Post on 04-Feb-2023
Pengaruh Media Baru Terhadap Pembentukan
Gerakan Sosial
Studi Terhadap Gerakan Akademi Berbagi
Oleh: Eugenia Ines Dwi Artvianti
Magister Ilmu Komunikasi UNPAD
1. Pendahuluan
Media dan teknologi baru telah memberikan cara bagi
masyarakat untuk memperoleh informasi dan gagasan, cara baru
untuk berinteraksi dengan teman maupun orang asing, juga
cara baru untuk mempelajari dunia, identitas kita dan juga
masa depan (Gamble, 2005). Jutaan orang saat ini terhubung
dan berinteraksi melalui apa yang disebut dengan cyberspace,
dimana sebuah dunia terhubung melalui komputer dan internet.
Perkembangan teknologi yang begitu pesat dalam beberapa
dekade terakhir begitu ramai diperbincangkan karena membawa
dampak yang begitu banyak ke berbagai sector, salah satunya
di sector media dimana penyampaian dan pertukaran pesan
dihadirkan melalui teknologi. Goldberg (2006) mengungkapkan
bahwa komunikasi massa merupakan proses produksi dan
distribusi pesan secara luas dan berkelanjutan oleh
institusi berlandaskan teknologi dalam masyarakat industri.
Teknologi secara luas membuat komunikasi semakin mudah untuk
dilakukan, dengan adanya teknologi, era baru dalam media
terbentuk. New Media hadir sebagai bentuk transformasi dari
media konvensional.
Media baru memperkenalkan sosial media yang menjadi
sebuah media yang penting karena kehadirannya memberikan
perubahan besar dalam proses penyampaian pesan. Komunikasi
yang sering dilakukan kini lebih banyak menggunakan
internet. Kehadiran sosial media melalui internet tidak
dapat dipisahkan dari peranan Computer Mediated
Communication (CMC) sebagai bentuk komunikasi yang
mendukung. A.F Wood dan M.J Smith (____) mengemukakan bahwa
CMC sendiri merupakan segala bentuk komunikasi antar
individu, individu dengan kelompok yang saling berinteraksi
melalui computer dalam suatu jaringan internet. CMC hadir
dalam bentuk blog, Myspace, Facebook, Youtube, dan Twitter
dimana program-program tersebut dapat menjadi media yang
membantu seseorang untuk dapat berkomunikasi dengan orang
lain melalui computer yang telah dihubungkan dengan jaringan
internet.
Twitter hadir dengan berbagai fiturnya yang menarik dan
mudah untuk digunakan yang juga menawarkan jaringan social
berupa mikroblog sehingga memungkinkan penggunanya untuk
mengirimkan dan membaca pesan yang disebut dengan kicauan
(tweets). Kicauan adalah teks tulisan hingga 140 karakter
yang ditampilkan pada halaman profil penggunanya. Sejak
tahun 2006, jejaring social yang dibentuk oleh Jack Dorsey
ini telah mendapatkan popularitasnya di seluruh dunia dengan
lebih dari 100 juta pengguna. Berdasarkan data yang berhasil
dihimpun oleh Alexa trafik web analisis, twitter merupakan
salah satu dari 10 situs web yang paling sering dikunjungi
di seluruh dunia.
Sosial media telah melampaui fungsinya dari hanya
sekedar media untuk mengekspresikan diri, namun juga
membentuk gerakan sosial segar yang menginspirasi. Hal ini
tergambar pada bencana tsunami di tahun 2004 menghancurkan
sebagian besar Aceh, beberapa relawan berhasil memulihkan
komunikasi dan menyediakan koneksi internet yang terputus
hanya dua hari setelah bencana menerjang Aceh. Tanpa adanya
komunikasi dan jaringan koneksi internet, kerja bantuan
kemanusiaan tidak dapat dilakukan secara cepat dan efektif
(Nugroho, 2011). Tidak hanya Aceh, ketika bencana banjir
menerjang Soreang, Kabupaten Bandung pada awal tahun 2012,
banyak relawan yang memanfaatkan internet dan media sosial
dalam proses mobilisasi relawan dan mendistribusikan bantuan
yang ada.
Semangat yang sama pula terjadi pada kasus yang menimpa
Prita Mulyasari pada akhir tahun 2011 lalu dimana Prita
didakwa melakukan pencemaran nama baik Rumah Sakit Omni
Internasional dan kriminalisasi terhadap dua pimpinan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit – Chandra. Ketika media
sosial seperti Facebook dan Twitter digunakan sebagai sarana
penggalangan aksi masyarakat dalam ruang lingkup nasional.
Fenomena-fenomena tersebut merupakan contoh yang memperkuat
gagasan mengenai “gerakan sosial baru”, yang organisasi dan
skalanya dicirikan oleh penggunaan media sosial (Nugroho,
2011).
Tidak hanya Indonesia, Amerika Serikat pada tahun 2011
melakukan gerakan Anti Wall-Street yang tersebar hanya dalam
waktu kurang dari tiga minggu. Gerakan ini diluncurkan di
Twitter pada tanggal 13 Juli 2011 dengan menggunakan hastag
#OccupyWallStreet. Gerakan ini kemudian di mobilisasi ke
seluruh penjuru dunia melalui internet sehingga demonstrasi
besar pun terjadi hampir di seluruh dunia. Berdasarkan hasil
yang telah dilansir dari Twitter, para demonstran secara
serempak menentang pemerintah AS terhadap pengelolaan banker
AS yang hanya memihak kepada yang kaya dan cenderung
mengabaikan yang miskin mengenai permasalah perpajakan di
Amerika Serikat dan berpengaruh terhadap bursa-bursa saham
di seluruh dunia. Lebih dari ribuan demonstran di seluruh
dunia, antara lain: Kanada, Taiwan, Australia, Inggris,
Perancis, Italia, Spanyol, Jerman, Hongkong, Irlandia dan
juga Swiss.
Sebelum era media baru, mobilisasi pada umumnya
dilakukan dari mulut ke mulut karena akan menarik perhatian
pemerintah dan rawan akan penangkapan. Tahun 1998 menjadi
saksi pemberontakan mahasiswa yang pada kala itu hanya
mengandalkan koordinasi dan mobilisasi massa melalui kabar
dari mulut ke mulut dan SMS (Short Message Service). Mobilisasi
massa pada era ini sudah jauh melampaui penyampaian kabar
dari mulut ke mulut. Teknologi pada era ini memainkan peran
pendukungnya yaitu melayani kebutuhan komunitas masyarakat
sipil dalam pencapaian tujuan mereka. Hal ini tercermin dari
kegiatan sosial pada saat bencana banjir melanda Soreang,
Kabupaten Bandung. Dengan semangat masyarakat Bandung
melalui twitter menyebarkan informasi mengenai banjir hebat
yang terjadi malam itu, relawan yang dihimpun dari gerakan
#AksiBandung pun menjadi relawan pertama yang sampai pada
lokasi bencana dan membantu proses evakuasi dan distribusi
kebutuhan korban bencana.
Tentunya cerita penggunaan internet dan media sosial
tidak berhenti pada titik tersebut, gerakan sosial tersebut
menunjukan bahwa masyarkat sipil baik di tingkat individu
maupun komunitas dapat berpartisipasi dalam melakukan
gerakan sosial melalui internet dan sosial media (Nugroho,
2011). Internet dan sosial media tidak hanya di adopsi
sekedar untuk kepentingan politik, hokum dan hiburan namun
untuk melakukan sesuatu yang dianggap baik, dan dapat
mengubah keadaan menjadi lebih baik tanpa melakukan
perjuangan melawan pemerintah. Gerakan sosial baru ini
memberikan ruangan yang besar pada masyarkat untuk melakukan
sesuatu secara langsung guna merubah Indonesia ke arah yang
lebih baik.
Gerakan Akademi Berbagi hadir sebagai gerakan yang
bernilai positif berbasis internet. Akademi Berbagi
merupakan gerakan sosial yang bertujuan untuk berbagi
pengetahuan, wawasan dan pengalaman yang bisa diaplikasikan
langsung sehingga para peserta bisa meningkatkan kompetisi
di bidang yang telah dipilihnya (Ismail, 2012). Bentuk
kegiatan ini adalah kelas singkat yang dilakukan selama 2
jam dan diajarkan oleh para ahli dan praktisi di dalam
bidangnya masing-masing.
Juli 2010 menjadi bulan kelahiran Gerakan Akademi
Berbagi. Berawal dari Twitter, kelas Akademi Berbagi mencoba
mengkolaborasikan kegiatan online dan offline. Di tahun 2013
ini, Kelas Akademi Berbagi sudah tersebar di berbagai kota
di seluruh Indonesia, antara lain: Medan, Palembang, Jambi,
Bandung, Solo, Semarang, Jogjakarta, Surabaya, Malang,
Balikpapan, Makassar, Ambon, Ende, Madura, Bali, Garut,
Gorontalo, Jember, Lampung, Madiun, Madura, Pekalongan,
Palembang, Ambon, Balikpapan, Jambi, Tangerang, Cianjur,
Bondowoso, dan Palu. Melalui sosial media dan cerita dari
mulut ke mulut juga jaringan antar komunitas, gerakan ini
menjaga konsistensi kegiatan dengan terus berkomunikasi
melalui jaringan internet.
Kelas Akademi Berbagi dibuka untuk umum dan juga
gratis. Gerakan ini menjunjung tinggi nilai dari-untuk-oleh
kita. Penggagas, guru, murid dan pengelola adalah relawan
yang peduli dengan pendidikan di Indonesia. Akademi Berbagi
mencoba memberikan alternative belajar baru pada masyarakat.
Banyak penghargaan telah berhasil diterima oleh gerakan ini,
diantaranya: The Most Inspiring Social Movement oleh Klik Hati
Award, The New Alternative oleh Editor’s Choice dari Majalah Rolling
Stone Indonesia dan untuk penggagasnya, Ainun Chomsum
memperoleh penghargaan Young Women Netizen 2011. Bersama para
relawan, guru dan murid mencoba merubah Indonesia ke arah
yang lebih baik.
Kegiatan yang dilakukan oleh Gerakan Akademi Berbagi
yang berbasis online dan offline justru membawa warna baru
yang akan menarik untuk ditelusuri lebih dalam lagi.
Teknologi komunikasi, internet, dan media sosial telah
menjadi sarana yang memudahkan masyarakat sipil dalam
mengembangkan berbagai kegiatan masyarakat (Illich, 1973).
Gerakan Akademi Berbagi ini diharapkan dapat menghadapi
permasalahan-permasalahan terkini yang terjadi di Indonesia.
Hajal (2002) mengungkapkan bahwa perkembangan internet
telah menjadi pendorong baru bagi lahirnya atau penemuan
kembali “masyarkat sipil” yaitu terbentuknya jaringan
gabungan dari organisasi, kelompok, dan gerakan masyarakat
sipil yang bertujuan mencapai berbagai agenda madani seperti
demokratisasi dan kebebasan informasi. Meskipun demikian,
penelitian sistematis mengenai penggunaan inovasi teknologi
internet dan media sosial dalam melakukan gerakan sosial
masih terbatas, sehingga pengetahuan mengenai pengaruh media
sosial terhadap kegiatan sosial semacam ini perlu digali
lebih dalam lagi.
2. Rumusan Masalah
Adopsi internet pada masyarakat yang memberikan dampak
signifikan dalam melakukan gerakan sosial selalu menarik
untuk dikupas. Mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh
Nugroho (2011) bahwa gerakan sosial saat ini telah banyak
dilakukan dengan cara mengadopsi internet dan mengenai
lahirnya apa yang disebut dengan “one click activism” bahwa
sebuah gerakan di dunia maya tidak akan membawa dampak
apapun apabila tidak direalisasikan di dunia nyata.
Sesuai dengan fenomena yang terjadi, maka penulis
kemudian memfokuskan penelitian ini pada kasus Gerakan
Akademi Berbagi yang prakteknya bergerak bermula dari
gerakan yang dilakukan melalui jejaring sosial. Penelitian
ini difokuskan untuk meneliti secara empiris sejauh mana
pengaruh sosial media dalam pembentukan Gerakan Akademi
Berbagi. Kemudian fokus masalah tersebut diturunkan dalam
identifikasi masalah sebagai berikut:
1) Bagaimana media sosial Twitter mempengaruhi terbentuknya
Gerakan Akademi Berbagi?
2) Apa implikasi Gerakan Akademi Berbagi terhadap murid
Akademi Berbagi?
3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mengetahui
pengaruh media sosial terhadap terbentuknya Gerakan Akademi
Berbagi, dan 2) mengetahui implikasi Gerakan Akademi Berbagi
terhadap murid Akademi Berbagi. Manfaat penelitian ini
selain secara akademis dapat memperkaya kajian di bidang
komunikasi mengenai media baru dalam pembentukan gerakan
sosial, namun juga manfaat lainnya sebagai referensi oleh
Gerakan Akademi Berbagi guna melihat implikasi media sosial
terhadap gerakan mereka.
Berdasarkan kajian terdahulu, kebanyakan peneliti
membahas mengenai gerakan sosial yang dilakukan tanpa
mengadopsi teknologi internet, antara lain seperti gerakan
sosial yang bermuara pada gerakan-gerakan petani dan
perlawanan agrarian yang dicirikan sebagai perjuangan kelas
dan gerakan yang dianggap sebagai gerakan sosial baru
(Scoot, 1985; Moore, 1996; Triwibowo, 2006; Singgih, 2010).
Sedangkan literatur mengenai penelitian tentang internet di
Indonesia (Widyasari, 2002; Budiman, 2003; Haryati, 2004;
Putri, 2008; Ismail, 2010) masih belum menyentuh bagaimana
sebuah gerakan sosial terbentuk dari internet itu sendiri.
4. Kerangka Konseptual
4.1 Kelompok
Olmsted (1962) mengungkapkan bahwa kelompok merupakan
bentuk pluralitas individu yang saling berhubungan secara
berkesinambungan, saling memperhatikan, dan sadar akan
adanya suatu kemanfaatan bersama. Kelompok merupakan
bagian dari masyrakat dimana proses interaksi dan peranan
individu dapat diamati dan diuji (Cooley & Horton, 1909).
Kelompok merupakan satu sistem yang bertujuan untuk
mempertahankan eksistensinya. Kelompok tidak saja berubah
secara konstan akan tetapi bergantung pada penambahan
fungsi, pengaruh positif sebagai faktor pengikat atau
pemersatu dan seterusnya (Soekanto, 1986: 79).
Selain sebagai gerakan sosial baru, Gerakan Akademi
Berbagi dapat dipahami sebagai kelompok baru dalam
masyarakat. Galston (2000; 196) memulai pembahasan
mengenai keberadaan komunitas di dalam masyarakat:
A community involves a limited number of people in asomewhat restricted social space or network heldtogether by shared understanding and a sense ofobligation. Relationships are close, often intimate,and usually face to face. Individuals are boundtogether by affective or emotional ties rather than bya perception of individual self-interst. There is a“we-ness” in a community; one is a member.
[Suatu komunitas yang melibatkan sejumlah orang didalam sebuah ruangan sosial tertentu atau jaringankerja yang terbatas yang dibagun bersama dengan berbagipengertian dan kewajiban. Hubungan antar individunyabersifat erat, intim. Setiap anggotanya teikat kuatdalam kebersamaan rasa atau emosional ketimbangdidasari oleh persepsi mengenai persepsi masing-masing.Ada rasa “ke-kita-an” dalam sebuah komunitas, dirisecara tunggal adalah anggota]
4.1.1 Fungsi Kelompok
Kelompok memberikan kepuasan yang bersifat afektif bagi
para individu sehingga kehidupan menjadi menyenangkan
bagi orang tersebut. Suatu kelompok utama berfungsi untuk
memberikan latihan dan dukungan bagi para anggotanya.
4.1.2 Komunikasi dalam Kelompok
Komunikasi yang menjadi dasar dari semua interaksi
manusia dalam melaksanakan fungsinya sebagai kelompok.
Michael Burgoon dan Michael Ruffner (____) dalam bukunya
memberikan batasan komunikasi kelompok sebagai interaksi
tatap muka dari tiga atau lebih individu guna memperoleh
maksud atau tujuan yang dikehendaki seperti bagain
informasi, pemeliharaan diri atau pemecahan masalah
sehingga semua anggota dapat menumbuhkan karakteristik
pribadi anggota lainnya dengan akurat.
Eksistensi kelompok tergantung pada komunikasi, pada
pertukaran informasi. Bila kelompok bertemu, terjadilah
pertukaran informasi, setiap anggota berusaha
menyampaikan atau menerima informasi baik secara verbal
maupun nonverbal (Rakhmat, 2012). Kelompok menjalani
fungsi komunikasinya yang mencakup fungsi hubungan
sosial, pendidikan, persuasi, pemecahan masalah,
pembuatan keputusan, dan juga fungsi terapi. Fungsi-
fungsi ini dimanfaatkan untuk kepentingan masyarkat,
kelompok dan para anggota kelompok itu sendiri.
4.1.3 Kohesif Kelompok
Dalam penelitian dinamika kelompok, sifat kohesif
merupakan seluruh kekuatan yang membuat anggota kelompok
tetap menjadi bagian dari kelompok tersebut. Biasanya
sifat kohesif dirumuskan atas dasar pilihan persahabatan
secara sosiometrik. Taraf dalam sifat kohesif dapat
ditentukan oleh beberapa factor, antara lain:
1) Lebih mementingkan kerjasama daripada persaingan
2) Lebih bersifat demokratis daripada otoriter atau
liberal
3) Adanya organisasi dalam kelompok
4) Keanggotaan dalam kelompok kedudukan yang tinggi
keduudkan sentral dalam kelompok kedudukan rendah
Anggota-anggota suatu kelompok biasanya saling menaruh
perhatian yang besar terhadap sesamanya. Kelompok kohesif
memiliki sikap terbuka terhadap perubahan maupun pengaruh
lain serta lebih mudah meniwai kaidah-kaidah yang berlaku
sehingga lebih tahan terhadap tekanan (Soekanto, 1986).
Fritzredl dalam Soekanto menyatakan bahwa unsure-unsur
emosional kelompok merupakan landasan proses pembentukan
kelompok (Soekanto, 1986). Anggota kelompok dengan
tingkat kohesifitas yang tinggi lenih bersifat kooperatif
dan pada umumnya mempertahankan dan meningkatkan
integrasi kelompok sedangkan pada kelompok dengan tingkat
kohesifitas yang lebih rendah akan cenderung lebih
independen dan kurang memperhatikan anggota lain
(Walgito, 2007).
Kohesi sendiri adalah semangat kelompok yang timggi
yang tercipta dari semangat kelompok yang tinggi, sebuah
ikatan kedekatan dengan hubungan interpersonal yang
akrab, kesetiakawaranan dan perasaan “ke-kita-an yang
sangat dalam (Rakhmat, 2012). Kohesi ini yang menjadi
pendorong tercciptanya groupthink.
4.1.4 Groupthink
Janis (1982) percaya bahwa ada tiga kondisi yang
mendorong terjadinya groupthink, yaitu: 1) kohesivitas
yang tinggi dari kelompok pengambil keputusan, 2)
karakteristik structural spesifik dari lingkungan dimana
kelompok ini bekerja, dan 3) karakteristik internal dan
eksternal yang dapat menimbulkan tekanan, dari situasi
yang ada.
Kondisi groupthink ini adalah sebuah gejala yang
mengindikasikan cara berpikir seseorang atau kelompok
yang kohesif untuk selalu sepakat karena kebulatan suara
mayoritas dan mengabaikan alternative-alternatif
tindakan yang realistis dan rasional (Mulyana, 1999).
Bagi anggota kelompok hal ini bisa menjadi paksaan
karena sebenarnya ia tidak setuju, namun karena
mayoritas anggota kelompok loyal dan menjadikan dirinya
seragam pada kelompoknya yang menciptkan tekanan-tekanan
kelompok yang menyebabkan suatu tindakan atau kebijakan
menjadi tidak bijak.
4.1.5 Computer Mediated Communication (CMC)
Teknologi komunikasi yang berkembang dengan signifikan
dan melalui evolusi dari media tulis, ditandai dengan
terjadinya diversifikasi teknologi informasi dengan
begabungnya telepon, radio, dan computer dan televise
menjadi satu dan menandai teknologi yang disebut dengan
internet.
Sejak ditemukannya bahasa dasar computer yang menjadi
cikal bakal penemuan computer pada tahun 1679 sampai pada
tahun 1970-an, yang awalnya computer hanya dianggap
sebagai benda fisik semata yang banyak dimanfaatkan oleh
perusahaan hanya untuk meningkatkan efektivitas dalam
bekerja dan dalam waktu yang relative sama, perkembangan
teknologi komunikasi pun memberikan satu bentuk teknologi
internet dimana hal tersebut oleh Bell (2001) dianggap
sebagai arena sosial.
Konsekuensi sosial yang timbul seiring dengan
perkembangan teknologi komunikasi dan informasi bisa saja
berawal dari sense dia mengenai orang lain. Perubahan
hubungan sosial tersebut berasal dari konstruksi seorang
individu tentang individu lain. Kenyataan tersebut akan
semakin jelas jika dikaitkan dengan penggunaan computer
di dalam masyarakat sebagai alat komunikasi. Maka
munculah apa yang dinamakan sebagai Computer-Mediated
Communication (CMC). CMC ini bisa meningkatkan kemampuan
seorang individu untuk melihat dan mendengar. Para
individu yang terlibat dengan CMC ini yang akan membentuk
cybersociety.
Dengan adanya internet dan program-program yang
digunakan dalam berkomunikasi, maka CMC akan terus
berkembang dengan berbagai bentuk yang variatif.
Komunikasi yang dahulu harus dilakukan secara tatap muka
dalam waktu yang bersamaan dan tempat yang sama, kini
disederhanakan oleh sosial media. Twitter kemudian dapat
didefinisikan secara formal sebagai alat CMC, sebuah alat
asinron (delay) yang memungkinkan komunikasi (one-to-one dan
one-to-many) dan juga kolaborasi selama periode waktu
melalui bentuk yang berbeda (Ashley, 2003).
CMC menyuguhkan sebuah fitur komunitas virtual dimana
level komitmen terbentuk melalui hubungan yang dialami
oleh para penggunanya. CMC dapat dikatakan sebagai
agregasi sosial yang muncul ketika banyak orang membawa
diskusi public cukup panjang dengan perasaan manusia
untuk membangun website hubungan personal dalam cybersociety
(Hine, 2000).
4.2 Warna Baru dalam Media: New Media
Teknologi mengalami perkembangan yang sangat luar biasa
pesat ke segala penjuru bidang, seperti teknologi ilmu
kedokteran, pertanian, peternakan, transportasi, maupun
teknologi komunikasi. Dalam pembahasan ini, teknologi
yang akan dikupas secara mendalam adalah physical
technology dalam hal ini teknologi komputer yang tidak
hanya dilihat sebagai benda mati melainkan menjadi sebuah
social technology dalam hal ini teknologi internet yang
dinilai sebagai arena sosial (Bell, 2001).
Kehadiran New Media atau media baru sebagai media
digital di arena sosial memiliki konten yang berbentuk
gabungan data, teks, suara dan berbagai jenis gambar yang
disimpan dalam format digital dan disebarluaskan melalui
jaringan berbasis kabel optic broadband, satelit dan sistem
transmisi gelombang mikro (Flew, 2008).
Flew (2008) mengidentifikasi lima karakteristik
dalam media baru, yaitu:
1. Manipulable. Informasi digital mudah diubah dan
diadptasi dalam berbagai bentuk, penyimpanan,
pengiriman dan penggunaan.
2. Networkable. Informasi digital dapat dibagi dan
dipertukarkan secara terus menerus oleh sejumlah
besar pengguna diseluruh dunia.
3. Dense. Informasi digital berukuran besar dapat
disimpan di ruang penyimpanan kecil (contohnya
USB) atau penyedia layanan jaringan.
4. Compressible. Ukuran informasi digital yang
diperoleh dari jaringan manapun dapat diperkecil
melalui proses kompres dan dapat didekompres
kembali saat dibutuhkan.
5. Impartial. Informasi digital yang disebarkan melalui
jaringan bentuknya sama dengan yang
direpresentasikan dan digunakaan oleh pemiliknya.
McQuail (1987) memaparkan ciri-ciri utama media baru
dibandingkan dengan media konvensional, yaitu:
1. Desentralisasi, pengadaan dan pemilihan berita
tidak lagi sepenuhnya ada di tangan pemasok
komunikasi.
2. Kemampuan tinggi, pengantaran melalui kabel dan
satelit mengatasi hambatan komunikasi yang
disebabkan oleh pemancar siaran lainnya.
3. Komunikasi timbal balik (inter-activity), penerima
dapat memilih, menjawab kembali, menukar informasi
dna dihubungkan dengan penerima lainnya secara
langsung.
4. Kelenturan (fleksibilitas) bentuk, isi dan
penggunaan.
Sesuai dengan pemaparan tersebut, media baru tidak
hanya dapat dikatakan sebagai jembatan baru antara
beberapa media, namun juga menjebatani perbedaan antara
batasan kegiatan komunikasi pribadi dengan batasan
kegiatan komunikasi public. Media baru memiliki
kemampuan untuk membentuk gerakan baru demi mencapai
tujuan publik.
4.2.1 Media Baru: Twitter
Twitter yang sudah menjadi bagian dari keseharian
bagi masyarakat modern dikategorisasikan sebagai bentuk
dari media baru. Epstein dan Kraft (2010) memaparkan
bahwa Twitter adalah situs tidak berbayar yang berisi
pesan yang hanya terdiri dari 140 karakter dengan
sebutan tweets, dan disebarkan dengan sangat cepat
kepada semua pengguna yang mengikuti satu akun
tertentu. Hal yang membedakan dengan situs jejaring
sosial lainnya adalah bahwa Twitter memiliki
karakteristik unik yaitu adanya fitur “retweet” yang
biasa berlabel RT di Twitter.
Keunikan Twitter tidak hanya pada fitur tersebut,
namun juga Twitter memungkinkan penggunanya untuk
mencari kata atu frase tertentu dalam fitur search yang
memudahkan para penggunanya untuk mengikuti trending
topic atau topik terpanas yang sedang dibicarakan di
Twitter. Fitur ini juga didukung dengan inovasi yang
dilakukan oleh penggunanya dengan menggunakan hastags
(#) pada tweet-nya sehingga mereka dapat dikelompokan
dengan lebih mudah dan dihubungkan dengan topic yang
serupa dengan hastag yang digunakan (Epstein & Kraft,
2010)
Sebagai Media Baru, Twitter memiliki karakteristik-
karakteristik yang dijabarkan oleh Lister (2003),
antara lain:
1. Digitality
Twitter menggunakan sistem digitalisasi, karena
berbagai format yang dikirimkan oleh penggunanya
secara sederhana mengalami proses digitalisasi
sehingga menjadi tampilan seperti yang tertera di
halaman Twitter masing-masing penggunanya. Teks
tersampaikan, foto tersebar dimanapun kapanpun.
2. Interactivity
Twitter memungkinkan pesan atau tweet penggunanya
terhubungkan dengan tweet pengguna lain.
Interaktivitas inilah yang membedakan dengan media
konvensional. McMillan (2002) menyatakan bahwa
interaktivitas dapat terjadi pada berbagai tingkatan
dan derajat keterlibatan dan juga penting untuk
membedakan masing-masing tingkatannya. Dimana para
penggunanya saling beinteraksi, dimana interaksi
para-sosial, dibentuk melalui media baru yang
dihasilkan secara online oleh penggunanya.
3. Dispersality
Adanya suatu yang bias antara mana yang menjadi
produsen informasi dan yang mana yang menjadi
konsumennya, karena semuanya begitu terkait.
4. Virtuality
Twitter memberikan pengalaman penggunanya dalam
interaksi dengan pesan-pesan yang disampaikan secara
virtual yang biasanya disampaikan lewat komputer
maupun telepon genggam.
4.3Internet dan Gerakan Sosial
4.3.1 Gerakan Sosial
Harper mengemukakan (1989) secara formal
bahwa gerakan sosial dapat didefinisikan sebagai
kolektivitas yang tidak konvensional dengan
beragam derajat organisasinya yang berupaya
mendorong ataupun mencegah perubahan. Harper juga
mengemukakan bahwa gerakan sosial dapat dibedakan
dari bentuk-bentuk sosial lainnya karena gerakan
sosial:
1. Eksis diluar kerangka institusional
kehidupan sehari-hari.
2. Berorientasi pada perubahan sosial
tertentu.
Gerakan sosial adalah sekelompok orang yang
terlibat dalam mencari penyelesaian atau untuk
menghambat suatu proses perubahan sosial (Giddens,
____). Normalnya gerakan sosial muncul dalam
hubungan konflik dengan organisasi yang tujuannya
dan pandangannya sering bertentangan. Selain itu,
Rudolf Herbele (1979) mendefinisikan gerakan
sosial sebagai upaya kolektif guna mengubah
kekuasaan sebagai wujud reaksi terhadap tren
sosial tertentu, dalam hal ini tren sosial
tersebut merupakan kondisi sosial yang
mengkondisikan kemunculan sebuah gerakan.
Tren Sosial merupakan produk sejarah, sebuah
substruktur yang mebangun batasan bagi kelompok-
kelompok, baik yang terorganisir maupun tidak.
Anthony Giddens menambahkan bahwa gerakan sosial
sebagai upaya kolektif demi mengejar kepentingan
bersama melalui tindakan kolektif diluar ruang
lingkup lembaga-lembaga mapan. Sedangkan menurut
Misel (2004) gerakan sosial adalah seperangkat
keyakinan dan tindakan yang tidak terlembaga yang
dilakukan oleh sekelompok orang untuk memajukan
atau menghalangi perubahan dalam masyarakat.
Ada tiga point kunci dalam gerakan sosial
yang dikemukakan oleh Benford dan Snow (2000)
yaitu: 1) gerakan bersifat kolektif yang
didalamnya terdapat kepentingan dan tujuan
kolektif serta tindakan kolektif untuk
mewujudkannya, 2) gerakan didasarkan pada
kepentingan dan tujuan yang sama, 3) gerakan
mencari perubahan diluar institusi mapan.
Ada pun penyebab munculnya gerakan sosial
adalah sebagai bentuk reaksi terhadap sesuatu yang
tidak diinginkan oleh rakyat. Denny (_____)
mengungkapkan tiga kondisi yang melahirkan gerakan
sosial, yaitu: 1) gerakan sosial lahit dengan
kondisi yang memberikan kesempatan bagi gerakan
tersebut, 2) gerakan sosial timbul karena
meluasnya ketidakpuasan atas situasi yang ada , 3)
gerakan sosial semata-mata masalah kemampuan
kepemimpinan dari tokoh penggerak. Tokoh penggerak
sebagai inspirator, membuat jaringan, membangun
organisasi yang menyebabkan sekelompok orang
termotivasi untuk terlibat dalam gerakan tersebut
(Fauzi, 2005).
David Aberle mengklasifikasikan gerakan
sosial ke dalam empat kategori berdasarkan tipe
perubahan dan besarnya perubahan yang diinginkan.
Tipologi yang dikemukakn oleh Aberle adalah
sebagai berikut:
Locus of ChangeSupra-
individualIndividual
Amount of
ChangeTotal
Transformati
veRedemptive
Partial Reformative Alternative
Gambar 1. Tipe Gerakan Sosial
1. Alternative Movement adalah gerakan sosial
yang bertujuan untuk mengubah perilaku
perseorangan. Contohnya berbagai kampanye
untuk mengubah perilaku tertentu, seperti
kampanye anti rokok dan penyalahgunaan
narkoba.
2. Redemptive Movement adalah gerakan sosial
yang ruang lingkupnya lebih luas daripada
alternative movement. Tujuan yang hendak
dicapai adalah perubahan menyeluruh pada
perilaku seseorang. Gerakan sosial ini
kebanyakan terdapat di bidang keagamaan.
Contohnya melalui gerakan ini, misalnya
perseorangan diharap untuk bertobat dan
mengubah cara hidupnya sesuai dengan
ajaran agama.
3. Reformative Movement adalah gerakan sosial
yang bertujuan untuk mengubah masyarakat
namun ruang lingkup yang hendak diubahnya
hanya segi-segi tertentu masyarakat.
Contohnya gerakan kaum homoseks untuk
memperoleh pengakuan terhadap identitas
seksual mereka, atau gerakan kaum
perempuan untuk memperjuangkan persamaan
hak dengan laki-laki.
4. Transformative Movement adalah gerakan
sosial yang bertujuan untuk mengubah
masyarakat secara menyeluruh. Contohnya
gerakan komunis di Kamboja.
4.3.2 Internet dan Gerakan Sosial
4.3.2.1 Hubungan antara Komunitas Online
dan Jaringan Sosial
Komunitas online yang sudah menjadi satu
kesatuan dari masyarkat modern. Komunitas
yang tidak mengenal jenjang usia, pendidikan,
latar belakang ini membuktikan bahwa
penetrasi penggunaan sosial media pada
masyarakat sangatlah siginifikan. Menurut
pengamatan Hine (2000) mengenai situs
jejaring sosiakl yaitu bahwa tidak
terbatasnya halaman website dan aplikasinya
sehingga website dan jaringan sosial lebih
ditekankan dapat terintegrasi jaringan sosial
antara yang satu dengan yang lain yang
membentang luas di internet sehingga kita
dapat bergerak melintasi jaringan sosial lain
dalam link individu yang tersedia di situs
jaringan sosial.
Schneider dan Foot (2008) memandang
bahwa sebagai pengguna jejaring sosial dapat
dianggap sebagai kelompok link dalam jejaring
sosial yang menghubungkan minat yang sama
dan/atau memiliki informasi dan profil yang
sama dalam sebuah jaringan seperti pengguna
sosial media sekarang dianggap sebagai link-
link antar individu dan kelompok yang
berinteraksi satu sama lain melalui sosial
media dimana manusia direpresentasikan dengan
link-link untuk berinteraksi seolah-olah
secara fisik melalui internet.
Para pengguna dalam jaringan sosial
dicontohkan pada salah satu fitur unik dari
situs jaringan sosial: artikulasi dan
perwujudan nyata dari jaringan sosial melalui
daftar teman. (Boyd & Ellison, 2007). Situs
jejaring sosial seperti Twitter dengan
perangkat mobile-nya dapat tetap dapat
diakses walaupun penggunanya jauh dari
computer.
4.3.2.2 Gerakan Sosial Melalui Jejaring
Sosial
Penulis focus pada penelitian kasus
Gerakan Akademi Berbagi yang dilihat sebagai
fenomena sosial baru yang menarik untuk
dibahas. Landasan kegiatan dalam Gerakan
Akademi Berbagi unik dibandingkan dengan
gerakan lainnya, namun di satu sisi Gerakan
Akademi Berbagi dapat dipahami sebagai sebuah
komunitas kelompok baru dalam masyarakat.
Sebelum era kemunculan internet, nilai
dari hubungan efektif antara anggota kelompok
masyarkat terlihat lebih penting bagi
masyarakat dari aktualitas lokasi fisik.
Globalisasi terus menunjukan kepada
masyarakat bahwa ikatan sosial, tanggung
jawab dan kewajiban dapat melintasi batasan-
batasan Negara dengan adnaya internet (Axel,
2004). Secara labgsung, kemajuan teknologi
telah mempengaruhi komunikasi dengan
peningkatan eksponensial dalam kualitas,
kecepatan, dan kemudahan akses yang dapat
digunakan untuk mengikat anggota, menciptakan
konvergensi kesempatan dan kebutuhan (Hine,
2000).
Sebagai tempat interaktif, internet
memfasilitasi pergerakan informasi, uang, dan
komoditas yang dibagi, diperdagangkan,
dipertukarkan dan dijual, gambar dan symbol
yang dipinjam, dikemas ulang dan melintasi
batas bangsa dan etnis (Barber, 2001).
Internet sebagai ekspresi dunia baru, berbagi
segala ekspresi dan emosi dan ideology
bagaimana dunia harus dibentuk.
5. Metodologi Penelitian
5.1 Paradigma Penelitian
Paradigma dapat diartikan sebagai sudut pandang
dalam melihat suatu fenomena atau gejala sosial.
Menurut Bogdan dan Biklen definisi dari paradigma
itu sendiri adalah sebagai kumpulan mengenai asumsi
yang secara logis dianut bersama, konsep atau
propinsi yang mengacu pada cara berpikir dalam suatu
penelitian.
Penulis menggunakan paradigma positivistik yang
menempatkan ilmu sosial seperti halnya ilmu alam
sebagai metode yang terorganisir yang
mengkombinasikan deductive logic dengan pengamatan
empiris guna secara probabilistic menemukan atau
memperoleh konfirmasi tentang hokum sebab akibat
yang bisa dipergunakan untuk memprediksi pola-pola
umum gejala sosial tertentu.
Penulis di dalam penelitian ini mencoba melihat
pengaruh sosial media terhadap pembentukan gerakan
sosial yang diamati dari pergerakan Gerakan Akademi
Berbagi melalui media sosial Twitter.
5.2 Pendekatan Penelitian
Ada pun pendekatan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pendekatan kuantitatif. Pengertian dari
kuantitatif menurut Effendi dan Singarimbun (1998)
adalah suatu upaya pengukuran untuk menerangkan
fenomena sosial dengan cara memandang fenomena
tersebut sebagai hubungan antar variable.
Ciri-ciri dari pendekatan kuantitatif adalah
mengikuti pola berpikir deduktif, mempercayakan
angka (statistik atau matematika) sebagai instrument
untuk menjelaskan kebenaran, membangun validitas
internal dan validitas eksternal sebaik mungkin.
Data kuantitatif yang bersifat terstruktur atau
berpola memperkaya ragam data yang diperoleh dari
berbagai sumber (responden maupun obyek yang
diamati).
Irawan (2006) mendefinisikan kata “kuantitatif”
secara luas sebagai “keakuratan” deksripsi suatu
variable dan kekurangan hubungan antara satu
variable dengan variable lainnya serta memiliki
aplikasi (generalisasi) yang luas.
5.3 Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat ekplanatif guna menemukan
penjelasan tentang mengapa suatu kejadian atau
gejala terjadi. Tujuan dari penelitian eksplanatif
ini sendiri adalah menghubungkan pola-pola yang
berbeda namun memiliki keterkaitan dan menghasilkan
pola hubungan sebab-akibat (Prasetyo, ____).
Ruslan (___) mengemukakan dalam penelitian
eksplanatoris tidak hanya memperkecil penyimpangan
atau terjadinya bias, namun lebih meningkatkan nilai
kepercayaan, dan untuk tujuan menguji hipotesis atau
hubungan sebab akibat (penelitian kejelasan) dengan
melakukan eksperimen. Adapun hubungan yang ingin
dijelaskan dalam penelitian ini adalah pengaruh
media sosial dalam pembentukan gerakan sosial
melalui Gerakan Akademi Berbagi.
5.4 Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data
berupa survey dengan cara menyebar kuesioner.
Penelitian survey sendiri merupakan suatu penelitian
kuantitatif dengan menggunakan pertanyaan
terstruktur atau sistematis yang sama kepada banyak
orang untuk kemudian seluruh jawaban yang diperoleh
peneliti catat, olah kemudian dianalisis
(Prasetyo,____)
Ariestondri (2006) mengemukakan fungsi kuestioner
dalam penelitian adalah sebagai instrument untuk
memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan
riset serta memiliki tingkat (realiability) dan
kesahihan (validity). Tujuan dari survey sendiri
adalah bersifat menerangkan atau menjelaskan yakni
mempelajari fenomena sosial dengan meneliti hubungan
variable penelitian (Singarimbun dan Effendi, 1989).
Sesuai dengan prosedur sistematik, logis dan
proses pencarian data yang valid, pengumpulan data
secara langsung dan tidak langsung guna keperluan
analisis dan pelaksanaan pembahasan dilakukan.
Penelitian ini menggunakan data primer yaitu data
yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian
perorangan, kelompok, dan organisasi. Adapun data
primer yang digunakan berupa kuestioner.
5.5. Unit Analisis
Unit analisis yang akan diteliti dalam penbelitian
ini adlaah individu yang terlibat dalam Gerakan
Akademi Berbagi.
5.6 Populasi dan Sampel
5.6.1 Populasi
Populasi adalah semua individu atau unit-unit
yang menjadi target penelitian (Purwanto, 2007).
Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah
para peserta kegiatan Gerakan Akademi Berbagi
yaitu sebanyak _____
5.6.2 Sampel
Sample merupakan bagian dari populasi yang
dipilih mengikuti prosedur tertentu sehingga dapat
mewakili populasinya (Purwanto dan Sulistyastuti,
2007). Peneliti menggunakan teknik penarikan
sampel purposive atau disebut juga dengan
judgemental sampling yang dimana pengertiannya
pemilihan sample berdasarkan pada karakteristik
tertentu yang dianggap memiliki sangkut pautnya
dengan karakteristik populasi yang sudah diketahui
sebeleumnya. Jumlah sampel dalam penelitian ini
ditentukan dengan menggunakan rumusan Slovin,
yaitu sebagai berikut:
Rumus Slovin:
n: ukuran sampel
N: ukuran populasi
d: estimasi kesalahan
Jadi, jumlah sample dalam penelitian ini adalah:
n: N
Nd2 + 1
:
Hasil perhitungan menggunakan rumusan Slovin
dalam penelitian ini berjumlah ______. Kriteria
responden dalam penelitian ini adalah peneliti
hanya menyebar kuestioner pada ______ orang yang
mengikuti Gerakan Akademi Berbagi. Semakin besar
sampel yang diambil maka akan semakin kecil pula
lah kemungkinan untuk terjadinya kesalahan. Untuk
penelitian yang menggunakan analisis statistik,
jumlah sample yang terkecil adalah 30 subjek.
5.6.3 Hipotesis Penelitian
McFedries (2007) menyajikan gambaran singkat
mengenai media sosial, berkomentar bahwa satu
tujuan dari media sosial adalah untuk meningkatkan
kehadiran seseorang di dunia maya. Oleh karena itu
pembentukan gerakan sosial sangat mungkin untuk
terjadi bermula dari jejaring sosial. Penelitian
ini dilakukan pada tahap pembentukan gerakan
sosial yang bermula pada jejaring sosial.
Hipotesis utama penelitian ini adalah berupa
dugaan mengenai adanya pengaruh antara media
sosial dengan pembentukan Gerakan Akademi Berbagi.
Maka hipotesis penelitian menjadi sebagai berikut:
Ha : Sosial media Twitter berpengaruh positif
terhadap Pembentukan Gerakan Akademi Berbagi
Ho : Sosial media Twitter berpengaruh negative
terhadap Pembentukan Gerakan Akademi Berbagi.
5.6.4 Hipotesis Statistik
H1 : Terdapat pengaruh antara sosial media
Twitter dengan pembentukan Gerakan Akademi
Berbagi.
Ho : Tidak terdapat pengaruh antara sosial
media Twitter dengan pembentukan Gerakan
Akademi Berbagi.
5.7. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Lexy dan Hasan (2000) memaparkan bahwa
analisis data adalah suatu proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam
pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga
dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan
hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.
Pengolahan data bertujuan untuk memperlihatkan
hubungan-hubungan antara fenomena-fenomena yang
terdapat dalam penelitian, memberikan jawaban atas
hipotesis yang diajukan, membuat kesimpulan serta
implikasi-implikasi dan saran-saran yang berguna
untuk penelitian selanjutnya. Penelitian ini
menggunakan analisis data dengan menggunakan SPSS
17.0. Metode yang digunakan adalah metode analisis
deskriptif.
5.8. Uji Vliditas dan Reabilitas
Validitas merupakan tingkat keandalan dan
kesahihan alat ukur yang digunakan. Suatu
instrument dapat dikatakn valid jika alat ukur
yang digunakan untuk mengukur itu valid. Oleh
karena itu sebelum melakukan pengukutan penting
sekali untuk memastikan bahwa instrument tersebut
benar-benar valid.
Hasil perolehan data yang dari kuestioner
yang sudah disebarkan kepada responden akan
dilakukan uji validitas dan realibilitas. Data
tersebut akan dianalisis dengan menggunakan
confirmatory factor analysis. Dari hasil pengujian
tersebut akan diketahui indicator-indikator mana
saja yang relevan dengan variable penelitian.
Pertanyaan yang tidak signifikan akan dihilangkan
dari kuestioner.
DAFTAR PUSTAKA
Axel, i. K. 2004. The Context of Dispora. Cultural Anthropology
vol. 19: 26-60.
Benford, Robert D. And David A. Snow. 2000. Framing Processes and Social
Movements: An Overview and Assessment in Anniaul Review of Sociology. Vol
26: 611-639.
Bell, David. 2001. An Introduction to Cyberculture. Routledge: Taylor & Francis
Group. London and New York
Budiman, Hikmat. 2003. Kekuasaan dan Kebebasan dalam Cyberspace:
Studi tentang Beberapa Kontradiksi Internet. Thesis Fisip
Universitas Indonesia.
Cooley, Charles Horton. 1990. Social Organization: A Study of The Larger
Mind. New York: Charles Scribner’s Sons.
Fauzi, Noer. 2005. Memahami Gerakan-Geralan Rakyat Dunia Ketiga.
Yogyakarta: Insist Press.
Flew, Terry. 2008. New Media: An Introduction (3rd Edition). South
Melbourne: Oxford University Press.
Gamble and Gamble. 2005. Communication Works (Eight Ed). New York: Mc
Graw-Hill.
Goldberg, Alvin A, Carl E. Larson. 2006. Komunikasi Kelompok:
Proses-proses Diskusi dan Penerapannya. Jakarta: UI Press
Hajal, P. 2002. Civil Society in The Information Age. Ashgate, Hampshire
Haryanti. 2004. Chatting: Isu Budaya dalam Kesenjangan Digital,
Pengalaman Pengguna Internet di Jakarta Memaknai Ruang
Budaya Baru. Thesis Fisip Universitas Indonesia.
Hine, Christian. 2000. Virtual Ethnography. SAGE Publication.
Ismail, Ahmad. 2010. Berteman Lewat Facebook. Studi jaringan
Sosial Mahasiswa Fisip Unhas. (Skripsi). Fisip Universitas
Hasanuddin.
McQuail, Denis. 1996. Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar
(Terjemahan Agus Dharma & Aminudin Ram). Jakarta: Erlangga.
Moore, D.S. 1996. “Marxism, Culture, and Political Ecology: Enviromental
Struggles in Zimbabwe’s Eastern Highlands.” In Liberation Ecologies:
Environment, Development, Social Movement. Edited by R.
Peet and M.Watts. Pp. Xie, 273 London: New York: Routledge.
Mulyana, Deddy. 2011. Ilmu Komunikasi: Sekarang dan Tantangan
Masa Depan. Jakarta: Kencana.
Nugroho, Yanuar. 2011. @ksi Warga: Kolaborasi, Demokrasi
Partisipatoris dan Kebebasan Infromasi – Memetakan
Aktivisme Sipil Kontemporer dan Penggunaan Media Sosial di
Indonesia. Laporan. Kolaborasi Penelitian antara Manchester
Institute of Innovation Research, University of Manchester
dan HIVOS Regional office Southeast Asia Manchester dan
Jakarta: MIOIR dan HIVOS.
Olmstead, Michael Quinn. 2002. The Small Group. New York: Random
House.
Prasetya, B.d. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Rakhmat, Jalaluddin. 2012. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Schneider, S. M., and K.A. Foot. 2008. “Web Sphere Analysis: An
Approach to Studying Online Action” in Virtual Methods:
Issues in Social Research on the Internet Edited by C.
Hine, pp. 157-170. New York: Berg. Scholarship. Journal of
Computer-Mediated Communication.
Scoot, J. 2007. Senjatanya Orang-Orang yang Kalah. Penerbit
Yayasan Obor Indonesia.
Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Sosiologi Kelompok. Bandung:
PT. Remadja Karya.
Singh, Rajendra. 2010. Gerakan Sosial Baru. Penerbit Resist Book.
Yogjakarta.
Utami, Dibyareswari. 2012. Peran Media Baru dalam Membentuk
Gerakan Sosial: Studi Kasus Pada Individu yang Terlibat
Dalam IndonesiaUnite di Twitter. Skripsi Fisip Universitas
Indonesia.
Walgito, Bimo. 2007. Psikologi Kelompok. Yogyakarta: Penerbit
ANDI
Widyasari, Nuria. 2002. Speed-Space: Cerminan Norma Interpretasi
dan Nilai Komunikasi Masyarakat Cyberspace. Thesis. Fisip.
Universitas Indonesia.
Referensi Internet
Egger, Anne. Research Methods: Description,http://www.visionlearning.com/library/module_viewer.php?mid+151, diakses tanggal 3 Oktober 2013
Halimatusa. Komunitaspr’s weblog: Festival Sebagai Sarana Pencitraan danPelestarian Budaya.http://komunitaspr.wordpress.com/2011/11/16/festival-sebagai-sarana-pencintraan-dan-pelestarian-budaya/, diaksestanggal 4 Oktober 2013
Setiaman, Agus. 2008. Media Massa dan Pelestarian Budaya Nasional.http://agussetiaman.wordpress.com/2008/11/07/media-massa-dan-pelestarian-budaya-nasional/, diakses tanggal 3 Oktober2013.