PENGINTEGRASIAN PENDIDIKAN KARAKTER
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
4 -
download
0
Transcript of PENGINTEGRASIAN PENDIDIKAN KARAKTER
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Praktik pendidikan di Indonesia cenderung lebih
berorentasi pada pendidikan berbasis hard skill
(keterampilan teknis) yang lebih bersifat mengembangkan
intelligence quetiont (IQ), namun kurang mengembangkan
kemampuan soft skill yang tertuang dalam emotional intelligence
(EQ), dan spiritual intelligence (SQ). Pembelajaran diberbagai
sekolah lebih menekankan pada perolehan nilai hasil
ulangan maupun nilai hasil ujian. Banyak guru yang
memiliki persepsi bahwa peserta didik yang memiliki
kompetensi yang baik adalah memiliki nilai hasil
ulangan/ujian yang tinggi.
Pada kenyataannya pendidikan yang hanya berbasiskan
hard skill yaitu menghasilkan lulusan yang hanya memiliki
prestasi dalam akademis, harus mulai dibenahi. Sekarang
pembelajaran juga harus berbasis pada pengembangan soft skill
(interaksi sosial) sebab ini sangat penting dalam
pembentukan karakter anak bangsa sehingga mampu bersaing,
beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan
masyarakat. Pendidikan soft skill bertumpu pada pembinaan
mentalitas agar peserta didik dapat menyesuaikan diri
dengan realitas kehidupan. Kesuksesan seseorang tidak
ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan keterampilan
1
teknis (hard skill) saja, tetapi juga oleh keterampilan
mengelola diri dan orang lain (soft skill).
Pendidikan karakter dinilai sebagai salah satu
strategi yang tepat dan strategis untuk menanggulangi
kenakalan remaja serta perilaku-prilaku yang menyimpang
di sekolah, tempat kerja dan masyarakat. Amanat UU No 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal
3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan fungsi
dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di
setiap jenjang, harus diselenggarakan secara sistematis
guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan
dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu
bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan
berinteraksi dengan masyarakat.
Sebenarnya dalam struktur kurikulum, sudah ada dua
mata pelajaran yang terkait langsung dengan pengembanngan
budi pekerti dan akhlak mulia, yaitu pendidikan Agama dan
2
PKn. Kedua mata pelajaran tersebut merupakan mata
pelajaran yang secara langsung (eksplisit) mengenalkan
nilai-nilai, dan sampai taraf tertentu menjadikan peserta
didik peduli dan menginternalisasi nilai-nilai. Pada
panduan ini, integrasi pendidikan karakter pada mata-mata
pelajaran selain pendidikan Agama dan PKn yang dimaksud
lebih pada fasilitasi internalisasi nilai-nilai di dalam
tingkah laku sehari-hari melalui proses pembelajaran dari
tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian.
Pengenalan nilai-nilai sebagai pengetahuan melalui bahan-
bahan ajar tetap diperkenankan, tetapi bukan merupakan
penekanan. Yang ditekankan atau diutamakan adalah
penginternalisasian nilai-nilai melalui kegiatan-kegiatan
di dalam proses pembelajaran.
Namun demikian, pembinaan watak melalui kedua mata
pelajaran tersebut belum membuahkan hasil yang memuaskan
karena beberapa hal.Pertama : Ketiga mata pelajaran
tersebut cenderung sekedar membekali pengetahuan mengenai
nilai-nilai melalui materi / substansi mata
pelajaran.Kedua : Kegiatan pembelajaran pada ketiga mata
pelajaran tersebut pada umumnya belum secara memadai
mendorong ter-internalisasinya nilai-nilai oleh masing-
masing siswa sehingga siswa berperilaku dengan karakter
yang tangguh.Ketiga : Menggantungkan pembentukan watak
siswa melalui kedua mata pelajaran itu saja tidak
3
cukup.Pengembangan karakter peserta didik perlu
melibatkan lebih banyak lagi mata pelajaran, bahkan semua
mata pelajaran.
Untuk merespons sejumlah kelemahan dalam pelaksanaan
pendidikan akhlak dan budi pekerti telah diupayakan
inovasi pendidikan budaya dan karakter bangsa. Inovasi
tersebut adalah melalui pendidikan budaya dan karakter
bangsa dilakukan secara terintegrasi ke dalam semua mata
pelajaran. Integrasi yang dimaksud meliputi pemuatan
nilai-nilai ke dalam substansi pada semua mata pelajaran
dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang
memfasilitasi dipraktikkannya nilai-nilai dalam setiap
aktivititas pembelajaran di dalam dan di luar kelas untuk
semua mata pelajaran.
Dalam praktiknya membangun karakter peserta didik
dilaksanakan di sekolah-sekolah pada setiap satuan
pendidikan, sesuai dengan amanat undang-undang pendidikan
no 20 tahun 2003, adanya perubahan pandangan tentang
peran manusia dari paradigm manusia sebagai sumberdaya
pembangunan, menjadi paradigma manusia sebagai subjek
pembangunan secara utuh. Pendidikan harus mampu membentuk
manusia seutuhnya yang digambarkan sebagai manusia yang
memiliki karakteristik personal yang memahami dinamika
psikososial dan lingkungan kulturnya(BSNN, 2006) ini
berarti bahwa keberhasilan seseorang tidak ditentukan
4
semata-mata oleh kemampuan pengetahuan, tetapi lebih oleh
seseorang yang memiliki karakteristik yang memahami
dinamika psikososial dan lingkungan kulturnya.
Empat Model Penerapan pengimplementasian pendidikan
karakter di sekolah yaitu (:1) model otonomi dengan
menempatkan pendidikan karakter sebagai mata pelajaran
tersendiri; (2) model integrasi dengan menyatukan nilai-
nilai dan karakter-karakter yang akan dibentuk dalam
setiap mata pelajaran; (3) model ekstrakurikuler melalui
sebuah kegiatan tambahan yang berorintasi pembinaan
karakter siswa, dan (4) model kolaborasi dengan
menggabungkan ketiga model tersebut dalam seluruh
kegiatan sekolah.
Dari keempat model tersebut, yang digunakan adalah
model integrasi. Yaitu model yang mengintegrasikan
pendidikan karakter dengan seluruh mata pelajaran
ditempuh dengan paradigma bahwa semua guru adalah
pengajar karakter (character educator). Semua mata pelajaran
diasumsikan memiliki misi moral dalam membentuk karakter
positif siswa. Dengan model ini maka pendidikan karakter
menjadi tanggung jawab kolektif seluruh komponen sekolah.
Model ini dipandang lebih efektif dibandingkan dengan
model pertama, namun memerlukan kesiapan, wawasan moral
dan keteladanan dari seluruh guru. Satu hal yang lebih
sulit dari pada pembelajaran karakter itu sendiri. Pada
5
sisi lain model ini juga menuntut kreatifitas dan
keberanian para guru dalam menyusun dan mengembangkan
silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Teknik pengintegrasian dalam pembelajaran adalah
pengenalan nilai-nilai, fasilitasi diperolehnya kesadaran
akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian
nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-
hari melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di
dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran.
Pada dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk
menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi)
yang ditargetkan, juga dirancang dan dilakukan untuk
menjadikan peserta didik mengenal,menyadari/peduli, dan
menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku.
Untuk merealisasikan pengintegrasian pendidikan
karakter dalam pembelajaran, sebelumnya dengan
diintegrasikan ke dalam perangkat pembelajaran. Suhadi,
(2007:24) mengemukakan bahwa “Perangkat pembelajaran
adalah sejumlah bahan, alat, media, petunjuk dan pedoman
yang akan digunakan dalam proses pembelajaran.” Dari
uraian tersebut dapatlah dikemukakan bahwa perangkat
pembelajaran adalah sekumpulan media atau sarana yang
digunakan oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran
di kelas, serangkaian perangkat pembelajaran yang harus
dipersiapkan seorang guru dalam menghadapi pembelajaran
6
di kelas, berikut dalam tulisan ini kami membatasi
perangkat pembelajaran hanya pada: Silabus, Rencana
pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Lembar Kegiatan Siswa
(LKS).
Pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan
karakater bangsa diintegrasikan dalam setiap pokok
bahasan dari setiap mata pelajaran. Nilai-nilai tersebut
dicantumkan dalam silabus dan RPP. Pengembangan nilai-
nilai itu dalam silabus ditempuh melalui cara-cara
berikut ini:: (1) mengkaji Standar Kompetensi (SK) dan
Kompetensi Dasar (KD) pada Standar Isi; (2) (SI) untuk
menentukan apakah nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
yang tercantum itu sudah tercakup di dalamnya; (3)
menggunakan tabel 1 yang memperlihatkan keterkaitan
antara SK dan KD dengan nilai dan Indikator untuk
menentukan nilai yang akan dikembangkan;
(4) mencantumkankan nilai-nilai budaya dan karakter
bangsa dalam tabel 1 itu kedalam silabus; (5)
mencantumkan nilai-nilai yang sudah tertera dalam silabus
ke dalam RPP;(6) mengembangkan proses pembelajaran
peserta didik secara aktif yang memungkinkan peserta
didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai
dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai; dan (7)
memberikan bantuan kepada peserta didik, baik yang
7
mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai maupun
untuk menunjukkannya dalam perilaku.
http://smp2pegandon.net/2010/10/12/integrasi-pendidikan-karakter-ke-dalam-materi-dan-proses-pembelajaran-bagian-i/#ixzz1e9rUuTIC
Pembentukan nilai karakter dapat dilakukan melalui
pembelajaran sastra. Karena pembelajaran sastra Indonesia
memilikin tujuan untuk mempertajam perasaan, penalaran,
daya imajinasi, kepekaan terhadap masyarakaat, budaya dan
lingkungan hidup pembelajar. Secara komprehenssif
pembelajaran sastra Indonesia dapat memberikan kontribusi
positif dalam pendidikan moral, sikap, watak, budi
pekerti, pengetahuan budaya, dan keterampilan berbahasa.
Pembentukan pribadi berkarakter berpangkal tolak dari
ranah moral, sikap, watak, dan budi pekerti. Dalam
konteks ini dapat dinyatakan bahwa pembelajaran sastra
dapat bersifat reseptif, prodsuktif, atau sekaligus
reseptif-produktif untuk menggali, mengenali berbagai
macam nilai, serta mengungkapkannya secara tertulis.
Pembelajaran tidak cukup dibekali pengetahuan sejarah
sastra dan kritik sastra melainkan juga pengalaman
kreatif mencipta dan menghadirkan (menampilkan) karya
sastra dalam setiap pembelajaran sastra. (Sumber:
http://www.antaranews.com/berita/1275506591/pembelajaran-sastra-
dorong-sikap-kritis)
8
Aplikasi integrasi pendidikan karakter bangsa ke
dalam pembelajaran sastra dapat dilakukan dengan
pengembangan perangkat dalam proses pembelajaran.
Perangkat yang digunakan dalam proses pembelajaran
disebut dengan perangkat pembelajaran. Perangkat
pembelajaran yang diperlukan dalam mengelola proses
belajar mengajar dapat berupa buku siswa, Silabus,
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kegiatan
Siswa, Tes Hasil belajar (Ibrahim dalam Trianto,
2008:96). Dalam penelitian dan pengembangan ini dibatasi
pada Silabus, rencana Peleksanaan Pembelajaran (RPP) dan
lembar Kerja Siswa (LKS).
Persoalannya. Sampai saat ini dapat dianggap belum
ada perangkat pembelajaran sastra yang secara substansi
dan nonsubstansi mengintegrasikan pendidikan karakter
bangsa di dalamnya. Yang sudah dibuat selama ini masih
berupa pengentegrasian melalui nonsubstansi. Padahal
sastra merupakan karangan yang penuh dengan kandungan
nilai-nilai karakter. Jadi lebih lengkap jika
pengintegrasian dilakukan baik secara substansi maupun
nonsubstansi.
B. Tujuan Penelitian dan Pengembangan
Tujuan dalam penelitian dan pengembangan ini adalah
menghasilkan model perangkat pembelajaran yang terdapat
muatan nilaai-nialai karakter. Dalam mengintegrasikan
9
pendidikan karakter bangsa ke dalam perangkat
pembelajaran sesuai dengan syarat-syarat pengintegrasian
pendidikan karakter ke dalam perangkat pembelajaran.
Perangkat pembelajaran dengan muatan nilai-nil;ai
karakter hasil pengembangan ini diharapkan dapat
memperkaya kepustakaan , layak digunakan sebagai acuan
mengajar bagi guru-guru bahasa Indonesia SMP/MTs dan
layak digunakan siswa sebagai acuan kerja.
C. Spesifikasi Produk yang Diharapkan
Produk pengembangan yang dihasilkan berupa perangkat
pembelajaran yang
meliputi Silabus, Rencana pelaksanaan Pembelajaran, dan
Lembar Kerja Siswa yang sesuai dengan model
pengintegrasian pendidikan karakter bangsa dalam
pembelajaran.
Secara rinci perangkat pembelajaran sastra kelas VII
hasil pengembangan memiliki karakteristik (a) Silabus
yaitu dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai karakter
ke dalam indikator yaitu secara substansi dan
nonsubstansi; nilai-nilai karakter juga diintegrasikan
ke dalam kegiatan pembelajaran baik secara substansi dan
nonsubstansi; dan ke dalam penilaian. (b) Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran; mencantumkan nilai-nilai yang
sudah tertera dalam silabus ke dalam RPP meliputi tujuan
pembelajaran, metode pembelajaran, langkah-langkah
10
pembelajaran , instrumen penilaian dan pedoman penilaian.
(c) Lembar Kerja Siswa dengan cara mengintegrasikan
nilai-nilai karakter baik secara substansi maupun
nonsubstansi.
D. Pentingnya Pengembangan
Pengembangan pengintegrasian pendidikan karakter
bangsa ke dalam
pembelajaran sastra di kelas VII ini penting dilakukan
karena
1. Perangkat pembelajaran dengan cirri bermuatan
nilai-nilai karakter yang selama ini digunakan masih
dalam bentuk pengintegrasian secara nonsubstansi
saja.
2. Dalam pembelajaran sastra diperlukan pengintegrasian
nilai-nilai karakter secara substansi dan
nonsubstansi . Karena karya sastra adalah karangan
yang sarat dengan nilai-nilai karakter maka
pengintegrtasian dari sudut substansi juga
diperlukan.
3. Dapat memberikan arah yang jelas bagi guru-guru
bahasa Indonesia SMP/MTs tentang model
pengintegrasian nilai-nilai karakter dalam perangkat
pembelajaran sastra
4. Dapat memberikan alternative bagaimana mengajarkan
sastra yang bermuatan nilai-nilai karakter bangsa.
11
E. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan
1. Asumsi Pengembangan
1) Pembentukan karakter siswa dapat dilakukan melalui
pembelajaran sastra dengan model pengintegrasian
pendidikan karakter bangsa ke dalam perangkat
pembelajaran.
2) Perangkat pembelajaran yang disusun dengan muatan
nilai-niali karakter bangsa yang jelas akan
mempermudah guru-guru bahasa Indonesia SMP/MTs
dalam mengajar sastra dengan mengintegrasikan
pendidikan nilai karakter .
2. Keterbatasan Pengembangan
1) Model pengimplementasian pendidikan karaktrer
bangsa yang digunakan adalah model pengintegrtasian
dalam pembelajaran sastra
2) Model perangkat pembelajaran yang dikembangkan
bukan keseluruhan melainkan terbatas pada Silabus,
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan Lembar Kerja
Siswa.
3) Model pengintegrasian dalam silabus dengan cara
menganalisis indiator untuk mengintegrasikan nilai
karakter baik substansi maupun nonsubstansi;
nilai-nilai karakter juga diintegrasikan ke dalam
kegiatan pembelajaran baik secara substansi dan
nonsubstansi; dan ke dalam penilaian.
12
4) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran; mencantumkan
nilai-nilai yang sudah tertera dalam silabus ke
dalam RPP meliputi tujuan pembelajaran, metode
pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran ,
instrumen penilaian dan rubrik penilaian.
5) Perangkat pembelajaran yang dianalisis hanya ada 2
jenis dengan model yang berbeda
6) Perangkat pembelajaran yang dikembangkan hanya
diujicobakan di MTsN Blitar.
F. Batasan Istilah
Untuk menghindari kesalahpahaman terhadap istilah-
istilah kunci yang digunakan dalam karya tulis ini,
maka istilah-istilah tersebut dibewri batasan
sebagai berikut:
1. Pengembangan adalahPengembangan berasal dari kata
dasar kembang yang berarti menjadi bertambah
sempurna. Kemudian mendapat imbuan pe- dan –an
sehingga menjadi pengembangan yang artinya proses,
cara atau perbuatan mengembangkan.[1] Jadi
pengembangan di sini adalah usaha sadar yang
dilakukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan agar
lebih sempurna dari pada sebelumnya.
2. Model adalah contoh dari ssuatu yang akan dibuat.
3. Pengintegrasian adalah pemaduan, penggabungan,
penyatuanhingga menjadi satu kesatuan yang utuh
13
4. Pendidikan karakter bangsa adalah Pembelajaran yang
mengarah pada penguatan dan pengembangan perilaku
anak secara utuh yang didasarkan pada suatu nilai
tertentu yang dirujuk oleh sekolah.
5. Pembelajaran sastra Pembelajaran sastra adalah suatu
proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja
dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam
tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus
untuk memahami sastra, menghasilkan sastra, dan
menilai sastra.
6. Kelas VII adalah jenjang awal pendidikan dasar
tingkat SMP/MTs
14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan Karakter Bangsa
Pendidikan karakter, menurut Ratna megawangi dalam
Kesuma (2011:5) adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-
anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan
mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga
mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada
lingkungannya. Definisi lain juga dikemukaan oleh Gaffar
bahwa pendidikan karakter adalah sebuah proses
transformasi nilai-nilai kehidupan untuk
15
ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga
menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu. Dalam
definisi tersebut, ada tiga ide pikiran penting, yaitu :
(1) proses transformasi nilai-nilai,(2)
ditumbuhkembangkan dalam kepribadian; dan (3) menjadi
satu dalam perilaku.
Dalam konteks kajian P3, Kesuma(2011:5)
mendefinisikan pendidikan karakter dalam seting sekolah
sebagai “Pembelajaran yang mengarah pada penguatan dan
pengembangan perilaku anak secara utuh yang didasarkan
pada suatu nilai tertentu yang dirujuk oleh sekolah.
Definisi ini mengandung makna: (1) pendidikan karakter
merupakan pendidikan yang terintegrasi dengan
pembelajaran yang terjadi pada semua mata pelajaran; (2)
diarahkan pada penguatan dan pengambangan perilaku anak
secara utuh. Asumsinya, anak merupakan organisme manusia
yang memiliki potensi untuk dikuatkan dan dikembangkan;
dan (3) penguatan dan pengambangan perilaku didasari oleh
nilai yang dirujuk sekolah (lembaga).
Tujuan pendidikan karakter dalam seting sekolah yaitu:
(1) menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan
yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi
kepribadian/ kepemilikan peserta didik yang khas
sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan. Penguatan dan
pengembangan memiliki makna bahwa pendidikan dalam seting
16
sekolah bukanlah sekedar suatu dogmatisasi nilai kepada
peserta didik , tetapi sebuah proses yang membawa peserta
didik untuk memahami dan merefleksi bagaimana suatu nilai
menjadi penting untuk diwujudkan dalam perilaku
keseharian . penguatan juga mengarahkan proses
pedndidikan pada proses pembiasaan yang disertai oleh
logika dan refleksi terhadap proses dan dampak dari
proses pembiasaan yang dilakukan oleh sekolah baik dalam
seting kelas maupun sekolah. ; (2) mengoreksi perilaku
peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai
yang dikembangkan oleh sekolah. Tujuan ini memiliki makna
bahwa pendidikaan karakter memiliki sasaran untuk
meluruskan berbagai perilaku anak yang negative menjadi
positif. Proses pelurusan dengan pengoreksian perilaku
negative diarahkan pada pola pikir anak, kemudian
dibarengi dengn keteladanan lingkungan sekolah dan rumah,
dan proses pembiasaan berdasarkan ingkat dan jenjang
sekolahnya; dan (3) membangun koneksi yang harmoni dengan
keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab
pendidikan karakter secara bersama. Tujuan ini memiliki
makna bahwa proses pendidikan karakter di sekolah harus
dihubungkan dengan proses pendidikan di keluarga.(Kesuma,
2011:11)
B. Model Pengimplementasian Pendidikan Karakter
17
Untuk mengimplementasikan pendidikan karakter di
sekolah Riyanto (2010:1) mengemukakan terdapat empat
tawaran model penerapan, yaitu (1) model otonomi dengan
menempatkan pendidikan karakter sebagai mata pelajaran
tersendiri,
(2) model integrasi dengan menyatukan nilai-nilai dan
karakter-karakter yang akan dibentuk dalam setiap mata
pelajaran, (3) model ekstrakurikuler melalui sebuah
kegiatan tambahan yang berorintasi pembinaan karakter
siswa, dan (4) model kolaborasi dengan menggabungkan
ketiga model tersebut dalam seluruh kegiatan sekolah.
1. Model Otonomi
Model otonomi yang memposisikan pendidikan karakter
sebagai mata sebuah pelajaran tersendiri menghendaki
adanya rumusan yang jelas seputar standar isi, kompetensi
dasar, silabus, rencana pembelajaran, bahan ajar,
metodologi dan evaluasi pembelajaran. Jadwal pelajaran
dan alokasi waktu merupakan konsekuensi lain dari model
ini. Sebagai sebuah mata pelajaran tersendiri pendidikan
karakter akan lebih terstruktur dan terukur. Guru
mempunyai otoritas yang luas dalam perencanaan dan
membuat variasi program karena ada alokasi waktu yang
dikhususkan untuk itu.
Namun demikian model ini dengan pendekatan formal dan
struktural kurikulum dikhawatirkan lebih banyak menyentuh
18
aspek kognitif siswa,tidak sampai pada aspek afektif dan
perilaku. Model seperti ini biasanya mengasumsikan
tanggung jawab pembentukan karakter hanya ada pada guru
bidang studi sehingga keterlibatan guru lain sangat
kecil. Pada akhirnya pendidikan karakter akal gagal
karena hanya mengisi intelektual siswa tentang konsep-
konsep kebaikan, sementara emosional dan spiritualnya
tidak terisi.
2. Model Integrasi
Ada pun model ke dua yang mengintegrasikan pendidikan
karakter dengan seluruh mata pelajaran ditempuh dengan
paradigma bahwa semua guru adalah pengajar karakter
(character educator). Semua mata pelajaran diasumsikan
memiliki misi moral dalam membentuk karakter positif
siswa. Dengan model ini maka pendidikan karakter menjadi
tanggung jawab kolektif seluruh komponen sekolah. Model
ini dipandang lebih efektif dibandingkan dengan model
pertama, namun memerlukan kesiapan, wawasan moral dan
keteladanan dari seluruh guru. Satu hal yang lebih sulit
dari pada pembelajaran karakter itu sendiri. Pada sisi
lain model ini juga menuntut kratifitas dan keberanian
para guru dalam menyusun dan mengembangkan silabus dan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
3. Model Suplemen
19
Model ketiga yang menawarkan pelaksanaan pendidikan
karakter melalui sebuah kegiatan di luar jam sekolah
dapat ditempuh melalui dua cara. Pertama melalui suatu
kegiatan ekstrakurikuler yang dikelola oleh pihak sekolah
dengan seorang penanggung jawab. Kedua, melalui kemitraan
dengan lembaga lain yang memiliki kapabilitas dalam
pembinaan karakter.
Model ini memiliki kelebihan berupa pengalaman
kongkret yang dialami para siswa dalam pembentukan
karakter. Ranah afektif dan perilaku siswa akan banyak
tersentuh melalui berbagai kegiatan yang dirancang.
Keterlibatan siswa dalam menggali nilai-nilai kehidupan
melalui kegiatan tersebut akan membuat pendidikan
karakter memuaskan dan menyenangkan. Pada tahap ini
sekolah menjalin kemitraan dengan keluarga dan masyarakat
sekitar sekolah. Masyarakat dimaksud adalah keluarga,
siswa, organisasi, tetangga, dan kelompok atau individu
yang berpengaruh terhadap kesuksesan siswa di sekolah.
4. Model Kolaborasi
Model terakhir berupa kolaborasi dari semua model
merupakan upaya untuk mengoptimalkan kelebihan setiap
model dan menutupi kekurangan masing-masing pada sisi
lain. Dengan kata lain model ini merupakan sintesis dari
model-model terdahulu. Pada model ini selain diposisikan
sebagai mata pelajaran secara otonom, pendidikan karakter
20
dipahami sebagai tanggung jawab sekolah bukan guru mata
pelajaran semata. Karena merupakan tanggung jawab sekolah
maka setiap aktifitas sekolah memiliki misi pembentukan
karakter. Setiap mata pelajaran harus berkontribusi dalam
pembentukan karakter dan penciptaan pola pikir moral yang
progresif. Sekolah dipahami sebagai sebuah miniatur
masyarakat sehingga semua komponen sekolah dan semua
kegiatannya merupakan media-media pendidikan karakter.
Berbagai kegiatan diselenggarakan untuk membawa siswa ke
dalam pengalaman nyata penerapan karakter, baik sebagai
kegiatan ekstrakurikuler yang terprogram maupun kegiatan
insidentil sesuai dengan fenomena yang berkembangan di
masyarakat.
Keempat model di atas dapat diumpamakan wadah yang
memberikan ruang gerak pada pendidikan karakter.
Selanjutnya agar gerak tersebut efektif dan efisien
diperlukan pemilihan metode pembelajaran dalam upaya
pembentukan karakter positif dalam diri siswa. Apa pun
metode yang dipilih, hal yang harus digarisbawahi adalah
pelibatan aspek kognitif, afektif dan perilaku siswa
secara simultan. Sebagai antitesis terhadap metode
pendidikan akhlak dan moral selama ini yang cenderung
doktriner dan hanya menghidupkan aspek kognitif siswa,
maka metode yang dibutuhkan adalah metode yang
21
menghidupkan ketiga aspek tersebut dan membawa siswa ke
dalam pengalaman nyata kehidupan berkarakter.
C. Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan
Karakter Bangsa
NILAI DESKRIPSI 1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam
melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan,
dan pekerjaan. 3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan
agama, suku, etnis,pendapat, sikap, dan
tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya
4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib danpatuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengansebaik-baiknya.
6. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri Sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantungpada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
22
9. Rasa InginTahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untukmengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.
10. Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yangmenempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air
Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12. Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui, dan menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat / Komuniktif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14. Cinta Damai
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan amanatas kehadiran dirinya
15. Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Ling-kungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18.Tanggung Sikap dan perilaku seseorang untuk
23
jawab melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosialdan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
D. Pengintegrasian Pendidikan Karakter dalam
Pembelajaran
Pengintegrasian karakter, diawali dengan membuat
perencanaan. Perencanaan
yang dilakukan adalah dengan pengembangan nilai-nilai dan
karakter, diingintegrasikan dalam setiap pokok bahasan
dari setiap mata mata pelajaran, selanjutnya nilai-nilai
tersebut dicantumkan dalam Silabus dan Rencana Program
Pembelajaran (RPP). Pengembangan nilai-nilai tersebut
melalui cara-cara sebagai berikut; (1) mengkaji standar
kompetensi(SK) dan Kompetensi Dasar(KD) untuk menentukan
apakah kandungan nilai-nilai dan karakter secara tersirat
atau tersurat dalam SK dan KD sudah tercakup di dalamnya,
(2)menggunakan table 1 yang memperlihatkan keterkaitan
antara SK/KD dengan nilai dan indicator untuk menentukan
nilai yang akan dikembangkan, (3) mencantumkan nilai-
nilai dan karakter bangsa dalam table 1 tersebut ke dalam
silabus, (4) mencantumkan nilai-nilai yang sudah
tercantum dalam silabus ke RPP, (5) mengembangkan proses
pembelajaran peserta didik peserta didik aktif yang
memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan
24
internalisasi nilai dan menunjukan dalam perilaku yang
sesuai, (6) memberikan bantuan kepada peserta didik yang
mengalami kesulitan untuk internalisasi nilai mau pun
untuk menunjukkannya dalam perilaku.Langkah-langkah menyusun silabus adalah sebagai
berikut: (1). Petakan Standar Kompetensi (SK) dan
Kompetensi Dasar (KD); (2). Pilihlah dan tentukan materi
pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi dasar dengan
mengacu atau menggunakan sumber belajar; (3). Merancang
kegiatan pembelajaran dengan mengggunakan metode
pembelajaran yang sudah banyak digunakan. Buatlah kegiatan
pembelajaran tersebut semenarik mungkin dan dapat
memotivasi siswa untuk siap belajar; (4). Tentukan
indikator pencapaian agar lebih mudah merancang
penilaiannya; (5). Susunlah penilaian dengan menyertakan
teknik yang digunakan, bentuk instrumen, dan berikan contoh
soal; dan (6). Alokasikan waktu kegiatan pembelajaran.
Sesuaikan dengan materi yang akan diberikan; (7). Masukkan
sumber belajar. Sumber belajar dapat berupa buku yang
digunakan, CD, kaset, atau website; (8). Dan terakhir
tentukan nilai karakter apa yang harus ditanamkan dengan
memasukkan dalam kegiatan pembelajaran, indicator substansi
dan nonsubstansi, dan instrument penilaian.
Mulyasa (2007:223) menjelaskan cara pengembangan RPP
adalah (1) mengisi kolom identitas; (2) menentukan alokasi
waktuy; (3) menentukan standar kompetensi dasar serta
25
indicator yang akan digunakan yang terdapat pada silabus
yang telah disusun yang telah ditentukan; (4) merumuskan
tujuan pembelajaran berdasarkan standar kompetensi dasar,
serta indicator yang telah ditentukan; (5) mengidentifikasi
materi standar berdasarkan materi pokok/pembelajaran yang
terdapat dalam silabus; (6) menentukan metode pembelajaran
yang akan digunakan; (7u) merumuskan langkah-langkah
pembelajaran yang memasukkan unsure EEK; (8) menentukan
sumber belajar yang digunakan; dan (9) menyusun criteria
penilaian, lemb ar pengamatan, contoh soal, dan teknik
penskoran. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan
RPP Bernilai karakter adalah memasukkan semua nilai
karakter yang sudah tertulis dalam silabus ke dalam
Indikator, langkah-langkah pembelajaran dan penilaian.
Penilaian nilai karakter baik secara substansi include
dalam materi ataupun nonsubstansi melalui proses dengan
teknik menggunakan anekdot.
Sedangkan dalam penyusunan LKS nilai karakter secara
substansi dimasukkan dalam materi dan soal-soal yang
berkaitan dengan nilai karakter.
E. Konsep Pembelajaran Sastra
Kata sastra pada awalnya sebenarnya adalah
kesusastraan, akan tetapi orang lebih suka menggunakan
istilah sastra. Kata kesusastraan berasal dari bahasa
26
Sansekerta, yaitu susastra dengan memperoleh iombuhan ke-
an. Kata su berarti baik atau indah, dan kata sastra
berarti tulisan atau karangan. Jadi, kesusastraan adalah
semua tulisan atau karangan yang indah dan baik, semua
tulisan atau karangan yang mengandung nilai-nilai
kebaikan yang ditulis dengan bahasa yang indah.
Fungsi sastra bagi hidup dan kehidupan manusia
adalah (1) Fungsi reaktif, yaitu fungsi atau manfaat
memberikan rasa senang, gembira, dan menghibur;
(2) Fungsi didaktif, yaitu fungsi atau manfaat
mengarahkan dan mendidik pembaca karena mengandung nilai-
nilai moral; (3). Fungsi estetika, yaitu fungsi atau
manfaat yang dapat memberikan keindahan bagi pembaca
karena bahasanya yang indah;
(4). Fungsi moralitas, yaitu fungsi atau manfaat yang
dapat membedakan moral yang baik dan tidak baik bagi
pembacanya karena sastra yang baik selalu mengandung
nilai-nilai moral yang tinggi; (5). Fungsi religiusitas,
yaitu fungsi atau manfaat yang mengandung ajaran-ajaran
agama yang harus diteladani oleh pembaca.
Sastra tidak bisa dikelompokkan ke dalam aspek
keterampilan berbahasa karena bukan merupakan bidang yang
sejenis. Walaupun demikian, pembelajaran sastra
dilaksanakan secara terintegrasi dengan pembelajaran
bahasa baik dengan ketrampilan menulis, membaca,
27
menyimak, maupun berbicara. Dalam praktiknya, pengajaran
sastra berupa pengembangan kemampuan menulis sastra,
membaca sastra, menyimak sastra, dan berbicara sastra.
Berdasarkan hal di atas, pembelajaran sastra
mencakup hal-hal berikut (1)Menulis sastra : menulis
puisi, menulis cerpen, menulis novel, menulis drama;(2)
Membaca sastra : membaca karya sastra dan memahami
maknanya, baik terhadap karya sastra yang berbentuk
puisi, prosa, maupun naskah drama;(3). Menyimak sastra
mendengarkan dan merefleksikan pembacaan puisi,
dongeng,cerpen, novel, pementasan drama; (4) Berbicara
sastra : berbalas pantun, deklamasi, mendongeng, bermain
peran berdasarkan naskah, menceritakan kembali isi karya
sastra, menanggapi secara lisan pementasan karya sastra.
Sasaran Pembelajaran Sastra meliputi: (1)
Pembelajaran menulis sastra Penulisan sastra membutuhkan
penghayatan terhadap pengalaman yang ingin diekspresikan,
penguasaan teknik penulisan sastra, dan memiliki wawasan
yang luas
mengenai estetika. Tujuan pembelajaran menulis sastra
adalah :
(a) agar siswa menguasai teori penulisan sastra yang
berkaitan dengan unsur-unsur dan kaidah-kaidah dalam
penulisan sastra, teknik penulisan sastra, dan estetika
(b) agar siswa terampil menulis sastra (2) Pembelajaran
28
membaca sastra. Salah satu syarat untuk
dapat memahami karya sastra dan membaca sastra dengan
baik adalah mempunyai pengetahuan yang baik tentang
sastra. Sasaran pembelajaran
membaca sastra adalah pengembangan kompetensi yang
berkaitan dengan hakikat
membaca, hakikat sastra dan membaca sastra, teknnik
memahami dan mengomentari
karya sastra; (3). Pembelajaran menyimak sastra. Sasaran
pembelajaran menyimak sastra adalah pengembangan
kemampuan mendengarkan, memahami, dan menanggapi berbagai
ragam wacana lisan. Sasaran lain adalah pengembangan
kemampuan siswa dalam memahami pikiran, perasaan, dan
imajinasi yang terkandung dalam karya sastra yang
dilisankan; dan (4). Pembelajaran berbicara sastra.
Kemampuan berbicara sastra merupakan kemampuan melisankan
karya sastra yang berupa menuturkan, membawakan, dan
membacakan karya sastra. Kemampuan
tersebut merupakan salah satu indicator dari
subkompetensi “menguasai ekspresi sastra dalam berbagai
jenisdan bentuk”.
(Sumber: http://aldonsamosir.wordpress.com/kurikulum/pembelajaran-
sastra/
F. Perangkat Pembelajaran
29
Suhadi, (2007:24) mengemukakan bahwa “Perangkat
pembelajaran adalah sejumlah bahan, alat, media, petunjuk
dan pedoman yang akan digunakan dalam proses
pembelajaran.” Dari uraian tersebut dapatlah dikemukakan
bahwa perangkat pembelajaran adalah sekumpulan media atau
sarana yang digunakan oleh guru dan siswa dalam proses
pembelajaran di kelas, serangkaian perangkat pembelajaran
yang harus dipersiapkan seorang guru dalam menghadapi
pembelajaran di kelas, berikut dalam tulisan ini
perangkat pembelajaran hanya dibatasi pada: (a) Silabus
(b) Rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Buku siswa
(BS), Buku Pegangan Guru (BPG), Lembar Kegiatan Siswa
(LKS), dan Tes Hasil Belajar.Berikut akan dipaparkan
masing-masing perangkat pembelajaran yang dimaksud.
1. Silabus
1) Pengertian Silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu
dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang
mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi
pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator
pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi
waktu, dan sumber belajar. Berdasar pada pengertian
tersebut, silabus menjawab pertanyaan: (a) Apa kompetensi
yang harus dikuasai siswa?, (b) Bagaimana cara
30
mencapainya?, dan (c) Bagaimana cara mengetahui
pencapaiannya?
2) Pengembangan Silabus
Silabus dikembangkan oleh guru kelas/mata pelajaran,
atau Kelompok guru kelas/mata pelajaran, atau Kelompok
kerja guru (KKG/PKG/MGMP) Dibawah koordinasi dan
supervisi Dinas Pendidikan Kab/Kota/Provinsi.
Pengembangan silabus menganut prinsip-prinsip sebagai
berikut: (a) Ilmiah: prinsip ini mengandung pengertian
bahwa keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan
dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan
secara keilmuan.(b) Relevan: dimaksudkan bahwa cakupan,
kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi
dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik,
intelektual, sosial, emosional, dan spritual peserta
didik. (c) Sistematis: artinya komponen-komponen silabus
saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai
kompetensi; (d) Konsisten: diartikan sebagai adanya
hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara
kompetensi dasar, indikator, materi pokok/ pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem
penilaian; (e) Memadai: dimaksud bahwa cakupan indikator,
materi pokok/ pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber
belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang
pencapaian kompetensi dasar;
31
(f) Aktual dan Kontekstual: mengandung pengertian bahwa
cakupan indikator, materi pokok/pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian
memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni
mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang
terjadi; (g) Fleksibel: berarti bahwa keseluruhan
komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta
didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di
sekolah dan tuntutan masyarakat; (h) Menyeluruh:
dimaksudkan bahwa komponen silabus mencakup keseluruhan
ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).
3) Komponen Silabus
Adapun komponen silabus adalah: (a) Standar
Kompetensi, (b) Kompetensi Dasar, (c) Materi
Pokok/Pembelajaran, (c) Kegiatan Pembelajaran, (d)
Indikator, (e) Penilaian, (f) Alokasi Waktu, dan (g)
Sumber Belajar.
Standar kompetensi dan kompetensi dasar diambil dari
standar isi (SI) sesuai Kepmendiknas nomor 22, 23. Materi
pokok pembelajaran dipilih materi yang mampu mendukung
pencapaian SK dan KD. Dalam pemilihan materi
pembelajaran, digunakan indikator ketercapaian KD sebagai
pedoman. Itulah sebabnya KD harus dijabarkan secara
komprehensif ke dalam indicator sehingga benar-benar
merupakan penjabaran dari KD.
32
Setiap materi pembelajaran memiliki karakteristik
yang unik, karena itu cara penyampaiannyapun berbeda.
Berdasarkan indicator/tujuan yang ingin dicapai dan
karakteristik materi pembelajaran ditentukan kegiatan
pembelajaran dan strategi evaluasinya.
4) Langkah-langkah Pengembangan Silabus
Pengembangan silabus mengikuti langkah-langkah pokok
sebagai berikut;
(a) Mengkaji dan Menentukan Standar Kompetensi Mengkaji
standar kompetensi mata pelajaran, dilakukan dengan
memperhatikan hal-hal berikut: (1) urutan berdasarkan
hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan
materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada
di SI; (2) keterkaitan antar standar kompetensi dan
kompetensi dasar dalam mata pelajaran; (3) keterkaitan
standar kompetensi dan kompetensi dasar antarmata
pelajaran; (b) Mengkaji dan Menentukan Kompetensi Dasar.
Mengkaji kompetensi dasar mata pelajaran dengan
memperhatikan hal-hal berikut: seperti ketika mengkaji
standar kompetensi.
(c) Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran.
Mengidentifikasi materi pokok mempertimbangkan: potensi
peserta didik; relevansi dengan karakteristik daerah;
tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional,
sosial, dan spritual peserta didik; kebermanfaatan bagi
33
peserta didik; struktur keilmuan; Aktualitas, kedalaman,
dan keluasan materi pembelajaran; relevansi dengan
kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan; alokasi
waktu. (d) Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran. Kegiatan
pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman
belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui
interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru,
lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka
pencapaian kompetensi. Pengalaman belajar dimaksud dapat
terwujud melalui pendekatan pembelajaran yang bervariasi
dan berpusat pada peserta didik. Pengalaman Belajar
memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik.
Hal-hal yang harus diperhatikan di dalam mengembangkan
kegiatan pembelajaran Memberikan bantuan guru agar dapat
melaksanakan proses pembelajaran secara professional (1)
Memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan peserta
didik secara berurutan untuk mencapai kompetensi
dasar;
(2) Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai
dengan hierarki konsep materi pembelajaran; (3)
Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal
mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan
pengelolaan pengalaman belajar peserta didik yaitu
kegiatan siswa dan materi. (e) Merumuskan Indikator
Pencapaian Kompetensi Indikator merupakan penanda
34
pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan
perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan Indikator dikembangkan
sesuai dengan karakteristik peserta didik, satuan
pendidikan, dan potensi daerah. Indikator digunakan
sebagai dasar penentuan strategi dan pengembangan
instrumen penilaian.
Setiap KD dikembangkan menjadi beberapa indicator,
kecuali KD tersebut telah operasional; dan terukur.
Rumusan indicator harus operasional dan terukut. Kata
kerja pada indicator harus lebih rendah atau minimal
setara dengan kata kerja pada SK/KD.
Indikator harus betul-betul merupakan wakil dari KD dalam
pengertian bila semua indicator tercapai, KD juga akan
tercapai. Indikator yang tidak mewakili KD, meskipun
jumlahnya banyak dan semuanya telah tercapai, KD belum
terdapai.
(f) Menentukan Jenis Penilaian Penilaian merupakan
serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan
menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta
didik yang dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang
bermakna dalam pengambilan keputusan. Penilaian dilakukan
dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis
maupun lisan, pengamatan kinerja, sikap, penilaian hasil
35
karya berupa proyek atau produk, penggunaan portofolio,
dan penilaian diri. Hal-hal yang perlu diperhatikan di
dalam pengembangan penilaian adalah sebagai berikut.
Penilaian digunakan untuk mengukur pencapaian kompetensi
peserta didik, yang dilakukan berdasarkan indikator;
menggunakan acuan kriteria; menggunakan sistem penilaian
berkelanjutan; hasil penilaian dianalisis untuk
menentukan tindak lanjut; sesuai dengan pengalaman
belajar yang ditempuh dalam kegiatan pembelajaran. (g)
Menentukan Alokasi Waktu Penentuan alokasi waktu pada
setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah minggu
efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu
dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar,
keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat
kepentingan kompetensi dasar. Alokasi waktu yang
dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu
rerata untuk menguasai kompetensi dasar yang dibutuhkan
oleh peserta didik yang beragam.(h) Menentukan Sumber
Belajar
Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang
digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Sumber belajar
dapat berupa media cetak dan elektronik, nara sumber,
serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya.
Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar
kompetensi dan kompetensi dasar serta materi
36
pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator
pencapaian kompetensi.
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan panduan
kegiatan guru dalam kegiatan pembelajaran sekaligus
uraian kegiatan siswa yang berhubungan dengan kegiatan
guru yang dimaksudkan. RPP ini disusun berdasarkan
indikator-indikator yang telah disusun mengacu pada
prinsip dan karakteristik pembelajaran yang dipilih
berisi tujuan pembelajaran, materi ajar, metode
pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar,
RPP yang disusun mencakup alokasi waktu 2 ´ 40 menit
(khusus SMP) untuk setiap pertemuan (tatap muka).
Berkaitan dengan rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP), lebih lanjut O’Meara (2000) menyarankan agar dapat
digunakan secara praktis oleh guru dan dapat dengan mudah
diobservasi. Rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
memuat tujuan isi atau materi pembelajaran, metode
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, daftar pustaka dan
penilaian. Rencana pelaksanaan pembelajaran disusun
dengan baik, terurut dan didesain dengan baik.
3. Buku
Buku sebagai rangkaian dari perangkat pembelajaran
tentunya haru memberikan manfaat bagi guru khususnya
siswa. Depdiknas (2008a:12) menjelaskan bahwa “Buku
37
adalah bahan tertulis yang menyajikan ilmu pengetahuan
buah pikiran dari pengarangnya.” Lebih lanjut dijelaskan
dari sumber yang sama (Depdiknas, 2008a:12), bahwa: buku
sebagai bahan tertulis merupakan buku yang berisi suatu
ilmu pengetahuan hasil analisis terhadap kurikulum dalam
bentuk tertulis. Sedangkan buku yang baik adalah buku
yang ditulis dengan menggunakan bahasa yang baik dan
mudah dimengerti, disajikan secara menarik dilengkapi
dengan gambar dan keterangan-keterangannya, isi buku
juga menggambarkan sesuatu yang sesuai dengan ide
penulisnya.
Selain penjelasan tersebut, dalam bagian yang sama,
dijelaskan bahwa “Buku pelajaran berisi ilmu pengetahuan
yang dapat digunakan oleh peserta didik untuk belajar
….” (Depdiknas, 2008a:12).Sumber lain tentang buku
adalah Permendiknas RI No. 2 tahun 2008. Tentang buku
panduan pendidik dijelaskan dalam bab I, pasal 1, butir
4, bahwa “Buku panduan pendidik adalah buku yang memuat
prinsip, prosedur, deskripsi materi pokok, dan model
pembelajaran untuk digunakan oleh para pendidik.”
(Depdiknas, 2008b:2).
Beberapa batasan buku di atas menjelaskan bahwa buku
sebagai salah satu bahan ajar jenis bahan cetak
merupakan buku yang substansinya adalah pengetahuan,
yang disusun berdasarkan analisis kurikulum, disusun
38
untuk memudahkan guru dalam pembelajaran dan siswa
belajar mencapai kompetensi yang ditetapkan kurikulum,
dengan memperhatikan kebahasaan, kemenarikan, dan
mencerminkan ide penulisnya. Buku yang memudahkan
belajar siswa disebut buku siswa, dan buku yang
memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran disebut
sebagai buku panduan guru/pendidik, masing-masing
memiliki struktur dan komponen yang khas. Penyusunan
bahan ajar cetak, khususnya buku, dijelaskan dalam
Depdiknas (2008a:19) bahwa: Sebuah buku akan dimulai
dari latar belakang penulisan, definisi/ pengertian dari
judul yang dikemukakan, penjelasan ruang lingkup
pembahasan dalam buku, hukum atau aturan-aturan yang
dibahas, contoh-contoh yang diperlukan, hasil
penelitian, data dan inter petasinya, berbagai argumen
yang sesuai disajikan. Lebih lanjut diuraikan langkah-
langkah yang harus dilakukan guru dalam menulis buku
sebagai pelengkap perangkat pembelajaran adalah: (1)
menganalisis kurikulum, (2) menentukan judul buku yang
akan ditulis, (3) merancang outline buku agar memenuhi
aspek kecukupan, (4) mengumpulkan referensi sebagai
bahan penulisan, (5) menulis buku dengan memperhatikan
kebahasaan yang sesuai dengan pembacanya, (6) mengedit
dan merevisi hasil tulisan, (7) memperbaiki tulisan,
39
(8) menggunakan berbagai sumber belajar yang relevan
(Depdiknas, 2008a:20).
4. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
Perangkat pembelajaran menjadi pendukung buku dalam
pencapaian kompetensi dasar siswa adalah lembar kegiatan
siswa (LKS). Lembar ini diperlukan guna mengarahkan
proses belajar siswa, dimana pembelajaran yang
berorientasi kepada peserta didik, maka dalam serangkaian
langkah aktivitas siswa harus berkenaan dengan tugas-
tugas dan pembentukan konsep matematika. Dengan adanya
lembar kegiatan siswa ini, maka partisipasi aktif peserta
didik sangat diharapkan, sehingga dapat memberikan
kesempatan lebih luas dalam proses konstruksi pengetahuan
dalam dirinya.
Trianto (2007a:73) menguraikan bahwa lembar
kegiatan siswa adalah panduan siswa yang digunakan untuk
melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah.
Lembar kegiatan ini dapat berupa panduan untuk latihan
pengembangan aspek kognitif maupun panduan untuk
pengembangan semua aspek pembelajaran dalam bentuk
panduan eksperimen atau demonstrasi.
Untuk menyusun perangkat pembelajaran berupa LKS,
Depdiknas (2008b:23) menguraikan rambu-rambunya, bahwa
LKS akan memuat paling tidak: judul, kompetensi dasar
yang akan dicapai, waktu penyelesaian peralatan/ bahan
40
yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas, informasi
singkat, langkah kerja, tugas yang harus dilakukan, dan
laporan yang harus dikerjakan.
Langkah-langkah persiapan LKS dijelaskan dalam
Depdiknas (2008a: 23-24) sebagai berikut: (a). Analisis
kurikulum. Analisis ini dilakukan dengan memperhatikan
materi pokok, pengalaman belajar siswa, dan kompetensi
yang harus dicapai siswa; (b) Menyusun peta kebutuhan
LKS. Peta kebutuhan LKS berguna untuk mengetahui jumlah
kebutuhan LKS dan urutan LKS; (c) Menentukan judul-judul
LKS. Judul LKS harus sesuai dengan KD, materi pokok dan
pengalaman belajar; (d) Penulisan LKS. Langkah-
langkahnya: (1) perumusan KD yang harus dikuasai, (2)
menentukan alat penilaian, (3) penyusunan materi dari
berbagai sumber, (4) memperhatikan struktur LKS, yang
meliputi: (a) judul, (b) petunjuk belajar, (c) kompetensi
yang akan dicapai, (d) informasi pendukung, (e) tugas dan
langkah-langkah kerja, dan (f) penilaian.
5. Tes Hasil Belajar (THB)
Untuk menyatakan bahwa suatu proses belajar mengajar
dapat dikatakan berhasil, setiap guru memiliki pandangan
masing-masing. Namun untuk menyamakan persepsi sebaiknya
kita berpedoman pada kurikulum yang berlaku saat ini,
antara lain bahwa suatu proses belajar mengajar tentang
41
suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila
Kompetensi Dasar (KD)-nya dapat dicapai.
Untuk mengetahui tercapai tidaknya KD, guru perlu
mengadakan tes setiap selesai menyajikan satu bahasan
kepada siswa. Fungsi penilaian ini adalah memberikan
umpan balik kepada guru dalam rangka memperbaiki proses
belajar mengajar dan melaksanakan program berikutnya bagi
siswa belum berhasil. Tes hasil belajar menurut Trianto
(2007a:76) adalah:Butir tes yang digunakan untuk
mengetahui hasil belajar siswa setelah mengikuti kegiatan
belajar mengajar, tes ini dibuat mengacu pada kompetensi
dasar yang ingin dicapai, dijabarkan ke dalam indikator
pencapaian hasil belajar dan disusun berdasarkan kisi-
kisi penulisan butir soal lengkap dengan kunci jawabannya
serta lembar observasi penilaian psikomotor kinerja
siswa.Sejalan pendapat di atas, Hudoyo (1988:144)
mengemukakan bahwa: Cara menilai hasil belajar matematika
biasanya menggunakan tes. Maksud tes yang utama adalah
mengukur hasil belajar yang dicapai oleh seseorang yang
belajar matematika. Di samping itu tes juga dipergunakan
untuk menentukan seberapa jauh pemahaman terhadap materi
yang telah dipelajari. Untuk mengukur hasil belajar
digunakan tes hasil belajar, Subino, (1987) mengatakan
bahwa Idealnnya sebelum tes dipergunakan maka tes
tersebut harus memenuhi syarat-syarat tes yang baik
42
memenuhi kriteria validitas dan reliabel. Validitas
adalah ketepatan tes dalam mengukur apa yang harus
diukur, seberapa baikkah tes tersebut dapat melaksanakan
tugas yang diembannya, sedangkan realiabilitas adalah
Kekonsistenan alat ukur (keanjengan)
G. Rancangan Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model
Kemp.
Pengembangan perangkat pembelajaran adalah
serangkaian proses atau kegiatan yang dilakukan untuk
menghasilkan suatu perangkat pembelajaran berdasarkan
teori pengembangan yang telah ada.
Menurut van den Akker dan Plomp (Hadi, 2001: 4)
mendeskripsikan penelitian pengembangan berdasarkan dua
tujuan yaitu (1) pengembangan untuk mendapatkan prototipe
produk, (2) perumusan saran-saran metodologis untuk
pendesainan dan evaluasi prototipe tersebut.
Richey and Nelson (Hadi, 2001: 4) mendefiniskan
Penelitian pengembangan sebagai suatu pengkajian
sistematis terhadap pendesainan, pengembangan dan
evaluasi program, proses dan produk pembelajaran yang
harus memenuhi kriteria validitas, praktikalitas dan
efektivitas.
Suatu produk atau program dikatakan valid apabila ia
merefleksikan jiwa pengetahuan (state-of-the-art
knowledge). Ini yang kita sebut sebagai validitas isi;
43
sementara itu komponen-komponen produk tersebut harus
konsisten satu sama lain (validitas konstruk).
Selanjutnya suatu produk dikatakan praktikal apabila
produk tersebut menganggap bahwa ia dapat digunakan
(usable). Kemudian suatu produk dikatakan efektif apabila
ia memberikan hasil sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan oleh pengembang.
Menurut Kemp (dalam, Trianto, 2007: 53) Pengembangan
perangkat merupakan suatu lingkaran yang kontinum. Tiap-
tiap langkah pengembangan berhubungan langsung dengan
aktivitas revisi. Pengembangan perangkat ini dimulai dari
titik manapun sesuai di dalam siklus tersebut.
Pengembangan perangkat model Kemp memberi kesempatan
kepada para pengembang untuk dapat memulai dari komponen
manapun. Namun karena kurikulum yang berlaku secara
nasional di Indonesia dan berorientasi pada tujuan, maka
seyogyanya proses pengembangan itu dimulai dari tujuan.
Secara umum model pengembangan model Kemp
ditunjukkan pada gambar berikut:
44
.
Model pengembangan sistem pembelajaran ini memuat
pengembangan perangkat pembelajaran. Terdapat sepuluh
unsur rencana perancangan pembelajaran. Kesepuluh unsur
tersebut adalah:
1. Identifikasi masalah pembelajaran, tujuan dari
tahapan ini adalah mengidentifikasi antara tujuan
menurut kurikulum yang berlaku dengan fakta yang
terjadi di lapangan baik yang menyangkut model,
pendekatan, metode, teknik maupun strategi yang
digunakan guru.
45
2. Analisis Siswa, analisis ini dilakukan untuk
mengetahui tingkah laku awal dan karateristik siswa
yang meliputi ciri, kemampuan dan pengalaan baik
individu maupun kelompok.
3. Analisis Tugas, analisis ini adalah kumpulan
prosedur untuk menentukan isi suatu pengajaran,
analisis konsep, analisis pemrosesan informasi, dan
analisis prosedural yang digunakan untuk memudahkan
pemahaman dan penguasaan tentang tugas-tugas belajar
dan tujuan pembelajaran yang dituangkan dalam bentuk
Rencana Program Pembelajaran (RPP) dan lembar
kegiatan siswa (LKS)
4. Merumuskan Indikator, Analisis ini berfungsi
sebagai (a) alat untuk mendesain kegiatan
pembelajaran, (b) kerangka kerja dalam merencanakan
mengevaluasi hasil belajar siswa, dan (c) panduan
siswa dalam belajar.
5. Penyusunan Instrumen Evaluasi, Bertujuan untuk
menilai hasil belajar, kriteria penilaian yang
digunakan adalah penilaian acuan patokan, hal ini
dimaksudkan untuk mengukur ketuntasan pencapaian
kompetensi dasar yang telah dirumuskan.
6. Strategi Pembelajaran, Pada tahap ini pemilihan
strategi belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan.
Kegiatan ini meliputi: pemilihan model, pendekatan,
46
metode, pemilihan format, yang dipandang mampu
memberikan pengalaman yang berguna untuk mencapai
tujuan pembelajaran.
7. Pemilihan media atau sumber belajar, Keberhasilan
pembelajaran sangat tergantung pada penggunaan
sumber pembelajaran atau media yang dipilih, jika
sumber-sumber pembelajaran dipilih dan disiapkan
dengan hati-hati, maka dapat memenuhi tujuan
pembelajaran.
8. Merinci pelayanan penunjang yang diperlukan untuk
mengembangkan dan melaksanakan dan melaksanakan
semua kegiatan dan untuk memperoleh atau membuat
bahan.
9. Menyiapkan evaluasi hasil belajar dan hasil program.
10. Melakukan kegiatan revisi perangkat
pembelajaran, setiap langkah rancangan pembelajaran
selalu dihubungkan dengan revisi. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk mengevaluasi dan memperbaiki
rancangan yang dibuat.
47
BAB III
METODE PENELITIAN DANPENGEMBANGAN
Pada bab ini secara berturut-turut disajikan model
penelitian dan pengembangan, prosedur penelitian dan
pengembangan, dan uji coba produk.
A. Model Penelitian dan Pengembangan
Model penelitian dan pengembangan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah modifikasi model Kemp. Model
kemp ini bersifat fleksibel karena memberikan kebebasan
kepada para pengembang untuk memulai pengembangan dari
komponen atau unsure mana pun. Modifikasi model Kemp
48
dilakukan karena menyesuaikan dengan bentuk perangkat
pembelajaran.
Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dalam
penelitian ini berupa Silabus, Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran, dan Lembar Kerja Siswa khususnya
pembelajaran sastra untuk siswa SMP/MTs kelas VII. Dalam
pelaksanaan penelitian pengembangan ini dibagi menjadi
tiga bagian kegiatan, yaitu kegiatan prapengembangan,
kegiatan inti pengembangan, dan kegiatan evaluasi dan
revisi.
1. Kegiatan prapengembangan adalah kegiatan awal yang
dilakukan sebelum kegiatan inti pengembangan yaitu,
identifikasi masalah pembelajaran sastra
berdasarkan fakta di lapangan dan analisis
perangkat pembelajaran
2. Kegiatan inti pengembangan dimulai dari analisis
silabus yang meliputi indicator, kegiatan
pembelajaran dan instrument penilaian. Analisis RPP
yang meliputi tujuan, langkah-langkah pembelajaran,
instrument penilaian dan pedoman penilaian.
Analisis Lembar Kerja Siswa yang meliputi materi,
soal, dan pedoman penilaian. Analisis karakter
siswa dari hasil observasi, wawancara, dan angket.
3. Kegiatan evaluasi dan revisi adalah penilaian dari
ahli perangkat pembelajaran dan penilaian dari
49
pengguna perangkat pembelajaran yaitu guru mata
pelajaran dan siswa. Setiap kali dilakukan
penilaian atau uji coba maka saran atau masukan
atau komentar yang didapatkan digunakan sebagai
dasar untuk melakukan revisi.
B. Prosedur Pengembangan
Prosedur pengembangan model pengintegrasian
pendidikan karakter bangsa ke dalam pembelajaran sastra
di SMP/MTs kelas VII adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan Prapengembangan
Mengidentifikasi adanya kesenjangan perangkat
pembelajaran antara (1) indicator, kegiatan
pembelajaran, dan alat penilaian dalam silabus ;
(2) tujuan, kegiatan pembelajaran, metode,instrumen
penilaian, alat penilaian dalam Rencana pelaksanaan
Pembelajaran; dan (3) materi, soal, dan rubric
penilaia dalam Lembar Kerja Siswa yang bermuatan
nilai karakter dengan fakta yang terjadi di
lapangan berkaitan dengan poembelajaran sastra.
2. Kegiatan Inti Pengembangan
a. Analisis silabus
Analisis komponen silabus didasarkan pada
persyaratan terutama pada komponen kegiatan
npembelajaran, indicator, dan instrument
penilaian.
50
b. Analisis Rencana Pelaksanaan pembelajaran
Analisis komponen RPP didasarkan pada
persyaratan terutama pada komponen tujuan,
langkah-langkah pembelajaran, instrumen
penilaian dan pedoman penilaian.
c. Analisis Lembar Kerja Siswa
Analisis komponen LKS meliputi materi, soal,
dan pedoman penilaian. LKS yang dianalisis
adalah LKS yang diterbitkan Intan pariwara dan
LKS Progresif. Pemilihan dua LKS ini didasarkan
pada model pengintegrasiaan pendidikan
karakter yang berbeda dalam LKS.
d. Menentukan model pengintegrasian pendidikan
karakter bangsa ke dalam silabus yang akan
dikembangkan
e. Menentukan model pengintegrasian pendidikan
karakter bangsa ke dalam RPP yang akan
dikembangkan
f. Menentukan model pengintegrasian pendidikan
karakter bangsa ke dalam LKS yang akan
dikembangkan
3. Kegiatan Evaluasi dan Revisi
Pengintegrasian nilai karakter ke dalam silabus,
RPP, dan LKS selanjutnya dievaluasi atau dinilai
oleh ahli mata pelajaran, karakter siswa pada uji
51
perorangan, karakter siswa pada uji kelompok kecil,
dan guru mata pelajaran setelah proses pembelajaran
dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang
dikembangkan. Evaluasi dilaksanakan dalam beberapa
tahap.
C. Uji Coba Produk
Uji coba produk bertujuan untuk mendapatkan data
yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan
perbaikan agar tercapai tingkat kelayakan produk
pengembangan dan kebermanfaatannya dalam peningkatan
karakter siswa.
1. Desain Uji Coba
Perangkat bpembelajaran hasil pengembangan diuji
coba dengan tahap sebagai berikut.
a. Tanggapan ahli perangkat pembelajaran untuk
mendapatkan data berupa penilaian, pendapat,
komentar, dan saran terhadap perangkat
pembelajaran yang dikembangkan
b. Uji coba perorangan bertujuan untuk
mengidentifikasi kesalahan-kesalahan penulisan
dan penggunaan bahasa
c. Uji kelompok kecil bertujuan untuk mendapatkan
data berupa penilaian dan pendapat terhadap
perangkat pembelajaran yang dikembangkan
52
d. Uji coba lapangan untuk menguji kebermanfaatan
produk pengembangan dalam peningkatan karakter
siswa
e. Uji guru mata pelajaran bahasa Indonesia untuk
mendapatkan data yang berupa penilaian, pendapat,
komentar dan saran setelah dilakukan pembelajaran
dengan menggunakan produk pengembangan.
Dari setiap tahap evaluasi yang dilakukan
selanjutnya dilakukan revisi berdasarkan masukan dari
subjek uji coba.
2. Subjek Uji Coba
Subjek uji coba dalam penelitian pengembangan perangkat
pembelajaran berupa silabus, RPP, dan LKS pembelajaran
sastra di SMP/MTs kelas VII terdiri atas:
a. Uji ahli
b. Uji perorangan
c. Uji kelompok kecil
d. Uji coba lapangan
e. Tanggapan dari guru bahasa Indonesia
3. Jenis Data
Data kualitatif berupa saran dan data kuantitatif dari
angket
4. Instrument pengumpulan data
a. Observasi
b. Pedoman wawancara
53
c. Angket penilaian LKS
d. Hasil penilaian soal di LKS
5. Teknik analisis data
A. Analisis deskriptif kualitatif
B. Analisis statistic deskriptif
DAFTAR RUJUKAN
BSNP. 2006. Petunjuk Teknis Pengembangan Silabus dan Contoh/Model
silabus SMP/MTs. Jakarta : Depdiknas
54
Kesuma, Dharma, Triatne, Cepi dan Permana, Johar. 2011.
Pendidikan Karakter (Kajian Teori dan Pratik di Sekolah). Bandung :
Remaja Rosdakarya.
Mulyasa.2007.Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan.Bandung : Remaja
Rosdakarya
Riyanto.2010. Model Penerapan Pendidikan Karakter di Sekolah.,
(Online)(http://riyantosma9yk.wordpress.com/2010/08/09/
4-model-penerapan-pendidikan-karakter-di-sekolah-
antara-otonomi-integrasi-suplemen-dan-kolaborasi-
read-more-about-integrasi-pendidikan-karakter-
dengan-mata-pelajaran-by-kang-marfu/
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D). Bandung : Alfabeta.
Trianto.2011.Model Pembelajaran terpadu.Jakarta : Bumi Aksara.
http://www.antaranews.com/berita/1275506591/pembelajaran-sastra-
dorong-sikap-
kritis)
55