kebebasan beragama dalam UUD 1945 dan Piagam Madinah

23
Pendahuluan Berbeda dengan Mekkah yang hanya terdiri dari orang Arab yang beragama pagan, yatsrib terdiri dari Yahudi dan Arab dengan agama yahudi, kristen, pagan dan muslim. Menghadapi masyarakat yang heterogen ini, nabi membuat konstitusi yang menjamin hak-hak seluruh penduduk madinah tanpa terkecuali, konstitusi ini bernama piagam madinah. Konstitusi tersebut berisi 47 pasal yang berisi pengaturan kehidupan masyarakat madinah termasuk juga masalah kebebasan beragama. Meskipun nabi Muhammad adalah seorang rasul yang tugas utamanya adalah menyampaikan wahyu dan mengajak orang untuk memeluk islam, namun nabi tidak memaksakan islam sebagai agama yang harus dianut oleh rakyat madinah. Nabi membebaskan kaum yahudi melaksanakan adat dan agama mereka. Ada berbagai kemiripan antara piagam madinah dengan UUD 1945, baik dari segi isi maupun kondisi masyarakat yang diatur oleh kedua konstitusi tersebut. Membaca dan memahami isi piagam madinah yang begitu toleran terhadap penganut agama lain, maka patut kiranya kita memberikan tanda tanya besar terhadap alasan sebagian golongan umat islam yang melakukan berbagai bentuk teror kepada agama lain.

Transcript of kebebasan beragama dalam UUD 1945 dan Piagam Madinah

Pendahuluan

Berbeda dengan Mekkah yang hanya terdiri dari orang

Arab yang beragama pagan, yatsrib terdiri dari Yahudi dan

Arab dengan agama yahudi, kristen, pagan dan muslim.

Menghadapi masyarakat yang heterogen ini, nabi membuat

konstitusi yang menjamin hak-hak seluruh penduduk madinah

tanpa terkecuali, konstitusi ini bernama piagam madinah.

Konstitusi tersebut berisi 47 pasal yang berisi

pengaturan kehidupan masyarakat madinah termasuk juga

masalah kebebasan beragama. Meskipun nabi Muhammad adalah

seorang rasul yang tugas utamanya adalah menyampaikan

wahyu dan mengajak orang untuk memeluk islam, namun nabi

tidak memaksakan islam sebagai agama yang harus dianut

oleh rakyat madinah. Nabi membebaskan kaum yahudi

melaksanakan adat dan agama mereka.

Ada berbagai kemiripan antara piagam madinah dengan

UUD 1945, baik dari segi isi maupun kondisi masyarakat

yang diatur oleh kedua konstitusi tersebut. Membaca dan

memahami isi piagam madinah yang begitu toleran terhadap

penganut agama lain, maka patut kiranya kita memberikan

tanda tanya besar terhadap alasan sebagian golongan umat

islam yang melakukan berbagai bentuk teror kepada agama

lain.

Dalam makalah ini saya ingin menganalisis kesamaan

antara kedua konstitusi tersebut dalam hal jaminan

kebebasan bagi masyarakatnya untuk memeluk dan

menjalankan agama yang diyakininya. Untuk itu saya

mengajukan rumusan masalah sebagai berikut: bagaimana

jaminan kebebasan beragama dalam konstitusi madinah dan

konstitusi UUD 1945?

Pembahasan

Sebelum membahas mengenai isi piagam madinah, kiranya

penting untuk mengkaji terlebih dahulu kondisi Madinah

sendiri sebelum kedatangan Nabi dan kaum Muhajirin.

Yatsrib terdiri dari bangsa Arab dan Yahudi yang terbagi

kedalam beberapa suku. Suku-suku terkemuka dari golongan

Arab adalah Aus dan Khazraj yang bermigrasi dari Arabia

Selatan, disamping suku-suku Arab lain yang lebih dulu

menetap di Yatsrib. Sedangkan suku yang terkemuka dari

golongan Yahudi adalah Banu Quraidzah, banu Nadhir, banu

Tsa’labah, dan banu Hadh1.

1 J. Suyuthi Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan Dalam Piagam MadinahDitinjau Dari Pandangan Al Qur’an, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1996), hlm. 29

Tidak ada sejarah yang akurat mengenai sejak kapan

kaum Yahudi menempati Madinah, namun seorang peneliti

yang bernama Guillame mengatakan kalau mereka telah

mempertahankan koloni-koloni mereka sebagai suatu komunal

yang terorganisir beberapa abad lamanya di Yaman, dari

Yaman mereka pindah ke Palestina. Ketika orang-orang Roma

yang beragama Masehi menaklukkan Pelestina, orang-orang

Yahudi ditindas dan diusir dari kota itu, sebagian dari

mereka kemudian pergi ke Hijaz. Kaisar Romawi pada waktu

itu yang bernama Hadrian kemudian menjadikan daerah itu

sebagai jajahan Romawi. Orang-orang Yahudi dilarang

memasuki atau bertempat tinggal di dalamnya. Setelah

berjalanya waktu, imigran Yahudi semakin memperkuat

posisinya, bahkan mereka pernah mengontrol politik di

yatsrib. Tapi pada awal abad ke enam masehi orang-orang

arab berhasil melepaskan diri dari ketergantungan mereka

kepada kaum Yahudi. Situasi ini terjadi ketika orang-

orang masehi di Syam yang berada dibawah pengaruh Romawi

Timur Byzantium sangat membenci orang-orang Yahudi, dalam

serbuan itu banyak dari kalangan Yahudi yang terbunuh2.

Namun ketika menjelang kedatangan Islam, Yahudi

kembali mendominasi perekonomian di Hijaz. Keunggulan

mereka disebabkan oleh keunggulan dibidang pertanian,2 Ibid., hlm. 31

irigasi dan industri, mereka menjadi tuan tanah dan

pengendali keuangan dan perdagangan di Madinah. Karena

kekayaan dan kekuatan Yahudi tersebut, orang Arab yang

terdiri dari Aus dan Khazraj merasa iri sebab Yahudi bisa

memberikan pinjaman dan kredit, menjual barang peralatan

dan senjata, keadaan yang seperti ini membuat kebanyakan

orang Arab terjepit hutang.

Kegemilangan perekonomian Yahudi dan keterpurukan

Arab di Madinah juga tidak terlepas dari kesalahan orang

Arab sendiri yang saling bermusuhan antara Aus dan

Khazraj. Permusuhan antara kedua suku ini turut dicampur

tangani oleh Yahudi, mereka (Yahudi) sengaja memprovakasi

dan mengadu domba kedua suku terbesar di Madinah

tersebut, dimana puncak dari adu domba tersebut terjadi

ketika Aus dan Khazraj berseteru dalam perang Bu’ats3.

Setelah peperangan tersebut, antara Aus dan Khazraj

bersepakat melakukan perdamaian, pada nantinya beberapa

orang dari golongan ini sama-sama melakukan bai’at aqabah

kepada nabi.

Ketika musim haji pada tahun 621 M, 10 orang laki-

laki dari khazraj dan 2 laki-laki dari Aus bertemu dengan

nabi di Aqabah, mereka menyatakan diri masuk islam,

3 Ibid, hlm. 45

mereka juga melakukan bai’at kepada nabi, dalam bai’at

ini mereka mengakui kerasulan Muhammad dan berjanji

kepada beliau bahwa mereka tidak akan menyembah selain

kepada Allah dan tidak menyekutuka-Nya, tidak akan

mencuri, berzina dan berbohong, dan juga tidak akan

mengkhianati nabi. Saat rombongan tersebut kembali ke

Yatsrib, nabi menunjuk Mus’ab bin ‘Umair menyertai mereka

sekaligus mengajarkan Islam, sehingga umat Islam semakin

bertambah banyak di Madinah. Pada musim haji berikutnya,

datang rombongan sebanyak 73 orang baik yang sudah masuk

islam maupun belum, kedatangan mereka untuk mengajak nabi

agar berkenan hijrah ke Yatsrib. Pertemuan tersebut juga

bertempat di Aqabah, dalam pertemuan tersebut mereka

mengakui nabi sebagai pemimpin mereka dan akan menjaga

keselamatan beliau serta para pengikutnya. Nabi berjanji

bahwa beliau akan memerangi siapa saja yang mereka

perangi dan akan berdamai dengan siapa saja yang mereka

ajak berdamai4.

Konstitusionalisme Piagam Madinah

Gagasan mengenai konsitusi dan pemerintahan yang

sesuai dengan konstitusi bukanlah ide yang baru lahir.

Dalam Yunani kuno terdapat perkataan politeia dan dalam

4 Ibid., hlm. 52

bahasa latin terdapat constitutio, yang mana dalam kedua

kata itulah gagasan menganai konsitutisionalisme

diekspresikan oleh umat manusia5. CF. Strong

mendefinisikan konstitusi sebagai suatu kerangka

masyarakat politik (negara) yang diorganisir dengan dan

melalui hokum; hukum menetapkan adanya lembaga-lembaga

permanen denangan fungsi yang telah diakui dan hak-hak

yang telah ditetapkan. Sedangkan Negara konsitusional ia

definisikan sebagai Negara yang memiliki kekuasaan untuk

memerintah, hak-hak pihak yang diperintah (rakyat) dan

hubungan diantara keduanya6. Ketika mendefiniskan

konstitusi, KC. Wheare langsung membagi pengertian

konsitusi kedalam dua macam, pertama kontitusi adalah

kata yang digunakan untuk menggambarkan seluruh system

ketatanegaraan suatu Negara, kumpulan berbagai peraturan

yang membentuk dan mengatur atau mengarahkan

pemerintahan, yang mana peraturan tersebut ada yang

bersifat legal dan non legal. Kedua, konstitusi adalah

kumpulan peraturan yang biasanya dihimpun dalam satu

dokumen atau dalam beberapa dokumen, dokumen tersebut

merupakan hasil seleksi dari peraturan-peraturan hokum

5 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakrta: Konpress, 2006), hlm. 1

6 CF Strong, Modern Political Constitutions, alih bahasa Derta Sri Widowatie, (Bandung: Nusa Media, 2008) hlm. 21-22

yang mengatur pemerintahan Negara tersebut dan telah

dihimpun dalam sebuah dokumen7.

Beberapa ilmuan memberikan nama yang berbeda-beda

terhadap naskah (piagam) madinah, mereka yang menyebutnya

perjanjian karena nabi membuat perjanjian persahabatan

antara muhajirin dan anshar sebagai komunitas islam

disatu pihak serta antara kaum muslimin dan yahudi

sekaligus sekutu-sekutunya di pihak lain agar mereka

terhindar dari pertentangan antara suku serta bersama-

sama mempertahankan keamanan kota Madinah dari serangan

musuh untuk hidup berdampingan secara damai. Dinamakan

sebagai piagam karena isi naskah ini mengakui hak-hak

kebebasan beragama dan berkeyakinan, kebebasan

berpendapat dan kehendak umum warga madinah suapya

keadilan terwujud dalam kehidupan mereka, mengatur

kewajiban-kewajiban kemasyarakatan semua golongan,

menetapkann pembentukan persatuan dan kesatuan warga dan

prinsip-prinsipnya untuk menghapuskan tradisi kesukuan

yang tidak baik. Sedangkan dinamakan sebagai konstitusi

karena di dalamnya terdapat prinsip-prinsip untuk

mengatur kepentingan umum dan dasar-dasar social politik

yang bekerja untuk membentuk suatu masyarakat dan

7 KC. Wheare, Modern Constitutions, alih bahasa Imam Baehaqie, (Nusa Media, 2008), hlm. 3

pemerintahan sebagai wadah persatuan penduduk madinah

yang majemuk8. Yang pasti piagam madinah bisa disebut

sebagai konstitusi karena konstitusi adalah dokumen yang

hanya memuat prinsip-porinsip pemerintahan yang bersifat

fundamental, konstitusi hanya mengandung hal-hal yang

bersifat pokok, mendasar tau asas-asasnya saja. Karena

piagam madinah berisi hal-hal yang mengatur pemerintahan

madinah dan piagam tersebut juga mengorganisasikan secara

politik penduduk madinah, maka ia layak disebut dengan

konsititusi. Sehingga masyarakat Madinah yang kala itu

menjalani kehidupan bermasyarakat sesuai dengan isi

piagam dapat dikatakn masyarakt yang mengikuti paham

konsitusionalisme.

Kebebasan Beragama Dalam Piagam Madinah

Saat hijrah, langakah pertama yang dilakukan oleh

nabi adalah membangun masjid, kemudian menciptakan

persaudaraan antra muhajirin dan anshar.

Memepersaudarakan antara muhajriin dan anshar adalah

untuk mengkonsolidasikan umat islam. Sedangkan untuk

mengonsolidasikan seluruh penduduk madinah, nabi Muhammad

membuat piagam/perjanjian tertulis yang isinya menekankan8 Dahlan Thaib dkk., Teori dan Hukum Konstitusi, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2004), hlm. 43

persatuan yang erat antara penduduk madinah, menjamin

kebebasan beragama bagi semua golongan, menekankan kerja

sama dan persamaan hak dan kewajiban semua golongan dalam

kehidupan social politik dalam mewujudkan pertahanan dan

perdamaian, serta menetapkan wewenang bagi nabi untuk

menengahi dan memutuskan segala perbedaan pendapat dan

perselisihan yang timbul diantara mereka9. Menurut saya

piagam ini dibuat ketika nabi dan umat islam sudah

mempunyai posisi yang kuat di Madinah, karena tidak

mungkin kaum yahudi mau menerima isi perjanjian jika nabi

belum mempunyai pengaruh yang kuat..

Sebagaimana yang telah saya paparkan di depan,

makalah ini ingin meninjau lebih jauh mengenai kebebasan

beragama dalam konstitusi madinah dan UUD 1945. Dalam

konstitusi madinah, yang mengatur tentang hal ini

terdapat dalam pasal 25, bunyi secara lengkap dari pasal

tersebut seperti ini:

هم وال�ي� هم م� ي� ن� دي�� هم ول�لمسلي� ي� هود دي�� ن� ل�لي� ي� ن� م� �ع ال�مو مة! م� �ي� عوف� ا ن� هود ي�) ن� ي�� وا+ة ت! ي- سة واه�ل ب�/ ف� ع� الا ن�� ت8! و ة لاي�� ن�� إ+ م ف�� لم واث�? Bسم الا م�ن� اظ� ف� 10وان��

9 Ibid., hlm. 6410 Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945, (Jakarta:

UI Press, 1995), hlm. 53

Kaum yahudi dari bani Auf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi

kaum yahudi agama mereka dan bagi kaum muslimin agama mereka.

Kebebasan ini berlaku bagi sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi

orang yang dzalim dan jahat. Hal tersebut (dzalim dan jahat) akan merusak

diri dan keluarganya.

Meskipun dalam pasal tersebut yang disebutkan adalah

bani Auf, tapi hal ini berlaku juga bagi semua golongan

yahudi, karena dalam pasal setelahnya disebutkan bahwa

kaum yahudi yang lain sama seperti bani auf. Kebebasan

beragama ini sejalan dengan firman Allah dalam al Baqarah

ayat 256 yang berbunyi

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya

telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu

barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka

Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang

tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.

Ayat ini diturunkan bersamaan dengan diusirnya bani

Nadhir, mereka diusir sesudah bani Qaynuqa’. Piagam

madinah sendiri ditetapkan sebelum peristiwa pengusiran

tersebut. Pada pasal 20 disebutkan

م�ن� �ة ع�لي م�و حول دون�� سإ ولاي�� ف� رك�S م�الا ل�ق!ري��ش? ولان�� ر م�ش? ي� ج) ة لاي�� وان��Orang musyrik yatsrib dilarang melindungi harta dan jiwa orang

musyrik Quraisy dan tidak boleh campur tangan melawan orang beriman

Disebutkanya kata musyrik dalam pasal ini mengandung

pengakuan akan adanya penganut paganisme yang memang

merupakan bagian terbesar dari warga Madinah kala itu.

Dalam isi konstritusi, mereka tidak dinyatakan sebagai

musuh orang islam. Mereka diberi dakwah tanpa adanya

paksaan. Selama masa hidup nabi, tidak pernah terjadi

perang yang disebabkan semata-mata karena perbedaan

agama, termasuk dengan orang musyrik sekalipun. Semua

perang yang dilakukan oleh nabi karena pengkhianatan

politik. Orang musyrik madinah tidak ada yang diperangi

oleh nabi karena sebab menyembah berhala, begitu juga

peperangan yang dilakukan dengan musyrikm Quraisy bukan

karena agama mereka tapi karena permusuhan mereka kepada

nabi dan umat islam. Amnesti masal yang diberikan oleh

nabi kepada penduduk Mekah setelah mekah berhasil

dikuasai merupakan bukti bahwa nabi berperang melawan

golongan musyrik bukan disebabkan kemusyrikan mereka tapi

karena permusuhanya. Begitu juga dengan segala kelompok

Yahudi yang diperangi oleh nabi, bukan disebabkan mereka

agama Yahudi namun karena mereka melakukan pengkhianatan.

Orang islam, yahudi dan Kristen masing-masing

mempunyai kebebasan yang sama dalam menganut kepercayaan,

kebebasan menyatakan pendapat dan kebebasan menjalankan

dakwah agama. Dalam suasan kebebasan beragama diadakan

dialog dan debat teologis antar pemuka agama dari ketiga

agama itu. Yahudi menolak sama sekali ajaran Isa dan nabi

Muhammad, mereka menonjolkan bahwa uzair adalah anak

Allah, pihak Nasrani mengemukakan paham trinitas dan

mengakui Isa adalah anak Tuhan. Nabi Muhammad SAW

mengajak untuk mengesakan Allah, kepada kaum Yahudi dan

Nasrani beliau mengajak: “marilah kita menerima kalimah

yang sama diantara kami dan kalian. Bahwa tidak ada yang

kita sembah selain Allah. Kita tidak akan mempersekutuka

Nya dengan apa pun. Tidak ada pula diantara kita

mempertuhan satu sama lain selain dari Allah”. Pertemuan

ketiga agama tersebut tidak membawa ke kesatuan agama.

Kaum Yahudi dan Nasrani tetap pada pendirian masing-

masing. Nabi Muhammad tidak memaksa mereka untuk mengubah

agama mereka, nabi hanya mengajak mereka untuk mengesakan

Allah, beliau pun tidak memusuhi dan memerangi mereka

karena mereka tidak mau menerima ajakanya11.

Zauhairi Misrawi menuliskan kalau kebebasan beragama

yang ditunjukkan oleh nabi dalam piagam madinah pada

hakikatnya merupakan implementasi dari wahyu al Qur’an

yang secara eksplisit menjunjung tinggi kebebasan

beragama, sebagaimana dalam ayat

Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka

Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa

yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi

orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika

mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air

seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman

yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.

Muhammad Thahir bin Asyur dalam al Tahrir wa al Tanwir

menegaskan bahwa setelah nabi menjelaskan visi dan misi

Islam, maka setelah itu keputusan diserahkan sepenuhnya

11 Ibid., hlm 128

kepada setiap individu untuk menentukan pilihan antara

iman dan kufur. Ibnu Katsir dalam Tafsir al Qur’an al ‘Adzim

menyatakan bahwa ayat tersebut merupakan sebuah penegasan

dari Allah karena dalam ayat selanjutnya ditegaskan

perihal neraka yang disediakan oleh orang-orang yang

menebarkan kedzaliman. Dalam surat al Ghasyiyah ayat 21

juga dinyatakan kalau tugas nabi Muhammad hanya sebagai

pemberi peringatan dan bukan sebagai pemaksa. Bunyi

selengkapnya adalah sebagai berikut

Prinsip kebebasan beragama yang tertuang dalam piagam

Madinah mempunyai pijakan yang kuat dalam Qur’an, Madinah

semakin dikukuhkan sebagai salah satu pusat peradaban

yang diantara ciri-cirinya memberikan tempat bagi

kemajemukan serta merajutnya dalam persatuan untuk

menjaga kepentingan bersama. Setiap manusia pada dasarnya

mempunyai fitrah untuk hidup berkeadilan, berkemajemukan

dan berkeadaban. Oleh karenanya diperlukan konsensus yang

dituangkan dalam bentuk konstitusi yang menjamin

kebebasan setiap individu untuk memeluk keyakinan masing-

masing tanpa adanya diskriminasi dan intimidasi12. Pada

pasal 24, 37 dan 38 disebutkan kewajiban bersama golongan

12 Zuhari Misrawi, Madinah, (Jakarta: Kompas, 2009), hlm. 317

agama, dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa golongan

muslim dan Yahudi sama-sama menanggung biaya perang

melawan pihak yang menyerang Madinah.

Kebebasan Beragama Dalam UUD 1945

Dalam UUD 1945 pasca amandemen, kebebasan beragama

diatur dalam pasal 28 E ayat 1 , 28 I ayat 1 , dan

ditegaskan dalam pasal 29 ayat 2. Pasal 28 E ayat 1

berbunyi

Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadatmenurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran,memilih pekerjaaan, memilih kewarganegaraan, memilihtempat tinggal di wilayah Negara dan meniggalkanya,serta berhak kembali

Pasal 28 I berbunyi

Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hakkemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama,hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagaipribadi di hadapan hokum, dan hak untuk tidakdituntut atas dasar hokum yang berlaku surut adalahhak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalamkeadaan apapun

Pasal 29 ayat 2 berbunyi

Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untukmemeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadatmenurut agamanya dan kepercayaanya itu

Ketika rapat BPUPKI ada dua kubu yang berseberangan

ketika menentukan ideologi Indonesia, antara kebangsaan

dan ideologi agama yang akhirnya menjadi pasal 29 ayat 1

dan 213. Dalam pidatonya tanggal 1 juni 1945, Soekarno

menyampaikan berikut ini14.:

Prinsip ketuhanan. Bukan saja bangsa Indonesiabertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesiahendaknya bertuhan, Tuhanya sendiri. Yang Kristenmenyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al Masih, yangbelum bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad SAW.Orang Budha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitabyang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanyabertuhan. Hendaknya Negara indonesaia ialah Negarayang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhanyadengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknyabertuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada‘egoisme agama’. Dan hendaknya Negara Indonesia satuNegara yang bertuhan.

Marilah ktia amalkan, dijalankan agama, baik Islammaupun Kristen dengan cara yang berkeadaban. Apakahcara yang berkeadaban itu?ialah hormat-menghormatisatu sama lain. Nabi Muhamamd SAW telah member bukti

13 Tim penyusun, Naskah komprehensif, buku ke 8, (Jakarta: SekretarianJenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2010), hlm. 87

14 Muhammad Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, JilidPertama, (Jakarta:1971), hlm. 94

yang cukup tentang verdraagzaamheid, tentangmenghormati agama-agama lain. Nabi Isa pun telahmenunjukkan verdraagzaamheid itu. Marilah kita dalam didalam Indonesia merdeka yang kita susun ini, sesuaidengan itu, menyatakan: bahwa prinsip kelima daripadaNegara ktia aialah ketuhanan yang berkebudayaan,ketuhanan yang berbudi pekerti yang luhur, ketuhananyang hormati menghormati satu sama lain. Hatiku akanberpesta raya jikalau saudara-saudara menyetujuibahwa Negara Indonesia merdeka berazaskan KetuhananYang Maha Esa.

Di sinilah, dalam pengakuan azas yang kelima inilah,saudara-saudara, segenap agama yang ada di Indonesiasekarang ini akan mendapat tempat yang sebaik-baiknya. Dan Negara kita akan bertuhan pula.

Jika kita membandingkan pidato dari Soekarno diatas

dengan isi piagam Madinah, kita akan menemukan nilai-

nilai yang serupa. Nilai-nilai tersebut selain dalam hal

keterikaitan Negara dengan agama, terutama tentang

kebebasan setiap individu untuk memeluk agama dan

kepercayaanya masing-masing serta menjalankan ajaran

agama yang dianutnya tanpa adanya paksaan dari salah satu

golongan tertentu. Dalam pasal 25 piagam madinah, nabi

menyatakan kalau Yahudi satu umat dengan mukminin dan

bagi kaum yahudi serta sekutu-sekutunya diberikan

kebebasan memeluk agama mereka. Pengecualian dalam pasal

tersebut adalah bagi mereka yang berbuat dzalim dan

jahat, tak pandang bulu apakah ia yahudi ataupun mukmin.

Sila pertama pancasila dan pasal-pasal dalam UUD

seperti pasal 29 menjadi dasar yuridis-konstitusional

keterkaitan antara agama dan Negara, kedudukan yang

seperti ini sejalan dengan konstitusi Madinah yang

menempatkan agama dan Negara sebagai satu kesatuan yang

tidak terpisahkan. Negara pancasila bukanlah nagara yang

berdasarkan pada satu agama, tapi juga bukan Negara

sekular yang memisahkan agama dan Negara. Dalam Negara

pancasila tersebut, Negara tidak identik dengan agam

tertentu, tetapi Negara tidak melepaskan agama dari

urusan Negara. Negara bertanggung jawab atas eksistensi

agama, kehidupan beragama dan kerukunan hidup beragama15.

Salah satu wujud perhatian Negara dengan Negara adalah

dibentuknya Departemen Agama16 yang mengatur bukan hanya

satu agama, tapi lima agama; Islam, Protestan, Katolik,

Hindu dan Budha. Dalam rangka kerukunan internal dan

eksternal umat beragama, selain dibentuk dan dimantapkan

oranisasi masing-masing agama, dibentuk pula forum

konsultasi dan komunikasi antara pemimpin agama dan

antara pemimpin agama dengan pemerintah yang ditetapkan

15 Ahmad Sukardja, op. cit. hlm. 14616 Gagasan ke arah terbentuknya Departemen Agama dikemukakakan oleh

para pemimpin Islam yang duduk dalam BPUPKI setelah kemerdekaandicapai. Gagasan itu mereka perjuangkan melalui BPKNIP agar diIndonesia urusan agama ditangani secara khusus oleh suatudepartemen. Keberhasilan usaha ini adalah dengan dikeluarkanya PPNo 1/SD th 1946 tentang pendirian Departemen Agama.

dengna keputusan Menteri No 35 th 1980. Organisasi untuk

tingkat pusat, bagi agama Islam adalah Majelsi Ulama

Indonesia (MUI), untuk umat katolik bernama Majelis Agung

Wali Gereja Indonesia (MAWI), untuk umat protestan

bernama Dewan Gereja-Gereja Indoensia (DGI), untuk umat

Hindu terdapat Prisade Hindu Dharma Pusat (PHDP) dan

untuk umat Budha bernama Perwalian Umat Budha Indoensia

(WALUBI)17.

17 Ahmad Sukardja, op. cit. hlm. 170

Penutup

Uaraian di atas menunjukan bawha bahwa Indonesia

menempatkan agama pada kedudukan yang terhormat dan kuat.

Urusan agama menjadi bagian dari urusan Negara.

Pemerintah memandang dan menempatkan agama bukan hanya

sebagai urusan pribadi tapi juga sebagai urusan

masrayakat dan Negara. Jaminan dan kerukunan hidup

beragama mendapatkan perhatian yang cukup besar.

Piagam Madinah dan UUD 1945 sama-sama memuat

ketentuan tentang dasar kerukunan hidup beragama. Dalam

piagam madinah, yang secara eksplisit menyangkut hal ini

terdapat dalam pasal 25, dan pasal-pasal lainya seperti

24, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 34, 35, 37, 38, 40, 44

dan 48 semakin memperjelas persamaan hak dan kewajiban

diantara penduduk Madinah, baik Mu’min maupun Yahudi.

Sedangkan dalam UUD 1945, kebebasan beragama tercantum

dalam pasal 28 E ayat 1, 28 I ayat 1, dan ditegaskan

dalam pasal 29 ayat 2 yang merupakan penjabaran dari

sila Ketuhanan Yang Maha Esa, persatuan Indonesia dan

keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Oleh karena itu, jika ada pihak-pihak yang

mempermasalahkan keragaman agama di Indonesia dan

menginginkan diebntuknya khilafah dengan adanya satu

agama resmi yaitu Islam, maka mereka perlu bercermin

kepada piagam Madinah yang sangat toleran terhadap agama

lain. Semua penduduk Masdinah baik yang islam, kristen

maupun yahudi merupakan satu umat, yakni umat (penduduk)

Madinah, semuanya saling bahu membahu mempertahankan

tanah tempat tinggalnya dari gangguan musuh. Perbedaan

diatara mereka disatukan dengan piagam Madinah

sebagaimana kebhinekaan Indonesia disatukan dengan UUD

1945.

Daftar Pustaka

A. Buku-Buku

Dahlan Thaib dkk., Teori dan Hukum Konstitusi, Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2004

Misrawi, Zuhari, Madinah, Jakarta: Kompas, 2009

Pulungan, J. Suyuthi Prinsip-Prinsip Pemerintahan Dalam Piagam

Madinah Ditinjau Dari Pandangan Al Qur’an, Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 1996

Sukardja, Ahmad, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945,

Jakarta: UI Press, 1995

Tim penyusun, Naskah komprehensif, buku ke 8, Jakarta:

Sekretarian Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah

Konstitusi, 2010

Yamin, Muhammad, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945,

Jilid Pertama, Jakarta:1971

Asshiddiqie, Jimly, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia,

Jakrta: Konpress, 2006

CF. Strong, Modern Political Constitutions, alih bahasa Derta Sri

Widowatie, Bandung: Nusa Media, 2008

KC. Wheare, Modern Constitutions, alih bahasa Imam Baehaqie,

Nusa Media: 2008

B. Peraturan Perundang-Undangan

UUD 1945 Amandemen Ke-4