Post on 02-Apr-2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di jaman yang penuh dengan persaingan ini makna
Pancasila seolah-olah terlupakan oleh sebagian besar
masyarakat Indonesia. Menghilangnya Pancasila dalam
beberapa tahun terakhir merupakan sebuah
keprihatinan kita bersama. Berbagai fakta telah
terjadi sebagai tanda semakin hilangnya Pancasila di
sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar
negara Indonesia semestinya menjadi nilai-nilai yang
hidup dan menjadi acuan bersama dalam berbangsa dan
bernegara. Padahal sejarah perumusan Pancasila melalui
proses yang sangat panjang oleh para pendiri negara
ini. Pengorbanan tersebut akan sia-sia apabila kita
tidak menjalankan amanat para pendiri negara yaitu
pancasila yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945
alenia ke-4.
Pancasila merupakan rangkaian kesatuan dan
kebulatan yang tidak terpisahkan karena setiap sila
dalam pancasila mengandung empat sila lainnya dan
kedudukan dari masing-masing sila tersebut tidak dapat
1
ditukar tempatnya atau dipindah-pindahkan. Hal ini
sesuai dengan susunan sila yang bersifat sistematis
dan hierarkis, yang berarti bahwa kelima sila
pancasila itu menunjukkan suatu rangkaian urutan-
urutan yang bertingkat-tingkat, dimana tiap-tiap sila
mempunyai tempatnya sendiri di dalam rangkaian susunan
kesatuan itu sehingga tidak dapat dipindahkan.
Bagi bangsa Indonesia hakikat yang sesungguhnya
dari pancasila adalah sebagai pandangan hidup bangsa
dan sebagai dasar negara. Kedua pengertian tersebut
sudah selayaknya kita fahami akan hakikatnya.
Pancasila telah disusun sedemikian rupa untuk
mengayomi dan melindungi warga negara Indonesia dan
juga digunakan sebagai pedoman baik di dalam praktik
tata kelola pemerintahan maupun dalam kehidupan
sosial kemasyarakatan sehari-hari.Untuk itu kita sebagai generasi penerus, sudah
merupakan kewajiban bersama untuk senantiasa menjaga
kelestarian dan selalu mengamalkan nilai-nilai
pancasila sehingga Pancasila tidak tergusur dan
dilupakan oleh bangsa indonesia. Karena pancasila
merupakan dasar sekaligus pondasi bagi Negara
Indonesia. Apabila pondasi tersebut runtuh maka runtuh
pula bangsa kita begitu pula sebaliknya kuatnya sebuah
pondasi maka akan menentukan kuatnya bangunan yang
berdiri diatasnya yaitu Negara republik Indonesia.
2
B. Pengertian Judul
A. Pancasila
Pancasila, yang berarti lima dasar atau lima
asas, adalah nama daripada Dasar Negara kita,
Negara Republik Indonesia. Istilah pancasila telah
dikenal sejak jaman Majapahit pada abad XIV, yaitu
terdapat di dalam buku Negarakertagama karangan
Prapanca dan buku Sutasoma karangan Tantular.
Dalam buku Sutasoma ini istilah Pancasila di
samping mempunyai arti “berbatu sendi yang lima”
(dari bahasa sanskerta), juga mempunyai arti
“pelaksanaan kesusilaan yang lima” (pancasila
krama), yaitu sebagai berikut:
1. Tidak boleh melakukan kekerasan.
2. Tidak boleh mencuri.
3. Tidak boleh berjiwa dengki.
4. Tidak boleh berbohong.
5. Tidak boleh mabuk minuman keras / obat-obatan
terlarang.
Pancasila sebagai dasar negara Republik
Indonesia ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945.
sebagai dasar negara maka nilai-nilai kehidupan
bernegara dan pemerintahan sejak saat itu haruslah
berdasarkan pada Pancasila, namun berdasrkan
kenyataan, nilai-nilai yang ada dalam Pancasila
3
tersebut telah dipraktikan oleh nenek moyang
bangsa Indonesia dan kita teruskan sampai
sekarang.
Rumusan Pancasila yang dijadikan dasar negara
Indonesia seperti tercantum dalam pembukaan UUD
1945 adalah:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat
Indonesia.
Kelima sila tersebut sebagai satu kesatuan
nilai kehidupan masyarakat Indonesia oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dijadikan
Dasar Negara Indonesia.
B. Pedoman Hidup
Landasan yang digunakan sebagai acuan atau
pegangan yang harus dilakukan sebagai dasar di
dalam kehidupan sehari-hari.
C. Pancasila Sebagai Pedoman Hidup
4
Pancasila yang berarti lima dasar atau lima
asas digunakan sebagai acuan atau pegangan bangsa
Indonesia di dalam kehidupan sehari-hari.
D. Pancasila Semakin Hilang di Kehidupan Berbangsa
dan Bernegara
Pancasila yang menjadi dasar, yang semestinya
dilaksanakan sebagai acuan atau pegangan dalam
kehidupan sehari-hari sedikit demi sedikit
ditinggalkan yang disebabkan karena adanya
kesenjangan antara Pancasila sebagai ideologi dan
dasar hidup masyarakat Indonesia dengan realitas
sosial yang terjadi.
BAB II
PERMASALAHAN
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka
rumusan masalah dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Hakikat Pengertian Pancasila
5
2. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Indonesia
3. Pancasila sebagai Dasar Negara Republik
Indonesia 4. Bagaimana orang Indonesia tidak lagi Peduli
dengan Pancasila ?
5. Ke depan apakah sebagai pengikat Pancasila masih
dapat diandalkan?
6. Upaya apa yang dapat dilakukan untuk menjaga
nilai-nilai luhur Pancasila?
B. Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah:
1.Untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester mata
kuliah Pendidikan Pancasila.
2.Untuk memahami hakikat pengertian Pancasila.
3.Untuk memahami Pancasila sebagai Pandangan Hidup
Bangsa Indonesia.
4.Untuk memahami Pancasila sebagai Dasar Negara
Republik Indonesia.
5.Untuk mengetahui bagaimana orang Indonesia tidak
lagi Peduli dengan Pancasila.
6.Untuk mengetahui apakah sebagai pengikat Pancasila
masih dapat diandalkan.
6
7.Untuk mengetahui Upaya yang dapat dilakukan untuk
menjaga nilai-nilai luhur Pancasila.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Hakikat Pengertian Pancasila
1.Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa
Ketuhanan berasal dari kata Tuhan, ialah
Allah, Pencipta segala yang ada dan semua makhluk.
Yang Maha Esa berarti Yang Maha Tunggal, tiada
sekutu; esa dalam zatNya, esa dalam sifatNya, esa
dalam perbuatanNya, artinya bahwa Zat Tuhan tidak
terdiri dari zat-zat yang banyak lalu menjadi
satu, bahwa sifat Tuhan adalah sesempurna-
sesempurnanya, bahwa perbuatan Tuhan tiada dapat
disamai oleh siapapun.
Jadi, Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung
pengertian dan keyakinan adanya Tuhan Yang Maha
Esa, Pencipta Alam semesta beserta isinya.
Keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa itu
bukanlah suatu kepercayaan yang tidak dapat
dibuktikan kebenarannya melalui akal-pikiran,
melainkan suatu kepercayaan yang berakar pada
7
pengetahuan yang benar yang dapat diuji atau
dibuktikan melalui kaidah-kaidah logika.
Atas keyakinan yang demikianlah, maka Negara
Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, dan
Negara memberi jaminan kebebasan kepada setiap
penduduk untuk memeluk agama sesuai dengan
keyakinannya dan untuk beribadah menurut agamanya
dan kepercayaannya itu.
2.Sila Kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab
Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu
makhluk berbudi yang memiliki potensi pikir, rasa,
karsa dan cipta. Karena potensi ini manusia
menduduki atau memiliki martabat yang tinggi.
Dengan akal budinya, manusia menjadi
berkebudayaan. Dengan budi nuraninya manusia
menyadari nilai-nilai dan norma-norma.
Kemanusiaan terutama berarti sifat manusia
yang merupakan essensia dan identitas manusia,
karena martabat kemanusiaannya (human dignity).
Adil terutama mengandung arti bahwa suatu
keputusan dan tindakan didasarkan atas norma-norma
yang obyektif, jadi tidak subyektif apalagi
sewenang-wenang.
Beradab berasal dari kata adab yang berarti
budaya. Jadi beradab berarti berbudaya. Ini
8
mengandung arti bahwa sikap hidup, keputusan dan
tindakan selalu berdasarkan nilai-nilai budaya,
terutama norma sosial dan kesusilaan (moral). Adab
terutama mengandung pengertian tata-kesopanan,
kesusilaan atau moral. Dengan demikian beradab
dapat ditafsirkan sebagai berdasar nilai-nilai
kesusilaan atau moralitas khususnya dan kebudayaan
umumnya.
Jadi, Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah
kesadaran sikap dan perbuatan manusia yang
didasarkan kepada potensi budinurani manusia dalam
hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan
umumnya, baik terhadap diri pribadi, sesama
manusia maupun terhadap alam dan hewan.
Potensi kemanusiaan ini dimiliki oleh semua
manusia di dunia, tidak pandang ras dan warna
kulitnya, jadi bersifat universal. Mereka sama-
sama memiliki martabat kemanusiaan yang tinggi.
Mereka harus diperlakukan sesuai dengan nilai-
nilai kemanusiaan, sesuai dengan fitrahnya sebagai
makhluk Tuhan yang mulia.
3.Sila Ketiga: Persatuan Indonesia
Persatuan bersal dari kata satu, yang berarti
utuh atau tidak terpecah-pecah. persatuan
9
mengandung pengertian bersatunya bermacam corak
yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan.
Indonesia mengandung dua makna, pertama: makna
geografis, yang berarti sebagian bumi yang
membentang dari 95˚-141˚ Bujur Timur dan 6˚
Lintang Utara sampai 11˚ Lintang Selatan. Kedua:
makna bangsa dalam arti politis, yaitu bangsa yang
hidup di dalam wilayah tersebut. Indonesia sila ke
III ini ialah Indonesia dalam pengertian bangsa.
Jadi, Persatuan Indonesia ialah persatuan
bangsa yang mendiami wilayah Indonesia yang
bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan
kebangsaan yang bebas dalam wadah negara yang
merdeka dan berdaulat. Persatuan Indonesia
merupakan faktor yang dinamis dalam kehidupan
bangsa Indonesia, bertujuan memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa serta mewujudkan perdamaian yang abadi.
4.Sila keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh himat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
Kerakyatan berasal dari kata “rakyat”, yang
berarti sekelompok manusia yang bediam dalam satu
wilayah tertentu. Kerakyatan dalam hubungan sila
keempat ini berarti bahwa “kekuasaan yang
tertinggi berada di tangan rakyat”. Kerakyatan
10
disebut pula kedaulatan rakyat (rakyat yang
berdaulat/berkuasa) atau demokrasi (rakyat yang
memerintah).
Hikmat kebijaksanaan berarti penggunaan
pikiran atau rasio yang sehat dengan selalu
mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa,
kepentingan rakyat dan dilaksanakan dengan sadar,
jujur dan bertanggung jawab serta didorong oleh
itikad baik sesuai dengan hati nurani.
Permusyawaratan adalah suatu tata cara khas
kepribadian Indonesia untuk merumuskan dan atau
memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak
rakyat, hingga tercapai keputusan yang berdasarkan
kebulatan pendapat atau mufakat.
Perwakilan adalah suatu sistem dalam arti tata
cara (prosedur) mengusahakan turut sertanya rakyat
mengambil bagian dalam kehidupan bernegara, antara
lain dilakukan dengan melalui Badan-badan
Perwakilan.
Jadi, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
berarti rakyat dalam menjalankan kekuasaannya
melalui sistem perwakilan dan keputusan-
keputusannya diambil dengan jalan musyawarah yang
dipimpin oleh pikiran yang sehat serta penuh
11
tanggung jawab, baik kepada Tuhan Yang Maha Esa
maupun kepada rakyat yang diwakilinya.
5.Sila Kelima: Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat
Indonesia
Keadilan Sosial berarti keadilan yang berlaku
dalam masyarakat di segala bidang kehidupan, baik
material maupun spiritual.
Seluruh Rakyat Indonesia berarti setiap orang
yang menjadi Rakyat Indonesia, baik yang berdiam
di wilayah kekuasaan Republik Indonesia maupun
warga negara Indonesia yang berada di luar negeri.
Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia
berarti, bahwa setiap orang Indonesia mendapat
perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik,
sosial, ekonomi dan kebudayaan. Sesuai dengan UUD
1945, makna keadilan sosial mencakup pula
pengertian adil dan makmur.
B. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Sebagai bangsa/negara yang merdeka dan
sederajat dengan bangsa lain, kita pun mempunyai
Pandangan Hidup yang disepakati oleh wakil-wakil
rakyat, menjelang dan sesudah Proklamasi (yang
disahkan pada tanggal 19 Agustus 1945), yaitu
12
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Tanpa pegangan/pandangan hidup yang kuat
dan tepat, suatu bangsa akan goyah. Pandangan itu
sangat perlu, untuk masa kini maupun masa depan,
terlebih lagi bangsa Indonesia yang dalam
pertumbuhannya selalu mengalami cobaan-cobaan yang
berat. Terlebih bagi Negara Republik Indonesia yang
masih tergolong muda dalam barisan negara-negara di
dunia, maka masalah pandangan hidup merupakan
masalah yang sangat mendasar dan prinsipil.
Negara Republik Indonesia memang tergolong muda
dalam barisan negara-negara di dunia. Tetapi bangsa
Indonesia lahir dari sejarah dan kebudayaannya yang
tua, melalui masa gemilangnya negara Kerajaan
Sriwijaya, Majapahit dan Mataram kemudian mengalami
masa penderitaan penjajahan sepanjang tiga setengah
abad, sampai akhirnya dalam tahun 1945. Bangsa kami
memproklamasikan kemerdekaan setelah melakukan
perlawanan dan pemberontakan melawan penjajahan yang
kejam kesemuanya itu membentuk kepribadian kami.
Kepribadian inilah yang kami tetapkan menjadi
pandangan hidup kami, falsafah Negara kami.
Pancasila yang merupakan kesatuan yang bulat dari
Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan,
Kebangsaan, Kedaulatan Rakyat dan Keadilan Sosial.
13
Di dalamnya mengandung dorongan-dorongan kepada kami
untuk nilai-nilai yang kami anggap luhur. Di
dalamnya juga tersimpul kesadaran kami bahwa manusia
pada akhirnya tergantung pada imbangan antara
manusia dengan masyarakatnya, keseimbangan antar
manusia dengan Tuhan-nya, keseimbangan antara
kemajuan lahir dan kesejahteraan batin. (Presiden
Soeharto, 1979).
Dari penjelasan tersebut, maka pancasila
sebenarnya bukan lahir secara mendadak pada tahun
1945, melainkan melalui proses yang sangat panjang
dan dimatangkan oleh sejarah perjuangan Bangsa
Indonesia sendiri, dengan melihat pengalaman bangsa-
bangsa lain, serta diilhami oleh ide-ide besar
dunia, akan tetapi tetap berpegang pada kepribadian
Bangsa Indonesia sendiri yang telah berakar sejak
dahulu nenek moyang kita dan ide-ide besar para
“Pendiri Negara Republik Indonesia” (Anggota BPUPKI
dan PPKI). Maka jelaslah makna pancasila sebagai
Pandangan Hidup Bangsa Indonesia adalah
“kristalisasi nilai-nilai sosial budaya bangsa
Indonesia, yang diyakini kebenarannya dan
menimbulkan tekad pada bangsa Indonesia untuk
mewujudkannya”.
Kristalisasi adalah sesuatu yang telah tersaing
dari nilai-nilai yang ada, sehingga ia merupakan
14
inti pokok yang telah mengkristal, kuat, kokoh,
tidak dapat pecah. Kristalisasi niali-nilai
Pancasila adalah nilai sosial budaya bangsa
Indonesia yang mengkristal, telah terbentuk dari
perjalanan sejarah bangsa Indonesia, yang baik dan
cocok dengan bangsa Indonesia.
Pancasila dalam pengertian ini sering juga
disebut: way of life, weltanschauung,
wereldbeschouwing, Wereld en levensbeschouwing,
pandangan dunia, pandangan hidup, pegangan hidup,
pedoman hidup, petunjuk hidup. Dalam hal ini
Pancasila dipergunakan sebagai petunjuk hidup
sehari-hari (Pancasila diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari). Dengan kata lain Pancasila digunakan
sebagai petunjuk arah semua kegiatan atau aktivitas
hidup dan kehidupan di dalam segala bidang. Semua
tingkah laku dan tindak perbuatan setiap manusia
Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran dari
semua sila Pancasila, karena Pancasila sebagai
pedoman hidup selalu merupakan satu kesatuan, tidak
dapat dipisahkan satu dengan yang lain, keseluruhan
sila di dalam Pancasila merupakan satu kesatuan
organis. Pancasila yang harus dihayati ialah
Pancasila sebagaimana tercantum di dalam pembukaan
UUD 1945. Dengan demikian jiwa keagamaan (sebagai
manifestasi/perwujudan dari sila Ketuhanan Yang Maha
15
Esa), jiwa yang berperikemanusiaan (sebagai
manifestasi/perwujudan dari sila Kemanusiaan yang
adil dan beradab), jiwa kebangsaan (sebagai
manifestasi/perwujudan dari sila Persatuan
Indonesia), jiwa kerakyatan (sebagai
manifestasi/perwujudan dari sila Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan) dan jiwa yang menjunjung
tinggi keadilan sosial (sebagai
manifestasi/perwujudan dari sila Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia) selalu terpancar
dalam segala tingkah laku dan tindak perbuatan
setiap sikap hidup seluruh bangsa Indonesia.
C. Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Setiap Negara di dunia ini, supaya kokoh, kuat
dan tangguh harus memiliki fondasi (landasan) yang
berakar kuat dan memiliki daya penyanggah yang
handal berupa “Dasar negara” keberadaan dasar negara
dapat dilukiskan bagaikan suatu bangunan yang besar,
tinggi dan megah jika tidak menggunakan fondasi yang
kokoh dan memadai tentu lekas runtuh dan rusak
Pancasila dalam pengertian ini sering disebut Dasar
Falsafah Negara (Dasar Filsafat Negara),
16
Philosophische Grondslag dari Negara, Ideologi
Negara, Staatsidee. Dalam hal ini Pancasila
dipergunakan sebagai dasar mengatur tata
pemerintahan Negara. Atau dengan kata lain Pancasila
digunakan sebagai dasar negara untuk mengatur
Penyelenggaraan Negara.
Mengenai Pancasila sebagai Dasar Negara ini,
Prof. Drs. Notonagoro, SH, dalam karangan beliau
yang berjudul “Berita pikiran ilmiah tentang jalan
ke luar dari kesulitan mengenai Pancasila sebagai
Dasar Negara Republik Indonesia” antara lain
dinyatakan “di antara unsur-unsur pokok kaidah
negara yang pondamental, asas kerokhanian Pancasila
adalah mempunyai kedudukan istimewa dalam hidup
kenegaraan dan hukum bangsa Indonesia”. Di bagian
lain beliau mengatakan, “norma hukum yang pokok dan
disebut pokok kaidah pondamental daripada negara itu
dalam hukum mempunyai hakikat dan kedudukan yang
tetap, kuat dan tak berubah bagi negara yang
dibentuk, dengan lain perkataan dengan jalan hukum
tidak dapat diubah”.
Pendapat di atas menjelaskan, betapa fungsi dan
kedudukan Pancasila sebagai pokok kaidah negara yang
fundamental. Hal ini penting sekali karena UUD baik
yang tertulis maupun yang tidak tertulis harus
bersumber dan berada di bawah pokok kaidah negara
17
yang fundamental itu. Artinya segala peraturan
perundangan secara material harus berdasar dan
bersumber pada pancasila. Apabila ada peraturan
(termasuk di dalamnya UUD 1945) yang bertentangan
dengan nilai-nilai luhur pancasila, maka sudah
sepatutnya peraturan tersebut dicabut. Sesuai dengan
Pembukaan UUD 1945 dan yang pada hakikatnya adalah
sebagai Sumber dari segala sumber hukum atau sumber
dari tertib hukum, sebagaimana tertuang dalam
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 (Ketetapan MPR No.
V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No. IX/MPR/1978).
Maka seluruh kehidupan bernegara dan
bermasyarakat haruslah didasari oleh Pancasila.
Landasan hukum Pancasila sebagai dasar negara
memberi akibat hukum dan filosofis; yaitu kehidupan
negara dari bangsa ini haruslah berpedoman kepada
Pancasila.
D. Bagaimana Orang Indonesia Tidak Lagi Peduli Dengan
Pancasila
Mencermati kehidupan berbangsa di Indonesia
saat ini, semakin jauh dari tuntunan Pancasila, baik
dalam praktik tata kelola pemerintahan maupun dalam
kehidupan sosial kemasyarakatan sehari-hari.
Berbagai fakta telah terjadi sebagai tanda semakin
18
hilangnya Pancasila di sendi-sendi kehidupan
berbangsa. Realitas sosial masyarakat Indonesia yang
mengalami berbagai masalah sosial seperti
kemiskinan, KKN atau konflik seperti tidak dapat
“diobati” oleh Pancasila. Bahkan dalam masyarakat
saat ini terdapat kecenderungan melihat Pancasila
dengan apatis atau sinis sebagai sesuatu ideologi
yang pasif, tidak responsif, mudah dimanipulasi atau
tidak relevan. Hal ini bertentangan dengan keadaan
sebelumnya di mana di masa Orde Baru Pancasila
justru dianggap sebagai ideologi yang sakral dan
sakti. Singkatnya terdapat suatu masalah penting
dimana dirasakan terjadi semacam kesenjangan antara
Pancasila sebagai ideologi dan dasar hidup
masyarakat Indonesia dengan realitas sosial yang
terjadi.
Ada sejumlah penjelasan, mengapa Pancasila
seolah "lenyap" dari kehidupan kita. Pertama,
situasi dan lingkungan kehidupan bangsa yang telah
berubah baik di tingkat domestik, regional maupun
global. Situasi dan lingkungan kehidupan bangsa pada
tahun 1945 -- 66 tahun yang lalu -- telah mengalami
perubahan yang amat nyata pada saat ini, dan akan
terus berubah pada masa yang akan datang. Beberapa
perubahan yang kita alami antara lain: (1)
terjadinya proses globalisasi dalam segala aspeknya;
19
(2) perkembangan gagasan hak asasi manusia (HAM)
yang tidak diimbagi dengan kewajiban asasi manusia
(KAM); (3) lonjakan pemanfaatan teknologi informasi
oleh masyarakat, di mana informasi menjadi kekuatan
yang amat berpengaruh dalam berbagai aspek
kehidupan, tapi juga yang rentan terhadap
"manipulasi" informasi dengan segala dampaknya.
perubahan tersebut telah mendorong terjadinya
pergeseran nilai yang dialami bangsa Indonesia,
sebagaimana terlihat dalam pola hidup masyarakat
pada umumnya, termasuk dalam corak perilaku
kehidupan politik dan ekonomi yang terjadi saat ini.
(BJ Habibie, 2011)
Para pejabat negara yang seharusnya lebih
memberikan teladan dalam mengamalkan nilai-nilai
Pancasila, sekarang ini justru terjadi sebaliknya.
Pelanggaran nilai-nilai Pancasila kerap terjadi di
kalangan pejabat negara. Korupsi adalah salah satu
cerminan pelanggaran nilai-nilai Pancasila yang
dilakukan para oknum pejabat. Begitu banyak kasus
korupsi yang terjadi di negeri ini, mulai dari
kasus-kasus besar seperti kasus Bank Century yang
merugikan uang Negara triliunan rupiah, kasus Gayus
Tambunan yang melahap uang pajak dari rakyat, kasus
Nazarudin, kasus BLBI, kasus Nunun Nurbaeti dan
begitu banyak kasus korupsi lainnya.
20
Padahal jika kita lihat sila kelima Pancasila,
yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
seharusnya pejabat Negara lebih mengedepankan
kepentingan rakyat untuk kesejahteraan seluruh
rakyat Indonesia. Tapi betapa jahatya para pejabat
kita yang hanya mementingkan kepentingan pribadi dan
golongan, memperkaya diri sendiri, tak peduli jutaan
rakyat Indonesia yang masih kelaparan.
Cerminan lain hilangnya Pancasila di sendi
kehidupan para pejabat kita adalah kesewenang-
wenangan dan ketidakadilan. Kasus terbaru yang
mengiris hati kita yang di alami seorang anak
berusia 15 tahun di Palu yang mencuri sandal
berharga 35.000 milik seorang anggota polisi. Anak
tersebut dimejahijaukan dan dinyatakan bersalah
serta diancam hukuman 5 tahun. Coba bayangkan,
mencuri sandal diancam hukuman 5 tahun tapi para
koruptor yang mencuri uang rakyat miliaran rupiah
hanya dijatuhi hukuman beberapa bulan saja, dan
tidak hanya itu, para koruptor masih dapat menikmati
kemewahan di dalam penjara.
Keadilan di negeri ini hanya tajam ke bawah
tapi masih tumpul ke atas. Pengadilan begitu
tegasnya jika menghadapi rakyat kecil namun jika
berhadapan dengan para pejabat, orang besar,
keadilan begitu mudahnya dipermainkan. Kasus
21
terakhir yang sangat menyedihkan adalah kasus
bentrok di Bima. Masyarakat Bima memprotes adanya
tambang di daerah mereka yang dirasa mengancam
lingkungan, polisi mengerahkan anggotanya untuk
membubarkan warga, begitu beringasnya polisi
membubarkan warga dengan senjata yang berujung
tewasnya 2 orang dan melukai puluhan orang. Polisi
yang seharusnya melindungi masyarakat namun yang
terjadi malah polisi seakan menganggap masyarakat
musuh negeri yang harus dilenyapkan.
Hilangnya nilai – nilai Pancasila dalam
kehidupan berbangsa juga terjadi dalam kehidupan
rakyat biasa. Persatuan bangsa yang semakin lama
terhapus akibat tingginya primordial, yaitu suatu
penyempitan fokus perhatian pada kelompok sendiri
dimana kemampuan untuk merasakan kebersamaan “kita
sebangsa” atau “kita sewilayah” diganti oleh
perspektif “mereka” dan “kami”, di mana “kami”
semakin sempit dan “mereka” yang lain dirasakan
sebagai ancaman. Akibatnya semakin marak bentrokan
antar warga ataupun antar suku yang seringkali hanya
dilatarbelakangi oleh masalah kecil.
Kekerasan atas nama agama semakin marak terjadi
di negeri ini, kerukunan antar umat beragama yang
terkandung dalam Pancasila sudah tidak lagi
diamalkan bangsa ini. Belum lagi moral pelajar
22
negeri ini yang terus memprihatinkan ditambah lagi
dengan besarnya arus globalisasi yang memudahkan
masuknya kebudayaan luar yang bertentang dengan
nilai-nilai Pancasila. Aspirasi mahasiswa dalam demo
juga sering diwujudkan dengan tindakan kekerasan,
seperti membakar ban di tengah jalan, memblokade
jalan, menghadang bahkan membakar kendaraan yang
lewat. Seakan sudah hilang citra masyarakat
Indonesia yang terkenal ramah tamah.
E. Apakah Sebagai Pengikat Pancasila Masih Dapat
Diandalkan
Tergantung bagaimana orang Indonesia
menanggapinya sekarang. Kalau saya, jujur saja,
sangat khawatir. Orang sekarang malas berbicara soal
Pancasila. Saya bertanya, siapa yang mau berdiskusi
soal Pancasila sekarang? Orang kampus saja, sudah
ogah. Sebagai warga negara, justru hal seperti itu
sangat saya khawatirkan. Tidak ada sebuah negara
yang tidak tegak di atas sebuah ideologi. Selonggar
apa pun pengertian ideologi itu. Amerika punya
ideologi, ideologi demokrasi. Kita punya apa?
Angkatan pergerakan nasional sudah memberikannya
kepada kita, yakni Pancasila. Sayangnya, dalam upaya
penerapannya, Pancasila selalu ditawarkan dalam
23
bahasa cuci otak. Dipaksakan dengan cara
indoktrinasi. (Prof. Anhar Gonggong, 2008)
Dari pendapat di atas dapat dipahami bahwa
orang Indonesia seolah sudah lupa bahwa mereka
memiliki dasar negara yang harus dikembangkan dan
dipahami. Melalui pendidikan, Pancasila dapat
disosialisasikan sebagai ilmu. Dapat dalam bermacam-
macam bentuknya. Misalnya, melalui ilmu sejarah,
dengan menerangkan secara benar proses kelahiran dan
perumusannya atau melalui ilmu kenegaraan, bagaimana
kita bernegara secara Pancasilais. Jadi, Pancasila
dapat berkembang dan tidak hanya sekadar dikunyah-
kunyah sebagai alat verbalistik. Pancasila harus
menjadi ide realistik.
Pancasila memang tidak pernah sukses saat
diterapkan. Itu adalah sebuah fakta dari zaman Bung
Karno sampai Pak Harto dan sampai sekarang
implementasi Pancasila itu gagal. Di mana-mana,
rakyat jauh dari kesejahteraan dan menderita. Yang
sebaiknya dilakukan adalah mencari pemimpin yang
baik. Jelas, persoalan ini ada pada pemimpin. Selama
kita tidak mendapatkan pemimpin yang baik, kehidupan
bangsa akan selalu seperti ini.
24
F. Upaya Menjaga Nilai-nilai Luhur Pancasila
Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila
merupakan suatu cerminan dari kehidupan masyarakat
Indonesia (nenek moyang kita) dan secara tetap telah
menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan
bangsa Indonesia. Untuk itu kita sebagai generasi
penerus bangsa harus mampu menjaga nilai – nilai
tersebut. Untuk dapat melakukan hal tersebut maka
perlu adanya berbagai upaya yang didukung oleh
seluruh masyarakat Indonesia.
Upaya-upaya tersebut antara lain :
1.Melalui dunia pendidikan, dengan menambahkan mata
pelajaran khusus pancasila pada setiap satuan
pendidikan bahkan sampai ke perguruan tinggi
2.Lebih memasyarakatkan pancasila dan nilai-nilai
yang terkandung didalamnya.
3.Menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari
4.Memberikan sanksi yang tegas kepada pihak-pihak
yang melakukan pelanggaran terhadap pancasila.
5.Menolak dengan tegas faham-faham yang bertentangan
dengan pancasila.
Demikianlah beberapa upaya yang dapat kita
lakukan untuk menjaga nilai-nilai luhur pancasila
25
sehingga masyarakat yang aman dan sejahtera dapat
terwujud.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pancasila sebagai ideologi negara yang telah
direncanakan oleh para pendiri bangsa, belum
begitu terwujud dengan apa yang diinginkan. Hal
ini terlihat dari bagaimana cara pemerintah maupun
masyarakat Indonesia dalam memahami dan
melaksanakan pancasila sebagai pedoman hidup
maupun sebagai landasan hukum tertinggi.
26
Bahkan pada jaman sekarang ini Pancasilan
seolah telah terlupakan oleh bangsa Indonesia baik
itu sebagai Pedoman hidup maupun landasan hukum
berbangsa Indonesia. Dan apa yang terjadi dalam
negara ini tidak lain adalah akibat dari
terlupakannya nilai arti yang terkandung dalam
Pancasila dan bangsa ini tidak lagi menanamkan
Budaya Berpancasila sebagai ideologi.
B. Saran
Kita sebagai bangsa yang besar yang telah
dari setengah abad mengaku merdeka hendaklah
berbenah dan kembali pada jati diri bangsa yang
berpedoman pada Pancasila. Lebih memahami nilai
dari kandungan Pancasila dan melaksanakannya
dengan kesadaran dan keikhlasan hidup berbagsa,
sebagai bangsa yang besar. Untuk memwujudkan
negara yang maju disegani negara lain dengan
berpegang teguh pada Pancasila.
DAFTAR PUSTAKA
27
M. Aziz Toyibin dan A. Kosasih Djahiri. (1992/1993).
Pendidikan Pancasila I. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Proyek Pembinaan Tenaga Pendidikan.
Prof. Darji Darmodiharjo, SH. (1984). Pancasila Suatu
Orientasi Singkat. Jakarta: Aries Lima.
Sekretariat Negara Republik Indonesia. (1985). Undang-
Undang Dasar. Indonesia: PT Cicero.
Prof. Drs. C. S. T. Kansil, S.H dan Christine S. T.
Kansil, S.H, M. H. (2003). Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945. Jakarta: PT Pradnya Paramita.
Policy paper. (2012). Revitalisasi Pendidikan Pancasila.
Jakarta: Sekolah Tanpa Batas.
Tim Modul Pkn SMA Jakarta Timur. (2012). Pendidikan
Kewarganegaraan. Jakarta: Galuh Pustaka.
Simposium Pringatan Hari Lahir Pancasila. (2006).
Restorasi Pancasila Mendamaikan Politik Identitas dan
Modernitas. Jakarta: GH2J4
Franz Magnism – Suseno. (2007). Berebut Jiwa Bangsa.
Jakarta: Kompas
http://habibiecenter.or.id/detilurl/id/117//
Pidato.BJ.Habibie.Dalam.Peringatan.Hari.Lahir.Panc
asila
http://nasional.kompas.com/read/2013/06/02/07041698/
Pancasila.Makin.Dibutuhkan.Bangsa.Ini
28
http://wardonojakarimba.blogspot.com/2012/01/hilangnya-
pancasila-di-sendi-sendi.html
http://nauvallrizal.tumblr.com/post/47541591110/
hilangnya-nilai-nilai-pancasila-dari-jiwa-anak
http://phenabiru.wordpress.com/2013/04/27/penyimpangan-
perilaku-warga-negara-terhadap-nilai-nilai-
pancasila/
http://suryaden.blogspot.com/2008/11/anhar-gonggong-two-thums-up.html
http://www.harianhaluan.com/index.php/haluan-kita/15162-reformasi-dan-tergerusnya-nilai-nilai-luhur-pancasila
29