Case hipertensi lubas

39
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 HIPERTENSI 2.1.1 DEFINISI Hipertensi adalah penyakit akibat peningkatan tekanan darah dalam arteri dengan tekanan darah sistolik dan diastolik lebih atau sama sdengan 140 dan 90mmHg. Krisis hipertensi ialah keadaan klinik yang gawat yang disebabkan karena tekanan darah yang meningkat, biasanya tekanan diastolic 140mmHg atau lebih, disertai kegagalan/kerusakan target organ. Yang dimaksud target organ disini ialah: otak, mata (retina), ginjal, jantung, dan pembuluh darah. Batas tekanan darah untuk timbulnya krisis hipertensi, bisa lebih rendah dari 140 mmHg, misalnya 130 atau 120 mmHg. Hal ini terutama tergantung dari cepatnya kenaikan tekanan darah. Menurut tingkat kegawatannya, krisis hipertensi dibagi menjadi : a) Hipertensi gawat (hpertensive emergency).

Transcript of Case hipertensi lubas

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 HIPERTENSI

2.1.1 DEFINISI

Hipertensi adalah penyakit akibat

peningkatan tekanan darah dalam arteri dengan

tekanan darah sistolik dan diastolik lebih atau

sama sdengan 140 dan 90mmHg. Krisis hipertensi

ialah keadaan klinik yang gawat yang disebabkan

karena tekanan darah yang meningkat, biasanya

tekanan diastolic 140mmHg atau lebih, disertai

kegagalan/kerusakan target organ. Yang dimaksud

target organ disini ialah: otak, mata (retina),

ginjal, jantung, dan pembuluh darah. Batas

tekanan darah untuk timbulnya krisis

hipertensi, bisa lebih rendah dari 140 mmHg,

misalnya 130 atau 120 mmHg. Hal ini terutama

tergantung dari cepatnya kenaikan tekanan

darah.

Menurut tingkat kegawatannya, krisis

hipertensi dibagi menjadi :

a) Hipertensi gawat (hpertensive emergency).

Hipertensi gawat ialah keadaan klinik yang

memerlukan penurunan tekanan darah dalam

waktu kurang dari satu jam.

b) Hipertensi darurat (hypertensive urgency)

Hipertensi darurat ialah keadaan klinik

yang memerlukan penurunan tekanan darah

dalam beberapa jam.

2.1.2 ETIOLOGI

1. Primer Hipertensi (idiopatik)

2. Hipertensi Sekunder

a) Peningkatan kardiac output ( peningkatan

sekunder dalam tahanan pembuluh darah )

Uremia dengan cairan overload

Akut renal disease ( glomerulonefritis,

krisis skleroderma )

Peningkatan Hyperaldosteronprime

b) Peningkatan resistensi pembuluh darah

Renovaskular hipertensi ( renal artery

stenosis )

Pheochromosytoma

Obat – obatan ( kokain, makanan, atau

obat yang berinteraksi dengan monoamine

oxidase inhibitors )

Cerebro – vascular ( infark,

intracranial atau subarchnoid hemorragi

)

2.1.3 FAKTOR RESIKO

Faktor Risiko yang Mendorong Timbulnya Kenaikan

Tekanan Darah :

a. Faktor risiko spt: diet dan asupan garam,

stres, ras, obesitas, merokok, genetis

b. Sistem saraf simpatis: tonus simpatis dan

variasi diurnal

c. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi

dan vasokonstriksi: endotel pembuluh darah

berperan utama, tetapi remodeling dari

endotel, otot polos dan interstisium juga

memberikan konstribusi akhir

d. Pengaruh sistem otokrin setempat yang

berperan pada sistem renin,

angiotensin,aldosteron

Gambar 1. Faktor yang berpengaruh terhadap

pengendalian tekanan darah

2.1.4 KLASIFIKASI HIPERTENSI

2.1.4.1 Menurut Tekanan Darah

Gambar 2. Klasifikasi tekanan darah menurut

JNC-7

Gambar 3. Klasifikasi menurut kreteria orang

dewasa

2.1.4.2 Menurut Tingkat Kegawat Daruratan

a) Krisis Hipertensi

Krisis hipertensi didefinisikan

sebagai kondisi peningkatan tekanan darah

yang disertai kerusakan atau yang

mengancam kerusakan terget organ dan

memerlukan penanganan segera untuk

mencegah kerusakan atau keparahan target

organ. The Fifth Report of the Joint National Comitte

on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood

Pressure (JNC-7, 2004) membagi krisis

hipertensi ini menjadi 2 golongan yaitu :

Hipertensi emergensi (darurat) dan

Hipertensi urgensi (mendesak). Kedua

hipertensi ini ditandai nilai tekanan

darah yang tinggi, yaitu ≥180 mmHg/120

mmHg dan ada atau tidaknya kerusakan

target organ pada hipertensi.

Membedakan kedua golongan krisis

hipertensi bukanlah dari tingginya TD,

tapi dari kerusakan organ sasaran.

Kenaikan TD yang sangat pada seorang

penderita dianggap sebagai suatu keadaan

emergensi bila terjadi kerusakan secara

cepat dan progresif dari sistem syaraf

sentral, miokardinal, dan ginjal.

Hipertensi emergensi dan hipertensi

urgensi perlu dibedakan karena cara

penanggulangan keduanya berbeda.

a. Hipertensi emergensi (darurat)

Ditandai dengan TD Diastolik >120

mmHg, disertai kerusakan berat dari

organ sasaran yag disebabkan oleh satu

atau lebih penyakit/kondisi akut.

Keterlambatan pengobatan akan

menyebabkan timbulnya sequele atau

kematian. TD harus diturunkan sampai

batas tertentu dalam satu sampai

beberapa jam. Penderita perlu dirawat

di ruangan intensive care unit atau (ICU) .

Penanggulangan hipertensi emergensi :

Pada umumnya kondisi ini

memerlukan terapi obat antihipertensi

parenteral. Tujuan terapi hipertensi

darurat bukanlah menurunkan tekanan

darah ≤ 140/90 mmHg, tetapi menurunkan

tekanan arteri rerata (MAP) sebanyak 25

% dalam kurun waktu kurang dari 1 jam.

Apabila tekanan darah sudah stabil,

tekanan darah dapat diturunkan sampai

160 mmHg/100-110 mmHg dalam waktu 2-6

jam kemudian. Selanjutnya tekanan darah

dapat diturunkan sampai tekanan darah

sasaran (<140 mmHg atau < 130 mmHg pada

penderita diabetes dan gagal ginjal

kronik) setelah 24-48 jam.

b. Hipertensi urgensi (mendesak)

Hipertensi mendesak ditandai dengan

TD diastolik >120 mmHg dan dengan tanpa

kerusakan/komplikasi minimum dari organ

sasaran. TD harus diturunkan secara

bertahap dalam 24 jam sampai batas yang

aman memerlukan terapi oral hipertensi.

Penderita dengan hipertensi urgensi

tidak memerlukan rawat inap di rumah

sakit. Sebaiknya penderita ditempatkan

diruangan yang tenang, tidak terang dan

TD diukur kembali dalam 30 menit. Bila

tekanan darah tetap masih sangat

meningkat, maka dapat dimulai

pengobatan. Umumnya digunakan obat-obat

oral antihipertensi dalam menggulangi

hipertensi urgensi ini dan hasilnya

cukup memuaskan.

Penanggulangan hipertensi urgensi :

Pada umumnya, penatalaksanaan

hipertensi mendesak dilakukan dengan

menggunakan atau menambahkan

antihipertensi lain atau meningkatkan

dosis antihipertensi yang digunakan,

dimana hal ini akan menyebabkan

penurunan tekanan darah secara

bertahap. Penurunan tekanan darah yang

sangat cepat menuju tekanan darah

sasaran (140/90 mmHg atau 130/80 mmHg

pada penderita diabetes dan gagal

ginjal kronik) harus dihindari. Hal ini

disebabkan autoregulasi aliran darah

pada penderita hipertensi kronik

terjadi pada tekanan yang lebih tinggi

pada orang dengan tekanan darah normal,

sehingga penurunan tekanan darah yang

sangat cepat dapat menyebabkan

terjadinya cerebrovaskular accident,

infark miokard dan gagal ginjal akut.

2.1.5 PATOGENESIS

Mekanisme patogenesis hipertensi yaitu

Peningkatan tekanan darah yang dipengaruhi oleh

curah jantung dan tahanan perifer .

Mekanisme hipertensi tidak dapat

dijelaskan dengan satu penyebab khusus,

melainkan sebagai akibat interaksi dinamis

antara faktor genetik, lingkungan dan faktor

lainnya. Tekanan darah dirumuskan sebagai

perkalian antara curah jantung dan atau tekanan

perifer yang akan meningkatkan tekanan darah.

Retensi sodium, turunnya filtrasi ginjal,

meningkatnya rangsangan saraf simpatis,

meningkatnya aktifitas renin angiotensin

alosteron, perubahan membran sel,

hiperinsulinemia, disfungsi endotel merupakan

beberapa faktor yang terlibat dalam mekanisme

hipertensi.

Mekanisme patofisiologi hipertensi salah

satunya dipengaruhi oleh sistem renin

angiotensin aldosteron, dimana hampir semua

golongan obat anti hipertensi bekerja dengan

mempengaruhi sistem tersebut. Renin angiotensin

aldosteron adalah sistem endogen komplek yang

berkaitan dengan pengaturan tekanan darah

arteri. Aktivasi dan regulasi sistem renin

angiotensin aldosteron diatur terutama oleh

ginjal. Sistem renin angiotensi aldosteron

mengatur keseimbangan cairan, natrium dan

kalium. Sistem ini secara signifikan

berpengaruh pada aliran pembuluh darah dan

aktivasi sistem saraf simpatik serta

homeostatik regulasi tekanan darah .

Gambar 4. Patogenesis Hipertensi

2.1.6 TATALAKSANA

Gambar 5. Algoritma Terapi Hipertensi

berdasarkan JNC-7

2.1.7 KOMPLIKASI

1. Stroke

Hipertensi adalah faktor resiko yang penting

dari stroke dan serangan transient iskemik.

Pada penderita hipertensi 80% stroke yang

terjadi merupakan stroke iskemik,yang

disebabkan karena trombosis intra-arterial

atau embolisasi dari jantung dan arteri

besar. Sisanya 20% disebabkan oleh pendarahan

(haemorrhage), yang juga berhubungan dengan

nilai tekanan darah yang sangat tinggi.

Penderita hipertensi yang berusia lanjut

cenderung menderita stroke dan pada beberapa

episode menderita iskemia serebral yang

mengakibatkan hilangnya fungsi intelektual

secara progresif dan dementia. Studi populasi

menunjukan bahwa penurunan tekanan darah

sebesar 5 mmHg menurunkan resiko terjadinya

stroke.

2. Penyakit jantung koroner

Nilai tekanan darah menunjukan hubungan yang

positif dengan resiko terjadinya penyakit

jantung koroner (angina, infark miokard atau

kematian mendadak), meskipun kekuatan

hubungan ini lebih rendah daripada hubungan

antara nilai tekanan darah dan stroke.

Kekuatan yang lebih rendah ini menunjukan

adanya faktor-faktor resiko lain yang dapat

menyebabkan penyakit jantung koroner.

Meskipun demikian, suatu percobaan klinis

yang melibatkan sejumlah

3. Gagal jantung

Bukti dari suatu studi epidemiologik yang

bersifat retrospektif menyatakan bahwa

penderita dengan riwayat hipertensi memiliki

resiko enam kali lebih besar untuk menderita

gagal jantung daripada penderita tanpa

riwayat hipertensi. Data yang ada menunjukan

bahwa pengobatan hipertensi, meskipun tidak

dapat secara pasti mencegah terjadinya gagal

jantung, namun dapat menunda terjadinya gagal

jantung selama beberapa decade.

4. Hipertrofi ventrikel kiri

Hipertrofi ventrikel kiri terjadi sebagai

respon kompensasi terhadap peningkatan

afterload terhadap jantung yang disebabkan

oleh tekanan darah yang tinggi. Pada akhirnya

peningkatan massa otot melebihi suplai

oksigen, dan hal ini bersamaan dengan

penurunan cadangan pembuluh darah koroner

yang sering dijumpai pada penderita

hipertensi, dapat menyebabkan terjadinya

iskemik miokard. Penderita hipertensi dengan

hipertrofi ventrikel kiri memiliki

peningkatan resiko terjadinya cardiac aritmia

(fibrilasi atrial dan aritmia ventrikular)

dan penyakit atherosklerosis vaskular

(penyakit koroner dan penyakit arteri

perifer)

5. Penyakit vaskular

Penyakit vaskular meliputi abdominal aortic

aneurysm dan penyakit vaskular perifer. Kedua

penyakit ini menunjukan adanya

atherosklerosis yang diperbesar oleh

hipertensi. Hipertensi juga meningkatkan

terjadinya lesi atherosklerosis pada arteri

carotid, dimana lesi atherosklerosis yang

berat seringkali merupakan penyebab

terjadinya stroke .

6. Retinopati

Hipertensi dapat menimbulkan perubahan

vaskular pada mata, yang disebut retinopati

hipersensitif. Perubahan tersebut meliputi

bilateral retinal falmshaped haemorrhages,

cotton woll spots, hard exudates dan

papiloedema. Pada tekanan yang sangat tinggi

(diastolic >120 mmHg, kadang-kadang setinggi

180 mmHg atau bahkan lebih) cairan mulai

bocor dari arteriol-arteriol kedalam retina,

sehingga menyebabkan padangan kabur, dan

bukti nyata pendarahan otak yang sangat

serius, gagal ginjal atau kebutaan permanent

karena rusaknya retina.

7. Kerusakan ginjal

Ginjal merupakan organ penting yang sering

rusak akibat hipertensi. Dalam waktu beberapa

tahun hipertensi parah dapat menyebabkan

insufiensi ginjal, kebanyakan sebagai akibat

nekrosis febrinoid insufisiensi arteri-ginjal

kecil. Pada hipertensi yang tidak parah,

kerusakan ginjal akibat arteriosklerosis yang

biasanya agak ringan dan berkembang lebih

lambat. Perkembangan kerusakan ginjal akibat

hipertensi biasanya ditandai oleh

proteinuria. Proteinuria merupakan faktor

resiko bebas untuk kematian akibat semua

penyebab, dan kematian akibat penyakit

kardiovaskular. Proteinuria dapat dikurangi

dengan menurunkan tekanan darah secara

efektif).

2.2 SINDROM DISPEPSIA

2.2.1 DEFINISI

Dispepsia adalah kumpulan gejala di

saluran makanan, dengan keluhan nyeri perut

atas, pedih, mual yang kadang – kadang disertai

dengan muntah, rasa panas di dada dan perut,

lekas kenyang, anoreksi, kembung, regurgitasi,

banyak mengeluarkan gas masam dari mulut.

Dispepsia memiliki gejala yang hampir sama

dengan penyakit saluran pencernaan atas

lainnya, dispepsia juga memiliki 2 klasifikasi

yang berbeda, namun sulit untuk dilakukan

diagnosa pasti pada 2 jenis dispepsia

tersebut. Klasifikasi dispepsia tersebut

diantaranya adalah dipepsia organik dan

dispepsia fungsional.

Dispepsia dari gangguan organik ataupun

yang disebut dengan dispepsia organik merupakan

gejala pada saluran cerna dan dapat juga

disebabkan oleh gangguan dari sekitar saluran

cerna, misal kantung empedu, pankreas dan

sebagainya. Dari sisi lain, dispepsia dapat

muncul meski tidak terjadi perubahan struktur

pada saluran pencernaan yang biasanya dikenal

dengan dispepsia fungsional dan gejala yang

ditimbulkan dapat berasal dari psikologis

ataupun akibat intoleransi makanan tertentu.

2.2.2 ETIOLOGI

a. Terdapat gangguan pada lumen saluran cerna

seperti tukak gaster/duodenum, gastritis,

tumor, infeksi Helicobacter pylori.

b. Obat – obatan: anti inflamasi non steroid

( OAINS), jenis antibotik, teofilin,

aspirin, dan sebagainya.

c. Penyakit pada hati, pankreas, sistem bilier:

hepatitis, pankreatitis, kolesistitis

kronik.

d. Penyakit sistemik: diabetes melitus,

penyakit jantung koroner, dan penyakit

tiroid.

e. Bersifat fungsional : tidak terbuktinya ada

gangguan organik pada dispepsia tersebut.

Ini sering di sebut dengan dispepsia

fungsional.

2.2.3 MANIFESTASI KLINIS

a. Nyeri berpusat pada pertengahan abdomen

bagian atas.

Gejala ini yang paling sering membuat

penderita dispepsia datang berkunjung ke

pusat kesehatan, karena rasa kurang nyaman

yang ditimbulkannya.

b. Rasa tidak nyaman yang berpusat pada abdomen

bagian atas diantaranya:

- Perasaan kenyang lebih cepat

- Merasa penuh pada bagian lambung

- Kembung di abdomen bagian bawah

- Mual

Terdapat beberapa gejala yang membutuhkan

penanganan segera yaitu :

- Demam

- Keringat saat malam hari

- Berat badan berkurang > 3kg

- Muntah berulang

- Nyeri berat yang terlokalisasi

- Hematemesis

- Disfagia

2.2.4 DIAGNOSIS

Gejala yang di timbulkan oleh dispepsia

hampir sama dengan gejala yang terdapat pada

penyakit disaluran cerna lainnya, sehingga

perlu melakukan pemeriksaan agar di dapakan

diagnosis pasti penyakit yang diderita, karena

akan mempengaruhi penatalaksaan yang akan

dilakukan selanjutnya

Dapat dilakukan pemeriksaan mulai dari

pemeriksaan laboratorium, radiologi, endoskopi,

dan USG untuk menentukan jenis dan penyebab

dari penyakit tersebut.

2.2.5 TATALAKSANA DISPEPSIA

a. NON MEDIKAMENTOSA

Hindari makanan/minum sbg pencetus,

makanan merangsang spt:

–Pedas

–Asam

–tinggi lemak

–mengandung gas

–Kopi

–alkohol dll

Bila muntah hebat, jgn makan dulu

Makan teratur, tidak berlebihan, porsi

kecil tapi sering

Hindari stress, olah raga

b. Terapi Medikamentosa

ANTACIDA :

– penetralisir faktor asam sesaat, pei

nyeri sesaat

– Paling umum digunakan

– Study metaanalisis i manfaat (-),

efektifitas = plasebo

Penyekat H2 reseptor: peisekresi asam

lambung

– Telah umum juga dikonsumsi

– Study : manfaat 20% diatas plasebo

– Generik : cimetidin, ranitidin,

famotidin

Penghambat pompa proton / proton pump

inhibitor (PPI) menghambat produksi asam

lambung :

– Paling efektif dan superior dlm

menghambat produksi asam lambung

– omeprazol, lansoprazol, pantoprazol,

rabeprazol, esomeprazol

– mahal

Prokinetik (anti mual-muntah):

– dimenhidrinat, metoklopramid,

domperidon, cisapride, ondansetron

– Antagonis reseptor dopamin2 dan

reseptor serotonin

– Utk tipe dismotilitas efektif dibanding

plasebo

Sitoprotektor :

– sukralfat, teprenon, rebamipid

– Mucopromotor

– mei prostaglandin

– mei aliran darah mukosa

Antibiotik:

– bila terbukti terlibatnya H.pylori (+)

– Amoxicillin, claritromisin,

tetrasiklin, metronidazol, bismuth

Tranguilizer antianxietas, antidepresan

– Bila ada faktor psikik

BAB III

DISKUSI

BAB II

LAPORAN KASUS

STATUS PENDERITA

Identitas Pasien

Nama lengkap : Buhari

Umur : 71 tahun

Alamat : Tiku, Bukit Melintang

No. MR : 123149

Tanggal masuk : 1 Juni 2014

Anamnesis

Seorang pasien pria Tn.B dengan umur 71 tahun di rawat dibangsal penyakit dalam RSUD lubuk basung sejak 1 Juni2014 dengan :

A. Keluhan utamaNyeri ulu hati menyesak ke dada sejak 1 minggu

sebelum masuk rumah sakit

B. Riwayat penyakit sekarang- Nyeri ulu hati menyesak ke dada sejak 1 minggu

sebelum masuk rumah sakit, rasa penuh dan panas diulu hati (+)..

- Riwayat Mual (+), muntah (+), sejak 3 hari sebelummasuk rumah sakit, isi apa yang dimakan dandiminum, darah (-).

- Riwayat sakit kuning (-)- Hepar tidak membesar

- Demam (-).- Murphy sign (-)- Sesak nafas sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit,

sesak tidak dipengaruhi cuaca, makanan, danaktifitas, riwayat sesak malam hari (-), OS masihbisa tidur dengan 1 bantal.

- Riwayat nyeri kepala (+).- Penglihatan kabur (-).- Rasa berat di tengkuk kepala (+).- Nafsu makan menurun sejak 1 minggu sebelum masuk

rumah sakit.- Riwayat BAB dan BAK biasa.

C. Riwayat penyakit dahulu- Riwayat hipertensi (+) kontrol ke bidan

D. Riwayat penyakit keluargaE. Riwayat pekerjaan, sosial, ekonomi, kebiasaanF. Pemeriksaan Umum

- Keasadaran : CMC- Keadaan umum : Sedang- Tekanan darah : 200/110- Nadi : 64- Nafas : 28- Suhu : 36- Status gizi : kurang- BB : 43kg- TB : 160 cm- Sianosis : (-)- Edema : (-)- Pucat : (-)- Kepala : mata Konjungtiva tidak anemis,

Sklera tidak ikterik- Leher : JVP 5-2cmH2o, Pembesaran KGB

(-)

- Dada : Pulmo : Bronkovesikluer, Rh (-), Wh(-)

- Cor : Irama reguler, BJ normal, bising(-)

- Abdomen :Distensi (-),BU (+) normal,NT(+) ,Epigastrium, N(-),

- Genitalia : Tidak dilakukan- Ektremitas : edema (-), akral hangat,

perfusi baikG. Pemeriksaan Laboratorium

Kimia Klinik : Total kolesterol : 240 mg/dl Trigliserida : 80 mg/dl HDL : 35 mg/dl LDL :189 mg/dl Total bilirubin :0,78 mg/dl Bilirubin indirek :0,33 mg/dl Bilirubin Direk :0,45mg/dl Total Protein :6,7 mg/dl Albumin :3,5 mg/dl Globulin :3,2 mg/dl Ureum :45 mg/dl Asam Urat : 8 mg/dl SGOT : 10 mg/dl SGPT : 12 mg/dl

Hematokrit : Hb :14 g% LED :20 mm Leukosit :6900/mm3 Eritrosit :5.940.000 mm3 Trombosit : 333.000mm3 Retikulosit : 5% Hematokrit : 43% Hitung jenis :

Bos : 0 %

Eou : 2%N.Batang : 1%N.Segmen : 75 %Lim1 : 18 %Mono : 4 %

Urinalisa: Warna :Kuning muda pH :5,5 BJ : 1.030 Reduksi : - Protein : - Bilirubin : - Urobilin : - Sedimen :

Eritrosit : -Leukosit : +Silinder : +Kristal : -Epitel : + gepeng

1-2/LPBH. Pemeriksaan penunjang

- EKG :Normal- Rongen :Kesan tampak gambaran

infiltrate pada perihiler dan paracardial keduaparu

I. Diagnosa kerja - Sindrom dispesia- Hipertensi urgensi

J. Terapi- IVFD NaCl 0,9% 10 tetes/i - Injeksi ranitidine 2 x1 amp- Valsortan 1x 80 mg- Amilodipin 1x5 mg- Diet rendah garam

K. Rencana

Follow up

2-6-2014

S/ - Batuk (-)

- Nafsu Makan (-)

- Nyeri Ulu hati (-)

O/ - Keadaan umum : sakit sedang

- Kesadaran : CMC

- Tekanan Darah : 200/90

- Nadi : 68

- Nafas : 45

- Suhu : 36,3oC

- Mata : Konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-)

- Paru : Bronkovesikuler, Rh +/+ di paracardial, Wh

-/-

- Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik

A/ - Hipertensi Urgensi

- Sindrom Dispepsia

- Bronkopneumonia

P/ - IVFD NaCl 0,9 %

- Ranitidin 2 x 1 amp

- Valsarian 1 x 80 mg

- Amlodipin 1 x 5 mg

- HCT 1 x 12,5 mg

- Ceftriaxon 1 x2 mg

3-6-2014

S/ - Batuk (-)

- Nafsu Makan menurun

O/ - Keadaan umum : sakit sedang

- Kesadaran : CMC

- Tekanan Darah : 180/80

- Nadi : 68

- Nafas : 30

- Suhu : 36,3oC

- Mata : Konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-)

- Paru : Bronkovesikuler, Rh +/+ di paracardial, Wh

-/-

- Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik

A/ - Hipertensi Urgensi

- Sindrom Dispepsia

- Bronkopneumonia

P/ - IVFD NaCl 0,9 %

- Ranitidin 2 x 1 amp

- Valsarian 1 x 80 mg

- Amlodipin 1 x 5 mg

- HCT 1 x 12,5 mg

- Ceftriaxon 1 x2 mg

- Neurodex 1x1 tab

4-6-2014

S/ - Kepala sedikit berat

- Tidur malam kurang

- Banyak pikiran

O/ - Keadaan umum : sakit sedang

- Kesadaran : CMC

- Tekanan Darah : 180/90

- Nadi : 68

- Nafas : 28

- Suhu : 36,4oC

- Mata : Konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-)

- Paru : Bronkovesikuler, Rh +/+ di paracardial, Wh

-/-

- Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik

A/ - Hipertensi Urgensi

- Sindrom Dispepsia

- Bronkopneumonia

P/ - IVFD NaCl 0,9 %

- Alprazolam 0,5 mg 1 x1

- Ranitidin 2 x 1 amp

- Valsarian 1 x 80 mg

- Amlodipin 1 x 5 mg

- HCT 1 x 12,5 mg

- Ceftriaxon 1 x2 mg

5-6-2014

S/ - Kepala sedikit berat

- Tidur malam kurang

- Banyak pikiran

O/ - Keadaan umum : sakit sedang

- Kesadaran : CMC

- Tekanan Darah : 130/90

- Nadi : 96

- Nafas : 27

- Suhu : 36,4oC

- Mata : Konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-)

- Paru : Bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-

- Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik

A/ - Hipertensi Urgensi

- Sindrom Dispepsia

- Bronkopneumonia

P/ - IVFD NaCl 0,9 %

- Alprazolam 0,5 mg 1 x1

- Ranitidin 2 x 1 amp

- Valsarian 1 x 80 mg

- Amlodipin 1 x 5 mg

- HCT 1 x 12,5 mg

- Ceftriaxon 1 x2 mg

DISKUSI

Kasus ini adalah kasus hipertensi urgensi dan sindom

dispepsia dengan gejala yang dikeluhkan pasien seperti

nyeri kepala, rasa berat pada tengkuk, nyeri, terasa

penuh dan panas pada ulu hati, mual, muntah lemah serta

nafsu makan yang menurun. Pada pemeriksaan fisik tekanan

darah 200/110 dengan kesan hipertensi urgensi.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi adalah penyakit akibat peningkatan

tekanan darah dalam arteri dengan tekanan darah

sistolik dan diastolik lebih atau samadengan 140 dan

90mmHg. Krisis hipertensi ialah keadaan klinik yang

gawat yang disebabkan karena tekanan darah yang

meningkat, biasanya tekanan diastolic 140mmHg atau

lebih, disertai kegagalan/kerusakan target organ.

Jumlah pasien yang terdaftar dalam Internal

Medicine Section of the EmergencyDepartment pada tahun 1996

adalah 14.209 orang. Dimana 1634 orang adalah kasus

emergensiurgensi, 449 pasien termasuk kriteria

krisis hipertensi menurut Joint National Committee dan

memiliki tekanan darah diastolik lebih dari 120

mmHg. Pada 23% pasien hipertensi diketahui adalah

krisis hipertensi dan 28% dari 23% tersebutadalah

hipertensi urgensi. Hipertensi urgensi juga lebih

sering ditemukan dibandingkan dengan hipertensi

emergensi.

Dispepsia adalah kumpulan gejala di saluran

makanan dengan keluhan nyeri perut atas, pedih,

mual yang kadang – kadang disertai dengan muntah,

rasa panas di dada dan perut, lekas kenyang,

anoreksi, kembung, regurgitasi, banyak mengeluarkan

gas masam dari mulut

Data Depkes pada tahun 2003 dispepsia

menempati peringkat 10 dari kategori 10 jenis

penyakit terbesar dirawat jalan di seluruh Rumah

Sakit di Indonesia dengan proporsi 1,5%, dan data

Depkes pada tahun 2004 menyatakan bahwa penderita

dispepsia menempati peringkat ke 15 dari 50

penyakit rawat inap terbanyak proporsi 1.3%.

Daftar Pustaka

Allescher HD.Functional dyspepsia – A multicausal diseaseand its therapy.Phytomedicine 13 (2006) SV 2–11.Diaksesdari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pubmed/16859904tanggal 4 juni 2014 pukul 19.10 WIB.

Djojoningrat D.2009. Dispepsia Fungsional Dalam Buku AjarIlmu Penyakit Dalam Jilid I.Jakarta Pusat.Internal Publishing, 529-532

Djojoningrat D.2009.Pendekatan Klinis penyakitgastrointestinal Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit DalamJilid I.Jakarta Pusat.Internal Publishing,441 - 452

Hadi,Sujono.2002.Gastroenterologi.Bandung:PenerbitP.T.Alumni,156 – 163

Harahap,Yanti.2007.Karakteristik Penderita Dispepsiarawat Inap di RS Martha Friska Medan.Skripsi,Universitas Sumatera Utara.

Ganong, William F.MD Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi20. 2003 ECG

JakartaSudoyo Aru W, Setiyohadi. Bambang, Alwi Idrus, KMarcellus Simadibarata,

Setiati Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 12006 Pusat penerbitan FK

UI Jakarta

Case Report Sessions

Hipertensi Urgensi dan Sindrom Dispepsia

Oleh :

Merry Cardina (0910311004)

Preseptor:

Dr. Djunianto, Sp. PD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2014