Post on 27-Mar-2023
1
Faham Asy’ariyah dan Maturidiyahserta Ajarannya
DosenPengampu:
Abd.Rozaq.M.Ag
Kelompok7:
Herlina Dwi Aprilia (13620117)
Army Purwanti (13620118)
Nurul Baroroh (13620119)
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
2
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGIUNIVERSITAS ISLAM MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2015
KATA PENGANTAR
م ب��سم ال�له ال�رح�من ال�حي�
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul AMPHIBIA dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah ZOOLOGI
CHORDATA. Penulisan makalah ini dapat terselesaikan atas bantuan
dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Fitriyah M.Si. sebagai dosen pengampu mata kuliah ZOOLOGI
CHORDATA.
2. Orang tua yang telah banyak memberikan dukungan dan
sumbangan moral maupan material.
3. Teman-teman yang telah banyak membantu penulisan makalah
ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik dan tepat
waktu.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan dan
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
3
kesempurnaan makalah ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi
semua pihak yang berkepentingan.
Malang, 11 Maret 2015
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1.............................................Latar
Belakang.....................................1
1.2.............................................Rumusan
Masalah......................................3
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
4
1.3.............................................Tujuan
.............................................3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Amphibi, Karakteristik, Dan Klasifikasinya
.......................................................4
2.2 Sistem Rangka Dan Otot Pada Amphibi.........16
2.3 Sistem Sirkulasi Pada Amphibi...............19
2.4 Sistem Pencernaan Pada Amphibi..............20
2.5 Sistem Pernafasan Pada Amphibi..............22
2.6 Sistem Urogenital Pada Amphibi..............23
2.7 Sistem Saraf Dan Indera Pada Amphibi........24
2.8 Sistem Reproduksi Dan Endokrin Pada Amphibi.26
BAB III PENUTUP
3.1.............................................Kesimpula
n............................................28
DAFTAR PUSTAKA.........................................30
BAB I
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
5
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Munculnya berbagai macam golongan-golongan aliran pemikiran
dalam Islam telah memberikan warna tersendiri dalam agama
Islam.Pemikiran-pemikiran ini muncul setelah wafatnya
Rosulullah.Ada beberapa factor yang menyebabkan unculnya berbagai
golongan dengan segala pemikiranya.Diantaranya adalah faktor
poitik sebagaimana yang telah terjadi pertentangan antara
kelompok Ali dengan pengikut Muawiyah, sehingga memunculkan
golongan yang baru yaitu golongan khawarij. Lalu muncullah
golongan-golongan lain sebagai reaksi dari golongan satu pada
golingan yang lain.Golongan-golongan tersebut mempunyai pemikiran
yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Ada yang masih
dalam koridor Al-Qur’an dan sunnah, akan tetapi ada juga yang
menyimpang dari kedua sumber ajaran Islam tersebut. Ada yang
berpegang pada wahyu, dan ada pula yang menempatkan akal yang
berlebihan sehingga keluar dari wahyu.Dan ada juga yang mnamakan
dirinya sebagai ahlussunnah wal jama’ah.
Adapun ungkapan ahlussunnah (sering juga disebut sunni)
dapat dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu umum dan khusus.
Sunni dalam pengertian umum adalah lawan dari kelompok syi’ah.
Dalam pengertian ini mu’tazilah termasuk juga asy’ariyah masuk
dalam barisan sunni. Sunni dalam arti khusus adalah mazhab yang
berada dalam barisan Asy’ariyah dan merupakan lawan
mu’tazilah.Pengertian kedua inilah yang dipakai dalam pembahasan FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
6
makalah ini.Selanjutnya, termasuk ahlussunnah banyak dipakai
setelah munculnya aliran Asy’ariyah dan Maturidiyah, dua aliran
yang menentang aliran Mu’tazilah. Harun Nasution dengan meminjam
keterangan Tasy Kubro Zadah menjelaskan bahwa aliran ahlussunnah
muncul atas keberanian Abu Al Hasan Al Asy’ari sekitar tahun 300
H.
Asy'ariyah sebagai salah satu aliran dalam teologi Islam,
mencuat ke atas secara vulgar sebagai manifestasi sikap kritis
dan reaktif terhadap pemikiran yang berkembang sebelumnya
terutama aliran Mu'tazilah. Pendiri aliran ini tidak pernah
memberikan label nama tertentu terhadap aliran ini, tapi para
pengikutnyalah yang memberi nama dengan menisbatkan kepada
pendirinya yakni Abu Hasan Ibnu Ismail al-Asy’ari.Sekalipun pada
awal kemunculannya, aliran ini mengesankan hanya sebagai kelompok
sempalan dari aliran Mu'tazilah.
Sedangkan Aliran Maturidiyah lahir di Samarkand pada
pertengahan abad IX M. Pendirinya adalah Abu Mansur Muhammad Ibnu
Muhammad ibn Mahmud Al-Maturidi. Maturidiyah semasa hidupnya
dengan Asy’ary, hanya dia hidup di Samarkand sedangkan Asy’ary
hidup di Basrah.Asy’ary adalah pengikut Syafii dan Maturidy
pengikut Mazhab Hanafy.Karena itu kebanyakan pengikut Asy’ary
adalah orang-orang Sufiyyah, sedang pengikut pengikut Maturidy
adalah orang-orang Hanafiah.
1.2 RUMUSAN MASALAH
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
7
Melihat uraian diatas maka penulis dapat merumuskan makalah
ini sebagai berikut:
1. Bagaimana Latar Belakang Kemunculan Faham Asy’ariyah dan
Maturidiyah?
2. Apa Saja Doktrin-Doktrin Ajaran Keduanya?
3. Bagaimana Perkembangan Faham Asy’ariyah dan Maturidiyah?
4. Bagaimana Profil Tokoh-Tokoh Faham Asy’ariyah dan
Maturidiyah?
5. Apa Saja Dampak Positif dan Negatif Faham Asy’ariyah dan
Maturidiyah?
1.3 TUJUAN
Adapun maksud dan tujuan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui Latar Belakang Kemunculan Faham Asy’ariyah
dan Maturidiyah.
2. Untuk mengetahui Doktrin-Doktrin Ajaran Keduanya.
3. Untuk mengetahui Perkembangan Faham Asy’ariyah dan
Maturidiyah.
4. Untuk mengetahui Profil Tokoh-Tokoh Faham Asy’ariyah dan
Maturidiyah.
5. Untuk mengetahui Dampak Positif dan Negatif Faham Asy’ariyah
dan Maturidiyah.
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
8
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 FAHAM ASY’ARIYAH
2.1.1 Latar Belakang Kemunculan Asy’ariyah
Asy’ariyah adalah aliran yang berasal dari nama seorang yang
berperan penting, yakni pendirinya aliran Asy’ariyah yaitu Hasan
Ali bin Ismail al Asy’ari keturunan dari Abu Musa al
Asy’ary.1Menurut bebrapa riwayat, al Asy’ari lahir di Bashrah
pada tahun 260H/875M. Setelah berusia 40 tahun beliau hijrah ke
kota Baghdad dan wafat disana pada tahun 324H/935M.2 Menurut Ibn
‘Asakir, ayah al-asy’ari adalah seorang yang berpaham ahlusunnah
dan ahli hadis. Sebelum belia wafat, beliau berwasiat kepada
seorang sahabatnya yang bernama Zakarian bin Yahya As-Saji agar
mendidik al-Asy’ari. Oleh sebab itu aliran ini dinisbahkan dari
nama pendirinya atau pelopornya yaitu Hasan Ali bin Ismail al
Asy’ari. Ibunya menikah lagi dengan seorang tokoh Mu’tazilah yang
bernama Abu ‘Ali Al-Jubba’i.
Setelah pernikahan ibunya bersama seorang tokoh Mu,tazilah.
Ayah tirinya al-Asy’ari kemudian mendidiknya hingga beliau
1 DRS. BASHORI, Ilmu Tauhid: Ilmu Kalam, Malang, 2001, hlm . 92.2 Prof. Dr. H. Abdul Rozaq, M.Ag.; Prof.Dr.H. Rosihon Anwar,M.Ag, Ilmu Kalam EdisiRevisi, Bandung, 2012, hlm.146.
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
9
menjadi seorang tokoh Mu,tazilah. Beliau sering menggantikan ayah
tirinya dalam perdebatan menentang lawan-lawan Mu,tazilah. Selain
berguru kepada ayah tirinya, beliau juga berguru kepada ulama
lain tentang hadist, fiqh, tafsir, dan bahasa seperti kepada Al-
Saji, Abu Khalifah al Jumhi, Sahal ibn Nuh, Muhammad Ya’kub,
Abdur Rahman ibn Khilafah dan lain-lain. Demikian juga beliau
belajar fiqh Syafi’I kepada seseorang ahli fiqh yaitu Abu Ishaqal
Maruzi seorang tokoh Mu,tazilah di bashrah.3
Al-Asy’ari menganut faham Mu’tazilah hanya sampai berusia 40
tahun.Setelah itu, secara tiba-tiba beliau mengumumkan dihadapan
jamaah masjid Bashrah bahwa dirinya telah meninggalkan faham
Mu’tazilah dan menunjukan keburukan-keburukannya. Pada hari
jum’at beliau naik ke mimbar masjid Bashrah dan menyatakan secara
resmi keluar dari aliran Mu’tazilah dengan pidato” Wahai sekalian
manusia, barang siapa mengenalku sungguh dia telah
mengenalku.Barang siapa mengenalku maka aku mengenalnya sendiri.
Aku adalah fulan bin fulan, dahulu aku berpendapat bahwa Al-Qur’an
adalah makhluk, bahwa sesungguhnya Allah tidak melihat dengan
mata, bahwa perbuatan–perbuatan jelek aku sendiri yang
memperbuatnya. Aku bertaubat dan menolak faham-faham Mu’tazilah
dan keluar daripadanya.”Para ahli sepakat al-Asy’ari keluar dari
Mu’tazilah tepat pada bulan Ramadhan tahun 280H/912 atau
300H/915.
3 Sarkowi, S.PdI, M.A, Teologi Islam Klasik: Mengurai Akar Pemikiran Aliran-Aliran Teologi Islam Klasik,Resist Literacy, Malang, 2010, hlm. 71.
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
10
Imam Abu Hasan Al Asy’ari setelah keluar merumuskan ajaran-
ajarannya kembali berdasarkan manhaj salafuh saleh, dengan
mendasarkan kepada nash Al-qur’an dan Hadist, tetapi menerangkan
dengan menggunakan metode scholatis yang rasional sebatas
memperkuat dan menjelaskan pemahaman nash. Ternyata rumusan-
rumusan ajaran beliau diterima oleh mayoritas umat islam.
Harun Nasution menyebutkan bahwa lahirnya aliran ini
dianggap sebagai tonggak kemenangan ahluhsunnah wal jamaah adalah
sebagai reaksi atas munculnya aliran Mu’tazilah yang tidak banyak
berpegang pada sunnah atau tradisi nabi Muhammad sehingga aliran
ini mendapat dukungan masyarakat yang sangat minor.
Seorang pengikut al-Asy’ari yaitu Ibn Asakir menjelaskan
bahwa selama kamu belajar ilmu kalam kepada AL-Jubbai, dia
seringkali mengajukan beberapa pertanyaan kepada guru dan ayah
tirinya tidak ada yang memuaskan dirinya. Akibatnya ia selalu
berada dalam kebingungan tentang keyakinan yang dipegangnya.
Ditengah kebingungan yang melanda Al-Asy’ari, seperti cerita Ibn
Asakir pernah berkata “ Dalam benakku terdapat sesuatu yang
ganjil, kemudian saya shalat dua rakaat dan memohon kepada Allah
untuk ditunjukkan kejalan yang benar, kemudian saya tidur dan
mimpi bertemu Nabi, saya mengadukan kegundahanku kepada beliau
kemudian beliau bersabda ‘tetaplah kau berpegang teguh pada
sunnahku’ kemudian saya terjaga dan seketika saya memelajari
persoalan kalam yang terdapat dalam Al-qur’an dan hadis dan saya
mengabaikan persoalan-persoalan yang lain”.
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
11
Ada dua faktor yang menjadi penyebab keluarnya Asy’ari dari
aliran Mu’tazilah. Pertama faktor subyektif, yaitu pengakuan Al-
Asy’ari telah bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW, sebanyak
tiga kali, yaitu pada malam ke-10, malam ke-20, malam ke-30 bulan
Ramadhan.Dalam tiga mimpinya itu Rasulullah memperingatkannya
agar meninggalkan faham Mu’tazilah dan membela faham yang telah
diriwayatkan dari beliau.4
Kedua faktor obyektif ialah beliau menemukan adanya beberapa
pandangan yang kontroversial dalam aliran Mu’tazilah. Salah
satunya adalah dialog Asy’ari dengan al-Juba’i yang berakhir
dengan ketidakpuasan imam Asy’ari karena al-Juba’i tidak bisa
menjawab pertanyaan yang beliau utarakan. Salah satu diaolog itu
adalah mengenai kedudukan seorang mukmin, kafir dan anak kecil.
Sebagaimana yang telah terangkum dalam perdebatan dengan Asy’ari
bersama Al-juba’i :
Al-Asy’ari : Bagaimana kedudukan ketiga orang berikut yakni,
mukmin, kafir, dan anak kecil di akhirat ?
Al Jubba’i : Yang mukmin mendapat tingkat baik didalam surga,
yang kafir masuk neraka dan yang kecil terlepas dari
bahaya neraka.
Al-Asy’ari : Kalau yang kecil ingin memperoleh tempat yang lebih
tinggi disurga, mungkinkah itu ?
4Ibid.,hlm.72. FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
12
Al Jubba’i : Tidak yang mungkin mendapat tempat yang baik itu,
karena kepatuhannya kepada tuhan, sedang si kecil itu
belum mempunyai kepatuhan.
Al-Asy’ari : Kalau anak kecil itu mengatakan kepada tuhan, itu
bukan salahku. Jika sekiranya engkau bolehkan aku terus
hidup aku akan mengerjakan perbuatan-perbuatan baik
seperti yang dilakukan orang-orang mukmin.
Al Jubba’i :Allah akan menjawab : Aku tahu bahwa jika engkau
terus hidup engkau akan berbuat dosa dan oleh karena
itu akan kena hukuman. Maka untuk kepentingan mu. Aku
cabut nyawamu sebelum engkau sampai pada umur tanggung
jawab.
Al-Asy’ari : Sekiranya yang kafir mengatakan Engkau ketahui masa
depanku sebagaimana Engkau ketahui masa depannya.Apa
sebabnya Engkau tidak jaga kepentinganku?
Dan sampai disini al Jubba’Ii terpaksa diam.5 Untuk
selanjutnya al Asy’ari menjadi merasa ragu-ragu akan kebenaran
doktrin Mu’tazilah yang selama ini beliau anut. Kemudian beliau
mengasingkan diri dirumah selama lima belas tahun untuk
memikirkan ajaran-ajaran Mu’tazilah.
Menurut Ahmad Mahmud Subhi perasaan syak dalam diri al
Asy’ari yang kemudian mendorongnya untuk meninggalkan faham
Mu’tazilah ialah karena al Asy’ari menganut madzhab Syafi’i.yang
5 DRS. BASHORI, Ilmu Tauhid: Ilmu Kalam, Malang, 2001, hlm . 94. FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
13
konsep teologinya berlainan dengan ajaran-ajaran Mu’tazilah.
Sebagaiman dalam pernyataan al Syafi’i bahwa Al-qur’an adalah
tidak diciptakan tetapi bersifat qadim dan Tuhan dapat dilihat
diakhirat nanti.
Disamping itu Asy’ari melihat adanya perpecahan dikalangan
kaum muslimin yang dapat melemahkan mereka, kalau tidak segera
diakhiri. Dan ia sangat khawatir, kalau Al-qur’an dan hadist-
hadist nabi menjadi korban faham-faham aliran Mu’tazilah yang
menurut pendapatnya itu tidak dibenarkan karena didasarkan atas
pemujaan akal pikiran.
Dan Asy’ari menerima Ilmu Kalam bukan cuma dalam pembicaraan
dan perdebatan, melainkan juga dengan menulis berbagai buku, ada
yang menyebutkan kira-kira 90 buah buku karangan yang berkaitan
dengan ilmu kalam, tapi yang paling penting terkenal dikatakan
oleh A. Hanafi MA ada tiga yaitu :
1. Maqalat al Islamiyyin (pendapat golongan-golongan islam),
yaitu kita yang pertama kali dikarang tentang kepercayaan
golongan islam dan merupakan sumber terpenting karena
ketelitian dan kejujuran pengarangnya. Kitab ini dibagi
tiga, pertama berisi pendapat bermacam-macam golongan
islam, kedua tentang pendiri ahli hadist dan sunnah, dan
ketiga tentang bermacam-macam persoalan ilmu kalam.
2. Al-Ibanah ‘an Ushul Addiyanah (keterangan tentang dasar-
dasar agama). Kitab ini menguraikan kepercayaan ahli
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
14
sunnah dengan pujian Ahmad bin Hanbal dan menyebutkan
kebaikan-kebaikannya.
3. Alluma’ (sorotan) isinya untuk membantah lawan-lawannya
dalam persoalan ilmu kalam.6
Salah satu hasil rumusan Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari dalam
bidang akidah, yang diikuti oleh umumnya kaum muslimin yang
bermazhab al-Syafi’i adalah “ sifat dua puluh” dasar pemikiran
adanya rumusan “sifat dua puluh” bagi Allah adalah pemikiran
filsafat Yunani tentang wujud. Dalam filsafat Yunani, seperti
terlihat pada pemikiran Ibn Sina, wujud itu terbagi tiga, wajib
al-wujud, mukmin al-wujud, dan mustabil al-wujud yaitu wujud yang
wajib, wujud yang mungkin dan wujud mustahil. Wujud Allah
merupakan wujud yang wajib atau wajib al-wujud .karena wujud
Allah itu wajib, maka sifat Allah pun wajib sebab, dalam
pandangan ahlu sunnah, sifat dan zat merupakan dua entitas yang
tidak dapat dipisahkan. Menurut Imam abu al-Hasan al-Asy’ari
sifat yang wajib pada Allah itu ada dua puluh sifat, seperti umum
yang diyakini oleh kaum muslimin di Indonesia.7
Al-Asy’ari merumuskan pandangan teologinya dalam al-Luma’ fi
ar-Radd ala ahl az-Ziyag wa al-Bida’.Bekal dalam menjawab orang-
orang yang menyimpang dan melakukan bidah.8Dalam usaha positif
beliau mengambil jalan tengah antara mempertahankan kepercayaan
dan penggunaan akal dalam memahami masalah ke Tuhanan.Sikap6Ibid.,hlm.96.7 H. Soekama Karya dkk, Ensiklopedia Mini, Kategiri Khusun, Jakarta, 1996, hlm. 14.8 Biari M. Jaelani, Ensiklopedia Islam, Panji Pustaka, Yogyakarta, 2007, hlm. 72.
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
15
sintesis ini sangat besar pengaruhnya dan menyebabkan kaum
muslimin tidak mengetahui benturan-benturan yang berarti dengan
kemajuan-kemajuan dan penemuan-penemuan modern.Sikap kaum
Mu’tazilah yang mengkultuskan akal dapat dinetralisir dalam
Asy’ariyah.
Tetapi bagaimanapun al-Asy’ari meninggalkan paham Mu’tazilah
seketika golongan ini sedang berada dalam fase kemunduran dan
kelemahan.Setelah al-Mutawakkil membatalkan putusan al-Ma’mun
tentang penerimaan aliran Mu’tazilah sebagai mazhab Negara,
kedudukan kaum Mu’tazilah mulai menurun, apalgi setelah al-
Mutawakkil menunjukkan sikap dan penghormatan terhadap diri Ibn
Hanbal, lawan Mu’tazilah terbesar waktu itu.
Dalam suasana demikianlah al- Asy’ari keluar dari golongan
Mu’tazilah dan menyusun teologi baru yang sesuai dengan aliran
orang yang berpegang kuat pada hadist. Adapun faktor-faktor yang
menyebabkan kemajuan aliran Asy’ariyah dan cepat mendapatkan
simpati dikalangan kaum muslimin pada waktu itu antara lain :
1. Mempunyai tokoh-tokoh kenamaan yang dapat
mengkonstruksikan ajaran-ajarannya atas dasar filsafat
metafisika.
2. Kaum muslimin pada waktu itu telah bosan menghadapi dan
mendengar diskusi atau perdebatan-perdebatan pada
perbedaan pendapat pertentangan persoalan al-Qur’an
khususnya yang dicetuskan oleh aliran Mu’tazilah,
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
16
sehingga menyebabkan tidak simpatinya terhadap aliran
tersebut.
3. Al-Asy’ari doktrin-doktrinnya yang dikeluarkan mengambil
jalan tengah antara golongan rasional dan golongan
tekstualis, dan ternyata jalan tersebut dapat diterima
oleh mayoritas kaum muslimin.
4. Sejak masa khalifah Al-Mutawakkil (Bani Abassiyah) pada
tahun 848 M, khalifah membatalkan pemakaian aliran
Mu’tazilah sebagai mazhab Negara, sehingga kaum muslimin
pun tidak mau menganut aliran yang telah dibatalkan
(ditinggalkan) oleh khalifah, beralih kepada aliran
Asy’ariyah yang didukung oleh khalifah.9
Formulasi pemikiran Asy’ari, secara esensial
menampilkan sebuah upaya sintesis antara formulasi ortodoks
ekstrem pada satu sisi dan Mu’tazilah pada sisi lain. Dari segi
etosnya pergerakan tersebut memiliki semangat ortodoks.Aktualitas
formulasinya jelas menampakkan sifat yang reaksionis terhadap
Mu’tazilah, sebuah reaksi yang tidak bisa 100 % menghindarinya.
Corak pemikiran yang sintesis ini, menurut Watt dipengaruhi
teologi Kullabiah (teologi sunni yang dipelopori Ibn Kullab).10
2.1.2 Doktrin-Doktrin Asy’ariyah
9 DRS. BASHORI, Ilmu Tauhid: Ilmu Kalam, Malang, 2001, hlm . 97.
10 Prof. Dr. H. Abdul Rozaq, M.Ag.; Prof.Dr.H. Rosihon Anwar,M.Ag, Ilmu Kalam Edisi Revisi, Bandung, 2012, hlm.147.
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
17
Adapun pemikiran atau doktrin-doktrin dari aliran Asy’ariyah
adalah sebagai berikut :
a. Tuhan dan sifat-sifat-Nya
Mengesahkan Allah adalah wajib, namun perbedaan pendapat
tentang sifat-sifat Allah tidak dapat dihindarkan.Sebagai
penentang Mu’tazilah, sudah tentu imam Asy’ariyah berpendapat
bahwa tuhan mempunyai sifat.Menurut beliau, mustahil tuhan
mengetahui dengan dzat-Nya karena dengan demikian dzat-Nya adalah
pengetahuan dan tuhan sendiri adalah pengetahuan.
Tuhan bukan pengetahuan (‘ilm) tetapi yang mengetahui
(‘alim).Tuhan mengetahui dengan pengetahuan dan pengetahuan-Nya
bukanlah dzat-Nya. Demikian pula dengan sifat-sifat yang lain,
seperti sifat hidup, berkuasa, mendengar dan melihat Al-Asy’ari
menjelaskan bahwa sifat-sifat tuhan itu bukan sesuatu yang lain
yang berada diluar dzat Tuhan, melainkan sesuatu yang inheran ada
dalam zat. Rumusan Al-Asy’ari sebagai berikut :
اة� ان له ح�ي� ه ح�ي� �ى ان� �درة� وم�عن ادر ان له ق�� ه ق�� �ى ان� �ال�له ع�ا ل�م ان له ع�لما وم�عن �ى ان� �م�عن
“Pengertian Allah itu zat yang mengetahui adalah bahwa ilmu itu ada bagi Allah,. ,…
”…
ا ل�له مه� ن�� ا ئ�1 ها ق�� �ن� ي�رة وا5 �ه لا هى� غ ا ن�� �ه ل�د ا ن�� �س�ما1 ال�له و ص�ف ن ا1 ا5 FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
18
“ Sesungguhnya asma dan sifat-sifat Allah itu ada pada zat-Nya, sifat dan asma itu
juga tidak lepas dari Allah. Bukan sesuatu yang lain yang berada diluar Allah.”
Dalam rumusan tersebut, rumusan yang diberikan oleh Al-
Asy’ari membuat kita bisa mengibaratkannya dengan seorang laki-
laki, katakanlah si A. Wujud si A hanya satu, sendiri,tetapi ia
memiliki sifat-sifat dan juga perbuatan-perbuatan, akan tetapi
sifat-sifat itu bukanlah wujud dari si A.
Pengkiyasan bsemacam ini tidak bisa diartikan sebagi
pemersamakan antara tuhan dengan manusia, melainkan harus
difahami sebagai sesuatu metode yang agak dekat bisa diterima
secara rasio dalam menjelaskan tentang sifat dan zat Tuhan.11
Asy-Ari’yah sebagai aliran tradisonal yang memberikan daya kecil
kepada akal juga menolak faham-faham Tuhan mempunyai sifat
jasmani dipandang sama dengan sifat jasmani manusia.
Hal ini tidak boleh ditakwilkan dan harus diterima
sebagaimana makna harfiahnya.Oleh sebab itu, Tuhan dalam
pandangan Asy’ari mempunyai mata, wajah, tangan serta bersemayam
disinggasana. Namun semua itu la yukayyaf wa la yuhadd (tanpa
diketahui bagaimana cara dan batasnya).
b. Kebebasan dalam berkehendak (free-will)
Manusia memiliki kemampuan untuk memilih dan menentukan
serta mengaktualisasikan perbuatannya.Al-Asy’ari mengambil
11 Sarkowi, S.PdI, M.A, Teologi Islam Klasik: Mengurai Akar Pemikiran Aliran-Aliran Teologi Islam Klasik,Resist Literacy, Malang, 2010, hlm. 74.
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
19
pendapat menengah diantara dua pendapat yang eksterem, yaitu
Jabariah yang fatalistic dan menganut paham pra-determinisme
semata-mata.Dan Mu’tazilah yang menganut paham kebebasan mutlak
dan berpendapat bahwa manusia menciptakan perbuatannya sendiri.12
Aliran Asy’ariyah memandang manusia itu lemah.Dalam hal ini
kaum Asy’ariyah lebih dekat kepada paham jabariah daripada paham
Mu’tazilah.Manusia dalam kelemahannya banyak bergantung pada
kehendak dan kekuasaan Tuhan. Untuk menggambarkan hubungan
perbuatan manusia dengan kemauan dan kekuasaan mutlak Tuhan, imam
Asy’ari memakai kata al-kasb (perolehan).
Imam Asy’ari membedakan antara khaliq dan kasb.Menurutnya
Allah adalah pencipta (khaliq) perbuatan manusia sedangkan
manusia sendiri yang mengupayakan (muktasib).Hanya Allah-lah yang
mampu menciptakan segala sesuatu termasuk keinginan manusia.Arti
iktisab menurut imam Asy’ari adalah sesuatu terjadi dengan
perantara daya yang diciptakan dan dengan demikian menjadi
perolehan atau kasb bagi orang yang dengan dayanya perbuatan itu
timbul.13 Dari sini al-Asy’Ari mengemukakan teori kasb tersebut
dalam :
Dalam kitabnya Al-luma beliau memberikan penjelasan yang
sama. Arti sebenarnya kata al-kasb adalah bahwa sesuatu timbul
dari muktasib (yang memperoleh) dengan perantara daya yang
12 Prof. Dr. H. Abdul Rozaq, M.Ag.; Prof.Dr.H. Rosihon Anwar,M.Ag, Ilmu Kalam Edisi Revisi, Bandung, 2012, hlm.148.
13Ibid,.hlm. 75. FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
20
diciptakan.Term-term “diciptakan” dan “memperoleh” mengandung
pemahaman kelemahan manusia diperbandingkan dengan kekuasaan
mutlak Tuhan, dan pertanggungjawaban manusia atas perbuatan-
perbuatannya.
Berkata imam Asy’ari :” Sesungguhnya manusia itu berusaha
untuk melakukan suatu perbuatan, namun sering terjadi bahwa hasil
perbuatannya itu bukan seperti apa yang dikehendaki dan apa yang
diusahakan. Ini berarti bahwa manusia itu tidak menciptkan
perbuatannya.Dari sini al-Asy’ari mengemukakan teori kasb.Yaitu :
ه� ق� ي� على ع�لى ال�حق� دور ال�محدثI م�ن ال�لهي� عل ال�مف� �ا ل�ف ه ن�� �Rرادن د وا5 درة� ال�عي� علق� ال�ف� ال�كسب� ه�و ت��“ Kasb adalah tergantungnya kudrah dan iradah (kehendak) manusia kepada
perbuatan yang terjadinya itu ditakdirkan oleh Tuhan pada hakekatnya.”
Menurut Asy’ari manusia mempunyai kudrah dan iradah untuk
berbuat, hanya saja ia tergantung kepada takdir dari
Allah.orientasi perbuatan manusia al-Asy’ari adalah hubungan
antara perbuatan manusia dengan hasilnya, keberhasilannya atau
kegagalannya. Apa yang dikerjakan manusia, kepastian hasilnya
tidak ditentukan oleh manusia melainkan oleh “perbuatan” Tuhan.
Suatu bidang yang tidak menjadi tekanan pembicaraab
Mu’tazilah lebih menekankan pada orientasi taklif. Yakni Tuhan
memberikan taklif kepada manusia sejalan dengan pemberian
kebebasan kepada manusia untuk berbuat, dan perbuatan yang
dikerjakan menurut kehendak dan kebebasannya itulah Tuhan akan
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
21
menghisabnya. Misalnya, kalau manusia dibebani kewajiban shalat,
itu karena manusia memiliki daya dan kekuatan untuk melakukannya.
Perbuatan-perbuatan manusia, bagi al-Asy’ari buukanlah
diwujudkan oleh manusia sendiri melainkan diciptakan oleh
Allah.Perbuatan kufr adalah buruk, tetapi orang kafir ingin
supaya perbuatan kufr itu sebenarnya bersifat baik.Apa yang
dikehendaki orang kafir ini tidak dapat diwujudkannya. Dengan
demikian yang mewujudkan perbuatan kufr itu bukanlah orang kafir
yang tak sanggup membuat kufr bersifat baik, tetapi Tuhanlah yang
mewujudkannya dan Tuhan memang berkehendak supaya kufr bersifat
buruk.14
c. Akal dan wahyu dan kriteria baik dan buruk
Meskipun Al-Asy’ari dan orang-orang Mu’tazilah mengakui
pentingnya akal dan wahyu, tetapi berbeda dalam menghadapi
peersoalan yang memperoleh penjelasan kontradiktif dari akal dan
wahyu. Al-Asy’ari mengutamakan wahyu, sementara Mu’tazilah
mengutamakan akal.Dalam menentukan baik buruk pun terjadi
perbedaan pendapat diantara mereka.Al-Asy’ari berpendapat bahwa
baik dan buruk harus berdasarkan wahyu, sedangkan Mu’tazilah
mendasarkannya pada akal.15
d. Qadimnya Al-Qur’an
14 Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI Press, Jakarta, 1986, hlm. 70.15 Prof. Dr. H. Abdul Rozaq, M.Ag.; Prof.Dr.H. Rosihon Anwar,M.Ag, Ilmu Kalam Edisi Revisi, Bandung, 2012, hlm.148
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
22
Al-Asy’ari dihadapkan pada dua pandangan ekstrem dalam persoalan
qadimnya Al-Qur’an diciptakan (makhluk), dan tidak qadim serta
pandangan mazhab Hambali dan Zahiriah yang menyatakan bahwa Al-
Qur’an adalah kalam Allah (yang qadimnya tidak
diciptakan).Bahkan, Zahiriah berpendapat bahwa semua huruf, kata-
kata, dan bunyi al-Qur’an adalah qadim.
Dalam rangka mendamaikan kedua pandangan yang saling
bertentangan itu, Al-Asy’ari mengatakan bahwa walaupun al-Qur’an
terdiri atas kata-kata, huruf, dan bunyi, tetapi hal itu tidak
melekat pada esensi Allah dan tidak qadim. Nasution mengatakan
bahwa al-Qur’an bagi Al-Asy’ari tidak diciptakan sebab apabila
diciptakan, sesuai dengat ayat :16
ون ك ي� �ن ف� ول له ك� ف� �اة ان ت� �cن اارد �ىء اد Iش ا ل� �ي و ل� ما ق� �ئ� ا5
“Sesungguhnya firman kami terhadap sesuatu apabila kami menghendakinya,
kami hanya mengatakan kepadanya, ‘Jadilah’ maka jadilah sesuatu itu.” (Q.S. An-
Nahl:40)
e. Melihat Allah
Al-Asy’ari tidak sependapat dengan kelompok ortodoks
ekstrem, terutama Zahiriah, yang menyatakan bahwa Allah dapat
dilihat di akhirat dengan mempercayai bahwa Allah bersemayam di
‘Arsy.Selain itu, Al-Asy’ari tidak sependapat dengan Mu’tazilah
16 Prof. Dr. H. Abdul Rozaq, M.Ag.; Prof.Dr.H. Rosihon Anwar,M.Ag, Ilmu Kalam Edisi Revisi, Bandung, 2012, hlm.149.
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
23
yang mengikari ru’yatullah (melihat Allah) di akhirat. Dengan
berdalilkan firman Allah Ta’ala:17
ر ي� lب �ح ف� ال� ي� ط و ال�ل اروه� ص درك�s الاب�� �cن و اروه� ص ه الاب�� درك� �Rلان“ Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala
penglihatan itu. “ (QS. Al-An’am : 103)
Dan dalam firman Allah yakni surah Qiyamah ayat 22-23 dan surah
Al-Araf ayat 143 yang berbunyi :
رة� yا ظ� �ها ن� �Rن لى ر رة� ا5 �ا ض � ن� د~ ي1 وم� وة ي�� وج��” Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah
mereka melihat.” (QS. Al Qiyamah : 22-23)
ى � cن ر �وف� ت�� �س �ه ف� ��ا ن� �ك ق�ر م� ي� �� اس ن ا5 ��ل ق� � ي� ح� لى ال� ر ا5 � yظ � اب� كن ى ول� � ن� ي��ر ب~ ال ل� كs ق�� ي� را5 ل� yظ �ب� ى ا1 � ا1 ر ن� ال رث� ه ق�� مه رن�� ل ا و ك� �ي ت� ف� مي� وسى ل� ا ء م� ا ج�� م ول�
ن ي� �ي م� مو1 ل ال� و ا ا1 �كs وا1 ن� ي� ل� ب� ا5 ب� كs ت�� �ي ح ب� ال س� اق� ق�� �ق� ا ا1 لم �ا ق� عف� وسى ص� ر م� �ا وخ� عله دك� ل ج�� ي� لح� ه ل� ن � ير ل ح� ا ت�� لم �ق�
” Dan takkala Musa datang untuk (munajat dengan kami) pada waktu yang telah kami
tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa ” Ya
Tuhanku nampakkanlah (diri engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada
engkau.” Tuhan berfirman : ”Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke
bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat
melihat-Ku.” Takkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya
17Imam Abul Hasan Al-Asy’ari, Al-Ibanah; Buku Putih Imam Al-Asy’ari, At-Tibyan, Solo, 2010, hlm. 85.
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
24
gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar
kembali, Dia berkata : ” Maha suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku
orang yang pertama-tama beriman.”(QS. Al-Araf :143)
Al-Asy’ari yakin bahwa Allah dapat dilihat di akhirat.
Tetapi tidak dapat digambarkan. Kemungkinan ru’yat dapat
dijadikan terjadi ketika Allah yang menyebabkan dapat dilihat
atau ia menciptakan kemampuan penglihatan manusia untuk melihat-
Nya.18
Menurut Al-Asy’ari karena Allah adalah Wujud, maka Allah
dapat dilihat.Allah mempunyai sifat al-Bashar, yaitu sifat qadim
yang lekat pada Dzat-Nya, tanpa menggunakan biji mata ataupun
alat-alat penglihatan yang dikenal manusia. Sebagaimana pula
bahwa Allah mempunyai sifat Al-Mukhalafah lil Hawadits (tidak
sama dengan barang baru/ makhluk), sehingga Allah tidak memiliki
sifat sedikitpun yang mirip dengan sifat mahluk-Nya, dan tidak
bisa digambarkan. Dan kemungkinan ru’yat dapat terjadi manakala
Allah menciptakan kemampuan penglihatan manusia untuk melihat-
Nya.19
f. Keadilan
Pada dasarnya Asy’ari dan Mu’tazilah setuju bahwa Allah itu
adil. Mereka hanya berbeda dalam memandang makna keadilan.
Menurutnya Asy’ari keadilah adalah menempatkan sesuatu pada
18Ibid, hlm. 15019 Sarkowi, S.PdI, M.A, Teologi Islam Klasik: Mengurai Akar Pemikiran Aliran-Aliran Teologi Islam Klasik,Resist Literacy, Malang, 2010, hlm. 77.
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
25
tempat yang sebenaranya, yaitu mempunyai kekuasaan mutlak
terhadap harta yang dimiliki serta mempergunakannya sesuai dengan
kehendak dan pengetahuan pemilik.
Dengan demikian keadilan Tuhan mengandung arti bahwa Tuhan
mempunyai kekuasaan mutlak terhadap makhluknya dan berbuat
sekehendak hati-Nya dalama kerajaan-Nya. Ketidakadilan berarti
sebaliknya, yaitu menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, yaitu
berkuasa mutlak terhadap hak milik orang lain. Beliau berpendapat
bahwa Tuhan tidak berbuat salah dan tidak adil adalah perbuatan
yang melanggar hukum, dank arena di atas Tuhan tidak ada hukum
dan undang-undang yang berlaku maka perbuatan Tuhan tidak pernah
bertentangan dengan hukum.Dengan demikian Tuhan tidak bisa
dikatakan tidak adil.
Sehingga pada dasarnya Asy’ari tidak sependapat dengan
ajaran Mu’tazilah yang mengharuskan Tuhan berbuat adil sehingga
ia hanrus menyiksa orang yang salah dan memberi pahala kepada
orang yang berbuat baik. Menurut Asy’ari bahwa Allah tidak
memiliki keharusan apa pun karena ia adalah penguasa mutlak.20
g. Kedudukan orang yang berdosa besar
Bagi Al-Asy’ari orang yang berdosa besar tetap mukmin,
karena imannya masih ada, tetapi karena dosa besar yang
dilakukannya ia menjadi fasiq. Sekiranya orang yang berdosa besar
bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, maka dalam dirinya akan
20Ibid, hlm. 150. FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
26
tidak didapati kufr atau iman dengan demikian bukanlah ia atheis
dan bukanlah pula monotheis, tidak teman dan tidaj musuh.Hal
serupa ini tidak mungkin, oleh karena itu pula mungkin bahwa
orang yang berdosa besar bukan mukmin dan pula kafir.21
Al-Asy’ari menolak ajaran posisi menengah yang dianut
Mu’tazilah.Mengingat kenyataan bahwa iman merupakan lawan kufur,
predikat bagi seseorang harus satu diantaranya.Jika tidak mukmin,
ia kafir. Sehinnga al-Asy’ari berpendapat bahwa mukmin yang
berbuat dosa besar adalah mukmin yang fasik sebab iman tidak
mungkin hilang karena dosa selain kufur.22
Jadi dapat dirangkum pokok-pokok ajaran Asy’ariyah ialah :
1. Tentang pelaku dosa besar, tidak menjadi kafir, ia tetap
mukmin. Sebagai orang berdosa masih terbuka pintu taubat
untuk memperoleh ampunan-Nya.
2. Mengakui sifat Tuhan bukan Dzat-Nya, maka tuhan mengatuhui
bukan dengan dzat-Nya, melainkan denagan pengetahuan-Nya.
3. Soal imamah tidak jauh dengan Khawarij dan Mu’tazilah karena
islam sesudah Rasulullah, maka menunjuk seseorang imam harus
didasarkan azas musyawarah dan pilihan syah.
4. Qur’an bukan diciptakan, Qur’an sebagi kalamullah adalah
qadim bukan hadits ataupun diciptakan, sedangkan al-Qur’an
yang terdiri dari huruf-huruf dan suara adalah baru.
5. Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala di akherat.21 Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI Press, Jakarta, 1986, hlm. 7122Ibid, hlm. 150.
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
27
6. Perbuatan-perbuatan manusia diciptakan Tuhan.
7. Semua yang diperintahkan adalah baik dan sebaliknya segala
sesuatu yang dilarang tuhan adalah buruk. Namun tidak ada
baik dan buruk secara mutlak, karena semuanya itu menurut
perintah Allah.
8. Keadilan Tuhan adalah kekuasaan mutlak yang tanpa batas itu,
adalah adil kalau tuhan mensurgakan dan menerakakan semua
orang.
9. Tuhan menghendaki kebaikan dan keburukan.
10. Tuhan tidak berkewajiban membuat yang baik dan terbaik
dan memberi pahala kepada orang yang taat dan memberi
siksaan atas orang yang durhaka.
11. Kebaikan dan keburukan bukan ditentukan oleh akal
melainkan wahyu.
Demikianlah aliran Asy’ariyah tibul dengan semangat
perlawanan yang gigih terhadap kaum Mu’tazilah. Dan untuk
perkembangan aliran ini, selanjutnya akan tampak jelas dalam
kaum muslimin yang dikenal dengan ahlus sunnah wal jamaah.23
2.1.3 Perkembangan Asy’ariyah
Pikiran-pikiran Imam al-Asy'ari, merupakan jalan tengah
antaragolongan-golonganberlawana atau antara aliran rasionalis
dan tekstualis.Dalam mengemukakan dalil dan alasan, ia juga
memakai dalil-dalil akal dannaqli bersama-sama. Sesudah ia
mempercayai isi al-Qur'an dan al-Hadits, iamencari alasan-alasan
23 DRS. BASHORI, Ilmu Tauhid: Ilmu Kalam, Malang, 2001, hlm . 100. FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
28
dari akal pikiran untuk memperkuatnya. Jadi ia tidakmenganggap
akal pikiran sebagai hakim atas nash-nash agama untukmena’wilkan
dan melampaui ketentuan arti lahirnya, melainkan
dianggapnyasebagai pelayan dan penguat arti lahir nash tersebut.
Ia tidak meninggalkancara yang lazim dipakai oleh ahli filsafat
dan logika, sesuai dengan alampikiran dan selera masanya.
Meskipun demikian, Imam al-Asy'ari tetap
menyatakan kesetiaanya kepada Imam Ahamd bin Hanbal atau aliran
ahlussunnah yaitu suatu aliran yang menentang aliran Mu’tazilah
sebelum al-Asy'ari, bahkan ia mengikuti jejak ulama salaf yaitu
sahabat-sahabat dantabi’in-tabi’in, terutama dalam menghadapi
ayat-ayat mutasyabihat, di manamereka tidak memerlukan
pena’wilan, pengurangan atau melebihkan ataumelebihkan arti
lahirnya.24
Akan tetapi aliran Asy'ariyah sepeninggal pendirinya sendiri
mengalami perkembangan dan perubahan yang cepat karena pada
akhirnya, aliran Asy'ariyah lebih condong kepada segi aliran
mendahulukannya sebelum nash dan memberikan tempat yang lebih
luas daripada tempat untuk nash-nash itu sendiri. Al-Juwaini
sudah berani memberikan ta’wilan terhadap ayat-
ayatmutasyabihat.25 Bahkan menurut al-Ghazali, pertalian antara
dalil akal dengandalil syara’ (naqli) ialah kalau dalil akal
merupakan fondamen bagi sesuatubangunan, maka dalil syara’
24A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam, Cet. 8, Pustaka al-Husna Baru, Jakarta, 2003,hlm.127.
25Imam al-Juwaini, al-Irsyad, Maktabah al-Khanji, 1950, hlm. 41-42. FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
29
merupakan bangunan itu sendiri. Fondamen tidakakan ada artinya,
kalau tidak ada bangunan di atasnya, sebagaimana bangunantidak
akan kokoh senantiasa tanpa fondamen.26
Buku al-Ghazali yang lain, yaitu al-Iqtishad, dimaksudkannya
untuk memberikan kepercayaan (aqidah) yang tengah-tengah antara
golongan yang terlalu memegangi akal, yaitu golongan filosof dan
Mu’tazilah, sehingga pikiran-pikiran mereka berlawanan dengan
nas-nas yang sudah pasti. Kedua macam sifat tersebut yang hanya
memihak kepada salah satu segi, tidak dapatdibenarkan, sebab
sebenarnya sebagaimana halnya dengan orang yang melihat dengan
baik memerlukan mata yang sehat dan sinar matahari bersama-sama.
Namun buku itu sendiri, yaitu al-Iqtihad, yang berarti metode rate
(jalan tengah) cukup menunjukkan aqidah yang ditempuh oleh
pengarangnya, suatu aqidah dari ahlussunnah. Jadi aliran
Asy'ariyah pada akhir perkembangannyamendekati aliran Mu’tazilah,
karena kedua aliran tersebut memegangi prinsipyang mengatakan
bahwa: “pengetahuan yang didasarkan atas unsur-unsurnaqli
(tradisional) tidak memberikan keyakinan kepada kita”.
Merekamemandang bahwa pengetahuan tersebut tidak mempunyai nilai
kebenaranmutlak (absolut), kecuali dalam hal-hal yang bertalian
dengan amalan-amalansyara’ (fiqih), sedang untuk masalah aqidah
hanya bisa mencapai nilaisekunder.Karena itu hanya dalil-dalil
akal pikiran saja yang memungkinkankita mencapai keyakinan.27
26M. Yusuf Musa, al-Islam wal Hajat al-Insania Illahi, as-Syarikatul Arabiah LitHiba’ati wan Nasyr, 1959, hlm. 44.27Yusuf Musa, et al, al-Aqidah Wasyari’ah fil Islam, Cet. 2, Dar al-Kutub al-Haditsh,1959, hlm. 128.
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
30
Kelanjutannya ialah apabila dalil-dalail naqli berisi hal-
hal yang tidak bisa diterima akal, maka dalil itu harus
dita’wilkan, karena akal pikiran harus didahulukan daripada dalil
naqli.28Bagaimana besarnya pengaruh prinsip tersebut
(mendahulukan akal) dapat kita lihat pada Syekh M. Abduh yang
mengatakan bahwa prinsip tersebut sudah disepakati oleh kaum
muslimin, kecuali mereka yang tidak bisa dipercayai pikiran-
pikirannya.29 Bahkan menurut Ibnu Jauzi kecenderungan kepada
metode aliran Mu’tazilah sudah terlihat sejak dari masa
pendiriannya yang pertama, yang karenanya ia mengatakan bahwa
Imam al-Asy'ari selamanya menjadi orang Mu’tazilah.
Kecenderungan inilah yang menyebabkan mengapa orang-orang
pengikut madzhab Hanbali (ahlussunnah) merasa tidak puas terhadap
aliran Asy'ariyah dan mengadakan perlawanan yang sengit terhadap
mereka, seperti yang pernah dilakukannya terhadap aliran
Mu’tazilah, dan puncak perlawanannya terjadi pada masa Ibnu
Taimiah. Biar bagaimanapun juga
prinsip yang dipegangi oleh aliran Asy'ariyah, namun aliran ini
dapatmenggantikan aliran Mu’tazilah dan dipeluk oleh kebanyakan
kaum muslimin sampai sekarang.
2.1.4 Profil Tokoh-Tokoh Asy’ariyah
Adapun nama tokoh-tokoh dalam aliran Asy-ariyah yang
terkenal antara lain sebagai berikut :
28Hanna al-Fachuri dan Khalil al-Jarr, Tarikhul falsafah al-Arabiah I, Dar al-Ma’arif,Beirut, 1958, hlm. 185.29Syekh Muhammad Abduh, Al-Islam Bainal Ilmi wa Madaniyah, Dar al-Hilal, 1960,hlm. 119.
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
31
1. Al Baqillani (wafat 403 H)
Menurut penuturan Ibn Khalkan, nama lengkapnya adalah Al-
Qadli Abu Bakar Ibn Thayyib Ibn Muhammad Ibn Ja'far Ibn Qasim,
tetapi ia lebih popular dengan nama al-Baqillani. Tempat dan
tanggal lahirnya tidak diketahui secara pasti. Tapi Ibnu Khalkan
hanya berani memberikan informasi bahwa masa awalnya dibesarkan
di Bashrah. Yang dapat diketahui secara pasti beliau meninggal di
Baghdad tahun 403 H / 1013 M.30
Otorita intelektualnya diperoleh dari dua orang murid utama
al-Asy'ari, yakni Abdillah Ibn Mujahid serta Hasan al-Bahili.Al-
Baqillani dikenal sebagai pakar ilmu kalam, An-Nadlar, serta ilmu
Ushul.Ketiga ilmu tersebut diperoleh dari Ibn Mujahid. Menurut
Ibn Asakir, ketiga ilmu tersebut juga diperdalam bersama-sama
Ibnu Furak dan al-Asfaraini. Apabila Asfaraini lebih banyak
mendekati Al-Bahili, maka al-Baqillani dan Ibn Furak lebih banyak
mendekati Mujahid. Dalam pandangan Ibnu Taimiyah,
Al-Baqillani merupakan salah seorang Mutakallimin Asy'ariyah
yang terbaik.
Al-Baqillani dikenal sebagai orator, dan agitator yang
mengagumkan karena ia memiliki gaya retorika yang komunikatif,
juga piawai dalam berdiplomasi. Kemampuan al-Baqillani
disempurnakan dengan kemampuan menulis buku secara
produktif.Diantaranya seperti kitab I’jazul Qur’an, kitab pertama
beliau yang diterbitkan dan paling tinggi nilainya.
30 Muhammad Idrus Ramli, Mazhab Al-Asy’ari, Khalista, Surabaya, 2009, hlm. 74. FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
32
2. Ibnu Faurak (wafat 406 H)
Al Imam Abu Bakar Muhammad bin Al Hasan bin Furak al
Ashbihani al-Syafi’I, pakar fiqih mazhab al-Syafi’I, ushul fiqih,
teologi, sastra, gramatika dan lain-lain. Tidak ada data yang
menjelaskan ia pernah tinggal di Irak untuk belajar al-Syafi’I
dan teologi mazhab al-Asy’ari kepada al Bahili, murid al-Asy’ari.
Selain pakar dalam bidang teologi Ibn Furak juga pakar dalam
bidang ilmu hadist.Beberapa ahli hadist terkemuka seperti al-
Hakim, al-Baihaqi, dan lain-lain telah belajar hadist
kepadanya.Ibn Furak termasuk ulama yang sangat produktif dengan
menulis, sekitar seratus karangan dalam berbagai studi seperti
ushul fiqih, hadist, teologi, fiqih dan lain-
lain.Diantarakaryanya adalah Musykil al-Hadist, Musykil al-Atsar, Tafsir al-
Qur’an, Syarh Awa’il al Adillah, Thabaqat al Mutakallimin dan lain-lain.31
Ibn Faruk adalah ulama yang sangat gigih dalam
memperjuangkan faham ahlu sunnah wal jamaah membela kebenaran dan
memberantas kesesatan dalam hal akidah terutama menghadapi
kelompok Karramiyah, aliran yang berfaham tajsim dan didirikan
oleh Muhammad bin Karram al-Sijistani. Hal tersebut mendorong
pengikut Karramiyah untuk memifitnah Ibn Furak kepada Sultan
Mahmud bin Subaktikin al-Ghaznawi. Mereka melaporkan kepada
sultan bahwa Ibn Furak mengikari kenabian nabi Muhammad SAW
setelah wafatnya.
31 Muhammad Idrus Ramli, Mazhab Al-Asy’ari, Khalista, Surabaya, 2009, hlm. 76.
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
33
3. Ibnu Ishak al Isfaraini (wafat 418 H)
Al Imam Ruknuddin Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad bin Ibrahim
bin Mihran al-Asfarayini, ulama terkemuka dalam bidang teologi,
ushul fiqih, dan fiqih ynag diakui mencapai derajat mujtahid pada
masanya dan memiliki banyak karya yang menabjukan. Selain itu
beliau juga seorang muhaddist yang dipercaya.
Abu Ishaq al-Asfarayini sangat dihormati oleh para ulama hal
itu disamping karena faktor ketinggian ilmunya juga karena
ketekunannya dalam beribadah.Al Hafizh Abdul Ghafir al Farisi
mengatakan, al-Ustadz Abu Ishaq merupakan ulama yang menjadi
kebanggaan negeri-negeri didaerah timur terutama Khurasan dan
sekitarnya.
Dia seorang ulama yang sangat tekun dalam beribadah. Abu
Iahaq wafat tahun 418 H / 1027 M, dan meninggalkan beberapa karya
yang penting antara lain al-Jami’ fi Ushul al-Din wa al-Radd ‘ala
al-Mulhidin, Masail al-Daur, al-Ta’liqah fi Ushul al-Fiqh dan
lain-lain.32
4. Abdul Kahir al Bagdadi (wafat 429 H)
Abu Mashur Abdul Qahir bin Thahir bin Muhammad al-Tamimi al-
Baghdadi, ulama terkemuka pada masanya dalam bidang fiqh, ushul
fiqih, teologi, faraidh,hisab dan lain-lain. Selain kharismatik
Abu Mashur al-Baghdadi juga terkenal sangat berwibawa.Karya-
32 Muhammad Idrus Ramli, Mazhab Al-Asy’ari, Khalista, Surabaya, 2009, hlm. 78.
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
34
karyanya banyak menjadi komsumsi kaum pelajar, karena susunan
bahasanya yang bagus, pemaparannya yang lugas dan metedologinya
yang sistematis.
Dia juga ulama yang produktif, dengan sejumlah karyanya yang
dihasilkan dan menjadi komsumsi para pelajar hingga
dewasa.Diantara karyanya adalah Ushul al-Din, al-Nasikh wa al-
Manshuk, Tafsir Asma’ Allah al-Husna, Fadhail al-Qodariyah, al-
Takhmiyah dalam bidang hisab.Abu Manshur wafat pada tahun 429 H/
1037 M di Asfarayin dan makamnya berdampingan dengan makam
gurunya al ustadz Abu Ishaq al-Asfarayini.
5. Imam al Haramain al Juwaini (wafat 478 H)
Nama lengkapnya adalah Badul Malik bin Abdullah bin Yusuf
bin Muhammad bin Abdullah bin Hayawi. Dilahirkan pada tanggal 18
Muharram tahun 419 H. bertepatan dengan tanggal 12 Pebruari 1028
M. di Bustanikan, sebuah desa dekat Naisabur.
Beliau meniggal dunia pada usia 59 tahun, tepatnya pada
tanggal 25 Rabi'ul Akhir 478 H., di kota kelahirannya. Ia dikenal
dengan panggilan Abul Ma'ali yang menunjukkan pengakuan umat atas
kepakarannya, keagamaan, serta ketokohannya di tengah-tengah
masyarakat luas.
Selanjutnya secara berturut-turut ia mempelajari ilmu fikih
di bawah bimbingan Abul Qasim Al-Asfarayani, dan memperdalam
pengetahuan tentang Alquran di bawah bimbingan Ibnu Muhammad an-
Naisaburi al-Khabazi, belajar tentang Hadits kepada Abu Said
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
35
Abdurrahman bin An-Naisaburi, memperdalam ilmu Lughah kepada Syeh
Hasan bin Faidlol bin Ali Jasyi’iy, serta memperdalam filsafat
secara otodidak.
Pada tahun 450 H/1058 M, ia mengajar di Makkah dan Madinah,
dan baru pulang setelah Nidzamul Mulk berkuasa karena mendapat
panggilan untuk mengajar di sekolah tersebut. Al-Juwaini
melaksanakan tugas itu dengan baik sampai beliau meninggal dunia
pada tahun 478 M/1085 M.
6. Abdul Mudzaffar al Isfaraini (wafat 478 H)
Al Imam Abu al Muzhafar Syahfur bin Thahir bin Muhammad al-
Asfarayani, yang menyandang gelar al-imam, al-ushuli, al-faqih,
al mufassir, al-mutakallim, pakar dalam bidang teologi, ushul
fiqih, fiqih dan tafsir. Tidak ada data yang menginformasikan
biografinya secara detail.
Beliau ditugasi oleh perdana Menteri Nizhamul Mulk untuk
mengajar di universitas Nizhamiyyah di Thus, Iran.Dia belajar
hadist kepada murid-murid al-Hafizh Abu al-Abbas al Asham dan
belajar teologi dan ushul kepada al-ustadz Abu Mashur Abdul
Qahir.Dia menulis karangan tafsir al-Qur’an dalam bahasa Persia
berjudul Taj al-Tarajim fi Tafsir al-Qur’an lil-A’ajim.
Karangannya yang sampai kepada kita adalah al-Tafsir fi al-Din wa
Tamyiz al-firqah al-Najiyah ‘an-al Faraq al-Halikin dalam bidang
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
36
teologi dan perbandingan sekte. Kitab ini sangat bagus dalam
memaparkan kebenaran mazhab ahlu sunnah wal jamaah.33
7. Al Ghazali (wafat 505 H)
Al-Ghazali dilahiran pada pada abad kelima Hijriyah
tepatnya pada 450 H di Thus, Salal, Kharasan. Nama lengkapnya
adalah Abu Hamid Muhamad bin Ahmad al-Ghazali, yang mendapat
gelar Hujjatul Islam Zainuddin at-Thusi al-Faqih as-Syafi’i.
Disamping itu, al-Ghazali juga mendapat gelar lain yaitu
Bahr Mughriq.
Semenjak kecil, al-Ghazali sangat mencintai ilmu pengetahuan Ia
memiliki kecenderungan untuk melihat sesuatu sampai kepada akar-
akamya Hal ini terlihat jelas lewat pernyataannya: "Kehausan
mendapatkan hakekat sesuatu sudah menjadi tabiat dan kebiasaan
semenjak masa kecil saya.
Al-Ghazali muda tampil sebagai sosok yang cerdas, tekun dan
ulet.Ia tidak membutuhkan waktu yang relatif lama untuk menguasai
suatu ilmu pengetahuan. Padahal waktu yang dimiliki lebih banyak
digunakan untuk mengkaji ilmu pengetahuan. Maka wajarlah jika ia
kemudian ia menguasai berbagai disiplin ilmu, sehingga al-
Juwaini memberikan gelar 'Bahrun Mughriq' .Setelah menyelesaikan
studinya di Thus dan Jurjan, beliau melanjutkan ke kota Naisabur.34
33Ibid., hlm. 82.34Ibid., hlm. 88.
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
37
Pada waktu menghadiri majlis Wazir Naizamul Mul, suatu forum
pertemuan antara kaum intelektual- kecemerlangan dan keluasan
ilmunya tampak sangat menonjol dan mengagumkan banyak
pihak.Berkat kedalaman ilmu, kefasihan lisan, kekuatan
argumentasi, dan 'low profile' nya membuat diskusan Nizamul Mulk
terkagum-kagum padanya. Maka sebagai rasa simpati,
Beliau diangkat sebagai Guru Besar Perguruan Nidzamiyah di
Baghdad. Dalam perjalanan bidup masa tuanya setelah empat tahun
mengajar di Baghdad, al-Ghazali menunaikan ibadah haji kemudian
melancong ke Syam dan menetap di mesjid Umawi, sebagai 'abid dan
zahid.
Selanjutnya ia mengembara sebagai filosuf dan sufis,
sehingga ketika kembali lagi ke Baghdad ia bukan hanya sebagai
guru yang alim tetapi juga sebagai Imam sufi merangkap Mursyid
selama kurang lebih sepuluh tahun. Dari Baghdad ia pindah ke
Naisabur, kemudian kembali lagi ke Thus.
8. Ibnu Tumart (wafat 524 H)
9. As Syihristani (wafat 548 H)
Al-Syahrastani benar-benar menguasai sejarah dan pendapat-
pendapat dari berbagai aliran Islam. Itu ia paparkan secara
obyektif di dalam bukunya, al-milal wa al-Nihal (agama dan
kepercayaan) yang sudah di kenal para analisis sejak abad yang
lampau sebelum mereka menemukan kembali Maqalat al-islamiyyin
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
38
karya Al-Asy’ari itu. Buku ini mereka jadikan rujukan, bahkan
sampai hari ini.
Al-syahrastanitidak hanya meemfokuskan diri pada kelompok-
kelompok keagamaan, tetapi juga mengkaji par filosof klasik dan
modern.Penguasaan filosofinya ternyata amat mendalam dan
sempurna. Nampak bahwa Al-syahrastani banyak terpengaruh oleh
ibnu Sina, walaupun ia juga mengritik dan menentangkan.35 Beliau
mengarang kitab “ Al Milal Wa An Nihal yang berisi tentang
firqoh-firqoh dalam teologi islam yang terkenal.
10. Ar Razi (1149-1209 H)
Muhammad bin Idris Al-Mundzir bin Dawud bin Mahran al-
Hanzhali al-Hafizh. Beliau lahir pada tahun 195 H dan pada tahun
209 dia sudah berhasil menelurkan karya untuk pertama kalinya.Abu
Hatim ar-Razi hidup semasa dengan Imam Al-Bukhari dan tercatat
dalam thabaqahnya. Hanya saja, pada usia dua puluh tahun lebih
panjang dari Imam Al-Bukhari. Beliau juga menulis, salah satu
kitabnya adalah Tafsir Al-Kabir.
Al Mizzi berkata, menurut suatu pendapat, Abu Hatim Ar-Razi
tinggal dilorong jalan di Hanzdalah daerah Rai, sehingga namanya
dinisbatkan kedaerah itu. Dari Abdullah bin Muhammad bin Ya’qub
beliau berkata “aku telah mendengar Abu Hatim Ar-Razi berkata, “
Kami adalah penduduk Asfahan yang tinggal disebuah desa bernama
35Ibid., hlm. 90. FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
39
Jarukan. Keluarga kami mendahulukan kepentinganku daripada ayahku
sendiri, kemudian mereka memutuskannya.”
Abu Hatim Ar-Razi berkata Mazhab pilihan kami adalah
mengikuti Rasulullah, sahabat, dan tabi’in dengan berpegang teguh
pada mazhab ahli atsar seperti, Imam Asy-Syafi’i, Ahmad bin
Hambal, Ishaq dan Abu Ubaid. Kami selalu mengikuti ajaran Al-
Qur’an dan sunnah Rasulullah dengan berkeyakinan bahwa Dzat Allah
sebagaiman difirmankan-Nya,36
ون ف� ي� �رعون الا ت�� وم ف� ق�“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia” (QS. Asy-Ayura : 11)
11. Al- Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit
An Nu’man bin Zauthi At-Taimi Al-Kuhfi kepala suku dari bani
Tamim bin Tsa’labah. Ada yang mengatakan bahwa sebab penamaanya
dengan hanifah adalah karena dia selalu membawa tinta yang
disebut hanifah dalam bahasa Irak.Beliau dilahirkan pada tahun 80
H di Kuffah. Di saat masa pemerintahan khalifah Abdul Malik bin
Marwan. Pada saat itu beliau masih sempat melihat sahabat Anas
bin Malik bin Marwan, ketika Anas dan rombongannya datang ke
Kuffah. Akan tetapi ada yang menyangkal berita ini dan mengatakan
bahwa berita Imam Abu Hanafih bertemu dengan sahabat Anas adalah
tidak.
36 Syaikh Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2007, hlm. 541.
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
40
Dari Said bin Salim Al-Bashri beliau berkata, aku pernah
mendengar Abu Hanafih berkata “ Aku pernah bertemu dengan Atha’
di Mekkah. Lalu aku bertanya kepadanya tentang sesuatu kemudian
dia menjawab “Dari mana anda ?aku berkata, aku salah satu
penduduk Kuffah. Dia berkata, “Jadi anda dari kampung yang suka
memecah belah agama mereka menjadi beberapa golongan ?aku
menjawab, Ya.”
Dia berkata lagi, Anda dari kelompk mana ? aku berkata “ Aku
dari kelompok yang tidak mencaci ulama salaf, beriman kepada
qadha dan qhadar Allah, dan tidak mengkafirkan seorang pun hanya
karena suatu dosa yang dilakukannya. Kemudian dia berkata,” Anda
telah tahu maka berjanjilah menjaganya.” Begitulah beliau
berpegang teguh pada sunnah.37
12. Al Iji (wafat 756 H / 1359 M).
13. AL Sanusi (wafat 895). 38
Beliau mengarang “Akidah ahli Tauhid” berisi tentang
pandangan tauhid ahlu sunnah wal jamaah beliau juga mengarang
“Ummul Barahin” berisi tentang sifat wajib. Mustahil dan jaiz
bagi Allah dan Rasulullah.
Dan para pengikut Al Asy’ari antara lain Abu Ishaq Al
Isfirayini, Abu Bakar Al Qoffal, Al Hafidz Al Jurjani dan Abu
Muhammad Al Thobri Al Iraqi. Pada kurun setelahnya terdapat, Abu
37 Syaikh Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2007, hlm. 169.38 DRS. BASHORI, Ilmu Tauhid: Ilmu Kalam, Malang, 2001, hlm . 98.
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
41
Bakar Al Baqilani dan Abu Bakar bin Fauruk. Kurun setelahnya
terdapat, Abu Manshur Al Naisaburi, Abu Manshur Al Baghdadi, Al
Hafidz Al Mahrawi.Kurun setelahnya terdapat, Al Khothib Al
Baghdadi, Abu Al Qosim Al Qushairi, Imam Haromain / Al
Juwani.Kurun setelahnya terdapat Abu Hamid Muhammad Al Ghazali,
Fakhruddin Al Syasyi, Abu Nashr Al Qusyairi dan Ibn Asyakir.Kurun
setelahnya terdapat, Fakhruddin Al Rozy, Saifuddin Al Amudi dan
Izzudin Ibn Abdissalam.Dan seterusnya hingga para ulama yang
mengikuti akidah beliau sampai sekarang.
2.1.5 Dampak Positif dan Negatif Faham Asy’ariyah
2.1.5.1 Dampak Positif Asy’ariyah
Tuhan dapat dilihat di akhirat, demikian pendapat al-Asyari.
Di antara alasan-alasan yang dikemukakannya, ialah bahwa sifat-
sifat yang tak dapat diberikan kepada Tuhan hanyalah sifat yang
akan membawa kepada arti diciptakannya Tuhan. Dengan demikian
kalau dikatakan Tuhan dapat dilihat, itu tidak mesti berarti
Tuhan harus bersifat diciptakan.
2.1.5.2 Dampak Negatif Asy’ariyah
Anggapan yang mengatakan bahwa pelaku dosa besar apabila ia
meninggal dan tidak sempat bertobat, hal itu bergantung pada
kebijakan Tuhan Yang Maha Berkehendak Mutlak. Tuhan dapat saja
mengampuni dosanya atau pelaku dosa besar itu mendapat syafaat
Nabi Muhammad SAW. sehingga terbebas dari siksaan neraka atau
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
42
kebalikannya, yaitu Tuhan memberi siksaan neraka sesuai dengan
ukuran dosa yang diperbuatnya.
2.2FAHAM AL MATURIDIYAH
2.2.1 Latar Belakang Kemunculan Al Maturidiyyah
Berdasarkan buku Pengantar Teologi Islam, aliran Maturidiyah
diambil dari nama pendirinya, yaitu Abu Mansur Muhammad bin
Muhammad.39 Di samping itu, dalam buku terjemahan oleh Abd.
Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib menjelaskan bahwa pendiri aliran
maturidiyah yakni Abu Manshur al-Maturidi, kemudian namanya
dijadikan sebagai nama aliranini.40
Maturidiyah adalah aliran kalam yang dinisbatkan
kepada Abu Mansur al-Maturidi yang berpijak kepada penggunaan
argumentasi dan dalil aqli kalami dalam membantah penyelisihnya
seperti Mu’tazilah, Jahmiyah dan lain-lain untuk menetapkan
hakikat agama dan akidah Islamiyyah. Sejalan dengan itu juga,
aliran Maturidiyah merupakan aliran teologi dalam Islam yang
didirikan oleh Abu Mansur Muhammad al-Maturidiyah dalam kelompok
Ahli Sunnah Wal Jamaah yang merupakan ajaran teknologi yang
bercorak rasional.
Aliran al-Maturidiyah ini sehenarnya tidak jauh berbeda
dengan aliran al-Asy’ariyah. Keduanya dilahirkan oleh kondisi
sosial dan pemikiran yang sama. Kedua aliran ini datang untuk
memenuhi kehutuhan mendesak yang menyerukan untuk menyelamatkan
39 A. Hanafi. 2003.Pengantar Teologi Islam. Jakarta: Pustaka Al Husna Baru
40 Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib. 1996. Aliran Politik dan ‘Aqidah dalam Islam. Jakarta: Logos Publishing House
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
43
diri dari ekstrimitas kaum rasionalis dimana yang berada
dibarisan paling depan adalah Mu’iazilah, maupun kaum
tekstualitas yang dipelopori oleh kaum Hanbaliyah (para pengikut
Imam Ibnu Hanbal). Keduanya herbeda pendapat hanya dalam hal yang
menyangkut masalah cabang dan detailitas41. Aliran al-Maturidiyah
berdiri atas prakarsa al-Maturidi pada tahun pertama abad ke-4 H
di wilayah Samarkand.42
Pada awalnya antara kedua aliran ini dipisahkan oleh jarak.
aliran Asy’ariyah berkembang di Irak dan Syam (Suriah) kemudian
meluas sampai ke Mesir sedangkan aliran al-Maturidiyah berkembang
di Samarkand dan di daerah-daerah seberang sungai (Oxus). Kedua
aliaran mi bisa hidup dalam aliran yang kompleks dan memhentuk
suatu mazhab. Nampak jelas hahwa perbedaan sudut pandang mengenai
masalah-masalah fiqih kedua aliran ini merupakan faktor pendorong
untuk berlomba dan survive. Orang-orang Hanafiah (pengikut imam
Hanafi membentengi aliran-aliran Maturidiyah dan mereka kaitkan
akarnya sampai pada imam Abu Hanifah sendiri43. Teolog yang juga
bermazhab Hanafiyah seperti Maturidi adalah Abu Ja’far al-Tahawi
di Mesir. Dia adalah seorang ulama besar dibidang hadis dan fiqih
yang teiah mengembangkan dogma-dogma teologi yang lebih besar.
Lebih dari satu abad, mazhab Asy’ariyah tetap populer hanya
diantara pengikut Syafi‘iyah sementara mazhab Maturidiyah dan
41 Ibid
42 Dr. Ihrahim Madkour. 1995. Aliran dan Teori Filsafat Islam. Jakarta: Sinar Grafika ofset
43 Ibid.
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
44
begitu juga Tahawiyah terbatas penganutnya diantara pengikut
Hanafi.44
2.2.2 Doktrin-doktrin Al Maturidiyyah
Adapun pemikiran atau doktrin-doktrin dari aliran Al
Maturidiyah adalah sebagai berikut:
a. Akal dan Wahyu
Dalam pemikiran teologinya, Al-Maturidi mendasarkan pada Al-
Qur'an dan akal dalam bab ini ia sama dengan Al-asy’ari. Menurut
Al-Maturidi, mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan
dapat diketahui dengan akal. Kemampuan akal dalam mengetahui dua
hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat Al-Qur'an yang memerintahkan
agar manusia menggunakan akal dalam usaha memperoleh pengetahuan
dan keimanannya terhadap Allah melalui pengamatan dan pemikiran
yang mendalam tentang makhluk ciptaannya. Kalau akal tidak
mempunyai kemampuan memperoleh pengetahuan tersebut, tentunya
Allah tidak akan menyuruh manusia untuk melakukannya. Dan orang
yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman dan
pengetahuan mengenai Allah berarti meninggalkan kewajiban yang
diperintah ayat-ayat tersebut. Namun akal menurut Al-Maturidi,
tidak mampu mengetahui kewajiban-kewajiban lainnya.
Dalam masalah baik dan buruk, Al-Maturidi berpendapat bahwa
penentu baik dan buruk sesuatu itu terletak pada suatu itu
sendiri, sedangkan perintah atau larangan syari’ah hanyalah
mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu.
44 Sayyed Hossein Nasr. 1996. Intelektual islam. Yogakarta: Pustaka Pelajar
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
45
Dalam kondisi demikian, wahyu diperoleh untuk dijadikan sebagai
pembimbing.
Al-Maturidi membagi kaitan sesuatu dengan akal pada tiga
macam, yaitu:
1. Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan
sesuatu itu.
2. Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebutuhan
sesuatu itu.
3. Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu,
kecuali dengan petunjuk ajaran wahyu.45
Jadi, yang baik itu baik karena diperintah Allah, dan yang
buruk itu buruk karena larangan Allah. Pada korteks ini, Al-
Maturidi berada pada posisi tengah dari Mutazilah dan Al-Asy’ari.
b. Perbuatan Manusia
Menurut Al-Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan
karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Dalam
hal ini, Al-Maturidi mempertemukan antara ikhtiar sebagai
perbuatan manusia dan qudrat Tuhan sebagai pencipta perbuatan
manusia.
Dengan demikian tidak ada peretentangan antara Qudrat Tuhan
yang menciptakan perbuatan manusia dan ikhtiar yang ada pada
manusia. Kemudian karena daya di ciptakan dalam diri manusia dan
perbuatan yang di lakukan adalah perbuatan manusia sendiri dalam
arti yang sebenarnya, maka tentu daya itu juga daya manusia.46
45 Ibid.
46 Ibid
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
46
c. Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan
Telah diuraikan di atas bahwa perbuatan manusia dan segala
sesuatu dalam wujud ini, yang baik atau yang buruk adalah ciptaan
Allah Swt. Menurut Al-Maturidi qudrat Tuhan tidak sewenang-wenang
(absolut), tetapi perbuatan dan kehendak-Nya itu berlangsung
sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya
sendiri.
d. Sifat Tuhan
Dalam hal ini faham Al-Maturidi cenderung mendekati faham
mutzilah. Perbedaan keduanya terletak pada pengakuan Al-Maturidi
tentang adanya sifat-sifat Tuhan, sedangkan mutazilah menolak
adanya sifat-sifat Tuhan. Tuhan mempunyai sifat-sifat, seperti
sama, bashar, kalam, dan sebagainya. Al-Maturidi berpendapat
bahwa sifat itu tidak dikatakan sebagai esensi-Nya dan bukan pula
lain dari esensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu mulzamah (ada
bersama/inheren) dzat tanpa terpisah (innaha lam takun ain adz-
dzat wa la hiya ghairuhu). Sifat tidak berwujud tersendiri dari
dzat, sehingga berbilangnya sifat tidak akan membawa kepada
bilangannya yang qadim (taadud al-qadama).
Tampaknya faham tentang makna sifat Tuhan ini cenderung
mendekati faham Mu’tazilah, perbedaannya terletak pada pengakuan
terhadap adanya sifat Tuhan.
e. Melihat Tuhan
Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan.
Hal ini diberitahukan oleh Al-Qur'an, antara lain firman Allah
dalam surat Al-Qiyamah ayat 22dan 23. namun melihat Tuhan, kelak
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
47
di akherat tidak dalam bentuknya (bila kaifa), karena keadaan di
akherat tidak sama dengan keadaan di dunia.
f. Kalam Tuhan
Al-Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan
huruf dan bersuara dengan kalam nafsi (sabda yang sebenarnya atau
kalam abstrak). Kalam nafsi adalah sifat qadim bagi Allah,
sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baharu
(hadist). Kalam nafsi tidak dapat kita ketahui hakikatnya
bagaimana allah bersifat dengannya (bila kaifa) tidak di ketahui,
kecuali dengan suatu perantara.47
g. Perbuatan Manusia
Menurut Al-Maturidi, tidak ada sesuatu yang terdapat dalam
wujud ini, kecuali semuanya atas kehendak Tuhan, dan tidak ada
yang memaksa atau membatasi kehendak Tuhan kecuali karena ada
hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri.
Oleh karena itu, tuhan tidak wajib beerbuat ash-shalah wa-al
ashlah (yang baik dan terbaik bagi manusia). setiap perbuatan
tuhan yang bersifat mencipta atau kewajiban-kewajiban yang di
bebankan kepada manusia tidak lepas dari hikmah dan keadilan yang
di kehendaki-Nya. Kewajiban-kewajiban tersebut adalah :
a. Tuhan tidak akan membebankan kewajiban-kewajiban kepada
manusia di luar kemampuannya karena hal tersebut tidak
sesuai dengan keadilan, dan manusioa juga di beri
kemerdekaan oleh tuhan dalam kemampuan dan perbuatannya
47 Ibid
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
48
b. Hukuman atau ancaman dan janji terjadi karena merupakan
tuntunan keadilan yang sudah di tetapkan-Nya.
h. Pelaku Dosa Besar
Al-Maturidi berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak
kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum
bertobat. Hal ini karena tuhan sudah menjanjikan akan memberikan
balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya.kekal di dalam
neraka adalah balasan untuk orang yang berbuat dosa syirik.dengan
demikian, berbuat dosa besar selain syirik tidak akan menyebabkan
pelakunya kekal di dalam neraka. Oleh karena itu, perbuatan dosa
besar (selain syirik) tidaklah menjadikan seseorang kafir atau
murtad.
i. Pengutusan Rasul
Pandangan Al-Maturidi tidak jauh beda dengan pandangan
mutazilah yang berpendapat bahwa pengutusan Rasul ke tengah-
tengah umatnya adalah kewajiban Tuhan agar manusia dapat berbuat
baik dan terbaik dalam kehidupannya.
Pengutusan rasul berfungsi sebagai sumber informasi. Tanpa
mengikuti ajarannya wahyu yang di sampaikan rasul berarti mansia
telah membebankan sesuatu yang berada di luar kemampuannya kepada
akalnya.48
2.2.3 Perkembangan Maturidiyah
48 Ibid
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
49
Pada dasarnya munculnya pemikiran teologi al-Maturidiyah
sebagaimana juga Asy’ariyah merupakan reaksi terhadap paham
Mu’tazilah. Namun dalam perkembangannya paham al-Maturidiyah
mengambil posisi ditengah-tengah antara Mu’tazilah dan
Asy’ariyah. Aliran al-Maturidiyah terbagi dalam dua aliran yaitu
al-Maturidiyah Samarkand yang didirikan oleh Abu Mansur al-
Maturidi sendiri, dan al-Maturidiyah Bukhara yang dibangun oleh
pengikut Abu Yusr Muhammad al-Bazdawi yakni sebagai berikut:
1. Maturudiyah Samarkand (al Maturidi)
a. Riwayat hidupnya
Nama lengkapnya Abu Mansur Muhammad bin Muhammad al
Maturidi adalahteolog terkemuka yang menggolongkan dirinya ke
dalam barisan kaum Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Paham teologis yang
dikemukakannya dan dianut oleh para pengikutnya kemudian dikenal
dengan Maturidiah49. Beliau lahir di Maturid dekat dengan
Samarkand (di Asia Tengah pada tahun 852 M / 238 H) yang tanggal
kelahirannya tidak dapat diketahui secara pasti dan hanya
merupakan suatu perkiraan, yaitu berdasarkan bahwa, ketika
gurunya (Muhammad bin Muqatil al Razi) wafat pada tahun 862 M
atau 248 H, beliau sudah berusia sepuluh tahun. Jika perkiraan
ini benar, maka berarti ia mempunyai usia yang sangat panjang
karena di ketahui beliau wafat di Samarkand pada 944 M / 333 H50.
Adapun nama al Maturidi dihubungkan dengan tempat kelahirannya
yaitu Maturid. 49 Ambary, Hasan Mu’arif. 2002. Ensiklopedi Islam. Jakarta : Ikrar Mandiri Abadi
50 Ahmad Hanafi. 1993. Teologi Islam ( Ilmu Kalam ). Jakarta : Bulan Bintang
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
50
Al Maturid memperdalam ilmu dari beberapa orang guru di
daerahnya. Guru-guru al Maturidi adalah murid Abu Hanifah. Dari
guru-gurunya itulah membuat al Maturidi dikenal dalam bidang
fiqih, ilmu Kalam, tafsir sekalipun akhirnya ia lebih populer
sebagai mutakallimin. Oleh karena ia lebih banyak memfokuskan
perhatiannya kepada ilmu kalam, karena ketika itu ia banyak
berhadapan dengan paham teologi lain seperti Mu’tazilah.51
Pemikiran-pemikiran al Maturidi jika dikaji lebih dekat,
maka akan didapati bahwa al Maturidi memberikan otoritas yang
lebih besar kepada akal manusia dibandingkan dengan Asy’ari.
Namun demikian di kalangan Maturidiah sendiri ada dua kelompok
yang juga memiliki kecenderungan pemikiran yang berbeda yaitu
kelompok Samarkand yaitu pengikut-pengikut al Maturidi sendiri
yang paham-paham teologinya lebih dekat kepada paham Mu’tazilah
dan kelompok Bukhara yaitu pengikut al Bazdawi yang condong
kepada Asy’ariyah.
. b. Pemikiran-pemikiran al Maturidi
Seperti yang telah diuraikan bahwa pemikiran al Maturidi
pada dasarnya sedikit berbeda dengan pemikiran al Bazdawi yang
kemudian berkembang menjadi dua cabang aliran Maturidiah yaitu
Maturidiah Samarkand oleh Abu Mansur al Maturidi sendiri.
Diantara pemikiran-pemikiran teologis al Maturidi yang akan
dibahas di sini adalah sebagai berikut :
51 Tim Ahli Tauhid. 2003. Kitab Tauhid 2, Dar al-Haq. Jakarta
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
51
1) Akal dan Wahyu
Berbicara mengenai akal dan wahyu dalam paham teologi, maka
ada empat masalah pokok yang diperdebatkan. Apakah keempat
masalah tersebut dapat diketahui akal atau tidak, apakah hanya
dapat diketahui oleh wahyu dan lain sebagainya. Keempat masalah
pokok tersebut adalah : Mengetahui Tuhan, Kewajiban mengetahui
Tuhan, Mengetahui baik dan buruk dan kewajiban mengerjakan yang
baik dan menjauhi yang buruk sebelum datangnya wahyu.
Al Maturidi berpendapat bahwa akal dapat mengetahui
eksistensi Tuhan. Oleh karena Allah sendiri memerintahkan manusia
untuk menyelidiki dan merenungi alam ini. Ini menunjukkan bahwa
dengan akal, manusia dapat mencapai ma’rifat kepada Allah52.
Mengenai kewajiban manusia akan kemampuan mengetahui Tuhan dengan
akalnya menurut al Maturidi Samarkand sebelum datangnya wahyu itu
juga adalah wajib diketahui oleh akal, maka setiap orang yang
sudah mencapai dewasa (baligh dan berakal) berkewajiban
mengetahui Tuhan53. Sehingga akan berdosa bila tidak percaya
kepada Tuhan sebelum turunnya wahyu.
Begitu pula mengenai baik dan buruk, akal pun dapat
mengetahui sifat baik yang terdapat dalam yang baik dan sifat
buruk yang terdapat dalam yang buruk. Dengan demikian, akal yang
juga tahu bahwa berbuat buruk adalah buruk dan berbuat baik
adalah baik. Akal selanjutnya akan membawa kepada kemuliaan dan
52 Tarikh al Mazahib al Islamiyah
53 Al-Bazdawi. Kitab Usuluddin . Al-Bazdawi. Kitab Usuluddin. Kahirah: Dr. Kahirah: Dr. Hans Piter Lins (Et. Al), Dar Haya'. Hans Piter Lins
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
52
melarang manusia mengerjakan perbuatan-perbuatan yang membawa
kepada kerendahan. Perintah dan larangan dengan demikian menjadi
wajib dengan kemestian akal. Yang diwajibkan akal adalah adanya
perintah larangan yang dapat diketahui akal hanyalah sebab
wajibnya perintah dan larangan itu.54
Adapun mengenai kewajiban berbuat baik dan menjauhi yang
buruk, menurut paham Maturidiah Samarkand akat tidak berdaya
mewajibkan manusia terhadap hal tersebut. Karena kewajiban
berbuat baik dan menjauhi yang buruk hanya dapat diketahui oleh
wahyu.
2) Sifat Tuhan
Bagi al Maturidi bahwa Tuhan itu mempunyai sifat-sifat55.
Tetapi sifat-sifat itu bukan zat. Dengan kata lain sifat-sifat
itu bukanlah suatu yang berdiri pada zat. Sifat itu qadim dengan
qadimnya zat. Kekalnya sifat-sifat itu sendiri, akan tetapi
kekalnya sifat itu melalui kekekalan yang terdapat dalam esensi
Tuhan. Oleh karena sifat-sifat itu bukan berdiri sendiri maka
tidaklah terjadi ta’addud al qudama’ sebagaimana paham Mu’tazilah
yang menafikan sifat karena beranggapan akan terjadi ta’addud al
qudama’.
3) Perbuatan Manusia
54 Nasution, Harun. 1978. Teologi Islam. Jakarta: UI-Press
55 Ibid
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
53
Maturidi berpendapat bahwa perbuatan manusia adalah ciptaan
Tuhan. Ada dua jenis perbuatan yakni: perbuatan Tuhan dan
perbuatan manusia. Perbuatan Tuhan dimanifestasikan dalam bentuk
penciptaan daya dalam diri manusia, dan pemakaian daya itulah
merupakan perbuatan manusia.56
Dari keterangan di atas dapat dilihat bahwa Maturidi
mengambil jalan tengah antara Mu’tazilah dengan Asy’ariyah,
dimana Mu’tazilah berpendapat bahwa manusia menciptakan
perbuatannya dengan adanya kemampuan yang diberikan oleh Allah
kepadanya, sedangkan pendapat Asy’ariyah yang menyatakan bahwa
manusia tidak mempunyai efektifitas dalam perbuatannya karena ia
hanya memiliki kasab yang terjadi bersamaan dangan penciptaan daya
dan bukan pengaruh dirinya. Sedangkan Maturidi memandang kasab
itu ada karena kemampuan dan pengaruh manusia.
2. Maturudiyah Bukhara (al Bazdawi)
a. Riwayat hidupnya
Nama lengkapnya ialah Abu Yusr Muhammad bin Muhammad bin al
Husain bin Abd. Karim al Bazdawi, dilahirkan pad tahun 421 H57.
Kakek al Bazdawi yaitu Abd. Karim, hidupnya semasa dengan al
Maturidi dan salah satu murid al Maturidi, maka wajarlah jika
cucunya juga menjadi pengikut aliran Maturidiyah. Sebagai tangga
56 Ibid
57 Kitab Ushul al Din
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
54
pertama, al Bazdawi memahami ajaran-ajaran al Maturidi lewat
ayahnya.58
Al Bazdawi mulai memahami ajaran-ajaran al Maturidiyah lewat
lingkungan keluarganya kemudian dikembangkan pada kegiatannya
mencari ilmu pada ulama-ulama secara tidak terikat. Ada beberapa
nama ulama sebagai guru al Bazdawi antara lain : Ya’kub bin Yusuf
bin Muhammad al Naisaburi dan Syekh al Imam Abu Khatib. Di
samping itu, ia juga menelaah buku-buku filosof seperti al Kindi
dan buku-buku Mu’tazilah seperti Abd. Jabbar al Razi, al Jubba’i,
al Ka’bi, dan al Nadham. Selain itu ia juga mendalami pemikiran
al Asy’ari dalam kitab al Mu’jiz. Adapun dari karangan-karangan
al Maturidi yang dipelajari ialah kitab al Tauhid dan kitab
Ta’wilah al Qur’an59. Al Bazdawi berada di Bukhara pada tahun 478
H / 1085 M. Kemudian ia menjabat sebagai qadhi Samarkand pada
tahun 481 H / 1088 M, lalu kembali di Bukhara dan meninggal di
kota tersebut tahun 493 H / 1099 M.60
b. Pemikiran-pemikiran al Bazdawi
Dalam pembahasan selanjutnya akan dikemukakan beberapa
pemikiran al Bazdawi di antaranya sebagai berikut:
1) Akal dan Wahyu
Al Bazdawi berpendapat bahwa akal tidak dapat mengetahui
tentang kewajiban mengetahui Tuhan sekalipun akal dapat
58 Harun, Teologi Islam
59 Kitab Ushul al Din
60 Ibid
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
55
mengetahui Tuhan dan mengetahui baik dan buruk. Kewajiban
mengetahui Tuhan haruslah melalui wahyu61. Begitu pula akal tidak
dapat mengetahui kewajiban-kewajiban mengerjakan yang baik dan
buruk. Akal dalam hal ini hanya dapat mengetahui baik dan buruk
saja. Sedangkan menentukan kewajiban mengenai baik dan buruk
adalah wahyu.
Dalam paham golongan Bukhara dikatakan bahwa akal tidak
dapat mengetahui kewajiban-kewajiban dan hanya mengetahui sebab-
sebab yang membuat kewajiban-kewajiban menjadi suatu kewajiban.
Di sini dapat dipahami bahwa mengetahui Tuhan dalam arti
berterima kasih kepada Tuhan sebelum turunnya wahyu tidaklah
wajib bagi manusia.62
Di sinilah wahyu mempunyai fungsi yang sangat penting bagi
akal untuk memastikan kewajiban melaksanakan hal-hal yang baik
dan menjauhi hal-hal yang buruk. Sebagaimana dikatakan al
Bazdawi, akal tidak dapat memperoleh petunjuk bagaimana cara
beribadah dan mengabdi kepada Tuhan. Akal juga tidak dapat
memperoleh petunjuk untuk melaksanakan hukum-hukum dalam
perbuatan-perbuatan jahat.63
2) Sifat-sifat Tuhan
Al Bazdawi berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat.
Tuhan pun qadim. Akan tetapi untuk menghindari banyaknya yang
61 Ibid
62 Ibid
63 Harun, Teologi Islam
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
56
menyertai qadimnya zat Tuhan, maka al Bazdawi mengatakan bahwa ke
qadiman sifat-sifat Tuhan itu melalui ke qadiman yang melekat pada
diri zat Tuhan, bukan melalui ke qadiman sifat-sifat itu
sendiri.64
3) Perbuatan manusia
Al Bazdawi berpendapat bahwa perbuatan manusia itu di
ciptakan Tuhan, sekalipun perbuatan tersebut di sebabkan oleh
qudrah hadisah yang berasal dari manusia itu sendiri65. Karena
timbulnya perbuatan itu terdapat dua daya yaitu daya untuk
mewujudkan dan daya untuk melakukan.
Meskipun dua tokoh aliran Maturidi dan juga Asy’ari berbeda
dalam beberapa hal tetapi punya prinsip yang sama. Jika terdapat
pertentangan antara akal dan usaha, maka akal harus tunduk kepada
wahyu. Itulah satu contoh sehingga mereka terpadu dengan satu
aliran besar (Ahlu Sunnah Wal Jama’ah). Di samping itu mereka
tampil menentang Mu’tazilah, hanya saja Asy’ari berhadapan
langsung dengan pikiran yang sangat bertentangan dengan
Mu’tazilah.
Meskipun dalam perjalanan sejarah ilmu kalam, termasuk
penjelasan tersebut diatas tentang pemikiran al_Maturidiyah.
Aliran maturidiyah, baik samarkand maupun bukhara, sepakat
menyatakan bahwa pelaku dosa masih tetap sebagai mukmin karena
adanya keimanan dalam dirinya. Adapun balasan yang diperolehnya
64 Ibid
65 Ibid
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
57
kelak di akhirat bergantung pada apa yang dilakukannya di dunia.
jika ia meninggal tanpa tobat terlebih dahulu, keputusannya
diserahkan sepenuhnya kepada kehendak Allah SWT. jika menghendaki
pelaku dosa besar diampuni, ia akan memasukkan ke neraca, tetapi
tidak kekal didalamnya.
2.2.4 Profil Tokoh-Tokoh Faham Maturidiyah
Al-Maturidiyyah adalah merujuk kepada sekumpulan pengikut
yang menuruti pemikiran al-Maturidi. Kebanyakan ulama al-
Maturidiyyah pula terdiri daripada para pengikut aliran fiqh al-
Hanafiyyah. Ini kerana pada umumnya, aliran pemikiran al-
Maturidiyyah berkembang di kawasan aliran al-Hanafiyyah.
Bagaimanapun, mereka tidaklah sekuat para pengikut aliran al-
Asy’ariyyah.
Di antara mereka ialah:
1. Abu al-Qasim Ishaq b. Muhammad @ al-Hakim al-Samarqandi
(m.340/951)
Abd al-Hakim al-Samarqandi menulis buku yang berjudul al-Sawad
al-A‟zam yang dianggap sebagai karya tertua di bidang teologi dari
aliran Maturidiyah. Tulisannya yang lain adalah: Aqidah al-Imam dan
Syarh al-Fiqh al-Akbar. Sedangkan Abu al-Hasan Ali ibn Said al-
Rastafgani menulis: Kitab al-Irsyad al-Muhtadiy, Kitab al-Zawa‟id wa al-Fawa‟id
fiy Anwa‟ al-„Ulum, Kitab al-Khilaf dan As‟ilah wa Ajwibah. Namun, tulisan yang
lebih lengkap tentang pemikiran teologi al-Maturidi baru
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
58
dilakukan setelah abad ke-5/11 oleh Fakhr al-Islam „Ali ibn
Muhammad ibn Abd al-Karim al-Bazdawiy.
2. Abu al-Yusr Muhammad al-Bazdawi (421-493/1030-1100)
Salah seorang tokoh Maturidiyah yang hidup pada abad ke-5/11
adalah Abu al-Yusr Muhammad ibn Muhammad ibn Abd al-Karim al-
Bazdawiy, lahir pada tahun 421 H dan wafat di Bukhara tahun
493/1099. Beliau menerima pendidikan dari ayahnya, kakeknya
sendiri adalah murid dari al-Maturidi.
3. Abu Hafs Umar bin Muhammad al Nasafi (460-537/1068-1143)
Muhammad al-Nasafi, lahir di Nasaf tahun 460/1068 dan wafat di
Samarqand tahun 537/1142. Beliau termasuk ulama besar pada
masanya, tulisannya yang terkenal adalah al-„Aqa‟id al-Nasafiyah yang
dari segi metode dan materinya sangat jelas dipengaruhi oleh
pemikiran al-Maturidi. Buku ini bukan hanya menarik bagi para
tokoh Maturidiyah tetapi juga tokoh-tokoh Asy‟ariyah, al-
Taftazani misalnya, menulis sebuah komentar atas buku tersebut.
4. Sa’d al Din al Taftazani (m.790/1388)
5. Kamal al Din Ahmad al Bayadi.
6. Abu al Hasan Ali bin Sa’id al Rastagfani.
7. Abu al Laith al Bukhara
2.2.5 Dampak Positif dan Negatif Faham Maturidiyah
2.2.5.1 Dampak Positif Maturidiyah
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
59
Aliran Maturidiyah, baik Samarkand maupun Bukhara, sepakat
bahwa pelaku dosa masih tetap sebagai mukmin karena adanya
keimanan dalam dirinya. Adapun balasan yang diperolehnya kelak di
akhirat adalah tergantung apa yang dilakukannya di dunia.
Jika pelaku dosa besar meninggal sebelum bertaubat, maka
semuanya diserahkan kepada Allah SWT, jika menghendaki pelaku
dosa besar itu diampuni, maka akan dimasukkan ke dalam neraka,
tapi tak kekal di dalamnya.
2.2.5.1 Dampak Negatif Maturidiyah
Dimana iman sebagai suatu kepercayaan dalam hati, sedangkan
pernyataan lisan dan amal perbuatan hanya sebagai pelengkap saja.
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
60
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Melihat uaraian makalah diatas dapat ditarik beberapa
kesimpulan:
1. Ada dua faktor yang menjadi penyebab keluarnya Asy’ari dari
aliran Mu’tazilah dan munculnya faham Asy’ariyah yakni
pertama faktor subyektif, yaitu pengakuan Al- Asy’ari telah
bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW sebanyak 3 kali dan
alam tiga mimpinya itu Rasulullah memperingatkannya agar
meninggalkan faham Mu’tazilah dan membela faham yang telah
diriwayatkan dari beliau. Kedua faktor obyektif ialah beliau
menemukan adanya beberapa pandangan yang kontroversial dalam
aliran Mu’tazilah.
2. Pemikiran atau doktrin-doktrin dari aliran Asy’ariyah yakni
Tuhan dan sifat-sifat-Nya, Kebebasan dalam berkehendak (free-
will), Akal dan wahyu dan kriteria baik dan buruk, Qadimnya
Al-Qur’an, Melihat Allah, Keadilan, dan Kedudukan orang yang
berdosa besar.
3. Aliran Asy'ariyah sepeninggal pendirinya sendiri mengalami
perkembangan dan perubahan yang cepat karena pada akhirnya,
aliran Asy'ariyah lebih condong kepada segi aliran
mendahulukannya sebelum nash dan memberikan tempat yang lebih
luas daripada tempat untuk nash-nash itu sendiri.
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
61
4. Tokoh-tokoh dalam aliran Asy-ariyah yang terkenal yakni Al
Baqillani (wafat 403 H), Ibnu Faurak (wafat 406 H), Ibnu
Ishak al Isfaraini (wafat 418 H), Abdul Kahir al Bagdadi
(wafat 429 H), Imam al Haramain al Juwaini (wafat 478 H),
Abdul Mudzaffar al Isfaraini (wafat 478 H), Al Ghazali (wafat
505 H), Ibnu Tumart (wafat 524 H), As Syihristani (wafat 548
H), Ar Razi (1149-1209 H), Al- Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin
Tsabit, Al Iji (wafat 756 H / 1359 M), dan AL Sanusi (wafat
895).
5. Dampak positif Asy’ariyah yakni Tuhan dapat dilihat di akhirat
sedangkan dampak negatifnya yakni Anggapan yang mengatakan
bahwa pelaku dosa besar apabila ia meninggal dan tidak sempat
bertobat, hal itu bergantung pada kebijakan Tuhan Yang Maha
Berkehendak Mutlak.
6. Aliran al-Maturidiyah ini sehenarnya tidak jauh berbeda dengan
aliran al-Asy’ariyah. Keduanya dilahirkan oleh kondisi sosial
dan pemikiran yang sama.
7. Pemikiran atau doktrin-doktrin dari aliran Asy’ariyah yakni
akal dan wahyu, Perbuatan Manusia, Kekuasaan dan kehendak
mutlak Tuhan, Sifat Tuhan, Melihat Tuhan, Kalam Tuhan,
Perbuatan Manusia, Pelaku Dosa Besar, dan Pengutusan Rasul.
8. Perkembangan paham al-Maturidiyah mengambil posisi ditengah-
tengah antara Mu’tazilah dan Asy’ariyah. Aliran al-
Maturidiyah terbagi dalam dua aliran yaitu al-Maturidiyah
Samarkand yang didirikan oleh Abu Mansur al-Maturidi sendiri,
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
62
dan al-Maturidiyah Bukhara yang dibangun oleh pengikut Abu
Yusr Muhammad al-Bazdawi.
9. Tokoh-tokoh dalam aliran al-Maturidiyah yang terkenal yakni
Abu al-Qasim Ishaq b. Muhammad @ al-Hakim al-Samarqandi
(m.340/951), Abu al-Yusr Muhammad al-Bazdawi (421-493/1030-
1100), Abu Hafs Umar bin Muhammad al Nasafi (460-537/1068-
1143), Sa’d al Din al Taftazani (m.790/1388), Kamal al Din
Ahmad al Bayadi, Abu al Hasan Ali bin Sa’id al Rastagfani,
dan Abu al Laith al Bukhara.
10. Dampak positif aliran Al Maturidiyah yakni aliran
Maturidiyah, baik Samarkand maupun Bukhara, sepakat bahwa
pelaku dosa masih tetap sebagai mukmin karena adanya keimanan
dalam dirinya. Sedangkan dampak negatifnya yakni iman sebagai
suatu kepercayaan dalam hati, sedangkan pernyataan lisan dan
amal perbuatan hanya sebagai pelengkap saja.
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
63
DAFTAR PUSTAKA
Abu Zahrah Imam Muhammad. 1996. Aliran Politik dan Aqidah dalam
Islam, Jakarta: Logos Publishing House
Abduh,Syekh Muhammad. 1960. Al-Islam Bainal Ilmi wa Madaniyah. Dar
al-Hilal
Ahmadi Abu. 1991. Perbandingan Agama, Jakarta: Rineka Cipta
Al-Asy’ari Imam Abul Hasan. 2010. Al-Ibanah; Buku Putih Imam Al-
Asy’ari, Solo: At- Tibyan
Al-Fachuri, Hanna danAl-Jarr. 1958. Khalil Tarikhul falsafah al-
Arabiah I. Dar al-Ma’arif:
Beirut
Al-Juwaini, Imam. 1950. al-Irsyad. Maktabah al-Khanji
Asy Syak’ah Mustofa Muhammad. 1994. Islam Tidak Bermazhab,
Jakarta: Gema Insani Press
Bashori. 2001. Ilmu Tauhid: Ilmu Kalam :Malang
Dahlan , Abd. Rahman dan Qarib, Ahmad.1996. Aliran Politik dan
‘Aqidah dalam Islam. Jakarta: Logos Publishing
House
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
64
FaridSyaikh Ahmad. 2007. 60 Biografi Ulama Salaf, Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar
Hanafi, Ahmad. 1993. Teologi Islam ( Ilmu Kalam ). Cet. X.
Jakarta : Bulan Bintang
Hanafi, A.2003.Pengantar Teologi Islam.Jakarta: Pustaka al-
Husna Baru
Harun Nasution. 1986. Teologi Islam: Aliran Sejarah Analisa
Perbandingan, Jakarta: UI Press
Hasan Mu’arif, Ambary. Ensiklopedi Islam. Jakarta : Ikrar
Mandiri Abadi
Jaelani M Biari. 2007. Ensiklopedia Islam, Yogyakarta: Panji
Pustaka
Karya Soekama dkk..1996. Ensiklopedia Mini, Jakarta: Kategiri
Khusun
Madkour, Ibrahim. 1995. Aliran dan Teori Filsafat Islam. Cet I.
Jakarta: Sinar Grafika Offset
Musa, Yusuf. 1959.al-Aqidah Wasyari’ah fil Islam. Dar al-Kutub al-
Haditsh
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH
65
Musa, M. Yusuf. 1959. al-Islam wal Hajat al-Insania Illahi.as-
Syarikatul Arabiah LitHiba’ati wan Nasyr
Nasr, Sayyed Hossein. 1996. Intelektual Islam, Cet I.
Yogyakarta: Pustaka Pe1ajar
Rozaq Abdul, dkk..2012. Ilmu Kalam Edisi Revisi, Bandung: Pustaka
Setia
Ramli Muhammad Idrus. 2009. Mazhab Al-Asy’ari, Surabaya:
Khalista
Sarkowi, 2010.Teologi Islam Klasik: Mengurai Akar Pemikiran Aliran-Aliran
Teologi
Islam Klasik, Malang: Resist Literacy
FAHAM ASY’ARIYAH DAN FAHAM AL MATURIDIYAH