TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA ...

228
Daniel Rabitha, dkk. TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN KEMENTERIAN AGAMA BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN AGAMA JAKARTA TAHUN 2018 Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 1 16/12/2018 20:35:25 Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

Transcript of TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA ...

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

i

Daniel Rabitha, dkk.

TOLERANSIANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA

PADA MASYARAKAT HETEROGEN

KEMENTERIAN AGAMABALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN AGAMA JAKARTA

TAHUN 2018

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 1 16/12/2018 20:35:25Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

ii

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN@Balai Litbang Agama Jakarta, 2018

Tim Penulis:Daniel RabithaMuhammad Agus NoorbaniRudy Harisyah AlamIsmailNovi Dwi NugrohoHj. Marpuah

Cetakan I, Desember 2018x + 218, 15 x 23 cmISBN: 978-602-6831-21-7

Penerbit:BALAI LITBANG AGAMA JAKARTA PRESSANGGOTA IKAPI DKI JAKARTANO. 564/ANGGOTA LUAR BIASA/DKI/2018Jln. Rawa Kuning No. 6, Pulo Gebang, CakungJakarta Timur, 13950Telp.: +62-21-4800725Faks.: +62-21-4800712Email: [email protected]: www.blajakarta.Kementerian Agama.go.id

Buku ini dilarang dikutip sebagian atau seluruhnyaTanpa Izin PenerbitHAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANG

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 2 16/12/2018 20:35:26Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

iii

SEKAPUR SIRIH

Peristiwa-peristiwa terkait kerukunan umat beragama pastilah banyak terjadi di Indonesia. Pastinya, perihal kerukunan yang berseberangan dengan makna sesungguhnya (bisa dibaca tidak rukun), jauh lebih mengundang perhatian banyak orang. Tentu ada yang menjadi sebuah isu besar dan ada pula yang tidak. Bisa saja hal ini disebabkan karena peran media massa yang akhirnya mampu menjadikan peristiwa ketidakrukunan umat beragama tertentu menjadi besar. Lain halnya dengan peristiwa yang menampakkan potret kerukunan umat beragama di Indonesia, sebenarnya kian berlangsung. Namun seakan tertutupi atau sebutlah tidak populer, lantaran berjalan damai.

Saat ini, Balai Litbang Agama (BLA) Jakarta memiliki andil melakukan kajian terkait kerukunan umat beragama di wilayah Indonesia bagian barat. Hal ini dilakukan, selain karena berupaya memenuhi Renstra Kementerian Agama RI Tahun 2015-2019, juga berupaya membuat wacana terkait kerukunan memerlukan tema-tema damai. Hal ini dimaksudkan untuk mengimbangi kepopuleran wacana negatif tentang kerukunan umat beragama dipublikasi media-media publik.

Akhirnya, semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam menjadi salah satu pijakan Kementerian Agama RI dalam memelihara kerukunan umat beragama di Tanah Air.

Hormat kami,Peneliti BLA Jakarta

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 3 16/12/2018 20:35:26Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

iv

SEKAPUR SIRIH

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 4 16/12/2018 20:35:26Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

v

KATA PENGANTARKEPALA BALAI LITBANG AGAMA JAKARTA

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT., hasil penelitian Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta tentang “Toleransi Antarkelompok Umat Beragama pada Masyarakat Heterogen di Indonesia Bagian Barat: Studi Peningkatan Kualitas Umat Beragama” ini telah selesai dilaksanakan dalam tahun anggaran 2018.

Buku ini berhasil menyuguhkan sebuah fenomena toleransi dalam kehidupan umat beragama dalam masyarakat heterogen di Indonesia bagian barat. Kondisi sosial-budaya masyarakat ini menarik perhatian bagi para Peneliti bidang kehidupan Balai Litbang Agama Jakarta untuk mengkaji, mengapa wilayah tertentu cenderung damai, rukun atau terbebas dari insiden konflik keagamaan, terutama insiden konflik yang melibatkan aksi kekerasan, kendati wilayah tersebut dihuni oleh berbagai pemeluk agama? Namun, kajian “toleransi” ini dipandang jarang tersentuh oleh para penggiat kerukunan atau kurang mengimbangi wacana sisi negatif dari pemeliharaan kerukunan umat beragama, dibandingkan dengan kajian persoalan-persoalan “konflik-kekerasan dan penodaan agama”. Hal ini bisa saja dimungkinkan, karena isu toleransi tidak begitu “menarik” oleh sebagian kalangan. Isu toleransi ini cenderung tidak menggugah selera penulis dan pengkaji, lantaran “dikarenakan” manusia cenderung lebih memberikan perhatian terhadap hal-hal yang unik atau jarang terjadi (sebutlah negatif ). Hal ini alamiah ada pada diri manusia. Sebuah pengalaman buruk atau negatif akan lebih cepat melekat pada long term memory (ingatan jangka

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 5 16/12/2018 20:35:26Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

vi

KATA PENGANTAR

panjang), dibandingkan pengalaman baik atau positif. Salah satu buktinya adalah adanya gerak refleks yang ada pada mata. Organ vital ini cenderung merespon cepat secara natural terhadap “pengganggu”. Hal yang menarik dari uraian ini adalah, bahwa manusia pada dasarnya lebih mencintai “damai atau kerukunan”. Peristiwa terkait kerukunan umat beragama yang tidak terlalu populer tersebut bisa saja menjadi perhatian besar masyarakat, karena mengandung unsur keunikan dan terpublikasi pada media-media sosial.

Padahal saran utama kebijakan dalam Rencana Strategi (Renstra) Kementerian Agama Tahun 2015-2019 adalah “terwujudnya masyarakat Indonesia yang taat beragama, rukun, cerdas, dan sejahtera lahir batin dalam rangka mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong”, sebagaimana tertuang dalam visinya. Kemudian visi tersebut dijabarkan dalam misi Kementerian Agama, yaitu memantapkan kerukunan intra dan antarumat beragama.

Peran serta pemerintah dalam mewujudkan kerukunan umat beragama tak lepas dari program pembangunan bidang agama pada Kementerian Agama dengan melakukan berbagai kegiatan yang ditujukan untuk mengembangkan kerukunan umat beragama di Indonesia, di antaranya: kegiatan reharmonisasi dan antisipasi disharmonisasi kehidupan sosial keagamaan daerah pasca konflik/rawan konflik; penguatan peran dan pemberdayaan nilai-nilai kearifan lokal; peningkatan pemahaman agama berwawasan multikultural; pengembangan budaya damai; Participatory Action Research (PAR) untuk pengembangan model kerukunan; pemberdayaan organisasi keagamaan; serta penguatan peran tokoh-tokoh agama dan pemuka agama. Selain itu, juga peningkatan kerukunan umat beragama juga dilakukan melalui penerbitan, sosialisasi, dan implementasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 6 16/12/2018 20:35:26Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

vii

Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama. Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah.

Terlepas dari upaya pemerintah meningkatkan kualitas kerukunan beragama di atas, di sisi lain masyarakat sendiri juga memiliki peran penting dalam menjaga kerukunan antarumat beragama. Bangsa Indonesia yang memiliki norma-norma kemasyarakatan yang di antaranya bersumber pada nilai-nilai agama mendukung terciptanya kerukunan di lingkungan mereka. Nilai-nilai agama mendorong umat penganutnya untuk cinta damai, membangun kerjasama, sikap toleransi, dan menghormati agama lain. Ajaran-ajaran inilah yang sebenarnya menjadi landasan sikap dan perilaku masyarakat secara umum dalam berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain yang menganut agama berbeda.

Berdasarkan dasar pemikiran di atas, maka Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta memandang penting melakukan penelitian yang terfokus pada terciptanya suasana toleransi antarkelompok umat beragama pada masyarakat hetegoren, dengan mengambil 6 (enam) wilayah sebagai lokus penelitian, yaitu: Kota Depok, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor, Kota Cimahi, dan Kabupaten Kuningan, yang masing-masing lokasi tersebut berada di Provinsi Jawa Barat.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi akademik dalam memahami aspek-aspek terpeliharanya kerukunan antarumat beragama di sebuah wilayah serta dapat memberikan kontribusi bagi kebijakan pemeliharaan dan peningkatan kerukunan antarumat beragama di Indonesia. Terkhusus bagi Kementerian Agama, penelitian ini diharapkan menjadi entry point dalam: Pertama, menumbuhkembangkan desa-desa sadar kerukunan di berbagai daerah di Indonesia. Kedua, memperkuat kerukunan (toleransi, kerjasama, dan

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 7 16/12/2018 20:35:26Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

viii

kesetaraan) antarumat beragama di Indonesia dengan memotret kategori desa rukun, kemudian dijadikan role model desa sadar kerukunan di seluruh Indonesia.

Kami ucapkan banyak terima kasih kepada para peneliti Balai Litbang Agama Jakarta dan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penerbitan buku ini.

Jakarta, November 2018Kepala

Dr. Nurudin, M.SiNIP: 198007202006041003

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 8 16/12/2018 20:35:28Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

ix

DAFTAR ISI

SEKAPUR SIRIH ------------------------------------------------------ iiiKATA PENGANTAR -------------------------------------------------- vDAFTAR ISI ----------------------------------------------------------- ix

BAB I : PENDAHULUAN � Latar Belakang ----------------------------------- 1 � Rumusan Masalah ------------------------------- 11 � Tujuan dan Manfaat Penelitian -------------- 11

BAB II : KERANGKA TEORI � Kedamaian Antarumat Beragama ---------- 13 � Kerukunan ---------------------------------------- 20 � Toleransi ------------------------------------------- 24

BAB III : METODE PENELITIAN � Pendekatan Penelitian ------------------------- 27 � Teknik Analisa Data ----------------------------- 28 � Lokasi Penelitian --------------------------------- 28

BAB IV : HASIL-HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN � Studi Kerukunan pada Kampung

Panggulan Kelurahan Pengasinan Kota Depok Provinsi Jawa BaratOleh: Daniel Rabitha ---------------------------- 31

� Kerukunan Umat Beragama di Kampung Sawah Kecamatan Pondok Melati Kota Bekasi Provinsi Jawa BaratOleh: Muhammad Agus Noorbani ----------- 63

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 9 16/12/2018 20:35:28Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

x

� Ikatan Kekerabatan, Modal Sosial dan Kedamaian Umat Beragama: Studi Kasus di Desa Kertajaya Kecamatan Pebayuran Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa BaratOleh: Rudy Harisyah Alam --------------------- 99

� Ikatan Kewargaan dan Asosiasional Antarumat Beragama di Desa Pabuaran Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor Provinsi Jawa BaratOleh: Ismail ---------------------------------------- 123

� Peran Pemerintah Daerah, FKUB dan Tokoh Agama dalam Menjaga Kerukunan Umat Beragama di RT 01 RW 17 Kelurahan Karangmekar, Kecamatan Cimahi Tengah, Kota Cimahi Provinsi Jawa BaratOleh: Novi Dwi Nugroho ------------------------ 143

� Toleransi Antarkelompok Umat Beragama, Studi Interaksi Sosial Antar-Pemeluk Agama di Kelurahan Cigugur Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa BaratOleh: Hj. Marpuah ------------------------------- 171

BAB V: PENUTUP ---------------------------------------------------- 195

DAFTAR PUSTAKA -------------------------------------------------- 199DAFTAR INDEKS ---------------------------------------------------- 215

DAFTAR ISI

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 10 16/12/2018 20:35:29Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

1

BAB IPENDAHULUAN

Latar BelakangStudi arah kebijakan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian

Agama RI Tahun 2015-2019 tentang kerukunan umat beragama perlu senantiasa dimutakhirkan, terutama yang terkait dengan isu-isu konflik dan kekerasan, penodaan agama dan toleransi. Mengingat sasaran utama Kementerian Agama adalah “terwujudnya masyarakat Indonesia yang taat beragama, rukun, cerdas, dan sejahtera lahir batin dalam rangka mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong”, sebagaimana tertuang dalam visinya. Dalam mewujudkan visi tersebut, kemudian “kerukunan umat beragama” dijabarkan sebagai salah satu misi Kementerian Agama, yaitu: “memantapkan kerukunan intra dan antarumat beragama” (Biro Perencanaan Kemenag, 2017).

Kerukunan umat beragama merupakan salah satu pilar penting bagi terwujudnya kerukunan, ketahanan, dan kesatuan nasional. Oleh sebab itu, salah satu fokus pembangunan bidang agama adalah mewujudkan dan meningkatkan kerukunan, baik intra maupun antarumat beragama. Kementerian Agama telah melakukan berbagai kegiatan yang ditujukan untuk mengembangkan kerukunan umat beragama di Indonesia, di antaranya: kegiatan reharmonisasi dan antisipasi disharmonisasi kehidupan sosial keagamaan daerah pasca konflik/rawan konflik; penguatan peran dan pemberdayaan nilai-nilai kearifan lokal; peningkatan pemahaman agama berwawasan multikultural;

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 1 16/12/2018 20:35:29Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

2

pengembangan budaya damai; Participatory Action Research (PAR) untuk pengembangan model kerukunan; pemberdayaan organisasi keagamaan; serta penguatan peran tokoh-tokoh agama dan pemuka agama. Selain itu, peningkatan kerukunan umat beragama juga dilakukan melalui penerbitan, sosialisasi, dan implementasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama. Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah.

Terlepas dari upaya pemerintah meningkatkan kualitas kerukunan beragama di atas, di sisi lain masyarakat sendiri juga memiliki peran penting dalam menjaga kerukunan antarumat beragama. Bangsa Indonesia yang memiliki norma-norma kemasyarakatan yang di antaranya bersumber pada nilai-nilai agama mendukung terciptanya kerukunan di lingkungan mereka. Nilai-nilai agama mendorong umat penganutnya untuk cinta damai, membangun kerjasama, sikap toleransi, dan menghormati agama lain. Ajaran-ajaran inilah yang sebenarnya menjadi landasan sikap dan perilaku masyarakat secara umum dalam berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain yang menganut agama berbeda.

Kerukunan merupakan nilai universal yang dapat ditemukan dalam setiap ajaran agama. Setiap agama mengajarkan kepada umatnya untuk mengasihi sesama makhluk hidup dan bersikap positif terhadap alam. Semua agama pada hakikatnya mengajarkan umatnya untuk mawas diri, mengenal dirinya terlebih dahulu, mengenal segala musuh yang ada dalam dirinya serta kelobaan, iri hati, kemarahan, dan lain sebagainya. Dengan senantiasa mawas diri, umat beragama akan tetap dapat menjaga saling pengertian dengan umat lain dan benar-benar dapat mengembangkan wawasan kebangsaan, menyadari diri sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang besar. Itulah sebabnya, masyarakat Indonesia secara umum mampu menunjukkan diri

BAB I: PENDAHULUAN

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 2 16/12/2018 20:35:29Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

3

sebagai masyarakat yang memiliki toleransi terhadap umat agama lainnya. Selain itu, diperlukan pula kesadaran umat beragama dalam menumbuhkan sikap toleran dalam kehidupan beragama. Sikap toleran ini dapat menumbuhkan rasa saling menghargai dan saling menghormati antara satu dengan yang lain untuk mewujudkan ketentraman dan perdamaian. Perwujudan sikap toleransi dalam beragama dapat dicirikan dengan beberapa indikasi. Indikator-indikator sikap toleransi tersebut adalah adanya penerimaan terhadap kelompok lain untuk hidup bersama, terciptanya ruang dialog antarumat beragama, dan saling menghargai terhadap aktivitas keberagamaan pemeluk agama lain (Kartanegara, 2005).

Toleransi antarumat beragama, khususnya di Indonesia bertujuan untuk menumbuhkan saling pengertian dan kedamaian di antara agama-agama yang berbeda, ini merupakan babak baru dalam hubungan antarumat beragama sebagai upaya menciptakan kerukunan hidup umat beragama secara riil melalui dialog antaragama, agar tercipta hubungan yang harmonis dan dinamis di tengah-tengah masyarakat, yang ditandai dengan sikap saling percaya, tidak saling curiga atau antipati satu sama lain. Dengan meningkatnya toleransi antarumat beragama diharapkan dapat terjalin rasa saling menghargai dan menghormati antarumat beragama, yang pada giliranya dapat menciptakan perdamaian dan kerukunan di antara umat manusia.

Pada realitasnya, masyarakat multikultural “ibarat pisau bermata dua”. Ia akan menjadi kekuatan (modal sosial) sekaligus ancaman yang dapat merusak aggregasi bangsa. Apabila keragaman ini dirawat dan dijaga dengan baik, maka akan menjadi rahmat yang dapat mendorong kreativitas bangsa, pemerkayaan intelektual, dan pengembangan sikap-sikap toleran. Begitu juga sebaliknya, apabila dalam masyarakat multikultur, mindset masyarakatnya masih terkooptasi oleh sifat prasangka, kebencian, dan kecurigaan (mutual consciousness) terhadap kelompok lain yang berbeda (the others), maka ikatan-ikatan sosial (social bond)

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 3 16/12/2018 20:35:29Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

4

yang telah terbangun kuat akan runtuh dan dapat mengarah pada konflik primordialistik. Oleh karena itu, penting sekali bagi masyarakat Indonesia untuk menyadari keberagaman kultur yang dimilikinya itu. Satu-satunya jalan agar tercapai integrasi yang sejati adalah dengan memberikan ruang gerak kepada keberagaman kultur dan mengakomodasi sedemikian rupa kepentingan kelompok-kelompok kultur itu, tentunya dengan rambu-rambu yang jelas. Rambu-rambu itu seperti yang dirumuskan oleh Will Kymlicka meliputi: Pertama, negara tidak memaksakan sebuah pandangan tertentu kepada warga negaranya. Kedua, warga negara memiliki nilai-nilai bersama seperti komitmen untuk kebebasan, perdamaian, solusi pantang kekerasan, dan penghargaan atas fairness, kesetaraan, toleransi, dan perbedaan (Kusumadewi, 2012).

Dinamika interaksi yang terjadi antarkelompok penganut agama maupun keyakinan, pada satu sisi dapat berpotensi meningkatkan solidaritas dan integrasi sosial kelompok. Tapi pada sisi lain, dapat terjadi gesekan antarkelompok karena bekerjanya berbagai faktor sosial, politik, bahkan ekonomi. Bagaimana pun, setiap kelompok memiliki kebutuhan untuk mengembangkan solidaritas dalam kelompoknya. Persoalannya adalah, sejauhmana sebuah kelompok mengekspresikan keyakinan ajarannya dalam kehidupan bermasyarakat sedemikian rupa, sehingga tak mengganggu hak kelompok lainnya yang berbeda keyakinan. Dalam hal ini, negara berkepentingan agar kebijakan yang ditetapkan sesuai amanah Pasal 28 dan Pasal 29 UUD NRI Tahun 1945, yang menjamin kebebasan berpendapat dan kebebasan beragama bagi warga negara Indonesia dalam kehidupan berbangsa-bernegara tetap berperan mengatur hak setiap warga masyarakat dan kelompok dalam mengekspresikan keyakinannya demi kehidupan yang harmonis. Salah satu upaya yang bisa dilakukan, yaitu dengan menanamkan pendidikan multikultural kepada masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda. Menurut Andersen dan Cusher, pendidikan multikultural dapat

BAB I: PENDAHULUAN

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 4 16/12/2018 20:35:30Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

5

diartikan sebagai pendidikan mengenai keragaman kebudayaan. Istilah pendidikan multikultural dapat digunakan baik pada tataran deskriptif maupun normatif yang menggambarkan isu-isu dan masalah-masalah pendidikan yang berkaitan dengan masyarakat multikultural. Pada konteks deskriptif ini, kurikulum pendidikan multikultural seharusnya mencakup kajian-kajian, seperti; toleransi, tema-tema tentang perbedaan kultural, agama, bahaya diskriminasi, pluralitas, multikulturalisme, dan kajian-kajian lain yang relevan (Mahfud, 2010).

Sekitar satu dasawarsa yang lalu, Balai Litbang Agama Jakarta telah merintis upaya untuk membuat apa yang disebut Charles Tilly sebagai “katalog peristiwa”, yaitu “serangkaian deskripisi tentang interaksi sosial yang beragam yang dikoleksi dari sekumpulan sumber tertentu dengan menggunakan prosedur yang relatif seragam” (Tilly 2002: 249). Katalog peristiwa yang dikembangkan Balai Litbang Agama Jakarta pada tahun 2008 adalah katalog peristiwa konflik keagamaan. Dengan menggunakan sumber pemberitaan media massa tingkat nasional maupun provinsi, upaya itu telah melahirkan dataset konflik keagamaan selama periode 2004-2007 di wilayah Indonesia bagian barat, meliputi; seluruh provinsi di pulau Sumatera, ditambah Provinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat, yang termasuk dalam wilayah kerja Balai Litbang Agama Jakarta (Alam 2009).

Selama ini, pengkatalogan peristiwa yang mencuat ke permukaan, seringkali tidak berimbang lurus. Misalnya, isu konflik keagamaan di Indonesia, yang oleh Ashutosh Varshney (2009) disebut kekerasan komunal lebih dominan “terpublikasi”, berdasarkan hasil kajiannya selama 7 (tujuh) tahun terhadap konflik komunal di India, bahwa kekerasan komunal merupakan fenomena perkotaan dan jika pun terjadi kekerasan terkonsentrasi secara lokal. Ada wilayah-wilayah yang memiliki tingkat kekerasan tinggi, namun ada juga wilayah-wilayah dengan tingkat kekerasan rendah bahkan damai dari berbagai kekerasan dan konflik komunal.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 5 16/12/2018 20:35:30Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

6

Membandingkan temuan Varshney di atas dengan kondisi di Indonesia, akan terlihat pola persebaran konflik yang sama. Kajian Panggabean dan Tadjoedin (2004) mengenai pola persebaran kekerasan kolektif di Indonesia berdasarkan pemberitaan media massa sepanjang 1990-2003 menemukan bahwa kekerasan kolektif terbanyak terjadi di empatbelas (14) provinsi di Indonesia. Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah menjadi penyumbang insiden kekerasan kolektif terbesar dari keempatbelas provinsi lain dalam kurun masa tersebut. Di ketiga provinsi tersebut terjadi 2.032 insiden kekerasan kolektif atau mencapai 48% dari 4.270 total insiden kekerasan kolektif di seluruh Indonesia selama periode 1990-2003 yang terekam dalam database UNSFIR, sebanyak 3.608 insiden (84,5%) terjadi hanya di 14 provinsi dari total 32 provinsi (saat itu) di Indonesia (Varshney, Panggabean dan Tadjoeddin, 2004). Meski menyumbang insiden kekerasan kolektif tertinggi, namun jumlah korban jiwa meninggal terbesar terdapat di Provinsi Maluku Utara dan Provinsi Maluku yang mencapai 4.840 jiwa atau 43% dari total korban meninggal dunia dari seluruh insiden konflik kekerasan di Indonesia sepanjang 1990-2003. Padahal, kedua wilayah ini hanya menyumbang 404 insiden konflik kekerasan dalam kurun masa tersebut.

Sementara itu, kajian dengan metode serupa mengenai konflik keagamaan dilakukan Panggabean, Alam, dan Ali-Fauzi (2010) yang menemukan bahwa sebanyak 285 insiden kekerasan terkait isu keagamaan selama kurun 1990-2008 terjadi hanya di 20 provinsi dari total 33 provinsi di Indonesia (Panggabean, Alam, dan Ali-Fauzi, 2010:257). Adapun berdasarkan katalog peristiwa konflik keagamaan di wilayah Indonesia bagian barat selama periode 2004-2007 yang dihasilkan Balai Litbang Agama Jakarta, diperoleh gambaran bahwa dari 76 insiden kekerasan terkait isu keagamaan, sekitar 51 insiden (67%) terjadi hanya di 2 provinsi, yakni Banten dan Jawa Barat (Alam, 2009:162). Studi serupa yang difokuskan di Provinsi Banten menemukan bahwa dari total 32 insiden kekerasan keagamaan yang terjadi di Provinsi Banten

BAB I: PENDAHULUAN

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 6 16/12/2018 20:35:30Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

7

dalam periode 2004-2010, sebanyak 14 insiden (43,8%) terjadi di Kota Tangerang, sedangkan 8 insiden (25%) terjadi di Kabupaten Tangerang (termasuk wilayah Tangerang Selatan), dan 18,8% di Kabupaten Serang (termasuk Kota Serang). Dengan kata lain, sekitar 87,6% dari total 32 insiden kekerasan di Provinsi Banten terjadi hanya di tiga kabupaten/kota (Alam, 2010: 9). Pada 2016, Balai Litbang Agama Jakarta bekerja sama dengan Universitas Paramadina melakukan pemutakhiran katalog peristiwa konflik keagamaan di tiga provinsi, yaitu Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat, dalam kurun 2008-2015 (Balai Litbang Agama Jakarta, 2016).

Kajian-kajian lain menunjukkan bahwa insiden konflik komunal di Indonesia, yang bahkan hingga berujung kekerasan, kerap terjadi di wilayah-wilayah dengan kategori perkotaan dengan kepadatan penduduk tinggi dan luas wilayah yang sangat terbatas. Laporan tahunan yang dikeluarkan Wahid Foundation (2016), Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) Indonesia (2016), dan Setara Institute (2018) misalnya, masih menempatkan DKI Jakarta dan Jawa Barat sebagai wilayah dengan insiden konflik komunal tertinggi. Jika pada akhir 1990-an hingga awal tahun 2000-an, persebaran insiden konflik komunal tidak saja terjadi di Indonesia bagian barat, pulau Jawa khususnya, namun juga hingga wilayah Indonesia timur; Kalimantan, Maluku, dan Sulawesi. Maka dalam sepuluh tahun terakhir, persebaran konflik hanya terkonsentrasi di Indonesia bagian barat, khususnya di pulau Jawa. Meski demikian, seperti dihipotesiskan oleh Varshney (2009), persebaran insiden konflik ini terjadi pada skala lokal.

Persebaran konflik komunal di Jawa Barat saja, terutama terkait insiden konflik keagamaan, terkonsentrasi pada wilayah-wilayah tertentu. Wilayah-wilayah dengan karakteristik perkotaan, seperti Bogor dan Bekasi (Bagir, Ahnaf, Tahun, dan Asyhari, 2013; HRW, 2013; Wahid Foundation, 2016) menjadi wilayah dengan insiden konflik tertinggi di Jawa Barat. Dengan demikian, patut dipertanyakan, mengapa insiden konflik komunal cenderung

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 7 16/12/2018 20:35:30Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

8

terjadi di wilayah-wilayah dengan karakteristik perkotaan, luas wilayah secara geografis kecil, dan dengan kepadatan penduduk tinggi, tetapi sedikit sekali terjadi di wilayah-wilayah dengan karakteristik pedesaan, wilayah yang secara geografis luas, dan tingkat kepadatan penduduk rendah? Oleh karena itu, temuan dari berbagai studi mengenai peristiwa konflik keagamaan di atas menyediakan landasan bagi kita untuk melakukan kajian lebih lanjut dalam dua arah. Pertama, studi yang dilakukan untuk menjawab pertanyaan tentang mengapa insiden konflik keagamaan, khususnya yang melibatkan tindak kekerasan, cenderung hanya terjadi di wilayah tertentu. Kedua, studi yang dilakukan untuk menjawab pertanyaan mengapa wilayah-wilayah tertentu, yang secara geografis lebih luas, cenderung terbebas dari konflik kekerasan terkait isu keagamaan.

Balai Litbang Agama Jakarta mengambil arah riset yang kedua, dengan fokus pada penelitian: “Toleransi Antarkelompok Umat Beragama pada Masyarakat Heterogen di Wilayah Indonesia Bagian Barat: Studi Kualitas Kerukunan Umat Beragama”, yaitu mengkaji mengapa wilayah tertentu cenderung damai, rukun atau terbebas dari insiden konflik keagamaan, terutama insiden konflik yang melibatkan aksi kekerasan. Ashutosh Varshney mengemukakan “…until we study ethnic peace, we will not be able to have a good theory of ethnic conflict” (Varshney, 2002). Dengan kata lain, untuk dapat memahami secara memadai mengapa konflik etnis dapat terjadi di suatu daerah, kita juga perlu memahami mengapa kedamaian etnis dapat terwujud di suatu daerah.

Penelitian “toleransi” ini dipandang jarang tersentuh oleh para penggiat kerukunan atau kurang mengimbangi wacana sisi negatif dari pemeliharaan kerukunan umat beragama, dibandingkan dengan kajian persoalan-persoalan “konflik-kekerasan dan penodaan agama”. Hal ini bisa saja dimungkinkan, karena isu toleransi tidak begitu “menarik” oleh sebagian kalangan. Isu toleransi ini cenderung tidak menggugah selera penulis dan pengkaji, “dikarenakan” manusia cenderung lebih

BAB I: PENDAHULUAN

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 8 16/12/2018 20:35:30Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

9

memberikan perhatian terhadap hal-hal yang unik atau jarang terjadi (sebutlah negatif ). Hal ini alamiah ada pada diri manusia. Sebuah pengalaman buruk atau negatif akan lebih cepat melekat pada long term memory (ingatan jangka panjang), dibandingkan pengalaman baik atau positif. Salah satu buktinya adalah adanya gerak refleks yang ada pada mata. Organ vital ini cenderung merespon cepat secara natural terhadap “pengganggu”. Hal yang menarik dari uraian ini adalah, bahwa manusia pada dasarnya lebih mencintai “damai atau kerukunan”. Peristiwa terkait kerukunan umat beragama yang tidak terlalu populer tersebut bisa saja menjadi perhatian besar masyarakat, karena mengandung unsur keunikan dan terpublikasi pada media-media sosial.

Berbagai inisiatif untuk meningkatkan kerukunan dan perdamaian antarumat beragama telah banyak dilakukan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Dalam aspek regulasi, berbagai peraturan dikeluarkan pemerintah melalui Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, dan institusi lain untuk menjadi pegangan berbagai pihak. Meskipun, tidak sedikit yang menganggap bahwa berbagai peraturan yang dibuat pemerintah justru makin memperuncing kondisi kerukunan umat beragama di Indonesia (lihat Bagir dkk., 2013; Halili dan Naipospos, 2015; HRW, 2013).

Salah satu program kerukunan umat beragama yang dicanangkan oleh Kementerian Agama mendukung Pemerintah Daerah menciptakan atau memelihara kerukunan dengan memberikan bantuan kepada daerah melalui PKUB (Pusat Kerukunan Umat Beragama). Bantuan ini dialokasikan bagi FKUB dan pembinaan desa sadar kerukunan melalui Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Nomor 22 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyaluran Bantuan Pemerintah dalam Program Kerukunan Umat Beragama pada Sekretariat Jenderal, Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi, dan Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota, di antaranya bantuan pembinaan desa sadar kerukunan. Program ini kemudian direspon

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 9 16/12/2018 20:35:31Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

10

oleh Pemerintah Daerah dengan mengajukan beberapa desa yang dipandang memiliki kesadaran kerukunan. Buktinya, dalam beberapa tahun terakhir, muncul inisiatif dari sejumlah pihak, baik pemerintah, organisasi non pemerintah, maupun media massa untuk mempromosikan beberapa daerah tertentu sebagai daerah yang toleran atau rukun dari segi agama, di antaranya: Desa Mulia Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh Provinsi Aceh (Warsidi dan Hantoro 2017), sebuah desa di Kecamatan Bukit Kapur Kota Dumai Provinsi Riau (Frislidia, 2017), Desa Cigugur Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat (Pikiran Rakyat 2012), dan Kampung Sawah Kelurahan Jatimurni Kecamatan Pondok Gege Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat (Susilo, 2016).

Sementara itu, Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama melabelkan sejumlah desa sebagai desa sadar kerukunan, antara lain: Desa Lunang Silaut Kecamatan Lunang Silaut Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat, Desa Rama Agung Kecamatan Arga Makmur Kabupaten Bengkulu Utara, dan Desa Ponco Kresno Kecamatan Negeri Katon Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung, Desa Batu Belubang Kecamatan Pangkalan Baru Kabupaten Bangka Tengah Provinsi Bangka Belitung (Tim Peneliti Bidang Kehidupan Balai Litbang Agama Jakarta, 2018).

Meskipun demikian, upaya pelabelan desa rukun atau desa sadar kerukunan di atas tidak disertai dengan penjelasan memadai mengenai kriteria yang menjadi dasar bagi pelabelan tersebut. Tidak ada penjelasan mengenai indikator apa yang digunakan untuk menyebut sebuah desa masuk dalam kategori sebagai desa rukun.

Dengan demikian, studi “toleransi antarkelompok umat beragama” ini menjadi penting dilakukan dengan beberapa alasan, yaitu: Pertama Indonesia bagian barat dari beberapa studi yang tercatat, pada beberapa kota terindikasi tidak toleran, sehingga perlu ada wacana penyeimbang yang bisa membuktikan bahwa kerukunan umat beragama ditandai dengan adanya toleransi

BAB I: PENDAHULUAN

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 10 16/12/2018 20:35:31Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

11

antarumat beragama itu masih bisa dijumpai di wilayah Indonesia bagian barat. Kedua, deskripsi mengenai kehidupan sosial keagamaan perlu senantiasa dimutakhirkan. Mengapa? Karena kerukunan umat beragama di sebuah wilayah cenderung dinamis. Ketiga, perlu pembuktian labelisasi desa rukun oleh pemerintah dan masyarakat itu nyata adanya atau tidak. Jika memang benar, selain bisa diupayakan terefleksi pada daerah lain, juga bisa menguatkan bahwa masyarakat di Indonesia pada dasarnya berpotensi dapat memelihara kerukunan. Keempat, oleh karena kenyataan adanya keanekaragaman agama, etnis, dan budaya di tanah air, diperlukan sebuah identifikasi kondisi damai. Desa kerukunan menjadi salah satu sasaran analisis yang dipandang tepat untuk menggambarkan identifikasi tersebut (Proposal penelitian “Studi Peningkatan Kerukunan Umat Beragama”, 2018).

Rumusan MasalahPenelitian ini difokuskan untuk mengkaji “toleransi

antarkelompok umat beragama dalam masyarakat heterogen”, dengan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana suatu wilayah tertentu dapat memelihara kedamaian antarkelompok umat beragama, kendati wilayah itu dihuni oleh berbagai pemeluk agama?

2. Apakah ikatan kewargaan dalam suatu wilayah terjalin dengan baik, sehingga dapat mengikat kerukunan antarkelompok umat beragama?

3. Apa tantangan yang dihadapi warga dalam menjaga kondisi damai antarkelompok umat beragama?

Tujuan dan Manfaat PenelitianPenelitian ini bertujuan:1. Untuk mengetahui dalam suatu wilayah tertentu dapat

memelihara kedamaian antarkelompok umat beragama, kendati wilayah itu dihuni oleh berbagai pemeluk agama.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 11 16/12/2018 20:35:31Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

12

2. Untuk mengetahui sejauhmana ikatan kewargaan dalam suatu wilayah terjalin dengan baik, sehingga dapat mengikat kerukunan antarkelompok umat beragama.

3. Untuk mengetahui tantangan apa saja yang dihadapi warga dalam menjaga kondisi damai antarkelompok umat beragama.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi akademik dalam memahami aspek-aspek terpeliharanya kerukunan antarumat beragama di sebuah wilayah serta dapat memberikan kontribusi bagi kebijakan pemeliharaan dan peningkatan kerukunan antarumat beragama di Indonesia. Terkhusus bagi Kementerian Agama, penelitian ini diharapkan menjadi entry point dalam: Pertama, menumbuhkembangkan desa-desa sadar kerukunan di berbagai daerah di Indonesia. Kedua, memperkuat kerukunan (toleransi, kerjasama, dan kesetaraan) antarumat beragama di Indonesia dengan memotret kategori desa rukun, kemudian dijadikan role model desa sadar kerukunan di seluruh Indonesia.[]

BAB I: PENDAHULUAN

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 12 16/12/2018 20:35:31Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

13

BAB IIKERANGKA TEORI

Kedamaian Antarumat Beragama Berbagai publikasi dan kajian terdahulu tentang konflik

pendirian rumah ibadat di Indonesia, ada sejumlah perspektif, walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit, yang digunakan oleh para pengkaji dalam melihat dan menjelaskan persoalan konflik pendirian rumah ibadat. Beberapa di antaranya yang terkemuka adalah: perspektif esensialis, perspektif instrumentalis, perspektif regulasi, dan perspektif ikatan kewargaan.

Perspektif Esensialis

Perspektif primordialis dalam menjelaskan perbedaan budaya sebagai sebab utama konflik etnis, Beverly Crawford mengemukakan:

They assume that cultural differences such as language, religion, cultural traditions, and ethnicity, automatically lead to conflict because they assume that culturally defined groups are by nature exclusionary and are dominated by parochial values that outweigh universalistic norms. According to primordial account, parochial norms attributed to cultural groups are believed to isolate them and lead to extremism. Extremism raises the odds of violence (Samsul Rizal Panggabean, 2014).

Berdasarkan penjelasan Crawford di atas, perspektif esensialis berpandangan bahwa perbedaan budaya menyebabkan kelompok-kelompok masyarakat dengan identitas budaya yang berbeda berwatak eksklusif dan cenderung terjerumus ke dalam ekstremisme, yang selanjutnya melahirkan kekerasan antarkelompok etnis. Dalam kasus Spanyol, Prado (2008)

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 13 16/12/2018 20:35:31Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

14

berargumen bahwa tingginya tingkat penentangan terhadap pendirian masjid di Katalonia merupakan produk dari intoleransi masyarakat Katalonia terhadap Islam yang sangat berakar dalam sejarah wilayah tersebut (Astor, 2011). Sementara itu, ketika mengkaji konflik pendirian rumah ibadat HKBP Filadelfia di Desa Jejalen Jaya Kecamatan Tambun Utara Kabupaten Bekasi, Melpayanti Sinaga juga berargumen bahwa salah satu akar permasalahan konflik tersebut adalah adanya perbedaan etnis dan kepentingan ideologi (Melpayanti, 2014).

Problem utama yang dihadapi perspektif esensialis ialah perbedaan identitas cenderung bersifat konstan, namun konflik yang dikatakan bersumber dari perbedaan itu cenderung bervariasi, dari segi tempat maupun waktu. Perspektif ini tidak dapat menjelaskan, mengapa di daerah tertentu pendirian rumah ibadat menjadi sumber pertikaian, sementara di daerah lain tidak? Perspektif ini juga tidak dapat menjelaskan mengapa konflik terjadi pada titik waktu tertentu, tetapi tidak pada titik waktu yang lain? Ringkasnya, perspektif esensialis tidak dapat menjelaskan variasi terjadinya konflik dari segi tempat.

Perspektif Instrumentalis

Berbeda dengan perspektif esensialis yang beranggapan bahwa identitas-identitas keagamaan yang berbeda cenderung melahirkan konflik agama, termasuk konflik pendirian rumah ibadat, perspektif instrumentalis berpandangan bahwa identitas atau sentimen keagamaan hanya merupakan instrumen yang digunakan pihak-pihak tertentu untuk mencapai kepentingan atau tujuan yang bersifat non-agama, seperti kepentingan politik atau ekonomi.

Melissa Crouch dalam “Implementing the Regulation on Places of Worship: New Problems, Local Politics, and Court Action” (2010), berargumen bahwa konflik rumah ibadat, seperti yang ditunjukkan dalam kasus HKBP Cinere merupakan bagian dari kecenderungan umum pemerintah daerah untuk memanfaatkan konflik tempat

BAB II: KERANGKA TEORI

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 14 16/12/2018 20:35:31Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

15

ibadat guna meraih keuntungan politik dalam situasi politik yang sangat kompetitif pasca runtuhnya rezim Soeharto (Melissa Crouch, 2010). Senada dengan Crouch, Melpayanti Sinaga (2014) dalam tesisnya, “Analisis Konflik Penolakan Pembangunan Gereja HKBP Filadelfia Tahun 2013,” berkesimpulan bahwa selain masalah perbedaan ideologis (agama), kepentingan pemerintah daerah untuk mempertahankan kekuasaannya berperan dalam kegagalan jemaat HKBP Filadelfia untuk mendirikan gereja mereka (Melpayanti, 2014).

Identitas, simbol atau sentimen keagamaan memang mungkin menjadi sumber daya politik dalam persaingan memperebutkan kekuasaan. Namun demikian, jika identitas atau sentimen keagamaan menjadi insentif berharga untuk mobilisasi politik, mengapa tidak semua aktor politik menggunakannya sebagai instrumen pencapaian tujuan politik mereka? Mengapa mobilisasi berdasarkan identitas atau sentimen keagamaan tidak terjadi di semua wilayah yang memiliki keragamaan dari segi agama?

Perspektif Regulasi

Peran regulasi dalam konflik keagamaan ditekankan oleh Brian J. Grim, yang berpijak pada perspektif ekonomi keagamaan yang dikembangkan sejak dekade 1980-an oleh Rodney Stark, Roger Finke, dan Laurence R. Iannaccone (Stark dan Finke 2000; Iannaccone, Finke, dan Stark 1997). Dalam disertasinya yang berjudul “Religious Regulation’s Impacts on Religious Persecution: The Effects of De Facto and De Jure Religious Regulation” (2005), Grim berargumen bahwa regulasi keagamaan, yang terdiri atas hegemoni sosial-keagamaan (de facto regulation) dan restriksi kebijakan/hukum yang tak setara (de jure regulation) merupakan variabel penjelas yang kuat, signifikan, dan langsung atas variasi tingkat persekusi keagamaan. Semakin kuat regulasi keagamaan, semakin tinggi tingkat persekusi. Sebaliknya, semakin longgar regulasi keagamaan, semakin rendah tingkat persekusi keagamaan

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 15 16/12/2018 20:35:32Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

16

Grim mendefinisikan persekusi keagamaan (religious persecution) sebagai kekerasan fisik atau tindakan pemindahan secara paksa terhadap orang atau kelompok orang karena afiliasi atau praktik keagamaan mereka. Dalam rumusan formal Grim, persekusi keagamaan adalah “physical abuse or physical displacement due to one’s religious brand affiliation or due to one’s disposition to other religious brands” (Grim, 2015). Rumusan lain yang digunakan untuk definisi persekusi keagamaan adalah “physical abuse or physical displacement due to one’s religious practices, profession, or affiliation” (Grim dan Finke, 2007).

Peran regulasi dalam konflik pendirian rumah ibadat juga ditekankan oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia di Indonesia. Perspektif ini berpandangan bahwa regulasi rumah ibadat menjadi sumber konflik pendirian rumah ibadat karena regulasi itu mengandung substansi yang bersifat diskriminatif terhadap hak beribadat, terutama hak mendirikan rumah ibadat, kelompok agama minoritas. Regulasi dimaksud adalah Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 dan No. 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat, selanjutnya disebut PBM 2006. Dalam tinjauan hukum (legal review) atas PBM 2006, Setara Institute, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang giat dalam melakukan advokasi kebebasan beragama di Indonesia, berargumen bahwa ada 9 (sembilan) lokus diskriminasi di dalam peraturan tersebut, baik diskriminasi dalam maksud/tujuan maupun diskriminasi sebagai akibat (Setara Institute, 2010).

Peran regulasi sebagai aspek penting dalam konflik pendirian rumah ibadat digunakan bukan saja ditekankan oleh pihak-pihak yang mempersoalkan keberadaan PBM 2006, tetapi juga oleh pihak-pihak yang berpandangan bahwa sumber konflik pendirian rumah ibadat justru disebabkan tidak dipatuhinya ketentuan-ketentuan yang termuat dalam PBM 2006 tersebut. Dalam

BAB II: KERANGKA TEORI

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 16 16/12/2018 20:35:32Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

17

sebuah pertemuan, Ma’ruf Amin, yang saat itu merupakan salah satu Anggota Dewan Pertimbangan Presiden untuk Hubungan Antaragama mengemukakan, “Di Indonesia tidak pernah terdapat konflik beragama, yang ada hanyalah penertiban rumah ibadah, kesenjangan ekonomi, penyimpangan agama, dan masalah politik. Dari semua itulah kadang dimanfaatkan kelompok tertentu menjadi konflik agama” [cetak miring dari penulis—RHA]. Dengan menggunakan istilah ‘penertiban rumah ibadah’, Ma’ruf Amin jelas memandang problem utama konflik terkait rumah ibadah terletak dalam hal tidak terpenuhinya persyaratan administratif-legal bagi rumah ibadah.

Problem utama dari perspektif ini ialah sementara regulasi mengenai pendirian rumah ibadat sama, namun konflik pendirian rumah ibadat cenderung bervariasi dari segi geografis. Sementara di sebagian wilayah, regulasi dijadikan bagian dari argumentasi para pihak bertikai, namun di sebagian wilayah lain, regulasi pendirian rumah ibadat tidak mengemuka sebagai unsur menonjol yang dipertikaikan. Oleh sebab itu, dibutuhkan penjelasan lain daripada sekadar menunjuk regulasi sebagai sumber utama pertikaian menyangkut pendirian rumah ibadat.

Perspektif Ikatan Kewargaan

Di antara para sarjana yang memberi penekanan pada peran penting relasi sosial atau ikatan antarwarga bagi kehidupan sosial dan politik adalah Robert Putnam dan Ashutosh Varshney. Sementara Putnam menekankan peran penting ikatan antarwarga bagi partisipasi warga dalam politik dan bekerjanya demokrasi, Varshney menyoroti peran penting ikatan antarwarga dalam memelihara kedamaian etnis.

Dalam bukunya Making Democracy Work (1993), Putnam merumuskan konsep ikatan kewargaan dengan menggunakan konsep ‘modal sosial’ (social capital). Ia memaknai ‘modal sosial’ sebagai “aspek-aspek organisisasi sosial, seperti sikap percaya, norma, dan jaringan, yang dapat meningkatkan

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 17 16/12/2018 20:35:32Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

18

efisiensi masyarakat dengan cara memfasilitasi tindakan yang terkoordinasi” (Robert D. Putnam, 1993). Sementara dalam karya berikutnya, Bowling Alone (2000), Putnam mendefinisikan modal sosial sebagai “kaitan di antara individu-individu”, yaitu “jejaring sosial serta norma timbal-balik (reciprocity) dan kualitas dapat dipercaya (trustworthiness) yang lahir dari jejaring sosial tersebut” (Robert D. Putnam, 2000).

Di dalam karyanya yang belakangan itu pula Putnam memperkenalkan apa yang disebutnya sebagai dua dimensi terpenting dari modal sosial, yaitu bridging atau inclusive dan bonding atau exclusive. Sebagian modal sosial, menurut Putnam, baik karena keniscayaan atau pilihan, berorientasi ke dalam dan cenderung memperkuat identitas-identitas eksklusif dan kelompok-kelompok yang homogen. Inilah yang disebutnya sebagai modal sosial yang bersifat bonding (exclusive). Sementara itu, sebagian modal sosial berorientasi ke luar dan mencakup orang dari kelompok-kelompok sosial yang berbeda, yang disebutnya sebagai modal sosial yang bersifat bridging (inclusive) [Robert D. Putnam, 2000].

Seperti Putnam, Varshney juga menyoroti pentingnya ikatan kewargaan. Namun Varshney memfokuskan peran penting ikatan kewargaan, khususnya yang bersifat interkomunal, bagi terwujudnya kedamaian antaretnis (ethnic peace) [Varshney, 2002]. Ikatan kewargaan interkomunal yang ditekankan Varshney serupa dengan modal sosial yang bersifat bridging dalam rumusan Putnam. Ikatan kewargaan itu, dalam pandangan Varshney, terbentuk dalam ”ruang kehidupan antara negara dan keluarga, yang relatif independen dari negara dan memungkinkan orang untuk bersama-sama melakukan berbagai aktivitas publik” (Varshney, 2002).

Varshney selanjutnya membagi ikatan kewargaan ke dalam 2 jenis, yaitu ikatan dalam kehidupan keseharian (quotidian engagement) dan ikatan berbentuk asosiasi (associational engagement). Contoh dari bentuk yang pertama adalah interaksi

BAB II: KERANGKA TEORI

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 18 16/12/2018 20:35:32Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

19

kehidupan yang sederhana dan rutin, seperti saling kunjung antara komunitas etnis yang berbeda, kegiatan makan bersama, kegiatan berpartisipasi bersama dalam acara-acara perayaan, serta tindakan mengizinkan anak-anak dari komunitas etnis yang berbeda untuk bermain bersama di lingkungan. Adapun contoh dari ikatan kewargaan yang berbentuk asosiasional antara lain adalah asosiasi bisnis, organisasi profesi, klub pembaca, klub penggemar film, klub olahraga, organisasi perayaan, serikat buruh, dan partai politik berbasis kader. Apabila kuat, kedua bentuk interaksi itu dapat mendorong terwujudnya kedamaian. Sebaliknya, jika kedua bentuk interaksi kewargaan itu tidak ada atau lemah, hal itu dapat membuka ruang bagi munculnya kekerasan komunal.

Terkait soal kedamaian etnis, Varshney mengemukakan:…ethnic conflicts are a regular feature of ethnically plural democracies, for if different ethnic groups exist and the freedom to organize is available, there are likely to be conflicts over resources, identity, patronage, and policies… The real issue is whether ethnic conflict is violent or is waged in the institutionalized channels of the polity as nonviolent mobilization… Ethnic peace should… be conceptualized as an institutionalized channeling and resolution of ethnic conflicts. It should be visualized as an absence of violence, not as an absence of conflict (Varshney, 2002: 25—cetak miring dari penulis.)

Dalam kutipan di atas, Varshney berpandangan bahwa konflik etnis adalah fenomena lazim dari sistem demokrasi yang majemuk dari segi etnis, termasuk agama. Karena, jika kelompok-kelompok etnis ada dan memiliki kebebasan untuk mengekspresikan dan mengorganisasikan diri, maka selalu ada kemungkinan untuk terjadi konflik menyangkut sumber daya, identitas, patronase dan kebijakan. Masalah utamanya adalah apakah konflik etnis itu disalurkan melalui cara-cara kekerasan atau nirkekerasan. Dengan argumen itu, Varshney berpendapat bahwa kedamaian etnis harus dikonseptualisasikan sebagai tidak adanya kekerasan, bukan tidak adanya konflik.

Mengikuti pandangan Varshney, penelitian ini menetapkan suatu wilayah sebagai damai, bukan karena tidak ada protes

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 19 16/12/2018 20:35:32Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

20

atau pertikaian sama sekali di wilayah tersebut. Suatu wilayah dikatakan damai dari segi agama apabila: (a) tidak (pernah) terjadi kekerasan terkait isu keagamaan di wilayah tersebut; (b) jika pun pernah muncul pertikaian terkait isu keagamaan, pertikaian itu diekspresikan atau dapat diselesaikan dengan cara nirkekerasan.

KerukunanHayat (2012) menawarkan 3 (tiga) pendekatan yang sifatnya

berlapis (multilayers conception) dalam meningkatkan harmonisasi kehidupan beragama di Indonesia. Pertama, pembangunan modal sosial (social capital) sebagai landasan untuk mengatasi faktor endogen dan relasional yang kerap menjadi faktor dalam konflik antarumat beragama di Indonesia. Faktor endogen dijelaskan sebagai faktor teologis dan ritual keagamaan, sementara faktor relasional adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan hubungan antarumat beragama, seperti pendirian rumah ibadah, penyiaran agama, dan penodaan agama. Kedua, berupa pengembangan kebangsaan berwawasan multikultural bagi setiap warga negara dalam membangun Indonesia di tengah keragaman dan kemajemukan penduduk. Ketiga, pembangunan sosial, ekonomi, dan politik dengan pendekatan kebangsaan yang berwawasan multikultural untuk mengatasi faktor eksogen. Faktor eksogen yang dimaksud adalah faktor-faktor dari luar, seperti pengaruh globalisasi, ketimpangan dunia, dan permasalahan hak asasi manusia (HAM).

Berbagai kajian mengenai kerukunan yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa 3 (tiga) pendekatan yang dikemukan Hayat di atas menemukan nilai pentingnya. Kajian yang dilakukan Mahadi (2013) terhadap kerukunan antarumat beragama di Desa Talang Benuang Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu misalnya, menemukan bahwa kerukunan yang terjalin di desa ini, antara penduduk asli yang beragama Islam dengan penduduk pendatang (para transmigran) yang beragama Hindu, Kristen,

BAB II: KERANGKA TEORI

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 20 16/12/2018 20:35:33Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

21

dan lainnya terjadi karena interaksi melalui berbagai kegiatan keseharian, seperti gotong royong, kelompok tani, kredit simpan pinjam, dan lainnya. Interaksi harmonis ini terjadi karena faktor-faktor berupa kesadaran masyarakat mengenai kerukunan yang ditumbuhkan sejak dini, wawasan kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari, dan adanya ikatan kekerabatan akibat pernikahan.

Temuan yang sama dihasilkan Salahudin (2008) di Desa Klepu Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa Timur. Masyarakat Desa Klepu mampu menjaga keharmonisan antarwarga yang memiliki keyakinan keagamaan yang berbeda-beda, di mana penduduknya beragama Islam dan Katolik melalui aktivitas harian, seperti gotong royong, intensitas pertemuan antarwarga yang cukup tinggi, dan mendahulukan kepentingan warga tanpa melihat identitas keagamaan. Selain kedua hal tersebut, keharmonisan antarumat beragama di Desa Klepo terjadi karena adanya jalinan kekerabatan yang tercipta dari pernikahan di antara warga. Selain aspek-aspek ini, keharmonisan antarwarga di desa ini terjadi dengan masih dirawatnya tradisi slametan yang dijalankan oleh setiap warga, baik yang beragama Islam maupun Katolik, pada setiap hajatan pribadi.

Berdasarkan kajian-kajian mengenai peningkatan kerukunan umat beragama di atas terlihat bahwa kerukunan antarumat beragama dapat tercipta dengan dukungan faktor intensitas pertemuan yang tinggi di antara warga dalam kegiatan keseharian, terwujudnya saling percaya antarwarga akibat intensitas pertemuan dalam aktivitas keseharian, dan ikatan kekerabatan yang tercipta dari pernikahan di antara sesama warga, baik dengan sesama agama maupun perkawinan antaragama. Hal tersebut dalam kajian sosiologi dikenal sebagai modal sosial.

Konsep modal sosial pertama kali diperkenalkan oleh Lyda Judson Hanifan, seorang supervisi sekolah di Charleston, Amerika Serikat, (Syahra, 2003; Taromina, Kuok, & Wei, 2012) Hanifan (1916) menyatakan bahwa yang ia maksudkan sebagai modal sosial

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 21 16/12/2018 20:35:33Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

22

bukanlah modal dalam pengertian harta kekayaan seperti rumah, uang tunai, dan berbagai harta yang tampak lainnya. Modal sosial yang ia maksudkan adalah hal-hal yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, seperti simpati, berbuat baik, kebersahabatan, kerjasama antarwarga yang membentuk sebuah kelompok masyarakat.

Istilah ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh banyak sosiolog, seperti Pierre Bordieu, James Coleman, Robert Puttnam, dan lainnya (Syahra, 2003). Putnam sendiri mendefinisikan modal sosial sebagai berbagai ciri organisasi sosial seperti jaringan, norma, dan kepercayaan yang memudahkan anggota organisasi untuk koordinasi dan bekerjasama demi mendapatkan manfaat bersama (Syahra, 2003). Putnam menyatakan bahwa modal sosial yang mampu mencegah berbagai permasalahan sosial. Putnam mensinyalir bahwa terjadinya banyak permasalahan sosial di Amerika pada dekade 80-90an akibat hilangnya modal sosial dalam masyarakat Amerika, yang mulai terjadi 30 tahun sebelum dekade tersebut. Menurut Putnam, modal sosial memiliki tiga komponen, yaitu: ikatan moral dan norma yang terbentuk dalam masyarakat, nilai-nilai sosial terutama rasa saling percaya, serta jejaring sosial terutama keterlibatan individu secara sukarela dalam kelompok-kelompok masyarakat yang bersifat formal. Putnam menyatakan bahwa sebuah negara atau wilayah akan memiliki sistem ekonomi dan politik yang baik dan warganya sejahtera, maka ini merupakan keberhasilan wilayah tersebut memanfaatkan modal sosial yang mereka punya (Siisiäinen, 2000).

Putnam, pada periode berikutnya, menjelaskan apa yang disebut sebagai modal sosial yang menjembatani (bridge) dan modal sosial yang mengikat (bond). Modal sosial yang menjembatani adalah ikatan antarwarga yang terdiri dari berbagai kelompok masyarakat, baik etnis maupun agama, yang tercipta atas dasar saling percaya di antara anggotanya. Sedangkan modal sosial yang mengikat adalah ikatan antarwarga yang terdiri dari satu kelompok masyarakat, baik etnis atau pun agama. Bentuk

BAB II: KERANGKA TEORI

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 22 16/12/2018 20:35:33Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

23

modal sosial pertama lebih inklusif, sedangkan bentuk modal sosial yang kedua lebih eksklusif karena cenderung memperkuat identitas kelompok sejenis (Siisiäinen, 2000. Bandingkan dengan Varshney (2009) menyebut kelompok pertama sebagai kelompok interkomunal, sedangkan yang kedua merupakan kelompok intrakomunal.

Konsep Putnam ini kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Varshney (2001; 2009). Berdasarkan hasil kajian mengenai konflik antara pemeluk Hindu dan Islam di India, ia mengemukakan apa yang disebut sebagai ikatan kewargaan asosiasional dan ikatan kewargaan keseharian. Ikatan kewargaan asosiasional merupakan ikatan kewargaan yang mengumpulkan beragam kelompok masyarakat, baik dari segi etnis, agama, maupun identitas komunal lainnya. Contoh ikatan kewargaan ini adalah organisasi profesi, klub olahraga, serikat buruh, klub film. Sementara ikatan kewargaan keseharian adalah ikatan yang mempertemukan berbagai kelompok warga, dari beragam etnis, agama, dan identitas komunal lainnya dalam aktivitas keseharian seperti saling kunjung saat hari besar agama, gotong royong, makan malam bersama.

Varshney menyatakan bahwa kedua bentuk ikatan ini penting dalam meningkatkan kondisi damai sebuah daerah. Menurutnya, di kota-kota di India yang dilanda kerusuhan dan kekerasan komunal, religiusitas warganya meningkat secara nyata, bukan saja di kota-kota lain yang damai dari konflik komunal. Ikatan kewargaan, baik asosioasional maupun keseharian, mampu memfasilitasi atau mencegah terjadinya kerusuhan. Meski kedua ikatan ini mampu mencegah sebuah wilayah dilanda kerusuhan antaretnik, namun Varshney (2009) berkeyakinan, berdasarkan bukti-bukti lapangan yang dimilikinya, bahwa ikatan asosiasional yang lebih mampu mencegah kerusuhan komunal dibanding ikatan keseharian.

Bain dan Hicks (dalam Syahra, 2003) menyatakan bahwa terdapat dua dimensi sebagai kerangka konseptual untuk dapat

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 23 16/12/2018 20:35:33Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

24

mengukur modal sosial. Dimensi pertama adalah dimensi kognitif atau dimensi kultural seperti nilai-nilai, sikap, dan keyakinan yang memengaruhi kepercayaan, solidaritas, dan resiprositas yang mampu menciptakan kerjasama dalam masyarakat demi mencapai tujuan bersama. Setiap kelompok masyarakat memiliki kadar dimensi kultural yang berbeda. Ada yang kaya akan nilai-nilai solidaritas dan kerjasama dalam kelompok sendiri namun tidak cakap berhubungan dengan kelompok lain, ada kelompok masyarakat yang memiliki kekayaan budaya yang mampu mencipatakan hubungan harmonis antaranggota kelompoknya dan dengan kelompok lain.

Dimensi kedua, menurut Bain dan Hicks (dalam Syahra, 2003) adalah dimensi struktural yang merupakan susunan, ruang lingkup organisasi, dan lembaga-lembaga masyarakat pada tingkat lokal yang mewadahi dan mendorong terjadinya kegiatan-kegiatan kolektif yang bermanfaat bagi setiap anggota masyarakat. Dimensi ini penting, karena mampu mewadahi berbagai anggota kelompok masyarakat dengan berbagai latar belakang nilai, norma, dan budaya karena tujuan akhir dari dimensi struktural ini adalah kesejahteraan setiap anggota kelompok masyarakat. Dimensi struktural ini dapat terwujud dalam bentuk kelompok-kelompok organisasi hobi, koperasi, dan berbagai organisasi lain.

ToleransiJeremy Menchik (2016) menyebut, Indonesia adalah negara

yang ideal untuk mengkaji toleransi. Hal ini dikarenakan Indonesia menjadi negara yang memiliki populasi Muslim terbesar dan dipandang kaya dengan variabel independen yang bisa dijadikan kasus atau kajian dalam rangka menguji hipotesis (Menchik, 2016:19-20).

Makna toleransi dan intoleransi dalam pandangan Menchik dapat terlihat pada indikator dari level toleransi yang dibuatnya sebagai berikut:

BAB II: KERANGKA TEORI

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 24 16/12/2018 20:35:33Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

25

Level Toleransi Indikator Perilaku Penjelasan Indikator

Intoleran

Individu aktif mengganggu sasaran untuk menjauhkan dari lingkungan sosial. Ini bisa diiringi dengan kekerasan dan konflik, tentunya menyertakan mobilisasi untuk melawan sasaran.

Individu sangat dominan merugikan sasaran. Mendesak pengikutnya untuk mewaspadai dan aktif menstigma sasaran.

Semi intoleran

Individu memelihara sekat (boundaries) antara kelompok tetapi tidak memobilisasi kekerasan. Individu menjaga sekat atau pemisah dan mempersempit otonomi sasaran.

Individu merugikan sasaran, tetapi tidak mengeluarkan aksi melawan sasaran. Pertentangan dikedepankan untuk menjaga jarak melalui diskriminasi.

Netral Individu tidak berinteraksi dengan sasaran.

Individu tidak memperkarakan sasaran.

Semi toleran

Individu mendukung sasaran untuk memperoleh identitas religius. Pemisahan (boundaries) dibatasi pada geografis dan ideologi. Individu mendukung sasaran pada beberapa isu dan kepentingan bersama

Individu mengungkap perbedaan kepada sasaran, tetapi tidak merendahkan. Kadang-kadang individu memandang ide dan perilaku sasaran dalam ranah positif.

Toleran

Individu dominan melebur dan mendukung kepentingan bersama. Individu menjadikan kepentingan bersama untuk menjalin kerukunan antarpenganut agama.

Sasaran sangat didukung penuh, oleh individu dan dilindungi dalam ranah sosial dan politik.

Sumber: (Menchik, 2016: 27)

Toleransi jika hendak dikaji dalam hal variasinya, tidaklah cukup dengan periode yang singkat, melainkan variasi toleransi dapat dipahami dalam rentang waktu yang panjang. Dengan demikian, kajian yang konsisten dan dalam periode yang panjang dipandang Menchik (2016) dapat memberikan gambaran utuh tentang variasi toleransi. Inilah yang menjadi tantangan dalam studi kerukunan, karena sifatnya yang dinamis. Oleh karena itu, studi kerukunan yang mengarah pada lokus (desa atau

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 25 16/12/2018 20:35:34Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

26

wilayah) yang dilabel rukun atau damai cenderung meringankan tantangan terhadap studi kerukunan.[]

BAB II: KERANGKA TEORI

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 26 16/12/2018 20:35:34Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

27

BAB III METODE PENELITIAN

Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif berupa

studi kasus, yaitu studi mendalam terhadap satu atau beberapa peristiwa tertentu untuk memahami kumpulan peristiwa serupa yang lebih besar. John Gerring (2007) mendefinisikan studi kasus sebagai “an intensive study of a single unit or a small number of units (the cases), for the purpose of understanding a larger class of similar units (a population of cases)”. Adapun Alexander L. Goerge dan Andrew Bennet (2005) mendefinisikan studi kasus sebagai “the detailed examination of an aspect of a historical episode to develop or test historical explanations that may be generalizable to other events”.

Pengumpulan data mengombinasikan teknik wawancara, observasi, dan studi dokumen. Wawancara dilakukan dengan sejumlah informan kunci, mencakup tokoh agama dan tokoh masyarakat setempat, pengurus Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) wilayah sasaran, serta aparatur pemerintah lokal (Desa dan Kecamatan) maupun aparatur Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota sasaran penelitian. Observasi akan dilakukan terhadap rumah-rumah ibadat yang berdiri di wilayah tersebut, baik masjid, gereja, dan vihara. Studi dokumen dilakukan untuk mengkaji berbagai dokumen yang relevan, seperti dokumen pendirian rumah ibadat maupun statistik kependudukan tingkat desa dan kecamatan. Pengumpulan data penelitian ini dilakukan pada Februari-Maret 2018.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 27 16/12/2018 20:35:34Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

28

Teknik Analisa DataTeknik analisis data yang digunakan mengikuti alur analisis

data kualitatif yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1994:10-11), meliputi tahap: (1) reduksi data, (2) penyajian data, dan (3) penarikan kesimpulan dan verifikasi. Reduksi data adalah tahap menyeleksi, memfokuskan, menyederhanakan, mengabstraksikan dan mentransformasikan data yang muncul dalam catatan lapangan atau transkrip wawancara. Termasuk dalam tahapan ini adalah membuat ringkasan temuan, membuat kode (coding), dan melakukan kategorisasi. Selanjutnya, tahap penyajian data, baik dalam bentuk tabel, diagram, matriks atau jaringan. Tahap terakhir, penarikan kesimpulan dan verifikasi, adalah proses untuk membuat keputusan tentang makna dari data yang telah diperoleh, terkait kelaziman (regularities), pola (patterns), penjelasan (explanations), alur sebab-akibat (causal flows) serta proposisi-proposisi yang mungkin diajukan berdasarkan data yang diperoleh. Termasuk di dalam tahap ini adalah proses untuk menguji atau mengecek kembali kesahihan data yang diperoleh, kelogisan argumen yang dikembangkan, dan ketepatan kesimpulan yang ditarik.

Lokasi PenelitianAdapun wilayah yang menjadi sasaran penelitian Balai Litbang

Agama Jakarta ini adalah: (1) Kampung Panggulan Kelurahan Pengasinan, Kota Depok oleh Daniel Rabitha; (2) Kampung Sawah Kecamatan Pondok Melati Kota Bekasi oleh Muhammad Agus Noorbani; (3) Desa Kertajaya Kecamatan Pebayuran Kabupaten Bekasi oleh Rudy Harisyah Alam; (4) Desa Pabuaran Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor oleh Ismail; (5) RT 01 RW 17 Kelurahan Karangmekar Kecamatan Cimahi Tengah Kota Cimahi oleh Novi Dwi Nugroho; dan (6) Kelurahan Cigugur Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan oleh Marpuah. Keenam wilayah penelitian tersebut berada dalam wilayah Provinsi Jawa Barat.[]

BAB III: METODE PENELITIAN

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 28 16/12/2018 20:35:34Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

29

BAB IVHASIL-HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 29 16/12/2018 20:35:34Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

30

BAB IV: HASIL-HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 30 16/12/2018 20:35:34Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

31

STUDI KERUKUNAN DI KAMPUNG PANGGULANKELURAHAN PENGASINAN, KOTA DEPOK,

PROVINSI JAWA BARATOleh: Daniel Rabitha

Mengenal Kampung PanggulanPenelitian ini mengambil kampung rukun sebagai unit analisis

dalam memahami keberadaan toleransi di tengah masyarakat. Mengapa kampung yang dipilih? Salah satu alasan penting dipilihnya kampung dalam studi ini, karena wilayah ini cenderung sederhana, sehingga mempermudah peneliti mengkajinya dan mengurangi efek bias sebagai akibat dari banyak aspek yang perlu dikaji.

Beberapa prasyarat yang akan dikaji mengenai kampung rukun, yakni demografi penduduk (proporsi umat beragama), kehidupan beragama, hubungan antarumat beragama, ujian terhadap kerukunan dan upaya pelestarian kerukunan umat beragama.

Pada demografi penduduk berdasarkan agama digunakan sebagai data pendukung untuk melihat tingkat heterogenitas wilayah kajian. Asumsi peneliti, semakin cenderung berimbang atau sama proporsi penduduk berdasarkan agama pada wilayah penelitian, kemungkinan semakin besar terjadinya negosiasi-negosiasi. Kemudian, semakin tak berimbang proporsi penduduk berdasarkan agama pada wilayah penelitian, maka umat beragama yang minoritas cenderung konformis dan umat beragama yang mayoritas cenderung permisif dalam membangun hubungannya.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 31 16/12/2018 20:35:34Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

32

Pada kehidupan beragama, studi ini mengkaji hak-hak beragama yang dijalankan bagi warga atau umat beragama di wilayah penelitian. Hak beragama tersebut, yakni menjalankan keyakinannya yang direpresentasi dari ritual keagamaan dan aktivitas keagamaannya.

Pada hubungan antarumat beragama, studi ini mengkaji deskripsi hubungan antarumat beragama yang bisa diperoleh dari peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan kerukunan umat beragama. Peristiwa ini bisa saja sudah terjadi maupun sedang terjadi pada lokus penelitian.

Pada ujian terhadap kerukunan, studi ini mengkaji peristiwa yang terjadi pada lokus penelitian yang menggambarkan cara mengatasi ujian terhadap kerukunan tersebut. Ujian ini bisa saja terkait dengan sumber-sumber kerawanan terhadap kerukunan, seperti di antaranya mengenai isu pendirian rumah ibadat dan penyiaran agama.

Pada upaya pelestarian kerukunan umat beragama, studi ini mengkaji cara yang digunakan oleh umat beragama pada lokus penelitian dalam menjaga keakraban antarsesamanya. Upaya ini bisa saja tergambarkan dari kelompok-kelompok bentukan umat beragama maupun upaya mandiri dari individu yang mendasarkan pada kesadaran akan pentingnya merawat kerukunan.

Beberapa hal di atas akan menggambarkan kondisi kerukunan pada lokus penelitian, yang dapat terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 1. Kondisi Kerukunan Antarsesama Umat Beragama/BerkeyakinanBekerjasama

antarsesama umat agama lain

Mengetahui keberadaan umat

agama lain

Saling menghargai antarsesama umat

agama lain

Apakah kondisi kerukunan umat beragama di Kampung Panggulan hanya sebatas mengetahui umat agama lain di lingkungannya? Atau apakah sudah menampakan rasa saling menghargai? Atau apakah sudah sampai pada tahapan kerjasama antarumat beragama?

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Daniel Rabitha ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 32 16/12/2018 20:35:35Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

33

Temuan PenelitianPenelitian dilakukan pada 26 Februari sampai dengan 17

Maret 2018. Peneliti memilih Kelurahan Pengasinan sebagai lokus penelitian karena terdapat Kampung Panggulan yang disebutkan melalui media sosial sebagai “kampung damai” (Komara, 2017). Penelitian ini secara garis besar hendak memahami kerukunan umat beragama pada kampung tersebut. Tentu peneliti menyadari tidaklah mudah melihat sebuah kajian yang bersifat abstrak. Kerukunan tidaklah kasat mata, kajian ini cenderung hanya melihat pada adanya bukti-bukti yang mengarahkan pada batasan konsep mengenai kerukunan sebuah kampung yang dibangun peneliti, seperti keberadaan umat agama, rumah ibadat, kehidupan keagamaan umat beragama, hubungan antara umat beragama, ujian terhadap kerukunan umat beragama, dan upaya pelestarian kerukunan.

Wilayah penelitian berada di Kota Depok, yang dihuni oleh 2.179.813 penduduk pada tiap 11 kecamatannya (BPS 2017, 3). Adapun jumlah penduduk per kecamatan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Jumlah Penduduk Kota Depok per Kecamatan 2017

No Kecamatan Jumlah Penduduk

1. Sawangan 154.933

2. Bojongsari 125.047

3. Pancoran Mas 263.942

4. Cipayung 160.382

5. Sukmajaya 291.267

6. Cilodong 156.742

7. Cimanggis 303.392

8. Tapos 271.090

9. Beji 208.009

10. Limo 110.275

11. Cinere 134.734

Jumlah total 2.179.813

Sumber: BPS Kota Depok, 2017

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 33 16/12/2018 20:35:35Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

34

Cimanggis menjadi kecamatan di Kota Depok, yang memiliki jumlah penduduk terbesar dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Sedangkan diurutan terkecil ada pada Kecamatan Limo. Sementara itu, lokus penelitian yang dipilih peneliti, yakni Sawangan yang berada pada posisi ke-8 dari perolehan jumlah penduduk di Kota Depok. Jumlah penduduk pada Kecamatan Sawangan ini menunjukkan bahwa konsentrasi kepadatan penduduk pada wilayah ini belum menjadi pilihan utama oleh warga Depok, sehingga kemungkinan masih banyak wilayah daratan yang lengang dibandingkan kecamatan lainya. Hal ini terbukti, pada Kelurahan Pengasinan induk daerah dari Kampung Panggulan dan sebagai salah satu lokus penelitian tampak terlihat masih banyak daratan kosong. Hal ini kemudian berimplikasi pada kecenderungan mata pencaharian sebagian masyarakat sekitar untuk mengelola daratan menjadi ruang bercocok tanam, sehingga jika memasuki wilayah Kecamatan Sawangan ke arah Kelurahan Pengasinan, wajar ditemui banyak jajaan tanaman-tanaman di pinggir jalan besar.

Pada Kecamatan Sawangan terdapat 7 kelurahan, yaitu: Pengasinan, Bedahan, Pasir Putih, Sawangan Baru, Sawangan, Kedaung, dan Cinangka. Peta dari masing-masing kelurahan tersebut dapat terlihat pada gambar berikut.

Gambar 2. Peta Kecamatan Sawangan Kota Depok

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Daniel Rabitha ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 34 16/12/2018 20:35:35Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

35

Secara historis, Kecamatan Sawangan memiliki 2 (dua) versi sejarah; Pertama, kata Sawangan berasal dari bahasa Sunda “sawang”, yang memiliki arti “melihat” dan “tempat melihat”. Penamaan ini digunakan karena pada posisi daratan di Sawangan lebih tinggi dari kecamatan lain dan dapat digunakan untuk melihat wilayah sekitar. Kedua, Sawangan berasal dari kata Minahasa kuno yang berarti “bersama-sama”. Penamaan ini diberikan, karena pada waktu zaman penjajahan Belanda, banyak pekerja perkebunan dari Minahasa yang didatangkan VOC untuk membangun perkebunan di daerah tersebut (Depok, 2018).

Penelitian ini dilakukan pada Kelurahan Pengasinan. Wilayah ini juga memiliki cerita sejarah yang diperoleh peneliti dari tokoh masyarakat setempat. Pengasinan dahulu dijadikan tempat sembunyi jawara keturunan Betawi dari kejaran bangsa Belanda. Hal inilah yang menjadi cikal bakal kemunculan padepokan silat Silat Jalan Enam di Pengasinan (atau biasa disebut MS-Misar Siban-Jalan Enam).1

Kelurahan Pengasinan Dalam kajian kerukunan antarumat beragama, komposisi

penduduk berdasarkan agama menjadi salah satu data pendukung penting. Data tersebut menjadi salah satu penanda heterogonitas sebuah wilayah. Data penduduk yang tersaji pada tabel berikut ini memberikan gambaran penting bagi peneliti dalam mengimajinasikan sebuah hubungan antarpemeluk agama di Kelurahan Pengasinan.

Tabel 2. Penduduk Berdasarkan Agamadi Kelurahan Pengasinan Kecamatan Sawangan Kota Depok

No Agama Tahun 2014 Tahun 2015

1. Islam 22.786 24.571

2. Protestan 705 725

3. Katolik 152 186

4. Hindu 35 34

1Wawancara pada 27 Februari 2018 dengan tokoh masyarakat Pengasinan.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 35 16/12/2018 20:35:35Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

36

5. Buddha 28 32

Jumlah 17.603 25.548

Sumber: BPS Kota Depok, 2015 & 2016 (hal. 36 & 36).

Tabel di atas bersumber dari Badan Pusat Statistik Kota Depok, yang menunjukan bahwa hampir rata-rata umat beragama di Kelurahan Pengasinan mengalami penambahan pengikut atau umat. Namun hanya pada agama Hindu yang menurun 2 angka. Perolehan angka keseluruhan dari umat beragama di Kelurahan Pengasinan tersebut dapat menunjukkan bahwa adanya indikasi tingkat migrasi pada Kelurahan Pengasinan yang lumayan pada tahun tersebut. Namun indikasi ini menjadi bias ketika disandingkan dengan data yang diperoleh peneliti melalui KUA Kecamatan Sawangan yang tertera pada tabel di bawah.

Tabel 3. Penduduk Berdasarkan Agamadi Kelurahan Pengasinan Kecamatan Sawangan Kota Depok

No Agama Tahun 2017

1. Islam 20.090

2. Protestan 567

3. Khatolik 159

4. Hindu 23

5. Buddha 19

Jumlah 20.858

Sumber: KUA Kecamatan Sawangan (jumlah penduduk berdasarkan agama tahun 2017.

Penduduk berdasarkan agama di Kelurahan Pengasinan versi KUA Kecamatan Sawangan pada tahun 2017 tampak terlihat pada tabel 4 di atas. Umat Muslim jumlahnya mendominasi dari umat lainya. Fakta inilah yang bisa peneliti simpulkan akan komposisi penduduk berdasarkan agama di Kelurahan Pengasinan bersumber dari 2 versi, BPS dan KUA Sawangan. Kemudian sarana ibadat di Kelurahan Pengasinan hanya terdapat masjid (9) dan mushalla (19) (BPS, 2015: 35). Sementara umat Kristiani pada kelurahan tersebut sesuai regulasi tentang pendirian rumah

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Daniel Rabitha ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 36 16/12/2018 20:35:36Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

37

ibadat (PBM Nomor 9 dan 8 Tahun 2006), seharusnya sudah memiliki rumah ibadat.

Warga pribumi pada kelurahan ini umumnya beragama Islam, sedangkan mayoritas umat non Muslim adalah imigran dan menempati beberapa perumahan yang menyebar di sebagian wilayah Kelurahan Pengasinan. Namun peneliti tidak menemukan rumah ibadat selain Islam pada Kelurahan Pengasinan. Hal ini bisa saja diawali dari pemahaman warga yang kurang terhadap peruntukan rumah ibadat bagi umat Kristiani, selain tidak terlalu mengetahui dari kandungan PBM (Peraturan Bersama Menteri) Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang “Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat”, khususnya mengenai jumlah komposisi penduduk yang disyaratkan secara khusus pada peraturan tersebut, atau karena mayoritas tinggal di perumahan umat non Muslim tidak saling kenal. Jika mengacu pada PBM dan melihat jumlah umat agama Kristiani, baik Protestan maupun Katolik pada Kelurahan Pengasinan, umat Kristiani sudah memenuhi angka 90 pengguna. Hanya saja, apakah akan memperoleh dukungan dari 60 warga yang disahkan oleh Lurah atau Kepala Desa atau tidak? Ini menjadi tantanganya. Lalu mengapa salah satu kampung pada Kelurahan Pengasinan ini dapat dideklarasikan menjadi kampung damai? Sementara rumah ibadat selain Islam tidak ada di kampung tersebut maupun pada kelurahanya. Rumah ibadat selain sebagai simbol keberadaan sebuah umat beragama, juga merupakan hak mendasar dari umat beragama untuk melatih kesyahduan dalam beribadat.

Kelurahan ini memiliki 4 kampung, yakni Pengasinan, Panggulan, Plered, dan Kebon Kopi. Pada keempat kampung tersebut, terdapat sejumlah perumahan yang dinyatakan oleh pihak Kelurahan Pengasinan banyak terdapat warga non Muslim. Namun tidak banyak warga non Muslim yang berada di luar

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 37 16/12/2018 20:35:36Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

38

perumahan tersebut. Jenis perumahan pada kelurahan tersebut dari segi waktu berdirinya, terbagi pada dua, yakni yang sudah lama berdiri dan masih baru berdiri. Peneliti hanya mencatat sejumlah perumahan pada tiap kampung yang terlihat sudah lama berdiri atau ada. Pada kampung Plered terdapat perumahan yang sudah lama berdiri, yakni: Taman Sawangan Residence dan Bumi Sawangan Indah 1, di Kampung Pengasinan terdapat perumahan Bumi Citra Lestari, Kampung Kebon Kopi terdapat perumahan Bumi Sawangan Indah 2 dan Griya Sawangan Permai, serta di Kampung Panggulan terdapat perumahan BSI 2 dan beberapa perumahan lainnya.

Kampung Panggulan menjadi wilayah yang diberi label rukun (disebut oleh organisasi tersebut sebagai “damai”) oleh Wahid Foundation. Kampung ini menjadi kampung terluas dibandingkan ketiga kampung lainnya, sehingga wajar banyak perumahan yang akan segera didirikan pada kampung tersebut, karena masih memiliki lahan kosong yang lebih luas dari ketiga kampung lainnya.

Kampung Panggulan: Penerapan Media Kerukunan Antarwarga

Penelitian ini diawali dari kesadaran peneliti akan sulitnya menemukan bukti-bukti sebuah kampung yang rukun antarumat beragamanya. Tak hanya dibatasi pada adanya simbol-simbol keagamaan saja, lebih dari itu kerukunan antarumat beragama di sebuah wilayah tertentu dapat terlihat dari adanya interaksi yang dinamis. Tak lain, peneliti menyandarkan persoalan ini pada batasan konsep mengenai kerukunan yang digunakan. Namun batasan konsep kerukunan mengetengahkan konsep-konsep yang cenderung membutuhkan waktu dalam pembuktiannya. Padahal, sesungguhnya makna kerukunan tak bisa dilihat dan dirasakan dalam waktu sesaat, sehingga guna menyingkat waktu, peneliti juga menyandarkan pada studi atau kajian oleh lembaga

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Daniel Rabitha ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 38 16/12/2018 20:35:36Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

39

atau perorangan yang menemukan adanya sebuah kampung sarat dengan nilai-nilai kerukunan antarumat beragama, selain penggalian kasus-kasus yang terkait dengan persoalan agama.

Kampung Panggulan merupakan salah satu wilayah yang menjadi kajian dari Wahid Foundation (WF) dalam hal kerukunan antarwarga. Kemudian kampung ini pun dideklarasikan sebagai “kampung damai” pada 24 Desember 2017 oleh WF. Kajian WF terhadap Kampung Panggulan tak hanya membatasi pada hal agama saja, melainkan lebih dari itu. Kerukunan perlu dibangun dan dipelihara tak hanya pada persoalan beda agama, melainkan pada suku, budaya, ekonomi, pendidikan, dan politik. Ini merupakan sebuah misi yang baik dalam membangun kerukunan sosial pada daerah-daerah kecil.

Sebelum lebih melihat Kampung Panggulan, aparatur kelurahan ini menyebutkan bahwa sejak dahulu tak pernah ada peristiwa atau benturan antarpemeluk agama di Kelurahan Pengasinan. Jadi, tidak hanya pada Kampung Panggulan saja, di 3 kampung lainnya di kelurahan ini terlihat damai antarwarga beda agama.2 Informasi ini menjadi langkah awal peneliti dalam menjaring peristiwa-peristiwa terkait persoalan agama pada kelurahan dan Kampung Panggulan.

Selama penelitian dilakukan, peneliti mencoba menjajaki Kampung Panggulan melalui pengamatan dan wawancara (wawancara dengan beberapa orang yang sengaja dipilih dan dengan teknik snowball; memilih pada kesempatan tertentu). Kesan awal yang diperoleh peneliti akan Kampung Panggulan adalah wilayahnya masih cukup memiliki banyak area daratan dan masih banyak ruang pengembangan ekonomi bagi warga kampungnya. Akses menuju kampung ini bisa melalui Kampung Bulu-Kelurahan Citayam, bisa melalui arah Kelurahan Bedahan, dan bisa melalui dua arah dari Kelurahan Pengasinan. Kampung

2Wawancara pada 27 Februari 2018 dengan Kasi Pemerintahan, Ketentraman, dan Ketertiban Kelurahan Pengasinan.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 39 16/12/2018 20:35:36Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

40

ini diberikan nama Panggulan, karena dahulu wilayah ini memiliki kontur tanah yang tidak rata atau cenderung berundak-undak.3

Kampung Panggulan terdiri dari 2 Rukun Warga (RW), yakni RW 04 dan 05. Pada tiap RW terdapat 5 Rukun Tetangga (RT). Pada RW 04 diketuai oleh warga asli kampung tersebut. Warga kampung tersebut sering menyebut RW 04 dengan RW Sulaiman (Leman), karena nama ketuanya bernama demikian. Hal yang sama juga tersebut pada RW 05. Warga lebih akrab menyebut sebagai RW Yunus (Unus), karena nama ketuanya Yunus. Sebagai Ketua RW pada kampung tersebut, keduanya memiliki kegiatan rutin yang berbeda. Jika pak RW Sulaiman lebih sering di rumah, karena merupakan wiraswasta. Sedangkan RW Yunus lebih sering ada di rumah pada tiap hari Sabtu dan Minggu, karena sibuk bekerja di luar Kampung Panggulan, sehingga cukup sulit menemui Ketua RW 05.

Pada RW 04 dalam hal jumlah penduduknya, peneliti tidak memperoleh data yang tertulis, melainkan secara verbal disebutkan oleh Ketua RW-nya. Jumlah penduduk pada RW ini sekitar 1.800 orang dengan 700 KK.4 Penduduk non Muslim hanya ada 1 persen dari total penduduk di RW 04 dan tinggal perumahan Villa Sawangan Asri.5 Ada 5 RT di RW ini, masih lebih banyak lahan yang akan didirikan perumahan baru.

Pada RW 05 terdapat 6 RT dengan jumlah penduduk 1.6206 orang. Mayoritas penduduk pada RW 05 beragama Islam, hanya ada 10 KK yang beragama non Islam dan 1 KK berada di wilayah kampung-RT 03, tidak di perumahan. Mereka yang non Muslim hanya diketahui oleh warga sekitar sebagai Kristen saja, tanpa tahu Protestan atau Katolik7 dan 9 KK yang non Muslim tinggal di perumahan. Pada RW 05 terdapat 3 perumahan, 2 dengan sistem

3Wawancara pada 28 Februari 2018 dengan tokoh masyarakat Kelurahan Pengasinan.

4Wawancara 30 Februari 2018 dengan ketua RW 04, pak Sulaeman. 5Wawancara 30 Februari 2018 dengan ketua RW 04, pak Sulaeman. 6Wawancara 31 Februari 2018 dengan ketua RW 05, pak Yunus. 7Wawancara 30 Februari 2018 dengan warga RW 05.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Daniel Rabitha ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 40 16/12/2018 20:35:36Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

41

cluster (per cluster terdapat 20 rumah) dan 1 perumahan Gresia. Perumahan Gresia merupakan termasuk RT 06 dan terdapat 7 KK yang non Muslim. Pada RT 02 masing-masing hanya terdapat 2 KK yang non Muslim dan pada RT ini terdapat 2 perumahan dengan sistem cluster. Total jumlah umat non Muslim di RW 05 adalah 40 orang.

Sebagai salah satu representasi warga, kedua RW tersebut peneliti temui di antaranya guna memperoleh informasi akan kajian yang dilakukan WF terkait pengukuhan Kampung Panggulan sebagai kampung damai. Dari kedua perwakilan tersebut, mereka mendengar upaya WF dalam menjadikan Kampung Panggulan untuk melestarikan nilai-nilai perdamaian.8 Upaya WF dalam hal tersebut memulainya dengan membantu pedagang-pedagang kecil dalam hal pengadaan modal usaha dan pelatihan sesuai dengan bidang usaha warga. Seluruh pedagang yang dibantu adalah kaum wanita. Pinzaman modal yang diberikan WF dalam bentuk koperasi jika menuai untung dibagi-bagi kepada para anggotanya. Selain itu, upaya WF bersama dengan warga menginisiasi berdirinya masjid yang berada di RW 04.9 Masjid yang awalnya diberikan nama Masjid Umat kemudian diberikan nama Jami Baitul Arif.10 Masjid ini rencananya juga akan didirikan gapura dan saung (tempat kumpul warga) dan akan diberi nama “saung damai”.11 Masjid ini didirikan di atas tanah wakaf dari warga yang berasal dari Provinsi DKI Jakarta (Warung Buncit). Tanah yang luasnya sekitar 400 meter, memang awalnya diniatkan oleh pemiliknya dahulu untuk masjid, namun karena persoalan ekonomi, pemilik tidak bisa meneruskan. Kemudian diwakafkan dan kemudian dipercayakan kepada pengurus WF di Kampung Panggulan.12

8Wawancara 29 dan 31 Februari 2018, dengan ketua RW 04 dan 05.9Wawancara 31 Februari 2018 dengan ketua RW 05, pak Yunus. 10Wawancara 31 Februari 2018 dengan ketua RW 05, pak Yunus. 11Wawancara 5 Maret 2018 dengan tokoh agama, ustadz Hasan Son Haji. 12Wawancara 31 Februari 2018 dengan ketua RW 05, pak Yunus.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 41 16/12/2018 20:35:37Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

42

Kehidupan Beragama di Kampung Panggulan

Sebagai kampung yang dinilai oleh sebagian warganya di beberapa wilayah masih kental dengan nilai keislamannya, Panggulan baru memiliki 2 masjid dan11 mushalla. Kedua masjid berada pada wilayah RW 05. Salah satu masjid yang berada di RT 01, RW 05 terletak di muka arah masuk Kampung Panggulan dari arah Jl. Arco. Masjid tersebut dinamakan Mambaul Irfan atau masyarakat sekitar sering menyingkatnya dengan M. Irfan. Selama mengikuti 3 kali shalat Jum’at di masjid ini, peneliti mengamati hanya segelintir warga yang tidak berasal dari kampung ini melakukan ibadah Jum’at. Hal ini ditandai dari penampilan warga yang shalat, dari penggunaan pakaian ibadat seperti sarung dan peci serta pakaian yang digunakan. Warga di sini tampaknya lebih sering menggunakan pakaian Muslim dan warga yang bukan dari Kampung Panggulan tampaknya menggunakan pakaian kerja, seperti agen pemasaran sebuah produk. Selain itu, tampaknya ada tradisi dari perilaku pada hampir sebagian jamaah ketika memasuki ruang shalat untuk menjabat tangan jamaah lainya, sepanjang jamaah yang bersalaman tersebut memperoleh tempat.

Kampung ini pun terasa kental nuansa keislamannya, mungkin dipengaruhi dari adanya beberapa lembaga pendidikan Islam yang ada di sekitar. Beberapa lembaga pendidikan Islam yang tercatat peneliti, di antaranya; Pondok Pesantren Modern Nurussalam, Pondok Murattal Kampung Penghafal Al-Qur’an, dan Pondok Pesantren Subulussalam, serta 1 madrasah swasta. Adanya lembaga pendidikan Islam inilah dijadikan salah satu alasan oleh pihak Kelurahan Pengasinan, bahwa Kampung Panggulan tidak relevan disebut Kampung Damai oleh WF.13 Syarat yang disebut kampung damai menurut pandangan pihak kelurahan haruslah majemuk.14

13Wawancara 14 Februari 2018, Kasi Pemerintahan, Ketentraman, dan Ketertiban Kelurahan Pengasinan, H. Aceh (Khairul Adyan); wawancara dilakukan saat penjajakan penelitian.

14Wawancara 14 Februari 2018, Kasi Pemerintahan, Ketentraman, dan

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Daniel Rabitha ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 42 16/12/2018 20:35:37Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

43

Gambar 3. Pengajian Rutin IRKAP

Kehidupan keagamaan umat Muslim juga terlihat dari adanya beberapa kegiatan rutin yang digerakan oleh kaum muda pada kampung ini. Beberapa kelompok pemuda yang terbentuk pada kampung ini berjumlah 3, yakni IRKAP, Ikhwan, dan Al-Hidayah. Namun tampaknya berdasarkan keterangan warga dan pengurus, IRKAP yang lebih sering melakukan kegiatan rutin pada tiap malam Rabu, pukul 20.00 WIB. Pengikut kelompok ini umumnya kaum muda, hanya ustadz yang memberikan ceramah saja yang sudah cukup berumur. Lokasi pengajian mereka terkadang berpindah-pindah, dari penggunaan mushalla, masjid, dan rumah warga. Rangkaian acara yang rutin dilakukan, yakni; pembacaan Ratib, maulid Simtudhurrar, ceramah, dan santunan. Pada akhir acara, kelompok ini rutin memberikan santunan kepada anak yatim yang merupakan asuhan kelompok tersebut. Santunan tersebut terkadang berbentuk uang, sembako, dan pakaian.15

Sedangkan bagi warga non Muslim di Kampung Panggulan melakukan ibadatnya tiap hari Minggu pada gereja di daerah GPIB Cinere, Duren Seribu (GPIB Sawangan Depok), dan GKI (Gereja

Ketertiban Kelurahan Pengasinan, H. Aceh (Khairul Adyan); wawancara dilakukan saat penjajakan penelitian.

15Wawancara 13 Maret 2018, Nurdin ketua IRKAP

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 43 16/12/2018 20:35:37Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

44

Kristen Indonesia).16 Jarak yang mereka tempuh untuk melakukan ritual yang terdekat adalah 2,7 kilometer ke GPIB Sawangan Depok, 16-18 kilometer ke GPIB Cinere, dan 45 kilometer ke GKI Jakarta. Selain pada gereja tersebut, dahulu pernah beberapa umat Kristiani mengadakan ibadat mereka di salah satu tempat tinggal mereka di RT 02 RW 04. Namun kemudian dipandang meresahkan masyarakat, karena kebanyakan jamaah mereka tidak berasal dari Kampung Panggulan.17 Sebagian warga sekitar pada RT 02 yang dinilai sangat religius Islam merasa keberatan dengan kehadiran jamaah yang beribadat pada salah satu rumah warga bukan berasal dari Kampung Panggulan.18 Persoalan ini dapat diselesaikan dengan cara kekeluargaan dan dapat dimaklumi warga non Muslim tersebut.

Hubungan Antarumat Beragama di Kampung Panggulan

Mayoritas penduduk pada Kampung Panggulan beragama Islam, hanya beberapa umat non Muslim yang ada pada kampung ini. Umumnya umat non Muslim sebagai imigran dan tinggal di perumahan. Agama dari warga non Muslim pada Kampung Panggulan, yakni Kristen Protestan. Namun ada satu keluarga non Muslim, beragama Protestan yang sudah tinggal lama di wilayah kampung, tidak di perumahan. Warga Kampung Panggulan terhadap imigran yang beragama non Muslim dapat menerima keberadaan mereka. Hanya saja, warga non Muslim yang tinggal di perumahan cenderung hanya berinteraksi di wilayah sekitar perumahan mereka saja. Berbeda dengan warga non Muslim yang tinggal di perkampungan. Umat Kristiani yang tinggal di perkampungan terlihat akrab dengan warga sekitar. Hal ini dipahami peneliti karena rasa memiliki dari warga yang tinggal lama dibandingkan yang baru datang cenderung berbeda.

16Wawancara 10 Maret 2018, Imanuel (salah satu anak dari pasangan Ibu Sri dan pak Toto), Kristen Protestan.

17Wawancara 6 Maret 2018, pak Tito warga non Muslim, umat Katolik. 18Wawancara 31 Februari 2018 dengan ketua RW 05, pak Yunus.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Daniel Rabitha ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 44 16/12/2018 20:35:37Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

45

Peneliti mencatat antara warga Muslim dengan non Muslim berinteraksi pada kegiatan-kegiatan bersifat sosial saja, seperti kerja bakti, menghadiri acara resepsi pernikahan warga, dan partisipasi pemberian dana bantuan sosial-keagamaan. Peneliti mencatat, pada warga non Muslim di RW 04/RT 02, yang tinggal di perkampungan dahulu pernah di depan rumahnya akan dibangun mushalla. Pada waktu pembangunan tempat ibadat Muslim tersebut, setiap warga diminta bantuan pendanaan dan logistik tanpa terkecuali dan terjadwal per warga. Warga sekitar pun merespon dengan memberikan bantuan, semampu mereka. Namun berbeda dengan apa yang dilakukan oleh warga non Muslim tersebut, warga tersebut rutin memberikan bantuan logistik (penyediaan makanan pekerja pagi dan siang hari), tanpa melihat jadwal yang seharusnya.19 Kebiasan ini dilakukan pula oleh warga non Muslim tersebut untuk membantu pembangunan masjid di samping rumahnya. Satu pengalaman yang dijumpai peneliti saat berbincang pada saung di pelataran yang akan dibuat masjid samping rumah non Muslim tersebut, tampak di tengah waktu perbincangan kami, ibu Sri (warga non Muslim) mengunjungi kami untuk memberikan beberapa minuman soda (fanta, coca cola, dan sprite) dan es batu. Hal ini menunjukkan umat Muslim tersebut memiliki kepedulian sosial terhadap pembangunan rumah ibadat Muslim di sekitar rumahnya.

Selain itu, warga non Muslim ini pun kerap memberikan bantuan sosial-keagamaan (santunan anak yatim dan perayaan agama Islam), ketika diminta oleh warga dan jumlah yang diberikan cukup besar dibandingkan dengan umat Muslim pada umumnya.20 Warga non Muslim tersebut memberikan dana tersebut tanpa terpaksa, dengan catatan enggan diajak mengaji.21 Salah satu alasan yang dicatat peneliti tentang kebiasan non Muslim yang tinggal di perkampungan tersebut, didasari atas

19Wawancara 8 Maret 2018 dengan H. Deny, tokoh masyarakat 20Wawancara 7 Maret 2018 dengan ibu warga kampung Panggulan21Wawancara 9 Maret 2018 dengan istri pak Tito, warga RT 02 RW 05

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 45 16/12/2018 20:35:38Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

46

rasa saling membutuhkan antarsesamanya. Hal ini terbukti, saat peneliti kali pertama mengunjungi rumah ibu Sri, karena merasa curiga terhadap peneliti dan merasa ada “ancaman, ibu tersebut menghubungi salah satu warga sekitar melalui telefon selular. Kemudian tak lama, saat peneliti sedang mewawancarai anak dari ibu Sri, beberapa orang mendatangi peneliti (salah satunya Ketua RW 05) sambil berkata, “ada keperluan apa mas, bisa saya lihat surat izinnya”. Pengalaman ini menunjukkan hubungan warga non Muslim yang tinggal di perkampungan dengan warga yang mayoritas Muslim di sekitar rumahnya, saling membutuhkan.

Secara umum, hubungan antara warga Muslim dengan non Muslim terjalin dengan baik dan ada nilai-nilai saling menghargai, baik tinggal di perkampungan maupun perumahan. Hal inilah yang mungkin dijadikan salah satu landasan oleh kajian WF terhadap Kampung Panggulan, bahwa adanya rasa kebersamaan dan sikap toleran yang nampak antarwarga, tak hanya pada yang beda agama.

Ujian Kerukunan Antarumat Beragama di Kampung Panggulan

Meskipun warga non Muslim yang tinggal di perkampungan terlihat saling membutuhkan dengan warga lainnya, tidak berarti di Kampung Panggulan tidak pernah terdapat peristiwa yang menjadi ujian kerukunan antarumat beragama di wilayahnya. Dua peristiwa yang tercatat peneliti terkait dengan ujian kerukunan pada Kampung Panggulan, yakni:

1. Penyiaran agama Kristen Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 2014 di perumahan RW 04. Sang pemilik rumah adalah warga beretnis Ambon. Warga tersebut tinggal tak tetap (kontrak) di salah satu perumahan di RW tersebut dan diinformasikan belum melapor pada RT maupun RW setempat. Warga tersebut menyebarkan selebaran berisikan ajakan mengikuti ajaran Kristiani. Hal ini oleh sebagian warga tidak dipandang elok, sehingga beberapa warga protes

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Daniel Rabitha ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 46 16/12/2018 20:35:38Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

47

dan berupaya mengusir warga tersebut. Hal ini dapat diselesaikan oleh RW setempat dan dibantu oleh Polsek Sawangan. Sayangnya peneliti memperoleh informasi sepihak. Peneliti tidak bisa memperoleh informasi dari warga non Muslim tersebut, lantaran sudah lama pindah.

2. Pelaksanaan ibadah di rumahSalah seorang warga non Muslim (Protestan) tinggal perumahan Gressia di RT 02 RW 05 awalnya melakukan perayaan ulang tahun anaknya. Orang-orang yang hadir pada perayaan tersebut adalah teman dekat dan saudara dari warga non Muslim tersebut. Kemudian pada waktu yang lain, kegiatan kumpul perayaan tersebut dilanjutkan dengan kebaktian. Hal ini diketahui warga, kemudian, karena kebanyakan orang-orang yang melakukan kebaktian tersebut tidak berasal dari Kampung Panggulan, sebagian warga di RT tersebut menolak dan merasa keberatan. Hal ini pun bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan.

Kajian WF Terhadap Kampung Panggulan

Tentu, deklarasi WF terhadap Kampung Panggulan sebagai kampung damai disadari peneliti tidaklah dimunculkan dengan tiba-tiba. WF pastilah memiliki sejumlah indikasi-indikasi tertentu, sehingga kampung ini dideklarasikan menjadi kampung damai. Sejumlah catatan yang peneliti peroleh terkait indikasi yang dibangun WF,22 yaitu:

1. Masyarakat Kampung Panggulan lebih terbuka.2. Adanya rasa kebersamaan yang terlihat pada kegiatan

sosial (disebutkan kegiatan santunan anak yatim).3. Masyarakat Panggulan memiliki toleransi terhadap

warga lain yang berbeda keyakinan, berbeda suku, politik, dan ekonomi.

22Wawancara 14 Maret 2018 Ibu Olis, penggiat kerukunan dari WF.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 47 16/12/2018 20:35:38Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

48

4. Masyarakat Panggulan dipandang mampu mengenali kegiatan yang sifatnya mengganggu ketenangan kampung, seperti provokasi, terorisme, dan radikalisme.

5. Peran aktif perempuan di Kampung Panggulan terlihat jelas dengan semakin banyaknya perempuan Panggulan yang aktif dari berbagai sektor, seperti pendidikan dan perdagangan.

6. Perempuan Kampung Panggulan didorong dan diberi kesempatan untuk mampu mandiri khususnya dari sisi ekonomi.

7. Adanya aturan yang disepakati warga untuk hidup aman dan nyaman di Kampung Panggulan meskipun itu tidak tertulis.

Indikasi-indikasi di atas muncul dari pengamatan dan interaksi penggiat WF yang beberapa anggotanya tinggal lama di Kampung Panggulan. Selain itu, sebelum dideklarasikan damai, di Kampung Panggulan oleh WF diadakan 2 kali diskusi dalam wadah Forum Desa/Kampung dengan mengundang perwakilan ketua kelompok dampingan, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan aparatur pemerintah setempat.23 Kemudian oleh WF diinisiasikan berdirinya sebuah koperasi yang dinamakan Koperasi Cinta Damai pada Kampung Panggulan. WF mengasumsikan melalui media ini, indikasi-indikasi yang ada pada Kampung Panggulan tentang potensi damai atau rukun dapat terawat dengan baik.

Kemudian upaya WF dilanjutkan dengan rencana pembangunan masjid umat di RW 05 dan Saung Damai. Hal ini dapat terlihat pada gambar berikut. Namun sebenarnya upaya ini tidak hanya dilakukan oleh WF saja, melainkan melibatkan beberapa tokoh masyarakat, tokoh agama, dan pemuda di Kampung Panggulan. Masjid yang masih dalam tahap pembangunan tersebut, di dalamnya terdapat tempat kumpul warga (rencana saung damai) yang dijadikan sarana berbincang

23Wawancara 14 Maret 2018 Ibu Olis, penggiat kerukunan dari WF.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Daniel Rabitha ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 48 16/12/2018 20:35:38Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

49

seputar kelanjutan pembangunan masjid umat, baik bangunan fisik dan rencana program kemasjidan nanti.

Gambar 4. Pembangunan Masjid Umat dan Saung Damai

Masjid umat dan Saung Damai ini didirikan bersebelahan dengan rumah tinggal umat Nasrani. Keluarga Nasrani tersebut memberikan 1,5 meter tanahnya untuk terbentuknya pendirian saung tersebut.24 Selain itu, juga terdapat bantuan pendanaan dari Kementerian Pedesaan sebanyak Rp. 35 juta guna mendukung pendirian saung damai tersebut.25

Koperasi Cinta Damai: Upaya WF Merawat Nilai Perdamaian di Kampung Panggulan

Badan usaha ini didirikan WF pada Kampung Panggulan di tahun 2013. Badan usaha ini diberi nama Koperasi Cinta Damai. WF membentuk koperasi ini di antaranya dalam rangka menjalankan program “kampung damai”. Sebuah program yang tidak hanya didirikan pada Kampung Panggulan saja, melainkan beberapa kampung lain, seperti yang dicatat peneliti ada di

24Wawancara 29 Februari 2018 dengan tokoh agama RW 04 kampung Panggulan.

25Wawancara 29 Februari 2018 dengan tokoh agama RW 04 kampung Panggulan.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 49 16/12/2018 20:35:39Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

50

Kampung Tionghoa di Kecamatan Tajur Halang Kabupaten Bogor, juga menjadi wilayah garapan program tersebut.

Koperasi ini didirikan dengan prinsip egaliterian, sehingga WF dalam badan usaha ini tidak memandang suku, agama, ekonomi, dan politik. Namun WF baru hanya membatasi pada pemberdayaan kaum wanita atau ibu-ibu yang ada di Kampung Panggulan. Mengapa wanita? Dalam kajian WF, pada Kampung Panggulan kaum wanita memiliki potensi diberdayakan. Selain karena terinspirasi dari beberapa kasus keluarga di Kampung Panggulan yang kepala keluarganya tidak lagi bekerja karena di PHK (Putus Hubungan Kerja), juga karena ada kesadaran dari beberapa ibu-ibu di sana yang merasa perlu mandiri dari segi ekonomi. Dua hal inilah yang dicatat peneliti menjadi dasar dari WF membentuk koperasi ini, hanya baru memberdayakan wanita.

Koperasi ini keanggotaannya terdiri dari 9 kelompok, dengan 200 orang ibu-ibu. Kesembilan kelompok ini memiliki nama tersendiri, yakni Al-Kudus I, Al-Kudus II, Pulo Damai, Teratai, Anggrek, Assalam, Arrahiim, Al-Ghafar, dan Al-Hafiz. Kelompok ini selain memiliki usaha yang dikelola bersama, juga memiliki usaha mandiri. Beberapa hasil dari usaha kelompok, yakni dompet berbahan kanvas, bros yang berkarakter (unik). Selain itu, saat penelitian dilakukan salah satu usaha yang sedang digiatkan adalah laundry. Selain usaha kelompok, usaha mandiri dari masing-masing anggota di antaranya; pedagang sembako, makanan, dan tanaman hias. Koperasi ini pun memberikan pelatihan yang diperlukan bagi ibu-ibu dalam mengelola keuangan dan mengolah bahan baku menjadi produk layak jual.26

Sebenarnya, koperasi ini tidak hanya ditujukan kepada ibu-ibu yang Muslim saja, melainkan juga untuk yang non Muslim. Namun beberapa ibu-ibu non Muslim belum mau berpartisipasi

26Wawancara pada 15 Maret 2018, ibu Nurcholisah, ketua Koperasi Cinta Damai di kampung Panggulan

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Daniel Rabitha ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 50 16/12/2018 20:35:39Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

51

karena masih merasa cukup dalam segi ekonomi dan masih memiliki kemampuan mengelola keuangan keluarga.27

Pembahasan Temuan Penelitian Kondisi kerukunan sebuah wilayah terutama dalam hal

agama sangatlah ditentukan dari adanya pardigma kesadaran akan pentingnya hidup saling berdampingan tanpa memandang suku, budaya, latar belakang agama, strata ekonomi, dan kecenderungan berpolitik. Sebuah paradigma ini terbangun dari masing-masing warga pada sebuah wilayah atas pengalaman masa lalu dan masa saat menjalani kehidupannya sehari-hari. Dalam hal ini, tentu setiap warga akan memiliki keunikan tersendiri dalam meresapi dan mengaktualkan nilai-nilai kerukunan.

Pengalaman itu sendiri sangatlah ditentukan dari lingkungan tempat warga itu tinggal. Dengan demikian, penciptaan lingkungan yang baik sangat menentukan terciptanya pengalaman-pengalaman bagi warga dalam membangun paradigma pemikiran akan nilai-nilai kerukunan. Penciptaan lingkungan dapat dimulai dari berbagai macam aspek yang menghidupkan situasi sosial di masyarakat, seperti yang senantiasa dibutuhkan yakni pendidikan dan ekonomi. Dalam konteks kerukunan antarumat beragama, edukasi perdamaian antarsesama dapat menjadi topik dalam wadah-wadah yang diciptakan di lingkungan masyarakat. Selain itu, ekonomi dapat diciptakan melalui pemberdayaan potensi yang melekat pada masyarakat. Pemberdayaan ini dapat dimulai dengan mengenal potensi atau modal sosial yang dimiliki warga, dari mulai kemampuan dari masing-masing warganya dan potensi alam pada lingkungan yang ada.

Kajian terhadap Kampung Panggulan menurut peneliti sangatlah menarik dalam memahami kerukunan antarumat beragamanya. Mengapa? Karena komposisi penduduk

27Wawancara pada 15 Maret 2018, ibu Nurcholisah, ketua Koperasi Cinta Damai di kampung Panggulan

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 51 16/12/2018 20:35:39Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

52

berdasarkan agama pada kampung ini yang tidak berimbang. Artinya, sikap toleran bagi warga Muslim terhadap non Muslim sangatlah teruji. Jika komposisi penduduk berimbang atau katakanlah tidak terlalu berbeda jauh, sikap-sikap toleran yang akan muncul dan terawat, bergantung pada negosiasi yang mereka sepakati, dan negosiasi sarat dengan konflik. Namun berbeda dengan jumlah komposisi penduduk berdasarkan agama yang jumlah berbeda jauh. Sikap-sikap toleran akan muncul dan terawat akibat dari adanya konformitas warga yang menjadi minoritas dan sikap permisif bagi warga mayoritas.

Kampung Panggulan telah mengalami dua ujian, yakni salah satunya terjadi di RT 02, dengan hadirnya warga yang menjadikan rumahnya sebagai sarana ibadat. Tentu banyak faktor penyebab yang perlu dilihat mengapa hal demikian terjadi. Beberapa informasi yang diperoleh peneliti, yakni warga yang hadir dalam peribadatan di rumah warga non Muslim tersebut bukan dari Kampung Panggulan. Selain itu, karena di RT tersebut dikenal warga kental dengan nuansa keislamannya, beberapa tokoh agamanya khawatir nantinya akan berdiri rumah ibadat non Muslim (baca Kristen) di Panggulan. Hal ini berarti, isu pendirian rumah ibadat non Muslim (kasus Kristen) di Kampung Panggulan belum bisa diterima dengan baik oleh warga Muslim, khususnya tokoh agamanya (kasus RT 02). Warga non Muslim cenderung konform28 dalam hal kasus tersebut atau tidak ada negosiasi yang dimunculkan dan bagi non Muslim cenderung permisif. Hal ini bisa menjadi tolak ukur akan adanya kecenderungan warga non Muslim dalam membangun interaksi dengan warga Muslim lebih kearah konform dan permisif.

Respon ini dipandang wajar, umat non Muslim cenderung konform karena berupaya mengatasi masalahnya dengan menyesuaikan diri dengan keadaan (norma dan tekanan sosial). Umat Muslim menyandarkan responnya pada hal yang

28Konformitas mengacu pada penyesuaian orang pada tekanan sosial yang nyata atau yang dibayangkan (Yuniardi & Dayakisni, 2004: 233).

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Daniel Rabitha ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 52 16/12/2018 20:35:39Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

53

dipandang permisif dilakukan. Warga non Muslim tersebut, jika tidak menyertakan umat non Muslim lainya di luar Kampung Panggulan, maka peribadatan bisa saja dibolehkan. Ada prasyarat dari warga yang dominan, akibat dari kekhawatiran yang belum tentu terjadi. Analisis peneliti terhadap dua ujian kerukunan pada Kampung Panggulan dapat terlihat pada gambar berikut.

Gambar 5. Ilustrasi Kasus: Respon Warga Non Muslim Terhadap Muslim

Lingkungan Sosial(Dominan)

Prasyarat Permisif

KonfromMengurangi dampak negatif dalam situasi sosial 1. Violence

2. Menyimpang (tidak sesuai dengan aturan tertentu atau kesepakatan

Warga non Muslim yang merasa menjadi bagian lingkungan sosial di Kampung Panggulan cenderung merespon gejala atau tekanan sosial dengan menyesuaikan diri dengan keadaan atau situasi sosial yang dihadapi (konform). Hal ini dilakukan selain karena masih ingin disertakan dalam lingkungan sosial tersebut, juga mengurangi dampak negatif dalam situasi sosial tersebut. Dapak negatif yang bisa saja muncul adalah kekerasan dan kekhawatiran dipandang menyimpang pada lingkungan sosialnya. Hal ini adalah gambaran yang bisa saja diartikan sebagai upaya menghargai bagi umat non Muslim terhadap Muslim.

Kabar baiknya, kajian WF di Kampung Panggulan sudah memulai memberdayakan masyarakat pada kampung tersebut dengan menciptakan Koperasi Cinta Damai. Tentu akanlah terjalin sebuah ikatan kewargaan antarsesama warga yang tergabung dalam asosiasi tersebut, meskipun masih terbatas pada wanitanya. Hanya saja, upaya ini jika hendak dilihat jalinan keakraban

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 53 16/12/2018 20:35:40Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

54

antarpemeluk agama pada kampung tersebut, belumlah bisa terlihat. Hal ini dikarenakan, keanggotaan pada koperasi tersebut tidak ada warga yang beragama selain Islam. Padahal koperasi yang bisa disebut sebagai media kerukunan ini sebenarnya ditujukan untuk sebuah tujuan besar, yakni terjalinnya keakraban antarwarga beda agama dan pada akhirnya merawat kerukunan antarumat beragama di kampung tersebut.

Berdasarkan dua alasan di atas, yakni belum diterimanya isu pendirian rumah ibadat bagi warga non Muslim dan belum adanya partisipasi umat non Muslim tergabung dalam Koperasi Cinta Damai yang dibentuk WF. Peneliti berpendapat, masih terlalu dini WF mendeklarasikan “kampung damai” di Panggulan. Seharusnya, deklarasi tersebut dimunculkan WF setelah dinyatakan berhasil terjalin kekerabatan dengan anggota non Muslim melalui media kerukunan yang dibentuk (Koperasi Cinta Damai). Sementara, belum ada warga non Muslim yang bergabung dalam koperasi tersebut. Mungkin pada akhirnya akan terjadi, namun memerlukan proses menuju hal tersebut. Selain itu, jika isu pendirian rumah ibadat non Muslim tidak lagi menjadi sumber kekhawatiran sebagian Muslim di Panggulan atau bahkan menjadi wacana diskusi dan dialogkan bagi warga Panggulan, peneliti menimbang deklarasi kampung damai tersebut barulah dapat dilakukan.

Hanya saja, kerukunan antarumat beragama tampak terasa dan teramati peneliti di lingkungan perkampungan, dibandingkan di perumahan. Kerukunan di wilayah perkampungan ini pun dipengaruhi dari usia bermukim dan sikap-sikap toleran yang ditampakkan antara sesamanya, sebagai akibat dari adanya kesadaran untuk hidup saling kenal dan membutuhkan. Perbedaan ini bisa saja disebabkan karena pengaruh tekanan migrasi dari pendatang yang bermukim di perumahan. Lingkungan perumahan secara umum membedakan diri dari lingkungan kampung. Hal ini mungkin karena unsur ekonomi, agar lebih cepat diminati pendatang. Namun hal ini tentu akan

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Daniel Rabitha ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 54 16/12/2018 20:35:40Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

55

menjadi salah satu sekat sosial di lingkungan sekitar. Andai saja, konstruksi bangunan dan lingkungan perumahan menimbang lingkungan sekitar, salah satu sekat ini akan terkurangi. Namun sesungguhnya jauh lebih penting adalah memunculkan kesadaran untuk saling kenal dan membutuhkan antara sesama warga baik yang di perkampungan dan perumahan. Oleh karenanya, media-media kerukunan yang menyertakan sumber daya yang ada di lingkungannya dapat menjadi salah satu sumber perekat dan kemudian memunculkan sikap-sikap toleran. Sumber daya ini tak hanya warga yang tinggal di perumahan dan perkampungan saja, melainkan melihat potensi pengembangan lingkungan secara jeli yang dipandang mampu menggeliatkan media-media yang dibentuk.

Kesimpulan dan RekomendasiKesimpulan

Penelitian ini menyimpulkan bahwa:1. Kondisi kerukunan umat beragama pada Kampung

Panggulan sudah pada level saling menghargai (saling membutuhkan) antara umat Muslim dengan non Muslim yang tinggal di perkampungan. Namun hubungan wargan non Muslim yang tinggal di perumahan dengan Muslim di lingkungannya cenderung konform dan permisif.

2. Upaya pelestarian kerukunan umat beragama pada Kampung Panggulan, yakni, denganmembentuk tempat kumpul warga dan media kerukunan (Koperasi Cinta Damai). Hal ini meski tidak murni atas prakarsa warga, namun terdapat kontribusi terhadap terwujudnya keinginan menjadikan Kampung Panggulan menjadi damai atau rukun.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 55 16/12/2018 20:35:40Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

56

Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penelitian ini merekomendasikan:

1. Pemerintah desa/kelurahan perlu menciptakan program kesadaran akan kerukunan antarumat beragama di wilayahnya.

2. Pemerintah perlu mendukung dan membentuk kegiatan kerukunan antarwarga, dalam dalam bentuk ikatan yang bersifat formal dan informal, dengan memperhatikan kebutuhan warga.

Ucapan Terima KasihPeneliti patut mengucapkan rasa terima kasih pada beberapa

orang yang berkontribusi dalam penulisan hasil penelitian ini, yakni: Kepala Balai Litbang Agama Jakarta, H. Ahmad Syafi’i Mufid, teman-teman peneliti, Kepala Seksi Pemerintahan Kelurahan Panggulan (H. Aceng), Ustadz Hasan Son Haji (tokoh agama dan masyarakat), Sulaeman (Ketua RW 04), Yunus (Ketua RW 05), Deny (Ketua RT 01/RW 05), Nur Cholisah (Ketua Koperasi Cinta Damai Kampung Panggulan), Nurdin (Ketua IRKAP), Sri-Toto-Imanuel (warga Kristen Protestan di Kampung Panggulan, Ilda (pemudi RW 04), dan beberapa warga lainnya.

Daftar BacaanBuku

Ahmad, Ali, Haidlor. 2013. Survei Nasional: Kerukunan Umat Beragama di Indonesia. Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI.

Azra, Azyumardi. 2018. Kerukunan Umat Beragama: Resonansi. Republika, Kamis 29 Maret 2018.

Bagir, Abidin, Zainal. 2017. Kerukunan dan Penodaan Agama: Alternatif Penanganan Masalah. Edisi II Desember 2017.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Daniel Rabitha ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 56 16/12/2018 20:35:40Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

57

Yogyakarta: Program Studi dan Lintas Budaya: Center for Religion and Cross Cultural Studies (CRCS): UGM.

Beaman, G., Lori. 2014. “Deep Equality As An Alternative to Accommodation and Tolerance”. Nordic Journal of Religion and Society: 27 (2).

Bowen, Daniel., Cheng, Albert. 2014. “Peering Into the BlackBox of Faith-Based Education: Do Religious Cues Affect Self Regulation and Political Tolerance?”. Edre Working Papper: Rise University dan Arkansas University.

Broderick, Cynthia., Fosnacht, Kevin. 2017. Religious Tolerance on Campus: A Multi Institution Study. Indiana University Center for Postsecondary Research: USA.

Clobert, Magali., Saroglou, Vassilis., Hwang, Kuo, Kwang., Soong, Wen-Li. 2014. “East Asian Religious Tolerance-A Myth or a Reality? Empirical Investigations Of Religious Prejudice in East Asian Societies”. Journal of Cross Cultural Psychology: SAGE.

Dayakisni, Tri., Yuniardi, Salis. 2004. Psikologi Lintas Budaya. UMM Press: Malang.

Dja’far, M., Alamsyah., Nugroho, Ardi, Aryo (Ed). 2016. Narasi Islam Damai. Jakarta: The Wahid Foundation.

Fauzi, Ihsan, Ali. Bagir, Abidin, Zainal. Rafsadi, Irsyad. 2017. Kebebasan, Toleransi, dan Terorisme: Riset dan Kebijakan Agama di Indonesia. Jakarta: Pusat Studi Agama dan Demokrasi Yayasan Paramadina.

Gerring, John. 2015. A Case Study Research: Principles and Practises. 2d ed. Boston University: USA.

Gross, Neil. 2009. A Pragmatist Theory of Social Mechanism. American Sociology Review Vol. 74 74: 358. SAGE dan ASA (American Sociological Association).

Lichbach, Irving, Mark. 2008. Modeling Mechanism of Contention MTT’s Positivis Constructivismt. Simposium McAdam, Tarrow, dan Tilly’s “Measuring Mechanism of Contention”, dipublikasi

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 57 16/12/2018 20:35:41Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

58

secara online pada 31 Mei 2008. Springer Science and Business Media, LLC, hlm. 346-347.

Mas’ud, Abdurrahman., Ruhana, Salim, Akmal. 2009. Kompilasi Kebijakan dan Peraturan Perundang-Undangan Kerukunan Umat Beragama. Edisi kesebelas. Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI.

Maussen, Marcel. 2013. Applying Tolerance Indicators: ANNEX to the Report on Assessing Tolerance for Religious Schools. Accept Pluralism Research Project: European University Institute.

Menchik, Jeremy. 2016. Islam and Democracy in Indonesia.Cambridge University Press.

OECD. 2011. Perspectives on Global Development 2012: Social Cohesion in a Shifting World. OECD Publishing. http://dx.doi.org/10.1787/persp_glob_dev-2012-en

Saefuddin, Fedyani, Achmad. 1986. Konflik dan Integrasi: Perbedaan Faham dalam Agama Islam. Jakarta: Rajawali Press.

Setara Institute. 2015. Tolerant City Index: Report Summary

Stufflebeam, Daniel L. dan Chris L. S. Coryn. 2014. Evaluation Theory, Models, and Applications. San Fransisco: Jossey-Bass.

Sudjangi. 1993. Kajian Agama dan Masyarakat: 15 Tahun Badan Penelitian dan Pengembangan Agama, 1975-1990 III: Kerukunan Hidup Antarumat Beragama. Badan Penelitian dan Pengembangan Agama.

Tim Penelitian Balai Litbang Agama Jakarta. 2015. Peran Lembaga Keagamaan dalam Memelihara Kerukunan Umat Beragama di Indonesia (jilid 1 dan 2). Balai Litbang Agama Jakarta.

Troachim, William dan James P. Donelly. 2006. The Research Methods Knowledege Base. Cincinnati, OH: Atomic Dog Publishing.

Trochim, William M. 2006. The Research Methods Knowledge Base. 2nd Edition. Internet WWW page, at URL: <http://

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Daniel Rabitha ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 58 16/12/2018 20:35:41Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

59

www.socialresearchmethods.net/kb/> (version current as of October 20, 2006).

Varshney, Ashutosh. 2009. Konflik Etnis dan Peran Masyarakat Sipil. Edisi terjemahan. Balai Litbang Agama Jakarta.

Varshney, Ashutosh. Panggabean, Rizal. Tadjoeddin, Zulfan, Muhammad. 2004. Pattern of CollectiveViolance in Indonesia (1990-2003). UNSFIR: Jakarta.

Vermeer, Teun. 2012. The Influence of Religion on Social Tolerance in East-and West Europe: A Multi-Level Analysis. Tilburg University: Nedherland.

Wahid Foundation & LSI. 2017. A Measure of Extent of Socio-Religious Intolerance and Radicalism Within Muslim Society in Indonesia: National Survei Report.

Yin, Robert K. 2003. Case Study: Research Design and Methods. Edisi ke-2. Thousand Oak, Calif.: Sage Publications.

Internet

____. 2012. Warga Kelurahan Cigugur Pertahankan Kerukunan. http://www.pikiranrakyat.com/jawa-barat/2012/08/21/200377/warga-kelurahan-pertahankankerukunan. Diakses pada 28 Januari 2018.

Cyril. 2015. Indahnya Toleransi Desa Bernuansa Bali di Lampung Selatan.https://www.cendananews.com/2015/05/indahnya-toleransi-bernuansa-bali-dilampung-selatan.html. Diakses pada 28 Januari 2018.

Dinata, Irman. 2016. Kerukunan Umat Beragama Desa Rama Agung Jadi Percontohan. ttp://www.rmolbengkulu.com/read/2016/12/22/3397/Kerukunan-Umat-Beragama-Desa-Rama-Agung-Jadi-Percontohan-. Diakses pada 28 Januari 2018.

Frislidia. 2017. Desa Sadar Kerukunan Beragama di Dumai Resmi Berdiri. https://www.antarariau.com/berita/94841/

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 59 16/12/2018 20:35:41Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

60

desa-sadar-kerukunan-beragama-di-dumai-resmiberdiri. Diakses pada 28 Januari 2018.

Handoko, Dini, M. 2017. Monumen Kerukunan: Seputih Raman-Lampung Tengah. http://iqrometro.co.id/1520.html. Diakses pada 28 Januari 2018.

Komara, Indra. 2017. Wahid Foundation Deklarasi Kampung Damai di Depok. https://news.detik.com/berita/d-3783711/wahid-foundation-deklarasi-kampung-damai-didepok. Diakses pada 28 Januari 2018.

Pitoko, Aji, Ridwan. 2017. Jejak Toleransi Islam dan Buddha di Kawan Banten Lama. http://regional.kompas.com/read/2017/06/17/03320011/jejak.toleransi.Islam.dan.buddha.di.awasan.banten.lama. Diakses pada 28 Januari 2018.

Setiawan, Wikha. 2017. Belajar Keberagaman dan Kerukunan dari Desa Plajan Jepara. https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-3662699/belajar-keberagaman-dan-kerukunan-dari-desa-plajan-jepara. Diakses pada 28 Januari 2018.

Susilo, Harry. 2016. Kampung Sawah Bekasi Didorong Jadi Percontohan Kerukunan Beragama. http://nasional.kompas.com/read/2016/08/01/20522981/.kampung.sawah.bekasi.didorong.jdi.percontohan.kerukunan.beragama. Diakses pada 28 Januari 2018.

Tobari. 2016. Desa Sindang Jaya Wakili Cianjur ke Tingkat Provinsi Jawa Barat. http://infopublik.id/read/152445/desa-sindang-jaya-wakili-cianjur-ke-tingkat-provinsi-jawa-barat.html. Diakses pada 28 Januari 2018.

Warsidi, Adi. 2017. Desa Ini Jadi Contoh Kerukunan Beragama. https://nasional.tempo.co/read/1045854/desa-ini-jadi-contoh-kerukunanberagama-di-aceh. Diakses pada 28 Januari 2018.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Daniel Rabitha ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 60 16/12/2018 20:35:41Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

61

Rudi, Alsadad. 2017. Ahmadiyah Pertanyakan Alasan Pemkot Depok Larang Kegiatan di Rumah Jemaah. https://megapolitan.kompas.com/read/2017/06/05/10075911/ahmadiyah.pertanyakan.alasan.pemkot.depok.larang.kegiatan.di.rumah.jemaah. Diakses pada 22 Maret 2018.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 61 16/12/2018 20:35:41Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

62

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Daniel Rabitha ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 62 16/12/2018 20:35:41Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

63

KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI KAMPUNG SAWAH KECAMATAN PONDOK MELATI, KOTA BEKASI,

PROVINSI JAWA BARATOleh: Muhammad Agus Noorbani

Gambaran Umum Kampung SawahKampung Sawah merupakan wilayah yang termasuk ke dalam

Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi. Wilayah ini mencakup tiga kelurahan, yaitu Kelurahan Jati Murni, Kelurahan Jati Melati, dan Kelurahan Jati Warna, dengan luas mencapai sekitar 8 kilometer persegi (km2). Pak Jacobus Napiun, salah seorang tokoh masyarakat di Kampung Sawah, mengatakan bahwa dalam ingatannya, secara geografis, Kampung Sawah berakhir di Pasar Kecapi di bagian utara, berbatasan dengan daerah Pabuaran di selatan, berbatasan dengan Kali Cakung di timur, dan berbatasan dengan Kali Sunter di barat. Titik pusat Kampung Sawah terletak pada tempat di mana saat ini berdiri tiga rumah ibadah utama; Masjid Al-Jauhar, Gereja Kristen Pasundan (GKP) Kampung Sawah, dan Gereja Katolik Santo (St.) Servatius. Dalam pandangan warga, ketiga rumah ibadah ini menjadi penanda wilayah Kampung Sawah. Di lokasi ini pula terletak batas wilayah Kelurahan Jati Murni dan Jati Melati.

Wilayah ini terkenal dengan sebutan Kampung Sawah karena pada awal terbentuknya merupakan blok perkampungan yang diselingi persawahan. Kampung Sawah pada awalnya merupakan areal hutan yang dibuka untuk markas para prajurit Kesultanan Mataram yang hendak menyerang Batavia. Dalam perkembangannya, wilayah ini kemudian menjadi pemukiman

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 63 16/12/2018 20:35:41Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

64

para prajurit yang tidak kembali seusai penyerangan. Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, wilayah ini kemudian semakin meluas. Persawahan yang dibuka merupakan areal yang dibuat penduduk dan merupakan sawah tadah hujan bukan persawahan pengairan. Akibat pembukaan wilayah untuk persawahan, kontur Kampung Sawah menjadi berbukit-bukit, di mana daerah yang tinggi merupakan perkampungan dan daerah yang rendah merupakan persawahan.

Meski secara geografis, Kampung Sawah mencakup tiga kelurahan, seperti tersebut di atas, namun secara identitas saat ini wilayahnya mulai menyempit sebagai akibat dari perkembangan jumlah penduduk dan hunian. Banyak warga, terutama para pendatang baru yang tinggal setelah tahun 2000an dan, yang bermukim dalam radius lebih dari 3 km dari titik pusat Kampung Sawah tidak lagi mendaku sebagai warga Kampung Sawah. Pak Jacobus Napiun menyatakan, para penduduk baru ini senang menyebut diri mereka sebagai penduduk perumahan yang mereka huni. Penduduk yang mendaku sebagai warga Kampung Sawah kini terkonsentrasi di dua kelurahan, yaitu Kelurahan Jati Murni dan Kelurahan Jati Melati.

Perubahan komposisi penduduk di Kampung Sawah disinyalir mulai terjadi pada tahun 1970-an usai Markas Besar (Mabes) Tentara Nasional Indonesia (TNI) dibangun di Cilangkap. Seperti dikemukakan Mihardja, salah seorang sesepuh di Kampung Sawah, banyak warga Kampung Sawah menjual aset mereka, berupa tanah maupun sawah, karena mendapat kabar bahwa penduduk di wilayah Cilangkap mendapat untung dari hasil menjual tanah dan sawah mereka dalam satuan meter persegi. Pada masa sebelumnya, warga Kampung Sawah menjual tanah atau sawah mereka dalam satuan yang tidak pasti. Banyaknya warga yang menjual aset ini kepada warga luar Kampung Sawah yang kemudian diikuti dengan masuknya warga dari luar Kampung Sawah.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Muhammad Agus Noorbani ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 64 16/12/2018 20:35:42Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

65

Perubahan komposisi penduduk asli dan pendatang menjadi semakin tinggi saat pengaspalan Jalan Raya Kampung Sawah selesai pada tahun 1994-1995 yang mempermudah akses dari dan menuju Kampung Sawah. Meski demikian, hingga tahun 2000-an komposisi penduduk di Kampung Sawah masih didominasi penduduk asli. Baru pada tahun 2007 atau setelah beroperasinya ruas Jalan Tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) E1 Seksi 3 yang terbentang dari Hankam hingga Jatiasih, banyak pendatang mulai bermukim di Kampung Sawah. Banyak pemukiman baru yang berbentuk komplek perumahan atau cluster dibangun. Menurut Mihardja, yang membuat banyak pendatang tertarik untuk tinggal di banyak pemukiman di Kampung Sawah di antaranya adalah kemudahan akses jalan, transportasi, dan berbagai fasilitas lainnya, seperti ketersediaan rumah ibadah yang beragam dan kondisi Kampung Sawah yang relatif aman, sehingga nyaman sebagai wilayah hunian.

Komposisi penduduk Kampung Sawah yang terkonsentrasi di kedua kelurahan seperti tersebut di atas, saat ini terdiri dari berbagai suku dan agama. Di Kampung Sawah hidup berdampingan penduduk dari suku Betawi, Jawa, Flores, Ambon, Batak, Nias, dan lainnya. Mereka memeluk agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha. Jumlah penduduk Kampung Sawah yang berada di dua kelurahan utama, seperti terlihat pada Tabel 1, berjumlah 39.620 jiwa yang terdiri dari 20.100 orang laki-laki dan 19.520 orang perempuan. Jumlah kepala keluarga (KK) yang menetap di Kampung Sawah tercatat sebanyak 10.751 KK. Meski penduduk terbanyak terdapat di Kelurahan Jati Murni dibandingkan dengan penduduk yang bertempat tinggal di Kelurahan Jati Melati, namun jumlah Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) terbanyak terdapat di Kelurahan Jati Melati. Di Kelurahan Jati Melati terdapat 91 RT dan 15 RW, sementara di Kelurahan Jati Murni terdapat 59 RT dan 8 RW.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 65 16/12/2018 20:35:42Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

66

Tabel 1. Demografi Penduduk Kampung Sawah

Jati Melati Jati Murni

Jender

Laki-Laki 7.410 12.690

Perempuan 7.205 12.315Kepala Keluarga 4.491 6.260

Pemerintahan

RT 91 59

RW 15 8

Agama

Islam 10.960 15.003

Kristen 1.461 2.491Katolik 1.827 7.001Hindu 169 150Buddha 198 360

Tempat Ibadah

Masjid 15 18

Gereja Katolik 1 -Gereja Kristen 4 12Pura - -

Sumber: Laporan Kependudukan Tahunan Kelurahan Jati Melati dan Kelurahan Jati Murni 2017

Penduduk Kampung Sawah mayoritas memeluk agama Islam, dengan jumlah pemeluk sebanyak 25.963 jiwa. Pemeluk agama Katolik yang tinggal di Kampung Sawah sebanyak 8.828 jiwa, atau terbanyak kedua, diikuti oleh agama Kristen yang dipeluk oleh 3.952 jiwa. Penduduk yang memeluk agama Hindu dan Buddha, masing-masing, sebanyak 319 jiwa dan 558 jiwa. Rumah ibadah yang terdapat di Kampung Sawah terdiri dari: 33 masjid, 1 gereja Katolik, dan 16 gereja Kristen. Bagi umat Hindu, meski tidak terdapat pura di Kampung Sawah, namun terdapat Balai Banjar Hitakarma di Kelurahan Jati Melati. Balai Banjar ini adalah semacam lembaga pendidikan yang diperuntukkan bagi para pelajar di Kampung Sawah dan sekitarnya untuk memperdalam ilmu agama Hindu, yang dilakukan setiap hari Minggu.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Muhammad Agus Noorbani ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 66 16/12/2018 20:35:42Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

67

Penduduk Kampung Sawah saat ini memiliki jenis pekerjaan yang sangat beragam. Sebagian besar bekerja di sektor formal sebagai pegawai, baik di instansi swasta maupun milik pemerintah, namun tidak sedikit juga yang bekerja sebagai pedagang. Dengan menyusutnya lahan kosong yang dipergunakan sebagai lahan pertanian atau pun peternakan, maka semakin berkurang mereka yang bekerja dalam bidang pertanian maupun peternakan. Hingga tahun 1980-an komposisinya adalah sebaliknya, banyak warga Kampung Sawah yang bekerja pada sektor pertanian, peternakan, dan perdagangan. Penduduknya banyak menjual hasil tani dan ladang mereka, seperti beras, sayur-mayur, dan bebuahan di berbagai pasar di wilayah Jakarta Timur, Jakarta Pusat, hingga Jakarta Selatan. Hanya sedikit yang bekerja pada sektor formal sebagai pegawai. Meski demikian, sejak zaman kolonial, penduduk Kampung Sawah terkenal sudah memiliki pekerjaan lebih baik daripada penduduk lain di Kota Bekasi. Tidak sedikit dari penduduk Kampung Sawah yang bekerja sebagai tenaga pendidik, tenaga kesehatan, dan administratur pada pemerintahan kolonial.

Hal tersebut di atas tidak terlepas dari tingkat pendidikan yang mampu ditempuh oleh penduduk Kampung Sawah. Menurut Mihardja dan Budiman, penduduk Kampung Sawah sudah mengenal kemampuan membaca dan menulis huruf Latin sejak awal abad ke-19. Artinya, setidaknya jika dibandingkan dengan penduduk lain di Kota Bekasi, penduduk Kampung Sawah saat itu sudah lebih maju dalam tingkat pendidikan modern. Perkembangan lembaga pendidikan modern di Kampung Sawah seiring dengan masuknya agama Kristen di Kampung Sawah. Sekolah Dasar Negeri (SDN) 01 dan 06 Jati Murni yang ada saat ini, menurut Budiman, yang juga mantan Kepala SDN 01 Jati Murni, cikal-bakalnya adalah sekolah yang berlokasi di Gereja Kristen Pasundan (GKP) Kampung Sawah, yang mulai disemai pendiriannya pada awal abad 19.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 67 16/12/2018 20:35:42Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

68

Penduduk Kampung Sawah, menurut Mihardja, pada awalnya merupakan bala tentara Kesultanan Mataram yang hendak menyerang markas Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) di Batavia (Jakarta saat ini). Dalam penuturan Mihardja, seperti yang dia dapat dari cerita orang-orang tua yang dia temui, bala tentara Kesultanan Mataram ini terdiri dari berbagai suku yang ada tersebar di berbagai daerah di Nusantara. Mereka merupakan pasukan yang ditugaskan untuk mengintai Batavia dan memberi informasi kepada Kesultanan Mataram mengenai kondisi pasukan VOC. Sebagai pasukan pengintai, mereka kemudian membangun markas di tengah-tengah hutan yang terletak di pinggiran Batavia, daerah yang kini menjadi wilayah Kampung Sawah. Serangan Kesultanan Mataram terhadap VOC di Batavia dalam dua kali kesempatan di tahun 1628 dan 1629 berujung kegagalan yang membuat pasukan Kesultanan Mataram mundur meninggalkan Batavia. Pasukan pengintai yang bermarkas di Kampung Sawah ini tidak ikut serta (tidak jelas benar, apakah pasukan ini ditinggal atau tertinggal) dengan pasukan lain yang meninggalkan Batavia.

Komunitas yang berasal dari berbagai daerah ini kemudian membentuk masyarakat Kampung Sawah. Asal-usul penduduk yang beragam ini yang membuat Kampung Sawah menjadi daerah yang sangat terbuka dan toleran terhadap nilai-nilai yang berbeda. Dari berbagai perbedaan ini, kemudian terbentuk sebuah komunitas masyarakat yang memiliki kebudayaan baru dan khas. Ciri khas ini tercermin dalam bentuk bahasa dan berbagai tradisi yang berkembang di Kampung Sawah.

Masyarakat asli Kampung Sawah mengidentifikasi diri mereka sebagai suku Betawi. Hal ini dapat terlihat dari bahasa dan tradisi yang berkembang di daerah tersebut. Meski mengidentikkan diri sebagai suku Betawi, bahasa yang mereka gunakan bukan bahasa Betawi seperti yang digunakan oleh suku Betawi di wilayah Jakarta. Perbedaan terletak pada bunyi “e” dalam setiap kata berakhiran “a” pada Bahasa Betawi yang digunakan oleh suku Betawi yang tinggal di Jakarta, namun tidak ditemukan dalam

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Muhammad Agus Noorbani ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 68 16/12/2018 20:35:43Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

69

bahasa Betawi yang digunakan oleh masyarakat Betawi yang tinggal di Kampung Sawah.

Jika warga Betawi di Jakarta mengatakan “kate”, “kaye”, atau “kenape”, maka masyarakat Betawi di Kampung Sawah mengatakan kata-kata tersebut dengan “kata”, “kaya”, dan “kenapa”.

Sebagai contoh dapat dilihat dalam sebuah cerita Jaga Timbul yang menggambarkan aktivitas keseharian warga Kampung Sawah berikut:

Biar kata diubek rame-rame, nggak semua ikan bisa ketangkep. Apalagi ikan yang rada kuat ama lumpur, kaya lele, sili, kocolan, betik/betok. Rada siangan dikit, orang-orang udah pada pulang. Matahari masih bersinar terang, panasnya bikin aer di sawah yang baru diubek jadi rada anget. Angetnya terus nyampe ke lumpur. Nah dalam keadaan kaya gini, biasanya ikan pada nongol kepermukaan buat nyari kesegeran. Inilah saatnya jaga timbul.

Beberapa orang yang masih penasaran, nggunain kesempetan ini. Mereka pada nagog di galengan, ato juga pada berendem (paling-paling dalemnya sedengkul) di tengah sawah nungguin ikan nongol. Biasanya mereka menggunakan susrug ato jala. Begitu keliatan ada bruelan di permukaan air, langsung aja di sergap pake susrug ato jala. Di sini mata kudu awas, kudu konsentrasi supaya kebagian ikan (Praptanto, 2011).

Jacobus Napiun mengatakan, bahasa Betawi yang digunakan di Kampung Sawah adalah bahasa Betawi pinggiran. Orang Kampung Sawah menyebutnya sebagai bahasa Betawi “A”. Bahasa Betawi pinggiran ini atau dalam kajian mengenai masyarakat Betawi disebut sebagai bahasa Betawi Ora, berbeda dengan bahasa Betawi Kota. Bahasa Betawi Kota adalah bahasa yang digunakan oleh penduduk Betawi yang tinggal di Batavia atau daratan Jakarta. Bahasa Betawi Kampung Sawah mendapat pengaruh dari banyak bahasa lain, seperti Melayu, Sunda, Jawa, Arab, Cina, dan Belanda (bandingkan dengan Praptanto, 2011). Dalam percakapan keseharian penduduk asli Kampung Sawah, terutama para orang tua, saat ini lebih didominasi oleh penggunaan bahasa Indonesia dengan logat Betawi yang sangat

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 69 16/12/2018 20:35:43Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

70

kental. Akibat pekembangan penduduk yang tinggi, penggunaan bahasa Betawi di Kampung Sawah mulai menurun. Sangat sedikit anak-anak muda yang berbicara menggunakan bahasa Indonesia dengan logat Betawi yang kentara, dan hampir tidak terdengar bahasa Betawi dalam percakapan keseharian anak-anak muda tersebut.

Selain bahasa, berbagai tradisi lain yang khas ditemui pada masyarakat Betawi di Jakarta juga dapat ditemui di Kampung Sawah. Upacara lebaran Betawi diselenggarakan setiap usai Idul Fitri di halaman Masjid Al-Jauhar, upacara sedekah bumi atau bebaritan juga kerap diselenggarakan setiap tahunnya oleh warga Katolik dan Kristen di gereja masing-masing. Pada setiap perayaan hari besar keagamaan atau pun nasional, banyak warga yang menggunakan pakaian khas Betawi, seperti peci berwarna merah atau hitam, baju sadariah atau banyak mengenal sebagai baju koko, celana komprang berwarna hitam, sarung yang dikalungkan di leher, dan sabuk hijau yang dikenakan para pria. Sedangkan wanitanya mengenakan baju kurung atau kebaya, kain batik khas Betawi, serta kerudung sebagai penutup kepala. Penganan-penganan khas Betawi seperti dodol, wajik berwarna-warni, kembang goyang, dan lainnya juga dihidangkan dalam kegiatan-kegiatan ini.

Suku Betawi di Kampung Sawah juga memiliki ciri khas lain yang membedakan mereka dengan suku Betawi lainnya, yaitu penggunaan marga sebagai nama belakang mereka. Asal-usul penggunaan marga di belakang nama penduduk asli berkaitan erat dengan masuknya agama Kristen di Kampung Sawah. Hal ini juga memiliki keterkaitan dengan pemberlakuan hukum kolonial semasa penjajahan Belanda pada abad 19. Pada saat itu diterapkan hukum yang berbeda, yaitu hukum Islam, hukum adat, dan hukum Barat. Bagi warga Kristen pribumi yang hendak menikah, berlaku peraturan bahwa mereka harus menggunakan nama keluarga dari pihak Ayah di belakang nama mereka ditambah dengan nama baptis, mirip dengan yang berlaku di

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Muhammad Agus Noorbani ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 70 16/12/2018 20:35:43Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

71

negara-negara Eropa Barat (Jamaludin, 2015). Menurut Mihardja, setidaknya ada sepuluh nama marga tertua yang menjadi asal-usul marga lain di Kampung Sawah, di antaranya: Rikin, Dani, Napiun, Baiin, dan lainnya. Saat ini, terdapat lebih dari dua puluh lima nama marga yang digunakan oleh penduduk Betawi Kampung Sawah. Setiap marga melarang perkawinan antarsesama anggota marga, namun memperbolehkan perkawinan antarmarga meski berlainan agama.

Sebagai akibat dari praktik perkawinan antarmarga dan berlainan agama ini, di Kampung Sawah dapat menjumpai satu keluarga dengan keyakinan agama yang berbeda-beda di antara anggota keluarganya. Bapak dan ibunya beragama Katolik, anak-anaknya ada yang beragama Islam, beragama Kristen. Sebagai contoh, KH. Rahmadin Afif, salah satu sesepuh dan pemuka agama Islam terkemuka di Kampung Sawah dan pemilik Yayasan Pendidikan Fisabilillah (Yasfi), yang memiliki adik perempuan beragama Kristen, beliau juga terlahir dari kakek dan nenek beragama Kristen.

Jacobus Napiun, yang juga tokoh Katolik di Kampung Sawah, memiliki adik beragama Islam. Menurut Jacobus Napiun, saat mempertanyakan keputusan adiknya untuk memeluk Islam, apapun agama yang dipeluk dan diyakini, jalani dengan sebenarnya. Jika agama itu yang dapat memberikan kedamaian dan kebahagiaan dalam hidup, maka jalani agama itu dengan sebenarnya. Namun demikian, saat ini sudah jarang dijumpai perkawinan silang antaragama, terutama antara penduduk Muslim Kampung Sawah dengan penduduk lain yang beragama non-Islam.

Penggunaan marga saat ini tidak terlalu berkaitan dengan keyakinan agama, namun warga asli Kampung Sawah yang menggunakan marga identik dengan keyakinan agama tertentu. Mereka yang masih menggunakan nama marga di belakang nama mereka saat ini biasanya beragama Kristen atau Katolik, meski tidak sedikit warga asli Kampung Sawah beragama Islam

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 71 16/12/2018 20:35:43Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

72

yang menggunakan marga di belakang nama mereka. Namun, kebanyakan warga Muslim Kampung Sawah akan menyematkan nama ayah mereka dengan istilah “bin atau ibnu” bagi pria dan “binti” bagi wanita, seperti kebanyakan kaum Muslim lain. Meski demikian, sebagai dampak dari perkawinan antarmarga dan antaragama di masa lalu, sistem kekerabatan masyarakat Kampung Sawah menjadi luas dan kuat. Antara satu penduduk Kampung Sawah dengan lainnya saat ini bisa dipastikan memiliki hubungan kekerabatan jika ditarik ke jalur kakek atau nenek buyut mereka.

Agama-Agama di Kampung SawahPenduduk Kampung Sawah pada awalnya, seperti diyakini

Mihardja, banyak yang memiliki kepercayaan animisme. Mereka kerap melakukan ritual-ritual yang berisi pembacaan mantra atau doa-doa yang diiringi dengan sesaji pada waktu-waktu tertentu. Informasi ini bisa jadi benar jika melihat komposisi penduduk Kampung Sawah di awal terbentuknya adalah prajurit-prajurit Kesultanan Mataram yang berasal dari berbagai daerah di Nusantara. Pada saat yang bersamaan, tidak sedikit penduduk yang sudah memeluk Islam, terutama prajurit Kesultanan Mataram yang berasal dari pulau Jawa. Namun demikian, prajurit yang beragama Islam ini belum menjalankan ajaran Islam sesuai dengan syariat Islam. Mereka, seperti dikemukakan Mihardja berdasarkan kisan-kisah dari orang-orang tua, mencampuradukkan ajaran Islam dengan ajaran-ajaran khurafat. Salah satu tradisi yang masih sempat disaksikan oleh Mihardja adalah tradisi sesaji atau bebaritan, sebuah tradisi yang dalam masyarakat agraris disebut sebagai sedekah bumi. Tradisi ini dilaksanakan setiap hendak memulai masa tanam atau setelah musim panen, yang dalam ritualnya melakukan sesaji hasil bumi sembari membaca gabungan doa-doa yang biasa dibaca oleh kaum Muslim dengan mantra-mantra warisan leluhur.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Muhammad Agus Noorbani ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 72 16/12/2018 20:35:43Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

73

Agama Kristen sendiri baru ada di Kampung Sawah, menurut Mihardja dan Jacobus Napiun, pada tahun 1870-an. Jacobus Napiun bahkan menyatakan bahwa pada 1874 sudah berdiri cikal-bakal GKP Kampung Sawah. Pada masa ini, tercatat ada enam putra-putri setempat yang telah dibaptis. Perkembangan Kristen semakin meningkat pada 1880-an, saat Kampung Sawah didatangi penduduk dari Jepara dan Jember. Penduduk asal Jepara ini merupakan murid-murid dan jemaat Kiai Ibrahim Tunggul Wulung, sedangkan penduduk yang berasal dari Jember merupakan murid-murid dan jemaat Kiai Sadrach. Kiai Ibrahim Tunggul Wulung, dan Kiai Sadrach merupakan penginjil yang menyebarkan ajaran Kristen di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Keduanya merupakan kolega penginjil asal Belanda, Frederick Lodewijk (FL) Anthing. FL. Anthing ini memiliki peran besar dalam penyebaran agama Kristen selama akhir abad ke19 di pulau Jawa terutama di tatar Sunda. Beliau menyebarkan ajaran Kristen secara independen tanpa bantuan dari pemerintah Belanda.

Tahun 1886, jumlah penganut Kristen sudah berkembang dengan jumlah jemaat mencapai 100 orang lebih. Perkembangan jemaat Kristiani di Kampung Sawah ini tidak lepas dari peran penting Paul Rikin, salah satu tokoh masyarakat yang disegani di Kampung Sawah pada saat itu. Beliau dan keluarga mendapat perkabaran Injil dari murid-murid FL. Anthing. Dari keluarga Paul Rikin ini kemudian muncul Lukas Rikin dan Laban Rikin, kedua anak Paul Rikin yang menjadi tokoh agama dan tokoh pengembang pendidikan pertama di Kampung Sawah. Dari keluarga Rikin ini juga kemudian berkembang lembaga pendidikan modern pertama di Kampung Sawah, mungkin juga Bekasi, yang membuat penduduk Kampung Sawah mengenal kemampuan membaca dan menulis aksara Latin.

Meski perkembangan jemaat Kristiani meningkat pada tahun ini, namun mereka terkotak-kotak dalam tiga kelompok. Ketiga kelompok jemaat ini bertempat di lokasi yang berbeda,

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 73 16/12/2018 20:35:44Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

74

yaitu kelompok jemaat Kampung Sawah Barat yang dipimpin oleh Lukas Rikin, kelompok jemaat Kampung Sawah Timur yang dipimpin oleh Mangun Ilang dan Yosef Baiin, dan kelompok jemaat Pondok Melati yang dipimpin oleh Nathanael dan Mathias. Terkotak-kotaknya jemaat Kristiani ini terjadi pasca mangkatnya FL. Anthing pada tahun 1883. Mangkatnya FL. Anthing membuat adanya kekosongan panutan pada posisi pengajar agama, terlebih FL. Anthing tidak memiliki ikatan apapun dengan pemerintah Belanda. Kekosongan yang menyebabkan pengelompokan jemaat ini terdengar sampai ke negeri Belanda yang membuat pemerintah kolonial kemudian mengirim Nederlandsche Zendlings Vereeniging (NZV) atau Perhimpunan Perkabaran Injil Belanda. NZV ini merupakan perkumpulan para misionaris yang keberadaannya diakui secara resmi oleh dan mendapat dukungan dana dari pemerintah kolonial Belanda.

Pada 21 Maret 1886 datang seorang pendeta utusan NZV bernama C. Albers yang berusaha mengajak jemaat Kristen di Kampung Sawah yang berkelompok-kelompok tersebut untuk bersatu dan bergabung di bawah naungan NZV (Praptanto, 2011). Ajakan ini tidak bersambut baik dari seluruh jemaat yang terpecah-pecah tersebut. Karena ketiadaan pendeta yang dapat membimbing jemaat, dua kelompok bersedia bergabung ke dalam naungan NZV dengan pendeta C. Albers sebagai pimpinan jemaat. C. Albers sendiri tidak begitu rutin memberikan bimbingan kepada jemaatnya, sehingga pemahaman jemaat Kristen pada saat itu dapat dikatakan sangat minim. Meski bergabung dengan NZV, namun seluruh jemaat tetap menganggap bahwa mereka merupakan jemaat dari FL. Anthing. Jemaat ini yang hingga kini bernaung di bawah GKP Kampung Sawah. Penduduk asli Kampung Sawah sebagian besar merupakan bagian dari jemaat GKP Kampung Sawah.

Jika kedua kelompok jemaat Lukas Rikin dan Mangun Ilang bersedia bergabung dengan NZV, berbeda dengan jemaat di bawah pimpinan Nathanael dan Mathias. Pada tahun 1891,

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Muhammad Agus Noorbani ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 74 16/12/2018 20:35:44Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

75

Nathanael mendirikan gereja sendiri di Pondok Melati dengan jumlah jemaat tidak lebih dari 50 orang. Namun perselisihan dalam tubuh kepengurusan gereja Kristen Kampung Sawah sejak 1886 belum hilang benar, sehingga Nathanael dipecat.

Pada tahun 1896, Nathanael bersama beberapa kawannya pergi ke Batavia karena mendengar tentang Kristen Katolik Roma dari tetangga-tetangganya yang bekerja di Batavia. Ia bermaksud untuk menjadi bagian dari jemaat Katolik Roma. Sampai di komplek pastoran Kathedral di Batavia, ia ditemui Bernardus Schweitz, S.J. Mendengar keinginan Nathanael, Pastor Schweitz mengatakan bahwa keinginan Nathanael akan dipertimbangkan selama mereka mau mempelajari keyakinan dan mengikuti tata cara peribadatan Katolik Roma. Permintaan Pastor Schweitz ini disetujui oleh Nathanael yang kemudian ditindaklanjuti oleh Pastor Schweitz dengan mengirim Suradi, yang tinggal di Kwitang-Kalipasir, untuk membuka pelajaran khusus bagi para warga Kampung Sawah yang ingin menjadi Katolik. Para katekumen pertama ini adalah Nathanael, Tarup Noron, dan Markus Ibrahim Kaiin. Ketiganya, sebelumnya telah menjadi guru injil jemaat Protestan. Selain itu, ada Yosef Baiin dan Sem Napiun (Praptanto, 2011).

Tanggal 22 Juni 1896, Nathanael pun dibaptis oleh Pastor Schweitz dan menjadi pimpinan jemaat Katolik pertama. Usai pengangkatan Nathanael sebagai pimpinan jemaat, Pastor Schweitz mengunjungi Kampung Sawah. Puncaknya, kunjungan Pastor Schweitz adalah pada tanggal 6 Oktober 1896, ketika ia membaptis 18 anak Kampung Sawah. Tanggal ini kemudian ditetapkan sebagai hari “kelahiran” umat Katolik Kampung Sawah. Jemaat Kaholik semakin hari semakin banyak, sehingga membutuhkan tempat peribadatan sendiri. Tahun 1897 berdiri sebuah “gereja” yang masih sangat sederhana. Gereja kecil ini mampu menampung sekitar 50 umat. Nathanael pun diangkat menjadi ketua stasi dan guru agama. Bersama guru pembantu bernama Markus Ibrahim Kaiin dibuka juga semacam sekolah

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 75 16/12/2018 20:35:44Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

76

bagi anak-anak kampung. Saat ini, setelah beberapa kali renovasi, gereja kecil tersebut telah menjadi gereja megah yang mampu menampung ribuan jemaat bernama Gereja Katolik Santo Servatius.

Meskipun umat Kristen dan Katolik sudah memiliki rumah ibadah sendiri sejak abad ke-19, namun mayoritas penduduk Kampung Sawah merupakan penganut Islam. Sholehudin Malik, putra KH. Rahmadin Afif mengatakan, bahwa dari kisah-kisah yang diceritakan Abah beliau, saat itu Islam hanya identitas saja bagi sebagian besar penduduk Kampung Sawah. Namun dalam praktik kesehariannya, mereka masih mencampuradukkan tradisi-tradisi agama leluhur. Seperti dikatakan Sholehudin, jika mereka memasuki tempat-tempat yang dianggap keramat, maka mereka akan memberikan sesaji dan menggelar ritual khusus. Praktik-praktik agama leluhur ini, menurut Mihardja, adalah praktik-praktik kepercayaan Buhun, kepercayaan yang banyak berkembang di wilayah Sunda dan Banten. Seperti dikatakan Mihardja, salah satu tradisi Buhun yang masih dijumpai hingga tahun 1980-an di Kampung Sawah adalah tradisi Bebaritan, sebuah tradisi semacam sedekah bumi. Tradisi ini adalah menggelar ritual dan sesaji di setiap bulan Suro. Warga akan berkeliling kampung dengan berjalan kaki dan pada saat tiba di setiap persimpangan jalan mereka akan menaruh sesaji berupa hasil bumi kemudian membaca mantra dan doa-doa. Mihardja mengingat, doa-doa ini bercampur antara doa-doa yang biasa dibaca umat Islam dengan mantra-mantra yang diwariskan oleh leluhur.

Sholehudin mengatakan, hingga tahun 1965 belum ada rumah ibadah bagi umat Muslim di Kampung Sawah. Namun demikian, praktik keagamaan Muslim tidak pernah diabaikan. Menurut Mihardja, meski dalam kondisi yang demikian, umat Islam masih melaksanakan ibadah sesuai dengan keyakinannya meski di rumah masing-masing. Dalam ingatannya, saat ia kecil, setiap usai Maghrib, ia mendengar lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an dari beberapa rumah warga. Setiap menunaikan shalat Jum’at, warga

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Muhammad Agus Noorbani ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 76 16/12/2018 20:35:44Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

77

Kampung Sawah akan berduyun-duyun menuju masjid di dusun sebelah. Mihardja mengingat, hingga pertengahan dekade 1970-an, warga Kampung Sawah menunaikan ibadah Jum’at di sebuah masjid di Jatiluhur, Jatiasih yang jaraknya sekitar lima kilometer dari Kampung Sawah.

Rumah ibadah bagi kaum Muslim, yakni sebuah mushalla, baru dibangun pada tahun 1965 pasca meletusnya tragedi yang menewaskan 7 perwira Angkatan Darat (AD) di Jakarta. Mushalla ini dibangun di atas tanah wakaf mlik keluarga Bagung dengan luas sekitar 200 m2. Jacobus Napiun mengatakan, mushalla ini dibangun sebagai salah satu bukti agar kaum Muslim di Kampung Sawah dianggap Muslim dan bukan komunis yang tak beragama, yang saat itu diidentikkan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), partai yang dituduh menjadi dalang tragedi 65. Meski mushalla sudah terbangun, namun gairah beribadah belum tumbuh di kalangan umat Muslim. Sholehudin mengatakan, hingga dekade 1970-an, umat Islam di Kampung Sawah hanya sedikit yang mau memakmurkan mushalla. Ini disebabkan, ketiadaan guru atau pemuka agama Islam yang mampu mengajarkan pemahaman Islam sesuai syariat. Mereka menjalankan agama hanya sesuai dengan apa yang diwariskan atau diajarkan dari orang tua mereka. Inilah salah satu penyebab terjadi perkawinan antaragama di Kampung Sawah.

Sepuluh tahun setelah mushalla dibangun, gairah untuk menjalankan Islam secara baik sesuai syariat semakin tumbuh saat Rahmadin Afif, putera asli Kampung Sawah, kembali usai menempuh pendidikan di Pesantren Al-Masthuriah, Sukabumi. Beliau awalnya mendirikan Madrasah Diniyah Awwaliyah yang diperuntukkan bagi umat Muslim di Kampung Sawah. Madrasah diniyah ini pada tahun 1977 dikembangkan menjadi sebuah pesantren yang berada di bawah naungan Yayasan Fisabilillah (Yasfi). Nama Fisabilillah ini merupakan bentuk penghargaan Yasfi kepada Yayasan Haji Fisabilillah yang banyak memberikan bantuan dana bagi berdirinya pesantren ini. Bersamaan dengan

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 77 16/12/2018 20:35:44Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

78

berdirinya pesantren Yasfi ini, berdiri pula masjid pertama di Kampung Sawah. Masjid ini berdiri di sisi Timur Jl. Raya Kampung Sawah, yang pada tahun pada tahun 1982 kemudian dipindah ke sisi Barat Jl. Kampung Sawah dan diberi nama Masjid Al-Jauhar. Masjid ini kini berdiri berdampingan dengan asrama putera Pesantren Yasfi dan Gelanggang Olah Raga (GOR) Yasfi.

Hubungan Antarumat BeragamaGambaran mengenai hubungan antarumat beragama di

Kampung Sawah dapat dilihat pada setiap pelaksanaan shalat Jum’at di Masjid Al-Jauhar. Saat shalawat kepada Nabi Muhammad SAW dilantunkan untuk menyambut masuk waktu shalat Jum’at, tepat di saat waktu menunjukkan pukul 12 siang, akan terdengar dentang lonceng dari Gereja St. Servatius yang terletak sekitar 20 meter di sebelah Timur Laut dari Masjid Al-Jauhar. Bahkan, sering terjadi dentang lonceng gereja terdengar pada saat khatib menyampaikan khutbah. Jika diperhatikan dengan seksama, suara pengeras masjid saat shalawat dilantunkan disetel hanya untuk dapat didengar oleh jamaah di dalam masjid dan terdengar keluar tidak lebih dari jarak radius 10 meter. Pengeras suara akan terdengar oleh jamaah di luar masjid hanya pada saat azan dikumandangkan. Saat khatib menyampaikan khutbahnya, pengeras suara akan kembali hanya terdengar oleh jemaah di dalam masjid.

Masjid Al-Jauhar yang berada di dalam kompleks Pesantren Yasfi seolah menjadi mercusuar toleransi kehidupan beragama bagi kelompok masyarakat Muslim di Kampung Sawah. Dari masjid ini, KH. Rahmadin Afif mengajarkan kepada kaum Muslim di Kampung Sawah untuk menghargai keberagamaan warga lain yang tinggal di Kampung Sawah. Beberapa warga Kampung Sawah, yang ditemui untuk keperluan penelitian ini mengatakan bahwa Kiai Rahmadin menjadi salah satu tokoh agama dan masyarakat yang menjadi panutan, tidak saja bagi

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Muhammad Agus Noorbani ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 78 16/12/2018 20:35:44Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

79

kaum Muslim, namun juga umat agama lain yang tinggal di Kampung Sawah. Dalam suatu pengajian di Masjid Al-Jauhar pernah terjadi salah satu penceramah menyinggung hubungan antara agama dalam ceramahnya. Isi ceramahnya dirasa tidak sesuai dengan situasi Kampung Sawah. Kiai Rahmadin kemudian memerintahkan salah seorang santrinya untuk mematikan pengeras suara yang mengarah keluar masjid, sehingga isi ceramah hanya dapat didengar oleh jamaah di dalam masjid. Dalam beberapa kesempatan lain, jika mendapati penceramah dengan materi ceramah yang menyinggung kehidupan umat beragama di Kampung Sawah, Kiai Rahmadin akan memberikan ceramah yang isinya menjelaskan kondisi Kampung Sawah, sehingga tidak menyinggung perasaan si penceramah dan dapat menenangkan jamaah. Sholehudin Malik mengatakan, dalam beberapa kesempatan banyak jamaah masjid yang menghendaki Kiai Rahmadin mengundang salah satu pemuka agama di Jakarta yang sangat kondang, namun terkenal dengan isi ceramah yang sangat keras, kontroversial, dan provokatif. Kiai Rahmadin menjelaskan kepada jamaahnya, bahwa pemuka agama yang dimaksud tidak sesuai untuk dihadirkan dengan kondisi dan situasi Kampung Sawah.

Kondisi damai di Kampung Sawah saat ini tercipta bukan dari aktivisme yang singkat, melainkan sudah dibentuk sejak lama. Jacobus Napiun, misalnya, bercerita bahwa saat ia kecil hal paling menyenangkan adalah menunggu malam Idul Fitri tiba jika Ramadhan akan berakhir. Ia dan kawan-kawannya yang Muslim akan bergantian menabuh beduk mengiringi kumandang takbir di malam hari raya tersebut. Mihardja memiliki cerita yang lain, bahwa saat kecil ia sangat senang jika puasa Ramadhan berakhir atau Lebaran tiba. Sebab, saat-saat itulah ia akan kebanjiran undangan untuk menghadiri acara selamatan yang dibuat oleh saudara-saudaranya atau tetangganya yang Muslim sebagai bentuk rasa syukur usai menjalankan puasa Ramadhan sebulan penuh. Keluarga-keluarga Kristiani pun akan mengirimkan

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 79 16/12/2018 20:35:45Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

80

hantaran kepada keluarga-keluarga Muslim. Demikian halnya jika Natal tiba, keluarga-keluarga Kristiani akan mengirimkan hantaran kepada keluarga Muslim sebagai bentuk berbagi rasa syukur dan kebahagiaan. Sedangkan keluarga-keluarga Muslim akan datang berkunjung membawa hantaran dan memberikan ucapan selamat.

Saling kunjung pada hari raya keagamaan saat ini masih terjadi meski mulai berkurang dilakukan oleh warga. Salah satu warga yang masih mempraktekkan ini adalah Kiai Rahmadin. Budiman, salah satu tokoh masyarakat dan mantan Kepala Sekolah di SDN 01 Jati Murni bercerita, saat Natal tahun lalu (2017), Kiai Rahmadin berkeliling menyambangi rumah-rumah keluarga Kristiani, terutama rumah-rumah para sesepuh. Beberapa tokoh masyarakat Muslim lain juga melakukan hal yang sama. Sudirman, salah satu tokoh masyarakat dan jamaah majelis taklim mingguan di Masjid Al-Jauhar yang berhasil diwawancara, menyatakan bahwa ia tidak merasa bermasalah untuk mengucapkan Selamat Natal kepada warga dan tetangga Kristiani. Ia menyatakan bahwa semua tergantung kepada niat kita mengucapkan Selamat Natal. Hal yYang ia lakukan, menurutnya, tidak diniatkan untuk mengamini keyakinan umat agama lain, melainkan menjaga persaudaraan dengan warga lain.

Mihardja menuturkan, bahwa meski ia diperbolehkan makan babi, namun orang tuanya tidak memperbolehkan ia dan anggota keluarganya yang lain untuk makan babi menggunakan piring dan sendok. Kedua orang tuanya akan meminta ia dan anggota keluarga yang lain untuk memetik dedaunan dari kebun, baik daun pisang atau daun lain yang dapat dijadikan sebagai alas makan. Jika ada yang menggunakan piring dan sendok untuk memakan babi di keluarga Mihardja, maka orang tuanya akan memarahinya. Sebab, piring dan sendok kadangkala digunakan untuk menjamu tetangga-tetangga atau saudara-saudara Muslim yang berkunjung, karenanya tidak baik menyajikan penganan menggunakan alas yang sudah digunakan untuk memakan

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Muhammad Agus Noorbani ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 80 16/12/2018 20:35:45Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

81

makanan yang menurut keyakinan Muslim dihukumi haram. Mihardja secara sederhana menjelaskan, makanan yang kamu sukai mungkin saja tidak disukai oleh orang lain. Karena itu, makanlah tapi jangan sampai orang lain tahu apa yang kamu makan.

Mihardja memandang soal keyakinan yang berbeda di antara warga Kampung Sawah layaknya pakaian. Dalam satu keluarga, meski berasal dari bapak dan ibu yang sama, namun selera berpakaian akan berbeda-beda. Karenanya, apapun yang dikenakan selama dirasa pas dan nyaman saat dipakai, maka silakan dipilih dan dipakai. Namun yang mesti dikedepankan adalah etika kekeluargaan. Siapa pun, tidak memandang agama yang diyakini, jika sudah tinggal di Kampung Sawah harus diperlakukan sebagai saudara, terlebih dengan saudara sendiri.

Interaksi antarwarga juga terjadi dalam keseharian di berbagai ruang publik. Sebagai contoh, Gereja St. Srvatius memiliki klinik pengobatan di bagian belakang. Pengunjung klinik ini tidak saja jemaat gereja melainkan juga penduduk sekitar gereja, apapun agamanya. Murni, pengelelola klinik, mengatakan bahwa klinik ini terbuka untuk umum sebagai bentuk pelayanan gereja untuk warga sekitar. Setiap pengunjung dikenai tarif yang sama, tidak melihat apakah ia jemaat gereja atau bukan. Suatu saat peneliti melihat satu keluarga mengendarai sepeda motor, terdiri dari suami, istri menggunakan jilbab, dan seorang anak memasuki gereja. Mereka bertanya kepada satpam gereja apakah klinik buka atau tidak. Hanya saja hari itu, Sabtu, merupakan hari di mana klinik tutup tidak melayani pasien. Menurut Murni, di hari Minggu pun ada juga pengunjung Muslim yang berobat di klinik tersebut, meski bersamaan dengan jadwal kebaktian di gereja.

Budiman mengatakan bahwa pada saat ia masih menjadi Kepala SDN 01 Jati Murni, ia pernah menginisiasi kegiatan semacam pertukaran pelajar lintas agama dalam kegiatan-kegiatan peringatan hari besar keagamaan. Pada saat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, maka akan diutus dua hingga

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 81 16/12/2018 20:35:45Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

82

tiga orang siswa Kristiani untuk menghadiri kegatan tersebut. Demikian sebaliknya, saat ada peringatan Natal diutus beberapa siswa Muslim untuk menghadiri acara tersebut. Hal ini, menurut Budiman, untuk memperkenalkan anak-anak yang bersekolah di SDN 01 Jati Murni dengan keragaman agama yang ada di Kampung Sawah.

Berbagai aktivitas yang mempertemukan warga Kampung Sawah juga kerap dilakukan. Salah satu contohnya adalah pendirian Komunitas Suara Kampung Sawah (KSKS) yang menelurkan ide membuat Radio Kampung Sawah dan buletin bulanan. Radio dan buletin ini menyajikan berbagai informasi mengenai Kampung Sawah, mulai dari sejarah dan kebudayaan Kampung Sawah, kegiatan-kegiatan yang akan berlangsung, dan lainnya. Sayangnya, radio dan buletin ini vakum sejak pertengahan tahun 2017.

Koperasi simpan pinjam juga banyak berdiri di Kampung Sawah. Koperasi ini menjadi salah satu wadah bagi warga Kampung Sawah untuk berinteraksi tanpa batasan keyakinan apapun. Jacobus Napiun bersama empat orang lain merupakan salah satu tokoh masyarakat yang berinisiatif mendirikan koperasi jenis ini di Kampung Sawah. Anggotanya bahkan sebagian besar adalah penduduk Muslim. Namun rasa percaya terhadap pengurus dalam mengelola koperasi menjadi dasar keinginan mereka untuk bergabung dalam koperasi yang dikelola oleh Jacobus.

Aktivitas-aktivitas lain dalam menjaga kedamaian dan memperkuat kerukunan warga Kampung Sawah juga kerap diselenggarakan. Gereja St. Servatius setiap tanggal 13 Mei selalu mengadakan acara sedekah bumi. Kegiatan ini biasanya diisi dengan berbagai kegiatan budaya yang mengikutsertakan berbagai elemen warga di Kampung Sawah. Pesantren Yasfi tahun lalu menggelar acara Lebaran Betawi yang juga melibatkan banyak warga Kampung Sawah. Pesantren ini juga tak jarang menggelar berbagai kegiatan terutama dialog antara umat beragama yang melibatkan berbagai pembicara tingkat nasional.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Muhammad Agus Noorbani ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 82 16/12/2018 20:35:45Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

83

Sholehudin Malik melalui Forum Nasional (Fornas) Bhinneka Tunggal Ika pada 22 Juli 2017 juga menyelenggarakan kegiatan Perjalanan Mengenal Kebhinekaan. Kegiatan yang dilaksanakan selama satu hari ini diperuntukkan bagi anak-anak dari berbagai suku dan agama dengan tujuan mengenalkan keragaman yang ada di sekitar Kampung Sawah kepada anak-anak.

Ujian dan Tantangan Kehidupan BeragamaKerukunan yang terwujud di Kampung Sawah tidak terlepas

dari berbagai ujian yang terus muncul hingga hari ini. Ujian ini yang membuat Kampung Sawah terus belajar memperkuat kerukunan untuk menjaga kedamaian yang selama ini telah tercipta.

Pendirian Gereja Stanislaus Koska dan Balai Banjar Hitakarma adalah beberapa di antaranya. Meski Gereja Stanislaus Koska dibangun di luar wilaya Kampung Sawah, yaitu di Kranggan, namun konflik yang muncul atas pendirian gereja ini juga sedikit berimbas kepada Kampung Sawah. Sebab, Gereja Stanislaus Koska ini dibangun akibat Gereja St. Servatius sudah tidak mampu menampung jemaat yang jumlahnya sudah mencapai belasan ribu. Tidak sedikit penduduk Kampung Sawah yang ikut berdemonstrasi menentang pendirian gereja yang diklaim oleh para pendemo sebagai yang terbesar di Asia Tenggara.

Karena hubungan kekerabatan dengan penduduk Kranggan, bakal bangunan Gereja Stanislaus Koska dijaga oleh sebagian warga Kampung Sawah, terutama mereka yang beragama Katolik. Saptadi, salah seorang yang ikut berjaga saat itu bercerita, pernah ia bertanya kepada salah seorang saudaranya yang hendak ikut berdemo menentang pendirian gereja tersebut; mau apa ikut-ikut demo menentang pendirian gereja? Saudaranya menjawab, bahwa ia ingin ikut serta menentang pendirian gereja terbesar se-Asia Tenggara. Saptadi kemudian menjelaskan, bahwa gereja yang akan dibangun merupakan gereja Katolik dan masih bagian

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 83 16/12/2018 20:35:45Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

84

dari gereja St. Servatius, artinya masih saudara sendiri. Mendengar penjelasan Saptadi ini, saudaranya tersebut akhirnya urung ikut dalam demonstrasi menentang pendirian gereja di Kranggan tersebut.

Pendirian Balai Banjar Hitakarma juga menjadi salah satu ujian kerukunan di Kampung Sawah. Balai Banjar Hitakarma sebenarnya dibangun sebagai sarana pendidikan bagi anak-anak umat Hindu yang tidak mendapat mata pelajaran agama yang cukup di sekolah. Anak-anak dari berbagai agama yang hidup di Kampung Sawah biasanya menyekolahkan anak-anak mereka di Sekolah Strada, sebuah sekolah dengan tradisi Katolik yang dibangun sejak tahun 1930-an. Balai Banjar Hitakarma menyelenggarakan pendidikan agama setiap hari Minggu. Ujian pendidikan agama bagi anak-anak beragama Hindu ini yang nantinya dikirim ke sekolah mereka masing-masing untuk memenuhi nilai mata pelajaran agama. Sayangnya, akibat ketidaktahuan, banyak warga Muslim yang kemudian menentang pendirian balai pendidikan ini.

Pendirian Balai Banjar Hitakarma ini ditentang oleh pengurus sebuah masjid karena dianggap sebagai rumah ibadah. Kebetulan juga, pengurus masjid ini adalah warga pendatang dan bukan penduduk asli Kampung Sawah. Ia menganggap pendirian balai penddikan ini tidak sesuai dengan syarat-syarat yang diatur dalam Peraturan Bersama Menteri (PBM) Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2004. Saptadi bersama beberapa warga asli Kampung Sawah lain saat itu dan panitia pembangunan Balai Banjar Hitakarma menjelaskan kepada pengurus masjid bahwa pendirian balai ini sudah mendapat izin dari RT dan RW. Selain itu, di Kampung Sawah ini siapa pun berhak mendirikan rumah ibadah, sebab beribadah merupakan hak setiap warga sesuai keyakinan yang dianut.

Selain berbagai ujian terhadap kerukunan di atas, kondisi damai di Kampung Sawah menghadapi tantangan yang mesti dihadapi dan dipikirkan oleh seluruh elemen warga. Pesatnya

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Muhammad Agus Noorbani ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 84 16/12/2018 20:35:46Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

85

pembangunan di Kampung Sawah, terutama pembangunan jalan yang mempermudah akses dari dan menuju Kampung Sawah, membuat Kampung Sawah menjadi semacam magnet bagi penduduk dari luar yang hendak memiliki tempat tinggal. Terlebih, Kampung Sawah terkenal dengan berbagai fasilitas sarana rumah ibadah, namun tetap mampu menjaga kondisi damai antarwarganya. Hal ini membuat Kampung Sawah kini banyak dipenuhi komplek perumahan yang tersegregasi dari pemukiman-pemukiman atau perkampungan penduduk asli atau yang sudah lama menetap.

Perumahan-perumahan ini, seperti dikatakan Jacobus Napiun, kerap berlaku eksklusif. Sudah pun penghuninya jarang beraktivitas bersama dengan warga asli akibat aktivitas harian yang sudah padat, pemukiman-pemukiman ini juga membangun tembok-tembok pemisah yang makin membatasi pergaulan mereka dengan penduduk setempat. Hal ini pernah diprotes oleh Jacobus kepada pengembang perumahan-perumahan tersebut, namun tidak memiliki dampak yang signifikan. Dengan eksklusivitas pemukiman-pemukiman ini, pengenalan terhadap nilai-nilai lokal tentu saja tidak akan tercapai.

Kampung Sawah sebenarnya tidak asing dengan penduduk pendatang, sebab sudah sejak lama wilayah ini kedatangan banyak penduduk baru. Jika hingga tahun 1990-an, penduduk pendatang yang mau bermukim di Kampung Sawah mau berbaur dengan penduduk asli di perkampungan, berbeda dengan kondisi sepuluh tahun belakangan. Jacobus Napiun mengatakan, dahulu para pendatang yang berasal dari Flores kerap mengadakan pesta di rumah-rumah jika mereka merayakan sesuatu. Hal ini tentu saja mengganggu penduduk yang tidak terbiasa dengan hal ini. Jacobus kemudian memanggil salah seorang penduduk yang dituakan di antara pendatang asal Flores tersebut. Ia kemudian diberitahu mengenai budaya dan tradisi di Kampung Sawah yang tidak mengenal pesta-pesta seperti itu. Beliau mengatakan kepada sesepuh pendatang asal Flores tersebut, bahwa meski

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 85 16/12/2018 20:35:46Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

86

sama-sama menganut Katolik, ia tidak mengenal pesta-pesta seperti yang dilakukan mereka. Jangan sampai kemudian citra Katolik tercoreng dengan perilaku yang membuat penduduk setempat tidak nyaman. Jacobus mengatakan, jika sudah minum air Kampung Sawah harus menjadi orang Kampung Sawah. Artinya, siapa pun yang sudah menetap di Kampung Sawah, ia harus mengikuti tradisi dan budaya Kampung Sawah. Hal ini yang tidak mampu ditransfer ke penduduk-penduduk yang tinggal di perumahan-perumahan yang terpisah dari penduduk.

Mihardja juga mengatakan bahwa banyaknya pendatang sedikit-banyak berdampak pada makin hilangnya nilai-nilai khas Kampung Sawah. Menurutnya, ia masih merasakan tradisi-tradisi yang mengandung nilai-nilai kearifan yang khas dilakukan oleh warga Kampung Sawah hingga tahun 1990-an. Seiring masuknya pendatang pada tahun 1980-an, tradisi-tradisi semacam sedekah bumi, selamatan saat akhir Ramadhan atau sore hari pertama Idul Fitri, ia ingat mulai hilang perlahan mulai tahun 1980-an dan benar-benar tidak muncul lagi pada tahun 1990-an. Ia mencontohkan, jika dahulu ia bahkan tidak boleh makan babi menggunakan piring dan sendok, kini penduduk pendatang seenaknya membakar babi di pekarangan.

Pengaruh media sosial juga menjadi tantangan terbaru dalam kehidupan beragama warga Kampung Sawah saat ini. Hal ini dikemukakan tidak saja oleh para pemuka agama Kristen, seperti Romo Agustinus Purwantoro dan Budiman Dani, namun juga oleh Sholehudin Malik. Romo Agustinus mengatakan, kehidupan antarumat beragama di Kampung Sawah mendapat tantangan dari makin heterogennya Kampung Sawah. Dua puluh atau tiga puluh tahun lalu, toleransi di Kampung Sawah masih mampu diandalkan, karena komposisi penduduk yang masih homogen. Namun kondisi kini sudah jauh berbeda. Penduduk pendatang yang makin masif datang dengan berbagai keyakinan yang mereka miliki. Menurut Romo Agustinus, radius dua hingga tiga kilometer persegi dari titik pusat Kampung Sawah, ia masih

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Muhammad Agus Noorbani ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 86 16/12/2018 20:35:46Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

87

optimis toleransi dan kerukunan masih terjaga. Namun lebih dari itu, di mana penduduk pendatang menempati berbagai pemukiman baru, kondisi yang berbeda akan mudah ditemui.

Pengaruh media sosial juga menjadi tantangan tersendiri dalam merawat dan menjaga kondisi damai di Kampung Sawah. Kampung Sawah kini, menurut Romo Agustinus, juga perlu dilihat interaksinya dengan dunia luar yang lebih luas, dan media sosial mampu menembus dinding penjaga Kampung Sawah. Setidaknya, dalam kurun waktu dua tahun belakangan, ia banyak menerima laporan dari jemaatnya mengenai kondisi yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Ujaran-ujaran yang tidak mengenakkan, ajakan-ajakan untuk tidak bergaul dengan yang tidak seiman kerap didengar oleh jemaatnya.

Hal yang sama dirasakan oleh Budiman Dani, salah seorang tokoh masyarakat beragama Kristen. Ajakan-ajakan untuk tidak bergaul dengan non-Muslim yang kadang ia dengar atau baca melalui media sosial, ia rasakan berdampak dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam dua tahun belakangan ia merasa ada yang berubah saat Idul Fitri dan Natal. Jika dahulu banyak warga saling kunjung, kini hal itu sudah mulai berkurang. Bahkan, salah seorang warga yang pernah menjadi muridnya di SD dahulu, kina hampir tidak mau menyapa jika berpapasan di jalan. Romo Agustinus dan Sholehudin Malik sependapat, bahwa heterogenitas yang kini terjadi di Kampung Sawah akibat banyaknya pendatang baru serta pengaruh media sosial menjadi tantang berat merekatkan kembali warga Kampung Sawah seperti tiga puhu tahun yang lalu.

Tantang lain yang mesti dihadapi oleh seluruh warga Kampung Sawah adalah proses regenerasi tokoh-tokoh yang mampu berperan menjadi perekat, seperti yang saat ini dilakukan oleh para orang tua seperti Kiai Rahmadin, Jacobus Napiun, Budiman Dani, Rihardja Rikin, dan lainnya. Peran tokoh-tokoh tersebut saat ini sangat kuat dan terasa pengaruhnya dalam menjaga kondisi damai di Kampung Sawah. Namun sangat sedikit generasi muda

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 87 16/12/2018 20:35:46Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

88

yang mau meneruskan aktivisme yang sudah dimulai oleh para sesepuh Kampung Sawah tersebut. Dari komunitas Muslim, warga Kampung Sawah mampu berharap kepada Sholehudin Malik, putera Kiai Rahmadin yang juga Ketua Fornas Bhinneka Tunggal Ika Kota Bekasi. Namun hingga penelitian ini usai dilaksanakan, belum terdengar anak-anak muda dari kelompok agama lainnya yang mau meneruskan perjuangan yang sudah dirintis para orang tua mereka.

Faktor-Faktor Penopang Kerukunan di Kampung SawahAda tiga komponen penting, berdasarkan hasil temuan

lapangan di atas, yang saling berkelindan dan mampu menciptakan kerukunan antarumat beragama di Kampung Sawah. Komponen pertama adalah ikatan kekerabatan yang begitu erat di antara penduduk Kampung Sawah. Ikatan kekerabatan di antara warga Kampung Sawah yang sangat erat ini dapat ditelusuri sejak awal terbentuknya wilayah Kampung Sawah. Kawin-mawin yang terjadi di antara warga yang pada saat awal wilayah ini terbentuk masih sangat sedikit membuat Kampung Sawah menjadi sebuah kampung keluarga. Komunitas yang semula jumlah anggotanya sedikit ini menjadi semakin banyak akibat dari proses kawin-mawin tersebut. Meski jumlah anggotanya semakin bertambah, nilai-nilai keluarga masih menjadi pegangan dan dikedepankan dalam aktivitas sehari-hari.

Masuknya agama Kristen pada akhir abad ke-19, yang kemudian memunculkan sistem marga di Kampung Sawah, semakin memperluas kekerabatan di Kampung Sawah. Sistem ini melarang setiap anggota marga kawin dengan anggota marga yang sama. Setiap anggota marga hanya diperbolehkan kawin dengan anggota marga yang berbeda meskipun juga berbeda agama dan keyakinan. Meski saat ini sudah jarang dijumpai pernikahan berbeda agama, terutama antara penduduk beragama Islam dengan penduduk beragama lain, namun warisan

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Muhammad Agus Noorbani ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 88 16/12/2018 20:35:46Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

89

dari aturan marga ini masih dapat dijumpai di Kampung Sawah, di mana satu keluarga memiliki anggota keluarga yang berbeda keyakinan.

Pernikahan antarmarga dan antarkeyakinan ini yang kemudian membuat Kampung Sawah menjadi semacam kampung keluarga. Fungsi keluarga dalam lingkup kecil, yaitu melindungi, memberikan efeksi, memberikan pengasuhan dan pendidikan, (Mainarno, 2011) kemudian diterapkan ke dalam keluarga dalam lingkup yang luas. Fungsi keluarga yang diterapkan dalam lingkup luas ini kemudian mampu menguatkan setiap anggota warga di Kampung Sawah. Kuatnya fungsi keluarga di Kampung Sawah membuat mereka terus memperkenalkan silsilah keluarga kepada keturunannya. Pengenalan silsilah keluarga ini juga disertai dengan berbagai keyakinan dan agama yang dianut setiap anggota keluarga. Proses ini yang memberikan pembelajaran kepada setiap warga Kampung Sawah mengenai keragaman keyakinan yang sudah ada sejak zaman leluhur mereka. Seperti dikemukakan Mihardja, apapun agama yang diyakini setiap anggota keluarga, namun etika kekeluargaan harus dijunjung tinggi. Hal ini yang kemungkinan membuat Kampung Sawah melewati ujian pertama mereka pada akhir abad ke-19, yaitu pada saat terjadi perselisihan di kalangan anggota jemaat gereja yang membuat warga Kristiani terbagi menjadi Kristen Protestan dan Kristen Katolik.

Faktor kedua yang membuat Kampung Sawah mampu menjaga kondisi damai adalah peran tokoh masyarakat. Ikatan kekerabatan yang lekat di atas, mampu menjaga kondisi damai Kampung Sawah saat sebagian besar anggotanya merupakan kerabat akibat dari proses kawin-mawin yang terjadi sejak lama. Hal ini tidak akan cukup berfungsi saat Kampung Sawah mulai dihuni oleh banyak penduduk yang tidak saja terdiri dari warga asli Kampung Sawah, namun juga penduduk dari berbagai daerah di Indonesia. Mereka ini datang dengan membawa berbagai adat, tradisi, dan keyakinan yang berbeda-beda. Peran

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 89 16/12/2018 20:35:47Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

90

tokoh masyarakat memiliki nilai pentingnya di sini. Merekalah yang mentransfer berbagai nilai dan tradisi lokal Kampung Sawah kepada setiap penduduk pendatang.

Kiai Rahmadin misalnya, kerap memperkenalkan keragaman di Kampung Sawah kepada setiap pendakwah yang diundang untuk mengisi berbagai kegiatan keagamaan di Masjid Al-Jauhar. Meski terkenal sebagai pemuka agama yang toleran, namun beliau juga dapat bersikap tegas kepada berbagai hal yang dianggap mampu mengancam kondisi kehidupan keagamaan di Kampung Sawah. Sebagai contoh, beliau menolak usulan banyak jamaah untuk mengundang pendakwah kondang, namun terkenal dengan isi ceramah yang kontroversial dan provokatif. Sebagai Ketua Majelis Umat Beragama Kecamatan Pondok Melati, beliau juga tegas menolak permohonan izin mendirikan rumah ibadah jika jemaah pengguna rumah ibadah tersebut bukan penduduk yang benar-benar tinggal di Kecamatan Pondok Melati.

Selain Kiai Rahmadin, ada juga Jacob Napiun, Mihardja Rikin, serta tokoh-tokoh masyarakat lainnya, termasuk juga para pemuka agama, yang menjaga kearifan lokal Kampung Sawah. Jacobus Napiun misalnya, pernah menegur pendatang dari Flores yang kerap mengadakan pesta pada saat momen-momen tertentu yang dianggap sebagai bentuk rasa syukur. Jacobus Napiun memanggil tokoh-tokoh masyarakat Flores di Kampung Sawah untuk mengingatkan mereka bahwa mereka tinggal di wilayah yang tidak mengenal tradisi pesta dalam mengekspresikan rasa syukur, sehingga pesta-pesta yang mereka buat, bukan tidak mungkin mengganggu penduduk lain. Sebagai sesama Katolik, seperti dikemukakan Jacobus Napiun, jangan sampai pesta-pesta tersebut mencoreng keyakinan Katolik karena dianggap sebagai bagian dari ajaran Katolik. Yang sangat ditekankan oleh Jacobus Napiun kepada mereka adalah, bahwa jika sudah meminum air di tanah Kampung Sawah, maka mereka sudah menjadi warga Kampung Sawah, sehingga wajib menjaga dan menghormati adat tradisi Kampung Sawah.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Muhammad Agus Noorbani ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 90 16/12/2018 20:35:47Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

91

Kuatnya peran tokoh masyarakat Kampung Sawah ini juga menjadi tantangan bagi warga Kampung Sawah untuk bisa lepas dari ketergantungan terhadap mereka. Hingga kini masih sedikit anak-anak muda Kampung Sawah yang mampu menjadi agen mediasi hubungan antarumat beragama ataupun antarsesama warga Kampung Sawah. Di antara yang sedikit itu adalah Ust. Sholehudin Malik, putera Kiai Rahmadin Afif. Ust. Sholehudin Malik sendiri merupakan Ketua Forum Nasional Bhinneka Tunggal Ika Kota Bekasi yang telah beberapa kali menginisiasi berbagai kegiatan lintas agama di Kampung Sawah. Selain beliau, belum terlihat anak-anak muda dari luar komunitas Islam yang aktif menjadi penggerak kegiatan lintas agama di Kampung Sawah.

Kuatnya peran tokoh masyarakat dalam menjaga kondisi damai Kampung Sawah dengan mengedepankan berbagai kearifan lokal yang ada juga ditunjang dengan faktor penopang ketiga, yaitu modal sosial, yang ada di Kampung Sawah. Semakin tingginya heterogenitas penduduk Kampung Sawah membuat mereka harus mampu beradaptasi dengan perubahan yang ada. Berbagai aktivitas yang melibatkan berbagai elemen warga Kampung Sawah kerap dilaksanakan baik yang bersifat spontan ataupun terencana. Kegiatan-kegiatan yang sifatnya keseharian atau quotidian, dalam penjelasan Varshney, seperti saling kunjung saat hari raya keagamaan, gotong royong mengatur area parkir saat ada kegiatan keagamaan di rumah ibadah, dan berbagai kegiatan lain masih mudah ditemui di Kampung Sawah.

Di Kampung Sawah kadangkala juga diselenggarakan kegiatan dialog lintas agama yang menghadirkan pembicara dari berbagai kalangan di luar Kampung Sawah. Tujuan menghadirkan mereka ini, seperti dikemukakan oleh Jacobus Napiun, salah satunya adalah agar warga Kampung Sawah juga mempelajari berbagai kondisi kehidupan beragama di luar wilayah mereka. Hal ini dalam usaha memperkenalkan warga Kampung Sawah dengan perubahan yang terjadi di luar wilayah mereka, berbagai informasi mengenai kondisi sosial di luar Kampung Sawah.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 91 16/12/2018 20:35:47Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

92

Dengan begini, mereka diharapkan juga mampu menyaring berbagai informasi yang mampu membangun Kampung Sawah menjadi lebih baik.

Kegiatan-kegiatan yang diinisiasi dengan melibatkan seluruh elemen warga Kampung Sawah atau bersifat asosiasional, dalam terminologi Varshney, seperti koperasi, arisan, dan perkumpulan lain juga tidak sedikit dapat ditemui di Kampung Sawah. Kegiatan-kegiatan ini, meski diadakan dalam skala lokal, yaitu dalam tingkatan RT atau RW, namun dapat mengikat penduduk dalam satu tujuan meningkatkan kesejahteraan anggota dan menciptakan Kampung Sawah secara luas menjadi wilayah yang nyaman dan damai.

Faktor-faktor seperti dijelaskan di atas menjadi penopang kondisi damai dan rukun di Kampung Sawah. Peran tokoh agama di masing-masing komunitas agama di Kampung Sawah dalam membina umatnya setidaknya menjadi penahan munculnya konflik antarumat agama akibat faktor endogen. Mereka mampu membuat ajaran agama dipahami tidak secara secara sempit dan formalistik (Hayat, 2012). Mereka juga mampu menjadi penyeimbang informasi atas berbagai perkembangan kehidupan di luar wilayah Kampung Sawah (faktor eksogen) dengan menginisiasi berbagai kegiatan dialog lintas agama yang menghadirkan berbagai pembiacara dari luar wilayah.

PenutupKondisi damai dalam hubungan antarumat beragama di

Kampung Sawah yang terjaga hingga kini merupakan hasil dari aktivisme yang sudah berlangsung sejak lama, bahkan sejak awal Kampung Sawah dibangun. Peran faktor ikatan kekerabatan, tokoh masyarakat dan agama, serta modal sosial yang ada di Kampung Sawah berkelindan membuat Kampung Sawah mampu menjaga kondisi damai hingga saat ini. Ikatan kekerabatan menciptakan berbagai nilai-nilai kearifan lokal yang menyatukan warga

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Muhammad Agus Noorbani ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 92 16/12/2018 20:35:47Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

93

Kampung Sawah sebagai satu keluarga. Tokoh masyarakat dan agama berperan besar dalam menjaga kearifan lokal tersebut dan mentransformasikannya kepada penduduk pendatang. Modal sosial yang tercipta kemudian menyatukan Kampung Sawah yang kini heterogen menjadi wilayah yang dapat menerima berbagai adat, tradisi, dan keyakinan yang berbeda.

Tantangan yang dihadapi warga Kampung Sawah dalam menjaga kondisi damai dalam hubungan antarumat beragama saat ini setidaknya mencakup dua hal; Pertama, terjangan arus informasi melalui media sosial dan tingginya laju pertumbuhan penduduk pendatang yang terkotak-kotak dalam blok-blok perumahan eksklusif. Informasi yang tersebar melalui media sosial, terutama informasi-informasi keagamaan eksklusif dan formalis, menjadi tantangan karena mengajak individu-individu beragama untuk tidak berinteraksi dengan umat agama lain. Persebarannya yang tersembunyi dalam ruang privat, namun masif sulit dikendalikan jika tidak ada upaya dari berbagai pihak untuk memberikan pemahaman keagamaan yang jernih dan inklusif. Kedua, blok-blok perumahan yang kini banyak muncul di wilayah Kampung Sawah juga telah menciptakan masyarakat yang tersegregasi ke dalam kelompok-kelompok eksklusif. Perumahan-perumahan dengan model seperti menjauhkan setiap penghuninya dari interaksi dengan penduduk setempat yang sudah lebih dahulu bermukim. Akibatnya, pengenalan terhadap kearifan lokal wilayah setempat sulit dilakukan.

Kondisi damai di Kampung Sawah masih akan terus diuji, terutama dengan berbagai informasi yang disebar melalui media sosial dalam kurun lima tahun belakangan dan perkembangan penduduk yang kini terkotak dalam blok-blok perumahan eksklusif. Daya tahan menjaga kondisi damai yang sudah berlangsung lama tentu saja memerlukan peran serta berbagai elemen masyarakat dan area pelibatan warga menjadi penting untuk diperluas. Berdasarkan berbagai temuan dan analisis hasil penelitian di atas, penelitian ini merekomendasikan untuk

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 93 16/12/2018 20:35:47Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

94

melakukan konservasi terhadap berbagai kearifan lokal yang ada di Kampung Sawah. Konservasi yang dimaksud setidaknya dalam bentuk menuliskan sejarah Kampung Sawah, berbagai tradisi dan kearifan lokal Kampung Sawah, membuat silsilah keluarga yang ada di Kampung Sawah, dan berbagai kegiatan literasi untuk merawat memori kolektif warga Kampung Sawah.

Berbagai kegiatan yang melibatkan berbagai elemen warga Kampung Sawah juga mesti terus dilakukan. Pelibatan warga dalam kegiatan-kegiatan yang selama ini sudah berlangsung kemudian diperluas tidak hanya warga asli ataupun yang sudah lama menetap di Kampung Sawah. Namun juga melibatkan penduduk yang tinggal di perumahan-perumahan yang baru terbangun di Kampung Sawah. Pelibatan mereka bisa dalam bentuk keikutsertaan dalam kepanitiaan perayaan hari besar keagamaan, pesta budaya dan kenegaraan, dan aktivitas keseharian lainnya.

Ucapan Terima KasihPenulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada

berbagai pihak yang telah membantu terwujudnya penelitian ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada Balai Litbang Agama Jakarta yang telah memberikan kepercayaan untuk melaksanakan tugas penelitian ini. Kepada Ahmad Syafii Mufid juga kami sampaikan terima kasih atas berbagai kritik dan saran selama proses penelitian dan penulisan hasil penelitian ini. Tak lupa terima kasih tulus penulis sampaikan kepada: KH. Rahmadin Afif, Jacobus Napiun, Mihardja Rikin, Sholehudin Malik, dan berbagai elemen masyarakat di Kampung Sawah atas segala bantuan selama penelitian ini berlangsung.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Muhammad Agus Noorbani ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 94 16/12/2018 20:35:47Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

95

Daftar PustakaBuku dan Jurnal

Asikin, Naimah B. 2013. “Studi Mobilitas Sosial Keluarga Betawi; Perubahan Status Kepemilikan Tanah Alih Generasi Keluarga Betawi di Pulo Gebang Kecamatan Cakung Jakarta Timur”. Jurnal Insani, Nomor 15, Desember 2013; 28-44.

Aziz, Abdul. 2002. Islam dan Masyarakat Betawi. Jakarta; Logos Wacana Ilmu.

Bagir, ZA., Ahnaf, MI., Tahun, M., Asyhari, B. 2013. Laporan Tahunan Kehidupan Beragama di Indonesia 2012. Yogyakarta; Program Studi dan Lintas Budaya (Center for Religious and Cross-Cultural Studies).

Halili, Naipospos, BT. 2015. Dari Stagnasi Menjemput Harapan Baru; Kondisi Kebebasan Beragama/Berkeyakinan di Indonesia 2014. Jakarta; Pustaka Masyarakat Setara.

Hanifan, L.J. 1916. “The Rural School Community Center”. The Annals of the American Academy of Political and Social Science. Vol. 67, New Possibilities in Education (Sep., 1916), pp. 130-138.

Hayat, Bahrul. 2012. Mengelola Kemajemukan Umat Beragama. Jakarta; PT. Saadah Cipta Mandiri.

Human Right Watch (HRW). 2013. Atas Nama Agama; Pelanggaran terhadap Minoritas Agama di Indonesia. USA: Human Right Watch.

Jamaludin, AN. 2015. “Sistem Kekerabatan Masyarakat Kampung Sawah di Kota Bekasi”. Jurnal El-Harakah Volume 17 Nomor 2 Tahun 2015; 259-274.

Komnas HAM. 2016. Laporan Tahunan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan 2016. Jakarta; Komisi Nasional HAM Republik Indonesia.

Mahadi, Ujang. 2013. “Membangun Kerukunan Umat Masyarakat Beda Agama Melalui Interaksi dan Komunikasi Harmoni

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 95 16/12/2018 20:35:48Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

96

di Desa Talang Benuang Provinsi Bengkulu”. Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 1 Nomor 1, Juni 2013; 51-58.

Mainarno, Eko A. 2011. Manusia dalam Kebudayaan dan Masyarakat. Jakarta; Salemba Humanika.

Panggabean, SR., Alam, RH., Fauzi, IA. 2010. “The Patterns of Religious Conflict in Indonesia (1990-2008)”. Studia Islamika; Indonesian Journal for Islamic Studies. Volume 17 Number 2, 2010; 233-298.

Praptanto, Aloisius Eko. 2011. Sepangkeng Kisah Gereja Katolik Kampung Sawah. Bekasi: Seksi Komunikasi Sosial Paroki Santo Servatius.

Puslitbang Kehidupan Keagamaan. 2014. Pedoman Penanganan Aliran dan Gerakan Keagamaan Bermasalah di Indonesia (cet. ke-3). Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan.

Salahudin, Marwan. 2008. “Mengenal Kearifan Lokal di Klepu-Ponorogo; Praktik Hubungan Sosial Lintas Agama dan Mekanisme Pencegahan Konflik”. Dalam, Agama dan Kearifan Lokal dalam Tantangan Global (ed. Irwan Abdullah, Ibnu Mujib, M. Iqbal Ahnaf ). Yogyakarta; Sekolah Pascasarjana UGM dan Pustaka Pelajar.

SETARA Institute. 2017. Bersama Membangun Kota Toleran; Data Dasar Pemajuan Toleransi dan Perdamaian di 10 Kota. Jakarta: Pustaka Masyarakat Setara.

Siisiäinen, Martti. 2000. Two Concepts of Social Capital: Bourdieu vs. Putnam. Paper presented at ISTR Fourth International Conference “The Third Sector; For What and for Whom?” Trinity College, Dublin, Ireland, July 5-8, 2000.

Syahra, Rusydi. 2003. “Modal Sosial; Konsep dan Aplikasi”. Jurnal Masyarakat dan Budaya. Volume 5 No. 1 Tahun 2003. Hal. 1-22

Taormin, R.J., Kuok, A.C.H., Wei, W. 2012. “Social Capital as Dehumanizing Terminology”. Advances in Applied Sociology. Vol.2, No.2, 2012. Pp. 143-148.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Muhammad Agus Noorbani ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 96 16/12/2018 20:35:48Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

97

Varshney, Ashutosh. 2001. “Ethnic Conflict and Civil Society; India and Beyond”. World Politics, number 53, April 2001; 362-398.

Varshney, Ashutosh. 2009. Konflik Etnis dan Peran Masyarakat Sipil; Pengalaman India (terj. Siti Aisyah, Ayu Diasti, & Sri Murniati). Jakarta; Balai Litbang Agama Jakarta.

Varshney, A., Panggabean, R., Tadjoedin, M.Z. 2004. Patterns of Conflict Violence in Indonesia (1990-2003). Jakarta; United Nations Support Facility for Indonesian Recovery (UNSFIR).

Wahid Foundation. 2016. Laporan Tahuan Kebebasan Beragama Berkeyakinan (KBB) di Indonesia tahun 2016 (Ringkasan Eksekutif ). Jakarta; Wahid Foundation.

Internet

Firdaus, Andi. 2016. Kemendagri: Kampung Sawah Bekasi Percontohan Kerukunan Beragama. Data ini diakses dari: https://www.antaranews.com/berita/576259/kemendagrikampung-sawah-bekasi-percontohan-kerukunan-beragama, pada 6 Februari 2018.

Pusat Kerukunan Umat Beragama. 2017. Kementerian Agama Akan Ciptakan Desa Percontohan Sadar Kerukunan. Data ini diakses dari: https://pkub.Kementerian Agama.go.id/berita/473900/Kementerian Agama-akan-ciptakan-desapercontohan-sadar-kerukunan, pada 6 Februari 2018.

SETARA Institute. 2018. Memimpin Promosi Toleransi; Kondisi Kebebasan Beragama/Berkeyakinan dan Minoritas Keagamaan di Indonesia 2017 (Ringkasan Eksekutif ). Data ini diakses dari: http://setara-institute.org/memimpin-promosi-toleransi/, pada 6 Februari 2018.

Wardah, Fathiyah. 2017. Kerukunan Umat Beragama di Kampung Sawah. Data ini diakses dari: https://www.voaindonesia.c o m / a / k e r u k u n a n - u m a t - b e r a g a m a - d i - k a m p u n g -sawah/4180694.html, pada 6 Februari 2018.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 97 16/12/2018 20:35:48Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

98

Yulianto, Agus. 2017. Wahid Foundation Inisasi Pembentukan Kampung Damai. Data ini diakses dari: http://k h a z a n a h . r e p u b l i k a . c o . i d / b e r i t a / d u n i a - I s l a m /Islamnusantara/17/09/08/ovyxsk-wahid-foundation-inisiasi-pembentukan-kampungdamai, pada 6 Peburari 2018.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Muhammad Agus Noorbani ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 98 16/12/2018 20:35:48Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

99

IKATAN KEKERABATAN, MODAL SOSIAL DAN KEDAMAIAN UMAT BERAGAMA: STUDI KASUS DI DESA KERTAJAYA

KECAMATAN PEBAYURAN KABUPATEN BEKASIPROVINSI JAWA BARATOleh: Rudy Harisyah Alam

Desa Kertajaya: Lansekap Geografis dan Sosio DemografisDesa Kertajaya adalah satu dari 13 desa yang berlokasi di

Kecamatan Pebayuran Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat. Kecamatan Pebayuran merupakan kecamatan yang terletak di bagian paling timur Kabupaten Bekasi dan berbatasan dengan Kabupaten Karawang.

Luas Desa Kertajaya sekitar 4,19 kilometer persegi dan terbagi ke dalam 3 dusun, 6 Rukun Warga (RW) dan 17 Rukun Tetangga (RT). Menurut data BPS Kabupaten Bekasi, pada tahun 2015 jumlah rumah tangga di Desa Kertajaya sebanyak 2.263 KK, sedangkan jumlah total penduduk sebanyak 8.766 jiwa, dengan komposisi antara laki-laki dan perempuan hampir seimbang, yaitu 4.558 laki-laki dan 4.208 perempuan (BPS Kabupaten Bekasi 2017b: 9, Tabel 2.1). Sementara itu, menurut statistik Desa Kertajaya, pada Desember 2017, jumlah Rumah Tangga sebanyak 3.078 KK. Adapun jumlah total penduduk sebanyak 8.883 jiwa, terdiri atas 4.627 laki-laki dan 4.256 perempuan (diperoleh 14 Maret 2018 dari Kaur Kesra Desa Kertajaya).

Hamparan lahan persawahan masih menjadi pemandangan umum di wilayah Desa Kertajaya maupun Kecamatan Pebayuran pada umumnya. Pada akhir 2017, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bekasi Abdul Karim menyebutkan bahwa lahan

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 99 16/12/2018 20:35:48Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

100

pertanian di Kecamatan Pebayuran seluas 8.362 hektar, terluas dari seluruh kecamatan di Kabupaten Bekasi (http://beritacikarang.com/lahanpertanian-di-kabupaten-bekasi-tersisa-33-ribu-hektar/; diakses 16 Maret 2018). Sementara itu, data BPS Kabupaten Bekasi menyebutkan pada tahun 2015 luas lahan pertanian, baik sawah maupun lahan kering, di Kecamatan Pebayuran hanya seluas 7.303 hektar (BPS Kabupaten Bekasi 2017, 138-143).

Pertanian merupakan salah satu sektor usaha penyumbang terbesar untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kecamatan Pebayuran. Menurut data BPS Kabupaten Bekasi, PDRB Kecamatan Pebayuran pada tahun 2015 (atas dasar harga berlaku) sekitar Rp 1,97 triliun, dengan kontribusi sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 30,78 persen. Kontribusi terbesar kedua terhadap PDRB disumbang sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, sebesar 20,74 persen (BPS Kabupaten Bekasi 2017). Di Desa Kertajaya sendiri, jumlah rumah tangga yang berusaha di sektor pertanian (pada tahun 2015) sebanyak 712 rumah tangga atau sekitar 31,46 persen dari 2.263 rumah tangga.

Menurut keterangan sejumlah informan, seperti halnya di daerah lain, lahan pertanian dikuasai oleh segelintir orang. Banyak lahan pertanian yang bahkan sudah dikuasai oleh bukan warga setempat. Warga setempat yang bekerja di sektor pertanian umumnya hanya bekerja sebagai buruh tani, dengan upah harian berkisar antara Rp 70 ribu - Rp 100 ribu.1

Ragam Agama, Suku dan Rumah Ibadat Sebagaimana telah disebut, berdasarkan Statistik Desa

Kertajaya, pada akhir 2017 jumlah penduduk Desa Kertajaya sebanyak 8.883 jiwa. Dari jumlah tersebut, penduduk beragama

1Wawancara dengan Sobari, Ketua RW 03 Desa Kertajaya Kecamatan Pebayuran, 14 Maret 2018.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Rudy Harisyah Alam ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 100 16/12/2018 20:35:49Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

101

Islam sebanyak 8.204 jiwa (92,36%), Kristen 259 jiwa (2,92%), Khonghucu 307 jiwa (3,46%) dan Buddha 113 jiwa (1,27%). Sayangnya tidak ada data statistik mengenai jumlah penduduk menurut etnis atau suku. Kendati demikian, sejumlah informan menyebutkan bahwa warga keturunan etnis Tionghoa cukup banyak berada di desa tersebut. Selain itu, warga dari suku Betawi, Banten dan Sunda juga tergolong suku-suku dominan di desa tersebut. Beberapa etnis pendatang adalah Minang dan Batak.

Peneliti belum mendapatkan catatan sejarah mengenai kehadiran dan proses asimilasi etnis Tionghoa di Desa Kertajaya. Berdasarkan keterangan sejumlah informan, etnis Tionghoa sudah berada di wilayah tersebut sejak zaman prakemerdekaan. Salah satunya seperti dikemukakan Basri, Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat (Kaur Kesra) Desa Kertajaya. “Orang Cina di sini sudah ada sejak dulu, turun temurun. Kapan persisnya saya juga tidak tahu. Saya sendiri masih ada hubungan keluarga dengan keturunan Cina,” kata Basri.2 Sementara itu, Sobari, Ketua RW 03 Desa Kertajaya, juga menyebut hal serupa soal keberadaan turun temurun etnis Cina di wilayah ini. “Sejak zaman kakek saya, mungkin orang Cina sudah ada di wilayah ini. Ayah saya dulu juga bekerja sebagai buruh di sawah milik orang Cina,” ungkap Sobari.3 Aan, seorang wanita keturunan Tionghoa yang saat ini sudah berusia 85 tahun, menceritakan bahwa ia sempat mengalami zaman penjajahan Jepang. “Ketika sedang sekolah [di Sekolah Rakyat], saya sering mendengar tembakan dari tentara Jepang. Baru juga saya belajar membaca [huruf ] a..b…c…tiba-tiba

2Wawancara dengan Basri, Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat (Kaur Kesra) Desa Kertajaya Kecamatan Pebayuran, 12 Maret 2018. Basri adalah anak dari Yusuf yang saat ini bertugas sebagai amil di desa tersebut. Yusuf sendiri sebelumnya pernah menjabat sebagai Kaur Kesra Desa Kertajaya.

3Wawancara dengan Sobari, Ketua RW 03 Desa Kertajaya Kecamatan Pebayuran, 14 Maret 2018. Sobari lahir tahun 1967. Ia pernah menjabat sebagai Kepala Dusun Teko Tengah pada periode 2002-2007. Lalu ia berhenti dari jabatan karena sibuk bekerja di lahan sawah milik (alm.) H. Yasin, ayah dari Bupati Bekasi periode 2013-2017 dan 2017-2022 Neneng Hasanah Yasin. Lalu sejak 2012 hingga sekarang Sobari dipercaya kembali untuk menjabat Ketua RW 03.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 101 16/12/2018 20:35:49Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

102

terdengar suara tembakan. Kami sangat ketakutan sekali saat itu,” ungkap Aan mengenang masa lalunya.4

Tidak hanya majemuk dari segi pemeluk agama dan etnis, Desa Kertajaya juga beragam dari segi rumah ibadat. Di desa ini terdapat 4 buah masjid, yaitu Masjid Al-Hidayah 1 (Kp. Teko Tengah RT 001/04), Masjid Al-Hidayah 2 (Kp. Teko (Kp. Teko RT 002/01), Masjid Al-Hidayah 3 (Kp. Teko Tengah RT 002/03) dan Masjid Al-Hidayah 4 (Kp. Kobak Pasir RT003/06). Selain masjid, juga terdapat 19 musalla di desa ini.5

Selain rumah ibadat kaum Muslim, di Desa Kertajaya juga terdapat sejumlah rumah ibadat warga non-Muslim. Menurut catatan “Pemutakhiran Data Rumah Ibadat di Kabupaten Bekasi Tahun 2016”, yang dibuat Kantor Kecamatan Pebayuran, di Desa Kertajaya terdapat Gereja Kristen Pasundan (Kp. Teko RT 001/02), Vihara Kertajaya (Kp. Teko Tengah RT 001/03) dan Vihara Damawija (Kp. Teko Tengah RT 003/03). Sementara itu, berdasarkan observasi lapangan peneliti, rumah ibadat yang belum masuk dalam catatan adalah Litang Khonghucu dan Gereja Pentakosta di Indonesia (GPdI) (Observasi peneliti, 14 Maret 2018).

Menurut data yang termuat dalam publikasi BPS Kabupaten Bekasi, Kecamatan Pebayuran Dalam Angka Tahun 2017, di Kecamatan Pebayuran terdapat 71 masjid, 122 mushalla, 1 gereja dan 1 pura. Tidak tercantum jumlah vihara (BPS Kabupaten Bekasi 2017, Tabel 5.1, 37). Pada kenyataannya hingga saat ini tidak ada pura di Kecamatan Pebayuran. Sebaliknya ada 3 vihara, yaitu Vihara Vessantara di Desa Bantarjaya, serta Vihara Kertajaya dan Vihara Damawija di Desa Kertajaya. Selain itu, ketidakakuratan data juga terjadi terkait keberadaan gereja dan litang (rumah ibadat Khonghucu).

4Aan mengaku saat ini ia berusia 85 tahun. Dengan demikian, diperkirakan ia lahir tahun 1933. Ia adalah ibu dari Yati, salah satu pengurus Pos Kebaktian Gereja Kristen Pasundan di Desa Kertajaya. Wawancara, 18 Maret 2018.

5Lihat dokumen “Pemutakhiran Data Rumah Ibadat di Kabupaten Bekasi Tahun 2016,” yang dibuat Kantor Kecamatan Pebayuran Kabupaten Bekasi. Dokumen diperoleh dari staf KUA Kecamatan Pebayuran, 8 Maret 2018.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Rudy Harisyah Alam ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 102 16/12/2018 20:35:49Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

103

Berkaitan dengan awal mula kehadiran komunitas Kristen, menurut keterangan Pendeta Maria Apriani (31 tahun), persekutuan jemaat Kristen terbentuk di Kampung Teko Desa Kertajaya Kecamatan Pebayuran pada 1986;6 meskipun salah seorang warga menyebut cikal bakal komunitas Kristen di desa itu sebenarnya sudah hadir sejak era 1970an.7 Kemudian mereka memulai proses pendirian bangunan untuk digunakan sebagai Pos Kebaktian Gereja Kristen Pasundan (GKP) pada 1987. Bangunan berlokasi di pinggir Jalan Raya Desa Kertajaya RT 001/02. Pada 1989 bangunan telah memperoleh IMB untuk rumah ibadat.8

Adapun Litang Kong Hu Cu, menurut keterangan Keng Wee, yang menjabat sebagai Ketua Pengurus MAKIN (Majelis Agama Kong Hu Cu di Indonesia) Kertajaya, telah berdiri sejak 1981. Keng Wee mengaku belum mengurus perizinan litang itu karena masih menghadapi kendala soal bukti kepemilikan tanah. Status kepemilikan masih milik pribadi, belum dialihkan menjadi milik yayasan MAKIN.9

Vihara Kertajaya, yang berlokasi di Kp. Teko Tengah RT 001/03, didirikan pada 2014. Menurut keterangan salah seorang pengurusnya, Cuing, proses pengajuan izin telah selesai sampai tahap keluarnya rekomendasi dari FKUB Kabupaten Bekasi

6Wawancara dengan Pendeta Maria Apriani, 18 Maret 2018. Pendeta Maria berjanji untuk memberi salinan IMB tersebut.

7Menurut keterangan Aan (85 tahun), salah seorang warga yang tinggal dekat gereja, cikal bakal gereja di desa itu sudah muncul sejak tahun 1970an. Menurutnya, pendeta yang pertama kali menyebarkan misi Kristen ke wilayah itu berasal dari daerah Kampung Sawah, Pondok Gede, Kota Bekasi, yaitu Pendeta Drajat Majan. Wawancara dengan Aan, 18 Maret 2018. Menurut informasi yang termuat dalam situs internet Gereja Kristen Pasundan jemaat Kampung Sawah, Kota Bekasi, Pendeta Drajat Majan menjadi pimpinan jemaat Kampung Sawah sejak 1982 hingga masa emeritasi (pensiun). (sumber: http://www.gkpkampungsawah.org/index.php/about-us ; diakses 19 Maret 2018). Oleh sebab itu, kemungkinan Pendeta Drajat Majan membawa misi Kristen ke wilayah Desa Kertajaya Kecamatan Pebayuran sekitar periode 1980an.

8Wawancara dengan Pendeta Maria Apriani, 18 Maret 2018. Pendeta Maria berjanji untuk memberi salinan IMB tersebut.

9Wawancara dengan Keng Wee, 13 Maret 2018. Keng Wee adalah juga anggota Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Bekasi, yang merupakan wakil dari umat Khonghucu.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 103 16/12/2018 20:35:49Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

104

dan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bekasi. “Proses pengurusan izin, mulai dari meminta persetujuan warga hingga keluarnya rekomendasi FKUB dan Depag hanya sekitar 1 bulan. Cuma sampai saat ini IMB dari kabupaten belum keluar juga,” ungkap Cuing.10 Selain Vihara Kertajaya, juga terdapat Vihara Damawija, yang berlokasi di Kp. Teko Tengah RT 003/03. Vihara yang berdiri sekitar tahun yang sama dengan Vihara Kertajaya dikelola Coang, yang merupakan kakak kandung dari Cuing.11

Hubungan Antarumat Beragama Berdasarkan keterangan sejumlah informan, meskipun Desa

Kertajaya beragam dari segi suku, agama maupun rumah ibadat, hampir tidak ada pertikaian atau konflik yang cukup berarti dalam sejarah hubungan antarumat beragama maupun etnis di daerah itu. Para informan yang ditemui, baik dari kalangan warga, tokoh agama maupun aparat pemerintah setempat, umumnya menggambarkan kehidupan warga Desa Kertajaya sebagai kehidupan yang rukun, baik dari segi etnis maupun agama. Ketegangan dan pertikaian yang kerap dipicu keragaman agama, etnis dan rumah ibadat tidak terjadi di Desa Kertajaya. Hal demikian dikemukakan, antara lain, oleh Sri Lestari, staf pelaksana Seksi Pemberdayaan Masyarakat Desa Kecamatan Pebayuran. “Selama lebih 25 tahun tinggal di Pebayuran, saya belum pernah menyaksikan adanya konflik, apalagi melibatkan kekerasan, terkait keberadaan atau pendirian rumah ibadat di daearah itu,” ungkap Sri.12

Sejumlah kalangan menyebutkan bahwa sikap saling menghargai dan saling menghormati telah menjadi prinsip hidup bersama di kalangan warga. Mereka berpandangan bahwa

10Wawancara dengan Cuing (56 tahun), pengurus Vihara Kertajaya, 16 Maret 2018.

11Peneliti belum dapat menemui Coang. Informasi tentang Vihara Damawija diperoleh dari sejumlah informan, termasuk Cuing, pengurus Vihara Kertajaya.

12Sri Lestari lahir di Karawang. Pada 1993, saat duduk di kelas 3 Sekolah Dasar, Sri baru menetap di Kecamatan Pebayuran, 19 Februari 2018.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Rudy Harisyah Alam ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 104 16/12/2018 20:35:49Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

105

agama merupakan hak dan urusan pribadi masing-masing individu. Kalangan Muslim maupun non-Muslim kerap menyebut ungkapan “bagi kalian agama kalian, bagi kami agama kami.”13 Seperti diketahui, ungkapan ini merupakan penggalan ayat Alquran surah al-Kāfirun, “lakum dīnukum wa liya dīn,” yang berarti “untukmu agamamu, untukku agamaku.”

Ketika masing-masing komunitas agama melaksanakan perayaan keagamaan, seperti Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha bagi umat Muslim, perayaan Natal bagi umat Kristen, perayaan Waisak bagi umat Buddha, atau perayaaan Imlek bagi etnis Tionghoa, mereka saling menghormati dan tidak turut campur dalam kegiatan kebaktian atau peribadatan yang berlangsung. Namun, mereka juga kerap saling berbagi pemberian pada saat perayaanperayaan tersebut. Tidak pula ada rasa enggan untuk menerima pemberian dari masing-masing komunitas agama lain. “Saya juga sering menerima pemberian dari umat agama lain. Saya tidak merasa hal itu bermasalah,” ungkap Dedi, Ketua RW 02 Desa Kertajaya.14 Sama halnya Sobari, Ketua RW 03, memandang pemberian atau kegiatan-kegiatan semacam santunan atau bakti sosial tidak menjadi masalah sepanjang hal itu tidak dikaitkan dengan soal agama. “Kalau ada kegiatan bakti sosial yang dikait-kaitkan dengan soal agama, saya juga akan melarang kegiatan itu di lingkungan saya,” kata Sobari.15

Selain sikap saling menghargai, Sobari mengatakan hal lain yang juga perlu dijaga adalah tidak melakukan penghinaan atau penodaan terhadap agama yang dianut warga lain.16 Terkait hal

13Wawancara dengan Sobari, Islam, Ketua RW 03 Desa Kertajaya, 14 Maret 2018; wawancara dengan H. Syahroni, Ketua MUI Kecamatan Pebayuran, 14 Maret 2018; wawancara dengan Sin Wat Setiawan, warga Hindu RT 002/02 Desa Kertajaya, 18 Maret 2018; dan wawancara dengan Keng Wee, pengurus MAKIN, 15 Maret 2018.

14Wawancara dengan Dedi, Islam, Ketua RW 02 Desa Kertajaya, 12 Maret 2018.

15Wawancara dengan Sobari, Islam, Ketua RW 03 Desa Kertajaya, 14 Maret 2018.

16Wawancara dengan Sobari, Islam, Ketua RW 03 Desa Kertajaya, 14 Maret 2018.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 105 16/12/2018 20:35:49Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

106

ini, Pendeta Maria Apriani menyebutkan sebuah insiden yang melibatkan jemaatnya ketika mereka sedang berkelakar, namun menyinggung soal agama. Ia segera menegur jemaatnya agar berhati-hati dalam berkelakar, jangan sampai hal itu menyinggung soal agama, dan agar segera meminta maaf. “Beruntung insiden itu tidak menjadi persoalan besar,” ungkap Pendeta Maria.17

Ujian dan Daya Tahan Kerukunan Meskipun secara umum hubungan antaretnis dan antarumat

beragama relatif baik di Desa Kertajaya, namun bukan berarti tidak muncul persoalan sama sekali. Setidaknya ada sejumlah kejadian yang muncul, namun tidak sampai mengganggu hubungan antaretnis dan antarumat beragama di daerah itu. Salah satunya adalah ketika jemaat Gereja Kristen Pasundan membangun bangunan untuk Pos Kebaktian di Kampung Teko Desa Kertajaya. Pendeta Maria Apriani mengisahkan suatu hari ketika pembangunan berlangsung, tiba-tiba di pagi hari sebagian bangunan bata yang telah berdiri dirobohkan oleh sejumlah warga. H. Yasin, salah satu tokoh masyarakat di daerah itu, kemudian mengundang para tokoh yang ada di lingkungan sekitar untuk bertemu. Dalam pertemuan itu, H. Yasin mengemukakan agar warga menghormati keyakinan umat non-Muslim dan hak mereka untuk beribadat. H. Yasin sendiri termasuk salah satu pemberi bantuan bagi pembangunan pos kebaktian itu, antara lain dengan menyumbang pasir dan tanah urugan. Pasca kejadian itu hingga saat ini tidak ada lagi upaya gangguan terhadap keberadaan pos kebaktian tersebut.18

Peristiwa lainnya yang sempat menjadi ujian bagi daya tahan kedamaian warga Desa Kertajaya adalah ketika terjadi kerusuhan anti-Tionghoa pada 30 Januari 1997 di Kota Kecamatan Rengasdengklok, Kabupaten Karawang. Insiden yang terjadi pada

17Wawancara dengan Pendeta Maria Apriani, Gereja Kristen Pasundan, 18 Maret 2018.

18Wawancara dengan Pendeta Maria Apriani, Gereja Kristen Pasundan, 18 Maret 2018.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Rudy Harisyah Alam ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 106 16/12/2018 20:35:50Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

107

saat Ramadan tahun itu dipicu oleh kemarahan seorang warga keturunan Tionghoa yang rumahnya berdekatan dengan sebuah musalla. Seperti lazimnya, saat menjelang sahur, sebagian remaja Islam memukul bedug sebagai untuk mengingatkan warga untuk sahur. Menurut salah satu informasi yang beredar, warga itu sedang dalam kondisi kurang sehat (ada yang menyebutkan sedang sakit gigi). Mungkin karena kondisi kesehatan yang juga kurang baik, ia merasa terganggu mendengar keriuhan pukulan bedug dan seruan untuk membangunkan warga untuk melaksanakan sahur. Karena merasa tak tahan, lalu warga keturunan Tionghoa ini mendatangi musalla dan melampiaskan amarahnya kepada para remaja di musalla itu. Akibat tindakan itu, para remaja itu mengadukan ke warga lainnya, yang kemudian membangkitkan amarah warga sekitar. Lalu warga mengamuk dan merusak rumah warga keturunan itu. Siang harinya aksi perusakan berlanjut dengan sasaran yang lebih luas. Puluhan rumah, toko, rumah ibadat, kendaraan, gudang beras dan bank swasta menjadi sasaran amuk massa. Buntutnya, Tjio Kim Tjang, warga keturunan itu, diseret ke meja hijau, meski sebenarnya pemicu kerusuhan adalah istrinya, yang biasa dipanggil Enci Gioh.19

Meskipun Desa Kertajaya dan Kecamatan Pebayuran bersebelahan dengan Kecamatan Rengasdengklok Kabupaten Karawang, namun peristiwa kerusuhan itu tidak sampai merembet ke desa dan kecamatan ini. Menurut keterangan sejumlah informan, ketika peristiwa kerusuhan anti-Tionghoa itu terjadi, kaum Muslim di Desa Kertajaya dan desa-desa lain di Kecamatan Pebayuran menjadi barisan terdepan dalam menjaga rumah-rumah warga keturunan etnis Tionghoa. Karena itu, peristiwa kerusuhan itu tidak menjalar ke wilayah Desa Kertajaya maupun Kecamatan Pebayuran secara keseluruhan.20 “Peristiwa Dengklok

19Lihat Republika Online Selasa 8 April 1997, dikutip dalam http://soehartobukanpahlawan.blogspot.co.id/ 2014/06/akhirnya-terdakwa-pemicu-kerusuhan.html; diakses 19 Maret 2018.

20Wawancara dengan Sri Lestari, staf Seksi Pemberdayaan Masyarakat Desa Kecamatan Pebayuran, 19 Februari; Wawancara dengan Basri, Kepala Urusan

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 107 16/12/2018 20:35:50Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

108

tidak sampai berpengaruh ke marih…Kami justru bersama-sama menjaga rumah-rumah warga keturunan,” ungkap Sobari Ketua RW 03 Desa Kertajaya.21

Satu peristiwa penting lainnya adalah peristiwa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Provinsi DKI Jakarta 2017 yang sarat dengan ketegangan dan kebencian antaretnis dan agama. Berbeda dibandingkan banyak wilayah lain yang terimbas oleh Pilkada DKI Jakarta 2017, warga Desa Kertajaya dan Kecamatan Pebayuran pada umumnya tak terpengaruh dengan ingar-bingar politik warga Jakarta itu. “Ketika terjadi ketegangan dalam Pilkada 2017 di Jakarta, tidak ada pengerahan massa yang terjadi di wilayah ini. Kalaupun ada hanya perorangan yang berangkat ke Jakarta,” ungkap H. Syahroni, Ketua MUI Kecamatan Pebayuran. “Ucapan Ahok memang juga menyinggung warga Muslim di daerah ini. Namun, hal itu tidak sampai memicu warga di sini untuk berangkat ke Jakarta. Mungkin mereka merasa sudah terwakili dengan aksi yang dilakukan warga Jakarta dan daerah lain,” lanjut Syahroni.22

Terkait organisasi kemasyarakatan atau organisasi keagamaan yang kerap menjadi agen mobilisasi massa dalam pertikaian menyangkut isu agama, termasuk pendirian rumah ibadat, sejumlah informan mengemukakan bahwa tidak ada organisasi-organisasi semacam itu. Sobari mengatakan, “Di wilayah ini tidak ada organisasi-organisasi dengan atribut keagamaan. Yang ada hanya beberapa organisasi kemasyarakatan umum seperti Barisan Garda Pasundan, GIBAS, dan Pemuda Pancasila.”23 Faktor yang menyebabkan absennya organisasi-organisasi yang

Kesejahteraan Masyarakat Desa Kertajaya Kecamatan Pebayuran, 12 Maret 2018; wawancara dengan Kepala KUA Kecamatan Pebayuran H. Ma’mun Nawawi, 14 Maret 2018; wawancara dengan Keng Wee, pengurus MAKIN, 12 Maret 2018.

21Wawancara dengan Sobari, Islam, Ketua RW 03 Desa Kertajaya, 14 Maret 2018.

22Wawancara dengan H. Syahroni, Ketua MUI Kecamatan Pebayuran, 14 Maret 2018.

23Wawancara dengan Sobari, Ketua RW 03 Desa Kertajaya, 14 Maret 2018. Pernyataan serupa juga dikemukakan Dedi, Ketua RW 02 Desa Kertajaya, dan Basri, Kaur Kesra Desa Kertajaya, 12 Maret 2018.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Rudy Harisyah Alam ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 108 16/12/2018 20:35:50Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

109

kerap mempersoalkan keberadaan atau pendirian rumah ibadat di wilayah ini masih perlu diteliti lebih jauh. Namun, dugaan sementara adalah karena wilayah ini tidak menarik untuk dijadikan lahan mobilisasi mengingat karakteristik penduduk setempat yang tidak terlalu mempersoalkan keragaman agama dan rumah ibadat warganya.

Ikatan Kekerabatan dan Modal Sosial Mengapa kerukunan antarumat beragama dan antaretnis

dapat terpelihara di Desa Kertajaya? Mengapa keberadaan rumah ibadat ragam agama yang kerap menimbulkan masalah di daerah lain tidak menjadi pemicu konflik antarumat beragama di desa itu? Mengapa guncangan dari luar (external shock) tidak berpengaruh terhadap kerukunan antarwarga di Desa Kertajaya?

Penelitian ini menemukan modal sosial, dalam bahasa Robert Putnam, atau ikatan antarwarga (civic ties), dalam konsep Ashutosh Varshney, sebagai salah satu faktor utama yang menopang terpeliharanya kedamaian antaretnis dan antarumat beragama di Desa Kertajaya. Seperti telah dikemukakan pada bagian pendahuluan, Putnam mendefinisikan modal sosial sebagai “kaitan di antara individu-individu”, yaitu “jejaring sosial serta norma timbal-balik (reciprocity) dan kualitas dapat dipercaya (trustworthiness) yang lahir dari jejaring sosial tersebut.”24 Adapun Varshney berpandangan bahwa ikatan antarwarga “terbentuk dalam ruang kehidupan antara negara dan keluarga, yang relatif independen dari negara dan memungkinkan orang untuk bersamasama melakukan berbagai aktivitas publik.”25

Putnam membagi modal sosial ke dalam dua jenis, yaitu bridging atau inclusive dan bonding atau exclusive. Sebagian modal sosial, menurut Putnam, baik karena keniscayaan atau pilihan, berorientasi ke dalam dan cenderung memperkuat identitas-identitas eksklusif dan kelompok-kelompok yang homogen.

24Putnam, Bowling Alone, 16.25Varshney, Ethnic Conflict and Civic Life, 4.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 109 16/12/2018 20:35:50Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

110

Inilah yang disebutnya sebagai modal sosial yang bersifat bonding (exclusive). Sementara itu, sebagian modal sosial berorientasi ke luar dan mencakup orang dari kelompok-kelompok sosial yang berbeda, yang disebutnya sebagai modal sosial yang bersifat bridging (inclusive).26

Sementara itu, Varshney membagi ikatan antarwarga ke dalam dua jenis: keseharian (quotidian) dan asosiasional. Ikatan quotidian adalah ikatan yang terbentuk dari proses interaksi sehari-hari di kalangan warga, sementara ikatan asosiasional adalah ikatan yang terbentuk melalui perjumpaan warga dalam berbagai perhimpunan, perkumpulan atau organisasi. Varshney beragumen bahwa sementara ikatan quotidian cukup mampu penopang kedamaian etnis untuk masyarakat pedesaan, ikatan asosiasional lebih dibutuhkan di wilayah perkotaan. Asosiasi berperan sebagai pengganti interaksi keseharian yang sulit dijumpai dalam konteks masyarakat urban.

Mengikuti Varshney, di Desa Kertajaya ikatan antarwarga yang terlihat dominan adalah ikatan yang bersifat quotidian. Adapun jenis ikatan yang bersifat asosiasional relatif absen di kalangan kehidupan warga. Perkumpulan atau perhimpunan yang berperan memfasilitasi interaksi antarwarga tidak tampak di Desa Kertajaya. Organisasi pemuda, seperti karang taruna, tidak begitu aktif. Perkumpulan arisan juga sangat jarang. Kalaupun ada, perkumpulan arisan itu hanya berfungsi untuk tabungan, tidak mendorong atau memfasilitasi interaksi yang lebih intens di kalangan warga.27

26Putnam, Bowling Alone, 20.27Cuing, pengurus Vihara Kertajaya, mengemukakan bahwa sudah 3

tahun belakangan ia menjadi ketua perkumpulan arisan pedagang, yang beranggotakan 27 orang. Iuran per orang Rp 100 ribu dan arisan dikocok setiap 10 kali sehari. Jadi setiap giliran, peserta arisan mendapat Rp 27 juta rupiah. Namun, tidak ada pertemuan di antara peserta arisan, seperti yang terjadi pada perkumpulan arisan lainnya. Ketika peserta mendapat giliran uang arisan, Cuinglah yang mengantarkan uang arisan tersebut kepada peserta penerima. Wawancara dengan Cuing, 18 Maret 2018.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Rudy Harisyah Alam ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 110 16/12/2018 20:35:50Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

111

Hal yang juga penting dikemukakan adalah komponen utama dari ikatan antarwarga atau modal sosial warga Desa Kertajaya adalah jalinan kekerabatan (kinship), baik keluarga inti maupun keluarga besar (extended family). Ikatan antarwarga itu terbentuk dan terutama ditopang oleh jalinan kekerabatan sebagai hasil pembauran warga keturunan Tionghoa dan warga setempat, yang juga merupakan campuran antara suku Betawi dan Sunda, yang sudah berlangsung beberapa generasi. Salah satu ciri produk pembauran itu ialah penampilan warna kulit dari warga keturunan yang sudah menyerupai warga setempat. Keng Wee mengatakan, “Pak Sulaeman Zachawerus [Ketua FKUB Kabupaten Bekasi] suka berseloroh dengan menyebut saya ‘Hitachi’.” Apa itu “Hitachi”? “Hitam tapi Cina,” ungkap Keng Wee sambil tertawa.28 Selain itu, warga keturunan Tionghoa umumnya sudah menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pergaulan sehari-hari. Beberapa warga keturunan Tionghoa mengaku sudah tidak lagi bisa berbicara dengan bahasa Tionghoa.29 Keng Wee bahkan mengatakan, “Saya sakit hati kalau masih ada orang yang bicara saya ini bukan orang Indonesia…saya ini nasionalis…orang Indonesia…bicara juga pakai bahasa Indonesia.”30

Akibat dari proses perbauran ini, tidak jarang ditemukan satu keluarga memiliki anggota keluarga yang ragam agama. Misalnya sebuah keluarga dengan kepala keluarga pemeluk Khonghucu, tetapi dengan anak pemeluk Kristen, Islam dan Buddha. Sebuah keluarga, dengan kepala keluarga pemeluk Islam, tetapi memiliki anak-anak yang menganut Kristen, Islam dan Buddha. Kendati beragam agama, namun tidak terjadi perkawinan lintas agama. Karena, umumnya ketika satu pasangan berbeda agama hendak menikah, maka salah satu dari pasangan itu harus mengikuti

28Wawancara dengan Keng Wee, 13 Maret 2018; wawancara dengan Sin Wat Setiawan dan Cuing, 18 Maret 2018.

29Wawancara dengan Keng Wee, 13 Maret 2018.30Wawancara dengan Keng Wee, Ketua Pengurus MAKIN Kertajaya, 13

Maret 2018.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 111 16/12/2018 20:35:51Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

112

agama dari pasangannya, tergantung pada kesepakatan kedua pasangan tersebut.31

Ikatan kekerabatan inilah yang juga berperan memfasilitasi proses pendirian Vihara Kertajaya. Cuing, pengurus Vihara Kertajaya, mengemukakan ketika mengurus proses perizinan untuk pendirian vihara, ia tidak mengalami kendala berarti. “Orang yang saya mintain persetujuan masih saudara juga, baik Kong Hu Cu, Islam maupun Kristen. Haji Yasin [tokoh masyarakat Pebayuran] termasuk salah satu yang memberi persetujuan,” ungkap Cuing.32

Dari segi pemukiman, warga Desa Kertajaya tidak tinggal dalam lingkungan yang tersegregasi. Pemukiman penduduk masih berbaur kendati mereka berbeda suku maupun agama. Di desa Kertajaya dan umumnya desadesa di Kecamatan Pebayuran belum tampak bermunculan kawasan-kawaasan perumahan, seperti yang telah menjamur di berbagai daerah lain. Hal ini mungkin juga dipengaruhi kebijakan Pemkab Bekasi yang menetapkan Kecamatan Pebayuran sebagai kawasan pertanian.

Desa Kertajaya boleh dikatakan masih merupakan wilayah rural, dengan pertanian sebagai ciri utama geografis maupun mata pencarian sebagian warga. Hal ini juga yang menyebabkan wilayah ini tidak (belum?) menjadi magnet bagi migrasi penduduk dari luar desa. Belum ada data statistik yang menunjukkan tingkat migrasi masuk (in-migration), namun sejumlah informan menyebut pendatang dari luar sangat sedikit. Oleh sebab itu, karakteristik warga cenderung masih homogen, dengan ikatan kekerabatan sebagai pembentuk utamanya. Jika mengikuti konsep model sosial Putnam, sesungguhnya model sosial yang berkembang di kalangan warga Desa Kertajaya masih cenderung bersifat bonding, daripada bridging.

31Wawancara dengan Keng Wee, Ketua Pengurus MAKIN Kertajaya, 13 Maret 2018; wawancara dengan Sobari, Ketua RW 03 Desa Kertajaya, 14 Maret 2018.

32Wawancara dengan Cuing, pengurus Vihara Kertajaya, 18 Maret 2018.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Rudy Harisyah Alam ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 112 16/12/2018 20:35:51Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

113

Hal yang menjadi pertanyaan penting dan masih perlu dibuktikan di masa mendatang adalah apakah kedamaian antarwarga yang terutama bertumpu pada ikatan kekerabatan di Desa Kertajaya masih dapat bertahan jika desa ini mengalami perubahan lingkungan ekologis dan demografis yang signifikan, misalnya akibat proses migrasi, perubahan kebijakan tata ruang dan industrialisasi?

Regulasi dan Peran Pemerintah Salah satu temuan penting penelitian ini adalah masih

rendahnya tingkat pengetahuan, baik di kalangan aparat pemerintah setempat maupun warga, terkait regulasi yang mengatur pendirian rumah ibadat, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 dan No. 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah /Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat (yang selanjutnya disebut PBM 2006).

Dari sejumlah informan yang ditemui, hampir seluruhnya mengaku belum mengetahui regulasi tersebut. Di antara dari sedikit yang mengetahui, mereka pun hanya mampu menyebut syarat jumlah pengguna (90 orang) dan persetujuan warga sekitar (60 orang) sebagai bagian dari persyaratan pendirian rumah ibadat. Rendahnya pengetahuan tentang regulasi pendirian rumah ibadat ini tampaknya sejalan dengan temuan Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama, yang diadakan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama pada akhir 2016, yang menemukan hanya 14,5% responden yang mengetahui tentang PBM 2006. Survei itu juga menemukan pengetahuan masyarakat tentang regulasi pendirian rumah ibadat berkorelasi dengan tingkat kerukunan (Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, 2017).

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 113 16/12/2018 20:35:51Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

114

Rendahnya pengetahuan warga menunjukkan masih sangat rendahnya sosialisasi regulasi pendirian rumah ibadat yang dilakukan pemerintah. Berbagai kegiatan sosialisasi yang dilakukan Pemerintah Kabupaten, khususnya Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) tampaknya belum menjangkau lapisan aparatur yang lebih luas. Khusus untuk kalangan aparat pemerintah kecamatan, mengingat sering terjadinya mutasi pejabat, sosialisasi perlu dilakukan secara berkala. Demikian pula di tingkat desa, yang setiap 5 tahun sekali terjadi pergantian pimpinan, sosialisasi pun seyogyanya dilakukan secara berkala setiap periode pergantian pimpinan.

Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bekasi H. Shobirin, S.Ag., M.Si, mengakui bahwa keterbatasan anggaran menyebabkan kegiatan sosialisasi yang dilakukan masih sangat terbatas. Ia berharap bahwa pemerintah pusat mengalokasikan anggaran yang memadai sehingga sosialisasi PBM 2006 dan program-prorgam kerukunan dapat menjangkau satuan-satuan kerja, seperti madrasah dan KUA Kecamatan, yang berada di bawah koordinasi Kantor Kementerian Agama Kabupaten. Shobirin mengemukakan, “Sosialisasi perlu dilakukan melalui guru madrasah, guru pendidikan agama Islam, penyuluh agama maupun kepala-kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan.”33

Meski pengetahuan warga tentang regulasi pendirian rumah ibadat sangat rendah, konflik terkait keberadaan maupun pendirian rumah ibadat hampir tidak pernah terjadi. Hal ini bertentangan dengan pandangan sebagian kalangan yang menunjuk faktor PBM 2006 yang dianggap diskriminatif menjadi sumber terjadinya konflik pendirian rumah ibadat di berbagai daerah. Bagi daerahdaerah tertentu, seperti Desa Kertajaya, norma sosial dan ikatan kekerabatan tampaknya lebih berperan dibandingkan regulasi formal.

33Wawancara dengan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bekasi H. Shobirin, S.Ag., M.Si., 26 Februari 2018.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Rudy Harisyah Alam ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 114 16/12/2018 20:35:51Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

115

Kendati pengetahuan warga secara umum rendah, sebagian kalangan tetap berusaha mengikuti regulasi itu. Misalnya, pada 2014 umat Buddha memulai proses pengurusan pendirian vihara mereka. Karena peran ikatan kekerabatan, proses pengurusan berjalan relatif tanpa kendala. Vihara ini telah memperoleh surat rekomendasi pendirian rumah ibadat dari FKUB Kabupaten Bekasi, pada 12 Desember 2014, dan dari Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bekasi pada 31 Desember 2014.34

Selain rendahnya pengetahuan tentang regulasi pendirian rumah ibadat, penelitian ini juga menemukan minimnya peran pemerintah dalam memelihara kerukunan antarumat beragama. Baik aparat pemerintah kecamatan maupun desa mengaku selama ini tidak ada prorgam atau kegiatan yang ditujukan dalam rangka pemeliharaan kerukunan, baik fasilitasi pertemuan antartokoh agama maupun kegiatan-kegiatan bersama yang melibatkan umat berbagai agama.35 KUA Kecamatan juga tidak secara khusus memiliki kegiatan untuk pemeliharaan kerukunan antarumat beragama, tetapi masih terfokus pada penyelenggaraan kegiatan dalam rangka pelayanan kehidupan umat Islam.36

Para tokoh agama sendiri mengakui bahwa mereka belum pernah berjumpa dalam kegiatan-kegiatan yang secara khusus dirancang untuk memperat hubungan di antara mereka. Kesempatan para tokoh agama untuk saling bertemu hanya di acara tertentu seperti perayaan 17 Agustus dan undangan acara pergantian pimpinan Muspika (Camat, Kapolsek, Danramil). Ketika para tokoh agama diminta menyebutkan nama-nama tokoh agama lain, mereka pun terlihat agak kesulitan.37 Keterlibatan

34Peneliti mendapat salinan surat rekomendasi FKUB Kabupaten Bekasi dan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bekasi dari Cuing, pengurus Vihara Kertajaya, 18 Maret 2018.

35Wawancara dengan Sri Lestari, staf Seksi Pemberdayaan Masyarakat Desa Kecamatan Pebayuran, 19 Februari 2018; wawancara dengan Basri, Kepala Urusan Kesejahteraan Masyarakat Desa Kertajaya Kecamatan Pebayuran, 12 Maret 2018.

36Wawancara dengan Kepala KUA Kecamatan Pebayuran H. Ma’mun Nawawi, 14 Maret 2018.

37Wawancara dengan Keng Wee, Ketua Pengurus MAKIN Kertajaya, 13

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 115 16/12/2018 20:35:51Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

116

aparat pemerintah, termasuk aparat keamanan, hanya tampak dalam peristiwa-peristiwa peringatan hari raya keagamaan tertentu.

Dengan minimnya program dan kegiatan yang diinisiasi pemerintah dalam upaya memelihara kerukunan di kalangan warga, kedamaian antarsuku dan antaragama yang berlangsung di Desa Kertajaya dapat dikatakan terutama bersumber pada modal sosial warganya, yang bertumpu pada jalinan kekerabatan. Seperti telah disebut, dalam kondisi wilayah rural yang masih cenderung homogen, kedamaian yang bertumpu pada jalinan kekerabatan memang masih dapat bertahan. Namun, apakah kedamaian itu masih dapat terpelihara jika di masa datang wilayah ini mengalami perubahan demografi akibat perubahan sosio-ekonomi dan migrasi, sementara inisiatif untuk memelihara kerukunan itu tidak pernah digulirkan? Hal ini masih perlu pembuktian di masa datang.

Kesimpulan dan RekomendasiPenelitian ini menemukan bahwa modal sosial atau ikatan

antarwarga menjadi faktor penting dalam memelihara kedamaian antarsuku maupun antarwarga di Desa Kertajaya Kecamatan Pebayuran Kabupaten Bekasi. Modal sosial itu terutama bersumber dari jalinan kekerabatan yang terbentuk dalam sejarah panjang perbauran antara warga keturunan Tionghoa dan warga setempat yang mayoritas merupakan perpaduan suku Betawi dan Sunda. Perbauran lewat ikatan perkawinan itu telah berlangsung selama beberapa generasi, setidaknya sejak masa-masa awal abad ke-20.

Perbauran suku telah melahirkan keluarga-keluarga yang beragam dari segi agama. Tidak jarang ditemukan suatu keluarga yang memiliki anggota keluarga yang majemuk dari segi agama.

Maret 2018; wawancara dengan Kepala KUA Kecamatan Pebayuran H. Ma’mun Nawawi, 14 Maret 2018; wawancara dengan Ketua MUI Kecamatan Pebayuran H. Syahroni, 14 Maret 2018; wawancara dengan Cuing, pengurus Vihara Kertajaya, 18 Maret 2018; dan wawancara dengan Maria Aprina, Pendeta Gereja Kristen Pasundan, 18 Maret 2018.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Rudy Harisyah Alam ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 116 16/12/2018 20:35:51Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

117

Namun demikian, perkawinan tidak terjadi antarpasangan beda agama karena salah satu pasangan selalu lebih dahulu menyesuaikan dengan agama pasangannya sebelum melangsungkan perkawinan.

Pandangan umum warga tentang perbedaan agama berpijak pada prinsip bahwa agama ditentukan oleh pilihan pribadi dan prinsip saling menghormati. “Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku” menjadi salah satu prinsip yang menjadi pegangan hidup warga Desa Kertajaya. Jalinan kekerabatan, menghargai agama sebagai pilihan pribadi, serta sikap saling menghormati pilihan agama yang berbeda menjadi faktor-faktor penting yang menopang kedamaian antarumat beragama di wilayah ini. Hal ini pula yang mengakibatkan keberadaan dan pendirian rumah ibadat tidak menjadi sumber pertikaian di daerah ini, seperti yang kerap terjadi di daerah-daerah lain.

Secara ekologis, masyarakat Desa Kertajaya masih bercorak rural, pertanian masih menjadi sumber mata pencarian penting. Selain itu, masyarakat masih cenderung homogen karena rendahnya tingkat migrasi kedalam (in-migration). Rendahnya tingkat migrasi agaknya disebabkan corak wilayah pertanian yang tidak menjadi magnet bagi para pendatang.

Organisasi-organisasi yang kerap memanfaatkan isu keagamaan sebagai bingkai mobilisasi belum tampak hadir di wilayah ini. Kemungkinan karena mereka menyadari karakteristik masyarakat setempat yang sulit dimobilisasi berdasarkan sentimen keagamaan. Namun, beberapa kejadian membuktikan bahwa peristiwa-peristiwa yang sarat dengan permusuhan bernuansa suku dan agama tidak berpengaruh pada wilayah ini, kendati pusat titik pertikaian berada dalam jarak yang tidak terlalu jauh, seperti insiden kerusuhan anti-Tionghoa di Rengasdenglok, Karawang pada 1997.

Catatan penting terakhir adalah soal minimnya peran pemerintah dalam pemeliharaan kerukunan di wilayah ini. Hal itu ditandai dengan absennya berbagai prorgam atau

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 117 16/12/2018 20:35:52Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

118

kegiatan yang secara sengaja ditujukan untuk memperkokoh hubungan antaragama, baik di kalangan tokoh maupun warga. Absennya program atau kegiatan pemeliharaan kerukunan yang diinisiasi pemerintah mungkin didasari pertimbangan karena kehidupan antarwarga di daerah mereka sudah rukun dan damai. Namun, jika pernyataan terakhir itu benar maka hal itu justru mengkhawatirkan. Karena, kerukunan hanya tumbuh secara alamiah secara sosial yang selama ini bertumpu pada jalinan kekerabatan. Jika lansekap sosio-demografi warga Desa Kertajaya berubah menjadi semakin majemuk akibat proses migrasi kedalam yang semakin tinggi, masih menjadi tanda-tanya apakah kondisi kedamaian antarsuku dan agama masih akan terpelihara tanpa adanya inisiatif-inisiatif yang ditujukan untuk memelihara kerukunan tersebut.

Daftar PustakaAlam, Rudy Harisyah. “Studi Berbasis Surat Kabar tentang Pola

Konflik Keagamaan di Wilayah Indonesia Bagian Barat, 2004-2007,” Jurnal Penamas Vol. XII, No. 2 (2009): 145-179.

-----. “Pola Konflik Keagamaan di Provinsi Banten 2004-2010,” paper disajikan dalam seminar hasil penelitian tentang “Peta Kerukunan Umat Beragama di Provinsi Banten”, Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta, Bogor 1-2 November 2010.

Asry, M. Yusuf, ed., Pendirian Rumah Ibadat di Indonesia: Pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 dan No. 8 Tahun 2016. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, 2011.

Astor, Avraham Y., “Mobilizing Against Mosques: The Origins of Opposition to Islamic Centers of Worship in Spain.” Dalam Ph.D Thesis, University of Michigan, 2011.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Rudy Harisyah Alam ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 118 16/12/2018 20:35:52Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

119

Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bekasi. Kabupaten Bekasi Dalam Angka 2017. Bekasi: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bekasi, 2017.

-----. Kecamatan Pebayuran Dalam Angka 2017. Bekasi: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bekasi, 2017.

Balai Litbang Agama Jakarta. Pola Konflik Keagamaan di 10 Provinsi di Indonesia Bagian Barat. Laporan Hasil Penelitian. Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta, 2008.

Beverly Crawford, “The Causes of Cultural Conflict: An Institutional Approach,” Beverly Crawford and Ronnie D. Lipschutz, eds., The Myth of “Ethnic Conflict”: Politics, Economics, and “Cultural” Violence. Berkeley: University of California, 1998.

Crouch, Melissa. “Implementing the Regulation on Places of Worship: New Problems, Local Politics, and Court Action.” Dalam Asian Studies Review 34 (December 2010): 403-419.

Finke, Roger. “Religious Deregulation: Origins and Consequences.” Dalam Journal of Church and State 32 (1990): 609-26.

Finke, Roger dan Rodney Stark. “The Dynamics of Religious Economies.” Dalam Handbook of the Sociology of Religion, ed. Michele Dillon, 96-109. Cambridge, U.K.: Cambridge University Press, 2003.

George, Alexander L., dan Andrew Bennet. Case Studies and Theory Development in the Social Sciences. Cambridge, Mass.: MIT Press, 2005.

Gerring, John. Case Study Research: Principles and Practices. Cambridge: Cambdrige University Press, 2007.

Grim, Brian J. “Religious Regulation’s Impacts on Religious Persecution: The Effects of De Facto and De Jure Religious Regulation.” Dalam Ph.D. Dissertation, The Pennsylvania State University, 2005.

Iannaccone, Laurence R., Roger Finke, dan Rodney Stark. “Deregulating Religion: Supply-Side Stories of Trends and

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 119 16/12/2018 20:35:52Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

120

Change in the Religious Marketplace.” Dalam Economic Inquiry No. 35 (1997): 350-64.

Miles, Matthew B., dan A. Michael Huberman, Qualitative Data Analysis: An Expanded Sourcebook, 2nd Edition. Thousand Oaks, California: Sage Publications, Inc., 1994.

Panggabean, Samsu Rizal, “Konflik dan Perdamaian Etnis di Indonesia: Menjelaskan Variasi.” Disertasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2014.

Panggabean, Samsu Rizal, Rudy Harisyah Alam dan Ihsan Ali-Fauzi, “Patterns of Religious Conflict in Indonesia, 1998-2008”. Dalam Studia Islamika: Indonesian Journal for Islamic Studies Vol. 17, No. 2 (2010): 233-298.

Putnam, Robert D, Robert Leonardi dan Rafaella Y. Nanetti, Making Democracy Work: Civic Traditions in Modern Italy. Princeton, New Jersey: Princeton University Press, 1993.

Putnam, Robert D. Bowling Alone: The Collapse and Revival of American Community. New York: Simon & Schuster, 2000.

Setara Institute. “Mengenali Lokus Diskriminasi dalam PBM 2 Menteri: Legal Review terhadap Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 dan No. 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat,” Setara Institute, 23 September 2010 <http:// www.setara-institute.or.id> diunduh 19 Mei 2014.

Sinaga, Melpayanti, “Analisis Konflik Penolakan Pembangunan Gereja HKBP Filadelfia Bekasi Tahun 2013.” Tesis MA, Program Magister Ilmu Hubungan Intenasional, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2014.

Stark, Rodney dan Roger Finke. Acts of Faith: Explaining the Human Side of Religion. Berkley, CA: California University Press, 2000.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Rudy Harisyah Alam ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 120 16/12/2018 20:35:52Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

121

Tilly, Charles. “Event Catalogues as Theories.” Dalam Sociological Theory 20, 2 (2002): 248-254.

Varshney, Ashutosh. Ethnic Conflict and Civic Life: Hindus and Muslims in India. New Haven & London: Yale University Press, 2002.

Varshney, Ashutosh, Rizal Panggabean, dan Mohammad Zulfan Tadjoeddin. “Patterns of Collective Violence in Indonesia (1990-2003).” Dalam UNSFIR Working Paper No. 04/03. Jakarta: UNSFIR, 2004.

Lampiran 1 Peta Desa Kertajaya Kecamatan Pebayuran Kabupaten Bekasi

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 121 16/12/2018 20:35:55Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

122

Lampiran 2 Peta Rumah Ibadat di Kp Teko Desa Kertajaya Kecamatan Pebayuran

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Rudy Harisyah Alam ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 122 16/12/2018 20:35:56Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

123

IKATAN KEWARGAAN DAN ASOSIASIONALANTARUMAT BERAGAMA DI DESA PABUARAN

KECAMATAN GUNUNG SINDUR KABUPATEN BOGORPROVINSI JAWA BARAT

Oleh: Ismail

Gambaran Umum Desa Pabuaran Kecamatan Gunung Sindur

Kecamatan Gunung Sindur merupakan salah satu dari 40 kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor. Kecamatan Gunung Sindur membawahi 10 desa, 43 dusun, 418 Rukun Tetangga dan 96 Rukun Warga dibawahnya. Data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Jumlah Dusun, Rukun Tetangga dan Rukun Wargadi Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2016

No Nama Desa Dusun Rukun Tetangga Rukun Warga

123456789

10

JampangCibadungCibinongCikodomPadurenanCurugRawa KalongPengasinanGunung SindurPabuaran

3373434754

13317722315270385628

39

15679

177

167

Jumlah 43 418 96

Sumber: Kecamatan Gn Sindur dalam angka, BPS 2017

Sebagai wilayah yang terdiri dari ragam agama, jumlah sarana rumah ibadat juga banyak terdapat di Kecamatan Gunung Sindur. Data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 123 16/12/2018 20:35:56Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

124

Tabel 2. Jumlah Sarana Peribadatan di Kecamatan Gunung Sindur Tahun 2016

No Nama Desa Masjid Langgar Gereja Litang Vihara Jmlh

123456789

10

JampangCibadungCibinongCikodomPadurenanCurugRawa KalongPengasinanGunung SindurPabuaran

66

1277

1110876

19282717142322201419

0100130123

0010010014

0010010102

25354124223932302434

Total 80 203 11 7 5 306

Sumber: Kecamatan Gn Sindur dalam angka, BPS 2017

Desa Pabuaran merupakan salah satu dari 10 Desa/Kelurahan di Kecamatan Gunung Sindur Kab. Bogor. Secara geografis, Desa pabuaran terletak pada koordinat 06’13’30’0 – 06’22’30’0 Lintang Selatan dan 106’38,38’0-106’47’0 Lintang Timur, berbatasan dengan Kabupaten Tangerang dan KotaTangerang Selatan.tepatnya terletak pada:

- Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Muncul Tangerang Selatan

- Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Gunungsindur - Sebelah barat berbatasan dengan Desa Sarimulya

Kecamatan Rumpin Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pengasinan.

Berdasarkan data dari Kecamatan Gunung Sindur, desa ini mempunyai luas 556 Ha dan mempunyai jumlah penduduk 9355 jiwa. Data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3. Nama Desa/Kelurahan dan Luas Wilayah di Kecamatan Gunung Sindur

No Nama Desa/Kelurahan Luas Wilayah(Ha)

1 Jampang 589,59

2 Cibadung 520,4

3 Cibinong 4494 Cidokom 284,845 Padurenan 2986 Gunungsindur 573,17

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Ismail ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 124 16/12/2018 20:35:57Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

125

7 Curug 5678 Rawa Kalong 5259 Pengasinan 518

10 Pabuaran 556

Rata-rata 4.881

Sumber: Monografi KecamatanGunung Sindur 2016

Dengan luas 555 Ha, Desa Pabuaran mempunayi jumlah penduduk 9.355 jiwa, terdiri dari 4.892 laki-laki. Sedangkan jumlah penduduk perempuan adalah 4.463 jiwa. Penduduknya juga terdiri dari beragam agama, ada Islam, Kristen, Katolik, Buddha, Hindu (Sikh) dan Konghucu. Persentasinya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Agama yang Dianutdi Desa Pabuaran Tahun 2017

Nama Desa Agama Jumlah

Pabuaran

Islam 6531

Katolik 234Kristen 492Hindu 10Buddha 196Konghucu 1892 Aliran Kepercayaan -

Total 9355

Sumber: Desa Pabuaran Kecamatan Gunung Sindur 2017

Umat Islam adalah pemeluk mayoritas di Desa Pabuaran (70 %), Katolik (2,5 %), Kristen (5,2 %), Hindu (0,10%), Buddha (2,1 %) dan Konghucu (20,2 %). Walaupun demikian, rumah ibadat pun tersedia untuk tiap-tiap agama kecuali Kuil untuk umat Hindu. Agama Hindu yang berada di Desa Pabuaran adalah Hindu Shikh. Keberadaan pemeluknya cuma beberapa kepala keluarga (KK) saja.Jumlah rumat ibadat di Desa Pabuaran ini juga relatif cukup banyak, yaitu 32 rumah ibadat. Data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 125 16/12/2018 20:35:57Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

126

Tabel 6. Jumlah Rumah Ibadat di Desa PabuaranKecamatan Gunung Sindur

No Rumah Ibadat Jumlah

1 Masjid Agung 22 Masjid Jami 23 Masjid 64 Mushalla 175 Surau -6 Gereja Katolik 77 Gereja Protestan 28 Vihara 19 Kuil -

10 Klenteng 311 Lithang 112 Pura -13 Pagoda -

Sumber: Desa Pabuaran Kecamatan Gn Sindur 2017

Pandangan Beberapa Institusi Tentang Kerukunan Antarumat Beragama di Desa Pabuaran Kecamatan Gunung Sindur KUA Kecamatan Gunung Sindur

Masyarakat Kecamatan Gunung Sindur dikenal hidup rukun antarumat beragama, tak terkecuali Desa Pabuaran. Menurut keterangan Kepala KUA Kecamatan Gunung Sindur, belum pernah terjadi konflik bernuansa agama di wilayah tersebut.1 Selain faktor kekerabatan yang menjadi perekat di antara mereka, peran aparat pemerintah melalui penyuluh agama berkontribusi dalam menjaga kerukunan antarumat beragama.

Menurut keterangan Kepala KUA Kecamatan Gunung Sindur, agar kehidupan keagamaan dan kerukunan antarumat beragama di Desa Pabuaran Kecamatan Gunung Sindur tetap kondusif, maka kegiatan penyuluhan dan bimbingan keagamaan selalu menjadi kegiatan priodik penyuluh agama fungsional dan penyuluh agama Non PNS di setiap pengajian kelompok binaan (Majelis Taklim) di wilayah Gunung Sindur.

1Wawancara dengan Bapak Sohudin, Kepala KUA Kec. Gunung Sindur pada tanggal 27 Februari 2018

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Ismail ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 126 16/12/2018 20:35:57Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

127

Walaupun di Kecamatan Gunung banyak berdiri rumah ibadat seperti Gereja, Litang, Klenteng dan Vihara, namun disana juga banyak berdiripesantrenpesantren besar, seperi; Pesantren Az-Zikra Cibadung, Pesantren An-Nur Darunnajah, Pesantren terpadu Darul Quran Mulia dan Pesantren Al-Inayah. Kegiatan pendidikan Islam di Pesantren ini tidak terganggu oleh kegiatan keagamaan/peribadatan di rumah ibadat non Muslim tersebut dan begitu juga sebaliknya. Ini mengindikasikan bahwa sikap saling menghormati, saling menghargai antarumat beragama masih terjaga dengan baik

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kecamatan Gunung Sindur

Sebelum FKUB terbentuk, Bakom PKB (Badan Komunikasi Penghayatan Kesatuan Bangsa) adalah badan yang bertugas melakukan pembinaan kerukunan antarumat beragama. Majelis Ulama Indonesia (MUI) kecamatan adalah salah satu mitra Bakom PKB di setiap daerah. Maka MUI Kecamatan Gunung Sindur telah menjalani tugas pembinaan terhadap antarumat beragama di Gunung Sindur sehingga pembauran antaretnis dan kerukunan antarumat beragama di wilayah tesebut sudah terjalin sejak lama.2

Selain itu, MUI kecamatan juga dilibatkan dalam pemeliharaan kerukunan dalam hari-hari besar keagamaan melalui sambutan yang disampaikan dalam acara tersebut. Seruan yang disampaikan tidak keluar adari kerangka kerununan antarumat beragama.

Selain dalam acara seremonial keagamaan, MUI kecamatan juga aktif melakukan pendekatan terhadap umat beragama, sehingga silahturahmi itu terwujud pada moment-moment belasungkawa. Misalnya: ada yang meninggal dari salah satu keluarga Muslim, maka tetangganya yang non Muslim ikut bertakziyah/melayat ke rumah duka dari keluarga Muslim tersebut.

2Wawancara dengan Ketua MUI Kecamatan Gunung Sindur, Bapak H. Royani pada 28 Februari 2018

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 127 16/12/2018 20:35:58Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

128

Menurut Ketua MUI kecamatan, pada moment-moment sukacita terlihat keakraban kehidupan antarumat bergama di Desa Pabuaran. Misalnya pada acara pernikahan umat konghucu. Seringkali para ustadz dipanggil untuk memanjatkan doa di rumah mempelai. Doanya para ustadz dianggap membawa berkah bagi mereka. Selain itu, ketika mereka mengadakan acararosulan (selamatan), maka mereka lebih memilih ustadz yang memotong hewan sembelihan. Uniknya juga di Kecamatan Gunung Sindur, terutama di Desa Pabuaran, letak antara rumah ibadat Mesjid, Gereja, litang dan Vihara hanya berjarak 200-500 M.

Penduduk Gunung Sindur dahulunya hanya Muslim (80 persen) dan Konghucu/Tionghoa (20 persen). Namun akibat perkembangan zaman, munculah pemeluk agama Buddha dan Kristen/Katolik. Mereka awalnya adalah umat konghucu yang melakukan kawin silang dengan penganut agama lain, sehingga salah satunya memilih agama pasangannya. Walaupun demikian, mreka tetap saling menghormati dan saling menghargai.

Kecamatan Gunung Sindur

Pada bulan November 2017, gubernur Provinsi Jawa Barat, Ahmad Heriyawan, melakukan kunjungan ke Desa Pabuaran Kecamatan Gunung Sindur. Kunjungan ini diistilahkan dengan Gubernur Ngamumule Lembur (GNL). Desa Pabuaran dicanangkan sebagai desa emas. Selain mempunyai potensi pemberdayaan ekonomi yang kuat, yaitu peternakan bebek, juga memiliki penduduk yang heterogen dalam hal etnis, suku dan agama. Menurut sekretaris camat Kecamatan Gunung Sindur, hal tersebut di apresiasi oleh Gubernur Jawa Barat Ahmad Heriyawan.3

Menurut sekretaris camat, Kehidupan antarumat beragama di Kecamatan Gunung Sindur cukup kondusif dan tidak pernah terjadi konflik yang bernuansa agama. Karena menurutnya, karakteristik masyarakat Kecamatan Gunung Sindur hampir sama

3Wawancara dengan sekretaris Kecamatan Gunung Sindur, Bapak Wawan Suriana pada tanggal 28 Februari 2018

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Ismail ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 128 16/12/2018 20:35:58Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

129

dengan masyarakat di wilayah Bogor Utara lainya, seperti; Bojong Gede, Tajur Halang, Kemang, Ranca Bungur, Ciseeng dan Parung, dimana masyarakatnya sangat menghargai perbedaan suku, agama dan RAS.

Walaupun demikian, kegiatan pembinaan terhadap masyarakat Gunung Sindur tetap dilakukan dalam 1 kali setahun. Pembinaan tersebut dalam bentuk pertemuan para tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda yang mewakili setiap desa yang ada di wilayah Kecamatan Gunung Sindur. Pertemuan para tokoh tersebut tidak hanya dalam acara pembinaan, lainnya, tapi juga dalam acara-acara lainnya, seperti perayaan 17 Agustus. Panitianya terdiri dari berbagai lintas agama, sehingga acara hiburannya pun menampilkan kesenian dari tradisi agamanya masing-masing. Seperti; umat Konghucu menampilkankesenian Barongsai, umat Muslim menampilkan kesenian rebana dan lainnya.

Kerukunan antarumat beragama di Desa Pabuaran Kecamatan Gunung Sindur merupakan aset daerah bahkan juga nasional yang kondisinya harus tetap di jaga. Karena sikap saling menghargai dan menghormati antarpemeluk agama merupakan modal utama dalam setiap pembangunan sumber daya manusia.

Desa Pabuaran Kecamatan Gunung Sindur Kerukunan antar dan intra umat beragama di Desa Pabuaran

berjalan dengan cukup bagus karena komunikasinya terjalin dengan baik. Selain komunikasi, silahturahmi antarumat beragama juga terjalin dengan cukup baik. Hal tersebut dapat dilihat acara-acara perayaan hari besar pada agama masing-masing. Ketika hari raya Idul Fitri, umat agama lain saling mengucapkan selamat dan berkunjung ke rumah tetangga yang beragama Islam. Begitu pula ketika Natal atau Perayaan hari besar keagamaan lainnya.4

4Wawancara dengan Kepala Desa pabuaran, Bapak Mad Aidin pada Tanggal 1 Maret 2018

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 129 16/12/2018 20:35:58Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

130

Filantropi keagamaan di Desa Pabuaran juga tergolong bagus. Misalnya; ketika umat Islam sedang membangun rumah ibadat baik Mesjid/Mushalla, umat dari agama lain ikut membantu, baik berupa materi ataupun imateri. Umat Islam pun demikian, tak jarang membagikan zakatnya kepada non Muslim yang kurang mampu. Umat Kristiani pun melakukan hal yang sama, sering memberi bantuan materi ke umat lain yang membutuhkan.

Perihal pendirian rumah ibadat, umat beragama di Desa Pabuaran sudah memahami dan menyadari aturan tersebut. Contohnya; ketika umat Hindu Sikh berkeinginan membangun rumah ibadat di Desa Pabuaran, masyarakat sekitar lahan yang akan dibangun rumah ibadat tersebut tidak berkeberatan, asalkan sudah melalui aturan yang berlaku walaupun umat Hindu Sikh Cuma beberapa orang saja yang tinggal di Desa Pabuaran. Menurut keterangan kepala desa, ketika penelitian ini berlangsung, proses perizinannya sudah sampai tingkat kabupaten. Pemerintahan desa tidak membenarkan peribadatan dilakukan di tempat yang di sewa untuk ritual ibadah, karena hal tersebut dapat mengganggu sikap keberagamaan umat yang lain.

Sikap toleransi antarumat beragama yang tercipta di Desa Pabuaran tak lepas dari kesadaran warganya akan pentingnya sikap saling menghormati dan saling menghargai. Peran para pengurus rumah ibadat dalam membuat suasana harmonis di sekitar rumah ibadat juga penting. Seperti peran Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) terhadap keberlangsungan aktifitas ritual agama umatnya. DKM harus mempunyai visi dan misi yang jelas, selain memakmurkan mesjid dengan sholat jamaah, pengajian rutin, aktifitas sosial dengan warga sekitar yang terdiri dari beragam agama juga harus menjadi bagian dari fungsi kemasjidan.

Kondisi kerukunan yang kondusif di Desa Pabuaran, ditambah dengan banyaknya rumah ibadat di desa tersebut berpotensi dikembangkan menjadi tujuan wisata religius. Hal tersebut

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Ismail ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 130 16/12/2018 20:35:58Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

131

menjadi agenda pengembangan potensi desa oleh kepala Desa Pabuaran, seiring dicanangkannya Desa Pabuaran sebagai desa emas oleh Gubernur Jawa Barat.

Gereja Kristen Indonesia (GKI) Serpong Cikoleang Umat Kristiani di Desa Pabuaran berasal dari hasil perkawinan

silang antara umat yang berbeda agama di desa tersebut. Kemudian berkembanglah agama kristen di Desa pabuaran.5 Pada umumnya umat Kristiani berasal dari iman arga masyarakt yang melakukan kawin silang (perkawinanetnis dan akidah yang berbeda namun ketika akad nikah sudah pada keyakinan yang sama).

Kondisi kerukunan antarumat beragama di Desa Pabuaran terjaga dengan baik karna masyarakat juga sudah cerdas memilih informasi yang beredar di masyarakat. Tak terkecuali dalil-dalil agama uang disampaikan para pendakwah di rumah ibadah masing-masing pemeluk agama. Kalau jamaah menganggap kontennya menyinggung perasaan umat beragama yang lain maka pendakwah/ustadz/rohaniawan tersebut tidakh di pakai laigi untuk mengisi acara keagamaan di Desa Pabuaran.

Jemaat kebaktian pada GKI Serpong Cikoleang, 70 persen berasal dari luar Desa Pabuaran sedangkan 30 persennya lagi berasal dari dalam desa. Walaupun mayoritas jamaahnya berasal dari luar Desa Pabuaran, namun belum pernah ada penolakan dari warga terhadap aktifitas kebaktian di GKI Serpong Cikoleang tersebut.

Gereja Gerakan Pantekosta Karmel (GGPK) Kerukunan antarumat beragama di Gunung Sindur telah

terjalin dengan baik sejak lama. Hal tersebut tampak ketika acara-acara besar nasional seperti 17 Agustus (hari kemerdekaan RI), pemilihan kepala desa dan lainnya. Pada acara17 Agustusan

5Wawancara dengan Pengurus GKI Serpong Cikoleang, Bapak Eron Sartana pada tanggal 10 Maret 2018

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 131 16/12/2018 20:35:58Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

132

misalnya, panitianya terdiri dari berbagai umat beragama yang ada di wilayah Gunung Sindur. Kesenian yang di tampilkan juga dari kesenian dalam agamanya masing-masing. Ada qasidah (Islam), Barongsai (Konghucu) dan lainnya. Sementara pemilihan kepala desa dilaksanakan dengan demokratis. Setiap anggota masyarakat bebas menentukan pilihannya secara obyektif, berdasarkan kepada kapabilitas dan integritas bukan karena faktor agamanya, sehingga aparat pemerintahan Desa Pabuaran terdiri dari berbagai lintas agama.6 Menariknya, pendeta Saut mengakui bahwa dia juga dari keturunan Muslim, dari pihak ibunya, bahkan berasal dari keluarga pesantren. Begitu pula pada keluarga Kristiani lainnya. Seperti Bapak Eko (pengurus GGPK) juga berasal dari keluarga Konghucu/Tionghoa. Kakak kandungnya sama pemnganut Kristiani namun beda denominasi, yaitu GKI Serpong Cikoleang, yang sama-sama berada di Desa Pabuaran.

Ikatan Kewargaan Umat Beragama di Desa Pabuaran Kerukunan antarumat beragama yang terjalin dengan

harmonis di Desa Pabuaran tak lepas dari faktor kekerabatan. Sebagimana data yang terdapat di Kator Desa bahwa pemeluk agama Islam di Desa Pabuaran (70 %), Katolik (2,5 %), Kristen (5,2 %), Hindu (0,10%), Buddha (2,1 %) dan Konghucu (20,2 %).

Warga asli Desa Pabuaran adalah Betawi (Muslim) dan Tionghoa (Konghucu). Muslim adalah pemeluk agama mayoritas dan konghucu adalah pemeluk agama terbesar kedua di Desa Pabuaran. Sejak zaman belanda etnis tionghoa sudah mendiami wilayah gunung sindur. Menurut informan peneliti dari etnis Tionghoa yang usianya sudah sepuh, mereka adalah etnis Tionghoa yang berbeda dari Etnis Tionghoa yang berada di daerah Kota (Jakarta Pusat). Jika etnis Tionghoa yang berada di daerah Kota masih bisa berbahasa mandarin dan tampilan wajahnya masih terlihat ras mongoloid (kulit putih, mata sipit).

6Wawancara dengan PendetaSaut P. Marbun Gereja Gerakan Pentakosta Karmel pada 10 maret 2018

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Ismail ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 132 16/12/2018 20:35:59Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

133

Sedangkan etnis Tionghoa yang ada di wilayah Desa Pabuaran Gunung Sindur rata-rata berkulit sawo matang dan mata tidak sipit, seperti orang pribumi pada umumnya dan mereka juga tida bisa berbahasa mandarin lagi. Oleh karena itu, proses pembauran antara orang Islam dan Konghucu seringkali terjadi lewat peristiwa perkawinan. Banyak warga Islam Pribumi kawin dengan Tionghoa, sehingga ketuurunannya banyak juga yang menganut agama yang berbeda dengan kedua orang tuanya.

Contoh kasus adalah Ketua RW 02 Desa Pabuaran Murtasi’ah. Beliau menikah dengan wanita keturunan Tionghoa/Konghucu. Sebelum akad nikah, calon istri masuk agama Islam dengan proses STRU (muallaf mandi kembang dibantu amil/istri amil) dan kemudian di bimbing membaca 2 kalimat syahadat. BaMurtasiah dan keluarganya suami adalah Muslim, lain halnya dengan istrinya. Keluarga dari mertua Murtasiah juga pemeluk agama yang berbeda beda. Bapak mertua laki-laki bernama Mun’it beragama Konghucu, sedangkan mertua perempuan bernama Kanih, awalnya Muslim namun ketika nikah dengan Mun’it, Kanih pindah agama menjadi Konghucu. Anak dari pasangan Mun’it dan Kanih berjumlah 10 orang. 4 orang laki-laki, sedangkan 6 orang perempuan. Kesepuluh anak tersebut bernama Kijon, Lenih, Marcel, Hariyanto, Lenah, Santih, Desi, Ungkai, Motih dan Linda.

Dari kesepuluh anak pasangan Mun’it dan Kanih tersebut yang beragama Islam 3 orang (Kijon, Lenih dan Marcel). Sedangkan yang memeluk agama Kristen 4 orang (Hariyanto, Lenah, Santih dan Desi). Lalu yang memeluk agama Konghucu berjumlah 3 orang (Ungkai, Motih dan Linda). Rata-rata yang beragama Islam dan Kristen adalah akibat dari perkawinan. Mereka pindah agama ketika akan menikah dengan pasangannnya.

Bagi Mun’it, pindah agama (konversi) menjadi Islam, Kristen atau tetap pemeluk agama Konghucu adalah sebuah pilihan dan bagi dia tidak masalah selama mereka dapat hidup rukun dan bahagia. Dalam agama Konghucu pun tidak ada larangan mereka menikah dengan beda agama dan tidak ada sanksi agama

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 133 16/12/2018 20:35:59Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

134

di dalamnya, sehingga bagi pemeluk agama Konghucu dapat memilih agama yang diyakini kemudian kebenarannya. Namun ada juga yang pindah agama sebelum menikah, seperti Santih dan Desi. Mereka berdua pindah agama ketika mereka masih muda. Tapi lain halnya dengan Hariyanto. Dia memilih agama Kristen setelah dia memiliki anak.

Keluarga yang keturunannya menganut agama yang berbeda-beda tidak saja dialami oleh Mun’it. Keluarga Andi Wijaya (Ketua Makin Desa Pabuaran Kampung Cikoleang) juga mengalaminya. Bapaknya bernama Garnadi pemeluk agama Konghucu/Tionghoa, sedangkan ibunya bernama Ashadijah seorang Muslimah. Namun setelah mereka menikah, Ashadijah pindah agama ke Konghucu dan terakhir pindah lagi ke Kristen. Pasangan Garnadi dan Ashadijah mempunyai anak berjumlah 10 orang. Anak yang menganut agama Islam ada 3 orang (Mulyati, Parta dan Cong ang), yang menganut agama Kristen 2 orang (Idawati dan Wawah). Sedangkan yang menganut agama Konghucu 5 orang (Ana Suryana, Gunyati, Andi Wijaya, Eni Wijaya dan Aan Sukri).

Menurut Andi Wijaya, setiap hari besar keagamaan, mereka berkumpul untuk silahturahmi. Saat hari raya idul fitri, saudara-saudara dari Kristen dan Konghucu datang ke rumah saudara Muslim untuk mengucapkan selamat hari raya. Begitu pula bagi saudara Kristen dan Konghucu. Ketika Natal tiba, saudara Muslim dan Konghucu datang ke rumah saudara Kristen untuk mengucapkan selamat Natal. Peristiwa Perkawinan “Silang” tersebut bukan dua atau tiga keluarga saja yang mengalami. Banyak keluarga di Desa pabuaran Kecamatan Gunung Sindur yang melakukannya dan pada akhirnya akibat dari kawin “silang” tersebut maka banyak muncul hubungan kekerabatan yang berbeda-beda agama.

Perkawinan “silang” tersebut bukan terjadi pada akhir-akhir ini saja, namun sudah terjadi pada puluhan tahun yang lalu. Interaksi umat Islam dan Konghucu sudah terjalin sangat baik,

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Ismail ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 134 16/12/2018 20:35:59Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

135

apalagi semakin kuat ketika terjadi perkawinan “silang”. Pada akhirnya kerukunan antarumat beragama di Desa Pabuaran Kecamatan Gunung Sindur diikat dengan ikatan kekerabatan. Antarwarga Desa Pabuaran yang berbeda agama secara tidak langsung diikat juga dengan ikatan kekerabatan tersebut karena peristiwa perkawinan “silang”.

Peran Asosiasi Keagamaan di Desa Pabuaran Kerukunan antarumat beragama di Desa Pabuaran tidak

lepas dari peranan semua stakeholders. Tokoh agama, tokoh masyarakat, aparatur desa dan juga karang taruna. Karang taruna Desa Pabuaran diisi oleh para pemuda yang berasal dari lintas etnis dan agama.

Eksistensi karang taruna menjadi penting bagi pemerintahan desa. Karang taruna selalu mengambil bagian pada hari-hari besar nasional. Hari kemerdekaan 17 Agustus dirayakan dengan berbagai lomba. Para pemuda yang terdiri dari beragam agama tersebut urun rembuk dalam kepanitiaan. Acara-acara yang ditampilkan selain lomba-lomba, kesenian bernuansa religius juga ditampilkan sebagai bagian dari pentas seni dan hiburan.

Asosiasi keagamaan yang dibentuk oleh masyarakat Desa Pabuaran untuk menjaga dan memelihara kerukunan umat beragama belum ada. Namun keberadaan karang taruna Desa Pabuaran secara tidak langsung memegang peranan mempererat jalinan kerukunan antarumat beragama di Desa Pabuaran.

Namun, asosiasi keagamaan di tingkat kecamatan dibentuk oleh penyuluh agama Islam fungsional, Bapak Pathoni (Ketua) dan beberapa pengurus dari agama lainnya. Asosiasi ini bernama Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB). Tujuan pembentukan asosiasi atau forum ini adalah sebagai media komunikasi antarumat beragama yang berada di wilayah Kecamatan Gunung Sindur. Karena wadahnya belum lama terbentuk, kegiatannya pun belum terealisasi dalam bentuk program kerja.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 135 16/12/2018 20:35:59Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

136

Analisa Hasil PenelitianMenurut Ashutosh Varshney, konflik bernuansa agama yang

terjadi di India itu akibat dari lemahnya jaringan kewargaan interkomunal. Jaringan terjadi dalam dua bentuk yaitu asosiasional dan keseharian. Bentuk pertama dapat berupa asosiasi bisnis, organisasi profesi, klub pembaca, klub penggemar film, klub olah raga, organisasi perayaan, serikat buruh dan partai politik berbasis kader (Varshney, 4).

Ikatan kedua bentuk tersebut dapat mendorong terwujudnya kedamaian. Sebaliknya, apabila kedua bentuk ikatan tersebut lemah maka ruang bagi munculnya kekerasan komunal semakin terbuka. Namun menurut Varshney, dalam kasus konflik komunal di India, ikatan asosiasional terbukti lebih kuat daripada ikatan keseharian.

Kerukunan antarumat beragama di Desa Pabuaran Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor relatif harmonis. Kondisi damai ini sudah berjalan sejak lama, ketika pribumi Betawi (Islam) dan Tionghoa (Konghucu) menempati wilayah ini. Seiring waktu, perkembangan penduduk terus bertambah seiring peristiwa perkawinan dan pada akhirnya melahirkan banyak keturunan.

Keturunan yang lahir dari hasil perkawinan tersebut tidak saja terjadi karena perkawinan se-etnis, bahkan perkawinan “silang” pun banyak dilakukan oleh masyarakat Desa Pabuaran. Orang Islam nikah dengan orang Konghucu banyak terjadi, begitu pula sebaliknya. Perkawinan “silang” menyisakan problem keagamaan. Salah satu pasangan sudah dipastikan mengikuti agama pasangannya, bisa masuk Islam atau pindah ke Konghucu (konversi agama).

Begitu pula kawin “silang” antara orang Kristen dengan penganut agama Konghucu. Salah satu pasangannya dipastikan mengikuti agama pasangannya yang lain. Ada juga pasangan “silang” Kristen dengan Islam namun jumlah kasusnya hanya beberapa orang.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Ismail ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 136 16/12/2018 20:36:00Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

137

Akibat dari perkawinan “silang” ini, melahirkan keturunan yang menganut agama berbeda dari orang tuanya. Keunikan ini bukan hanya dua atau tiga keluarga saja yang mengalaminya namun banyak keluarga yang kondisinya seperti ini di Desa Pabuaran. Perkawinan “silang” memunculkan banyak kekerabatan yang berbeda agama, sehingga kerukunan di Desa Pabuaran dapat berjalan dengan cukup bagus karena di antara mereka masih ada hubungan kekerabatan.

Hubungan antarwarga juga diikat dengan ikatan kewargaan yang terdiri dari hubungan kekerabatan yang kuat. Rumpun-rumpun keluarga yang kecil-kecil yang berasal dari banyak rumahtangga yang sama atau berbeda etnis dan agama berasal dari rumpun keluarga yang besar, sehingga antara umat Islam, Katolik, Kristen, Buddha, dan Konghucu memiliki ikatan emosional yang baik.

Asosiasi kewargaan di Desa Pabuaran yang secara khusus menjalankan program kerukunan antarumat beragama belum ada kecuali karang taruna yang diisi oleh pemuda-pemudi lintas agama. Namun di tingkat kecamatan, ada asosiasi yang di bentuk oleh beberapa orang tokoh agama, yaitu Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB), yang di ketuai oleh Penyuluh Agama Islam Fungsional, Bapak H. Pathoni dan beberapa rekan dari lintas agama.

Merujuk pada teori Varshney tentang jaringan kewargaan interkomunal, masyarakat Desa Pabuaran yang terdiri dari beragam agama dan beberapa etnis mempunyai ikatan kewargaan interkomunal yang kuat. Latar belakang agama dan etnis menjadi faktor pendukung harmonisnya kerukunan antarumat beragama di desa tersebut. “kawin silang” secara tidak langsung menguat ikatan kekerabatan di antara mereka sehingga pada level kewargaan ikatan tersebut tetap kokoh. Pada kasus Desa Pabuaran, ikatan asosiasional tidak mengambil peran yang dominan. Keberadaanya sebagai pelengkap saja.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 137 16/12/2018 20:36:00Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

138

Kesimpulan dan RekomendasiKesimpulan

Kerukunan antarumat beragama di Desa Pabuaran Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor berjalan harmonis. Hal tersebut karna jaringan kewargaan interkomunal yang berjalan dengan baik. Ikatan kewargaan lebih dominan dalam memeliharan kerukunan antarumat beragama daripada ikatan asosiasional.

Warga Desa Pabuaran yang terdiri dari beragam agama dan sejumlah etnis diikat dengan ikatan kekerabatan yang berasal dari “kawin silang” antaretnis dan pemeluk agama. Konversi agama terjadi namun tidak mengurangi kerukunan antarumat beragama di antara mereka.

Hubungan antarwarga juga diikat dengan ikatan kewargaan yang terdiri dari hubungan kekerabatan yang kuat. Rumpun-rumpun keluarga yang kecil-kecil yang berasal dari banyak rumahtangga yang sama atau berbeda etnis dan agama berasal dari rumpun keluarga yang besar, sehingga antara umat Islam, Katolik, Kristen, Buddha, dan Konghucu memiliki ikatan emosional yang baik.

Ikatan kewargaan yang terjalin antarumat beragama di Desa Pabuaran mengalahkan ikatan asosiasional. Ikatan asosiasional yang terbentuk sementara ini adalah Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) tingkat kecamatan namun asosiasi ini pun belum terlihat jelas eksistensi dan implementasi program kerjanya.

Asosiasi yang berada di tingkat desa adalah karang taruna. Karang taruna ini pun tidak secara khusus menangani kerukunan interkomunal di Desa Pabuaran hanya menjadi bagian dari pemerintah desa yang menaungi pemuda-pemudi di desa tersebut walaupun didalamnya terdiri dari personal lintas agama.

Rekomendasi

Kementerian Agama RI c.q. Direktorat Penerangan Agama Islam (PENAIS) harus mendorong para penyuluh agama

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Ismail ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 138 16/12/2018 20:36:00Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

139

fungsionalnya dan penyuluh Non PNS lebih aktif untuk menyelenggarakan program kerukunan antarumat beragama di wilayah-wilayah heterogen dan berpotensi konflik. Namun di wilayah yang rukun kehidupan antarumat beragamanya dapat dijadikan model pengembangan kepenyuluhan pada wilayah lain di Indonesia.

Selain Direktorat Penais, Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama RI, dapat memberi apresiasi pada Desa Pabuaran ini dalam bentuk kerjasama program kerukunan. Kementerian Agama Kabupaten Bogor, FKUB Kabupaten Bogor, KUA Kecamatan Gunung Sindur berkolaborasi meningkatkan aktifitas kerukunan antarumat beragama dan memfasilitasi keperluan administrasi pengurusan izin pendirian rumah ibadat di Desa Pabuaran ini yang belum di terealisasi sampai saat ini.

Ucapan Terima Kasih Penulis ingin terima kasih kepada pihak-pihak yang telah

membantu penelitian ini, yaitu: Kepala Balai Litbang Agama Jakarta, Kementerian Agama Kabupaten Bogor, Kesbangpol Kabupaten Bogor, BPS Kabupaten Bogor, KUA Kecamatan Gunung Sindur, Kecamatan Gunung Sindur, MUI Gunung Sindur, Kepala Desa Pabuaran, Ketua RW 02 Desa Pabuaran, Ketuan Makin Desa Pabuaran dan pihak-pihak lainnya yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu hingga tersusunnya tulisan ini.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 139 16/12/2018 20:36:00Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

140

Daftar PustakaBuku

Ali, Yusuf Faisal. 2017. “Upaya Tokoh Agama dalam Mengembangkan Sikap Toleransi Antarumat Beragama: Studi Kasus Desa Sindangjaya Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur”. Untirta Civic Education Journal. Vol.2. No.1. April 2017.

Azhari, Subhi. 2014. Laporan Tahunan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan dan Intoleransi. Jakarta: The Wahid Institute

Bogdan, Steven J dan Taylor. 1992. Metodologi Penelitian Kualitatif, Suatu Pendekatan Fenomenologis Terhadap Ilmu-Ilmu Sosial. (Terj) Arif Furkhan. Surabaya: Usaha Nasional.

Horton, Paul B dan Chester L, Hunt. 1999. Sosiologi (alih bahasa) Aminuddin Ram, Tita Sobari. Jakarta: Erlangga.

Halili. 2016. Politik Harapan Minim Pembuktian; Laporan Kondisi Kebebasan Beragama/Berkeyakinan di Indonesia. Jakarta: Pustaka Masyarakat Setara.

Lubis, Ridwan. 2017. Agama dan Perdamaian; Landasan, Tujuan dan Realitas Kehidupan Beragama di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Mulyana, Dedy. 2002. Metode Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Remaja Rosdakraya.

Pieris, John. 2004. Tragedi Maluku: Sebuah Krisis Peradaban. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Pamungkas, Cahyo. 2017. Mereka yang Terusir; Studi tentang Ketahanan Sosial Pengungsi Ahamadiyah dan Syiah di Indonesia. Jakarta: Pustaka Obor Indonesia.

Suseno, Franz Magnis. 2003. Agama dalam Dialog; Pencerahan, Perdamaian dan Masa Depan. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

Snyder, Jack. 2000. From Voting to Violence: Democratization and Nasionalist Conflicts. London: W.W Norton & Co.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Ismail ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 140 16/12/2018 20:36:00Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

141

Syam, Nur. 2009. Tantangan Multikulturalisme Indonesia. Yogyakarta: Kanisius.

Ulum, Raudatul dan Budiyono (Ed). 2016. Survei Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015. Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan.

Varshney, Ashutosh. 2002. Ethnic Confict and Civic Life: Hindus and Muslims in India. (Terj) “Konflik Etnis dan Peran Masyarakat Sipil: Pengalaman India”. New Haven & London: Yale University Press.

Windu, I Marsana. 1992. Kekuatan dan Kekerasan Menurut John Galtung. Yogyakarta: Kanisius.

Yewangoe, Andreas Anangguru. 2009. Agama dan Kerukunan. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Yusuf, Angga Syaripudin. 2014. “Kerukunan Umat Beragama antara Islam, Kristen dan Sunda Wiwitan: Studi Kasus di Desa Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan Jawa Barat”. Skripsi. Jakarta: UIN Jakarta.

Internet

https://www2.Kementerian Agama.go.id/berita/470394/indeks-kerukunan-umat-beragama-2016-naik. Diakses pada 3 Februari 2018.

h t t p s : / / w w w . h r w . o r g / s i t e s / d e f a u l t / f i l e s / r e p o r t s /indonesia0213baForUpload.pdf). Diakses pada 3 Februari 2018.

Wawancara

Wawancara dengan Bapak Sohudin, Kepala KUA Kecamatan Gunung Sindur pada tanggal 27 Februari 2018.

Wawancara dengan Ketua MUI Kecamatan Gunung Sindur, H.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 141 16/12/2018 20:36:01Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

142

Royani pada 28 Februari 2018.

Wawancara dengan Sekretaris Kecamatan Gunung Sindur, Wawan Suriana pada tanggal 28 Februari 2018.

Wawancara dengan Kepala Desa Pabuaran, Mad Aidin pada Tanggal 1 Maret 2018.

Wawancara dengan Pengurus GKI Serpong Cikoleang, Eron Sartana pada tanggal 10 Maret 2018.

Wawancara dengan Pendeta Saut P. Marbun Gereja Gerakan Pentakosta Karmel pada 10 Maret 2018.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Ismail ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 142 16/12/2018 20:36:01Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

143

PERAN PEMERINTAH DAERAH, FKUB DAN TOKOH AGAMA DALAM MENJAGA KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

DI RT 01 RW 17 KELURAHAN KARANGMEKAR, KECAMATAN CIMAHI TENGAH, Kota Cimahi

PROVINSI JAWA BARATOleh: Novi Dwi Nugroho

Sejarah CimahiCimahi merupakan wilayah yang dahulunya merupakan

bagian dari Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Pada 29 Januari 1976, statusnya menjadi kota administratif pertama di provinsi tersebut. Kemudian mekar menjadi kota dengan pemerintahan sendiri pada 21 Juni 2001. Kota yang hanya memiliki tiga kecamatan ini nyatanya memiliki sejarah penting pada zaman penjajahan Belanda. Hingga sekarang, Cimahi dikenal dengan sebutan kota tentara. Dengan banyaknya pusat pendidikan tentara dan fasilitas kemiliteran lainnya hingga sekitar 60 persen dari luas wilayah.

Cimahi yang dikenal sebagai kota “hijau” alias kota tentara, tidak lepas dari sejarah pada zaman kolonial Belanda, merunut pada sejarah berdirinya kawasan militer di Cimahi tidak lepas dari zaman pemerintahan Herman Willem Daendels (1808-1811) yang mulai menyadari bahwa pertahanan militer di Jawa kerap menjadi masalah tersendiri bagi penguasa Belanda pada masa itu. Memang, militer waktu itu dikonsentrasikan di daerah pantai, seperti Batavia, Surabaya, dan Semarang. Namun, kehadiran militer yang terkonsentrasi di kawasan pantai itu selalu saja sering dipatahkan musuh. Contohnya, pada armada pasukan

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 143 16/12/2018 20:36:01Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

144

Inggris yang dipimpin Lord Minto pada 4 Agustus 1811, dapat mematahkan pertahanan Belanda yang ada di kawasan pantai.

Para pembesar Belanda kemudian merencanakan membuat pangkalan militer di daerah pedalaman yang jauh dari sisi pantai. Syarat lainnya, lokasinya tidak jauh dari pusat pemerinahan Belanda di Batavia. Maka, pada tahun 1896, Cimahi dijadikan pilihan sebagai pusat militer Belanda. Alasannya, berdasarkan geografis, Cimahi dekat dengan jalur kereta api maupun jalan raya. Cimahi berdekatan dengan akses jalan raya dan rel yang ada di Bandung, Cikampek, Padalarang, dan arah Cianjur serta Bogor, Cimahi juga dekat dengan pangkalan militer udara di Andir, Bandung (http://www.wisatabdg.com/2013/03/sejarah-cimahi-sebagai-pusat-militer.html, diunduh 16-03-2018).

Ketua Tjimahi Heritage, Machmud Mubaraq mengungkapkan berdasarkan penyusuran yang menghadirkan saksi sejarah itu terungkap hingga kini masih terdapat keturunan dan peninggalan orang Belanda dan Jerman di Kaum Cimahi. Keturunan mereka sebagian masih menempati rumah-rumah di sekitar kaum. Beberapa keturunan asli Belanda pun masih mendiami rumah-rumah bergaya arsitektur Belanda yang tetap dipertahankan http://www.republika. co. id/ berita /selarung /tuturan /16 /07 /30 /ob2jtj-menyusuri-sepenggal-kaum-cimahi-tempo-dulu diunduh 16-03-2018).

Sekilas Kelurahan Karangmekar

Kelurahan Karangmekar merupakan salah satu kelurahan yang ada di kecamatan Cimahi Tengah Kota Cimahi. Terletak di pusat kota, sehingga kelurahan Karangmekar menjadi sentra strategis pusat ekonomi, perbankan, perdagangan, perkantoran, pendidikan, pemerintahan serta pendidikan militer.Secara administrasi kelurahan Karangmekar terdiri dari 75 RT dan 17 RW, dengan total penduduk 14.868 jiwa (Profil kelurahan Karangmekar: 2017).

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Novi Dwi Nugroho ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 144 16/12/2018 20:36:01Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

145

Batas wilayah Kelurahan Karangmekar adalah: sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Cibabat, sebelah utara dengan Kelurahan Cimahi, sebelah selatan dengan Kelurahan Baros, dan sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Setiamanah

Tabel 1. Jumlah Penduduk Kelurahan KarangmekarBerdasarkan Kategori Usia dan Jenis Kelamin Tahun 2017

No Kategori Usia Laki-Laki Perempuan Jumlah

1 5 Tahun < 306 348 654

2 5-7 Tahun 224 221 445

3 7-13 Tahun 744 704 1448

4 13-16 Tahun 389 417 806

5 16-19 Tahun 404 400 804

6 19-23 Tahun 520 479 999

7 23-30 Tahun 777 764 1.541

8 30-40 Tahun 1.195 1.173 2.368

9 40-56 Tahun 1.750 1.832 3.582

10 56-65 Tahun 580 598 1.178

11 65-75 Tahun 208 345 653

12 75 Tahun > 159 231 390

Jumlah 7.538 7.512 14.868

Sumber: Kelurahan Karangmekar

Tabel 2. Data Penduduk Berdasarkan AgamaKelurahan Karangmekar Tahun 2017

No Agama Jiwa

1 Islam 13.307 2 Kristen 590

3 Katolik 845

4 Hindu 17

5 Buddha 107

6 Khonghucu 1

7 Lainnya/Kepercayaan 1 Jumlah 14.686

Sumber: Kelurahan Karangmekar

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 145 16/12/2018 20:36:01Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

146

Tabel 3. Data Etnis di Kelurahan Karangmekar Tahun 2017

No Etnis Jumlah

1 Sunda 8.651

2 Jawa 4.125

3 Batak 508

4 Cina 584

5 Padang 374

6 Cirebon 211

7 Madura 172

8 Makasar 43

9 Ambon 43

10 Minahasa/Manado 42

11 Lampung 38

12 Bali 16

13 Jambi 13

14 Dayak/Kalimantan 11

15 Banjar 10

16 Bugis 7

17 Kupang 7

18 Timor 4

19 Ternate 2

20 Flores 2

21 Papua 2

22 Eropa 3

Jumlah Total 14.868

Sumber: Kelurahan Karangmekar

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Novi Dwi Nugroho ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 146 16/12/2018 20:36:02Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

147

Tabel 4. Data Masjid Kelurahan Karangmekar 2017

No Nama Masjid Alamat RW

1 Masjid Jami Al- Jihad Jl. Gandawijaya Gang Rangsom 01

2 Masjid Sa’aran Jl. Gandawijaya Gang Saaran 02

3 Masjid Jami Al-Huda Jl. Lurah Gang Dwikora 03

4 Masjid Jami At- Tajudin Jl. H. Tajudin 04

5 MasjidJami Siti Aminah Jl. Leuwigoong Gang Leuwigoong 05

6 Masjid Jami At-Taqwa Jl. Leuwigoong Gang Sukawarna 06

7 Masjid Jmai Nurul Iman Jl. Panday Gang Radar 07

8 Masjid Nurul Hasan Kampung Kalidam 08

9 Masjid At-Taqwa Kampung Kalidam 10

10 Masjid Jami Mathlaul Anwar Kodim 0609 11

11 Masjid Jami Ar-Rahman Komplek Microwave 12

12 Masjid Jami Al-Ikhlas Asrama Yon Zipur 13

13 Masjid Jami Hidayatullah Swadaya Pusdikpal 14

14 Masjid Jami Mutiara Komplek Taman Mutiara 16

15 Masjid Assalam Jl. Lurah Gang Assalam 17

16 Masjid Nur Al-Ikhlas Jl. Simpang Gang Simpang 15

Sumber: Kelurahan Karangmekar

Tabel 5. Data Gereja Kelurahan Karangmekar 2017

No Nama Gereja Alamat RW

1 Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh Jl. Kebon Kembang 02

2 Gereja Kristen Pasundan Jl. Gatot Subroto 03

3 Gereja Katolik Agustinus Jl. Gatot Subroto 03

4 Gereja Sidang Jemaat Allah Jl. Gatot Subroto 03

5 Gereja Sidang Jemaat Kristus Jl. Gatot Subroto 05

6 Gereja HKBP Jl. Lurah 17

7 Gereja GKPI Jl. Lurah Gang Assalam 17

8 Gereja Baptis Indonesia Anugerah Jl. Lurah Gang Karya Mekar 17

Sumber: Kelurahan Karangmekar

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 147 16/12/2018 20:36:02Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

148

Tabel 6. Data Pura Kelurahan Karangmekar 2017

No Nama Pura Alamat RW

1 Pura Wira Loka Natha Jl. Sriwijaya 01

Sumber: Kelurahan Karangmekar

Demografi RT 01 RW 17 Kelurahan Karangmekar

Mayoritas penduduk di RT 01 RW 17 beragama Muslim, dengan komposisi penganutIslam sebanyak 136 jiwa, Kristen 6 jiwa, Katolik 15 jiwa dan penganut kepercayaan 1 orang(data Kelurahan Karangmekar). Dengan komposisi penduduk seperti itu di RT 01 RW 17 Kelurahan Karangmekar, terdapat empat rumah ibadat, yaitu: Masjid Assalam, Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI), Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dan Gereja Baptis Anugerah Indonesia (GBAI). Dari keempat rumah ibadat tersebut lokasinya sangat berdekatan di tengah-tengah pemukiman penduduk, bahkan antara Masjid Assalam dengan Gereja GKPI dipisahkan oleh gang kecil sehingga atap dari kedua rumah ibadat ini saling menempel atau tumpang tindih. Menurut tokoh masyarakat saudara Asep Budi yang kebetulan menjabat sebagai ketua RW 17 bahwa keberadaan rumah ibadat yang ada di RT 01 RW 17 sudah berdiri sejak lama, seperti Gereja HKBP berdiri tahun 1957, Gereja GKPI berdiri tahun 1965, Masjid Assalam berdiri tahun 1964 dan yang terakhir Gereja Baptis Anugerah Indonesia (GBAI) berdiri tahun 1992.Untuk jemaat dari ketiga gereja tersebut bukanlah berasal dari penduduk RT 01 RW 17 tetapi berasal dari luar kelurahan Karangmekar bahkan ada yang dari luar Kota Cimahi seperti dari Kabupaten Bandung Barat dan kota Bandung (wawancara dengan ketua RW 17 Asep Budi, 05-03-2018).

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Novi Dwi Nugroho ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 148 16/12/2018 20:36:02Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

149

Peran Pemerintah Kota Cimahi dalam Membina Kerukunan Umat Beragama

Salah satu sumber pembiayaan kegiatan FKUB Kota Cimahi bersumber dari APBD Kota Cimahi, yang ditempelkan pada kegiatan Kesbangpol Kota Cimahi. Pada tahun anggaran 2017 dana yang di alokasikan untuk kegiatan terkait kerukunan umat beragama di Kota Cimahi sebesar Rp. 256.900.000 (dua ratus limapuluh enam juta sembilan ratus ribu rupiah), sedangkan pada tahun anggaran 2018 sebesar Rp. 183. 283.000 (seratus delapan pulih tiga juta dua ratus delapan puluh tiga rupiah). Jenis kegiatannya antara lain fasilitasi FKUB, antara lain mengutus perwakilan FKUB Kota Cimahi untuk mengikuti kegiatan Forum Komunikasi dan kerjasama antarumat beragama provinsi Jawa Barat yang dilaksanakan di kabupaten Tasikmalaya pada tanggal 23- 24 Agustus 2017. Kemudian melakukan study banding ke Pemkot dan FKUB kota Bukit Tinggi, tujuan dari kegiatan ini adalah pengembangan wawasan Forum Kerukunan Umat Beragama. Kegiatan ini dilaksanakan tanggal 16 – 18 November 2017.

Kegiatan yang lain adalah sosialisasi Aliran kepercayaan dan keagamaan, kegiatan ini dilaksanakan dengan menggandeng Bakorpakem Kota Cimahi untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait aliran-aliran kepercayaan yang telah mendapat label sesat oleh MUI agar masyarakat mewaspadainya. Kemudian melakukan kegiatan seminar terkait rektualisasi nilai-nilai kebangsaan dengan melibatkan semuan unsur, tokoh masyarakat,tokoh pemuda dan tokoh agama yang ada di Kota Cimahi agar memberikan pemahaman kepada umat yang dipimpinnya terkait nilai-nilai kebangsaaan seperti cinta tanah air, menjaga keutuhan NKRI serta yang paling penting sebagai umat beragama adalah menjaga kerukunan intern umat beragama, antarumat beragama serta umat beragama dengan pemerintah (wawancara dengan Kepala Kesbangpol Kota Cimahi Drs. H. Totong Solehudin, M. Si., 14-02-2018).

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 149 16/12/2018 20:36:03Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

150

Di samping itu, dalam rangka hari amal bhakti Kementerian Agama, pada tanggal 10 Januari 2018, Kementerian Agama Kota Cimahi bekerjasama dengan Pemerintah Kota Cimahi mengadakan gerak jalan kerukunan antarumat beragama yang diikuti oleh lima ribu lima ratus warga Kota Cimahi dari berbagai kalangan dan agama, kegiatan ini bertujuan untuk menciptakan kerukunan antarumat beragama di Kota Cimahi agar semakin rukun dan dapat hidup saling berdampingan, kita ketahui bahwa Cimahi merupakan kota dengan tingkat heterogen masyarakatnya yang cukup tinggi, sehingga dengan keberagaman yang ada diharapkan kerukunan antaranggota masyarakat bisa terjalin dengan baik melalui kegiatan-kegiatan yang positif, seperti kegiatan gerak jalan kerukunan (wawancara dengan Kepala Kesbangpol Kota Cimahi Drs. H. Totong Solehudin, M. Si., 14-02-2018).

Peran Kementerian Agama Kota Cimahi dalam Membina Kerukunan Umat Beragama

Peran Kementerian Agama Kota Cimahi dalam menjaga kerukunan umat beragama di kelurahan Karangmekar adalah disamping menerjunkan para penyuluh baik yang fungsional maupun honorer untuk memberikan pemahaman-pemahaman terkait kehidupan antarumat beragama kepada masyarakat Karangmekar yang memang heterogen dilihat dari suku, agama, etnis. Seperti diketahui Kelurahan Karangmekar merupakan kelurahan yang terletak dipusat kota sehingga masyarakatnya berasal dari berbagai daerah yang ada di Indonesia. Disamping ituSesuai dengan Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Nomor: 22 Tahun 2016 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyaluran Bantuan Pemerintah Dalam Program Kerukunan Umat Beragama Pada Sekretariat Jenderal, Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi, Dan Kementerian Agama Kabupaten/Kota, dana yang dialokasikan oleh Kementerian Agama Kota Cimahi untuk FKUB Kota Cimahi adalah sebesar Rp. 40.000.000 (empat puluh juta

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Novi Dwi Nugroho ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 150 16/12/2018 20:36:03Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

151

rupiah) setiap tahunnya, dana tersebut untuk biaya operasional FKUB dan kegiatan penunjang lainnya seperti, honor pengurus FKUB selama satu tahun, pengganti Transport, konsumsi rapat-rapat, Sosialisasi dan Kesekretariatan serta pembinaan desa sadar kerukunan.

Selain itu Kementerian Agama Kota Cimahi dalam rangka pembinaan kerukunan antarumat beragama di Kota Cimahi bekerjasama dengan FKUB Kota Cimahi, melakukan kegiatan yang disebut “Safari Kerukunan”. Kegiatan ini dilakkan dengan mengunjungi ke semua rumah ibadat yang ada di Kota Cimahi, dialog dengan tokoh agama serta para jamaahnya. Kegiatan ini bertujuan di samping untuk menjalin silaturahmi, juga untuk mendengar aspirasi dan masukan dari tokoh agama serta masyarakat. Dengan komunikasi yang baik diharapkan bisa dengan cepat mengatasi permasalahan-permasalahan terkait dengan kehidupan keagamaan yang ada di Kota Cimahi. Dalam acara safari kerukunan tersebut Kepala Kementerian Agama Kota Cimahi memberikan nomor hand phone kepada masyarakat, sehingga apabila ada permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan keagamaan ataupun ada usul masukan dari masyarakat dapat mudah dan cepat dapat disampaikan (wawancara dengan Kepala Kementerian Agama Kota Cimahi, Dr. Cece Hidayat, M. Si, 27-02-2018).

Seperti pada pertengahan Februari 2018 ada informasi melalui media WhatsApp dari salah seorang warga masyarakat ibu Pepi yang berdomisili di RT 01 RW 17 bahwa ada rumah tetangga beliau (samping rumah persis) yang dibeli oleh seorang pendeta yang bernama Fatenaso Harefa rumah tersebut dipugar dan rencananya akan dibuat sekolah PAUD Kristen Harum Mulya Indonesia. Pembangunan kembali rumah tersebut untuk dijadikan sekolah PAUD oleh pendeta Fatenaso Harefa berpegang pada sudah adanya persetujuan dari 10 kepala keluarga yang yang ada disekitar pembangunan PAUD tersebut dan sudah dapat surat pengantar dari RT dan RW setempat.Tetapi setelah

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 151 16/12/2018 20:36:03Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

152

diselidiki dan diperdalam lagi bahwa yang memberi persetujuan tersebut adalah warga yang agak jauh dari lokasi pembangunan yang rencananya akan dijadikan PAUD tersebut dan ternyata dalam mencari persetujuan warga tersebut menggunakan uang pelicin. Mengetahui kejadian tersebut Ibu Pepi langsung menginformasikan ke Kepala Kementerian Agama melalui media WhatssApp, dan saat itu juga langsung direspon oleh Kepala Kementerian Agama Kota Cimahi dengan menerjunkan Penyuluh Agama Islam yang sekaligus sekretaris FKUB Kota Cimahi saudara Yana Permana ke lokasi pembangunan PAUD tersebut yang terletak di RT 01 RW 17 Kelurahan Karangmekar.Saudara Yana Permana langsung berkordinasi dengan Lurah Karangmekar dan langsung meninjau lokasi bangunan tersebut dan menyarankan kepada Pendeta Fatenaso Harefa untuk menghentikan sementara pembangunan PAUD tersebut sampai ijin mendirikan bangunan (IMB) dan syarat-syarat pendirian PAUD yang dikeluarkan oleh Kemendikbud itu terpenuhi, serta dimusyawarahkan lagi dengan warga sekitar apakah mengijinkan atau tidak dibangunnya PAUD Kristen Harum Mulya dilingkungan mereka.

Dengan koordinasi yang baik dengan semua pihak seperti dari pihak Kementerian Agama Kota Cimahi, FKUB dan pihak Kelurahan Karangmekar, diharapkan kerukunan umat beragama di Kelurahan Karangmekar umumnya dan RT 01 RW 17 khususnya dapat terjalin dengan baik. Apalagi pada Desember 2017 Kelurahan Karangmekar diberi predikat kelurahan sadar kerukuanan. Seperti contoh permasalahan diatas terkait rencana pendirian PAUD Kristen Harum Mulya Indonesia dapat diatasi dengan cepat sebelum terjadi gejolak dimasyarakat, menurut informasi dari saudara Yana Permana isu pendirian PAUD ini sudah menyebar kemanamana dan ada beberapa Ormas Islam mengontak beliau akan turun ke lapangan tetapi dapat dicegah dan diberi pengertian bahwa permasalahan ini sudah di tangani oleh Kementerian Agama, FKUB dan pihak Kelurahan

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Novi Dwi Nugroho ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 152 16/12/2018 20:36:03Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

153

Karangmekar. (wawancara dengan Sekretaris FKUB Kota Cimahi Yana Permana, 09-03-2018).

Gambar 1. Penghentian Sementara Pembangunan PAUDHarum Mulya Indonesia di RT 01 RW 17

Peran Kelurahan Karangmekar dalam Membina Kerukunan Umat Beragama

Kelurahan Karangmekar yang pada Desember 2017 terpilih sebagai kelurahan sadar kerukunan, hal ini tidak lepas dari peran semua elemen masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda yang ada di Kelurahan Karangmekar ini. Dengan heterogenitas masyarakatnya yang berasal dari berbagai suku, agama dan budaya yang berbeda dapat hidup berdampingan satu sama lain. Dengan komunikasi yang baik antara semua elemen masyarakat yang ada di Kelurahan Karangmekar diharapkan dapat meminimalisir gesekan-gesekan yang bisa saja terjadi. Salah satu contoh komunikasi yang sudah terjalin dengan baik selama ini adalah adanya komunikasi dan koordinasi antara tokoh agama dengan pemerintah Kelurahan Karangmekar, ini ditandai dengan adanya surat pemberitahuan ke pihak Kelurahan terkait dengan kegiatan-kegiatan keagamaan yang akan dilakukan baik itu kegiatan hari besar keagamaan, kegiatan sosial keagaamaan. Dalam kegiatan peringatan hari besar keagamaan biasanya pihak dari masjid, gereja atau pura yang akan mengadakan acara mengajukan surat pemberitahuan ke pihak Kelurahan untuk Lurah menghadiri acara tersebut sekaligus meminta bantuan tenaga keamanan dari Linmas dan

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 153 16/12/2018 20:36:04Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

154

pemuda setempat untuk ikut menjaga prosesi kegiaatan hari besar tersebut. Setelah mendapat pemberitahuan acara perayaan hari besar keagamaan pihak Kelurahan langsung berkordinasi dengan pihak RW dan RT setempat yang sebelumnya memang sudah mendapat pemberitahuan dari pihak penyelenggara, untuk menyiapkan tenaga pengamanan untuk mensukseskan kegiatan tersebut. Dengan melibatkan Linmas dan para pemuda setempat untuk menjaga kegiatan-kegiatan perayaan hari besar keagamaan diharapkan prosesi kegiatan dapat berjalan dengan lancar dan tidak ada gangguan karena semua pihak sudah saling berkordinasi (wawancara dengan Lurah Karangmekar, Emir Faisal Harahap, S. STP, 01-03-2018)

Gambar 2. Surat Pemberitahuan Kegiatan Perayaan Hari Besar Keagamaan

Selain kegiatan perayaan hari besar keagamaan, ada juga kegiatan sosial keagamaan yang diprakarsai oleh SMK Santa Maria yang melibatkan pihak kelurahan Karangmekar seperti bhakti sosial kebersihan. Disamping membersihkan lingkungan, juga ada kegaitan sosial lainnya sepertipembagian paket sembako, donor darah serta pemeriksaan kesehatan gratis. Dengan kegiatan ini diharapkan ada ikatan emosional dan hubungan yang baik antarpihak sekolah dengan masyarakat sekitar dilingkungan sekolah walaupun berbeda keyakinan. Kegiatan ini selain dikordinasikan dengan pihak kelurahan juga dengan pihak RT/

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Novi Dwi Nugroho ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 154 16/12/2018 20:36:04Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

155

RW setempat dimana lingkungan yang akan dijadikan kegiatan bhakti sosial tersebut.

Gambar 3. Lurah Karangmekar Memberikan SambutanKegiatan Bhakti Sosial SMK Santa Maria

Peran FKUB Kota Cimahi dalam Menjaga Kerukunan Umat Beragama di Kelurahan Karangmekar

Peran FKUB Kota Cimahi dalam menjaga kerukunan umat beragama khususnya di kelurahan Karangmekar, adalah dengan bekerjasama dengan Kementerian Agama Kota Cimahi, Pemkot Cimahi dalam hal ini adalah Dinas Kesbangpol melakukan sosialisasi terkait PBM No. 9 dan No. 8 Tahun 2006. Disamping itu juga bekerjasama dengan Kementerian Agama Kota Cimahi melakukan safari kerukunan dengan mengunjungi tempat-tempat ibadat yang ada di Kota Cimahi termasuk juga yang ada di kelurahan Karangmekar. Bertemu dan dialog dengan pemuka agama dan juga para jemaatnya sehingga dapat terjalin silaturahmi yang baik dan untuk mengurangi kesimpangsiuran informasi terkait masalah-masalah keagamaan. Kegiatan ini sangat bermanfaat karena kita sebagai wadah dari umat beragama yang ada di Kota Cimahi turun langsung ketingkat bawah bertemu dengan masyarakat dari latar belakang agama yang berbeda sehingga dapat langsung mendengar masukan, usulan ataupun keluh kesah dari anggota masyarakat terkait kehidupan keagamaan.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 155 16/12/2018 20:36:05Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

156

Di samping itu, FKUB Kota Cimahi juga membentuk wadah yang disebut Formula (Forum Muda Lintas Agama) adalah sebuah forum yang berada dibawah FKUB Kota Cimahi, forum ini terdiri dari perwakilan-perwakilan anak-anak muda yang berasal dari semua agama yang ada di Kota Cimahi, kegiatan dari forum ini bergerak dibidang sosial keagamaan seperti kegiatan bersihbersih rumah ibadat, kegiatan sosial misalnya donor darah, kegiatan bersih-bersih lingkungan. Dengan keberadaan forum ini diharapkan ada komunikasi yang baik antarpemuda yang berbeda agama sehingga saling mengenal satu sama laindan menumbuhkan sikap saling menghormati, menyayangi walaupun berbeda secara keyakinan. Disamping itu juga kami memberi materimateri terkait kerukunan umat beragama kepada perwakilan pemuda dari semua agama yang ada di Kota Cimahi sehingga diharapkan nantinya mereka bisa menjadi kader atau penggerak kerukunan (wawancara dengan sekretaris FKUB Kota Cimahi, Yana Permana, 11-03-2018).

Gambar 4. Kegiatan Safari Kerukunan FKUB Kota Cimahidi Kelurahan Karangmekar

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Novi Dwi Nugroho ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 156 16/12/2018 20:36:05Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

157

Peran Tokoh Agama dalam Membina Kerukunan Umat Beragama di Kelurahan Karangmekar

Kelurahan Karangmekar merupakan kelurahan yang terletak dipusat Kota Cimahi, karena letaknya dipusat kota sehingga masyarakatnya adalah masyarakat yang heterogen yang berasal dari berbagai suku, agama, budaya serta etnis. Kelurahan Karangmekar tidak bisa lepas dari sejarah Kota Cimahi yang mempunyai julukan “Kota Tentara” yang memang wilayahnya 60 % nya merupakan daerah militer (terdapat banyak Pusdik TNI). Sebelum masa kemerdekaan Cimahi merupakan daerah pangkalan militer Belanda. Menurut Ketua Tjimahi Heritage, Machmud Mubaraq mengungkapkan berdasarkan penyusuran yang menghadirkan saksi sejarah, terungkap hingga kini masih terdapat keturunan dan peninggalan orang Belanda dan Jerman di Cimahi. Beberapa keturunan asli Belanda pun masih mendiami rumah-rumah bergaya arsitektur Belanda yang tetap dipertahankan (http://www.republika. co.id/berita/selarung/uturan/16/07/30/ob2jtj-menyusuri-sepenggal-kaum-cimahi-tempo-dulu diunduh 16-03-2018).

Kota Cimahi yang menurut sejarah merupakan kota yang menjadi pangkalan perang Belanda sehingga banyak bangunan peninggalan Belanda yang saat ini masih ada salah satunya adalah Gereja Santo Ignatius Cimahi yang dibangun pada tahun 1908. Dilihat dari sejarahnya Cimahi yang dijuluki sebagai kota tentara merupakan kota yang didiami oleh berbagai suku bangsa bahkan warga asing yang mempunyai budaya adat istiadat serta agama. Setelah masa kemerdekaan pangkalan-pangkalan militer peninggalan Belanda dijadikan sebagai Pusat Pendidikan TNI, sehingga dari zaman dahulu masyarakat asli Cimahi sudah berbaur dengan masyarakat yang berasal dari berbagai daerah yang kebetulan sedang menjalankan pendidikan militer di Cimahi. Dengan berbaurnya penduduk asli Cimahi dengan warga pendatang yang datang ke Cimahi yang secara adat istiadat,

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 157 16/12/2018 20:36:05Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

158

kebudayaan serta agama yang berbeda menjadikan warga Cimahi sudah terbiasa melihat keanekaragaman, mislanya bertetangga dengan orang yang berbeda agama.

Seperti yang diutarakan oleh tokoh agama sekaligus ketua MUI kelurahan Karangmekar Ustadz Djazuli Fatah bahwa kerukunan di Kota Cimahi khususnya di kelurahan Karangmekar tidak lepas dari sejarah Kota Cimahi sebagai kota yang dahulunya ditinggali oleh banyak orang Belanda, dan setelah masa kemerdekaanpun Cimahi menjadi pusat pendidikan dan pelatihan TNI, sehingga dari zaman dahulu penduduk kelurahan Karangmekar yang kebetulan berada dipusat kota dan sangat dekat dengan pusat-pusat pendidikan TNI, sudah terbiasa berinteraksi dengan orang-orang yang berasal dari luar daerah yang berlatar belakang suku, budaya dan agama yang berbeda. Seperti saya yang lahir dan hidup di Karangmekar sudah bertetangga dan bergaul dengan orang yang berebeda latar belakang budaya, adat istiadat dan agama dapat hidup berdampingan kebetulan tetangga depan rumah saya berasal dari Sumatera Utara suku Batak yang beragama Kristen. Saya sudah bertetangga dari saya kecil dengan keluarga Nainggolan bahkan sering berinteraksi saling mengunjungi satu sama lain. Kebetulan di samping rumah saya ada masjid yang cukup besar, saya juga sebagai ketua DKM nya, kalau kebetulan di rumah keluarga Nainggolan ada acara kebakitian atau keagamaan, beliau selalu memberi tahu kami. Dan apabila pada saat waktu Dzuhur atau Ashar acara kebaktian tersebut masih berlangsung mereka menghentikan sementara untuk menghormati kita yang akan mengumandangkan adzan dan melaksanakan shalat. Pada saat mereka mendapat musibah ada keluarga yang meninggal bahkan kami dari pengurus masjid yang kebetulan mempunyai tenda, memasang dan meminjamkanya sampai acara selesai.

Intinya kita saling menghargai dan menghormati orangorang yang berbeda baik itu suku maupun agamanya, kami juga sebagai yang dituakan dan sekaligus sebagai ketua MUI kelurahan Karangmekar pada setiap momentum bertemu

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Novi Dwi Nugroho ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 158 16/12/2018 20:36:05Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

159

dengan masyarakat melalui pengajian-pengajian ataupun rapat dengan pihak kelurahan yang menghadirkan warga, selalu menganjurkan agar kita warga masyarakat Karangmekar harus menjaga kerukunan antarumat beragama yang memang sudah terjalin sejak dahulu, jangan sampai kondisi yang sudah baik ini tercoreng dengan adanya konflik atau gesekan antarumat beragama, karena pada prisnipnya kita adalah bersaudara (wawancara dengan tokoh agama sekaligus ketua MUI Kelurahan Karangmekar UstadzDjazuli Fatah,12-03-2018).

Gambar 5. Wawancara dengan Ketua MUI Kelurahan Karangmekar

Gereja HKBP yang ada di Gang Lurah RT 01 RW 17 yang berdiri pada tahun 1957 pendirinya adalah seorang purnawirawan TNI yang bernama Panjaitan. Awal pendirian Gereja ini adalah untuk menampung para tentara yang kebetulan beragama Kristen untuk beribadat. Keberdaan gereja ini sudah sangat lama bahkan lebih lama dari penduduk sekitar pada saat ini, karena penduduk asli yang ada pada saat gereja ini didirikan tinggal beberapa saja, ada yang sudah meninggal atau sudah pindah kedaerah lain. Untuk interaksi antara kami pihak gereja dengan penduduk sekitar sudah terjalin dengan baik sejak lama karena satu sama lain sudah saling kenal semenjak orang tua kami terdahulu. Kami sebagai pengurus Gereja tinggal meneruskan saja hubungan yang sudah terjalin

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 159 16/12/2018 20:36:06Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

160

dengan baik dengan warga sekitar khususnya warga RT 01 RW 17 dan sudah kami anggap saudara karena interaksi kami yang sudah lama. Kami dari pihak gereja HKBP mempunyai progam tali kasih dengan masyarakat sekitar yaitu pada saat perayaan natal kami meberikan bingkisan sembako, kemudian lahan parkir kami cukup luas sehingga apabila ada warga yang akan mengadakan hajatan maka kami dari pihak gereja mempersilahkan memasang tenda di tempat parkir kami. Pada saat Gereja mengadakan acara yang waktunya lama atau sampai larut malam kami selalu mengkordinasikan dengan RT/RW sehingga dengan hubungan dan komunikasi yang baik diharapkan tidak terjadi gesekan atau kesalahpahamn antara pihak Gereja dengan warga sekitar yang memang mayoritas adalah Muslim (wawancara dengan Pendeta Manulang, 10-03-2018).

Gambar 6 . Wawancara dengan Pendeta Manulang di Gereja HKBP

Begitu juga dengan keberadaan Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI), gereja ini berdiri pada tahun 1965, dan kebetulan bersebalahan persis dengan Masjid Assalam yang berdiri pada tahun 1964. Kedua rumah ibadat ini hanya dipisahkan dengan jalan atau gang kecil dan kedua atapnya saling berdempetan atau tumpang tindih. Pada awalnya para jemaat dari Gereja ini juga

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Novi Dwi Nugroho ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 160 16/12/2018 20:36:06Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

161

adalah para tentara yang berdinas di Cimahi, sehingga keberadaan gereja-gereja yang ada di Kelurahan Karangmekar khususnya di RT 01 RW 17 yang sudah lama berdiri menjadikan pendidikan tersendiri bagi masyarakat RT 01 RW 17 bahwa keberagaman atau perbedaan baik itu suku, agama serta adat istadat adalah suatu keniscayaan yang harus diterima dan dijadikan sebagai benteng persatuan dan kesatuan di antara anak bangsa bahwa kita adalah satu saudara.

Pada intinya untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan sesama umat beragama adalah saling menghormati satu sama lain seperti pada saat adzan dikumandangkan dan kita masih dalam acara kebaktian maka kita berhenti dulu sampai adzan dan pelaksanaan shalat selesai. Pada saat bulan Ramadhan, apabila kami ada kegiatan malam di gereja GKPI ditiadakan dulu untuk menghormati saudara Muslim yang sedang menjalankan shalat tarawih. Pada perayaan hari raya idul fitri kami dari pihak Gereja juga memberikan bingkisan kepada masyarakat yang berada di sekitar gereja GKPI sebagai tanda kasih sayang dari kami, begitu juga apabila ada kegiatan di gereja tanpa kita suruhpun banyak masyarakat khususnya pemuda yang tinggal dilingkungan gereja ikut membantu mengelola tempat parkir intinya kita berhubungan baik dengan warga masyarakat yang tinggal di sekitar Gereja sehingga sampai saat ini belum dan mudah-mudahan tidak terjadi gesekan antara pengurus gereja, jemaat gereja dan masyarakat sekitar (wawancara dengan Pendeta Tambunan, 11-03-2018).

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 161 16/12/2018 20:36:06Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

162

Gambar 7 . Wawancara dengan Pendeta Tambunan di Gereja GKPI

Selain ada dua gereja yang terdapat di RT 01 RW 17 kelurahan Karangmekar yaitu Gereja HKBP dan Gereja GKPI, ada satu lagi gereja yang lokasinya berdekatan dan ada ditengah-tengah pemukiman penduduk yaitu Gereja Baptis Anugerah Indonesia (GBAI). Gereja ini didirikan pada tahun 1992, mayoritas jemaatnya berasal dari pulau Nias provinsi Sumatera Utara, dan hampir semua jemaatnya bukan berasal dari kelurahan Karangmekar. Seperti dengan gereja yang lain yaitu gereja HKBP dan Gereja GKPI interaksi antara pengurus gereja, jemaat gereja Baptis dengan masyarakat sekitar khususnya RT 01 RW 17 kelurahan Karangmekar sudah terjalin sejak lama. Kegiatan-kegiatan sosial yang diberikan oleh pihak gereja kepada masyarakat sekitar adalah setiap tahun pada awal puasa dan hari natal selalu meberikan bingkisan sembako/makanan, kegiatan ini dilakukan untuk saling berbagi kebahagiaan dengan masyarakat sekitar. Dalam memperingati hari kemerdekaan kamipun menyelenggarakan lomba-lomba yang pesertanya anak-anak dan warga dilingkungan gereja, halaman gerejapun pernah digunakan untuk senam ibu-ibu. Pada perayaan Idul adha beberapa waktu yang lalu halaman gereja digunakan juga oleh warga sekitar untuk menyembelih hewan

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Novi Dwi Nugroho ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 162 16/12/2018 20:36:07Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

163

qurban, hal ini menggambarkan bahwa hubungan kami dengan masyarakat disekitar gereja sudah terjalin dengan baik, sehingga kami harapkan hubungan yang sudah terjalin dengan baik ini dapat terus dipertahankan sehingga kehidupan antarumat beragama dilingkungan RT 01 RW 17 kelurahan Karangmekar tetap harmonis sampai kapanpun (wawancara denga sekretaris Gereja Baptis Anugerah Indonesia, Yulita, 11-13-2018).

Gambar 8. Foto Hasil Wawancara Pengurus Gereja Baptis

Kesimpulan dan RekomendasiKesimpulan

Dari temuan penelitian dilapangan maka dapat disimpulkan bahwa, perhatian pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah Kota Cimahi dalam rangka menjaga kerukunan umat beragama cukup mendapat perhatian, ini bisa dilihat dari anggaran yang digelontorkan melalui APBD yang ditempelkan pada DIPA Kesbangpol Kota Cimahi. Adapun kegiatan atau program yang dilaksanakan dengan bekerja sama dengan FKUB Kota Cimahi adalahmemfasilitasi kegiatan FKUB seperti kegiatan sosialisasi PBM No. 9 dan No. 8 Tahun 2006 terkait pendirian rumah ibadat, sosialisasi Aliran keprcayaan dan keagamaan, serta kegiatan seminar terkait rektualisasi nilai-nilai kebangsaan dengan melibatkan semua unsur masyarakat.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 163 16/12/2018 20:36:07Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

164

Kementerian Agama Kota Cimahi dalam ikut menjaga kerukunan kehidupan umat beragama selain menerjunkan para penyuluh agama juga melalui kebijakan kepala Kementerian Agama melakukan kegiatan “Safari kerukunan” dengan menggandeng FKUB Kota Cimahi. Kegiatan ini dilakukan dengan mengunjungi rumah-rumah ibadat yang ada di Kota Cimahi termasuk juga rumah ibadat yang ada di Kelurahan Karangmekar, kegiatan ini bertujuan untuk menjalin silaturahmi dengan tokoh-tokoh agama sekaligus menampung aspirasi dengan cara berdialog langsung dengan para jamaah sehingga mendapatkan informasi dan masukan-masukan terkait masalah keagamaan. Dalam kegiatan ini Kepala Kementerian Agama Kota Cimahi juga membagikan nomor hand phone kepada masyarakat, agar masyarakat dapat langsung berkomunikasi apabila ada permasalahan ataupun memberikan informasi terkait masalah keagamaan.

Peran pemerintah kelurahan Karangmekar dalam menjaga kerukunan umat beragama adalah dengan memfasilitasi kegiatan-kegiatan perayaan hari besar keagamaan dengan menerjunkan aparat keamanan yaitu Linmas, untuk menjaga perayaan hari besar keagamaan ataupunkegiatan keagamaan lainnya, berkordinasi dengan pihak RT/RW dimana acara perayaan tersebut dilaksanakan, dengan menerjunkan para pemuda ikut berpartisipasi menjaga kegiatankegiatan keagamaan tersebut.Disamping itu juga memfasilitasi kegiatan-kegiatan sosial keagamaan yang diadakan di Kelurahan Karangmekar seperti pembagian paket sembako, pelayanan kesehatan gratis dan kegiatan kebersihan lingkungan.

Peran FKUB Kota Cimahi dalam menjaga kerukunan umat beragama sesuai dengan tugas dan fungsinya, memang selalu ada dalam semua kegiatan-kegiatan terkait kerukunan umat beragama baik itu yang diprakarasi oleh Pemerintah Kota Cimahi, Kementerian Agama Kota Cimahi ataupun program dari FKUB itu sendiri, seperti sosialisasi terkait peraturan-peraturan

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Novi Dwi Nugroho ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 164 16/12/2018 20:36:07Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

165

pendirian rumah ibadat, kehidupan antarumat beragama, dialog-dialog ataupun penyelesaian permasalahan keagamaan.Untuk di Kelurahan Karangmekar sendiri FKUB terlibat langsung dalam kegiatan “Safari Kerukunan” yang diprakarsai oleh Kepala Kementerian Agama Kota Cimahi bertemu lansung berdiaog dengan tokoh agama dan masyarakat.

Peran tokoh agama dalam menjaga kerukunan umat beragama di Kelurahan Karangmekar khususnya di RT 01 RW 17, tinggal meneruskan saja upaya-upaya yang sudah dilakukan oleh pemuka agama sebelumnya. Kedekatan dan interaksi yang baik dengan anggota masyarakat yang berada disekitar rumah ibadat mereka sudah terjalin sejak lama. Ini ditandai dengan keberadaan rumah ibadat yang ada di kelurahan Karangmekar khususnya di RT 01 RW 17 seperti gerejagereja memang sudah lama berdiri, seperti Gereja HKBP yang didirikan pada tahun 1957 lebih tua dari Masjid Assalam yang didirikan pada tahun 1964, kemudian Gereja GKPI yang didirikan tahun 1965 dan yang terakhir Gereja Baptis Anugerah Indonesia (GBAI) yang didirikan pada tahun 1992 dan selama ini belum pernah terjadi gesekan antarumat beragama. Dengan modal sosial yang sudah ada sejak dahulu terkait kerukunan umat beragama di kelurahan Karangmekar, sehingga pada saat ini tinggal meneruskan saja dengan cara dirawat keharmonisan kehidupan antarumat beragama yang sudah terjalin dengan baik ini,dengan sikap saling menghormati perbedaan yang ada.

Kelurahan Karangmekar dengan heterogenitas masyarakatnya, dilihat dari suku dan agama yang dianut serta banyaknya rumah ibadat yang saling berdampingan berada ditengahtengah pemukiman warga seperti yang ada di RT 01 RW 17 dan selama ini belum terjadi gesekan atau konflik antarumat beragama dan diberi “label” sebagai kelurahan Sadar kerukunan. Hal yang demikian bukan berarti di Kelurahan Karangmekar tidak berpotensi terjadinya permasalahan atau konflik dikemudian hari. Seperti pada saat penelitian ini dilakukan, terjadi permasalahan

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 165 16/12/2018 20:36:08Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

166

terkait rencana pendirian sekolah PAUD Kristen Harum Mulya Indonesia, di RT 01 RW 17 Kelurahan Karangmekar. Ada sekelompok masyarakat yang menyetujui dan juga ada yang menolak, ini jadi persoalan. Dengan kesigapan dari aparatur pemerintah disana dalam hal ini Kementerian Agama Kota Cimahi, FKUB Kota Cimahi serta pemerintah Kelurahan Karangmekar permasalahan ini berusaha untuk segera diatasi dengan menghentikan sementara pembangunannya, sambil menunggu keputusan lebih lanjut terkait syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pendirian sekolah PAUD serta musyawarah warga untuk menerima atau menolaknya. Informasi dari masyarakat ini cepat direspon dan ditindak lanjuti agar tidak terjadi gejolak atau gesekan yang dapat memicu konflik, walaupun sampai selesainya waktu penelitian ini, belum ada keputusan akhir terkait pendirian PAUD tersebut karena masih dalam proses.

Rekomendasi

Harus ada sinergitas yang lebih intens lagi antara Kementerian Agama Kota Cimahi, FKUB Kota Cimahi, Pemerintah Kota Cimahi beserta jajarannya dalam rangka menciptakan kerukunan umat beragama di Kota Cimahi khususnya di Kelurahan Karangmekar. Seperti kegiatan safari kerukunan yang sudah dilakukan harus lebih diintensifkan lagi dengan mempertemukan semua unsur-unsur agama yang ada, bukan hanya tokoh agamanya saja tetapi pada tataran masyarakat grass root, dipertemukan dalam sebuah wadah atau forum yang diadakan secara rutin, untuk mempererat lagi kerukunan yang sudah tercipta di Kelurahan Karangmekar. Dengan silaturahmi yang intens di antara umat beragama yang ada di Kelurahan Karangmekar diharapkan terjalin komunikasi dan hubungan emosional yang baik sehingga kerukunan yang sudah tercipta dapat terjaga dan semakin kokoh.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Novi Dwi Nugroho ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 166 16/12/2018 20:36:08Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

167

Daftar PustakaBuku

Abdulsyani. 2007. Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta: PT Bumi Aksara

Fidiyani, Rini. 2016. Dinamika Pembangunan Rumah Ibadah Bagi Warga Minoritas di Jawa Tengah. Prosiding Seminar Nasional Multi Disiplin Ilmu & Call For Papers UNISBANK.

Hamdiah, Ayu Nur. 2016. “Pola Pendidikan Multikultural Dalam Mewujudkan Kerykunan Hidup Antarumat Beragama (Studi di Desa Balun Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan). Skripsi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

Komnas HAM. 2015. Laporan Akhir Tahun Pelapor Khusus Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia RI, Jakarta: Komnas HAM.

Labolo, Muhammad. 2011. Memahami Ilmu Pemerintahan. Jakarta: Rajawali Pers

Nur, Syarifah. 2013. Kerukunan Antarumat Beragama (Studi Hubungan Antarumat Beragama: Islam, Katolik, Kristen dan Buddha di RW 02 Kampung Milirian, Kelurahan Muja-Muju, Kecamatan Umbulharjo. Yogyakarta UIN Sunan Kalijaga.

Badan Pusat Statistik. Sensus Penduduk. 2010. Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, dan Bahasa Sehari-Hari Penduduk Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik-Jakarta-Indonesia

Setara Institute. 2015. Ringkasan Laporan Indek Kota Toleran (IKT). Jakarta: Setara Institute

Soerjano Soekanto. 1989. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Suseno, Franz Magnis, dkk. 2007. Memahami Hubungan Antaragama. Yogyakarta: Elsaq Press.

Taib Tahir Abd Muin. 1996. Membangun Islam. PT Rosda Karya

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 167 16/12/2018 20:36:08Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

168

The Wahid Institute. 2014. Laporan Tahunan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan dan Intoleransi 2014, “Utang” Warisan Pemerintah Baru. Jakarta: The Wahid Institute. Tualeka, Hamzah Zn. 2011. Sosiologi Agama. Surabaya IAIN Sunan Ampel Press.

Yusuf Angga Syaripudin, 2014. “Kerukunan Umat Beragam Antara Islam, Kristen dan Sunda Wiwitan Studi Kasus Kelurahan Cigugur Kabupaten Kuningan” Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah dalam Memelihara Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.

Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 40 Tahun 2012 tentang Forum Komunikasi Umat Beragama.

Peraturan Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah.

Internet

https://pkub.Kementerian Agama.go.id/berita/473900/Kementerian Agama-akan-ciptakan-desa-percontohan-sadar-kerukunan, diunduh 04-02-2018).

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Novi Dwi Nugroho ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 168 16/12/2018 20:36:08Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

169

http://jabar.tribunnews.com/2016/06/30/potret-toleransi-b e r a g a m a - d i - j a l a n - l u r a h - c i m a h i - m a s j i d - a s s a l a m -berdampingan-dengan-tiga-gereja, diunduh, 04-02-2018).

http://www.wisatabdg.com/2013/03/sejarah-cimahi-sebagai-pusat-militer.html, diunduh 16-03-2018.

http://www.republika.co.id/berita/selarung/tuturan/16/07/30/ob2jtj-menyusuri-sepenggalkaum-cimahi-tempo-dulu diunduh 16-03-2018.

Wawancara

Wawancara dengan Kepala Kementerian Agama Kota Cimahi.

Wawancara dengan Kepala Kesbanpol Kota Cimahi.

Wawancara dengan Sekretaris FKUB Kota Cimahi.

Wawancara dengan Kepala KUA Cimahi Tengah.

Wawancara dengan Camat Cimahi Tengah.

Wawancara dengan Lurah Karangmekar.

Wawancara dengan Sekertaris Kelurahan Karangmekar.

Wawancara dengan Ketua MUI Kelurahan Karangmekar.

Wawancara dengan Ketua RW 17 Kelurahan Karangmekar.

Wawancara dengan Ketua RT 01 RW 17 Kelurahan Karangmekar.

Wawancara dengan Pendeta Manulang Gereja HKBP Kota Cimahi.

Wawancara dengan Pendeta Tambunan Gereja GKPI Kota Cimahi .

Wawancara dengan Sekretaris Gereja Baptis Anugerah Indonesia Kota Cimahi.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 169 16/12/2018 20:36:08Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

170

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Novi Dwi Nugroho ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 170 16/12/2018 20:36:08Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

171

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA:STUDI INTERAKSI SOSIAL ANTARPEMELUK AGAMA DI KELURAHAN CIGUGUR KECAMATAN CIGUGUR

KABUPATEN KUNINGAN PROVINSI JAWA BARATOleh: Hj. Marpuah

Letak Geografis dan Komposisi Penduduk Kelurahan Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten

Kuningan, beralamat di Jalan Raya Cigugur No.1 Kode Pos 45552 SK: NO.821.29/KPTS.581-BKD/2003. Jarak ke Pusat Kecamatan: 0,002 km, Jarak ke Pusat OTODA: 2,5 km. Luas Wilayah: 300 HA Batas Barat, Desa Cisantana batas Timur, Kelurahan Kuningan Batas Selatan, Kelurahan Sukamulya batas Utara, Desa Cipari. Kelurahan Cigugur jumlah penduduknya sekitar 7.394 jiwa, dan 2.324 KK, 13 RW dan 38 RT, yang terdiri dari jumlah laki-laki 3.807 orang, perempuan 3.587 orang. Berdasarkan agamanya: Islam4.434 orang, Katolik 2.706 orang, Kristen Protestan 277 orang, Hindu 2 orang, Buddha 4 orang, kepercayaan 184 orang, dengan jumlah rumah kediaman sekitar 1.840 rumah.

Berdasarkan Kelompok usia: usia 0 s/d 3 tahun299 orang, usia 4 s/d 6 tahun 317 orang, usia 7 s/d 12 tahun 703 orang. Usia 13 s/d 15 tahun 403 orang, usia 15 s/d 44 tahun 3.235 orang, usia 45 tahun ke atas 2.571 orang. Berdasarkan etnis: Etnis Sunda 7.096 orang, jawa 243 orang, Madura 7 orang, batak 74 orang, Melayu /Minang 3 orang, Bugis/Makasar 15 orang, Timor/Maluku/papua 35 orang, Tionghoa 55 orang. Berdasarkan Pendidikan: Lulusan SD/Sederajat 1.442 orang, lulusan SLTP/sederajat898 orang, lulusan SLTA /sederajat 1.607 orang, lulusan Akademi/Universitas

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 171 16/12/2018 20:36:09Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

172

668 orang, Buta aksara (karena lanjut usia) 45 orang. Berdasarkan Pekerjaan: PNS/TNI/POLRI 475 orang, Wiraswasta/Pedagang 590 orang, Karyawan Swasta 590 orang, Buruh 668 orang, Petani 294 orang, Peternak 296 orang, Industri Kecil 4 orang. Data siswa lingkup Kelurahan Cigugur: Sekolah PAUD /RA/TK 427 Anak, Pendidikan SD 699 Anak, SMP/MTs 1.209 Siswa, SMA//MAN 2.102 Siswa. Data kelulusan Siswa lingkup Kelurahan Cigugur tahun 2017: Pra SD 28 anak, SD/MI 103 anak, SLTP 69 Siswa, SLTA 83 Siswa, Perguruan Tinggi 31 Mahasiswa. Mata Pencaharian Utama: Buruh Tani, Klasifikasi Desa termasuk Desa Swasembada.

Jumlah Lembaga Pendidikan di Kelurahan Cigugur berlokasi di Komplek Blok Mayasih, terdapat pendidikan: MI, MTs, MAN, PTI (Perguruan Tinggi Islam) dinamakan UNISA (Universitas Islam Al-Ihya), dan Pesantren Al-Ihya, Boarding School Darul Ilmi, Trans Yos Sudarso (Kristen): TK, SD, SMP. Jumlah Rumah Ibadah di Kelurahan Cigugur sebagai wadah dalam kegiatan keagamaan terdiri dari: Masjid 15 buah dibawah pengawasan DKM, Gereja 3 buah: Gereja Raja Kristus (Kristen Nasrani), Gereja HBI (Kristen Katolik), dan Gereja Kiming (Kristen Pasundan). Gereja Nasrani dari pusat sama sampai ke desa/kelurahan. Kalau Protestan kelompok sama dengan gereja Pasundan (Asli Sunda). Protestan sebagai pendatang dari Batak, Jawa, dan Sunda.

Lembaga Sosial Keagamaan di Kelurahan Cigugur, bagi umat Muslim sebagai wadah dalam kegiatan sosial keagamaan yaitu melalui: PUSDA’I, MUI, Baznas, dan melalui Ormas yang ada di Kelurahan Cigugur yaitu mayoritas NU. Untuk Agama non Muslim (Protestan) melalui Majlis-majlis dan BAMAG (Badan Musyawarah Antar-Gereja), KPP (Komisi Pelayanan Perempuan). Untuk Katolik melalui Keuskupan, PMK RI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik), dan untuk penganut Kepercayaan wadahnya adalah Paseban.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Hj. Marpuah ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 172 16/12/2018 20:36:09Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

173

Kondisi Lingkungan Sosial KeagamaanAdapun lingkungan warga Kelurahan Cigugur terdiri dari

4 Lingkungan (Dusun): 1). Pahing. 2). Puhun (Blok). 3).Wage. 4). Manis. Di empat lingkungan tersebut terdapat penduduk Muslim dan Non Muslim. Lingkungan warga Kelurahan Cigugur pemukiman Islam 90% terdapat di Blok Citambak, untuk mayoritas Kristen (Protestan, dan Katolik) terdapat di blok Lumbu, Blok Paleben, untuk Blok Pasir mayoritas muallaf (konversi agama) dari Non Muslim (agama Katolik) ke Islam. Perkembangan muallaf pada awalnya hanya 5 KK bertambah menjadi 30 KK (218 orang) saat penulis dilapanagn, RT nya pun seorang Ustadz (Abdul Azis). Muallaf tersebut dibina oleh yayasan Muallaf Centre Indonesia (YMCI). Anak angkat Pastur Abu Kasman Bandung juga menjadi muallaf, namanya diganti nama Yusuf Islam dari Nama asli Yosef Maya Ismaya. Ada juga perempuannya Katolik–laki-lakinya Islam masuk Islam ikut suami. Untuk mengikrarkan syahadatnya dibimbing oleh Pimpinan Pesantren Al-Ihya dan MUI setempat,serta Guru Agama.

Setiap muallaf yang baru masuk Islam untuk laki-laki diberikan sarung, sajadah, Qur’an, dan buku bacaan keagamaan, bedanya untuk perempuan diberikan mukenanya selain tersebut di atas. Setelah ikrar syahadatain, kemudian diganti nama Katolik dengan Nama Islam. Kemudian untuk menjaga kesehatan secara medis setiap muallaf laki-laki dikhitan terlebih dahulu, kerja sama dengan Dr. Asef Hermana dari Bandung, beliau sekarang sudah mukim di Kuningan. Untuk pembinaan selanjutnya setelah menjadi muallaf dilakukan pembinaan akidah 1 bulan 2 kali yaitu minggu ke 2 dan minggu ke 4.

Di lingkungan RT 14/RW 5, Kampung Puhun (Lingkungan Puhun). Di lingkungan ini RT dan RW nya Agama Katolik, dan hanya 6 KK yang beragama Islam, yang lainnya agama Katolik. Pengikatnya yang menjadi lingkungan ini rukun adalah kuatnya kekerabatan. Bapak Guru Agama MAN I aslinya orang ciamis

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 173 16/12/2018 20:36:09Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

174

nikah dengan orang cigugur, dan beliau sebagai MUI Kelurahan Cigugur. Persepsinya beliau terhadap lingkungan di rumahnya RT 14/RW 5 tersebut, beliau mengatakan persis yang dialami pada zaman Nabi dalam persefektif Sejarah Kebudayaan Islam. Beliau sudah 40 tahun di cigugur dan sudah pensiun 2 tahun, usia beliau sekarang 62 tahun.

Di lingkungan masyarakat warga Cigugur menurut Pimpinan Pesantren Al-Ihya sudah terciptanya iklim yang kondusif. Dan tertanamkan nilai-nilai dasar: Tasamuh, Ta’awun, dan Tawazun, sehingga tercipta sikap toleransi dan saling menghormati satu agama dengan agama lainnya. Karena beliau mengatakan sebagaimana sabda Rasul: “ Kita tidak mau diganggu dan kita pun tidak ingin diganggu” (Q.S. Mumtahanah: 8). Kemudian dalam penanaman sikap toleransi, setiap ada kegiatan dalam siklus kehidupan baik itu dalam bentuk syukuran maupun dalam bentuk kedukaan, tetangga dekatnya pun diundang walaupun beda agama. Dan ketika ada kematian baik orang Muslim maupun non Muslim dalam pemakamannya pun digabung tidak membedakan satu agama dengan agama lainya, pemakaman tersebut terdapat di Kampung Cigeureung. Dari aspek keamanan diadakan kerja sama, ketika melakukan ibadah masing-masing agama dan mereka saling menghormati. Karena dalam hal ini dapat terlihat dari jarak letak geografis antara lokasi pesantren dan sekolahnya, dengan lokasi Gereja Raja Kristus jaraknya hanya beberapa meter saja. Begitu juga dengan Paseban sebagai wadah kegiatan seremonial penganut Kepercayaan, tidak begitu jauh jaraknya antara Pesantren, dan Gereja.

Pembinaan Keagamaan Di Kelurahan Cigugur termasuk Iklim kondusip, adapun

terjadinya riak-riak (konflik) bukan masalah SARA, akan tetapi masalah Keluarga dan tanah warisan. Karena di dalam satu keluarga terdiri dari Agama Islam, Kristen protestan atau Kristen

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Hj. Marpuah ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 174 16/12/2018 20:36:09Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

175

Katolik, dan penganut Kepercayaan. Seperti contoh Pegawai pensiunan (2 tahun) dari Kandepag (Ibu Icah), suaminya Islam anaknya 3 orang dan Ibunya (Ibu Icah) beragama Katolik. Dalam hal ini sering juga dijumpai oleh Pelayanan Pencatatan Nikah di KUA, anaknya muallaf orang tuanya Kristen mereka mengantar nikah anaknya ke KUA. Pembinaan yang dilakukan oleh KUA terhadap masyarakat warga Kelurahan Cigugur yaitu melalui Majlis Taklim di Masjid dan Mushalla, dan melalui Khutbah jum’at di Masjid Al-Jihad yang ada di kelurahan Cigugur. Kemudian acara musyawarah Kecamatan tentang pembangunan melalui PHBI, PHBN (Nasional) seperti peringatan 17 Agustus, dan lainnya. Dalam penyampaian materinya diselipkan pesan-pesan moral dan kerukunan antarumat beragama.

Pembinaan lainya dilakukan oleh MUI yang selalu menghimbau agar tidak terjadi konflik antarumat beragama. Kemudian melalui: 1. Pusda’I (Pusat Dakwah Islam), dilaksanakan pertemuan di akhir bulan tingkat Kecamatan (gabungan) seluruh Desa dan Kelurahan. 2).Tarling Ramadhan. 3). Sosialisasi zakat (kerja sama dengan Baznas, IPHI, MUI, BKMM, Muslimat NU). Dalam hal ini MUI Kecamatan hanya sebatas pembinaan saja terhadap ummatnya, sedangkan untuk fatwa-fatwa yang terkait dengan persoalan akidah, syara sifatnya hanya nunggu komando dan keputusan ada di MUI Pusat. Adapun kendala yang dihadapi oleh MUI ketika terkait dengan Pendirian Rumah Ibadah, sebagaimana dijelaskan dalam PBM No. 9 dan No. 8 Tahun 2006, dalam aturannya menjelaskan syarat untuk mendirikan rumah ibadah dengan syarat ada penduduk sekitar 90 KK, atau 60 KK sebagai faktor pendukung. Hal ini sering terjadi dikalangan umat Kristiani dalam pendirian rumah ibadahnya. Seperti contoh di desa suka mulya pada awalnya diusulkan surat ijin bangunan untuk rumah, tapi pada akhirnya dibuat untuk gereja. Dan masalah sumber dana untuk operasional kegiatan program MUI Kecamatan belum memadai (Rohidin Sekretaris MUI Kecamatan).

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 175 16/12/2018 20:36:09Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

176

Pembinaan untuk tingkat Kabupaten terkait dengan kerukunan antarumat beragama melalui program FKUB: 1. Sosialisasi terhadap warga Masyarakat Kelurahan Cigugur. 2. Pembinaan melalui: sekolah dan Kampus. 3. Penanganan jika ada kasus isu-isu aktual. 4. Kolaborasi dalam momen tertentu, seperti Bakti Sosial. Selain yang empat program tersebut dilakukan pula sosialisasi tentang Komunitas wanita. Dan menyelenggarakan Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) oleh Kesbang Pol Linmas. Muatan materinya tentang: Toleransi, Tenggang Rasa, Kebersamaan. Serta menjelaskan pentingnya 4 pilar yang harus dihayati, dan diimplementasikan dalam berinteraksi sosial terhadap sesamanya. Kemudian mengadakan dialog antartokoh umat beragama, dengan menampilkan masing-masing konsep teologisnya. Untuk kegiatan sosial keagamaan dibentuk relawan lintas agama, yang didukung oleh Kadim, Kejaksaan, Wanita Keagamaan, untuk mewujudkan kebersamaan dalam perbedaan. Contohnya ketika ada longsor di Kecamatan Ciniru, dari pihak kelurahan mengkoordinir relawan lintas agama untuk memberikan sumbangan baik dalam bentuk sembako, maupun dalam bentuk pakaian (Dr. Peni Rahman, pengurus FKUB).

Pembinaan Lintas AgamaBupati Kuningan, Jaga Terus Kerukunan Umat Beragama

Kepengurusan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Kuningan periode 2017-2022 dengan ketua dewan penasehat Wakil Bupati Kuningan, H. Dede Sembada dan selaku Ketua KH. Achidin Noor, dikukuhkan Bupati Kuningan. H. Acep Purnama SH. Bertempat di Pendopo Setda Kabupaten Kuningan, Jum’at (20/10/2017). Disaksikan unsur muspida lainnya. Usai mengukuhkan Bupati Kuningan mengatakan, saya sebagai kepala daerah mengemban tugas memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama. Untuk itu perlu adanya kerjasama

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Hj. Marpuah ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 176 16/12/2018 20:36:10Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

177

semua pihak terutama pemuka-pemuka agama dan tokoh masyarakat, sehingga tri Kerukunan beragama dapat terwujud. “Tri Kerukunan Hidup beragama yakni kerukunan intern umat beragama, kerukunan antarumat beragama, dan kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah,”ungkapnya.

Ketua FKUB Kabupaten Kuningan KH. Achidin Noor mengatakan, FKUB memiliki visi terciptanya kerukunan umat beragama di Kabupaten Kuningan yang tolerans dan harmonis dalam merekat kesatuan dan persatuan bangsa. Definisi kerukunan umat beragama ini suatu keadaan di mana sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai. Kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD tahun 1945, dan NKRI. Ia menjelaskan untuk tugas FKUB sendiri melakukan dialog dengan pemuka-pemuka agama dan tokoh masyarakat, menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi mayarakat. Menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan bupati, dan memberikan rekomendasi atas permohonan pendirian rumah ibadah.

Keanggotaan FKUB terdiri dari pemuka-pemuka agama setempat, untuk komposisi keanggotaan berdasarkan perbandingan jumlah pemeluk agama setempat dengan keterwakilan mminimal 1 orang dari setiap agama yang ada didaerah setempat,”ungkapnya. Ia menuturkan dalam perjalanannya FKUB Kabupaten Kuningan memiliki misi untuk mengupayakan pemantapan internalisasi pemahaman dan penghayatan ajaran agama. Menciptakan adanya pendekatan humanis kultural dengan melepaskan pendekatan formal struktural. Memantapkan tri kerukunan beragama secara bertahap dan terjabarkan dalam kehidupan berbangsa, bernegara, bermasyarakat dan beragama. Sementara itu FKUB juga memiliki program, ia menerangkan bahwa FKUB berperan dalam pencegahan konflik. Program ini

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 177 16/12/2018 20:36:10Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

178

difokuskan pada daerah yang dianggap memiliki konflik melalui berbagai kegiatan pembinaan pada masyarakat dengan tema-tema dan upaya preventif yang mencegah untuk tidak terjadinya konflik. (Suhendra/Pubdok - Humas Setda Kabupaten Kuningan) dayani/ Red: Irfan Fitrat Senin, 23 Oktober 2017

Forum Pembauran Kebangsaan (FPK)

Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) di Kuningan kini sudah merambah ke tingkat kecamatan. Belum lama ini pengurus FPK Kecamatan Cigugur dilantik. Ketua FPK Kuningan, Yunus Suparman SSos menghadirinya langsung. Dalam sambutan Yunus mengatakan, Kecamatan Cigugur memiliki ciri khas keanekaragaman suku, agama, ras dan budaya serta etnis. Keanekaragaman itu merupakan kekuatan untuk menjalin persatuan dan kesatuan dalam upaya mempertahankan NKRI serta aset daerah yang sudah terbangun. “Untuk menjaga keanekaragaman itu, perlu manajemen yang baik dari FPK serta dari semua lapisan masyarakat dan instansi terkait yang ada di lingkup Kecamatan Cigugur,” ucapnya. Sebagai ketua FPK tingkat kabupaten, Yunus menyambut baik atas dilantiknya FPK Kecamatan Cigugur. Dia mengungkapkan, Cigugur merupakan yang pertama menyelenggarakan pelantikan.“Dengan dilantiknya FPK Cigugur, telah memperkuat keberadaan FPK di Kabupaten Kuningan. Untuk itu saya ucapkan terima kasih kepada pak camat yang telah memprakarsainya. Mudah-mudahan tidak lama lagi diikuti kecamatan lainnya,” harap Yunus.

Dia mengakui, belakangan ini berbagai konflik yang muncul baik vertikal maupun horizontal dengan berlatarbelakang sara dianggap akan memicu penurunan integritas daerah maupun nasional. Untuk itu perlu adanya komitmen dan upaya, salah satunya melalui pembentukan FPK yang didukung oleh masyarakat dan pemerintah dengan koordinasi antaraparat daerah dengan instansi terkait secara profesional. “Alhamdulillah sampai saat ini Kuningan dalam keadaan kondusif. Untuk itu perlu kita jaga dan

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Hj. Marpuah ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 178 16/12/2018 20:36:10Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

179

jalin keharmonisan demi keutuhan dan tegaknya NKRI,” tandasnya. Sementara rangkaian pelantikan diisi pula dengan pengarahan dan pembekalan materi. Kasatpol PP Indra Purwantoro misalnya, ia menjadi salah satu narasumber. Materinya yang dibawakan tentang tugas pokok dan fungsi Linmas. Sedangkan dari Badan Kesbangpol dihadirkan narasumber Drs. Sigit Pramono. Materinya Dinamika NKRI. Untuk pelantikan dilakukan oleh Camat Cigugur, Suryono SSn. Acara diikuti oleh para tokoh Seni, Adat, Budaya dan etnis dan dihadiri oleh Forum Pimpinan Kecamatan Cigugur. Sedangkan pengurus yang dilantik, ketua dijabat oleh Dodoy H Hadori SE, Sekretaris TH Victor Al Ponco serta 15 personil lainnya. (deden) (Yunus Suparman, Mei 2017).

Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Kuningan, menggelar Sosialisasi dan Pembinaan Peningkatan Peran dan Fungsi Forum Pembauran Kebangsaan di Gedung Wisma Permata, Komplek Stadion Mashud Wisnu Saputra Kuningan Selasa (13/02/18). Acara ini dihadiri Wabup Dede Sembada, Ketua Forum Pembauran Kebangsaan Kabupaten Kuningan beserta pengurus kecamatan se-Kabupaten Kuningan. Kegiatan ini merupakan strategi pemerintah daerah bersama masyarakat untuk menciptakan iklim yang kondusif. Kemudiandiharapkan mampu menumbuhkan, cinta terhadap bangsa. “Saya menyambut baik kegiatan ini diharapkan mampu meningkatkan peran dan fungsi Forum Pembauran Kebangsaan di Kabupaten Kuningan. Penyelenggaraan pembauran kebangsaan adalah proses pelaksanaan kegiatan integritas anggota masyarakat,” ujarnya. Menurutnya sosialisasi yang diselenggarakan Kesbangpol kabupaten Kuningan sebagai langkah memasyarakatkan program pembauran kebangsaan agar dapat dipahami dan dihayati oleh masyarakat.

Kemajemukan masyarakat sambungnya merupakan aset nasional yang perlu dipertahankan. Melalui peningkatkan kesadaran dan semangat berbangsa, diharapkan akan tumbuh keterpaduan kekuatan dan ketahanan di tengah-tengah

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 179 16/12/2018 20:36:10Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

180

peradaban global. “Peran dan fungsi yang paling utama forum pembauaran kebangsaan adalah sebagai wadah silaturahmi, informasi, komunikasi, konsultasi. Kemudian juga kerjasama antarwarga yang diarahkan untuk menumbuhkan, memantapkan, memelihara dan mengembangkan guna menerima kemajemukan masyarakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)”.

Bermuamalah sebagai Interaksi Sosial dalam Islam Dasar utama mewujudkan kerukunan yang paripurna adalah

melalui kejujuran, karena sifat inilah yang menjadi kriteria pertama dan utama terhadap kenabian. Sehingga nabi bukan saja berada pada posisi kenabian secara etik (ethical prophecy), tetapi telah menjelma menjadi kenabian yang menjadi panutan (exemplary prophecy). Dalam keadaan yang demikianlah seorang nabi sungguh-sungguh membawa model kepercayaan yang disebut teologi transformatif. Setelah persyaratan kejujuran (shiddiq) tersebut, maka kemudian disusul dengan orang yang terpercaya (amanah). Kemudian mengembangkan pesan-pesan kebenaran (tablig) dan kemudian terakhir seorang nabi selalu memancarkan kepribadian yang cerdas dan tanggap terhadap berbagai situasi (fathonah). Apabila dianalogikan kepada sebuah masyarakat, maka keempat kriteria di atas adalah juga merupakan persyaratan terhadap sebuah model kepemimpinan yang berwibawa, dan cakap dalam mengantarkan terjadinya proses transformasi dalam kehidupan masyarakat.

Kepemimpinan yang efektif dalam masyarakat akan bisa mengembangkan semangat perdamaian yang ditentukan oleh potensi kemampuan dirinya untuk memiliki empat kriteria tersebut di atas. Dan ditambah lagi dengan adanya modal sosial (social capital) yang mendorong terciptanya suasana saling mengakui, menghormati, dan menghargai dalam hubungan antarmanusia. Masyarakat akan kehilangan modal sosial manakala kepemimpinan dalam sebuah masyarakat tidak

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Hj. Marpuah ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 180 16/12/2018 20:36:10Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

181

mampu mendorong terwujudnya suasana perdamaian. Akibat dari berbagai virus perilaku yang menyimpang, yaitu: berbohong, pelanggaran janji, dan pengkhianatan terhadap kepercayaan masyarakat. Rasulullah bersabda: ciri-ciri munafik ada tiga 1). Jika berbicara ia suka berdusta. 2). jika berjanji tidak ia tepati, dan 3). jika diberi amanat dia berkhianat. Demikian hadis yang dikutip dari Riwayat Bukhori dan Muslim. Selain dari itu Rasul bersabda pula: Sebaik-baik hamba Allah pada hari kiamat adalah orang-orang yang memenuhi janji serta suka menyenangkan orang lain (K.H. Surahman Hidayat, Islam, hlm 47).

Adapun ruang lingkup dalam bermuamalahadalah Pertama; Dalam bermuamalah dengan sesama, baik di dalam kehidupan riil maupun media sosial. Setiap Muslim wajib mendasarkan pada keimanan dan ketakwaan, kebajikan (mu’asyarah bil ma’ruf ), persaudaraan (ukhuwwah), saling wasiat akan kebenaran (al-haqq) serta mengajak pada kebaikan (al amr bi al ma’ruf ) dan mencegah kemungkaran (al-nahyu ‘an al-munkar). Kedua; Mempererat ukhuwwah (persaudaraan), baik ukhuwwah Islamiyyah (persaudaraan keislaman), ukhuwwah wathaniyyah (persaudaraan kebangsaan), maupun ukhuwwah insaniyyah (persaudaraan kemanusiaan).

Memperkokoh kerukunan, baik intern umat beragama, antarumat beragama, maupun antarumat beragama dengan pemerintah. Ketiga; Setiap Muslim yang bermuamalah melalui medsos wajib meningkatkan keimanan dan ketakwaan, tidak mendorong kekufuran dan kemaksiatan. Keempat; Setiap Muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan untuk melakukan: a). Melakukan ghibah, fitnah, naminah, dan penyebaran permusuhan. b). Melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras, atau antargolongan.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 181 16/12/2018 20:36:10Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

182

Potensi Kerukunan dan Interaksi Sosial Kerukunan yang terbina di Kelurahan Cigugur mereka

berprinsip: 1). bahwa perbedaan keyakinan itu timbul dari kebenaran hatinya dan keyakinan masing-masing pemeluk agama. 2). adanya faktor keturunan yang membuat kondusipnya Kelurahan Cigugur. Dalam hal ini fakta sosial di masyarakat adanya identitas agama yang berbeda dalam satu rumah. 3). Warga masyarakat yang berbeda pemeluk agamanya memiliki sifat kegotong-royongan yang membuat penduduk itu bisa rukun. 4). Apabila ada satu kelurahan mengadakan kegiatan perbaikan jalan, membangun Masjid, warga tersebut mendukungnya terhadap kegiatan tersebut, baik secara moril maupun materil atau secara financial semampuhnya mereka. Bahkan ada rumah pendeta agama Protestan (Pendeta Yayan), sedang dibangun lokasi berada di lingkungan sekitar warga pemeluk Agama Islam, sikap sosial dari warga di sekelilingnya pun dapat tercermin. 5). Dalam siklus kehidupan (Kelahiran, sunatan, Pernikahan, dan Kematian), warga kelurahan Cigugur nampak adanya kebersamaan, sikap toleransi terhadap perbedaan agama, dan adanya kerja sama.

Dan ketika Idul Fitri warga pemeluk lain (Kepercayaan, Protestan, Katolik) mereka saling berkunjung ke rumah warga Islam. Begitu juga ketika acara PHBN (17 Agustus) perayaannya dilakukan bersama-sama dengan masing-masing warga memberikan dukungan secara pinansial. Bertepatan pada waktu penjajakan ada warga Nasrani hajatan, kemudian seorang Lurah diundang, dan diminta untuk memberikan sambutan di depan para undangan yang hadir dari berbagai agama. Seorang lurah sebelum dimulai sambutanya dia mengucapkan: Assalamualaikum untuk warga Muslim, selamat pagi/siang/sore, salam sejahtera untuk kita semua untuk orang Katolik/Protestan, dan sampu rasun (sunda wiwitan). Kegiatan pa Lurah hari sabtu dan Minggu hadir untuk acara kegiatan Non Muslim. Toleransi nampak pada simbol-simbol berpakaian peci dikenakan tidak

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Hj. Marpuah ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 182 16/12/2018 20:36:11Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

183

hanya oleh orang Muslim akan tetapi orang non Muslim juga mengenakanya, karena peci adalah lambang nasional (Lurah dan Stafnya).

Menurut Pastur Gereja Katolik Kelurahan Cigugur (Frans), untuk mewujudkan sikap toleransi terhadap sesama, selalu menghimbau kepada komunitas jemaatnya (Katolik), untuk berorientasi kepada pemahaman dan pengamalan NKRI yang harus dijaga. Karena bagaimanapun mereka itu adalah bersaudara. Dalam dakwahnya baru bicara individu, untuk ke dalamnya supaya ta’at beragama. Walaupun beda pandangan kita duduk bersama, karena pembeda itu suatu keunikan. Dalam ajaran Katolik ada pelajaran: Bina Iman Remaja tingkat SMP, Bina Iman anak-anak usia PAUD, SD, orang muda Katolik, materinya sudah dibuat dalam satu modul. Inti dari ajaran agama Katolik yaitu “Cintailah sesama manusia, seperti mencintai dirimu sendiri”, sehingga dalam sikap toleransi, dan berinteraksi sosial terhadap siapapun selalu berlandaskan pada semboyan tersebut (Frans Pastur Gereja Raja).

Menurut RW2 Blok Citambak (Ahmad Hidayat) sebagai tokoh Agama Islam, sejak tahun 1970an dan sejak bubarnya Agama Djawa Sunda (ADS), sudah melestarikan sikap toleransi dan kerukunan antarumat beragama. Hal ini ditandai dengan adanya Brigjend dari Jakarta untuk musyawarah dengan para tokoh Agama (Islam, Katolik, dan Protestan), tokoh masyarakat, terkait ada isu–isu aktual di Kelurahan Cigugur. Pertemuan ini diadakan di rumahnya RW Blok Citambak (Ahmad Hidayat) pada saat itu dihadiri oleh Prof. DR. Fan Hopside (Australia). Bapak Ahmad Hidayat ini putra dari Kyai Dul Wafi sebagai tokoh agama di Kelurahan Cigugur, beliau pada saat itu sebagai Pegawai tetap di Departemen Penerangan. Walaupun bapaknya RW Blok Citambak ini seorang Kyai, akan tetapi mayoritas (70%) keluarganya orang tua RW ini ada di agama Katolik, Protestan, dan Kepercayaan.

Walaupun demikian mereka tetap Rukun dan memiliki sikap toleransi antara satu dengan lainya. Kerukunan dan sikap toleransi

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 183 16/12/2018 20:36:11Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

184

ini pun ditandai pula dengan adanya pernikahan putri ketiga dari pa RW menikah dengan Putra keempat dari tokoh kepercayaan (Pajati Kusuma) menjadi muallaf, dan sudah dikaruniai 2 anak perempuan (saat penulis di lapangan). Sikap toleransi di Kelurahan Cigugur nampak pula ketika perayaan Hari Besar Islam, pihak non Muslim ikut partisipasi untuk ketertiban lalu-lintas di jalan raya, seperti ketika Sholat Idul Fitri dan Idul Adha, dan ketika ada hajatan baik Non Muslim maupun Muslim itu sendiri. Dalam hal ini sikap toleransi antarumat beragama dilakukan dalam siklus kehidupan baik itu umat Muslim maupun umat non Muslim. Akan tetapi ada batas-batas tertentu yang tidak harus diikutinya satu pemeluk agama dengan pemeluk agama lainnya yaitu masalah akidahnya. Selain itu selalu ada kebersamaan, gotong royong dan kerja sama dalam membangun desanya yang rukun. Sebagai RW2 di Blok Citambak ini membawahi 4 RT (4,5,6,7). Selama menjadi RW di Blok Citambak lingkungan yang dibinanya selalu kondusip, tidak pernah terjadi konflik, dan memang lingkungan itu sangat mendukung untuk hidup tentram dan damai. Walaupun mereka seorang petani, dan peternak, juga sebagai PNS, dan Biraswasta.

Menurut bapak Dodo sebagai mantan RT 17 RW 06 (2017) di Blok Paleben Lingkungan Puhun, beliau mengatakan lingkungan Cigugur itu adalah Indonesia mini yang berbagai agama, budaya, dan adat istiadat ada di Cigugur. Dalam pemeonya mengatakan “ adanya suatu pengakuan walaupun tidak satu keinginan, tapi saling pengertian”. Tidak akan mampu untuk mempropokatornya. Pa RT ini seorang Kepercayaan, namun 3 orang anaknya sebagai penganut agama Katolik, 1 orang perempuan, 2 orang laki-laki. Namun mereka saling pengertian dan memiliki sikap toleransi satu dengan lainnya, untuk melakukan aktivitas keagamaannya. Selain itu selalu ada kebersamaan dan kerja sama dalam hal sikap sosial terhadap sesamanya,contoh kongkritnya ketika ada kematian orang Muslim, untuk gali liang lahat itu semua agama ikut bantu. Kondisi lingkungan rumah pa RT ini di depan rumahnya keluarga Muslim, samping rumah kanannya keluarga Kristen Protestan,

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Hj. Marpuah ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 184 16/12/2018 20:36:11Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

185

samping rumah kirinya keluarga Muslim, dan belakang rumahnya keluarga mulim juga.

Menurut pengikut Kepercayaan “ Paseban Tri Panca Tunggal itu” Tri (3), Panca (5), Tunggal (Esa). Dimaknai bahwa semua manusia punya: Rasa, Cipta, dan Karsa, atau Sir, Rasa, dan Fikir. Pedoman ajarannya adalah cara-ciri manusia dan cara-ciri bangsa. Pengikut Kepercayaan ini tidak memiliki Kitab tertulis, tapi memiliki titis tulis. Contohnya perwujudan dalam hakekat manusia: adanya hubungan vertikal dan hubungan horizontal (hubungan manusia dengan tuhan, manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan alam sekitarnya).

Yang dimaksud dengan Tuhan itu yaitu Maha Tuhan dan Manunggal ( satu dan menyatu). Terkait dengan interaksi sosial sebagai perwujudan dari Kerukunan: 1). Bahwa kita lahir ke dunia tidak berkehendak, akan tetapi Tuhan yang berkehendak. 2). Bahwa setiap manusia mempunyai pilihan: surga dan neraka, baik dan buruk, jika kita mau baik maka harus berbuat baik. Kemudian dijelaskan pula oleh Pa RT ini: ciri-ciri manusia: 1) Welas Asih. 2). Cinta Kasih. 3). Budi Pekerti (Undak –usuk ): dalam berinteraksi dengan Bapak, Ibu, kakak, dan Adek. 4). Tatak rama dalam pergaulan.5). Budi Daya (menggambarkan bahasa tubuh), bagaimana kita menggerakkan tubuh yang santun disempurnakan dengan Budi Bahasa yang santun terhadap yang se padan, orang tua, yang lebih muda. 6). Budi Bahasa. 7). Wiwaha ( pertimbangan) ketika akan melakukan sesuatu harus dipertimbangkan sebelumnya. 8). Yuda Naraga (kita semua harus menjaga dan memerangi Nafsu pada diri sendiri), yaitu: Nafsu amarah dan Nafsu Mutmainnah.

Dalam diri manusia itu ada 4 unsur: 1). Asal dari Aching ( saripati) tanah. 2). Asal dari aching (saripati) Api. 3). Asal dari Aching (saripati) Cai. 4). Asal dari Aching ( saripati) angin.

Dalam hal ini bicara aching itu karena Tuhan itu maha Tunggal. Contohnya pengakuan Keyakinan orang Muslim ke Masjid, Kristen ke Gereja, Kepercayaan bisa di rumah dan bisa di Paseban. Dalam

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 185 16/12/2018 20:36:11Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

186

siklus kehidupan diatur oleh hukum adat (hukum yang mengatur tatakehidupan dalam keluarga, masyarakat adat). Warga hukum adat adalah Sunda Wiwitan, yang penganutnyatersebar di wilayah: Bandung, Ciamis, Tasik, Garut, Sukabumi dan lainnya), dalam sunda wiwitan harus konsekwen, konsisten, terhadap Hukum Adat.

Acara seren tahun merupakan wahana untuk mempersatukan umat manusia yang ber Ketuhanan Yang Maha Esa. Upacara seren tahun tanggal 22 Rayagung tahun saka sunda (1 syura), berkumpul di Paseban dengan kegiatan ritual, seremonial, dan ada pembinaan dari Pupuhun (Kepala /Ketua Adat). Intinya membina masyarakat bisa berlaku sebagai manusia, dan bersifat kemanusiaan. Dalam acara ini dihadiri oleh berbagai agama: Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha. Dan berbagai unsur aparat pemerintah Daerah, dihadiri pula oleh unsur Dinas Kebudayaan dari Jakarta. Upacara seren taun merupakan acara penyerahan hasil bumi berupa padi yang dihasilkan dalam kurun waktu satu tahun untuk disimpan ke dalam lumbung.Karena mayoritas mata pencaharian mereka adalah petani, dan peternak, dan lain-lain. Jenjang pendidikan mereka dari mulai SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Seren tahun di awali dengan Upacara Ngajayak (Penjembutan Padi) pada tanggal 18 dilanjutkan dengan penumbukan padi dan sebagai puncak acaranya jatuh pada tanggal 22 Rayagung. Ngajayak dalam bahasa Sunda berarti menerima dan menyambut, sedangkan bilangan 18 (delapan welas) dalam bahasa sunda dikonotasikan sebagai welas asih yang berarti cinta kasih dan kemurahan Tuhan menganugrahkan kemakmuran kehidupan umatnya serta segala alam semesta.

Untuk mengatur tata kehidupan penganut Kepercayaan diatur dalam struktur adat sunda wiwitan yaitu: mulai dari Pupuhun Adat (Pimpinan) --Girang Pangaping (Pengawasan pembinaan Wilayah)--Wareh (Blok) = sesepuh , ais Pangampuh (Ketua Lingkungan) --Girang serat (juru tulis), Paniten (pengawas), Candoli (bendahara). Untuk menjalankan struktur adat ini,

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Hj. Marpuah ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 186 16/12/2018 20:36:11Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

187

dilakukan pertemuan satu minggu sekali. Dalam ibadahnya penganut Kepercayaan 1 hari 2x yaitu menjelang matahari terbit, dan menjelang matahari terbenam, dilakukan bisa di rumah atau di Paseban. Dan penganut kepercayaan ini mengadopsi konsep ajarannya dari semua agama (Islam, Kristen Katolik, Protestan, Hindu, dan Buddha), namun diambil saripatinya. Contoh kongkritnya ketika ada yang meninggal warga adat sunda wiwitan: duduk bersama dari berbagai pemeluk agama (Islam, Kristen Katolik, dan Protestan, dan Tokoh Kepercayaan itu sendiri), untuk membacakan Do’a sesuai dengan agama masingmasing. Dan pemakaman di Kelurahan Cigugur pun ditempati oleh berbagai pemeluk agama (Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu dan Buddha, juga penganut Kepercayaan).

Upaya lainya dalam menciptakan sikap toleransi terhadap sesama dan terhadap antarumat beragama, bagi anak usia SLTP dan SLTA telah diberikan materi tentang kerukunan dan toleransi antarumat beragama, yang tercantum dalam mata pelajaran PPKN dan mata pelajaran Sosiologi. Materi tersebut untuk tingkat SLTP membahas tentang: 1). Orang yang beriman membangun persaudaraan dengan semua orang.2). Berbeda tapi satu tujuan, 3). Pluralisme (Kemajemukan) Agama dan Kepercayaan. 4). Bersahabat dengan sesama yang beragama dan Kepercayaan lain. Materi ini diberikan di kelas IX. Kemudian untuk tingkat SLTA diberikan materi: 1). Perbedaan, Kesetaraan, dan Harmoni. 2). Kelompok sosial dalam masyarakat multikultural. Subnya: Diferensiasi sosial dengan stratifikasi sosial. Materi tersebut diajarkan di kelas XI dengan tujuan agar dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam momen-momen tertentu. Yang ditanamkan kepada siswa merupakan konsep inti dari pendidikan multikulturalisme, dan pluralisme Agama. Implementasi dari mata pelajaran PPKN dan Sosiologi, selain diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, juga dilakukan Kemah Bakti Pemuda Pembauran Kesatuan Bangsa dari berbagai sekolah SLTA di Kabupaten Kuningan, termasuk di dalamnya ada

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 187 16/12/2018 20:36:11Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

188

keragaman beragama. Kegiatan ini diselenggarakan oleh FPK Kesbang Pol Kabupaten Kuningan. Dan kemah Remaja lintas agama diselenggarakan oleh FKUB kerja sama dengan Pemda.

Kesimpulan dan RekomendasiKesimpulan

Pertama; Interaksi sosial merupakan salah satu ilmu yang mendapat perhatian cukup banyak dari para ilmuan, hal ini terbukti dengan banyaknya tokoh-tokoh yang turut serta dalam memberikan pengertian atau penjelasan tentang interaksi sosial. Selain itu interaksi sosial secara umum juga dapat dilihat dari 2 sudut pandang yakni sudut pandang sosiologi dan juga psikologi sosial. Setelah mengetahui pandangan beberapa tokoh akan pengertian interaksi sosial, maka dapat menyimpulkan bahwa interaksi sosial ialah hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi,ada aksi dan ada reaksi, dan pelakunya lebih dari satu (individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok). Interaksi sosial bisa terjadi dan dapat berlangsung karena beberapa hal, atau beberapa faktor. Seperti yang telah dicantumkan pada bahasan tersebut di atas: ada faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. Faktor-faktor inilah yang merupakan faktor paling mendasar sehingga terciptanya interaksi. Faktor-faktor tersebut dapat bergerak sendiri-sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan tergabung.

Kedua; Interaksi sosial menurut Al-Qur’an adalah sikap saling menghargai dan saling menghormati dalam urusan-urusan sosial kemasyarakatan atau dalam bidang muamalah. Alquran juga cukup rinci dalam memberikan penjelasan akan pentingnya berinteraksi sesama manusia. Karena sangat pentingnya interaksi sosial, Islam pun mengatakan bahwa seorang Muslim yang tidak baik hubungannya dengan sesama manusia meskipun hubungannya dengan Allah sangat baik maka imannya belum lah sempurna. Jadi interaksi merupakan hal yang harus dilakukan oleh

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Hj. Marpuah ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 188 16/12/2018 20:36:12Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

189

manusia, namun jangan sampai melakukan interaksi yang negatif. Oleh karena itu, Al-Qur’an turun sebagai pedoman bagi manusia untuk melakukan interaksi secara positif. Interaksi sosialadalah hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih, dan masing-masing orang yang terlibat di dalamnya memainkan peran secara aktif. Jadi jelaslah bahwa di dalam proses interaksi itu terdapat tindakan saling pengaruh mempengaruhi antara satu individu dengan individu lainnya, sehingga timbullah kemungkinan-kemungkinan untuk saling mengubah atau memperbaiki perilaku masing masing secara timbal balik.

Dan jelaslah bahwa konsep interaksi sosial yang ada dalam Al-Qur’an itu sangat dijunjung tinggi. Apalagi jika mencoba untuk lebih mendalami kehidupan rasulullah, maka interaksi sosial itu sangat dianjurkan oleh Nabi tentunya dalam koridor-koridor Islam. Dan pada akhirnya, para sahabat Nabi pun benar-benar merealisasikan makna interkasi sosial sebagai bentuk kasih sayang antarsesama manusia, tentunya dengan tujuan untuk mencapai keridaan Allah semata. Maka memang pantas bahwa konsep Al-Qur’an yang mewakili agama Islam dikatakan sebagai agama rahmatan lil ‘alamiin.

Ketiga; Toleransi (tasamuh) yang dipahami menurut asal katanya adalah indurance dan dalam bahasa arab disebut tahammul, yaitu kemampuan menahan diri.(Lihat K.H. Surahman Hidayat, ibid, hlm 49). Toleransi artinya membiarkan orang lain memiliki kepercayaan serta mengamalkannya sesuai dengan keyakinannya tanpa melakukan intervensi terhadap keyakinan tersebut. Sekalipun kita memandang kepercayaan tersebut sesat karena berbeda dengan keyakinan yang dianut oleh kebanyakan orang. Dengan demikian sepanjang keyakinan tersebut dianut dan dilaksanakan sendiri tanpa melakukan penilaian menghujat keyakinan yang dianut orang lain, maka sudah sewajarnya diberikan kebebasan bagi setiap orang untuk mempercayai dan mengamalkannya. Akan tetapi berbeda halnya apabila telah melampaui kepentingan urusan pribadi yaitu dengan

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 189 16/12/2018 20:36:12Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

190

mempengaruhi orang lain. Maka pada saat itulah lembaga yang memiliki kewenangan untuk menertibkannya agar tetap terpelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat.

Firman Allah: artinya: Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah. Karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan tempat kembali mereka. Lalu Dia memberikan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan.(Q.S. Al-An’am (6): 108).

Keempat; kerja sama (al ta’awun), yaitu kesediaan semua umat manusia melakukan kerja sama dengan setiap orang dalam hal yang berkenan dengan aspek kemanusiaan. Karena urusan kemanusiaan bersifat universal yang tidak memandang dari segi latar belakang asalusul, suku, budaya maupun agama. Dengan melakukan kerja sama maka setiap orang diharapkan akan saling belajar terhadap kelebihan dan kekurangannya. Dari proses saling belajar tersebut maka akan terhindar motif untuk memusuhi orang lain. Karena bagaimanapun setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan. Akan tetapi tentunya kerja sama ini tidak memasuki wilayah doktrin agama, karena ajaran agama memiliki kebenaran eksklusif, sedangkan kebenaran urusan kemanusiaan sifatnya inklusif. Rasul bersabda yang artinya: Allah akan menolong hamba selama orang tersebut menolong saudaranya. (H.R. Muslim). Kata al mar’i dalam hadis tersebut dan dalam hadis yang lain menggunakan redaksi al’abd (hamba) yang artinya mencakup orang yang beriman atau tidak beriman, kaum kerabat atau orang lain. Dalam hadis yang lain Rasul bersabda artinya: Tolonglah saudaramu baik yang melakukan aniaya maupun yang teraniaya.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa perdamaian bukanlah sekedar teori yang bersifat normatif. Tetapi merupakan jalan dan pandangan hidup yang harus direalisasikan dalam semua aspek kehidupan masyarakat. Hal itulah yang kemudian akan menghasilkan suasana perdamaian di antara sesama manusia.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Hj. Marpuah ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 190 16/12/2018 20:36:12Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

191

Oleh karena keberagamaan adalah pilihan yang sangat mendasar yang akan menjadi patokan seseorang dalam menggerakkan etos kerjanya. Maka pilihan terhadap keyakinan adalah kebebasan mutlak bagi setiap orang. Orang tua pada akhirnya tidak memiliki otoritas untuk memaksakan sebuah keyakinan terhadap anak-anaknya. Akan tetapi tentulah setiap orang tua melakukan bimbingan serta nasehat kepada anakanaknya, untuk selanjutnya terserah kepada setiap anak setelah mereka dewasa untuk mengambil keputusan.

Akan tetapi perlu menjadi perhatian bahwa pengertian kebebasan dalam ajaran agama Islam bukanlah sesuatu yang sederhana. Karena di dalamnya terdapat suatu faktor lain yang sangat penting yaitu kesadaran terhadap adanya tanggung jawab. Oleh karena itu setiap orang yang menggunakan kebebasan pada dasarnya haruslah berkonsultasi kepada hatinya dengan melakukan refleksi untuk memperoleh suatu kebenaran. Cita-cita tentang kehidupan yang damai telah dirumuskan baik dalam konsep ajaran maupun dalam kehidupan yang nyata. Dengan menempatkan Nabi Muhammad Saw sebagai panutan bagi umatnya, maka beliau telah membawa ajaran baik yang langsung dari Allah yaitu Al-Qur’an. Baik penuturan dan sikap beliau dalam menjelaskan bagaimana seharusnya manusia bersikap dalam berbagai pernyataan beliau yang disebut hadis. Hal ini kemudian beliau wujudkan dalam kehidupan yang nyata.

Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian baik melalui data primer maupun data sekunder, dan observasi lapangan, bahwa Kelurahan Cigugur merupakan salah satu wilayah yang cukup kondusif. Karena berbagai faktor yang mendukungnya terhadap Kerukunan dan sikap toleransi intern dan antarumat beragama. Untuk lebih berorientasi kepada masyarakat madani (Civil Society), dalam hal ini diperlukan mekanisme kerja yang sinergis dari berbagai unsur yang berkomitmen dalam penentuan kebijakan. Baik itu kebijakan

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 191 16/12/2018 20:36:12Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

192

terkait dengan aspek ekonomi, aspek sosial dan budaya, maupun aspek politik, khususnya aspek Agama, sehingga masyarakat warga Kelurahan Cigugur maupun Desa khususnya di Kabupaten Kuningan dan umumnya seluruh Desa/Kelurahan di seluruh Indonesia tidak hanya sebagai masyarakat yang berswasembada, akan tetapi masyarakat yang mandiri, swakarya, swadaya, dan menjunjung tinggi nilai-nilai dan norma-norma agama, bangsa dan Negara, dalam waktu jangka panjang.

Daftar PustakaAl-Qur’an Terjemahan

Arifin, H.M,1997, “Psikologi Dakwah (Suatu Pengantar Studi)”. Bumi Aksara, Jakarta.

Faizah, S.Ag. M.A, 2009 “Psikologi Dakwah”, Kencana, Jakarta.

Hamzanwadi Selong “Membangun Sosiologi Inklusif dalam Praktek Pembelajaran, (Studi Pendidikan Toleransi dengan Penerapan Permainan Dadu Pintar Pada Pembelajaran Sosiologi Siswa). Prodi Pendidikan Sosiologi STKIP, Jakarta.

Janu Murdiyamoko, 2007,“Sosiologi: Memahami dan Mengkaji Masyarakat”, Grafindo Media Pratama,Bandung.

Kusumadewi, Lucia Ratih, Paulus Wirutomo, dkk. 2012 “Sistem Sosial Indonesia” Penerbit Universitas IndonesiaDepok.

Kun Widiyati dan Juju Suryawati, 2013 “Buku Sosiologi untuk kelas XI“ di SLTA terbitan Esis, dalamJovi Nuriani Putra, Guru Sosiologi MAN I Cigugur.

Mubarok, Ahmad, 2006 “Psikologi Dakwah”, prenada media grup, Jakarta.

Martono, Nanang, 2014“Sosiologi Perubahan Sosial” Rajawali Pers Jakarta

Mabadiul Chomsah, “ Pluralisme dalam Perspektif Islam” dalam http://Penabutut.com.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Hj. Marpuah ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 192 16/12/2018 20:36:12Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

193

Nasrudin Umar, 2008 “Deradikalisasi Pemahaman al-Qur’an dan Hadits”, Rahmat Semesta Centre, hal: 311Jakarta.

Ngainun Naim, 2011 “ Resensi Buku dasar-dasar Komunikasi Pendidikan” Penerbit Ar-Ruzz Media, Yogyakarta.

Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2016 “Toleransi Beragama di daerah Rawan Konflik” Penerbit, Puslitbang Kehidupan Keagamaan Jakarta.

Roucek, Joseph S, Roland L. Warren, 1984 “Pengantar Sosiologi” Penerbit Bina Aksara.

Ridwan Lubis, 2017 “ Agama dan Perdamaian, Landasan, Tujuan, dan Realitas KehidupanBeragama di Indonesia”, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, anggota IKAPI Jakarta.

Soerjono, Soekanto, 2012 “Sosiologi Suatu Pengantar” Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sahrul, 2001,”Sosiologi Islam” Iain Press, Medan.

Walgito, Bimo, 2003,“Psikologi Sosial”Andi Press, Jogjakarta.

Slamet Santosa. 2010,“Teori-Teori Psikologi Sosial” Bandung: PT Refika Aditama

Soerjono Soekanto, 2012, “Sosiologi Suatu Pengantar” PT. Raja Grafindo Persada,Jakarta

Quraish Shihab, 2003 “Wawasan al_Qur’an: TafsriMaudhu’I atas pelbagai Persoalan Umat”, Mizan hal 375Jakarta.

Qodri Azizy, 2003 “Melawan Globalisasi: Reinterpretasi Ajaran Islam, Persiapan SDM dan terciptanya Masyarakat Madani”, Pustaka Pelajar, Hal 167Jakarta.

Will Kymlicka dalam Agus Wahyudi, 2011 “ Pengantar Filsafat Politik Kontemporer, kajian khusus atas teori-teori keadilan”, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Zakiyudin Baidhawi, 2006 “ Kredo Kebebasan Beragama “ PSAP.

https://m.tempo.co/read/news/2016/07/30/063791846/salah-paham-7-tempat-ibadah-terbakar-di-tanjung-balai.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 193 16/12/2018 20:36:13Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

194

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- Hj. Marpuah ---

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 194 16/12/2018 20:36:13Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

195

BAB VPENUTUP

KesimpulanBerdasarkan hasil-hasil pembahasan di atas, maka dapat

ditarik kesimpulan, penelitian ini menemukan bahwa modal sosial atau ikatan antarwarga menjadi faktor penting dalam memelihara kedamaian antaragama dan antarsuku di enam (6) lokasi di Provinsi Jawa Barat yang menjadi lokus penelitian ini.

Modal sosial itu terutama bersumber dari jalinan kekerabatan yang terbentuk dalam sejarah panjang perbauran antarwarga setempat, kemudian didukung oleh iklim yang kondusif dengan terciptanya prinsip “saling menerima, menghargai, dan menghormati” karena perbedaan agama sebagai pilihan pribadi. Kondisi ini kemudian menciptakan nilai-nilai kearifan lokal yang menyatukan warga dalam sebuah komunitas sosial yang heterogen, dengan berbagai keyakinan, adat, dan tradisi yang berbeda.

Kondisi ini terbentuk, karena keterlibatan dan peran besar para tokoh masyarakat dan pemuka agama dalam menjaga kearifan lokal tersebut serta dapat mentransformasikannya kepada warga pendatang (in-imigration). Oleh karena itu, ikatan kekerabatan, menghargai agama sebagai pilihan pribadi, serta sikap saling menghormati pilihan agama yang berbeda menjadi faktor-faktor penting yang menopang kedamaian antarumat beragama di wilayah ini. Hal ini pula yang mengakibatkan keberadaan dan pendirian rumah ibadat tidak menjadi sumber pertikaian di daerah ini, seperti yang kerap terjadi di daerah-daerah lain.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 195 16/12/2018 20:36:13Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

196

Akibat pembauran antarwarga di atas melahirkan keluarga-keluarga yang beragam pula, baik dari segi suku maupun agama. Tidak jarang ditemukan dalam satu keluarga memiliki anggota keluarga yang majemuk dari segi agama. Namun demikian, perkawinan tidak terjadi antarpasangan beda agama, karena salah satu pasangan selalu lebih dahulu menyesuaikan dengan agama pasangannya sebelum melangsungkan perkawinan. Selain itu, jalinan harmonis ini tetap terjaga dengan baik karena terbentuknya wadah kerjasama sosial, seperti kegiatan bakti sosial, pembentukan koperasi, dan berbagai program sosial lainnya di antarwarga yang berbeda keyakinan.

Namun seiring dengan perubahan dinamika kehidupan sosial, tak dipungkiri pula bahwa interaksi sosial antarwarga di 6 wilayah di atas juga mengalami pergeseran akibat hadirnya pemukiman-pemukinan baru yang ekslusif dalam bentuk cluster di wilayah tersebut, yang memisahkan jarak pandang dan hubungan pergaulan penghuninya dengan warga setempat karena terbangunnya tembok pemisah. Selain itu, terbukanya jaringan media sosial secara global dan massif juga sangat berpengaruh terjadinya transformasi pemikiran antarwarga dalam menyerap isu-isu sensitif, terutama dalam hubungannya dengan pemahaman terhadap ajaran keagamaan. Dengan demikian, kehadiran tokoh masyarakat dan pemuka agama menjadi pilar utama dalam menjaga dan mempertahankan harmonisasi kehidupan bermasyarakat dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat dalam kegiatan-kegiatan sosial, seperti keikutsertaan dalam kepanitiaan perayaan hari besar keagamaan, pesta budaya dan kenegaraan, dan aktivitas sosial lainnya.

Rekomendasi1. Hasil penelitian di enam (6) lokasi di Provinsi Jawa Barat

ini dapat dijadikan sebagai role model dalam memelihara kerukunan antarumat beragama di Indonesia.

BAB V: PENUTUP

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 196 16/12/2018 20:36:13Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

197

2. Pemerintah desa/kelurahan perlu melibatkan tokoh masyarakat dan pemuka agama dalam menciptakan program kesadaran kerukunan antarumat beragama di wilayahnya.

3. Kehadiran Kementerian Agama, Pemerintah Daerah, Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB), dan stakeholders lainnya penting bersinergi dalam memberikan apresiasi kepada daerah-daerah melalui program “pembinaan sadar kerukunan”.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 197 16/12/2018 20:36:13Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

198

BAB V: PENUTUP

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 198 16/12/2018 20:36:13Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

199

DAFTAR PUSTAKA

BukuAbdul Aziz. 2002. Islam dan Masyarakat Betawi. Jakarta: Logos

Wacana Ilmu.

Abdulsyani. 2007. Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Achmad Fedyani Saefuddin. 1986. Konflik dan Integrasi: Perbedaan Faham dalam Agama Islam. Jakarta: Rajawali Press.

Ahmad Mubarok. 2006. Psikologi Dakwah. Jakarta: Prenada Media Group.

Alexander L. George dan Andrew Bennet. 2005. Case Studies and Theory Development in the Social Sciences. Cambridge, Mass: MIT Press.

Aloisius Eko Praptanto. 2011. Sepangkeng Kisah Gereja Katolik Kampung Sawah. Bekasi; Seksi Komunikasi Sosial Paroki Santo Servatius.

Andreas Anangguru Yewangoe. 2009. Agama dan Kerukunan. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Ashutosh Varshney, Rizal Panggabean, dan Mohammad Zulfan Tadjoeddin. 2004. Patterns of Conflict Violence in Indonesia (1990-2003). Jakarta; United Nations Support Facility for Indonesian Recovery (UNSFIR).

Ashutosh Varshney, Rizal Panggabean, dan Mohammad Zulfan Tadjoeddin. 2004. Pattern of CollectiveViolance in Indonesia (1990-2003). UNSFIR: Jakarta.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 199 16/12/2018 20:36:13Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

200

Ashutosh Varshney. 2002. Ethnic Conflict and Civic Life: Hindus and Muslims in India. New Haven & London: Yale University Press.

-----. 2009. Konflik Etnis dan Peran Masyarakat Sipil; Pengalaman India (terj. Siti Aisyah, Ayu Diasti, dan Sri Murniati). Jakarta: Balai Litbang Agama Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2010. Sensus Penduduk 2010: Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, dan Bahasa Sehari-Hari Penduduk Indonesia. Jakarta-Indonesia: Badan Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bekasi. 2017. Kabupaten Bekasi Dalam Angka 2017. Bekasi: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bekasi.

-----. 2017. Kecamatan Pebayuran Dalam Angka 2017. Bekasi: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bekasi.

Bahrul Hayat. 2012. Mengelola Kemajemukan Umat Beragama. Jakarta: PT. Saadah Cipta Mandiri.

Balai Litbang Agama Jakarta. Pola Konflik Keagamaan di 10 Provinsi di Indonesia Bagian Barat. Laporan Hasil Penelitian. Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta, 2008.

Beverly Crawford. 1998. “The Causes of Cultural Conflict: An Institutional Approach.” In, Beverly Crawford and Ronnie D. Lipschutz, eds. The Myth of Ethnic Conflict: Politics, Economics, and Cultural Violence. Berkeley: University of California.

Bimo Walgito. 2003. Psikologi Sosial. Yogyakarta: Andi Press.

Biro Perencanaan Kementerian Agama. 2017. Pohon Perencanaan: Pemetaan Program dan Kegiatan Kementerian Agama. Jakarta: Biro Perencanaan, Sekretariat Jenderal - Kementerian Agama, Cet. I.

BT. Naipospos Halili. 2015. Dari Stagnasi Menjemput Harapan Baru: Kondisi Kebebasan Beragama/Berkeyakinan di Indonesia 2014. Jakarta: Pustaka Masyarakat Setara.

DAFTAR PUSTAKA

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 200 16/12/2018 20:36:14Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

201

Cahyo Pamungkas. 2017. Mereka yang Terusir: Studi Tentang Ketahanan Sosial Pengungsi Ahamadiyah dan Syiah di Indonesia. Jakarta: Pustaka Obor Indonesia.

Cynthia Broderick & Kevin Fosnacht. 2017. Religious Tolerance on Campus: A Multi Institution Study. USA: Indiana University Center for Postsecondary Research.

Daniel L.Stufflebeam dan Chris L. S. Coryn. 2014. Evaluation Theory, Models, and Applications. San Fransisco: Jossey-Bass.

Dedy Mulyana. 2002. Metode Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Eko A. Mainarno. 2011. Manusia dalam Kebudayaan dan Masyarakat. Jakarta: Salemba Humanika.

Faizah. 2009. Psikologi Dakwah. Jakarta: Kencana.

Franz Magnis Suseno dkk. 2007. Memahami Hubungan Antaragama. Yogyakarta: Elsaq Press.

-----. 2003. Agama dalam Dialog; Pencerahan, Perdamaian dan Masa Depan. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

H.M. Arifin. 1997. “Psikologi Dakwah (Suatu Pengantar Studi)”. Bumi Aksara, Jakarta.

Haidlor Ali Ahmad. 2013. Survei Nasional: Kerukunan Umat Beragama di Indonesia. Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI.

Halili. 2016. Politik Harapan Minim Pembuktian: Laporan Kondisi Kebebasan Beragama/Berkeyakinan di Indonesia. Jakarta: Pustaka Masyarakat Setara.

Hamzanwadi Selong. Membangun Sosiologi Inklusif dalam Praktek Pembelajaran: Studi Pendidikan Toleransi dengan Penerapan Permainan Dadu Pintar pada Pembelajaran Sosiologi Siswa. Jakarta: Prodi Pendidikan Sosiologi STKIP.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 201 16/12/2018 20:36:14Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

202

Human Right Watch (HRW). 2013. Atas Nama Agama; Pelanggaran terhadap Minoritas Agama di Indonesia. USA: Human Right Watch.

I. Marsana Windu. 1992. Kekuatan dan Kekerasan Menurut John Galtung. Yogyakarta: Kanisius.

Ihsan Ali Fauzi, Zainal Abidin Bagir, dan Irsyad Rafsadi. 2017. Kebebasan, Toleransi, dan Terorisme: Riset dan Kebijakan Agama di Indonesia. Jakarta: Pusat Studi Agama dan Demokrasi Yayasan Paramadina.

Jack Snyder. 2000. From Voting to Violence: Democratization and Nasionalist Conflicts. London: W.W Norton & Co.

Janu Murdiyamoko. 2007. Sosiologi: Memahami dan Mengkaji Masyarakat. Bandung: Grafindo Media Pratama.

Jeremy Menchik. 2016. Islam and Democracy in Indonesia.Cambridge University Press.

John Gerring. 2007. A Case Study Research: Principles and Practises. 2d ed. USA: Boston University.

John Pieris. 2004. Tragedi Maluku: Sebuah Krisis Peradaban. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Joseph S. Roucek dan Roland L. Warren. 1984. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Bina Aksara.

Komnas HAM. 2015. Laporan Akhir Tahun Pelapor Khusus Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia RI, Jakarta: Komnas HAM.

-----. 2016. Laporan Tahunan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan 2016. Jakarta: Komisi Nasional HAM Republik Indonesia.

Kun Widiyati dan Juju Suryawati. 2013. Buku Sosiologi untuk Kelas XI di SLTA. Dalam Jovi Nuriani Putra, Guru Sosiologi MAN I Cigugur. Ttp: Penerbit Esis.

Kusumadewi, Lucia Ratih, Paulus Wirutomo, dkk. 2012. Sistem Sosial Indonesia. Depok: Penerbit Universitas Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 202 16/12/2018 20:36:14Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

203

M. Alamsyah Dja’far dan Aryo Ardi Nugroho (ed.). 2016. Narasi Islam Damai. Jakarta: The Wahid Foundation.

M. Yusuf Asry (ed.). 2011. Pendirian Rumah Ibadat di Indonesia: Pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 dan No. 8 Tahun 2016. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama.

Marcel Maussen. 2013. Applying Tolerance Indicators: ANNEX to the Report on Assessing Tolerance for Religious Schools. Accept Pluralism Research Project. European University Institute.

Marwan Salahudin. 2008. “Mengenal Kearifan Lokal di Klepu-Ponorogo; Praktik Hubungan Sosial Lintas Agama dan Mekanisme Pencegahan Konflik”. Dalam Agama dan Kearifan Lokal dalam Tantangan Global (ed. Irwan Abdullah, Ibnu Mujib, M. Iqbal Ahnaf ). Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana UGM dan Pustaka Pelajar.

Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman. 1994. Qualitative Data Analysis: An Expanded Sourcebook, 2nd Edition. Thousand Oaks, California: Sage Publications, Inc.

Muhammad Labolo. 2011. Memahami Ilmu Pemerintahan. Jakarta: Rajawali Pers.

Nanang Martono. 2014. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Rajawali Pers.

Nasrudin Umar. 2008. Deradikalisasi Pemahaman Al-Qur’an dan Hadits. Jakarta: Rahmat Semesta Centre.

Ngainun Naim. 2011. Resensi Buku Dasar-Dasar Komunikasi Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Ar-Ruzz Media.

Paul B. Horton dan Hunt Chester L. 1999. Sosiologi (alih bhs) Aminuddin Ram, Tita Sobari.Jakarta: Erlangga.

Puslitbang Kehidupan Keagamaan. 2014. Pedoman Penanganan Aliran dan Gerakan Keagamaan Bermasalah di Indonesia (cet. ke-3). Jakarta; Puslitbang Kehidupan Keagamaan.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 203 16/12/2018 20:36:14Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

204

-----. 2016. “Toleransi Beragama di daerah Rawan Konflik” Penerbit, Puslitbang Kehidupan Keagamaan Jakarta.

Qodri Azizy. 2003. Melawan Globalisasi: Reinterpretasi Ajaran Islam, Persiapan SDM dan terciptanya Masyarakat Madani. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Quraish Shihab. 2003. Wawasan Al-Qur’an: Tafsri Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat. Jakarta: Mizan.

Raudatul Ulum dan Budiyono (ed.). 2016. Survei Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2015. Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan.

Ridwan Lubis. 2017. Agama dan Perdamaian: Landasan, Tujuan dan Realitas Kehidupan Beragama di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Rini Fidiyani. 2016. Dinamika Pembangunan Rumah Ibadah Bagi Warga Minoritas di Jawa Tengah. Prosiding Seminar Nasional Multi Disiplin Ilmu & Call For Papers UNISBANK.

Robert D. Putnam, Robert Leonardi dan Rafaella Y. Nanetti. 1993. Making Democracy Work: Civic Traditions in Modern Italy. Princeton, New Jersey: Princeton University Press.

Robert D. Putnam. 2000. Bowling Alone: The Collapse and Revival of American Community. New York: Simon & Schuster.

Robert K Yin. 2003. Case Study: Research Design and Methods. Edisi ke-2. Thousand Oak, California: Sage Publications.

Rodney Stark dan Roger Finke. 2000. Acts of Faith: Explaining the Human Side of Religion. Berkley, CA: California University Press.

Roger Finke dan Rodney Stark. 2003. “The Dynamics of Religious Economies.” Dalam Handbook of the Sociology of Religion, ed. Michele Dillon, 96-109. Cambridge, U.K.: Cambridge University Press.

Sahrul. 2001. Sosiologi Islam. Medan: IAIN Press.

Setara Institute, “Mengenali Lokus Diskriminasi dalam PBM Dua Menteri”, 23 September 2010.

DAFTAR PUSTAKA

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 204 16/12/2018 20:36:14Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

205

-----. 2015. Ringkasan Laporan Indek Kota Toleran (IKT). Jakarta: Setara Institute.

-----. 2015. Tolerant City Index: Report Summary.

-----. 2017. Bersama Membangun Kota Toleran; Data Dasar Pemajuan Toleransi dan Perdamaian di 10 Kota. Jakarta; Pustaka Masyarakat Setara.

Slamet Santosa. 2010. Teori-Teori Psikologi Sosial. Bandung: PT Refika Aditama.

Soerjano Soekanto. 1989. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Steven J. Bogdan dan Taylor. 1992. Metodologi Penelitian Kualitatif, Suatu Pendekatan Fenomenologis Terhadap Ilmu-Ilmu Sosial. (Terj) Arif Furkhan. Surabaya: Usaha nasional

Subhi Azhari. 2014. Laporan Tahunan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan dan Intoleransi. Jakarta: The Wahid Institute.

Sudjangi. 1993. Kajian Agama dan Masyarakat: 15 Tahun Badan Penelitian dan Pengembangan Agama, 1975-1990 III: Kerukunan Hidup Antarumat Beragama. Badan Penelitian dan Pengembangan Agama.

Syarifah Nur. 2013. Kerukunan Antarumat Beragama (Studi Hubungan Antarumat Beragama: Islam, Katholik, Kristen dan Budha di RW 02 Kampung Milirian, Kelurahan Muja-Muju, Kecamatan Umbulharjo. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.

Taib Tahir Abd Muin. 1996. Membangun Islam. Bandung: PT Rosda Karya.

Teun Vermeer. 2012. The Influence of Religion on Social Tolerance in East-and West Europe: A Multi-Level Analysis. Tilburg University: Nedherland.

The Wahid Institute. 2014. Laporan Tahunan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan dan Intoleransi 2014, “Utang” Warisan Pemerintah Baru. Jakarta: The Wahid Institute. Tualeka, Hamzah Zn. 2011. Sosiologi Agama. Surabaya IAIN Sunan Ampel Press.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 205 16/12/2018 20:36:15Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

206

Tim Penelitian Balai Litbang Agama Jakarta. 2015. Peran Lembaga Keagamaan dalam Memelihara Kerukunan Umat Beragama di Indonesia (Jilid 1 dan 2). Balai Litbang Agama Jakarta.

Tri Dayakisni dan Salis Yuniardi. 2004. Psikologi Lintas Budaya. Malang: UMM Press.

Wahid Foundation dan Lembaga Survei Indonesia. 2017. A Measure of Extent of Socio-Religious Intolerance and Radicalism Within Muslim Society in Indonesia: National Survei Report. Jakarta: Wahid Foundation dan Lembaga Survei Indonesia.

-----. 2016. Laporan Tahuan Kebebasan Beragama Berkeyakinan (KBB) di Indonesia tahun 2016 (Ringkasan Eksekutif ). Jakarta; Wahid Foundation.

Will Kymlicka dalam Agus Wahyudi. 2011. Pengantar Filsafat Politik Kontemporer, Kajian Khusus atas Teori-Teori Keadilan. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.

William Troachim dan James P. Donelly. 2006. The Research Methods Knowledege Base. Cincinnati, OH: Atomic Dog Publishing.

Zainal Abidin Bagir, MI. Ahnaf, M. Tahun, dan B. Asyhari. 2013. Laporan Tahunan Kehidupan Beragama di Indonesia 2012. Yogyakarta: Program Studi dan Lintas Budaya (Center for Religious and Cross-Cultural Studies)-UGM.

Zainal Abidin Bagir. 2017. Kerukunan dan Penodaan Agama: Alternatif Penanganan Masalah. Edisi II Desember 2017. Yogyakarta: Program Studi dan Lintas Budaya (Center for Religion and Cross Cultural Studies/CRCS)-UGM.

Zakiyudin Baidhawi. 2006. Kredo Kebebasan Beragama. PSAP.

Jurnal, Makalah, Skripsi, Tesis, dan DisertasiAN. Jamaludin. 2015. “Sistem Kekerabatan Masyarakat Kampung

Sawah di Kota Bekasi”. Dalam, Jurnal El-Harakah Volume 17 Nomor 2 Tahun 2015; 259-274.

DAFTAR PUSTAKA

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 206 16/12/2018 20:36:15Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

207

Ashutosh Varshney. 2001. “Ethnic Conflict and Civil Society; India and Beyond”. In, World Politics, number 53, April 2001; 362-398.

Astor, Avraham Y. 2011. “Mobilizing Against Mosques: The Origins of Opposition to Islamic Centers of Worship in Spain”. In, Ph.D Thesis, University of Michigan.

Ayu Nur Hamdiah. 2016. Pola Pendidikan Multikultural dalam Mewujudkan Kerukunan Hidup Antarumat Beragama: Studi di Desa Balun Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan. Dalam, Skripsi. Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

Brian J. Grim. 2005. “Religious Regulation’s Impacts on Religious Persecution: The Effects of De Facto and De Jure Religious Regulation”. In, Ph.D. Dissertation. The Pennsylvania State University.

Charles Tilly. 2002. “Event Catalogues as Theories”. In, Sociological Theory 20, 2 (2002): 248-254.

Daniel Bowen & Albert Cheng. 2014. “Peering Into the BlackBox of Faith-Based Education: Do Religious Cues Affect Self Regulation and Political Tolerance?”. In, Edre Working Papper: Rise University dan Arkansas University.

G. Lori Beaman. 2014. “Deep Equality As An Alternative to Accommodation and Tolerance”. In, Nordic Journal of Religion and Society: 27 (2).

Iannaccone, Laurence R., Roger Finke, dan Rodney Stark. 1997. “Deregulating Religion: Supply-Side Stories of Trends and Change in the Religious Marketplace”. In, Economic Inquiry No. 35 (1997): 350-64.

L. J. Hanifan. 1916. “The Rural School Community Center”. In, The Annals of the American Academy of Political and Social Science. Vol. 67, New Possibilities in Education (Sep., 1916); 130-138.

Magali Clobert, Vassilis Saroglou, Kwang Kuo Hwang, & Wen-Li Soong. 2014. “East Asian Religious Tolerance-A Myth or a

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 207 16/12/2018 20:36:15Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

208

Reality? Empirical Investigations of Religious Prejudice in East Asian Societies”. In, Journal of Cross Cultural Psychology: SAGE.

Mark Irving Lichbach. 2008. “Modeling Mechanism of Contention MTT’s Positivis Constructivismt. Simposium McAdam, Tarrow, dan Tilly’s “Measuring Mechanism of Contention”. Dipublikasi secara online pada 31 Mei 2008. Springer Science and Business Media, LLC, hlm. 346-347.

Martti Siisiäinen. 2000. “Two Concepts of Social Capital: Bourdieu vs. Putnam”. In, Paper. Presented at ISTR Fourth International Conference “The Third Sector; For What and for Whom?” Trinity College, Dublin, Ireland, July 5-8 2000.

Melissa Crouch. “Implementing the Regulation on Places of Worship: New Problems, Local Politics, and Court Action”. In, Asian Studies Review 34 (December 2010): 403-419.

Melpayanti Sinaga. 2014. “Analisis Konflik Penolakan Pembangunan Gereja HKBP Filadelfia Bekasi Tahun 2013”. Dalam, Tesis MA, Program Magister Ilmu Hubungan Intenasional, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Naimah B. Asikin. 2013. “Studi Mobilitas Sosial Keluarga Betawi: Perubahan Status Kepemilikan Tanah Alih Generasi Keluarga Betawi di Pulo Gebang Kecamatan Cakung Jakarta Timur”. Dalam, Jurnal Insani, Nomor 15, Desember 2013; 28-44.

Neil Gross. 2009. “A Pragmatist Theory of Social Mechanism”. In, American Sociology Review Vol. 74 74: 358. SAGE dan ASA (American Sociological Association).

R.J. Taormin, A.C.H.Kuok, W. Wei. 2012. “Social Capital as Dehumanizing Terminology”. In, Advances in Applied Sociology. Vol.2, No.2, 2012. Pp. 143-148.

Roger Finke. 1990. “Religious Deregulation: Origins and Consequences”. In, Journal of Church and State 32 (1990): 609-26.

DAFTAR PUSTAKA

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 208 16/12/2018 20:36:15Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

209

Rudy Harisyah Alam. “Studi Berbasis Surat Kabar tentang Pola Konflik Keagamaan di Wilayah Indonesia Bagian Barat, 2004-2007”. Dalam, Jurnal Penamas Vol. XII, No. 2 (2009): 145-179.

Rudy Harisyah Alam. 2010. “Pola Konflik Keagamaan di Provinsi Banten 2004-2010.” Dalam, Makalah. Disajikan dalam Seminar Hasil Penelitian Tentang: Peta Kerukunan Umat Beragama di Provinsi Banten, Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta, Bogor 1-2 November 2010.

Rusydi Syahra. 2003. “Modal Sosial: Konsep dan Aplikasi”. Dalam, Jurnal Masyarakat dan Budaya. Volume 5 No. 1 Tahun 2003; 1-22.

Samsu Rizal Panggabean, Rudy Harisyah Alam, dan Ihsan Ali-Fauzi. 2010. “Patterns of Religious Conflict in Indonesia, 1998-2008”. Dalam, Studia Islamika: Indonesian Journal for Islamic Studies Vol. 17, No. 2 (2010): 233-298.

Samsu Rizal Panggabean. 2014. “Konflik dan Perdamaian Etnis di Indonesia: Menjelaskan Variasi”. Dalam, Disertasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Ujang Mahadi. 2013. “Membangun Kerukunan Umat Masyarakat Beda Agama Melalui Interaksi dan Komunikasi Harmoni di Desa Talang Benuang Provinsi Bengkulu”. Dalam, Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 1 Nomor 1, Juni 2013; 51-58.

Yusuf Angga Syaripudin. 2014. “Kerukunan Umat Beragam Antara Islam, Kristen dan Sunda Wiwitan Studi Kasus Kelurahan Cigugur Kabupaten Kuningan”. Dalam, Skripsi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Yusuf Faisal Ali. 2017. “Upaya Tokoh Agama dalam Mengembang-kan Sikap Toleransi Antarumat Beragama: Studi Kasus Desa Sindangjaya Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur”. Dalam, Untirta Civic Education Journal. Vol.2. No.1. April 2017.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 209 16/12/2018 20:36:16Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

210

Peraturan Perundang-UndangUndang-Undang Dasar Negara republic Indinesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Undang-Undang Nomor 9 tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Abdurrahman Mas’ud, Ruhana, Salim, Akmal. 2009. Kompilasi Kebijakan dan Peraturan Perundang-Undangan Kerukunan Umat Beragama. Edisi Kesebelas. Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI.

Peraturan Bersama Menteri Nomor 9 dan Nomor 8 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah dalam Memelihara Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.

Peraturan Menteri Agama Nomor. 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah.

Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 40 Tahun 2012 tentang Forum Komunikasi Umat Beragama.

Media Cetak dan InternetAzyumardi Azra. 2018. Kerukunan Umat Beragama: Resonansi.

Republika, Kamis 29 Maret 2018.

Agus Yulianto. 2017. Wahid Foundation Inisasi Pembentukan Kampung Damai. Didapat dari http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islamnusantara/17/09/08/ovyxsk-wahid-foundation-inisiasi-pembentukan-kampungdamai, pada 6 Peburari 2018.

DAFTAR PUSTAKA

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 210 16/12/2018 20:36:16Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

211

Adi Warsidi. 2017. Desa Ini Jadi Contoh Kerukunan Beragama. https://nasional.tempo.co/read/1045854/desa-ini-jadi-contoh-kerukunanberagama-di-aceh. Diakses pada 28 Januari 2018.

Alsadad Rudi. 2017. Ahmadiyah Pertanyakan Alasan Pemkot Depok Larang Kegiatan di Rumah Jemaah. https://megapolitan.kompas.com/read/2017/06/05/10075911/ahmadiyah.pertanyakan.alasan.pemkot.depok.larang.kegiatan.di.rumah.jemaah. Diakses pada 22 Maret 2018.

Andi Firdaus. 2016. Kemendagri: Kampung Sawah Bekasi Percontohan Kerukunan Beragama. Didapat dari https://www.antaranews.com/berita/576259/kemendagrikampung-sawah-bekasi-percontohan-kerukunan-beragama, pada 6 Februari 2018.

Cyril. 2015. Indahnya Toleransi Desa Bernuansa Bali di Lampung Selatan.https://www.cendananews.com/2015/05/indahnya-toleransi-bernuansa-bali-dilampung-selatan.html. Diakses pada 28 Januari 2018.

Fathiyah Wardah. 2017. Kerukunan Umat Beragama di Kampung Sawah. Didapat dari https://www.voaindonesia.com/a/kerukunan-umat-beragama-di-kampung-sawah/4180694.html, pada 6 Februari 2018.

Frislidia. 2017. Desa Sadar Kerukunan Beragama di Dumai Resmi Berdiri. https://www.antarariau.com/berita/94841/desa-sadar-kerukunan-beragama-di-dumai-resmiberdiri. Diakses pada 28 Januari 2018.

Harry Susilo. 2016. Kampung Sawah Bekasi Didorong Jadi Percontohan Kerukunan Beragama. http://nasional.kompas.com/read/2016/08/01/20522981/.kampung.sawah.bekasi.didorong.jdi.percontohan.kerukunan.beragama. Diakses pada 28 Januari 2018.

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 211 16/12/2018 20:36:16Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

212

http://www.pikiranrakyat.com/jawa-barat/2012/08/21/200377/warga-kelurahan-ciguru-pertahankan “Warga Kelurahan Cigugur Pertahankan Kerukunan” Diakses pada 28 Januari 2018.

http://www.republika.co.id/berita/selarung/tuturan/16/07/30/ob2jtj-menyusuri-sepenggalkaum-cimahi-tempo-dulu. Diunduh 16-03-2018.

http://www.wisatabdg.com/2013/03/sejarah-cimahi-sebagai-pusat-militer.html. Diunduh 16-03-2018.

https://m.tempo.co/read/news/2016/07/30/063791846/salah-paham-7-tempat-ibadah-terbakar-di-tanjung-balai. Diunduh, 04-02-2018.

https://pkub.Kementerian Agama.go.id/berita/473900/Kementerian Agama-akan-ciptakan-desa-percontohan-sadar-kerukunan. Diunduh, 04-02-2018.

http://jabar.tribunnews.com/2016/06/30/potret-toleransi-b e r a g a m a - d i - j a l a n - l u r a h - c i m a h i - m a s j i d a s s a l a m -berdampingan-dengan-tiga-gereja. Diunduh, 04-02-2018.

http://regional.kompas.com, Kamis 23 Januari 2014. <Diakses 6 April 2016>

https://www2.Kementerian Agama.go.id/berita/470394/indeks-kerukunan-umat-beragama-2016-naik. Diakses pada 3-Februari-2018.

h t t p s : / / w w w . h r w . o r g / s i t e s / d e f a u l t / f i l e s / r e p o r t s /indonesia0213baForUpload.pdf. Diakses pada 3 Februari 2018.

Indra Komara. 2017. Wahid Foundation Deklarasi Kampung Damai di Depok. https://news.detik.com/berita/d-3783711/wahid-foundation-deklarasi-kampung-damai-didepok. Diakses pada 28 Januari 2018.

DAFTAR PUSTAKA

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 212 16/12/2018 20:36:16Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

213

Irman Dinata. 2016. Kerukunan Umat Beragama Desa Rama Agung Jadi Percontohan. http://www.rmolbengkulu.com/read/2016/12/22/3397/Kerukunan-Umat-Beragama-Desa-Rama-Agung-Jadi-Percontohan-. Diakses pada 28 Januari 2018.

M. Dini Handoko. 2017. Monumen Kerukunan: Seputih Raman-Lampung Tengah. http://iqrometro.co.id/1520.html. Diakses pada 28 Januari 2018.

Mabadiul Chomsah. “Pluralisme dalam Perspektif Islam” dalam http://Penabutut.com.

Nur Syam. 2009. Tantangan Multikulturalisme Indonesia. Yogyakarta: Kanisius

OECD. 2011. Perspectives on Global Development 2012: Social Cohesion in a Shifting World. OECD Publishing. http://dx.doi.org/10.1787/persp_glob_dev-2012-en

Pusat Kerukunan Umat Beragama. 2017. Kementerian Agama Akan Ciptakan Desa PercontohanSadarKerukunan. Didapatdarihttps://pkub.Kementerian Agama.go.id/berita/473900/Kementerian Agama-akan-ciptakan-desapercontohan-sadar-kerukunan, pada 6 Februari 2018.

Ridwan Aji Pitoko. 2017. Jejak Toleransi Islam dan Buddha di Kawan Banten Lama. http://regional.kompas.com/read/2017/06/17/03320011/jejak.toleransi.Islam.dan.buddha.di.awasan.banten.lama. Diakses pada 28 Januari 2018.

Setara Institute. “Mengenali Lokus Diskriminasi dalam PBM 2 Menteri: Legal Review terhadap Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 dan No. 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah /Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama,

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 213 16/12/2018 20:36:16Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

214

dan Pendirian Rumah Ibadat,” Setara Institute, 23 September 2010 <http:// www.setara-institute.or.id> diunduh 19 Mei 2014.

Setara Institute. 2018. Memimpin Promosi Toleransi; Kondisi Kebebasan Beragama/Berkeyakinan dan Minoritas Keagamaan di Indonesia 2017 (Ringkasan Eksekutif ). Didapat dari http://setara-institute.org/memimpin-promosi-toleransi/, pada 6 Februari 2018.

Tobari. 2016. Desa Sindang Jaya Wakili Cianjur ke Tingkat Provinsi Jawa Barat. http://infopublik.id/read/152445/desa-sindang-jaya-wakili-cianjur-ke-tingkat-provinsi-jawa-barat.html. Diakses pada 28 Januari 2018.

Wikha Setiawan. 2017. Belajar Keberagaman dan Kerukunan dari Desa Plajan Jepara. https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-3662699/belajar-keberagaman-dan-kerukunan-dari-desa-plajan-jepara. Diakses pada 28 Januari 2018.

William Troachim. 2006. The Research Methods Knowledge Base. 2nd Edition. Internet WWW page, at URL: <http://www.socialresearchmethods.net/kb/> (version current as of October 20, 2006).

DAFTAR PUSTAKA

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 214 16/12/2018 20:36:16Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

215

DAFTAR INDEKS

AAceh 10, 44, 45antarumat beragama 1, 2, 3, 9, 11,

12, 19, 21, 22, 33, 34, 37, 40, 41, 48, 53, 56, 58, 80, 88, 90, 93, 94, 95, 106, 108, 111, 117, 119, 128, 129, 130, 131, 132, 133, 134, 137, 138, 139, 140, 141, 151, 152, 153, 161, 165, 167, 177, 178, 179, 183, 185, 186, 189, 193, 197, 198, 199

antarwarga 18, 22, 23, 41, 48, 56, 58, 83, 111, 112, 113, 115, 118, 120, 139, 140, 182, 197, 198

Ashutosh Varshney 5, 8, 18, 19, 111, 138, 201, 202, 208; Varshney 5, 6, 7, 8, 12, 18, 19, 20, 23, 24, 61, 93, 94, 99, 111, 112, 123, 138, 139, 143, 201, 202, 208

BBalai Litbang Agama ii, iii, 7, 8, 28,

58, 60, 61, 96, 99, 121, 141, 202, 207

Balai Litbang Agama Jakarta ii, 7, 8, 28, 58, 60, 61, 96, 99, 121, 141, 202, 207

Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta 5, 6, 7, 10, 120, 121, 202, 210

Banten 5, 7, 62, 78, 103, 120, 210, 215

Batavia 65, 70, 71, 77, 145, 146Belanda 37, 71, 72, 75, 76, 145,

146, 159, 160Bengkulu 10, 21, 98, 211Beverly Crawford 13, 121, 202;

Crawford 13, 121, 202Buddha 38, 62, 67, 68, 103, 107,

113, 117, 127, 130, 134, 139, 140, 147, 169, 173, 188, 189, 215

CCharles Tilly 5, 209Cimahi viii, 29, 145, 146, 147, 150,

151, 152, 153, 154, 155, 157, 158, 159, 160, 163, 165, 166, 167, 168, 171

Cina 71, 103, 113, 148

DDesa Kertajaya viii, 28, 101, 102,

103, 104, 105, 106, 107, 108, 109, 110, 111, 112, 113, 114, 115, 116, 117, 118, 119, 120, 123, 124

Desa Pabuaran viii, 28, 125, 126, 127, 128, 130, 131, 132, 133, 134, 135, 136, 137, 138, 139, 140, 141, 144

dialog antarumat beragama 3disharmonisasi 1diskriminasi 5, 17, 26DKI Jakarta 5, 7, 43, 110

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 215 16/12/2018 20:36:17Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

216

FFKUB viii, 9, 27, 105, 106, 113, 117,

129, 137, 139, 140, 141, 145, 151, 152, 153, 154, 155, 157, 158, 165, 166, 167, 168, 171, 178, 179, 190

Forum Kerukunan Umat Beragama 2, 16, 27, 39, 105, 115, 122, 151, 170, 178, 212, 215

Forum Pembauran Kebangsaan 178, 180, 181

Ggereja 15, 27, 45, 46, 68, 72, 77,

78, 80, 83, 85, 86, 91, 104, 105, 150, 155, 161, 162, 163, 164, 165, 171, 174, 177, 214

Gunung Sindur viii, 28, 125, 126, 127, 128, 129, 130, 131, 133, 134, 135, 136, 137, 138, 140, 141, 143, 144

HHAM 7, 21, 97, 169, 204Hindu 21, 24, 37, 38, 67, 68, 69,

86, 107, 127, 132, 134, 147, 173, 188, 189

HKBP 14, 15, 122, 149, 150, 161, 162, 164, 167, 171, 210

IIndia 5, 19, 24, 99, 123, 138, 143,

202, 208Indonesia iii, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8,

9, 11, 12, 13, 16, 17, 21, 25, 46, 58, 59, 60, 61, 66, 72, 79, 92, 97, 98, 99, 104, 105, 113, 120, 121, 122, 123, 129, 133, 141, 142, 143, 149, 150, 152, 153, 154, 155, 162, 164, 165, 167, 168,

169, 170, 171, 175, 179, 182, 186, 194, 195, 198, 201, 202, 203, 204, 205, 206, 207, 208, 210, 211, 214, 215

in-imigration 197interkomunal 19, 23, 138, 139,

140intoleransi 1, 14, 25intrakomunal 23Islam 14, 21, 22, 24, 37, 38, 39, 42,

44, 46, 47, 56, 59, 60, 62, 67, 68, 72, 73, 74, 78, 79, 91, 93, 97, 100, 103, 107, 109, 110, 113, 114, 116, 117, 127, 129, 131, 132, 134, 135, 136, 137, 138, 139, 140, 143, 147, 154, 169, 170, 174, 175, 176, 177, 182, 183, 184, 185, 186, 188, 189, 190, 191, 193, 194, 195, 201, 204, 205, 206, 207, 211, 214, 215

JJakarta ii, iii, 1, 5, 7, 8, 10, 28, 43,

46, 58, 59, 60, 61, 67, 69, 70, 71, 72, 79, 81, 96, 97, 98, 99, 110, 120, 121, 123, 134, 141, 142, 143, 169, 170, 185, 188, 194, 195, 201, 202, 203, 204, 205, 206, 207, 208, 210, 211, 212

Jawa Barat vii, viii, 5, 6, 7, 8, 10, 29, 62, 101, 130, 133, 143, 145, 151, 170, 197, 198, 212, 215

Jawa Tengah 6, 75, 169, 206Jawa Timur 6, 22, 75John Gerring 27, 204

KKampung Panggulan vii, 28, 33,

34, 35, 36, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 48, 49, 50, 51, 52, 53,

DAFTAR INDEKS

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 216 16/12/2018 20:36:17Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

TOLERANSI ANTARKELOMPOK UMAT BERAGAMA PADA MASYARAKAT HETEROGEN

217

54, 55, 57, 58Kampung Sawah vii, 10, 28, 62,

65, 66, 67, 68, 69, 70, 71, 72, 73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 83, 84, 85, 86, 87, 88, 89, 90, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99, 105, 201, 208, 213

Karangmekar viii, 29, 146, 147, 148, 149, 150, 152, 154, 155, 156, 157, 158, 159, 160, 161, 163, 164, 165, 166, 167, 168, 171

Katolik 22, 37, 39, 42, 46, 65, 67, 68, 72, 73, 74, 77, 78, 85, 86, 88, 91, 92, 98, 127, 128, 130, 134, 139, 140, 147, 149, 150, 169, 173, 174, 175, 177, 184, 185, 186, 188, 189, 201

kekerasan, 1, 4, 7, 8, 20, 106Kelurahan Cigugur viii, 29, 61,

170, 173, 174, 175, 176, 177, 178, 184, 185, 186, 189, 193, 194, 211, 213

Kementerian Agama ii, iii, 1, 9, 10, 12, 27, 58, 60, 99, 106, 115, 116, 117, 120, 140, 141, 143, 152, 153, 154, 157, 166, 167, 168, 170, 171, 199, 203, 204, 212, 214, 215

kerukunan umat beragama iii, 1, 2, 9, 11, 22, 33, 34, 35, 57, 137, 151, 152, 154, 157, 158, 165, 166, 167, 168, 178, 179

Komnas 7, 97, 169, 204komunal 5, 6, 7, 8, 20, 24, 138konflik 1, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 13, 14,

15, 16, 17, 19, 20, 21, 24, 25, 54, 85, 94, 106, 111, 116, 128, 130, 138, 141, 161, 167, 168, 176, 177, 179, 180, 186

Konghucu 127, 130, 131, 134, 135, 136, 138, 139, 140

Kristiani 38, 39, 46, 48, 75, 76, 82, 84, 91, 132, 133, 134, 177

KUA Kecamatan 38, 104, 110, 116, 117, 118, 128, 141, 143

kultural 5, 24, 179

MMaluku 6, 7, 142, 173, 204Maluku Utara 6masjid 14, 27, 38, 43, 44, 45, 47,

50, 51, 68, 79, 80, 81, 86, 104, 155, 160, 171

media sosial 9, 35, 88, 89, 95, 183, 198

MUI 107, 110, 118, 129, 130, 141, 143, 151, 160, 161, 171, 174, 175, 176, 177

multikultural 2, 3, 5, 21, 189multikulturalisme 5, 189Muslim 25, 38, 39, 42, 43, 44, 45,

46, 47, 48, 49, 52, 54, 55, 56, 57, 61, 73, 74, 75, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 86, 89, 90, 104, 107, 108, 109, 110, 129, 130, 131, 132, 134, 135, 136, 150, 162, 163, 174, 175, 176, 183, 184, 185, 186, 187, 190, 192, 208

mutual consciousness 4

NNKRI 151, 179, 180, 181, 182, 185

PParticipatory Action Research 2PBM No. 9 dan No. 8 Tahun 2006

157, 165, 177pendirian rumah ibadat 11, 12,

13, 14, 16, 17, 18, 28, 34, 38, 54, 56, 106, 110, 111, 115, 116, 117, 119, 132, 141, 165, 167, 197

penodaan agama 1, 9, 21perkawinan antaragama 22, 79

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 217 16/12/2018 20:36:17Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018

218

PKUB 9, 10, 141, 199pluralitas 5Protestan 37, 38, 39, 42, 46, 49, 58,

77, 91, 128, 150, 162, 173, 174, 175, 184, 185, 186, 188, 189

Pusat Kerukunan Umat Beragama 9, 10, 99, 141, 199, 215

Rreharmonisasi 1Renstra iii, 1

SSemarang 145Setara Institute 7, 17, 60, 122, 169,

206, 215social bond 4Sumatera Barat 10Surabaya 142, 145, 170, 207

TTionghoa 52, 103, 107, 108, 109,

113, 118, 119, 130, 134, 135, 136, 138

toleransi 2, 3, 4, 5, 8, 9, 11, 12, 14, 25, 26, 33, 49, 61, 62, 80, 88, 89, 99, 132, 171, 176, 179, 184, 185, 186, 189, 193, 213, 214, 215

UUUD NRI Tahun 1945 4

Vvihara 27, 104, 114, 117

WWahid Foundation 7, 8, 40, 41, 59,

61, 62, 99, 100, 204, 207, 208, 212, 214

Will Kymlicka 4, 195, 208

DAFTAR INDEKS

Toleransi Antar-Kelompok Umat Beragama.indd 218 16/12/2018 20:36:17Toleransi antarkelompok..., BLA Jakarta, 2018