Post on 04-Feb-2023
Jenis Gugatan
Seperti apa yang telah dibahas diatas, jenis gugatan ini
adalah gugatan class action. Class action tidak hanya dikenal
didalam Negara-negara anglo Saxon namun gugatan class action ini
telah ada di dalam beberapa perundang-undangan dalam hal ini
gugatan class action yang ada di Indonesia adalah :
1. Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup Dalam pasal 37 ayat 1 berbunyi : “Masyarakat berhak
mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan/atau
melaporkan ke penegak hukum mengenai berbagai masalah
lingkungan hidup yang merugikan perikehidupan masyarakat”.
Bahwa yang dimaksud hak mengajukan gugatan perwakilan pada
ayat ini adalah hak kelompok kecil masyarakat untuk bertindak
mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas
dasar kesamaan permasalahan, fakta hukum, dan tuntutan yang
ditimbulkan karena pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup.
Diatur di dalam Pasal 38 UU No.23 Tahun l997,menurut Koesnadi
hardjasoemantri ketentuan sebagaimana tercamtum dalam Pasal 38
UUPLH adalah amat menguntungkan bagi lingkungan hidup,karena
meskipun tidak ada manusia yang menderita,penanggung jawab
usaha dan / atau kegiatan yang mencemarkan dan / atau merusak
lingkungan tetap dapat digugat karena lingkungan yang
menderita.Gugatan tersebut diajukan oleh organisasi lingkungan
atas nama lingkungan,yang berarti lingkungan menyandang hak
utnuk dilindungi.
Selain itu juga diatur di dalam UU No.41 Tahun l999 tentang
Kehutanan, yang diatur di dalam Pasal 73 .Menurut ketentuan Pasal
ini :
(l) Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab pengelolaan
hutan,organisasi bidang kehutanan berhak mengajukan gugatan
perwakilan untuk kepentingaan pelestarian fungsi hutan.
(2) Organisasi bidang kehutanan yang berhak mengajukan gugatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan :
a. berbentuk badan hukum
b. organisasi tersebut dalam anggaran dasarnya dengan tegas
menyebutkan tujuan didirikannya organisasi untuk kepentingan
pelestarian fungsi hutan dan
c. telaah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran
dasarnya.1
2. Undang –undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Pasal 46 ayat 1 huruf b berbunyi : “Gugatan atas pelanggaran
pelaku usaha dapat dilakukan oleh kelompok konsumen yang
mempunyai kepentingan yang sama”. Selanjutnya dalam penjelasan
1 Boediningsih, Widyawati, “ Bahan Kuliah Hukum Lingkungan” http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=21&cad=rja&ved=0CCcQFjAAOBQ&url=http%3A%2F%2Fmfile.narotama.ac.id%2Ffiles%2FM.%2520Sholeh%2FFile%2520Campuran%2FHUMUM%2520LINGKUNGAN%2520word.doc&ei=GACaUurZFcGJrQf03IGoBg&usg=AFQjCNEab4j3kEPaL0xWrNIsPz6c20TyrQ&bvm=bv.57155469,d.bmk diunduh pada 30 November 2013.
Pasal 46 ayat 1 Huruf b menjelaskan bahwa Undang-undang ini
(Perlindungan Konsumen) mengakui gugatan kelompok atau class
action. Gugatan kelompok atau class action harus diajukan oleh
konsumen yang benar-benar dirugikan dan dapat dibuktikan
secara hukum, salah satu diantaranya adalah adanya bukti
transaksi.
3. Undang-undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi Pasal
38 ayat 1 Masyarakat yang dirugikan akibat pekerjaan
konstruksi berhak mengajukan gugatan ke pengadilan secara :
. a orang peroranagan
b. Kelompok orang dengan pemberi kuasa
c. Kelompok orang dengan tidak dengan kuasa melalui gugatan
perwakilan.
Didalam penjelasan pasal 38 ayat (1) UU No. 18 Tahun 1999 “hak
mengajukan gugatan perwakilan” adalah hak sekelompok kecil
masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar
yang dirugikan atas dasar kesamaan permasalahan, faktor hukum,
dan ketentuan yang ditimbulkan karena kerugian atau gangguan
sebagai akibat kegiatan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
4. Undang- undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Pasal 71
ayat 1 berbunyi “Masyarakat berhak mengajukan gugatan
perwakilan ke pengadilan dan atau melaporkan ke penegak hukum
terhadap kerusakan hutan yang merugikan kehidupan masyarakat”.
5. Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2002 Acara Gugatan
Perwakilan Kelompok Pembahasan mengenai prosedur atau tata
cara gugatan perwakilan kelompok (Class Action) yang diatur dalam
PERMA No. 1 Tahun 2002 secara garis besar terdiri dari
ketentuan umum, tata cara dan persyaratan gugatan perwakilan
kelompok, pemberitahuan, pernyataan keluar, putusan dan
ketentuan umum.2 Dalam PERMA No. 1 Tahun 2002 ini terdiri atas
6 (enam) BAB yaitu :
a. Mengenai ketentuan umum
b. Mengenai tata cara dan persyaratan gugatan perwakilan
kelompok
c. Mengenai pemberitahuan atau notifikasi
d. Mengenai pernyataan keluar
e. Mengenai putusan
f. Mengenai ketentuan penutup
Menurut pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002
gugatan class action adalah suatu tata cara pengajuan gugatan
dalam mana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok
2 http://pukat.hukum.ugm.ac.id/index.php?action=modul.content&id=3 diunduh pada 30 November 2013
mengajukan gugatan untuk diri atau diri-diri mereka sendiri dan
sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang
memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil keompok dan
anggota kelompoknya. 3 Menurut Black’s law dictionary sekelompok besar
orang yang berkepentingan dalam suatu perkara, satu atau lebih
dapat menuntut atau dituntut mewakili kekompok besar orang
tersebut tanpa perlu menyebut satu peristiwa satu anggota yang
diwakili. Pengertian lain menyebutkan Class Action pada intinya
adalah gugatan perdata (biasanya terkait dengan permintaan
injuntction atau ganti kerugian) yang diajukan oleh sejumlah orang
(dalam jumlah yang tidak banyak -- misalnya satu atau dua orang)
sebagai perwakilan kelas (class repesentatif) mewakili kepentingan
mereka, sekaligus mewakili kepentingan ratusan atau ribuan orang
lainnya yang juga sebagai korban. Ratusan atau ribuan orang yang
diwakili tersebut diistilahkan sebagai class members .4
unsur-unsur yang dapat diuraikan berdasarkan PERMA No 1 Tahun
2002 adalah5 :
1. Adanya suatu tata cara pengajuan gugatan berdasarkan pasal 2
gugatan dapat diajukan dengan mempergunakan tata cara
gugatan perwakilan kelompok apabila :
3 Mahkamah Agung,.Peraturan Mahkamah Agung Tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok., Peraturan Mahkamah Agung No 1 tahun 2002., Pasal 1
4 Zein Lubi, Zulfikri. “ Gugatan Class Action” . http://www.inclaw-hukum.com/index.php/hukum-perdata/hukum-acara-perdata/139-gugatan-class-actionDiunduh pada tanggal 30 November 2013
5 Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2002, Op.Cit.
a. Jumlah anggota kelompok sedemikian banyak sehingga
tidaklah efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan
secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama dalam
satu gugatan.
b. Adanya kesamaan fakta, atau peristiwa dan kesamaan dasar
hukum yang digunakan yang bersifat substansial,serta
terdapat kesamaan jenis tuntutan diantara yang wakil
kelompok dengan anggota kelompok . Adanya Kerugian yang
nyata-nyata diderita Untuk dapat mengajukan class action
Baik pihak wakil kelompok (Class Repesentatif ) maupun
anggota kelompok (Class Members) harus benar-benar atau
secara nyata mengalami kerugian atau diistilahkan concrete
injured parties. Pihak-pihak yang tidak mengalami kerugian
secara nyata tidak dapat memiliki kewenangan untuk
mengajukan Class Action. Kesamaan peristiwa atau fakta dan
dasar hukum Terdapat kesamaan fakta (peristiwa) dan
kesamaan dasar hukum (Question Of Law) antara pihak yang
mewakilili (Class Representative) dan pihak yang diwakili
(Class Members). Wakil Kelompok dituntut untuk menjelaskan
adanya kesamaan ini. Namun bukan berarti tidak
diperkenankan adanya perbedaan, hal ini masih dapat
diterima sepanjang perbedaan yang subtansial atau
prinsip.
c. Wakil kelompok memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk
melindungi kepentingan anggota kelompok yang diwakilinya
d. Hakiom dapat mengajukan kepada wakil kelompok untuk
melakukan penggantian pengacara, jika pengacara
melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dnegan
kewajiban membela dan melindungi kepentingan anggota
kelompoknya.
Gugatan dalam class action masuk dalam lapangan hukum perdata.
Istilah gugatan dikenal dalam hukum acara perdata sebagai
suatu tindakan yang bertujuan untuk memperoleh perlindungan
hak yang diberikan oleh pengadilan untuk menghindari adanya
upaya main hakim sendiri (Eigenechting). Gugatan yang
merupakan bentuk tuntutan hak yang mengandung sengketa,
pihak-pihaknya adalah pengugat dan tergugat pihak disini
dapat berupa orang perseorangan maupun badan hukum. Umumnya
tuntutan dalam gugatan perdata adalah ganti rugi berupa
uang. 6
2. Wakil kelompok berdasrkan pasal 1 huruf b PERMA No. 1 Tahun
2002 adalah satu orang atau lebih yang menderita kerugian
yang mengajukan gugatan dan sekaligus mewakili kelompok
orang yang lebih banyak jumlahnya. Untuk menjadi wakil
kelompok sesuai dengan pasal 4 PERMA No. 1 Tahun 2002 tidak
disyaratkan adanya suatu surat kuasa khusus dari anggota
6 ICW ( Indonesia Corruption Watch). “Panduan Tentang Class Action, Legal
Standing, Pra Peradilan dan Judicial Review”. http://www.antikorupsi.org/id/content/panduan-tentang-class-action-legal-standing-pra-peradilan-dan-judicial-review diunduh pada tanggal 30 November 2013
Kelompok. Saat gugatan class action diajukan ke pengadilan
maka kedudukan dari wakil Kelompok sebagai penggugat aktif.
3. Anggota kelompok berdasarkan pasal 1 huruf ( c) PERMA No. 1
Tahun 2002 adalah satu orang atau lebih yang menderita
kerugian yang mengajukan gugatan dan sekaligus mewakili
kelompok orang yang leih banyak jumlahnya. Anggota Kelompok
(Class members) Adalah sekelompok orang dalam jumlah yang
banyak yang menderita kerugian yang kepentingannya diwakili
oleh wakil kelompok di pengadilan. Apabila class action
diajukan ke pengadilan maka kedudukan dari anggota kelompok
adalah sebagai penggugat pasif. 7
Selain itu dikenal pula sub kelompok hal ini bertujuan agar
mempermudah dalam memberikan gantu rugi. Sub kelompok berdasarkan
pasala 1 huruf ( d) adalah pengelompokkan anggota kelompok
kedalam kelompok yang lebih kecil dalam satu gugatan berdasarkan
perbedaan tingkat penderitaan dan/atau jenis kerugian.
Berdasarkan analisis kasus mandalawangi yang mengajukan gugatan
kelompok terdiri atas unsur-unsur sebagai berikut :
1. Adanya suatu tata cara pengajuan gugatan berdasarkan
pasal 2 gugatan dapat diajukan dengan mempergunakan tata
cara gugatan perwakilan kelompok Tuntutan yang disebabkan
7 Ibid., ICW ( Indonesia Corruption Watch). “Panduan Tentang Class Action, Legal Standing, Pra Peradilan dan Judicial Review”. http://www.antikorupsi.org/id/content/panduan-tentang-class-action-legal-standing-pra-peradilan-dan-judicial-review diunduh pada tanggal 30 November 2013
karena adanya perusakan Lingkungan Hidup. Mengacu pada
kasus mandalawangi maka jumlah banyak dimana terdiri atas
8 orang para wakil kelompok korban longsor Gunung
Mandalawangin Kecamatan Kadungora Kabupaten Garut dan
diwakilkan dengan 16 ( enam belas) orang advokat yang
kemudian disebut dengan para penggugat. Kemudian harus
ada kesamaan fakta, peristiwa dan dasar hukum. maka dalam
hal ini adanya peristiwa longsornya Gunung Mandalawangi
yang mengakibatkan hancurnya area pemukiman penduduk yang
berjarak sekitar 2-3 km dari titik longsor. Menurut hasil
penyelidikan Direktorat Vulkanologi, salah satu faktor
penyebab longsornya gunung Mandalawangi dengan adanya
perubahan tata guna lahan bagian atas bukit dari tanaman
keras/hutan ke tanaman musiman dalam arti adanya
perubahan fungsi hutan. Selain itu akibat kelalaian dan
kurangnya perhatian dalam pengelolaan hutan oleh direksi
perum perhutan jawa barat. Dikait dengan Dasar hukumnya
Pasal 37 UU No. 23 Tahun 1997 “Masyarakat berhak
mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan/atau
melaporkan ke penegak hukum mengenai berbagai masalah
lingkungan hidup yang merugikan perikehidupan masyarakat.
Dalam hal ini kesamaan yang terjadi adalah pihak
penggugat secara keseluruhan sama-sama dirugikan akibat
tanah longsor yang terjadi di mandalawangi garut. Bencana
itu didugat timbul karena kelalaian dan pelanggaran yang
dilakukan para tergugat yang tidak menjalankan
kewajibanya dalam pengawasan hutan pasal 59 jo pasal 60
Undang-undang No. 41 Tahun 1999.
2. Anggota Kelompok (Class members).
Dalam kasus ini maka anggota kelompoknya adalah seluruh
warga yang menjadi korban tanah longsor Gunung
Mandalawangi yang didasarkan pada PERMA No. 1 Tahun 2002
Pasal.1 huruf ( c). Adalah, “sekelompok orang dalam
jumlah yang banyak yang menderita kerugian yang
kepentingannya diwakili oleh wakil kelompok di
pengadilan”.
3. Adanya kerugian yang nyata-nyata diderita.
Menurut PERMA No. 1 Tahun 2002 Pasal.1 c. Adalah,
“sekelompok orang dalam jumlah yang banyak yang menderita
kerugian…”. Untuk dapat mengajukan class action Baik
pihak wakil kelompok (class repesentatif ) maupun anggota
kelompok (class members) harus benar-benar atau secara
nyata mengalami kerugian atau diistilahkan concrete
injured parties. Pihak-pihak yang tidak mengalami
kerugian secara nyata tidak dapat memiliki kewenangan
untuk mengajukan Class Action. Dalam kasus ini, korban
tanah longsor mengalami kerugian.
Class Action dalam kasus class action di mandalawangi garut
adalah tepat karena telah memenuhi unsur dari gugatan
perwakilan sesuai dengan PERMA No. 1 Tahun 2002.
Keuntungan penggunaan class action. Ada beberapa keuntungan
penggunaan class action yaitu :
1. Proses berperkara bersifat ekonomis (Judicial Economy)
sebabdengan gugatan class action, berarti mencegah
pengulangan gugatan serupa secara individual. Para pihak
hanya satu kali mengeluarkan biaya perkara, tidak perlu
menyiapkan majelis hakim yang banyak, cukup satu saja untuk
menangani perkara yang sejenis. Sehingga ini akan menjadi
relative lebih sedikit dibandingkan bila gugatan diajukan
secara individual.
2. Akses pada keadilan ( Access to Justice) dalam arti apabila
gugatan diajukan secara individual akan menyebabkan beban
bagi calon penggugat. Akan tetapi terjadi pengurangan beban
terhadap tekana yang akan dialami. Biasanya tergutan
memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan penggugat.
Apabila jika biaya gugatan yang dikeluarkan tidak sebanding
dengan tuntutan yang diajukan. Maksudnya disini adalah
tekanan-tekanan baik fisik maupun psikis yang diajukan oleh
tergugat diluar sidang kepada penggugat lebih dapat
diminimalisir.
3. Perubahan sikap pelaku pelanggaran ( Behaviour modification)
berpeluang mendorong perubahan sikap dari mereka yang
berpotensi merugikan kepentingan masyarakat luas yang
diharpakan ada efek penjera.
4. Menghindari keluarnya putusan yang bertentangan satu sama
lain.8
Persyaratan class action yang digunakan dalam perkara
longsor Gunung Mandalawangi menggunakan mekanisme gugatan class
actions sebagai berikut :
1. Gugatan secara perdata
Dalam gugatan Perdata No 49/Pdt.G/2003/PN. BDG merupakan
gugatan perdata. Istilah gugatan dikenal dalam hukum acara
perdata sebagai tindakan yang bertujuan untuk memperoleh
perlindungan hak yang diberikan oleh pengadilan untuk menghindari
main hakim sendiri.
2. Numerausity ( jumlah anggota kelompok yang sedemikian banyak)
Gugatan yang merupakan suatu tuntutan hak yang mengandung
sengketa, pihak-pihaknya adalah penggugat dan tergugat. Penggugat
dalam mekanisme class action terbagi dalam kelompok yaitu :
a) wakil kelompok; yang menjadi wakil kelompok dalam perkara ini
adalah seluruh warga yang menjadi korban longsor Gunung
Mandalawangi diwakilkan kepada 8 (delapan) warga yaitu : Dedi,
Hayati, Entin, Oded Sutisna, Ujang Ohim, Dindin Holidin, Acang
8 Basuki, Lewi Aga. “ Class Action, Hukum Acara Perdata”.2007.Depok
Elim, dan Mahmud yang kemudian diwakilkan oleh 16 (enam belas)
advokat yang berkantor di jalan Reog Raya No. 11 Turanga Bandung.
b) anggota kelompok; class member (anggota kelompok yang jumlahnya
sangat banyak. Dalam perkara ini anggota kelompoknya adalah
korban longsor Gunung Mandalawangi Kecamatan Kadungora Kabupaten
Garut.
Dalam Perma No 1 Tahun 2002 pada Pasal 2 tidak disebutkan
secara jelas mengenai ketentuan jumlah atau batas minimum maupun
maksimum pihakm penggugat yang dapat mengajukan gugatan claas
action.
3. Commonality dan Typicality
Sebuah perkara perdata dapat diklasifikasikan sebagai class
action atau bukan maka terlebih dahulu perlu diketahui faktor
kesamaan antara wakil kelompok dengan anggota kelompoknya,
artinya yang dialami sama, modus-modus pelanggarannya sama.
Kesamaan dilihat dari fakta maupun hukumnya yang menurut
penggugat dilanggar olh pihak tergugat dalam arti posita dan
petitumnya. Dalam perkara di atas para penggugat menggunakan
dasar hukum yang sama, fakta yang sama, dan tuntutan yang sama.
4. Adequacy of representative (kelayakan perwakilan)
Wakil kelompok dalam perkara di atas merupakan orang-orang
yang mempunyai bukti paling banyak dan mereka adalah orang-orang
yang ditunjuk sebagai perwakilan dari korban longsor. Selain itu
terdaoat wakil kelompok pengacara dimana dalam ditunjukkanya
mereka dengan surat kuasa khusus.
Dalam Perma No 1 Tahun 2002 Pasal 4 menyatakan bahwa bahwa:
“untuk mewakili kepentingan anggota kelompok, wakil kelompok
tidak disyaratkan memperoleh kuasa dari anggotakelompok”.
Berdasarkan ketentuan ini wakil kelompok dapat mengajukan gugatan
untuk dan atas nama seluruh anggota kelompok, tidak memerlukan
suart kuasa khusus dari anggota kelompok. Ketentuan ini realistic
dan efektif karena mengatasi kesulitan mendapatkan surat kuasa
dari seluruh anggota kelompok. Mengenai kelayakan wakil kelas ini
diatur dalam Perma No 1 Tahun 2002 pada Pasal 2 huruf b di mana
wakil kelas yang pada umumnya berjumlah sedikit dan tampil
sebagai penggugat mewakili dan mengatasnamakan dirinya dan
anggota kelompok lainnya yang pada umumnya berjumlah banyak.
Kedudukan dari wakil kelompok menjadi sangat penting
sehingga harus benar-benar dapat menjamin kepentingan anggota
kelompoknya yang dapat saja berjumlah ratusan atau bahkan ribuan
orang, sehingga diharapkan wakil harus mempunyai kriteria sebagai
berikut :
a. Korban yang mempunyai alat bukti yang paling banyak;
b. Memenuhi kapasitas sebagai wakil kelompok, artinya ia benar-
benar korban, jujur dan dapat menjamin membela kepentingan
anggota kelompoknya;
c. Memiliki kemampuan berkomunikasi terkait dengan perkara yang
dialaminya.
Dalam hal seperti ini anggota kelompok tidak mengenal dan
mengetahui kejujuran dan kesungguhan wakil kelompok untuk membela
kepentingan anggota kelompoknya.
Persyaratan class action yang berlaku secara universal pada dasarnya
tidak terlepas dari keempat syarat sebagai berikut :
1. Numerousity yaitu jumlah orang yang menjadi korban
harus banyak.
2. Commonality(harus ada kesamaan) yaitu kesamaan fakta
dan dasar hukum
3. Typicality (tuntutan sejenis), yaitu tuntutan maupun
pembelaan dari wakil kelompok dengan anggota kelompok
harus sejenis.
4. Adequency of representation yaitu adanya kelayakan
wakil kelas.9
Dari Perkara ini maka syarat formil untuk suatu gugatan
class action sudah terpenuhi karena sudah memenuhi sesuai dengan
syarat yang diatur dalam Perma No 1 Tahun 2002. Syarat
materilnyapun terpenuhi menurut Perma No 1 Tahun 2002 pada Pasal
3 ayat f, memuat tentang syarat-syarat gugatan perwakilan
kelompok antara lain harus memuat tuntutan atau petitum tentang9 ? Syam, Misna, et al, “Penerapan Gugatan Class Action Di Pengadilan Negeri Klas Ia Padang”http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=13&cad=rja&ved=0CDcQFjACOAo&url=http%3A%2F%2Frepository.unand.ac.id%2F838%2F1%2FARTIKEL_DIPA_MISNAR_SYAM_2009.doc&ei=YeuZUqmVDseJrQe1mIGwDw&usg=AFQjCNFET-HSqqJu75ohAdXY5hTDIqMbpA&bvm=bv.57155469,d.bmk diunduh pada 30 November 2013
ganti rugi secara jelas dan rinci, memuat usulan mekanisme atau
pendistribusian ganti kerugian kepada seluruh anggota kelompok
termasuk usul tentang pembentukan tim atau panel yang membantu
memperlancar pendistribusian ganti rugi”. Dalam perkara in para
penggugat telah menguraikan segala kerugiannya yang materiil dna
immaterial dengan mekanisme yang dalam hal ini mereka memilita
agar para tergugat melakukanya ganti rugi dan melakukan perbaikan
pada hutan. Namun perlu diketahui mekanisme pembayaran ganti rugi
tidak dijelaskan dengan rici dan jelas sehinga syarat ini
terpenuhi sebagian dalam perkara Perdata No 4/Pdt.G/2003/PN. BDG.
Pemberitahuan ( Notification) berdasarkan pasal 1 huruf (e) PERMA
No.1 Tahun 2002 yaitu permberitahuan yang dilakukan oleh paniera
atas perintah hakim kepada anggota kelompok melalui berbagai
macam cara yang mudah dijangkau oleh anggota kelompok. Apabila
terjadi penarikan diri pada sidang pertama dari perwakilan maka
tidak mengugurkan hak procedural maupun hak subjektif dari
anggota kelompok yang pada saat gugatan didaftarkan tidak
disebutkan.
Pasal 3 PERMA tidak disyaratkan penyebutan nama anggota
kelompok satu persatu.
Pasal 7 PERMA didata ulang pada saat proses pemberitahuan
(notification) pada tahan sertifikasi, kedudukan wakil kelompok
tidaklah harus permanen karena Pengadilan sewaktu-waktu dapat
memerintahkan untuk mengganti anggota kelompoknya apabila wakil
kelompok dinilai dari tidak memperlihatkan kejujuran serta
mengabaikan anggota kelompoknya, contohnya wakil kelompok telah
mendapat uang kadeudeuh(pemberian atas dasar alasan kemanusiaan.
dari tergugat. Dalam Praktek anggota Kelompok dapat memberi kuasa
dan menunjuk anggota perwakilan baru dimuka persidangan.
Berangkat dari pasal 1 huruf (e) PERMA No. 1 Tahun 2002
pemberitahuan yang dilakukan oleh panitera atas perintah Hakim
kepada anggota kelompok melalui berbagai cara yang mudah
dijangkau oleh anggota kelompok yang didefinisikan dalam surat
gugatan.
Notifikasi (pemberitahuan) perlu diadakan:
1. Segera setelah hakim memutuskan bahwa pengajuan tata cara
gugatan perwakilan kelompok dinyatakan sah
2. Pada tahap penyelesaian dan pendistribusian ganti rugi
ketika gugatan dikabulkan.
3. Untuk memberi kesempatan bagi anggota kelas yang ingin
menyatakan keluar (opt-out) dari kelompok tersebut.
4. Cara pemberitahuan dibuat seefektif atas persetujuan hakim
dengan tujuan agar anggota kelas mengetahui.
Macam-macam Notifikasi :
a. Opt out, prosedur dimana anggota kelas/kelompok yang
didefinisikan secara umum dalam anggota class actions
diberitahukan di media massa (cetak/elektronik)-public notice.
Pihak-pihak yang termasuk dalam definisi umum, diberi
kesempatan dalam jangka waktu tertentu untuk menyatakan
keluar dari kasus gugatan class actions apabila tidak ingin
dilibatkan dalam gugatan class action, sehingga putusan
pengadilan tidak memihak dirinya.
b. Opt In adalah prosedur yang mensyaratkan penggugat (wakil
kelas) untuk memperlihatkan persetujuan tertulis dari
seluruh anggota kelas. Apabila diberlakukan prosedur ini,
prosedurnya sama dengan gugatan perdata biasa yang bersifat
massal, dimana masing-masing anggota kelas memberikan surat
kuasa kepada kuasa hukum.
Pemberitahuan memuat:
a. Nomor gugatan dan identitas penggugat atau para penggugat
sebagai wakil kelompok serta pihak tergugat atau para
tergugat;
b. Penjelasan singkat tentang kasus;
c. Penjelasan tentang pendefinisian kelompok;
d. Penjelasan dan implikasi keturutsertaan sebagai anggota
kelompok;
e. Penjelasan tentang kemungkinan anggota kelompok yang
termasuk dalam definisi kelompok untuk keluar dari
keanggotaan kelompok;
f. Penjelasan tentang waktu yaitu bulan, tanggal, jam,
pemberitahuan pernyataan keluar dapat diajukan ke
pengadilan;
g. Penjelasan tentang alamat yang ditujukan untuk mengajukan
pernyataan keluar;
h. Apabila dibutuhkan oleh anggota kelompok tentang siapa yang
tepat yang tersedia bagi penyediaan informasi tambahan;
i. Formulir isian tentang pernyataan keluar anggota kelompok
sebagaimana diatur dalam lampiran Peraturan Mahkamah Agung
ini;
j. Penjelasan tentang jumlah ganti rugi yang akan diajukan.
Setelah hakim memutuskan bahwa pengajuan tata cara gugatan
perwakilan kelompok dinyatakan sah, hakim memerintahkan kepada
penggugat/pihak yang melakukan class action untuk mengajukan usulan
model pemberitahuan untuk memperoleh persetujuan hakim. Setelah
usulan model tersebut disetujui oleh hakim maka penggugat dengan
jangka waktu yang ditentukan oleh hakim melakukan pemberitahuan
kepada anggota kelompok. Pemberitahuan kepada anggota
kelompokadalah mekanisme yang diperlukan untuk memberikan
kesempatan bagi anggota kelompok untuk menentukan apakah mereka
menginginkan untuk ikut serta dan terikat dengan putusan dalam
perkara tersebut atau tidak menginginkan yaitu dengan cara
menyatakan keluar (opt out) dari keanggotaan kelompok. Dalam
pemberitahuan tersebut juga memuat batas waktu anggota kelas
untuk keluar dari keanggotaan (opt out), lengkap dengan tanggal
dan alamat yang dituju untuk menyatakan opt out. Dengan demikian
pihak yang menyatakan keluar dari keanggotaan kelompok tidak
terikat dengan putusan dalam perkara tersebut. Menurut pasal 1
huruf PERMA No. 1 Tahun 2002 yang melakukan pemberitahuan kepada
anggota kelompok adalah panitera berdasarkan perintah hakim. Cara
pemberitahuan kepada anggota kelompok dapat dilakukan melalui
media cetak dan atau elektronik, kantor-kantor pemerintah seperti
kecamatan, kelurahan atau desa, kantor pengadilan, atau secara
langsung. PERMA No. 1 Tahun 2002 sendiri hanya mengatur mengenai
pemberitahuan dan pernyataaan keluar (opt out), sedangkan mengenai
pernyataan yang menyatakan sebagai bagian class action (opt in) tidak
diatur. Pada mekanisme pemberitahuan ini membuka kesempatan bagi
anggota kelompok untuk menyatakan diri keluar dari class action
apabila tidak menghendaki menjadi bagian dari gugatan. Dalam
PERMA No. 1 Tahun 2002 disebutkan bahwa pernyataan keluar adalah
suatu bentuk pernyataan tertulis yang ditandatangani dan diajukan
kepada pengadilan dan/atau pihak penggugat oleh anggota kelompok
yang menginginkan diri keluar dari keanggotaan gerakan perwakilan
kelompok /class action . Pihak yang menyatakan diri keluar dari
keanggotaan gerakan perwakilan kelompok /class action, maka secara
hukum tidak terikat dengan putusan atas gugatan tersebut. Sedang
pihak lain (penggugat pasif) yang tidak menyatakan keluar (tidak
opt out) akan terikat dalam putusan class action tersebut, baik
gugatan dikabulkan maupun gugatan tidak dikabulkan. Dalam hal
tuntutan class action ditolak, penggugat pasif ini tidak dapat lagi
mengajukan gugatan untuk kasus yang sama. Sebaliknya
jika tuntutan class action dikabulkan ia berhak menerima ganti
kerugian yang
ditetapkan.10
Berdasarkan jawaban dari tergugat 1 terkiat dengan
permasalahan kelompok yang menjelaskan adanya perwakilan kelompok
baru dari penggugat dengan masing inventarisasi kerugian dalam
hal ini para penggugat membuat sub kelompok sesuai dengan
inventarisasi kerugian yang akan ganti rugi harus di bayarkan
tergugat. Adanya penambahan korban awalnya 1.769 berubah menjadi
248 atau bertambah 248 orang. Namun pada gugatan hanya
menjelaskan jumlah korban sebanyak 1.769 orang. Apabila adanya
penamban anggota kelompok yang menyembabkan adanya Opt In. hal
tersebut tidak diatur lebih lanjut didalam PERMA No. 1Tahun 2002.
sedangkan untuk memenuhi hal tersebut maka pemberitahuan tersebut
juga memuat batas waktu anggota kelas untuk keluar dari
keanggotaan (opt out), lengkap dengan tanggal dan alamat yang
dituju untuk menyatakan opt out. Dengan demikian pihak yang
menyatakan keluar dari keanggotaan kelompok tidak terikat dengan
putusan dalam perkara tersebut. Menurut pasal 1 huruf PERMA No. 1
Tahun 2002 yang melakukan pemberitahuan kepada anggota kelompok
adalah panitera berdasarkan perintah hakim. Cara pemberitahuan10Yuntho, Emerson, “ Class Action Sebuah Pengantar”.http://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=11&cad=rja&ved=0CCcQFjAAOAo&url=http%3A%2F%2Fxa.yimg.com%2Fkq%2Fgroups%2F1029525%21298741065%me%2FMekanisme_Class_Action.pdf&ei=YeuZUqmVDseJrQe1mIGwDw&usg=AFQjCNGdrrftWsXdPjRwoElpwfAJDBnJhA&bvm=bv.57155469,d.bmk
kepada anggota kelompok dapat dilakukan melalui media cetak dan
atau elektronik, kantor-kantor pemerintah seperti kecamatan,
kelurahan atau desa, kantor pengadilan, atau secara langsung.
Namun didalam jawaban tergugat I bahwa nama yang hadir pada
tanggal 12 Maret 2003 dijelaskan adanya perbedaan wakil kelompok
dengan nama-nama wakil kelompok yang terdapat dalam gugatan dan
menyatakan tidak menerima surat kuasa. Mengacu pada PERMA No.
1Tahun 2002 menyatakan bahwa tidak disyaratkan surat kuasa khusus
dalam perwakilan kelompok. Maka hal ini bukan merupakan suatu
masalah atas kehadiran wakil kelompok yang berbeda dengan mana
yang terdapat dalam gugatan. Mengenai adanya yang mundur dari
perwakilan kelompok yang di hadiri 9 ( Sembilan) orang wakil
kelompok menjadi 7 ( tujuh) orang wakil kelompok, dalam hal ini
terjadi Opt out. Apabila terjadi penarikan diri pada sidang pertama
dari perwakilan maka tidak mengugurkan hak procedural maupun hak
subjektif dari anggota kelompok yang pada saat gugatan
didaftarkan tidak disebutkan.
Proses Pengajuan gugatan Class Action
- Pemberian Kuasa, tidak semua anggota kelas (class members)
harus memberikan persetujuan secara tertulis. Pemberian
kuasa cukup diwakilkan oleh wakil kelas (class representative)
yang jumlahnya relatif lebih sedikit.
- Bagian-bagian dalam gugatan harus lebih diperjelas secara
formal tentang identitas pihak-pihak (persamaan fakta,
hukum, dan tuntutan). Pada bagian posita dan Petitum
dijelaskan tentang mekanisme pendistribusian ganti rugi.
- Akan ada penetapan terlebih dahulu untuk memutuskan apakah
suatu gugatan dapat diajukan dengan cara class action atau
tidak.
- Pemberitahuan (Notifikasi) dapat dilakukan dengan berbagai cara
yang sifatnya lebih efektif agar semua anggota kelas (class
members) mengetahui akan adanya gugatan class action tersebut.
- Bunyi putusan lebih terperinci dan dapat dilaksanakan.
Mekanisme yang digunakan dalam notifikasi adalah mekanisme
Opt-Out yaitu bagi anggota kelas (class Members) yang tidak
setuju atau tidak ingin diikutkan dalam perkara tersebut
dapat menyatakan keluar dari gugatan tersebut secara
tertulis.
- Penggunaan mekanisme Opt-out dirasakan lebih sesuai dengan
tujuan digunakannya class action sebab apabila yang digunakan
adalah mekanisme Opt-In (semua anggota kelas memberikan kuasa
secara tertulis, hal ini sesuai Pasal 123 HIR) maka gugatan
class actions tersebut tidak akan ada bedanya dengan gugatan
biasa dengan jumlah penggugat yang banyak. 11
11 Laksmi, Sri, “ Classaction”, bahan kuliah.