Post on 18-Jan-2023
GAMBARAN EFIKASI DIRI PADA USIA LANJUT PENDERITA
HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
MOJOLABAN SUKOHARJO
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan
Program Studi Strata I pada Jurusan Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh :
FERRA KUMALA SANDRA
J210160113
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020
1
GAMBARAN EFIKASI DIRI PADA USIA LANJUT PENDERITA
HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MOJOLABAN
SUKOHARJO
ABSTRAK
Usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60
tahun.Pertambahan usia seseorang akan disertai beberapa penyakit degeneratif dan
penurunan fungsi fisiologis. Penyakit degeneratif tersebut salah satunya yaitu
hipertensi. Hipertensi merupakan penyakit yang ditandai dengan peningkatan
tekanan darah sistolik ≥140mmHg dan tekanan darah diastolik ≥90 mmHg. Gaya
hidup pada penderita hipertensi dapat dipengaruhi oleh tinggi dan rendahnya efikasi
diri. Efikasi diri adalah keyakinan seseorang pada kemampuan dirinya dalam
merubah perilaku sesuai dengan kondisi baik lingkungan maupun diri sendiri untuk
mencapai suatu keberhasilan yang diinginkan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran efikasi diri pada usia lanjut yang menderita hipertensi. Metode
yang digunakan pada penelitian ini yaitu deskriptif kuantitatif dengan pendekatan
cross sectional deskriptif. Penelitian ini dilakukan pada bulan februari 2020 di
wilayah kerja Puskesmas Mojolaban Sukoharjo. Teknik pengambilan sampel pada
penelitian ini yaitu menggunakan teknik kuota sampling dengan jumlah 90
responden. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner efikasi diri
pada usia lanjut penderita hipertensi. Hasil dari penelitian ini yaitu sebanyak 51
orang (56,7%) usia lanjut penderita hipertensi memiliki efikasi diri rendah
sedangkan 39 orang (43,3%) memiliki efikasi diri tinggi. Kesimpulan dari penelitian
ini, efikasi diri pada usia lanjut yang menderita hipertensi cenderung rendah. Peneliti
menyarankan kepada tenaga kesehatan agar mampu memberikan pendidikan
kesehatan tentang penyakit hipertensi khususnya cara mengendalikan gaya hidup
bagi penderita hipertensi pada usia lanjut dan keluarganya agar dapat meningkatkan
efikasi diri.
Kata kunci : Hipertensi, Usia Lanjut, Efikasi Diri
ABSTRACT
Elderly is someone who has reached the age above 60 years. A person's age
will be accompanied by several degenerative diseases and decreased physiological
function. One of the degenerative diseases is hypertension. Hypertension is a disease
characterized by an increase in systolic blood pressure ≥140mmHg and diastolic
blood pressure ≥90 mmHg. Lifestyle in patients with hypertension can be influenced
by high and low self-efficacy.Self-efficacy is one's belief in one's ability to change
behavior in accordance with the conditions of both the environment and oneself to
achieve the desired success. This study aims to determine the description of self-
efficacy in the elderly who suffer from hypertension.. The method used in this
research is descriptive quantitative with cross sectional descriptive approach. This
research was conducted in February 2020 in the working area of the Mojolaban
Sukoharjo Public Health Center. The sampling technique in this study is to use a
quota sampling technique with a total of 90 respondents. Data collection was
2
performed using a self-efficacy questionnaire in elderly patients with hypertension.
The results of this study are as many as 51 people (56.7%) elderly people with
hypertension have low self-efficacy while 39 people (43.3%) have high self-efficacy..
The conclusion of this study, self-efficacy in the elderly who suffer from hypertension
tends to be low. Researchers suggest that health workers be able to provide health
education about hypertension, especially how to control lifestyles for people with
hypertension in the elderly and their families in order to improve self-efficacy.
Keywords: Hypertension, Elderly, Self Efficacy
1. PENDAHULUAN
The World Population Prospect 2015 revision mengatakan bahwa
persentase penduduk usia lanjut mencapai 12% dari jumlah populasi global.
Populasi usia lanjut di Asia memiliki persentase terbesar yaitu 56% dari total
populasi di dunia. Data perkembangan usia lanjut pada 2050 diperkirakan akan
meningkat. Perkiraan persentase usia lanjut menunjukkan di Indonesia mencapai
21,4% penduduk dan di dunia sebanyak 25,3% penduduk (Pusdatin Kemenkes
RI, 2016).
Pertambahan usia seseorang akan disertai beberapa penyakit degeneratif
dan penurunan fungsi fisiologis. Penyakit degeneratif tersebut salah satunya
hipertensi yang merupakan penyakit kardiovaskular. Penyakit hipertensi pada
usia lanjut memungkinkan terjadinya komplikasi maka diperlukan pemantauan
dan penjelasan lebih spesifik (Nugroho, 2015).
MenurutMenteri Kesehatan Republik Indonesia(2018), dari tahun 2013
hingga 2018 prevalensi penyakit hipertensi meningkat sebanyak 0.4%. Penyakit
terbanyak yang dialami pada usia lanjut yaitu penyakit tidak menular, salah
satunya adalah hipertensi. Prevalensi hipertensi sesuai karakteristik usia antara
lain pada usia 55-65 tahun mencapai 55.2%, usia 66-74 tahun mencapai 63,2%
dan usia ≥75 tahun mencapai 69.5%. Sedangkan di Jawa Tengah, prevalensi
penyakit hipertensi mencapai>34.1%.
Penanganan hipertensi dapat dilakukan dengan beberapa macam cara yaitu
dengan terapi farmakologis maupun nonfarmakologis. Terapi farmakologis yaitu
dengan mengkonsumsi obat antihipertensi. Sedangkan terapi nonfarmakologis
untuk hipertensi antara lain modifikasi gaya hidup. Gaya hidup pada penderita
hipertensi dapat dipengaruhi oleh tinggi dan rendahnya efikasi diri (Black &
Hawks, 2014).
3
Efikasi diri merupakan keyakinan seseorang untuk memperoleh hasil
tertentu dengan mengandalkan kemampuan yang dimiliki sesuai dengan kondisi
orang tersebut dan lingkungan disekitarnya (Dewanti et al., 2015). Peran efikasi
diri berpengaruh dalam penatalaksanaan hipertensi, karena efikasi diri akan
memberikan pemahaman yang lebih baik dalam proses perubahan perilaku
(Permatasari et al., 2014)
Menurut Bandura dalamArifin (2015) Tinggi dan rendahnya efikasi
diridipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, dan pengalaman. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Riyadi (2017) di Kabupaten Klaten, menunjukkan bahwa sebagian besar
responden memiliki efikasi diri baik. Hal itu dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain faktor usia dan lama bekerja. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa responden yang memiliki efikasi baik yaitu usia dewasa yang telah
berkeluarga. Efikasi diri pada penelitian tersebut meningkat setelah dilakukan
pemberian promosi kesehatan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Amila et al. (2018) di Kota
Medan mayoritas responden yang memiliki efikasi diri yang tinggi juga
melakukan gaya hidup sehat. Hasil tersebut menunjukkan bahwa efikasi diri
yang tinggi dapat mempengaruhi gaya hidup sehat pada pasien yang menderita
penyakit hipertensi.
Menurut hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan ke Dinas Kesehatan
Kabupaten Sukoharjo menunjukkan bahwa pada bulan Desember 2018 hingga
September 2019 terdapat 3.691 usia lanjut penderita hipertensi yang tersebar di
12 Puskesmas. Usia lanjut penderita hipertensi terbanyak terdapat di Puskesmas
Weru dengan jumlah 454 orang. Puskesmas Mojolaban merupakan wilayah
yang menduduki peringkat kedua usia lanjut penderita hipertensi yang tersebar
di 15 desa dengan jumlah 417 orang. Peneliti mengambil wilayah Puskesmas
Mojolaban karena menurut data yang diperoleh dari dinas kesehatan jumlah usia
lanjut penderita hipertensi yang mendapat pengobatan lebih sedikit daripada di
wilayah Puskesmas Weru.
Menurut hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti, 4 dari 6
orang mengatakan bahwa hipertensi tidak selalu disembuhkan dengan obat,
4
mereka minum obat jika sakit yang ia derita telah mengganggu aktivitasnya.
Mereka juga mengatakan bahwa makanan yang dikonsumsi belum menunjukkan
makanan yang sesuai bagi penderita hipertensi karena ketidaktahuan dan
kurangnya informasi dari tenaga kesehatan. Makanan yang mereka konsumsi
biasanya memiliki rasa asin dan berlemak. Mereka mengaku jarang
mengunjungi pusat pelayanan kesehatan secara rutin karena letaknya yang
cukup jauh dan hanya bisa dijangkau dengan kendaraan bermotor.
Berdasarkan pemaparan diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti
tentang gambaran efikasi diri pada usia lanjut penderita hipertensi di wilayah
kerja Puskesmas Mojolaban Sukoharjo.
2. METODE
Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu deskriptif kuantitatif
dengan desain pendekatan cross sectional deskriptif. Penelitian ini dilakukan
pada bulan Februari 2020 di wilayah kerja Puskesmas Mojolaban Sukoharjo
dengan responden sebanyak 90 orang. Pengambilan sampel menggunakan
teknik quota sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner efikasi diri
pada usia lanjut penderita hipertensi.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Karakteristik Responden
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
No Kategori Frekuensi Persentase
1 Usia
60-74 Tahun 79 87,8%
75-90 Tahun 11 12,2%
2 Jenis Kelamin
Laki-laki 18 20%
Perempuan 72 80%
3 Pendidikan
Tidak Sekolah 25 27,8%
Pendidikan Dasar 42 46,7%
Pendidikan Menengah 17 18,9%
Perguruan Tinggi 6 6,7%
4 Pekerjaan
Bekerja 29 32,2%
Tidak Bekerja 61 67,8%
5 Status Perkawinan
Kawin 56 62,2%
5
Janda/Duda/Belum Kawin 34 37,8%
6 Status Tinggal
Keluarga 81 90%
Sendiri 9 10%
7 Lama Menderita Hipertensi
Lama ≥ 3 Tahun 51 56,7%
Baru < 3 Tahun 39 43,3%
8 Hipertensi
Tingkat I 10 11,1%
Tingkat II 80 88,9%
Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa dari 90 responden
yang diteliti, penyakit hipertensi paling banyak dialami oleh usia 60-74
tahun. Hal itu sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lumi et al.
(2018), yang menyatakan bahwa hipertensi paling banyak diderita pada usia
60-74 tahun yaitu sebanyak 35 orang (52,25%). Sedangkan pada penelitian
tersebut, penderita yang berusia 45-59 tahun sebanyak 25 orang (37,31%)
dan pada usia 75-90 tahun sebanyak 11 orang (10,44%). Hal itu
dikarenakan terjadinya penurunan fungsi tubuh pada usia lanjut akibat
proses penuaan.Menurut Sartik et al. (2017) kejadian hipertensi akan
semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia, hal tersebut
diakibatkan karena penyempitan lumen dan kakunya dinding pembuluh
darah.
Berdasarkan penelitian, penderita hipertensi lebih banyak dialami oleh
perempuan dari pada laki-laki. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Seke et al. (2016) bahwa responden perempuan yang
mengalami hipertensi lebih banyak dibandingkan laki-laki yaitu sebanyak
33 orang (66%) sedangkan responden laki laki sebanyak 17 orang (34%).
Menurut Arifinet al.(2016) perempuan yang memasuki masa menepouse
tekanan darahnya cenderung meningkat, hal ini dikarenakan oleh pengaruh
hormon esterogen yang melindungi sistem kardiovaskuler menurun.
Sedangkan laki-laki lebih banyak menderita hipertensi pada usia kurang
dari 60 tahun karena pengaruh gaya hidup.
Berdasarkan penelitian, mayortitas responden pernah menempuh
pendidikan sekolah dasar. Hal ini sejalan dengan penelitian Mujiranet al.
(2019) yang didominasi oleh responden yang pernah menempuh pendidikan
6
sekolah dasar yaitu sebanyak 24 orang (43,6%), yang berpendidikan SLTP
6 orang (10,9%), SLTA 15 orang (27,3%), dan perguruan tinggi 10 orang
(18,2%). Menurut Lumi et al. (2018) pendidikan yang rendah akan
mempengaruhi seseorang dalam menerima informasi, karena pengalaman
yang didapat akan mempengaruhi keputusannya dalam menghadapi segala
situasi. Menurut Anggriani (2016) tingkat pendidikan dapat mempengaruhi
gaya hidup pada penderita hipertensi. Semakin tinggi pendidikan biasanya
orang akan lebih memilih untuk menerapkan gaya hidup sehat agar dapat
mencegah terjadinya penyakit.
Berdasarkan penelitian, responden lebih banyak yang tidak bekerja
dibandingkan dengan yang bekerja. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Yuniandita et al. (2019) yang menyatakan bahwa sebanyak
62 orang (80,6%) respondennya tidak bekerja dan sebanyak 15 orang
(19,5%) respondennya bekerja. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sari et al. (2019) yaitu sebanyak 93 orang (80,2%)
respondennya tidak bekerja, 2 orang (1,7%) bekerja, dan 21 orang (18,1%)
pensiunan. Orang yang tidak bekerja lebih beresiko mengalami tekanan
darah tinggi yaitu sebesar 1,42 kali sedangkan orang yang bekerja memiliki
resiko menderita hipertensi sebesar 0,73-0,88 kali. Hal itu disebabkan
karena pengaruh aktivitas fisik (Ningsih, 2017). Seseorang yang kurang
aktivitas fisik memiliki resiko yang lebih tinggi terkena hipertensi karena
saat melakukan aktivitas, kontraksi otot jantung akan meningkatkan
frekuensinya (Mahmudah et al., 2015).
Berdasarkan penelitian, lebih banyak responden yang berstatus kawin
dibandingkan dengan yang berstatus janda/duda/belum kawin. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setyawan (2018) yang
menyatakan bahwa sebanyak 81 orang (98,8%) responden lansia yang
menderita hipertensi berstatus sudah menikah sedangkan 1 orang (1,2%)
berstatus belum menikah. Orang yang menikah pola makan dan
kejiwaannya lebih stabil. Namun, gaya hidup dan tekanan sosial juga dapat
membuat tekanan darah meningkat. Hal itu disebabkan karena, ketika
seseorang sudah menikah ia akan bertanggung jawab pada keluarga dan
7
lingkungannya lalu jika mereka memiliki masalah maka ia akan stress
kemudian tekanan darah meningkat.
Berdasarkan penelitian, mayoritas responden tinggal bersama
keluarganya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurnia
(2016) yang menyatakan bahwa pederita hipertensi yang tinggal bersama
keluarga sebanyak 42 responden (62,7%) dan yang tinggal sendiri sebanyak
25 orang (37,3%). Pada penelitian tersebut juga dijelaskan bahwa keluarga
dapat memberikan motivasi agar dapat meningkatkan kepatuhan penderita
hipertensi. Menurut Widiandari et al. (2018) usia lanjut sangat
membutuhkan dukungan keluarga dalam mengendalikan hipertensi karena
hal itu dapat meningkatkan motivasi usia lanjut. Dukungan keluarga yang
kurang dapat mengakibatkan terjadinya komplikasi karena kurangnya
pengetahuan dari keluarga. Menurut Rachmawati & Kartinah (2017) selama
menjalani perawatan hipertensi, dukungan keluarga sangat diperlukan
karena hal tersebut dapat menentukan berhasil tidaknya pasien dalam
menjalani perawatan. Dukungan keluarga yang cukup, seperti menemani
berobat dapat memberikan rasa nyaman dan motivasi dirinya meningkat.
Berdasarkan penelitian, responden didominasi oleh penderita
hipertensi lama (≥ 3 tahun). Hal ini sejalan dengan Agustono et al. (2018)
bahwa terdapat 36 responden (42,4%) yang telah menderita hipertensi
selama >3-5 tahun, 14 orang (16,5%) yang menderita >6 tahun, 32 orang
(37,6%) yang menderita >1-2 tahun, dan 3 orang (3,5%) yang menderita <1
tahun. Menurut Laksita (2016) lamanya seseorang menderita hipertensi
akan menyebabkan kecemasan sehingga mengakibatkan vasokontriksi
perifer dan elevasi tekanan darah. Lama hipertensi juga dapat membuat
kerja jantung menurun karena adanya penebalan dan kekakuan pada katup
jantung. Penurunan kerja jantung tersebut akan beresiko pada terjadinya
penyakit komplikasi salah satunya yaitu penyakit jantung koroner
(Nurhidayati et al., 2018).
Berdasarkan penelitian, responden didominasi oleh penderita
hipertensi tingkat II. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Mariani & Susilawati (2015) bahwa terdapat 40 responden (58,8%) yang
8
menderita hipertensi berat (tekanan darah ≥160/90 mmHg) dan 28
responden (41,1%) penderita hipertensi ringan (tekanan darah <160/90).
Hal itu terjadi karena gaya hidup pasien yang kurang baik, responden pada
penelitian tersebut memiliki kebiasaan merokok dan tidak menjalankan
diet rendah garam. Menurut Setyawan (2018) seiring bertambahnya usia,
seseorang akan mengalami perubahan baik fisik, mental, maupun sosial.
Hal tersebut dapat menimbulkan stresor pada usia lanjut yang kemudian
membuat tekanan darah meningkat.
b. Efikasi Diri Berdasarkan Karakteristik Responden
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Efikasi Diri Berdasarkan Karakteristik Responden
No Kategori Efikasi Diri
Jumlah % Rendah % Tinggi %
1 Usia
60-74 Tahun 42 53% 37 47% 79 100%
75-90 Tahun 9 82% 2 18% 11 100%
2 Jenis Kelamin
Laki-Laki 8 44% 10 56% 18 100%
Perempuan 43 60% 29 40% 72 100%
3 Pendidikan
Tidak Sekolah 17 68% 8 32% 25 100%
Dasar 28 67% 14 33% 42 100%
Menengah 4 24% 13 76% 17 100%
Perguruan Tinggi 2 33% 4 67% 6 100%
4 Pekerjaan
Bekerja 12 41% 17 59% 29 100%
Tidak Bekerja 39 64% 22 36% 61 100%
5 Status Perkawinan
Kawin 27 48% 29 52% 56 100%
Janda/Duda/Belum
Kawin 24 71% 10 29% 34 100%
6 Status Tinggal
Keluarga 46 57% 35 43% 81 100%
Sendiri 5 56% 4 44% 9 100%
7 Lama Menderita
Hipertensi
Lama ≥ 3 Tahun 25 49% 26 51% 51 100%
Baru < 3 Tahun 26 67% 13 33% 39 100%
Distribusi frekuensi efikasi diri berdasarkan usia menunjukkan bahwa
responden yang berusia 60-74 tahun dan responden yang berusia 75-90
tahun, memiliki efikasi diri yang cenderung rendah karena sebagian besar
9
reponden menjawab dengan tidak yakin atau sangat tidak yakin. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Setyorini (2018) yang
mengatakan bahwa kemampuan usia lanjut dalam melakukan perawatan diri
dipengaruhi oleh usia. Pada penelitian tersebut, usia lanjut yang efikasi
dirinya rendah memiliki penurunan manajemen perawatan diri karena
kondisi fisik psikososial.
Efikasi diri berdasarkan jenis kelamin pada penelitian ini
menunjukkan bahwa, responden yang berjenis kelamin laki-laki lebih
dominan memiliki efikasi tinggi karena sebagian besar reponden menjawab
dengan yakin atau sangat yakin. Sedangkan pada perempuan lebih dominan
memiliki efikasi diri rendah karena sebagian besar reponden menjawab
dengan tidak yakin atau sangat tidak yakin. Hal ini sesuai dengan teori
Bandura yang menyatakan bahwa jenis kelamin dapat mempengaruhi
efikasi diri dan pada umumnya laki-laki memiliki efikasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan perempuan karena laki-laki didiskripsikan sebagai
manusia yang mandiri, agresif, rasional, dan aktif (Puspita et al., 2019).
Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wantiyah
dalam Okatiranti et al. (2017) yang menyatakan bahwa laki laki memiliki
efikasi yang tinggi dibanding dengan perempuan karena laki-laki bersifat
mandiri dalam menyelesaikan masalah dan cenderung memiliki percaya diri
yang cukup tinggi.
Selain itu menurut Pitriani (2018), perempuan yang memiliki usia
kurang dari 59 tahun lebih tinggi mengalami hipertensi dari pada usia
diatasnya yang cenderung sensitif juga emosional dalam menjalankan
pengobatan. Sedangkan laki-laki lebih mengutamakan kualitas hidupnya
apalagi masalah kesehatan.
Distribusi frekuensi efikasi diri berdasarkan pendidikan pada
penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang tidak sekolah cenderung
memiliki efikasi yang rendah. Responden dengan pendidikan dasar juga
cenderung memiliki efikasi diri rendah. Hal itu dibuktikan dengan sebagian
besar reponden yang menjawab dengan tidak yakin atau sangat tidak yakin
Sedangkan responden yang memiliki pendidikan menengah dan perguruan
10
tinggi lebih cenderung memiliki efikasi diri yang tinggi karena sebagian
besar reponden menjawab dengan yakin atau sangat yakin.
Distribusi frekuensi efikasi diri berdasarkan pekerjaan pada penelitian
ini menunjukkan bahwa responden yang tidak bekerja cenderung memiliki
efikasi diri rendah karena sebagian besar reponden menjawab dengan tidak
yakin atau sangat tidak yakin. Sedangkan responden yang bekerja
cenderung memiliki efikasi diri tinggi karena sebagian besar reponden
menjawab dengan yakin atau sangat yakin.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan
(2017) yang menyatakan bahwa efikasi diri dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan dan pekerjaan seseorang. Pendidikan dan pekerjaan yang tinggi
berpengaruh pada kemampuan seseorang dalam mengevaluasi dan menilai
tindakan yang dilakukan. Selain itu, Manuntung (2018) juga mengatakan
bahwa latar belakang pendidikan dan pekerjaan dapat mempengaruhi efikasi
diri. Karena semakin tinggi tingkat pendidikan dan pekerjaan seseorang
maka efikasi diri yang dimiliki juga tinggi.
Distribusi frekuensi berdasarkan status perkawinan menunjukkan
bahwa efikasi diri pada responden yang berstatus kawin cenderung tinggi
karena sebagian besar reponden menjawab dengan yakin atau sangat yakin.
Sedangkan efikasi diri pada responden yang berstatus janda/duda/belum
kawin lebih cenderung rendah karena sebagian besar reponden menjawab
dengan tidak yakin atau sangat tidak yakin. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Manuntung (2018) bahwa sebagian besar
respondennya yang berstatus kawin lebih tinggi efikasi dirinya. Hal ini
berkaitan dengan persuasi verbal dan emotional arousal yang dapat
mempengaruhi perilaku dan tindakan seseorang. Dukungan yang cukup
dapat mempengaruhi persepsi seseorang tentang penyakit yang dideritanya.
Selain itu sikap empati yang diberikan seseorang penting untuk membangun
keyakinan responden.
Distribusi frekuensi berdasarkan status tinggal menunjukkan bahwa
efikasi pada responden lebih cenderung rendah baik yang tinggal bersama
keluarga maupun yang tinggal sendiri. Hal ini dibuktikan dengan sebagian
11
besar reponden yang menjawab dengan yakin atau sangat yakin Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Permatasari et al. (2014) yang menyatakan
bahwa dukungan keluarga sangat mempengaruhi efikasi diri karena usia
lanjut mengalami penurunan fisik dan psikologis sehingga butuh dukungan
keluarga untuk mengubah gaya hidup dan perilakunya sehari-hari.
Distribusi frekuensi berdasarkan lama menderita hipertensi
menunjukkan bahwa efikasi diri pada responden yang telah lama menderita
hipertensi cenderung tinggi karena karena sebagian besar reponden
menjawab dengan yakin atau sangat yakin. Sedangkan efikasi diri pada
responden penderita hipertensi yang baru cenderung memiliki efikasi diri
rendah karena sebagian besar reponden menjawab dengan tidak yakin atau
sangat tidak yakin. Hal itu sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Mahbubah (2018) bahwa lebih dari setengah respondenya yang menderita
hipertensi lebih dari 5 tahun memiliki efikasi yang tinggi.
Penelitian yang dilakukan oleh Amila et al. (2018) mengatakan bahwa
gaya hidup seseorang tergantung pada lama penyakit yang diderita,
pengalaman yang dialami terdahulu akan berdampak pada keyakinan
dirinya. Jika pengalaman dalam menangani penyakit baik maka hal itu
dapat meningkatkan motivasi dalam mengubah gaya hidupnya. Selain itu
Manuntung (2018) juga mengatakan bahwa lama penderita hipertensi juga
berpengaruh dalam tinggi dan rendahnya efikasi diri yang bergantung pada
faktor sosial, personal, dan informasi.
c. Efikasi Diri Pada Usia Lanjut Penderita Hipertensi
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Efikasi Diri Penderita Hipertensi
No Kategori Efikasi diri
Jumlah % Rendah % Tinggi %
1 Hipertensi
Tingkat I 6 60,0% 4 40,0% 10 100%
Tingkat II 45 56,3% 35 43,8% 80 100%
Jumlah 51 56,7% 39 43,3% 90 100%
Distribusi frekuensi pada efikasi diri usia lanjut penderita hipertensi
menunjukkan bahwa mayoritas responden baik yang menderita hipertensi
tingkat I maupun tingkat II memiliki efikasi diri dengan kategori rendah.
12
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Damawiyah et al. (2017)
yang sebagian besar respondennya memiliki efikasi yang kurang baik
karena pengaruh status perkawinan dan pengalaman kegagalan dalam
penyembuhan penyakit. Penelitian yang dilakukan oleh Setyorini (2018)
yang sebagian besar respondennya juga memiliki efikasi diri kurang. Hal itu
disebabkan karena kurangnya kemampuan untuk memotivasi dirinya dan
keyakinannya dalam mengubah perilakunya.
Menurut Yasaratna & Wijesinghe (2019) usia lanjut yang menderita
hipertensi pada penelitiannya cenderung memiliki efikasi diri rendah hal itu
disebabkan karena cara dalam mengendalikan penyakit yang buruk.
Menurut bandura dalam Okatiranti et al. (2017) efikasi diri akan
mempengaruhi cara seseorang dalam memotivasi diri dan mengambil
keputusan. Tindakan yang dilakukan dapat dipengaruhi oleh pengalaman
yang pernah dialami. Pengalaman dapat mempengaruhi tinggi dan
rendahnya efikasi diri. Jika pengalaman dalam menangani penyakit baik
maka hal itu dapat meningkatkan motivasi hidupnya untuk mengatur gaya
hidupnya lebih baik lagi (Amila et al., 2018).
4. PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
a. Mayoritas responden berusia 60-74 tahun, berjenis kelamin perempuan,
pernah menempuh pendidikan dasar, berstatus tidak bekerja, berstatus
kawin, tinggal bersama keluarga, dan telah menderita hipertensi ≥ 3
tahun.
b. Tingkat efikasi diri pada usia lanjut baik yang memiliki usia 60-74 tahun
maupun 75-90 tahun cenderung memiliki efikasi diri rendah. Responden
berjenis kelamin laki-laki sebagian besar memiliki efikasi diri yang
tinggi sedangkan yang berjenis kelamin perempuan memiliki efikasi diri
yang rendah. Berdasarkan tingkat pendidikan, responden yang tidak
sekolah dan pernah menempuh pendidikan dasar cenderung memiliki
efikasi diri rendah sedangkan responden yang pernah menempuh
pendidikan menengah dan perguruan tinggi cenderung memiliki efikasi
diri tinggi. Berdasarkan status pekerjaan, responden yang bekerja
13
cenderung memiliki efikasi diri tinggi sedangkan responden yang tidak
bekerja memiliki efikasi diri rendah. Responden yang berstatus kawin
sebagian besar memiliki efikasi diri tinggi sedangkan yang berstatus
janda/duda/belum kawin sebagian besar memiliki efikasi diri rendah.
Responden yang tinggal bersama keluarga maupun yang tinggal sendiri
sama-sama memiliki efikasi diri rendah. Responden yang menderita
hipertensi ≥ 3 tahun cenderung memiliki efikasi diri yang tinggi
sedangkan yang kurang dari 3 tahun cenderung memiliki efikasi diri
rendah.
c. Mayoritas usia lanjut penderita hipertensi pada penelitian ini baik yang
menderita hipertensi tingkat I maupun tingkat II sama-sama memiliki
efikasi diri dengan kategori rendah
DAFTAR PUSTAKA
Agustono, Zulfitri, R., & Agrina. (2018). Hubungan Kondisi Psikososial Lansia
Hipertensi Dengan Kejadian Insomnia. Fakultas Keperawatan Universitas
Riau, 5, 51–61.
Amila, Sinaga, J., & Sembiring, E. (2018). Self Efficacy dan Gaya Hidup Pasien
Hipertensi. Jurnal Kesehatan, 9(3), 360. https://doi.org/10.26630/jk.v9i3.974
Anggriani, L. M. (2016). Deskripsi Kejadian Hipertensi Warga RT 05/RW 02 Tanah
Kali Kedinding Surabaya. Jurnal Promkes, 4, 151–164.
Arifin, M. (2015). Hubungan Efikasi Diri Dengan Penetapan Pilihan Karir
Mahasiswa BKI Angkatan 2012 UIN Sunan Ampel Surabaya.
Arifin, M. Ha. B. M., Weta, I. W., & Ratnawati, N. L. K. A. (2016). Faktor-Faktor
Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Kelompok Lanjut Usia
Di Wilayah Kerja Upt Puskesmas Petang I Kabupaten Badung Tahun 2016. E-
Jurnal Medika Udayana, 5(7).
Black, J., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan (8th ed.). Singapore: Elsevier (Singapore) Pte
Ltd.
Damawiyah, S., Soleha, U., & Umamah, F. (2017). Hubungan Efikasi Diri dan
Motivasi Mencegah Komplikasi Dengan Derajat Hipertensi Pada Lansia Di
RW 01 Kelurahan Wonokromo Surabaya. 4, 9–15.
Dewanti, S. W., Andrajati, R., & Supardi, S. (2015). Pengaruh Konseling dan Leaflet
terhadap Efikasi Diri, Kepatuhan Minum Obat, dan Tekanan Darah Pasien
Hipertensi di Dua Puskesmas Kota Depok. Jurnal Kefarmasian Indonesia, 5(1),
14
33–40. https://doi.org/10.22435/jki.v5i1.4088.33-40
Feist, jess. (2017). Teori Kepribadian (8th ed.). jakarta selatan: Salemba Humanika.
Hambali, A. (2013). Psikologi Kepribadian (Lanjutan) Studi Atas Teori dan Tokoh
Psikologi Kepribadian. Bandung: Pustaka Setia.
Kemenkes.RI. (2014). Pusdatin Hipertensi. Infodatin, (Hipertensi), 1–7.
https://doi.org/10.1177/109019817400200403
Kurnia, A. (2016). Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kepatuhan Penderita
Hipertensi Dalam Perawatan Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas
Cibeureum Kota Tasikmalaya. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada: Jurnal
Ilmu-Ilmu Keperawatan, Analis Kesehatan Dan Farmasi, 16(1), 143.
https://doi.org/10.36465/jkbth.v16i1.177
Kurniawan, A., & Widodo, A. (2017). Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Efikasi
Diri Dengan Pelayanan Kader Posyandu Lansia Di Desa Mancasan Kecamatan
Baki. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Laksita, I. D., & Pratiwi, A. (2016). Hubungan Lama Menderita Hipertensi Dengan
Tingkat Kecemasan Pada Lansia Di Desa Praon Nusukan Surakarta. Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta, 6(2), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Lumi, F., Terok, M., & Budiman, F. (2018). Hubungan Derajat Penyakit Hipertensi
Dengan Tingkat Kecemasan Pada Kelompok Lanjut Usia Di Wilayah Kerja
Puskesmas Kahakitang Kecamatan Tatoareng. Media Kesehatan Politeknik
Kesehatan Makassar, 13(2), 59. https://doi.org/10.32382/medkes.v13i2.664
Mahbubah, B. (2018). Hubungan Efikasi Diri Dengan Kepatuhan Perawatan
Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Rambipuji.
Mahmudah, S., Maryusman, T., Arini, F. A., & Malkan, I. (2015). Hubungan Gaya
Hidup Dan Pola Makan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia Di Kelurahan
Sawangan Baru Kota Depok Tahun 2015. Biomedika, 7(2), 43–51.
Manuntung, A.-. (2018). Hubungan Keyakinan Diri Dan Aktivitas Perawatan
Mandiri Pasien Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Pahandut Kota
Palangka Raya. Jurnal Ilmu Kesehatan, 7(1), 199.
https://doi.org/10.32831/jik.v7i1.181
Mariani, R., & Susilawati, F. (2015). Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat
Hipertensi Pada Pasien Hipertensi Di RSU Handayani Kotabumi Lampung
Utara. Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai, VIII(1), 8–12. https://doi.org/ISSN:
19779-469X
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Hasil Utama Riskesdes 2018.
Mersal, F. A. (2015). Effect of Evidence Based Lifestyle Guidelines on Self Efficacy
of Patients with Hypertension. Int.J.Curr.Microbiol.App.Sci, 4(3), 244–263.
15
Muhith, A., & Sitoyo, S. (2016). Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta:
CV Andi Offset.
Mujiran, Setiyawan, & Rizqie, N. S. (2019). Hubungan Tingkat Pengetahuan
Tentang Hipertensi Dengan Sikap Dalam Pencegahan Komplikasi Hipertensi
Pada Lansia Peserta Prolanis UPT Puskesmas Jenawi Karanganyar. 7(2), 34–
41.
Ningsih, D. L. R. (2017). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Hipertensi Pada Pekerja Sektor Informal Di Pasar Beringharjo Kota
Yogyakarta. Naskah Publikasi, 1–20.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1016/j.brainres.2009.04.039
Nugroho, W. (2015). Keperawatan Gerontik & Geriatrik (3rd ed.; M. Ester, Ed.).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Nurhidayati, I., Aniswari, A. Y., Sulistyowati, A. D., & Sutaryono, S. (2018).
Penderita Hipertensi Dewasa Lebih Patuh Daripada Lansia Dalam Minum Obat
Penurun Tekanan Darah © 2018 Program Studi S-1 Kesehatan Masyarakat
Universitas Muhammadiyah Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Indonesia, 13, 4–8.
Okatiranti, Irawan, E., & Amelia, F. (2017). Hubungan Self Efficacy Dengan
Perawatan Diri Lansia Hipertensi. V(2), 130–139.
Permana, H., Farida, H., & Budi, A. (2016). Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan
Kecemasan Dalam Menghadapi Ujian Pada Siswa Kelas IX Di MTS Al
Hikmah Brebes. Jurnal Hisbah, 13(1), 51–68.
Permatasari, L. I., Mamat, L., & Supriadi. (2014). Hubungan Dukungan Keluarga
Dan Self Efficacy Dengan Perawatan Diri Lansia Hipertensi. Jurnal Kesehatan
Komunitas Indonesia, 10(2), 993–1003. Retrieved from
http://lppm.unsil.ac.id/files/2015/02/02.-Leya-indah.pdf
Pitriani, R. (2018). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Hipertensi Pada
Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Rumbai Pesisir. Jurnal Penelitian
Kesehatan Suara Forikes, 9(1), 74–77.
Pusdatin Kemenkes RI. (2016). Situasi Lanjut Usia Di Indonesia. Drug and
Therapeutics Bulletin, 10(16), 63–64.
Puspita, T., Ernawati, & Rismawan, D. (2019). Hubungan Efikasi Diri Dengan
Kepatuhan Diet Pada Penderita Hipertensi. Jurnal Kesehatan Indra Husada,
7(No 1), 41.
Puteh, M., Muhlisin, A., & Kartinah. (2015). Hubungan Antara Pengetahuan
Keluarga Tentang Diit Hipertensi Dengan Kekambuhan Hipertensi Pada
Lansia Di Posyandu Setya Budi Desa Reksosari Suruh Kabupaten Semarang.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
16
Rachmawati, Y. A., & Kartinah. (2017). Dukungan Keluarga Dalam
Penatalaksanaan Hipertensi Di Puskesmas Candirejo Magetan. Berita Ilmu
Keperawatan Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta, 10(2), 44–49.
Ramdhani, N. (2016). Penyusunan Alat Pengukur Berbasis Theory of Planned
Behavior. Buletin Psikologi, 19(2), 55–69. https://doi.org/10.22146/bpsi.11557
Ratnawati, E. (2015). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Pustaka Baru
Press.
Riamah. (2019). Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Hipertensi Pada Lansia Di Upt
Pstw Khusnul Khotimah. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Hipertensi Pada
Lansia Di Upt Pstw Khusnul Khotimah, XIII(2), 102–114.
Riyadi, S., & Widodo, A. (2017). Peningkatan Pengetahuan Dan Efikasi Diri Melalui
Promosi Kesehatan Tentang Pencegahan Kekambuhan Pasien Paska Pasung
Pada Keluarga Di Kabupaten Klaten. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Sari, C. W. M., Sumarni, N., & Rahayu, Y. S. (2019). Hubungan Stres Terhadap
Tekanan Darah Pada Lansia Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kadungora
Kabupaten Garut. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 4(2).
Sartik, S., Tjekyan, R. S., & Zulkarnain, M. (2017). Risk Factors and the Incidence
of Hipertension in Palembang. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 8(3), 180–
191. https://doi.org/10.26553/jikm.2017.8.3.180-191
Seke, P. A., Bidjuni, H. J., & Lolong, J. (2016). Hubungan Kejadian Stres Dengan
Penyakit Hipertensi Pada Lansia Di Balai Penyanunan Lanjut Usia Senjah
Cerah Kecamatan Mapanget Kota Manado. 4, 123–130.
Setyawan, A. B. (2018). Hubungan Antara Tingkat Stres Dan Kecemasan Dengan
Kejadian Hipertensi Pada Lansia Di Klinik Islamic Center Samarinda Tahun
2017. Jurnal Ilmu Kesehatan, 6(1), 1–9.
Setyorini, A. (2018). Hubungan Self Efficacy Dengan Self Care Management Lansia
Yang Menderita Hipertensi Di Posyandu Lansia Padukuhan Panggang III
Binaan Puskesmas Panggang I Gunungkidul. Health Sciences and Pharmacy
Journal, 2(2), 58. https://doi.org/10.32504/hspj.v2i2.29
Sharon Mantik, L. (2011). Medical Surgical Nursing: Assessment And Management
Of Clinical Problems (8th ed.). United States of America: Elsevier Mosby.
Suardiman, S. P. (2011). Psikologi Usia Lanjut. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Sugiyono. (2019). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.
Sujarweni, W. (2014). Metodologi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta: Gava
17
Medika.
Suprapto, S. W. (2017). Hubungan Sikap, Norma Subjektif, Persepsi Kontrol
Perilaku Dan Pengetahuan Terhadap Intensi Pelaporan Kecelakaan Kerja
Perawat Rawat Inap Tulip Dan Melati Di Rumah Sakit X Kota Bekasi Tahun
2016. 1–120.
Susila, & Suyanto. (2014). Metode Penelitian Epidemiologi Bidang Kedokteran Dan
Kesehatan. Yogyakarta: Bursa Ilmu.
Warren-Findlow, J., Seymour, R. B., & Huber, L. R. B. (2013). The Association
Between Self-Efficacy and Hypertension Self Care Activities Among African
American Adults. Bone, 23(1), 1–7. https://doi.org/10.1038/jid.2014.371
Widiandari, T. D., Widiani, E., & Rosdiana, Y. (2018). Hubungan Dukungan
Keluarga Terhadap Motivasi Lansia Dalam Pengelolaan Penyakit Hipertensi Di
Poli Interna RST Dr. Soepraoen Malang. Nursing News, 3, 785–790.
Yantik. (2014). Efikasi Diri Pada Pasien Stroke Di Poli Syaraf. 3–7.
Yasaratna, N. R., & Wijesinghe, M. S. D. (2019). Perceived Self-Efficacy And Self-
Managing Of Chronic Diseases Among Elderly Patients In A Clinic Setting:
How Capable Are Elders In Promoting Their Own Health? Journal of the
College of Community Physicians of Sri Lanka, 25(4), 168.
https://doi.org/10.4038/jccpsl.v25i4.8221
Yuniandita, N., Supratman, Kartinah, & Hudiyawati, D. (2019). Gambaran Kualitas
Hidup Pada Aspek Fisik Penderita Hipertensi Di Wilayah Puskesmas Pajang
Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta.