Tradisi Grebeg Sudiro Sebagai Sarana Memperkuat Toleransi ...

94
Tradisi Grebeg Sudiro Sebagai Sarana Memperkuat Toleransi Umat Beragama di Kota Solo Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Gelar Sarjana Agama(S.Ag) Oleh : Bayu Rahmatullah (11150321000010) PROGRAM STUDI STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2021 M/1442 H

Transcript of Tradisi Grebeg Sudiro Sebagai Sarana Memperkuat Toleransi ...

Tradisi Grebeg Sudiro Sebagai Sarana Memperkuat Toleransi

Umat Beragama di Kota Solo

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Gelar Sarjana Agama(S.Ag)

Oleh :

Bayu Rahmatullah

(11150321000010)

PROGRAM STUDI STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2021 M/1442 H

i

LEMBAR PERSETUJUAN

TRADISI GREBEG SUDIRO SEBAGAI SARANA MEMPERKUAT

TOLERANSI UMAT BERAGAMA DI KOTA SOLO

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Mencapai Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)

Disusun Oleh :

Bayu Rahmatullah

NIM: 111150321000010

Dosen Pembimbing

Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, M. Si.

NIP. 19651129199403 1 002

PROGRAM STUDI STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1442 H/2021 M

iii

iii

iii

iv

“Tradisi Grebeg Sudiro Sebagai Sarana Memperkuat Toleransi

Umat Beragama di Kota Solo”

Oleh: Bayu Rahmatullah

Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Abstrak

Toleransi adalah Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,

suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

Semua agama menghargai manusia maka dari itu semua umat beragama juga wajib

saling menghargai. Dalam Grebeg Sudiro ini mampu menyatukan perbedaan etnis

dan agama. Grebeg Sudiro ini menunjukan kepada masyarakat luas bahwa dua etnis

besar di Sudiroprajan yaitu Tionghoa dan Jawa bisa hidup berdampingan dan bisa

bekerja sama dalam kegiatan ini.

Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah penelitian kualitatif dengan

pendekatan historis, pendekatan historis ini menjelaskan sejarah terbentuknya Tradisi

Grebeg Sudiro. Kemudian pendekatan sosiologis, pendekatan ini menjelaskan

hubungan dan interaksi umat beragama dalam Grebeg Sudiro. Dan pendekatan

Antropologi, pendekatan ini melihat makna percampuran budaya dan makna agama

dari Tradisi Grebeg Sudiro. Penulis melakukan teknik pengumpulan data, seperti,

studi pustaka, wawancara, dan observasi, dokumentasi.

Berdasarkan hasil penelitian penulis mengetahui tentang sejarah Grebeg

Sudiro, proses berjalannya, serta toleransi beragama dalam Grebeg Sudiro. Dalam

penelitian ini penulis mengambil kesimpulan, Grebeg Sudiro dapat menjadi media

toleransi dan kerukunan dari berbeda etnis dan agama. Interaksi beragama

memberikan kesempatan pada umat beragama untuk memperkenalkan lebih jauh

masing-masing agama mereka.

Kata kunci: Toleransi, Agama, Tradisi

v

Kata Pengantar

Segala puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT semata yang

selalu mengkaruniakan rahmat dan hidayah-Nya yang memberikan ketabahan,

kesehatan dan kemudahan berfikir kepada penulis sehingga menyelesaikan skripsi

dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar

sarjana S-1 Fakultas Usuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tidak lupa Shalawat beriring salam pun semoga senantiasa tercurah kepada

Nabi Agung Muhammad SAW yang telah dianugerahkan agama rahmatan li-al-

‘alamin ini. Sebagai penutup para nabi dan sebagai penyempurna semua ajaran

yang ada di muka bumi ini.

Dalam hal ini penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah

mendoakan, membantu dan memberikan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi

ini dapat diselesaikan. Terimakasih penulis ucapkan sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua penulis yaitu Ibu Siti Nur Jawa dan Ayah Kecil serta adik-

adikku yaitu Afridal, Soni Ali Nurahman, Alda Oktaliza, Delfi Olita dan Fadli yatul

Iman, yang memberikan doa, bantuan dan motivasi sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

2. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A., selaku Rektor

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Yusuf Rahman, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Syaiful Azmi, S.Ag, MA., selaku Ketua Prodi Studi Studi Agama-agama,

Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Lisfa Sentosa Aisyah, MA., selaku Sekretaris Program Studi Studi Agama-agama,

Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

vi

6. Prof. Drs. Ismatu Ropi, M.A, Ph.D., selaku dosen penasihat penulis.

7. Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi, yang

memberikan kontribusi untuk menyelesaikan skripsi, dengan arahan, kritik, saran dan

kesedian waktu untuk membimbing penulis.

8. Seluruh dosen di Program Studi Studi Agama-agama yang telah mendidik penulis

dan mencurahkan segala ilmunya.

9. Seluruh Staf Akademik Fakultas Ushuluddin, Para karyawan/karyawati

Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Para

karyawan/karyawati Perpustakaan Fakultas Ushuluddin.

10. Bapak Dalimo selaku Lurah Sudiroprajan yang bersedia menerima dan

memberikan waktunya untuk wawancara dan Bapak Saparman sebagai Hansip

kelurahan yang membantu penulis atas kelancaran wawancara.

11. Bapak Shodiqul sebagai yang pernah menjadi panitia Grebeg Sudiro dan

pemimpin Dewan Masjid di Kampung Sudiro.

12. Pengurus Kelenteng Tien Kok Sie yang membolehkan memasuki tempat ibadah

dan mengambil foto, tapi disayangkan beliau tidak bersedia di wawancarai.

13. Teman-teman Studi Agama-Agama angkatan 2015, yaitu: Taufik, M. Yusuf,

Imamuddin Akbar, M. hafiz, M. Fuqon, Riza Adi Putra, M. Rahim, Chilman, Kamal,

Animatun Fatimah, Agi Mukmin, Setia Bandu, Diki Jafar, M. Sholeh, Guruh

Purnama, Isfan Hafiz, Shakel Ahmad, Gusti, dan Bajun.

14. Abang dan Senior, yaitu bang Samsul yang telah memberi dukungan dan izin

tinggal selama kuliah, bang Aulia Rahman telah menjadi senior sekaligus kakak

memberikan ilmu pengetahuan baik didalam kampus maupun diluar.

vii

15. Keluarga Besar PIUSH, yang telah memberikan ilmunya selama kuliah.

16. Pengurus HMJ SAA tahun 2018 yang telah memberikan pengalaman dan ilmu.

17. keluaraga Himpunan Mahasiswa Islam cabang Ciputat.

18. Seluruh keluarga Ikatan Keluarga Mahasiswa Minang Ciputat.

19. Teman-teman KKN GEMPAR tahun 2018 yang telah memberikan pengalaman

selama di Desa Pondok Kelor.

20. Mak Etek Ibrahim yang memberikan tumpangan tempat tinggal selama kuliah,

Mak Uniang Malin yang memberikan tumpangan tempat tinggal, dan Mak Angah

Kadir yang sering member semangat dan dorongan motivasi.

21. Dan seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

viii

Daftar Isi

Lembar Persetujuan Skripsi.......................................................................................i

Lembar Pernyataan Tidak Plagiat........................................................................... ii

Lembar Pengesahan Ujian Munaqosyah................................................................ iii

Abstrak....................................................................................................................... iv

Kata Pengantar.......................................................................................................... v

Daftar Isi.................................................................................................................. viii

Bab I PENDAHULUAN

Latar belakang masalah..............................................................................................1

Rumusan Masalah. .....................................................................................................6

Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................................................. 6

Tinjauan Pustaka....................................................................................................... 7

Metode Penelitian...................................................................................................... 9

Pendekatan Penelitian............................................................................................. 11

Analisis Data............................................................................................................ 12

Sistematika Penulisan.............................................................................................. 13

Bab II TRADISI, TOLERANSI, dan RITUAL DALAM STUDI AGAMA

AGAMA

Toleransi Umat Beragama…………………………......…………........................ 14

Ritual atau upacara…………………………….................................................... 26

Tradisi.........................………………...............................................................… 35

X

Bab III TRADISI GREBEG SUDIRO DI KELURAHAN SUDIROPRAJAN

KOTA SOLO

Letak Geografis, Kondisi Demografis dan keragaman………...….................….. 39

Tradisi Grebeg Sudiro ………......……………...................................................... 42

Bab IV TOLERANSI dan KERUKUNAN BERAGAMA DALAM GREBEG

SUDIRO DI SUDIROPRAJAN

Sedekah Bumi ……………………………..………………………….…………. 50

Gunungan ……………………………………………………………………...…. 52

Doa Lintas Agama…………….............................................................................. 55

Pawai Budaya…………………….......................................................................... 59

Syukuran………………………………………………………………………….. 61

Bab V PENUTUP

Kesimpulan…………………………………………………………………..….. 65

Saran ………………………………………………………………………….... 66

Daftar pustaka…………………………………………………………………….. 68

Lampiran…………………………………………………………………………... 77

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. latar Belakang Masalah

Toleransi adalah istilah yang sering dipakai, tetapi definisinya tidak selalu

sama. Dalam kehidupan sehari-hari, toleransi merujuk pada kesanggupan seseorang

atau sesuatu untuk menerima beban dari perbedaan. Toleransi seseorang atau

sekelompok yang menunjukan ambang batas penerimaannya atas perbedaan dari

orang atau kelompok lain.1

Menurut jurnal Febri Handayani Toleransi umat beragama dalam konstitusi

diatur oleh negara dalam UUD 1945 Pasal 28 E, ayat (1): Setiap orang bebas

memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. Ayat (2): Setiap orang berhak atas

kebebasan menyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati

nuraninya. UUD 1945 Pasal 29, ayat (2): Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut

agamanya dan kepercayaannya itu. UU No. 1/PNPS/1965, jo. UU No. 5/1969 tentang

Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, pada penjelasan Pasal 1

berbunyi: “Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk Indonesia ialah Islam, Kristen,

Katolik, Hindu, Buddha dan Khonghucu (Confucius). Hal ini dapat dibuktikan dalam

sejarah perkembangan agama di Indonesia. Karena 6 macam Agama ini adalah

agama-agama yang dipeluk hampir seluruh penduduk Indonesia, maka kecuali

mereka mendapat jaminan seperti yang diberikan oleh pasal 29 ayat 2 UUD juga

mereka mendapat bantuan-bantuan dan perlindungan seperti yang diberikan oleh

pasal ini”. Namun perlu dicatat bahwa penyebutan ke-6 agama tersebut tidaklah

bersifat pembatasan yang membawa implikasi pembedaan status hukum tentang

agama yang diakui melainkan bersifat konstatasi tentang agama-agama yang banyak

1 Cahyo Pamungkas, dkk. Intoleransi dan Politik Identitas Kontemporer di Indonesia

(Jakarta: LIPI Press, 2020), hal. 23.

2

dianut di Indonesia. Hal ini diperjelas oleh penjelasan UU itu sendiri yang

menyatakan bahwa, “Ini tidak berarti bahwa agama-agama lain seperti Yahudi,

Zarasustrian, Shinto, Taoism di larang di Indonesia. Mereka mendapat jaminan penuh

seperti yang diberikan pasal 29 ayat (2) dan mereka dibiarkan adanya”. Banyak

masyarakat mengetahui tentang toleransi didapatkan dalam di pendidikan disekolah

dan agama, serta media masa. Untuk praktik di dalam bersikap masih banyak

terjadinya sikap intoleran. Banyak terjadinya ujaran kebencian dalam media sosial

atau pengajian agama yang dapat kita temui. Dalam sejarah toleransi di Indonesia

banyak terjadi konflik berdasarkan agama.2

Intoleransi berbasiskan isu agama dapat dilihat dalam kasus Tanjung Balai 29

Juli 2016, Tolikara 17 Juli 2015, dan rangkaian demonstrasi terhadap Basuki Tjahaya

Purnama (Ahok) atas tuduhan penodaan agama pada 2016. Ketiga peristiwa ini

menunjukkan betapa mudahnya masyarakat Indonesia menjadi marah, melakukan

aksi massa, dan bahkan melakukan perusakan untuk persoalan yang pada mulanya

berskala kecil. Fenomena semacam ini memunculkan pertanyaan mengapa bangsa ini

mudah tersulut dalam konflik. Dalam kasus Tanjung Balai, protes dari Ibu Meliana

terhadap suara azan dari masjid yang letaknya di seberang rumahnya lantas menjadi

pemicu pembakaran dan perusakan belasan wihara dan klenteng di kota tersebut. Di

Tolikara, bunyi pengeras suara dari komunitas umat Islam yang merayakan Idulfitri

melahirkan konflik antara kelompok Muslim dan Kristen yang menyebabkan

terbakarnya tempat ibadah dan sejumlah toko. Fenomena tersebut memunculkan

kekhawatiran akan terganggunya semangat keindonesiaan dan kebangsaan yang telah

diletakkan oleh para pendiri bangsa sejak tahun 1928, yakni Indonesia yang

majemuk, modern, dan demokratis. 3

Berbagai survei telah dilakukan untuk mengidentifikasi tingkat intoleransi.

Sebagai contoh, Setara Institute memaparkan bahwa pada 2017, DKI Jakarta, Banda

2 Febri Handayani, “Toleransi Beragama Dalam Perspektif Ham di Indonesia”. Dikutip dari

jurnal Syariah dan Hukum, volume 2, nomor 1, Januari - Juli 2010, pada tanggal 14 Juli 2021.

3 Cahyo Pamungkas, dkk. Intoleransi dan Politik Identitas Kontemporer , hal. 2.

3

Aceh, Bogor, Cilegon, Depok, dan Yogyakarta termasuk sebagai kota yang relatif

intoleran (Setara Institute, 2017). Lebih lanjut, survei Wahid Foundation dan

Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2016 menyebutkan bahwa sebagian responden

(40%) memiliki sifat yang intoleran terhadap non-Muslim (Wahid Fondation, 2016).

Hal ini juga diperkuat oleh temuan survei Center for Strategic and International

Studies (CSIS) pada tahun yang sama bahwa ada kecenderungan pada sebagian besar

generasi milineal (53,7%) untuk memilih pemimpin yang seagama (CSIS, 2017).4

Media sosial memiliki peran meningkatkan kesadaran kewarganegaraan,

mendorong keterbukaan informasi, dan menyediakan iklim yang kondusif bagi

kehidupan berdemokrasi. Harus diakui pula, media sosial berdampak pada terciptanya

ruang-ruang publik yang memungkinkan orang bebas menyampaikan pandangannya.

Media sosial menjadi medium berbagai komunitas untuk berdiskusi mengenai

bagaimana menciptakan perubahan sosial ke arah yang lebih baik. Namun, media

sosial juga berguna sebagai alat propaganda sebagian kelompok untuk memengaruhi

opini publik, sekaligus menciptakan suatu fakta sosial alternatif. Semakin banyaknya

media sosial maupun media massa daring telah menggeser peran media massa cetak

konvensional yang jumlah pembacanya semakin menurun. Di sini, media sosial

menyediakan ekosistem bagi berkembangnya masyarakat pasca-kebenaran (post-truth

society), yakni saat kebenaran tidak lagi bersifat tunggal, dan masing-masing pelaku

sosial dapat membangun narasi masing-masing yang kadang-kadang saling

menegasikan. Hal ini diwarnai oleh munculnya ujaran kebencian dan kabar bohong

atau hoaks yang disampaikan melalui media sosial. George (2016) menuliskan bahwa

ujaran kebencian adalah semua bentuk ujaran yang merendahkan dan meliyankan

kelompok yang dianggap berbeda. Ujaran kebencian berkembang pesat melalui

media sosial dengan mengonstruksi narasi negatif. Pada tingkatan tertentu, banyak

dan masifnya narasi negatif yang dikonstruksi secara sistematis memunculkan

4 Cahyo Pamungkas, dkk. Intoleransi dan Politik Identitas Kontemporer, hal. 3.

4

kekhawatiran hilangnya rasa kebangsaan dan kesadaran nasional sebagai bangsa

Indonesia.5

Salah satu cara untuk mengurangi rasa kebencian dan intoleransi antar etnis

dan antar agama dapat dilakukan dengan kegiatan-kegiatan keagamaan dan kegiatan

kebudayaan. Di antara kegiatan budaya yang dapat meningkatkan rasa toleransi

adalah Grebeg Sudiro.

Grebeg Sudiro adalah perayaan grebeg yang menggabungkan budaya Jawa

dan budaya Tionghoa di Sudiroprajan. Perayaan ini awalnya dilakukan untuk tradisi

Islam seperti Maulid Nabi Muhammad, Muharram, Idul Fitri dan Idul Adha. Tradisi

ini kemudian berkembang menjadi acara kampung yang dilaksanakan menjelang

Imlek yang acara utamanya adalah karnaval dan gulungan. Tema utama dalam

perayaan Grebeg Sudiro adalah keberagaman dan kebhinekaan. Masyarakat

Tionghoa, Jawa dan etnis lainnya turut serta dalam penyelenggaraan Grebeg Sudiro

yang menjadi acara tahunan Kota Surakarta. Ornamen yang ditampilkan selama

perayaan sangat beragam.6

Alasan penulis memilih Grebeg Sudiro, karena Grebeg Sudiro Sesuatu hal

yang tercipta dari proses panjang interaksi masyarakat beda etnis dan beda agama.

Dalam Tradisi ini menunjukkan kepada masyarakat luas untuk membiasakan diri

saling bekerja sama antar etnis dan antar agama.

Isu intolensi yang terjadi di Indonesia banyak menghiasi sejarah panjang

berdirinya negara ini. Pokok masalah intoleransi bukan dari hal yang baru tetapi

sudah menjadi barang lama tidak lepas dari hal SARA (suku, agama dan ras). Isu

intoleransi ini wajib diangkat karena memberikan contoh dan ajakan pada semua

untuk menghilangkan sikap superior dan tidak menghormati orang lain. Dalam setiap

agama manusia diajarkan bersikap baik dan memupuk kesatuan, tapi dalam

prakteknya masih ada yang melenceng dari ajaran agama karena sikap egois dan tidak

5 Cahyo Pamungkas, dkk. Intoleransi dan Politik Identitas Kontemporer ,hal. 4.

6 Wikipedia. “Grebeg Sudiro”. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Grebeg_Sudiro ,

pada tanggal 14 Juli 2021.

5

saling menghargai orang lain. Ungkapan dan perilaku intoleran adalah sesuatu yang

disayangkan dan tidak perlu dibudayakan, tapi sikap ini masih lazim di negara

demokrasi, terutama di kota Solo. Di setiap tempat di mana orang bebas bersilang

pendapat mengenai isu-isu pokok, akan ada yang berpikiran dan berlaku intoleran,

sebagian mengatur gerakan sosial untuk mempromosikan gagasan intolerannya, yang

lainnya berusaha mendesak negara agar menegakkan gagasan intoleran. Ini sangat

mengkhawatirkan bagi pesatuan dan kesatuan bangsa.

Permasalahan dalam skripsi ini adalah toleransi umat beragama dalam

Grebeg Sudiro ini mampu menyatukan perbedaan etnis dan agama. Grebeg Sudiro ini

menunjukan kepada masyarakat luas bahwa dua etnis besar di Sudiroprajan yaitu

Tionghoa dan Jawa bisa hidup berdampingan dan bisa bekerja sama dalam kegiatan

ini. Di dalam tradisi ini Kerukunan dan keharmonisan antar etnis Jawa dengan

Tionghoa terlihat begitu jelas yang bersatu dalam perbedaan. Meskipun demikian,

masih banyak orang yang belum bisa melihat grebek sudiro sebagai sarana untuk

memperkuat toleransi antar umat beragama dan etnis dan hanya melihat tradisi ini

sebagai kegiatan untuk menghabiskan uang serta kurang bermanfaat.

Kampung Sudiroprajan ini berbeda dengan kampung Tionghoa pada

umumnya yang awal mulanya berdiri dan berkembang dari satu etnis saja. Kampung

Sudiroprajan ini terbentuk dan berkembang dari dua etnis berbeda, yaitu Tionghoa

dan Jawa. Oleh sebab itu lahirnya Grebeg Sudiro karena sikap toleransi yang

mengakar kuat pada perilaku masyarakat sehari-hari. Menurut pengalaman penulis

selama penjelajahan di kelurahan Sudiroprajan, khususnya jalan Sumase yang berada

di depan Kantor Kelurahan Sudiroprajan. Penulis melihat warga berbeda etnis di

sepanjang jalan ini bercengkrama secara sumringah. Meskipun demikian, masih ada

di antara masyarakat yang melihat orang Tionghoa sebagai masyarakat pendatang,

masyarakat yang ingin memperkaya diri sendiri dan tidak peduli terhadap orang yang

berbeda etnis dan agama. Jika sikap semacam ini dibiarkan, maka akan membuat

hubungan orang Jawa dan Tionghoa kurang harmonis dan juga dapat mengancam

pesatuan dan kesatuan.

6

Dari latar belakang masalah dan masalah diatas tertarik untuk meneliti:

“Tradisi Grebeg Sudiro Sebagai Sarana Memperkuat Toleransi Umat

Beragama di Kota Solo.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah Grebeg Sudiro dapat dijadikan sarana toleransi umat beragama?

2. Bagaimana interaksi umat beragama dalam Tradisi Grebeg Sudiro ini ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

a. Untuk mengetahui Grebeg Sudiro disebut sebagai sarana Toleransi umat

Beragama. .

b. Untuk mengetahui interaksi umat beragama dalam Tradisi Grebeg Sudiro.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mendapat manfaat teoritis dalam

mengenal Tradisi Grebeg Sudiro sebagai sarana memperkuat rasa

toleransi antar agama dan masyarakat, seminimalnya dapat sebagai

sumbangan untuk pemikiran akademis.

b. Manfaat Praktis

1. Bagi penulis

Menambah wawasan ilmu pengetahuan penulis dalam ilmu

studi agama-agama yang khususnya berkaitan dengan akulturasi

budaya tentang Tradisi Grebeg Sudiro dan makna toleransi antar

umat beragama di Indonesia.

7

2. Bagi masyarakat umum atau eksternal

Dapat memberi masukan dan wawasan informasi kepada

masyarakat umum untuk memupuk rasa toleransi antar umat

beragama.

3. Bagi Akademis

Hasil penelitian ini dapat diharapkan memberi masukan dan

konstribusi perkembangan ilmu pengetahuan dan sebagai masukan

yang membangun guna meningkatkan kualitas ke ilmuan yang ada.

c. Manfaat Akademis

Dengan manfaat akademis ini, yaitu sebagai prasyarat untuk

meraih gelar sarjana strata satu (S1) atau sarjana agama (S.Ag) di

Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

D. Tinjauan Pustaka

Tujuan adanya tinjauan pustaka yaitu untuk membuktikan orisinalitas

penelitian dan menguraikan penelitian sebelumnya yang memiliki objek penelitian

dan kajian yang sama.

Berikut karya ilmiah yang berkaitan dengan penelitian ini, diantaranya yaitu:

Tissania Clarasati Adriana, skripsinya yang berjudul: Tradisi Grebeg Sudiro di

Sudiroprajan (Akulturasi Kebudayaan Tionghoa dengan Kebudayaan Jawa). Menurut

kesimpulan penulis, skripisi ini membahas sejarah dan proses terbentuk Tradisi ini.

Selain menjelaskan sejarahnya, tradisi ini menghasilkan akulturasi budaya yang

terjadi akibat harmoni dan pembauran antar etnis.

Jovian Cahyan, skripsinya yang berjudul : Grebeg Sudiro Sebagai Media

Komunikasi Harmonisasi Sosial Oleh Masyarakat Jawa dan Keturunan Tionghoa Di

Kampung Sudiroprajan, Solo, Jawa Tengah. Kesimpulan skripsi ini membahas

Tradisi Grebeg Sudiro yang menjadi media komunikasi harmonisasi dan interaksi

sosial bagi etnis-etnis yang tinggal di Sudiroprajan.

8

Raffa Widyaningsih, jurnal yang berjudul : “Misi Suci” Grebeg Sudiro (Studi

Eksploratif Pesan Ritual Budaya Grebeg Sudiro dalam rangka Persatuan Masyarakat

di Kota Surakarta). Dalam jurnal ini penulis memberikan kesimpulan yaitu: Grebeg

Sudiro memiliki Pesan-pesan yang dapat dikomunikasikan melalui simbol-simbol

yang ditunjukkan dalam pengadaaan acara ini. Pesan yang disampaikan adalah

menjaga kesatuan persatuan dalam perbedaan

Latifa Dinar Rahmani Hakim, artikel berjudul : “Grebeg Sudiro dan Representasi

Keberagaman di Sudiroprajan, Kota Surakarta.” Menurut kesimpulan penulis, artikel

ini membahas Grebeg Sudiro dalam bentuk event budaya mampu menjadi salah satu

media pembauran antar etnis yang ada dalam amsyarakat Sudiroprajan. Hal ini

dikarenakan grebeg merupakan simbol kebersamaan antar etnis yang ada. Tradisi

grebeg ini sendiri turut menjunjung kebhinekaan yang tertuang dalam atribut atau

simbol dan pertunjukan. Di sisilain, melalui tradisi grebeg, dijelaskan representasi

keberagaman budaya dan etnis dapat dilakukan.

Ryas Basmala, skripsinya yang berjudul: “Bulan Sabit di Atas Lampion” Dinamika

dan Kehidupan Sosial Tionghoa Muslim di Surakarta Tahun 1982-2013. Skripsi ini

terbit pada tahun 2020 dari UIN Surakarta Skripsi ini membahas bagaimana keadaan

geografis di Surakarta yang ditempati oleh banyak etnis, memaparkan bagaimana

dinamika masuknya orang Tionghoa ke dalam Agama Islam. Penelitian ini dibatasi

dari tahun 1982-2013 dimana tahun 1982 menjadi awal mula masuknya orang

Tionghoa yang memeluk agama Islam. Dari beberapa penelitian diatas walaupun

judulnya mendekati kesamaan atau berkaitan tetapi menjadi objek kajian utamanya

berbeda. Kesimpulan penulis dalam skripsi menjelaskan sejarah kehidupan sosial dan

budaya Tionghoa muslim.

Dari beberapa penelitian diatas walaupun judulnya mendekati kesamaan atau

berkaitan dengan skripsi yang penulis tulis, namun objek kajian utamanya berbeda.

Tema objek yang penulis jelaskan dalam skripsi ini adalah Tradisi Grebeg Sudiro

dalam sudut pandang saran toleransi umat beragama.

9

E. Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah penelitian

kualitatif. Mengacu pada Strauss dan corbin (1990) bahwa penelitian

kualitif adalah jenis penelitian yang prosedur penemuan yang dilakukan

tidak menggunakan prosedur statistik atau kuantitatif. Dalam hal ini

penelitian kualitatif adalah penelitian tentang hidup seseorang, cerita,

perilaku, dan juga tentang organisasi, gerakan sosial atau hubungan timbal

balik.7

Teknik Pengumpulan data

a. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan (library research), yaitu suatu penelitian untuk

memperoleh data, baik untuk data sekunder yang bersumber dari buku,

majalah, artikel, jurnal, dan lain-lain, berdasarkan hasil bacaan,

catatan, dan bahan lainnya yang diolah dan dikumpulkan.8 Bahan

kepustakaan yang dikumpulkan terkait dengan masalah penelitian.

b. Observasi

Observasi dalam sebuah penelitian diartikan sebagai pemusatan

perhatian terhadap suatu objek dengan melibatkan seluruh indera

untuk mendapatkan data. Jadi observasi merupakan pengamatan

langsung dengan menggunakan penglihatan, penciuman, pendengaran,

perabaan, atau kalau perlu dengan pengecapan.9 Observasi dilakukan

dalam kegiatan Gerbeg Sudiro di Kota Solo.

7 Salim dan syahrum, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Citapustaka Media, 2012), hal.

41.

8 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor, cetakan pertama

2004), hal. 3.

9 Sandu Siyoto, dan M. Ali Sodik, Dasar Metodoogi Penelitian (Yogyakarta: Literasi Media

Publishing, 2015), hal. 81.

10

. Pada masa merebaknya pandemi covid-19 yang masih terjadi

berakibat dibatalkannya pertunjukan dan parade Tradisi Grebeg

Sudiro. Akibatnya Penulis tidak bisa mengamati langsung ditempat

atau objek penelitian. Pengamatan kegiatan Gerbeg Sudiro dilakukan

dengan melihat video-vidio yang menggambarkan keseluruhan

kegiatan tersebut di tahun-tahun sebelum covid-19.

c. Wawancara

Menurut jurnal Iryana dan Risky Kawasati Wawancara merupakan

salah satu teknik yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data

penelitian. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa wawancara

(interview) adalah suatu kejadian atau suatu proses interaksi antara

pewawancara (interviewer) dan sumber informasi atau orang yang di

wawancarai (interviewee) melalui komunikasi langsung. Metode

wawancara/interview juga merupakan proses memperoleh keterangan

untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab sambil bertatap

muka antara pewawancara dengan responden/ orang yang di

wawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide)

wawancara. Dalam wawancara tersebut biasa dilakukan secara

individu maupun dalam bentuk kelompok, sehingga di dapat data

informatik yang orientik.10 Wawancara penulis lakukan kepada lurah

Sudiroprajan yaitu bapak Dalimo dan bapak Shodiqul selaku pemuka

agama serta panitia yang pernah terlibat dalam acara Tradisi Grebeg

Sudiro pada masa-masa sebelum pandemi.

d. Dokumentasi

Dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data yang

digunakan dalam metodologi penelitian sosial. Pada intinya metode ini

adalah metode yang digunakan untuk menelusuri data historis

10 Iryana dan Risky Kawasati, “Teknik Pengumpulan Data Metode Kualitatif ”. Dikutip dari

Jurnal Ekonomi Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Sorong, pada tanggal 20

februari 2021.

11

sehingga demikian pada penelitian, dokumentasi memegang peranan

penting.11Untuk dokumentasi, penulis foto lapangan di media sosial

dan foto dari penulis sendiri diambil sebelum pandemi.

F. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa pendekatan, yaitu:

1. Pendekatan Historis

Suatu studi berusaha menelurusi asal-usul dan pertumbuhan ide-

ide dan pranata-pranata keagamaan melalui periode-periode perkembangan

historis tertentu dan menilai peranan kekuataan-kekuataan yang dimiliki

agama untuk memperjuangkan (mempertahankan) dirinya selama periode-

periode itu.12 Penulis berusaha menelaah sejarah terciptanya Tradisi Grebeg

Sudiro dan sejarah etnis Tionghoa di Indonesia.

2. Pendekatan Sosiologis

Pendekatan ini berfokus kepada masyarakat yang memahami dan

mempraktikkan agama; bagaimana pengaruh masyarakat terhadap agama

dan pengaruh agama terhadap masyarakat.13 Penulis mengamati dampak

sosial Tradisi Grebeg Sudiro bagi masyarakat Sudiroprajan dan umat

beragama kota Solo. Salah satu tokoh yang di ikuti adalah Emile Durkheim.

3. Pendekatan Antropologis

Pendekatan ini berupaya memahami kebudayaan-kebudayaan

produk manusia yang berhubungan dengan agama. Sejauh mana agama

memberi pengaruh terhadap budaya dan sebaliknya; sejauh mana kebdayaan

suatu kelompok masyarakat memberi pengaruh terhadap agama.14 Dalam

pendekatan ini penulis melihat makna percampuran budaya dan makna

11 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Jakarta:Prenada MediaGrup, 2007), hal. 121.

12 Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015)

hal.15.

13 Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama, hal. 44.

14 Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama, hal 47-48.

12

agama dari Tradisi Grebeg Sudiro. Tokoh yang diikuti penulis adalah

Cliffort Geertz.

G. Analisi Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis

data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan

dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,

menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam

pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat

simpulan sehingga mudah dipahamioleh diri sendiri maupun orang lain.

Analisis data yang digunakan penulis adalah metode kualitatif. Analisis data

kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang

diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis. Berdasarkan

hipotesis yang dirumuskan, selanjutnya dicarikan data secara berulang-ulang

sehingga selanjutnya dapat disimpulkan apakah hipotesis tersebut diterima

atau ditolak berdasarkan data yang terkumpul. Bila berdasarkan data yang

dapat dikumpulkan secara berulang-ulang dengan teknik triangulasi, ternyata

hipotesis diterima, maka hipotesis tersebut berkembang menjadi teori.15

15 Hardani, dkk. Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif (Yogyakarta: Pustaka Ilmu

Group) hal.162.

13

H. Sistematika Penulisan

Dalam memudahkan penguraian untuk penulisan skripsi ini maka

skripsi ini disusun dalam sitematis dalam bab-bab yang mana terdiri dari lima

bab. Adapun susunan lima bab itu yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Bab I: PENDAHULUAN

Bab II:. TRADISI, TOLERANSI, dan RITUAL DALAM STUDI

AGAMA AGAMA

Bab III: TRADISI GREBEG SUDIRO DI KELURAHAN

SUDIROPRAJAN KOTA SOLO

Bab IV: TOLERANSI dan KERUKUNAN BERAGAMA DALAM

GREBEG SUDIRO DI SUDIROPRAJAN

Bab V: PENUTUP

14

BAB II

TRADISI, TOLERANSI, dan RITUAL DALAM STUDI AGAMA

AGAMA

A.Toleransi Umat Beragama

1. Arti Kata Toleransi beragama

Toleransi dalam Kamus Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai berikut: (1)

sifat atau sikap, (2) batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih

diperbolehkan, (3) penyimpangan yang masih dapat diterima dalam pengukuran

kerja.1

Menurut Umar Hasyim dalam jurnal Dewi Anggraeni, toleransi yaitu

pemberian kebebasan kepada sesama manusia atau kepada sesama warga masyarakat

untuk menjalankan keyakinannya atau mengatur hidupnya dan menentukan nasibnya

masing-masing, selama dalam menjalankan dan menentukan sikapnya itu tidak

melanggar dan tidak bertentangan dengan syarat-syarat atas terciptanya ketertiban

dan perdamaian dalam masyarakat.2

Dalam bahasa Arab toleransi dimaknai sebagai tasamuh. Tasamuh merupakan

pendirian atau sikap termanifestasikan pada kesedian untuk menerima berbagai

pandangan dan pendirian yang beraneka ragam meskipun tidak sependapat

dengannya. Namun, istilah toleransi lebih dekat hubungannya dengan As-Smahah

yaitu kerelaan hati karena kemulian dan kedermawanan, lapang dada karena

1 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/toleransi. diakses pada tanggal 3 Juli 2021.

2 Dewi Anggraeni, Siti Suhartinah, “Toleransi Antar Umat Beragama Perspektif KH. Ali

Mustafa Yaqub”. Dikutip dari Jurnal Studi Al-Qur’an, Vol. 14, No. 1, Tahun. 2018, pada tanggal 3

Juli 2021.

15

kebersihan dan ketakwaan, kelemah lembutan karena kemudahan, mudah bergaul

dengan siapa pun tanpa penipuan dan kelalaian.3

Toleransi merupakan elemen dasar yang dibutuhkan untuk menumbuhkan

sikap saling memahami dan menghargai perbedaan yang ada, serta menjadi entry

point bagi terwujudnya suasana dialog antarumat beragama dalam masyarakat.

Toleransi adalah nilai-nilai, sikap, kesedian dan keterlibatan seseorang dalam

mendukung suatu keadaan yang memberikan ruang bagi adanya pengakuan

perbedaan (the others) dan khususnya untuk terciptanya kerukunan.4

Toleransi berasal dari kata Tolerare yang berasal dari bahasa latin yang

berarti sabar membiarkan sesuatu. Pengertian toleransi secara luas adalah sikap atau

perilaku manusia yang tidak menyimpang dari aturan, dimana seseorang menghargai

atau menghormati setiap tindakan yang orang lain lakukan. Toleransi juga dapat

dikatakan istilah dalam konteks sosial budaya dan agama yang berarti sikap dan

perbuatan yang melarang adanya deskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang

berbeda atau tidak diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. 5

Ada dua macam penafsiran tentang konsep toleransi ini, yakni penafsiran

negative (negative interception of tolerance) dan penafsiran positif (positive

interception of tolerance). Yang pertama menyatakan bahwa toleransi itu hanya

mensyaratkan cukup dengan membiarkan dan tidak menyakiti orang/kelompok lain.

Yang kedua menyatakan bahwa toleransi itu membutuhkan lebih dari sekadar ini. Ia

membtuhkan adanya bantuan dan dukungan terhadap keberadaan orang/kelompok

lain. Hanya saja, interpertasi positif ini hanya boleh terjadi dalam situasi di mana

3 Muhammad Rifqi Fachrian, Toleransi Antarumat Beragama Dalam Al-Qur’an (Telaah

Konsep Pendidikan Islam) (Depok, Raja Grafindo Persada, 2018), hal. 12.

4 Muhammad Rifqi Fachrian, Toleransi Antarumat Beragama Dalam Al-Qur’an, hal. 21.

5 Sukini, Toleransi Beragama (Yogyakarta: Istana Media, 2018), hal. 2.

16

objek dari toleransi itu tidak tercela secara moral dan merupakan sesuatu yang tak

dapat dihapuskan, seperti dalam kasus toleransi sosial.6

Toleransi dalam pengertian luas tidak sekedar bentuk sikap pasif, tetapi

kreativitas untuk saling aktif membangun kerja sama. Makna toleransi tidak hanya

berkaitan dengan pengalaman objektif sehari-hari, tetapi juga menghindari monopoli

keberagamaan. Perbedaan yang menjadi sumber konflik adalah memutlakan hasil

pemahaman, penghayatan, dan pengalaman ajaran agama, karena setiap agama

mengajarkan untuk selalu berupaya menuju kepada yang Absolut. Namun pada

kenyataannya, manusia cenderung memutlakkan hasil pemikirannya. Pada taraf itulah

terjadinya dua klaim beragama, yaitu klaim kebenaran (truth claim) dan klaim

keselamatan (salvation claim).7

Di kehidupan sosial sering ditemukan toleransi pasif, yaitu toleransi yang

hanya berhenti pada setuju untuk tidak setuju atau membiarkan orang lain memiliki

pandangan yang berbeda. Di dalamnya tersimpan dorongan untuk saling menjaga

jarak dan sewaktu-waktu akan mudah terseret kepada konflik manakala ada isu atau

rumor yang tidak diklarifikasi terhadap informasi yang simpang siur. Dalam kaitan

dirumuskan toleransi eklusif dan toleransi inklusif. Toleransi eklusif adalah meyakini

secara mutlak keimanan yang dianutnya dan tidak membuka diri masih mencari-cari

kebenaran yang lain. Selanjutnya diimbangi dengan toleransi inklusif, yaitu

mengakui, menghargai, mendukung, dan membantu keberadaan orang lain, dan

apabila memungkinkan ikut menikmati suasana kekhusukan ketika orang lain

mengamalkan ajaran agamanya atau merayakan hari besar agamanya.8

6 Nucholish Madjid, Pluralitas Agama (Kerukunan Dalam Keberagaman) (Jakarta: Kompas,

2001), hal. 13.

7 M. Ridwan Lubis, Merawat Kerukunan Pengalaman di Indonesia (Jakarta: Kompas

Gramedia, 2018), hal. 33.

8 M. Ridwan Lubis, Merawat Kerukunan Pengalaman di Indonesia, hal. 34.

17

Toleransi menurut para ahli, yaitu:

1. Menurut Ensiklopedi American

Encyclopedia Americana adalah salah satu ensiklopedia umum terbesar dalam

bahasa Inggris. Setelah Grolier diakuisisi oleh Scholastic Corporation pada tahun

2000, ensiklopedia ini diterbitkan oleh Scholastic. Ensiklopedia ini memiliki lebih

dari 45.000 artikel. Sebagian besar artikel panjangnya lebih dari 500 kata, dan banyak

di antaranya cukup panjang (artikel mengenai "Amerika Serikat" panjangnya lebih

dari 300.000 kata). Salah satu ciri khas ensiklopedia ini adalah artikel-artikel tentang

sejarah dan geografi Amerika dan Kanada. Ditulis oleh 6.500 kontributor,

Encyclopedia Americana berisi lebih dari 9.000 bibliografi, 150.000 rujukan silang,

1,000+ tabel, 1.200 peta, dan hampir 4.500 gambar berwarna dan hitam putih.

Ensiklopedia ini juga dilengkapi dengan 680 kotak fakta. Sebagian besar artikel

ditandatangani oleh kontributornya.9

Dikutip dari Zona Refrensi Toleransi memiliki makna sangat terbatas. Ia

berkonotasi menahan diri dari pelanggaran dan penganiayaan, meskipun demikian, ia

memperlihatkan sikap tidak setuju yang tersembunyi dan biasanya merujuk kepada

sebuah kondisi dimana kebebasan yang di perbolehkannya bersifat terbatas dan

bersyarat.10

2. Micheal Wazler

Michael Walzer dilahirkan pada 1935 di sebuah kota kecil yang

memproduksi baja, Johnstown, Pennsylvania. Pada usia duabelas tahun

9 Wikipedia, diubah pada 19 Februari 2021, “Ensiklopedia Amerika”, dikutip Dari

https://id.wikipedia.org/wiki/Encyclopedia_Americana, pada tanggal 14 November 2021..

10 Zakky, tahun terbit 12 April 2020, “Pengertian Toleransi , Definisi, Manfaat, Macam-

Macam, dan Contohnya” Dikutip Dari https://www.zonareferensi.com/pengertian-toleransi/. pada

tanggal 14 November 2021.

18

ia sudah membuat sendiri pamflet mengenai pemogokan buruh dan kam-

panye politik. Sejak 1976 ia menjadi co-editor majalah kaum kiri Amerika

Serikat yang terkemuka, Dissent, dan menjadi editor penyumbang The New

Republic sejak 1977. Walzer mengawali studinya di Universitas Brandeis

dan memperoleh gelar B.A. pada 1956. Ia melanjutkan studinya di Univer-

sitas Cambridge, Inggris, pada 1956-1957 dengan men-dapatkan beasiswa

dari “Fulbright Fellowship.” Ia memperoleh gelar Ph.D. dari Universitas

Harvard pada 1961. Walzer adalah Professor of Government di Universitas

Harvard pada 1966-1980 dan sebelumnya ia menjadi asisten profesor di

Fakultas Politik di Universitas Princeton pada 1962-1966. Ia juga menjadi eorang

anggota Yayasan Universitas Hebrew di Yerusalem sejak 1974 dan

anggota Yayasan Universitas Brandeis pada 1983-1988. Sejak 1980 ia men-

jadi Profesor di “School of Social Sciences” pada “Institute for Advanced

Study,” Princeton, New Jersey, dan sampai saat ini masih aktif memberi

kuliah. Walzer adalah seorang ahli teori politik Amerika Serikat yang ter-

kemuka. Ia telah menulis banyak topik yang luas dalam teori politik dan

filsafat moral, antara lain mengenai kewajiban politis, perang yang adil dan

tidak adil, nasionalisme dan etnisitas, keadilan ekonomi, dan negara kese-

jahteraan. Ia dianggap memainkan peranan penting dalam menghidupkan

kembali etika praktis yang bepusat pada masalah-masalah konkret dan

mengembangkan suatu pendekatan pluralistik dalam kehidupan moral

dan politis. Nama Walzer menjadi terkenal ketika ia menulis bukunya,

Just and Unjust War, pada 1977 yang merupakan proyek untuk mencari

jalan tengah antara realisme dan pasivisme dalam menilai tingkah laku

pihak-pihak yang berperang dalam era modern.11

Menurut artikel dari Tokoh.id mengatakan bahwa Michael Walzer (1997)

memandang toleransi sebagai keniscayaan dalam ruang individu dan ruang publik

11 A. Widyarsono, “Michael Walzer dan Kesetaraan Yang Kompleks”. Dikutip dari Jurnal

Filsafat dan Teologi, Volume 10, Nomor 1, April 2011, pada tanggal 14 November 2021.

19

karena salah satu tujuan toleransi adalah membangun hidup damai (peaceful

coexsistance) di antara pelbagai kelompok masyarakat dari pelbagai perbedaan latar

belakang sejarah, kebudayaan, dan identitas. Toleransi, menurut Walzer, harus

mampu membentuk kemungkinan-kemungkinan sikap, antara lain sikap untuk

menerima perbedaan, mengubah penyeragaman menjadi keragaman, mengakui hak

orang lain, menghargai eksistensi orang lain, dan mendukung secara antusias

terhadap perbedaan budaya dan keragaman ciptaan Tuhan. Yang terakhir kemudian

populer dengan istilah multikulturalisme.12

3. Djohan Effendi

Djohan Effendi lahir 1 Oktober 1939 di di Kandangan, sebuah kecamatan

sekaligus ibukota kabupaten Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan dan

wafat 17 November 2017 pada usia 78 tahun di RS Geelong, Australia. Ia adalah

menteri sekretariat negara Kabinet Persatuan Nasional era presiden Abdurrahman

Wahid. Sebelumnya ia merupakan Staf Khusus Sekretaris Negara/Penulis Pidato

Presiden Soeharto (1978-1995) dan ia telah menulis ratusan pidato untuk Presiden

Soeharto. Ia dikenal sebagai pembela kelompok Ahmadiyah dan senior di kalangan

aktivis liberal. Namanya masuk dalam buku “50 Tokoh Liberal di Indonesia” untuk

kategori pionir atau pelopor gerakan liberal bersama dengan Nurcholis Madjid dan

Abdurrahman Wahid. Ia dikenal sebagai sebagai pemikir Islam inklusif yang sangat

liberal. Dalam memahami agama, Djohan sampai pada kesimpulan: "pada setiap

agama terdapat kebenaran yang bisa diambil." Karena itu, ia sangat prihatin pada

segala bentuk pertetangan yang mengatasnamakan agama. Karier Djohan sebagai

12 Zuhairi Misrawi, (8 November 2011), “Toleransi Versus Intoleransi”. Dikutip Dari

https://tokoh.id/publikasi/opini/toleransi-versus-intoleransi/. pada tanggal 14 November 2021.

20

penulis pidato Presiden tamat ketika ia "nekat" mendampingi K.H.

Abdurrahman Wahid (Gus Dur) berkunjung ke Israel, 1994. 13

Djohan Effendi dalam artikel opini Kompasiana mengatakan toleransi adalah

sikap menghargai gaya hidup orang lain yang berbeda dari gaya hidup kita. Dengan

kata lain, sikap ini memahami adanya suatu kemajemukan. Maksudnya yaitu,

perbedaan tiap antar individu, baik berupa agama, ras, maupun perbedaan lainnya.14

2. Macam-macam Toleransi

a. Toleransi Terhadap Sesama Agama

Menurut Musthofa dalam jurnalnya mengatakan Toleransi internal umat

beragama, yaitu sikap saling menghormati terhadap kelompok-kelompok dalam suatu

agama. Di dalam suatu agama terdapat kelompok-kelompok umum, faham dan

tatacara pengamalan agama yang berbeda. Misalnya, di dalam ajaran Islam terdapat

kelompok Nahdlatul Ulama, Muham-madiyah, LDII, HTI, Salafi dan lain-

lain.Masing-masing aliran mempunyai ajaran yang dipercayai kebenarannya. Di

samping itu, juga mendambakan kepada tokoh atau pimpinan aliran yang dinilai

sebagai tokoh rujukan yang dapat memberikan pencerahan dan tempat pengaduan

permasalahan dalam kehidupannya. Toleransi umat dalam satu agama, ini dapat

13 Wikipedia, Djohan Effendi. Dikutip Dari https://id.wikipedia.org/wiki/Djohan_Effendi.

pada tanggal 14 November 2021.

14 Heri Purnomo, (25 November 2020), “Toleransi Umat Beragama Dalam Perspekif

Pancasila”. Dikutip Dari

https://www.kompasiana.com/heri07040/5fbe4f958ede4834b30b4032/toleransi-umat-beragama-

dalam-perspektif-pancasila?page=4&page_images=1 , pada tanggal 14 November 2021.

21

dilakukan dengan cara saling menghargai dan menghormati pengamalan pengamalan

yang didasari atas kebenaran pemahamannya.15

Perbedaan merupakan sebuah keniscayaan dalam kehidupan manusia, mulai

dari jenisnya ada laki-laki dan ada perempuan, suku, bangsa, bahasa dan budaya yang

berbeda, hingga pada perbedaan karakter, pemikiran, pengetahuan, dan ideologi

keagamaan. Perbedaan pendapat bersifat alamiah dan ilmiah. Perbedaan merupakan

interaksi yang tidak dapat dielakkan dalam roda kehidupan umat manusia, dan dinilai

suatu hal yang negatif. Perbedaan yang disikapi secara emosional dan

memperlihatkan sikap kebencian terhadap perbedaan itu, maka hasilnya akan terus

menjadi negatif dan akan menghasilkan sikap intoleran yang akibatnya terjadi sebuah

konflik. Sehingga dengan demikian, untuk menumbuhkan karakter bertoleran dalam

menyikapi perbedaan maka akan dibutuhkan empat olah, yaitu: olah hati (spiritual

and emotional development), olah pikir (intellectual develompmet), olah raga

(physical and kinesthetic development) serta olah rasa dan karsa (affective and

creativity development).16

b. Toleransi Antar Umat Beragama

Keragaman agama pasti mengandung perbedaan, tetapi juga memungkinkan

adanya persamaan. Fakta adanya perbedaan hendaknya tidak ditonjolkan. Sebaliknya,

jika antar umat beragama mampu melihat kesamaan, maka harapan terwujudnya

kerukunan antar umat beragama akan terjadi.17

15 Musthofa, “Toleransi Umat Beragama (antar Pemeluk Seagama) Dalam Tinjauan Tafsir

Izwaji” . Dikutip dari Jurnal Kajian Islam, Pendidikan, Budaya Dan Sosial, Vol. 6, No. 2, Desember

2019, pada tanggal 14 November 2021.

16 Muammar Bakry, “Pengembangan Karakter Toleran Dalam Problematika Ikhtilaf Mazhab

Fikih”. Dikutip dari Jurnal Studi Islam, Volume 14, Nomor 1, Juni 2014, pada tanggal 15 November

2021.

17 Idrus, “Membumikan Fiqh Toleransi Dalam Arus Pluralitas Agama”. Dikutip dari Jurnal

Kajian Hukum Islam dan Hukum Ekonomi Islam, Volume 02 Nomor 01, Januari-Juni 2018, pada

tanggal 6 Juli 2021.

22

Menurut jurnal Achmad Nur Salim Toleransi beragama adalah toleransi yang

mencakup masalah-masalah keyakinan pada diri manusia yang berhubungan dengan

akidah atau yang berhubungan dengan ke-Tuhanan yang diyakininya. Seseorang

harus diberikan kebebasan untuk menyakini dan memeluk agama (mempunyai

akidah) masing-masing yang dipilih serta memberikan penghormatan atas

pelaksanaan ajaran-ajaran yang dianut atau yang diyakininya.Toleransi dalam

pergaulan antar umat beragama berpangkal dari penghayatan ajaran agama masing-

masing. Dalam jurnal Achmad Nur Salim juga terdapat pendapat Zuhairi Misrawi

dalam bukunya al-Qur’an Kitab Toleransi dengan mengatakan bahwa toleransi harus

menjadi bagian terpenting dalam lingkup intra agama dan antar agama. Lebih lanjut,

ia berasumsi bahwa toleransi adalah upaya dalam memahami agama-agama lain

karena tidak bisadipungkiri bahwa agama-agama tersebut juga mempunyai ajaran

yang sama tentang toleransi, cinta kasih dan kedamaian. Selain itu, Zuhairi memiliki

kesimpulan bahwa toleransi adalah mutlak dilakukan oleh siapa saja yang mengaku

beriman, berakal danmempunyai hati nurani. Selanjutnya, paradigma toleransi harus

dibumikan dengan melibatkan kalangan agamawan, terutama dalam membangun

toleransi antar agama.18

3. Prinsip-prinsip Toleransi Beragama

a. kebebasan Beragama

Sejak dunia mengenal dan dihadapkan pada berbagai komunitas kultural, yang

masing-masing memiliki watak berbeda, maka akan djumpai standar sosial dan

kultural yang berbeda. Selain standar sosial dan kultural, juga faktor sejarah sangat

mempengaruhi perbedaan antara suatu negara dengan negara lain. Dalam

hubungannya dengan hak atas kebebasan beragama dan beribadah, sejarah hubungan

18 Achmad Nur Salim, “Penanaman Nilai Toleransi Antar Umat Beragama Di Kalangan

Masyarakat Kecamatan Mlati Kabupaten Sleman”. Dikutip dari artikel pendidikan Pancasila dan

kewarganegaraan, terbit tanggal 14 Maret 2018, pada tanggal 21 Juli 2021.

23

antara negara dan agama sangat berpengaruh terhadap konsep hak atas kebebasan

beragama dan beribadah pada sebuah negara.19

Menurut jurnal Siti Musdah Mulia, Hak kebebasan beragama digolongkan

dalam kategori hak asasi dasar manusia, bersifat mutlak dan berada di dalam forum

internum yang merupakan wujud dari inner freedom (freedom to be). Hak ini

tergolong sebagai hak yang non-derogable. Artinya, hak yang secara spesifik

dinyatakan di dalam perjanjian hak asasi manusia sebagai hak yang tidak bisa

ditangguhkan pemenuhannya oleh negara dalam situasi dan kondisi apa pun,

termasuk selama dalam keadaan bahaya, seperti perang sipil atau invasi militer. Hak

yang non-derogable ini dipandang sebagai hak paling utama dari hak asasi manusia.

Hak-hak non derogable ini harus dilaksanakan dan harus dihormati oleh negara pihak

dalam keadaan apapun dan dalam situasi yang bagaimanapun. Akan tetapi, kebebasan

beragama dalam bentuk kebebasan untuk mewujudkan, mengimplementasikan, atau

memanifestasikan agama atau keyakinan seseorang, seperti tindakan berdakwah atau

menyebarkan agama atau keyakinan dan mendirikan tempat ibadah digolongkan

dalam kebebasan bertindak (freedom to act). Kebebasan beragama dalam bentuk ini

diperbolehkan untuk dibatasi dan bersifat bisa diatur atau ditangguhkan

pelaksanaannya. Namun, perlu dicatat, bahwa penundaan pelaksanaan, pembatasan

atau pengaturan itu hanya boleh dilakukan berdasarkan undang-undang. Adapun

alasan yang dibenarkan untuk melakukan penundaan pelaksanaan, pembatasan, atau

pengaturan itu adalah semata-mata perlindungan atas lima hal, yaitu: public safet;

public order; public helth; public morals; dan protection of rights and freedom of

others. Dengan demikian tujuan utama tindakan penundaan pelaksanaan, pengaturan

19 Fatmawati, “Perlindungan Hak Atas Kebebsan Beragama dan Beribadah Dalam Negara

Hukum Indonesia”. Dikutip dari Jurnal Konstitusi, Vol 8, No 4, Agustus 2011, pada tanggal 7 Juli

2021.

24

atau pembatasan itu adalah untuk menangkal ancaman terhadap keselamatan manusia

atau hak milik mereka.20

Kebebasan beragama dalam negara Indonesia telah diperjelas dalam beberapa

pasal-pasal dalam UUD 1945, yaitu pasal 28E yang menyatakan “setiap orang bebas

memeluk agama dan beibadat menurut agamanya...” serta pasal 29 ayat (1) UUD

bahwa “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” dan pasal 29 ayat (2) UUD

bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya

masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu 21

Jika dikaitkan dengan isu kebebasan beragama di Indonesia dewasa

masalahnya dapat dibagi menjadi sekurang-kurangnya 4 masalah: 1) Hubungan

kebebasan beragama dengan agama lain. Ini menjadi masalah karena adanya

pluralitas agama yang mengakibatkan adanya benturan program antara satu agama

dengan agama lain. 2) Hubungan kebebasan beragama pada pemeluk agama masing-

masing. Ini menyangkut masalah-masalah pemikiran dan pengamalan ajaran agama

yang oleh umat penganut agama tersebut dianggap menyimpang. 3) Hubungan

kebebasan beragama dan pemerintah. Khusus ketika terjadi konflik peran pemerintah

mutlak diperlukan sebagai penengah dan fasilitator antar agama atau antar pemeluk

agama. 4) Hubungan kebebasan beragama dengan Deklarasi Universal Hak Asasi

Manusia (DUHAM). Ini bermasalah ketika HAM yang dianggap universal itu

ternyata secara konseptual dan praktis berbenturan dengan prinsip-prinsip dalam

agama.22

20 Siti Musdah Mulia, “Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Beragama”. Dikutip dari artikel

Diskusi Panel: Perkembangan Konsep Tindak Pidana Terkait Dengan Agama Dalam Pembaharuan

KUHP. Aliansi RKUHP, 2007. Pada tanggal 7 Juli 2021.

21 Budiyono, Pengaturan Kebebesan Beragama dan Kepercayaan (Lampung: Justice

Publisher, 2014 ), hal. 37

22 Febri Handayani, “Konsep Kebebsan Beragama Menurut UUD Tahun 1945 Serta

Kaitannya Dengan HAM”. Dikutip dari jurnal Syariah dan Hukum, volume 2, nomor 1, Januari - Juli

2010 pada tanggal 7 Juli 2021.

25

b. Penghormatan dan Eksistensi Agama lain

Penghormatan terhadap agama lain yang dimaksud adalah pertama,

menghormati praktek dan simbol-simbol agama lain sebagai langkah untuk mencari

kemaslahatan agama dalam kehidupan ber-masyarakat, tetapi tidak dengan tujuan

untuk menyamakan atau mengakui kebenaran semua agama. Kedua, bentuk

penghormatan tersebut harus diimplementasikan dalam kerjasama dalam kehidupan

bermasyarakat dengan tidak mencampuradukan akidah masing-masing. 23

Etika yang harus dilaksanakan dari sikap toleransi setelah memberikan

kebebasan beragama adalah menghormati eksistensi agama lain dengan pengertian

menghormati keragaman dan perbedaan ajaran-ajaran yang terdapat pada setiap

agama dan kepercayaan yang ada baik yang diakui Negara maupun belum diakui oleh

negara. Menghadapi realitas ini setiap pemeluk agama dituntut agar senantiasa

mampu menghayati sekaligus memposisikan diri dalam konteks pluralitas dengan

didasari semangat saling menghormati dan menghargai eksistensi agama lain. Dalam

bentuk tidak mencela atau memaksakan maupun bertindak sewenang-wenangnya

dengan pemeluk agama lain.24

c. Agree in Disagreement

Agree in Disagreement (setuju di dalam perbedaan) adalah prinsip yang selalu

didengungkan oleh Mukti Ali. Perbedaan tidak harus ada permusuhan, karena

perbedaan selalu ada di dunia ini, dan perbedaan tidak harus menimbulkan

pertentangan.Sekian banyak pedoman atau prinsip yang telah disepakati bersama,

23 Muhamad Ridho Dinata, “Konsep Toleransi Bragama Dalam Tafsir Al-qur’an Tematik

Karya Tim Departemen Agama Republik Indonesia”. Dikutip dari Jurnal Ushuluddin, Vol. XIII No. 1

Januari 2012, pada tanggal 8 Juli 2021.

24 Idi Warsah, “Pendidikan Keluarga Muslim Di Tengah Masyarakat Multi-Agama: Antara

Sikap Keagamaan dan Toleransi”. Dikutip dari Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, Vol. 13, No. 1,

Februari 2018 pada tanggal 8 Juli 2021.

26

Agil Munawar mengemukakan beberapa pedoman atau prinsip, yang perlu

diperhatikan secara khusus dan perlu disebarluaskan seperti tersebut di bawah ini:25

1. (frank witness and mutual respect). Semua pihak dianjurkan membawa

kesaksian yang terus terangtentang kepercayaanya di hadapan Tuhan dan

sesamanya, agar keyakinannya masing-masing tidak ditekan ataupun dihapus

oleh pihak lain. Dengan demikian rasa curiga dan takut dapat dihindarkan

serta semua pihak dapat menjauhkan perbandingan kekuatan tradisi masing-

masing yang dapat menimbulkan sakit hati dengan mencari kelemahan pada

tradisi keagamaan lain. Prinsip kebebasan beragama

2. (religius freedom). Meliputi prinsip kebebasan perorangan dan kebebasan

sosial (individual freedom and social freedom) Kebebasan individual sudah

cukup jelas setiap orang mempunyai kebebasan untuk menganut agama yang

disukainya, bahkan kebebasan untuk pindah agama. Tetapi kebebasan

individual tanpa adanya kebebasan sosial tidak ada artinya sama sekali. Jika

seseorang benar-benar mendapatkebebasan agama, ia harus dapat mengartikan

itu sebagai kebebasan sosial, tegasnya supaya agama dapat hidup tanpa

tekanan sosial. Bebas dari tekanan sosial berarti bahwa situasi dan kondisi

sosial memberikan kemungkinan yang sama kepada semua agama untuk

hidup dan berkembang tanpa tekanan.

3. (Acceptance). Yaitu mau menerima orang lain seperti adanya. Dengan kata

lain, tidak menurut proyeksi yang dibuat sendiri. Jika kita memproyeksikan

penganut agama lain menurut kemauan kita, maka pergaulan antar golongan

agama tidak akan dimungkinkan. Jadi misalnya seorang Kristen harus rela

menerima seorang penganut agama Islam menurut apa adanya, menerima

Hindu seperti apa adanya. Berfikir positif dan percaya.

4. (positive thinking and trustworthy). Orang berpikir secara “positif “dalam

perjumpaan dan pergaulan dengan penganut agama lain, jika dia sanggup

25Idi Warsah, “Pendidikan Keluarga Muslim Di Tengah Masyarakat”. Dikutip dari Jurnal

Penelitian Pendidikan Islam, Vol. 13, No. 1, Februari 2018, pada tanggal 8 juli 2021, hal. 14

27

melihat pertama yang positif, dan yang bukan negatif. Orang yang berpikir

negatif akan kesulitan dalam bergaul dengan orang lain. Dan prinsip

“percaya” menjadi dasar pergaulan antar umat beragama. Selama agama

masih menaruh prasangka terhadap agama lain, usaha-usaha ke arah

pergaulan yang bermakna belum mungkin. Sebab kode etik pergaulan adalah

bahwa agama yang satu percaya kepada agama yang lain, dengan begitu

dialog antar agama antar terwujud.

B. Ritual atau Upacara

1. Arti Kata Ritual atau Upacara

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) upacara adalah: (1) tanda-

tanda kebesaran (seperti payung kerajaan), (2) peralatan (menurut adat istiadat);

rangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan tertentu menurut adat atau

agama, (3) perbuatan atau perayaan yang dilakukan atau diadakan sehubungan

dengan peristiwa penting (seperti pelantikan pejabat, pembukaan gedung baru).26

Sedangkan untuk ritual dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah

berkenaan dengan hal ihwal tatacara dalam upacara keagamaan.27

Menurut artikel dari kabupaten Buleleng mengatakan Upacara berasal dari

kata sansekerta, Upa dan Cara, Upa berarti Sekeliling atau menunjuk segala dan Cara

berarti Gerak atau Aktifitas. Sehingga Upacara dapat diartikan dan dimaknai Gerakan

Sekeliling Kehidupan Manusia dalam upaya menghubungkan diri dengan Hyang

Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa. 28

26 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/upacara. diakses pada tanggal 15 November 2021.

27 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/ritual. diakses pada tanggal 15 November 2021.

28 Kabupaten Buleleng, “Memahami Makna Pentingnya Sarana Upacara Agama Hindu (

Banten )”. Diakses dari https://buleleng.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/memahami-makna-

pentingnya-sarana-upacara-agama-hindu-banten-83, pada tanggal 15 November 2021.

28

Menurut Wikipedia Upacara adalah rangkaian tindakan yang direncanakan

dengan tatanan, aturan, tanda, atau simbol kebesaran tertentu. Pelaksanaan upacara

menggunakan cara-cara yang ekspresif dari hubungan sosial terkait dengan suatu

tujuan atau peristiwa yang penting. Upacara umumnya dibedakan menjadi upacara

kenegaraan, upacara adat dan upacara keagamaan.29

Upacara (ritual;ceremony) Sistem aktifitas atau rangkaian tindakan yang

ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan

dengan berbagai macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi dalam masyarakat yang

bersangkutan.30

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ritual adalah berkenaan dengan

ritus; hal ihwal ritus dan tindakan seremonial.31 Menurut jurnal Ayatullah Humaeni

ritual adalah seperangkat tindakan yang selalu melibatkan agama atau magis, yang

dimantapkan melalui tradisi. “a set or seriesof acts, usually involving religion or

magic,with the sequence establish by tradition”. Maka ritual secara simbolik

menggambarkanupaya manusia menjalin komunikasi dengan kekuatan transenden,

apakah itu bersifat roh nenek-moyang, makhluk halus, dewa-dewa, Tuhan ataupun

daya magis lainnya.Sedangkan tujuan manusia mempraktekkan ritus untuk mencari

jalan keselamatan secara spiritual (salvation), dengan harapan jiwanya selamat dan

memasuki alam transenden sesuai dengan yang dikonsepsikan ajaran agama masing-

masing, apakah itu surga, moksa, nirwana, atau di Pulau Tuma pada orang

Trobriand.32

29 Wikipedia, “Upacara”. Diakses Dari https://id.wikipedia.org/wiki/Upacara.pada tanggal 15

November 2021.

30 Koentjaraningrat. Kamus Istilah Antropologi (Jakarta: Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa, 1984), hal. 189.

31 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/ritual. diakses pada tanggal 16 November 2021.

32 Ayatullah Humaeni, “Ritual, Kepercayaan Lokal dan Identitas Budaya Masyarakat Ciomas

Banten”. Dikutip dari Jurnal Budaya Islam, Vol. 17 No. 2 Tahun 2015, pada tanggal 16 November

2021.

29

Sedangkan menurut artikel wikipedia ritual adalah sebuah budaya dari

sekelompok masyarakat, yang merupakan sebentuk rangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh manusia untuk tujuan dan maksud tertentu. Biasanya, ritual sendiri

terangkai dalam berbagai bentuk simbolis di dalam pelaksanaannya dan juga

memiliki stratifikasi sifat kesakralan/keseriusan dalam pengertian di dalam kelompok

tertentu. Dalam hal ini karena ritual sendiri seringkali dilakukan secara repetitive

maupun sesekali saja pada perayaan di kelompok tertentu. Maka ritual dapat

dikatakan sebagai sebuah kegiatan yang hanya dapat dimaknai secara serius ataupun

biasa saja. Secara pelaksanaannya semua dilakukan berdasarkan rules tertentu, pada

pengertian tradisional dapat dikatakan mempunyai nilai dan sifat yang merujuk pada

bentuk yang sakral dan kaku, biasanya di dalam masyarakat atau kelompok

tradisional memiliki ciri relasi vertikal dan ilahiah. Namun dalam pengertian modern

ritual dapat berupa sebuah kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan orientasi

horizontal tertentu, tanpa harus terhubung dengan relasi vertikal ke-ilahiah-an itu.33

2. Jenis- Jenis Ritual atau Upacara

a. Upacara Adat

Upacara adat (customary ritual) adalahUpacara-upacara yang berhubungan

dengan adat suatu masyarakat.34 Menurut Skripsi Sri Hardina Secara etimologi

upacara adat terdiri dari dua kata, yaitu upacara dan adat. Menjelaskan adat (custom)

adalah wujud gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai, norma-norma hukum

serta aturan-aturan yang sama dengan yanga lainnya berkaitan menjadi satu sistem

yaitu sistem budaya. Upacara adat adalah upacara-upacara yang berhubungan dengan

adat suatu masyarakat. Dalam kebudayaannya sebagai wujud idil kebudayaan dapat

dibagi lebih khusus dalam empat yakni tingkat budaya, tingkat norma-norma, tingkat

hukum dan aturan-aturan khusus. Adat merupakan kebiasaan yang bersifat magis

religius dari kehidupan suatu penduduk asli yang meliputi kebudayaan, norma dan

33 Wikipedia, “Ritual”. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Ritual, pada tanggal 16

November 2021.

34 Koentjaraningrat. Kamus Istilah Antropologi (Jakarta: Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa, 1984), hal. 190

30

aturan-aturan yang saling berkaitan dan kemudian menjadi suatu sistem atau

pengaturan tradisional. Upacara adat adalah suatu upacara yang dilakukan secara

turun temurun yang berlaku di suatu daerah. Dengan demikian, setiap daera memiliki

upacara adat sendiri-sendiri, seperti upacara perkawinan, upacara labuhan.35

Menurut artikel Rimba Kita Koentjaraningrat berpendapat tentang beberapa

unsur dalam prosesi pelaksanaan upacara adat diantaranya adalah:36

1. Tempat berlangsungnya upacara

Tempat yang digunakan untuk melaksanakan suatu upacara biasanya adalah tempat

keramat taua bersifat sakral, tidak setiap orang dapat mengunjungi tempat itu. Tempat

tersebut hanya digunakan oleh orang-orang yang berkepentingan saja, dalam hal ini

adalah orang yang terlibat dalam pelaksanaan upacara seperti pemimpin upacara.

2. Waktu pelaksanaan upacara

Waktu pelaksanaan upacara adalah saat-saat tertentu yang dirasa tepat untuk

melangsungkan upacara. Dalam upacara yang rutin dilakukan seiap tahun biasanya

ada patokan dari waktu pelaksanaan upacara yang sebelumnya.

3. Benda-benda serta peralatan Upacara

Benda-benda atau alat dalam pelaksanaan upacara adalah sesuatu yang harus ada

seperti sesaji yang berfungsi sebagai alat dalam pelaksanaan upacara adat.

35 Sri Hardina, Skripsi berjudul : “Makna Simbolik Upacara Adat Karya (Pingitan) Pada

Masyarakat Suku Siompu Di Desa Nggulanggula Kecamatan Siompu Kabupaten Buton Selatan”

(Makassar: Universitas Muhamadiyah Makassar, tahun 2018). Dikutip pada tanggal 16 November

2021, hal. 22.

36 Rimba Kita, “Upacara Adat di 34 Provinsi di Indonesia – Pengertian, Unsur, Tujuan &

Contoh.” Diakses dari dari https://rimbakita.com/upacara-adat/, pada tanggal 16 November 2021.

31

4. Orang-orang yang terlibat dalam upacara

Orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan upacara adalah orang yang bertindak

sebagai pemimpin jalannya upacara dan beberapa orang yang paham dalam ritual

upacara adat.

Fungsi upacara adat pada masyarakat yaitu: fungsi spiritual, sosial dan fungsi

pengembangan pariwisata. Berfungsi spiritual, karena dalam pelaksanaan upacara

tradisional selalu berhubungan dengan pemujaan manusia untuk mohon keselamatan

pada leluhur, rch halus atau Tuhannya. Dengan kata lain upacara tradisional berfungsi

spiritual karena dapat membangkitkan emosi keagamaan, menimbulkan rasa aman,

tenang, tentram dan selamat. Berfungsi sosial, apakah upacara tradisional tersebut

bisa dipakai sebagai sarana kontrol sosial (pengendalian sosial), kontrol sosial,

interaksi, integrasi dan komunikasi antar warga masyarakatnya. Seperti kita ketahui

bahwa dalam sesaji terdapat berbagai simbol yang memuat pesan dan kesan atau

nilai-nilai, sehingga baik untuk pedoman perilaku warga masyarakatnya. Dalam

upacara tersebut juga terdapat kenduri, tirakatan dan rewangan (gotong-royong) yang

bisa mewujudkan kebersamaan, kontak sosial, interaksi dan komunikasi antar warga

masyarakat.37

Adapun fungsi upacara tradisional bagi pengembangan pariwisata, akan

dilihat pada upacara garebeg Maulud. Seperti diketahui bahwa dewasa ini banyak

upacara tradisional yang pada kegiatan keagamaan dan bermakna religius namun saat

ini telah menjadi suguhan wisata. Pada bab ini akan diuraikan secara kritis dan

analistis bagaimana peranan upacara garebeg tersebut dalam kegiatan pariwisata, apa

dan bagaimana bentuk modifikasinya dan bagaimana dengan unsur-unsur sakralnya.38

37 Ani Rostiyati, dkk. Fungsi Upacara Tradisional Bagi Masyrakat Pendukungnya Masa

Kini, (Jogjakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dii'ektorat Jenderal Kebudayaan Proyek

Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya, 1995), hal. 4.

38 Ani Rostiyati, dkk. Fungsi Upacara Tradisional Bagi Masyrakat Pendukungnya Masa

Kini, hal. 5.

32

Contoh-contoh Upacara adat yang ada di Indonesia:39

1. Peusijuk di Aceh

Aceh memiliki upacara adat yang dikenal dengan nama Peusijuk. Upacara adat ini

biasa dilakukan oleh masyarakat sebagai ucapan syukur kepada tuhan dalam acara

pernikahan, rumah baru, naik haji, hingga kelahiran.

2. Ngaben di Bali

Upacara adat Bali yang paling dikenal adalah Ngaben. Prosesi Ngaben merupakan

upacara terkait kematian dengan membakar jenazah dan menghanyutkan abu ke laut

atau sungai.

3. Kasada di Jawa Timur

Upacara adat Jawa Timur adalah Kasada. Tradisi ini dimiliki oleh suku Tengger yang

memeluk agama Hindu untuk meminta pengampunan dari Brahma atau Dewa

Pencipta. Dalam upacara adat ini, suku Tengger biasa akan melempar beberapa

sesajen ke kawah Gunung Bromo, misalnya sayuran, buah-buahan, hasil ternak,

hingga uang.

4. Mekikuwa di Sulawesi Utara

Ucap syukur juga biasa dilakukan di Manado, Sulawesi Utara dengan nama

Mekikuwa. Para peserta upacara adat ini mengungkapkan rasa syukur atas

pemeliharaan sepanjang tahun kepada tuhan. Selain itu, mereka juga memohon agar

tuhan memberikan jalan dan berkat kepada tahun yang baru.

39 Puti Yasmin, “7 Upacara Adat di Indonesia dan Tujuannya yang Wajib Diketahui”.Diakses

dari https://travel.detik.com/travel-news/d-4929176/7-upacara-adat-di-indonesia-dan-tujuannya-yang-

wajib-diketahui, pada tanggal 16 Juli 2021.

33

5. Dahau di Kalimantan Timur

Upacara Dahau di Kalimantan Timur dilakukan untuk memberikan nama kepada

anak yang masih keturunan bangsawan. Ada banyak ritual yang dilakukan dalam

upacara adat ini hingga berlangsung hingga satu bulan lamanya.

6. Ngebabali di Lampung

Ketika membuka lahan baru untuk berladang, masyarakat Lampung biasanya

menggelar upacara adat Ngebabali. Upacara adat ini juga dilakukan ketika seseorang

akan membuka rumah baru.

7. Pesta Bakar Batu di Papua

Upacara adat terakhir adalah Pesta Bakar Batu. Upacara adat ini merupakan

ungkapan syukur sekaligus untuk bersilaturahmi. Prosesi upacara adat ini dilakukan

dengan membakar babi dan makan bersama-sama.

b. Upacara Keagamaan

upacara keagamaan (religious ritual) Upacara yang bersifat keramat,

berhubungan dengan peristiwa dalam rangka suatu sistem religi yang bersumber pada

ajaran-ajaran dalam sistem keyakinan yang ada dalam religi itu.40

Menurut jurnal Agus Riyadi upacara keagamaan merupakan sarana komunikasi

yang memuat pesan-pesan agama. Seperti yang dijelaskan oleh Suparlan bahwa

pesan dalam upacara itu sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh upacara

tersebut dan sesuai pula dengan keinginan yang ada pada warga masyarakat yang

bersangkutan.41

40 Koentjaraningrat. Kamus Istilah Antropologi (Jakarta: Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa, 1984), hal. 190.

41 Agus Riyadi. “Tradisi Keagamaan dan Proses Sosial pada Kaum Muslim Pedesaan”.

Dikutip dari Jurnal Internasional, Volume 20, Number 2 (2018), pada tanggal 16 Juli 2021.

34

Dalam skripsi Ria Ristiana Upacara keagamaan merupakan bentuk refleksi dari

budaya agama, dimana upacara keagamaan ini berfungsi sebagai sarana untuk

mempertahankan atau memperkuat emosi keagamaan dan keyakinan atau

kepercayaannya terhadap sesuatu yang ghaib.42

Contoh upacara keagamaan sebagai berikut:43

1. Islam

a.)Hari Raya Idul Fitri.

b) Hari Raya Idul Adha.

c) tahun baru Hijriyah.

d) Isra' Mi'raj.

2. Protestan

a) Hari Natal.

b) Hari Jumat Agung.

c) Hari Paskah.

d) Kenaikan Isa Almasih.

3) Katholik

a) Hari Natal.

b) Hari Jumat Agung.

c) Hari Paskah/

d) Kenaikan Isa Almasih.

4) Hindu

a) Hari Nyepi.

b) Hari Saraswati.

c) Hari Pagerwesi.

42 Ria Ristiana. Skripsi dengan judul: Kearifan Lokal Dalam Upacara Keagamaan Pada

Masyarakat Desa Jogoyasan, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang Tahun 2013, (Salatiga:

STAIN, 2014) Dikutip pada tanggal 16 Juli 2021.

43 https://brainly.co.id/tugas/9371605. diakses pada tanggal 16 Juli 2021.

35

5) Buddha

a) Hari Waisak.

b) Hari Asadha.

c) Hari Kathina.

6) Konghucu

a) Tahun Baru Imlek.

b) Cap Go Meh.

3. Fungsi Ritual atau Upacara

Menurut jurnal Feryani Umi Rosidah Pandangan Durkheim mengenai makna

dan fungsi ritual dalam masyarakat sebagai suatu aktivitas untuk mengembalikan

kesatuan masyarakat mengilhami para antropolog untuk menerapkan pandangan

ritual sebagai simbol. Salah satunya adalah Victor Turner, ketika ia melakukan kajian

ritual (upacara keagamaan) di masyarakat Ndembu di Afrika. Ia melihat bahwa ritual

adalah simbol yang dipakai oleh masyarakat untuk menyampaikan kebersamaannya.

Ritual bagi masyarakat Ndembu adalah tempat menransendenkan konflik keseharian

kepada nilai-nilai spiritual agama. Oleh karenanya, ia menginterpretasikan fungsi

ritual menjadi empat fungsi sosial yang penting. Pertama, ritual sebagai media untuk

mengurangi permusuhan (reduce hostility) di antara warga masyarakat. Kedua, ritual

digunakan untuk menutup jurang perbedaan yang disebabkan friksi di dalam

masyarakat. Ketiga, ritual sebagai sarana untuk memantapkan kembali hubungan

yang akrab. Keempat, ritual sebagai medium untuk menegaskan kembali nilai-nilai

masyarakat. Turner melihat ritual tidak hanya sebagai kewajiban (prescribed) saja,

melainkan sebagai simbol dari apa yang sebenarnya terjadi dalam masyarakat.44

44 Feryani Umi Rosidah, “Pendekatan Antropologi dalam Studi Agama”. Dikutip dari Jurnal

Studi Agama-agama, Volume 1, Nomor 1, Maret 2011, pada tanggal 17 November 2021.

36

C. Tradisi

1. Pengertian Tradisi

Tradisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah adat kebiasaan turun-

temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat. Dalam

kamus antropologi Tradisi diartikan dengan adat istiadat.45 Tradisi yang dilahirkan

oleh manusia merupakan adat istiadat, yakni kebiasaan namun lebih ditekankan

kepada kebiasaan yang bersifat supranatural yang meliputi dengan nilai-nilai budaya,

norma-norma, hukum dan aturan yang berkaitan. Dan juga tradisi yang ada dalam

suatu komunitas merupakan hasil turun temurun dari leluhur atau dari nenek

moyang.46

Menurut Skripsi Yusantri Andesta Tradisi (bahasa latin : traditio, artinya

diteruskan) menurut artian bahasa adalah sesuatu kebiasaan yang berkembang

dimasyarakat baik, yang menjadi adat kebiasaan, atau yang di asimilasi dengan ritual

adat atau agama. Atau dalampengertian lain, sesuatu yang telah dilakukan sejaklama

dan menjadi bagian dari kehidupan suatu yang telah dilakukan sejak lama dan

menjadi bagian kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu Negara,

kebudayaan masyarakat waktu, atau agama yang sama. Tradisi berlaku secara turun

temurun baik informasi lisan maupun informasi berupa cerita, atau informasi yang

berupa tulisan kitab-kitab kuno atau juga yang terdapat pada catatan prasasti-prasasti.

Sebagai seistem budaya tradisi merupakan suatu sistem yang menyeluruh, terdiri dari

cara, aspek dan pemberian arti terhadap laku ujaran ritual, dan berbagai jenis laku

lainnya dari manusia atau sejumlah manusia yang melakukan tindakan antara satu

dengan yang lain. Unsur terkecil dari sistem tersebut adalah simbol. Simbol

45 Koentjaraningrat, dkk, Kamus Istilah Antropologi (Jakarta: Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa, 1984), hal 187.

46 Robi Darwis, “Tradisi Ngaruwat Bumi Dalam Kehidupan Masyarakat”. Dikutip dari Jurnal

Studi Agama-agama dan Lintas Budaya, Vol 2, No 1 (2017), pada tanggal 30 Juni 2021.

37

konstitutif (yang berbentuk sebagai kepercayaan), simbol kognitif (ilmu

pengetahuan), sombol penilaian moral, dan simbol ekspresif atau simbol yang

menyangkut pengungkapan perasaan.47

Menurut skripsi Adeltrudis Bamung Istilah tradisi mengandung pengertian

tentang adanya kaitan masa lalu dengan masa sekarang. Tradisi menunjuk kepada

sesuatu yang diwariskan dari generasi ke generasi, dan wujud-wujudnya masih

hingga sekarang. Tradisi tidak hanya diwariskan tetapi juga dikonstruksikan atau

invented. Dalam hal invented tradition, tradisi tidak hanya sekedar diwariskan, tetapi

juga dikonstruksikan atau serangkaian tindakan yang ditujukan untuk menanamkan

nilai-nilai dan norma-norma melalui pengulangan, yang secara otomatis mengacu

pada kesinambungan dengan masa lalu. Karena pewarisan dan pembentukan tradisi

berada dalam dunia kontekstual, sebagai konsekuensinya adalah terjadinya

perubahan-perubahan. Di dalam perubahan selalu saja ada hal-hal yang tetap

dilestarikan, sementara itu ada hal yang berubah. lima pola perubahan yang dapat

diamati, yaitu: pertama, pada tataran sistem nilai adalah dari integrasi ke reintegrasi.

Kedua, pada tataran sistem kognitif ialah melalui orientasi, ke disorientasi ke

reorientasi. Ketiga, dari sistem kelembagaan, maka perubahannya adalah dari

reorganisasi, ke disorganisasi, ke reorganisasi. Keempat, dari perubahan pada tataran

interaksi adalah dari sosialisasi, disosialisasi, dan resosialisasi. Kelima, dari tataran

kelakuan, maka prosesnya penerimaan tingkah laku, ke penolakan tingkah laku dan

penerimaan tingkah laku baru.48

47 Yusantri Andesta, Skripsi dengan judul: Makna Filosofis Tradisi Suroan Pada Masyarakat

Jawa Di Kelurahan Padang Serai Kota Bengkulu. (Bengkulu: Institut Agama Islam Negeri Bengkulu,

2020). Dikutip pada tanggal 17 November 2021, hal. 16.

48 Adeltrudis Bamung, skripsi dengan judul Tradisi Belis Dalam Adat Perkawinan

Masyarakat Desa Beo Sepang Kecamatan Boleng Kabupaten Manggarai Barat. (Mataram:Universitas

Muhammadiyah Mataram, 2020). Dikutip pada tanggal 17 November 2021, hal. 37-38.

38

2. fungsi Tradisi

Adapun fungsi tradisi dikutip dari kozio.com antara lain:49

a. Penyedia fragmen warisan yang historis

Tradisi berfungsi sebagai penyedia fragmen warisan yang historis. Tradisi

merupakan gagasan dan juga bentuk material yang bisa digunakan manusia dalam

berbagai tindakan saat ini dan juga membangun masa yang akan datang dengan

pengalaman masa lalu sebagai dasarnya. Contohnya tradisi kepahlawanan dan lain

sebagainya.

b. Pemberi legitimasi dalam pandangan hidup

Tradisi berfungsi untuk memberikan legitimasi pada keyakinan dalam

pandangan hidup, atau peraturan dan pranata yang telah ada. Yang mana semuanya

memerlukan pembenaran agar bisa mengikat para anggotanya. Contohnya wewenang

raja yang telah sah dari tradisi seluruh dinasti yang terdahulu.

c. Penyedia simbol dalam identitas kolektif

Tradisi dapat dijadikan sebuah simbol identitas kolektif yang sangat

meyakinkan, dapat memperkuat loyalitas pada bangsa atau komunitas. Contohnya

tradisi nasional untuk bendera, lagu, mitologi, emblem, ritual umum, dan lain

sebagainya.

49 Kozio, “Pengertian Tradisi”. Diakses dari https://www.kozio.com/term/tradisi/. pada

tanggal 17 November 2021.

39

d. Tempat pelarian

Tradisi juga berfungsi untuk tempat pelarian dari ketidakpuasan, keluhan, atau

kekecewaan terhadap kehidupan yang modern. Tradisi mampu memberikan kesan

masa lalu yang lebih baik dan bahagia.

39

BAB III

TRADISI GREBEG SUDIRO DI KELURAHAN SUDIROPRAJAN KOTA

SOLO

A. Letak Geografis, Kondisi Demografis, dan keragaman

1. Letak Geografis

Kelurahan Sudiroprajan merupakan salah satu kelurahan di wilayah Kecamatan

Jebres, berada pada ketinggian antara 80 – 100 m di atas permukaan laut, dengan luas

wilayah adalah 23 Ha , dan dengan batas wilayah sebagai berikut:1

Utara : Berbatasan dengan Kelurahan Purwodingratan

Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Pasar kliwon

Barat : Berbatasan dengan Kelurahan Tegalharjo

Timur : Berbatasan dengan kelurahan Gandekan

Kelurahan Sudiroprajan memiliki RT sebanyak 35 dan RW 9.2

2. Kondisi Demografi,

Jumlah penduduk dan laju kependudukan3

Jumlah Penduduk

2018

Jumlah Penduduk 2019 Laju pertumbuhan

penduduk pertahun 2018-

2019

1Mapan Mas,“Profil Kelurahan Sudiroprajan”, Diakses dari https://kec-

jebres.surakarta.go.id/kategori/detail/f7177163c833dff4b38f44c8d2872f1ec6, tanggal 7 November

2021.

2 BPS Surakarta, Kecamatan Jebres dalam Angka 2020 (Surakarta: BPS Surakarta, 2020),

hal. 9.

3 BPS Surakarta, Kecamatan Jebres dalam Angka 2020, hal. 17.

40

3711 3795 0,64

Persentase dan kepadatan penduduk4

Persentase Penduduk Kepadatan Penduduk per

Km²

2,57 16500,00

Jumlah penduduk menurut Jenis Kelamin dan rasio jenis kelamin5

Laki-laki Perempuan Rasio Jenis Kelamin

1819 1976 92,05

Tingkat pendidikan penduduk6

No Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Belum Tamat SD 156 174 330

2 Tamat SD 236 347 583

3 SLTP/Sederajat 299 309 608

4 SLTA/Sederajat 643 642 1285

5 D I/D II 7 6 13

6 D III 59 70 129

7 D IV/S1 169 172 341

8 S2 10 11 21

Jumlah Total 3310

4 BPS Surakarta, Kecamatan Jebres dalam Angka 2020, hal.18.

5 BPS Surakarta, Kecamatan Jebres dalam Angka 2020, hal. 19.

6 BPS Surakarta, Kecamatan Jebres dalam Angka 2020, hal. 28- 31.

41

Jenis pekerjaan penduduk7

No Jenis Pekerjaan Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Belum Tidak Bekerja 279 305 584

2 Mengurus RT 0 428 428

3 Pensiunan 7 6 13

4 PNS 7 8 15

5 Pengajar 8 14 22

6 Pelajar/Mahasiswa 402 373 775

7 Tenaga Kesehatan 5 7 12

8 Pekerjaan lain 1111 835 1946

Jumlah total 3795

3. keragaman agama dan etnis

Jumlah Penduduk menurut agama8

No Agama Jumlah

1. Islam 1419

2 Kristen Protestan 1397

3 Kristen Katholik 859

4 Hindu 2

5 Budha 102

6 Konghuchu 16

Di kelurahan Sudiroprajan terdapat dua masjid yaitu Masjid Nurul Huda dan

masjid At-Taqwa Sudiroprajan, dua gereja protestan Gereja GBI Balong dan Gereja

7 BPS Surakarta, Kecamatan Jebres dalam Angka 2020, hal. 33-39 8 BPS Surakarta, Kecamatan Jebres dalam Angka 2020, hal. 40-42.

42

GBIS Samaan, Rumah Ibadah Tri darma (Budha, Konghuchu dan Taoisme) yaitu

Vihara Avalokitesvara dan Klenteng Tien Kok Sie.

B. Tradisi Grebeg Sudiro

1. Arti Kata Tradisi Grebeg Sudiro

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia grebeg dari berasal gerebek yaitu

datang dengan tiba-tiba untuk menangkap dan sebagainya.9 Istilah grebeg atau

garebeg berasal dari kata gumrebeg, artinya “riuh” atau “ramai”, yang kemudian

maknanya diperluas menjadi “keramaian” atau “perayaan”. Maka, setiap pelaksanaan

tradisi grebeg disertai dengan arak-arakan oleh barisan prajurit kraton yang diiringi

dengan bunyi-bunyian gamelan.10

Menurut Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta Grebeg adalah prosesi adat

sebagai simbol sedekah dari pihak Kraton Yogyakarta kepada masyarakat berupa

gunungan. Kraton Yogyakarta dan Surakarta setiap tahunnya selalu mengadakan

upacara grebeng sebanyak tiga kali pada hari besar Islam, yaitu Grebeg Syawal pada

Hari Raya Idul Fitri, Grebeg Besar bertepatan pada Hari Raya Idul Adha dan Grebeg

Maulud yang lebih populer Grebeg Sekaten pada peringatan Hari Lahir Nabi

Muhammad SAW. Pada Grebeg Sekaten, gunungan yang dijadikan simbol

kemakmuran ini mewakili keberadaan manusia yang terdiri dari laki-laki dan

perempuan. Gunungan yang digunakan bernama Gunungan Jaler (pria), Gunungan

Estri (perempuan), serta Gepak dan Pawuhan. Gunungan ini dibawa oleh para abdi

dalem yang menggunakan pakaian dan peci berwarna merah marun dan berkain batik

9 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/gerebek. diakses pada tanggal 10 November 2021.

10 Iswara N Raditya, “Grebeg Maulud dan Cara Syiar Islam Para Wali”. Diakses dari

https://tirto.id/grebeg-maulud-dan-cara-syiar-islam-para-wali-daix, pada tanggal 30 Juni 2021.

43

biru tua bermotif lingkaran putih dengan gambar bunga di tengah lingkarannya.

Semua abdi dalem ini tanpa menggunakan alas kaki alias nyeker.11

Menurut Wikipedia Indonesia tujuan perayaan Grebeg adalah sebagai ucapan

syukur terhadap kemakmuran yang diberikan kepada masyarakat. Ini dilambangkan

dengan mempersembahkan gunungan secara berpasangan. Gunungan ini tersusun dari

hasil bumi yang dirangkai pada kerangka berbentuk menggunung dan kemudian

dibawa berkeliling. Setelahnya, masyarakat akan berebut isi dari Gunungan.12

Menurut Rifai Shodiq Fathoni Gunungan adalah susunan berbagai jenis

makanan dan sayuran yang disusun sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk

gunung. Gunungan merupakan hajad dalem atau kucah dalem yang dibagikan kepada

kerabat kraton, para punggawa (pegawai), dan masyarakat. Pada bagian akhir

upacara, setelah prosesi (pawai) dan didongani (dido’akan), gunungan ini dirayah

(diperebutkan) oleh masyarakat. Grebeg sendiri memiliki makna didatangi oleh orang

banyak, diikuti oleh orang banyak, atau diserbu orang banyak (dibyuki dening wong

akeh). Karena kraton disowani atau dibyuki oleh orang banyak maka raja

memberikan kucah dalem (hajat raja) untuk para tamunya, pegawainya, dan

rakyatnya yang sowan. Makan bersama pada upacara grebeg dipercaya dapat

menghilangkan sekat-sekat perbedaan, sehingga dapat menumbuhkan rasa solidaritas

dan kebersamaan dari masing-masing individu yang terlibat. Perbedaan antara grebeg

dan slametan berada pada ruang lingkupnya. Apabila slametan ruang lingkupnya

terbatas, maka grebeg merupakan fenomena makan bersama yang mempunyai ruang

lingkup lebih luas dan missal.13

11 Dinas Pariwisata, “Grebeg Sekaten. Diakses dari

https://pariwisata.jogjakota.go.id/detail/index/338, pada tanggal 10 November 2021.

12 Wikipedia, “Grebeg”. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Grebeg, pada tanggal 30

Juni 2021.

13 Rifai Shodiq Fathoni, “Tradisi Grebeg/Garebek di Yogyakarta”, Dari

https://wawasansejarah.com/tradisi-grebeg-di-yogyakarta/, 11 November 2021.

44

. Sudiro adalah kependekan dari Sudiroprajan, nama sebuah kampung yang

terletak di sebelah Pasar Gede yang merupakan kampung Pecinan di pusat kota

Solo.14

2. Sejarah Tradisi Grebeg Sudiro

Menurut jurnal Tissani Clarasati Adriana, Awal mula perayaan Grebeg

Sudiro diadakan pada tahun 2007, meskipun bukan perayaan dari masa lalu tetapi

perayaan ini merupakan pengembangan tradisi yang telah ada sebelumnya, yaitu Buk

Teko. Buk Teko (dari kata “Buk”, tempat duduk dari semen di tepi jembatan atau di

depan rumah, sedangkan kata “Teko” ialah poci, tempat air teh) adalah tradisi

syukuran menjelang Imlek dan sudah dirayakan semenjak Sampeyan Dalem Ingkang

Sinuhun Kanjeng Susuhunan Paku Buwono X (1893-1939). Dalam

perkembangannya Grebeg Sudiro telah menjadi bukti tingginya kesadaran

masyarakat Solo untuk bahu membahu, menghilangkan stigma negatif rasial dengan

jalur kultural. Grebeg Sudiro sekarang merupakan panggung untuk menguatkan

ikatan persaudaraan masyarakat kota yang majemuk, strategi kebudayaan untuk

merayakan pembauran dan menguatkan tali hubungan lintas etnis yang harmonis.15

Menurut artikel Dinas parawisata Kota Solo Grebeg Sudiro dirintis oleh Oei

Bengki, Sarjono Lelono Putro, dan Kamajaya dengan persetujuan dari Lurah

Sudiroprajan beserta jajaran aparatnya. Perintisannya juga mendapat dukungan para

budayawan, tokoh masyarakat serta Lembaga Swadaya Masyarakat di Kota

Surakarta. Rangkaian acaranya yaitu Sedekah Bumi dan Kirab Budaya. Sedekah

Bumi dilaksanakan 7 hari sebelum Kirab Budaya. Pelaksanaannya dilakukan di dekat

14 Tissani Clarasati Adriana, “Tradisi Grebeg Sudiro di Sudiroprajan”. Dikutip dari Jurnal

Antropologi dan Sejarah, Vol 5, No 1 (2013), pada tanggal 30 Juni 2021.

15 Dinas pariwisata Solo, “Sejarah Grebeg Sudiro”. Diakses dari

https://pariwisatasolo.surakarta.go.id/sejarah-grebeg-sudiro/, pada tanggal 30 Juni 2021.

45

Prasasti Bok Teko, Sudiroprajan. Kirab Budaya diikuti oleh masyarakat Sudiroprajan

dengan pameran budaya sambil berkeliling. Awalnya, Grebeg Sudiro hanya

dilakukan untuk memperingati ulang tahun Pasar Gede. Kirab Budaya pada Grebeg

Sudiro baru dilaksanakan pada tanggal 3 Februari 2008 dengan warga Sudiroprajan

sebagai pesertanya. Pada tahun 2009, warga Tionghoa turut serta dalam Grebeg

Sudiro. Pada tahun 2010, pemerintah Kota Surakarta menetapkan Grebeg Sudiro

sebagai acara tahunan Kota Surakarta. Setiap tahun, Grebeg Sudiro dilakukan sekali

dengan Pasar Gede sebagai pusat acara.16

Grebeg Sudiro merupakan suatu kegiatan untuk menyatukan warga

antara etnis Tionghoa dengan Jawa, seperti halnya dengan “Bersih Desa” di

mana semua warga berkumpul, saling bekerja sama dan gotong royong yang

berbeda latar belakang budayanya. Sebagai catatan, kelurahan Sudiroprajan

terletak di daerah pecinan tepat di pusat kota Solo. Penduduk Sudiroprajan yang

terdiri cukup banyak warga etnis Tionghoa telah sejak lama dikenal berinteraksi

secara harmonis dengan penduduk etnis Jawa yang berada di sana. Perkawinan

campur sudah menjadi hal biasa yang terjadi di kawasan Sudiroprajan yang

kemudian melahirkan istilah “kue Ampyang” sebagai simbol hasil percampuran

Tionghoa dengan Jawa. Setelah terjadi perkawinan campur antara orang Jawa

dengan orang Tionghoa, maka secara kontak budaya juga melahirkan

kebudayaan yang campuran pula.17

Berbeda dengan daerah lainnya di Solo, wilayah Sudiroprajan merupakan

daerah percampuran antara etnis Tionghoa dengan etnis Jawa yang telah hidup rukun

dan membaur sejak lama. Dalam menjalankan tradisi itu, mereka bertiga terinspirasi

dari Kampung Sewu yang terkenal dengan tradisi Rebutan Apem. Usul mereka pun

16 Wikipedia, “Grebeg Sudiro”. Diakes dari https://id.wikipedia.org/wiki/Grebeg_Sudiro,

pada tanggal 30 Juni 2021.

17 Tissani Clarasati Adriana, Tradisi Grebeg Sudiro di Sudiroprajan. Dikutip Jurnal

Antropologi dan Sejarah, Vol 5, No 1 (2013), pada tanggal 18 November 2021.

46

mendapat persetujuan dari Kepala Desa Sudiroprajan, dan dapat dukungan dari para

tokoh masyarakat dan para budayawan sehingga acara itu dapat diselenggarakan

dengan lancar.18

3. Proses ritual

a. Umbul Mantram

Grebeg Sudiro dimulai tepat seminggu sebelum tahun baru Imlek. Acara ini

dibuka dengan Umbul Mantram. Umbul Mantram merupakan prosesi mengelilingi

Kampung Sudirotrajan dengan membawa sedekah bumi.19

Menurut artikel budaya Indonesia Umbul Mantram adalah acara sakral yang

dilakukan oleh penduduk Sudiroprajan sendiri. Umbul Mantram bertujuan untuk

mengungkapkan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa. Umbul

Mantram biasanya mengelilingi kampung Sudiroprajan dengan membawa dua jodang

(gunungan) yaitu jodang wadon dan jodang lanang.20

Menurut artikel Joss.co.id Umbul Mantram adalah ritual doa bersama

menurut tradisi Jawa sebelum seluruh rangkaian acara Grebeg Sudiro dimulai.

Masyarakat Sudiroprajan tanpa memandang dari etnis maupun agama apa terlibat

18 Shani Rasyid, “Mengenal Grebeg Sudiro, Bentuk Akulturasi Budaya Tionghoa dan Jawa di

Kota Solo” diakses dari https://www.merdeka.com/jateng/mengenal-grebeg-sudiro-bentuk-akulturasi-

budaya-tionghoa-dan-jawa-di-kota-solo.html?page=3. Diakses pada tanggal 30 Juni 2021.

19 Yayuk Windarti, “Grebeg Sudiro Perayaan Imlek Khas Tionghoa dan Jawa di Solo”.

Diakses dari https://www.desabisa.com/grebeg-sudiro-perayaan-imlek-khas-tionghoa-dan-jawa-di-

solo/, pada tanggal 18 November 2021.

20 Lucky Bagas Sri Hartono, “Grebeg Sudiro”. Diakses dari https://budaya-

indonesia.org/Grebeg-Sudiro, pada tanggal 18 November 2021.

47

dalam Umbul Mantram memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar diberikan

berkah keselamatan dan kelancaran dalam acara Grebeg Sudiro.21

Acara Umbul mantram Prosesi diawali dengan kirab iring iringan mengitari

wilayah Sudiroprajan. Rute yang dilalui kirab umbul mantram dimulai dari RW7-Jl.

Kapten Mulyadi-Kepanjen-Jl. Sumase-Jl. Ir Juanda-Jl. Jend. Urip Sumoharjo-Jl. RE.

Martadinata-Kelurahan Sudiroprajan. Formasi kirab terdiri dari para sesepuh

kampung, pembawa tombak pusaka, pembawa gunungan sayur, kue dan buah

buahan. Dua buah gunungan hasil bumi di sajikan bersama aneka ragam sesaji lainya,

sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dari warga

Sudiroprajan.22

Sesaji tersebut, di antaranya palawija, tumpeng, daun alang alang, daun dedel

(pelepah pisang), gunungan sayur, pisang setangkep, nasi kuning dan sesaji lainya.

Sesampainya rombongan di depan Kelurahan Sudiroprajan, rombongan disambut

oleh tari-tarian.23

Pada perhentian terakhir di depan Kelurahan Sudiroprajan dilakukan doa

bersama Selain itu dilaksanakan doa bersama bukan hanya mereka yang agama Islam

ada juga mereka yang Kristen, Hindu, Budha dan Konghucu. Setelah doa bersama

21 Lina Kasih, “Yuk Traveling ke Solo, Ada 5.000 Lampion dan Grebeg Sudiro Jelang

Imlek”. Diakses dari https://joss.co.id/2020/01/yuk-traveling-ke-solo-ada-5-000-lampion-dan-grebeg-

sudiro-jelang-imlek/, pada tanggal 18 November 2021.

22 Dinas Pariwisata Solo, “Umbul Mantram Sambut Tradisi Grebeg Sudiro dan Tahun Baru

Imlek Tahun 2020”. Diakses dari: https://pariwisatasolo.surakarta.go.id/umbul-mantram-sambut-

tradisi-grebeg-sudiro-dan-tahun-baru-imlek-tahun-2020/, pada tanggal 18 November 2021.

23 Eka Fitriani, “Prosesi Umbul Mantram Berlangsung Lancar dan Khidmat di Kelurahan

Sudiroprajan”. Dikutip dari https://solo.tribunnews.com/2017/01/20/prosesi-umbul-mantram-

berlangsung-lancar-dan-khidmat-di-kelurahan-sudiroprajan?page=all, pada tanggal 18 November

2021.

48

dilanjutkan dengan makan bersama. Sehabis doa bersama dilakukan perebutan

gunungan oleh warga.24

b. kirab budaya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia perjalanan bersama-sama atau

beriring-iring secara teratur dan berurutan dari muka ke belakang dalam suatu

rangkaian upacara (adat, keagamaan, dan sebagainya); pawai.25

Menurut artikel Wikipedia Kirab budaya atau festival budaya atau karnaval

adalah istilah umum yang merujuk kepada perarakan, berjalan bersama-sama atau

beriring-iringan secara teratur dan berurutan dari depan sampai ke belakang dalam

suatu rangkaian acara, semisal upacara adat, keagamaan, dan lain-lain. Kirab budaya

biasanya dibagi dalam beberapa kelompok (devile) yang menempuh rute dari suatu

tempat ke pusat pemerintahan atau alun-alun.26

Acara puncak Grebeg Sudiro yaitu kirab budaya. Kirab budaya di isi dengan

pawai dan pertunjukan seni, misalnya pertunjukan Barongsai dan tari Liong. Dalam

kirab budaya ini tidak hanya menampilkan kesenian dan budaya Jawa serta Tionghoa,

juga ada budaya daerah seluruh Indonesia.27

Kirab budaya Grebeg Sudiro diikuti sekitar 60 kelompok kesenian dari Solo

dan sekitarnya. Dalam kirab ini, 4.000 kue keranjang. Kue berbahan tepung ketan

yang menjadi kue khas Imlek ini, diarak keliling wilayah Kelurahan Sudiroprajan

sepanjang 3 kilometer, dan dibagikan secara gratis kepada masyarakat. Selain itu,

Kirab mengawali perayaan Tahun Baru Imlek menampilkan gunungan berisi hasil

bumi dan kue keranjang. Dua gunungan di antaranya berbentuk miniatur keris dan

Balai Kota Solo. Juga masing-masing warga di RW yang ada di Kelurahan

24 Wawancara dengan bapak Shodiqul paniti Grebeg Sudiro, tanggal 22 Juni 2021.

25 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kirab. diakses pada tanggal 19 November 2021.

26 Wikipedia, “Kirab Budaya”. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Kirab_budaya,pada

tanggal 19 November 2021.

27 Wawancara dengan bapak Dalimo lurah Sudiroprajan, 22 Juni 2021.

49

Sudiroprajan juga membawa jodang berisi makanan khas Sudiroprajan. Kirab dimulai

dari depan Pasar Gede – Jalan Jenderal Sudirman – Jalan Mayor Kusmanto –

pertigaan Loji Wetan – Jalan Kapten Mulyadi – perempatan Ketandan – Jalan RE

Martadinata – Jalan Cut Nyak Dien – Jalan Juanda-perempatan Warung Pelem –

Jalan Urip Sumoharjo – Pasar Gede. 28

Di perhentian terakhir di depan Pasar Gede gunungan yang terdiri dari kue

keranjang dan gunungan dari hasil bumi serta jodang di perebutkan oleh masyarakat.

Setelah acara perebutan gunungan diadakan pertunjukan seni seperti Barongasai, tari

Liong dan pertunjuakan budaya daerah. Akhir acara Grebeg Sudiro yaitu dinyalakan

ratusan lampion dikawasan Pasar Gede dan Klenteng Tien Khok Sie yang

memperindah suasana kawasan Pasar Gede.29

28 Endy Poerwanto, “19 Januari 2020, Kirab Budaya Grebeg Sudiro”. Diakses dari

https://bisniswisata.co.id/19-januari-2020-kirab-budaya-grebeg-sudiro/, pada tanggal 21 November

2021.

29 Wawancara dengan bapak Dalimo lurah Sudiroprajan, 22 Juni 2021.

50

BAB IV

TOLERANSI dan KERUKUNAN BERAGAMA DALAM GREBEG SUDIRO

DI SUDIROPRAJAN

A. Sedekah Bumi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sedekah bumi adalah selamatan yang

diadakan sesudah panen (memotong padi) sebagai tanda bersyukur.1 Sedekah bumi

adalah suatu upacara adat yang melambangkan rasa syukur bumi terhadap Bumi yang

telah memberikan rezeki melalui bumi berupa segala bentuk hasil bumi. Upacara ini

sebenarnya sangat populer di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa (Wikipedia,

Sedekah Bumi, 4 November).2

Menurut skripsi Alfin Syah K. Putri menyatakan bahwa sedekah bumi adalah

merupakan salah satu upacara pertanian yang dilaksanakan sebagai wujud rasa syukur

masyarakat petani terhadap hasil panen atau hasil bumi yang diperoleh.3

Pada masa Hindu ritual dinamakan sesaji bumi. Tradisi sedekah bumi atau

sesaji bumi dimaknai sebagai salah satu bagian yang sudah menyatu dengan

masyarakat dan menjadi simbol penghormatan terhadap bumi yang menjadi sumber

kehidupan. Masyarakat meyakini bahwa bumi merupakan pahlawan bagi kehidupan

manusia. Oleh karena itu, bumi harus diberikan penghargaan yang layak dan besar.

Dan ritual inilah yang menurut masyarakat setempat sebagai salah satu simbol yang

paling dominan bagi masyarakat Jawa, khususnya Jawa Tengah. Pada masa Islam

1 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/sedekah%20bumi. Diakses pada tanggal 4 November

2021.

2 Wikipedia, “Sedekah Bumi”. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Sedekah_bumi,

pada tanggal 4 November 2021.

3 Alfin Syah K. Putrid, (2003). Tradisi Sedekah Bumi (Kajian Tentang Keberadaan Tradisi

Sedekah Bumi di Kelurahan Tubanan, Kecamatan Tendes, Kotamadya Surabaya).

(Surabaya:Universitas Airlangga Surabaya, 2003). Dikutip pada tanggal 04 November 2021, hal. Xiii.

51

berkembang di Indonesia, terutama pada masa Wali Sanga, ritual budaya sesaji bumi

tersebut tidak dihilangkan. Tetapi dipakai sebagai sarana untuk syiar agama Islam.

Pada masa perkembangan Islam ini sudah terjadi pergeseran nilai dari yang semula

fungsi sesaji bumi, sebagai ritual pemujaan terhadap alam berubah menjadi sedekah

bumi dan berfungsi memberikan sebagian hasil panennya kepada sesama.4

Setiap daerah memiliki ciri khas berbeda dalam menjalankan tradisi sedekah

bumi. Meski begitu, tradisi ini dilakukan dengan tujuan yang sama sebagai bentuk

rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia yang

diberikan. Biasanya, tradisi sedekah bumi diadakan setelah musim panen. Oleh

karenanya, tradisi ini sering dijumpai di daerah pedesaan atau daerah yang memiliki

sektor pertanian. Bagi masyarakat Jawa khususnya para petani, tradisi sedekah bumi

bukan sekadar ritual yang sifatnya tahunan. Selain mengajarkan rasa syukur, tradisi

sedekah bumi juga mengajarkan bahwa manusia harus hidup harmonis dengan alam.

Kendati sering dijumpai di daerah pedesaan, tradisi ini juga masih dilakukan oleh

masyarakat yang tinggal di kota metropolitan.5

Dalam acara sedekah bumi, hasil bumi yang digunakan adalah hasil pertanian

seperti Padi dan palawija. Hasil bumi disusun seperti gunungan. Dalam sedekah bumi

ini sebelum acara dimulai para pemimpin acara atau tetua melakukan panjatan doa

kepada Tuhan Maha Esa. Proses jalannya acara Grebeg Sudiro tidak beda jauh

dengan acara Grebeg lainnya.

4 Siti Setyo Rini, “Mengapresiasi Tradisi Sedekah Bumi”. Diakses dari

https://radarkudus.jawapos.com/read/2019/10/28/163228/mengapresiasi-tradisi-sedekah-bumi , pada

tanggal 6 November 2021.

5Inibaru, “Sedekah Bumi dan Keharmonisan dengan Alam”. Diakses dari

https://inibaru.id/tradisinesia/sedekah-bumi-dan-keharmonisan-dengan-alam, pada tanggal 6

November 2021.

52

Sedekah bumi dalam Grebeg Sudiro disebut Sedekah Bumi Buk Teko atau

Umbul Mantram. Sedekah bumi ini kelanjutan dari acara yang sudah ada dari Paku

Bowono X dan masih dilanjutkan sampai sekarang menjadi salah satu acara Grebeg

Sudiro. Salah satu tujuan dilaksanakan acara ini adalah sebagai mengucapkan rasa

syukur kepada Tuhan dan berterimakasaih kepada bumi atas hasil telah diberikan

oleh bumi serta meminta keselamatan terhadap kesusahan dan bencana yang akan

melanda. Acara sedekah bumi ini dilakukannya kirab mengelilingi kampung

Sudiroprajan sambil membawa gunungan yang berisi hasil bumi. gunungan ini

diperebutkan oleh masyarakat pada akhir kirab ini.6

B. Gunungan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia gunungan ialah 1) pahatan lukisan

berbentuk gunung (dalam wayang golek atau wayang kulit) untuk mengawali,

membatasi antara babak, dan mengakhiri cerita (lakon), 2) bentuk gunung yang

dibuat dari makanan dan hasil bumi pada upacara Sekaten di Yogyakarta dan

Surakarta.7

Menurut artikel Wikipedia gunungan adalah struktur/karya berbentuk kerucut

atau segitiga (bagian atas meruncing) yang terinspirasi dari bentuk gunung (api).

Secara lebih khusus, pewayangan dan tradisi grebeg menggunakan istilah ini untuk

dua hal yang berbeda. Pada acara grebeg, gunungan merupakan susunan berbagai

bahan pangan dan makanan yang ditata berbentuk kerucut menyerupai gunung.

Gunungan ini nantinya akan dirayah atau diperebutkan oleh penonton acara,

umumnya sebagai tanda syukur.Gunungan menjadi penanda paling menonjol dalam

upacara grebeg yang dilakukan pihak kraton Jawa, yaitu pada upacara grebeg (atau

garebeg) Mulud (sebagai bagian rangkaian perayaan Sekaten), grebeg Sawal, dan

grebe Besar. Terdapat beberapa macam gunungan dan penyertanya yang diarak pada

6 Wawancara dengan bapak shodiqul panitia Grebeg Sudiro, pada tanggal 22 Juni 2021.

7 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/gunungan. diakses pada tanggal 22 November 2021.

53

upacara grebeg. Dua macam gunungan yang selalu muncul dalam acara grebeg

adalah gunungan lanang/jaler/kakung (laki-laki) dan gunungan wadon/estri

(perempuan). Dua macam gunungan lain adalah gunungan darat dan gunungan

pawuan. Keempat gunungan ini akan diperebutkan oleh massa setelah didoakan. Satu

gunungan istimewa yang hanya diarak setiap delapan tahun (sewindu) sekali, pada

tahun Dal penanggalan Jawa, yaitu gunungan kutug atau bromo. Gunungan ini

dilengkapi dengan dupa di bagian puncaknya dan tidak untuk diperebutkan massa.

Penyerta gunungan yang juga diarak adalah picisan, songgom, tebok angkring, dan

keranjang berisi beras. Penyerta ini adalah persembahan yang akan diberikan kepada

petugas upacara di masjid.8

Isian Gunungan juga tak boleh sembarangan. Ada pakem tertentu yang harus

dipatuhi karena masing-masing punya filosofi. Misalnya, pada Gunungan Jaler atau

Gunungan Kakung, harus ada rangkaian telur, kacang panjang, cabai merah, cabai

hijau, dan kucur. Telur mengingatkan supaya selalu mengingat Sang Maha Pencipta.

Karena telur itu awal kehidupan di samping itu telur memiliki makna kebulatan tekad,

Selain itu, kacang panjang memiliki makna atau doa supaya memiliki umur yang

panjang. Lalu cabai merah dengan warna merah dan rasanya pedas bisa disimbolkan

kekuatan dan keberanian. Pada Gunungan Estri, isinya beda lagi. Gunungan ini

melambangkan permaisuri raja. Bentuknya pun berbeda karena berupa kerucut yang

terbalik. Isinya juga berbeda, ada upil-upilan yang terbuat dari beras ketan dibentuk

segi empat, rengginang, dan tlapukan yang juga terbuat dari tepung beras berbentuk

segi enam. Gunungan Darat kurang lebih mirip dengan Gunungan Estri tapi warna

dan urutan susunannya berbeda. Gunungan Gepak merupakan lambang putri yang

berisikan buah-buahan, umbi-umbian, juga ada kudapan berupa jadah, wajik, lemper,

apem, serabi, geplak, mendut, juga rengginang. Gunungan ini akan dibagikan pada

petugas yang terlibat dalam upacara Grebeg. Gunungan Pawuhan yang merupakan

simbol cucu raja punya bentuk dan isi yang sama dengan Gunungan Estri dan Darat,

8 Wikipedia, “Gunungan”. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Gunungan, pada tanggal

22 November 2021.

54

hanya ukurannya lebih kecil. Gunungan picisan dibentuk dari batang pisang dan di

setiap sisi akan ditancapkan picisan. Gunungan Bromo. Gunungan ini tidak untuk

diperebutkan oleh masyarakat melainkan dibawa masuk lagi ke dalam keraton setelah

diarak untuk disantap oleh para abdi dalem keraton.9

Gunungan yang diarak dalam acara Grebeg Sudiro merupakan perwujudan

rasa syukur terhadap dewa bumi. Berhubung sang empunya hajat adalah etnis

Tionghoa, maka isi dari gunungan pun berupa penganan khas seperti kue keranjang,

bakpia balong, onde-onde, bolang-baling, gembukan, bakpao, keleman (sejenis arem-

arem), serta sayur mayur dan buah-buahan. Inilah akulturasi kebudayaan Jawa dan

Tionghoa yang terlihat nyata. Sebuah gunungan merupakan tradisi jawa untuk sebuah

perayaan besar, tetapi kue keranjang dan bakpao adalah makanan khas etnis

Tionghoa.10

Hal yang membedakan dari gunungan Grebeg Sudiro dengan gunungan

Grebeg Sudiro terletak pada bahan yang menyusun gunungannya. Gunungan kue

keranjang terdiri dari 4000 buah kue. Kue keranjang adalah makanan khas untuk

menyambut Tahun Baru Imlek. Kue keranjang diyakini sebagai makanan membawa

keberuntungan. Bentuk gunungan kue keranjang bentuknya kreatif tiap tahun ada

yang berbentuk kerucut, pagoda, rumah joglo, pada tahun 2020 berbentuk miniatur

keris dan balai kota. Gunungan pada Grebeg Sudiro ini hasil percampuran budaya

Jawa dan Tionghoa. Gunungan diarak melalui kirab budaya dimulai dan berakhir di

Pasar Gede. Gunungan ini di perebutkan oleh warga. Tradisi rebutan ini sesuai

9 Tugu Jogja, (13 Agustus 2019), “Memahami Filosofi Bentuk dan Isi Gunungan, Tradisi

Sedekah Raja Jogja”. Diakses dari https://kumparan.com/tugujogja/memahami-filosofi-bentuk-dan-isi-

gunungan-tradisi-sedekah-raja-jogja-1resuIT8iPh/full, pada tanggal 22 November 2021.

10 Ibda Fikrina Abda, “Grebeg Sudiro, Serunya Berebut Gunungan Kue Keranjang”. Diakses

dari https://www.maioloo.com/seni-budaya/grebeg-sudiro/, pada tanggal 22 November 2021.

55

dengan filosofi jawa “ora obah ora mamah” yang artinya jika tidak berusaha, maka

tidak bisa makan. 11

C. Doa Lintas Agama

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Doa ialah permohonan (harapan,

permintaan, pujian) kepada Tuhan.12 Menurut artikel detik.com Doa berasal dari

bahasa Arab الدعاء yang memiliki arti permintaan atau permohonan.13

Menurut artikel Liputan6.com Dalam Islam, doa adalah ibadah kepada Allah

SWT. Dalam Islam ada dua jenis doa, doa ibadah dan permintaan.Doa ibadah

merujuk pada pengertian bahwa segala bentuk ibadah adalah doa. Berdoa adalah

ibadah utama dalam Islam. Hampir setiap ibadah dalam agama Islam selalu disertai

doa. Bahkan, sebelum melakukan berbagai aktivitas umat muslim juga dianjurkan

untuk berdoa terlebih dahulu. Sementara doa permintaan didefinisikan ketika

seseorang berdoa kepada Allah Ta’ala dengan ucapan lisannya, meminta kepada

Allah Ta’ala agar mendapatkan kebaikan yang dia inginkan atau agar terhindar dari

suatu keburukan. Salah satu bentuk doa yang wajib dilakukan adalah salat lima

waktu. Selain itu, ada ibadah lain yang bisa dilakukan seperti zakat, sedekah, haji,

membaca Al Quran, dan lainnya.14

Menurut artikel Wikipedia Doa dalam Kristen merujuk pada doa bagi umat

Kristen Protestan dan Katolik. Doa merupakan kegiatan yang penting dalam agama

11 Wawancara dengan bapak dalimo lurah Sudiroprajan. Tanggal 22 Juni 2021.

12 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/doa. diakses pada tanggal 23 November 2021.

13 Anatasia Anjani, “Doa Adalah Inti Ibadah, Berikut Dalilnya”. Diakses dari

https://news.detik.com/berita/d-5523547/doa-adalah-inti-ibadah-berikut-dalilnya pada tanggal 23

November 2021.

14 Anugerah Ayu Sendari, “Doa adalah Bentuk Permohonan, Ketahui Bentuknya dalam Tiap

Agama”. Diakes dari https://hot.liputan6.com/read/4678850/doa-adalah-bentuk-permohonan-ketahui

bentuknya-dalam-tiap-agama, pada tanggal 23 November 2021.

56

Kristen. Doa dapat benar-benar spontan, atau dibaca seluruhnya dari teks, seperti

Buku Doa Umum Gereja Anglikan. Ada dua pengaturan dasar untuk doa Kristen:

berjemaat (atau publik) dan pribadi. Doa berjemaat ini termasuk doa bersama dalam

lingkup ibadah atau tempat umum lainnya. Doa-doa ini dapat berupa formal tertulis

atau informal extemporaneous. Doa pribadi adalah ketika sesosok individu berdoa

baik diam-diam atau dengan suara keras dalam lingkup pribadi. Doa dalam konteks

ibadah yang berbeda dapat berstruktur berbeda. Jenis-jenis konteks ini termasuk: 1)

Liturgis: Sering terlihat dalam Gereja Katolik. Ini adalah layanan ortodoks, menurut

Katolik. Dalam Misa Katolik, yang adalah contoh ibadah bentuk liturgis, ada

pembacaan Alkitab dan khotbahnya dibacakan. Sering terlihat berada Gereja

Ortodoks Kudus. Alkitab dibaca dan khotbah dibacakan. 2) Non - Liturgis: Sering

terlihat dalam gereja Injili, doa ini sering tidak ditulis dan strukturnya lebih informal.

Sebagian besar doa-doa ini bersifat extemporaneous. 3) Karismatik: Sering terlihat

dalam gereja-gereja penginjilan.Merupakan bentuk utama dari ibadah di gereja-gereja

Pentakosta. Biasanya meliputi lagu dan tarian, dan dapat berupa ekspresi seni lainnya.

Mungkin tidak jelas strukturnya, tetapi jemaat akan "dipimpin oleh Roh Kudus.15

Menurut artikel Binus University Dalam Agama Buddha, konsep berdoa lebih

menekankan konsep hukum karma daripada meminta. Karena jika doa diartikan

sebagai meminta dan apa yang kita minta tidak terwujud, maka akan menimbulkan

rasa kecewa. Sehingga jika kita ingin mendapatkan sesuatu, yang harus kita lakukan

adalah bekerja keras dan banyak melakukan perbuatan baik agar karma baik kita

bertambah. Karena apa yang kita tabur, maka itulah yang akan kita tuai. Jika kita

banyak melakukan perbuatan baik maka kita juga akan mendapat kebajikan,

sebaliknya jika kita melakukan perbuatan buruk maka kita akan menerima kejahatan.

Selain itu, patung Buddha yang biasanya ada di vihara melambangkan penghormatan

akan sifat – sifat luhur Buddha agar kita dapat mengingat ajaran Sang Buddha dan

patung tersebut ada bukan untuk disembah atau untuk dimintai hal tertentu. Patung

15 Wikipedia, “Doa Kristen”. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Doa_Kristen, pada

tanggal 23 November 2021.

57

tersebut dibuat dengan harapan umat Buddha dapat memiliki sifat – sifat Sang

Buddha seperti penuh cinta kasih, bersimpati, kasih sayang, dan juga memiliki

keseimbangan batin yang baik. cara berdoa dalam Agama Buddha adalah dengan

membuat doa tersebut menjadi tiga bagian. Yang pertama diawali dengan pujian,

dilanjutkan dengan kalimat perenungan, dan ditutup dengan harapan untuk semua

makhluk.16

Doa dalam agama Hindu disebut dengan mantra atau Mantram. Mantram atau

“mantra” yang biasa juga disebut Pùjà, merupakan suatu doa, berupa kata atau

rangkaian kata-kata yang bersifat magis religius yang ditujukan kepada Ida Sang

Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa. Mantram juga biasanya juga berisi

permohonan dan atau puji-pujian atas kebesaran, kemahakuasaan dan keagungan

Tuhan yang Maha Esa.17

Menurt artiel Kemenag.go.id Dalam agama Konghucu, sembahyang dan doa

adalah dua kegiatan yang berbeda. Sembahyang biasanya dilakukan mendahului doa.

Dalam sembahyang disiapkan perlengkapan dan sajian. Setelah persembahyangan

dilakukan dengan segala tata caranya berdasarkan tata susila dan kesungguhan hati

yang meraga dalam gerak berirama, doa dipanjatkan untuk menyatakan harapan,

keluhan, dan prasetya. Teks doa dituliskan dalam Biao Wen (surat doa), setelah

dibacakan, Biao Wen disempurnakan dengan cara dibakar. Persembahyangan dan doa

didahului dengan membersihkan diri dan membersihkan hati. Kalau mempunyai

tekad ingin mencapai sesuatu, persembahyangan didahului dengan Zhai atau

berpantang. Zhai dilakukan dengan kesungguhan hati, tidak sembarangan. Bahkan

untuk menjaga agar tekad menjadi penuh, dalam melakukan Zhai tidak

mendengarkan musik yang dapat menggoyahkan tekad karena perasaan terpengaruh,

16 Steven Tanugraha, “Berdoa dalam Agama Buddha”. Diakses dari https://student-

activity.binus.ac.id/kmbd/2020/10/berdoa-dalam-agama-buddha/ , pada tanggal 23 November 2021.

17 I Wayan Watra, Mantra Samhita Buddha dan Vaisnawa Pandita Hindu (Surabaya:

Paramita, 2016), hal.5.

58

dan nafsu terusik. Tak heran juga persembahyangan dilaksanakan dengan berpakaian

lengkap, rapi dan bersih. Dengan demikian yang ada dalam batin seirama dengan apa

yang tampak. Suci dan bersih dalam batin, suci dan bersih di luar.18

Menurut jurnal Jamson Siallagan Doa bersama antara umat beragama yang

berbeda atau yang disebut doa lintas agama sering dilaksanakan dalam berbagai

kesempatan di negeri ini. Biasanya doa lintas agama dilaksanakan untuk mendoakan

bangsa yang sedang mengalami krisis, konflik, bencana alam, mendoakan tokoh-

tokoh bangsa dalam hajatan politik, ataupun tokoh bangsa yang dianggap memiliki

jasa yang besar bagi negeri ini. Doa lintas agama secara umum dapat dibedakan

dalam dua bentuk dalam pelaksanaannya. Pertama, doa dilaksanakan secara

bergantian oleh pemuka agama yang berbeda dan ketika salah satu pemuka

memimpin doa, yang lain hanyalah berdiam diri, tidak turut didalamnya, tidak

mengaminkannya. Penganut agama yang lain bersikap pasif, namun tetap dengan

sikap yang menghargai dan menghormati. Kedua, doa dilaksanakan bersama atau

bergantian dan semuanya turut berperan aktif di dalamnya dengan khusuk dan

mengaminkannya. Doa bersama lintas agama juga merupakan wujud kebersamaan

antara umat beragama. Ketika menghadapi pergumulan bersama di tengah-tengah

masyarakat, seperti bencana alam misalnya, dengan berdoa bersama diharapkan akan

tercipta solidaritas dan perasaan senasib sependeritaan sebagai suatu bangsa. Tanpa

membedakan latar agamanya, semuanya bersama-sama menyelesaikan kesulitan di

tengah-tengah masyarakat.19

Doa bersama juga dilakukan pada proses acara Grebeg Sudiro. Acara doa

besama dilakukan setelah acara kirab budaya sedekah bumi. Doa bersama dilakukan

bergantian oleh para pemuka agama tidak hanya Islam juga Kriten, Hindu, Buddha

18 Chingdrawati, “Doa dan Sembahyang”. Diakses dari https://kemenag.go.id/read/doa-dan-

sembahyang-q9qja , pada tanggal 24 November 2021.

19 Jamson Siallagan, “Tinjauan Iman Kristen Terhadap Doa Lintas Agama”. Dikutip dari

Jurnal Teologi dan Pengembangan Pelayanan, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2017, pada tanggal 24

November 2021.

59

dan Konghucu. Tujuan dilakukan doa bersama ialah untuk mengucapkan syukur

kepada Tuhan Yang Maha Esa dan meminta dijauhkan dari bencana serta kesulitan

untuk masayarakat Sudiroprajan. Doa bersama menggambarkan kepada kita rasa

toleransi umat beragama di Sudiroprajan itu sendiri. Bahwa dalam perbedaan agama

dan etnis tidak membuat masyarakat merasa menjadi radikal tetapi menjadi hal

positif. Dengan adanya Grebeg Sudiro menandakan masyarakat Sudiroprajan bahwa

perbedaan bukan hanya menjadi kekurangan tetapi menjadi ciri unik untuk

memperkuat rasa persatuan dan bersikap toleransi terhadap perbedaan agama

membuat masyarakat tidak berkonflik.20

D. Pawai Budaya

Menurut Kamus Bahasa Indonesia pawai ialah iring-iringan orang, mobil,

kendaraan, dan sebagainya; perarakan dan alat-alat kerajaan.21 Menurut artikel

Wikipedia Parade atau dikenal pula dengan pawai merupakan iring-iringan

sekelompok orang yang biasanya dilakukan di jalan raya, umumnya dilakukan

dengan menggunakan kostum, dan biasanya disertai pula dengan iring-iringan

drumband dalam suatu prosesi upacara ataupun acara tertentu. Parade umumnya

dilakukan atas sejumlah alasan, tetapi umumnya dilakukan terkait dalam suatu

perayaan tertentu. Di Inggris, terminologi parade umumnya digunakan pada suatu

bentuk parade militer ataupun bentuk lainnya yang dilakukan dalam suatu bentuk

formasi tertentu. Terminologi parade juga terkadang digunakan sebagai salah satu

bentuk dari unjuk rasa yang dilakukan oleh sekelompok orang. Ada pula parade ini di

pakai untuk kegiatan penyambutan hari-hari besar, seperti malam tahun baru islam

yang menggunakan alat musik perkusi bahkan degan drumband. Yang bertujuan

untuk meramaikan suasana agar berjalan dengan lebih meriah.22

20 Wawancara dengan bapak Shodiqul, pada tanggal 22 Juni 2021.

21 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/pawai. diakses pada tanggal 25 November 2021.

22 Wikipedia, “parade”. Diakses pada dari https://id.wikipedia.org/wiki/Parade, tanggal 25

November 2021.

60

Menurut artikel adjar.id pawai budaya adalah sebuah bentuk acara yang

menampilkan iring-iringan dari kelompok peserta yang membawa keunikan daerah

masing-masing. Mulai dari baju, alat musik, permainan, hingga hasil bumi yang

didapatkan dari daerah masing-masing orang.23

Menurut artikel Radar tanggamus pawai budaya digelar dengan tujuan untuk

menumbuhkan rasa nasionalisme serta memberikan pemahaman tentang adat dan

budaya agar tetap dilestarikan.24 Pawai budaya dilakukan untuk memperingati

perayaan hari bersejarah, agama dan hari jadi suatu daerah. Umumnya pawai budaya

ini menampilkan budaya dan kesenian suatu daerah. Pawai budaya di iringi dengan

alat musik tradisional dan marching band. Biasanya pawai budaya dilakukan dengan

berkeliling baik dilakukan berjalan kaki atau kendaraan. Begitu juga dengan pawai

budaya Grebeg Sudiro.

Pawai budaya Grebeg Sudiro menunjukkan kepada masyarakat umum bahwa

akulturasi budaya dan toleransi bisa berjalan dengan damai tanpa terganggu oleh latar

belakang ras, agama dan agama. Tema acara Grebeg Sudiro ini setiap tahun tidak

terlepas dari mengajak untuk bersatu memperkuat keutuhan dan berdamai dalam

perbedaaan.25

23 Irfan Sholeh, “Mengenal Pengertian dan Manfaat Pawai Budaya bagi Indonesia”. Diakses

dari https://adjar.grid.id/read/542775331/mengenal-pengertian-dan-manfaat-pawai-budaya-bagi-

indonesia?page=all, pada tanggal 25 November 2021.

24 Zepta Haryadi, “Ribuan Peserta Meriahkan Pawai Budaya”. Diakses dari

http://www.radartanggamus.co.id/2019/08/20/ribuan-peserta-meriahkan-pawai-budaya/, pada tanggal

25 November 2021.

25 Wawancara dengan bapak Dalimo Lurah Sudiroprajan. Dilakikan 22 Juni 2021.

61

E. Syukuran atau Selamatan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia syukuran ialah 1) ucapan syukur, 2)

mengadakan selamatan untuk bersyukur kepada Tuhan (karena terhindar dari maut,

sembuh dari penyakit, dan sebagainya, 3) upacara tolak bala.26

Menurut artikel wawasan pengajaran syukuran atau selamatan adalah bentuk

rangkaian kegiatan dalam hidup bermasyarakat yang tindakannya terikat pada aturan

agama maupun adat istiadat dalam bentuk acara makan bersama yang makanannya

telah disucikan (diberi do’a) sebagai perwujudan rasa syukur atau rasa terima kasih

kepada Tuhan serta didorong oleh hasrat untuk memperoleh ketentraman hati atau

mencari keselamatan dengan tata cara yang telah ditradisikan oleh masyarakat.

Hampir semua ritus dan upacara yang terdapat pada sistem religi orang jawa

dilakukan dalam bentuk upacara makan bersama yang dalam bahasa disebut

wilujengan (kramil) atau selamatan (ngoko) maupun upacara syukuran (bahasa

indonesia) sebagai pokok atau unsur terpenting dalam ritus budaya jawa. Sedangkan

tentang makanan untuk upacara, beberapa daerah ada yang menyediakan secara

khusus dalam arti jenis makanan itu hanya dipersiapkan untuk upacara saja tetapi ada

pula daerah yang tidak mempunyainya.27

Menurut artikel Wikipedia Slametan berasal dari kata slamet (Arab: salamah)

yang berarti selamat, bahagia, sentausa. Selamat dapat dimaknai sebagai keadaan

lepas dari insiden-insiden yang tidak dikehendaki. Selametan adalah sebuah tradisi

ritual yang dilakukan oleh masyarakat Jawa. Selametan juga dilakukan oleh

masyarakat Sunda dan Madura. Selametan adalah suatu bentuk acara syukuran

dengan mengundang beberapa kerabat atau tetangga . Secara tradisional acara

26 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/syukuran. diakeses pada tanggal 26 November 2021.

27 Pendidikan Dan Pengajaran, Pengertian , “Maksud dan Tujuan Upacara Syukuran”. Diakses

dari https://wawasanpengajaran.blogspot.com/2019/06/pengertian-maksud-dan-tujuan-upacara.html,

pada tanggal 26 November 2021.

62

syukuran dimulai dengan doa bersama, dengan duduk bersila di atas tikar, melingkari

nasi tumpeng dengan lauk pauk.28

Sejarah religi masyarakat Jawa jauh sebelum kedatangan agama Hindu dan

Islam telah dimulai sejak jaman Pra Sejarah. Kebutuhan orang-orang Jawa akan

keselamatan, keamanan, kesejahteraan, ketentraman serta kedamaian hidup

menciptakan sebuah sistem kepercayaan (Animisme dan Dinamisme). Sistem

kepercayaan Animisme dan Dinamisme sangatlah melekat dalam kehidupan

masyarakat Jawa. Mereka beranggapan bahwa setiap tempat yang ada di dunia ini

memiliki penjaga yang memiliki kekuatan gaib (roh) dan berwatak (baik dan

buruk).Dari sini terciptalah percampuran atau akulturasi antara agama pendatang

dengan kepercayaan nenek moyang. Dalam hal ini, ritual selamatan adalah salah satu

tradisi hasil akulturasi budaya yang masih tetap dilestarikan hingga saat ini. Biasanya

upacara ini di pimpin oleh pemuka agama (Modin) daerah setempat diteruskan

dengan makan-makan bersama sekadarnya. Dan, dimaksudkan untuk mendapatkan

keselamatan dan perlindungan dari Tuhan yang maha Kuasa. Karena tujuan utama

diadakannya ritual ini adalah keselamatan, tradisi selamatan dalam praktiknya

dilakukan hampir di setiap kejadian yang dianggap penting oleh masyarakat jawa.

Misalnya kelahiran, kematian, pernikahan dan jika akan mengadakan suatu kegiatan

besar.29

Menurut artikel kumparan food Tumpeng merupakan salah satu sajian wajib

saat syukuran atau upacara adat. Terutama di pulau Jawa, tumpeng hampir tak pernah

absen dalam acara peresmian gedung, rumah baru, ulang tahun, kelahiran anak,

hingga malam tirakatan pada hari Kemerdekaan. Tumpeng sendiri biasanya terbuat

dari nasi kuning yang dicetak membentuk kerucut yang diletakkan di atas tampah

28 Wikipedia, “Selamatan”. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Selamatan, pada

tanggal 28 November 2021.

29 Kesbangpol Madiun, “Upacara Selamatan – Tradisi Ritual Dalam Masyarakat Jawa”.

Diakses dari https://kesbangpol.madiunkab.go.id/upacara-selamatan-tradisi-ritual-dalam-masyarakat-

jawa/, pada tanggal 28 November 2021.

63

bambu lalu disajikan dengan beragam lauk tradisional seperti ayam goreng, tempe,

tahu, ikan teri, urap, dan masih banyak lainnya. Dalam bahasa Jawa, tumpeng

merupakan sebuah akronim dari kata, 'yen metu kudu sing mempeng' yang artinya

'kalau keluar harus yang sungguh-sungguh'. Akronim tersebut bermakna bahwa setiap

pekerjaan harus dilakukan dengan serius dan sungguh-sungguh sehingga hasil yang

diperoleh pun akan maksimal. Selain itu, bentuk kerucut pada nasi tumpeng

merupakan representasi dari kondisi geografis Indonesia yang memiliki banyak

gunung dan perbukitan. Pada zaman dahulu, gunung dianggap sebagai tempat suci

bersemayamnya para Dewa dan arwah para leluhur. Sajian tumpeng beserta aneka

lauk biasanya digunakan sebagai persembahan atau sesaji untuk Dewa atau arwah

leluhur. Namun, lambat laun arti tumpeng yang mengerucut mulai bergeser sebagai

makna dari harapan agar hidup selalu sejahtera dan penuh berkah.30

Nasi tumpeng yang berbentuk kerucut ditempatkan di tengah-tengah dan

bermacam-macam lauk pauk disusun di sekeliling kerucut tersebut. Penempatan nasi

dan lauk pauk seperti ini disimbolkan sebagai gunung dan tanah yang subur di

sekelilingnya. Tanah di sekeliling gunung dipenuhi dengan berbagai macam sayuran

dari tumbuh-tumbuhan dan lauk-pauk. Itu semua sebagai simbol atau tanda yang

berasal dari alam, hasil tanah. Tanah menjadi simbol kesejahteraan yang hakiki.

Penempatan dan pemilihan lauk-pauk dalam tumpeng juga didasari akan pengetahuan

dan hubungan mereka dengan alam. Oleh karena itulah lauk-pauk ditempatkan di

sekeliling nasi karena memang dari sanalah mereka berasal. Selain penempatannya,

pemilihan lauk juga didasari oleh kebijaksanaan yang didapat dari belajar dari alam.

Tumpeng merupakan simbol ekosistem kehidupan. Kerucut nasi yang menjulang

tinggi melambangkan keagungan Tuhan Yang Maha Pencipta alam beserta isinya,

sedangkan aneka lauk pauk dan sayuran merupakan simbol dari isi alam ini. Oleh

30 Kartika Pamujiningtyas, “Sejarah di Balik Sajian Nasi Tumpeng Penuh Makna”. Diakses

dari https://kumparan.com/kumparanfood/sejarah-di-balik-sajian-nasi-tumpeng-penuh-makna-

1536645384531149915/full, pada tanggal 28 November 2021.

64

karena itu pemilihan lauk-pauk di dalam tumpeng biasanya mewakili semua yang

ada di alam ini.31

Dalam Grebeg Sudiro terdapat juga syukuran atau selamatan dalam rangkaian

acaranya seperti Umbul Mantram. Dalam umbul mantram ini adanya upacara

syukuran atau selamatan terlihat pada saat doa bersama. Ciri yang disebut syukuran

yaitu terletak pada tujuan diadakan acara dan makanan yang disediakan. Nasi

Tumpeng yang menjadi khas dari syukuran atau selamatan dihidangkan dalam acara

ini. Dalam doa bersama ini para hadirin duduk lesehan di atas tikar mengelilingi nasi

tumpeng. Doa bersama dilakukan untuk bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa

dan meminta keselamatan untuk tahun selanjutnya. Setelah itu nasi tumpeng

dipotong dan dibagikan kepada hadirin.32

31Redaksi, “Makna Tumpeng dalam Tradisi Jawa”. Diakses dari

https://hidayatuna.com/makna-tumpeng-dalam-tradisi-jawa/, pada tanggal 28 November 2021. .

32Wawancara dengan bapak shodiqul, dilakukan 22 Juni 2021.

65

Bab V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan penelitian dalam skripsi ini, maka dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Grebeg Sudiro terjadi karena adanya akulturasi budaya Jawa dan Tionghoa. Selain

ada unsur budaya juga ada unsur agamanya. Unsur budayanya adalah sedekah bumi,

gunungan, pawai dan syukuran atau selamatan. Sedangkan unsur agama yaitu doa

bersama.

2. Sedekah bumi menjadi salah satu dari proses sususnan acara Grebeg Sudiro.

Sedekah Bumi ini disebut Umbul Mantram atau sedekah bumi Buk Teko. Umbul

mantram tidak beda jauh dari sedekah bumi pada umumnya. Dalam acara ini

dilakukan kirab yang mengelilingi kampung Sudiroprajan sambil membawa

gunungan yang berisi hasil bumi. gunungan ini diperebutkan oleh masyarakat pada

akhri acara.

3. Gunungan yang menjadi ciri khas dari Grebeg Sudiro adalah gunungan kue

keranjang. Kue keranjang diyakini sebagai hidangan yang membawa keberuntungan.

Sebanyak 4000 buah kue keranjang dibentuk seperti gunungan dan miniatur.

Gunungan ini diarak melalui pawai budaya. Setelah akhir pawai gunungan kue

keranjang diperebutkan oleh masyarakat. Tradisi rebutan ini sesuai dengan filosofi

jawa “ora obah ora mamah” yang artinya jika tidak berusaha, maka tidak bisa

makan.

4. Doa bersama dilakukan oleh pemuka agama-agama yang ada di Sudiroprajan. Doa

bersama adalah salah satu rangkaian acara dalam Grebeg Sudiro. Dao bersama

dilakukan oleh pemuka agama Islam, Kristen, Hindu, Budha dan Konghucu. Tujuan

66

dilakukan doa bersama ini untuk memanjatkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa

dan meminta agar dijauhkan masyarakat Sudiroprajan dari bencana serta kesulitan.

5. Pawai budaya menampilkan kesenian dan budaya yang ada di Indonesia. Pawai

budaya menampilkan pertunjukan bukan hanya budaya tradisional juga budaya

Tionghoa. Dalam pawai ini gunungan yang berisi kue keranjang diarak di mulai dan

berakhir di Pasar Gede.

6. Syukuran atau Selamatan dalam umbul mantram. Umbul mantram bukan hanya

menjadi acara sedekah bumi tetapi juga upacara syukuran. Rangkaian acara ini bisa

dilihat pada saat doa bersama. Pemuka agama dan masyarakat duduk bersama

melingkar mengelilingi nasi tumpeng. Nasi tumpeng ini menjadi ciri khas yang tidak

bisa dilepaskan dari syukuran atau selamatan. Fungsi dari selamatan adalah

mengucapkan syukur dan meminta keselamtan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

B. Saran

Berdasarkan analisis penulis terhadap Tradisi Grebeg Sudiro penulis memiliki

saran, yaitu sebagai berikut:

1. Bagi pembaca diharapkan tidak hanya mengetahui tentang Tradisi Grebeg Sudiro

ini, namun mengetahui makna dan pesan-pesan toleransi dan kerukunan antar etnis

dan agama. Untuk itu para pembaca dapat menjadikan implikasi cara bersikap baik

terhadap orang-orang disekitar kita dan memiliki persaudaraan senasib sebagai

sesama manusia. Grebeg Sudiro ini mengajarkan kepada kita bahwa hidup tidak

hanya mementingkan diri sendiri, juga hidup berkerukunan dan tanpa mengakibatkan

konflik antar agama di Indonesia.

2. Bagi akademisi dapat menjadikan sebagai sumber bahan bacaan dan untuk

menambah ilmu pengetahuan. Dan juga mengetahui sejauh mana Tradisi Grebeg

Sudiro ini mempengaruhi masyarakat sebagai pelakunya.

3. Pagi penulis selanjutnya diharapkan mengadakan penelitian yang lebih mendalam

tentang Tradisi Grebeg Sudiro ini. Penulis dapat mengambil sudut pandang lain dan

67

bukan hanya bersifat subjektif tetapi secara objektif. Sumber maupun referensi agar

hasil penelitiannya dapat lebih baik dan lebih lengkap lagi.

68

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Bahri, Media Zainul. 2015. Wajah Studi Agama-Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Grup.

Budiyono. 2014. Pengaturan Kebebesan Beragama dan Kepercayaan. Lampung:

Justice Publisher.

Hardani, dkk. 2020. Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka

Ilmu Group.

Fachrian, Muhammad Rifqi. 2018. Toleransi Antarumat Beragama Dalam Al-Qur’an

(Telaah Konsep Pendidikan Islam). Depok: Raja Grafindo Persada.

Koentjaraningrat, dkk. 1984. Kamus Istilah Antropologi. Jakarta: Pusat Pembinaan

dan Pengembangan Bahasa.

Lubis, M. Ridwan. 2018. Merawat Kerukunan Pengalaman di Indonesia. Jakarta:

Kompas Gramedia.

Madjid, Nucholish. 2001. Pluralitas Agama (Kerukunan Dalam Keberagaman).

Jakarta: Kompas.

Pamungkas, Cahyo dkk. 2020 Intoleransi dan Politik Identitas Kontemporer di

Indonesia. Jakarta: LIPI Press.

Rostiyati, Ani dkk. 1995. Fungsi Upacara Tradisional Bagi Masyrakat

Pendukungnya Masa Kini. Jogjakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Dii'ektorat Jenderal Kebudayaan Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai

Budaya.

Siyoto, Sandu. 2015. Dasar Metodoogi Penelitian. Yogyakarta: Literasi Media

Publishing.

69

Sukini. 2018. Toleransi Beragama. Yogyakarta: Istana Media.

Surakarta, BPS Kota. 2020. Kecamatan Jebres Dalam Angka 2020. Surakarta: BPS

Kota Surakarta.

Syahrum dan Salim. 2012. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Citapustaka

Media.

Watra, I Wayan. 2016. Mantra Samhita Buddha dan Vaisnawa Pandita Hindu.

Surabaya: Paramita.

Zed, Mestika. Cetakan pertama 2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta:

Yayasan Obor.

Jurnal/Skripsi:

Febri Handayani, “Toleransi Beragama Dalam Perspektif Ham di Indonesia”.

Dikutip dari jurnal Syariah dan Hukum, volume 2, nomor 1, Januari - Juli 2010,

pada tanggal 14 Juli 2021.

Iryana dan Risky Kawasati, “Teknik Pengumpulan Data Metode Kualitatif ”. Dikutip

dari Jurnal Ekonomi Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Sorong,

pada tanggal 20 februari 2021.

Dewi Anggraeni, Siti Suhartinah, “Toleransi Antar Umat Beragama Perspektif KH.

Ali Mustafa Yaqub”. Dikutip dari Jurnal Studi Al-Qur’an, Vol. 14, No. 1, Tahun.

2018, pada tanggal 3 Juli 2021.

A. Widyarsono, “Michael Walzer dan Kesetaraan Yang Kompleks”. Dikutip dari

Jurnal Filsafat dan Teologi, Volume 10, Nomor 1, April 2011, pada tanggal 14

November 2021.

Musthofa, “Toleransi Umat Beragama (antar Pemeluk Seagama) Dalam Tinjauan

Tafsir Izwaji” . Dikutip dari Jurnal Kajian Islam, Pendidikan, Budaya Dan Sosial,

Vol. 6, No. 2, Desember 2019, pada tanggal 14 November 2021.

Muammar Bakry, “Pengembangan Karakter Toleran Dalam Problematika Ikhtilaf

Mazhab Fikih”. Dikutip dari Jurnal Studi Islam, Volume 14, Nomor 1, Juni 2014,

pada tanggal 15 November 2021.

70

Idrus, “Membumikan Fiqh Toleransi Dalam Arus Pluralitas Agama”. Dikutip dari

Jurnal Kajian Hukum Islam dan Hukum Ekonomi Islam, Volume 02 Nomor 01,

Januari-Juni 2018, pada tanggal 6 Juli 2021.

Achmad Nur Salim, “Penanaman Nilai Toleransi Antar Umat Beragama Di Kalangan

Masyarakat Kecamatan Mlati Kabupaten Sleman”. Dikutip dari artikel pendidikan

Pancasila dan kewarganegaraan, terbit tanggal 14 Maret 2018, pada tanggal 21 Juli

2021.

Fatmawati, “Perlindungan Hak Atas Kebebsan Beragama dan Beribadah Dalam

Negara Hukum Indonesia”. Dikutip dari Jurnal Konstitusi, Vol 8, No 4, Agustus

2011, pada tanggal 7 Juli 2021.

Siti Musdah Mulia, “Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Beragama”. Dikutip dari

artikel Diskusi Panel: Perkembangan Konsep Tindak Pidana Terkait Dengan Agama

Dalam Pembaharuan KUHP. Aliansi RKUHP, 2007. Pada tanggal 7 Juli 2021.

Muhamad Ridho Dinata, “Konsep Toleransi Bragama Dalam Tafsir Al-qur’an

Tematik Karya Tim Departemen Agama Republik Indonesia”. Dikutip dari Jurnal

Ushuluddin, Vol. XIII No. 1 Januari 2012, pada tanggal 8 Juli 2021.

Idi Warsah, “Pendidikan Keluarga Muslim Di Tengah Masyarakat Multi-Agama:

Antara Sikap Keagamaan dan Toleransi”. Dikutip dari Jurnal Penelitian Pendidikan

Islam, Vol. 13, No. 1, Februari 2018 pada tanggal 8 Juli 2021.

Ayatullah Humaeni, “Ritual, Kepercayaan Lokal dan Identitas Budaya Masyarakat

Ciomas

Banten”. Dikutip dari Jurnal Budaya Islam, Vol. 17 No. 2 Tahun 2015, pada tanggal

16 November 2021.

Sri Hardina, Skripsi berjudul : “Makna Simbolik Upacara Adat Karya (Pingitan)

Pada Masyarakat Suku Siompu Di Desa Nggulanggula Kecamatan Siompu

Kabupaten Buton Selatan” (Makassar: Universitas Muhamadiyah Makassar, tahun

2018). Dikutip pada tanggal 16 November 2021, hal. 22.

Agus Riyadi. “Tradisi Keagamaan dan Proses Sosial pada Kaum Muslim Pedesaan”.

Dikutip dari Jurnal Internasional, Volume 20, Number 2 (2018), pada tanggal 16

Juli 2021.

71

Ria Ristiana. Skripsi dengan judul: Kearifan Lokal Dalam Upacara Keagamaan

Pada Masyarakat Desa Jogoyasan, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang

Tahun 2013, (Salatiga: STAIN, 2014) Dikutip pada tanggal 16 Juli 2021.

Feryani Umi Rosidah, “Pendekatan Antropologi dalam Studi Agama”. Dikutip dari

Jurnal Studi Agama-agama, Volume 1, Nomor 1, Maret 2011, pada tanggal 17

November 2021.

Robi Darwis, “Tradisi Ngaruwat Bumi Dalam Kehidupan Masyarakat”. Dikutip dari

Jurnal Studi Agama-agama dan Lintas Budaya, Vol 2, No 1 (2017), pada tanggal 30

Juni 2021.

Yusantri Andesta, Skripsi dengan judul: Makna Filosofis Tradisi Suroan Pada

Masyarakat Jawa Di Kelurahan Padang Serai Kota Bengkulu. (Bengkulu: Institut

Agama Islam Negeri Bengkulu, 2020). Dikutip pada tanggal 17 November 2021, hal.

16.

Adeltrudis Bamung, skripsi dengan judul Tradisi Belis Dalam Adat Perkawinan

Masyarakat Desa Beo Sepang Kecamatan Boleng Kabupaten Manggarai Barat.

(Mataram:Universitas Muhammadiyah Mataram, 2020). Dikutip pada tanggal 17

November 2021, hal. 37-38.

Tissani Clarasati Adriana, “Tradisi Grebeg Sudiro di Sudiroprajan”. Dikutip dari

Jurnal Antropologi dan Sejarah, Vol 5, No 1 (2013), pada tanggal 30 Juni 2021.

Alfin Syah K. Putrid, (2003). Tradisi Sedekah Bumi (Kajian Tentang Keberadaan

Tradisi Sedekah Bumi di Kelurahan Tubanan, Kecamatan Tendes, Kotamadya

Surabaya). (Surabaya:Universitas Airlangga Surabaya, 2003). Dikutip pada tanggal

04 November 2021, hal. Xiii.

Jamson Siallagan, “Tinjauan Iman Kristen Terhadap Doa Lintas Agama”. Dikutip

dari Jurnal Teologi dan Pengembangan Pelayanan, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember

2017, pada tanggal 24 November 2021.

Internet/Artikel Website:

Wikipedia. “Grebeg Sudiro”. Diakses dari

https://id.wikipedia.org/wiki/Grebeg_Sudiro , pada tanggal 14 Juli 2021.

72

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/toleransi. diakses pada tanggal 3 Juli 2021.

Wikipedia, diubah pada 19 Februari 2021, “Ensiklopedia Amerika”, dikutip Dari

https://id.wikipedia.org/wiki/Encyclopedia_Americana, pada tanggal 14 November

2021.

Zakky, tahun terbit 12 April 2020, “Pengertian Toleransi , Definisi, Manfaat, Macam-

Macam, dan Contohnya” Dikutip Dari https://www.zonareferensi.com/pengertian-

toleransi/. pada tanggal 14 November 2021.

Zuhairi Misrawi, (8 November 2011), “Toleransi Versus Intoleransi”. Dikutip Dari

https://tokoh.id/publikasi/opini/toleransi-versus-intoleransi/. pada tanggal 14

November 2021.

Wikipedia, “Djohan Effendi”. Dikutip Dari

https://id.wikipedia.org/wiki/Djohan_Effendi. pada tanggal 14 November 2021.

Heri Purnomo, (25 November 2020), “Toleransi Umat Beragama Dalam Perspekif

Pancasila”. Dikutip Dari

https://www.kompasiana.com/heri07040/5fbe4f958ede4834b30b4032/toleransi-umat-

beragama-dalam-perspektif-pancasila?page=4&page_images=1 , pada tanggal 14

November 2021.

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/upacara. diakses pada tanggal 15 November 2021.

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/ritual. diakses pada tanggal 15 November 2021.

Kabupaten Buleleng, “Memahami Makna Pentingnya Sarana Upacara Agama Hindu

( Banten )”. Diakses dari

https://buleleng.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/memahami-makna-

pentingnya-sarana-upacara-agama-hindu-banten-83, pada tanggal 15 November 2021.

Wikipedia, “Upacara”. Diakses Dari https://id.wikipedia.org/wiki/Upacara.pada

tanggal 15

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/ritual. diakses pada tanggal 16 November 2021.

73

Wikipedia, “Ritual”. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Ritual, pada tanggal

16 November 2021.

Rimba Kita, “Upacara Adat di 34 Provinsi di Indonesia – Pengertian, Unsur, Tujuan

& Contoh.” Diakses dari dari https://rimbakita.com/upacara-adat/, pada tanggal 16

November 2021.

Puti Yasmin, “7 Upacara Adat di Indonesia dan Tujuannya yang Wajib

Diketahui”.Diakses dari https://travel.detik.com/travel-news/d-4929176/7-upacara-

adat-di-indonesia-dan-tujuannya-yang-wajib-diketahui, pada tanggal 16 Juli 2021.

https://brainly.co.id/tugas/9371605. diakses pada tanggal 16 Juli 2021.

Kozio, “Pengertian Tradisi”. Diakses dari https://www.kozio.com/term/tradisi/. pada

tanggal 17 November 2021.

Mapan Mas,“Profil Kelurahan Sudiroprajan”, Diakses dari https://kec-

jebres.surakarta.go.id/kategori/detail/f7177163c833dff4b38f44c8d2872f1ec6, tanggal

7 November 2021.

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/gerebek. diakses pada tanggal 10 November 2021.

Iswara N Raditya, “Grebeg Maulud dan Cara Syiar Islam Para Wali”. Diakses dari

https://tirto.id/grebeg-maulud-dan-cara-syiar-islam-para-wali-daix, pada tanggal 30

Juni 2021.

Dinas Pariwisata, “Grebeg Sekaten. Diakses dari

https://pariwisata.jogjakota.go.id/detail/index/338, pada tanggal 10 November 2021.

Wikipedia, “Grebeg”. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Grebeg, pada tanggal

30 Juni 2021.

Rifai Shodiq Fathoni, “Tradisi Grebeg/Garebek di Yogyakarta”, Dari

https://wawasansejarah.com/tradisi-grebeg-di-yogyakarta/, 11 November 2021.

Dinas pariwisata Solo, “Sejarah Grebeg Sudiro”. Diakses dari

https://pariwisatasolo.surakarta.go.id/sejarah-grebeg-sudiro/, pada tanggal 30 Juni

2021.

74

Wikipedia, “Grebeg Sudiro”. Diakes dari

https://id.wikipedia.org/wiki/Grebeg_Sudiro, pada tanggal 30 Juni 2021.

Shani Rasyid, “Mengenal Grebeg Sudiro, Bentuk Akulturasi Budaya Tionghoa dan

Jawa di Kota Solo” diakses dari https://www.merdeka.com/jateng/mengenal-grebeg-

sudiro-bentuk-akulturasi-budaya-tionghoa-dan-jawa-di-kota-solo.html?page=3.

Diakses pada tanggal 30 Juni 2021.

Yayuk Windarti, “Grebeg Sudiro Perayaan Imlek Khas Tionghoa dan Jawa di Solo”.

Diakses dari https://www.desabisa.com/grebeg-sudiro-perayaan-imlek-khas-

tionghoa-dan-jawa-di-solo/, pada tanggal 18 November 2021.

Lucky Bagas Sri Hartono, “Grebeg Sudiro”. Diakses dari https://budaya-

indonesia.org/Grebeg-Sudiro, pada tanggal 18 November 2021.

Lina Kasih, “Yuk Traveling ke Solo, Ada 5.000 Lampion dan Grebeg Sudiro Jelang

Imlek”. Diakses dari https://joss.co.id/2020/01/yuk-traveling-ke-solo-ada-5-000-

lampion-dan-grebeg-sudiro-jelang-imlek/, pada tanggal 18 November 2021.

Dinas Pariwisata Solo, “Umbul Mantram Sambut Tradisi Grebeg Sudiro dan Tahun

Baru Imlek Tahun 2020”. Diakses dari: https://pariwisatasolo.surakarta.go.id/umbul-

mantram-sambut-tradisi-grebeg-sudiro-dan-tahun-baru-imlek-tahun-2020/, pada

tanggal 18 November 2021.

Eka Fitriani, “Prosesi Umbul Mantram Berlangsung Lancar dan Khidmat di

Kelurahan Sudiroprajan”. Dikutip dari

https://solo.tribunnews.com/2017/01/20/prosesi-umbul-mantram-berlangsung-lancar-

dan-khidmat-di-kelurahan-sudiroprajan?page=all, pada tanggal 18 November 2021.

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kirab. diakses pada tanggal 19 November 2021.

Wikipedia, “Kirab Budaya”. Diakses dari

https://id.wikipedia.org/wiki/Kirab_budaya,pada tanggal 19 November 2021.

75

Endy Poerwanto, “19 Januari 2020, Kirab Budaya Grebeg Sudiro”. Diakses dari

https://bisniswisata.co.id/19-januari-2020-kirab-budaya-grebeg-sudiro/, pada tanggal

21 November 2021.

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/sedekah%20bumi. Diakses pada tanggal 4

November 2021.

Wikipedia, “Sedekah Bumi”. Diakses dari

https://id.wikipedia.org/wiki/Sedekah_bumi, pada tanggal 4 November 2021.

Siti Setyo Rini, “Mengapresiasi Tradisi Sedekah Bumi”. Diakses dari

https://radarkudus.jawapos.com/read/2019/10/28/163228/mengapresiasi-tradisi-

sedekah-bumi , pada tanggal 6 November 2021.

Inibaru, “Sedekah Bumi dan Keharmonisan dengan Alam”. Diakses dari

https://inibaru.id/tradisinesia/sedekah-bumi-dan-keharmonisan-dengan-alam, pada

tanggal 6 November 2021.

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/gunungan. diakses pada tanggal 22 November

2021.

Wikipedia, “Gunungan”. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Gunungan, pada

tanggal 22 November 2021.

Tugu Jogja, (13 Agustus 2019), “Memahami Filosofi Bentuk dan Isi Gunungan,

Tradisi Sedekah Raja Jogja”. Diakses dari

https://kumparan.com/tugujogja/memahami-filosofi-bentuk-dan-isi-gunungan-tradisi-

sedekah-raja-jogja-1resuIT8iPh/full, pada tanggal 22 November 2021.

Ibda Fikrina Abda, “Grebeg Sudiro, Serunya Berebut Gunungan Kue Keranjang”.

Diakses dari https://www.maioloo.com/seni-budaya/grebeg-sudiro/, pada tanggal 22

November 2021.

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/doa. diakses pada tanggal 23 November 2021.

76

Anatasia Anjani, “Doa Adalah Inti Ibadah, Berikut Dalilnya”. Diakses dari

https://news.detik.com/berita/d-5523547/doa-adalah-inti-ibadah-berikut-dalilnya pada

tanggal 23 November 2021.

Anugerah Ayu Sendari, “Doa adalah Bentuk Permohonan, Ketahui Bentuknya dalam

Tiap Agama”. Diakes dari https://hot.liputan6.com/read/4678850/doa-adalah-bentuk-

permohonan-ketahui bentuknya-dalam-tiap-agama, pada tanggal 23 November 2021.

Wikipedia, “Doa Kristen”. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Doa_Kristen,

pada tanggal 23 November 2021.

Steven Tanugraha, “Berdoa dalam Agama Buddha”. Diakses dari https://student-

activity.binus.ac.id/kmbd/2020/10/berdoa-dalam-agama-buddha/ , pada tanggal 23

November 2021.

Chingdrawati, “Doa dan Sembahyang”. Diakses dari https://kemenag.go.id/read/doa-

dan-sembahyang-q9qja , pada tanggal 24 November 2021.

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/pawai. diakses pada tanggal 25 November 2021.

Wikipedia, “parade”. Diakses pada dari https://id.wikipedia.org/wiki/Parade, tanggal

25 November 2021.

Irfan Sholeh, “Mengenal Pengertian dan Manfaat Pawai Budaya bagi Indonesia”.

Diakses dari https://adjar.grid.id/read/542775331/mengenal-pengertian-dan-manfaat-

pawai-budaya-bagi-indonesia?page=all, pada tanggal 25 November 2021.

Zepta Haryadi, “Ribuan Peserta Meriahkan Pawai Budaya”. Diakses dari

http://www.radartanggamus.co.id/2019/08/20/ribuan-peserta-meriahkan-pawai-

budaya/, pada tanggal 25 November 2021.

Pendidikan Dan Pengajaran, Pengertian , “Maksud dan Tujuan Upacara Syukuran”.

Diakses dari https://wawasanpengajaran.blogspot.com/2019/06/pengertian-maksud-

dan-tujuan-upacara.html, pada tanggal 26 Juni 2021.

Wikipedia, “Selamatan”. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Selamatan, pada

tanggal 28 November 2021.

77

Kesbangpol Madiun, “Upacara Selamatan – Tradisi Ritual Dalam Masyarakat Jawa”.

Diakses dari https://kesbangpol.madiunkab.go.id/upacara-selamatan-tradisi-ritual-

dalam-masyarakat-jawa/, pada tanggal 28 November 2021.

Kartika Pamujiningtyas, “Sejarah di Balik Sajian Nasi Tumpeng Penuh Makna”.

Diakses dari https://kumparan.com/kumparanfood/sejarah-di-balik-sajian-nasi-

tumpeng-penuh-makna-1536645384531149915/full, pada tanggal 28 November

2021.

Redaksi, “Makna Tumpeng dalam Tradisi Jawa”. Diakses dari

https://hidayatuna.com/makna-tumpeng-dalam-tradisi-jawa/, pada tanggal 28

November 2021.

78

LAMPIRAN

Berfoto bersama narasumber Bapak Dalimo Lurah Sudiroprajan, tanggal 22 Juni

2021

Bapak Dalimo Lurah Sudiroprajan dan Hansip Bapak Saparman, tanggal 22 Juni

2021

79

Bersama Narasumber Bapak Shodiqul Imam sebagai ketua DMI dan panitia, tanggal

22 Juni 2021

Kantor kelurahan Sudiroprajan tampak Depan, tanggal 22 Juni 2021.

80

Kantor Kelurahan Sudiroprajan di Dinding Nama, tanggal 22 Juni 2021.

Masjid At-Taqwa di Jalan Sumase, tanggal 22 Juni 2021.

81

Klenteng Tien Kok Sie bersebelahan dengan Pasar Gede, tanggal 22 Juni 2021.

Klenteng Tien Kok Sie tampak depan, sumber:

https://www.merdeka.com/peristiwa/perayaan-imlek-klenteng-tien-kok-sie-solo-

tiadakan-ritual-tolak-bala.html. dikutip pada tanggal 3 September 2021.

Gapura nama kampung Sudiroprajan, tanggal 22 Juni 2021.

82

Jalan Sumase di diseberang Kantor Kelurahan Sudiroprajan, tanggal 22 Juni 2021.

Gunungan Grebeg Sudiro diperebutkan warga, sumber:

https://pariwisatasolo.surakarta.go.id/perayaan-grebeg-sudiro-2019/. Diakses pada

tanggal 3 September 2021.

83

Warga membawa gunungan yang berisi kue keranjang, sumber:

https://infopublik.id/galeri/foto/detail/68833?video= , diakses pada tanggal 3

September 2021.

Karnaval Budaya Grebeg Sudiro, sumber:

https://photo.sindonews.com/gallery/36349/kemeriahan-karnaval-budaya-grebeg-

sudiro-di-solo#google_vignette. Diakses pada tanggal 3 September 2021.