PENGINTEGRASIAN PENDIDIKAN KARAKTER

55
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik pendidikan di Indonesia cenderung lebih berorentasi pada pendidikan berbasis hard skill (keterampilan teknis) yang lebih bersifat mengembangkan intelligence quetiont (IQ), namun kurang mengembangkan kemampuan soft skill yang tertuang dalam emotional intelligence (EQ), dan spiritual intelligence (SQ). Pembelajaran diberbagai sekolah lebih menekankan pada perolehan nilai hasil ulangan maupun nilai hasil ujian. Banyak guru yang memiliki persepsi bahwa peserta didik yang memiliki kompetensi yang baik adalah memiliki nilai hasil ulangan/ujian yang tinggi. Pada kenyataannya pendidikan yang hanya berbasiskan hard skill yaitu menghasilkan lulusan yang hanya memiliki prestasi dalam akademis, harus mulai dibenahi. Sekarang pembelajaran juga harus berbasis pada pengembangan soft skill (interaksi sosial) sebab ini sangat penting dalam pembentukan karakter anak bangsa sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Pendidikan soft skill bertumpu pada pembinaan mentalitas agar peserta didik dapat menyesuaikan diri dengan realitas kehidupan. Kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan keterampilan 1

Transcript of PENGINTEGRASIAN PENDIDIKAN KARAKTER

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Praktik pendidikan di Indonesia cenderung lebih

berorentasi pada pendidikan berbasis hard skill

(keterampilan teknis) yang lebih bersifat mengembangkan

intelligence quetiont (IQ), namun kurang mengembangkan

kemampuan soft skill yang tertuang dalam emotional intelligence

(EQ), dan spiritual intelligence (SQ). Pembelajaran diberbagai

sekolah lebih menekankan pada perolehan nilai hasil

ulangan maupun nilai hasil ujian. Banyak guru yang

memiliki persepsi bahwa peserta didik yang memiliki

kompetensi yang baik adalah memiliki nilai hasil

ulangan/ujian yang tinggi.

Pada kenyataannya pendidikan yang hanya berbasiskan

hard skill yaitu menghasilkan lulusan yang hanya memiliki

prestasi dalam akademis, harus mulai dibenahi. Sekarang

pembelajaran juga harus berbasis pada pengembangan soft skill

(interaksi sosial) sebab ini sangat penting dalam

pembentukan karakter anak bangsa sehingga mampu bersaing,

beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan

masyarakat. Pendidikan soft skill bertumpu pada pembinaan

mentalitas agar peserta didik dapat menyesuaikan diri

dengan realitas kehidupan. Kesuksesan seseorang tidak

ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan keterampilan

1

teknis (hard skill) saja, tetapi juga oleh keterampilan

mengelola diri dan orang lain (soft skill).

Pendidikan karakter dinilai sebagai salah satu

strategi yang tepat dan strategis untuk menanggulangi

kenakalan remaja serta perilaku-prilaku yang menyimpang

di sekolah, tempat kerja dan masyarakat. Amanat UU No 20

Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal

3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional

bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan fungsi

dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di

setiap jenjang, harus diselenggarakan secara sistematis

guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan

dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu

bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan

berinteraksi dengan masyarakat.

Sebenarnya dalam struktur kurikulum, sudah ada dua

mata pelajaran yang terkait langsung dengan pengembanngan

budi pekerti dan akhlak mulia, yaitu pendidikan Agama dan

2

PKn. Kedua mata pelajaran tersebut merupakan mata

pelajaran yang secara langsung (eksplisit) mengenalkan

nilai-nilai, dan sampai taraf tertentu menjadikan peserta

didik peduli dan menginternalisasi nilai-nilai. Pada 

panduan ini, integrasi pendidikan karakter pada mata-mata

pelajaran selain pendidikan Agama dan PKn yang dimaksud

lebih pada fasilitasi internalisasi nilai-nilai di dalam

tingkah laku sehari-hari melalui proses pembelajaran dari

tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian.

Pengenalan nilai-nilai sebagai pengetahuan melalui bahan-

bahan ajar tetap diperkenankan, tetapi bukan merupakan

penekanan. Yang ditekankan atau diutamakan adalah

penginternalisasian nilai-nilai melalui kegiatan-kegiatan

di dalam proses pembelajaran.

Namun demikian, pembinaan watak melalui kedua mata

pelajaran tersebut belum membuahkan hasil yang memuaskan

karena beberapa hal.Pertama : Ketiga mata pelajaran

tersebut cenderung sekedar membekali pengetahuan mengenai

nilai-nilai melalui materi / substansi mata

pelajaran.Kedua : Kegiatan pembelajaran pada ketiga mata

pelajaran tersebut pada umumnya belum secara memadai

mendorong ter-internalisasinya nilai-nilai oleh masing-

masing siswa sehingga siswa berperilaku dengan karakter

yang tangguh.Ketiga : Menggantungkan pembentukan watak

siswa melalui kedua mata pelajaran itu saja tidak

3

cukup.Pengembangan karakter peserta didik perlu

melibatkan lebih banyak lagi mata pelajaran, bahkan semua

mata pelajaran.

Untuk merespons sejumlah kelemahan dalam pelaksanaan

pendidikan akhlak dan budi pekerti telah diupayakan

inovasi pendidikan budaya dan karakter bangsa. Inovasi

tersebut adalah melalui pendidikan budaya dan karakter

bangsa dilakukan secara terintegrasi ke dalam semua mata

pelajaran. Integrasi yang dimaksud meliputi pemuatan

nilai-nilai ke dalam substansi pada semua mata pelajaran

dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang

memfasilitasi dipraktikkannya nilai-nilai dalam setiap

aktivititas pembelajaran di dalam dan di luar kelas untuk

semua mata pelajaran.

Dalam praktiknya membangun karakter peserta didik

dilaksanakan di sekolah-sekolah pada setiap satuan

pendidikan, sesuai dengan amanat undang-undang pendidikan

no 20 tahun 2003, adanya perubahan pandangan tentang

peran manusia dari paradigm manusia sebagai sumberdaya

pembangunan, menjadi paradigma manusia sebagai subjek

pembangunan secara utuh. Pendidikan harus mampu membentuk

manusia seutuhnya yang digambarkan sebagai manusia yang

memiliki karakteristik personal yang memahami dinamika

psikososial dan lingkungan kulturnya(BSNN, 2006) ini

berarti bahwa keberhasilan seseorang tidak ditentukan

4

semata-mata oleh kemampuan pengetahuan, tetapi lebih oleh

seseorang yang memiliki karakteristik yang memahami

dinamika psikososial dan lingkungan kulturnya.

Empat Model Penerapan pengimplementasian pendidikan

karakter di sekolah yaitu (:1) model otonomi dengan

menempatkan pendidikan karakter sebagai mata pelajaran

tersendiri; (2) model integrasi dengan menyatukan nilai-

nilai dan karakter-karakter yang akan dibentuk dalam

setiap mata pelajaran; (3) model ekstrakurikuler melalui

sebuah kegiatan tambahan yang berorintasi pembinaan

karakter siswa, dan (4) model kolaborasi dengan

menggabungkan ketiga model tersebut dalam seluruh

kegiatan sekolah.

Dari keempat model tersebut, yang digunakan adalah

model integrasi. Yaitu model yang mengintegrasikan

pendidikan karakter dengan seluruh mata pelajaran

ditempuh dengan paradigma bahwa semua guru adalah

pengajar karakter (character educator). Semua mata pelajaran

diasumsikan memiliki misi moral dalam membentuk karakter

positif siswa. Dengan model ini maka pendidikan karakter

menjadi tanggung jawab kolektif seluruh komponen sekolah.

Model ini dipandang lebih efektif dibandingkan dengan

model pertama, namun memerlukan kesiapan, wawasan moral

dan keteladanan dari seluruh guru. Satu hal yang lebih

sulit dari pada pembelajaran karakter itu sendiri.  Pada

5

sisi lain model ini juga menuntut kreatifitas dan

keberanian para guru dalam menyusun dan mengembangkan

silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

Teknik pengintegrasian dalam pembelajaran adalah

pengenalan nilai-nilai, fasilitasi diperolehnya kesadaran

akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian

nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-

hari melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di

dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran.

Pada dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk

menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi)

yang ditargetkan, juga dirancang dan dilakukan untuk

menjadikan peserta didik mengenal,menyadari/peduli, dan

menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku.

Untuk merealisasikan pengintegrasian pendidikan

karakter dalam pembelajaran, sebelumnya dengan

diintegrasikan ke dalam perangkat pembelajaran. Suhadi,

(2007:24) mengemukakan bahwa “Perangkat pembelajaran

adalah sejumlah bahan, alat, media, petunjuk dan pedoman

yang akan digunakan dalam proses pembelajaran.”  Dari

uraian tersebut dapatlah dikemukakan bahwa perangkat

pembelajaran adalah sekumpulan media atau sarana yang

digunakan oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran

di kelas, serangkaian perangkat pembelajaran yang harus

dipersiapkan seorang guru dalam menghadapi pembelajaran

6

di kelas, berikut dalam tulisan ini kami membatasi

perangkat pembelajaran hanya pada: Silabus, Rencana

pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Lembar Kegiatan Siswa

(LKS).

Pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan

karakater bangsa diintegrasikan dalam setiap pokok

bahasan dari setiap mata pelajaran. Nilai-nilai tersebut

dicantumkan dalam silabus dan RPP. Pengembangan nilai-

nilai itu dalam silabus ditempuh melalui cara-cara

berikut ini:: (1) mengkaji Standar Kompetensi (SK) dan

Kompetensi Dasar (KD) pada Standar Isi; (2) (SI) untuk

menentukan apakah nilai-nilai budaya dan karakter bangsa

yang tercantum itu sudah tercakup di dalamnya; (3)

menggunakan tabel 1 yang memperlihatkan keterkaitan

antara SK dan KD dengan nilai dan Indikator untuk

menentukan nilai yang akan dikembangkan;

(4) mencantumkankan nilai-nilai budaya dan karakter

bangsa dalam tabel 1 itu kedalam silabus; (5)

mencantumkan nilai-nilai yang sudah tertera dalam silabus

ke dalam RPP;(6) mengembangkan proses pembelajaran

peserta didik secara aktif yang memungkinkan peserta

didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai

dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai; dan (7)

memberikan bantuan kepada peserta didik, baik yang

7

mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai maupun

untuk menunjukkannya dalam perilaku.

http://smp2pegandon.net/2010/10/12/integrasi-pendidikan-karakter-ke-dalam-materi-dan-proses-pembelajaran-bagian-i/#ixzz1e9rUuTIC

Pembentukan nilai karakter dapat dilakukan melalui

pembelajaran sastra. Karena pembelajaran sastra Indonesia

memilikin tujuan untuk mempertajam perasaan, penalaran,

daya imajinasi, kepekaan terhadap masyarakaat, budaya dan

lingkungan hidup pembelajar. Secara komprehenssif

pembelajaran sastra Indonesia dapat memberikan kontribusi

positif dalam pendidikan moral, sikap, watak, budi

pekerti, pengetahuan budaya, dan keterampilan berbahasa.

Pembentukan pribadi berkarakter berpangkal tolak dari

ranah moral, sikap, watak, dan budi pekerti. Dalam

konteks ini dapat dinyatakan bahwa pembelajaran sastra

dapat bersifat reseptif, prodsuktif, atau sekaligus

reseptif-produktif untuk menggali, mengenali berbagai

macam nilai, serta mengungkapkannya secara tertulis.

Pembelajaran tidak cukup dibekali pengetahuan sejarah

sastra dan kritik sastra melainkan juga pengalaman

kreatif mencipta dan menghadirkan (menampilkan) karya

sastra dalam setiap pembelajaran sastra. (Sumber:

http://www.antaranews.com/berita/1275506591/pembelajaran-sastra-

dorong-sikap-kritis)

8

Aplikasi integrasi pendidikan karakter bangsa ke

dalam pembelajaran sastra dapat dilakukan dengan

pengembangan perangkat dalam proses pembelajaran.

Perangkat yang digunakan dalam proses pembelajaran

disebut dengan perangkat pembelajaran. Perangkat

pembelajaran yang diperlukan dalam mengelola proses

belajar mengajar dapat berupa buku siswa, Silabus,

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kegiatan

Siswa, Tes Hasil belajar (Ibrahim dalam Trianto,

2008:96). Dalam penelitian dan pengembangan ini dibatasi

pada Silabus, rencana Peleksanaan Pembelajaran (RPP) dan

lembar Kerja Siswa (LKS).

Persoalannya. Sampai saat ini dapat dianggap belum

ada perangkat pembelajaran sastra yang secara substansi

dan nonsubstansi mengintegrasikan pendidikan karakter

bangsa di dalamnya. Yang sudah dibuat selama ini masih

berupa pengentegrasian melalui nonsubstansi. Padahal

sastra merupakan karangan yang penuh dengan kandungan

nilai-nilai karakter. Jadi lebih lengkap jika

pengintegrasian dilakukan baik secara substansi maupun

nonsubstansi.

B. Tujuan Penelitian dan Pengembangan

Tujuan dalam penelitian dan pengembangan ini adalah

menghasilkan model perangkat pembelajaran yang terdapat

muatan nilaai-nialai karakter. Dalam mengintegrasikan

9

pendidikan karakter bangsa ke dalam perangkat

pembelajaran sesuai dengan syarat-syarat pengintegrasian

pendidikan karakter ke dalam perangkat pembelajaran.

Perangkat pembelajaran dengan muatan nilai-nil;ai

karakter hasil pengembangan ini diharapkan dapat

memperkaya kepustakaan , layak digunakan sebagai acuan

mengajar bagi guru-guru bahasa Indonesia SMP/MTs dan

layak digunakan siswa sebagai acuan kerja.

C. Spesifikasi Produk yang Diharapkan

Produk pengembangan yang dihasilkan berupa perangkat

pembelajaran yang

meliputi Silabus, Rencana pelaksanaan Pembelajaran, dan

Lembar Kerja Siswa yang sesuai dengan model

pengintegrasian pendidikan karakter bangsa dalam

pembelajaran.

Secara rinci perangkat pembelajaran sastra kelas VII

hasil pengembangan memiliki karakteristik (a) Silabus

yaitu dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai karakter

ke dalam indikator yaitu secara substansi dan

nonsubstansi; nilai-nilai karakter juga diintegrasikan

ke dalam kegiatan pembelajaran baik secara substansi dan

nonsubstansi; dan ke dalam penilaian. (b) Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran; mencantumkan nilai-nilai yang

sudah tertera dalam silabus ke dalam RPP meliputi tujuan

pembelajaran, metode pembelajaran, langkah-langkah

10

pembelajaran , instrumen penilaian dan pedoman penilaian.

(c) Lembar Kerja Siswa dengan cara mengintegrasikan

nilai-nilai karakter baik secara substansi maupun

nonsubstansi.

D. Pentingnya Pengembangan

Pengembangan pengintegrasian pendidikan karakter

bangsa ke dalam

pembelajaran sastra di kelas VII ini penting dilakukan

karena

1. Perangkat pembelajaran dengan cirri bermuatan

nilai-nilai karakter yang selama ini digunakan masih

dalam bentuk pengintegrasian secara nonsubstansi

saja.

2. Dalam pembelajaran sastra diperlukan pengintegrasian

nilai-nilai karakter secara substansi dan

nonsubstansi . Karena karya sastra adalah karangan

yang sarat dengan nilai-nilai karakter maka

pengintegrtasian dari sudut substansi juga

diperlukan.

3. Dapat memberikan arah yang jelas bagi guru-guru

bahasa Indonesia SMP/MTs tentang model

pengintegrasian nilai-nilai karakter dalam perangkat

pembelajaran sastra

4. Dapat memberikan alternative bagaimana mengajarkan

sastra yang bermuatan nilai-nilai karakter bangsa.

11

E. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan

1. Asumsi Pengembangan

1) Pembentukan karakter siswa dapat dilakukan melalui

pembelajaran sastra dengan model pengintegrasian

pendidikan karakter bangsa ke dalam perangkat

pembelajaran.

2) Perangkat pembelajaran yang disusun dengan muatan

nilai-niali karakter bangsa yang jelas akan

mempermudah guru-guru bahasa Indonesia SMP/MTs

dalam mengajar sastra dengan mengintegrasikan

pendidikan nilai karakter .

2. Keterbatasan Pengembangan

1) Model pengimplementasian pendidikan karaktrer

bangsa yang digunakan adalah model pengintegrtasian

dalam pembelajaran sastra

2) Model perangkat pembelajaran yang dikembangkan

bukan keseluruhan melainkan terbatas pada Silabus,

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan Lembar Kerja

Siswa.

3) Model pengintegrasian dalam silabus dengan cara

menganalisis indiator untuk mengintegrasikan nilai

karakter baik substansi maupun nonsubstansi;

nilai-nilai karakter juga diintegrasikan ke dalam

kegiatan pembelajaran baik secara substansi dan

nonsubstansi; dan ke dalam penilaian.

12

4) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran; mencantumkan

nilai-nilai yang sudah tertera dalam silabus ke

dalam RPP meliputi tujuan pembelajaran, metode

pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran ,

instrumen penilaian dan rubrik penilaian.

5) Perangkat pembelajaran yang dianalisis hanya ada 2

jenis dengan model yang berbeda

6) Perangkat pembelajaran yang dikembangkan hanya

diujicobakan di MTsN Blitar.

F. Batasan Istilah

Untuk menghindari kesalahpahaman terhadap istilah-

istilah kunci yang digunakan dalam karya tulis ini,

maka istilah-istilah tersebut dibewri batasan

sebagai berikut:

1. Pengembangan adalahPengembangan berasal dari kata

dasar kembang yang berarti menjadi bertambah

sempurna. Kemudian mendapat imbuan pe- dan –an

sehingga menjadi pengembangan yang artinya proses,

cara atau perbuatan  mengembangkan.[1] Jadi

pengembangan di sini adalah usaha sadar yang

dilakukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan agar

lebih sempurna dari pada sebelumnya.

2. Model adalah contoh dari ssuatu yang akan dibuat.

3. Pengintegrasian adalah pemaduan, penggabungan,

penyatuanhingga menjadi satu kesatuan yang utuh

13

4. Pendidikan karakter bangsa adalah Pembelajaran yang

mengarah pada penguatan dan pengembangan perilaku

anak secara utuh yang didasarkan pada suatu nilai

tertentu yang dirujuk oleh sekolah.

5. Pembelajaran sastra Pembelajaran sastra adalah suatu

proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja

dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam

tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus

untuk memahami sastra, menghasilkan sastra, dan

menilai sastra.

6. Kelas VII adalah jenjang awal pendidikan dasar

tingkat SMP/MTs

14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pendidikan Karakter Bangsa

Pendidikan karakter, menurut Ratna megawangi dalam

Kesuma (2011:5) adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-

anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan

mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga

mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada

lingkungannya. Definisi lain juga dikemukaan oleh Gaffar

bahwa pendidikan karakter adalah sebuah proses

transformasi nilai-nilai kehidupan untuk

15

ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga

menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu. Dalam

definisi tersebut, ada tiga ide pikiran penting, yaitu :

(1) proses transformasi nilai-nilai,(2)

ditumbuhkembangkan dalam kepribadian; dan (3) menjadi

satu dalam perilaku.

Dalam konteks kajian P3, Kesuma(2011:5)

mendefinisikan pendidikan karakter dalam seting sekolah

sebagai “Pembelajaran yang mengarah pada penguatan dan

pengembangan perilaku anak secara utuh yang didasarkan

pada suatu nilai tertentu yang dirujuk oleh sekolah.

Definisi ini mengandung makna: (1) pendidikan karakter

merupakan pendidikan yang terintegrasi dengan

pembelajaran yang terjadi pada semua mata pelajaran; (2)

diarahkan pada penguatan dan pengambangan perilaku anak

secara utuh. Asumsinya, anak merupakan organisme manusia

yang memiliki potensi untuk dikuatkan dan dikembangkan;

dan (3) penguatan dan pengambangan perilaku didasari oleh

nilai yang dirujuk sekolah (lembaga).

Tujuan pendidikan karakter dalam seting sekolah yaitu:

(1) menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan

yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi

kepribadian/ kepemilikan peserta didik yang khas

sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan. Penguatan dan

pengembangan memiliki makna bahwa pendidikan dalam seting

16

sekolah bukanlah sekedar suatu dogmatisasi nilai kepada

peserta didik , tetapi sebuah proses yang membawa peserta

didik untuk memahami dan merefleksi bagaimana suatu nilai

menjadi penting untuk diwujudkan dalam perilaku

keseharian . penguatan juga mengarahkan proses

pedndidikan pada proses pembiasaan yang disertai oleh

logika dan refleksi terhadap proses dan dampak dari

proses pembiasaan yang dilakukan oleh sekolah baik dalam

seting kelas maupun sekolah. ; (2) mengoreksi perilaku

peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai

yang dikembangkan oleh sekolah. Tujuan ini memiliki makna

bahwa pendidikaan karakter memiliki sasaran untuk

meluruskan berbagai perilaku anak yang negative menjadi

positif. Proses pelurusan dengan pengoreksian perilaku

negative diarahkan pada pola pikir anak, kemudian

dibarengi dengn keteladanan lingkungan sekolah dan rumah,

dan proses pembiasaan berdasarkan ingkat dan jenjang

sekolahnya; dan (3) membangun koneksi yang harmoni dengan

keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab

pendidikan karakter secara bersama. Tujuan ini memiliki

makna bahwa proses pendidikan karakter di sekolah harus

dihubungkan dengan proses pendidikan di keluarga.(Kesuma,

2011:11)

B. Model Pengimplementasian Pendidikan Karakter

17

Untuk mengimplementasikan pendidikan karakter di

sekolah Riyanto (2010:1) mengemukakan terdapat empat

tawaran model penerapan, yaitu (1) model otonomi dengan

menempatkan pendidikan karakter sebagai mata pelajaran

tersendiri,

(2) model integrasi dengan menyatukan nilai-nilai dan

karakter-karakter yang akan dibentuk dalam setiap mata

pelajaran, (3) model ekstrakurikuler melalui sebuah

kegiatan tambahan yang berorintasi pembinaan karakter

siswa, dan (4) model kolaborasi dengan menggabungkan

ketiga model tersebut dalam seluruh kegiatan sekolah.

1. Model Otonomi

Model otonomi yang memposisikan pendidikan karakter

sebagai mata sebuah pelajaran tersendiri menghendaki

adanya rumusan yang jelas seputar standar isi, kompetensi

dasar, silabus, rencana pembelajaran, bahan ajar,

metodologi dan evaluasi pembelajaran. Jadwal pelajaran

dan alokasi waktu merupakan konsekuensi lain dari model

ini. Sebagai sebuah mata pelajaran tersendiri pendidikan

karakter akan lebih terstruktur dan terukur. Guru

mempunyai otoritas yang luas dalam perencanaan dan

membuat variasi program karena ada alokasi waktu yang

dikhususkan untuk itu.

Namun demikian model ini dengan pendekatan formal dan

struktural kurikulum dikhawatirkan lebih banyak menyentuh

18

aspek kognitif siswa,tidak sampai pada aspek afektif dan

perilaku. Model seperti ini biasanya mengasumsikan

tanggung jawab pembentukan karakter hanya ada pada guru

bidang studi sehingga keterlibatan guru lain sangat

kecil. Pada akhirnya pendidikan karakter akal gagal

karena hanya mengisi intelektual siswa tentang konsep-

konsep kebaikan, sementara emosional dan spiritualnya

tidak terisi.

2. Model Integrasi

Ada pun model ke dua yang mengintegrasikan pendidikan

karakter dengan seluruh mata pelajaran ditempuh dengan

paradigma bahwa semua guru adalah pengajar karakter

(character educator). Semua mata pelajaran diasumsikan

memiliki misi moral dalam membentuk karakter positif

siswa. Dengan model ini maka pendidikan karakter menjadi

tanggung jawab kolektif seluruh komponen sekolah. Model

ini dipandang lebih efektif dibandingkan dengan model

pertama, namun memerlukan kesiapan, wawasan moral dan

keteladanan dari seluruh guru. Satu hal yang lebih sulit

dari pada pembelajaran karakter itu sendiri.  Pada sisi

lain model ini juga menuntut kratifitas dan keberanian

para guru dalam menyusun dan mengembangkan silabus dan

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

3. Model Suplemen

19

Model ketiga yang menawarkan pelaksanaan pendidikan

karakter melalui sebuah kegiatan di luar jam sekolah

dapat ditempuh melalui dua cara. Pertama melalui suatu

kegiatan ekstrakurikuler yang dikelola oleh pihak sekolah

dengan seorang penanggung jawab. Kedua, melalui kemitraan

dengan lembaga lain yang memiliki kapabilitas dalam

pembinaan karakter.

Model ini memiliki kelebihan berupa pengalaman

kongkret yang dialami para siswa dalam pembentukan

karakter. Ranah afektif dan perilaku siswa akan banyak

tersentuh melalui berbagai kegiatan yang dirancang.

Keterlibatan siswa dalam menggali nilai-nilai kehidupan

melalui kegiatan tersebut akan membuat pendidikan

karakter memuaskan dan menyenangkan. Pada tahap ini

sekolah menjalin kemitraan dengan keluarga dan masyarakat

sekitar sekolah. Masyarakat dimaksud adalah keluarga,

siswa, organisasi, tetangga, dan kelompok atau individu

yang berpengaruh terhadap kesuksesan siswa di sekolah.

4. Model Kolaborasi

Model terakhir berupa kolaborasi dari semua model

merupakan upaya untuk mengoptimalkan kelebihan setiap

model dan menutupi kekurangan masing-masing pada sisi

lain. Dengan kata lain model ini merupakan sintesis dari

model-model terdahulu. Pada model ini selain diposisikan

sebagai mata pelajaran secara otonom, pendidikan karakter

20

dipahami sebagai tanggung jawab sekolah bukan guru mata

pelajaran semata. Karena merupakan tanggung jawab sekolah

maka setiap aktifitas sekolah memiliki misi pembentukan

karakter. Setiap mata pelajaran harus berkontribusi dalam

pembentukan karakter dan penciptaan pola pikir moral yang

progresif. Sekolah dipahami sebagai sebuah miniatur

masyarakat sehingga semua komponen sekolah dan semua

kegiatannya merupakan media-media pendidikan karakter.

Berbagai kegiatan diselenggarakan untuk membawa siswa ke

dalam pengalaman nyata penerapan karakter, baik sebagai

kegiatan ekstrakurikuler yang terprogram maupun kegiatan

insidentil sesuai dengan fenomena yang berkembangan di

masyarakat.

Keempat model di atas dapat diumpamakan wadah yang

memberikan ruang gerak pada pendidikan karakter.

Selanjutnya agar gerak tersebut efektif dan efisien

diperlukan pemilihan metode pembelajaran dalam upaya

pembentukan karakter positif dalam diri siswa. Apa pun

metode yang dipilih, hal yang harus digarisbawahi adalah

pelibatan aspek kognitif, afektif dan perilaku siswa

secara simultan. Sebagai antitesis terhadap metode

pendidikan akhlak dan moral selama ini yang cenderung

doktriner dan hanya menghidupkan aspek kognitif siswa,

maka metode yang dibutuhkan adalah metode yang

21

menghidupkan ketiga aspek tersebut dan membawa siswa ke

dalam pengalaman nyata kehidupan berkarakter.

C. Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan

Karakter Bangsa

NILAI DESKRIPSI 1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam

melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

2. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan,

dan pekerjaan. 3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan

agama, suku, etnis,pendapat, sikap, dan

tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya

4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib danpatuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

5. Kerja Keras

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengansebaik-baiknya.

6. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

7. Mandiri Sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantungpada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

8. Demokratis Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

22

9. Rasa InginTahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untukmengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.

10. Semangat Kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yangmenempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

11. Cinta Tanah Air

Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

12. Menghargai Prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui, dan menghormati keberhasilan orang lain.

13. Bersahabat / Komuniktif

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

14. Cinta Damai

Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan amanatas kehadiran dirinya

15. Gemar Membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

16. Peduli Ling-kungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

17. Peduli Sosial

Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

18.Tanggung Sikap dan perilaku seseorang untuk

23

jawab melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosialdan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

D. Pengintegrasian Pendidikan Karakter dalam

Pembelajaran

Pengintegrasian karakter, diawali dengan membuat

perencanaan. Perencanaan

yang dilakukan adalah dengan pengembangan nilai-nilai dan

karakter, diingintegrasikan dalam setiap pokok bahasan

dari setiap mata mata pelajaran, selanjutnya nilai-nilai

tersebut dicantumkan dalam Silabus dan Rencana Program

Pembelajaran (RPP). Pengembangan nilai-nilai tersebut

melalui cara-cara sebagai berikut; (1) mengkaji standar

kompetensi(SK) dan Kompetensi Dasar(KD) untuk menentukan

apakah kandungan nilai-nilai dan karakter secara tersirat

atau tersurat dalam SK dan KD sudah tercakup di dalamnya,

(2)menggunakan table 1 yang memperlihatkan keterkaitan

antara SK/KD dengan nilai dan indicator untuk menentukan

nilai yang akan dikembangkan, (3) mencantumkan nilai-

nilai dan karakter bangsa dalam table 1 tersebut ke dalam

silabus, (4) mencantumkan nilai-nilai yang sudah

tercantum dalam silabus ke RPP, (5) mengembangkan proses

pembelajaran peserta didik peserta didik aktif yang

memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan

24

internalisasi nilai dan menunjukan dalam perilaku yang

sesuai, (6) memberikan bantuan kepada peserta didik yang

mengalami kesulitan untuk internalisasi nilai mau pun

untuk menunjukkannya dalam perilaku.Langkah-langkah menyusun silabus adalah sebagai

berikut: (1). Petakan Standar Kompetensi (SK) dan

Kompetensi Dasar (KD); (2). Pilihlah dan tentukan materi

pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi dasar dengan

mengacu atau menggunakan sumber belajar; (3). Merancang

kegiatan pembelajaran dengan mengggunakan metode

pembelajaran yang sudah banyak digunakan. Buatlah kegiatan

pembelajaran tersebut semenarik mungkin dan dapat

memotivasi siswa untuk siap belajar; (4). Tentukan

indikator pencapaian agar lebih mudah merancang

penilaiannya; (5). Susunlah penilaian dengan menyertakan

teknik yang digunakan, bentuk instrumen, dan berikan contoh

soal; dan (6). Alokasikan waktu kegiatan pembelajaran.

Sesuaikan dengan materi yang akan diberikan; (7). Masukkan

sumber belajar. Sumber belajar dapat berupa buku yang

digunakan, CD, kaset, atau website; (8). Dan terakhir

tentukan nilai karakter apa yang harus ditanamkan dengan

memasukkan dalam kegiatan pembelajaran, indicator substansi

dan nonsubstansi, dan instrument penilaian.

Mulyasa (2007:223) menjelaskan cara pengembangan RPP

adalah (1) mengisi kolom identitas; (2) menentukan alokasi

waktuy; (3) menentukan standar kompetensi dasar serta

25

indicator yang akan digunakan yang terdapat pada silabus

yang telah disusun yang telah ditentukan; (4) merumuskan

tujuan pembelajaran berdasarkan standar kompetensi dasar,

serta indicator yang telah ditentukan; (5) mengidentifikasi

materi standar berdasarkan materi pokok/pembelajaran yang

terdapat dalam silabus; (6) menentukan metode pembelajaran

yang akan digunakan; (7u) merumuskan langkah-langkah

pembelajaran yang memasukkan unsure EEK; (8) menentukan

sumber belajar yang digunakan; dan (9) menyusun criteria

penilaian, lemb ar pengamatan, contoh soal, dan teknik

penskoran. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan

RPP Bernilai karakter adalah memasukkan semua nilai

karakter yang sudah tertulis dalam silabus ke dalam

Indikator, langkah-langkah pembelajaran dan penilaian.

Penilaian nilai karakter baik secara substansi include

dalam materi ataupun nonsubstansi melalui proses dengan

teknik menggunakan anekdot.

Sedangkan dalam penyusunan LKS nilai karakter secara

substansi dimasukkan dalam materi dan soal-soal yang

berkaitan dengan nilai karakter.

E. Konsep Pembelajaran Sastra

Kata sastra pada awalnya sebenarnya adalah

kesusastraan, akan tetapi orang lebih suka menggunakan

istilah sastra. Kata kesusastraan berasal dari bahasa

26

Sansekerta, yaitu susastra dengan memperoleh iombuhan ke-

an. Kata su berarti baik atau indah, dan kata sastra

berarti tulisan atau karangan. Jadi, kesusastraan adalah

semua tulisan atau karangan yang indah dan baik, semua

tulisan atau karangan yang mengandung nilai-nilai

kebaikan yang ditulis dengan bahasa yang indah.

Fungsi sastra bagi hidup dan kehidupan manusia

adalah (1) Fungsi reaktif, yaitu fungsi atau manfaat

memberikan rasa senang, gembira, dan menghibur;

(2) Fungsi didaktif, yaitu fungsi atau manfaat

mengarahkan dan mendidik pembaca karena mengandung nilai-

nilai moral; (3). Fungsi estetika, yaitu fungsi atau

manfaat yang dapat memberikan keindahan bagi pembaca

karena bahasanya yang indah;

(4). Fungsi moralitas, yaitu fungsi atau manfaat yang

dapat membedakan moral yang baik dan tidak baik bagi

pembacanya karena sastra yang baik selalu mengandung

nilai-nilai moral yang tinggi; (5). Fungsi religiusitas,

yaitu fungsi atau manfaat yang mengandung ajaran-ajaran

agama yang harus diteladani oleh pembaca.

Sastra tidak bisa dikelompokkan ke dalam aspek

keterampilan berbahasa karena bukan merupakan bidang yang

sejenis. Walaupun demikian, pembelajaran sastra

dilaksanakan secara terintegrasi dengan pembelajaran

bahasa baik dengan ketrampilan menulis, membaca,

27

menyimak, maupun berbicara. Dalam praktiknya, pengajaran

sastra berupa pengembangan kemampuan menulis sastra,

membaca sastra, menyimak sastra, dan berbicara sastra.

Berdasarkan hal di atas, pembelajaran sastra

mencakup hal-hal berikut (1)Menulis sastra : menulis

puisi, menulis cerpen, menulis novel, menulis drama;(2)

Membaca sastra : membaca karya sastra dan memahami

maknanya, baik terhadap karya sastra yang berbentuk

puisi, prosa, maupun naskah drama;(3). Menyimak sastra

mendengarkan dan merefleksikan pembacaan puisi,

dongeng,cerpen, novel, pementasan drama; (4) Berbicara

sastra : berbalas pantun, deklamasi, mendongeng, bermain

peran berdasarkan naskah, menceritakan kembali isi karya

sastra, menanggapi secara lisan pementasan karya sastra.

Sasaran Pembelajaran Sastra meliputi: (1)

Pembelajaran menulis sastra Penulisan sastra membutuhkan

penghayatan terhadap pengalaman yang ingin diekspresikan,

penguasaan teknik penulisan sastra, dan memiliki wawasan

yang luas

mengenai estetika. Tujuan pembelajaran menulis sastra

adalah :

(a) agar siswa menguasai teori penulisan sastra yang

berkaitan dengan unsur-unsur dan kaidah-kaidah dalam

penulisan sastra, teknik penulisan sastra, dan estetika

(b) agar siswa terampil menulis sastra (2) Pembelajaran

28

membaca sastra. Salah satu syarat untuk

dapat memahami karya sastra dan membaca sastra dengan

baik adalah mempunyai pengetahuan yang baik tentang

sastra. Sasaran pembelajaran

membaca sastra adalah pengembangan kompetensi yang

berkaitan dengan hakikat

membaca, hakikat sastra dan membaca sastra, teknnik

memahami dan mengomentari

karya sastra; (3). Pembelajaran menyimak sastra. Sasaran

pembelajaran menyimak sastra adalah pengembangan

kemampuan mendengarkan, memahami, dan menanggapi berbagai

ragam wacana lisan. Sasaran lain adalah pengembangan

kemampuan siswa dalam memahami pikiran, perasaan, dan

imajinasi yang terkandung dalam karya sastra yang

dilisankan; dan (4). Pembelajaran berbicara sastra.

Kemampuan berbicara sastra merupakan kemampuan melisankan

karya sastra yang berupa menuturkan, membawakan, dan

membacakan karya sastra. Kemampuan

tersebut merupakan salah satu indicator dari

subkompetensi “menguasai ekspresi sastra dalam berbagai

jenisdan bentuk”.

(Sumber: http://aldonsamosir.wordpress.com/kurikulum/pembelajaran-

sastra/

F. Perangkat Pembelajaran

29

Suhadi, (2007:24) mengemukakan bahwa “Perangkat

pembelajaran adalah sejumlah bahan, alat, media, petunjuk

dan pedoman yang akan digunakan dalam proses

pembelajaran.”  Dari uraian tersebut dapatlah dikemukakan

bahwa perangkat pembelajaran adalah sekumpulan media atau

sarana yang digunakan oleh guru dan siswa dalam proses

pembelajaran di kelas, serangkaian perangkat pembelajaran

yang harus dipersiapkan seorang guru dalam menghadapi

pembelajaran di kelas, berikut dalam tulisan ini

perangkat pembelajaran hanya dibatasi pada: (a) Silabus

(b) Rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Buku siswa

(BS), Buku Pegangan Guru (BPG), Lembar Kegiatan Siswa

(LKS), dan Tes Hasil Belajar.Berikut akan dipaparkan

masing-masing perangkat pembelajaran yang dimaksud.

1. Silabus

1) Pengertian Silabus

Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu

dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang

mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi

pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator

pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi

waktu, dan sumber belajar. Berdasar pada pengertian

tersebut, silabus menjawab pertanyaan: (a) Apa kompetensi

yang harus dikuasai siswa?, (b) Bagaimana cara

30

mencapainya?, dan (c) Bagaimana cara mengetahui

pencapaiannya?

2) Pengembangan Silabus

Silabus dikembangkan oleh guru kelas/mata pelajaran,

atau Kelompok guru kelas/mata pelajaran, atau Kelompok

kerja guru (KKG/PKG/MGMP) Dibawah koordinasi dan

supervisi Dinas Pendidikan Kab/Kota/Provinsi.

Pengembangan silabus menganut prinsip-prinsip sebagai

berikut: (a) Ilmiah: prinsip ini mengandung pengertian

bahwa keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan

dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan

secara keilmuan.(b) Relevan: dimaksudkan bahwa cakupan,

kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi

dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik,

intelektual, sosial, emosional, dan spritual peserta

didik. (c) Sistematis: artinya komponen-komponen silabus

saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai

kompetensi; (d) Konsisten: diartikan sebagai adanya

hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara

kompetensi dasar, indikator, materi pokok/ pembelajaran,

kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem

penilaian; (e) Memadai: dimaksud bahwa cakupan indikator,

materi pokok/ pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber

belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang

pencapaian kompetensi dasar;

31

(f) Aktual dan Kontekstual: mengandung pengertian bahwa

cakupan indikator, materi pokok/pembelajaran, kegiatan

pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian

memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni

mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang

terjadi; (g) Fleksibel: berarti bahwa keseluruhan

komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta

didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di

sekolah dan tuntutan masyarakat; (h) Menyeluruh:

dimaksudkan bahwa komponen silabus mencakup keseluruhan

ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).

3) Komponen Silabus

Adapun komponen silabus adalah: (a) Standar

Kompetensi, (b) Kompetensi Dasar, (c) Materi

Pokok/Pembelajaran, (c) Kegiatan Pembelajaran, (d)

Indikator, (e) Penilaian, (f) Alokasi Waktu, dan (g)

Sumber Belajar.

Standar kompetensi dan kompetensi dasar diambil dari

standar isi (SI) sesuai Kepmendiknas nomor 22, 23. Materi

pokok pembelajaran dipilih materi yang mampu mendukung

pencapaian SK dan KD. Dalam pemilihan materi

pembelajaran, digunakan indikator ketercapaian KD sebagai

pedoman. Itulah sebabnya KD harus dijabarkan secara

komprehensif ke dalam indicator sehingga benar-benar

merupakan penjabaran dari KD.

32

Setiap materi pembelajaran memiliki karakteristik

yang unik, karena itu cara penyampaiannyapun berbeda.

Berdasarkan indicator/tujuan yang ingin dicapai dan

karakteristik materi pembelajaran ditentukan kegiatan

pembelajaran dan strategi evaluasinya.

4) Langkah-langkah Pengembangan Silabus

Pengembangan silabus mengikuti langkah-langkah pokok

sebagai berikut;

(a) Mengkaji dan Menentukan Standar Kompetensi Mengkaji

standar kompetensi mata pelajaran, dilakukan dengan

memperhatikan hal-hal berikut: (1) urutan berdasarkan

hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan

materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada

di SI; (2) keterkaitan antar standar kompetensi dan

kompetensi dasar dalam mata pelajaran; (3) keterkaitan

standar kompetensi dan kompetensi dasar antarmata

pelajaran; (b) Mengkaji dan Menentukan Kompetensi Dasar.

Mengkaji kompetensi dasar mata pelajaran dengan

memperhatikan hal-hal berikut: seperti ketika mengkaji

standar kompetensi.

(c) Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran.

Mengidentifikasi materi pokok mempertimbangkan: potensi

peserta didik; relevansi dengan karakteristik daerah;

tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional,

sosial, dan spritual peserta didik; kebermanfaatan bagi

33

peserta didik; struktur keilmuan; Aktualitas, kedalaman,

dan keluasan materi pembelajaran; relevansi dengan

kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan; alokasi

waktu. (d) Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran. Kegiatan

pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman

belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui

interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru,

lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka

pencapaian kompetensi. Pengalaman belajar dimaksud dapat

terwujud melalui pendekatan pembelajaran yang bervariasi

dan berpusat pada peserta didik. Pengalaman Belajar

memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik.

Hal-hal yang harus diperhatikan di dalam mengembangkan

kegiatan pembelajaran Memberikan bantuan guru agar dapat

melaksanakan proses pembelajaran secara professional (1)

Memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan peserta

didik secara berurutan untuk mencapai kompetensi

dasar;

(2) Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai

dengan hierarki konsep materi pembelajaran; (3)

Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal

mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan

pengelolaan pengalaman belajar peserta didik yaitu

kegiatan siswa dan materi. (e) Merumuskan Indikator

Pencapaian Kompetensi Indikator merupakan penanda

34

pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan

perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap,

pengetahuan, dan keterampilan Indikator dikembangkan

sesuai dengan karakteristik peserta didik, satuan

pendidikan, dan potensi daerah. Indikator digunakan

sebagai dasar penentuan strategi dan pengembangan

instrumen penilaian.

Setiap KD dikembangkan menjadi beberapa indicator,

kecuali KD tersebut telah operasional; dan terukur.

Rumusan indicator harus operasional dan terukut. Kata

kerja pada indicator harus lebih rendah atau minimal

setara dengan kata kerja pada SK/KD.

Indikator harus betul-betul merupakan wakil dari KD dalam

pengertian bila semua indicator tercapai, KD juga akan

tercapai. Indikator yang tidak mewakili KD, meskipun

jumlahnya banyak dan semuanya telah tercapai, KD belum

terdapai.

(f) Menentukan Jenis Penilaian Penilaian merupakan

serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan

menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta

didik yang dilakukan secara sistematis dan

berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang

bermakna dalam pengambilan keputusan. Penilaian dilakukan

dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis

maupun lisan, pengamatan kinerja, sikap, penilaian hasil

35

karya berupa proyek atau produk, penggunaan portofolio,

dan penilaian diri. Hal-hal yang perlu diperhatikan di

dalam pengembangan penilaian adalah sebagai berikut.

Penilaian digunakan untuk mengukur pencapaian kompetensi

peserta didik, yang dilakukan berdasarkan indikator;

menggunakan acuan kriteria; menggunakan sistem penilaian

berkelanjutan; hasil penilaian dianalisis untuk

menentukan tindak lanjut; sesuai dengan pengalaman

belajar yang ditempuh dalam kegiatan pembelajaran. (g)

Menentukan Alokasi Waktu Penentuan alokasi waktu pada

setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah minggu

efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu

dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar,

keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat

kepentingan kompetensi dasar. Alokasi waktu yang

dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu

rerata untuk menguasai kompetensi dasar yang dibutuhkan

oleh peserta didik yang beragam.(h) Menentukan Sumber

Belajar

Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang

digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Sumber belajar

dapat berupa media cetak dan elektronik, nara sumber,

serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya.

Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar

kompetensi dan kompetensi dasar serta materi

36

pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator

pencapaian kompetensi.

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan panduan

kegiatan guru dalam kegiatan pembelajaran sekaligus

uraian kegiatan siswa yang berhubungan dengan kegiatan

guru yang dimaksudkan. RPP ini disusun berdasarkan

indikator-indikator yang telah disusun mengacu pada

prinsip dan karakteristik pembelajaran yang dipilih

berisi tujuan pembelajaran, materi ajar, metode

pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar,

RPP yang disusun mencakup alokasi waktu  2 ´ 40 menit

(khusus SMP) untuk setiap pertemuan (tatap muka).

Berkaitan dengan rencana pelaksanaan pembelajaran

(RPP), lebih lanjut O’Meara (2000) menyarankan agar dapat

digunakan secara praktis oleh guru dan dapat dengan mudah

diobservasi. Rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

memuat tujuan isi atau materi pembelajaran, metode

pembelajaran, kegiatan pembelajaran, daftar pustaka dan

penilaian. Rencana pelaksanaan pembelajaran disusun

dengan baik, terurut dan didesain dengan baik.

3.    Buku

Buku sebagai rangkaian dari perangkat pembelajaran

tentunya haru memberikan manfaat bagi guru khususnya

siswa. Depdiknas (2008a:12) menjelaskan bahwa “Buku

37

adalah bahan tertulis yang menyajikan ilmu pengetahuan

buah pikiran dari pengarangnya.” Lebih lanjut dijelaskan

dari sumber yang sama (Depdiknas, 2008a:12), bahwa: buku

sebagai bahan tertulis merupakan buku yang berisi suatu

ilmu pengetahuan hasil analisis terhadap kurikulum dalam

bentuk tertulis. Sedangkan buku yang baik adalah buku

yang ditulis dengan menggunakan bahasa yang baik dan

mudah dimengerti, disajikan secara menarik dilengkapi

dengan gambar dan keterangan-keterangannya, isi buku

juga menggambarkan sesuatu yang sesuai dengan ide

penulisnya.

Selain penjelasan tersebut, dalam bagian yang sama,

dijelaskan bahwa “Buku pelajaran berisi ilmu pengetahuan

yang dapat digunakan oleh peserta didik untuk belajar

….” (Depdiknas, 2008a:12).Sumber lain tentang buku

adalah Permendiknas RI No. 2 tahun 2008. Tentang buku

panduan pendidik dijelaskan dalam bab I, pasal 1, butir

4, bahwa “Buku panduan  pendidik adalah buku yang memuat

prinsip, prosedur, deskripsi materi pokok, dan model

pembelajaran untuk digunakan oleh para pendidik.”

(Depdiknas, 2008b:2).

Beberapa batasan buku di atas menjelaskan bahwa buku

sebagai salah satu bahan ajar jenis bahan cetak

merupakan buku yang substansinya adalah pengetahuan,

yang disusun berdasarkan analisis kurikulum, disusun

38

untuk memudahkan guru dalam pembelajaran dan siswa

belajar mencapai kompetensi yang ditetapkan kurikulum,

dengan memperhatikan kebahasaan, kemenarikan, dan

mencerminkan ide penulisnya. Buku yang memudahkan

belajar siswa disebut buku siswa, dan buku yang

memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran disebut

sebagai buku panduan guru/pendidik, masing-masing

memiliki struktur dan komponen yang khas. Penyusunan

bahan ajar cetak, khususnya buku, dijelaskan dalam

Depdiknas (2008a:19) bahwa: Sebuah buku akan dimulai

dari latar belakang penulisan, definisi/ pengertian dari

judul yang dikemukakan, penjelasan ruang lingkup

pembahasan dalam buku, hukum atau aturan-aturan yang

dibahas, contoh-contoh yang diperlukan, hasil

penelitian, data dan inter petasinya, berbagai argumen

yang sesuai disajikan. Lebih lanjut diuraikan langkah-

langkah yang harus dilakukan guru dalam menulis buku

sebagai pelengkap perangkat pembelajaran adalah: (1)

menganalisis kurikulum, (2) menentukan judul buku yang

akan ditulis, (3) merancang outline buku agar memenuhi

aspek kecukupan,  (4) mengumpulkan referensi sebagai

bahan penulisan, (5) menulis buku dengan memperhatikan

kebahasaan yang sesuai dengan pembacanya, (6) mengedit

dan merevisi hasil tulisan, (7) memperbaiki tulisan,

39

(8) menggunakan berbagai sumber belajar yang relevan

(Depdiknas, 2008a:20).

4. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Perangkat pembelajaran menjadi pendukung buku dalam

pencapaian kompetensi dasar siswa adalah lembar kegiatan

siswa (LKS). Lembar ini diperlukan guna mengarahkan

proses belajar siswa, dimana pembelajaran yang

berorientasi kepada peserta didik, maka dalam serangkaian

langkah aktivitas siswa harus berkenaan dengan tugas-

tugas dan pembentukan konsep matematika. Dengan adanya

lembar kegiatan siswa ini, maka partisipasi aktif peserta

didik sangat diharapkan, sehingga dapat memberikan

kesempatan lebih luas dalam proses konstruksi pengetahuan

dalam dirinya.

Trianto (2007a:73) menguraikan bahwa lembar

kegiatan siswa adalah panduan siswa yang digunakan untuk

melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah.

Lembar kegiatan ini dapat berupa panduan untuk latihan

pengembangan aspek kognitif maupun panduan untuk

pengembangan semua aspek pembelajaran dalam bentuk

panduan eksperimen atau demonstrasi.

Untuk menyusun perangkat pembelajaran berupa LKS,

Depdiknas (2008b:23) menguraikan rambu-rambunya, bahwa

LKS akan memuat paling tidak: judul, kompetensi dasar

yang akan dicapai, waktu penyelesaian peralatan/ bahan

40

yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas, informasi

singkat, langkah kerja, tugas yang harus dilakukan, dan

laporan yang harus dikerjakan.

Langkah-langkah persiapan LKS dijelaskan dalam

Depdiknas (2008a: 23-24) sebagai berikut: (a).  Analisis

kurikulum. Analisis ini dilakukan dengan memperhatikan

materi pokok, pengalaman belajar siswa, dan kompetensi

yang harus dicapai siswa; (b)  Menyusun peta kebutuhan

LKS. Peta kebutuhan LKS berguna untuk mengetahui jumlah

kebutuhan LKS dan urutan LKS; (c) Menentukan judul-judul

LKS. Judul LKS harus sesuai dengan KD, materi pokok dan

pengalaman belajar; (d)   Penulisan LKS. Langkah-

langkahnya: (1) perumusan KD yang harus dikuasai, (2)

menentukan alat penilaian, (3) penyusunan materi dari

berbagai sumber, (4) memperhatikan struktur LKS, yang

meliputi: (a) judul, (b) petunjuk belajar, (c) kompetensi

yang akan dicapai, (d) informasi pendukung, (e) tugas dan

langkah-langkah kerja, dan (f) penilaian.

5.   Tes Hasil Belajar (THB)

Untuk menyatakan bahwa suatu proses belajar mengajar

dapat dikatakan berhasil, setiap guru memiliki pandangan

masing-masing. Namun untuk menyamakan persepsi sebaiknya

kita berpedoman pada kurikulum yang berlaku saat ini,

antara lain bahwa suatu proses belajar mengajar tentang

41

suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila

Kompetensi Dasar (KD)-nya dapat dicapai.

Untuk mengetahui tercapai tidaknya KD, guru perlu

mengadakan tes setiap selesai menyajikan satu bahasan

kepada siswa. Fungsi penilaian ini adalah memberikan

umpan balik kepada guru dalam rangka memperbaiki proses

belajar mengajar dan melaksanakan program berikutnya bagi

siswa belum berhasil. Tes hasil belajar menurut Trianto

(2007a:76) adalah:Butir tes yang digunakan untuk

mengetahui hasil belajar siswa setelah mengikuti kegiatan

belajar mengajar, tes ini dibuat mengacu pada kompetensi

dasar yang ingin dicapai, dijabarkan ke dalam indikator

pencapaian hasil belajar dan disusun berdasarkan kisi-

kisi penulisan butir soal lengkap dengan kunci jawabannya

serta lembar observasi penilaian psikomotor kinerja

siswa.Sejalan pendapat di atas, Hudoyo (1988:144)

mengemukakan bahwa: Cara menilai hasil belajar matematika

biasanya menggunakan tes. Maksud tes yang utama adalah

mengukur hasil belajar yang dicapai oleh seseorang yang

belajar matematika. Di samping itu tes juga dipergunakan

untuk menentukan seberapa jauh pemahaman terhadap materi

yang telah dipelajari. Untuk mengukur hasil belajar

digunakan tes hasil belajar, Subino, (1987) mengatakan

bahwa Idealnnya sebelum tes dipergunakan maka tes

tersebut harus memenuhi syarat-syarat tes yang baik

42

memenuhi kriteria validitas dan reliabel. Validitas

adalah ketepatan tes dalam mengukur apa yang harus

diukur, seberapa baikkah tes tersebut dapat melaksanakan

tugas yang diembannya, sedangkan realiabilitas adalah

Kekonsistenan alat ukur (keanjengan)

G. Rancangan Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model

Kemp.

Pengembangan perangkat pembelajaran adalah

serangkaian proses atau kegiatan yang dilakukan untuk

menghasilkan suatu perangkat pembelajaran berdasarkan

teori pengembangan yang telah ada.

Menurut van den Akker dan Plomp (Hadi, 2001: 4)

mendeskripsikan penelitian pengembangan berdasarkan dua

tujuan yaitu (1) pengembangan untuk mendapatkan prototipe

produk, (2) perumusan saran-saran metodologis untuk

pendesainan dan evaluasi prototipe tersebut.

Richey and Nelson (Hadi, 2001: 4) mendefiniskan

Penelitian pengembangan sebagai suatu pengkajian

sistematis terhadap pendesainan, pengembangan dan

evaluasi program, proses dan produk pembelajaran yang

harus memenuhi kriteria validitas, praktikalitas dan

efektivitas.

Suatu produk atau program dikatakan valid apabila ia

merefleksikan jiwa pengetahuan (state-of-the-art

knowledge). Ini yang kita sebut sebagai validitas isi;

43

sementara itu komponen-komponen produk tersebut harus

konsisten satu sama lain (validitas konstruk).

Selanjutnya suatu produk dikatakan praktikal apabila

produk tersebut menganggap bahwa ia dapat digunakan

(usable). Kemudian suatu produk dikatakan efektif apabila

ia memberikan hasil sesuai dengan tujuan yang telah

ditetapkan oleh pengembang.

Menurut Kemp (dalam, Trianto, 2007: 53) Pengembangan

perangkat merupakan suatu lingkaran yang kontinum. Tiap-

tiap langkah pengembangan berhubungan langsung dengan

aktivitas revisi. Pengembangan perangkat ini dimulai dari

titik manapun sesuai di dalam siklus tersebut.

Pengembangan perangkat model Kemp memberi kesempatan

kepada para pengembang untuk dapat memulai dari komponen

manapun. Namun karena kurikulum yang berlaku secara

nasional di Indonesia dan berorientasi pada tujuan, maka

seyogyanya proses pengembangan itu dimulai dari tujuan.

Secara umum model pengembangan model Kemp

ditunjukkan pada gambar  berikut:

44

.

Model pengembangan sistem pembelajaran ini memuat

pengembangan perangkat pembelajaran. Terdapat sepuluh

unsur rencana perancangan pembelajaran. Kesepuluh unsur

tersebut adalah:

1. Identifikasi masalah pembelajaran, tujuan dari

tahapan ini adalah mengidentifikasi antara tujuan

menurut kurikulum yang berlaku dengan fakta yang

terjadi di lapangan baik yang menyangkut model,

pendekatan, metode, teknik maupun strategi yang

digunakan guru.

45

2. Analisis Siswa, analisis ini dilakukan untuk

mengetahui tingkah laku awal dan karateristik siswa

yang meliputi ciri, kemampuan dan pengalaan baik

individu maupun kelompok.

3. Analisis Tugas, analisis ini adalah kumpulan

prosedur untuk menentukan isi suatu pengajaran,

analisis konsep, analisis pemrosesan informasi, dan

analisis prosedural yang digunakan untuk memudahkan

pemahaman dan penguasaan tentang tugas-tugas belajar

dan tujuan pembelajaran yang dituangkan dalam bentuk

Rencana Program Pembelajaran (RPP) dan lembar

kegiatan siswa (LKS)

4. Merumuskan Indikator,  Analisis ini berfungsi

sebagai (a) alat untuk mendesain kegiatan

pembelajaran, (b) kerangka kerja dalam merencanakan

mengevaluasi hasil belajar siswa, dan (c) panduan

siswa dalam belajar.

5. Penyusunan Instrumen Evaluasi,  Bertujuan untuk 

menilai hasil belajar, kriteria  penilaian yang

digunakan adalah penilaian acuan patokan, hal ini

dimaksudkan untuk mengukur ketuntasan pencapaian

kompetensi dasar yang telah dirumuskan.

6. Strategi Pembelajaran,  Pada tahap  ini pemilihan

strategi belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan.

Kegiatan ini meliputi: pemilihan model, pendekatan,

46

metode, pemilihan format, yang dipandang mampu

memberikan  pengalaman yang berguna untuk mencapai

tujuan pembelajaran.

7. Pemilihan media atau sumber belajar,  Keberhasilan

pembelajaran sangat tergantung pada penggunaan

sumber pembelajaran atau media yang dipilih, jika

sumber-sumber pembelajaran dipilih dan disiapkan

dengan hati-hati, maka dapat memenuhi tujuan

pembelajaran.

8. Merinci pelayanan penunjang yang diperlukan untuk

mengembangkan dan melaksanakan dan melaksanakan

semua kegiatan dan untuk memperoleh atau membuat

bahan.

9. Menyiapkan evaluasi hasil belajar dan hasil program.

10. Melakukan kegiatan revisi perangkat

pembelajaran, setiap langkah rancangan pembelajaran

selalu dihubungkan dengan revisi. Kegiatan ini

dimaksudkan untuk mengevaluasi dan memperbaiki

rancangan yang dibuat.

47

BAB III

METODE PENELITIAN DANPENGEMBANGAN

Pada bab ini secara berturut-turut disajikan model

penelitian dan pengembangan, prosedur penelitian dan

pengembangan, dan uji coba produk.

A. Model Penelitian dan Pengembangan

Model penelitian dan pengembangan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah modifikasi model Kemp. Model

kemp ini bersifat fleksibel karena memberikan kebebasan

kepada para pengembang untuk memulai pengembangan dari

komponen atau unsure mana pun. Modifikasi model Kemp

48

dilakukan karena menyesuaikan dengan bentuk perangkat

pembelajaran.

Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dalam

penelitian ini berupa Silabus, Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran, dan Lembar Kerja Siswa khususnya

pembelajaran sastra untuk siswa SMP/MTs kelas VII. Dalam

pelaksanaan penelitian pengembangan ini dibagi menjadi

tiga bagian kegiatan, yaitu kegiatan prapengembangan,

kegiatan inti pengembangan, dan kegiatan evaluasi dan

revisi.

1. Kegiatan prapengembangan adalah kegiatan awal yang

dilakukan sebelum kegiatan inti pengembangan yaitu,

identifikasi masalah pembelajaran sastra

berdasarkan fakta di lapangan dan analisis

perangkat pembelajaran

2. Kegiatan inti pengembangan dimulai dari analisis

silabus yang meliputi indicator, kegiatan

pembelajaran dan instrument penilaian. Analisis RPP

yang meliputi tujuan, langkah-langkah pembelajaran,

instrument penilaian dan pedoman penilaian.

Analisis Lembar Kerja Siswa yang meliputi materi,

soal, dan pedoman penilaian. Analisis karakter

siswa dari hasil observasi, wawancara, dan angket.

3. Kegiatan evaluasi dan revisi adalah penilaian dari

ahli perangkat pembelajaran dan penilaian dari

49

pengguna perangkat pembelajaran yaitu guru mata

pelajaran dan siswa. Setiap kali dilakukan

penilaian atau uji coba maka saran atau masukan

atau komentar yang didapatkan digunakan sebagai

dasar untuk melakukan revisi.

B. Prosedur Pengembangan

Prosedur pengembangan model pengintegrasian

pendidikan karakter bangsa ke dalam pembelajaran sastra

di SMP/MTs kelas VII adalah sebagai berikut:

1. Kegiatan Prapengembangan

Mengidentifikasi adanya kesenjangan perangkat

pembelajaran antara (1) indicator, kegiatan

pembelajaran, dan alat penilaian dalam silabus ;

(2) tujuan, kegiatan pembelajaran, metode,instrumen

penilaian, alat penilaian dalam Rencana pelaksanaan

Pembelajaran; dan (3) materi, soal, dan rubric

penilaia dalam Lembar Kerja Siswa yang bermuatan

nilai karakter dengan fakta yang terjadi di

lapangan berkaitan dengan poembelajaran sastra.

2. Kegiatan Inti Pengembangan

a. Analisis silabus

Analisis komponen silabus didasarkan pada

persyaratan terutama pada komponen kegiatan

npembelajaran, indicator, dan instrument

penilaian.

50

b. Analisis Rencana Pelaksanaan pembelajaran

Analisis komponen RPP didasarkan pada

persyaratan terutama pada komponen tujuan,

langkah-langkah pembelajaran, instrumen

penilaian dan pedoman penilaian.

c. Analisis Lembar Kerja Siswa

Analisis komponen LKS meliputi materi, soal,

dan pedoman penilaian. LKS yang dianalisis

adalah LKS yang diterbitkan Intan pariwara dan

LKS Progresif. Pemilihan dua LKS ini didasarkan

pada model pengintegrasiaan pendidikan

karakter yang berbeda dalam LKS.

d. Menentukan model pengintegrasian pendidikan

karakter bangsa ke dalam silabus yang akan

dikembangkan

e. Menentukan model pengintegrasian pendidikan

karakter bangsa ke dalam RPP yang akan

dikembangkan

f. Menentukan model pengintegrasian pendidikan

karakter bangsa ke dalam LKS yang akan

dikembangkan

3. Kegiatan Evaluasi dan Revisi

Pengintegrasian nilai karakter ke dalam silabus,

RPP, dan LKS selanjutnya dievaluasi atau dinilai

oleh ahli mata pelajaran, karakter siswa pada uji

51

perorangan, karakter siswa pada uji kelompok kecil,

dan guru mata pelajaran setelah proses pembelajaran

dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang

dikembangkan. Evaluasi dilaksanakan dalam beberapa

tahap.

C. Uji Coba Produk

Uji coba produk bertujuan untuk mendapatkan data

yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan

perbaikan agar tercapai tingkat kelayakan produk

pengembangan dan kebermanfaatannya dalam peningkatan

karakter siswa.

1. Desain Uji Coba

Perangkat bpembelajaran hasil pengembangan diuji

coba dengan tahap sebagai berikut.

a. Tanggapan ahli perangkat pembelajaran untuk

mendapatkan data berupa penilaian, pendapat,

komentar, dan saran terhadap perangkat

pembelajaran yang dikembangkan

b. Uji coba perorangan bertujuan untuk

mengidentifikasi kesalahan-kesalahan penulisan

dan penggunaan bahasa

c. Uji kelompok kecil bertujuan untuk mendapatkan

data berupa penilaian dan pendapat terhadap

perangkat pembelajaran yang dikembangkan

52

d. Uji coba lapangan untuk menguji kebermanfaatan

produk pengembangan dalam peningkatan karakter

siswa

e. Uji guru mata pelajaran bahasa Indonesia untuk

mendapatkan data yang berupa penilaian, pendapat,

komentar dan saran setelah dilakukan pembelajaran

dengan menggunakan produk pengembangan.

Dari setiap tahap evaluasi yang dilakukan

selanjutnya dilakukan revisi berdasarkan masukan dari

subjek uji coba.

2. Subjek Uji Coba

Subjek uji coba dalam penelitian pengembangan perangkat

pembelajaran berupa silabus, RPP, dan LKS pembelajaran

sastra di SMP/MTs kelas VII terdiri atas:

a. Uji ahli

b. Uji perorangan

c. Uji kelompok kecil

d. Uji coba lapangan

e. Tanggapan dari guru bahasa Indonesia

3. Jenis Data

Data kualitatif berupa saran dan data kuantitatif dari

angket

4. Instrument pengumpulan data

a. Observasi

b. Pedoman wawancara

53

c. Angket penilaian LKS

d. Hasil penilaian soal di LKS

5. Teknik analisis data

A. Analisis deskriptif kualitatif

B. Analisis statistic deskriptif

DAFTAR RUJUKAN

BSNP. 2006. Petunjuk Teknis Pengembangan Silabus dan Contoh/Model

silabus SMP/MTs. Jakarta : Depdiknas

54

Kesuma, Dharma, Triatne, Cepi dan Permana, Johar. 2011.

Pendidikan Karakter (Kajian Teori dan Pratik di Sekolah). Bandung :

Remaja Rosdakarya.

Mulyasa.2007.Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan.Bandung : Remaja

Rosdakarya

Riyanto.2010. Model Penerapan Pendidikan Karakter di Sekolah.,

(Online)(http://riyantosma9yk.wordpress.com/2010/08/09/

4-model-penerapan-pendidikan-karakter-di-sekolah-

antara-otonomi-integrasi-suplemen-dan-kolaborasi-

read-more-about-integrasi-pendidikan-karakter-

dengan-mata-pelajaran-by-kang-marfu/

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D). Bandung : Alfabeta.

Trianto.2011.Model Pembelajaran terpadu.Jakarta : Bumi Aksara.

http://www.antaranews.com/berita/1275506591/pembelajaran-sastra-

dorong-sikap-

kritis)

55