Post on 23-Feb-2023
METODE KONTEMPORER MEMAHAMI HADITS NABI (LATAR
BELAKANG PERBEDAAN PENDEKATAN DALAM MEMAHAMI
HADITS NABI, METODE, LANGKAH-LANGKAH)
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah: Studi Hadits (Teori dan Metodologi)
Dosen Pengampu: Dr. H. Marhumah, M.Pd.
Disusun Oleh : I-PAI B Mandiri
Nama :Chichi ‘Aisyatud Da’watiz Zahroh
NIM :1420411088
KONSENTERASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
TAHUN 2014
A. Urgensi Kajian Hadits
Pemahaman hadits Nabi adalah persoalan yang
penting karena berangkat dari realitas hadist
sebagai sumber kedua ajaran Islam setelah Al-
Qur’an. Perkembangan pemikiran hadits tidak
semarak yang terjadi dalam pemikiran terhadap Al-
Qur’an sehingga timbul permasalahan tentang
keotentikan hadits. Meskipun upaya pemahaman
hadits Nabi terus menerus dilakukan oleh ahli
dibidangnya, tampaknya masih banyak hal yang perlu
dikaji sehingga menimbulkan perbedaan pemahaman.
Faktor-faktor yang melatar belakangi perbedaan
pemahaman terhadap hadits adalah:
1. Perbedaan metode memahami hadits Nabi yang
dikaitkan dengan sejarah dan posisi yang Nabi
sebagai seorang Rosul, pemimpin negara, hakim,
panglima perang dan manusia biasa.
2. Perbedaan latar syarih al-hadits (fuqoha,
filosof, sosiolog dan lainnya) menjadikan
penekanan kajian sesuatu latar yang ditekuni.
3. Keberadaan hadits dalam bentuks teks yakni
berubahnya realitas qaul, fi’l dan taqrir Nabi
kedalam budaya lisan (hadits-hadits dalam
hafalan sahabat), dan selanjutnya menjadi budaya
tulis (teks hadits yang telah terkodifikasi
dalam kitab hadits)
4. Pemahaman terhadap hadits yang terkait dengan
Al-Qur’an.
Oleh sebab itu perlu terus diupayakan metode dan
pendekatan pemahaman hadits yang integral.
Selain itu, ada faktor mendasar yang
menyebabkan suatu pendekatan yang menyeluruh dalam
memahami hadits yaitu:
1. Tidak semua kitab hadits ada syar’h-nya. Pada
kenyataanya, banyak sekali hadits yang tidak
dikupas maknanya oleh para pakarnya.
2. Para ulama memahami hadist memfokuskan data
riwayah dengan menekankan kupasan dari sudut
gramatika bahasa dengan pola pikir episteme
bayani yang menimbulkan kendala apabila
pemikiran yang dicetuskan para ulama terdahulu
dipahami sebagai sesuatu yang final.
B. Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi oleh Muh.
Al Ghazali
1. Biografi
Muhammad Al-Ghazali lahir pada tanggal 22
september 1917 di naqla al-‘Inab, al-Bukhaira
Mesir. Ia adalah seorang da`i terkenal, penulis
produktif (tidak kurang dari empat puluh buku
telah ditulisnya), dan mantan aktivis Al-Ikhwan
Al-Muslimun, di samping seorang ulama beraliran
Salafi. Dua karyanya yang penuh diterbitkan oleh
Mizan adalah Keprihatinan Seorang Juru Dakwah (1984)
dan Al-Ghazali Menjawab 40 Soal Islam Abad 20 (1989).1
Menurut Muhammad al-Ghazali ada lima
kriteria keshahihan hadits yaitu tiga terkait
dengan sanad (periwayat harus dhabit dan adil,
serta keduanya harus memiliki seluruh rawi dalam
sanad) dan dua kriteria terkait dengan matan
(matan hadits tidak syadz atau salah seorang
atau beberapa rawinya bertentangan periwatannya
dengan perawi yang lain yang lebih akurat dan
lebih dapat dipercayai dan matan hadits tidak
mengandung ‘illah qadihah cacat yang diketahui
oleh para ahli hadits sehingga mereka
menolaknya). Beliau tidak memadukkan unsur
ketersambungan sanad sebagai kriteria keshahihan
hadits. 2
Menurutnya, untuk mempraktekkan kriteria
itu memerlukan kerjasama atau saling sapa antara1 Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi PerspektifMuhammad al-Ghazali
dan Yusuf al-Qardhawi, (Yogyakarta: Teras, 2008), hlm., 23. 2 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 78.
Muhaddits dengan berbagai ahli dibidangnya
termasuk fuqaha, Mufassir, Ahli Ushul Fiqh, Ahli
Kalam dan lainnya.3
2. Metode yang digunakan
a. Pengujian dengan Al-Qur’an
Ia mengecam keras terhadap orang yang
memahami dan mengamalkan secara tekstual
hadits yang shahih sanadnya namun matannya
bertentangan dengan Al-Qur’an. Keyakinan ini
berasal dari kedudukan hadits sebagai sumber
otoritatif setelah Al-Qur’an dan tidak semua
hadits dipahami secara benar oleh
periwayatnya.4 Mengkaji Al-Qur’an dengan
porsi sedikit dari hadits tidak mungkin
memberikan gambaran yang mendalam. Selama
menyangkut kritik matan dalam pengertian
memfilter matan yang shahih dhaif dan kritik
matan dalam memahami hadits menggunakan
metode ini.
Penggunaan metode ini adalah setiap
hadits harus dipahami dalam kerangka makna
yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an baik secara
3 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 78-79. 4 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 82.
langsung atau tidak. Penerapan pemahaman
hadits dengan metode ini dijalankan secara
konsisten, sehingga banyak hadits yang shahih
seperti dalam kitab Shahih Bukhari Muslim
yang dianggap dhaif. Ia akan mengutamakan
hadits yang sanadnya dhaif, bila kandungan
maknanya sinkron dengan prinsip ajaran Al-
Qur’an daripada hadits yang sanadnya shahih
akan tetapi kandungan maknanya tidak sinkron
dengan inti ajaran Al-Qur’an dalam persoalan
kemashlahatan dan muamalah duniawiyah.5
b. Pengujian dengan Hadits
Pengujian ini menggunakan matan hadits
yang dijadikan dasar argumen tidak
bertentangan dengan hadits mutawatir dan
hadits yang lebih shahih. Setiap hadits harus
dikaitkan dengan hadits lainnya untuk
menentukan suatu hukum. Kemudian hadits itu
dikomparasikan dengan apa yang ditunjukkan
oleh Al-Qur’an.6
c. Pengujian dengan fakta historis
5 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif...,hlm., 84 6 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 85.
Hadits dan sejarah memiliki hubungan
sinergis yang saling menguatkan satu sama
lain. Adanya kecocokan antara hadits dengan
fakta sejarah akan menjadikan hadits memiliki
sandaran validitas yang kokoh, sebaliknya
apabila terjadi penyimpangan antar keduanya,
salah satu diantara keduanya akan diragukan
kebenarannya.7
d. Pengujian dengan kebenaran ilmiah
Pengujian ini diartikan bahwa setiap
kandungan matan hadits tidak boleh
bertentangan dengan teori ilmu pengetahuan
atau penemuan ilmiah dan juga memenuhi rasa
keadilan atau tidak bertentangan dengan hak
asasi manusia jadi tidak masuk akal bila
hadits mengabaikan keadilan. Hadits shahih
apabila muatan informasinya bertentangan
dengan prinsip keadilan dan prinsip hak asasi
manusia dianggap tidak layak pakai.8
3. Kategorisasi dalam rangka mempraktikkan hadits
a. Pengujian dengan Al-Qur’an, Hadits, Fakta
Historis dan kebenaran Ilmiah. Misalnya
7 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 85. 8 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 86.
hadits tentang orang tua memaksa anak
perempuan untuk menikah, hadits ini
mengungkap tentang hak penuh bagi orang tua
untuk memaksa anak perempuannya menjalani
pernikahan pada laki-laki ك�ر ه��ا وال�ب� سها م�ن� ول�ي ف� ن� ح�ق� ب�� ب� ا� ي �ال�ثها ها ص�مات�� ت#� سها واذ� ف� ي ن�� ن� ف� ذ� ا� سب� ت��(seorang janda lebih berhak atas dirinya
sendiri daripada walinya, dan seorang gadis
dimintai persetujuan bapaknya atas dirinya).
Dan diamnya seorang gadis itu tanda
persetujuan. Hal ini bertentangan dengan
hadits yang diriwayatkan Ibn abbas dan Aisyah
bahwa Nabi menyerahkan sepenuhnya kepada
gadis untuk memilihnya.9
Mazhab Syafi’i dan Hambali memberikan
hak penuh pada orang tua untuk memaksa anak
perempuan meraka yang telah dewasa dengan
pilihan seorang ayah, meskipun wanita itu
tidak menyukainya. Al-Ghazali tidak setuju
pada keduaanya, tetapi setuju dengan Mazhab
Hanafi yang memberikan hak sepenuhnya kepada
wanita untuk menikahkan dirinya sebagai
9 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 89.
pelaksanaan ayat Al-Qur’an yang dipahami
secara langsung QS. Al-Baqarah ayat 148.10
b. Pengujian Pengujian dengan Al-Qur’an, Fakta
Historis dan Kebenaran Ilmiah. Misalnya
tentang hadits tentang setiap hewan yang
bertaring adalah haram رام له ح� ك5 ا� اع ف�� ب� ن� ال�س اب� م� ي ن�� ل ذ� ك�Setiap binatang yang bertaring,
diharamkan memakannya. Hadits riwayat muslim
menyatakan bahwa setiap binatang yang
bertaring, diharamkan memakannya. Menurut Al-
Nawawi, hadits tersebut diucapkan Nabi di
Madinah, sehingga me-nasakh ayat Al-Qur’an
yang turun di Madinah yaitu QS. Al-An’am ayat
145. Bagi Al-Ghazali, hadits ahad tidak bisa
me-nasakh ayat Al-Qur’an apalagi ayat diatas
diulang sampai empat kali dalam QS. An-Nahl
turun di Mekkah, QS. Al-Baqarah dan Al-Maidah
yang turun di Madinah. Secara historis,
hadits itu ditolak oleh sahabat Ibn Abbas,
tabi’in Al-Sya’bi dan Sa’ad bin Zubair.11
c. Pengujian dengan Hadits, Fakta Historis dan
Kebenaran Ilmiah. Misalnya hadits tentang
10 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 91. 11 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 120.
larangan wanita shalat jama’ah di masjid ع�ن�
لي ي ص�� ب� اءب� ال�ث��� ه�ا ج���� ت�� د ال�س�اع�دي ا� ي ح�مب ب#� ة� ا� ه امرا� صاري ع�ن� ع�مت� ن�� د الأ� ن� س�ون� د ال�له ب�� ع�ب�ح�ب� ال�ص���لأة� م�ع���ك\ �ي ا� ب# cلم ا ه وس���� لي ال�ل���ه ع�لت��� ول ال�ل���ه ص���� ا رس���� ال�ت� ن���� ق���� لم ف�� ه وس���� ال�ل���ه ع�لت���ك\ ي ح�ج�رت��� ك\ ف� لأت#� ر م�ن� ص��� ي ك\ خ�� ب��� qث rت� ي ك\ ف� لأت#� يqن� ال�ص��لأة� م�عي وص��� ح��ب� ك\ ت�� د ع�لمب� ات��� ال ف��� ق�� ف��
ي ك\ ف� لأت#� ر م�ن� ص��� ي ي ذارك�\ خ��� ك\ ف� ي ذارك�\ وص�لأت#� ك\ ف� ر م�ن� ص�لأت#� ي ك\ خ� ي ح�ج�رت�� ك\ ف� وص�لأت#�
دي ي م�سج� ك\ ف� ر م�ن� ص�لأت#� ي وم�ك\ خ� د ق� ي م�سج� ك\ ف� وم�ك\ وص�لأت#� د ق� ..………م�سج�Dari Abdullah bin Suwaid Al-Anshary dari
bibinya – yaitu istri Abu Humaid As-Sa’idy –
bahwasannya ia mendatangi Nabi shallallaahu
‘alaihi wasallam dan berkata : “Wahai
Rasulullah, sesungguhnya aku senang shalat
(berjama’ah) bersamamu”. Beliau
menjawab : “Sungguh aku telah mengetahui
bahwa engkau senang shalat bersamaku. Namun
shalatmu di rumahmu (bait) lebih baik
daripada shalatmu di kamarmu. Dan shalatmu di
kamarmu lebih baik daripada shalatmu di
rumahmu (daar). Dan shalatmu di rumahmu lebih
baik daripada shalatmu masjid kaummu. Dan
shalatmu di masjid kaummu lebih baik daripada
shalatmu di masjidku. Al-Ghazali menolak
hadits itu karena bertentangan dengan
‘amaliyah Rasul yang membiarkan para wanita
menghadiri shalat jama’ah bersama beliau
selama sepuluh tahun dari fajar sampai Isya’.
Rasul juga mengkhususkan salah satu pintu
masjidnya bagi wanita. Nabi juga pernah
bersabda
د ال�ل�ه اج�� س� اء ال�ل�ه م� م�� cعوا ا من� Janganlah kalian melarang) ‘.لأ ت��para wanita hamba Allah mendatangi masjid-
masjid Allah). Khulafaurrasyidin juga
membiarkan barisan wanita di masjid setelah
wafat Rasulullah.
Menurut Al-Ghazali, larangan wanita
berjamaah dimasjid juga dibenarkan apabila
dibarengi dengan kemaksiatan. Pengkajian ini
adalah bagaimana mensintesakan kebutuhan akan
ketenangan keluarga dan kebutuhan wanita
bersosialisasi di luar rumah.12
d. Pengujian dengan Fakta Historis. Misalnya
hadits tentang orang tua Nabi Masuk Neraka:
ي اك�\ ف� ن#� ي وا� ب#� ن� ا� cال: ا ق� اة ف�� ي ذع� ف� لما ف�� ار. ف�� ي ال�ب� ال: ف� ؟ ف�� ي ب#� ن� ا� ب� ، ا� ول اهلل ا رس� ال: ن� لأ ف�� ن� رج�� ا�
12 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 125-127.
Seorang lelaki bertanya: “Wahai Rasulullah,
di manakah ayahku berada?” Nabi menjawab: “Di
dalam neraka.” Ketika orang itu berpaling
untuk pergi, Nabi memanggilnya. Lalu Nabi
berkata: “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu
berada di dalam neraka. Menurutnya, hadits
ini tidak shahih.kata abi (ayahku) dalam
bahasa Aran menunjuk pada pamannya yaitu Abu
Thalib yang sebelum wafatnya diajak
megucapkan kalimat tauhid tetapi Abu Thalib
menolak. Ayah Nabi Muhammad adalah termasuk
ahl al-fatrah yang diselamatkan dari siksa dan
azab.13
e. Pengujian dengan kebenaran Ilmiah. Misalnya
hadits tentang pengharaman mengumumkan
tentang kematian seseorang, hadits Hudzaifah
bin Al-Yaman yang berwasiat,
ه � لت ع� ي اهلل ل ص�� ول اهلل معب� رس�� ي س��� � ب� cا ا ف���� �� عب ون� ن�� ك ن� ن� اف� ا� ج�� ي ا� � ب� cا ي وا ب�� ن#� ذ� و� لأ ن�� ب� ف�� ا م� ذ� cا
عي ن� ال�ن� هي ع� ي� م ب� ل وس�"Apabila aku mati, jangan beritahukan kepada
orang lain, karena aku takut itu termasuk an-
na`yu, dan aku pernah mendengar Rasulullah
13 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 130.
melarang an-na`yu.” Hadits itu melarang
pengumuman tentang kematian sesorang baik di
iklan, surat kabar atau media lain.
Menurutnya, yang dilarang itu ketika
memamerkan atau menyebut jasa yang pernah
dilakukan si mayit agar menimbulkan
kebanggaan baginya ataupun bagi keluarga yang
ditinggalkan. Apabila hanya pemberitahuan
biasa itu tidak dilarang.14
C. Metode kontemporer memahami hadis Nabi : Yusuf Al
Qardhawi
1. Biografi
Yusuf Al-Qardhawi adalah pemikir
kontemporer yang lahir di Mesir pada tahun 1926
di desa Saft al-Turab. Ketika usianya belum
genap sepuh tahun, ia telah berhasil
menghafalkan al-Qur’an. Sama dengan Al-Ghazali,
Yusuf Al-Qardhawi juga mantan aktivis Al-Ikhwan
Al-Muslimun. Banyak karya yang dihasilkan dari
Al-Qardhawi yang dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia.15
2. Sikap Yusuf Qardhawi Terhadap Hadis
14 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 133. 15 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 40.
Al-Qardhawi memberikan penjelasan yang
luas tentang bagaimana pemikirannya tentang
hadis yang dikembangkan menjadi metode
sistematis untuk menilai otentisitas hadis.
Menurutnya, sunnah nabi mempunyai 3
karakteristik, yaitu komprehensif (manhaj
syumul), seimbang (manhaj mutawazzun), dan
memudahkan (manhaj muyassar). Ketiga karakteristik
ini akan mendatangkan pemahaman yang utuh.
Al-Qardhawi menetapkan tiga hal yang harus
dihindari dalam berinteraksi dengan sunnah,
yaitu penyimpangan kaum ekstrim, manipulasi
orang-orang sesat Intihal al-Mubthilin (pemalsuan
terhadap ajaran-ajaran Islam, dengan membuat
berbagai macam bid’ah yang jelas bertentangan
dengan akidah dan syari’ah), dan penafsiran
orang bodoh (ta’wil al-jahilin). Oleh sebab itu,
pemahaman yang tepat terhadap sunnah adalah
mengambil sikap moderat (wasathiya), yaitu tidak
berlebihan atau ekstrim, tidak menjadi kelompok
sesat, dan tidak menjadi kelompok yang bodoh.16
3. Metode Pemahaman Hadis Yusuf al-Qardhawi
16 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 136-137
a. Meneliti kesahihan hadis sesuai dengan acuan
umum yang ditetapkan pakar hadis yang dapat
di percaya, baik sanad dan matan.
b. Memahami sunnah sesuai dengan pengetahuan
bahasa, konteks, asbab al-wurud teks hadis
untuk menentukan makna suatu hadis.
c. Memastikan bahwa sunnah yang dikaji tidak
bertentangan dengan nash-nash yang lebih
kuat.17
4. Delapan Langkah Prinsip Dasar Pemahaman Hadis
al-Qardhawi
a. Memahami Hadis Sesuai dengan Petunjuk al-
Qur’an. Menurut Al-Qardhawi, untuk memahami
suatu hadis dengan benar harus sesuai dengan
petunjuk al-Qur’an. Karena terdapat hubungan
yang signifikan antara hadis dengan al-
Qur’an. Oleh karena itu tidak mungkin
kandungan suatu hadis bertentangan dengan
ayat-ayat al-Qur’an yang muhkam, yang berisi
keterangan-keterangan yang jelas dan pasti.
Pertentangan tersebut bisa saja terjadi
karena hadis tersebut tidak sahih, atau
pemahamannya yang kurang tepat, atau yang
dianggap bertentangan itu bersifat semu dan
17 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 137.
bukan hakiki. Dengan demikian, menurut Al-
Qardhawi, setiap muslim diharuskan untuk
mentawaqqufkan hadis yang terkesan
bertentangan dengan ayat-ayat muhkam, selama
tidak ada penafsiran (ta’wil) yang dapat
diterima.18
Dalam hal ini, Al-Qardhawi mengemukakan
contoh hadis tentang nisab tanaman yang wajib
dikeluarkan zakatnya. Yang dijadikan dasar
para ulama fikih untuk membatasi jenis atau
macam tanaman tertentu (bukan berbentuk
sayuran) yang wajib dikeluarkan zakatnya.
Hadis itu bertentangan dengan al-Qur’an Q.S.
Al-An’am (6): 41. Ia tidak menyetujui
pemahaman yang menganggap bahwa tidak
diwajibkannya zakat atas sayuran karena cepat
rusak sehingga tidak dapat di simpan di bait
al-mal terlalu lama.19
b. Menghimpun Hadis-Hadis yang Setema.
Menurut Al-Qardhawi, untuk menghindari
kesalahan dalam memahami kandungan hadis yang
sebenarnya perlu menghadirkan hadis-hadis
18 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 138. 19 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 139-140.
lain yang setema. Adapun prosedurnya ialah
dengan menghimpun hadis sahih yang setema
kemudian mengembalikan kandungan hadis yang
mutasyabih kepada yang muhkam, mengantarkan
yang mutlaq kepada yang muqayyad, yang ‘am
ditafsirkan dengan yang khas. Hal ini
dikarenakan posisi hadis untuk menafsirkan
al-qur’an, dan menjelaskan maknanya, maka
sudah pasti bahwa ketentuan-ketentuan
tersebut harus berlaku bagi hadis secara
keseluruhan.20 Dalam hal ini, Al-Qardhawi
menguraikan contoh sebuah hadis tentang hukum
pertanian. Pertama-tama beliau mengemukakan
hadis yang mencela orang yang membawa alat
pertanian masuk rumah.
Dari abu ‘Umamah al-Bahili ketika
melihat alat untuk membajak, ia berkata; saya
mendengar Nabi saw bersabda: ل دج�� ا لأن� د� ب� ه��� ي rوم ب� لأ ق��� cذ ا ا�له ل ال�له ج�� ال�د�
(‘Tidak akan masuk (alat) ini ke dalam rumah suatu kaum,
kecuali Allah pasti memasukkan kehinaan ke dalamnya)
20 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 145-146.
Setelah itu, ia mengemukakan pula hadis-
hadis yang menunjukkan keutamaan bercocok
tanam, diantaranya;
ه� ه ص�دق� لأ ك�ان� له ب�� cمه� ا هي و ت�� سان� ا� ت�� cر او ا ه ط�ي ك�ل م�ت� ا� ب رع�ا ف�� رع�ر� رس�ا او ي� ر� غ�رس ع�� م�ا م�ن� م�سلم ن�
(Tidak seorang Muslim menanam tanaman, lalu
buahnya dimakan burung atau manusia atau binatang,
kecuali ia pasti beroleh sedekah.).21
c. Kompromi atau Tarjih terhadap Hadis-Hadis
yang Kontradiktif.
Dalam pandangan Al-Qardhawi, pada
dasarnya nash-nash syari’at tidak akan saling
bertentangan. Pertentangan yang mungkin
terjadi adalah bentuk lahiriyahnya bukan
dalam kenyataan yang hakiki. Adapun solusi
yang ditawarkan Al-Qardhawi adalah, al-jam’u
(penggabungan atau pengkompromian). Bagi Al-
Qardhawi, hadis yang tampak bertentangan
dengan hadis yang lain dapat dilakukan dengan
cara mengompromikan hadis tersebut.22
21 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 148-150.22 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 153.
Dalam hal ini, Al-Qardhawi memberikan
sebuah contoh hadis tentang larangan ziarah
kubur bagi perempuan. “Dari abu Hurairah,
bahwa Rasulullah saw melaknat kaum perempuan
yang sering menziarahi kuburan.” Hadis ini
sahih. Diriwayatkan juga dari Ibnu ‘Abbas dan
Hasan ibn Sabit dengan lafaz “nabi melaknat
para perempuan peziarah kuburan”.
Walaupun demikian, ada hadis-hadis
lainnya yang isinya berlawanan dengan hadis
hadis-hadis di atas. Yakni yang dapat
dipahami darinya, bahwa kaum perempuan
diizinkan menziarahi kuburan, sama seperti
laki-laki. Diantara riwayatnya adalah ك�ي�ب�
ك�ر ال�موب� د£ ها ن�� ت�� cا ور ف�� ب� وروا ال�ف� وره�ا او ر� �ر� ور, ف� ب� ارة� ال�ف� ن# كم ع�ن� ر� ب� هث ت��
(Aku pernah melarang kalian menziarahi
kuburan, kini ziarahlah” atau “ziarahilah
kuburan-kuburan, sebab itu akan mengingatkan
kepada maut).23
d. Memahami Hadis Sesuai dengan Latar Belakang,
Situasi dan Kondisi serta Tujuannya.
23 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 155-157.
Menurut Al-Qardhawi, dalam memahami
hadis nabi, dapat memperhatikan sebab-sebab
atau latar belakang diucapkannya suatu hadis
atau terkait dengan suatu illat tertentu
yang dinyatakan dalam hadis, atau dipahami
dari kejadian yang menyertainya. Hal demikian
mengingat hadis nabi dapat menyelesaikan
problem yang bersifat lokal, partikular, dan
temporer. Dengan mengetahui hal tersebut
seseorang dapat melakukan pemahaman atas apa
yang bersifat khusus dan yang umum, yang
sementara dan abadi. Dengan demikian,
menurutnya, apabila kondisi telah berubah dan
tidak ada illat lagi, maka hukum yang
berkenaan dengan suatu nas akan gugur dengan
sendirinya. Hal itu sesuai dengan kaidah
hukum berjalan sesuai dengan illatnya, baik
dalam hal ada maupun tidak adanya. Maka yang
harus dipegang adalah maksud yang dikandung
dan bukan pengertian harfiyahnya.24
Misalnya dalam hadits tentang larangan
wanita bepergian kecuali dengan mahramnya.
Alasannya adalah kekhawatiran akan
keselamatan apabila bepergian jauh tanpa
24 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 160-161.
disertai seorang suami atau mahram karena
menggunakan kendaraan unta, bighal dan
keledai untuk mengarungi padang pasir yang
luas. Tetapi, melihat kondisi sekarang dengan
pesawat terbang, bus yang mengangkut orang
banyak, tidak ada kekhawatiran keselamatan
wanita yang berpergian sendiri, tidak ada
salahnya ditinjau dalam syariat. 25
e. Membedakan antara Sarana yang Berubah dan
Tujuan yang Tetap.
Menurut Al-Qardhawi, memahami hadis nabi
harus memperhatikan makna substansial atau
tujuan, sasaran hakekat teks hadis tersebut,
sarana yang tampak pada lahirnya hadis dapat
berubah-ubah. Untuk itu tidak boleh
mencampuradukkan antara tujuan hakiki yang
hendak dicapai hadis dengan sarana temporer
atau lokal. Dengan demikian, bila suatu hadis
menyebutkan sarana tertentu untuk mencapai
tujuan, maka sarana tersebut tidak bersifat
mengikat, karena sarana tersebut ada kalanya
berubah karena adanya perkembangan zaman,
adat dan kebiasaan.26 Misalnya hadits tentang
siwak. Menurut Al-Qardhawi, peyebutan siwak25 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif...,
hlm., 164.
atau kayu arak oleh Nabi tidak mengikat kita
agar terus menggunakannya. Tujuan hadits ini
agar terjaganya kebersihan dan kesehatan gigi
dan mulut sehingga mendapat keridhaan Allah.
Alat yang digunakan tergantung kondisi suatu
tempat dan waktu tertentu. Di zaman sekarang,
pemakaian sikat dan pasta gigi sama nilainya
dengan pemakaian siwa di masa Nabi.27
f. Membedakan antara yang Hakekat dan Ungkapan
Teks-teks hadis banyak sekali yang
menggunakan majas atau metafora, karena
rasulullah adalah orang Arab yang menguasai
balaghah. Rasul menggunakan majas untuk
mengemukakan maksud beliau dengan cara yang
sangat mengesankan. Adapun yang termasuk
majas adalah; majas lughawi, aqli, isti’arah.
Misalnya hadis tentang sifat-sifat Allah.
Hadis semacam ini tidak bisa secara langsung
dipahami, tapi harus perhatikan berbagai
indikasi yang menyertainya, baik yang
bersifat tekstual ataupun kontekstual.28
26 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif...,hlm., 168.
27 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif...,hlm., 171
28 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif...,hlm., 175-176
Misalnya hadits tentang penyakit demam.
Hadist ini dijadikan senjata bagi misionaris
Nasrani untuk menyerang ideologi Islam
sebagai mempercayai khufarat dan bertentangan
dengan ilmu pengetahuan. Ia berkata: penyakit
demam tidak bersala dari panasnya Jahannam,
tetapi dari panasnya bumi serta kotoran yang
mengakibatkan bakteri. Al-Qardhawi menyatakan
bahwa hadits ini harus dipahami secara majaz.
Ketika udara panas yang memuncak, sering
dikaitkan ada jendela Jahannam yang
terbuka.29
g. Membedakan antara yang Gaib dan yang Nyata.
Dalam kandungan hadis ada hal-hal yang
berkaitan dengan alam gaib, misalnya hadis
yang menyebutkan tentang makhluk-mahluk yang
tak dapat dilihat seperti malaikat, jin,
syetan, iblis, ‘ars, kursy, qalam dan
sebagainya. Terhadap hadis-hadis tentang alam
gaib, Al-Qardhawi sesuai dengan Ibnu
Taimiyah, yaitu menghindari ta’wil serta
mengembalikan itu kepada Allah tanpa
memaksakan diri untuk mengetahuinya.30
29 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif...,hlm., 181.
h. Memastikan Makna Kata-kata dalam Hadis
Untuk dapat memahami hadis dengan
sebaik-baiknya, menurut Al-Qardhawi penting
sekali untuk memastikan makna dan konotasi
kata-kata yang digunakan dalam susunan hadis,
sebab konotasi kata-kata tertentu adakalanya
berubah dalam suatu masyarakat ke masyarakat
lainnya.31
D. Metode kontemporer memahami hadis Nabi : Suhudi
Ismail
1. Biografi
Suhudi Ismail lahir di Lumajang 23 April
1943. Beliau sangat ahli hadits yang berhasil
menjabarkan hadits Nabi secara teks dan
argumentatif dan menghasilkan 165 karya ilmiah.
2. Pemikirannya Tentang Hadits
Kaedah keshahihan sanad hadits dibagi
menjadi dua yaitu kaedah umum (mayor) dan khusus
(minor). Unsur kaedah mayor yaitu sanad
bersambung, seluruh periwayat dalam sanad
bersifat adil, dhabith, sanad hadits terhindar
30 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif...,hlm., 184-18631 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 187-188.
dari syudzudz dan illat. Unsur kaedah minor
yaitu:
1) Sanadnya bersambung adalah muttashil atau
maushul yaitu hadits yang bersambung sanadnya
baik persambungan itu sampai kepada Nabi
(marfu’) maupun hanya sampai sahabat saja
(mauquf).
2) Untuk periwayat bersifat adil yaitu beragama
Islam, mukalaf, melaksanakan ketentuan agama,
dan memelihara muru’ah.
3) Untuk periwayat bersifat dhabit adalah hafal
dengan baik menyampaikan hadits yang
dihafalkan kepada orang lain, terhindar dari
syudzudz, dan terhindar dari ‘illat.
3. Metode pemahaman sanad hadits
Takhrijul Hadits. Suhudi Ismail mengggunakan
metode:
a. Takhrijul hadits bil lafz yaitu cara mencari
hadits lewat kamus hadits berdasarkan petunjuk
lafal hadits. Lafal hadits disusun berdasarkan
huruf abjad arab, dan dilengkapi catatan kaki
yang berisi penjelasan arti kata atau maksud
matan hadits yang tercantum.
b. Takhrijul Hadits bil maudhu’ yaitu cara
mencari hadits lewat kamus hadits berdasarkan
topik masalah. Cara ini sangat menolong
pengkaji hadits yang ingin memahami petunjuk
hadits dalam segala konteksnya.
4. Langkah-langkah Pemahaman hadits
a. Al-I’tibar yaitu menyertakan sanad-sanad yang
lain untuk suatu hadits tertentu, yang hadits
itu pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat
seorang periwayat saja, dan dengan menyertakan
sanad yang lain / tidak ada untuk mengetahui
keadaan sanad dari sanad hadits yang dimaksud.
b. Meneliti pribadi periwayat dan metode
periwayatannya. Acuan yang digunakan adalah
kaedah keshahihan hadits bila ternyata hadits
yang diteliti bukan hadits mutawatir.
c. Menyimpulkan hasil penelitian sanad, yang
berisi natijah disertai argumen yang jelas.
Hasilnya dilihat dari segi jumlah periwayat
hadits apakah yang bersangkutan berstatus
mutawatir atau ahad.
5. Langkah-langkah Pemahaman Matan Hadits
a. Meneliti matan dengan melihat kualitas sanadnya
yaitu meneliti matan sesudah meneliti sanad,
kualitas matan tidak selalu sejalan dengan
kualitas sanadnya, kaedah keshahihan matan
sebagai acuan.
b. Meneliti susunan lafal berbagai matan yang
semakna yaitu terjadi perbedaan lafal dan
akibatnya terjadi perbedaan lafal.
c. Meneliti kandungan matan yaitu membandingkan
kandungan matan yang sejalan atau tidak
bertentangan .
d. Menyimpulkan hasil penelitian matan, yaitu yang
bersifat shahih dan dhaif. 32
Faktor yang menonjol penyebab sulitnya
penelitian matan hadits yaitu adanya periwayatan
secara maknsa, acuan yang digunakan sebagai
pendekatan tidak satu macam saja, latar belakang
timbulnya petunjuk hadits tidak selalu mudah
diketahui, adanya kandungan petunjuk hadits yang
berkaitan dengan hal-hal yang berdimensi supra
rasional, masih langkanya kitab-kitab yang
membahas secara khusus penelitian matan hadits.33
E. Persamaan dan Perbedaan Metode Kontemporer
Pokok Muh. Al-Ghazali
Yusuf Al-Qardhawi
SuhudiIsmail
Materi Hadits
Terkait dengan persoalan saat ini. Sebagai upayareinterpretasi hadis yang sesuai dengan konteks sekarang
32 Siti Fatimah, Skripsi Metode Pemahaman Hadits Nabi DenganMempertimbangkan Asbabul Wurud Studi Komparasi Yusuf al-Qardhawi danSuhudi Ismail, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2009), hlm., 37-46.
33 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif..., hlm., 23.
Jumlah hadits yang diangkat
48 tema 44 tema
Titik pijak kajian
Model kajiannya berangkat dari teks hadits, realitas atauproblem empirik
Model kajiannya berangkat dari teks/ nash hadits,bukan dari realitas yang ada. Kajiannya lebih jelas dan sistematis karena ada paparan berangkat dari kriteria yang ditawarkan baru diberikan contoh kemudian dianalisa.
Memahamihadits lebihkepada apayang beliaudapat darimembaca,tokoh haditspada waktuitu ataureferensilainnya yangdianggappenting.Metodenyayaitu haditsyang tidakmempunyaisebab secarakhusus,hadits yangmempunyaisebab secarakhusus, danhadits yangberkaitandengankeadaan yangterjadi.
Pengutipan hadits
Tidak memenuhi standar ilmiah, sering tidak menyebutkan
Selalu memberikan catatan kakiatau sumber rujukannya atau telah melakukan takhrij al hadits terhadap tema yang diangkatnya
haditsnya secara tekstual, tidak menyebutkan kualitas hadits, sanad, sumberkitab rujukan, hanya menyandarkan pada mukharrij danperawi pertama.
Sanad dan kualitas hadits
Tidak mencantumkan sanad sertamelakukan penelitian langsungterhadap kualitas sanadhadits, tetapi lebih merujukkepada hasil penelitianselanjutnya.
Karakteristik Metode (orientasi penelitian hadits pada kritik matan)
Memaparkan pemikiran kurang memberi atensi yangcukup mendalam tentang masalah sanad.
Pengujian pemahaman hadits
Pengujian ayat Al-Qur’an, hadits lain, fakta historis,
Memahamihadis sesuaipetunjuk Al-Qur’an,menghimpunhadits yang
kebenaran ilmiah.
setema,menggabungkan haditsyang tampakkontradiktif, memahamihaditssesuaidengan latarbelakangsituasikondisitujuan,membedakanantarasarana yangberubah-ubahtetapitujuantetap,membedakanungkapanhaqiqah danmajaz,memastikanmakna kata-kata dalamhadits
Prioritas pengujian
Pengujian pertama
Tidak ada prioritas
Tidak ada prioritas
Implikasi pemikiran
Materi-materi hadits yang diangkat memberikan pengayaan tersendiri dalam studi pemahaman Nabi34
34 Ibid., Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif...,hlm., 189-222.
KESIMPULAN
Harus diakui, tawaran metode pemahaman hadis danimplementasinya yang dikemukakan Muhammad Al-Ghazali,Yusuf Qardhawi dan Suhudi Ismail telah memberikontribusi yang cukup besar dalam menjawab berbagaipersoalan umat Islam saat ini, terlebihkeduanya concern terhadap metode dan contens (isi)-nyasekaligus. Korelasi metode dan isi sangat erat,sehingga metode teraplikasikan dalam isi.
Pemahaman kontekstual terhadap hadis pada saat sekarangdan untuk yang akan datang memang suatu keniscayaan.Kontekstualisasi terhadap hadis nabi menjadikan ajaranislam fleksibel, luwes dan rasional sesuai denganajaran Islam. Namun demikian, kontekstualisasi harusdilakukan secara hati-hati, khususnya hal-hal yangberkaitan dengan akidah, ibadah dan hal-hal gaib.Disamping itu, kontekstualisasi harus mempertimbangkanaspek universal, lokal dan partikular ataupun situasidan kondisi tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Fatimah,Siti. 2009. Skripsi Metode Pemahaman Hadits Nabi DenganMempertimbangkan Asbabul Wurud Studi Komparasi Yusuf al-Qardhawidan Suhudi Ismail. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.
Suryadi. 2008. Metode Kontemporer Memahami Hadis NabiPerspektif Muhammad al-Ghazali dan Yusuf al-Qardhawi.Yogyakarta: Teras.