayaan berlangsung. Pada

tahap ini KH. Subur Supriadi bersama rekan-rekan calon pengurus Pondok

1 Rachmat Hidayat, “Sosiologi Pendidikan Emile Durkheim”,(Jakata: PT RajaGrafindoPersada, 2014), h. 83

76

Pesantren Al-Amanatul Huda melakukan musyawarah bersama untuk

membicarakan bagaimana konsep untuk membangun bangunan asrama

dan juga bangunan kelas yang nanti akan dipakai dalam proses

pemberdayaan.

2. Melalui Tahap Perencanaan (Designing)p

Dalam tahap ini program perencanaan dibahas secara maksimal

dengan melibatkan pihak masyarakat dan juga calon pengurus Pondok

Pesantren guna memikirkan solusi atau pemecahan atas hambatan yang

akan terjadi. Dalam tahap ini dipikirkan secara mendalam untuk membuat

rencana jangka pendek dan jangka panjang, dengan tujuan agar proses

berjalannya program yang akan dilaksanakan berjalan dengan baik. Proses

tahap ini dimusyawarahkan oleh bagian seluruh bagian pengurus, yakni:

Ust Kamal, Ust Juhedi, Usth Fitra, dan pengurus lainnya. Tahap

Perencanaannya di bagi tiga bagian, yaitu:

Pertama, merumuskan tujuan dan langkah-langkah kegiatan

program. Agar perencanaan pemberdayaan santri di Pondok Pesantren Al-

Amanatul Huda dapat berjalan dengan baik ada beberapa langkah

perencanaan yang dilakukan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Buya,

yakni:

“dalam perencanaan pemberdayaan santri ada beberapa langkah yangdilakukan, yakni merumuskan visi, misi, mengakomodasi tenagapengajar, menetapkan kurikulum, melengkapi sarana dan prasaranayang memadai dan lain sebagainya. langkah ini harus di terapkan demimenghasilkan sebuah lembaga pendidikan yang ideal dalampemberdayaan santri”.2

2 Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren AlAmanatul Huda), Tangerang, 04 Mei 2016

77

Kedua, mengidentifikasi kebutuhan. Tahapan ini dilakukan agar

dapat diketahui apa yang menjadi kebutuhan dalam proses pelaksanaan

program pendidikan. Kebutuhan yang paling mendasar adalah sumber

dana dari pemerintah dan masyarakat sekitar yang dapat membantu agar

berjalannya program pemberdayaan. Karena dana itu akan dipergunakan

untuk pembangunan sekolah, asrama, dan biaya kehidupan anak-anak

yatim dan dhuafa.

Ketiga, mengkaji kebijakan yang relevan (pusat dan daerah).

Dalam kegiatan untuk mengkaji kebijakan yang relevan antara pusat dan

daerah dalam perencanaan integrasi kurikulum pesantren dengan pendidikan

formal dari tingkat Madrasah Tsanawiyyah (MTS) sampai Madrasah Aliyyah

(MA) di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda dibuktikan dengan

merealisasikan kebijakan pemerintah yang penangananya dilakukan oleh

kementerian agama dan Kementrian pendidikan.

3. Melalui Tahap Pelaksanaan Program (Implementasi)

Tahap ini merupakan bentuk pelaksanaan serta penerapan program

yang telah dirumuskan sebelumnya. Adapun ruang lingkup pada tahap

pelaksanaan ini adalah sebagai berikut:

a. Pengumpulan Sumber Dana

Awal proses pemberdayaan ini adalah pengumpulan dana dari para

donatur kepada Pondok Pesantren Al Amanatul Huda yang akan

dipergunakan untuk biaya pembangunan sekolah, pendidikan sekolah,

biaya tenaga pengajar, dan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari santri

78

yatim dan dhuafa. Pengumpulan dana ini didapatkan dari beberapa para

donator, yaitu:

1. Kementrian Agama

- Dana Mapenda (Madrasah dan Pendidikan Agama Islam pada

Sekolah Umum). Besar biaya satuan BOS yang diterima oleh

Pondok Pesantren Al Amantul Huda sebesar Rp. 50.000.000,/3

bulan. dihitung berdasarkan tingkat pendidikannya dengan rincian

sebagai berikut3: Madrasah Tsanawiyyah: Rp. 23.000.000,-/3

bulan dan Madrasah Aliyyah: Rp. 27.000.000,-/3 bulan.

- Dana Pd Pontren (Pendidikan Pondok Pesantren). Besar biaya

yang diberikan oleh Pd Pontren kepada Pondok Pesantren Al

Amanatul Huda sebesar Rp. 47.000.000,/tahun

2. Pemerintah Kota Tangerang (PemKot)

Dana yang diberikan oleh pemerintah Kota Tangerang (PemKot)

kepada tenaga pengajar di Pondok Pesantren Al Amanatul Huda

adalah sebesar Rp. 1.800.000.,/guru setiap bulan.

3. Masyarakat Sekitar

Sebagian besar pembiayaan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda

bersumberdari biaya sumbangan dari masyarakat. Baik dari

masyarakat sekitar maupun dari donator lain yang memang datang

dengan langsung ke Pondok Pesantren.

3 Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren AlAmanatul Huda), Tangerang, 04 Mei 2016

79

Dalam hal ini pengumpulan dana adalah sebuah awal dalam

menggerakkan segala proses pemberdayaan terhadap yatim dan dhuafa

di Pondok Pesanren Al Amanatul Huda.

b. Program Pendidikan Formal dan Non Formal

Proses Pemberdayaan anak-anak yatim dan dhuafa di Pondok

Pesantren Al Amanatul Huda yaitu dengan adanya program pendidikan.

Karena pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia,

membentuk manusia muda untuk berkembang menjadi manusia yang utuh

bermoral, bersosial,berwatak, berkepribadian, berpengatahuan dan

berohani.4 Sebagaimana yang dituturkan oleh Pimpinan Pondok Pesantren

Al-Amanatul Huda yaitu, KH. Subur Supriadi:5

“Dengan dibangunnya Lembaga Pendidikan pada anak-anak yatim dandhuafa maka anak-anak itu dapat berkembang dengan pendidikan yangdiberikan oleh Pondok Pesantren Al Amanatul Huda. Mereka juga tidaksia-sia mendapatkan pendidikan gratis disini karena sudah ada prestasiyang mereka berikan di Pondok Pesantren ini salah satunya menang MTQdi kota tangerang dan masih banyak lagi.”

Di dalam Bukunya Edi Suharto beliau mengatakan bahwa

pemberdayaan itu memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka

memiliki kebebasan, dalam arti bukan saja bebas mengemukakan

pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan dan dari

kesakitan.6 Pelaksanaan program pendidikan di Pondok Pesantren Al

Amanatul Huda adalah suatu proses dalam memberdayakan santri yatim

4 Benni Setiawan, Manifesto Pendidikan Indonesia, (Jakarta: Ar Ruz. 2006),h. 37.5 Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren Al

Amanatul Huda), Tangerang, 04 Mei 20166 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: Reflika

Aditama, 2005), h. 58.

80

dan dhuafa untuk membebaskan mereka dari kebodohan dalam ilmu

pengetahuan. Dan program pendidikan itu dibagi menjadi dua jalur, yaitu:

1. Pendidikan Formal

Pendidikan Formal dari tingkat Madrasah Tsanawiyyah sampai

Madrasah Aliyyah. Dengan menggunakan sistem kurikulum

Departemen Agama. Mengenai biaya sekolah, buku pelajaran,

keperluan sekolah, Pondok Pesantren Al Amanatul Huda yang

menanggungnya. Pembiayaan gratis ini berlaku sampai jenjang

Perguruan Tinggi.

2. Program Non Formal

- Pendidikan Ulumul Qur’an

Pendidikan ini dilakukan dengan penekanan pada Tahfidzul

Qur’an. Sistematika menghafal dalam program ini yaitu, setiap

hari menghafal minimal 5 baris (qur’an pojok) dengan

pengulangan minimal 21x setiap barisnya. Hafalan dilakukan pada

waktu pagi ba’da subuh, takrir/ pengulangan dilakukan sebanyak

3x siang ba’da zuhur, sore ba’da ashar dan malam ba’da magrib

Target yang dicapai selama 2 bulan 1 juz sehingga 5 tahun khatam

30 juz. Dengan catatan tergantung kepada tingkat kemampuan dan

kecerdasan santri bisa ada yang lebih cepat dari itu, apabila santri

Pondok Pesantren Al Amanatul Huda bisa dicapai mengahafal 1

hari 1 halaman maka 3 tahun khatam 30 Juz. Bagi santri yang

sudah menghafal sudah sampai 5 juz maka mendapatkan

81

sertifikasi pencapaian Tahfidz dengan peringkat: Amat Baik (A),

Baik (B), Cukup Baik (C).7

Hasil yang telah dicapai oleh santri/santriwati adalah

pernah menjuarai MTQ di Kota Tangerang di antaranya Juara 1

cabang Tahfidz 5 Juz+Tilawah Putri, Juara 2 Tahfidz Hadist Putra.

- Pendidikan Bahasa di Pondok Pesantren Modern

Kegiatan ini dilakukan setiap hari ketika sebelum tidur dan

pagi hari.. Bagian bahasa biasanya menyiapkan mufradat/ kosa

kata untuk diajarkan oleh anak santrinya. Implikasi dari pada

program pendidikan ini sebagai bekal dalam memahami huruf-

huruf gundul yang ada pada kitab kuning seperti fatul qarib,

kifayatul atsqiya, ta’lim muta’lim, dan ketika muhadoroh yakni,

belajar berbicara di depan umum dengan menggunakan bahasa

Arab atau Bahasa Inggris. Jadwal muhadharah ialah setiap hari

kamis selesai ba’da isya. Seperti yang telah dikatakan oleh ilham

santri Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda, adalah:

“Dengan adanya pembelajaran bahasa ini, saya jadi lebihtau dalam mempraktikan pidato saya menggunakan kedua bahasaitu. Bahkan dengan kemampuan pidato saya pernah di undang keacara maulidan di masjid bawah yang letaknya tidak jauh denganpondok pesantren”8

- Kegiatan Ekstrakulikuler

Di bidang ekstrakulikuler ini santri mendapatkan

pendidikan non formal di antaranya: pelatihan hadroh, marawis,

8 Wawancara pribadi dengan Ustad Irham (Santri di Pondok Pesantren Al AmantulHuda), Tangerang 04 Mei 2016

82

tari saman, tilawah al-qur;an syarhil quran, dan kaligrafi. Pada

pelatihan kaligrafi anak-anak sudah pernah menjuarai MTQ di

Kota Tangerang dengan kritria Juara 1 Khat Naskh cabang Putri,

dan Juara 2 Khat Naskh pada cabang putra. Hal ini sebagaimana

telah dikatakan oleh ustad Irham beliau pengajar kaligrafi di

Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda, beliau adalah alumni dari

Lemka (Lembaga Kaligrafi), yaitu:

“Kemampuan santri santri dalam mengembangkanbakatnya di seni melukis seperti mengindahkan kalimat kalimatAllah, telah dibuktikan pada lomba MTQ kemarin di KotaTangerang dengan pringkat juara 1 pada putrid dan juara 2 diputra. Ini menunjukkan bahwa bekal seperti ini akan memilikinilai jual pada skil anak santri disini”9

4. Melalui Tahap Evaluasi

Tahapan ini merumuskan berbagai indicator keberhasilan suatu

program yang telah diimplementasikan serta dilakukan pula bentuk-bentuk

stabilisasi terhadap perubahan atau kebiasaan baru yang diharapkan

terjadi. Tahap evaluasi adalah cara penilaian yang dilakukan oleh

ustad/ustadzah disana untuk mengetahui kemampuan santri dalam aspek

pengetahuan (kognisi) aspek sikap (afeksi) dan aspek ketrampilan (skill)

terhadap materi pembelajaran yang telah diberikannya.

Penilaian dilakukan disamping berguna untuk mengetahui tingkat

perkembangan kemampuan penguasaan santri juga berfungsi sebagai umpan

balik (feed back) bagi seorang kyai atau ustadz untuk meninjau kembali cara-

cara yang dilakukannya berkenaan dengan penggunaan suatu metode

pembelajaran tertentu. Karena keberhasilan pembelajaran kepada para santri

9 Wawancara pribadi dengan Ustad Irham (Pengajar Kalighrafi di Pondok Pesantren AlAmanatul Huda), Tangerang 04 Mei 2016

83

amat ditentukan oleh kemampuan belajar santri dan kemampuan membimbing

ustadz. Akan tetapi di pesantren, sistem evaluasi kurang mendapat perhatian.

Di pesantren-pesantren salaf, evaluasi atau tes sering kali diabaikan. Santri

memperoleh pengetahuan dari guru hingga menamatkan hafalan yang

diajarkan kemudian beralih ke hafalan lain yang lebih tinggi tanpa

mengevaluasi hasil pembelajaran dari hafalan al-qur’an sebelumnya. Hal ini

dapat dimaklumi mengingat di awal pembelajaran, tujuan pengajaran tidak

dijelaskan, sehingga sangat sulit untuk mengevaluasi hasil yang telah dicapai.

B. Nilai-Nilai Pemberdayaan Yang Dibangun oleh Pondok Pesantren Al-

Amanatul Huda

1. Nilai Etika/Moral (Tasawuf inti etika dalam Pesantren)

Tasawuf (mistisisme) adalah inti pendidikan moral yang ada di

Pondok Pesantren. Tauhid mengatur dasar-dasar keimanan. Karena iman

saja tidak hanya cukup dengan ucapan sehingga memerlukan amal untuk

mempertahannkannya, maka dalam kitab fikih kaum beriman dengan

petunjuk-petunjuk tentang bagaimana hidup secara benar, dan tasawuf

berperan dalam menanamkan nilai-nilai moral dan etika. lnti tasawuf

adalah mempelajari moral dan etika. Penggabungan sufisme dan etika

mungkin bisa dilacak sebagai akibat pengaruh yang kuat dari pemikir

Islam, imam Al-Ghazali. Al-Ghazali terkenal dengan mistisismenya yang

tenang dan sederhana yang mampu menyeimbangkan teologi dan tasawuf

serta terkenal dengan karya tentang etikanya. Banyak pesantren

mengaitkan mistisisme dan etikanya dengan karya-karya Al-Ghazali.

84

Sikap hormat, ta’dzim dan kepatuhan kepada Buya adalah salah

satu nilai pertama yang ditanamkan pada santri Pondok Pesantren Al-

Amanatul Huda. Nilai-nilai etika/moral lain yang ditekankan di Pondok

Pesantren Al-Amanatul Huda meliputi persaudaraan sesama Islam,

keikhlasan, kesederhanaan, kejujuran dan kemandirian. Di samping itu,

pesantren juga menanamkan kepada santrinya kesalehan dan komitmen

atas lima rukun Islam: syahadat (keimanan), salat (ibadah lima kali sehari),

zakat (pemberian), puasa (selama bulan Ramadan), dan haji (ziarah ke

Mekkah bagi yang mampu).

Ustad dan ustadzah di pesantren menekankan kepada santrinya

pendidikan agama dan moralitas. Pendidikan etika/moral dalam pengertian

sikap yang baik perlu pengalaman sehingga pesantren berusaha untuk

menciptakan lingkungan tempat moral keagamaan dapat dipelajari dan

dapat pula dipraktikkan. Biasanya, para santri mempelajari moralitas saat

mengaji dan kemudian diberi kesempatan untuk mempraktikkannya di

sela-sela aktivitasnya di pesantren. Seperti adab dalam bertemu dengan

saudaranya sendiri yakni bertem dengan ustad maupun ustadzah di jalan

dengan mengucapkan salam. Hendaknya bersalaman sebagai bentuk rasa

hormat dan kecintaan kepada guru-guru pondok pesantren.

2. Nilai Persaudaraan

Sebagai contoh, menurut Buya sholat lima kali sehari adalah

kewajiban dalam Islam, tetapi kadang belum menekankan pada pentingnya

berjemaah. Bagaimanapun, berjemaah dianggap sebagai cara yang lebih

85

baik dalam sholat dan pada umumnya diwajibkan oleh para pengasuh

pesantren. Sebuah pesantren yang tidak mewajibkan sholat jemaah

dianggap bukan lagi pesantren yang sebenarnya. Sebagaimana telah

dituturkan oleh Buya.

“Dengan praktik jama’ah mengajarkan persaudaraan dan kebersamaan,yaitu nilai-nilai yang harus ditumbuhkan dalam masyarakat Islam. Jikajemaah sekali dalam dalam sholat Jumat akan membentuk masyarakatyang solid, maka berjemaah tiap hari akan memperkuat tali persaudaraan.Di samping itu sholat jamaah juga mendidik model kepemimpinan. Jikamereka yang belakang sebagai makmum, melihat pemimpinnya (imam)memuat kesalahan, mereka akan mengingatkannyasambil berkata "Subhanallah" (segala puji bagi Allah), bukan protes,melainkan sebuah peringatan. Di sisi lain jika imam kentut sehingga batalwudlunya, ia berhenti dan memberikan kesempatan kepada orang lainuntuk mengambil alih menjadi imam salat. Kalo sudah begitu sholat tidakhatal, tetap berlangsung dan kekompakan jamaah tetapi terlindungi.”10

3. Keikhlasan dan Kesederhanaan

Nilai seperti ikhlas dan kesederhanaan diajarkan spontan dan hidup

dalam kebersamaan, hal ini pun diterapkan oleh Pondok Pesantren Al-

Amanatul Huda. Di pesantren, santri tidur di atas lantai dalam satu

ruangan yang mampu menampung 50 santri. Sebuah kamar santri putri

telah memberi sebuah pelajaran kesederhanaan dan keikhlasan kamar yang

dirasa cocok untuk I-2 orang, ternyata dihuni 5-8 orang. Dan semakin

bertambahnya santri, semakin banyak ruangan yang dihuni orang. Menu

yang dimakan pun hanya sekedar nasi dan sayur-sayuran. Lebih jauh,

meskipun ada pengakuan hak milik prihadi, dalam praktiknya, hak milik

itu umum. Seperti yang dikatakan mega santriwati kelas 2 madrasah

tsanawiyyah.

10 Wawancara pribadi dengan KH. Subur Supriadi (Pimpinan Pondok Pesantren AlAmanatul Huda), Tangerang, 04 Mei 2016

86

“iya kak, disini tali persaudaraannya kuat. Karena apa-apa salingmenolong. Aku gak punya ini dikasih, dan sebaliknya. Semua salingmemberi dan menolong. Kebersamaan itu sangat aku rasakan meski baru 2tahun disini.”11

Barang-barang yang sepele, seperti sandal dipakai secara bebas.

Untuk barang yang lain, jika tidak dipakai akan dipinjamkan bila diminta.

Santri yang menolak meminjamkan barang-barang tersebut akan

mendapatkan sanksi ‘sosial’ dari kawan-kawannya. Sebab, santri yang

tidak ikut kebiasaan seperti ini akan mendapatkan ejekan ataupun

peringatan keras akan pentingnya persaudaraan lslam (ukhuwah islamiyah)

dan keikhlasan. Dalam banyak hal, gaya hidup pesantren tidak banyak

berubah. Mereka lebih mengedepankan aspek kesederhanaan, mekipun

kehidupan di luar memberikan perubahan gaya hidup dan standar yang

berbeda.

4. Nilai Kemandirian

Nilai kemandirian diajarkan dengan cara santri mengurusi sendiri

kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Ide esensial dari kemandirian sering

diplesetkan, akar kata dari kemandirian adalah kepanjangan dari "mandi

sendiri".

“aku disini belajar mandiri sejak dimasukkan kepondok sama saudara aku,semenjak ditinggal ayah ibu saudara aku yang memgurusi aku, pas dibawake pondok aku terlatih mandiri karena melihat teman-teman nyuci sendiri,nyetrika sendiri.”12

Prinsip yang termuat dalam kemandirian adalah bahwa menjaga

dan mengurus diri sendiri tanpa harus dilayani dan tidak menggantungkan

11 Wawancara pribadi dengan Mega (Santriwati kelas 2 Madrasah Tsanawiyyah),Tangerang 04 Mei 2016

12 Wawancara pribadi dengan Mega (Santriwati kelas 2 Madrasah Tsanawiyyah),Tangerang 04 Mei 2016

87

pada yang lain adalah merupakan nilai yang penting. Di Pondok Pesantren

Al-Amanatul Huda, mandiri termanifestasikan dalam memasak, para santri

memasak untuk mereka sendiri atau setidaknya dalam kelompok kecil.

Dalam hal kemandirian anak-anak santri disini diberikan

kepercayaan oleh Buya untuk dapat masak sendiri. Bahkan sekarang

organisasi santrinya diadakan bagian dapurnya untuk masak kebutuhan

makan 3 kali sehari. Untuk masak santri bagian dapur diberikan Rp.

300.000,- untuk dibelikan belanjaan keperluan masak yang akan dibagikan

kepada santri putra dan santri putri. Untuk beras dan air mineral bersih

sudah disediakan buya untuk kebutuhan sebulan. Seperti yang dikatakan

salah satu santri Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda, Mega santri kelas 2

Madrasah Tsanawiyyah.

“untuk masak kita disini masak sendiri kak, ada bagian dapur yangmembuat jadwal piket siapa yang giliran masak. Masakan itu kami bagikanmenjadi dua. Untuk putrid dan untuk putra dalam tiga kali sehari yaitu pagisebelum pergi sekolah, ba’da dzuhur, dan ba’da isya. Karena maghribnyaada tadarus dan dzikir bersama Buya di masjid.”13

13 Wawancara Pribadi dengan Nova (Santriwati Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda),Tangerang, 04 Mei 2016

88

Tabel 8

Tabel Tahapan Proses Pemberdayaan

Tahapan Pemberdayaan KegiatanTahap Persiapan:1. Membuat Konsep Perencanaan2. Mengumpulkan Anggota Pengurus3. Mengidentifikasi Kebutuhan4. Pengrekrutan Calon Santri5. Sarana dan Prasarana

1. Musyawarah Pimpinan PondokPesantren dan calon pengurusuntuk membuat perencanaan.

2. Pembagian divisi pengurus.3. Pengrekrutan dilakukan melalui

brosur, media sosial, dan darimulut ke mulut.

Tahap Perencanaan:1. Merumuskan Tujuan2. Mengidentifikasi Tujuan3. Mengkaji Kebijakan Relevan (Pusat

dan Daerah)

1. Merumuskan Visi dan Misi2. Mengakomodasi tenaga pengajar.3. Menetapkan kurikulum4. Melengkapi sarana dan prasarana

yang memadaiTahap Pelaksanaan:1. Pengumpulan Dana2. Pelaksanaan Program Pemberdayaan

di Bidang Pendidikan

1. Pengumpulan Dana:a. Kementrian Agama

- Dana Mapenda- Dana Pd Pontren

b. Pemerintah Kotac. Masyarakat Sekitar

2. Program Pendidikan:a. Santri diberikan pendidikan

gratis dari tingkat MadrasahTsanawiyyah sampai tingkatMadrasah Aliyyah

b. Santri wajib menghafal 5 baris(qur’an pojok) denganpengulangan minimal 21xsetiap harinya. Target di capai2 bulan 1 juz.

c. Pemberian Mufrodat (kosakata bahasa Arab dan Inggris)dilakukan setiap ba’da subuhdan sebelum tidur

d. Pelatihan Ektrakulikuler: tarisaman, kaligrafi, syarhilqur’an, tilawatil qur’an, tapaksuci, melukis, kerajinan

89

tangan, dll.

Tahap Evaluasi Tahap evaluasi adalah carapenilaian yang dilakukan olehustad/ustadzah disana untukmengetahui kemampuan santridalam aspek pengetahuan(kognisi) aspek sikap (afeksi)dan aspek ketrampilan (skill)terhadap materi pembelajaranyang telah diberikannya.

86

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan kurang lebih tiga bulan tentang

bagaimana proses pemberdayaan yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Al

Amanatul Huda , maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan dari

penelitian tersebut, yaitu:

1. Proses Pemberdayaan Yatim dan Dhuafa yang dilakukan oleh Pondok

Pesantren Al Amanatul Huda yaitu: Pertama, melalui tahap persiapan

(engagement). Kedua, melalui tahap perencanaan (designing). Pada tahap

ini dibagi menjadi tiga, yaitu: merumuskan tujuan dan langkah-langkah

kegiatan program, mengidentifikasi kebutuhan, dan mengkaji kebijakan

yang relevan (pusat dan daerah). Ketiga, melalui tahap pelaksanaan

(implementasi). Tahap ini merupakan bentuk pelaksanaan serta penerapan

program yang telah dirumuskan sebelumnya. Adapun ruang lingkup pada

tahap pelaksanaan ini adalah sebagai berikut:

a. Pengumpulan Dana

Sumber dana tersebut didapatkan dari dana BOS yaitu Kementrian

Agama, Pemerintah Kota, dan Masyarakat Sekitar.

b. Program Pendidikan Formal dan Non Formal

1. Pendidikan Formal

- Madrasah Tsanawiyyah

- Madrasah Aliyyah

87

2. Pendidikan Non Formal

Melalui pendidikan non formal meliputi kegiatan Tahfidzul Qur’an,

Tilawatil Qur’an, Program Bahasa Arab dan Bahasa Inggris,

Ceramah Agama, dan pelatihan-pelatihan kreativitas dalam

mengembangkan bakat santri dan santriwati. Pondok Pesantren Al

Amanatul Huda juga melakukan kegiatan sosial seperti menyantuni

kaum fakir dan kaum dhuafa.

2. Nilai-nilai pemberdayaan yang dibangun oleh Pondok Pesantren Al

Amanatul Huda adalah:

a. Nilai etika/moral. Inti pendidikan moral yang ada di Pondok Pesantren

Al-Amanatul Huda adalah mengamalkan tasawuf. Tasawuf berperan

dalam menanamkan nilai-nilai moral dan etika. Inti tasawuf adalah

mempelajari moral dan etika. Implikasi dari nilai ini adalah kepatuhan

santri kepada Kiai.

b. Nilai persaudaraan. Ukhuwah (persaudaraan atau persatuan) menuntut

beberapa sikap dasar mempengaruhi keberlangsungan dalam realitas

kehidupan sosial yang ada di Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda,

sikap dasar itu seperti saling menolong (ta’awun), saling mendukung

(tadimun), saling menyayangi (tarahum).

c. Nilai keikhlasan dan kesederhanaan. Hidup hemat dan sederhana dan

tidak hidup bermewah-mewah adalah sikap dari kesederhanaan.

Keikhlasan adalah cara mendidik agar santri tidak menjadikan bayaran

sebagai persyaratan berbuat baik.

88

d. Nilai kemandirian. Kemandirian santri dapat dilihat karena sehari-

harinya mereka mencuci bajunya sendiri, membersihkan kamarnya

sendiri, dan menyediakan makanan sendiri.

B. Saran

1. Kepada Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda agar mempertahankan

kegiatan dalam program pendidikan yang dapat meningkatkan

profesionalitasnya untuk mencetak anak yatim dan dhuafa yang lebih

mandiri dan berkualitas.

2. Diperlukan lagi strategi untuk meringankan hambatan atau kendala yang

dialami oleh Pondok Peantren Al Amanatul Huda

3. Kepada santri/santriwati yatim dan dhuafa agar tidak malu dan lebih

percaya diri dalam mengembangkan kreatifitasnya, mengimplementasikan

kemampuan intelektualnya di masyarakat.

4. Bagi peneliti selajutnya, di harapkan dapat mengembangkan penelitian ini

untuk memperkarya pengetahuan tentang bagaimana megasihi dan

menyayangi anak-anak yatim dan dhuafa.

88

DAFTAR PUSTAKA

Abu al-Ainain, Ali Khalil. Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah fi al-Qur’an al-karim, Dar al-Filr al-‘Arabiy, 1980

Administrator, “visi misi,” di akses pada tanggal 06 mei 2016 dari www.rumah-yatim.org/indonesia/index.php/2012032561/profil/visi-misi.html

Al-Toumy Al-Syaibany, Omar Muhammad. Falsafah Pendidikan, Jakarta, BulanBintang 1979

Ayub, Hasan. Etika Islam: Menuju Islam Yang Hakiki, Bandung, Trigenda Karya,1994.

Arifin, M. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1994.

Baridi, Lili dkk, Zakat dan Wirausaha, Jakarta: Centre for EnterpreneurshipDefelopment,2005

Dewantara, Ki. Hajar. Pendidik, Yogyakarta: Taman Siswa, 1956.

Djunaidi, Ahmad Zurzani dan Syarif, Ismail Mulana. Sepuluh Inti Perintah AllahJakarta: PT Fikhati Aneska, 1991

Dzulkarnain, Fikri. Peran Yayasan Griya Yatim dan Dhu’afa dalamPemberdayaan Kaum Dhu’afa Melalui Pendidikan Keterampilan DiBekasi, Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi JurusanPengembangan Masyarakat Islam, 2014,

Dzulkarnain. Ketentuan Penamaan Yatim, artikel di akses pada tanggal 21-02-2013 dari http://www.dzulkarnain.net/siapakah-anak-yatim.html

Harahap, Syahrin. Islam: Konsep dan Implementasi Pemberdayaan, Yogyakarta:PT. Tiara Wacana, 1999

Hidayati. Nurul S. Ag, Metodologi Peneltian Dakwah dengan PendekatanKualitatif, Jakarta: Lembaga Penelitian dan UIN Jakarta Press, 2006

Jamasy, Owin. Keadilan, Pemberdayaan, dan penanggulangan Kemiskinan,Jakarta: Belantik 2004.

Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1996.

Meleong, lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja RosdaKarya, 2012

89

Macendrawati, Nanih dan Ahmad Syafe’I, Agus. Pengembangan MasyarakatIslam: dari Ideologi, Strategi sampai Tradisi Bandung: PT RemajaRosdakarya, 2001.

Mardikanto, Totok dan Poerwoko Soebianto, Poerwoko. PemberdayaanMasyarakat Dalam Perspektif Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta,2012.

Mizan Amanah, “visi misi” artikel di akses pada 06 Mei 2016 dari http://www.mizanamanah.or.id/id/profil-mizan-amanah

Musyarofah, Umi. Dakwah KH. Ja’far dan pondok Pesantren Pabelan, Jakarta:UIN press, 2009.

Mubyartanto, Membangun Sistem Ekonomi, Yogyakarta: BPFE, 2000

Nata, Abbudin. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005.

Nasdian, Ferdian Tonny. Pengembangan Masyarakat, Jakarta: Buku Obor, 2014.

Sukri, Sri Suhadjati. Menyantuni Anak Yatim PsiMardikanto, Totok danPoerwoko Soebianto, Poerwoko. Pemberdayaan Masyarakat DalamPerspektif Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta, 2012.

Zain, Badadu. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Sinar Harapan, 1997..

Raharjo, M. Dawam. Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 1999.

Rukminto Adi, Isbandi. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat danIntervensi Komunitas. Jakarta: Fakultas Ekonomi UI. 2011.

Safitri, Reni. Peran Yayasan Ar-Rasyid Dalam Pemberdayaan Kaum Dhu’afa Di

Sawangan Depok, Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, 2009

Setiadi, Rudi. Menyantuni Anak Yatim, dalam Renungan, Jum’at, 10 Desember2004.

Usman Ismail, Asep dkk. Pengamalan Al-Qur’an Tentang PemberdayaanDhuafa. Jakarta: Dakwah Press, 2008

Poerwanto, dkk. Seluk Buluk Filsafat Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya,1991.

Wawancara Pribadi dengan KH. Subur Supriadi. Tangerang, 18 Maret 2016

90

Wawancara Pribadi dengan Sayyid, Yayasan Mizan Amanah. 06 Mei 2016

Wawancara pribadi dengan Agil Jagelo. Tangerang, 06 Mei 2016

Wawancara Pribadi dengan Ust Kamal., 18 April 2016.

Wawancara Pribadi dengan Nova. Tangerang, 04 Mei 2016

Wawancara pribadi dengan Mimi Jamilah. Tangerang, 04 Mei 2016

Wawancara pribadi dengan Mega. Tangerang 04 Mei 2016

Wawancara pribadi dengan Ustadzah Fitra. Tangerang, 04 Mei 2016

http://www.rumah-yatim.org/web/?ctr=4

Gasdperz, Vincent. Kualitas Dalam Manajement Bisnis Total, Jakarta: GramediaPustaka Utama, 1997.

91

Lampiran-Lampiran

92

93

Pedoman Wawancara Untuk Pimpinan Pondok Pesantren

1. Bagaimana Sejarah berdirinya Pondok Pesantren?

2. Berapa Jumlah Santri/Santriwati di Pondok Pesantren?

3. Berapa Jumlah pengajar/ guru disini?

4. Apa saja Program dan kegiatan yang ada di Pondok Pesantren Ini?

5. Dari mana sumber dana Pondok Pesantren ini?

6. Bagaimana proses pemberdayaan yatim dan dhuafa disini?

7. Prestasi apa sajakah yang sudah di dapatkan oleh santri/santriwati disini?

94

Hasil Wawancara

Nama: KH. Subur Supriadi

Jabatan : Pimpinan Pondok Pesantren Al Amanatul Hudi

Tempat Wawancara : Rumah KH. Subur Supriadi

Tanggal Wawancara: Jum’at 18 Maret

1. Bagaimana Sejarah berdirinya Pondok Pesantren?

Berawal di datangkannya 37 santri yatim dhuafa yang berasal dari Pondok

Pesantren di Jombang. Pesantren tersebut awalnya diisi 90 anak santri yatim

dan dhuafa. Akibat tidak efektifnya dalam menanggulangi pembiayaan

akhirnya pendidikannya jadi berbayar. Akhirnya 37 santri tersebut

didatangkanlah ke saya yang merupakan anak-anak santri yatim dhuafa ini

berasal dari berbagai daerah. Diantaranya lampung, pekanbaru, jakarta,

surabaya, pandeglang, dan lain-lain. Selanjutnya, setelah saya

bermusyawarah, meminta izin kepada keluarga, akhirnya saya bersedia

menerima dan mendirikan Pondok Pesantren tersebut. Dengan nama Pondok

Pesantren Tahfidzul Qur’an Al-Amanatul Huda. Dan ini sangat di dukung dan

di bantu oleh tokoh-tokoh masyarakat , Guru, murid-murid, dan rekan-rekan

KH. Subur sendiri di antaranya: Bapak Setiaman SE, Bapak Drs. Arif WK

dan lain-lain.

Pada hari Minggu tanggal 26 September 2010 sudah mulai berdatangan

pada santri tersebut, 37 santri ini adalah: 1 Madrasah Tsanawiyyah: Anwar

Hidayatullah, Wiguna, Afrima Samistri, Ridwan Syukur, Reyanaldi Fariski,

Muhammad Ferizal Yusuf, Lailatul Madiyah, Aula Rahmah. Kelas II TMI

Tahfidzul Qur’an Al-Amanatul Huda : Syaiful Anwar, Reza Ivanda Putra

95

Putra, Marko Willy, Lazuardi Firdaus, As’ari, Ayo Dipo Baladi, Maskur,

Alam Mustawan, Lina Wati. Kelas III TMI Tahfidzul Qur’an Al-Amanatul

Huda : Nur Izzati, Jannah, Bilqisty. Kelas I Madrasah Aliyyah Kejuruan: Ani,

Firman, Vicky, Taufiq, Bahruddin, Agus, Nurlela, Fakhri. Kelas II Madrasah

Aliyyah: Kamal, Ismet, Aji, Fuadi, Juhedi, Karlina, Sri Nurbaiti.

Pada hari rabu tanggal 29 September 2010 dengan mengucap

Bismillahirrahmanirrahim maka pada hari itulah mulai pembelajaran perdana.

Baru pada hari Minggu tanggal 28 November 2010 secara resmi di buka oleh

Wali Kota Tangerang, Bapak Drs. H. Wahidin Halim, M.SI. Bermodal

keyakinan dan niat, diterimalah sebuah amanat tersebut oleh Buya, meskipun

dengan segala keterbatasan baik tempat, sarana prasarana, fasilitas dan

sebagainya. Karena kondisi Pondok Pesantren Al Amanatul Huda saat itu

hanya ada 1 ruang kelas dari bangunan, belum ada asrama putra maupun

putri, belum ada mobiler, belum ada alas tidur atau karpet dan belum ada

fasilitas apapun.

Dalam Perjalannya, pembangunan Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda

yang diisi oleh santri yatim dhuafa ini mengalami kesulitan dalam

penanganan biaya. Karena memang santri disini tidak sama sekali dipungut

biaya, dalam artian pendidikan dan fasilitas yang digunakanan oleh santri

yatim dhuafa ini gratis. Bisa dibilang pembangunan ini mengalami kemacetan

di urusan biaya. Namun, adanya uluran tangan dari pemerintah kementrian

agama dan yang lainnya. Bantuan ulur tangan itu adalah berupa

dilanjutkannya pembangunan pondok pesantren al-amanatul huda dengan

biaya kurang lebih sebesar Rp. 50.000.00,- (lima puluh juta).

96

Meskipun para pengurus umumnya masih awam dalam masalah

mengurusi anak yatim dhuafa dengan biaya yang masih terbilang kurang,

namun mereka selalu tawakal kepada Allah Swt dan yakin akan banyaknya

uluran tangan kasih sayang dari para dermawan dalam rangka turut serta

menyantuni anak-anak asuh, serta yakin pula bahwa menjalankan pekerjaan

suci ini tidak sendirian.

Pada tahun 2012 Madrasah Aliyah Amanatul Huda untuk pertama kalinya

telah meluluskan siswa-siswinya. Untuk membantu siswa-siswi MA

Amanatul Huda dalam melanjutkan jenjang pendidikannya yang lebih tinggi,

maka Yayasan Pondok Pesantren Amanatul Huda akhirnya mendirikan

Perguruan Tinggi yang mandiri.

Besarnya minat dari lulusan MA Amanatul Huda dalam

melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, maka peluang pelulusan pertama

di MA Amanatul Huda semakin besar. Maka Yayasan Pondok Pesantren

Amanatul Huda akan membuka Program Studi Ilmu Qur`an dan Tafsir karena

latar belakang para alumni MA Amanatul Huda berada di lingkungan pondok

pesantren.

2. Berapa Jumlah Santri/Santriwati di Pondok Pesantren?

Jumlah Santri/Santriwati Pondok Pesantren Al-Amanatul Huda sekarang

berjumlah 191 anak, yang terdiri dari 110 santri putra dan 81 anak santri

putri.

3. Berapa Jumlah pengajar/ guru disini?

Jumlah tenaga pengajar di Madrasah Tsanawiyyah berjumlah 7 pengajar

dan tenaga pengajar pada Madrasah Aliyyah ada 17 guru pengajar. Untuk

97

tingkat pendidikan di perguruan tinggi ada 8 pengajar di semester 2 dan 8

pengajar di semester 4.

4. Apa saja Program dan kegiatan yang ada di Pondok Pesantren Ini?

Program pencapaian standar yang ada di pondok ini adalah tahfidzul

qur’an. Program pendidikan kementrian agama yaitu dengan program

pendidikan formal Madrasah Tsanawiyyah, Madrasah Aliyyah, dan pondok

pesantren ini juga ada perguruan tinggi. Jadi, santri yang lulus dari

pendidikan Madrasah Aliyyah diwajibkan menyelesaikan pendidikannya

sampai pada perguruan tinggi.

5. Dari mana sumber dana Pondok Pesantren ini?

Sumber dana di Pondok Pesantren ini dari dana BOS yaitu dari kementrian

agama dan dari pemerintah kota. Dari dana BOS mendapatkan 50juta/3bulan

dan mendapatkan dana intensif guru sebesar satu juta delapan ratus per tiga

bulan. Dana Bo situ di dapatkan dari Kementrian Agama yaitu Dana

Mapenda (Madrasah dan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum).

Besar biaya satuan BOS yang diterima oleh Pondok Pesantren Al Amantul

Huda sebesar Rp. 50.000.000,/3 bulan. dihitung berdasarkan tingkat

pendidikannya dengan rincian untuk pendidikan Madrasah Tsanawiyyah

sebesar Rp. 23.000.000,-/3 bulan.

Pendidikan Madrasah Aliyyah mendapatkan sebesar Rp. 27.000.000,-/3

bulan. Besar biaya yang diberikan oleh Pd Pontren kepada Pondok Pesantren

Al Amanatul Huda sebesar Rp. 47.000.000,/tahun. Sumber dana selain dari

kementrian agama pondok pesantren mendapatkan dana dari Pemerintah Kota

Tangerang (PemKot). Dana yang diberikan oleh pemerintah Kota Tangerang

98

(PemKot) kepada tenaga pengajar di Pondok Pesantren Al Amanatul Huda

adalah sebesar Rp. 1.800.000.,/guru setiap bulan.

6. Bagaimana proses pemberdayaan yatim dan dhuafa disini?

Proses pemberdayaan kepada anak yatim juga dhuafa disini dilakukan

dengan kegiatan pendidikan formal sampai dengan perguruan tinggi dan

pelatihan-pelatihan yang dikhususkan untuk mengembangkan bakat dan

pengembangan intelektualitas pada anak itu. Ada program tahfidz, tilawatil

qur’an, juga pelatihan-pelatihan di bidang ekstrakulikuler lainnya sehingga

mereka dapat berkembang dan menjadi muslim muslimah berkualitas.

7. Prestasi apa sajakah yang sudah di dapatkan oleh santri/santriwati disini?

Prestasi yang sudah di raih oleh anak santri disini di antaranya mereka

telah meraih juara-juara MTQ di Kota Tangerang di antaranya mendapatkan

juara 1 pada tingkat tilawatil qur’an dan tahfidzul qur’an cabang putrid. Dan

mendapatkan juara 1 dan 2 pada cabang kaligrafi putra dan putrid. Dan masih

banyak lagi kejuaran-kejuaran diberbagai daerah laennya.

99

Pedoman Wawancara untuk Staff Pondok Pesantren

1. Apa saja kegiatan dan program pemberdayaan di Pondok ini?

2. Berapa jumlah keseluruhan santri di Pondok Pesantren?

3. Bagaimana pelaksanaan program pemberdayaan tersebut?

4. Apa saja sarana dan prasarana?

100

Hasil Wawancara

Nama: Ust. Kamal

Jabatan: Pengurus santri putra

Tempat Wawancara: Kantor Pengurus

Tanggal Wawancara: 03 April 2016

1. Apa saja kegiatan dan program pemberdayaan di Pondok ini?

Pemberdayaan pada anak yatim dan dhuafa disini dilakukan dengan

program pendidikan. Adanya pendidikan formal maupu non formal yang

diberikan kepada anak yatim dhuafa merupakan proses dalam memberdayakan

yatim dan dhuafa. Pendidikan disini tidak berbayar. Mereka di biayai secara gratis

pendidikannya hingga perguruan tinggi. Dimana sekarang sudah berjalan pada

semester empat dan semester 2. Pada semester empat sudah ada 22 anak

disemester 2 dan ada 11 anak di semester 4 semuanya berjumlah 33 anak pada

studi perguruan tingginya.

Pemberdayaan yatim dan dhuafa ini dilakukan dengan pendidikan. Santri

disini diwajibkan mengikuti perkuliahan setelah lulus dari pendidikan MA. Pada

tahun ini sudah ada santri yang mengikuti perkuliahan. Sudah ada semester 2 dan

semester empat yang mengikuti perkuliahan.

2. Berapa Jumlah Keseluruhan santri Pondok Pesantren?

Santri putra dan putri disini berjumlah 191 anak santri kaum yatim dan

dhuafa. Dengan kriteria masing-masing putri berjumlah 81 anak dan santri putra

berjumlah 110 anak. Jumlah Anak Santri/Santriwati Pondok Pesantren Al-

101

Amanatul Huda Menurut Usia yaitu dengan usia 12 sampai dengan umur 13 tahun

berjumlah 54 anak, usia 14 tahun berjumlah 23 anak, usia dari 15-19 tahun

berjumlah 81 anak, dan usia 20 keatas berjumlah 33 anak santri.

Jumlah anak Santri/Santriwati pondok pesantren al-amanatul huda

menurut tingkat pendidikan yaitu anak santri/santriwati yang masih menempuh

pendidikan Tsanawiyah berjumlah 77 anak,1 anak santri/santriwati yang duduk di

Aliyyah berjumlah 81 anak, dan yang sudah menempuh perguruan tinggi

berjumlah 33 anak. Anak santri/santriwati memang diwajibkan menempuh

sekolah tinggi, yang memang sekarang sudah ada 33 anak santri dan sudah

berjalan sampai 4 semester di tahun ini.

3. Bagaimana pelaksanaan program pemberdayaan tersebut?

Pada pelaksanaan program pendidikan formal ini santri diwajibkan untuk

mengikuti perkuliahan setelah lulus dari pendidikan madrasah aliyyah. Program

pendidikan formal ini dilakukan di sekolah MTS dan MA. Pembelajaran umum

seperti matematika, civic education, bahasa indosesia, bahasa inggris, IPA, IPS,

Biologi dan pelajaran agama Islam. Proses pembelajaran ini dilakukan setiap

senin sampai dengan hari sabtu.

Pada program pendidikan non formalnya seperti Program Ulumul Qur’an

yakni tahfidzul Qur’an dan di bidang naghom. Program tahfidz itu dilakukan

dengan cara setor hafalan detiap 2 kali sehari satu halaman al-qur’an pojok,

dengan taqrir (pengulangan) 2 kali dalam satu hari. maka hasil penguasaan

hafalan santri efektif satu bulan 1 juz. Sehingga untuk mencapai 30 juz ditempuh

1 Wawancara Pribadi dengan Ust. Kamal (Penngasuh Pondok Pesantren Al-AmanatulHuda) Sabtu, 23 April 2016

102

selama 30 bulan atau 2 tahun 6 bulan. Di tambah waktu pemantapan dan taqrir 6

bulan sehingga menjadi 3 tahun.

Pembelajaran ulumul qur’an antara lain di Bidang tajwid, dimana santri

melakukannya ba’da sholat. Maksud tajwid disini yaitu tamrinat makharijul

khuruf guna mencapai tingkat fashohah sekaligus tahsin praktek tajwid. Di bidang

Naghom, dalam satu minggu santri yatim dhu’afa ada 3 kali bimbingan naghom

dengan target mahir minimal 5 maqro dan latihan penerapan sesuai bakat. Di

bidang qiro’at, dimana santri minimal 1 minggu 1 kali pembelajaran ilmu qiro’at

dan peraktik diiringi dengan evaluasi ujian. Pada Bidang khot, dimana santri satu

minggu 1 kali pertemuan dengan setiap hari latihan menulis dengan ujian.

Pondok Pesantren ini menekankan pada program bahasa Inggris dan

bahasa arab yang dilakukan oleh santri menjelang tidur dan pagi hari. dengan

menghafal 2 mufrodat atau 2 vocabulary, kemudian praktek komunikasi di bagi

setiap satu minggu masing-masing bahasa secara bergilir baik muhadasah maupun

conversation. Praktik dalam penghafalan vocabulary itu di praktikan pada

pembelajaran Kitab Kuning. Selain itu santri juga di ajarkan dalam peraktik

Ceramah Agama yaitu pada peraktik ini santri diberikan teori-teori dasar serta

contoh pidato yang retoritis dan dilatih sesuai jadwal. Kegiatan ini dilakukan

setiap hari kamis malam jum’at.

4. Apa saja sarana dan prasarana?

Sarana dan prasarana yang ada dipondok pesantren di antaranya terdapat

ruang srama putra 1 ruang sekat seadanya (7 m x 6 m). dengan rincian 4

ruang putra, ruang kelas belajar 5 Ruang (7 m x 7 m), asrama putri di satu

rumah sewa (sementara) dengan kapasitas 6 kamar, ruang kamar ustadz (4 m

103

x 2 m) dengan kapasitas 3 orang. Dan uang kamar mandi / MCK putra (15 m

x 4 m) 4 kamar mandi & WC, dan dapur umum.

104

Hasil Wawancara

Nama: Usth Fitra

Jabatan: Pengurus santri putri

Tempat Wawancara: Asrama Putri

Tanggal Wawancara: 04 Mei 2016

1. Apa saja kegiatan dan program pemberdayaan di Pondok ini?

Kegiatan rutin santri disini yaitu shalat berjama’ah di masjid, setor hafalan

tahfidzul qur’an dan pelatihan-pelatihan ekstrakulikuler. Dalam hal ini santri

diberdayakan untuk mengembangkan bakat mereka. Disini ada program

pendidikan formal dimana santri diwajibkan untuk kuliah disini. Santri/ santriwati

setelah lulus dari studi pendidikan Madrasah Aliyah di wajibkan untuk

meneruskan pendidikannya ke jenjang perguruan tingginya. Adapun kegiatan

belajar mengajar pada pendidikan Madrasah Tsanawiyyah dan Madrasah Aliyyah

yaitu dilaksanakan pada hari senin sampai dengan sampai hari sabtu. Pelajaran

yang diberikan anak-anak yatim dan dhu’afa ialah pelajaran-pelajaran umum

seperti civic education, matematika, biologi, bahasa Indonesia, bahasa inggris,

Ilmu Komputer, dan lain-lain. Selain pelajaran umum pondok pesantren biasa

dengan adanya pelajaran-pelajaran seperti: Ilmu Nahwu, Tarikh Islam, Ulmul

Qur’an, Muthola’ah, Qur’an Hadist, Ushul Fiqh, dan lain-lain.

Santri putrid disini melakukan kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler seperti, tari

saman, qasidah, syarhil qur’an, dan kadang-kadang ada pelatihan kelas kecantikan

yang di ajarkan oleh Bu Nyai.

2. Berapa jumlah keseluruhan santri di Pondok Pesantren?

105

Jumlah santri putrid di pondok pesantren ini sebanyak 81 anak. Dan untuk santri

putranya berjumlah sebanyak 110 anak. Masing-masing dari mereka memang dari

kaum yatim dan dhuafa. Mereka berasal dari berbagai daerah. Dari Jakarta,

pandeglang, lampung, sumtra, dan lain lain.

3. Bagaimana pelaksanaan program pemberdayaan tersebut?

Pelaksanaan program pemberdayaan ini dilakukan dengan pengumpulan

dana dari para donator pemerintah dan juga dana masyarakat sekitar. Dana itu

dipakai untuk ke\perluan pembangunan sekolah tempat-tempat belajar, pelebaran

asrama putrid dan putra, dan di pakai untuk kebutuhan sehari-hari anak-anak.

Dana dari donator itu yang nantinya dipakai sebagai sarana penggerak

kegiatan program pendidikan di Pondok Pesantren Al amanatul Huda. Kegiatan

program non formal misalnya, yang terkadang banyak memerlukan uang untuk

keberlangsungan platihan-pelatihan dan di pakai buat membiayai pengajarnya.

Seperti pada pelatihan tari saman, da pelatihan hadroh.

4. Apa saja sarana dan prasarana?

Ada 6 ruang kamar putri dengan kriteria masing-masing kamar terdiri dari 14

anak dan 11 anak per kamarnya. Dan terdapat 2 ruang kamar mandi di asrama

putrid. Dan ruang cuci di belakang asrama. Pada sarana pendidikan terdapat 3

bangunan yang terdiri dari bangunan Madrasah Tsaniyyah 6 ruang kelas,

Madrasah Aliyyah 6 ruang kelas, dan perguruan tinggi terdapat 2 ruang kelas.

106

Pedoman wawancara untuk guru di pondok pesantren

1. Materi apa yang ustad/ustadzah ajarkan?

2. Sudah berapa lama mengajar disini?

3. Bagaimana metode pembelajaran yang ustad/ustadzah terapkan?

4. Bagaimana respon anak-anak disini?

5. Bagaimana model evaluasi yang ustad/ustadzah berikan?

6. Apa hasil yang sudah didapatkan dari proses pembelajaran ini?

107

Hasil Wawancara

Nama: Usth Mimi Jamilah

Jabatan: Pengajar Tahfidz dan Tilawah

Tempat Wawancara: Rumah Pimpinan Pondok Pesantren

Tanggal Wawancara: 04 Mei 2016

1. Materi apa yang ustad/ustadzah ajarkan?

Materi yang saya ajarkan adalah pembelajaran ulumul qur’an dengan praktik pada

tahfidzul qur’an dan tilawatil qur’an. Pendidikan ini dilakukan dengan metode

sistematika menghafal dalam program ini yaitu, setiap hari menghafal minimal 5

baris (qur’an pojok) dengan pengulangan minimal 21x setiap barisnya. Hafalan

dilakukan pada waktu pagi ba’da subuh,2 takrir/ pengulangan dilakukan sebanyak

3x siang ba’da zuhur, sore ba’da ashar dan malam ba’da magrib Target yang

dicapai selama 2 bulan 1 juz sehingga 5 tahun khatam 30 juz. Dengan catatan

tergantung kepada tingkat kemampuan dan kecerdasan santri bisa ada yang lebih

cepat dari itu, apabila santri Pondok Pesantren Al Amanatul Huda bisa dicapai

mengahafal 1 hari 1 halaman maka 3 tahun khatam 30 Juz.

2. Sudah berapa lama mengajar disini?

Proses pembelajaran itu sebenarnya sudah cukup lama. Saat itu saya

memang mengajar ekstrakulikuler di bidang tilawatil qur’an. Namun pada 2014

ketika saya sudah menikah dengan Buya. Saat itu pembelajaran rutin di bidang

tahfidzul qur’an dan tilawatil qur’an mulai saya lakukukan.

3. Bagaimana respon anak-anak disini?

2 Wawancara pribadi dengan Bu Nyai Mimi Jamilah (Istri Pimpinan Pondok PesantrenAl-Amanatul Huda), Tangerang, 04 Mei 2016

108

Setiap anak-anak berbeda-beda dalam karakter, ada yang semangat banget

nyetor hafalannya, ada yang memang dalam menyerap hafalannya kadang suka

agak lama jadi ya kita tidak memaksakan otak dan fikiran anak untuk harus

dengan segini ia menyetor hafalannya. Jadi tingkat kesempurnaan hafalannya

sampai dengan 5 juz sudah di anggap lumayan. Namun tetap pondok pesantren ini

dengan perlahannya mereka menghafal diwajibkan ketika sudah keluar dari sini

anak-anak sudah dapat menghafal 30 juz alqur’an.

4. Bagaimana model evaluasi yang ustad/ustadzah berikan?

Adanya pengulangan hafalan yang dilakukan setiap sehari pada waktu malam

hari. Anak-anak di wajibkan untuk menyetor hafalannya satu halaman pojok

alqur’an perharinya. Metode yang dilakukan di dalam al qur’an di pondok

pesantren ini adalah metode, bin-nadzar (dengan melihat) dan bil-ghaib (dengan

menghafal), nyetor, simaan, mentahqiq, mudarasah, talaqi, dan murajaah.

5. Apa hasil yang sudah didapatkan dari proses pembelajaran ini?

Hasil yang sudah di dapatkan oleh anak-anak, mereka sudah berhasil

mendapatkan juara pada peringkat 1 dan peringkat ke 2 pada cabang tilawah dan

tahfidzul qur’an putra dan putri di MTQ Kota Tangerang kemarin.

109

Hasil Wawancara

Nama: Ust. Irham

Jabatan: Pengajar Kaligrafi

Tempat Wawancara: Rumah Pimpinan Pondok Pesantren

Tanggal Wawancara: 04 Mei 2016

1. Materi apa yang ustad/ustadzah ajarkan?

Materi yang pas untuk pemula dimulai dengan metode pembelajaran khot

naskhi. Untuk pembelajaran di kelas biasanya di ajarkan huruf perhuruf dulu.

Karena ini salah satu cara yg paling efektif supaya anak-anak cepat memguasai.

Kemudian dengan huruf perhuruf mereka bisa mengembangkan sendiri ke

kekalimat. Tidak adanya tingkat tingkat dalam tahap pembelajaran ini. dibagi jadi

3 kelas ada awal ada wusto dan satu lagi saya lupa. Untuk materi di luar huruf

misalnya melukis untuk membantu mengindahkan kalimat-kalimat.

Dengan pengajaran ini diharapkan mereka mendapatkan bekal nilai

pembelajaran yang sangat mahal harganya. Karena tidak mudah untuk dapat

mempelajari lukisan-lukisan penulisan mushaf Al-qur’an bila tak diajarkan oleh

guru yang prefesional. Anak-anak yang mengikuti pembelajaran ini meski mereka

hanya sebatas kadang ikut kadang engga. Setidaknya mereka mendapatkan rumus

dalam metode pembelajaran yang berharga ini diluaran sana bila ia lulus nanti dari

pondok pesantren Al Amanatul Huda.

2. Sudah berapa lama mengajar disini?

Sebelumnya sudah ada pengajar disini. Namun pada tahun 2013 saya

mulai mengajar disini. Tau pondok pesantren ini sebenarnya sudah lama. Akan

tetapi teman saya mengajak saya untuk bisa menggantikan pembelajaran kaligrafi

110

di pondok pesantren ini. akhirnya dari semejak itu sampai sekarang saya masih

mengajar disini.

3. Bagaimana respon anak-anak disini?

Karena anak-anak suka dengan yang namanya berbau cat dan kuas

mungkin yah, jadi mereka sudah punya gambaran sendiri untuk menghias kalimat-

kalimat kaligrafi yang mereka buat. Menurut saya mereka semangat dalam hal

mempelajari pembelajaran kaligrafi ini.

4. Bagaimana model evaluasi yang ustad/ustadzah berikan?

Biasanya setiap seeminggu sekali di adakannya ujian yang sudah dipelajari di

minggu sebelumnya. Ujiannya dalam bentuk tulisan dan peraktik. Ini untuk

mengukur seberapa tinggi materi yang sudah ia dapatkan terhadap ilmu yang

saya ajarkan.

5. Apa hasil yang sudah didapatkan dari proses pembelajaran ini?

Kemampuan santri santri dalam mengembangkan bakatnya di seni melukis

seperti mengindahkan kalimat kalimat Allah, telah dibuktikan pada lomba MTQ

kemarin di Kota Tangerang dengan pringkat juara 1 pada putri dan juara 2 di

putra. Ini menunjukkan bahwa bekal seperti ini akan memiliki nilai jual pada skil

anak santri disini.

111

Pedoman Wawancara untuk Anak Santri/Santriwati

1. Dari mana Asal kamu?

2. Dari mana kamu tau pondok ini?

3. Sudah berapa lama disini?

4. Bagaimana menurut kamu dengan adanya pondok pesantren ini?

5. Bagaimana pembelajaran yang dilakukan pondok pesantren ini?

6. Apa saja materi/pelajaran yang sudah kamu dapatkan?

7. Apa harapan kamu setelah lulus disini?

112

Hasil Wawancara

Nama: Ega

Jabatan: Santriwati

Tempat Wawancara: Rumah Pimpinan Pondok Pesantren

Tanggal Wawancara: 04 Mei 2016

1. Dari mana Asal kamu?

Pasar kamis

2. Dari mana kamu tau pondok ini?

Dari sd pengen pesantren. Trus ada sodara mondok disini. Satu kelas juga.

3. Sudah berapa lama disini?

2 tahun. kesini dari kls 1

4. Bagaimana menurut kamu dengan adanya pondok pesantren ini?

Bagus sih. Orang-orang yang tidak mampu bisa sekolah disini dan dibiayain.

Disini tali persaudaraannya kuat. Karena apa-apa saling menolong. Aku gak

punya ini dikasih, dan sebaliknya. Semua saling memberi dan menolong.

Kebersamaan itu sangat aku rasakan meski baru 2 tahun disini.

5. Bagaimana pembelajaran yang dilakukan pondok pesantren ini?

Banyak pembelajaran yang ega ambil disini. Terutama dibidang agamanya.

6. Apa saja materi/pelajaran yang sudah kamu dapatkan?

Saya suka bidang syarhil.

7. Apa harapan kamu setelah lulus disini?

Harapan ega supaya bisa jadi orang sukses. Jadi wanita sholehah seutuhnya

untuk keluarga dan bisa manfaat buat keluarga.

113

Hasil Wawancara

Nama: Ilham

Jabatan: Santri

Tempat Wawancara: Rumah Pimpinan Pondok Pesantren

Tanggal Wawancara: 04 Mei 2016

1. Dari mana Asal kamu?

Tegal

2. Dari mana kamu tau pondok ini?

Ada sodara, satu kelas dengan ilham.

3. Sudah berapa lama disini?

Tiga tahun

4. Bagaimana menurut kamu dengan adanya pondok pesantren ini?

Sangat bagus dan memotivasi saya untuk saya mengubah hidup saya jadi

lebih baik lagi

5. Apa saja materi/pelajaran yang sudah kamu dapatkan?

Pembelajaran mubaligh. Dengan adanya pembelajaran bahasa ini, saya jadi

lebih tau dalam mempraktikan pidato saya menggunakan kedua bahasa itu.

Bahkan dengan kemampuan pidato saya pernah di undang ke acara maulidan

di masjid bawah yang letaknya tidak jauh dengan pondok pesantren

6. Apa harapan kamu setelah lulus disini?

Bisa bangga pondok pesantren, bikin bangga orang tua, cita-citanya jadi

muballigoh. Syukur-syukur jadi kiayi.

114

Hasil Wawancara

Nama: Nova

Jabatan: mahasiswi

Tempat Wawancara: Rumah Pimpinan Pondok Pesantren

Tanggal Wawancara: 04 Mei 2016

1. Dari mana Asal kamu?

Lampung

2. Dari mana kamu tau pondok ini?

Kaka kelas tapi sodara juga namanya kak kiki. Tapi sekarang sudah nikah.

3. Sudah berapa lama disini?

Baru setengah tahun. Dari bulan September sampai sekarang.

4. Bagaimana menurut kamu dengan adanya pondok pesantren ini?

Kalo yang aku tau pondok ini pengajarnya hebat-hebat. Keemudian

mengajarkan kemandirian. Lebih banyak peembelajaran di bidang agamanya.

Terus juga segalanya serba mandiri untuk masak kita disini masak sendiri kak, ada

bagian dapur yang membuat jadwal piket siapa yang giliran masak. Masakan itu

kami bagikan menjadi dua. Untuk putri dan untuk putra dalam tiga kali sehari

yaitu pagi sebelum pergi sekolah, ba’da dzuhur, dan ba’da isya. Karena

maghribnya ada tadarus dan dzikir bersama Buya di masjid.

Pondok ini juga nyediain perguruan tinggi bagi kaum yatim dan dhuafa

namun pmbiayaan itu gratis secara cuma-cuma. Makanya sebagai bentuk teri

makasih aku mau membuat bangga pondok ini dengan sebaik mungkin.

5. Bagaimana pembelajaran yang dilakukan pondok pesantren ini?

115

Pembelajaran pada perkuliahan dilakukan setiap hari jum’at sampai

minggu. Guru-gurunya juga hebat-hebat. Ada yang dari kampus IIQ dan kampus

UIN. Semua berjumlah 8 guru pengajar di semester 2. Pembelajarannya cukup

menarik, karena saya suka dibidang agama maka saya bersemangat dalam

belajarnya.

6. Apa saja materi/pelajaran yang sudah kamu dapatkan?

Banyak sih kak. Tapi saya lebih suka mendalami bidang ulumul qur’an

dalam metode tilawatil qur’an. Pengajarnya juga Bu Nyai sendiri dan itu membuat

saya jadi lebih termotivasi lagi.

7. Apa harapan kamu setelah lulus disini?

Harapan setelah dari sini banyak. Yang pastinya saya mau menngabdikan diri

di pondok ini. dan bisa banggain orang tua. Bisa lulus dengan memegang hafalan

30 juz.

116

Jadwal Kegiatan Penulis di Pondok Pesantren Al Amanatul Huda

No. Waktu Keterangan

1. Kamis, 03 Maret 2016 Observasi

2. Kamis, 17 Maret 2016 Bertemu dengan pengurus, memberi surat

izin penelitian, dan melakukan perjanjian

kepada pimpinan pondok untuk wawancara

3. Jum’at, 18 Maret 2016 Wawancara dengan KH. Subur Supriadi

4. Rabu, 23 Maret 2016 Pengamatan teerhadap asrama putrid dan

putra

5. Minggu, 03 April 2016 Wawancara dengan KH. Subur Supriadi.

Dengan tujuan melengkapi data-data yang

kurang

6. Jum’at, 15 April 2016 Melakukan tehnik keabsahan data dari

beberapa hasil wawancara dengan melihat

dokumentasi yang ada.

7. Minggu, 17 April 2016 Sekedar berkunjung dan melihat-lihat

kegiatan yang ada di Pondok Pesantren

8. Sabtu, 23 April 2016 Sekedar berkunjung dan melihat-lihat

kegiatan pemberdayaan yang ada di Pondok

Pesantren, dan ngobrol dengan santri

dengan tujuan memastikan kebenaran yang

ada di dalam penelitian ini.

9. Rabu, 04 Mei 2016 Wawancara dengan Staff Pondok Pesantren,

Pengajar Pondok Pesantren, Santri Pondok

117

Pesantren

10. Jum’at, 06 Mei 2016 Melakukan peenelitian terhadap

pemberdaaan yatim dan dhuafa di Indonesia

di 3 lembaga yaitu: Mizan Amanah, Rumah

Yatim, dan Bahrul Maghfiroh.

118

119

120

121

122

123

124

125