Tradisi Grebeg Sudiro Sebagai Sarana Memperkuat Toleransi ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of Tradisi Grebeg Sudiro Sebagai Sarana Memperkuat Toleransi ...
Tradisi Grebeg Sudiro Sebagai Sarana Memperkuat Toleransi
Umat Beragama di Kota Solo
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Gelar Sarjana Agama(S.Ag)
Oleh :
Bayu Rahmatullah
(11150321000010)
PROGRAM STUDI STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021 M/1442 H
i
LEMBAR PERSETUJUAN
TRADISI GREBEG SUDIRO SEBAGAI SARANA MEMPERKUAT
TOLERANSI UMAT BERAGAMA DI KOTA SOLO
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)
Disusun Oleh :
Bayu Rahmatullah
NIM: 111150321000010
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, M. Si.
NIP. 19651129199403 1 002
PROGRAM STUDI STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1442 H/2021 M
iv
“Tradisi Grebeg Sudiro Sebagai Sarana Memperkuat Toleransi
Umat Beragama di Kota Solo”
Oleh: Bayu Rahmatullah
Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Abstrak
Toleransi adalah Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,
suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
Semua agama menghargai manusia maka dari itu semua umat beragama juga wajib
saling menghargai. Dalam Grebeg Sudiro ini mampu menyatukan perbedaan etnis
dan agama. Grebeg Sudiro ini menunjukan kepada masyarakat luas bahwa dua etnis
besar di Sudiroprajan yaitu Tionghoa dan Jawa bisa hidup berdampingan dan bisa
bekerja sama dalam kegiatan ini.
Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah penelitian kualitatif dengan
pendekatan historis, pendekatan historis ini menjelaskan sejarah terbentuknya Tradisi
Grebeg Sudiro. Kemudian pendekatan sosiologis, pendekatan ini menjelaskan
hubungan dan interaksi umat beragama dalam Grebeg Sudiro. Dan pendekatan
Antropologi, pendekatan ini melihat makna percampuran budaya dan makna agama
dari Tradisi Grebeg Sudiro. Penulis melakukan teknik pengumpulan data, seperti,
studi pustaka, wawancara, dan observasi, dokumentasi.
Berdasarkan hasil penelitian penulis mengetahui tentang sejarah Grebeg
Sudiro, proses berjalannya, serta toleransi beragama dalam Grebeg Sudiro. Dalam
penelitian ini penulis mengambil kesimpulan, Grebeg Sudiro dapat menjadi media
toleransi dan kerukunan dari berbeda etnis dan agama. Interaksi beragama
memberikan kesempatan pada umat beragama untuk memperkenalkan lebih jauh
masing-masing agama mereka.
Kata kunci: Toleransi, Agama, Tradisi
v
Kata Pengantar
Segala puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT semata yang
selalu mengkaruniakan rahmat dan hidayah-Nya yang memberikan ketabahan,
kesehatan dan kemudahan berfikir kepada penulis sehingga menyelesaikan skripsi
dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar
sarjana S-1 Fakultas Usuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tidak lupa Shalawat beriring salam pun semoga senantiasa tercurah kepada
Nabi Agung Muhammad SAW yang telah dianugerahkan agama rahmatan li-al-
‘alamin ini. Sebagai penutup para nabi dan sebagai penyempurna semua ajaran
yang ada di muka bumi ini.
Dalam hal ini penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah
mendoakan, membantu dan memberikan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi
ini dapat diselesaikan. Terimakasih penulis ucapkan sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua penulis yaitu Ibu Siti Nur Jawa dan Ayah Kecil serta adik-
adikku yaitu Afridal, Soni Ali Nurahman, Alda Oktaliza, Delfi Olita dan Fadli yatul
Iman, yang memberikan doa, bantuan dan motivasi sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
2. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A., selaku Rektor
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Yusuf Rahman, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Syaiful Azmi, S.Ag, MA., selaku Ketua Prodi Studi Studi Agama-agama,
Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Lisfa Sentosa Aisyah, MA., selaku Sekretaris Program Studi Studi Agama-agama,
Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
vi
6. Prof. Drs. Ismatu Ropi, M.A, Ph.D., selaku dosen penasihat penulis.
7. Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi, yang
memberikan kontribusi untuk menyelesaikan skripsi, dengan arahan, kritik, saran dan
kesedian waktu untuk membimbing penulis.
8. Seluruh dosen di Program Studi Studi Agama-agama yang telah mendidik penulis
dan mencurahkan segala ilmunya.
9. Seluruh Staf Akademik Fakultas Ushuluddin, Para karyawan/karyawati
Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Para
karyawan/karyawati Perpustakaan Fakultas Ushuluddin.
10. Bapak Dalimo selaku Lurah Sudiroprajan yang bersedia menerima dan
memberikan waktunya untuk wawancara dan Bapak Saparman sebagai Hansip
kelurahan yang membantu penulis atas kelancaran wawancara.
11. Bapak Shodiqul sebagai yang pernah menjadi panitia Grebeg Sudiro dan
pemimpin Dewan Masjid di Kampung Sudiro.
12. Pengurus Kelenteng Tien Kok Sie yang membolehkan memasuki tempat ibadah
dan mengambil foto, tapi disayangkan beliau tidak bersedia di wawancarai.
13. Teman-teman Studi Agama-Agama angkatan 2015, yaitu: Taufik, M. Yusuf,
Imamuddin Akbar, M. hafiz, M. Fuqon, Riza Adi Putra, M. Rahim, Chilman, Kamal,
Animatun Fatimah, Agi Mukmin, Setia Bandu, Diki Jafar, M. Sholeh, Guruh
Purnama, Isfan Hafiz, Shakel Ahmad, Gusti, dan Bajun.
14. Abang dan Senior, yaitu bang Samsul yang telah memberi dukungan dan izin
tinggal selama kuliah, bang Aulia Rahman telah menjadi senior sekaligus kakak
memberikan ilmu pengetahuan baik didalam kampus maupun diluar.
vii
15. Keluarga Besar PIUSH, yang telah memberikan ilmunya selama kuliah.
16. Pengurus HMJ SAA tahun 2018 yang telah memberikan pengalaman dan ilmu.
17. keluaraga Himpunan Mahasiswa Islam cabang Ciputat.
18. Seluruh keluarga Ikatan Keluarga Mahasiswa Minang Ciputat.
19. Teman-teman KKN GEMPAR tahun 2018 yang telah memberikan pengalaman
selama di Desa Pondok Kelor.
20. Mak Etek Ibrahim yang memberikan tumpangan tempat tinggal selama kuliah,
Mak Uniang Malin yang memberikan tumpangan tempat tinggal, dan Mak Angah
Kadir yang sering member semangat dan dorongan motivasi.
21. Dan seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
viii
Daftar Isi
Lembar Persetujuan Skripsi.......................................................................................i
Lembar Pernyataan Tidak Plagiat........................................................................... ii
Lembar Pengesahan Ujian Munaqosyah................................................................ iii
Abstrak....................................................................................................................... iv
Kata Pengantar.......................................................................................................... v
Daftar Isi.................................................................................................................. viii
Bab I PENDAHULUAN
Latar belakang masalah..............................................................................................1
Rumusan Masalah. .....................................................................................................6
Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................................................. 6
Tinjauan Pustaka....................................................................................................... 7
Metode Penelitian...................................................................................................... 9
Pendekatan Penelitian............................................................................................. 11
Analisis Data............................................................................................................ 12
Sistematika Penulisan.............................................................................................. 13
Bab II TRADISI, TOLERANSI, dan RITUAL DALAM STUDI AGAMA
AGAMA
Toleransi Umat Beragama…………………………......…………........................ 14
Ritual atau upacara…………………………….................................................... 26
Tradisi.........................………………...............................................................… 35
X
Bab III TRADISI GREBEG SUDIRO DI KELURAHAN SUDIROPRAJAN
KOTA SOLO
Letak Geografis, Kondisi Demografis dan keragaman………...….................….. 39
Tradisi Grebeg Sudiro ………......……………...................................................... 42
Bab IV TOLERANSI dan KERUKUNAN BERAGAMA DALAM GREBEG
SUDIRO DI SUDIROPRAJAN
Sedekah Bumi ……………………………..………………………….…………. 50
Gunungan ……………………………………………………………………...…. 52
Doa Lintas Agama…………….............................................................................. 55
Pawai Budaya…………………….......................................................................... 59
Syukuran………………………………………………………………………….. 61
Bab V PENUTUP
Kesimpulan…………………………………………………………………..….. 65
Saran ………………………………………………………………………….... 66
Daftar pustaka…………………………………………………………………….. 68
Lampiran…………………………………………………………………………... 77
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. latar Belakang Masalah
Toleransi adalah istilah yang sering dipakai, tetapi definisinya tidak selalu
sama. Dalam kehidupan sehari-hari, toleransi merujuk pada kesanggupan seseorang
atau sesuatu untuk menerima beban dari perbedaan. Toleransi seseorang atau
sekelompok yang menunjukan ambang batas penerimaannya atas perbedaan dari
orang atau kelompok lain.1
Menurut jurnal Febri Handayani Toleransi umat beragama dalam konstitusi
diatur oleh negara dalam UUD 1945 Pasal 28 E, ayat (1): Setiap orang bebas
memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. Ayat (2): Setiap orang berhak atas
kebebasan menyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati
nuraninya. UUD 1945 Pasal 29, ayat (2): Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu. UU No. 1/PNPS/1965, jo. UU No. 5/1969 tentang
Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, pada penjelasan Pasal 1
berbunyi: “Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk Indonesia ialah Islam, Kristen,
Katolik, Hindu, Buddha dan Khonghucu (Confucius). Hal ini dapat dibuktikan dalam
sejarah perkembangan agama di Indonesia. Karena 6 macam Agama ini adalah
agama-agama yang dipeluk hampir seluruh penduduk Indonesia, maka kecuali
mereka mendapat jaminan seperti yang diberikan oleh pasal 29 ayat 2 UUD juga
mereka mendapat bantuan-bantuan dan perlindungan seperti yang diberikan oleh
pasal ini”. Namun perlu dicatat bahwa penyebutan ke-6 agama tersebut tidaklah
bersifat pembatasan yang membawa implikasi pembedaan status hukum tentang
agama yang diakui melainkan bersifat konstatasi tentang agama-agama yang banyak
1 Cahyo Pamungkas, dkk. Intoleransi dan Politik Identitas Kontemporer di Indonesia
(Jakarta: LIPI Press, 2020), hal. 23.
2
dianut di Indonesia. Hal ini diperjelas oleh penjelasan UU itu sendiri yang
menyatakan bahwa, “Ini tidak berarti bahwa agama-agama lain seperti Yahudi,
Zarasustrian, Shinto, Taoism di larang di Indonesia. Mereka mendapat jaminan penuh
seperti yang diberikan pasal 29 ayat (2) dan mereka dibiarkan adanya”. Banyak
masyarakat mengetahui tentang toleransi didapatkan dalam di pendidikan disekolah
dan agama, serta media masa. Untuk praktik di dalam bersikap masih banyak
terjadinya sikap intoleran. Banyak terjadinya ujaran kebencian dalam media sosial
atau pengajian agama yang dapat kita temui. Dalam sejarah toleransi di Indonesia
banyak terjadi konflik berdasarkan agama.2
Intoleransi berbasiskan isu agama dapat dilihat dalam kasus Tanjung Balai 29
Juli 2016, Tolikara 17 Juli 2015, dan rangkaian demonstrasi terhadap Basuki Tjahaya
Purnama (Ahok) atas tuduhan penodaan agama pada 2016. Ketiga peristiwa ini
menunjukkan betapa mudahnya masyarakat Indonesia menjadi marah, melakukan
aksi massa, dan bahkan melakukan perusakan untuk persoalan yang pada mulanya
berskala kecil. Fenomena semacam ini memunculkan pertanyaan mengapa bangsa ini
mudah tersulut dalam konflik. Dalam kasus Tanjung Balai, protes dari Ibu Meliana
terhadap suara azan dari masjid yang letaknya di seberang rumahnya lantas menjadi
pemicu pembakaran dan perusakan belasan wihara dan klenteng di kota tersebut. Di
Tolikara, bunyi pengeras suara dari komunitas umat Islam yang merayakan Idulfitri
melahirkan konflik antara kelompok Muslim dan Kristen yang menyebabkan
terbakarnya tempat ibadah dan sejumlah toko. Fenomena tersebut memunculkan
kekhawatiran akan terganggunya semangat keindonesiaan dan kebangsaan yang telah
diletakkan oleh para pendiri bangsa sejak tahun 1928, yakni Indonesia yang
majemuk, modern, dan demokratis. 3
Berbagai survei telah dilakukan untuk mengidentifikasi tingkat intoleransi.
Sebagai contoh, Setara Institute memaparkan bahwa pada 2017, DKI Jakarta, Banda
2 Febri Handayani, “Toleransi Beragama Dalam Perspektif Ham di Indonesia”. Dikutip dari
jurnal Syariah dan Hukum, volume 2, nomor 1, Januari - Juli 2010, pada tanggal 14 Juli 2021.
3 Cahyo Pamungkas, dkk. Intoleransi dan Politik Identitas Kontemporer , hal. 2.
3
Aceh, Bogor, Cilegon, Depok, dan Yogyakarta termasuk sebagai kota yang relatif
intoleran (Setara Institute, 2017). Lebih lanjut, survei Wahid Foundation dan
Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2016 menyebutkan bahwa sebagian responden
(40%) memiliki sifat yang intoleran terhadap non-Muslim (Wahid Fondation, 2016).
Hal ini juga diperkuat oleh temuan survei Center for Strategic and International
Studies (CSIS) pada tahun yang sama bahwa ada kecenderungan pada sebagian besar
generasi milineal (53,7%) untuk memilih pemimpin yang seagama (CSIS, 2017).4
Media sosial memiliki peran meningkatkan kesadaran kewarganegaraan,
mendorong keterbukaan informasi, dan menyediakan iklim yang kondusif bagi
kehidupan berdemokrasi. Harus diakui pula, media sosial berdampak pada terciptanya
ruang-ruang publik yang memungkinkan orang bebas menyampaikan pandangannya.
Media sosial menjadi medium berbagai komunitas untuk berdiskusi mengenai
bagaimana menciptakan perubahan sosial ke arah yang lebih baik. Namun, media
sosial juga berguna sebagai alat propaganda sebagian kelompok untuk memengaruhi
opini publik, sekaligus menciptakan suatu fakta sosial alternatif. Semakin banyaknya
media sosial maupun media massa daring telah menggeser peran media massa cetak
konvensional yang jumlah pembacanya semakin menurun. Di sini, media sosial
menyediakan ekosistem bagi berkembangnya masyarakat pasca-kebenaran (post-truth
society), yakni saat kebenaran tidak lagi bersifat tunggal, dan masing-masing pelaku
sosial dapat membangun narasi masing-masing yang kadang-kadang saling
menegasikan. Hal ini diwarnai oleh munculnya ujaran kebencian dan kabar bohong
atau hoaks yang disampaikan melalui media sosial. George (2016) menuliskan bahwa
ujaran kebencian adalah semua bentuk ujaran yang merendahkan dan meliyankan
kelompok yang dianggap berbeda. Ujaran kebencian berkembang pesat melalui
media sosial dengan mengonstruksi narasi negatif. Pada tingkatan tertentu, banyak
dan masifnya narasi negatif yang dikonstruksi secara sistematis memunculkan
4 Cahyo Pamungkas, dkk. Intoleransi dan Politik Identitas Kontemporer, hal. 3.
4
kekhawatiran hilangnya rasa kebangsaan dan kesadaran nasional sebagai bangsa
Indonesia.5
Salah satu cara untuk mengurangi rasa kebencian dan intoleransi antar etnis
dan antar agama dapat dilakukan dengan kegiatan-kegiatan keagamaan dan kegiatan
kebudayaan. Di antara kegiatan budaya yang dapat meningkatkan rasa toleransi
adalah Grebeg Sudiro.
Grebeg Sudiro adalah perayaan grebeg yang menggabungkan budaya Jawa
dan budaya Tionghoa di Sudiroprajan. Perayaan ini awalnya dilakukan untuk tradisi
Islam seperti Maulid Nabi Muhammad, Muharram, Idul Fitri dan Idul Adha. Tradisi
ini kemudian berkembang menjadi acara kampung yang dilaksanakan menjelang
Imlek yang acara utamanya adalah karnaval dan gulungan. Tema utama dalam
perayaan Grebeg Sudiro adalah keberagaman dan kebhinekaan. Masyarakat
Tionghoa, Jawa dan etnis lainnya turut serta dalam penyelenggaraan Grebeg Sudiro
yang menjadi acara tahunan Kota Surakarta. Ornamen yang ditampilkan selama
perayaan sangat beragam.6
Alasan penulis memilih Grebeg Sudiro, karena Grebeg Sudiro Sesuatu hal
yang tercipta dari proses panjang interaksi masyarakat beda etnis dan beda agama.
Dalam Tradisi ini menunjukkan kepada masyarakat luas untuk membiasakan diri
saling bekerja sama antar etnis dan antar agama.
Isu intolensi yang terjadi di Indonesia banyak menghiasi sejarah panjang
berdirinya negara ini. Pokok masalah intoleransi bukan dari hal yang baru tetapi
sudah menjadi barang lama tidak lepas dari hal SARA (suku, agama dan ras). Isu
intoleransi ini wajib diangkat karena memberikan contoh dan ajakan pada semua
untuk menghilangkan sikap superior dan tidak menghormati orang lain. Dalam setiap
agama manusia diajarkan bersikap baik dan memupuk kesatuan, tapi dalam
prakteknya masih ada yang melenceng dari ajaran agama karena sikap egois dan tidak
5 Cahyo Pamungkas, dkk. Intoleransi dan Politik Identitas Kontemporer ,hal. 4.
6 Wikipedia. “Grebeg Sudiro”. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Grebeg_Sudiro ,
pada tanggal 14 Juli 2021.
5
saling menghargai orang lain. Ungkapan dan perilaku intoleran adalah sesuatu yang
disayangkan dan tidak perlu dibudayakan, tapi sikap ini masih lazim di negara
demokrasi, terutama di kota Solo. Di setiap tempat di mana orang bebas bersilang
pendapat mengenai isu-isu pokok, akan ada yang berpikiran dan berlaku intoleran,
sebagian mengatur gerakan sosial untuk mempromosikan gagasan intolerannya, yang
lainnya berusaha mendesak negara agar menegakkan gagasan intoleran. Ini sangat
mengkhawatirkan bagi pesatuan dan kesatuan bangsa.
Permasalahan dalam skripsi ini adalah toleransi umat beragama dalam
Grebeg Sudiro ini mampu menyatukan perbedaan etnis dan agama. Grebeg Sudiro ini
menunjukan kepada masyarakat luas bahwa dua etnis besar di Sudiroprajan yaitu
Tionghoa dan Jawa bisa hidup berdampingan dan bisa bekerja sama dalam kegiatan
ini. Di dalam tradisi ini Kerukunan dan keharmonisan antar etnis Jawa dengan
Tionghoa terlihat begitu jelas yang bersatu dalam perbedaan. Meskipun demikian,
masih banyak orang yang belum bisa melihat grebek sudiro sebagai sarana untuk
memperkuat toleransi antar umat beragama dan etnis dan hanya melihat tradisi ini
sebagai kegiatan untuk menghabiskan uang serta kurang bermanfaat.
Kampung Sudiroprajan ini berbeda dengan kampung Tionghoa pada
umumnya yang awal mulanya berdiri dan berkembang dari satu etnis saja. Kampung
Sudiroprajan ini terbentuk dan berkembang dari dua etnis berbeda, yaitu Tionghoa
dan Jawa. Oleh sebab itu lahirnya Grebeg Sudiro karena sikap toleransi yang
mengakar kuat pada perilaku masyarakat sehari-hari. Menurut pengalaman penulis
selama penjelajahan di kelurahan Sudiroprajan, khususnya jalan Sumase yang berada
di depan Kantor Kelurahan Sudiroprajan. Penulis melihat warga berbeda etnis di
sepanjang jalan ini bercengkrama secara sumringah. Meskipun demikian, masih ada
di antara masyarakat yang melihat orang Tionghoa sebagai masyarakat pendatang,
masyarakat yang ingin memperkaya diri sendiri dan tidak peduli terhadap orang yang
berbeda etnis dan agama. Jika sikap semacam ini dibiarkan, maka akan membuat
hubungan orang Jawa dan Tionghoa kurang harmonis dan juga dapat mengancam
pesatuan dan kesatuan.
6
Dari latar belakang masalah dan masalah diatas tertarik untuk meneliti:
“Tradisi Grebeg Sudiro Sebagai Sarana Memperkuat Toleransi Umat
Beragama di Kota Solo.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah Grebeg Sudiro dapat dijadikan sarana toleransi umat beragama?
2. Bagaimana interaksi umat beragama dalam Tradisi Grebeg Sudiro ini ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
a. Untuk mengetahui Grebeg Sudiro disebut sebagai sarana Toleransi umat
Beragama. .
b. Untuk mengetahui interaksi umat beragama dalam Tradisi Grebeg Sudiro.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mendapat manfaat teoritis dalam
mengenal Tradisi Grebeg Sudiro sebagai sarana memperkuat rasa
toleransi antar agama dan masyarakat, seminimalnya dapat sebagai
sumbangan untuk pemikiran akademis.
b. Manfaat Praktis
1. Bagi penulis
Menambah wawasan ilmu pengetahuan penulis dalam ilmu
studi agama-agama yang khususnya berkaitan dengan akulturasi
budaya tentang Tradisi Grebeg Sudiro dan makna toleransi antar
umat beragama di Indonesia.
7
2. Bagi masyarakat umum atau eksternal
Dapat memberi masukan dan wawasan informasi kepada
masyarakat umum untuk memupuk rasa toleransi antar umat
beragama.
3. Bagi Akademis
Hasil penelitian ini dapat diharapkan memberi masukan dan
konstribusi perkembangan ilmu pengetahuan dan sebagai masukan
yang membangun guna meningkatkan kualitas ke ilmuan yang ada.
c. Manfaat Akademis
Dengan manfaat akademis ini, yaitu sebagai prasyarat untuk
meraih gelar sarjana strata satu (S1) atau sarjana agama (S.Ag) di
Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
D. Tinjauan Pustaka
Tujuan adanya tinjauan pustaka yaitu untuk membuktikan orisinalitas
penelitian dan menguraikan penelitian sebelumnya yang memiliki objek penelitian
dan kajian yang sama.
Berikut karya ilmiah yang berkaitan dengan penelitian ini, diantaranya yaitu:
Tissania Clarasati Adriana, skripsinya yang berjudul: Tradisi Grebeg Sudiro di
Sudiroprajan (Akulturasi Kebudayaan Tionghoa dengan Kebudayaan Jawa). Menurut
kesimpulan penulis, skripisi ini membahas sejarah dan proses terbentuk Tradisi ini.
Selain menjelaskan sejarahnya, tradisi ini menghasilkan akulturasi budaya yang
terjadi akibat harmoni dan pembauran antar etnis.
Jovian Cahyan, skripsinya yang berjudul : Grebeg Sudiro Sebagai Media
Komunikasi Harmonisasi Sosial Oleh Masyarakat Jawa dan Keturunan Tionghoa Di
Kampung Sudiroprajan, Solo, Jawa Tengah. Kesimpulan skripsi ini membahas
Tradisi Grebeg Sudiro yang menjadi media komunikasi harmonisasi dan interaksi
sosial bagi etnis-etnis yang tinggal di Sudiroprajan.
8
Raffa Widyaningsih, jurnal yang berjudul : “Misi Suci” Grebeg Sudiro (Studi
Eksploratif Pesan Ritual Budaya Grebeg Sudiro dalam rangka Persatuan Masyarakat
di Kota Surakarta). Dalam jurnal ini penulis memberikan kesimpulan yaitu: Grebeg
Sudiro memiliki Pesan-pesan yang dapat dikomunikasikan melalui simbol-simbol
yang ditunjukkan dalam pengadaaan acara ini. Pesan yang disampaikan adalah
menjaga kesatuan persatuan dalam perbedaan
Latifa Dinar Rahmani Hakim, artikel berjudul : “Grebeg Sudiro dan Representasi
Keberagaman di Sudiroprajan, Kota Surakarta.” Menurut kesimpulan penulis, artikel
ini membahas Grebeg Sudiro dalam bentuk event budaya mampu menjadi salah satu
media pembauran antar etnis yang ada dalam amsyarakat Sudiroprajan. Hal ini
dikarenakan grebeg merupakan simbol kebersamaan antar etnis yang ada. Tradisi
grebeg ini sendiri turut menjunjung kebhinekaan yang tertuang dalam atribut atau
simbol dan pertunjukan. Di sisilain, melalui tradisi grebeg, dijelaskan representasi
keberagaman budaya dan etnis dapat dilakukan.
Ryas Basmala, skripsinya yang berjudul: “Bulan Sabit di Atas Lampion” Dinamika
dan Kehidupan Sosial Tionghoa Muslim di Surakarta Tahun 1982-2013. Skripsi ini
terbit pada tahun 2020 dari UIN Surakarta Skripsi ini membahas bagaimana keadaan
geografis di Surakarta yang ditempati oleh banyak etnis, memaparkan bagaimana
dinamika masuknya orang Tionghoa ke dalam Agama Islam. Penelitian ini dibatasi
dari tahun 1982-2013 dimana tahun 1982 menjadi awal mula masuknya orang
Tionghoa yang memeluk agama Islam. Dari beberapa penelitian diatas walaupun
judulnya mendekati kesamaan atau berkaitan tetapi menjadi objek kajian utamanya
berbeda. Kesimpulan penulis dalam skripsi menjelaskan sejarah kehidupan sosial dan
budaya Tionghoa muslim.
Dari beberapa penelitian diatas walaupun judulnya mendekati kesamaan atau
berkaitan dengan skripsi yang penulis tulis, namun objek kajian utamanya berbeda.
Tema objek yang penulis jelaskan dalam skripsi ini adalah Tradisi Grebeg Sudiro
dalam sudut pandang saran toleransi umat beragama.
9
E. Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah penelitian
kualitatif. Mengacu pada Strauss dan corbin (1990) bahwa penelitian
kualitif adalah jenis penelitian yang prosedur penemuan yang dilakukan
tidak menggunakan prosedur statistik atau kuantitatif. Dalam hal ini
penelitian kualitatif adalah penelitian tentang hidup seseorang, cerita,
perilaku, dan juga tentang organisasi, gerakan sosial atau hubungan timbal
balik.7
Teknik Pengumpulan data
a. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan (library research), yaitu suatu penelitian untuk
memperoleh data, baik untuk data sekunder yang bersumber dari buku,
majalah, artikel, jurnal, dan lain-lain, berdasarkan hasil bacaan,
catatan, dan bahan lainnya yang diolah dan dikumpulkan.8 Bahan
kepustakaan yang dikumpulkan terkait dengan masalah penelitian.
b. Observasi
Observasi dalam sebuah penelitian diartikan sebagai pemusatan
perhatian terhadap suatu objek dengan melibatkan seluruh indera
untuk mendapatkan data. Jadi observasi merupakan pengamatan
langsung dengan menggunakan penglihatan, penciuman, pendengaran,
perabaan, atau kalau perlu dengan pengecapan.9 Observasi dilakukan
dalam kegiatan Gerbeg Sudiro di Kota Solo.
7 Salim dan syahrum, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Citapustaka Media, 2012), hal.
41.
8 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor, cetakan pertama
2004), hal. 3.
9 Sandu Siyoto, dan M. Ali Sodik, Dasar Metodoogi Penelitian (Yogyakarta: Literasi Media
Publishing, 2015), hal. 81.
10
. Pada masa merebaknya pandemi covid-19 yang masih terjadi
berakibat dibatalkannya pertunjukan dan parade Tradisi Grebeg
Sudiro. Akibatnya Penulis tidak bisa mengamati langsung ditempat
atau objek penelitian. Pengamatan kegiatan Gerbeg Sudiro dilakukan
dengan melihat video-vidio yang menggambarkan keseluruhan
kegiatan tersebut di tahun-tahun sebelum covid-19.
c. Wawancara
Menurut jurnal Iryana dan Risky Kawasati Wawancara merupakan
salah satu teknik yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data
penelitian. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa wawancara
(interview) adalah suatu kejadian atau suatu proses interaksi antara
pewawancara (interviewer) dan sumber informasi atau orang yang di
wawancarai (interviewee) melalui komunikasi langsung. Metode
wawancara/interview juga merupakan proses memperoleh keterangan
untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab sambil bertatap
muka antara pewawancara dengan responden/ orang yang di
wawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide)
wawancara. Dalam wawancara tersebut biasa dilakukan secara
individu maupun dalam bentuk kelompok, sehingga di dapat data
informatik yang orientik.10 Wawancara penulis lakukan kepada lurah
Sudiroprajan yaitu bapak Dalimo dan bapak Shodiqul selaku pemuka
agama serta panitia yang pernah terlibat dalam acara Tradisi Grebeg
Sudiro pada masa-masa sebelum pandemi.
d. Dokumentasi
Dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data yang
digunakan dalam metodologi penelitian sosial. Pada intinya metode ini
adalah metode yang digunakan untuk menelusuri data historis
10 Iryana dan Risky Kawasati, “Teknik Pengumpulan Data Metode Kualitatif ”. Dikutip dari
Jurnal Ekonomi Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Sorong, pada tanggal 20
februari 2021.
11
sehingga demikian pada penelitian, dokumentasi memegang peranan
penting.11Untuk dokumentasi, penulis foto lapangan di media sosial
dan foto dari penulis sendiri diambil sebelum pandemi.
F. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan Historis
Suatu studi berusaha menelurusi asal-usul dan pertumbuhan ide-
ide dan pranata-pranata keagamaan melalui periode-periode perkembangan
historis tertentu dan menilai peranan kekuataan-kekuataan yang dimiliki
agama untuk memperjuangkan (mempertahankan) dirinya selama periode-
periode itu.12 Penulis berusaha menelaah sejarah terciptanya Tradisi Grebeg
Sudiro dan sejarah etnis Tionghoa di Indonesia.
2. Pendekatan Sosiologis
Pendekatan ini berfokus kepada masyarakat yang memahami dan
mempraktikkan agama; bagaimana pengaruh masyarakat terhadap agama
dan pengaruh agama terhadap masyarakat.13 Penulis mengamati dampak
sosial Tradisi Grebeg Sudiro bagi masyarakat Sudiroprajan dan umat
beragama kota Solo. Salah satu tokoh yang di ikuti adalah Emile Durkheim.
3. Pendekatan Antropologis
Pendekatan ini berupaya memahami kebudayaan-kebudayaan
produk manusia yang berhubungan dengan agama. Sejauh mana agama
memberi pengaruh terhadap budaya dan sebaliknya; sejauh mana kebdayaan
suatu kelompok masyarakat memberi pengaruh terhadap agama.14 Dalam
pendekatan ini penulis melihat makna percampuran budaya dan makna
11 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Jakarta:Prenada MediaGrup, 2007), hal. 121.
12 Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015)
hal.15.
13 Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama, hal. 44.
14 Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama, hal 47-48.
12
agama dari Tradisi Grebeg Sudiro. Tokoh yang diikuti penulis adalah
Cliffort Geertz.
G. Analisi Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,
menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam
pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat
simpulan sehingga mudah dipahamioleh diri sendiri maupun orang lain.
Analisis data yang digunakan penulis adalah metode kualitatif. Analisis data
kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang
diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis. Berdasarkan
hipotesis yang dirumuskan, selanjutnya dicarikan data secara berulang-ulang
sehingga selanjutnya dapat disimpulkan apakah hipotesis tersebut diterima
atau ditolak berdasarkan data yang terkumpul. Bila berdasarkan data yang
dapat dikumpulkan secara berulang-ulang dengan teknik triangulasi, ternyata
hipotesis diterima, maka hipotesis tersebut berkembang menjadi teori.15
15 Hardani, dkk. Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif (Yogyakarta: Pustaka Ilmu
Group) hal.162.
13
H. Sistematika Penulisan
Dalam memudahkan penguraian untuk penulisan skripsi ini maka
skripsi ini disusun dalam sitematis dalam bab-bab yang mana terdiri dari lima
bab. Adapun susunan lima bab itu yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Bab I: PENDAHULUAN
Bab II:. TRADISI, TOLERANSI, dan RITUAL DALAM STUDI
AGAMA AGAMA
Bab III: TRADISI GREBEG SUDIRO DI KELURAHAN
SUDIROPRAJAN KOTA SOLO
Bab IV: TOLERANSI dan KERUKUNAN BERAGAMA DALAM
GREBEG SUDIRO DI SUDIROPRAJAN
Bab V: PENUTUP
14
BAB II
TRADISI, TOLERANSI, dan RITUAL DALAM STUDI AGAMA
AGAMA
A.Toleransi Umat Beragama
1. Arti Kata Toleransi beragama
Toleransi dalam Kamus Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai berikut: (1)
sifat atau sikap, (2) batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih
diperbolehkan, (3) penyimpangan yang masih dapat diterima dalam pengukuran
kerja.1
Menurut Umar Hasyim dalam jurnal Dewi Anggraeni, toleransi yaitu
pemberian kebebasan kepada sesama manusia atau kepada sesama warga masyarakat
untuk menjalankan keyakinannya atau mengatur hidupnya dan menentukan nasibnya
masing-masing, selama dalam menjalankan dan menentukan sikapnya itu tidak
melanggar dan tidak bertentangan dengan syarat-syarat atas terciptanya ketertiban
dan perdamaian dalam masyarakat.2
Dalam bahasa Arab toleransi dimaknai sebagai tasamuh. Tasamuh merupakan
pendirian atau sikap termanifestasikan pada kesedian untuk menerima berbagai
pandangan dan pendirian yang beraneka ragam meskipun tidak sependapat
dengannya. Namun, istilah toleransi lebih dekat hubungannya dengan As-Smahah
yaitu kerelaan hati karena kemulian dan kedermawanan, lapang dada karena
1 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/toleransi. diakses pada tanggal 3 Juli 2021.
2 Dewi Anggraeni, Siti Suhartinah, “Toleransi Antar Umat Beragama Perspektif KH. Ali
Mustafa Yaqub”. Dikutip dari Jurnal Studi Al-Qur’an, Vol. 14, No. 1, Tahun. 2018, pada tanggal 3
Juli 2021.
15
kebersihan dan ketakwaan, kelemah lembutan karena kemudahan, mudah bergaul
dengan siapa pun tanpa penipuan dan kelalaian.3
Toleransi merupakan elemen dasar yang dibutuhkan untuk menumbuhkan
sikap saling memahami dan menghargai perbedaan yang ada, serta menjadi entry
point bagi terwujudnya suasana dialog antarumat beragama dalam masyarakat.
Toleransi adalah nilai-nilai, sikap, kesedian dan keterlibatan seseorang dalam
mendukung suatu keadaan yang memberikan ruang bagi adanya pengakuan
perbedaan (the others) dan khususnya untuk terciptanya kerukunan.4
Toleransi berasal dari kata Tolerare yang berasal dari bahasa latin yang
berarti sabar membiarkan sesuatu. Pengertian toleransi secara luas adalah sikap atau
perilaku manusia yang tidak menyimpang dari aturan, dimana seseorang menghargai
atau menghormati setiap tindakan yang orang lain lakukan. Toleransi juga dapat
dikatakan istilah dalam konteks sosial budaya dan agama yang berarti sikap dan
perbuatan yang melarang adanya deskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang
berbeda atau tidak diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. 5
Ada dua macam penafsiran tentang konsep toleransi ini, yakni penafsiran
negative (negative interception of tolerance) dan penafsiran positif (positive
interception of tolerance). Yang pertama menyatakan bahwa toleransi itu hanya
mensyaratkan cukup dengan membiarkan dan tidak menyakiti orang/kelompok lain.
Yang kedua menyatakan bahwa toleransi itu membutuhkan lebih dari sekadar ini. Ia
membtuhkan adanya bantuan dan dukungan terhadap keberadaan orang/kelompok
lain. Hanya saja, interpertasi positif ini hanya boleh terjadi dalam situasi di mana
3 Muhammad Rifqi Fachrian, Toleransi Antarumat Beragama Dalam Al-Qur’an (Telaah
Konsep Pendidikan Islam) (Depok, Raja Grafindo Persada, 2018), hal. 12.
4 Muhammad Rifqi Fachrian, Toleransi Antarumat Beragama Dalam Al-Qur’an, hal. 21.
5 Sukini, Toleransi Beragama (Yogyakarta: Istana Media, 2018), hal. 2.
16
objek dari toleransi itu tidak tercela secara moral dan merupakan sesuatu yang tak
dapat dihapuskan, seperti dalam kasus toleransi sosial.6
Toleransi dalam pengertian luas tidak sekedar bentuk sikap pasif, tetapi
kreativitas untuk saling aktif membangun kerja sama. Makna toleransi tidak hanya
berkaitan dengan pengalaman objektif sehari-hari, tetapi juga menghindari monopoli
keberagamaan. Perbedaan yang menjadi sumber konflik adalah memutlakan hasil
pemahaman, penghayatan, dan pengalaman ajaran agama, karena setiap agama
mengajarkan untuk selalu berupaya menuju kepada yang Absolut. Namun pada
kenyataannya, manusia cenderung memutlakkan hasil pemikirannya. Pada taraf itulah
terjadinya dua klaim beragama, yaitu klaim kebenaran (truth claim) dan klaim
keselamatan (salvation claim).7
Di kehidupan sosial sering ditemukan toleransi pasif, yaitu toleransi yang
hanya berhenti pada setuju untuk tidak setuju atau membiarkan orang lain memiliki
pandangan yang berbeda. Di dalamnya tersimpan dorongan untuk saling menjaga
jarak dan sewaktu-waktu akan mudah terseret kepada konflik manakala ada isu atau
rumor yang tidak diklarifikasi terhadap informasi yang simpang siur. Dalam kaitan
dirumuskan toleransi eklusif dan toleransi inklusif. Toleransi eklusif adalah meyakini
secara mutlak keimanan yang dianutnya dan tidak membuka diri masih mencari-cari
kebenaran yang lain. Selanjutnya diimbangi dengan toleransi inklusif, yaitu
mengakui, menghargai, mendukung, dan membantu keberadaan orang lain, dan
apabila memungkinkan ikut menikmati suasana kekhusukan ketika orang lain
mengamalkan ajaran agamanya atau merayakan hari besar agamanya.8
6 Nucholish Madjid, Pluralitas Agama (Kerukunan Dalam Keberagaman) (Jakarta: Kompas,
2001), hal. 13.
7 M. Ridwan Lubis, Merawat Kerukunan Pengalaman di Indonesia (Jakarta: Kompas
Gramedia, 2018), hal. 33.
8 M. Ridwan Lubis, Merawat Kerukunan Pengalaman di Indonesia, hal. 34.
17
Toleransi menurut para ahli, yaitu:
1. Menurut Ensiklopedi American
Encyclopedia Americana adalah salah satu ensiklopedia umum terbesar dalam
bahasa Inggris. Setelah Grolier diakuisisi oleh Scholastic Corporation pada tahun
2000, ensiklopedia ini diterbitkan oleh Scholastic. Ensiklopedia ini memiliki lebih
dari 45.000 artikel. Sebagian besar artikel panjangnya lebih dari 500 kata, dan banyak
di antaranya cukup panjang (artikel mengenai "Amerika Serikat" panjangnya lebih
dari 300.000 kata). Salah satu ciri khas ensiklopedia ini adalah artikel-artikel tentang
sejarah dan geografi Amerika dan Kanada. Ditulis oleh 6.500 kontributor,
Encyclopedia Americana berisi lebih dari 9.000 bibliografi, 150.000 rujukan silang,
1,000+ tabel, 1.200 peta, dan hampir 4.500 gambar berwarna dan hitam putih.
Ensiklopedia ini juga dilengkapi dengan 680 kotak fakta. Sebagian besar artikel
ditandatangani oleh kontributornya.9
Dikutip dari Zona Refrensi Toleransi memiliki makna sangat terbatas. Ia
berkonotasi menahan diri dari pelanggaran dan penganiayaan, meskipun demikian, ia
memperlihatkan sikap tidak setuju yang tersembunyi dan biasanya merujuk kepada
sebuah kondisi dimana kebebasan yang di perbolehkannya bersifat terbatas dan
bersyarat.10
2. Micheal Wazler
Michael Walzer dilahirkan pada 1935 di sebuah kota kecil yang
memproduksi baja, Johnstown, Pennsylvania. Pada usia duabelas tahun
9 Wikipedia, diubah pada 19 Februari 2021, “Ensiklopedia Amerika”, dikutip Dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Encyclopedia_Americana, pada tanggal 14 November 2021..
10 Zakky, tahun terbit 12 April 2020, “Pengertian Toleransi , Definisi, Manfaat, Macam-
Macam, dan Contohnya” Dikutip Dari https://www.zonareferensi.com/pengertian-toleransi/. pada
tanggal 14 November 2021.
18
ia sudah membuat sendiri pamflet mengenai pemogokan buruh dan kam-
panye politik. Sejak 1976 ia menjadi co-editor majalah kaum kiri Amerika
Serikat yang terkemuka, Dissent, dan menjadi editor penyumbang The New
Republic sejak 1977. Walzer mengawali studinya di Universitas Brandeis
dan memperoleh gelar B.A. pada 1956. Ia melanjutkan studinya di Univer-
sitas Cambridge, Inggris, pada 1956-1957 dengan men-dapatkan beasiswa
dari “Fulbright Fellowship.” Ia memperoleh gelar Ph.D. dari Universitas
Harvard pada 1961. Walzer adalah Professor of Government di Universitas
Harvard pada 1966-1980 dan sebelumnya ia menjadi asisten profesor di
Fakultas Politik di Universitas Princeton pada 1962-1966. Ia juga menjadi eorang
anggota Yayasan Universitas Hebrew di Yerusalem sejak 1974 dan
anggota Yayasan Universitas Brandeis pada 1983-1988. Sejak 1980 ia men-
jadi Profesor di “School of Social Sciences” pada “Institute for Advanced
Study,” Princeton, New Jersey, dan sampai saat ini masih aktif memberi
kuliah. Walzer adalah seorang ahli teori politik Amerika Serikat yang ter-
kemuka. Ia telah menulis banyak topik yang luas dalam teori politik dan
filsafat moral, antara lain mengenai kewajiban politis, perang yang adil dan
tidak adil, nasionalisme dan etnisitas, keadilan ekonomi, dan negara kese-
jahteraan. Ia dianggap memainkan peranan penting dalam menghidupkan
kembali etika praktis yang bepusat pada masalah-masalah konkret dan
mengembangkan suatu pendekatan pluralistik dalam kehidupan moral
dan politis. Nama Walzer menjadi terkenal ketika ia menulis bukunya,
Just and Unjust War, pada 1977 yang merupakan proyek untuk mencari
jalan tengah antara realisme dan pasivisme dalam menilai tingkah laku
pihak-pihak yang berperang dalam era modern.11
Menurut artikel dari Tokoh.id mengatakan bahwa Michael Walzer (1997)
memandang toleransi sebagai keniscayaan dalam ruang individu dan ruang publik
11 A. Widyarsono, “Michael Walzer dan Kesetaraan Yang Kompleks”. Dikutip dari Jurnal
Filsafat dan Teologi, Volume 10, Nomor 1, April 2011, pada tanggal 14 November 2021.
19
karena salah satu tujuan toleransi adalah membangun hidup damai (peaceful
coexsistance) di antara pelbagai kelompok masyarakat dari pelbagai perbedaan latar
belakang sejarah, kebudayaan, dan identitas. Toleransi, menurut Walzer, harus
mampu membentuk kemungkinan-kemungkinan sikap, antara lain sikap untuk
menerima perbedaan, mengubah penyeragaman menjadi keragaman, mengakui hak
orang lain, menghargai eksistensi orang lain, dan mendukung secara antusias
terhadap perbedaan budaya dan keragaman ciptaan Tuhan. Yang terakhir kemudian
populer dengan istilah multikulturalisme.12
3. Djohan Effendi
Djohan Effendi lahir 1 Oktober 1939 di di Kandangan, sebuah kecamatan
sekaligus ibukota kabupaten Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan dan
wafat 17 November 2017 pada usia 78 tahun di RS Geelong, Australia. Ia adalah
menteri sekretariat negara Kabinet Persatuan Nasional era presiden Abdurrahman
Wahid. Sebelumnya ia merupakan Staf Khusus Sekretaris Negara/Penulis Pidato
Presiden Soeharto (1978-1995) dan ia telah menulis ratusan pidato untuk Presiden
Soeharto. Ia dikenal sebagai pembela kelompok Ahmadiyah dan senior di kalangan
aktivis liberal. Namanya masuk dalam buku “50 Tokoh Liberal di Indonesia” untuk
kategori pionir atau pelopor gerakan liberal bersama dengan Nurcholis Madjid dan
Abdurrahman Wahid. Ia dikenal sebagai sebagai pemikir Islam inklusif yang sangat
liberal. Dalam memahami agama, Djohan sampai pada kesimpulan: "pada setiap
agama terdapat kebenaran yang bisa diambil." Karena itu, ia sangat prihatin pada
segala bentuk pertetangan yang mengatasnamakan agama. Karier Djohan sebagai
12 Zuhairi Misrawi, (8 November 2011), “Toleransi Versus Intoleransi”. Dikutip Dari
https://tokoh.id/publikasi/opini/toleransi-versus-intoleransi/. pada tanggal 14 November 2021.
20
penulis pidato Presiden tamat ketika ia "nekat" mendampingi K.H.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) berkunjung ke Israel, 1994. 13
Djohan Effendi dalam artikel opini Kompasiana mengatakan toleransi adalah
sikap menghargai gaya hidup orang lain yang berbeda dari gaya hidup kita. Dengan
kata lain, sikap ini memahami adanya suatu kemajemukan. Maksudnya yaitu,
perbedaan tiap antar individu, baik berupa agama, ras, maupun perbedaan lainnya.14
2. Macam-macam Toleransi
a. Toleransi Terhadap Sesama Agama
Menurut Musthofa dalam jurnalnya mengatakan Toleransi internal umat
beragama, yaitu sikap saling menghormati terhadap kelompok-kelompok dalam suatu
agama. Di dalam suatu agama terdapat kelompok-kelompok umum, faham dan
tatacara pengamalan agama yang berbeda. Misalnya, di dalam ajaran Islam terdapat
kelompok Nahdlatul Ulama, Muham-madiyah, LDII, HTI, Salafi dan lain-
lain.Masing-masing aliran mempunyai ajaran yang dipercayai kebenarannya. Di
samping itu, juga mendambakan kepada tokoh atau pimpinan aliran yang dinilai
sebagai tokoh rujukan yang dapat memberikan pencerahan dan tempat pengaduan
permasalahan dalam kehidupannya. Toleransi umat dalam satu agama, ini dapat
13 Wikipedia, Djohan Effendi. Dikutip Dari https://id.wikipedia.org/wiki/Djohan_Effendi.
pada tanggal 14 November 2021.
14 Heri Purnomo, (25 November 2020), “Toleransi Umat Beragama Dalam Perspekif
Pancasila”. Dikutip Dari
https://www.kompasiana.com/heri07040/5fbe4f958ede4834b30b4032/toleransi-umat-beragama-
dalam-perspektif-pancasila?page=4&page_images=1 , pada tanggal 14 November 2021.
21
dilakukan dengan cara saling menghargai dan menghormati pengamalan pengamalan
yang didasari atas kebenaran pemahamannya.15
Perbedaan merupakan sebuah keniscayaan dalam kehidupan manusia, mulai
dari jenisnya ada laki-laki dan ada perempuan, suku, bangsa, bahasa dan budaya yang
berbeda, hingga pada perbedaan karakter, pemikiran, pengetahuan, dan ideologi
keagamaan. Perbedaan pendapat bersifat alamiah dan ilmiah. Perbedaan merupakan
interaksi yang tidak dapat dielakkan dalam roda kehidupan umat manusia, dan dinilai
suatu hal yang negatif. Perbedaan yang disikapi secara emosional dan
memperlihatkan sikap kebencian terhadap perbedaan itu, maka hasilnya akan terus
menjadi negatif dan akan menghasilkan sikap intoleran yang akibatnya terjadi sebuah
konflik. Sehingga dengan demikian, untuk menumbuhkan karakter bertoleran dalam
menyikapi perbedaan maka akan dibutuhkan empat olah, yaitu: olah hati (spiritual
and emotional development), olah pikir (intellectual develompmet), olah raga
(physical and kinesthetic development) serta olah rasa dan karsa (affective and
creativity development).16
b. Toleransi Antar Umat Beragama
Keragaman agama pasti mengandung perbedaan, tetapi juga memungkinkan
adanya persamaan. Fakta adanya perbedaan hendaknya tidak ditonjolkan. Sebaliknya,
jika antar umat beragama mampu melihat kesamaan, maka harapan terwujudnya
kerukunan antar umat beragama akan terjadi.17
15 Musthofa, “Toleransi Umat Beragama (antar Pemeluk Seagama) Dalam Tinjauan Tafsir
Izwaji” . Dikutip dari Jurnal Kajian Islam, Pendidikan, Budaya Dan Sosial, Vol. 6, No. 2, Desember
2019, pada tanggal 14 November 2021.
16 Muammar Bakry, “Pengembangan Karakter Toleran Dalam Problematika Ikhtilaf Mazhab
Fikih”. Dikutip dari Jurnal Studi Islam, Volume 14, Nomor 1, Juni 2014, pada tanggal 15 November
2021.
17 Idrus, “Membumikan Fiqh Toleransi Dalam Arus Pluralitas Agama”. Dikutip dari Jurnal
Kajian Hukum Islam dan Hukum Ekonomi Islam, Volume 02 Nomor 01, Januari-Juni 2018, pada
tanggal 6 Juli 2021.
22
Menurut jurnal Achmad Nur Salim Toleransi beragama adalah toleransi yang
mencakup masalah-masalah keyakinan pada diri manusia yang berhubungan dengan
akidah atau yang berhubungan dengan ke-Tuhanan yang diyakininya. Seseorang
harus diberikan kebebasan untuk menyakini dan memeluk agama (mempunyai
akidah) masing-masing yang dipilih serta memberikan penghormatan atas
pelaksanaan ajaran-ajaran yang dianut atau yang diyakininya.Toleransi dalam
pergaulan antar umat beragama berpangkal dari penghayatan ajaran agama masing-
masing. Dalam jurnal Achmad Nur Salim juga terdapat pendapat Zuhairi Misrawi
dalam bukunya al-Qur’an Kitab Toleransi dengan mengatakan bahwa toleransi harus
menjadi bagian terpenting dalam lingkup intra agama dan antar agama. Lebih lanjut,
ia berasumsi bahwa toleransi adalah upaya dalam memahami agama-agama lain
karena tidak bisadipungkiri bahwa agama-agama tersebut juga mempunyai ajaran
yang sama tentang toleransi, cinta kasih dan kedamaian. Selain itu, Zuhairi memiliki
kesimpulan bahwa toleransi adalah mutlak dilakukan oleh siapa saja yang mengaku
beriman, berakal danmempunyai hati nurani. Selanjutnya, paradigma toleransi harus
dibumikan dengan melibatkan kalangan agamawan, terutama dalam membangun
toleransi antar agama.18
3. Prinsip-prinsip Toleransi Beragama
a. kebebasan Beragama
Sejak dunia mengenal dan dihadapkan pada berbagai komunitas kultural, yang
masing-masing memiliki watak berbeda, maka akan djumpai standar sosial dan
kultural yang berbeda. Selain standar sosial dan kultural, juga faktor sejarah sangat
mempengaruhi perbedaan antara suatu negara dengan negara lain. Dalam
hubungannya dengan hak atas kebebasan beragama dan beribadah, sejarah hubungan
18 Achmad Nur Salim, “Penanaman Nilai Toleransi Antar Umat Beragama Di Kalangan
Masyarakat Kecamatan Mlati Kabupaten Sleman”. Dikutip dari artikel pendidikan Pancasila dan
kewarganegaraan, terbit tanggal 14 Maret 2018, pada tanggal 21 Juli 2021.
23
antara negara dan agama sangat berpengaruh terhadap konsep hak atas kebebasan
beragama dan beribadah pada sebuah negara.19
Menurut jurnal Siti Musdah Mulia, Hak kebebasan beragama digolongkan
dalam kategori hak asasi dasar manusia, bersifat mutlak dan berada di dalam forum
internum yang merupakan wujud dari inner freedom (freedom to be). Hak ini
tergolong sebagai hak yang non-derogable. Artinya, hak yang secara spesifik
dinyatakan di dalam perjanjian hak asasi manusia sebagai hak yang tidak bisa
ditangguhkan pemenuhannya oleh negara dalam situasi dan kondisi apa pun,
termasuk selama dalam keadaan bahaya, seperti perang sipil atau invasi militer. Hak
yang non-derogable ini dipandang sebagai hak paling utama dari hak asasi manusia.
Hak-hak non derogable ini harus dilaksanakan dan harus dihormati oleh negara pihak
dalam keadaan apapun dan dalam situasi yang bagaimanapun. Akan tetapi, kebebasan
beragama dalam bentuk kebebasan untuk mewujudkan, mengimplementasikan, atau
memanifestasikan agama atau keyakinan seseorang, seperti tindakan berdakwah atau
menyebarkan agama atau keyakinan dan mendirikan tempat ibadah digolongkan
dalam kebebasan bertindak (freedom to act). Kebebasan beragama dalam bentuk ini
diperbolehkan untuk dibatasi dan bersifat bisa diatur atau ditangguhkan
pelaksanaannya. Namun, perlu dicatat, bahwa penundaan pelaksanaan, pembatasan
atau pengaturan itu hanya boleh dilakukan berdasarkan undang-undang. Adapun
alasan yang dibenarkan untuk melakukan penundaan pelaksanaan, pembatasan, atau
pengaturan itu adalah semata-mata perlindungan atas lima hal, yaitu: public safet;
public order; public helth; public morals; dan protection of rights and freedom of
others. Dengan demikian tujuan utama tindakan penundaan pelaksanaan, pengaturan
19 Fatmawati, “Perlindungan Hak Atas Kebebsan Beragama dan Beribadah Dalam Negara
Hukum Indonesia”. Dikutip dari Jurnal Konstitusi, Vol 8, No 4, Agustus 2011, pada tanggal 7 Juli
2021.
24
atau pembatasan itu adalah untuk menangkal ancaman terhadap keselamatan manusia
atau hak milik mereka.20
Kebebasan beragama dalam negara Indonesia telah diperjelas dalam beberapa
pasal-pasal dalam UUD 1945, yaitu pasal 28E yang menyatakan “setiap orang bebas
memeluk agama dan beibadat menurut agamanya...” serta pasal 29 ayat (1) UUD
bahwa “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” dan pasal 29 ayat (2) UUD
bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu 21
Jika dikaitkan dengan isu kebebasan beragama di Indonesia dewasa
masalahnya dapat dibagi menjadi sekurang-kurangnya 4 masalah: 1) Hubungan
kebebasan beragama dengan agama lain. Ini menjadi masalah karena adanya
pluralitas agama yang mengakibatkan adanya benturan program antara satu agama
dengan agama lain. 2) Hubungan kebebasan beragama pada pemeluk agama masing-
masing. Ini menyangkut masalah-masalah pemikiran dan pengamalan ajaran agama
yang oleh umat penganut agama tersebut dianggap menyimpang. 3) Hubungan
kebebasan beragama dan pemerintah. Khusus ketika terjadi konflik peran pemerintah
mutlak diperlukan sebagai penengah dan fasilitator antar agama atau antar pemeluk
agama. 4) Hubungan kebebasan beragama dengan Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia (DUHAM). Ini bermasalah ketika HAM yang dianggap universal itu
ternyata secara konseptual dan praktis berbenturan dengan prinsip-prinsip dalam
agama.22
20 Siti Musdah Mulia, “Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Beragama”. Dikutip dari artikel
Diskusi Panel: Perkembangan Konsep Tindak Pidana Terkait Dengan Agama Dalam Pembaharuan
KUHP. Aliansi RKUHP, 2007. Pada tanggal 7 Juli 2021.
21 Budiyono, Pengaturan Kebebesan Beragama dan Kepercayaan (Lampung: Justice
Publisher, 2014 ), hal. 37
22 Febri Handayani, “Konsep Kebebsan Beragama Menurut UUD Tahun 1945 Serta
Kaitannya Dengan HAM”. Dikutip dari jurnal Syariah dan Hukum, volume 2, nomor 1, Januari - Juli
2010 pada tanggal 7 Juli 2021.
25
b. Penghormatan dan Eksistensi Agama lain
Penghormatan terhadap agama lain yang dimaksud adalah pertama,
menghormati praktek dan simbol-simbol agama lain sebagai langkah untuk mencari
kemaslahatan agama dalam kehidupan ber-masyarakat, tetapi tidak dengan tujuan
untuk menyamakan atau mengakui kebenaran semua agama. Kedua, bentuk
penghormatan tersebut harus diimplementasikan dalam kerjasama dalam kehidupan
bermasyarakat dengan tidak mencampuradukan akidah masing-masing. 23
Etika yang harus dilaksanakan dari sikap toleransi setelah memberikan
kebebasan beragama adalah menghormati eksistensi agama lain dengan pengertian
menghormati keragaman dan perbedaan ajaran-ajaran yang terdapat pada setiap
agama dan kepercayaan yang ada baik yang diakui Negara maupun belum diakui oleh
negara. Menghadapi realitas ini setiap pemeluk agama dituntut agar senantiasa
mampu menghayati sekaligus memposisikan diri dalam konteks pluralitas dengan
didasari semangat saling menghormati dan menghargai eksistensi agama lain. Dalam
bentuk tidak mencela atau memaksakan maupun bertindak sewenang-wenangnya
dengan pemeluk agama lain.24
c. Agree in Disagreement
Agree in Disagreement (setuju di dalam perbedaan) adalah prinsip yang selalu
didengungkan oleh Mukti Ali. Perbedaan tidak harus ada permusuhan, karena
perbedaan selalu ada di dunia ini, dan perbedaan tidak harus menimbulkan
pertentangan.Sekian banyak pedoman atau prinsip yang telah disepakati bersama,
23 Muhamad Ridho Dinata, “Konsep Toleransi Bragama Dalam Tafsir Al-qur’an Tematik
Karya Tim Departemen Agama Republik Indonesia”. Dikutip dari Jurnal Ushuluddin, Vol. XIII No. 1
Januari 2012, pada tanggal 8 Juli 2021.
24 Idi Warsah, “Pendidikan Keluarga Muslim Di Tengah Masyarakat Multi-Agama: Antara
Sikap Keagamaan dan Toleransi”. Dikutip dari Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, Vol. 13, No. 1,
Februari 2018 pada tanggal 8 Juli 2021.
26
Agil Munawar mengemukakan beberapa pedoman atau prinsip, yang perlu
diperhatikan secara khusus dan perlu disebarluaskan seperti tersebut di bawah ini:25
1. (frank witness and mutual respect). Semua pihak dianjurkan membawa
kesaksian yang terus terangtentang kepercayaanya di hadapan Tuhan dan
sesamanya, agar keyakinannya masing-masing tidak ditekan ataupun dihapus
oleh pihak lain. Dengan demikian rasa curiga dan takut dapat dihindarkan
serta semua pihak dapat menjauhkan perbandingan kekuatan tradisi masing-
masing yang dapat menimbulkan sakit hati dengan mencari kelemahan pada
tradisi keagamaan lain. Prinsip kebebasan beragama
2. (religius freedom). Meliputi prinsip kebebasan perorangan dan kebebasan
sosial (individual freedom and social freedom) Kebebasan individual sudah
cukup jelas setiap orang mempunyai kebebasan untuk menganut agama yang
disukainya, bahkan kebebasan untuk pindah agama. Tetapi kebebasan
individual tanpa adanya kebebasan sosial tidak ada artinya sama sekali. Jika
seseorang benar-benar mendapatkebebasan agama, ia harus dapat mengartikan
itu sebagai kebebasan sosial, tegasnya supaya agama dapat hidup tanpa
tekanan sosial. Bebas dari tekanan sosial berarti bahwa situasi dan kondisi
sosial memberikan kemungkinan yang sama kepada semua agama untuk
hidup dan berkembang tanpa tekanan.
3. (Acceptance). Yaitu mau menerima orang lain seperti adanya. Dengan kata
lain, tidak menurut proyeksi yang dibuat sendiri. Jika kita memproyeksikan
penganut agama lain menurut kemauan kita, maka pergaulan antar golongan
agama tidak akan dimungkinkan. Jadi misalnya seorang Kristen harus rela
menerima seorang penganut agama Islam menurut apa adanya, menerima
Hindu seperti apa adanya. Berfikir positif dan percaya.
4. (positive thinking and trustworthy). Orang berpikir secara “positif “dalam
perjumpaan dan pergaulan dengan penganut agama lain, jika dia sanggup
25Idi Warsah, “Pendidikan Keluarga Muslim Di Tengah Masyarakat”. Dikutip dari Jurnal
Penelitian Pendidikan Islam, Vol. 13, No. 1, Februari 2018, pada tanggal 8 juli 2021, hal. 14
27
melihat pertama yang positif, dan yang bukan negatif. Orang yang berpikir
negatif akan kesulitan dalam bergaul dengan orang lain. Dan prinsip
“percaya” menjadi dasar pergaulan antar umat beragama. Selama agama
masih menaruh prasangka terhadap agama lain, usaha-usaha ke arah
pergaulan yang bermakna belum mungkin. Sebab kode etik pergaulan adalah
bahwa agama yang satu percaya kepada agama yang lain, dengan begitu
dialog antar agama antar terwujud.
B. Ritual atau Upacara
1. Arti Kata Ritual atau Upacara
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) upacara adalah: (1) tanda-
tanda kebesaran (seperti payung kerajaan), (2) peralatan (menurut adat istiadat);
rangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan tertentu menurut adat atau
agama, (3) perbuatan atau perayaan yang dilakukan atau diadakan sehubungan
dengan peristiwa penting (seperti pelantikan pejabat, pembukaan gedung baru).26
Sedangkan untuk ritual dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
berkenaan dengan hal ihwal tatacara dalam upacara keagamaan.27
Menurut artikel dari kabupaten Buleleng mengatakan Upacara berasal dari
kata sansekerta, Upa dan Cara, Upa berarti Sekeliling atau menunjuk segala dan Cara
berarti Gerak atau Aktifitas. Sehingga Upacara dapat diartikan dan dimaknai Gerakan
Sekeliling Kehidupan Manusia dalam upaya menghubungkan diri dengan Hyang
Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa. 28
26 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/upacara. diakses pada tanggal 15 November 2021.
27 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/ritual. diakses pada tanggal 15 November 2021.
28 Kabupaten Buleleng, “Memahami Makna Pentingnya Sarana Upacara Agama Hindu (
Banten )”. Diakses dari https://buleleng.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/memahami-makna-
pentingnya-sarana-upacara-agama-hindu-banten-83, pada tanggal 15 November 2021.
28
Menurut Wikipedia Upacara adalah rangkaian tindakan yang direncanakan
dengan tatanan, aturan, tanda, atau simbol kebesaran tertentu. Pelaksanaan upacara
menggunakan cara-cara yang ekspresif dari hubungan sosial terkait dengan suatu
tujuan atau peristiwa yang penting. Upacara umumnya dibedakan menjadi upacara
kenegaraan, upacara adat dan upacara keagamaan.29
Upacara (ritual;ceremony) Sistem aktifitas atau rangkaian tindakan yang
ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan
dengan berbagai macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi dalam masyarakat yang
bersangkutan.30
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ritual adalah berkenaan dengan
ritus; hal ihwal ritus dan tindakan seremonial.31 Menurut jurnal Ayatullah Humaeni
ritual adalah seperangkat tindakan yang selalu melibatkan agama atau magis, yang
dimantapkan melalui tradisi. “a set or seriesof acts, usually involving religion or
magic,with the sequence establish by tradition”. Maka ritual secara simbolik
menggambarkanupaya manusia menjalin komunikasi dengan kekuatan transenden,
apakah itu bersifat roh nenek-moyang, makhluk halus, dewa-dewa, Tuhan ataupun
daya magis lainnya.Sedangkan tujuan manusia mempraktekkan ritus untuk mencari
jalan keselamatan secara spiritual (salvation), dengan harapan jiwanya selamat dan
memasuki alam transenden sesuai dengan yang dikonsepsikan ajaran agama masing-
masing, apakah itu surga, moksa, nirwana, atau di Pulau Tuma pada orang
Trobriand.32
29 Wikipedia, “Upacara”. Diakses Dari https://id.wikipedia.org/wiki/Upacara.pada tanggal 15
November 2021.
30 Koentjaraningrat. Kamus Istilah Antropologi (Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, 1984), hal. 189.
31 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/ritual. diakses pada tanggal 16 November 2021.
32 Ayatullah Humaeni, “Ritual, Kepercayaan Lokal dan Identitas Budaya Masyarakat Ciomas
Banten”. Dikutip dari Jurnal Budaya Islam, Vol. 17 No. 2 Tahun 2015, pada tanggal 16 November
2021.
29
Sedangkan menurut artikel wikipedia ritual adalah sebuah budaya dari
sekelompok masyarakat, yang merupakan sebentuk rangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh manusia untuk tujuan dan maksud tertentu. Biasanya, ritual sendiri
terangkai dalam berbagai bentuk simbolis di dalam pelaksanaannya dan juga
memiliki stratifikasi sifat kesakralan/keseriusan dalam pengertian di dalam kelompok
tertentu. Dalam hal ini karena ritual sendiri seringkali dilakukan secara repetitive
maupun sesekali saja pada perayaan di kelompok tertentu. Maka ritual dapat
dikatakan sebagai sebuah kegiatan yang hanya dapat dimaknai secara serius ataupun
biasa saja. Secara pelaksanaannya semua dilakukan berdasarkan rules tertentu, pada
pengertian tradisional dapat dikatakan mempunyai nilai dan sifat yang merujuk pada
bentuk yang sakral dan kaku, biasanya di dalam masyarakat atau kelompok
tradisional memiliki ciri relasi vertikal dan ilahiah. Namun dalam pengertian modern
ritual dapat berupa sebuah kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan orientasi
horizontal tertentu, tanpa harus terhubung dengan relasi vertikal ke-ilahiah-an itu.33
2. Jenis- Jenis Ritual atau Upacara
a. Upacara Adat
Upacara adat (customary ritual) adalahUpacara-upacara yang berhubungan
dengan adat suatu masyarakat.34 Menurut Skripsi Sri Hardina Secara etimologi
upacara adat terdiri dari dua kata, yaitu upacara dan adat. Menjelaskan adat (custom)
adalah wujud gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai, norma-norma hukum
serta aturan-aturan yang sama dengan yanga lainnya berkaitan menjadi satu sistem
yaitu sistem budaya. Upacara adat adalah upacara-upacara yang berhubungan dengan
adat suatu masyarakat. Dalam kebudayaannya sebagai wujud idil kebudayaan dapat
dibagi lebih khusus dalam empat yakni tingkat budaya, tingkat norma-norma, tingkat
hukum dan aturan-aturan khusus. Adat merupakan kebiasaan yang bersifat magis
religius dari kehidupan suatu penduduk asli yang meliputi kebudayaan, norma dan
33 Wikipedia, “Ritual”. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Ritual, pada tanggal 16
November 2021.
34 Koentjaraningrat. Kamus Istilah Antropologi (Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, 1984), hal. 190
30
aturan-aturan yang saling berkaitan dan kemudian menjadi suatu sistem atau
pengaturan tradisional. Upacara adat adalah suatu upacara yang dilakukan secara
turun temurun yang berlaku di suatu daerah. Dengan demikian, setiap daera memiliki
upacara adat sendiri-sendiri, seperti upacara perkawinan, upacara labuhan.35
Menurut artikel Rimba Kita Koentjaraningrat berpendapat tentang beberapa
unsur dalam prosesi pelaksanaan upacara adat diantaranya adalah:36
1. Tempat berlangsungnya upacara
Tempat yang digunakan untuk melaksanakan suatu upacara biasanya adalah tempat
keramat taua bersifat sakral, tidak setiap orang dapat mengunjungi tempat itu. Tempat
tersebut hanya digunakan oleh orang-orang yang berkepentingan saja, dalam hal ini
adalah orang yang terlibat dalam pelaksanaan upacara seperti pemimpin upacara.
2. Waktu pelaksanaan upacara
Waktu pelaksanaan upacara adalah saat-saat tertentu yang dirasa tepat untuk
melangsungkan upacara. Dalam upacara yang rutin dilakukan seiap tahun biasanya
ada patokan dari waktu pelaksanaan upacara yang sebelumnya.
3. Benda-benda serta peralatan Upacara
Benda-benda atau alat dalam pelaksanaan upacara adalah sesuatu yang harus ada
seperti sesaji yang berfungsi sebagai alat dalam pelaksanaan upacara adat.
35 Sri Hardina, Skripsi berjudul : “Makna Simbolik Upacara Adat Karya (Pingitan) Pada
Masyarakat Suku Siompu Di Desa Nggulanggula Kecamatan Siompu Kabupaten Buton Selatan”
(Makassar: Universitas Muhamadiyah Makassar, tahun 2018). Dikutip pada tanggal 16 November
2021, hal. 22.
36 Rimba Kita, “Upacara Adat di 34 Provinsi di Indonesia – Pengertian, Unsur, Tujuan &
Contoh.” Diakses dari dari https://rimbakita.com/upacara-adat/, pada tanggal 16 November 2021.
31
4. Orang-orang yang terlibat dalam upacara
Orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan upacara adalah orang yang bertindak
sebagai pemimpin jalannya upacara dan beberapa orang yang paham dalam ritual
upacara adat.
Fungsi upacara adat pada masyarakat yaitu: fungsi spiritual, sosial dan fungsi
pengembangan pariwisata. Berfungsi spiritual, karena dalam pelaksanaan upacara
tradisional selalu berhubungan dengan pemujaan manusia untuk mohon keselamatan
pada leluhur, rch halus atau Tuhannya. Dengan kata lain upacara tradisional berfungsi
spiritual karena dapat membangkitkan emosi keagamaan, menimbulkan rasa aman,
tenang, tentram dan selamat. Berfungsi sosial, apakah upacara tradisional tersebut
bisa dipakai sebagai sarana kontrol sosial (pengendalian sosial), kontrol sosial,
interaksi, integrasi dan komunikasi antar warga masyarakatnya. Seperti kita ketahui
bahwa dalam sesaji terdapat berbagai simbol yang memuat pesan dan kesan atau
nilai-nilai, sehingga baik untuk pedoman perilaku warga masyarakatnya. Dalam
upacara tersebut juga terdapat kenduri, tirakatan dan rewangan (gotong-royong) yang
bisa mewujudkan kebersamaan, kontak sosial, interaksi dan komunikasi antar warga
masyarakat.37
Adapun fungsi upacara tradisional bagi pengembangan pariwisata, akan
dilihat pada upacara garebeg Maulud. Seperti diketahui bahwa dewasa ini banyak
upacara tradisional yang pada kegiatan keagamaan dan bermakna religius namun saat
ini telah menjadi suguhan wisata. Pada bab ini akan diuraikan secara kritis dan
analistis bagaimana peranan upacara garebeg tersebut dalam kegiatan pariwisata, apa
dan bagaimana bentuk modifikasinya dan bagaimana dengan unsur-unsur sakralnya.38
37 Ani Rostiyati, dkk. Fungsi Upacara Tradisional Bagi Masyrakat Pendukungnya Masa
Kini, (Jogjakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dii'ektorat Jenderal Kebudayaan Proyek
Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya, 1995), hal. 4.
38 Ani Rostiyati, dkk. Fungsi Upacara Tradisional Bagi Masyrakat Pendukungnya Masa
Kini, hal. 5.
32
Contoh-contoh Upacara adat yang ada di Indonesia:39
1. Peusijuk di Aceh
Aceh memiliki upacara adat yang dikenal dengan nama Peusijuk. Upacara adat ini
biasa dilakukan oleh masyarakat sebagai ucapan syukur kepada tuhan dalam acara
pernikahan, rumah baru, naik haji, hingga kelahiran.
2. Ngaben di Bali
Upacara adat Bali yang paling dikenal adalah Ngaben. Prosesi Ngaben merupakan
upacara terkait kematian dengan membakar jenazah dan menghanyutkan abu ke laut
atau sungai.
3. Kasada di Jawa Timur
Upacara adat Jawa Timur adalah Kasada. Tradisi ini dimiliki oleh suku Tengger yang
memeluk agama Hindu untuk meminta pengampunan dari Brahma atau Dewa
Pencipta. Dalam upacara adat ini, suku Tengger biasa akan melempar beberapa
sesajen ke kawah Gunung Bromo, misalnya sayuran, buah-buahan, hasil ternak,
hingga uang.
4. Mekikuwa di Sulawesi Utara
Ucap syukur juga biasa dilakukan di Manado, Sulawesi Utara dengan nama
Mekikuwa. Para peserta upacara adat ini mengungkapkan rasa syukur atas
pemeliharaan sepanjang tahun kepada tuhan. Selain itu, mereka juga memohon agar
tuhan memberikan jalan dan berkat kepada tahun yang baru.
39 Puti Yasmin, “7 Upacara Adat di Indonesia dan Tujuannya yang Wajib Diketahui”.Diakses
dari https://travel.detik.com/travel-news/d-4929176/7-upacara-adat-di-indonesia-dan-tujuannya-yang-
wajib-diketahui, pada tanggal 16 Juli 2021.
33
5. Dahau di Kalimantan Timur
Upacara Dahau di Kalimantan Timur dilakukan untuk memberikan nama kepada
anak yang masih keturunan bangsawan. Ada banyak ritual yang dilakukan dalam
upacara adat ini hingga berlangsung hingga satu bulan lamanya.
6. Ngebabali di Lampung
Ketika membuka lahan baru untuk berladang, masyarakat Lampung biasanya
menggelar upacara adat Ngebabali. Upacara adat ini juga dilakukan ketika seseorang
akan membuka rumah baru.
7. Pesta Bakar Batu di Papua
Upacara adat terakhir adalah Pesta Bakar Batu. Upacara adat ini merupakan
ungkapan syukur sekaligus untuk bersilaturahmi. Prosesi upacara adat ini dilakukan
dengan membakar babi dan makan bersama-sama.
b. Upacara Keagamaan
upacara keagamaan (religious ritual) Upacara yang bersifat keramat,
berhubungan dengan peristiwa dalam rangka suatu sistem religi yang bersumber pada
ajaran-ajaran dalam sistem keyakinan yang ada dalam religi itu.40
Menurut jurnal Agus Riyadi upacara keagamaan merupakan sarana komunikasi
yang memuat pesan-pesan agama. Seperti yang dijelaskan oleh Suparlan bahwa
pesan dalam upacara itu sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh upacara
tersebut dan sesuai pula dengan keinginan yang ada pada warga masyarakat yang
bersangkutan.41
40 Koentjaraningrat. Kamus Istilah Antropologi (Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, 1984), hal. 190.
41 Agus Riyadi. “Tradisi Keagamaan dan Proses Sosial pada Kaum Muslim Pedesaan”.
Dikutip dari Jurnal Internasional, Volume 20, Number 2 (2018), pada tanggal 16 Juli 2021.
34
Dalam skripsi Ria Ristiana Upacara keagamaan merupakan bentuk refleksi dari
budaya agama, dimana upacara keagamaan ini berfungsi sebagai sarana untuk
mempertahankan atau memperkuat emosi keagamaan dan keyakinan atau
kepercayaannya terhadap sesuatu yang ghaib.42
Contoh upacara keagamaan sebagai berikut:43
1. Islam
a.)Hari Raya Idul Fitri.
b) Hari Raya Idul Adha.
c) tahun baru Hijriyah.
d) Isra' Mi'raj.
2. Protestan
a) Hari Natal.
b) Hari Jumat Agung.
c) Hari Paskah.
d) Kenaikan Isa Almasih.
3) Katholik
a) Hari Natal.
b) Hari Jumat Agung.
c) Hari Paskah/
d) Kenaikan Isa Almasih.
4) Hindu
a) Hari Nyepi.
b) Hari Saraswati.
c) Hari Pagerwesi.
42 Ria Ristiana. Skripsi dengan judul: Kearifan Lokal Dalam Upacara Keagamaan Pada
Masyarakat Desa Jogoyasan, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang Tahun 2013, (Salatiga:
STAIN, 2014) Dikutip pada tanggal 16 Juli 2021.
43 https://brainly.co.id/tugas/9371605. diakses pada tanggal 16 Juli 2021.
35
5) Buddha
a) Hari Waisak.
b) Hari Asadha.
c) Hari Kathina.
6) Konghucu
a) Tahun Baru Imlek.
b) Cap Go Meh.
3. Fungsi Ritual atau Upacara
Menurut jurnal Feryani Umi Rosidah Pandangan Durkheim mengenai makna
dan fungsi ritual dalam masyarakat sebagai suatu aktivitas untuk mengembalikan
kesatuan masyarakat mengilhami para antropolog untuk menerapkan pandangan
ritual sebagai simbol. Salah satunya adalah Victor Turner, ketika ia melakukan kajian
ritual (upacara keagamaan) di masyarakat Ndembu di Afrika. Ia melihat bahwa ritual
adalah simbol yang dipakai oleh masyarakat untuk menyampaikan kebersamaannya.
Ritual bagi masyarakat Ndembu adalah tempat menransendenkan konflik keseharian
kepada nilai-nilai spiritual agama. Oleh karenanya, ia menginterpretasikan fungsi
ritual menjadi empat fungsi sosial yang penting. Pertama, ritual sebagai media untuk
mengurangi permusuhan (reduce hostility) di antara warga masyarakat. Kedua, ritual
digunakan untuk menutup jurang perbedaan yang disebabkan friksi di dalam
masyarakat. Ketiga, ritual sebagai sarana untuk memantapkan kembali hubungan
yang akrab. Keempat, ritual sebagai medium untuk menegaskan kembali nilai-nilai
masyarakat. Turner melihat ritual tidak hanya sebagai kewajiban (prescribed) saja,
melainkan sebagai simbol dari apa yang sebenarnya terjadi dalam masyarakat.44
44 Feryani Umi Rosidah, “Pendekatan Antropologi dalam Studi Agama”. Dikutip dari Jurnal
Studi Agama-agama, Volume 1, Nomor 1, Maret 2011, pada tanggal 17 November 2021.
36
C. Tradisi
1. Pengertian Tradisi
Tradisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah adat kebiasaan turun-
temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat. Dalam
kamus antropologi Tradisi diartikan dengan adat istiadat.45 Tradisi yang dilahirkan
oleh manusia merupakan adat istiadat, yakni kebiasaan namun lebih ditekankan
kepada kebiasaan yang bersifat supranatural yang meliputi dengan nilai-nilai budaya,
norma-norma, hukum dan aturan yang berkaitan. Dan juga tradisi yang ada dalam
suatu komunitas merupakan hasil turun temurun dari leluhur atau dari nenek
moyang.46
Menurut Skripsi Yusantri Andesta Tradisi (bahasa latin : traditio, artinya
diteruskan) menurut artian bahasa adalah sesuatu kebiasaan yang berkembang
dimasyarakat baik, yang menjadi adat kebiasaan, atau yang di asimilasi dengan ritual
adat atau agama. Atau dalampengertian lain, sesuatu yang telah dilakukan sejaklama
dan menjadi bagian dari kehidupan suatu yang telah dilakukan sejak lama dan
menjadi bagian kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu Negara,
kebudayaan masyarakat waktu, atau agama yang sama. Tradisi berlaku secara turun
temurun baik informasi lisan maupun informasi berupa cerita, atau informasi yang
berupa tulisan kitab-kitab kuno atau juga yang terdapat pada catatan prasasti-prasasti.
Sebagai seistem budaya tradisi merupakan suatu sistem yang menyeluruh, terdiri dari
cara, aspek dan pemberian arti terhadap laku ujaran ritual, dan berbagai jenis laku
lainnya dari manusia atau sejumlah manusia yang melakukan tindakan antara satu
dengan yang lain. Unsur terkecil dari sistem tersebut adalah simbol. Simbol
45 Koentjaraningrat, dkk, Kamus Istilah Antropologi (Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, 1984), hal 187.
46 Robi Darwis, “Tradisi Ngaruwat Bumi Dalam Kehidupan Masyarakat”. Dikutip dari Jurnal
Studi Agama-agama dan Lintas Budaya, Vol 2, No 1 (2017), pada tanggal 30 Juni 2021.
37
konstitutif (yang berbentuk sebagai kepercayaan), simbol kognitif (ilmu
pengetahuan), sombol penilaian moral, dan simbol ekspresif atau simbol yang
menyangkut pengungkapan perasaan.47
Menurut skripsi Adeltrudis Bamung Istilah tradisi mengandung pengertian
tentang adanya kaitan masa lalu dengan masa sekarang. Tradisi menunjuk kepada
sesuatu yang diwariskan dari generasi ke generasi, dan wujud-wujudnya masih
hingga sekarang. Tradisi tidak hanya diwariskan tetapi juga dikonstruksikan atau
invented. Dalam hal invented tradition, tradisi tidak hanya sekedar diwariskan, tetapi
juga dikonstruksikan atau serangkaian tindakan yang ditujukan untuk menanamkan
nilai-nilai dan norma-norma melalui pengulangan, yang secara otomatis mengacu
pada kesinambungan dengan masa lalu. Karena pewarisan dan pembentukan tradisi
berada dalam dunia kontekstual, sebagai konsekuensinya adalah terjadinya
perubahan-perubahan. Di dalam perubahan selalu saja ada hal-hal yang tetap
dilestarikan, sementara itu ada hal yang berubah. lima pola perubahan yang dapat
diamati, yaitu: pertama, pada tataran sistem nilai adalah dari integrasi ke reintegrasi.
Kedua, pada tataran sistem kognitif ialah melalui orientasi, ke disorientasi ke
reorientasi. Ketiga, dari sistem kelembagaan, maka perubahannya adalah dari
reorganisasi, ke disorganisasi, ke reorganisasi. Keempat, dari perubahan pada tataran
interaksi adalah dari sosialisasi, disosialisasi, dan resosialisasi. Kelima, dari tataran
kelakuan, maka prosesnya penerimaan tingkah laku, ke penolakan tingkah laku dan
penerimaan tingkah laku baru.48
47 Yusantri Andesta, Skripsi dengan judul: Makna Filosofis Tradisi Suroan Pada Masyarakat
Jawa Di Kelurahan Padang Serai Kota Bengkulu. (Bengkulu: Institut Agama Islam Negeri Bengkulu,
2020). Dikutip pada tanggal 17 November 2021, hal. 16.
48 Adeltrudis Bamung, skripsi dengan judul Tradisi Belis Dalam Adat Perkawinan
Masyarakat Desa Beo Sepang Kecamatan Boleng Kabupaten Manggarai Barat. (Mataram:Universitas
Muhammadiyah Mataram, 2020). Dikutip pada tanggal 17 November 2021, hal. 37-38.
38
2. fungsi Tradisi
Adapun fungsi tradisi dikutip dari kozio.com antara lain:49
a. Penyedia fragmen warisan yang historis
Tradisi berfungsi sebagai penyedia fragmen warisan yang historis. Tradisi
merupakan gagasan dan juga bentuk material yang bisa digunakan manusia dalam
berbagai tindakan saat ini dan juga membangun masa yang akan datang dengan
pengalaman masa lalu sebagai dasarnya. Contohnya tradisi kepahlawanan dan lain
sebagainya.
b. Pemberi legitimasi dalam pandangan hidup
Tradisi berfungsi untuk memberikan legitimasi pada keyakinan dalam
pandangan hidup, atau peraturan dan pranata yang telah ada. Yang mana semuanya
memerlukan pembenaran agar bisa mengikat para anggotanya. Contohnya wewenang
raja yang telah sah dari tradisi seluruh dinasti yang terdahulu.
c. Penyedia simbol dalam identitas kolektif
Tradisi dapat dijadikan sebuah simbol identitas kolektif yang sangat
meyakinkan, dapat memperkuat loyalitas pada bangsa atau komunitas. Contohnya
tradisi nasional untuk bendera, lagu, mitologi, emblem, ritual umum, dan lain
sebagainya.
49 Kozio, “Pengertian Tradisi”. Diakses dari https://www.kozio.com/term/tradisi/. pada
tanggal 17 November 2021.
39
d. Tempat pelarian
Tradisi juga berfungsi untuk tempat pelarian dari ketidakpuasan, keluhan, atau
kekecewaan terhadap kehidupan yang modern. Tradisi mampu memberikan kesan
masa lalu yang lebih baik dan bahagia.
39
BAB III
TRADISI GREBEG SUDIRO DI KELURAHAN SUDIROPRAJAN KOTA
SOLO
A. Letak Geografis, Kondisi Demografis, dan keragaman
1. Letak Geografis
Kelurahan Sudiroprajan merupakan salah satu kelurahan di wilayah Kecamatan
Jebres, berada pada ketinggian antara 80 – 100 m di atas permukaan laut, dengan luas
wilayah adalah 23 Ha , dan dengan batas wilayah sebagai berikut:1
Utara : Berbatasan dengan Kelurahan Purwodingratan
Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Pasar kliwon
Barat : Berbatasan dengan Kelurahan Tegalharjo
Timur : Berbatasan dengan kelurahan Gandekan
Kelurahan Sudiroprajan memiliki RT sebanyak 35 dan RW 9.2
2. Kondisi Demografi,
Jumlah penduduk dan laju kependudukan3
Jumlah Penduduk
2018
Jumlah Penduduk 2019 Laju pertumbuhan
penduduk pertahun 2018-
2019
1Mapan Mas,“Profil Kelurahan Sudiroprajan”, Diakses dari https://kec-
jebres.surakarta.go.id/kategori/detail/f7177163c833dff4b38f44c8d2872f1ec6, tanggal 7 November
2021.
2 BPS Surakarta, Kecamatan Jebres dalam Angka 2020 (Surakarta: BPS Surakarta, 2020),
hal. 9.
3 BPS Surakarta, Kecamatan Jebres dalam Angka 2020, hal. 17.
40
3711 3795 0,64
Persentase dan kepadatan penduduk4
Persentase Penduduk Kepadatan Penduduk per
Km²
2,57 16500,00
Jumlah penduduk menurut Jenis Kelamin dan rasio jenis kelamin5
Laki-laki Perempuan Rasio Jenis Kelamin
1819 1976 92,05
Tingkat pendidikan penduduk6
No Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Belum Tamat SD 156 174 330
2 Tamat SD 236 347 583
3 SLTP/Sederajat 299 309 608
4 SLTA/Sederajat 643 642 1285
5 D I/D II 7 6 13
6 D III 59 70 129
7 D IV/S1 169 172 341
8 S2 10 11 21
Jumlah Total 3310
4 BPS Surakarta, Kecamatan Jebres dalam Angka 2020, hal.18.
5 BPS Surakarta, Kecamatan Jebres dalam Angka 2020, hal. 19.
6 BPS Surakarta, Kecamatan Jebres dalam Angka 2020, hal. 28- 31.
41
Jenis pekerjaan penduduk7
No Jenis Pekerjaan Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Belum Tidak Bekerja 279 305 584
2 Mengurus RT 0 428 428
3 Pensiunan 7 6 13
4 PNS 7 8 15
5 Pengajar 8 14 22
6 Pelajar/Mahasiswa 402 373 775
7 Tenaga Kesehatan 5 7 12
8 Pekerjaan lain 1111 835 1946
Jumlah total 3795
3. keragaman agama dan etnis
Jumlah Penduduk menurut agama8
No Agama Jumlah
1. Islam 1419
2 Kristen Protestan 1397
3 Kristen Katholik 859
4 Hindu 2
5 Budha 102
6 Konghuchu 16
Di kelurahan Sudiroprajan terdapat dua masjid yaitu Masjid Nurul Huda dan
masjid At-Taqwa Sudiroprajan, dua gereja protestan Gereja GBI Balong dan Gereja
7 BPS Surakarta, Kecamatan Jebres dalam Angka 2020, hal. 33-39 8 BPS Surakarta, Kecamatan Jebres dalam Angka 2020, hal. 40-42.
42
GBIS Samaan, Rumah Ibadah Tri darma (Budha, Konghuchu dan Taoisme) yaitu
Vihara Avalokitesvara dan Klenteng Tien Kok Sie.
B. Tradisi Grebeg Sudiro
1. Arti Kata Tradisi Grebeg Sudiro
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia grebeg dari berasal gerebek yaitu
datang dengan tiba-tiba untuk menangkap dan sebagainya.9 Istilah grebeg atau
garebeg berasal dari kata gumrebeg, artinya “riuh” atau “ramai”, yang kemudian
maknanya diperluas menjadi “keramaian” atau “perayaan”. Maka, setiap pelaksanaan
tradisi grebeg disertai dengan arak-arakan oleh barisan prajurit kraton yang diiringi
dengan bunyi-bunyian gamelan.10
Menurut Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta Grebeg adalah prosesi adat
sebagai simbol sedekah dari pihak Kraton Yogyakarta kepada masyarakat berupa
gunungan. Kraton Yogyakarta dan Surakarta setiap tahunnya selalu mengadakan
upacara grebeng sebanyak tiga kali pada hari besar Islam, yaitu Grebeg Syawal pada
Hari Raya Idul Fitri, Grebeg Besar bertepatan pada Hari Raya Idul Adha dan Grebeg
Maulud yang lebih populer Grebeg Sekaten pada peringatan Hari Lahir Nabi
Muhammad SAW. Pada Grebeg Sekaten, gunungan yang dijadikan simbol
kemakmuran ini mewakili keberadaan manusia yang terdiri dari laki-laki dan
perempuan. Gunungan yang digunakan bernama Gunungan Jaler (pria), Gunungan
Estri (perempuan), serta Gepak dan Pawuhan. Gunungan ini dibawa oleh para abdi
dalem yang menggunakan pakaian dan peci berwarna merah marun dan berkain batik
9 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/gerebek. diakses pada tanggal 10 November 2021.
10 Iswara N Raditya, “Grebeg Maulud dan Cara Syiar Islam Para Wali”. Diakses dari
https://tirto.id/grebeg-maulud-dan-cara-syiar-islam-para-wali-daix, pada tanggal 30 Juni 2021.
43
biru tua bermotif lingkaran putih dengan gambar bunga di tengah lingkarannya.
Semua abdi dalem ini tanpa menggunakan alas kaki alias nyeker.11
Menurut Wikipedia Indonesia tujuan perayaan Grebeg adalah sebagai ucapan
syukur terhadap kemakmuran yang diberikan kepada masyarakat. Ini dilambangkan
dengan mempersembahkan gunungan secara berpasangan. Gunungan ini tersusun dari
hasil bumi yang dirangkai pada kerangka berbentuk menggunung dan kemudian
dibawa berkeliling. Setelahnya, masyarakat akan berebut isi dari Gunungan.12
Menurut Rifai Shodiq Fathoni Gunungan adalah susunan berbagai jenis
makanan dan sayuran yang disusun sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk
gunung. Gunungan merupakan hajad dalem atau kucah dalem yang dibagikan kepada
kerabat kraton, para punggawa (pegawai), dan masyarakat. Pada bagian akhir
upacara, setelah prosesi (pawai) dan didongani (dido’akan), gunungan ini dirayah
(diperebutkan) oleh masyarakat. Grebeg sendiri memiliki makna didatangi oleh orang
banyak, diikuti oleh orang banyak, atau diserbu orang banyak (dibyuki dening wong
akeh). Karena kraton disowani atau dibyuki oleh orang banyak maka raja
memberikan kucah dalem (hajat raja) untuk para tamunya, pegawainya, dan
rakyatnya yang sowan. Makan bersama pada upacara grebeg dipercaya dapat
menghilangkan sekat-sekat perbedaan, sehingga dapat menumbuhkan rasa solidaritas
dan kebersamaan dari masing-masing individu yang terlibat. Perbedaan antara grebeg
dan slametan berada pada ruang lingkupnya. Apabila slametan ruang lingkupnya
terbatas, maka grebeg merupakan fenomena makan bersama yang mempunyai ruang
lingkup lebih luas dan missal.13
11 Dinas Pariwisata, “Grebeg Sekaten. Diakses dari
https://pariwisata.jogjakota.go.id/detail/index/338, pada tanggal 10 November 2021.
12 Wikipedia, “Grebeg”. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Grebeg, pada tanggal 30
Juni 2021.
13 Rifai Shodiq Fathoni, “Tradisi Grebeg/Garebek di Yogyakarta”, Dari
https://wawasansejarah.com/tradisi-grebeg-di-yogyakarta/, 11 November 2021.
44
. Sudiro adalah kependekan dari Sudiroprajan, nama sebuah kampung yang
terletak di sebelah Pasar Gede yang merupakan kampung Pecinan di pusat kota
Solo.14
2. Sejarah Tradisi Grebeg Sudiro
Menurut jurnal Tissani Clarasati Adriana, Awal mula perayaan Grebeg
Sudiro diadakan pada tahun 2007, meskipun bukan perayaan dari masa lalu tetapi
perayaan ini merupakan pengembangan tradisi yang telah ada sebelumnya, yaitu Buk
Teko. Buk Teko (dari kata “Buk”, tempat duduk dari semen di tepi jembatan atau di
depan rumah, sedangkan kata “Teko” ialah poci, tempat air teh) adalah tradisi
syukuran menjelang Imlek dan sudah dirayakan semenjak Sampeyan Dalem Ingkang
Sinuhun Kanjeng Susuhunan Paku Buwono X (1893-1939). Dalam
perkembangannya Grebeg Sudiro telah menjadi bukti tingginya kesadaran
masyarakat Solo untuk bahu membahu, menghilangkan stigma negatif rasial dengan
jalur kultural. Grebeg Sudiro sekarang merupakan panggung untuk menguatkan
ikatan persaudaraan masyarakat kota yang majemuk, strategi kebudayaan untuk
merayakan pembauran dan menguatkan tali hubungan lintas etnis yang harmonis.15
Menurut artikel Dinas parawisata Kota Solo Grebeg Sudiro dirintis oleh Oei
Bengki, Sarjono Lelono Putro, dan Kamajaya dengan persetujuan dari Lurah
Sudiroprajan beserta jajaran aparatnya. Perintisannya juga mendapat dukungan para
budayawan, tokoh masyarakat serta Lembaga Swadaya Masyarakat di Kota
Surakarta. Rangkaian acaranya yaitu Sedekah Bumi dan Kirab Budaya. Sedekah
Bumi dilaksanakan 7 hari sebelum Kirab Budaya. Pelaksanaannya dilakukan di dekat
14 Tissani Clarasati Adriana, “Tradisi Grebeg Sudiro di Sudiroprajan”. Dikutip dari Jurnal
Antropologi dan Sejarah, Vol 5, No 1 (2013), pada tanggal 30 Juni 2021.
15 Dinas pariwisata Solo, “Sejarah Grebeg Sudiro”. Diakses dari
https://pariwisatasolo.surakarta.go.id/sejarah-grebeg-sudiro/, pada tanggal 30 Juni 2021.
45
Prasasti Bok Teko, Sudiroprajan. Kirab Budaya diikuti oleh masyarakat Sudiroprajan
dengan pameran budaya sambil berkeliling. Awalnya, Grebeg Sudiro hanya
dilakukan untuk memperingati ulang tahun Pasar Gede. Kirab Budaya pada Grebeg
Sudiro baru dilaksanakan pada tanggal 3 Februari 2008 dengan warga Sudiroprajan
sebagai pesertanya. Pada tahun 2009, warga Tionghoa turut serta dalam Grebeg
Sudiro. Pada tahun 2010, pemerintah Kota Surakarta menetapkan Grebeg Sudiro
sebagai acara tahunan Kota Surakarta. Setiap tahun, Grebeg Sudiro dilakukan sekali
dengan Pasar Gede sebagai pusat acara.16
Grebeg Sudiro merupakan suatu kegiatan untuk menyatukan warga
antara etnis Tionghoa dengan Jawa, seperti halnya dengan “Bersih Desa” di
mana semua warga berkumpul, saling bekerja sama dan gotong royong yang
berbeda latar belakang budayanya. Sebagai catatan, kelurahan Sudiroprajan
terletak di daerah pecinan tepat di pusat kota Solo. Penduduk Sudiroprajan yang
terdiri cukup banyak warga etnis Tionghoa telah sejak lama dikenal berinteraksi
secara harmonis dengan penduduk etnis Jawa yang berada di sana. Perkawinan
campur sudah menjadi hal biasa yang terjadi di kawasan Sudiroprajan yang
kemudian melahirkan istilah “kue Ampyang” sebagai simbol hasil percampuran
Tionghoa dengan Jawa. Setelah terjadi perkawinan campur antara orang Jawa
dengan orang Tionghoa, maka secara kontak budaya juga melahirkan
kebudayaan yang campuran pula.17
Berbeda dengan daerah lainnya di Solo, wilayah Sudiroprajan merupakan
daerah percampuran antara etnis Tionghoa dengan etnis Jawa yang telah hidup rukun
dan membaur sejak lama. Dalam menjalankan tradisi itu, mereka bertiga terinspirasi
dari Kampung Sewu yang terkenal dengan tradisi Rebutan Apem. Usul mereka pun
16 Wikipedia, “Grebeg Sudiro”. Diakes dari https://id.wikipedia.org/wiki/Grebeg_Sudiro,
pada tanggal 30 Juni 2021.
17 Tissani Clarasati Adriana, Tradisi Grebeg Sudiro di Sudiroprajan. Dikutip Jurnal
Antropologi dan Sejarah, Vol 5, No 1 (2013), pada tanggal 18 November 2021.
46
mendapat persetujuan dari Kepala Desa Sudiroprajan, dan dapat dukungan dari para
tokoh masyarakat dan para budayawan sehingga acara itu dapat diselenggarakan
dengan lancar.18
3. Proses ritual
a. Umbul Mantram
Grebeg Sudiro dimulai tepat seminggu sebelum tahun baru Imlek. Acara ini
dibuka dengan Umbul Mantram. Umbul Mantram merupakan prosesi mengelilingi
Kampung Sudirotrajan dengan membawa sedekah bumi.19
Menurut artikel budaya Indonesia Umbul Mantram adalah acara sakral yang
dilakukan oleh penduduk Sudiroprajan sendiri. Umbul Mantram bertujuan untuk
mengungkapkan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa. Umbul
Mantram biasanya mengelilingi kampung Sudiroprajan dengan membawa dua jodang
(gunungan) yaitu jodang wadon dan jodang lanang.20
Menurut artikel Joss.co.id Umbul Mantram adalah ritual doa bersama
menurut tradisi Jawa sebelum seluruh rangkaian acara Grebeg Sudiro dimulai.
Masyarakat Sudiroprajan tanpa memandang dari etnis maupun agama apa terlibat
18 Shani Rasyid, “Mengenal Grebeg Sudiro, Bentuk Akulturasi Budaya Tionghoa dan Jawa di
Kota Solo” diakses dari https://www.merdeka.com/jateng/mengenal-grebeg-sudiro-bentuk-akulturasi-
budaya-tionghoa-dan-jawa-di-kota-solo.html?page=3. Diakses pada tanggal 30 Juni 2021.
19 Yayuk Windarti, “Grebeg Sudiro Perayaan Imlek Khas Tionghoa dan Jawa di Solo”.
Diakses dari https://www.desabisa.com/grebeg-sudiro-perayaan-imlek-khas-tionghoa-dan-jawa-di-
solo/, pada tanggal 18 November 2021.
20 Lucky Bagas Sri Hartono, “Grebeg Sudiro”. Diakses dari https://budaya-
indonesia.org/Grebeg-Sudiro, pada tanggal 18 November 2021.
47
dalam Umbul Mantram memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar diberikan
berkah keselamatan dan kelancaran dalam acara Grebeg Sudiro.21
Acara Umbul mantram Prosesi diawali dengan kirab iring iringan mengitari
wilayah Sudiroprajan. Rute yang dilalui kirab umbul mantram dimulai dari RW7-Jl.
Kapten Mulyadi-Kepanjen-Jl. Sumase-Jl. Ir Juanda-Jl. Jend. Urip Sumoharjo-Jl. RE.
Martadinata-Kelurahan Sudiroprajan. Formasi kirab terdiri dari para sesepuh
kampung, pembawa tombak pusaka, pembawa gunungan sayur, kue dan buah
buahan. Dua buah gunungan hasil bumi di sajikan bersama aneka ragam sesaji lainya,
sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dari warga
Sudiroprajan.22
Sesaji tersebut, di antaranya palawija, tumpeng, daun alang alang, daun dedel
(pelepah pisang), gunungan sayur, pisang setangkep, nasi kuning dan sesaji lainya.
Sesampainya rombongan di depan Kelurahan Sudiroprajan, rombongan disambut
oleh tari-tarian.23
Pada perhentian terakhir di depan Kelurahan Sudiroprajan dilakukan doa
bersama Selain itu dilaksanakan doa bersama bukan hanya mereka yang agama Islam
ada juga mereka yang Kristen, Hindu, Budha dan Konghucu. Setelah doa bersama
21 Lina Kasih, “Yuk Traveling ke Solo, Ada 5.000 Lampion dan Grebeg Sudiro Jelang
Imlek”. Diakses dari https://joss.co.id/2020/01/yuk-traveling-ke-solo-ada-5-000-lampion-dan-grebeg-
sudiro-jelang-imlek/, pada tanggal 18 November 2021.
22 Dinas Pariwisata Solo, “Umbul Mantram Sambut Tradisi Grebeg Sudiro dan Tahun Baru
Imlek Tahun 2020”. Diakses dari: https://pariwisatasolo.surakarta.go.id/umbul-mantram-sambut-
tradisi-grebeg-sudiro-dan-tahun-baru-imlek-tahun-2020/, pada tanggal 18 November 2021.
23 Eka Fitriani, “Prosesi Umbul Mantram Berlangsung Lancar dan Khidmat di Kelurahan
Sudiroprajan”. Dikutip dari https://solo.tribunnews.com/2017/01/20/prosesi-umbul-mantram-
berlangsung-lancar-dan-khidmat-di-kelurahan-sudiroprajan?page=all, pada tanggal 18 November
2021.
48
dilanjutkan dengan makan bersama. Sehabis doa bersama dilakukan perebutan
gunungan oleh warga.24
b. kirab budaya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia perjalanan bersama-sama atau
beriring-iring secara teratur dan berurutan dari muka ke belakang dalam suatu
rangkaian upacara (adat, keagamaan, dan sebagainya); pawai.25
Menurut artikel Wikipedia Kirab budaya atau festival budaya atau karnaval
adalah istilah umum yang merujuk kepada perarakan, berjalan bersama-sama atau
beriring-iringan secara teratur dan berurutan dari depan sampai ke belakang dalam
suatu rangkaian acara, semisal upacara adat, keagamaan, dan lain-lain. Kirab budaya
biasanya dibagi dalam beberapa kelompok (devile) yang menempuh rute dari suatu
tempat ke pusat pemerintahan atau alun-alun.26
Acara puncak Grebeg Sudiro yaitu kirab budaya. Kirab budaya di isi dengan
pawai dan pertunjukan seni, misalnya pertunjukan Barongsai dan tari Liong. Dalam
kirab budaya ini tidak hanya menampilkan kesenian dan budaya Jawa serta Tionghoa,
juga ada budaya daerah seluruh Indonesia.27
Kirab budaya Grebeg Sudiro diikuti sekitar 60 kelompok kesenian dari Solo
dan sekitarnya. Dalam kirab ini, 4.000 kue keranjang. Kue berbahan tepung ketan
yang menjadi kue khas Imlek ini, diarak keliling wilayah Kelurahan Sudiroprajan
sepanjang 3 kilometer, dan dibagikan secara gratis kepada masyarakat. Selain itu,
Kirab mengawali perayaan Tahun Baru Imlek menampilkan gunungan berisi hasil
bumi dan kue keranjang. Dua gunungan di antaranya berbentuk miniatur keris dan
Balai Kota Solo. Juga masing-masing warga di RW yang ada di Kelurahan
24 Wawancara dengan bapak Shodiqul paniti Grebeg Sudiro, tanggal 22 Juni 2021.
25 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kirab. diakses pada tanggal 19 November 2021.
26 Wikipedia, “Kirab Budaya”. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Kirab_budaya,pada
tanggal 19 November 2021.
27 Wawancara dengan bapak Dalimo lurah Sudiroprajan, 22 Juni 2021.
49
Sudiroprajan juga membawa jodang berisi makanan khas Sudiroprajan. Kirab dimulai
dari depan Pasar Gede – Jalan Jenderal Sudirman – Jalan Mayor Kusmanto –
pertigaan Loji Wetan – Jalan Kapten Mulyadi – perempatan Ketandan – Jalan RE
Martadinata – Jalan Cut Nyak Dien – Jalan Juanda-perempatan Warung Pelem –
Jalan Urip Sumoharjo – Pasar Gede. 28
Di perhentian terakhir di depan Pasar Gede gunungan yang terdiri dari kue
keranjang dan gunungan dari hasil bumi serta jodang di perebutkan oleh masyarakat.
Setelah acara perebutan gunungan diadakan pertunjukan seni seperti Barongasai, tari
Liong dan pertunjuakan budaya daerah. Akhir acara Grebeg Sudiro yaitu dinyalakan
ratusan lampion dikawasan Pasar Gede dan Klenteng Tien Khok Sie yang
memperindah suasana kawasan Pasar Gede.29
28 Endy Poerwanto, “19 Januari 2020, Kirab Budaya Grebeg Sudiro”. Diakses dari
https://bisniswisata.co.id/19-januari-2020-kirab-budaya-grebeg-sudiro/, pada tanggal 21 November
2021.
29 Wawancara dengan bapak Dalimo lurah Sudiroprajan, 22 Juni 2021.
50
BAB IV
TOLERANSI dan KERUKUNAN BERAGAMA DALAM GREBEG SUDIRO
DI SUDIROPRAJAN
A. Sedekah Bumi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sedekah bumi adalah selamatan yang
diadakan sesudah panen (memotong padi) sebagai tanda bersyukur.1 Sedekah bumi
adalah suatu upacara adat yang melambangkan rasa syukur bumi terhadap Bumi yang
telah memberikan rezeki melalui bumi berupa segala bentuk hasil bumi. Upacara ini
sebenarnya sangat populer di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa (Wikipedia,
Sedekah Bumi, 4 November).2
Menurut skripsi Alfin Syah K. Putri menyatakan bahwa sedekah bumi adalah
merupakan salah satu upacara pertanian yang dilaksanakan sebagai wujud rasa syukur
masyarakat petani terhadap hasil panen atau hasil bumi yang diperoleh.3
Pada masa Hindu ritual dinamakan sesaji bumi. Tradisi sedekah bumi atau
sesaji bumi dimaknai sebagai salah satu bagian yang sudah menyatu dengan
masyarakat dan menjadi simbol penghormatan terhadap bumi yang menjadi sumber
kehidupan. Masyarakat meyakini bahwa bumi merupakan pahlawan bagi kehidupan
manusia. Oleh karena itu, bumi harus diberikan penghargaan yang layak dan besar.
Dan ritual inilah yang menurut masyarakat setempat sebagai salah satu simbol yang
paling dominan bagi masyarakat Jawa, khususnya Jawa Tengah. Pada masa Islam
1 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/sedekah%20bumi. Diakses pada tanggal 4 November
2021.
2 Wikipedia, “Sedekah Bumi”. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Sedekah_bumi,
pada tanggal 4 November 2021.
3 Alfin Syah K. Putrid, (2003). Tradisi Sedekah Bumi (Kajian Tentang Keberadaan Tradisi
Sedekah Bumi di Kelurahan Tubanan, Kecamatan Tendes, Kotamadya Surabaya).
(Surabaya:Universitas Airlangga Surabaya, 2003). Dikutip pada tanggal 04 November 2021, hal. Xiii.
51
berkembang di Indonesia, terutama pada masa Wali Sanga, ritual budaya sesaji bumi
tersebut tidak dihilangkan. Tetapi dipakai sebagai sarana untuk syiar agama Islam.
Pada masa perkembangan Islam ini sudah terjadi pergeseran nilai dari yang semula
fungsi sesaji bumi, sebagai ritual pemujaan terhadap alam berubah menjadi sedekah
bumi dan berfungsi memberikan sebagian hasil panennya kepada sesama.4
Setiap daerah memiliki ciri khas berbeda dalam menjalankan tradisi sedekah
bumi. Meski begitu, tradisi ini dilakukan dengan tujuan yang sama sebagai bentuk
rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia yang
diberikan. Biasanya, tradisi sedekah bumi diadakan setelah musim panen. Oleh
karenanya, tradisi ini sering dijumpai di daerah pedesaan atau daerah yang memiliki
sektor pertanian. Bagi masyarakat Jawa khususnya para petani, tradisi sedekah bumi
bukan sekadar ritual yang sifatnya tahunan. Selain mengajarkan rasa syukur, tradisi
sedekah bumi juga mengajarkan bahwa manusia harus hidup harmonis dengan alam.
Kendati sering dijumpai di daerah pedesaan, tradisi ini juga masih dilakukan oleh
masyarakat yang tinggal di kota metropolitan.5
Dalam acara sedekah bumi, hasil bumi yang digunakan adalah hasil pertanian
seperti Padi dan palawija. Hasil bumi disusun seperti gunungan. Dalam sedekah bumi
ini sebelum acara dimulai para pemimpin acara atau tetua melakukan panjatan doa
kepada Tuhan Maha Esa. Proses jalannya acara Grebeg Sudiro tidak beda jauh
dengan acara Grebeg lainnya.
4 Siti Setyo Rini, “Mengapresiasi Tradisi Sedekah Bumi”. Diakses dari
https://radarkudus.jawapos.com/read/2019/10/28/163228/mengapresiasi-tradisi-sedekah-bumi , pada
tanggal 6 November 2021.
5Inibaru, “Sedekah Bumi dan Keharmonisan dengan Alam”. Diakses dari
https://inibaru.id/tradisinesia/sedekah-bumi-dan-keharmonisan-dengan-alam, pada tanggal 6
November 2021.
52
Sedekah bumi dalam Grebeg Sudiro disebut Sedekah Bumi Buk Teko atau
Umbul Mantram. Sedekah bumi ini kelanjutan dari acara yang sudah ada dari Paku
Bowono X dan masih dilanjutkan sampai sekarang menjadi salah satu acara Grebeg
Sudiro. Salah satu tujuan dilaksanakan acara ini adalah sebagai mengucapkan rasa
syukur kepada Tuhan dan berterimakasaih kepada bumi atas hasil telah diberikan
oleh bumi serta meminta keselamatan terhadap kesusahan dan bencana yang akan
melanda. Acara sedekah bumi ini dilakukannya kirab mengelilingi kampung
Sudiroprajan sambil membawa gunungan yang berisi hasil bumi. gunungan ini
diperebutkan oleh masyarakat pada akhir kirab ini.6
B. Gunungan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia gunungan ialah 1) pahatan lukisan
berbentuk gunung (dalam wayang golek atau wayang kulit) untuk mengawali,
membatasi antara babak, dan mengakhiri cerita (lakon), 2) bentuk gunung yang
dibuat dari makanan dan hasil bumi pada upacara Sekaten di Yogyakarta dan
Surakarta.7
Menurut artikel Wikipedia gunungan adalah struktur/karya berbentuk kerucut
atau segitiga (bagian atas meruncing) yang terinspirasi dari bentuk gunung (api).
Secara lebih khusus, pewayangan dan tradisi grebeg menggunakan istilah ini untuk
dua hal yang berbeda. Pada acara grebeg, gunungan merupakan susunan berbagai
bahan pangan dan makanan yang ditata berbentuk kerucut menyerupai gunung.
Gunungan ini nantinya akan dirayah atau diperebutkan oleh penonton acara,
umumnya sebagai tanda syukur.Gunungan menjadi penanda paling menonjol dalam
upacara grebeg yang dilakukan pihak kraton Jawa, yaitu pada upacara grebeg (atau
garebeg) Mulud (sebagai bagian rangkaian perayaan Sekaten), grebeg Sawal, dan
grebe Besar. Terdapat beberapa macam gunungan dan penyertanya yang diarak pada
6 Wawancara dengan bapak shodiqul panitia Grebeg Sudiro, pada tanggal 22 Juni 2021.
7 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/gunungan. diakses pada tanggal 22 November 2021.
53
upacara grebeg. Dua macam gunungan yang selalu muncul dalam acara grebeg
adalah gunungan lanang/jaler/kakung (laki-laki) dan gunungan wadon/estri
(perempuan). Dua macam gunungan lain adalah gunungan darat dan gunungan
pawuan. Keempat gunungan ini akan diperebutkan oleh massa setelah didoakan. Satu
gunungan istimewa yang hanya diarak setiap delapan tahun (sewindu) sekali, pada
tahun Dal penanggalan Jawa, yaitu gunungan kutug atau bromo. Gunungan ini
dilengkapi dengan dupa di bagian puncaknya dan tidak untuk diperebutkan massa.
Penyerta gunungan yang juga diarak adalah picisan, songgom, tebok angkring, dan
keranjang berisi beras. Penyerta ini adalah persembahan yang akan diberikan kepada
petugas upacara di masjid.8
Isian Gunungan juga tak boleh sembarangan. Ada pakem tertentu yang harus
dipatuhi karena masing-masing punya filosofi. Misalnya, pada Gunungan Jaler atau
Gunungan Kakung, harus ada rangkaian telur, kacang panjang, cabai merah, cabai
hijau, dan kucur. Telur mengingatkan supaya selalu mengingat Sang Maha Pencipta.
Karena telur itu awal kehidupan di samping itu telur memiliki makna kebulatan tekad,
Selain itu, kacang panjang memiliki makna atau doa supaya memiliki umur yang
panjang. Lalu cabai merah dengan warna merah dan rasanya pedas bisa disimbolkan
kekuatan dan keberanian. Pada Gunungan Estri, isinya beda lagi. Gunungan ini
melambangkan permaisuri raja. Bentuknya pun berbeda karena berupa kerucut yang
terbalik. Isinya juga berbeda, ada upil-upilan yang terbuat dari beras ketan dibentuk
segi empat, rengginang, dan tlapukan yang juga terbuat dari tepung beras berbentuk
segi enam. Gunungan Darat kurang lebih mirip dengan Gunungan Estri tapi warna
dan urutan susunannya berbeda. Gunungan Gepak merupakan lambang putri yang
berisikan buah-buahan, umbi-umbian, juga ada kudapan berupa jadah, wajik, lemper,
apem, serabi, geplak, mendut, juga rengginang. Gunungan ini akan dibagikan pada
petugas yang terlibat dalam upacara Grebeg. Gunungan Pawuhan yang merupakan
simbol cucu raja punya bentuk dan isi yang sama dengan Gunungan Estri dan Darat,
8 Wikipedia, “Gunungan”. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Gunungan, pada tanggal
22 November 2021.
54
hanya ukurannya lebih kecil. Gunungan picisan dibentuk dari batang pisang dan di
setiap sisi akan ditancapkan picisan. Gunungan Bromo. Gunungan ini tidak untuk
diperebutkan oleh masyarakat melainkan dibawa masuk lagi ke dalam keraton setelah
diarak untuk disantap oleh para abdi dalem keraton.9
Gunungan yang diarak dalam acara Grebeg Sudiro merupakan perwujudan
rasa syukur terhadap dewa bumi. Berhubung sang empunya hajat adalah etnis
Tionghoa, maka isi dari gunungan pun berupa penganan khas seperti kue keranjang,
bakpia balong, onde-onde, bolang-baling, gembukan, bakpao, keleman (sejenis arem-
arem), serta sayur mayur dan buah-buahan. Inilah akulturasi kebudayaan Jawa dan
Tionghoa yang terlihat nyata. Sebuah gunungan merupakan tradisi jawa untuk sebuah
perayaan besar, tetapi kue keranjang dan bakpao adalah makanan khas etnis
Tionghoa.10
Hal yang membedakan dari gunungan Grebeg Sudiro dengan gunungan
Grebeg Sudiro terletak pada bahan yang menyusun gunungannya. Gunungan kue
keranjang terdiri dari 4000 buah kue. Kue keranjang adalah makanan khas untuk
menyambut Tahun Baru Imlek. Kue keranjang diyakini sebagai makanan membawa
keberuntungan. Bentuk gunungan kue keranjang bentuknya kreatif tiap tahun ada
yang berbentuk kerucut, pagoda, rumah joglo, pada tahun 2020 berbentuk miniatur
keris dan balai kota. Gunungan pada Grebeg Sudiro ini hasil percampuran budaya
Jawa dan Tionghoa. Gunungan diarak melalui kirab budaya dimulai dan berakhir di
Pasar Gede. Gunungan ini di perebutkan oleh warga. Tradisi rebutan ini sesuai
9 Tugu Jogja, (13 Agustus 2019), “Memahami Filosofi Bentuk dan Isi Gunungan, Tradisi
Sedekah Raja Jogja”. Diakses dari https://kumparan.com/tugujogja/memahami-filosofi-bentuk-dan-isi-
gunungan-tradisi-sedekah-raja-jogja-1resuIT8iPh/full, pada tanggal 22 November 2021.
10 Ibda Fikrina Abda, “Grebeg Sudiro, Serunya Berebut Gunungan Kue Keranjang”. Diakses
dari https://www.maioloo.com/seni-budaya/grebeg-sudiro/, pada tanggal 22 November 2021.
55
dengan filosofi jawa “ora obah ora mamah” yang artinya jika tidak berusaha, maka
tidak bisa makan. 11
C. Doa Lintas Agama
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Doa ialah permohonan (harapan,
permintaan, pujian) kepada Tuhan.12 Menurut artikel detik.com Doa berasal dari
bahasa Arab الدعاء yang memiliki arti permintaan atau permohonan.13
Menurut artikel Liputan6.com Dalam Islam, doa adalah ibadah kepada Allah
SWT. Dalam Islam ada dua jenis doa, doa ibadah dan permintaan.Doa ibadah
merujuk pada pengertian bahwa segala bentuk ibadah adalah doa. Berdoa adalah
ibadah utama dalam Islam. Hampir setiap ibadah dalam agama Islam selalu disertai
doa. Bahkan, sebelum melakukan berbagai aktivitas umat muslim juga dianjurkan
untuk berdoa terlebih dahulu. Sementara doa permintaan didefinisikan ketika
seseorang berdoa kepada Allah Ta’ala dengan ucapan lisannya, meminta kepada
Allah Ta’ala agar mendapatkan kebaikan yang dia inginkan atau agar terhindar dari
suatu keburukan. Salah satu bentuk doa yang wajib dilakukan adalah salat lima
waktu. Selain itu, ada ibadah lain yang bisa dilakukan seperti zakat, sedekah, haji,
membaca Al Quran, dan lainnya.14
Menurut artikel Wikipedia Doa dalam Kristen merujuk pada doa bagi umat
Kristen Protestan dan Katolik. Doa merupakan kegiatan yang penting dalam agama
11 Wawancara dengan bapak dalimo lurah Sudiroprajan. Tanggal 22 Juni 2021.
12 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/doa. diakses pada tanggal 23 November 2021.
13 Anatasia Anjani, “Doa Adalah Inti Ibadah, Berikut Dalilnya”. Diakses dari
https://news.detik.com/berita/d-5523547/doa-adalah-inti-ibadah-berikut-dalilnya pada tanggal 23
November 2021.
14 Anugerah Ayu Sendari, “Doa adalah Bentuk Permohonan, Ketahui Bentuknya dalam Tiap
Agama”. Diakes dari https://hot.liputan6.com/read/4678850/doa-adalah-bentuk-permohonan-ketahui
bentuknya-dalam-tiap-agama, pada tanggal 23 November 2021.
56
Kristen. Doa dapat benar-benar spontan, atau dibaca seluruhnya dari teks, seperti
Buku Doa Umum Gereja Anglikan. Ada dua pengaturan dasar untuk doa Kristen:
berjemaat (atau publik) dan pribadi. Doa berjemaat ini termasuk doa bersama dalam
lingkup ibadah atau tempat umum lainnya. Doa-doa ini dapat berupa formal tertulis
atau informal extemporaneous. Doa pribadi adalah ketika sesosok individu berdoa
baik diam-diam atau dengan suara keras dalam lingkup pribadi. Doa dalam konteks
ibadah yang berbeda dapat berstruktur berbeda. Jenis-jenis konteks ini termasuk: 1)
Liturgis: Sering terlihat dalam Gereja Katolik. Ini adalah layanan ortodoks, menurut
Katolik. Dalam Misa Katolik, yang adalah contoh ibadah bentuk liturgis, ada
pembacaan Alkitab dan khotbahnya dibacakan. Sering terlihat berada Gereja
Ortodoks Kudus. Alkitab dibaca dan khotbah dibacakan. 2) Non - Liturgis: Sering
terlihat dalam gereja Injili, doa ini sering tidak ditulis dan strukturnya lebih informal.
Sebagian besar doa-doa ini bersifat extemporaneous. 3) Karismatik: Sering terlihat
dalam gereja-gereja penginjilan.Merupakan bentuk utama dari ibadah di gereja-gereja
Pentakosta. Biasanya meliputi lagu dan tarian, dan dapat berupa ekspresi seni lainnya.
Mungkin tidak jelas strukturnya, tetapi jemaat akan "dipimpin oleh Roh Kudus.15
Menurut artikel Binus University Dalam Agama Buddha, konsep berdoa lebih
menekankan konsep hukum karma daripada meminta. Karena jika doa diartikan
sebagai meminta dan apa yang kita minta tidak terwujud, maka akan menimbulkan
rasa kecewa. Sehingga jika kita ingin mendapatkan sesuatu, yang harus kita lakukan
adalah bekerja keras dan banyak melakukan perbuatan baik agar karma baik kita
bertambah. Karena apa yang kita tabur, maka itulah yang akan kita tuai. Jika kita
banyak melakukan perbuatan baik maka kita juga akan mendapat kebajikan,
sebaliknya jika kita melakukan perbuatan buruk maka kita akan menerima kejahatan.
Selain itu, patung Buddha yang biasanya ada di vihara melambangkan penghormatan
akan sifat – sifat luhur Buddha agar kita dapat mengingat ajaran Sang Buddha dan
patung tersebut ada bukan untuk disembah atau untuk dimintai hal tertentu. Patung
15 Wikipedia, “Doa Kristen”. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Doa_Kristen, pada
tanggal 23 November 2021.
57
tersebut dibuat dengan harapan umat Buddha dapat memiliki sifat – sifat Sang
Buddha seperti penuh cinta kasih, bersimpati, kasih sayang, dan juga memiliki
keseimbangan batin yang baik. cara berdoa dalam Agama Buddha adalah dengan
membuat doa tersebut menjadi tiga bagian. Yang pertama diawali dengan pujian,
dilanjutkan dengan kalimat perenungan, dan ditutup dengan harapan untuk semua
makhluk.16
Doa dalam agama Hindu disebut dengan mantra atau Mantram. Mantram atau
“mantra” yang biasa juga disebut Pùjà, merupakan suatu doa, berupa kata atau
rangkaian kata-kata yang bersifat magis religius yang ditujukan kepada Ida Sang
Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa. Mantram juga biasanya juga berisi
permohonan dan atau puji-pujian atas kebesaran, kemahakuasaan dan keagungan
Tuhan yang Maha Esa.17
Menurt artiel Kemenag.go.id Dalam agama Konghucu, sembahyang dan doa
adalah dua kegiatan yang berbeda. Sembahyang biasanya dilakukan mendahului doa.
Dalam sembahyang disiapkan perlengkapan dan sajian. Setelah persembahyangan
dilakukan dengan segala tata caranya berdasarkan tata susila dan kesungguhan hati
yang meraga dalam gerak berirama, doa dipanjatkan untuk menyatakan harapan,
keluhan, dan prasetya. Teks doa dituliskan dalam Biao Wen (surat doa), setelah
dibacakan, Biao Wen disempurnakan dengan cara dibakar. Persembahyangan dan doa
didahului dengan membersihkan diri dan membersihkan hati. Kalau mempunyai
tekad ingin mencapai sesuatu, persembahyangan didahului dengan Zhai atau
berpantang. Zhai dilakukan dengan kesungguhan hati, tidak sembarangan. Bahkan
untuk menjaga agar tekad menjadi penuh, dalam melakukan Zhai tidak
mendengarkan musik yang dapat menggoyahkan tekad karena perasaan terpengaruh,
16 Steven Tanugraha, “Berdoa dalam Agama Buddha”. Diakses dari https://student-
activity.binus.ac.id/kmbd/2020/10/berdoa-dalam-agama-buddha/ , pada tanggal 23 November 2021.
17 I Wayan Watra, Mantra Samhita Buddha dan Vaisnawa Pandita Hindu (Surabaya:
Paramita, 2016), hal.5.
58
dan nafsu terusik. Tak heran juga persembahyangan dilaksanakan dengan berpakaian
lengkap, rapi dan bersih. Dengan demikian yang ada dalam batin seirama dengan apa
yang tampak. Suci dan bersih dalam batin, suci dan bersih di luar.18
Menurut jurnal Jamson Siallagan Doa bersama antara umat beragama yang
berbeda atau yang disebut doa lintas agama sering dilaksanakan dalam berbagai
kesempatan di negeri ini. Biasanya doa lintas agama dilaksanakan untuk mendoakan
bangsa yang sedang mengalami krisis, konflik, bencana alam, mendoakan tokoh-
tokoh bangsa dalam hajatan politik, ataupun tokoh bangsa yang dianggap memiliki
jasa yang besar bagi negeri ini. Doa lintas agama secara umum dapat dibedakan
dalam dua bentuk dalam pelaksanaannya. Pertama, doa dilaksanakan secara
bergantian oleh pemuka agama yang berbeda dan ketika salah satu pemuka
memimpin doa, yang lain hanyalah berdiam diri, tidak turut didalamnya, tidak
mengaminkannya. Penganut agama yang lain bersikap pasif, namun tetap dengan
sikap yang menghargai dan menghormati. Kedua, doa dilaksanakan bersama atau
bergantian dan semuanya turut berperan aktif di dalamnya dengan khusuk dan
mengaminkannya. Doa bersama lintas agama juga merupakan wujud kebersamaan
antara umat beragama. Ketika menghadapi pergumulan bersama di tengah-tengah
masyarakat, seperti bencana alam misalnya, dengan berdoa bersama diharapkan akan
tercipta solidaritas dan perasaan senasib sependeritaan sebagai suatu bangsa. Tanpa
membedakan latar agamanya, semuanya bersama-sama menyelesaikan kesulitan di
tengah-tengah masyarakat.19
Doa bersama juga dilakukan pada proses acara Grebeg Sudiro. Acara doa
besama dilakukan setelah acara kirab budaya sedekah bumi. Doa bersama dilakukan
bergantian oleh para pemuka agama tidak hanya Islam juga Kriten, Hindu, Buddha
18 Chingdrawati, “Doa dan Sembahyang”. Diakses dari https://kemenag.go.id/read/doa-dan-
sembahyang-q9qja , pada tanggal 24 November 2021.
19 Jamson Siallagan, “Tinjauan Iman Kristen Terhadap Doa Lintas Agama”. Dikutip dari
Jurnal Teologi dan Pengembangan Pelayanan, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2017, pada tanggal 24
November 2021.
59
dan Konghucu. Tujuan dilakukan doa bersama ialah untuk mengucapkan syukur
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan meminta dijauhkan dari bencana serta kesulitan
untuk masayarakat Sudiroprajan. Doa bersama menggambarkan kepada kita rasa
toleransi umat beragama di Sudiroprajan itu sendiri. Bahwa dalam perbedaan agama
dan etnis tidak membuat masyarakat merasa menjadi radikal tetapi menjadi hal
positif. Dengan adanya Grebeg Sudiro menandakan masyarakat Sudiroprajan bahwa
perbedaan bukan hanya menjadi kekurangan tetapi menjadi ciri unik untuk
memperkuat rasa persatuan dan bersikap toleransi terhadap perbedaan agama
membuat masyarakat tidak berkonflik.20
D. Pawai Budaya
Menurut Kamus Bahasa Indonesia pawai ialah iring-iringan orang, mobil,
kendaraan, dan sebagainya; perarakan dan alat-alat kerajaan.21 Menurut artikel
Wikipedia Parade atau dikenal pula dengan pawai merupakan iring-iringan
sekelompok orang yang biasanya dilakukan di jalan raya, umumnya dilakukan
dengan menggunakan kostum, dan biasanya disertai pula dengan iring-iringan
drumband dalam suatu prosesi upacara ataupun acara tertentu. Parade umumnya
dilakukan atas sejumlah alasan, tetapi umumnya dilakukan terkait dalam suatu
perayaan tertentu. Di Inggris, terminologi parade umumnya digunakan pada suatu
bentuk parade militer ataupun bentuk lainnya yang dilakukan dalam suatu bentuk
formasi tertentu. Terminologi parade juga terkadang digunakan sebagai salah satu
bentuk dari unjuk rasa yang dilakukan oleh sekelompok orang. Ada pula parade ini di
pakai untuk kegiatan penyambutan hari-hari besar, seperti malam tahun baru islam
yang menggunakan alat musik perkusi bahkan degan drumband. Yang bertujuan
untuk meramaikan suasana agar berjalan dengan lebih meriah.22
20 Wawancara dengan bapak Shodiqul, pada tanggal 22 Juni 2021.
21 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/pawai. diakses pada tanggal 25 November 2021.
22 Wikipedia, “parade”. Diakses pada dari https://id.wikipedia.org/wiki/Parade, tanggal 25
November 2021.
60
Menurut artikel adjar.id pawai budaya adalah sebuah bentuk acara yang
menampilkan iring-iringan dari kelompok peserta yang membawa keunikan daerah
masing-masing. Mulai dari baju, alat musik, permainan, hingga hasil bumi yang
didapatkan dari daerah masing-masing orang.23
Menurut artikel Radar tanggamus pawai budaya digelar dengan tujuan untuk
menumbuhkan rasa nasionalisme serta memberikan pemahaman tentang adat dan
budaya agar tetap dilestarikan.24 Pawai budaya dilakukan untuk memperingati
perayaan hari bersejarah, agama dan hari jadi suatu daerah. Umumnya pawai budaya
ini menampilkan budaya dan kesenian suatu daerah. Pawai budaya di iringi dengan
alat musik tradisional dan marching band. Biasanya pawai budaya dilakukan dengan
berkeliling baik dilakukan berjalan kaki atau kendaraan. Begitu juga dengan pawai
budaya Grebeg Sudiro.
Pawai budaya Grebeg Sudiro menunjukkan kepada masyarakat umum bahwa
akulturasi budaya dan toleransi bisa berjalan dengan damai tanpa terganggu oleh latar
belakang ras, agama dan agama. Tema acara Grebeg Sudiro ini setiap tahun tidak
terlepas dari mengajak untuk bersatu memperkuat keutuhan dan berdamai dalam
perbedaaan.25
23 Irfan Sholeh, “Mengenal Pengertian dan Manfaat Pawai Budaya bagi Indonesia”. Diakses
dari https://adjar.grid.id/read/542775331/mengenal-pengertian-dan-manfaat-pawai-budaya-bagi-
indonesia?page=all, pada tanggal 25 November 2021.
24 Zepta Haryadi, “Ribuan Peserta Meriahkan Pawai Budaya”. Diakses dari
http://www.radartanggamus.co.id/2019/08/20/ribuan-peserta-meriahkan-pawai-budaya/, pada tanggal
25 November 2021.
25 Wawancara dengan bapak Dalimo Lurah Sudiroprajan. Dilakikan 22 Juni 2021.
61
E. Syukuran atau Selamatan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia syukuran ialah 1) ucapan syukur, 2)
mengadakan selamatan untuk bersyukur kepada Tuhan (karena terhindar dari maut,
sembuh dari penyakit, dan sebagainya, 3) upacara tolak bala.26
Menurut artikel wawasan pengajaran syukuran atau selamatan adalah bentuk
rangkaian kegiatan dalam hidup bermasyarakat yang tindakannya terikat pada aturan
agama maupun adat istiadat dalam bentuk acara makan bersama yang makanannya
telah disucikan (diberi do’a) sebagai perwujudan rasa syukur atau rasa terima kasih
kepada Tuhan serta didorong oleh hasrat untuk memperoleh ketentraman hati atau
mencari keselamatan dengan tata cara yang telah ditradisikan oleh masyarakat.
Hampir semua ritus dan upacara yang terdapat pada sistem religi orang jawa
dilakukan dalam bentuk upacara makan bersama yang dalam bahasa disebut
wilujengan (kramil) atau selamatan (ngoko) maupun upacara syukuran (bahasa
indonesia) sebagai pokok atau unsur terpenting dalam ritus budaya jawa. Sedangkan
tentang makanan untuk upacara, beberapa daerah ada yang menyediakan secara
khusus dalam arti jenis makanan itu hanya dipersiapkan untuk upacara saja tetapi ada
pula daerah yang tidak mempunyainya.27
Menurut artikel Wikipedia Slametan berasal dari kata slamet (Arab: salamah)
yang berarti selamat, bahagia, sentausa. Selamat dapat dimaknai sebagai keadaan
lepas dari insiden-insiden yang tidak dikehendaki. Selametan adalah sebuah tradisi
ritual yang dilakukan oleh masyarakat Jawa. Selametan juga dilakukan oleh
masyarakat Sunda dan Madura. Selametan adalah suatu bentuk acara syukuran
dengan mengundang beberapa kerabat atau tetangga . Secara tradisional acara
26 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/syukuran. diakeses pada tanggal 26 November 2021.
27 Pendidikan Dan Pengajaran, Pengertian , “Maksud dan Tujuan Upacara Syukuran”. Diakses
dari https://wawasanpengajaran.blogspot.com/2019/06/pengertian-maksud-dan-tujuan-upacara.html,
pada tanggal 26 November 2021.
62
syukuran dimulai dengan doa bersama, dengan duduk bersila di atas tikar, melingkari
nasi tumpeng dengan lauk pauk.28
Sejarah religi masyarakat Jawa jauh sebelum kedatangan agama Hindu dan
Islam telah dimulai sejak jaman Pra Sejarah. Kebutuhan orang-orang Jawa akan
keselamatan, keamanan, kesejahteraan, ketentraman serta kedamaian hidup
menciptakan sebuah sistem kepercayaan (Animisme dan Dinamisme). Sistem
kepercayaan Animisme dan Dinamisme sangatlah melekat dalam kehidupan
masyarakat Jawa. Mereka beranggapan bahwa setiap tempat yang ada di dunia ini
memiliki penjaga yang memiliki kekuatan gaib (roh) dan berwatak (baik dan
buruk).Dari sini terciptalah percampuran atau akulturasi antara agama pendatang
dengan kepercayaan nenek moyang. Dalam hal ini, ritual selamatan adalah salah satu
tradisi hasil akulturasi budaya yang masih tetap dilestarikan hingga saat ini. Biasanya
upacara ini di pimpin oleh pemuka agama (Modin) daerah setempat diteruskan
dengan makan-makan bersama sekadarnya. Dan, dimaksudkan untuk mendapatkan
keselamatan dan perlindungan dari Tuhan yang maha Kuasa. Karena tujuan utama
diadakannya ritual ini adalah keselamatan, tradisi selamatan dalam praktiknya
dilakukan hampir di setiap kejadian yang dianggap penting oleh masyarakat jawa.
Misalnya kelahiran, kematian, pernikahan dan jika akan mengadakan suatu kegiatan
besar.29
Menurut artikel kumparan food Tumpeng merupakan salah satu sajian wajib
saat syukuran atau upacara adat. Terutama di pulau Jawa, tumpeng hampir tak pernah
absen dalam acara peresmian gedung, rumah baru, ulang tahun, kelahiran anak,
hingga malam tirakatan pada hari Kemerdekaan. Tumpeng sendiri biasanya terbuat
dari nasi kuning yang dicetak membentuk kerucut yang diletakkan di atas tampah
28 Wikipedia, “Selamatan”. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Selamatan, pada
tanggal 28 November 2021.
29 Kesbangpol Madiun, “Upacara Selamatan – Tradisi Ritual Dalam Masyarakat Jawa”.
Diakses dari https://kesbangpol.madiunkab.go.id/upacara-selamatan-tradisi-ritual-dalam-masyarakat-
jawa/, pada tanggal 28 November 2021.
63
bambu lalu disajikan dengan beragam lauk tradisional seperti ayam goreng, tempe,
tahu, ikan teri, urap, dan masih banyak lainnya. Dalam bahasa Jawa, tumpeng
merupakan sebuah akronim dari kata, 'yen metu kudu sing mempeng' yang artinya
'kalau keluar harus yang sungguh-sungguh'. Akronim tersebut bermakna bahwa setiap
pekerjaan harus dilakukan dengan serius dan sungguh-sungguh sehingga hasil yang
diperoleh pun akan maksimal. Selain itu, bentuk kerucut pada nasi tumpeng
merupakan representasi dari kondisi geografis Indonesia yang memiliki banyak
gunung dan perbukitan. Pada zaman dahulu, gunung dianggap sebagai tempat suci
bersemayamnya para Dewa dan arwah para leluhur. Sajian tumpeng beserta aneka
lauk biasanya digunakan sebagai persembahan atau sesaji untuk Dewa atau arwah
leluhur. Namun, lambat laun arti tumpeng yang mengerucut mulai bergeser sebagai
makna dari harapan agar hidup selalu sejahtera dan penuh berkah.30
Nasi tumpeng yang berbentuk kerucut ditempatkan di tengah-tengah dan
bermacam-macam lauk pauk disusun di sekeliling kerucut tersebut. Penempatan nasi
dan lauk pauk seperti ini disimbolkan sebagai gunung dan tanah yang subur di
sekelilingnya. Tanah di sekeliling gunung dipenuhi dengan berbagai macam sayuran
dari tumbuh-tumbuhan dan lauk-pauk. Itu semua sebagai simbol atau tanda yang
berasal dari alam, hasil tanah. Tanah menjadi simbol kesejahteraan yang hakiki.
Penempatan dan pemilihan lauk-pauk dalam tumpeng juga didasari akan pengetahuan
dan hubungan mereka dengan alam. Oleh karena itulah lauk-pauk ditempatkan di
sekeliling nasi karena memang dari sanalah mereka berasal. Selain penempatannya,
pemilihan lauk juga didasari oleh kebijaksanaan yang didapat dari belajar dari alam.
Tumpeng merupakan simbol ekosistem kehidupan. Kerucut nasi yang menjulang
tinggi melambangkan keagungan Tuhan Yang Maha Pencipta alam beserta isinya,
sedangkan aneka lauk pauk dan sayuran merupakan simbol dari isi alam ini. Oleh
30 Kartika Pamujiningtyas, “Sejarah di Balik Sajian Nasi Tumpeng Penuh Makna”. Diakses
dari https://kumparan.com/kumparanfood/sejarah-di-balik-sajian-nasi-tumpeng-penuh-makna-
1536645384531149915/full, pada tanggal 28 November 2021.
64
karena itu pemilihan lauk-pauk di dalam tumpeng biasanya mewakili semua yang
ada di alam ini.31
Dalam Grebeg Sudiro terdapat juga syukuran atau selamatan dalam rangkaian
acaranya seperti Umbul Mantram. Dalam umbul mantram ini adanya upacara
syukuran atau selamatan terlihat pada saat doa bersama. Ciri yang disebut syukuran
yaitu terletak pada tujuan diadakan acara dan makanan yang disediakan. Nasi
Tumpeng yang menjadi khas dari syukuran atau selamatan dihidangkan dalam acara
ini. Dalam doa bersama ini para hadirin duduk lesehan di atas tikar mengelilingi nasi
tumpeng. Doa bersama dilakukan untuk bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
dan meminta keselamatan untuk tahun selanjutnya. Setelah itu nasi tumpeng
dipotong dan dibagikan kepada hadirin.32
31Redaksi, “Makna Tumpeng dalam Tradisi Jawa”. Diakses dari
https://hidayatuna.com/makna-tumpeng-dalam-tradisi-jawa/, pada tanggal 28 November 2021. .
32Wawancara dengan bapak shodiqul, dilakukan 22 Juni 2021.
65
Bab V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan penelitian dalam skripsi ini, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Grebeg Sudiro terjadi karena adanya akulturasi budaya Jawa dan Tionghoa. Selain
ada unsur budaya juga ada unsur agamanya. Unsur budayanya adalah sedekah bumi,
gunungan, pawai dan syukuran atau selamatan. Sedangkan unsur agama yaitu doa
bersama.
2. Sedekah bumi menjadi salah satu dari proses sususnan acara Grebeg Sudiro.
Sedekah Bumi ini disebut Umbul Mantram atau sedekah bumi Buk Teko. Umbul
mantram tidak beda jauh dari sedekah bumi pada umumnya. Dalam acara ini
dilakukan kirab yang mengelilingi kampung Sudiroprajan sambil membawa
gunungan yang berisi hasil bumi. gunungan ini diperebutkan oleh masyarakat pada
akhri acara.
3. Gunungan yang menjadi ciri khas dari Grebeg Sudiro adalah gunungan kue
keranjang. Kue keranjang diyakini sebagai hidangan yang membawa keberuntungan.
Sebanyak 4000 buah kue keranjang dibentuk seperti gunungan dan miniatur.
Gunungan ini diarak melalui pawai budaya. Setelah akhir pawai gunungan kue
keranjang diperebutkan oleh masyarakat. Tradisi rebutan ini sesuai dengan filosofi
jawa “ora obah ora mamah” yang artinya jika tidak berusaha, maka tidak bisa
makan.
4. Doa bersama dilakukan oleh pemuka agama-agama yang ada di Sudiroprajan. Doa
bersama adalah salah satu rangkaian acara dalam Grebeg Sudiro. Dao bersama
dilakukan oleh pemuka agama Islam, Kristen, Hindu, Budha dan Konghucu. Tujuan
66
dilakukan doa bersama ini untuk memanjatkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
dan meminta agar dijauhkan masyarakat Sudiroprajan dari bencana serta kesulitan.
5. Pawai budaya menampilkan kesenian dan budaya yang ada di Indonesia. Pawai
budaya menampilkan pertunjukan bukan hanya budaya tradisional juga budaya
Tionghoa. Dalam pawai ini gunungan yang berisi kue keranjang diarak di mulai dan
berakhir di Pasar Gede.
6. Syukuran atau Selamatan dalam umbul mantram. Umbul mantram bukan hanya
menjadi acara sedekah bumi tetapi juga upacara syukuran. Rangkaian acara ini bisa
dilihat pada saat doa bersama. Pemuka agama dan masyarakat duduk bersama
melingkar mengelilingi nasi tumpeng. Nasi tumpeng ini menjadi ciri khas yang tidak
bisa dilepaskan dari syukuran atau selamatan. Fungsi dari selamatan adalah
mengucapkan syukur dan meminta keselamtan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
B. Saran
Berdasarkan analisis penulis terhadap Tradisi Grebeg Sudiro penulis memiliki
saran, yaitu sebagai berikut:
1. Bagi pembaca diharapkan tidak hanya mengetahui tentang Tradisi Grebeg Sudiro
ini, namun mengetahui makna dan pesan-pesan toleransi dan kerukunan antar etnis
dan agama. Untuk itu para pembaca dapat menjadikan implikasi cara bersikap baik
terhadap orang-orang disekitar kita dan memiliki persaudaraan senasib sebagai
sesama manusia. Grebeg Sudiro ini mengajarkan kepada kita bahwa hidup tidak
hanya mementingkan diri sendiri, juga hidup berkerukunan dan tanpa mengakibatkan
konflik antar agama di Indonesia.
2. Bagi akademisi dapat menjadikan sebagai sumber bahan bacaan dan untuk
menambah ilmu pengetahuan. Dan juga mengetahui sejauh mana Tradisi Grebeg
Sudiro ini mempengaruhi masyarakat sebagai pelakunya.
3. Pagi penulis selanjutnya diharapkan mengadakan penelitian yang lebih mendalam
tentang Tradisi Grebeg Sudiro ini. Penulis dapat mengambil sudut pandang lain dan
67
bukan hanya bersifat subjektif tetapi secara objektif. Sumber maupun referensi agar
hasil penelitiannya dapat lebih baik dan lebih lengkap lagi.
68
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Bahri, Media Zainul. 2015. Wajah Studi Agama-Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Grup.
Budiyono. 2014. Pengaturan Kebebesan Beragama dan Kepercayaan. Lampung:
Justice Publisher.
Hardani, dkk. 2020. Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka
Ilmu Group.
Fachrian, Muhammad Rifqi. 2018. Toleransi Antarumat Beragama Dalam Al-Qur’an
(Telaah Konsep Pendidikan Islam). Depok: Raja Grafindo Persada.
Koentjaraningrat, dkk. 1984. Kamus Istilah Antropologi. Jakarta: Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa.
Lubis, M. Ridwan. 2018. Merawat Kerukunan Pengalaman di Indonesia. Jakarta:
Kompas Gramedia.
Madjid, Nucholish. 2001. Pluralitas Agama (Kerukunan Dalam Keberagaman).
Jakarta: Kompas.
Pamungkas, Cahyo dkk. 2020 Intoleransi dan Politik Identitas Kontemporer di
Indonesia. Jakarta: LIPI Press.
Rostiyati, Ani dkk. 1995. Fungsi Upacara Tradisional Bagi Masyrakat
Pendukungnya Masa Kini. Jogjakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Dii'ektorat Jenderal Kebudayaan Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai
Budaya.
Siyoto, Sandu. 2015. Dasar Metodoogi Penelitian. Yogyakarta: Literasi Media
Publishing.
69
Sukini. 2018. Toleransi Beragama. Yogyakarta: Istana Media.
Surakarta, BPS Kota. 2020. Kecamatan Jebres Dalam Angka 2020. Surakarta: BPS
Kota Surakarta.
Syahrum dan Salim. 2012. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Citapustaka
Media.
Watra, I Wayan. 2016. Mantra Samhita Buddha dan Vaisnawa Pandita Hindu.
Surabaya: Paramita.
Zed, Mestika. Cetakan pertama 2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta:
Yayasan Obor.
Jurnal/Skripsi:
Febri Handayani, “Toleransi Beragama Dalam Perspektif Ham di Indonesia”.
Dikutip dari jurnal Syariah dan Hukum, volume 2, nomor 1, Januari - Juli 2010,
pada tanggal 14 Juli 2021.
Iryana dan Risky Kawasati, “Teknik Pengumpulan Data Metode Kualitatif ”. Dikutip
dari Jurnal Ekonomi Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Sorong,
pada tanggal 20 februari 2021.
Dewi Anggraeni, Siti Suhartinah, “Toleransi Antar Umat Beragama Perspektif KH.
Ali Mustafa Yaqub”. Dikutip dari Jurnal Studi Al-Qur’an, Vol. 14, No. 1, Tahun.
2018, pada tanggal 3 Juli 2021.
A. Widyarsono, “Michael Walzer dan Kesetaraan Yang Kompleks”. Dikutip dari
Jurnal Filsafat dan Teologi, Volume 10, Nomor 1, April 2011, pada tanggal 14
November 2021.
Musthofa, “Toleransi Umat Beragama (antar Pemeluk Seagama) Dalam Tinjauan
Tafsir Izwaji” . Dikutip dari Jurnal Kajian Islam, Pendidikan, Budaya Dan Sosial,
Vol. 6, No. 2, Desember 2019, pada tanggal 14 November 2021.
Muammar Bakry, “Pengembangan Karakter Toleran Dalam Problematika Ikhtilaf
Mazhab Fikih”. Dikutip dari Jurnal Studi Islam, Volume 14, Nomor 1, Juni 2014,
pada tanggal 15 November 2021.
70
Idrus, “Membumikan Fiqh Toleransi Dalam Arus Pluralitas Agama”. Dikutip dari
Jurnal Kajian Hukum Islam dan Hukum Ekonomi Islam, Volume 02 Nomor 01,
Januari-Juni 2018, pada tanggal 6 Juli 2021.
Achmad Nur Salim, “Penanaman Nilai Toleransi Antar Umat Beragama Di Kalangan
Masyarakat Kecamatan Mlati Kabupaten Sleman”. Dikutip dari artikel pendidikan
Pancasila dan kewarganegaraan, terbit tanggal 14 Maret 2018, pada tanggal 21 Juli
2021.
Fatmawati, “Perlindungan Hak Atas Kebebsan Beragama dan Beribadah Dalam
Negara Hukum Indonesia”. Dikutip dari Jurnal Konstitusi, Vol 8, No 4, Agustus
2011, pada tanggal 7 Juli 2021.
Siti Musdah Mulia, “Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Beragama”. Dikutip dari
artikel Diskusi Panel: Perkembangan Konsep Tindak Pidana Terkait Dengan Agama
Dalam Pembaharuan KUHP. Aliansi RKUHP, 2007. Pada tanggal 7 Juli 2021.
Muhamad Ridho Dinata, “Konsep Toleransi Bragama Dalam Tafsir Al-qur’an
Tematik Karya Tim Departemen Agama Republik Indonesia”. Dikutip dari Jurnal
Ushuluddin, Vol. XIII No. 1 Januari 2012, pada tanggal 8 Juli 2021.
Idi Warsah, “Pendidikan Keluarga Muslim Di Tengah Masyarakat Multi-Agama:
Antara Sikap Keagamaan dan Toleransi”. Dikutip dari Jurnal Penelitian Pendidikan
Islam, Vol. 13, No. 1, Februari 2018 pada tanggal 8 Juli 2021.
Ayatullah Humaeni, “Ritual, Kepercayaan Lokal dan Identitas Budaya Masyarakat
Ciomas
Banten”. Dikutip dari Jurnal Budaya Islam, Vol. 17 No. 2 Tahun 2015, pada tanggal
16 November 2021.
Sri Hardina, Skripsi berjudul : “Makna Simbolik Upacara Adat Karya (Pingitan)
Pada Masyarakat Suku Siompu Di Desa Nggulanggula Kecamatan Siompu
Kabupaten Buton Selatan” (Makassar: Universitas Muhamadiyah Makassar, tahun
2018). Dikutip pada tanggal 16 November 2021, hal. 22.
Agus Riyadi. “Tradisi Keagamaan dan Proses Sosial pada Kaum Muslim Pedesaan”.
Dikutip dari Jurnal Internasional, Volume 20, Number 2 (2018), pada tanggal 16
Juli 2021.
71
Ria Ristiana. Skripsi dengan judul: Kearifan Lokal Dalam Upacara Keagamaan
Pada Masyarakat Desa Jogoyasan, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang
Tahun 2013, (Salatiga: STAIN, 2014) Dikutip pada tanggal 16 Juli 2021.
Feryani Umi Rosidah, “Pendekatan Antropologi dalam Studi Agama”. Dikutip dari
Jurnal Studi Agama-agama, Volume 1, Nomor 1, Maret 2011, pada tanggal 17
November 2021.
Robi Darwis, “Tradisi Ngaruwat Bumi Dalam Kehidupan Masyarakat”. Dikutip dari
Jurnal Studi Agama-agama dan Lintas Budaya, Vol 2, No 1 (2017), pada tanggal 30
Juni 2021.
Yusantri Andesta, Skripsi dengan judul: Makna Filosofis Tradisi Suroan Pada
Masyarakat Jawa Di Kelurahan Padang Serai Kota Bengkulu. (Bengkulu: Institut
Agama Islam Negeri Bengkulu, 2020). Dikutip pada tanggal 17 November 2021, hal.
16.
Adeltrudis Bamung, skripsi dengan judul Tradisi Belis Dalam Adat Perkawinan
Masyarakat Desa Beo Sepang Kecamatan Boleng Kabupaten Manggarai Barat.
(Mataram:Universitas Muhammadiyah Mataram, 2020). Dikutip pada tanggal 17
November 2021, hal. 37-38.
Tissani Clarasati Adriana, “Tradisi Grebeg Sudiro di Sudiroprajan”. Dikutip dari
Jurnal Antropologi dan Sejarah, Vol 5, No 1 (2013), pada tanggal 30 Juni 2021.
Alfin Syah K. Putrid, (2003). Tradisi Sedekah Bumi (Kajian Tentang Keberadaan
Tradisi Sedekah Bumi di Kelurahan Tubanan, Kecamatan Tendes, Kotamadya
Surabaya). (Surabaya:Universitas Airlangga Surabaya, 2003). Dikutip pada tanggal
04 November 2021, hal. Xiii.
Jamson Siallagan, “Tinjauan Iman Kristen Terhadap Doa Lintas Agama”. Dikutip
dari Jurnal Teologi dan Pengembangan Pelayanan, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember
2017, pada tanggal 24 November 2021.
Internet/Artikel Website:
Wikipedia. “Grebeg Sudiro”. Diakses dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Grebeg_Sudiro , pada tanggal 14 Juli 2021.
72
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/toleransi. diakses pada tanggal 3 Juli 2021.
Wikipedia, diubah pada 19 Februari 2021, “Ensiklopedia Amerika”, dikutip Dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Encyclopedia_Americana, pada tanggal 14 November
2021.
Zakky, tahun terbit 12 April 2020, “Pengertian Toleransi , Definisi, Manfaat, Macam-
Macam, dan Contohnya” Dikutip Dari https://www.zonareferensi.com/pengertian-
toleransi/. pada tanggal 14 November 2021.
Zuhairi Misrawi, (8 November 2011), “Toleransi Versus Intoleransi”. Dikutip Dari
https://tokoh.id/publikasi/opini/toleransi-versus-intoleransi/. pada tanggal 14
November 2021.
Wikipedia, “Djohan Effendi”. Dikutip Dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Djohan_Effendi. pada tanggal 14 November 2021.
Heri Purnomo, (25 November 2020), “Toleransi Umat Beragama Dalam Perspekif
Pancasila”. Dikutip Dari
https://www.kompasiana.com/heri07040/5fbe4f958ede4834b30b4032/toleransi-umat-
beragama-dalam-perspektif-pancasila?page=4&page_images=1 , pada tanggal 14
November 2021.
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/upacara. diakses pada tanggal 15 November 2021.
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/ritual. diakses pada tanggal 15 November 2021.
Kabupaten Buleleng, “Memahami Makna Pentingnya Sarana Upacara Agama Hindu
( Banten )”. Diakses dari
https://buleleng.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/memahami-makna-
pentingnya-sarana-upacara-agama-hindu-banten-83, pada tanggal 15 November 2021.
Wikipedia, “Upacara”. Diakses Dari https://id.wikipedia.org/wiki/Upacara.pada
tanggal 15
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/ritual. diakses pada tanggal 16 November 2021.
73
Wikipedia, “Ritual”. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Ritual, pada tanggal
16 November 2021.
Rimba Kita, “Upacara Adat di 34 Provinsi di Indonesia – Pengertian, Unsur, Tujuan
& Contoh.” Diakses dari dari https://rimbakita.com/upacara-adat/, pada tanggal 16
November 2021.
Puti Yasmin, “7 Upacara Adat di Indonesia dan Tujuannya yang Wajib
Diketahui”.Diakses dari https://travel.detik.com/travel-news/d-4929176/7-upacara-
adat-di-indonesia-dan-tujuannya-yang-wajib-diketahui, pada tanggal 16 Juli 2021.
https://brainly.co.id/tugas/9371605. diakses pada tanggal 16 Juli 2021.
Kozio, “Pengertian Tradisi”. Diakses dari https://www.kozio.com/term/tradisi/. pada
tanggal 17 November 2021.
Mapan Mas,“Profil Kelurahan Sudiroprajan”, Diakses dari https://kec-
jebres.surakarta.go.id/kategori/detail/f7177163c833dff4b38f44c8d2872f1ec6, tanggal
7 November 2021.
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/gerebek. diakses pada tanggal 10 November 2021.
Iswara N Raditya, “Grebeg Maulud dan Cara Syiar Islam Para Wali”. Diakses dari
https://tirto.id/grebeg-maulud-dan-cara-syiar-islam-para-wali-daix, pada tanggal 30
Juni 2021.
Dinas Pariwisata, “Grebeg Sekaten. Diakses dari
https://pariwisata.jogjakota.go.id/detail/index/338, pada tanggal 10 November 2021.
Wikipedia, “Grebeg”. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Grebeg, pada tanggal
30 Juni 2021.
Rifai Shodiq Fathoni, “Tradisi Grebeg/Garebek di Yogyakarta”, Dari
https://wawasansejarah.com/tradisi-grebeg-di-yogyakarta/, 11 November 2021.
Dinas pariwisata Solo, “Sejarah Grebeg Sudiro”. Diakses dari
https://pariwisatasolo.surakarta.go.id/sejarah-grebeg-sudiro/, pada tanggal 30 Juni
2021.
74
Wikipedia, “Grebeg Sudiro”. Diakes dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Grebeg_Sudiro, pada tanggal 30 Juni 2021.
Shani Rasyid, “Mengenal Grebeg Sudiro, Bentuk Akulturasi Budaya Tionghoa dan
Jawa di Kota Solo” diakses dari https://www.merdeka.com/jateng/mengenal-grebeg-
sudiro-bentuk-akulturasi-budaya-tionghoa-dan-jawa-di-kota-solo.html?page=3.
Diakses pada tanggal 30 Juni 2021.
Yayuk Windarti, “Grebeg Sudiro Perayaan Imlek Khas Tionghoa dan Jawa di Solo”.
Diakses dari https://www.desabisa.com/grebeg-sudiro-perayaan-imlek-khas-
tionghoa-dan-jawa-di-solo/, pada tanggal 18 November 2021.
Lucky Bagas Sri Hartono, “Grebeg Sudiro”. Diakses dari https://budaya-
indonesia.org/Grebeg-Sudiro, pada tanggal 18 November 2021.
Lina Kasih, “Yuk Traveling ke Solo, Ada 5.000 Lampion dan Grebeg Sudiro Jelang
Imlek”. Diakses dari https://joss.co.id/2020/01/yuk-traveling-ke-solo-ada-5-000-
lampion-dan-grebeg-sudiro-jelang-imlek/, pada tanggal 18 November 2021.
Dinas Pariwisata Solo, “Umbul Mantram Sambut Tradisi Grebeg Sudiro dan Tahun
Baru Imlek Tahun 2020”. Diakses dari: https://pariwisatasolo.surakarta.go.id/umbul-
mantram-sambut-tradisi-grebeg-sudiro-dan-tahun-baru-imlek-tahun-2020/, pada
tanggal 18 November 2021.
Eka Fitriani, “Prosesi Umbul Mantram Berlangsung Lancar dan Khidmat di
Kelurahan Sudiroprajan”. Dikutip dari
https://solo.tribunnews.com/2017/01/20/prosesi-umbul-mantram-berlangsung-lancar-
dan-khidmat-di-kelurahan-sudiroprajan?page=all, pada tanggal 18 November 2021.
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kirab. diakses pada tanggal 19 November 2021.
Wikipedia, “Kirab Budaya”. Diakses dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Kirab_budaya,pada tanggal 19 November 2021.
75
Endy Poerwanto, “19 Januari 2020, Kirab Budaya Grebeg Sudiro”. Diakses dari
https://bisniswisata.co.id/19-januari-2020-kirab-budaya-grebeg-sudiro/, pada tanggal
21 November 2021.
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/sedekah%20bumi. Diakses pada tanggal 4
November 2021.
Wikipedia, “Sedekah Bumi”. Diakses dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Sedekah_bumi, pada tanggal 4 November 2021.
Siti Setyo Rini, “Mengapresiasi Tradisi Sedekah Bumi”. Diakses dari
https://radarkudus.jawapos.com/read/2019/10/28/163228/mengapresiasi-tradisi-
sedekah-bumi , pada tanggal 6 November 2021.
Inibaru, “Sedekah Bumi dan Keharmonisan dengan Alam”. Diakses dari
https://inibaru.id/tradisinesia/sedekah-bumi-dan-keharmonisan-dengan-alam, pada
tanggal 6 November 2021.
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/gunungan. diakses pada tanggal 22 November
2021.
Wikipedia, “Gunungan”. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Gunungan, pada
tanggal 22 November 2021.
Tugu Jogja, (13 Agustus 2019), “Memahami Filosofi Bentuk dan Isi Gunungan,
Tradisi Sedekah Raja Jogja”. Diakses dari
https://kumparan.com/tugujogja/memahami-filosofi-bentuk-dan-isi-gunungan-tradisi-
sedekah-raja-jogja-1resuIT8iPh/full, pada tanggal 22 November 2021.
Ibda Fikrina Abda, “Grebeg Sudiro, Serunya Berebut Gunungan Kue Keranjang”.
Diakses dari https://www.maioloo.com/seni-budaya/grebeg-sudiro/, pada tanggal 22
November 2021.
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/doa. diakses pada tanggal 23 November 2021.
76
Anatasia Anjani, “Doa Adalah Inti Ibadah, Berikut Dalilnya”. Diakses dari
https://news.detik.com/berita/d-5523547/doa-adalah-inti-ibadah-berikut-dalilnya pada
tanggal 23 November 2021.
Anugerah Ayu Sendari, “Doa adalah Bentuk Permohonan, Ketahui Bentuknya dalam
Tiap Agama”. Diakes dari https://hot.liputan6.com/read/4678850/doa-adalah-bentuk-
permohonan-ketahui bentuknya-dalam-tiap-agama, pada tanggal 23 November 2021.
Wikipedia, “Doa Kristen”. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Doa_Kristen,
pada tanggal 23 November 2021.
Steven Tanugraha, “Berdoa dalam Agama Buddha”. Diakses dari https://student-
activity.binus.ac.id/kmbd/2020/10/berdoa-dalam-agama-buddha/ , pada tanggal 23
November 2021.
Chingdrawati, “Doa dan Sembahyang”. Diakses dari https://kemenag.go.id/read/doa-
dan-sembahyang-q9qja , pada tanggal 24 November 2021.
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/pawai. diakses pada tanggal 25 November 2021.
Wikipedia, “parade”. Diakses pada dari https://id.wikipedia.org/wiki/Parade, tanggal
25 November 2021.
Irfan Sholeh, “Mengenal Pengertian dan Manfaat Pawai Budaya bagi Indonesia”.
Diakses dari https://adjar.grid.id/read/542775331/mengenal-pengertian-dan-manfaat-
pawai-budaya-bagi-indonesia?page=all, pada tanggal 25 November 2021.
Zepta Haryadi, “Ribuan Peserta Meriahkan Pawai Budaya”. Diakses dari
http://www.radartanggamus.co.id/2019/08/20/ribuan-peserta-meriahkan-pawai-
budaya/, pada tanggal 25 November 2021.
Pendidikan Dan Pengajaran, Pengertian , “Maksud dan Tujuan Upacara Syukuran”.
Diakses dari https://wawasanpengajaran.blogspot.com/2019/06/pengertian-maksud-
dan-tujuan-upacara.html, pada tanggal 26 Juni 2021.
Wikipedia, “Selamatan”. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Selamatan, pada
tanggal 28 November 2021.
77
Kesbangpol Madiun, “Upacara Selamatan – Tradisi Ritual Dalam Masyarakat Jawa”.
Diakses dari https://kesbangpol.madiunkab.go.id/upacara-selamatan-tradisi-ritual-
dalam-masyarakat-jawa/, pada tanggal 28 November 2021.
Kartika Pamujiningtyas, “Sejarah di Balik Sajian Nasi Tumpeng Penuh Makna”.
Diakses dari https://kumparan.com/kumparanfood/sejarah-di-balik-sajian-nasi-
tumpeng-penuh-makna-1536645384531149915/full, pada tanggal 28 November
2021.
Redaksi, “Makna Tumpeng dalam Tradisi Jawa”. Diakses dari
https://hidayatuna.com/makna-tumpeng-dalam-tradisi-jawa/, pada tanggal 28
November 2021.
78
LAMPIRAN
Berfoto bersama narasumber Bapak Dalimo Lurah Sudiroprajan, tanggal 22 Juni
2021
Bapak Dalimo Lurah Sudiroprajan dan Hansip Bapak Saparman, tanggal 22 Juni
2021
79
Bersama Narasumber Bapak Shodiqul Imam sebagai ketua DMI dan panitia, tanggal
22 Juni 2021
Kantor kelurahan Sudiroprajan tampak Depan, tanggal 22 Juni 2021.
80
Kantor Kelurahan Sudiroprajan di Dinding Nama, tanggal 22 Juni 2021.
Masjid At-Taqwa di Jalan Sumase, tanggal 22 Juni 2021.
81
Klenteng Tien Kok Sie bersebelahan dengan Pasar Gede, tanggal 22 Juni 2021.
Klenteng Tien Kok Sie tampak depan, sumber:
https://www.merdeka.com/peristiwa/perayaan-imlek-klenteng-tien-kok-sie-solo-
tiadakan-ritual-tolak-bala.html. dikutip pada tanggal 3 September 2021.
Gapura nama kampung Sudiroprajan, tanggal 22 Juni 2021.
82
Jalan Sumase di diseberang Kantor Kelurahan Sudiroprajan, tanggal 22 Juni 2021.
Gunungan Grebeg Sudiro diperebutkan warga, sumber:
https://pariwisatasolo.surakarta.go.id/perayaan-grebeg-sudiro-2019/. Diakses pada
tanggal 3 September 2021.
83
Warga membawa gunungan yang berisi kue keranjang, sumber:
https://infopublik.id/galeri/foto/detail/68833?video= , diakses pada tanggal 3
September 2021.
Karnaval Budaya Grebeg Sudiro, sumber:
https://photo.sindonews.com/gallery/36349/kemeriahan-karnaval-budaya-grebeg-
sudiro-di-solo#google_vignette. Diakses pada tanggal 3 September 2021.