PENENTUAN PEUBAH-PEUBAH YANG MEMPENGARUHI PERSENTASE PENDERITA TUBERKULOSIS (TB) DI KOTA BOGOR...
Transcript of PENENTUAN PEUBAH-PEUBAH YANG MEMPENGARUHI PERSENTASE PENDERITA TUBERKULOSIS (TB) DI KOTA BOGOR...
1
PENENTUAN PEUBAH-PEUBAH YANG MEMPENGARUHI
PERSENTASE PENDERITA TUBERKULOSIS (TB) DI KOTA BOGOR
DENGAN PENDEKATAN REGRESI SPASIAL
SEKARSARI UTAMI WIJAYA
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
2
RINGKASAN
SEKARSARI UTAMI WIJAYA. Penentuan Peubah-Peubah yang Mempengaruhi Persentase
Penderita Tuberkulosis (TB) di Kota Bogor dengan Pendekatan Regresi Spasial. Dibimbing oleh
ITASIA DINA SULVIANTI dan ANIK DJURAIDAH.
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis, yang sebagian besar bakteri ini menyerang paru-paru. Sebanyak 1 023 dari 7 641
orang suspek di Kota Bogor, dideteksi positif menderita penyakit TB. Kota Bogor termasuk
peringkat kesepuluh tertinggi jumlah penderita TB se-Jawa Barat. Berdasarkan data yang
diperoleh, jika penduduk pada suatu kelurahan menderita penyakit TB maka penduduk di
kelurahan sekitarnya juga akan menderita penyakit TB. Penularan penyakit TB dari suatu
kelurahan ke kelurahan lain memiliki pengaruh terhadap persentase penderita TB sehingga perlu
dikaji lebih jauh peubah-peubah yang mempengaruhi persentase penderita TB dari aspek spasial.
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi efek spasial dan menentukan peubah-peubah yang
mempengaruhi persentase penderita TB di Kota Bogor. Berdasarkan hasil analisis, efek spasial
berpengaruh signifikan terhadap penyebaran penyakit TB. Suatu kelurahan yang memiliki
penderita TB akan menyebarkan bakteri tersebut ke kelurahan yang berada di sekitarnya sehingga
penduduk di kelurahan yang berada di sekitarnya juga mengidap TB. Pencilan spasial atas pada
kasus TB di Kota Bogor terletak di Kelurahan Katulampa. Sedangkan pencilan spasial bawah
berada pada Kelurahan Kertamaya, Bojongkerta, dan Kedung Waringin. Selain itu, persentase
penderita TB dipengaruhi oleh persentase penduduk perempuan. Penduduk perempuan
berpengaruh terhadap persentase penderita TB karena mereka memiliki daya tahan tubuh yang
lebih lemah dibandingkan dengan laki-laki sehingga rentan tertular TB.
Kata kunci: model otoregresif spasial, model galat spasial, Tuberkulosis (TB), pencilan spasial atas
(hotspot), pencilan spasial bawah (coldspot)
3
PENENTUAN PEUBAH-PEUBAH YANG MEMPENGARUHI
PERSENTASE PENDERITA TUBERKULOSIS (TB) DI KOTA BOGOR
DENGAN PENDEKATAN REGRESI SPASIAL
SEKARSARI UTAMI WIJAYA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Statistika pada
Departemen Statistika
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
4
Judul Skripsi : Penentuan Peubah-Peubah yang Mempengaruhi Persentase Penderita Tuberkulosis
(TB) di Kota Bogor dengan Pendekatan Regresi Spasial
Nama : Sekarsari Utami Wijaya
NIM : G14080013
Disetujui
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dra. Itasia Dina Sulvianti, M. Si. Dr. Ir. Anik Djuraidah, MS.
NIP. 196005081988032002 NIP. 196305151987032002
Diketahui
Ketua Departemen Statistika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Hari Wijayanto, M.Si.
NIP. 196504211990021001
Tanggal Lulus:
5
PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia-Nya karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada
nabi besar umat Islam, Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, dan para sahabatnya.
Karya ilmiah ini berjudul “Penentuan Peubah-Peubah yang Mempengaruhi Persentase
Penderita Tuberkulosis (TB) di Kota Bogor dengan Pendekatan Regresi Spasial”. Penulis
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu,
antara lain:
1. Ibu Dra. Itasia Dina Sulvianti, M. Si. dan Ibu Dr. Ir. Anik Djuraidah, MS. selaku komisi
pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, serta masukan selama proses
penulisan karya ilmiah ini.
2. Ibu, Bapak, Mbak Uma, dan Ningrum atas doa, semangat, dan kasih sayang yang diberikan
kepada penulis selama ini.
3. Bapak Dr. Ir. Hari Wijayanto, M.Si. beserta seluruh staf pengajar Departemen Statistika
Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan berbagai bekal ilmu selama penulis
melaksanakan studi di Institut Pertanian Bogor.
4. Seluruh staf administrasi dan karyawan Departemen Statistika yang selalu siap membantu
penulis dalam menyelesaikan berbagai keperluan terkait penyelesaian karya ilmiah ini.
5. Feri dan Vita selaku teman satu bimbingan dan tempat berbagi satu sama lain.
6. Mba Mariana dan Faiz atas segala masukannya selama ini.
7. Mia dan Sela atas diskusinya mengenai regresi spasial.
8. Silvi, Arni, Nurul, Dania, dan Riza yang selalu memotivasi.
9. Kakak-kakak STK 44 serta adik-adik STK 46 dan STK 47.
10. Seluruh pihak yang telah memberikan dukungan doa serta motivasi dalam penyelesaian karya
ilmiah ini.
Semoga segala kebaikannya dibalas oleh Allah SWT dan semoga karya ilmiah ini bermanfaat
bagi semua orang yang membacanya.
Bogor, September 2012
Sekarsari Utami Wijaya
6
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Sekarsari Utami Wijaya dan dilahirkan di Bandung pada tanggal 12 Juni
1990, anak dari pasangan Ir. Dal Suparman dan Dra. Hariani Pahlawanita Astuti. Penulis
merupakan putri kedua dari tiga bersaudara.
Tahun 2002 penulis menamatkan pendidikan sekolah dasar di SDIT An-Nadwah Kota Bekasi.
Penulis melanjutkan studinya di SMPN 1 Tambun Selatan Kabupaten Bekasi dan lulus pada tahun
2005. Tahun 2008 penulis lulus dari SMAN 1 Tambun Selatan Kabupaten Bekasi dan pada tahun
yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih
mayor Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dengan minor Matematika
Keuangan dan Aktuaria.
Selama kuliah, penulis pernah aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Taekwondo IPB,
menjadi asisten praktikum mata kuliah Fisika Dasar, pengurus Himpunan Keprofesian Gamma
Sigma Beta, beberapa kali menjadi asisten dosen mata kuliah Metode Statistika, dan sekarang aktif
sebagai data analyst di Statistics Center. Pada tahun 2010 penulis memenangi Kompetisi Nasional
Statistika sebagai juara II dan tahun 2012 penulis diundang dalam Annual Indonesian Scholar
Conference in Taiwan (AISCT). Penulis melaksanakan kegiatan praktik lapang di Pusat Data dan
Sistem Informasi Kementerian Pertanian pada bulan Februari-April 2012.
7
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................................... viii
PENDAHULUAN................................................................................................................. 1
Latar Belakang .............................................................................................................. 1
Tujuan ........................................................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................ 1
Analisis Regresi Berganda ............................................................................................ 1
Pemilihan Persamaan Regresi Terbaik ................................................................. 2
Analisis Regresi Spasial ............................................................................................... 2
Efek Spasial .......................................................................................................... 2
Model Umum Regresi Spasial .............................................................................. 3
Model Otoregresif Spasial .................................................................................... 3
Model Galat Spasial ............................................................................................. 4
Matriks Pembobot ................................................................................................ 5
METODOLOGI .................................................................................................................... 6
Data ............................................................................................................................... 6
Metode .......................................................................................................................... 6
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................................. 6
Eksplorasi Data ............................................................................................................. 6
Pencilan Spasial pada TB ..................................................................................... 6
Pola Hubungan Peubah Penjelas dengan Persentase Penderita TB ...................... 8
Analisis Regresi Spasial ............................................................................................... 10
Identifikasi Efek Spasial ....................................................................................... 10
Model Regresi Spasial .......................................................................................... 10
Interpretasi Efek Spasial terhadap TB .................................................................. 11
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................................. 12
Simpulan ....................................................................................................................... 12
Saran ............................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 12
LAMPIRAN .......................................................................................................................... 13
8
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Distribusi banyaknya kelurahan berdasarkan interval persentase penderita TB di
Kota Bogor ................................................................................................................... 7
2. Pencilan spasial atas dan pencilan spasial bawah ......................................................... 8
3. Perbandingan persamaan regresi berdasarkan nilai R2, S, Cp, dan R
2adj ....................... 9
4. Pendugaan dan pengujian parameter model regresi berganda ...................................... 9
5. Hasil uji ketergantungan spasial ................................................................................... 10
6. Pendugaan dan pengujian parameter model regresi spasial .......................................... 11
7. Pengujian asumsi pada model regresi spasial ............................................................... 11
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Tetangga dalam queen contiguity ................................................................................. 5
2. Matriks kebertetanggaan queen contiguity ................................................................... 5
3. Matriks pembobot queen contiguity ............................................................................. 5
4. Peta tematik Kota Bogor ............................................................................................... 6
5. Diagram pencar Moran ................................................................................................. 7
6. Peta pencilan spasial ..................................................................................................... 8
7. Matriks diagram pencar antara peubah penjelas dengan peubah respon....................... 8
8. Plot kenormalan pada regresi berganda ........................................................................ 9
9. Diagram pencar galat dan nilai dugaan pada regresi berganda ..................................... 10
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Peubah respon dan peubah penjelas .............................................................................. 14
2. Uji korelasi antar peubah penjelas (Nilai-p) ................................................................. 15
3. Pengepasan pola garis ................................................................................................... 16
4. Plot kenormalan model otoregresif spasial ................................................................... 19
5. Diagram pencar galat dan nilai dugaan pada model otoregresif spasial ....................... 19
6. Plot kenormalan model galat spasial............................................................................. 19
7. Diagram pencar galat dan nilai dugaan pada model galat spasial ................................. 19
viii
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit
yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis, yang sebagian besar bakteri ini
menyerang paru-paru (WHO 2012). Selain itu,
TB dapat menyerang kulit, kelenjar limfe,
tulang, dan selaput otak. Penderita TB
bertambah sebanyak sembilan juta orang di
dunia setiap tahun dan 1.7 juta orang di dunia
meninggal karena TB. Penyakit TB
merupakan salah satu peringkat tertinggi
penyebab kematian di dunia. Negara yang
memiliki penderita TB terbanyak terdapat di
negara-negara yang sedang berkembang.
TB juga menjadi penyebab utama masalah
kesehatan di Indonesia. Hasil survei
Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun
2001, menunjukkan bahwa TB merupakan
peringkat ketiga tertinggi penyebab kematian
di Indonesia setelah penyakit jantung dan
sistem pernapasan. Menurut laporan WHO
dalam Global Report tahun 2012, peringkat
jumlah penderita TB di Indonesia menurun ke
posisi lima dengan jumlah penderita TB
sebesar 429 000 orang pada tahun 2009. Lima
negara dengan jumlah terbesar kasus TB pada
tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan,
Nigeria, dan Indonesia.
Berdasarkan Dinas Kesehatan Kota Bogor
pada data Evaluasi Program TB Paru tahun
2010, sebanyak 1 023 dari 7 641 orang suspek
di Kota Bogor, dideteksi positif menderita TB.
Menurut Wasor Penanggulangan dan
Pemberantasan Penyakit TB Paru Kota Bogor
tahun 2011, Kota Bogor termasuk peringkat
kesepuluh tertinggi jumlah penderita TB se-
Jawa Barat. Hal tersebut dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Menurut Soejadi et al.
(2007), yang mempengaruhi peningkatan
jumlah penderita TB di antaranya tingkat
pengetahuan penderita tentang TB, kebiasaan
merokok, dan sanitasi perumahan. Sedangkan
menurut Ruswanto (2010), faktor risiko
terjadinya TB dibagi dua kelompok, yaitu
faktor kependudukan (jenis kelamin, umur,
status gizi, status imunisasi, dan kondisi sosial
ekonomi) dan faktor lingkungan (kepadatan
hunian, lantai rumah, ventilasi, pencahayaan,
kelembapan, suhu, dan ketinggian).
Penyebaran bakteri begitu cepat dari satu
orang ke orang lain, dari satu keluarga ke
keluarga lain, dari satu kelurahan ke kelurahan
lain bahkan dari suatu wilayah ke wilayah lain
yang lebih luas. Penyebaran bakteri yang
cepat dan luas dapat mengakibatkan tingginya
persentase penderita TB. Tobler dalam
Anselin (1999) menyatakan bahwa segala
sesuatu yang berdekatan lebih erat
hubungannya dibandingkan dengan yang
berjauhan. Jika dihubungkan dengan
pernyataan Tobler tersebut, hubungan antar
kelurahan memiliki kemungkinan
berpengaruh terhadap persentase penderita TB
sehingga perlu dikaji lebih jauh peubah-
peubah yang mempengaruhi persentase
penderita TB dari aspek spasial. Analisis
statistika yang digunakan untuk mengetahui
peubah-peubah yang mempengaruhi
persentase penderita TB adalah analisis
regresi. Namun, aspek spasial juga perlu
dikaji dalam penelitian ini maka analisis yang
digunakan adalah regresi spasial. Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan gambaran
dan rekomendasi kepada pihak terkait seperti
Kementerian Kesehatan RI dalam program
Millennium Development Goals (MDGs)
umumnya di Indonesia dan khususnya Dinas
Kesehatan Kota Bogor.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi
efek spasial pada persentase penderita TB di
Kota Bogor dan menentukan peubah-peubah
yang mempengaruhi persentase penderita TB
di Kota Bogor dengan regresi spasial.
TINJAUAN PUSTAKA
Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi berganda adalah suatu
analisis untuk mengevaluasi suatu hubungan
antara peubah respon dan beberapa peubah
penjelas. Model umum regresi berganda,
yaitu:
dengan adalah vektor peubah respon (N 1),
adalah matriks peubah penjelas (N k),
adalah vektor koefisien regresi (k 1), adalah
vektor galat yang bebas otokorelasi (N 1), N
adalah banyaknya pengamatan, dan k adalah
banyaknya parameter. Parameter regresi
diduga dengan metode kuadrat terkecil
(MKT). Penduga parameter regresi:
Dugaan parameter regresi yang telah
diperoleh perlu diuji dengan menggunakan uji
t. Uji t bertujuan untuk menguji pengaruh
setiap peubah penjelas secara satu per satu
terhadap peubah responnya. Hipotesis untuk
uji t sebagai berikut:
H0:
H1:
2
dengan statistik uji:
dengan adalah simpangan baku dari
penduga parameter regresi.
Asumsi-asumsi yang harus terpenuhi
dalam regresi berganda adalah:
1. Galat menyebar normal.
2. Ragam galat homogen (E[εi2]=var[εi]=σ
2).
3. Galat saling bebas (E[εiεj]=0, i≠j).
Pemilihan Persamaan Regresi Terbaik
Metode yang digunakan dalam pemilihan
persamaan regresi terbaik (Draper & Smith
1992), yaitu:
1. Semua kemungkinan regresi.
Pemilihan persamaan regresi terbaik
dengan metode ini dengan
mempertimbangkan beberapa kriteria,
yaitu nilai R2, nilai S, dan Cp Mallow.
2. Regresi himpunan bagian terbaik.
Metode regresi himpunan bagian terbaik
mempertimbangkan nilai R2, R
2adj, dan Cp
Mallow.
Analisis Regresi Spasial
Efek Spasial
Sebelum mengidentifikasi efek spasial, uji
otokorelasi spasial perlu dilakukan terlebih
dahulu. Menurut Anselin (1999), pendeteksian
otokorelasi spasial dapat menggunakan
statistik indeks Moran. Hipotesis untuk
menguji ada atau tidaknya otokorelasi spasial
sebagai berikut:
H0:
H1:
dengan statistik uji:
dengan adalah vektor galat diperoleh dari
selisih antara dan yang diperoleh
dengan menggunakan pendugaan parameter
MKT, adalah elemen dari matriks
pembobot, dan adalah banyaknya wilayah.
Statistik indeks Moran mengikuti sebaran
normal baku. Jika I lebih besar dari zα/2 maka
tolak H0 sehingga dapat disimpulkan galat
mengandung otokorelasi spasial. Selain itu,
indeks Moran juga dapat mendeteksi pencilan
spasial. Pencilan spasial terdiri atas dua jenis,
yaitu pencilan spasial atas (hotspot) dan
pencilan spasial bawah (coldspot). Pencilan
spasial atas adalah wilayah yang nilai
pengamatannya lebih tinggi dari rataan nilai
pengamatan lainnya. Pencilan spasial bawah
adalah wilayah yang nilai pengamatannya
lebih rendah dari rataan nilai pengamatan
lainnya.
Efek spasial dibagi menjadi dua, yaitu
ketergantungan spasial dan keheterogenan
ragam spasial. Ketergantungan spasial
dilakukan untuk mengetahui jenis
ketergantungan yang dimiliki oleh data yang
digunakan. Ketergantungan spasial terdiri atas
dua jenis, yaitu ketergantungan spasial lag dan
ketergantungan galat spasial. Jenis
ketergantungan spasial yang diperoleh akan
dijadikan landasan untuk membuat model
regresi spasial. Uji ketergantungan spasial
menggunakan uji Lagrange Multiplier (LM).
Uji LM terdiri atas dua uji, yaitu:
1. Uji ketergantungan spasial dalam peubah
respon/ketergantungan spasial lag dengan
hipotesis sebagai berikut:
H0: ρ=0
H1: ρ≠0
dan statistik uji:
dengan
dan adalah vektor galat (N 1), dan
diperoleh dengan menggunakan MKT, dan
adalah operator teras (Anselin 1999).
Statistik LMlag menyebar χ2
(1). Jika LMlag
lebih besar dari χ2(1) maka tolak H0
sehingga model yang dibuat adalah model
otoregresif spasial.
2. Uji ketergantungan spasial dalam galat
/ketergantungan galat spasial dengan
hipotesis sebagai berikut:
H0: λ=0
H1: λ≠0
dan statistik uji:
dengan adalah vektor galat (N 1) dan
adalah operator teras (Anselin 1999).
Statistik LMgalat mengikuti sebaran χ2
(1).
Jika LMgalat lebih besar χ2
(1) maka tolak H0
sehingga model yang dibuat adalah model
galat spasial.
Keheterogenan ragam spasial juga perlu
diuji. Galat yang digunakan dalam pengujian
ini adalah galat yang diperoleh dari model
regresi berganda dengan unit pengamatannya
berupa wilayah. Uji yang digunakan dalam
mendeteksi keheterogenan ragam
menggunakan uji Breusch-Pagan (BP).
3
Menurut Breusch dan Pagan (1979) dalam
Arbia (2006), kehomogenan ragam terpenuhi
jika persamaannya sebagai berikut:
dengan nilai bernilai nol (j = 2, 3, ..., k),
adalah konstanta regresi yang selalu bernilai
satu, dan adalah peubah penjelas
ke-2 sampai ke-k. Berdasarkan kriteria
tersebut, hipotesis uji kehomogenan ragam
sebagai berikut:
H0:
H1: minimal ada satu
jika H0 tidak ditolak maka kehomogenan
ragam terpenuhi sehingga E[εi2] = var[εi] = σi
2
= = konstan. Adapun statistik uji BP
sebagai berikut:
dengan
, , dan
(Anselin 1988, diacu dalam
Arbia 2006). Uji statistik BP menyebar χ2
(k-1)
dengan k adalah banyaknya parameter regresi.
Jika BP lebih besar dari χ2
(k-1) maka tolak H0.
Model Umum Regresi Spasial
Analisis regresi spasial digunakan untuk
mengevaluasi hubungan antara satu peubah dan
beberapa peubah lain dengan memperhatikan
pengaruh spasial. Model umum regresi spasial
sebagai berikut:
dengan adalah vektor peubah respon (N 1),
adalah koefisien otoregresif spasial lag,
adalah matriks pembobot (N N), adalah
matriks peubah penjelas (N k), adalah
vektor koefisien regresi (k 1), adalah
vektor galat yang diasumsikan mengandung
otokorelasi (N 1), adalah koefisien spasial
galat, dan adalah vektor galat yang bebas
otokorelasi (N 1). Penduga parameter pada
model regresi spasial menggunakan metode
penduga kemungkinan maksimum.
Jika parameter model regresi spasial
diduga dengan menggunakan metode penduga
kemungkinan maksimum maka pengujian
parameter dapat menggunakan uji Wald, uji t
atau uji rasio kemungkinan (Anselin 1999).
Pengujian parameter yang digunakan pada
penelitian ini adalah uji t. Parameter yang
digunakan di antaranya koefisien regresi ,
koefisien otoregresif spasial lag ( ), dan
koefisien galat spasial ( ).
Hipotesis untuk pengujian koefisien
regresi adalah:
H0:
H1:
dengan statistik uji t:
jika thit lebih besar dari t(α/2, N-k) maka tolak H0.
Hipotesis untuk pengujian koefisien
otoregresif spasial lag adalah:
H0:
H1:
dengan statistik uji t:
jika thit lebih besar dari t(α/2, N-k) maka tolak H0.
Hipotesis untuk pengujian koefisien galat
spasial adalah:
H0:
H1:
dengan statistik uji t:
λ
λ
jika thit lebih besar dari t(α/2, N-k) maka tolak H0.
Model Otoregresif Spasial
Model otoregresif spasial adalah salah satu
model dari regresi spasial yang memiliki
ketergantungan antar satu pengamatan di
suatu wilayah dengan pengamatan lain di
wilayah yang berbeda. Hal ini ditandai dengan
adanya LMlag yang signifikan. Model
otoregresif spasial sebagai berikut:
[1]
Parameter otoregresif spasial lag ( )
mengindikasikan tingkat korelasi komponen
spasial dari suatu wilayah terhadap wilayah
lain di sekitarnya (Ward & Kristiani 2008).
Jika tidak terdapat ketergantungan spasial
antara wilayah ke-i dan wilayah ke-j maka
parameter dari model otoregresif spasial lag
( ) akan bernilai 0.
Fungsi kepekatan peluang dari galat, f( ):
Fungsi kepekatan peluang bersama dari galat,
f( ):
4
Berdasarkan persamaan [1], galat (ε)
sebagai berikut:
[2]
Fungsi kepekatan peluang dari peubah respon:
dengan
sehingga
Fungsi kemungkinan:
Fungsi log kemungkinan diperoleh dengan
melogaritmanaturalkan persamaan [3]. Fungsi
log kemungkinan:
Penduga untuk diperoleh dengan cara
memaksimalkan persamaan [4].
Penduga untuk :
Penduga untuk tidak dapat dilakukan
dengan cara memaksimalkan persamaan [4]
secara analitik. Namun menurut Arbia (2006),
penduga untuk dapat diperoleh dengan cara
sebagai berikut:
1. Regresikan antara dan . Duga
parameter dengan menggunakan MKT
sehingga diperoleh .
2. Regresikan dengan . Duga
parameter dengan menggunakan MKT
sehingga diperoleh
.
3. Hitung galat dan
.
4. Hitung dugaan untuk dengan
memaksimalkan fungsi log kemungkinan
parsial, yaitu:
Model Galat Spasial
Model galat spasial adalah salah satu
model dari regresi spasial yang memiliki
ketergantungan galat spasial. Hal ini ditandai
dengan adanya LMgalat yang signifikan. Model
galat spasial sebagai berikut:
[5]
[6]
Parameter mengindikasikan tingkat
korelasi komponen spasial galat dari suatu
wilayah terhadap wilayah lain di sekitarnya
(Ward & Kristiani 2008). Jika tidak terdapat
ketergantungan spasial galat antara wilayah
ke-i dan wilayah ke-j maka parameter dari
model galat spasial ( ) akan bernilai 0.
Fungsi kepekatan peluang dari galat, f( ):
Fungsi kepekatan peluang bersama dari galat,
f( ):
Berdasarkan persamaan [6], galat yang
diasumsikan mengandung otokorelasi (u)
sebagai berikut:
[7]
Substitusikan persamaan [7] ke persamaan [5]
sehingga diperoleh:
galat ( ) yang diperoleh sebagai berikut:
[8]
Fungsi kepekatan peluang dari peubah respon:
dengan
sehingga
Fungsi kemungkinan:
[3]
[4]
[9]
5
[10]
Fungsi log kemungkinan diperoleh dengan
melogaritmanaturalkan persamaan. Fungsi log
kemungkinan:
Penduga untuk diperoleh dengan cara
memaksimalkan persamaan [10].
Penduga untuk :
Penduga untuk tidak dapat dilakukan
dengan cara memaksimalkan persamaan [10]
secara analitik. Penduga untuk diperoleh
dengan cara yang sama seperti penduga untuk
dengan memaksimalkan fungsi log
kemungkinan parsial.
Matriks Pembobot
Matriks pembobot adalah suatu matriks
yang merangkum hubungan spasial dalam
data. Baris ke-i dari matriks pembobot
menunjukkan hubungan wilayah ke-i dengan
wilayah lainnya. Pembuatan matriks
pembobot menggunakan konsep contiguity.
Contiguity ditentukan dengan membayangkan
bentuk wilayah seperti papan catur.
Ada tiga jenis contiguity (Dubin 2009),
yaitu:
1. Rook contiguity
Tetangga adalah wilayah yang berada di
sebelah utara, selatan, timur, dan barat
suatu wilayah ke-i.
2. Bishop contiguity
Tetangga adalah wilayah yang terletak di
sudut suatu wilayah ke-i.
3. Queen contiguity
Tetangga adalah wilayah yang bersentuhan
dengan batas suatu wilayah ke-i, baik di
sudut maupun sisi (Gambar 1).
3 6 9
2 5 8
1 4 7
Gambar 1 Tetangga dalam queen contiguity.
Matriks pembobot yang digunakan adalah
queen contiguity karena informasi yang
didapatkan dari wilayah yang menjadi
tetangga dari suatu wilayah ke-i lebih lengkap
jika dibandingkan dengan jenis yang lain.
Pembobotan dilakukan dengan
Nilai cij merupakan nilai dalam matriks
kebertetanggaan baris ke-i dan kolom ke-j
(Gambar 2). Nilai 1 diberikan jika wilayah ke-
i bersebelahan dengan wilayah ke-j,
sedangkan nilai 0 diberikan jika wilayah ke-i
tidak bersebelahan dengan wilayah ke-j.
Diagonal utama dari matriks kebertetanggaan
bernilai nol karena matriks kebertetanggaan
menunjukkan hubungan antar wilayah.
Matriks kebertetanggaan selalu berdimensi
N N dengan N adalah banyaknya wilayah.
Wilayah ke-j
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Wil
ayah
ke-
i
1 0 1 0 1 1 0 0 0 0
2 1 0 1 1 1 1 0 0 0
3 0 1 0 0 1 1 0 0 0
4 1 1 0 0 1 0 1 1 0
5 1 1 1 1 0 1 1 1 1
6 0 1 1 0 1 0 0 1 1
7 0 0 0 1 1 0 0 1 0
8 0 0 0 1 1 1 1 0 1
9 0 0 0 0 1 1 0 1 0
Gambar 2 Matriks kebertetanggaan queen
contiguity.
Nilai pada matriks kebertetanggaan akan
digunakan untuk membuat matriks pembobot
(Gambar 3). Matriks pembobot
diperoleh dengan menstandarisasikan
(membakukan) matriks kebertetanggaan
queen contiguity. Adapun formulanya sebagai
berikut:
dengan wij adalah elemen matriks pembobot
pada baris ke-i dan kolom ke-j.
Wilayah ke-j
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Wil
ayah
ke-
i
1 0 1/3 0 1/3 1/3 0 0 0 0
2 1/5 0 1/5 1/5 1/5 1/5 0 0 0
3 0 1/3 0 0 1/3 1/3 0 0 0
4 1/5 1/5 0 0 1/5 0 1/5 1/5 0
5 1/8 1/8 1/8 1/8 0 1/8 1/8 1/8 1/8
6 0 1/5 1/5 0 1/5 0 0 1/5 1/5
7 0 0 0 1/3 1/3 0 0 1/3 0
8 0 0 0 1/5 1/5 1/5 1/5 0 1/5
9 0 0 0 0 1/3 1/3 0 1/3 0
Gambar 3 Matriks pembobot queen contiguity.
6
METODOLOGI
Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan data sekunder yang berasal dari
data Potensi Desa (Podes) 2011. Data Podes
diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS)
Kota Bogor. Peubah penjelas pada penelitian
ini menggunakan data Podes 2011. Sedangkan
peubah respon merupakan proporsi antara
banyaknya penderita TB dan banyaknya
penduduk pada masing-masing kelurahan di
Kota Bogor. Data ini diperoleh dari Dinas
Kesehatan Kota Bogor. Peubah penjelas dan
peubah respon yang digunakan dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.
Metode
Tahapan analisis data yang digunakan
adalah sebagai berikut:
1. Eksplorasi data untuk mengetahui ada atau
tidaknya pengaruh spasial antar kelurahan.
2. Memilih peubah penjelas untuk
mengetahui ada atau tidaknya korelasi
antar peubah penjelas (Lampiran 2).
3. Pengepasan pola garis untuk mengetahui
pola hubungan masing-masing peubah
penjelas dengan peubah respon.
4. Menentukan peubah penjelas yang akan
dimasukkan ke dalam regresi dengan
menggunakan metode semua
kemungkinan regresi dan regresi
himpunan bagian terbaik.
5. Melakukan pendugaan dan pengujian
parameter dari model regresi berganda.
6. Menguji asumsi galat dari model regresi
berganda.
7. Menentukan matriks pembobot dengan
menggunakan metode queen contiguity.
8. Menguji otokorelasi spasial dengan
menggunakan indeks Moran.
9. Menguji keheterogenan ragam spasial.
10. Menguji ketergantungan spasial untuk
mengetahui pengaruh spasial lag dan galat
spasial.
11. Menduga dan menguji parameter model
regresi spasial.
12. Menguji asumsi model regresi spasial.
13. Menarik simpulan.
Software yang digunakan pada penelitian
ini adalah software R 2.15.0 dan Microsoft
Excel 2007.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data
Pencilan Spasial pada TB
Kota Bogor memiliki enam kecamatan,
yaitu Bogor Utara, Bogor Timur, Bogor
Selatan, Bogor Barat, Bogor Tengah, dan
Tanah Sareal. Masing-masing kecamatan
dibagi menjadi beberapa kelurahan sehingga
jumlah kelurahan di Kota Bogor sebanyak 68
kelurahan. Luas wilayah kota Bogor sebesar
11 685.9 km2 dengan jumlah penduduk
sebanyak 888 320 jiwa (BPS 2011).
Pengaruh spasial antar wilayah dapat
dieksplorasi dengan menggunakan peta
tematik Kota Bogor (Gambar 4). Peta tematik
Kota Bogor dibuat dengan mengelompokkan
kelurahan ke dalam empat kelompok. Hal ini
didasarkan pada perhitungan pembuatan tabel
frekuensi distribusi berkelompok (Tabel 1).
Gambar 4 Peta tematik Kota Bogor.
Peta tematik tersebut menunjukkan adanya
pengaruh spasial antar wilayah (kelurahan).
Pengaruh spasial ini ditunjukkan dengan
adanya kedekatan posisi kelurahan pada
kelompok yang sama. Sebagian besar
kelurahan di Kota Bogor termasuk dalam
kelompok dua, yaitu sebanyak 35 kelurahan
sehingga dapat disimpulkan persentase
penderita TB di sebagian besar kelurahan di
Kota Bogor sebesar 0.0550%-0.1037%.
7
Berdasarkan Gambar 4, kelurahan yang
memiliki persentase penderita TB tertinggi
adalah Sindangrasa di Kecamatan Bogor
Timur dan Pasir Jaya di Kecamatan Bogor
Barat. Persentase penderita TB yang sangat
tinggi menyebabkan kelurahan di sekitarnya
juga memiliki persentase penderita TB yang
cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa
bakteri yang berada di Sindangrasa dan Pasir
Jaya menyebar ke kelurahan lain sehingga
kelurahan di sekitarnya memiliki persentase
penderita TB yang cukup tinggi meskipun
tidak setinggi di Sindangrasa dan Pasir Jaya.
Berdasarkan peta tematik tersebut, terbukti
secara visual ada pengaruh spasial antara satu
kelurahan dan kelurahan lainnya.
Pengaruh ketergantungan spasial juga
terlihat pada Gambar 5. Sebagian besar
kelurahan mengelompok di kuadran satu
(pojok kanan atas) dan tiga (pojok kiri
bawah). Sebagian besar kelurahan yang
berada di Kecamatan Bogor Timur, Bogor
Barat, dan Bogor Utara mengelompok di
kuadran satu. Pengelompokkan kelurahan di
kuadran satu menunjukkan bahwa kelurahan
yang memiliki persentase penderita TB yang
tinggi dikelilingi oleh kelurahan yang
memiliki persentase penderita TB yang tinggi
pula. Sedangkan sebagian besar kelurahan
yang berada di Kecamatan Bogor Selatan,
Bogor Timur, dan Tanah Sareal mengelompok
di kuadran tiga. Pengelompokkan kelurahan di
kuadran tiga menunjukkan bahwa kelurahan
yang memiliki persentase penderita TB yang
rendah dikelilingi oleh kelurahan yang
memiliki persentase penderita TB yang rendah
pula. Pengaruh spasial ini juga diperkuat
dengan modifikasi nilai indeks Moran yang
cukup tinggi, yakni 0.872. Nilai indeks Moran
ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang
cukup kuat antara satu kelurahan dan
kelurahan lain yang menjadi tetangganya.
Gambar 5 Diagram pencar Moran.
Indeks Moran juga dapat mengidentifikasi
pencilan spasial, yaitu pencilan spasial atas
(hotspot) dan pencilan spasial bawah
(coldspot). Berdasarkan Tabel 2 dan Gambar
6, Kelurahan Kedung Waringin, Kertamaya,
dan Bojongkerta merupakan pencilan spasial
bawah. Kelurahan-kelurahan tersebut
memiliki persentase penderita TB di bawah
rata-rata persentase penderita TB di kelurahan
lainnya. Sedangkan Kelurahan Katulampa
merupakan pencilan spasial atas. Kelurahan
ini memiliki persentase penderita TB di atas
rata-rata kelurahan lainnya.
Tabel 1 Distribusi banyaknya kelurahan berdasarkan interval persentase penderita TB di Kota Bogor
Kelompok Interval Penderita
TB (%) Kelurahan
1 0.0062-0.0549 Genteng, Kertamaya, Harjasari, Muarasari, Pakuan, Gudang, Babakan
Pasar, Cilendek Timur, Curug Mekar, Curug, Kebon Pedes, dan
Cibadak.
2 0.0550-0.1037 Loji, Ranggamekar, Rancamaya, Bojongkerta, Cipaku, Lawang
Gintung, Batutulis, Bondongan, Empang, Cikaret, Baranangsiang,
Bantarjati, Tegal Gundil, Cibuluh, Kedunghalang, Paledang, Tegal
Lega, Babakan, Sempur, Panaragan, Kebon Kelapa, Ciwaringin,
Gunung Batu, Menteng, Cilendek Barat, Sindang Barang, Margajaya,
Situ Gede, Kedung Waringin, Kedung Jaya, Tanah Sareal, Kedung
Badak, Sukaresmi, Mekarwangi, dan Kencana.
3 0.1038-0.1525 Mulyaharja, Pamoyanan, Sindangsari, Tajur, Katulampa, Sukasari,
Tanah Baru, Cimahpar, Ciluar, Ciparigi, Pabaton, Cibogor, Pasir
Mulya, Pasir Kuda, Balungbang Jaya, Bubulak, Semplak, Sukadamai,
dan Kayumanis.
4 0.1526-0.2013 Sindangrasa dan Pasir Jaya.
8
Tabel 2 Pencilan spasial atas dan pencilan
spasial bawah
Kelurahan Nilai-p Keterangan
Kedung Waringin 0.006 Rendah-rendah
Kertamaya 0.016 Rendah-rendah
Bojongkerta 0.002 Rendah-rendah
Katulampa 0.006 Tinggi-tinggi
Gambar 6 Peta pencilan spasial.
Pola Hubungan Peubah Penjelas dengan
Persentase Penderita TB
Sebelum melakukan analisis regresi,
pengujian multikolinieritas terhadap peubah
penjelas perlu dilakukan. Multikolinieritas
antar peubah penjelas dideteksi dengan
menggunakan uji korelasi Pearson. Jumlah
peubah penjelas sebelum diuji korelasi
Pearson sebanyak sebelas peubah. Namun,
setelah diuji korelasi Pearson yang tersisa
hanya delapan peubah penjelas yang tidak
berkorelasi (Lampiran 2). Peubah penjelas
tersebut, yaitu:
1. X1 = kepadatan penduduk (jiwa/km2),
2. X2 = ketinggian (m dpl),
3. X3 = penduduk perempuan (%),
4. X4 = jarak poliklinik (km),
5. X5 = jumlah posyandu (unit),
6. X6 = penderita gizi buruk (%),
7. X7 = perokok (%), dan
8. X8 = gizi buruk pada balita (%).
Peubah penjelas yang terpilih selanjutnya
dieksplorasi terlebih dahulu dengan
menggunakan matriks diagram pencar seperti
ditunjukkan pada Gambar 7. Eksplorasi ini
dilakukan untuk mengetahui pola hubungan
antara peubah penjelas dan peubah respon
(Draper & Smith 1992).
Berdasarkan Gambar 7, tebaran data antara
masing-masing peubah penjelas dan peubah
respon diduga memiliki pola hubungan linier,
kuadratik, bahkan ada yang tidak memiliki
pola hubungan sama sekali. Oleh karena itu,
eksplorasi secara mendalam perlu dilakukan
dengan melakukan pengepasan pola garis.
Berdasarkan pengepasan pola garis (Lampiran
3), peubah penjelas yang dimasukkan ke
dalam pemilihan persamaan regresi terbaik
adalah X1, X12, X3, X3
2, dan X7. Pemilihan
persamaan regresi terbaik menggunakan
metode semua kemungkinan regresi dan
regresi himpunan bagian terbaik. Pemilihan
persamaan ini berdasarkan empat kriteria,
yaitu R2, R
2adj, S, dan Cp Mallow.
Gambar 7 Matriks diagram pencar antara
peubah penjelas dan peubah
respon.
Pemilihan persamaan regresi terbaik
berdasarkan R2 dan R
2adj mempertimbangkan
nilai R2 dan R
2adj tertinggi serta peubah
penjelas yang konsisten. Berdasarkan hal
tersebut, persamaan yang dipilih adalah
persamaan yang memiliki parameter sebanyak
empat dan melibatkan peubah penjelas X3,
X32, dan X7 (Tabel 3).
Persamaan regresi terbaik berdasarkan
nilai S (simpangan baku galat) adalah
persamaan yang menghasilkan simpangan
baku galat terkecil dan mengandung sesedikit
mungkin peubah penjelas. Persamaan yang
dipilih adalah persamaan yang melibatkan
empat parameter dengan peubah penjelas X3,
X32, dan X7 karena memiliki simpangan baku
galat terkecil dan mengandung sedikit peubah
penjelas (Tabel 3).
Persamaan regresi terbaik yang dipilih
berdasarkan Cp Mallow adalah persamaan
regresi dengan nilai Cp rendah atau kira-kira
sama dengan banyaknya parameter.
Berdasarkan Tabel 3, persamaan yang
memiliki Cp sama dengan banyaknya
parameter adalah persamaan yang memiliki
tujuh parameter. Namun menurut Draper &
Smith (1992), pemilihan persamaan regresi
terbaik juga harus mempertimbangkan
persamaan yang masuk akal dan melibatkan
Pen
derit
a T
uberk
ulo
sis
(%
)
3001500 600400200 555045 840
0,20
0,15
0,10
0,05
0,00
402510
0,20
0,15
0,10
0,05
0,00
0,20,10,0 20100 3,01,50,0
Kepadatan Penduduk (j iwa/km2) Ketinggian (mdpl) Penduduk Perempuan (%) Jarak Puskesmas (km)
Jumlah Posyandu (unit) Penderita Gizi Buruk (%) Perokok (%) Gizi Buruk pada Balita (%)
9
sesedikit mungkin peubah penjelas. Oleh
karena itu, persamaan regresi yang dipilih
adalah persamaan yang melibatkan empat
parameter dengan peubah penjelas X3, X32,
dan X7.
Persamaan yang terpilih yaitu persamaan
yang melibatkan X3, X32, dan X7. Model
regresinya sebagai berikut:
Setelah memilih persamaan regresi
terbaik, selanjutnya melakukan pendugaan
dan pengujian terhadap parameter regresi.
Pemodelan regresi berganda dilakukan
sebelum membuat model regresi spasial yang
dimaksudkan untuk mengetahui kontribusi
atau pengaruh peubah penjelasnya. Kontribusi
atau pengaruh dari peubah penjelas model
regresi berganda akan dibandingkan dengan
kontribusi atau pengaruh dari peubah penjelas
model regresi spasial.
Pemodelan regresi berganda menghasilkan
nilai F sebesar 2.812 dan nilai-p sebesar
0.046. Hal ini menunjukkan bahwa peubah
penjelas berpengaruh secara simultan terhadap
persentase penderita TB pada taraf nyata 5%.
Setelah peubah penjelas diuji secara simultan
terhadap peubah respon, selanjutnya peubah
penjelas diuji secara parsial dengan
menggunakan uji t (Tabel 4).
Tabel 4 Pendugaan dan pengujian parameter
model regresi berganda
Prediktor Koefisien Nilai-t Nilai-p
Konstanta 5.199 2.073 0.042*
X3 -0.207 -2.048 0.045*
X32 0.002 2.065 0.043*
X7 -0.002 -1.919 0.060
* Signifikan pada taraf nyata 5%
Berdasarkan uji t, peubah penjelas yang
mempengaruhi persentase penderita TB
adalah persentase penduduk perempuan.
Persamaan regresi yang diperoleh sebagai
berikut:
Adapun hasil pengujian asumsi yang telah
dilakukan sebagai berikut:
1. Galat menyebar normal
Uji kenormalan dilakukan dengan
menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov
(KS) (Gambar 8). Uji tersebut
menghasilkan nilai-p sebesar 0.067. Hal
ini menunjukkan bahwa galat mendekati
sebaran normal pada taraf nyata 5%.
Gambar 8 Plot kenormalan pada regresi
berganda.
2. Ragam galat bersifat homogen
Gambar 9 adalah diagram pencar
antara dan galat yang memiliki “pita
mendatar”. Hal ini menunjukkan bahwa
ragam galat bersifat homogen.
3. Galat saling bebas
Titik-titik pada Gambar 9 tidak
memiliki pola sehingga dapat disimpulkan
Sisaan
Pers
enta
se
0,100,050,00-0,05-0,10
99,9
99
95
90
80
70
60504030
20
10
5
1
0,1
Tabel 3 Perbandingan persamaan regresi berdasarkan nilai R2, S, Cp, dan R
2adj
Parameter Fungsi R2 S Cp R
2adj
2 Y=f(X7) 5.300 0.037 - 3.900
3 Y=f(X12, X7) 7.500 0.036 - 4.700
4 Y=f(X3, X32, X7) 11.600 0.036 3.400 7.500
5 Y=f(X12, X3, X3
2, X7) 13.400 0.036 4.200 7.900
5 Y=f(X3, X32, X7, X1X3) - - 4.700 -
5 Y=f(X1, X3, X32, X7) - - 4.700 -
6 Y=f(X1, X12, X3, X3
2, X7) 14.300 0.036 5.500 7.400
6 Y=f(X12, X3, X3
2, X7, X1X3) - - 5.600 -
6 Y=f(X1, X12, X3
2, X7, X1X3) - - 5.700 -
7 Y=f(X1, X12, X3, X3
2, X7, X1X3) 15.000 0.036 7.000 7.000
10
bahwa asumsi galat saling bebas terpenuhi.
Meskipun galat pada regresi berganda
saling bebas, pengujian galat dengan
menyertakan matriks pembobot spasial
perlu dilakukan untuk mengetahui ada atau
tidaknya otokorelasi spasial pada model
regresi berganda ini. Adapun pengujian
galat dengan menyertakan pembobot ini
dengan metode indeks Moran.
Gambar 9 Diagram pencar galat dan nilai
dugaan pada regresi berganda.
Nilai indeks Moran yang diperoleh
sebesar 0.210 dengan nilai-p sebesar
0.005. Nilai ini menunjukkan bahwa ada
otokorelasi spasial pada galat yang
diperoleh dari model regresi berganda
sehingga perlu dibuat model yang dapat
mengakomodasi efek spasial, yaitu model
regresi spasial.
Analisis Regresi Spasial
Identifikasi Efek Spasial
Ada dua jenis efek spasial yang perlu
diidentifikasi, yaitu ketergantungan spasial
dan keheterogenan ragam spasial. Uji
ketergantungan spasial digunakan untuk
menentukan jenis ketergantungan yang
dimiliki oleh data. Jenis ketergantungan yang
diperoleh dijadikan landasan untuk membuat
model regresi spasial.
Berdasarkan Tabel 5, nilai LMlag yang
diperoleh sebesar 5.580. Nilai LM yang
diperoleh lebih besar dari Chi-square
(χ2(1)=2.71) sehingga keputusan yang diambil
adalah tolak H0. Hal ini diperkuat dengan
adanya nilai-p (0.018) yang lebih kecil dari α
(0.05). Oleh karena itu, model otoregresif
spasial dapat digunakan. Nilai LMgalat yang
diperoleh sebesar 4.569. Nilai LM yang
diperoleh lebih besar dari Chi-square
(χ2(1)=2.71) sehingga keputusan yang diambil
adalah tolak H0. Hal ini diperkuat dengan
adanya nilai-p (0.033) yang lebih kecil dari α
(0.05). Oleh karena itu, model galat spasial
dapat digunakan.
Tabel 5 Hasil uji ketergantungan spasial
LM Statistik LM db Nilai-p
Lag 5.580 1 0.018
Galat 4.569 1 0.033
Selain uji ketergantungan spasial, uji efek
spasial yang berikutnya adalah uji
keheterogenan ragam spasial. Nilai BP yang
diperoleh sebesar 3.234. Nilai BP ini lebih
kecil dari Chi-square (χ2
(3)=7.814) sehingga
keputusan yang diambil adalah tidak tolak H0.
Pengambilan keputusan ini juga diperkuat
dengan nilai-p (0.357) yang lebih besar dari α
(0.05). Pengujian ini menunjukkan bahwa
keheterogenan ragam spasial tidak terpenuhi
sehingga tidak perlu menggunakan model
regresi spasial terboboti secara geografis.
Model Regresi Spasial
Peubah penjelas pada model otoregresif
spasial dan model galat spasial ada yang
berpengaruh terhadap persentase penderita TB
(Tabel 6), yaitu persentase penduduk
perempuan (X3 dan X32). Persentase penduduk
perempuan memiliki pola hubungan kuadratik
terhadap persentase penderita TB. Efek
spasial juga berpengaruh terhadap persentase
penderita TB di Kota Bogor seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 6. Ketergantungan
spasial lag berpengaruh terhadap persentase
penderita TB. Koefisien otoregresif spasial
lag ( ) yang diperoleh sebesar 0.353 artinya
korelasi persentase penderita TB pada suatu
kelurahan dengan kelurahan lain yang menjadi
tetangganya sebesar 0.353 dikalikan rata-rata
persentase penderita TB di kelurahan
sekelilingnya. Selain itu, ketergantungan galat
spasial juga berpengaruh terhadap persentase
penderita TB. Koefisien galat spasial ( ) yang
diperoleh sebesar 0.344. Hal ini menunjukkan
bahwa korelasi galat pada suatu kelurahan
dengan kelurahan yang menjadi tetangganya
sebesar 0.344 dikali rata-rata galat di
kelurahan yang mengelilinginya. Persamaaan
otoregresif spasial yang diperoleh sebagai
berikut:
Sedangkan persamaaan regresi galat spasial
yang diperoleh sebagai berikut:
Koefisien regresi untuk persentase
perokok pada persamaan regresi berganda dan
persamaan regresi spasial bernilai negatif.
Nilai negatif ini disebabkan karena unit pe-
Nilai Dugaan
Sis
aan
0,140,130,120,110,100,090,080,070,060,05
0,075
0,050
0,025
0,000
-0,025
-0,050
11
ngamatan peubah responnya adalah persentase
penderita TB di setiap kelurahan di Kota
Bogor sehingga individu yang merokok pada
kelurahan tersebut belum tentu juga penderita
TB. Selain itu, sebagian besar perokok adalah
laki-laki. Menurut Clough (2010), laki-laki
memiliki daya tahan tubuh yang lebih kuat
dibandingkan dengan perempuan. Hal ini
menyebabkan meskipun individu tersebut
merokok mereka tidak mudah terserang TB.
Pengujian asumsi perlu dilakukan pada
model otoregresif spasial dan model galat
spasial. Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi
tercantum pada Tabel 7. Galat pada model
otoregresif spasial memenuhi asumsi, yaitu
galat menyebar normal (Lampiran 4), ragam
galat homogen, dan galat saling bebas
(Lampiran 5). Asumsi galat pada model galat
spasial juga terpenuhi, yaitu galat menyebar
normal (Lampiran 6), ragam galat homogen,
dan galat saling bebas (Lampiran 7).
Interpretasi Efek Spasial terhadap TB
Kasus TB di Kota Bogor sangat
dipengaruhi oleh efek spasial. Penyebaran
penyakit TB yang cepat dari satu kelurahan ke
kelurahan lain disebabkan oleh bakteri.
Bakteri Mycobacterium tuberculosis ini dapat
berkembang biak dengan cepat dan dengan
mudah menyebar melalui udara sehingga efek
spasial pada kasus ini signifikan.
Kelurahan Katulampa merupakan pencilan
spasial atas. Kelurahan ini memiliki
persentase penderita TB yang lebih tinggi dari
rataan persentase penderita TB di kelurahan
lainnya. Oleh karena itu, program
penanggulangan dan pemberantasan TB harus
dilaksanakan khususnya pada kelurahan ini
untuk memutuskan rantai penularan TB.
Kelurahan Katulampa memiliki persentase
penduduk perempuan dan persentase gizi
buruk pada balita yang cukup tinggi jika
dibandingkan dengan kelurahan lainnya
sehingga strategi penanggulangan dan
pemberantasan TB yang dilakukan harus
menitikberatkan pada masalah tersebut.
Strategi yang dilakukan meliputi memberikan
paradigma sehat (meningkatkan penyuluhan
untuk menemukan kontak sedini mungkin
serta meningkatkan cakupan program,
promosi kesehatan dalam rangka
meningkatkan perilaku hidup sehat, perbaikan
perumahan serta peningkatan status gizi pada
kondisi tertentu), menggalakkan program
pengobatan jangka pendek dengan
pengawasan langsung (DOTS), meningkatkan
mutu pelayanan, dan melaksanakan program
lainnya terkait penanggulangan dan
pemberantasan TB.
Kelurahan Kertamaya, Kedung Waringin,
dan Bojongkerta merupakan pencilan spasial
Tabel 6 Pendugaan dan pengujian parameter model regresi spasial
Prediktor Model Otoregresif Spasial Model Galat Spasial
Koefisien Nilai-t Nilai-p Koefisien Nilai-t Nilai-p
Konstanta 4.952 2.129 0.033* 5.072 2.117 0.034*
X3 -0.198 -2.117 0.034* -0.202 -2.091 0.036*
X32 0.002 2.134 0.033* 0.002 2.107 0.035*
X7 -0.002 -1.549 0.121 -0.002 -1.48 0.139
0.353 2.281 0.022* - - -
- - - 0.344 0.159 0.030*
Tabel 7 Pengujian asumsi pada model regresi spasial
Model
Asumsi-Asumsi pada Model Regresi Spasial
Galat Menyebar
Normal (KS)
Ragam Galat
Homogen (BP) Galat Saling Bebas
Nilai-
p Simpulan
Nilai-
p Simpulan
Diagram Pencar
dan Sisaan Simpulan
Model
otoregresif
spasial
0.071 Tidak tolak
H0
0.248 Tidak tolak
H0
Tidak
berpola/acak
Terpenuhi
Model galat
spasial
0.081 Tidak tolak
H0
0.200 Tidak tolak
H0
Tidak
berpola/acak
Terpenuhi
12
bawah. Persentase penderita TB di kelurahan
tersebut lebih rendah daripada rataan di
kelurahan lainnya. Meskipun pada kelurahan
tersebut memiliki persentase penderita TB
rendah, program-program penanggulangan
dan pemberantasan TB tetap harus dilakukan
untuk mencegah penyebaran TB pada wilayah
yang lebih luas.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Efek spasial mempunyai nilai yang
signifikan pada kasus TB di Kota Bogor. Nilai
ini mampu menggambarkan bahwa terdapat
ketergantungan persentase penderita TB antar
kelurahan dan ketergantungan galat di suatu
kelurahan dengan kelurahan yang
mengelilinginya. Ketergantungan spasial ini
menunjukkan penyebaran penyakit TB di
suatu kelurahan akan menyebarkan bakteri
tersebut ke kelurahan yang berada di
sekitarnya sehingga penduduk di kelurahan
yang berada di sekitarnya juga mengidap TB.
Pencilan spasial atas terletak di Kelurahan
Katulampa. Sedangkan pencilan spasial
bawah berada pada Kelurahan Kertamaya,
Bojongkerta, dan Kedung Waringin.
Peubah penjelas yang mempengaruhi
persentase penderita TB adalah persentase
penduduk perempuan. Penduduk perempuan
berpengaruh terhadap persentase penderita TB
karena mereka memiliki daya tahan tubuh
yang lebih lemah dibandingkan dengan laki-
laki sehingga rentan tertular TB.
Saran
Kelurahan Katulampa harus menjadi
prioritas utama bagi Dinas Kesehatan Kota
Bogor dalam pelaksanaan program
penanggulangan dan pemberantasan TB di
Kota Bogor. Hal ini disebabkan oleh tingginya
persentase penderita TB di kelurahan tersebut
dibandingkan dengan kelurahan lain secara
statistik. Persentase penduduk perempuan
mempengaruhi persentase penderita TB di
Kota Bogor. Oleh karena itu, Dinas Kesehatan
Kota Bogor juga harus lebih memperhatikan
penduduk perempuan.
Penelitian selanjutnya disarankan untuk
memasukkan peubah penjelas lain yang
mempengaruhi persentase penderita TB dan
menggunakan matriks pembobot dengan
metode lain.
DAFTAR PUSTAKA
Anselin L. 1999. Spatial Econometrics.
Dallas: University of Texas.
Arbia G. 2006. Spatial Econometrics:
Statistical Foundation and Application
to Regional Convergence. Berlin:
Springer.
Clough S. 2010. Gender and The Hygiene
Hypothesis. Social Science and Medicine
xxx:1-8.
Draper NR, Smith H. 1992. Analisis Regresi
Terapan. Bambang Sumantri
penerjemah. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama. Terjemahan dari:
Applied Regression Analysis.
Dubin R. 2009. Spatial Weights. Di dalam: A.
Stewart Fotheringham, Peter AR, editor.
The SAGE Handbook of Spatial
Analysis. London: SAGE Publication
Ltd. hlm 125-157.
Puji ST. 3 Agustus 2011. Sangat Menular dan
Bisa Berakibat Kematian...1.023 Warga
Bogor Mengidap TBC. Republika
[terhubung berkala].
http://www.republika. co.id/berita/
regional / jabodetabek / 11 /08/03/lpc0rf-
Sangat- menular- dan-bisaberakibatkema
tian1023-warga-bogor-mengidap-tbc [4
Juli 2012].
Ruswanto B. 2010. Analisis spasial sebaran
kasus Tuberkulosis paru ditinjau dari
faktor lingkungan fisik dalam dan luar
rumah di Kabupaten Pekalongan [tesis].
Semarang: Program Pascasarjana,
Universitas Diponegoro.
Soejadi TB, Apsari DA, Suprapto. 2007.
Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian kasus
Tuberkulosis paru. Jurnal ilmiah
pannmed 12: 13-19.
Ward MD, Kristian SG. 2008. Spatial
Regression Models Series: Quantitative
Application in the Social Science.
California: Sage Publications, Inc.
[WHO] World Health Organization. 2012.
Tuberculosis. WHO. [terhubung berkala].
http://www.who.int/mediacentre/factsheet
s/fs104/en/ [4 Juli 2012].
14
Lampiran 1 Peubah respon dan peubah penjelas
Jenis
Peubah Sektor Nama Peubah Satuan Keterangan
Peubah
respon Kesehatan
Penderita
Tuberkulosis %
Banyaknya penderita Tuberkulosis per
kelurahan dibagi banyaknya penduduk per
kelurahan dikali seratus
Peubah
penjelas
Kependudukan
Kepadatan
penduduk jiwa/km
2
Banyaknya penduduk per kelurahan dibagi
luas kelurahan
Ketinggian m dpl Ketinggian kelurahan
Penduduk
perempuan %
Banyaknya penduduk perempuan per
kelurahan dibagi banyaknya penduduk per
kelurahan dikali seratus
Kesehatan
Jumlah sarana
kesehatan unit
Banyaknya rumah sakit, poliklinik,
puskesmas, puskesmas pembantu, tempat
praktek dokter, poskedes, posyandu, dan
apotek
Jarak RS terdekat km Jarak dari kelurahan ke rumah sakit terdekat
Jarak poliklinik
terdekat km Jarak dari kelurahan ke poliklinik terdekat
Jarak puskesmas
terdekat km Jarak dari kelurahan ke puskesmas terdekat
Jumlah posyandu unit Banyaknya posyandu per kelurahan
Gizi buruk %
Banyaknya penderita gizi buruk untuk
semua umur per kelurahan dibagi banyaknya
penduduk per kelurahan dikali seratus
Perokok %
Banyaknya perokok per kelurahan dibagi
banyaknya penduduk per kelurahan dikali
seratus
Gizi buruk balita %
Banyaknya penderita gizi buruk balita per
kelurahan dibagi banyaknya balita per
kelurahan dikali seratus
Lampiran 2 Uji korelasi antar peubah penjelas (Nilai-p)
Kepadatan
Penduduk
(jiwa/km2)
Ketinggian
(m dpl)
Penduduk
Perempuan
(%)
Jumlah
Sarana
Kesehatan
(unit)
Jarak RS
Terdekat
(km)
Jarak
Poliklinik
Terdekat
(km)
Jarak
Puskesmas
Terdekat
(km)
Jumlah
Posyandu
(unit)
Gizi
Buruk
(%)
Perokok
(%)
Gizi
Buruk
Balita
(%)
Kepadatan
Penduduk
(jiwa/km2)
0.978 0.198 0.295 0.007 0.771 0.014 0.775 0.831 0.705 0.290
Ketinggian (m
dpl) 0.321 0.322 0.308 0.802 0.058 0.577 0.436 0.920 0.983
Penduduk
Perempuan
(%)
0.009 0.084 0.517 0.248 0.564 0.997 0.926 0.921
Jumlah
Sarana
Kesehatan
(unit)
0.000 0.004 0.003 0.581 0.388 0.728 0.025
Jarak RS
Terdekat (km) 0.011 0.003 0.751 0.801 0.587 0.094
Jarak
Poliklinik
Terdekat (km)
0.002 0.254 0.763 0.847 0.694
Jarak
Puskesmas
Terdekat (km)
0.206 0.586 0.531 0.027
Jumlah
Posyandu
(unit)
0.829 0.699 0.613
Gizi Buruk
(%) 0.916 0.563
Perokok (%) 0.621
Gizi Buruk
Balita (%)
15
16
Lampiran 3 Pengepasan pola garis
1. Pengepasan pola garis linier (a) dan kuadratik (b) antara kepadatan penduduk dan persentase
penderita TB
a b
2. Pengepasan pola garis linier (a) dan kuadratik (b) antara ketinggian dan persentase penderita
TB
a b
3. Pengepasan pola garis linier (a) dan kuadratik (b) antara persentase penduduk perempuan dan
persentase penderita TB
a b
4. Pengepasan pola garis linier (a) dan kuadratik (b) antara jarak poliklinik dan persentase
penderita TB
a b
Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)
Pen
deri
ta T
uber
kul
osis
(%)
300250200150100500
0,20
0,15
0,10
0,05
0,00
S 0,0369620
R-Sq 2,0%
R-Sq(adj) 0,5%
Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)
Pen
deri
ta T
uber
kul
osis
(%)
300250200150100500
0,20
0,15
0,10
0,05
0,00
S 0,0363247
R-Sq 6,7%
R-Sq(adj) 3,9%
Ketinggian (mdpl)
Pen
deri
ta T
ube
rku
losi
s (%
)
600500400300200100
0,20
0,15
0,10
0,05
0,00
S 0,0373261
R-Sq 0,0%
R-Sq(adj) 0,0%
Ketinggian (mdpl)
Pen
deri
ta T
ube
rku
losi
s (%
)
600500400300200100
0,20
0,15
0,10
0,05
0,00
S 0,0376113
R-Sq 0,0%
R-Sq(adj) 0,0%
Penduduk Perempuan (% )
Pen
deri
ta T
uber
kul
osis
(%)
54535251504948474645
0,20
0,15
0,10
0,05
0,00
S 0,0372663
R-Sq 0,3%
R-Sq(adj) 0,0%
Penduduk Perempuan (% )
Pen
deri
ta T
ube
rku
losi
s (%
)
54535251504948474645
0,20
0,15
0,10
0,05
0,00
S 0,0363605
R-Sq 6,6%
R-Sq(adj) 3,7%
Jarak Poliklinik (km)
Pen
derit
a T
uberk
ulo
sis
(%
)
6543210
0,20
0,15
0,10
0,05
0,00
Jarak Poliklinik (km)
Pen
derit
a T
uberk
ulo
sis
(%
)
6543210
0,20
0,15
0,10
0,05
0,00
17
Jumlah Posyandu (unit)
Pen
deri
ta T
uber
kul
osis
(%)
403530252015105
0,20
0,15
0,10
0,05
0,00
S 0,0370917
R-Sq 1,3%
R-Sq(adj) 0,0%
Jumlah Posyandu (unit)
Pen
deri
ta T
uber
kul
osis
(%)
403530252015105
0,20
0,15
0,10
0,05
0,00
S 0,0373569
R-Sq 1,4%
R-Sq(adj) 0,0%
Penderita Gizi Buruk (% )
Pen
deri
ta T
ube
rku
losi
s (%
)
0,200,150,100,050,00
0,20
0,15
0,10
0,05
0,00
S 0,0371612
R-Sq 2,4%
R-Sq(adj) 0,0%
Penderita Gizi Buruk (% )
Pen
deri
ta T
ube
rku
losi
s (%
)
0,200,150,100,050,00
0,20
0,15
0,10
0,05
0,00
S 0,0368810
R-Sq 2,4%
R-Sq(adj) 0,9%
Perokok (% )
Pen
deri
ta T
ube
rku
losi
s (%
)
2520151050
0,20
0,15
0,10
0,05
0,00
S 0,0363215
R-Sq 5,3%
R-Sq(adj) 3,9%
Perokok (% )
Pen
deri
ta T
ube
rku
losi
s (%
)
2520151050
0,20
0,15
0,10
0,05
0,00
S 0,0363371
R-Sq 6,7%
R-Sq(adj) 3,8%
5. Pengepasan pola garis linier (a) dan kuadratik (b) antara jumlah posyandu dan persentase
penderita TB
b
a b
6. Pengepasan pola garis linier (a) dan kuadratik (b) antara persentase penderita gizi buruk dan
persentase penderita TB
a b
7. Pengepasan pola garis linier (a) dan kuadratik (b) antara persentase perokok dan persentase
penderita TB
a b
18
Gizi Buruk pada Balita (% )
Pen
deri
ta T
ube
rku
losi
s (%
)
3,02,52,01,51,00,50,0
0,20
0,15
0,10
0,05
0,00
S 0,0373250
R-Sq 0,0%
R-Sq(adj) 0,0%
Gizi Buruk pada Balita (% )
Pen
deri
ta T
ube
rku
losi
s (%
)
3,02,52,01,51,00,50,0
0,20
0,15
0,10
0,05
0,00
S 0,0375918
R-Sq 0,1%
R-Sq(adj) 0,0%
8. Pengepasan pola garis linier (a) dan kuadratik (b) antara persentase gizi buruk pada balita dan
persentase penderita TB
a b
19
Lampiran 4 Plot kenormalan model otoregresif spasial
Lampiran 5 Diagram pencar galat dan nilai dugaan pada model otoregresif spasial
Lampiran 6 Plot kenormalan model galat spasial
.
Lampiran 7 Diagram pencar galat dan nilai dugaan pada model galat spasial
SisaanP
ers
enta
se
0,100,050,00-0,05-0,10
99,9
99
95
90
80
70
60504030
20
10
5
1
0,1
Nilai Dugaan
Sis
aan
0,140,130,120,110,100,090,080,070,060,05
0,075
0,050
0,025
0,000
-0,025
-0,050
Sisaan
Pers
enta
se
0,100,050,00-0,05-0,10
99,9
99
95
90
80
70
60504030
20
10
5
1
0,1
Nilaan Dugaan
Sis
aan
0,130,120,110,100,090,080,070,060,05
0,075
0,050
0,025
0,000
-0,025
-0,050