Post on 19-Mar-2023
30
BAB II
PENDIDIKAN KARAKTER DAN TELAAH TRADISI ISLAM
A. Pengertian Pendidikan Karakter
Pembahasan mengenai pendidikan karakter atau pendidikan yang
berbasis pada pembangunan karakter, menjadi wacana yang ramai
dibicarakan di dunia pendidikan maupun di kalangan masyarakat umumnya.
Pendidikan karakter terdiri dari dua kata yaitu pendidikan dan karakter.
Berkaitan dengan hal ini, maka sebelum mengkaji lebih lanjut tentang
pendidikan karakter penulis mencoba untuk mendefinisikan kata tersebut
secara terpisah. Sebagai langkah awal penulis akan menguraikan pengertian
tentang pengertian pendidikan yang dilanjut dengan pengertian karakter.
Dalam dunia pendidikan, terdapat dua istilah yang hampir sama
bentuknya, yaitu paedagogie dan paedagogiek. Paedagogie artinya
pendidikan, sedangkan paedagogiek berarti ilmu pendidikan. Pedagogik atau
ilmu pendidikan ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki, merenungkan
tentang gejala-gejala perbuatan mendidik. Pedagogik berasal dari kata Yunani
paedagogia yang berarti “pergaulan dengan anak-anak”.1
Pendidikan adalah upaya sadar dan terencana dalam proses
pembimbingan dan pembelajaran bagi individu agar tumbuh berkembang
menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab, kreatif, berilmu, sehat
dan berakhlak (berkarakter) mulia (UU No.20 tahun 2003).2 Sistem
1M Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Offset,2007), h. 3 2 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-undang No.1, 2004,LN
31
pendidikan nasional (Sisdiknas) menegaskan bahwa “pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa. Hal tersebut bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (UU No. 20 tahun
2003 pasal 3).Sebenarnya amanat Undang-Undang Sistim Pendidikan
Nasional bertujuan membentuk insan Indonesia yang cerdas dan
berkepribadian atau berkarakter sehingga melahirkan generasi bangsa yang
tumbuh dan berkembang yang berkarakter bernafaskan nilai-nilai luhur
bangsa dan negara.Menurut Marimba, dalam buku Metodologi Pengajaran
Agama Islam mendefinisikan pendidikan sebagai bimbingan atau pimpinan
secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan ruhani si
terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.3
Pendidikan merupakan suatu aktivitas untuk mengembangkan seluruh
aspek kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan Indonesia; beliau
mengatakan bahwa4 “Pendidikan adalah upaya untuk memajukan budi pekerti
(kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan jasmani anak didik.” Lebih
jelasnya, berikut akan dipaparkan mengenai pengertian pendidikan menurut
para ahli:
3 Ahmad Tasfir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset,
2008), h. 6 4 Dewantara, Ki Hajar, Karya: Pendidikan (cetakan kedua), Yogyakarta: Majlis Luhur Taman
Siswa,1977
32
a. Soegarda Poerbakawatja dalam “Ensiklopedi Pendidikan” menguraikan
pengertian pendidikan sebagai “semua perbuatan dan usaha dari generasi
tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamanya, kecakapannya
serta keterampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha
menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik jasmaniah
maupun rohaniah”.5
b. Menurut Sully,6 “Pendidikan ialah menyucikan tenaga tabi‟ at anak-anak,
supaya dapat hidup berbudi luhur, berbadan sehat serta berbahagia”.
c. Herbert Spencer mengungkapkan bahawa,7 “pendidikan ialah menyiapkan
manusia, supaya hidup dengan kehidupan yang sempurna”.
Dari beberapa definisi diatas, maka pendidikan dapat difahami sebagai
bentuk aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan
kepribadiannyadengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, baik
pribadi rohani (pikir, rasa, karsa, cipta dan budi nurani) maupun jasmaninya
(panca indera dan keterampilan-keterampilan).
Dalam hal ini tim Dosen FIP IKIP Malang menyimpulkan pengertian
pedidikan adalah:
a. Aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan
jalan membina potensi-potensi pribadi rohaninya (pikir, rasa, karsa, cipta
dan budi nurani) dengan jasmani (panca indra serta keterampilan-
keterampilan)
5 Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), h.120
6 Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan & Pengajaran. (Jakarta : PT HIDAKARYA AGUNG), h. 5
7 Ibid, h 5
33
b. Lembaga yang bertanggung jawab menetapkan cita-cita (tujuan)
pendidikan, isi, sistem dan organisasi pendidikan. Lembaga-lembaga ini
meliputi: keluarga, sekolah dan masyarakat dan Negara.
c. Hasil atau prestasi yang dicapai oleh perkembangan manusia dan usaha
lembaga-lembaga tersebut dalam mencapai tujuannya. Pendidikan dalam
arti ini merupakan tingkat kemajuan masyarakat dan kebudayaan sebagai
satu kesatuan.8
Pentingnya sebuah pendidikan dijelaskan dalam Al-Qur’an Q.S Al-
Alaq ayat 1-5 yang artinya : Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu
yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia)
dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.
Dari ayat ini jelas, bahwa agama Islam telah mendorong umatnya
senantiasa belajar dan menjadi umat yang pandai, dimulai dengan belajar
baca tulis dan diteruskan dengan belajar berbagai macam ilmu pengetahuan
lainnya.
Secara etimologis, kata karakter (Inggris: character) berasal dari
bahasa Yunani, eharassein yang berarti “to engrave”. Kata “to engrave” itu
sendiri dapat diterjemahkan menjadi mengukir, melukis, memahatkan, atau
menggoreskan. Arti ini sama dengan istilah “karakter” dalam bahasa inggris
8 Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, h.151
34
(character) yang berarti juga mengukir, melukis, memahatkan, atau
menggoreskan.
Berbeda dengan bahasa inggris, dalam bahasa Indonesia “karakter”
diartikan sebagai tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dengan yang lain. Arti karakter secara kebahasaan
yang lain adalah huruf, angka, ruang atau simbol khusus yang dapat
dimunculkan pada layar dengan papan ketik. Artinya, orang yang berkarakter
adalah orang yang berkepribadian, berprilaku, bersifat, bertabiat, atau
berwatak tertentu, dan watak tersebut yang membedakan dirinya dengan
orang lain.9
Secara terminologi Thomas Lickona, sebagaimana dikutip Marzuki
mendefinisikan karakter sebagai “A reliabe inner disposition to respond to
situation in amorally good way”. Selanjutnya, lickona menyatakan,
“character so conceived has three interrelated parts: moral knowling; moral
feeling; and moral behavior”. Karena karakter mulia (good character)
mencakup pengetahuan tentang kebaikan (moral knowling) yang
menimbulkan komitmen terhadap kebaikan (moral feeling) dan akhirnya
benar-benar melakukan kebaikan (moral behavior). Dengan demikian,
karakter mengacu pada serangkaian pengetahuan (cognitives) dan
keterampilan.10
Dari pengertian secara etimologis maupun terminologis di atas, dapat
disimpulkan bahwa karakter merupakan nilai-nilai universal perilaku manusia
yang meliputi seluruh aktivitas kehidupan baik yang berhubungan dengan
9 Sayudi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2013, h.5
10 Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, (Jakarta: Amzah. 2011), h. 470
35
Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, maupun dengan lingkungan yang
terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan berdasarkan
norma-norma agama, hukum, tatakrama, budaya dan adat istiadat.
Dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim, Syeikh al-Zarnuji merumuskan
sejumlah metode penting dalam pembentukan karakter, yang mencakup adab
batin dan lahir, yaitu:11
1. Metode ilqaun nasihah (pemberian nasehat). Nasihat
diberikan berupa penjelasan tentang prinsip haq dan batil.Penjelasan ini
merupakan pemasangan parameter ke dalam jiwa anak sehingga bisa
menjadi paradigma berpikir. Untuk itu, disyaratkan guru harus terlebih
dahulu membersihkan diri dari sifat-sifat tercela agar nasihat yang
diberikan membekas dalam jiwa anak didik (Syeikh Burhan al-Islam al-
Zarnuji, Ta’im al-Muta’allim Thariq al-Ta’allum). Pemberian nasehat
harus dengan kesan yang baik, bijak, dan bahasa yang mudah dimengerti.
2. Metode muzdakarah (saling mengingatkan). Al-Zarnuji memberi
rambu-rambu agar ketika mengingatkan murid tidak melampaui batas
karena bisa menyebabkan murid tidak menerimanya. Oleh sebab itu, al-
Zarnuji memberi arahan agar guru harus memiliki sifat lemah lembut,
menjaga diri dari sifat pemarah.
3. Strategi pembentukan mental jiwa. Dalam metode ini ditekankan beberapa
aspek yaitu; niat, menjaga sifat wara’, istifadah (mengambil faedah guru),
dan tawakkal. Syeikh al-Zarnuji menjelaskan, sukses dan gagalnya
pendidikan Islam tergantung dari benar dan salahnya dalam niat belajar.
11
Syeikh al-Zarnuji, penulis kitab Ta’lim al-Muta’allim Thariq al-Ta’allum
36
Niat yang benar yaitu niat yang ditujukan untuk mencari ridha Allah
subhanahu wa ta’ala, memperolah kebahagiaan (sa’adah) di dunia akhirat,
memerangi kebodohan yang menempel pada diri dan melestarikan ajaran
Islam. Harus ditekankan kepada anak didik bahwa belajar itu bukan untuk
mendapatkan popularitas, kekayaan atau kedudukan tertentu, tapi
mendapatkan ridha Allah.12
Selama dalam proses belajar, anak didik harus dibiasakan bersifat
wara’ (menjaga dari). Syeikh al-Zarnuji mengatakan, “hanya dengan wara’
ilmu akan berguna”. Sikap wara’ adalah; menjaga diri dari perbuatan maksiat,
menjaga perut dari makanan haram dan tidak berlebihan memakan makanan,
tidak berlebihan dalam tidur, serta sedikit bicara.13
Sedangkan yang dimaksud metode istifadah adalah guru
menyampaikan ilmu dan hikmah, menjelaskan perbedaan antara yang haq dan
batil dengan penyampaian yang baik sehingga murid dapat menyerap faidah
yang disampaikan guru. Seorang murid dianjurkan untuk mencatat sesuatu
yang lebih baik selama ia mendengarkan faidah dari guru sampai ia
mendapatkan keutamaan dari guru.14
Nilai batiniyah berikutnya adalah tawakkal dalam mencari ilmu.
Guru harus menanam secara kuat dalam jiwa murid untuk bersikap tawakal
selama mencari ilmu dan tidak sibuk dalam mendapatkan duniawai. Sebab,
12
Ibid 13
Ibid 14
Ibid
37
menurut al-Zarnuji, kesibukan lebih dalam mendapatkan duniawi dapat
menjadi halangan untuk berakhlak mulia serta merusakkan hati.
Dari beberapa penjelasan diatas, baik guru maupun murid harus
menyibukkan dengan urusan ukhrawi. Sebab pada hakikatnya kehidupan itu
adalah dari Allah dan untuk Allah, maka seorang siswa itu haru siap dengan
segala konsekuensi kehidupan.
Dalam kitab Idhatun Nasyi’in terdapat 11 konsep pendidikan
karakter yang dituliskan Syaikh Musthafa al Ghalayin adalah sebagai
berikut:15
1. Percaya diri, dalam konsep ini, beliau menukil kisah-kisah ulama dan umat
terdahulu yang dimuliakan dan saat mendengar kisah mereka akan banyak
kepala tertunduk karena mereka berani berbuat sesuatu yang lebih disertai
niat yang agung. Menurut Musthafa, Allah SWT menciptakan bumi
seisinya untuk dieksploitasi manusia, untuk kebaikan manusia. Hal itu tak
akan maksimal tanpa curahan kekuatan dan kepercayaan tinggi.Mendidik
rasa percaya diri anak dan berani tampil merupakan sebuah keniscayaan.
Dengan percaya diri akan memiliki keberanian bertindak dan bertanggung
jawab atas perbuatannya. Bila ada satu anak terbiasa dengan rasa percaya
diri dan dalam lingkungan pendidikan berisi anak-anak yang berani tampil
untuk mengasah mental dan skill-nya, dan banyak lembaga-lembaga
pendidikan mengamalkannya maka kehidupan masyarakat di masa depan
akan cemerlang.
15
Syaikh Musthafa, Penulis Kitab Idhatun Nasyiin
38
2. Sabar, Manusia berakal adalah manusia yang mampu menghadapi
persoalan seberat tanpa hawa nafsu, tanpa mengeluh, dan tanpa
kebingungan. Sifat dari jiwa yang berakal adalah tenang, hati-hati,
waspada, dan tidak terburu-buru. Dengan jiwa seperti ini maka semua
masalah akan terselesaikan tanpa menimbulkan masalah baru yang
lain.Berhubungan dengan sifat ini, anak diajarkan untuk berproses dan
menikmatinya, bukan menciptakan generasi instan yang mau semuanya
serba cepat dan kilat. Anak-anak diajak menikmati proses belajar,
berkegiatan di sekolah bersama guru dan teman-temannya, menyadarkan
bahwa sekolah itu bukanlah beban yang berat melainkan kegiatan edukatif
yang menyenangkan meski tidak harus dengan selalu bermain. Bila anak
terbiasa tenang dan dapat menikmati sebuah proses pembelajaran maka dia
akan tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang lebih tahan stress dan siap
menerima tongkat estafet kepemimpinan umat.16
3. Ikhlas, ruh dari amal adalah ikhlas. Badan tanpa ruh adalah jasad mati
demikian pula amal bila tanpa dasar keikhlasan, jangan diharapkan akan
kemanfaatannya meskipun amal itu banyak. Seseorang yang beramal
dengan ikhlas untuk umat dan tanah airnya maka hati orang lain akan
condong padanya, akan melindungi dan mengagungkannya. Bila terjadi
demikian, manusia akan rela membantu dan melestarikan sifat ikhlas itu.
Apakah berarti bahwa sifat ikhlas itu menular? Saya katakan ya, karena
dengan keikhlasan akan menambah semangat demi tujuan yang lebih
besar. Berapa banyak kita lihat gerakan apapun begitu cepat ambruk dan
16
Ibid
39
hancur tanpa keikhlasan orang-orang didalamnya, itu adalah contoh
nyata.Seorang guru harus mencontohkan, bukan cuma mengajarkan,
keikhlasan didalam perbuatannya karena sekecil apapun perbuatan guru
akan terekam dan ditiru oleh murid. Bila kebaikan yang ditampilkan
berdasar keikhlasan maka murid akan memotret dan mencontoh kebaikan
yang ikhlas itu karena pendidikan adalah mencontohkan.17
4. Nilai keberanian, berani adalah pertengahan antara sembrono dan
ketakutan. Seorang yang pemberani bisa memperkirakan kapan dia harus
maju dan kapan dia harus mundur untuk mengatur siasat. Bila ditanya
manakah yang lebih buruk antara sembrono dan sifat takut bagi umat maka
jawabannya adalah dalam kesembronoan terkadang orang mendapatkan
apa yang dia kehendaki sedang tidak ada manfaat apapun dalam sifat takut.
Namun keselamatan tetaplah pada sifat berani yang melatih anak untuk
bertanggungjawab.Yang diajarkan disini adalah keberanian dengan
perhitungan, bukan berani babi. Anak diajarkan untuk memiliki naluri
seorang entrepreneur yang berani namun tetap memperhitungkan segala
sesuatu sebelum bertindak demi cita-citanya.
5. Maslahah Mursalah, Mengutamakan kepentingan umat yang lebih besar
dari kepentingan diri sendiri atau kelompok dan golongannya itulah
maslahah mursalah. Tiap manusia memiliki ego yang masing-masing dari
ego tersebut harus dipenuhi dan dituruti kemauannya. Karena itu terkadang
terjadi benturan-benturan kepentingan antara ego dan kepentingan orang
banyak yang memiliki kemanfaatan lebih luas dan lebih
17
Ibid
40
banyak.Pendidikan mengalahkan ego dan berkorban demi orang banyak
adalah poin dari konsep maslahah mursalah ini yang wajib diajarkan pada
anak-anak. Pendidikan ini bertujuan untuk mengendalikan rasa manja anak
dan melatih tata hidup bersama bersama anak-anak lainnya. Demi
kepentingan yang lebih besar maka ego diabaikan, itulah karakter yang
harus bisa tertanam dalam jiwa anak.18
6. Nilai kemuliaan, bila orang diminta bercerita tentang dirinya maka dia
akan bercerita dan mengklaim bahwa dirinya adalah orang yang mulia/
terhormat. Banyak orang mengaku mulia meski dia memiliki kelakuan,
hati, niat dan kebiasaan yang buruk. Kenapa demikian? Hal itu karena
perbedaan dalam mengartikan arti kemuliaan itu sendiri.Kebanyakan
manusia mengartikan kemuliaan dengan banyak harta, pangkat,
berkedudukan diatas kelompok lain sehingga bisa berlagak kuasa. Mereka
menyangka bahwa banyaknya orang lain yang mengelu-elukannya, orang-
orang miskin yang tunduk padanya adalah sebuah kemuliaan. Apakah
mereka sadar bahwa jaman akan berganti, roda akan berputar dan betapa
nasib akan mempermainkan kehidupan dengan seenaknya. Saat mereka
jadi miskin, papa, tak berpangkat, saat tanda tangan tak lagi berlaku, taring
tak lagi runcing akankah mereka berani berlagak menyombongkan harta
dan pangkatnya? Sebagian lain mengartikan kemuliaan adalah memiliki
badan yang kuat perkasa meski otaknya tumpul. Ada yangmengartikan
mulia adalah sehat saat yang lain sakit, masih hidup kala yang lain mati,
dalam posisi aman/terjamin saat yang lain terjepit, terhormat dan mulia
18
Ibid
41
saat umat tertindas, dan terpandang saat umat terhina. Kekayaan,
kekuasaan, kemegahan diri sendiri apakah itu kemuliaan? Bukan, andai
mereka dapat berfikir jernih.
7. Nilai Religiusitas, religiusitas yang benar bisa menerangi negara dan
mengamalkannya bisa memberi petunjuk umat manusia. Negara bisa tegak
berdiri karena religiusitas yang benar. Agama dan negara saling
menguatkan, bila tanpa satu diantara dua itu maka akan hancur keduanya.
Induk nilai religiusitas adalah kebenaran dan hakikat. Keberuntungan atau
kerusakan manusia tergantung pada terpatrinya nilai ini. Sayang, agama
hari ini layaknya bayangan tanpa ruh dan membuat manusia alergi. Hal ini
dimanfaatkan para penghasut agar mereka lari dari agama dan mengikuti
pemikiran mereka. Mereka pandai menarik simpati umat untuk
mengagungkan mereka dan mendapat bagian dari harta umat meski
mereka orang bodoh yang berakhlak buruk dan jauh dari hakikat
kebenaran. Mereka adalah penipu, para penyembah berhala, dan
pengumbar hawa nafsu. Umat yang tidak tahu bahwa mereka dibodohi
hanya mengikuti para penghasut ini tanpa dasar, bertentangan dengan
syara’, melakukan kebohongan, memperuncing perbedaan yang
mengancam persatuan.19
8. Konsep Madani, masyarakat madani yang benar adalah masyarakat yang
sehat jasmani dan akalnya, muka yang murah senyum yang menjadikannya
selamat dunia akhirat. Keutamaan akhlak dan pekerti, mengutamakan
19
Ibid
42
kepentingan umum, giat beramal dan mengamalkan apa yang dimilikinya
untuk Negara, giat belajar untuk memperbaiki diri dan pekerti.
9. Cinta Tanah AirCinta tanah air yang sebenarnya adalah mencintai
kebaikan tanah air, mengabdi pada tanah airnya, seorang yang cinta tanah
air rela mati demi kebebasan tanah airnya dan rela menderita demi
kejayaan tanah airnya. Cinta tanah air juga merupakan sebagian dari iman,
hal ini terjadi bila seseorang rela menafkahkan sebagian harta bendanya
untuk kebaikan dan kemaslahatan umum, sibuk menghidupi sekolah-
sekolah yang mana disitu diajarkan nilai dan esensi cinta tanah air yang
karena pendidikan di sekolah-sekolah itu akan tumbuhlah bibit-bibit
keutamaan dan amal saleh. Bila nilai-nilai kecintaan pada tanah air ini
diajarkan pada anak-anak sejak dini maka nilai-nilai ini akan dia bawa
sampai dia dewasa. Dari generasi seperti ini harapan kehidupan umat akan
kesejahteraan akan semakin cepat terwujud dan serangan musuh-musuh
negara akan berkurang.Pendidikan yang benar adalah esensi kehidupan
dan ilmu adalah urat nadinya. Tiada mungkin tercapai kemuliaan hidup
tanpa ilmu dan pendidikan. Pendidikan sebagai penolak adu domba dan
siasat busuk musuh, ilmu menunjukkan ke jalan kebenaran. Betapa penting
pendidikan kebangsaan ini agar negara benar-benar memperoleh
kemerdekaan dibidang pendidikan dan bebas dari keinginan bangsa asing
yang ingin menguasai bakat-bakat anak bangsanya. Setiap kesimpulan
pastilah ada permulaan; permulaan kemerdekaan sebuah bangsa adalah
mendidik anak-anak mudanya menjadi seorang patriot dan berdarah
nasionalisme yang tinggi. Jika jiwa anak-anak bangsa kosong dari nilai ini
43
maka dianggap gagallah pendidikannya. Pentingnya pendidikan
nasionalisme bukanlah hal baru dari sistem pendidikan sebuah bangsa, hal
ini didorong dari keinginan luhur untuk mempertahankan wilayah dan
kehormatan dari serangan bangsa asing.20
10. Nilai Kemerdekaan/ KebebasanMerdeka adalah seseorang yang murni
pendidikannya, suci hati, senantiasa berbuat keutamaan, jauh dari
perbuatan hina, lepas dari belenggu penjajahan dan selalu tahu akan
kewajibannya. Kemerdekaan adalah pemberian dari Sang Khalik untuk
makhlukNya, karenanya kemerdekaan merupakan nikmat yang bersifat
rabbaniyah. Kemerdekaan bukanlah kebebasan menggunakan modal
kekuatan, kekuasaan dan paksaan untuk menindas yang lemah. Orang
merdeka bukanlah bukanlah orang yang berbuat kerusakan di bumi,
menggunakan kekerasan, menodai kehormatan manusia lainnya, dan orang
yang membahayakan dirinya sendiri dan lingkungannya.Manusia merdeka
adalah manusia yang beramal dengan daya yang dimilikinya demi
kemakmuran dan persatuan umat, bukan orang yang bebas
memperturutkan nafsu angkara murkanya.
11. Nilai KedermawananDermawan adalah pertengahan antara israf (menyia-
nyiakan harta secara berlebihan dan tanpa manfaat) dan bakhil. Dalam
israf terdapat unsur merusak kemanfaatan harta dan didalam bakhil
terdapat unsur menganiaya diri sendiri dengan kesulitan. Israf bisa
diartikansebagai foya-foya, harta yang seharusnya bisa dimanfaatkan
untuk kebaikan dan dimanfaatkan untuk beribadah digunakan untuk hal
20
Ibid
44
yang tidak bermanfaat secara syar’i. Sedang orang bakhil cenderung
menahan keinginanya sendiri demi mempertahankan hartanya, dan
biasanya tidak disukai oleh orang di lingkungan tempat tinggalnya. Maka
dipilihlah jalan tengah antara israf dan bakhil/ pelit yaitu sifat dermawan.
Dermawan adalah sifat yang dipilihkan Allah SWT untuk manusia
sebagaimana firmannya :“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu
terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya
karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal”(al isra’:29). Sifat
manakah yang lebih baik dari sifat yang dipilihkan oleh
AllahSWT?Sesungguhnya dalam masyarakat terdapat 3 golongan:
a) Orang yang menyangka bahwa dengan bakhil mereka akan kekal di
dunia karena hartanya tidak berkurang. Padahal Allah SWT sudah
mengingatkan dalam firmannya: Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat
lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya,
dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya(al
humazah:13)
b) Orang yang kikir pada dirinya sendiri dan juga pada orang lain.
c) Orang yang kikir pada orang lain namun murah hati pada dirinya
sendiri, orang-orang ini lebih senang bicara tentang dirinya sendiri dan
meremehkan orang lain.21
Dari seluruh konsep yang diterangkan Syaikh Musthafa al Ghalayin,
semua mengacu pada kepentingan negara dan kebahagiaan dunia akhirat. Hal
ini disebabkan setting zaman saat beliau hidup pada abad 20 yang notabene
21
Ibid
45
banyak negara-negara di Asia sedang memperjuangkan kemerdekaannya dari
belenggu penjajahan, termasuk negara kita. Acuan beliau akan kebahagiaan
dan kemakmuran dunia akhirat disebabkan karena faktor keulamaan beliau
karena sebagaimana dikatakan beliau bahwa hasil pendidikan adalah
perubahan pekerti dan bakti pada ibu pertiwi.
Dalam bukunya, Thomas Lickona menyatakan bahwa pengertian
pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu
seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan
nilai-nilai etika yang inti. Dan lebih luas lagi ia menyebutkan pendidikan
karakter adalah usaha sengaja (sadar) untuk mewujudkan kebajikan, yaitu
kualitas kemanusiaan yang baik secara objektif, bukan hanya baik untuk
individu perseorangan, tetapi juga baik untuk masyarakat secara
keseluruhan.22
Thomas Lickona juga mengartikan pendidikan karakter adalah
usaha secara sengaja dari seluruh dimensi kehidupan sosial untuk membantu
pembentukan karakter secara optimal.Thomas Lickona juga menyatakan
bahwa karakter adalah nilai dalam tindakan. Karakter seseorang terbentuk
melalui proses, seiring suatu nilaimenjadi suatu kebajikan.
Setelah mengetahui arti dari pendidikan karakter, perlu digali juga
makna dan arti dari karakter tersebut. Thomas Lickona mengutip pandangan
seorang filusuf Yunani bernama Aristoteles bahwa karakter yang baik
didefinisikan dengan melakukan tindakan-tindakan yang benar sehubungan
dengan diri seseorang dan orang lain. Aristoteles bahkan mengingatkan
22
Thomas Lickona, Character Matters; Persoalan Karakter, Bagaimana Membantu Anak Mengembangkan Penilaian Yang Baik, Integritas dan Kebajikan Penting Lainnya, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2015), 6.
46
kepada kita tentang apa yang cenderung dilupakan di masa sekarang ini:
kehidupan yang berbudi luhur termasuk kebaikan yang berorientasi pada diri
sendiri (seperti kontrol diri dan moderasi) sebagaimana halnya dengan
kebaikan yang berorientasi pada hal lainnya (seperti kemurahan hati dan belas
kasihan), dan kedua jenis kebaikan ini berhubungan. Artinya kita perlu untuk
mengendalikan diri kita sendiri-keinginan kita, hasrat kita- untuk melakukan
hal yang baik bagi orang lain.23
Thomas memaparkan bahwa karakter menurut pengamatan seorang
filsuf kontemporer bernama Michael Novak, merupakan “campuran
kompatibel dari seluruh kebaikan yang diidentifikasi oleh tradisi religious,
cerita sastra, kaum bijaksana, dan kumpulan orang berakal sehat yang ada
dalam sejarah.” Sebagaimana yang ditunjukkan Novak, tidak ada seorang pun
yang memiliki semua kebaikan itu, dan setiap orang memiliki beberapa
kelemahan. Orang-orang dengan karakter yang sering dipuji bisa jadi sangat
berbeda antara satu dengan lainnya. Berdasarkan pemahaman klasik ini,
Thomas Lickona bermaksud untuk memberikan suatu cara berpikir tentang
karakter yang tepat bagi pendidikan nilai: karakter terdiri dari nilai operatif,
nilai dalam tindakan. Menurut beliau, karakter yang baik adalah terdiri dari
mengetahui hal yang baik, menginginkan hal yang baik, dan melakukan hal
yang baik, kebiasaan dalam cara berpikir, kebiasaan dalam hati, dan
23
Ibid
47
kebiasaan dalam tindakan. Ketiga hal ini diperlukan untuk mengarahkan
suatu kehidupan moral; ketiganya ini membentuk kedewasaan moral.24
Dan komponen karakter yang baik dapat dijabarkan sebagai berikut:
pengetahuan moral, berisi tentang kesadaran moral, pengetahuan nilai moral,
penentuan perspektif, pemikiran moral, pengambilan keputusan, dan
pengetahuan pribadi. Perasaan moral, berisi tentang hati nurani, harga diri,
empati, mencintai hal yang baik, kendali diri, dan kerendahan hati.
Sedangkan tindakan moral berisi tentang kompetensi, keinginan, dan
kebiasaan.25
Untuk menghasilkan karakter yang baik (component of good
character), harus memiliki tiga komponen, yaitu: moral knowing, moral
feeling dan moral action.26
Adapun penjelasan tentang tiga komponen
karakter tersebut, sebagai berikut:
Moral knowing, ada enam aspek yang menjadi dominan sebagai
tujuan pendidikan karakter, yaitu: 1) moral awarness (kesadaran moral), 2)
knowing moral values (mengetahui nilai-nilai moral), 3) persepective taking
(penentuan perspektif), 4) moral reasoning (pemikiran moral), 5)decision
making (pengambilan keputusan), dan self-knowledge (pengetahuan
pribadi).27
Moral feeling adalah aspek emosi yang harus mampu dirasakan oleh
seseorang untuk menjadi manusia yang berkarakter, yaitu: 1) conscience
24
Ibid 25
Ibid 26
Thomas Lickona, Educating for Character,h. 83 27
Ibid, h. 108
48
(nurani), 2) self esteem (percaya diri), 3) empaty (merasakan penderitaan
orang lain), 4) lovingg the good (mencintai kebenaran), 5) self control
(mampu mengontrol diri), dan 6) humality (keredndahan hati).
Moral action adalah tindakan nyata dari kedua aspek tersebut di atas
(moral knowing dan moral feeling). Moral action terdiri dari 3 aspek, yaitu:
1) competence (kompetensi), 2) wiil (keinginan), dan 3) habit (kebiasaan).
Ketiga komponen tersebut saling berhubungan antara satu dengan
lainnya. Moral knowing, moral feeling dan moral acting tidak akan berfungsi
manakala satu bagian dari ketiga komponen tersebut terpisah. 28
william
kilpatrik dalam Ratna Megawangi menyatakan bahwa salah satu penyebab
ketidakmampuan seseorang untuk berperilaku baik, walaupun secara kognitif
ia mengetahuinnya, adalah karena ia tidak terlatih melakukan kebajikan atau
perbuatan-perbuatan bermoral.29
Pendapat yang memiliki kemiripan dengan pandangan Thomas
Lickona adalah pendapat Majid dan Andayani bahwa ada tiga tahap moral
dalam pendidikan moral, yaitu moral Knowing, moral loving/feeling, dan
moral doing/acting.30
Mencermati teori diatas, bahwa pendidikan karakter yang hanya
mengajarkan moral knowing, tidak menjadi jaminan bahwa orang tersebut
berkarakter. Begitupula seseorang yang mengetahui banyak tentang
pendidikan agama belum tentu menjadi orang yang berkarakter, yaitu orang
yang seirama antara pikiran, ucapan, dan tindakan.
28
Ibid, h 84 29
Ratna Megawangi, Pendidikan Karakter, 110 30
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Persepektif Islam (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2011)
49
Rumusan dari Kementerian Pendidikan Nasional, khususnya
Direktorat Pendidikan Tinggi menjelaskan bahwa secara umum, arti karakter
adalah karakter mendemonstrasikan etika atau sistem nilai personal yang
ideal (baik dan penting) untuk eksistensi diri dan berhubungan dengan orang
lain.
Pengertian secara khusus, karakter adalah nilai-nilai yang khas baik
(tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan
berdampak baik terhadap lingkungan) yang terparti dalam diri dan terwujud
dalam perilaku.
Menurut Simon Philips dalam buku Refleksi Karakter Bangsa,
karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem yang
melandasi pemikiran, sikap dan prilaku yang ditampilkan. Sementara itu,
Koesoema A, mengatakan bahwa karakter sama dengan kepribadian.31
Kepribadian disini dianggap beliau sebagai ciri atau karakteristik atau
gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-
bentukan yang diterima dari lingkungan.Imam Ghazali menganggap bahwa
karakter lebih dekat dengan akhlak, yaitu spontanitas manusia dalam
bersikap, atau perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia sehingga
ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi. Hermawan Kertajaya,
mendefinisikan karakter sebagai “ciri khas” yang dimiliki oleh suatu benda
atau individu.32
Ciri khas tersebut adalah asli, dalam artian tabiat atau watak
asli yang mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut, dan
31
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, ( Jakarta : Bumi Aksara. 2011), h. 70 32
Abdul Majid & Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, h. 11
50
merupakan mesin pendorong bagaimana seseorang bertindak, bersikap,
berujar, serta merespon sesuatu.33
Pendidikan karakter menurut Doni Koesoma adalah sebuah usaha dari
individu baik secara pribadi (melalui pengolahan pengalamannya sendiri),
maupun secara sosial (melalui pengolahan pengalaman atas struktur hidup
bersama, khususnya perjuangan pembebasan dari struktur yang menindas)
untuk membantu menciptakan sebuah lingkungan yang membantu
pertumbuhan kebebasannya sebagai individu sehingga individualitas dan
keunikannya dapat semakin dihargai.34
Pengertian ini menggambarkan bahwa
pendidikan karakter adalah upaya seseorang dalam mengatur keinginan
individual sehingga menjadi keharmonisan sikap terhadap diri dan orang lain.
Dari beberapa penjelasan diatas dapat difahami, bahwasannya
pendidikan karakter ialah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang
guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya. Individu yang
berkarakter baik ialah individu yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik
terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta
dunia internasional pada umumnya. Orang yang berkarakter baik dengan
mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan
kesadaran, emosi, dan motivasinya (perasaannya), serta memiliki nilai-nilai
seperti amanah, beriman, bertaqwa, bekerja keras, disiplin, jujur, toleransi,
cermat, cerdik, dinamis, gigih, hemat, empati, bijaksana, lugas, tegas, berfikir
jauh ke depan, berfikir matang, bertanggung jawab, berkemauan keras, baik
33
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Impementasi, (Bandung : ALFABETA, 2012),
h.2 34
Doni Koesoma A, Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, (Jakarta:
Grasindo, 2007), 194GFD
51
sangka, pemaaf, pemurah, adil, menghargai, pengabdian, pengendalian diri,
komitment, mandiri, mawas diri, ikhlas, sabar, rasa malu, rajin, ramah, rela
berkorban, rendah hati, sportif, hormat, tertib, produktif, susila, tekun, tegar,
tepat janji, ulet.35
Nilai-nilai Pendidikan Karakter yang terutama akan dikembangkan
dalam budaya satuan pendidikan formal dan nonformal, dengan
penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Jujur, menyatakan apa adanya, terbuka, konsisten antara apa yang
dikatakan dan dilakukan (berintregritas), berani karena benar, dapat
dipercaya (amanah, trustworthiness), dan tidak curang (no cheating).
2. Tanggung Jawab, melakukan tugas sepenuh hati, bekerja dengan etos
kerja yang tinggi, berusaha keras mencapai prestasi terbaik (giving the
best), mampu mengontrol diri dan mengatasi stres, berdisiplin diri,
akuntabel terhadap pilihan dan keputusan yang diambil.
3. Cerdas, berfikir cermat dan tepat, bertindak dengan penuh perhitungan,
rasa ingin atau yang tinggi, berkomunikasi efektif dan empatik, bergaul
secara santun, menjunjung kebenaran dan kebajikan, mencintai Tuhan dan
lingkungan.
4. Sehat dan bersih, menghargai ketertiban keteraturan, kedisipinan,
terampil, menjaga diri, dan lingkungan, menerapkan pola hidup seimbang.
5. Peduli, memperlakukan orang lain dengan sopan, bertindak santun,
toleran terhadap perbedaan, tidak suka menyakiti orang lain, mau
mendengar orang lain, mau berbagi, tidak merendahkan orang lain, tidak
35
Ibid
52
mengambil keuntungan dari orang lain, mampu bekerjasama, mau terlibat
dalam kegiatan masyarakat, menyayangi manusia dan makhluk lain, setia,
cinta damai dalam menghadapi persoalan.
6. Kreatif, mampu menyelesaikan masalah secara inovatif, luwes, kritis,
berani mengambil keputusan dengan cepat dan tepat, menampilkan
sesuatu secara luar biasa (unik), memiliki ide baru, ingin terus berubah,
dapat membaca situasi dan memanfaatkan peluang baru.
7. Gotong royong, mau bekerjasama dengan baik, berprinsip bahwa tujuan
akan lebih mudah dan cepat tercapai jika dikerjakan bersama-sama, tidak
memperhitungkan tenaga untuk saling berbagi untuk sesama, mau
mengembangkan potensi diri untuk dipakai saling berbagi agar mendapat
hasil yang terbaik, tidak egoistis. 36
Gotong royong di MAN Buntet
Pesantren Cirebon diterapkan setiap hari seperti membersihkan ruang
kelas, mengumpulkan sampah, membagi jadwal piket dan dilakukan
bersama-sama setiap harinya, merapikan meja guru dan membersihkan
tempat sampah atau sampah yang berserakan.
Nilai-nilai tersebut di atas kemudian diinternalisasi melalui proses
sosialisasi agar dapat membentuk individu-individu yang berkarakter dan
berbudi pekerti luhur, sehingga diharapkan mampu menjadi individu yang
bermartabat.
Pendidikan karakter telah menjadi sebuah pergerakan pendidikan yang
mendukung pengembangan sosial, pengembangan emosional, dan
pengembangan etika para peserta didik. Pendidikan karakter merupakan suatu
36
Samani, Muchlas & Hariyanto. 2011. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset. 2011,h. 51
53
upaya proaktif yang dilakukan baik oleh sekolah maupun pemerintah untuk
membantu siswa mengembangkan inti pokok dari nilai-nilai etik dan nilai-
nilai kinerja.Misalnya kepedulian, kejujuran, kerajinan, fairness, keuletan dan
ketabahan (fortitude), tanggung jawab, menghargai diri sendiri dan orang
lain.
Scerenko menjelaskan bahwa, pendidikan karakter dapat difahami
atau dimaknai sebagai upaya yang sungguh-sungguh dengan cara mana ciri
kepribadian positif dikembangkan, didorong, dan diberdayakan melalui
keteladanan, kajian (sejarah, dan biografi para bijak dan pemikir besar), serta
praktik emulsi (usaha maksimal untuk mewujudkan hikmah dari apa-apa yang
diamati dan yang dipelajari).37
Di MAN Buntet Pesantren Cirebon pendidikan
karakter melalui teladan dan kajian sejarah Islam dan biografi para kiyai
sepuh yang menjadi panutan para siswa.
Koesoema A dan Imam Ghazali menjelaskan, bahwa istilah karakter
dapat diartikan dengan akhlak dan budi pekerti, sebab keduanya mengandung
makna yang sama. Baik budi pekerti, akhlak maupun karakter sama-sama
mengandung makna yang ideal, tergantung pada pelaksanaan atau
penerapannya. Menurut Ibnu Miskawaih dan dikutip oleh Abudin Nata,
beliau mengemukakan bahwa, pendidikan akhlak merupakan upaya ke arah
terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan lahirnya
perbuatan-perbuatan yang bernilai baik dari seseorang.38
Sebagian ulama,
37
Muchlas Samani & Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, h.45 38
Abdul Majid & Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, h.10
54
mendefinisikan Akhlak sebagai suatu keadaan yang melekat pada jiwa
manusia yang melahirkan perbuatan baik ataupun buruk.39
Beberapa statmen diatas dapat disimpulkan bahwa, pendidikan
karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk
menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga
serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan
nilai, pendidikan moral, pendidikan budi pekerti, pendidikan watak yang
bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk dapat
memberikan keputusan baik buruk, memelihara apa yang baik, dan
mewujudkanu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
Dalam kaitannya dengan hal ini, maka sikap/karakter atau budi pekerti
telah mengandung lima rumusan atau jangkauan atau integritas sebagai
berikut:
a) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan,
b) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan diri sendiri,
c) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan keluarga,
d) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan masyarakat dan
bangsa, dan
e) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan alam sekitar.40
B. Asal-usul Pendidikan Karakter
Asal muasal kapan munculnya pendidikan karakter adalah bagian
yang sering menjadi pertanyaan berbagai lapisan masyarakat terutama dalam
lingkup akademik. Dalam sejarah peradaban manusia, pendidikan karakter
39
Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998), h.345 40
Hamzah Ya’kub, Etika Islam, Bandung: CV. Diponogoro, 2002, h.138
55
mendapatkan perhatian khusus sejak digemakan oleh peradaban Yunani kuno
dengan para filsufnya hingga sekarang menjadi suatu program pemerintah
Indonesia melalui kurikulum 2013.
Dalam konteks peradaban Islam bahwa pendidikan karakter (akhlaq)
sudah muncul seiring dengan tugas kerasulan Nabi Muhammad saw sebagai
utusan Allah swt, bahkan menjadi program prioritas Rasulullah saw dalam
menjalankan dakwahnya sebagai utusan Allah untuk seluruh ummat,
meskipun pada saat itu perioritasnya adalah masyarakat Mekkah yang sedang
menghadapi kemerosotan akhlaq. Hal ini sesuai dengan hadits yang
diriwayatkan oleh imam Bukhori yang artinya sesungguhnya aku diutus
hanyalah untuk menyempurnakan akhlak mulia.41
Bahwa ia ditugaskan oleh
Allah semata-mata untuk menyempurnakan akhlaq manusia.
Doni Koesoma berpendapat bahwa keberadaan pendidikan karakter
adalah sesuai dengan munculnya istilah pendidikan itu sendiri, yakni pada
akhir abad 18, meskipun sebenarnya pendidikan karakter sudah ada sejak
zaman Yunani kuno yang dikenal dengan pendidikan karakter Aristokratis ala
Homeros hingga pendidikan karakter modern yang melahirkan peradaban
baru melalui kekuatan sains.42
Sedangkan pendidikan karakter di masa Yunani menurut socrates,
manusia adalah jiwanya dan jiwa merupakan sesuatu yang sentral dari
seorang manusia, paradigma Socrates yang terkenal adalah “kenalilah dirimu
sendiri”. Yang berarti harus mampu mengenali jiwa dalam dirinya karena
41
Imam al-Bukhari, Al-Adab Al-Mufrad 273bSyarah Muhammad Lukman As-Salafi 42
Doni Koesoema A, Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global
56
jiwa itulah yang memiliki dan mengendalikan kekuatan berpikir bertindak
serta menegaskan nilai-nilai moral dalam hidup.43
Berdasarkan kajian diatas bahwa pendidikan karakter merupakan
bagian inti dari sebuah pendidikan.karena hakekat tujuan pendidikan adalah
membentuk manusia yang cerdas dan baik. Sebagaimana pendapat Thomas
Lickona bahwa pada dasarnya pendidikan memiliki dua tujuan, yaitu
membimbing para generasi muda untuk menjadi cerdas dan memiliki perilaku
yang berbudi.44
Berdasarkan perjalanan sejarah bangsa, pendidikan karakter bukan hal
yang baru dalam tradisi pendidikan di Indonesia. Beberapa tokoh pendidikan
Indonesia modern yang kita kenal, seperti R.A Kartini yang dikenal dengan
pendidikan gender (emansipasi wanita), Soekarno dengan ideologi
kenegaraan dan sebagainya. Mereka telah mencoba menerapkan pendidikan
karakter sebagai pembentuk kepribadian dan identitas bangsa sesuai dengan
konteks dan situasi yang mereka alami.45
Pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono pendidikan karakter
mulai dicanangkan dalam Peringatan Hari Pendidikan Nasional, pada 2 Mei
2010. Tujuannya untuk mengembangkan karakter dan budaya bangsa sebagai
bagian yang terintegritas pada sistem pendidikan nasional.46
Sedangkan di
zaman kepemimpinan presiden Jokowi mengangkat program pendidikan
43
http://www.Wawasanpendidikan.comSejarah-Perkembangan-Pendidikan-Karakter-dari-Era-
Yunani-Eraromawi-Hingga-Indonesia-html 44
Thomas Lickona, Educating for Character How our Schools can teach respect and
responsibility, 1991. Diterjemahkan Juma Abdu Wamaungo, Mendidik untuk Membentuk
Karakter Bagaimana sekolah dapat memberikan Pendidikan tentang sikap Hormat dan
Bertanggung jawab (Jakarta, Bumi Aksara) 45
Kartini R.A. Habis Gelap Terbitlah Terang. Terjemahan oleh Armijin Pane, Jakarta, Balai Pustaka, 2008 46
Fathul Muin, Pendidikan KarakterKonstruksi Teoritik dan Praktik, 323-324
57
karakter dengan istilah populernya yaitu program revolusi mental yang
direfleksikan dalam bentuk kurikulum 2013.
C. Tujuan Pendidikan Karakter
Menurut An-Nahlawi, didalam buku Pendidikan Karakter Pendidikan
Berbasis Agama dan Budaya Bangsa mengatakan bahwa pendidikan harus
memiliki tujuan yang sama dengan tujuan penciptaan manusian sebab
bagaimanapun pendidikan Islam sarat dengan landasan dinul Islam. Tujuan
pendidikan Islam adalah merealisasikan penghambaan kepada Allah dalam
kehidupan manusia, baik secara individual maupun secara sosial.47
Menurut Hasan Langgulung, tujuan pendidikan Islam secara khusus adalah
sebagai berikut:48
a. Memperkenalkan pada generasi muda akan akidah islam, dasar-
dasarnya, asal-usul ibadah, dan cara-cara melaksanakannya dengan
betul dan benar, dengan membiasakan mereka berhati-hati mematuhi
akidah-akidah agama serta menjalankan dan menghormati syiar-syiar
agama.
b. Menumbuhkan kesadaran yang betul pada diri pelajar terhadap agama
termasuk prinsip-prinsip dan dasar-dasar akhlak mulia.
c. Menanamkan keimanan kepada Allah pencipta alam, kepada malaikat-
malaikat, rasul-rasul, kitab-kitab, dan hari kiamat berdasarkan paham
kesadaran dan perasaan.
47
Anas Salahudin, dan Irwanton Alkrienciehie,Pendidikan Karakter Pendidikan Berbasis Agama
dan Budaya Bangsa, Bandung: CV Pustaka Setia, 2013.h, 105 48
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, Pustaka Al-Husna, Jakarta, 2012
58
d. Menumbuhkan minat generasi muda untuk menambah pengetahuan
dalam adab dan pengetahuan keagamaan dan untuk mengikuti hukum-
hukum agama dengan kecintaan dan kerelaan.
e. Menanamkan rasa cinta dan penghargaaan kepada Al-Qur’an,
membacanya dengan baik, memahaminya, dan mengamalikan ajaran-
ajarannya.
f. Menumbuhkan rasa bangga terhadap sejarah dan kebudayaan islam
dan pahlawan-pahlawannya serta mengikuti jejak mereka.
g. Menumbuhkan rasa rela, optimisme percaya diri, tanggung jawab,
menghargai kewajiban, tolong-menolong atas kebaikan, sabar,
berjuang untuk agama, dan tanah air dan bersikap untuk membalasnya.
h. Mendidik naluri,motivasi, dan keinginan generasi muda dan
menguatkan dengan aqidah dan nilai-nilai dan membiasakan mereka
menahan motivasinya, mengatur emosi, dan membimbing dengan baik.
i. Menanamkan iman yang kuat kepada Allah pada diri mereka, perasaan
keagamaan, semangat keagamaan, dan akhlak pada diri mereka dan
menyuburkan hati mereka dengan rasa cinta, zikir, takwa, dan takut
kepada Allah.
j. Membiasakan hati mereka dari rasa dengki, hasud, iri hati,
benci,kekasaran, egoisme, tipuan, khianat, nifak, serta perpecahan dan
perselisihan.
59
Menurut Thomas Lickona, terdapat enam aspek yang menonjol sebagai
tujuan pendidikan karakter yang diinginkan, antara lain:49
a. Kesadaran moral
Para orang muda perlu mengetahui bahwa tanggung jawab moral mereka
yang pertama adalah menggunakan pikiran mereka untuk melihat suatu
situasi yang memerlukan penilaian moral- dan kemudian untuk memikirkan
dengan cermat tentang apa yang dimaksud dengan arah tindakan yang benar.
Aspek kedua dari kesadaran moral adalah memahami informasi dari
permasalahan yang bersangkutan.
b. Mengetahui nilai moral
Mengetahui sebuah nilai juga berarti memahami bagaimana caranya
menerapkan nilai yang bersangkutan dalam berbagai macam situasi.
c. Menentukan perspektif
Penentuan perspektif merupakan kemampuan untuk mengambil sudut
pandang orang lain, melihat situasi sebagaimana adanya, membayangkan
bagaimana mereka berpikir, bereaksi, dan merasakan masalah yang ada. Ini
adalah prasyarat bagi penilaian moral dan karakter.
d. Pemikiran moral
Pemikiran moral melibatkan pemahaman apa yang dimaksud dengan moral
dan mengapa harus aspek moral. Mengapa penting bagi kita untuk menepati
janji? Membagikan apa yang saya miliki dari orang lain.
e. Pengambilan keputusan
49
Thomas Lickona, Character Matters; Persoalan Karakter, Bagaimana Membantu Anak Mengembangkan Penilaian Yang Baik, Integritas dan Kebajikan Penting Lainnya, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2015),
60
Mampu memikirkan cara seseorang bertindak melalui permasalahan moral
dengan cara ini merupakan keahlian pengambilan keputusan reflektif.
f. Pengetahuan pribadi.
Menurut Thomas Lickona, terdapat sedikitnya sepuluh alasan mengapa
sekolah seharusnya memberikan arahan yang jelas dan menyeluruh. Di antara
sepuluh alasan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Adanya kebutuhan yang begitu jelas dan mendesak. Jumlah pemuda
melakukan tindakan kekerasan baik terhadap orang lain maupun terhadap diri
sendiri meningkat, kesadaran tentang kontribusi mereka terhadap
kesejahteraan hidup sesama mulai menurun. Dalam refleksinya penyakit yang
terjadi di masyarakat tersebut sedang membutuhkan pencerahan moral dan
spiritual.
b. Proses penghubungan nilai dan sosialisasi. Suatu masyarakat membutuhkan
pendidikan nilai baik untuk sikap penyelamatan maupun maupun perbaikan
untuk tetap bersatu di dalamnya dan untuk maju bersama dalam
menyesuaikan dan mendukung kehidupan dan perkembangan manusia
sebagai bagian dari masyarakat tersebut. Menurut sejarah, tiga komunitas
sosial telah terlibat di dalam pendidikan moral yaitu rumah, komunitas
spiritual dan sekolah.
c. Peranan sekolah sebagai tempat pendidikan moral menjadi semakin penting
ketika jutaan anak-anak hanya mendapatkan sedikit pendidikan moral dari
orang tua mereka dan ketika makna nilai yang sangat berpengaruh yang
didapatkan melalui tempat ibadah lainnya perlahan tidak berarti dan
menghilang dari kehidupan mereka.
61
d. Munculnya konflik di masyarakat yang disebabkan oleh perbedaan
pandangan dasar menyangkut etika.
e. Demokrasi memiliki posisi khusus dalam pendidikan moral karena demokrasi
tersebut merupakan bentuk dari pemerintahan dalam suatu masyarakat.
f. Tidak ada satu hal pun yang dapat dianggap sebagai pendidikan tanpa nilai.
g. Pertanyaan tentang moral berada dalam pertanyaan-pertanyaan utama yang
dihadapi baik secara individu rasial.
h. Pendidikan nilai di sekolah kini memilki sebuah pandangan dasar bermakna
luas yang mendukung perkembangan pendidikan.
i. Sebuah pernyataan gambling tentang pendidikan moral juga menjadi sesuatu
yang penting jika ditujukan untuk menarik perhatian membentuk perilaku
dimulai dari diri para guru.
j. Pendidikan nilai merupakan sebuah pekerjaan yang sangat mungkin untuk
dilaksanakan.50
Menurut Thomas Lickona lagi, ada tujuh alasan mengapa harus ada
pendidikan karakter.
a. Pendidikan karakter merupakan cara terbaik untuk menjamin anak-anak
(siswa) memiliki kepribadian yang baik dalam kehidupannya.
b. Pendidikan karakter juga merupakan cara untuk meningkatkan prestasi
akademik.
c. Ada sebagian siswa yang tidak dapat membentuk karakter yang kuat bagi
dirinya di tempat lain.
50
Ibid
62
d. Mempersiapkan siswa untuk menghormati pihak atau orang lain dan dapat
hidup dalam masyarakat yang beragam.
e. Banyaknya masalah yang berkaitan dengan problem moral-sosial, seperti
ketidaksopanan, ketidakjujuran, kekerasan, pelanggaran kegiatan seksual, dan
etos kerja (belajar) yang rendah.
f. Merupakan persiapan terbaik untuk memiliki perilaku yang baik di tempat
kerja.
g. Mengajarkan nilai-nilai budaya merupakan bagian dari kerja peradaban.51
Dari pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan pendidikan
Islam adalah menanamkan iman kepada Allah, malaikat, rasul-rasul, kitab-kitab
dan hari kiamat. Dan menjadikan manusia yang memiliki akhlakul karimah.
Apabila hal diatas diruntut dalam tujuan pendidikan karakter yang berbasis agama
dan budaya bangsa, maka tujuan pendidikan karakter adalah:52
1) Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik
sebagai penerus bangsa,
2) Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang
mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan.
3) Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan
belajar yang aman, jujur, penuh kreatifitas dan persahabatan, serta
dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan.
51
Ibid 52
Anas Salahudin dan Irwanto Alkrienciehie, Pendidikan Karakter Pendidikan Berbasis Agama dan Budaya Bangsa, Pustaka Setia, Bandung, 2013
63
Dalam hubungannya dengan pendidikan, pendidikan karakter dapat
dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral,
pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan siswa untuk
memberikan keputusan baik buruk, memelihara kebaikan , mewujudkan dan
menebar kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.Adapun
tujuan dari pendidikan karakter yang sesungguhnya jika dihubungkan dengan
falsafah Negara Republik Indonesia adalah mengembangkan karakter peserta
didik agar mampu mewujudkan nilai-nilai luhur Pancasila.53
Tujuan pendidikan karakter adalah penanaman nilai dalam diri siswa dan
pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu.
Tujuan jangka panjangnya tidak lain adalah mendasarkna diri pada tanggapan
aktif kontekstual individu atas impuls natural sosial yang diterimanya, yang
padagilirannya semakin mempertajam visi hidup yang akan diraih lewat proses
pembentukan diri secara terus-menerus.Tujuan jangka panjang ini merupakan
pendekatan dialektis yang semakin mendekatkan dengan kenyataan yang idea,
melalui proses refleksi dan interaksi secara terus menerus antara idealisme, pilihan
sarana, dan hasil langsung yang dapat dievaluasi secara objektif.
Pendidikan Karakter juga bertujuan meningkatkan mutu penyelenggaraan
dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan
karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai
dengan standar kompetensi kelulusan. Melalui pendidikan karakter, diharapkan
peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan
53
Ibid
64
pengetahuaannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-
nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Pendidikan karakter, pada tingkatan institusi, mengarah pada pembentukan
budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan
keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah
masyarakat sekitar. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan
citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas.
Tujuan mulia pendidikan karakter ini akan berdampak langsung pada
prestasi anak didik. Menurut Suyanto,54
ada beberapa penelitian yang menjelaskan
dampak pendidikan karakter terhadap keberhasilan akademik.
Sebuah buku yang berjudul Emotional Intelligence and School Succes
mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan
emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. DIkatakan bahwa ada sederet faktor-
faktor penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor risiko yang disebutkan
ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa
percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan
berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi.55
D. Nilai-nilai Pendidikan Karakter Pada Siswa
Menurut Thomas Lickona, terdapat dua macam nilai dalam kehidupan ini
yaitu moral dan nonmoral. Nilai-nilai moral seperti kejujuran, tanggung jawab,
dan keadilan adalah hal-hal yang dituntut dalam kehidupan ini. Sehingga manusia
akan merasa tertuntut untuk menepati janji, membayar berbagai tagihan, memberi
pengasuhan kepada anak-anak, dan berlaku adil dalam bergaul dengan
54
Suyanto, Konsep Dasar Anak Usia Dini, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2005 55
Joseph Zink dkk, Emotional Intelligence and School succes, 2001
65
masyarakat. Intinya nilai moral meminta seseorang untuk melaksanakan apa yang
sebaiknya dilakukan. Sehingga ia harus melakukannya kalaupun sebenarnya ia
tidak ingin melakukannya.56
Sedangkan nilai-nilai nonmoral tidak membawa pada tuntutan-tuntutan
seperti di atas. Nilai ini lebih menunjukkan sikap yang berhubungan dengan apa
yang kita inginkan ataupun yang kita suka. Lickona mencontohkan bahwa beliau
sendiri secara personal memiliki suatu nilai ketika mendengarkan musik klasik,
atau ketika membaca sebuah novel yang bagus. Akan tetapi, jelas bahwa
sesungguhnya ia tidak memiliki kewajiban untuk melakukan hal tersebut.
Lebih lanjut Lickona menjelaskan bahwa nilai-nilai moral (yang menjadi
tuntutan) dapat dibagi lagi menjadi dua kategori, yaitu universal dan nonuniversal.
Nilai-nilai moral universal seperti memperlakukan orang lain dengan baik, serta
menghormati pilihan hidup, kemerdekaan, dan kesetaraan dapat menyatukan
semua orang di mana pun mereka berada. Karena kita tentunya menjunjung tinggi
dasar-dasar nilai kemanusiaan dan penghargaan tinggi. Sebaliknya, nilai-nilai
moral yang bersifat nonuniversal tidak membawa tuntutan moral yang bersifat
universal. Ini adalah nilai-nilai seperti kewajiban yang berlaku pada agama-agama
tertentu (ketaatan, berpuasa, dan memperingati hari besar keagamaan) yang secara
individu menjadi sebuah tuntutan yang cukup penting. Namun, hal tersebut belum
tentu dirasakan sama dengan individu lain.57
56
Thomas Lickona, Character Matters; Persoalan Karakter, Bagaimana Membantu Anak Mengembangkan Penilaian Yang Baik, Integritas dan Kebajikan Penting Lainnya, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2015), 57
Ibid
66
Program pendidikan moral yang berdasarkan pada dasar hukum moral
menurut Thomas Lickona, dapat dilaksanakan dalam dua nilai utama, yaitu sikap
hormat dan bertanggung jawab. Nilai-nilai tersebut mewakili dasar moralitas
utama yang berlaku secara universal. Mereka memiliki tujuan, nilai nyata, di
mana mereka mengandung nilai-nilai baik bagi semua orang baik sebagai individu
maupun sebagai bagian dari masyarakat.58
Karena nilai-nilai rasa hormat dan tanggung jawab tersebut menurut
Lickona sangatlah diperlukan untuk :
a. Pengembangan jiwa yang sehat
b. Kepedulian akan hubungan interpersonal
c. Sebuah masyarakat yang humanis dan
d. Dunia yang adil dan ramai
Lebih lanjut Lickona menjelaskan bahwa hormat dan tanggung jawab
merupakan nilai yang menjadi dasar landasan sekolah yang tidak hanya
memperbolehkan, tetapi mengharuskan para guru untuk memberikan pendidikan
tersebut untuk membangun manusia-manusia yang secara etis berilmu dan dapat
memposisikan diri mereka sebagai bagian dari masyarakat yang bertanggung
jawab.
Dalam mendefinisikan arti rasa hormat, Thomas menjelaskan bahwa ia
berarti menunjukkan penghargaan kita terhadap harga diri orang lain maupun hal
lain selain diri kita. Dan di sini terdapat tiga hal pokok, yaitu penghormatan
terhadap diri sendiri, penghormatan terhadap orang lain, dan penghormatan
58
Ibid
67
terhadap semua bentuk kehidupan dan lingkungan yang saling menjaga satu sama
lain. Sedangkan tanggung jawab menurutnya merupakan suatu bentuk lanjutan
dari rasa hormat tersebut. Jika kita menghormati orang lain, berarti kita
menghargai mereka. Jika kita menghargai mereka, berarti kita merasakan sebuah
ukuran dari rasa tanggung jawab kita untuk menghormati kesejahteraan hidup
mereka.59
Di samping sikap hormat dan bertanggung jawab, menurut Thomas
Lickona, masih ada bentuk-bentuk nilai lain yang sebaiknya diajarkan di sekolah,
yaitu kejujuran, keadilan, toleransi, kebijaksanaan, disiplin diri, tolong-menolong,
peduli sesama, kerja sama, keberanian, dan sikap demokratis. Nilai-nilai tersebut
merupakan bentuk dari rasa hormat dan atau tanggung jawab ataupun sebagai
media pendukung untuk bersikap hormat dan bertanggung jawab.60
Selanjutnya, Lickona menjelaskan bahwa nilai-nilai yang menjadi target
sekolah tersebut dikembangkan dengan cara memulai pengajaran nilai mengenai
rasa hormat dan tanggung jawab yang dirasa olehnya dapatmenjadi langkah awal
yang membantu dan menutupnya dengan pemahaman akan sebagian atau bahkan
seluruh nilai-nilai tersebut. Selain itu, pengaplikasian proses, melalui penyusunan
tahapan pengajaran nilai masih menjadi hal yang penting juga. Proses tersebut
merupakan sebuah kesempatan untuk membawa atau setidaknya untuk survey
input seluruh guru, staf administrasi, staf sekolah bidang lain, orang tua, siswa dan
perwakilan masyarakat untuk mendapat dukungan dalam skala besar. Lebih
jauhnya, sejumlah sekolah atau wilayah yang ikut terlibat dalam program ini lebih
59
Ibid 60
Ibid
68
cenderung untuk menjadikan program yang dimaksud sebagai program khusus
dan menjadi prioritas daerah.61
Bentuk-bentuk pendidikan karakter pada siswa diantaranya ada pada tabel
dibawah ini:62
Tabel 6
Bentuk-bentuk Pendidikan Karakter PadaSiswa
No
Nilai-nilai karakter
siswayang
dikembangkan
Bentuk pelaksanaan kegiatan
1. Religius Pada setiap awal masuk sekolah selalu
memulai dengan berdoa, dan pada
waktu pulang sekolah juga diakhiri
dengan berdoa.
Mengatur jadwal istirahat menjadi dua
yaitu istirahat pertama dan istirahat
kedua, istirahat kedua waktunya
digunakan untuk shalat dzuhur
berjamaah di sekolah.
2. Jujur Menekankan kepada para siswa
pentingnya kejujuran pada waktu
61
Ibid 62
Anas Salahudin dan Irwanto Alkrienciehie, Pendidikan Karakter Pendidikan Berbasis Agama dan Budaya Bangsa, Pustaka Setia, Bandung, 2013
69
No
Nilai-nilai karakter
siswayang
dikembangkan
Bentuk pelaksanaan kegiatan
mengisi soal ulangan atau ujian
sekolah.
Kejujuran sebagai media untuk
memperbaiki prilaku baik di masa yang
akan datang.
3. Toleransi Pembagian kelompok diskusi terdiri
dari berbagai siswa yang mempunyai
karakter yang berbeda-beda, untuk
saling bertoleransi dalam setiap
diskusi.
Guru menghargai dan memberikan
perlakuan yang adil terhadap seluruh
siswa.
Guru memberikan perlakuan yang
sama terhadap semua siswa.
Menghargai perbedaan pendapat dari
siswa walaupun kadang-kadang keluar
dari permasalahan.
4. Disiplin Mentaati semua aturan sekolah yang
telah ditetapkan.
70
No
Nilai-nilai karakter
siswayang
dikembangkan
Bentuk pelaksanaan kegiatan
Guru dan siswa mentaati waktu masuk,
istirahat dan mengakhiri waktu pulang
sekolah sesuai dengan jadwal yang
telah disepakati.
Kerapihan dalam berpakaian dan
bertindak.
Mengingatkan siswa yang terlambat
dan berjanji untuk tidak mengulangi
lagi, jika masih diulangi akan dihukum.
guru dan siswa untuk selalu berbicara
dengansopan dan menggunakan bahasa
Indonesia yang baik.
5. Kerja keras Pada saat pemberian tugas untuk
diskusi selalu menggunakan pedoman
waktu untuk ditaati dalam penyelesaian
tugas, tidak boleh bersantai-santai.
Mengkompetisikan kelompok diskusi
pada setiap memecahkan masalah.
Guru selalu menciptakan suasana
belajar yang memacu daya tahan
71
No
Nilai-nilai karakter
siswayang
dikembangkan
Bentuk pelaksanaan kegiatan
peserta diklat dengan memberikan
energizer / ice breaker.
6. Kreatif Setiap mendiskusikan permasalahan
tentang materi pelajaran siswa dapat
mengemukakan alternatif pemecahan
masalah.
Setiap pelajaran ada tugas diskusi
kelompok yang harus diselesaikan dan
dipecahkan bersama, hal ini memicu
kreativitas siswa.
Setiap siswa diberi kesempatan untuk
menyampaikan pendapat yang
berkaitan dengan permasalahan yang
diberikan.
7. Mandiri Pada saat post tes secara individual,
peserta diharapkan dapat mengerjakan
secara mandiri permasalahan yang
diberikan oleh guru.
8. Demokratis Pada awal kegiatan diklat, gur
mendiskusikan secara bersama-sama
72
No
Nilai-nilai karakter
siswayang
dikembangkan
Bentuk pelaksanaan kegiatan
dalam membuat kesepakatan bersama
untuk kelancaran pelaksanaan proses
belajar, sehingga menghasilkan aturan
yang harus ditaati bersama.
Menampung dan mengakomodasi
setiap usulan yang disampaikan oleh
siswa untuk ditindaklanjuti.
Pemilihan ketua kelas secara
demokratis.
Mengimplementasikan model
pembelajaran andragogi yang dialogis
dan interaktif.
Umpan balik dari setiap siswa pada
akhir pelajaran untuk perbaikan
pelajaran yang akan datang.
9. Rasa ingin tahu Memberi pertanyaan-pertanyaan dalam
diskusi kelompok untuk dipecahkan
dalam kelompok.
Pemberian materi pelajaran dalam
bentuk softcopy sehingga mengundang
peserta untuk segera mengetahuinya.
73
No
Nilai-nilai karakter
siswayang
dikembangkan
Bentuk pelaksanaan kegiatan
Guru mengeksplorasi pertanyaan-
pertanyaan kepada siswa.
Guru tidak langsung menjawab
pertanyaan siswa tetapi memberikan
pertanyaan tersebut kepada siswa yang
lain untuk ditanggapi.
10. Semangat kebangsaan Pada upacara bendera yang di
antaranya menyanyikan lagu
Kebangsaan Indonesia Raya
Setiap siswa terdiri dari berbagai suku,
agama, etnis, yang diberi tugas
bersama untuk menyelesaikan
permasalahan yang diberikan oleh
guru.
11. Cinta tanah air Pada hari rabu siswa diwajibkan untuk
berpakaian batik, yang merupakan ciri
khas Indonesia.
Selalu menghimbau untuk
menggunakan Bahasa Indonesia yang
baik dan benar di dalam lingkungan
74
No
Nilai-nilai karakter
siswayang
dikembangkan
Bentuk pelaksanaan kegiatan
sekolah.
12. Menghargai prestasi Guru selalu memberi penghargaan
kepada siswa yang telah selesai
menampilkan hasil kerja kelompoknya
dengan pujian atau aplaus.
Hasil kerja diskusi kelompok dipajang
pada dinding.
13. Bersahabat/komunikatif Pengaturan tempat duduk peserta
dalam kelompok dengan menggunakan
meja belajar sehingga mereka dapat
saling bertatap muka dan
berkomunikasi dalam diskusi pada
meja tersebut. (setiap meja belajar
dikelilingi oleh 6-8 peserta)
Guru selalu berkeliling dan mendatangi
pada kelompok-kelompok diskusi
untuk bertegur sapa, mengecek hasil
kerja, memantau kesulitan siswa, atau
mengklarifikasi hasil kerja siswa.
Guru selalu mengakomodasi setiap
usulan atau keluhan siswa.
75
No
Nilai-nilai karakter
siswayang
dikembangkan
Bentuk pelaksanaan kegiatan
14. Cinta damai Menggunakan metode andragogi
sehingga suasana kelas terasa kondusif
dan menyenangkan.
Dalam membagi kelompok diskusi
tidak membeda-bedakan gender
maupun suku, dan etnis.
15. Gemar membaca Pemberian semua materi pelajaran
dalam bentuk softcopy sehingga
mengundang siswa untuk segera
membaca untuk mempelajarinya.
Menghimbau siswa untuk membaca
panduan sebelum latihan dan simulasi
mengisi soal.
16. Peduli lingkungan Himbauan kepada siswa untuk membuang
sampah pada tempatnya khususnya
setelah istirahat sekolah.
17. Peduli sosial Saling berempati di antara siswa,
Saling tolong menolong di antara
semua siswa dan guru ketika ada
76
No
Nilai-nilai karakter
siswayang
dikembangkan
Bentuk pelaksanaan kegiatan
permasalahan yang berkaitan dengan
aktivitas belajar.
18. Tanggung jawab Semua siswa dan guru bertanggung
jawab terhadap kelancaran pelaksanaan
belajar.
Siswa selalu menyelesaikan tugas yang
diberikan oleh guru.
E. Strategi Pendidikan Karakter
Istilah strategi pertama kali hanya dikenal di kalangan militer,
khususnya strategi perang.63
Dalam sebuah peperangan atau pertempuran ,
terdapat seseorang (komandon) yang bertugas mengatur strategi untuk
memenangkan peperangan. Semakin hebat strategi yang digunakan, semakin
besar untuk menang. Biasanya, sebuah strategi disusun dengan
mempertimbangkan medan perang, kekuatan pasukan, perlengkapan perang
dan sebagainnya.
Seiring berjalannya waktu, istilah strategi di dunia militer tersebut
diadopsi kedalam dunia pendidikan. Dalam konteks pendidikan, strategi
untuk mengatur siasat agar dapat mencapai tujuan dengan baik. Dengan kata
63
https://pengertiandefinisi.com/pengertian-strategi-dan-perbedaannya-dengan-taktik/
77
lain, strategi dalam konteks pendidikan mengarah kepada hal yang lebih
khusus pada pembelajaran.
Menurut para ahli pengertian strategi dalam pendidikan dapat
diartikan sebagai berikut:
a. Menurut Kemp,64
menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah
kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru serta peserta didik untuk
mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.
b. Menurut Kozma,65
menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah
sebagai kegiatan yang dilakukan guru untuk memfasilitasi (guru sebagai
fasiltator) peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai.
c. Gerlach dan Ely,66
menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah cara-
cara yang dipilih guru untuk menyampaikan materi pembelajaran kepada
peserta didik dalam lingkungan pembelajaran tertentu.67
Dari pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa strategi
pembelajaran adalah langkah-langkah yang harus dilakukan oleh seorang guru
untuk memanfaatkan suber belajar yang ada, agar mencapai tujuan
pembelajaran yang efektif dan efisien.
Strategi pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan
merupakan suatu kesatuan dari program manajemen peningkatan mutu
berbasis sekolah yang terimplementasikan dalam pengembangan,
64
Kemp, J.E. dan Dayton, D.K, Planning and Producing Instructional Media, Cambridge: Harper and Row Publishers, New York 65
Kozma, RB, Belle, LW, William, GW, Intructional Techniques in Higher Education. New Jersey: Educational Technologi Publications 1978 66
Gerlach dan Ely. Teaching and Media: A Sistematic Approach. Second Edition, By V.S. 1971 67
Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, Bandung: PT. Rosdakarya, 2013. H,14
78
pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum oleh setiap satuan pendidikan. Strategi
tersebut diwujudkan melalui pembelajaran aktif di sekolah.
Seperti yang diungkapkan oleh Brooks dan Goole dalam
Elmmubarak,68
untuk mengimplementasikan pendidikan karakter di sekolah
terdapat tiga elemen penting untuk diperhatikan, yaitu; prinsip, proses dan
praktiknya. Dalam menjalankan prinsip, nilai-nilai yang diajarkan harus
termanifestasikan dalam kurikulum sehingga semua siswa di suatu sekolah
faham benar tentang nilai-nilai tersebut dan mampu menerjemahkannya
dalam praktik nyata.
Kemendiknas, menyebutkan69
bahwa strategi pelaksanaan pendidikan
karakter dikembangkan melalui tahapan pengetahuan (knowing), pelaksanaan
(acting), dan kebiasaan (habit). Karakter tidak terbatas pada pengetahuan
saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan kebaikan belum tentu mampu
bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak terlatih (menjadi
kebiasaan) untuk melakukan kebaikan tersebut.
Sebagai langkah menuju terbentuknya akhlak mulia dalam diri setiap
siswa, ada tiga tahapan strategi yang harus dilakukan. Hal ini diperlukan agar
peserta didik yang terlibat dalam sistem pendidikan tersebut dapat memahami,
merasakan, menghayati, dan mengamalkan (mengerjakan) nilai-nilai kebijakan
(moral), tiga tahapan atau komponen tersebut diantaranya:70
a. Moral Knowing/ Learning to Know
Learning to Know merupakan langkah awal dalam pendidikan karakter.
Dalam tahapan ini tujuan diorientasikan pada penguasaan pengetahuan tentang
68
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Impementasi, h.39 69
Ibid 70
Abdul Majid & Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, h.112
79
nilai-nilai. Disini siswa diharapkan mampu untuk membedakan antara akhlak
mulia dan akhlak tercela serta nilai-nilai universal lainnya.
Brangkat dari hal tersebut di atas, maka dimensi-dimensi yang termasuk
dalam moral knowing yang akan mengisi ranah kognitif peserta didik adalah
kesadaran moral (moral awareness), pengetahuan tentang nlai-nilai moral
(knowing moral values), penentuan sudut pandang (perspektif taking), logika
moral (moral reasoning), keberanian mengambil sikap (decision making), dan
pengenalan diri (self knowledge).71
Di MAN Buntet Pesantren Cirebon para siswanya sudah termasuk
memilikikarakter moral knowing yang termasuk dari tujuan pendidikan
karakter, seperti kesadaran moral siswa sudah bisa menaati peraturan yang
ada di sekolah sehingga tidak dihukum, siswa juga sudah bisa mengetahui
nilai-nilai moral sehingga mereka bisa menentukan perilaku mana yang harus
dilakukan dan yang harus dihindarkan, siswa juga sudah bisa menentukan
masalah. Dalam pemikiran moral siswa sudah bisa menentukan antara baik
atau buruk, dan antara benar atau salah . jadi siswa sudah bisa mengambil
keputusan sendiri apa dan bagaimana menurut mereka yang harus
dilaksanakan berdasarkan pengetahuan pribadinya.
b. Moral Loving/ Moral Feeling
Dalam tahapan ini dimaksudkan untuk menumbuhkan dan menguatkan
rasa cinta dan rasa butuh terhadap nilai-nilai akhlak mulia (aspek emosi).
Dalam tahapan ini, yang menjadi sasaran guru adalah dimensi emosional siswa.
Untuk mencapai tahap ini guru bisa memasukinya dengan kisah-kisah yang
71
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Impementasi, h.193
80
menyentuh hati, modeling atau kontemplasi. Melalui tahap ini, siswa
diharapkan mampu menilai dirinya sendiri (muhasabah), serta membiasakan
bersikap baik, dan bersikap empati kepada siapapun.72
Di MAN Buntet Pesantren Cirebon siswanya sudah menjadi manusia
yang berkarakter baik karena mereka sudah bisa terbiasa untuk berprilaku
baik, sehingga mereka menjadi terbiasa dan akan merasa bersalah kalau tidak
melakukannya dan juga sudah bisa percaya diri melakukan perbuatan baik
dan bisa merasakan penderitaan orang lain, mencintai kebenaran, mampu
mengontrol diri dan kerendahan hati terhadap orang lain.
c. Moral Doing / Learning to do
Moral Doing merupakan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan
hasil (outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Dan untuk memahami
apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang biak, maka harus diliat
tiga aspek lain dari karakter yaitu; kompetensi, keinginan, dan kebiasaan.
Di dalam Moral Doing inilah puncak dari keberhasilan dari pendidikan
karakter kepada siswa. Dimana siswa mampu mempraktikkan nilai-nilai akhlak
mulia itu dalam perilakunya sehari-hari. Siswa semakin berprilaku ramah,
sopan dan berbicara, hormat kepada guru dan orang tua, penyayang, jujur
dalam segala tindakan baik ucapan maupun perbuatan, bersikap disiplin dalam
belajar dan yang lainnya, cinta dan kasih sayang, adil, murah hati, dan lain
sebagainya. Maka dalam hal inilah contoh teladan dari guru dan semua warga
sekolah menjadi hal yang sangat penting.73
72
Ibid, h. 194 73
Ibid., h.195
81
Dari ketiga tahapan atau komponen yang dijelaskan diatas, jelas bahwa,
pentingnya sebuah keseimbangan antara komponen satu dengan komponen
lainnya, antara Moral Knowing, Moral Feeling dan Moral Action. Hal ini
dipertegas lagi melalui ungkapan Lickona, yang menekankan pentingnya tiga
komponen karakter yang baik (components of good character), yaitu Moral
Knowing atau pengetahuan tentang moral, Moral Feeling atau perasaan tentang
moral, dan Moral Action atau perbuatan moral. Hal itu diperlukan agar anak
mampu memahami, merasakan dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan.74
Menurut Muchlas Samani, & Hariyanto dalam bukunya; Konsep dan
Model Pendidikan Karakter menjelaskan, dalam desain induk pendidikan karakter
antara lain diutarakan bahwa secara substantif karakter terdiri atas 3 nilai operatif
(operative value), nilai-nilai dalam tindakan, atau tiga untuk perilaku yang satu
sama lain saling berkaitan dan terdiri atas pengetahuan tentang moral (moral
knowing, aspek pengetahuan), perasaan berlandaskan moral (moral feeling, aspek
afektif), dan perilaku berlandaskan moral (moral behavior, aspek psikomotorik).
Karakter yang baik terdiri atas proses-proses yang meliputi, tahu mana yang baik
(knowing the good), keinginan melakukan yang baik (desiring the good), dan
melakukan yang baik (doing the good). Terlepas dari itu semua, karakter yang
baik juga harus ditunjang oleh kebiasaan piker (habit of the mind), kebiasaan
kalbu (habit of the heart), dan kebiasaan tindakan (habit of the action). 75
Selanjutnya dinyatakan pula bahwa konfigurasi karakter dalam konteks
realita psikologis dan juga sosial-kultural tersebut dikata gorikan menjadi: olah
hati (spiritual and emosional development), olah piker (intellectual development),
74
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, h.133 75
Muchlas Samani & Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter., h.49
82
olahraga dan kinestetik (physical and kinesthetic development), dan olah rasa dan
karsa (affective and creativity development).76
Syeikh al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim merumuskan beberapa
metode atau strategi penting dalam pembentukan karakter yang mencakup adab
lahir dan batin. Adapun metode tersebut adalah 1) metode ilqa’ al-nasihah
(pemberian nasehat) dan kasih sayang; 2) metode Mudzakarah, Munadharah, dan
Mutharahah; 3) Metode pembentukan mental jiwa.77
1. Metode Kasih Sayang dan Ilqa’ al-Nasihah (Pemberian Nasehat)
Syeikh al-Zarnuji menjelaskan bahwa: “Orang alim hendaknya
memiliki rasa kasih sayang, mau memberi nasehat serta jangan berbuat
dengki. Dengki tidak akan memberikan manfaat, justru membahayakan diri
sendiri. Guru kita Syaikhul Islam Burhanuddin ra. Berkata: Banyak ulama
yang berkata: “Putra sang guru dapat menjadi alim, karena sang guru itu
selalu berkehendak agar muridnya kelak menjadi ulama ahli Alquran.
Kemudian atas berkah i’tikad bagus dan kasih sayangnya itulah putranya
menjadi alim.”
Cinta merupakan hal yang timbal balik dan tumbuh dengan baik apabila
sekaligus diberikan dan juga diterima. Penolakan yang terus menerus di
rumah mungkin menyebabkan kemampuan anak untuk memberikan kasih
sayang tidak berkembang, atau mungkin menyebabkan dia mencari kasih
sayang dari orang lain di luar rumah.
Kasih sayang yang berlebihan dan pemanjaan dapat menimbulkan
pengaruh yang tidak diinginkan sebagaimana penolakan atau kekurangan
kasih sayang. Oleh karena itu, ada bahaya bahwa kasih sayang berlebih-
76
Ibid., h.50 77Syeikh Burhanudin al-Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim Thariq al-Ta’allum
83
lebihan terhadap satu atau kedua orang tua akan cenderung meniadakan kasih
sayang terhadap teman sebaya.
Karena kasih sayang anak-anak terhadap orang lain dipengaruhi oleh
jenis hubungan yang ada di antara mereka, sehingga dapat dimengerti bahwa
kasih sayang anak-anak kepada masing-masing anggota keluarga berbeda.
Anak-anak memperlihatkan kasih sayang yang lebih besar terhadap saudara
yang memperlihatkan kasih sayang kepada mereka dan tidak mengkritik,
menggoda, menggertak atau yang tidak bersikap acuh tak acuh.
Melalui pendekatan kasih sayang ini maka kedekatan emosional antara
pendidik dengan peserta didik akan terjalin, sehingga dengan mudah pendidik
dapat memberikan arahan, nasehat, dan bimbingan yang baik kepada peserta
didik. Nasehat diberikan berupa penjelasan tentang prinsip yang haq dan
bathil. Memberikan nasehat merupakan proses pemasangan parameter ke
dalam jiwa anak sehinggaa bisa menjadi paradigma berpikir. Untuk itu,
disyaratkan guru harus terlebih dahulu membersihkan diri dari sifat-sifat
tercela agar nasihat yang diberikan membekas dalam jiwa anak didik.
Pemberian nasehat harus dengan kesan yang baik, bijak, dan bahasa yang
mudah dimengerti.78
2. Metode Mudzakarah, Munadharah, dan Mutharahah
Syeikh al-Zarnuji menuliskan bahwa Seorang pelajar seharusnya
melakukan mudzakarah (forum saling mengingatkan), munadharah (forum
saling mengadu pandangan) dan mutharahah (diskusi). Hal ini dilakukan atas
78
Ibid
84
dasar keinsyafan, kalem dan penghayatan serta menyingkiri halhal yang
berakibat negatif. Munadharah dan mudzakarah adalah cara dalam melakukan
musyawarah, sedang permusyawaratan itu sendiri dimaksudkan guna mencari
kebenaran. Karena itu, harus dilakukan dengan penghayatan, kalem dan penuh
keinsyafan. Dan tidak akan berhasil, bila dilaksanakan dengan cara kekerasan
dan berlatar belakang yang tidak baik.
Syeikh al-Zarnuji memberi rambu-rambu agar ketika mengingatkan
siswa tidak melampaui batas karena bisa menyebabkan siswa tidak
menerimanya. Oleh sebab itu, al-Zarnuji memberi arahan agar guru harus
memiliki sifat lemah lembut, menjaga diri dari sifat pemarah. Berdasarkan
pada penjelasan Syeikh al-Zarnuji, guru harus mampu mengembangkan situasi
kelas yang memungkinkan pertukaran ide secara bebas dan terbuka.
Dalam pembelajaran di kelas, guru berperan sebagai fasilitator,
organisator dan motivator. Hal ini dikarenakan setiap kajian keilmuan yang ada
dimungkinkan tidak dapat secara langsung dipahami oleh siswa. Ketika
dihadapkan pada suatu permasalahan atau kajian ilmu, pegetahuan sebelumnya
diperlukan siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan barunya tersebut. Siswa
yang mampu menemukan benang merah antara permasalahan tersebut dengan
permasalahan sebelumnya, maka siswa akan berusaha menyelidiki terlebih
dahulu apa yang menjadi konsep utama yang ada dalam permasalahan tersebut.
Berusaha mengidentifikasi permasalahan tersebut, kemudian berusaha untuk
melakukan refleksi atas pengetahuan yang telah dimilikinya pada pembelajaran
yang sebelumnya. Akan tetapi, untuk siswa yang merasa kesulitan dan sulit
untuk mencari pengetahuan yang relevan untuk menyelesaikan permasalahan
85
baru tersebut, mereka cenderung menyerah begitu saja tanpa melakukan usaha
penyeledikan terkait kajian ilmu tersebut.
Bantuan yang diberikan guru kepada siswa ini tergantung kepada
pengetahuan siap siswa (prior knowledge) dan guru mempertimbangkan
berbagai alternatif solusi masalah yang berada dalam koridor pengetahuan
siswa. Melalui pertanyaan yang mengarahkan, maka struktur kognitif siswa
akan lebih terorganisir, jelas dan stabil.
Menurut Slameto semakin jelas, stabil serta terorganisasinya struktur
kognitif seseorang, maka proses belajar yang bermakna dan retensi akan
mudah terjadi pada orang tersebut. Sebaliknya, pada struktur kognitif yang
tidak stabil, kabur dan tidak terorganisasi dengan baik cenderung merintangi
proses belajar bermakna. Dengan demikian trajectory of understandingsiswa
dapat terjembatani.79
Selanjutnya, Syeikh al-Zarnuji tersebut juga berpesan agar dalam
pembelajaran terdapat proses diskusi dan bertukar pandangan. Dalam hal ini
Syeikh al-Zarnuji menggunakan Muhammad Zamhari & Ulfa Masamah 434
Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam istilah munadharah, dan
mutharahah. Munadharah dan mudzakarah adalah cara dalam melakukan
musyawarah, sedang permusyawaratan itu sendiri dimaksudkan guna mencari
kebenaran. Karena itu, harus dilakukan dengan penghayatan, kalem dan penuh
keinsyafan. Sebagaimana Syeikh al-Zarnuji juga menjelaskan terkait
musyawarah sebagai berikut:
79
Rahman, T. 2011. Peranan Pertanyaan Terhadap Kekuatan Retensi dalam Pembelajaran Sains pada Siswa SMU. EDUCARE: Jurnal Pendidikan dan Budaya
86
Faedah mutharahah dan mudzakarah itu jelas lebih besar daripada sekedar
mengulang pelajaran sendirian, sebab disamping mengulang pelajaran, juga
menambah pengetahuan yang baru. Ada sebuah perkatakan: “Sesaat
mutharahah dilakukan, lebih bagus mengulang pelajaran sebulan. “Sudah tentu
harus dilakukan dengan orang yang insaf dan bertabiat jujur. Awas jangan
mudzakarah dengan orang yang sekedar mencari menang dalam pembicaraan
semata, lagi pula bertabiat tidak jujur. Sebab tabiat itu suka merampas, akhlak
mudah menjalar sedang perkumpulan pengaruhnya besar.
Berdasar pada Kitab Ta’lim al Muta’allim tersebut, tidak hanya sekedar
interaksi antara siswa dengan materi atau sumber atau bahan ajar, interaksi
antara siswa dengan guru, akan tetapi, syaikh al-Zarnuji juga menjelaskan
perlunya interaksi antara siswa dengan siswa lainnya, yaitu melalui
musyawarah atau diskusi.
Menuntut ilmu termasuk urusan yang sangat mulia sekaligus sulit, maka
musyawarahlah di sini menjadi amat penting dan harus dilakukan.
Dalam kelompok diskusi tersebut, hanya sebagian kecil siswa yang
mendominasi dan aktif, sedangkan sebagian besar siswa yang lain pasif.
Sehingga ketika dihadapkan pada permasalahan yang berbeda dari apa yang
dicontohkan guru, siswa cenderung tidak mampu untuk mencari penyelesaian
atau pemecahan masalah dengan menghubungkan hal-hal yang menjadi pokok
permasalahan tersebut dengan struktur kognitif relevan yang telah
dimilikinya.80
3. Metode pembentukan mental jiwa.
Dalam metode ini ditekankan beberapa aspek yaitu: niat, menjaga sifat
wara’, istifadah (mengambil faedah guru), dan tawakkal. Syeikh al-Zarnuji
80
Syeikh Burhanudin al-Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim Thariq al-Ta’allum
87
menjelaskan, sukses dan gagalnya pendidikan Islam tergantung dari benar dan
salahnya dalam niat belajar. Niat yang benar yaitu niat yang ditujukan untuk
mencari ridha Allah subhanahu wa ta’ala, memperolah kebahagiaan (sa’adah)
di dunia akhirat, memerangi kebodohan yang menempel pada diri dan
melestarikan ajaran Islam. Harus ditekankan kepada anak didik bahwa belajar
itu bukan untuk mendapatkan popularitas, kekayaan atau kedudukan tertentu,
tapi mendapatkan ridha Allah. Selama dalam proses belajar, anak didik harus
dibiasakan bersifat wara’ (menjaga dari).
Syeikh al-Zarnuji mengatakan, “hanya dengan wara’ ilmu akan
berguna”. Sebagaimana Syaikh al-Zarnuji menjelaskannya dalam Fasal XI
sebagai berikut:
Dalam masalah wara’, sebagian ulama meriwayatkan hadist dari Rasulullah
SAW: “Barang siapa tidak berbuat wara’ waktu belajarnya, maka Allah
memberinya ujian dengan salah satu tiga perkara: dimatikan masih berusia
muda, ditempatkan pada perkampungan orang-orang bodoh atau dijadikan
pengabdi sang pejabat”. Jikalau mau membuat wara’ maka ilmunya lebih
bermanfaat, belajarpun mudah dengan banyak-banyak berfaedah.
Sikap wara’ adalah menjaga diri dari perbuatan maksiat, menjaga perut
dari makanan haram dan tidak berlebihan memakan makanan, tidak berlebihan
dalam tidur, serta sedikit bicara. Suatu hikayat, dicritakan bahwa syaikhul Jalil
Muhammad Ibnul Fadl di waktu masa belajarnya, tidak pernah makan
makanan pasar. Ayahnya sendiri seorang dusun yang selalu mengiriminya
setiap hari Jumat. Pada suatu hari, sang ayah mengetahui ada roti pasar di
kamar Muhammad. Ayahnya pun marah, dan tidak mau berbicara dengan sang
putra. Muhammad matur dan katanya: saya tidak membeli roti itu dan memang
tidak mau memakannya, tetapi itu pemberian temanku, ayah. Jawabnya: bila
88
kau berhati-hati dan wara’ niscaya temanmu takkan sembarangan memberikan
roti seperti itu. Demikianlah pelajar-pelajar zaman dulu berbuat wara’ dan
ternyata banyak-banyak bisa memperoleh ilmu dan mengajarkannya, hingga
keharuman nama mereka tetap abadi sampai kiamat.
Metode istifadah adalah guru menyampaikan ilmu dan hikmah,
menjelaskan perbedaan antara yang haq dan batil dengan penyampaian yang
baik sehingga murid dapat menyerap faidah yang disampaikan guru. Seorang
murid dianjurkan untuk mencatat sesuatu yang lebih baik selama ia
mendengarkan faidah dari guru sampai ia mendapatkan keutamaan dari guru.
Nilai batiniyah berikutnya adalah tawakkal dalam mencari ilmu. Guru
harus menanam secara kuat dalam jiwa murid untuk bersikap tawakal selama
mencari ilmu dan tidak sibuk dalam mendapatkan duniawai. Sebab, menurut
al-Zarnuji, kesibukan lebih dalam mendapatkan duniawi dapat menjadi
halangan untuk berakhlak mulia serta merusakkan hati. Sebaliknya, baik guru
maupun murid harus menyibukkan dengan urusan ukhrawi. Sebab pada
hakikatnya kehidupan itu adalah dari Allah dan untuk Allah, maka seorang
siswa itu harus siap dengan segala konsekuensi kehidupan.
Syaikh al-Zarnuji menjelaskan ada tiga hal yang mengharuskan para
pembelajar untuk tawakkal, yaitu:81
a. rizki, pelajar harus bertawakal dalam menuntut ilmu. Jangan goncang
karena masalah rizki, dan hatinya pun jangan terbawa dalam masalah
tersebut. Imam Abu Hanifah meriwayatkan dari Abdullah Ibnul Hasan Az-
Zubaidiy sahabat Rasulullah SAW: “Barangsiapa mempelajari agama
81
Ibid
89
Allah, maka Allah akan mencukupi kebutuhannya dan memberinya rizki
dari jalan yang tidak dikira sebelumnya.” Orang yang hatinya terpengaruh
urusan rizki baik makanan atau pakaian, maka jarang sekali yang dapat
menghapus pengaruh tersebut untuk mencapai budi luhur dan perkara-
perkara yang mulia.
b. Pengaruh urusan dunia. Bagi yang mengunakan akal, hendaknya jangan
tergelisahkan oleh urusan dunia, karena merasa gelisah dan sedih di sini
tidak akan bisa mengelakan musibah, bergunapun tidak. Malahan akan
membahayakan hati, akal dan badan serta dapat merusakan perbuatan-
perbuatan yang baik. Tapi yang harus diperhatikan adalah urusan-urusan
akhirat, sebab hanya urusan inilah yang akan membawa manfaat.
c. Hidup dengan prihatin. Dijelaskan dalam kitab Ta’lim al Muta’allim
bahwa siapa yang bersabar dalam menghadapi segala kesulitan di atas,
maka akan mendapat kelezatan ilmu yang melibihi segala kelezatan yang
ada di dunia. Hal ini terbukti dengan ucapan Muhammad Ibnul Hasan
setelah tidak tidur bermalam-malam lalu terpecahkan segala kesulitan yang
dihadapinya, sebagai berikut: “dimanakah letak kelezatan putra-putra raja,
bila dibandingkan dengan kelezatan yang saya alami kali ini.82
Strategi pendidikan karakter yang digunakan di MAN Buntet Pesantren
Cirebon adalah active learning bermuatan karakter, cooperative learning
bermuatan karakter, quantum learning bermuatan karakter, strategi pembelajaran
contextual teaching and learning bermuatan karakter, ekspositori bermuatan
karakter, pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Sedangkan
82
Ibid
90
didalam buku strategi pembelajaran pendidikan karakter terdapat 10 strategi
diantaranya yaitu:
a. Active Learning Bermuatan Karakter
Pembelajaran aktif adalah segala bentuk pembelajaran yang
memungkinkan peserta didik berperan secara aktif dalam proses pembelajaran,
baik dalam bentuk interaksi antar peserta didik ataupun peserta didik dengan guru
dalam proses pembelajaran. Menurut Bonwell, pembelajaran aktif memiliki
beberapa karakteristik sebagai berikut:
a) Menekankan pada proses pembelajaran, bukan pada penyampaian materi oleh
guru. Proses ini merupakan upaya menanamkan nilai kerja keras kepada
peserta didik. Proses pembelajaran tidak lagi sekadar transfer of kenawledge
atau transfer ilmu pengetahuan melainkan lebih kepada transfer of values
atau transfer nilai. Nilai yang dimaksud disini adalah nilai-nilai karakter
secara luas, salah satunya adalah rasa ingin tahu.83
b) Peserta didik tidak boleh pasif, tetapi harus aktif mengerjakan sesuatu yang
berkaitan dengan materi pembelajaran. Aktif dalam konteks ini merupakan
upaya penanaman nilai tanggung jawab, dimana peserta didik harus
mempraktikkan bahkan membuktikan teori yang dipelajari, tidak sekedar
diketahui.
c) Penekanan pada eksplorasi nilai-nilai dan sikap-sikap berkenaan dengan
materi pembelajaran. Dalam hal ini peserta didik berhak menerima materi
83
Ibid
91
pelajaran yang dipandang selaras dengan pandangan hidupnya atau menolak
materi pelajaran yang tidak sesuai dengan pandangan hidupnya. Pola
pembelajaran ini merupakan proses pembentukan sikap secara matang.
d) Peserta didik lebih banyak dituntut berpikir kritis, menganalisis dan
melakukan evaluasi daripada sekadar menerima teori dan menghafalnya.
Tuntunan ini merupakan aktualisasi lebih lanjut mengenai nilai karakter “rasa
ingin tahu”, sehingga peserta didik tidak anti realitas karena berpandangan
bahwa realitas yang terjadi tidak sesuai dengan teori yang dipelajari dan
dihafal, yang mengakibatkan peserta didik mudah terprovokasi oleh informasi
yang tidak dipertanggungjawabkan kebenarannya.
e) Umpan balik dan proses dialektika yang lebih cepat akan terjadi pada proses
pembelajaran. Pembelajaran yang dialogis, secara tidak langsung membentuk
karakter peserta didik yang demokratis, pluralis, menghargai perbedaan
pendapat, inklusif, terbuka dan humanitas tinggi.84
Dari berbagai karakteristik diatas, dapat disimpulkan bahwa strategiactive
learning bermuatan karakter menekankan kepada peserta didiknya untuk lebih
aktif dalam pembelajaran. Jadi murid yang lebih berperan karena peserta didik
tidak boleh pasif harus berfikir kritis agar dapat membentuk karakter yang
demokratis, menghargai perbedaan pendapat, terbuka dan mengembangkan sifat-
sifat terbuka.
Nilai-nilai karakter dalam active learning adalah nilai-nilai yang termuat
dalam setiap metode pada akan memiliki kesesuaian dengan metode
pembelajaran. Misalnya, pada metode the power of two setidknya memuat nilai-
84
Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, Rosdakarya, Bandung: 2013
92
nilai karakter seperti gemar membaca, komunikatif, kepedulian sosial, disiplin dan
sebagainya.
Active learning bermuatan karakter mempunyai keunggulan dan
kelemahan diantara keunggulannya adalah
a) Peserta didik dapat belajar dengan cara yang sangat menyenangkan,
b) Aktivitas yang ditimbulkan dalam active learning dapat meningkatkan daya
ingat peserta didik,
c) Aktive learning dapat memotivasi peserta didik lebih maksimal sehingga dapat
menghindarkan peserta didik dari sikap malas, mengantuk, melamun dan
sejenisnya.85
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa keunggulan strategi
active learning bermuatan karakter adalah dalam proses belajar mengajar siswa
merasa senang, peserta didik mudah mengingat materi pelajaran sehingga tidak
merasa malas, mengantuk dan tidak suka dengan pelajaran yang sedang
berlangsung.
Adapun kelemahan active learning adalah
a) Hiruk-pikuknya kelas akibat dari aktivitas yang ditimbulkan strategi active
learning justru sering kali dapat mengacaukan suasana pembelajaran, sehingga
setandar kompetnsi tidak tercapai,
b) Secara rasional memang peserta didik yang belajar sebang hati dapat mencapai
prestasi yang lebih tinggi daripada belajar dalam tekanan atau target materi.86
85
Ibid 86
Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, Bandung: Rosda, 2013), hal. 59
93
Adapun kelemahan dari strategi active learning bermuatan karakter dapat
disimpulkan karena danya keramaian di waktu proses belajar mengajar dapat
mengacaukan suasana pembelajaran, meskipun demikian siswa merasa senang
karena lebih cepat memahami materi pelajaran dan tidak ada tekanan.
b. Cooperative Learning bermuatan Karakter
Model pembelajaran cooperatif learning adalah belajar kelompok.
Kelompok disini merupakan rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh
peserta didik dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan. Ada empat unsur penting dalam strategi
pembelajaran kooperatif atau kooperatif learning, yaitu adanya peserta didik
dalam kelompok, aturan kelompok, upaya belajar setiap anggota kelompok, dan
tujuan yang harus dicapai.
Nilai-nilai karakter yang dapat ditransmisikan melalui strategi
pembelajaran cooperatif learning. Setidaknya terdapat 7 dari 18 nilai karakter
yang dicanangkan kemendiknas. Ketujuh nilai karakter dalam strategi
pembelajaran cooperatif learning tersebut akan diuraikan di bawah ini.
a) Kepedulian sosial
b) Tanggung jawab
c) Toleransi
d) Kerja keras
e) Cinta tanah air dan semangat kebangsaan
f) Bersahabat dan kkomunikatif
g) Cinta damai
94
Keunggulan cooperatif learning bermuatan karakter diantaranya adalah87
a) Melalui cooperatif learning bermuatan karakter, ide atau gagasan peserta
didik tidak lagi tergantung sepenuhnya pada guru, tetapi dapat menambah
kepercayaan kemampuan berpikir sendiri (mandiri), menggali informasi
dari berbagai sumber (rasa ingin tahu), dan belajar dari peserta didik yang
lain.
b) Melalui cooperatif learning bermuatan karakter, ide atau gagasan peserta
didik dapat dikembangkan dengan kata-kata secara verbal dan
membandingkan dengan ide-ide orang lain.
c) Kooperatif learning bermuatan karakter dapat membantu peserta didik
untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya,
serta menerima segala perbedaan (toleransi), baik dalam satu kelompok
maupun kelompok lain.
d) Cooperatif learning bermualan karakter dapat membantu setiap peserta
didik untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar mandiri maupun
kelompok.
e) Cooperatif learning bermuatan karakter merupakan suatu strategi yang
cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus
kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan
interpersonal yang positif dengan peserta didik yang lain, mengembangkan
keterampilan memanage waktu, dan sikap positif terhadap sekolah.
f) Cooperatif learning bermuatan karakter dapat mengembangkan
kemampuan peserta didik untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri
87
http://fuadhasansuccen.blogspot.co.id/2012/01/strategi-pembelajaran-kooperatif.html
95
dengan cara menerima umpan balik. Peserta didik dapat mempraktikkan
pemecahan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan
yang dibuat adalah tanggung jawab bersama.
g) Cooperatif learning bermuatan karakter dan dapat meningkatkan
kemampuan peserta didik menggunakan informasi dan kemampuan belajar
abstrak menjadi nyata atau konkret.
h) Cooperatif learning bermuatan karakter dapat mengkondisikan interaksi
guru- murid maupun sesama murid selama proses pembelajaran sehingga
dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir
lebih keras. Hal ini berguna untuk proses pendidikan jangka panjang.88
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa kelebihan strategi
pembelajaran cooperatif learning bermuatan karakter adalah siswa mempunyai
gagasan sendiri dan bisa dikembangkan dengan ide-idenya sendiri, siswa bisa
bersosial dengan teman-temannya dan menunjjukkan rasa tanggung jawab dan
meningkatkan motivasi untuk berfikir lebih keras.
Kelemahan cooperatif learning bermuatan karakter adalah sebagai berikut:89
a) Dalam praktiknya, cooperatif learning bermuatan karakter terdapat
kelemahan, khususnya ketika proses belajar bersama antara peserta didik
yang cerdas dan peserta didik yang kurang cerdas. Ada kesan bahwa
peserta didik yang dianggap kurang cerdas, hanya menghambat
penyelesain tugas. Padahal filosofi cooperatif learning adalah berprestasi
bersama, bukan sekedar menyelesaikan tugas individual semata.
88
Ibid 89
http://cuapfhiieear.blogspot.co.id/2013/03/cooperative-learning_8.html
96
b) Mengingat syarat utama cooperatif learning adalah adanya saling
membelajarkan, maka hal ini tidak langsung menuntut peer teaching yang
efektif. Jika tuntunan ini tidak terpenuhi, maka target pencapaian
pembelajaran akan menjadi sulit dicapai.
c) Keberhasilan cooperatif learning dalam upaya mengembangkan kesadaran
berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang, sehingga
jika cooperatif learning hanya diterapkan satu atau dua tatap muka, tidak
akan membekali peserta didik untuk berinteraksi secara intensif dalam
belajar kelompok.
Dalam strategi cooperatif learning bermuatan karakter juga mempunyai
kelemahan yang dapat disimpulkan bahwa siswa yang kurang pandai bisa
menghambat penyelesaian tugas dalam target pencapaian pembelajaran akan akan
sulit dicapai dan strategi memerlukan waktu yang panjang sehingga apabila hanya
diterapkan satu atau dua kali tatap muka, maka target pembelajaran belum bisa
tercapai.
c. Strategi Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Bermuataan Karakter
Contextual teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi
pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penh
ntuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan
situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya
dalam kehidupan mereka.
97
Ada tiga hal yang harus dipahami. Pertama CTL menekankan kepada
proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, kedua CTL mendorong agar
siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi
kehidupan nyata, ketiga mendorong siswa untuk dapat menerapkan dalam
kehidupan.90
Terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang
menggunakan pendekatan CTL.
a) Pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada
(activating knowledge)
b) Pembelajaran ntuk memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring
knowledge)
c) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge)
d) Mempraktikan pengetrahuan dan pengalaman tersebut (applying knomledge)
e) Melakukan refleksi (reflecting knowledge)
Nilai-nilai karakter dalam strategi contextual and learning bermuatan
karakter adalah sebagai berikut:
a. Kerja keras
b. Rasa ingin tahu
c. Kreatif
d. Mandiri
e. Tanggung jawab
f. Peduli lingkungan sosial
90
Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, Bandung: Rosda, 2013),
98
Adapun keunggulan dari pembelajaran contekstual adalah sebagai
berikut:91
a) Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk
dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan
kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan
materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi
itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya
akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.
b) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep
kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran
konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan
pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa
diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.
c) Kontekstual adalah pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara
penuh, baik fisik maupun mental
d) Kelas dalam pembelajaran Kontekstual bukan sebagai tempat untuk
memperoleh informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil
temuan mereka di lapangan
e) Materi pelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa, bukan hasil pemberian
dari guru
f) Penerapan pembelajaran Kontekstual dapat menciptakan suasana pembelajaran
yang bermakna.
91
Ibid
99
Adapun kesimpulan dari keunggulan dari pembelajaran Kontekstual
adalah siswa dapat menghubungkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-
hari, karena strategi ini pembelajarannya menekankan siswa pada kegiatan fisik
dan mental. Jadi siswa merasa lebih senang dalam belajar dan lebih bermakna.
Sedangkan kelemahan dari pembelajaran kontekstual adalah sebagai
berikut: 92
a) Diperlukan waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran Kontekstual
berlangsung
b) Jika guru tidak dapat mengendalikan kelas maka dapat menciptakan situasi
kelas yang kurang kondusif
c) Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam m CTL, guru tidak
lagi berperan sebagai pusat informasi.
d) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau
menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari
dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka sendiri untuk
belajar. 93
Adapun kesimpulan dari kelemahan strategi pembelajaran contextual
teaching and learning adalah diperlukan waktu yang cukup lama sehingga guru
tidak dapat mengendalikan kelas. Guru juga tidak lagi sebagai pemberi materi
akan tetapi siswa sendiri yang harus menemukan ide-ide dalam pembelajaran.
92
Ibid 93
Ibid, h. 95
100
d. Quantum Learning Bermuatan Karakter
Quantum ialah interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Quantum
Learning ialah pengajaran yang dapat mengubah suasana belajar yang
menyenangkan serta mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi
cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi orang lain. Quantum
Learning merupakan orkestrasi bermacam-macam interaksi yang di dalam dan
sekitar momen belajar atau suatu pembelajaran yang mempunyai misi utama
untuk mendesain suatu proses belajar yang menyenangkan yang disesuaikan
dengan tingkat perkembangan siswa. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur
untuk belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa.
Quantum learning ialah kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar
yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar
sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Beberapa teknik yang
dikemukakan merupakan teknik meningkatkan kemampuan diri yang sudah
populer dan umum digunakan.
Pembelajaran quantum menekankan perkembangan ketrampilan dan
akademis.Dari sebuah pengalaman yang diselenggarakan oleh Learning Forum di
Supercamp yang mempraktekkan pembelajaran quantum ternyata murid-muridnya
mendapat nilai yang lebih baik, lebih banyak berpartisipasi dan merasa lebih
bangga pada diri mereka sendiri.Dalam pendekatan pembelajaran quantum,
pendidik mampu menyatu dan membaur pada dunia peserta didik sehingga
pendidik bisa lebih memahami peserta didik dan ini menjadi modal utama yang
101
luar biasa untuk mewujudkan metode yang lebih efektif yaitu metode belajar-
mengajar yang lebih menyenangkan.94
Model pembelajarannyapun lebih santai dan menyenangkan karena ketika
belajar sambil diiringi musik. Hal ini untuk mendukung proses belajar karena
musik akan bisa meningkatkan kinerja otak sehingga diasumsikan bahwa belajar
dengan diiringi musik akan mewujudkan suasana yang lebih menenangkan dan
materi yang disampaikan lebih mudah diterima.
Pada pembelajaran quantum, objek yang menjadi tujuan utama adalah
siswa. Maka dari itu guru mengupayakan berbagai interaksi dan menyingkirkan
hambatan belajar dengan cara yang tepat agar siswa dapat belajar secara mudah
dan alami. Semua itu adalah bertujuan untuk melejitkan prestasi siswa.
Quantum Learning sebagai salah satu metode belajar dapat memadukan
antara berbagai sugesti positif dan interaksinya dengan lingkungan yang dapat
mempengaruhi proses dan hasil belajar seseorang. Lingkungan belajar yang
menyenangkan dapat menimbulkan motivasi pada diri seseorang sehingga secara
langsung dapat mempengaruhi proses belajar. MetodeQuantum Learning dengan
teknik peta pikiran (mind mapping) memiliki manfaat yang sangat baik untuk
meningkatkan potensi akademis (prestasi belajar) maupun potensi kreatif yang
terdapat dalam diri siswa.
Berikut ini dikemukakan nilai-nilai karakter yang dapat ditransformasikan
melalui strategi pembelajaran quantum learning. Setidaknya, terdapat lima dari
delapan belas nilai karakter yang dicanangkan Kemendikbud.95
94
https://kurniawanbudi04.wordpress.com/2013/05/29/model-pembelajaran-quantum-quantum-learning/ 95
Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, Bandung: Rosda, 2013),
102
a. Menghargai prestasi
b. Kreatif dan inovatif
c. Mandiri
d. Rasa ingin tahu
e. Gemar membaca
Adapun keunggulan quantum learning bermuatan karakter adalah sebagai
berikut:
a. Melibatkan teknologi pendidikan terkini karena mempunyai basis cara
kerja otak yang kuat
b. Memberi kebebasan kepada peserta didik untuk melakukan eksplorasi
pembelajaran sesuai modalitas belajar yang dimiliki masing-masing
peserta didik.
c. Strategi pembelajaran quantum learning memberi peluang kepada semua
peserta didik untuk mencapai lompatan prestasi belajar yang menakjubkan.
d. Setiap upaya belajar peserta didik dihargai dengan reward yang sepadan,
sehingga peserta didik semakin termotivasi belajar untuk mendapatkan
reward sebaik-baiknya.
Adapun kesimpulan dari keunggulan strategi quantum learning adalah
strategi ini menggunakan teknologi yang terkini, guru memberikan kebebasan
kepada siswa dalam belajar sehingga siswa bisa meraih prestasi belajar yang
tinggi karena hasil dari belajarnnya siswa dihargai oleh guru.
Sedangkan kelemahan quantum learning bermuatan karakter adalah
sebagai berikut:
a) Memerlukan dan menuntut keahlian dan keterampilan guru lebih khusus.
103
b) Memerlukan proses perancangan dan persiapan pembelajaran yang cukup
matang dan terencana dengan cara yang lebih baik.
c) Adanya keterbatasan sumber belajar, alat belajar, dan menuntut situasi dan
kondisi serta waktu yang lebih banyak.96
Adapun kesimpulan dari strategi quantum learning adalah memerlukan
keahlian dan keterampilan guru dan juga memerlukan rencana dan persiapan yang
matang. Selain itu keterbatasan sumber belajar, alat belajar dan memerlukan
waktu yang panjang.
e. Strategi Pembelajaran Inkuiri Bermuatan Karakter
Istilah inkuiri berasal dari bahasa Inggris, yaitu inquiry yang berarti
pertanyaan atau penyelidikan. Pembelajaran inkuiri adalah suatu rangkaian
kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa
untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga
siswa dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Model
pembelajaran inkuiri yang dikembangkan oleh Suchman menyatakan bahwa anak-
anak merupakan individu yang penuh rasa ingin tahu akan segala sesuatu. Adapun
teori yang mendasari model pembelajaran ini adalah sebagai berikut:
a) Secara alami manusia mempunyai kecenderungan untuk selalu mencari tahu
akan segala sesuatu yang menarik perhatiannya.
b) Mereka akan menyadari keingitahuan akan segala sesuatu tersebut dan akan
belajar untuk dapat menganalisis setrategi berfikirnya tersebut.
c) Setrategi baru dapat diajarkan secara langsung dan ditambahkan atau
digabungakan dengan setrategi lama yang telah dimiliki siswa.
96
Ibid. h,113
104
d) Penelitian kooperatif (cooperative inquiry) dapat memperkaya kemampuan
berfikir.97
Teori model pembelajaran diatas dapat dipahami bahwa setiap orang
mempunyai rasa ingin tahu dan menyadari keingitahuannya akan belajar agar
menganalisis strategi yang diajarkan langsung dan digabungkan kedalam strategi
yang dimilikinya.
Jelas bahwa strategi inkuiri adalah rangkaian kegiatan yang menekankan
pada proses berfikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan
sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berfikir itu sendiri
biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa. Strategi
pembelajaran ini sering juga dinamakan strategiheuristic, yang berasal dari bahasa
yunani, yaitu heuriskein yang berarti menemukan.
Manurut Sanjaya, pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan
pembelajaran yang menekankan pada proses berfikir secara kritis dan analitis
untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang
dipertanyakan. Pembelajaran inkuiri dibangun dengan asumsi bahwa sejak lahir
manusia memiliki dorongan untuk menemukan sendiri pengetahuannya. Rasa
ingin tahu tentang keadaan alam sekelilingnya tersebut merupakan kodrat sejak ia
lahir ke dunia, melalui indera-inderanya. Keingintahuan manusia tersebut terus-
menerus berkembang hingga dewasa dengan menggunakan otak dan pikirannya.
Tujuan utama pembelajaran inkuiri adalah menolong siswa untuk dapat
mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan berfikir dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar rasa
97
Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, Bandung: Rosda, 2013),
105
ingin tahu mereka. Selain itu inkuiri dapat mengembangkan nilai dan sikap yang
sangat dibutuhkan agar siswa mampu berfikir ilmiah, seperti :98
a) Ketrampilan melakukan pengamatan, pengumpulan dan pengorganisasian data
termasuk merumuskan hipotesis serta menjelaskan fenomena,
b) Kemandirian belajar,
c) Kemampuan mengekspresikan secara verbal,
d) Kemampuan berfikir logis,
e) Kesadaran bahwa ilmu bersifat dinamis dan tentatif.
Adapun keunggulan strategi pembelajaran inkuiri bermuatan karakter
adalah sebagai berikut:99
a) SPI merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan
aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang, sehingga
pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.
b) SPI dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya
belajar mereka.
c) SPI merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi
belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku
berkat adanya pengalaman.
d) Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan
siswa yang memiliki kemampuan diatas rata-rata. Artinya, siswa yang
memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang
lemah dalam belajar.
98
Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group 99
Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, Bandung: Rosda, 2013),
106
Kesimpulan dalam keunggulan strategi pembelajaran inkuiri yang dapat
penulis simpulkan adalah strategi yang menitik beratkan pada aspek kognitif,
afektif dan psikomotorik, siswa dapat belajar dengan keinginannya sendiri dan
siswa yang pintar belajarnya tidak terhambat kepada siswa yang kurang mampu
dalam belajar.
Sedangkan kelemahan strategi pembelajaran inkuiri bermuatan karakter
adalah sebagai berikut:100
a) Jika SPI digunakan sebagai strategi pembelajaran, maka akan sulit mengotrol
kegiatan dan keberhasilan siswa.
b) Strategi ini sulit merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan
kebiasaan siswa dalam belajar.
c) Kadang-kadang dalam mengimplemetasikannya, memerlukan waktu yang
panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah
ditentukan.
d) Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa
menguasai materi pelajaran, maka SPI akan sulit diimplementasikan oleh setiap
guru.101
Adapun kesimpulan kelemahan strategi pembelajaran inkuiri adalah sulit
menentukan keberhasilan siswa dan merancang pembelajaran yang sulit karena
karena membutuhkan waktu yang lama dalam pembelajaran.
f. Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah) Bermuatan
Karakter
100
Ibid 101
Ibid. h, 127
107
Pembelajaran Berbasis Masalah yang berasal dari bahasa Inggris Problem-
based Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan
menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu peserta
didik memerlukan pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya.
Pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning /
PBL) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan lingkungan
pembelajaran yang dimulai dengan masalah yang penting dan relevan
(bersangkut-paut) bagi peserta didik, dan memungkinkan peserta
didik memperoleh pengalaman belajar yang lebih realistik (nyata).
Pembelajaran Berbasis Masalah melibatkan peserta didik dalam proses
pembelajaran yang aktif, kolaboratif, berpusat kepada peserta didik, yang
mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan belajar
mandiri yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan dan
karier, dalam lingkungan yang bertambah kompleks sekarang ini. Pembelajaran
Berbasis Masalah dapat pula dimulai dengan melakukan kerja kelompok
antar peserta didik. peserta didik menyelidiki sendiri, menemukan permasalahan,
kemudian menyelesaikan masalahnya di bawah petunjuk fasilitator (guru).
Pembelajaran Berbasis Masalah menyarankan kepada peserta didik untuk
mencari atau menentukan sumber-sumber pengetahuan yang relevan.
Pembelajaran berbasis masalah memberikan tantangan kepada peserta didik untuk
belajar sendiri. Dalam hal ini,peserta didik lebih diajak untuk membentuk suatu
pengetahuan dengan sedikit bimbingan atau arahan guru sementara pada
108
pembelajaran tradisional, peserta didik lebih diperlakukan sebagai penerima
pengetahuan yang diberikan secara terstruktur oleh seorang guru.102
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran
problem basisi learning adalah siswa harus bisa mencari permasalahannya sendiri.
Dalam strategi pembelajaran ini yang aktif adalah siswanya karena siswa harus
mencari tahu sendiri permasalahan yang ada dalam materi pelajaran.
Berdasarkan penjelasan di atas, berikut ini adalah nilai-nilai karakter yang
terkandung dan SPBM :
a) Kreatif, dalam hal ini siswa diharapkan untuk berpikir dan melakukan sesuatu
dalam menyelesaikan masalah.
b) Mandiri, yaitu sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain
dalam menyelesaikan tugas-tugas.
c) Kerja keras, yaitu perilaku seorang siswa yang menunjukkan upayanya
sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
d) Rasa ingin tahu, yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat
dan didengar.
e) Toleransi, yaitu sikap menghargai pendapat orang lain. Dalam hal ini siswa
dianjurkan agar dapat menerima pendapat dari teman kelompoknya.
f) Percasya diri, siswa diharapkan mampu mencari dan menemukan sendiri dari
sesuatu yang menjadi permasalahan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.
g) Kritis, sikap yang mampu menemukan dan menyelesaikan permasalahan.103
102
Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, Bandung: Rosda, 2013),
109
Sebagai suatu strategi pembelajaran, strategi pembelajaran berbasis
masalah memiliki beberapa keunggulan, berikut ini di antaranya:
a) Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih
memahami isi pelajaran.
b) Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan
kepuasan untuk menentukan pengetahuan baru bagi siswa.
c) Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
d) Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentrasfer pengetahuan
mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
e) Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan
pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka
lakukan yaitu:
a. Melalui pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai
siswa.
b. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk
berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk
menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
c. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
d. Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus
menerus belajar.104
Adapun keunggulan dalam strategi pembelajaran berbasis masalah ini
dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah adalah teknik yang bagus untuk
103
ibid 104
Ibid
110
memahami pelajaran dan dapat menantang kemampuan siswa dalam memecahkan
masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Di samping memiliki keunggulan, strategi pembelajaran berbasis
masalah juga memiliki beberapa kelemahan diantaranya:
a) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan
bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan
merasa enggan untuk mencoba.
b) Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan
cukup waktu untuk persiapan.
c) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah
yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin
pelajari.
d) Faktor penghambat lain adalah kurangnya waktu. Proses PBL terkadang
membutuhkan waktu yang lebih banyak. Peserta didik terkadang memerlukan
waktu untuk menghadapi persoalan yang diberikan. Sementara, waktu
pelaksanaan PBL harus disesuaikan dengan beban kurikulum.105
Kesimpulan dari kelemahan strategi pembelajaran berbasis masalah, bagi
siswa yang tidak mempunyai minat untuk mencari masalah siswa akan merasa
enggan untuk mencobanya dan kelemahan yang lainnya
g. strategi pembelajaran ekspositori bermuatan karakter
Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang
menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru
kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa-siswa dapat menguasai
105
Ibid. h,143
111
materi pelajaran secara optimal. Roy killen (1998) menamakan strategi ekspositori
ini dengan istilah strategi pembelajaran langsung (direct instruction).
Metode strategi ekspositori terkadang selalu disamakan dengan metode
ceramah karena mempunyai sifat yang sama yaitu sama-sama menyampaikan
informasi secara lisan. Metode ceramah adalah cara penyampaian bahan pelajaran
dengan komunikasi lisan. Metode ceramah lebih efektif dan efisien untuk
menyampaikan informasi dan pengertian.Metode ceramah banyak dipilih karena
mudah dilaksanakan dengan persiapan yang sederhana, hemat waktu dan tenaga,
dengan satu langkah langsung bisa menjangkau semua siswa dan dapat dilakukan
cukup di dalam kelas. Agar metode ceramah efektif, perlu dipersiapkan langkah-
langkah sebagai berikut: pertama, merumuskan tujuan instruksional khusus yang
luas. Kedua, mengidentifikasi dan memahami karakteristik siswa. Ketiga,
menyusun bahan ceramah dengan menggunakan bahan pengait (advance
organizer). Keempat, menyampaikan bahan dengan memberi keterangan singkat
dengan menggunakan papan tulis, memberikan contoh-contoh yang kongkrit dan
memberikan umpan balik (feedback), memberikan rangkuman setiap akhir
pembahasan materi. Kelima, merencanakan evaluasi secara terprogram.106
Strategi pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan
pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach).
Dikatakan demikian, sebab dalam strategi ini guru memegang peran yang sangat
dominan. Melalui strategi ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara
terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai
106
https://kurniawanbudi04.wordpress.com/2013/05/29/model-pembelajaran-quantum-quantum-learning/
112
siswa dengan baik. Fokus utama strategi ini adalah kemampuan akademik
(academic achievement) siswa.
Kegiatan guru berbicara pada metode ekspositori hanya dilakukan pada
saat-saat tertentu saja, seperti pada awal pembelajaran, menerangkan materi,
memberikan contoh soal. Kegiatan siswa tidak hanya mendengarkan, membuat
catatan, atau memperhatikan saja, tetapi mengerjakan soal-soal latihan, mungkin
dalam kegiatan ini siswa saling bertanya. Mengerjakan soal latihan bersama
dengan temannya, dan seorang siswa diminta mengerjakan di papan tulis. Saat
kegiatan siswa mengerjakan latihan, kegiatan guru memeriksa pekerjaan siswa
secara individual dan menjelaskan kembali secara individual. Apabila dipandang
masih banyak pekerjaan siswa belum sempurna, maka akan dijelaskan kembali
oleh guru hingga peserta didik mengerti atau paham terhadap materi pembelajaran
tersebut.
Nilai-nilai karakter dalam pendidikan ekspositori sangat dominan
berpengaruh terhadap hal-hal positif yang dimiliki oleh siswa:107
a) Siswa akan lebih tertata mentalnya ketika menghadapi orang banyak di depan
kelas. Dorongan seorang guru yang begitu bersemangat adalah stimulus yang
signifikan diberikan terhadap siswa. Ini adalah hal sepele bagi kita, tapi dari
hal-hal seperti itu membuat para siswa yakin, dan berbangga dengan
kepercayaan yang diberikan.
b) Tidak segan-segan mendekatkan diri serta membuka diri bagi mereka sehingga
tidak canggung ketika ingin bertanya terhadap guru bersangkutan. Proses
kedekatan ini akan membuat ikatan yang kuat antara guru dan murid yang
107
Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, Bandung: Rosda, 2013),
113
imbasnya memberi efek positif bagi para siswa. Para anak didik yang telah
menerima pembelajaran ekpositori lebih cepat tanggap terhadap pertanyaan-
pertanyaan yang diberikan oleh para pendidik, adapun juga bagi siswa yang
berloading lambat tetap ada kemajuan ketika berdiskusi dan berinteraktif
terhadap teman-temannya.
c) Para siswa juga akan meniru gerakan-gerakan yang dilakukan oleh gurunya
ketika berceramah menerangkan materi untuk siswa, Pengaruh guru
memberikan dengan suara lantang dan penuh makna, siswa akan berlomba-
lomba belajar. Mereka akan bersaing dengan teman-temannya, tidak mau kalah
sebelum berjuang. Berdiskusi membuat mereka saling berpikir untuk
memperoleh jawaban yang akurat terhadap suatu pertanyaan yang dianggap
sulit, ini memperngaruhi proses intelektualnya dalam berpikir menyaring hasil-
hasil diskusi dalam pikiran mereka.
Adapun keunggulan strategi pembelajaran ekspositori bermuatan karakter
adalah sebagai berikut:
a) Dengan strategi pembelajaran ekspositori guru bisa mengontrol urutan dan
keluasan materi pembelajaran, dengan demikian ia dapat mengetahui sampai
sejauh mana siswa menguasai bahan pelaran yang disampaikan.
b) Strategi pembelajaran ekspositori dianggap sangat efektif apabila materi
pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara itu waktu yang
dimiliki untuk belajar terbatas.
c) Melalui strategi pembelajaran ekspositori selain siswa dapat mendengar
melalui penuturan tentang sesuatu materi pelajaran, jugasekaligus siswa bisa
melihat atau mengobservasi ( melalui pelaksanaan demonstrasi )
114
d) Keuntungan lain dalah srtategi pembelajaran ini bisa digunakan untuk jumlah
siswa dan ukuran kelas yang besar.
Disamping memiliki keunggulan, maka strategi pembelajaran ekspositori
juga memiliki kelemahan yaitu diantaranya.108
a) Strategi pembelajaran ini hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang
memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik. Untuk siswa
yang tidak memiliki kemampuan seperti itu maka perlu digunakan strategi
yang lain.
b) Strategi ini tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik
perbedaan kemampuan, pengetahuan, minat, dan bakat, serta perbedaan gaya
belajar.
c) Karena srtategi lebih banyak diberikan melalui ceramah, maka akan sulit
mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi,
hubungan interpersonal, serta kemampuan berfikir kritis.
d) Keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori sangat tergantung kepada apa
yang dimiliki guru,
e) Oleh karena gaya komunikasi strategi pembelajaran ekspositori lebih banyak
terjadi satu arah, maka kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa akan
materi pelajaran akan sangat terbatas pula. Disamping itu komunikasai satu rah
akan mengakibatkan pengetahuan yang dimiliki akan terbatas pada apa yang
diberikan oleh guru saja.109
108
Ibid 109
Ibid. hal,159
115
h. Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM)
Bermuatan karakter
PAKEM adalah sebuah strategi pendekatan introduksional yang
memungkinkan peserta didik mengerjakan kegiatan beragam untuk
mengembangkan ketrampilan, sikap dan pemahaman kegiatan dengan penekanan
belajar sambail bekerja secara mandiri. PAKEM merupakan akronim dari
pembelajaran aktif, kreatif dan menyenangkan.
Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran, guru harus
menciptakan suasana menyenangkan yang mendukung siswa untuk lebih aktif
bertanya, mempertanyakan pelajaran, dan mengemukakan gagasan, serta berkreasi
sesuai dengan hasil belajarnya. Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan
kegiatan belajar yang beragam, sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan
siswa. Efektif berarti proses pembelajaran tersebut bermakna bagi siswa.
Menyenangkan maksudnya adalah membuat suasana belajar mengajar yang
menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada
belajar dan waktu perhatian anak pada pelajaran menjadi tinggi.
Strategi PAKEM ini masuk dalam pengembangan strategi active learning,
banyak persamaan yang mendasari antara kedua strategi tersebut. Menurut T.
Taslimuharom, proses strategi PAKEM dapat dikatakan active learningjika
mengandung komitmen, tanggung jawab dan motivasi dalam proses
pembelajarannya. Ketiga eleman ini merupakan alat untuk pembentukan karakter
peserta didik.110
110
Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, Bandung: Rosda, 2013),
116
1. Komitmen (keterlekatan pada tugas)Artinya materi, metode dan strategi
pembelajaran bermanfaat untuk siswa (meaningful) sesuai dengan kebutuhan
siswa (relevant) dan bersifat pribadi (personal)
2. Tanggung jawab (responsibility)merupakan suatu proses belajar yang
memberi wewenang pada siswa untuk kritis. Guru lebih banyak mendengar
daripada bicara, menghormati ide-ide siswa, member pilihan dan memberi
kesempatan pada siswa untuk memutuskan sendiri
3. Motivasi belajar ada dua macam yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik.
Dalam pembelajaran ini, motivasi intrinsik siswa harus lebih dikembangkan
agar proses belajar yang ditekuninya muncul berdasarkan minat dan inisiatif
sendiri, bukan karena dorongan lingkungan atau orang lain. Motivasi belajar
siswa akan meningkat karena pendekatan belajar yang dilakukan guru lebih
dipusatkan pada siswa (student centered approach). Guru tidak hanya
menyuapi atau menuangkan dalam ember, tetapi menghidupkan api yang
menerangi sekelilingnya serta bersikap positif kepada siswa.111
i. Strategi Pembelajaran Inovatif Bermuatan Karakter
pembelajaran inovatif dapat diartikan sebagai pembelajaran yang
dirancang oleh guru, yang sifatnya baru, tidak seperti yang biasanya dilakukan,
dan bertujuan untuk menfasilitasi siswa dalam membangun pengetahuan sendiri
dalam rangka proses perubahan perilaku ke arah yang lebih baik sesuai dengan
potensi dan perbedaan yang dimiliki siswa. Dalam konteks program belajar
mengajar, program pembelajaran yang inovatif dapat berarti program yang dibuat
sebagai upaya mencari pemecahan suatu masalah. Itu disebabkan, karena program
111
Ibid. h, 176
117
pembelajaran tersebut belum pernah dilakukan atau program pembelajaran yang
sejenis sedang dijalankan akan tetapi perlu perbaikan.
Program pembelajaran inovatif adalah program pembelajaran yang
langsung memecahkan permasalahan yang sedang dihadapi oleh kelas
berdasarkan kondisi kelas. Pada gilirannya program pembelajaran tersebut akan
memberi sumbangan terhadap usaha peningkatan mutu sekolah secara
keseluruhan.
Berdasarkan definisi secara harfiah pembelajaran inovatif tersebut, tampak
di dalamnya terkandung makna pembaharuan. Gagasan pembaharuan muncul
sebagai akibat seseorang merasakan adanya anomali atau krisis pada paradigma
yang dianutnya dalam memecahkan masalah belajar. Oleh sebab itu, dibutuhkan
paradigma baru yang diyakini mampu memecahkan masalah tersebut. Perubahan
paradigma seyogyanya diakomodasi oleh semua manusia, karena manusia sebagai
individu adalah makhluk kreatif. Namun, perubahan sering dianggap sebagai
pengganggu kenyamanan diri, karena pada hakikatnya seseorang secara alamiah
lebih mudah terjangkit virus rutinitas.
Nilai-nilai karakter dalam strategi pembelajaran inovatif bermuatan
karakter adalah sebagai berikut:112
a. Karakter Kemandirian
Sikap madiri adalah sikap membangun diri dan melepaskan diri dari
kebiasaan manja dengan orang lain. Mandiri berarti melakukan sesuatu bersama
diri sendiri. Secara sederhana, sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung
pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. Kamandirian dalam lingkup
112
Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, Bandung: Rosda, 2013),
118
luas, adalah bagaimana seorang mampu secara lahir dan batin mengatasi segala
persoalan yang dihadapinya. Baik persoalan yang terkait urusan pribadi atau
kelompok.
b. Karakter pembaharu
Strategi inovatif dapat membantu siswa untuk berpikir merancang. Artinya,
segala bentuk yang sebelumnya belum diketahui akan dapat tercipta dengan daya
imajinasi yang selalu diberi stimulus berupa pertanyaan-pertanyaan baru dan
prosesreform atas bentuk yang tersedia mereka pelajari. Berpikir dan melakukan
sesuatu secara kenyataan atau logika untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan
termutakhir dari apa yang telah dimiliki. Mementuk karakter pembaharu, dengan
harapan kelak dalam kehidupan yang sesungguhnya para peserta didik ini mampu
keluar dari jerat kejumudan, baik pikiran maupun perbuatan secara nyata.
c. Karakter Kerja keras
Karakter kerja keras dalam kehidupan nyata adalah perilaku yang
menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna
menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya. Kerja keras
berlandaskan pada semangat juang dan proses memandang masa depan yang
cerah. Karakter ini sangat penting karena mampu menciptkan semangat optimism
dalam setiap pekerjaan yang sedang dilaksanakan. Kerja keras adalah sikap
pantang mundur walau kesulitan dan masalah mendera bertubi-tubi. Dengan spirit
kerja keras ini diharapakan peserta didik mampu meningkatkan prestasi dan
kekuatan kualitas diri demi menghadapi masa depan.113
113
Ibid
119
d. Karakter Percaya diri
Sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya
setiap keinginan dan harapannya. Sikap percaya diri dapat menjadikan kepuasan
diri dalam memperoleh sesuatu yang dikehendakinya. Percaya diri akan
membentuk keyakinan atas kemampuan melakukan sesuatu dengan sendiri.
Karakter ini penting diaplikasikan ketika peserta didik menghadapi ujian. Peserta
didik akan terbebas dari nyontek atau kecurangan dalam proses ujian, sebab ia
mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, sehingga perasaannya akan terbangun
untuk percaya pada kekuatan diri.114
e. Karekter Keingintahuan
Seiring dengan kebiasaan manusia adalah sifat ingin tahu. Sesuatu yang
baru adalah objek vital dalam menarik rasa keingintahuan itu. Apabila sikap ini
sering direspon, pengaruh positif akan muncul dalam pembiasaan dan berujung
pada pembentukan karakter seseorang. Di sinilah urgensi strategi inovatif, yaitu
menekankan kemunculan hal yang baru, yang sebelumnya masih awam di benak
peserta didik. Karena dengan begitu, peserta didik akan merasa tertantang untuk
mengetauhi segala sesuatu. Sikap dan tindakan yang selalu apa yang
dipelajarinya, dilihat, dan didengar, berupaya untuk mengetahui lebih mendalam.
Saat ini model pembelajaran yang sedang digalakkan adalah pembelajaran
inovatif.
Hal ini dikarenakan pembelajaran inovatif memiliki beberapa kelebihan
dan kelemahan, antara lain sebagai berikut:115
114
Ibid 115
Ibid
120
a) Pembelajaran inovatif lebih mengarah pada pembelajaran yang berpusat pada
siswa.
b) Proses pembelajaran dirancang, disusun, dan dikondisikan untuk siswa agar
belajar.
c) Menuntut kreatifitas guru dalam mengajar.
d) Hubungan antara siswa dan guru menjadi hubungan yang saling belajar dan
saling membangun.
e) Bersifat menyenangkan (rekreatif) dan membutuhkan kreatifitas guru dalam
proses pembelajaran untuk dapat membuat siswa agar aktif selama
pembelajaran berlangsung sehingga lebih efektif dalam pencapaian tujuan
pembelajaran.
f) Siswa adalah penerima informasi secara aktif.
g) Pengetahuan dibangun dengan penemuan terbimbing
h) Perilaku dibangun atas pengalaman belajar.
i) Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik.
Sedangkan kekurangan dalam strategi pembelajaran inovatif bermuatan
karakter antara lain sebagai berikut:
a) Siswa kurang aktif dalam proses belajar akan semakin tertinggal
b) Situasi kelas kurang terkoordinir karena pusat kegiatan belajar adalah siswa.
c) Program pembelajaran kurang terkonsep.
d) Peran strategi pembelajaran inovatif dalam membangun karakter peserta
didik116
116
Ibid. h, 189
121
j. Strategi Pembelajaran Afektif Bermuatan Karakter
Strategi pembelajaran afektif adalah strategi yang bukan hanya bertujuan
untuk mencapai pendidikan kognitif saja. Melainkan bertujuan untuk mencapai
dimensi yang lainnya. diantaranya sikap dan keterampilan afektif berhubungan
dengan volume yang sulit diukur karena menyangkut kesadaran seseorang yang
tumbuh dari dalam.
Afeksi juga dapat muncul dalam kejadian behavioral yang diakibatkan dari
proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Kemampuan aspek afektif
berhubungan dengan minat dan sikap yang dapat berupa tanggung jawab, kerja
sama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain dan
kemampuan mengendalikan diri. Semua kemampuan ini harus menjadi bagian
dari tujuan pembelajaran di sekolah, yang akan dicapai melalui kegiatan
pembelajaran yang tepat.
Dalam pengertian lain disebutkan bahwa ranah afektif sangat
mempengaruhi perasaan dan emosi. Pengertian aspek afektif yang penulis
maksudkan adalah bahwa seorang anak dilihat dari bagaimana perkembanganya
bukan pada apa yang telah dirasakannya. Aspek afektif yang penting diketahui
adalah sikap dan minat peserta didik melalui lima jenjang yaitu, Menerima,
Menjawab, Menilai, Organisasi, dan Karakteristik dengan suatu nilai.
Ada 5 (lima) tipe nilai karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap,
minat, konsep diri, nilai, dan moral.117
1. Sikap
117
Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, Bandung: Rosda, 2013),
122
Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau
tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati
dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima
informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran,
tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian
sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik
terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya.
2. Minat
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan
adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat
adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang
memiliki intensitas tinggi.
3. Konsep Diri
Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik,
yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih
alternatif karir yang tepat bagi peserta didik. Selain itu informasi konsep diri
penting bagi sekolah untuk memberikan motivasi belajar peserta didik dengan
tepat.
4. Nilai
Manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini
menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan
pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang
bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan
personal dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat.
123
5. Moral
Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang perkembangan moral
anak. Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral
dan tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip moral seseorang melalui
penafsiran respon verbal terhadap dilema hipotetikal atau dugaan, bukan
pada bagaimana sesungguhnya seseorang bertindak.
Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan
orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya
menipu orang lain, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik
maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang,
yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan
dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.118
118
Ibid. h,204