ISLAM DAN KESALEHAN MULTIKULTURAL: TRANSFORMASI NILAI-NILAI ISLAM UPAYA MEWUJUDKAN TOLERANSI...

29
ISLAM DAN KESALEHAN MULTIKULTURAL: TRANSFORMASI NILAI-NILAI ISLAM UPAYA MEWUJUDKAN TOLERANSI BERAGAMA PADA MASYARAKAT MULTIKULTURAL NOMOR : MKIQ 031 1 1 Wahyu Saripudin jur. Manajemen Pendidikan Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN SGD Bandung. Menulis kandungan ilmiah al-Qur’an Tk.PTAIN Se- Indonesia Pada Pekan Ilmiah Olahraga Seni dan Riset (PIONIR VI) di IAIN SMH Banten 22 Agustus 2013

Transcript of ISLAM DAN KESALEHAN MULTIKULTURAL: TRANSFORMASI NILAI-NILAI ISLAM UPAYA MEWUJUDKAN TOLERANSI...

ISLAM DAN KESALEHAN MULTIKULTURAL:

TRANSFORMASI NILAI-NILAI ISLAM UPAYA MEWUJUDKAN

TOLERANSI BERAGAMA PADA MASYARAKAT MULTIKULTURAL

NOMOR : MKIQ 0311

1 Wahyu Saripudin jur. Manajemen Pendidikan Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN SGD Bandung. Menulis kandungan ilmiah al-Qur’an Tk.PTAIN Se- Indonesia Pada Pekan Ilmiah Olahraga Seni dan Riset (PIONIR VI) di IAIN SMH Banten 22 Agustus 2013

A. Pendahuluan

With population of approximately 206 milion and more than 1000 ethnic

and sub ethnic groups, Indonesia is undoubtedly one of the most

ethnically and culturally diverse caountries in the world. 2 “Dengan

penduduk sekitar 206 juta dan lebih dari 1000 etnis dan

sub kelompok etnis, Indonesia tidak diragukan lagi

merupakan salah satu negara yang paling beragam etnis

dan budaya di dunia”. Sehingga, semboyan bangsa kita

“Bhineka Tunggal Ika” cukup memberikan gambaran kepada

siapapun akan pluralismenya bangsa ini.

Pluralisme yang dikemas dalam bingkai persatuan

(tauhidul ummat) dalam naungan Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI). Beragam budaya, agama, suku, dan

pemahaman menghiasi bumi pertiwi ini. Bahkan, menurut

Karrel Stenbrink sejarahwan berkebangsaan belanda

menyatakan dunia memujinya akan persatuan dalam

keragaman ini, hidup dalam keramahtamahan yang

dibingkai dalam Bhineka Tunggal Ika.3

2 Chang yau hoon “ asian etnhnicity” volume 7, number2, june 20063 Amirullah Syarbini. “Membudyakan Toleransi Antar Umat Beragama” 2007, LPTQ Banten, hal. 143

2

Pada tahun 1979, di kota Vatikan Roma, diadakan

konferensi internasional yang dihadiri oleh seluruh

tokoh dan pembesar agama dunia. Dalam konferensi

tersebut terungkap, Indonesia merupakan negara

percontohan dalam kehidupan toleransi antar umat

beragama. Bahkan Paus Paulus II pun mengatakan

“Indonesia meskipun terdiri dari beragam suku bangsa,

bahasa, adat istiadat dan agama namun hidup dalam

kerukunan dan keramahtamahan.4

Keragaman beragama dapat dilihat dari presentasi

penduduk yang menyatakan diri sebgai pemeluk salah satu

agama, sebagai berikut : Islam (88%), kristen (6,11%),

katolik (3,18%), hindu (1,79%), budha (0,61%) konghucu

(0,10%), dan lain-lain (0,11%).5 Dilihat dari keragaman

suku, sebagai berikut: Suku Jawa adalah kelompok suku

terbesar di Indonesia dengan jumlah mencapai (41,7%)

dari total populasi, suku sunda (15,41%) dari total

populasi, suku Tionghoa Indonesia berjumlah sekitar

(3,7%) dari total populasi, suku melayu (3,4%), suku

Madura (3,3%), suku Batak (3,0%), suku Minagkbau

(2,7%), suku betwi (2,5%), suku Bugis (2,5%), suku

Arab-Indonesia (2,4%), suku Banten (2,1%), suku Banjar

4 Amirullah Syarbini, op.cit.,hal. 515 Sumber Kementrian Agama dalam jumlah tahun 2011. www.kemenag.go.id

3

(1,7%), suku Bali (1,5%), suku Sasak (1,3%), suku

Makasar (1,0%), suku Cirebon (0,9%). 6

Kemajemukan bangsa ini, disatu sisi merupakan aset

kekayaan khazanah budaya bangsa, namun disisi lain dapat

menjadi potensi konflik tatkala tidak dapat dikelola

dengan baik dan tidak memiliki sikap yang proposional

terhadap kemajemukan ini. Kemajemukan yang memiliki

potensi konflik tinggi dan sentral yaitu isu yang

berkenaan dengan kemajemukan beragama. Agama merupakan

isu yang sangat sentral dan cepat menimbulkan konflik

dikalangan masyarakat.7

Kekaguman dunia internasional kini hanya tinggal

kenangan, sebab perbedaan suku bangsa, bahasa, adat

istiadat dan agama kini seringkali menjadi pemicu dan

pemacu lahirnya fanatisme buta, persaingan tidak sehat,

perselisihan, perpecahan bahkan gontok-gontokan yang

meluluhlantahkan nilai-nilai persatuan dan kesatuan

yang selama ini para pendahulu kita bina. Sikap

proposional dan saling menghargai terhadap kemajemukan

kini telah luntur serta kesalehan sosial dalam

kemajemukan bangsa pun telah memudar.

6 Proporsi populasi jumlah suku bangsa di Indonesia menurut sensus2000 (Surya dinata 2007)7 Agus Pahrudin,dkk. Harmonisasi Agama dan Budaya di Indonesia, Balai Penelitian dan pengembangan Agama jilid 1 2009, Hal 157.

4

Kerusuhan demi kerusuhan muncul di berbagai

daerah, kerusuhan atas nama perbedaan ras/suku,

perbedaan agama, perbedaan paham keagamaan,terus

bermunculan laksana cendawan dimusim hujan. Seperti

yang terjadi di Sambas, Sampit, Ambon, Poso, yang

paling hangat kasus pengeboman Vihara di Jakarta Barat.

Menurut Setara Institut di Jakarta,terdapat berbagai

kasus tiap tahunnya yang berkenaan dengan masalah SARA

terutama agama, terdapat 216 serangan terhadap

minoritas beragama pada tahun 2010, 244 kasus pada

tahun 2011, 264 kasus pada tahun 2012. Di jarakarta

menurut Wahid Institute, mendokumentasikan 92

pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan 184

intoleransi pada tahun 2011.8 Padahal pelaku-pelaku

kerusuhan tersebut adalah orang-orang yang menyatakan

diri sebagai pemeluk agama tertentu.

Ini merupakan gejala sosial yang harus dicari akar

permasalahannya dan harus dicarikan solusinya dengan

berbagai pendekatan. Jika kita lihat kembali ke atas,

masalah yang paling sensitif dan sentral yaitu

masalah/isu yang berkenaan dengan keragaman agama.

Sehingga muncul pertanyaan, apakah agama-agama yang ada

di dunia ini khususnya di Indonesia mengajarkan untuk

selalu memerangi atau memusuhi agama selain dari pada

agama yang dianutnya? Apakah agama (khususnya agama

8 Human Right watch

5

Islam) tidak mengakui adanya perbedaan dan kemajemukan?

Lalu,bagaimana konsep yang di bangun oleh agama dalam

membina umatnya dalam kemajemukan? Pertanyaan-

pertanyaan ini hanya sederhana namun cukup mendasar,

dengan pertanyaan ini akan diketahui penyebab dari

gejala sosial sekaligus solusi alternatifnya.

Keragaman budaya dan agama ini harus menjadi

kemaslahatan bukan menjadi laknat bagi bangsa Indonesia.

Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alaminn. Sehingga islam

merasa perlu mendefinisikan kehadirannya dalam konteks

keragaman budaya dan agama, sekaligus menawarkan suatau

harapan dan perspektif keagamaan yang baru bahwa islam

adalah seraut wajah yang tersenyum smiling face of indonesian

muslim, damai nir kekerasan.9 Tidak hanya konsep agama

yang rahmatan lil ‘alamin namun harus terimplementasikan

oleh pemeluknya (muslim) dalam hidup bernegara dengan

keragaman kultur ini. Nilai-nilai islam harus di

transformasikan pada masyarakat multikultural sehingga

kesalehan sosial terwujud.

B. Kerangka Konseptual: Agama Dan Budaya9 Roni tabroni, dkk. Menggagas kesalehan Multikultural di Jawa Barat, Bandung, 2006 hal. 6

6

Religion in welcher form sie auftritt bleibet das ideale bedurfnis der

menschheit.10 “Agama dalam bentuk apa pun dia muncul,Tetap

merupakan kebutuhan ideal umat manusia”. Manusia, tanpa

agama, tidak dapat hidup sempurna. Manusia memerlukan

agama bahkan merupakan fitrah dari kemanusian.

Rasulullah bersabda:

د ها م�ن� ج�� ي� حسون� ف� عاء ه�ل ت�� مة� ج�� هي� ج� ال�ي� ت� ن" ة ك�ما ت�$ سان� مح� ة و ي�� صران� ن ة و ي�� هودان� واه ي�� اب�� طره� ف� ول�د ع�لى ال�ف م�ا م�ن� م�ول�ود الا ب��ع�اء...

“Seorang bayi tak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan

ia berada dalam kesucian (fitrah). Kemudian kedua orang

tuanyalah yg akan membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani,

ataupun Majusi -sebagaimana hewan yg dilahirkan dalam

keadaan selamat tanpa cacat. Maka, apakah kalian

merasakan adanya cacat? ...” 11

Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah12.

Manusia memerlukan bentuk kepercayaan. Semua manusia

mengakui adanya Tuhan. Pengakuan tersebut itu sebagai

bentuk dari kepercayaan. Disebabkan kepercayaan itu

diperlukan, maka dalam kenyataan kita temui bentuk-

10 Anselm Von Feuerbach dikutif oleh Jalaludin Rahmat dalam islam alternatif,cetakan IV1991, hal. 3611 HR. Muslim No 480312 Fitrah selain bermakna suci, juga memiliki makna kecondongan/ hanief terhadap kebenaran/ ketauhidan.

7

bentuk kepercayaan/agama yang beraneka ragam dikalangan

masyarakat.13

Secara hakikat/ transenden agama-agama samawi

memiliki kesamaan, yakni sama-sama lahir dari kebutuhan

manusia akan bentuk kepercayaan. Keanaka ragaman bentuk

kepercayaan itu merupakan suatu sunnatullah yang tidak

bisa dihindari. Firman allah dalam sural al-Maa’idah:

48

...

“...Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu

dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak

menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka

berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada

Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya

kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,”

Dalam kaitannya dengan manusia, agama seyogyanya

tidak dipahami sebagai seperangkat doktrin dan sistem

moral ansich, yang terpisah dari manusia. Agama,

13 Nilai Dasar Perjuangan HMI BAB I

8

sebagaimana dipahami Zamakhsyari Dhofier dan

Abdurarahman Wahid, tidak mengandung nilai-nilai dalam

dirinya, tetapi mengandung ajaran-ajaran yang

menanamkan nilai-nilai sosial pada penganutnya,

sehingga ajaran-ajaran agama tersebut merupakan salah

satu elemen yang membentuk sistem nilai budaya.14 Dalam

kerangka ini, agama memberikan sumbangsih yang

signifikan dalam sistem moral maupun sosial masyarakat.

Nilai-nilai agama dijadikan pedoman hidup dalam

kehidupnya way of life.15 Sehingga, agama secara konseptual

dan ideal bukannya membuat ketidak teraturan tetapi

membuat keteraturan bagi manusia. Nilai-nilai agama

dikonstruk oleh penganutnya menjadi nilai-nilai budaya,

yang dipakai dan dipraktikan dalam kehidupan masyarakat

yang dimaksud.16 Intinya nilai-nilai agama jangan hanya

sebatas ada dalam alam idea saja (konsep), namun harus

terimplementasikan dengan baik.

C. Kemanusiaan Yang Satu: Manusia Sebagai Spesies Surga

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Spesies

merupakan satuan dasar klasifikasi biologis; jenis.

Meminjam istilah Habudin, Manusia diciptakan oleh Allah14 Dhofier, dkk. Penafsiran kembali ajaran agama; dua kasus dari jombang. 1978.Jakarta: LP3ES hal. 2715 Paisun, Dinamika Islam Kultural: dialektika islam dan budaya lokal madura, jurnal el-Harakah, vol. 12 no. 2, hal. 160.16 Dhofier, opcit.

9

SWT sebagai spesies surga. Setan diciptakan sebagai

spesies neraka. Manusia pertama Nabi adam a.s.

diciptakan dari tanah dan ditempatkan disurga.17

Dalam ajaran islam tentang awal kemanusiaan,

dinyatakan bahwa kemanusiaan dimulai dengan sosok Adam

a.s. yang diciptakan Allah SWT dengan sebaik-baiknya

dan di dalamnya ditiupkan dari ruh-Nya. Manusia

kemudian berkembang biak dari asal Adam a.s. dan

istrinya Hawa. Maka, perkembangbiakkan manusia datang

dari sosok manusia yang satu (an-Nisa ayat 1).

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-

mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan

dari padanyaAllah menciptakan isterinya; dan dari pada

keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan

perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah

yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling

meminta satu sama laindan (peliharalah) hubungan

silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan

mengawasi kamu”.

Anggota suatu keluarga adalah bentuk pluralitas

dalam kerangka kesatuan keluarga dan sebagai antitesis

darinya. Pria dan wanita adalah bentuk puralitas dari

kerangka kesatuan jiwa manusia. Dalam kerangka kesatuan

ini, terjadi pluralitas dan perbedaan antara ras, warna

17 Habudin. Diskusi tentang pluralisme. UIN SGD Bandung. 2013

10

kulit, umat, bangsa, kabilah, lidah, bahasa,

nasionalisme, dan peradaban. Seterusnya terdapat

bermacam dan bergam pluralitas dalam kerangka

kemanusiaan yang satu, yang seluruhnya kembali dan

menisbatkan diri kepada- Nya.18

Pluralitas dalam kerangka yang satu ini, dalam

pandangan islam, adalah satu “ayat (tanda kekuasaan)”

dari ayat-ayat Allah SWT dalam penciptaan yang tidak

akan tergantikan dan juga tidak berubah. Kemanusian

merupakan faktor penyatu dan perbedaan adalah

kemajemukan dalam kerangka kesatuan sama- sama dari

sumber yang satu yakni Adam a.s. dan Hawa (spesies

surga).

Inilah yang penulis maksud manusia sebagai spesies

surga. Bukannya mengutuk perbedeaan namun mencari

kesamaan dan menjadikan perbedaan sebagai motivasi

untuk berlomba-lomba dalam melaksanakan amal saleh.

Manusia diciptakan Allah SWT sebagai spesies surga,

namun amal perbuatan yang dipengaruhi hawa nafsunya

yang akan membedakan dan memisahkan nanti. Iman dan

amal salehnya yang akan allah perhitungkan kelak.

Firman allah dalam (Q.S. al-Baqarah: 62)

“ Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi,

orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja

18 Muhammad Imarah, opcit, hal.9

11

diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah,

hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima

pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada

mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”

Simpulan penulis terhadap ayat di atas adalah

bukan agamanya/ identitas keagamaannya yang di

kedepankan, namun nilai dalam agamalah yang harus

dipegang dan dijalankan. Agama apapun, baik islam,

yahudi (dizaman nabi Musa sebelum datang nabi Isa),

nasrani (di zaman sebelum datang Nabi Muhammad dan

shabiin (orang-orang yang mengikuti syari'at nabi-nabi

zaman dahulu atau orang-orang yang menyembah bintang

atau dewa-dewa) dalam kerangka pluralitas syariat-

syariat di bawah “kesatuan agama yang satu” perbedaan

itu akan tetap selamat dan mendapat pahala dari tuhan

selama mereka berada dalam koridor pokok yaitu:

Pertama, Keimanan kepada tuhan yang maha satu, kedua.

Keimanan akan akhirat, pembangkitan, hisab dan

pembalasan amal baik dan buruk, Ketiga.Beramal saleh

dalam kehidupan dunia.

Namun, bukan berarti untuk konteks hari ini semua

agama sama secara keseluruhan. kesamaan yang dimaksud

hanya secara hakikat yakni sama-sama sebagai agama

samawi dan memiliki tujuan yang sama (keteraturan).

Jika dalam segi syari’at tentu berbeda. Syariat agama

12

Yahudi itu benar pada zaman nabi Musa a.s., namun

menjadi tidak berlaku mansukh atau disempurnakan dengan

datangnya nabi Isa a.s dengan membawa syairatnya

(Nasrani), pun demikian syariat nabi Isa (nasrani)

menjadi tidak berlaku mansukh dan disempurnakan dengan

syariat yang dibawa oleh Rasulullah saw. Yakni syariat

islam.

Sebagai umat islam kita harus memegang teguh

syari’at yang dibawa oleh Rasulullah. Syari’at yang

telah menyempurnakan syariat-syariat sebelumnya.

Keberadaan agama lain yang masih memegang syariat-

syariatnya yang dahulu harus dijadikan motivasi dalam

melakukan amal shaleh memberikan kemanfaatan kepada

sesama manusia tanpa melihat agama atau budayanya.

Konflik antar umat beragama yang terjadi

dimasyarakat biasanya terjadi karena adanya fanatisme

buta. Menjustifikasi bahwa yang benar hanyalah dia dan

kelompoknya, menafikan bahkan menjustifikasi agama/

paham keagamaan selainnya adalah salah (finnar). Sesama

penganut agama Islam pun masih terjadi suara-suara

sumbang yang sering menimbulkan konflik horizontal.

Antar kelompok paham keagaamaan/ organisasi keagamaan

memberikan justifikasi benar/salah, surga dan neraka,

sering kali terlontar yang melakukan tradisi-tradisi

tertentu ahli bid’ah dan akan masuk neraka. Bahkan,

13

mereka berani menghancurkan, membakar dan memeranginya

dengan landasan bahwa dia yang paling benar. Memaksakan

kehendak untuk sama dengannya.

Jika kita mengacu kepada ayat diatas tadi justru

yang harus dikedepankan adalah amal saleh yang di

landasi keimanan. Bukannya ribut memberikan penilaian

kepada yang lain justru membuktikan kepada yang lain

dengan amal shalehnya. Pendekatan ini menggunakan

pendekatan teologi multikultural. Dengan pendekatan ini

masyarakat akan memiliki kesalehan secara kultural

melihat perbedaan sebagai rahmat. Bahkan, kita harus

membuktikan bahwa agama islam adalah agama rahmatan

lilalamin. Umat muslim harus memberikan teladan dalam

berakhlak menjadi pelopor dalam berbuat kebaikan.

Menurut Jalaudin rahmat, Agama terbagi dua yakni

secara konseptual dan secara aktual. Secara konseptual

semua agama mengajarkan tentang kebaikan nilai-nilai

kebenaran yang diakui secara universal. Prinsipnya

tidak ada agama manapun terutama agama samawi yang

mengajarkan ketidak baikan, penghancuran, penistaan.

konsepnya semua agama adalah membuat keteraturan dalam

kehidupan. Sedangkan agama secara aktual yakni

implementasi keberagamaan seseorang di dalam

kehidupannya.

14

Jelas, implementasi keberagamaan seseorang sangat

dipengaruhi oleh latar belakangnya. Dipengaruhi oleh

pendidikannya, ilmu pengetahuannya, lingkungannya,

juga oleh hawa nafsunya. Inilah yang nanti akan

merubah manusia dari asalnya spesies surga berubah

menjadi spesies neraka bersama syaitan (laknatullah

‘alaih) dengan mengikuti hawa nafsunya melanggar

syariat/ ajaran agamanya.

D. Multikulturalisme Perspektif Islam

Menurut Abraham Maslow dalam teori of human

motivation bahwa kebutuhan dasar manusia (basic needs)

yang keempat adalah pengakuan/ penghargaan.

Pengingkaran masyarakat terhadap kebutuhan untuk diakui

merupakan akar dari ketimpangan diberbagai bidang

kehidupan). Islam adalah agama yang mengakui dan

menghargai perbedaan, bahkan perbedaan di dalam islam

adalah sebuah rahmat. Multikulturalisme adalah sebuah

ideologi dan sebuah alat atau wahana untuk meningkatkan

derajat manusia dan kemanusiaannya.19 Maka, konsep

multikulturalisme itu sesuai dengan ajaran islam dalam

memandang keragaman. Konsep kebudayaan harus dilihat

dalam perspektif fungsinya bagi kehidupan manusia.

Kaum muslimin adalah umat yang bersatu utuh mereka

hidup berdampingan dengan kelompok-kelompok masyarakat19 Choirul Mahfud. Pendidikan Multikultural. Pustaka pelajar cetakan VI 2013

15

yang lain.(piagam madinah 1)20. Demikian Rasulullah

telah memberikan contoh hidup bernegaradalam keragaman

kultur. Sehingga sampai hari ini dunia mengakui akan

keberhasilan konsep negara yang dibangun oleh

Rasulullah saw yang kita kenal dengan masyarakat madani

(civil sosiety).

Pun demikian multikulturalisme yang dibangun

bangsa kita ini harus mengacu pada konsep yang dibangun

Rasulullah SAW. Mengakomodir kesetaraan budaya dan umat

lain sehingga meredam konflik vertikal dan horizontal

dalam masyarakat yang heterogen dimana tuntutan akan

pengakuan atas eksistensi dan keunikan budaya,

kelompok, etnis sangat lumrah terjadi. Muaranya adalah

tercipta suatu sistem budaya (culters system) dan

tatanan sosial yang mapan dalam kehidupan masyarakat

yang akan menjadi pilar kedamaian sebuah bangsa.

Dalam syariat-syariat dan manhaj-manhaj, dan

selanjutnya peradaban-peradaban (terutama umat-umat

yang menerima risalah-risalah agama) terdapat

pluralitas yang dipandang oleh Al-Qur’an sebagai pokok

yang konstan, kaidah yang abadi, dan sunnah ilahiah ,

yang berfungsi sebagai pendorong untuk saling

berkompetisi dalam melakukan kebaikan, berlomba

menciptakan prestasi yang baik dan sebagai motivator

20 Salahudin Hamid. HAM Dalam Perspektif Islam. Jakarta. Amisco. 2003. Cetakan II, hal. 198

16

yang mengevaluasi dan memeberikan tuntunan bagi

perjalanan bangsa-bangsa pemilik peradaban-peradaban

dalam menggapai kemajuan dan ketinggian mereka. Ia

adalah sumber dan motivator terwujudnya vividitas kreativitas

(penggambaran yang hidup) yang terancam keberadaanya

jika tidak terdapat perbedaan dan kekhasan masing-

masing peradaban itu21. (Hud: 118-119)

“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan

manusia umat yang satu, tetapi mereka Senantiasa

berselisih pendapat, Kecuali orang-orang yang diberi

rahmat oleh Tuhanmu. dan untuk Itulah Allah menciptakan

mereka. kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah

ditetapkan: Sesungguhnya aku akan memenuhi neraka

Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka)

semuanya.”

Dalam menafsirkan ayat ini, Al-Qurtubi dalam al-

jam’i li ahkamil qura’an mengatakan bahwa perbedaan,

kemajemukan, serta pluralitas dalam syariat-syariat dan

manhaj-manhaj itu sebagai conditio qua non (keadaan atau

syarat yang sangat diperlukan) dalam penciptaan

makhluk. Mereka berkata, “makna ‘dan untuk itulah Allah

21 Muhammad Imarah. Islam dan Pluralitas: perbedaan dan kemajemukan dalam bingkai persatuan. Terjemahan. Gema insani press.1999. hal 13

17

menciptakan mereka’ seakan-akan pluralitas itu sebagai

illatsebab keberadaannya wujud ini.22

Atas dasar adanya pengakuan mengenai pluralisme

budaya dan agama, maka dalam kedua ayat (Qs. 2:148 dan

Qs. 5: 48) dimunculkan konsep perlombaan dalam

kebaikan, “maka berlomba-lombalah kamu dalam berbuat

kebaikan”. Dalam kedua ayat itu, perlombaan bersifat

umum namun ditujukan bagi manusia yang secara alamiah

ditakdirkan mengalami perbedaan agama maupun suku

bangsa.

Ayat ini sesuai dengan konsep multikulturalisme

yang tidak mempersoalkan perbedaan, tetapi mementingkan

berbuat kebaikan. Karena itu, kata-kata “kullin”

(2:148) dan “likullin ja’alna (5: 48)” diatas sebagai

“masing-masing umat beragama”. Rasyid ridha,

sebagaimana dikutip Roni, mengatakan. “... jadi,

syariat yang berbeda-beda itu harus dipertimbangkan

sebagai alasan untuk berlomba-lomba dalam amal saleh,

dan bukan alasan untuk permusuhan dan persaingan dalam

berbuat yang tidak baik”. Bahkan dalam konteks

teologis, allah (Qs. 60: 6) tidak melarang umat islam

melakukan aktivitas sosial dengan umat lain, selama

mereka tidak berbuat jahat23. 22 Al-Qurtubi, al-jam’i liahkam Al-Qur’an. Kairo: Darul kutub, juz9, hlm 114-115.23 Roni Tabroni, dkk. Menggagas kesalehan multikultural di Jawa Barat. LPTQ JABAR. 2006, hal. 7.

18

Dalam hal kebangsaan dan suku yang plural, islam

memerintahkan agar hal ini dipergunakan dalam membangun

hubungan ta’aruf (saling mengenal) diantara masing-

masing pihak yang berbeda-beda itu. Bahkan al-Qur’an

menegaskan, keragaman etnis, agama, dan budaya adalah

sebuah keniscayaan yang merupakan kehendak tuhan

sendiri sebagai sunnatullah. Allah tidak melihat

perbedaan dari etnis manapun bahkan pengakuan dari

agama manapun tapi yang allah lihat adalah ketakwaanya.

Firman allah (QS. Al- Hujarat:13).

“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu

dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan

menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku

supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang

yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah

orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya

Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Saling mengenal merupakan bentuk dari kesalehan

multikultural. Dari saling mengenal itulah toleransi

antar umat, toleransi antar agama akan tercipta. Satu

sama lain saling memahami dan memaklumi perbedaan yang

ada.

Namun, toleransi bukan berarti menghilangkan

batas-batas yang telah ditentukan. Islam mempunyai

konsep yang jelas dan tegas dalam membedakan antara

19

toleransi muamalah (sosial) dengan toleransi akidah.

Dalam masalah muamalah kita harus memiliki sikap

tasamuh (toleransi), tapi dalam masalah akidah dan

ibadah, islam dengan tegas mengatakan lailaha illallah

Muhammad rasulullah sampai tetes darah penghabisan kita

harus tetap istiqomah. Firman allah (Q.S. Al- Kafirun

1-6) :

“Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, Aku tidak

akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan

penyembah Tuhan yang aku sembah.Dan aku tidak pernah

menjadi penyembah apa yang kamu sembah,Dan kamu tidak

pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku

sembah.Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.”

Jika kita kaji sababun nuzul ayat di atas, menurut

Imam as-Suyuti dalam lubabun nuqul fi asba al-nuzul adalah

berkenaan dengan ajakan kafir quraisy kepada rasul

untuk bergantian menyembah tuhan masing-masing. Satu

tahun menyembag Allah, satu tahun menyembah berhala.

Dijelaskan juga oleh Imam Ali As- Shabuni dalam shafwat

at-Tafasir, Tatkala itu, turun ayat tadi yang menolak

keras ajakan mereka yang didisyaratkan dalam kalimat :

20

وه�د رك�كم ولي� ب�� MNNل�كم ش �ن� اي �Rي كم ولي� ال�د ن bagi kamu kemusyrikanmu“ "ل�كم دي��dan bagi aku keyakinanku"24. Namun demikian islam

melarang kita untuk mengganggu aqidah agama lain.

Sejarah membuktikan, agama Alkhaton masuk ke Mesir

dengan menghancurkan tempat-tempat ibadah “amon”, agama

Kristen masuk ke Mesir dengan membunuh penganut agama

mesir kuno, agama romawi paganis masuk ke Mesir dengan

membunuh penganut kristen koptik, islam masuk ke Mesir

tidak satu pun rumah ibadah yang dibakar, tidak seorang

pun pendeta yang dibantai.25 Bahkan rasulullah dengan

tegas bersabda : ي Uان د اد �NNNNNNNNNNNNNNق ا ف� �NNNNNNNNNNNNNNم�ن ي د siapa“ م�ن� اد saja yang

menyakiti kafir dzimi sungguh telah menyakitiku”

Sejarah tersebut menunjukan bahwa islam bukan

agama sadis, islam bukan agama bengis, bahkan islam

bukan agama teroris, sebagaimana dituduhkan orang-orang

kafir dan barat saat ini. Tapi islam adalah agama

rahmatan lilalamin. Dengan demikian jika akhir-akhir ini

terjadi pengeboman seperti di legian kuta bali, hotel

mariot, kedubes australia dan Vihara di jakarta barat

yang diselidiki dilakukan oleh orang-orang yang

beragama islam. Jelas, penulis tegaskan itu bukan

ajaran islam, tapi itu hanya sekelompok orang yang

24 Muhammad ‘Ali Ash-Shabuni, Shafwat at-tafasir, Mekah: dar al-Fikr, 1976 25 Amirullah Syarbini, opcit, 145.

21

memiliki kepentingan tertentu danipengaruhi faktor-

faktor yang menuntut mereka berbuat demikian. sebagai

bentuk perlawanan imperialisme politik barat dan adanya

ketidak adilan.

E. Islam Membentuk Kesalehan Multikultural Ummat

Menurut Abdul Munir Mulkhan, Kesalehan merupakan

suatu tindakan yang berguna bagi diri sendiri dan orang

lain, serta dilakukan atas kesadaran ketundukan pada

ajaran Tuhan. Amal saleh merupakan

implementasi/aplikasi dari keimanan seseorang yang

dilakukan secara sadar dan ikhlas26. Sedangkan

kesalehan dalam multikultural merupakan penegasan bahwa

kegunaan tindakan saleh itu berdimensi terbuka

melampaui batas-batas etnis, kebangsaan, paham

keagamaan, dan kepemelukan suatu agama tertentu. 27

Isu global yang terus didengungkan oleh PBB adalah

perdamaian diseluruh dunia. Di timur maupun di Barat

harus mematuhi Resolusi Dewan Keamanan PBB yang

mengamanatkan kepada seluruh negara di dunia untuk

tunduk dan patuh demi menciptakan perdamaian abadi.

Tetapi kenyataannya, perang adalah perang.

Perang merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat

dihindari akibat konflik antar negara, bahkan antar

26 Abdul Munir Mulkhan, Kesalehan Multikultural,jakarta,PSAP.2005 27 Roni, dkk. Opcit, hal. 16

22

etnis seringkali dipicu oleh masalah-masalah sepele.

Namun terdapat nuansa kemanusiaan yang dijatuhkan atau

seringkali disalah fahami, sehingga muncul istilah

genocide (permusuhan etnis).28 Resolusi PBB belum dapat

berhasil dalam membentuk kesalehan bangsa-bangsa dalam

keragaman. Karena bukan atas landasan keimanan resolusi

tersebut dibuat namun atas dasar kepentingan politik.

Dalam hal ini Islam mempunyai dasar-dasar

pemikiran dalam menciptakan kesalehan multikultural.

Kesalehan tanpa batas teritorial, tanpa batas etnis dan

tanpa batas apapun. Sesuai dengan namanya islam berarti

damai, sama sekali tidak diperbolehkan menebar

kebencian kepada siapapun. Akar dari permusuhan dan

konflik dilatarbelakangi dengan kebencian. Firman allah

(Q.S. al-An’am ayat 108 :

“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang

mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan

memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.

Demikianlah Kami jadikan Setiap umat menganggap baik

pekerjaan mereka. kemudian kepada Tuhan merekalah

kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa

yang dahulu mereka kerjakan.”

28 Salahudin Hamid. Opcit. Hal. 153

23

Khalid Abdurrahman al-Aki dalam shofwat al-Bayan

Lima’an al-Qur’an menjelaskan : ا م�هم ن �NNNNNن� و اص رك�ي� MNNNNNة� ال�مشNNNNNوا ال�ه سNNNNNب� اي� لا ت��"janganlah kamu menghina sembahan kaum musyrik dan

berhala-berhala mereka".29 Dengan demikian firman allah

tadi mengajarkan kepada ummat agar tidak menghina,

melecehkan dan memerangi ajaran agama lain. Biarkanlah

kaum kristiani mengamalkan ajaran cinta kasih, Isa

almasih. Umat hindu mengamalkan Veda-vadenta, Resi

Agatya. Demikian juga umat budha menjalankan ajaran

Dharma Shidarma Gautama. Selama mereka tidak mengganggu

dan memerangi kaum muslim.

Dalam membentuk kesalehan multikultural ummat

islam menanamkan nilai toleransi yang tinggi terhadap

agama dan budaya lain, menanamkan nilai supaya

menghargai agama lain.Dimulai dari menghargai sikap dan

prilaku yang lainnya akan mengikutinya. Kesalehan

sosial yang dikedepankan oleh kaum muslim. Perbedaan

dan kemajemukan dijadikan sebagai motivator untuk

menghadapi ujian, cobaan, kesulitan, berkompetisi, dan

berlomba-lomba dalam berkarya dan berkreasi di antara

masing-masing pihak yang berbeda dalam syariat, manhaj,

dan peradabannya. Dalam kesalehan Multikultural ini

pula amal saleh seorang muslim tidak dibatasi oleh

29 Khalid ‘Abdurrahman al-‘Aqi, Shafwat al-bayan li ma’ani al-Qur’an, Kairo: Dar al-Salam, 1978

24

etnis, suku, budaya bahkan agama. Namun, berbuat saleh

(konteks sosial) kepada siapapun.

F. Penutup

Inti dari konflik yang bersumber dari masalah

agama disebabkan karena fanatisme buta. Menjustifikasi

orang/ agama selain dari padanya adalah salah. Sehingga

tidak akan ada titik temu jika semua agama/ semua

budaya menjustifikasi hanya agama dan budayanya lah

yang paling benar.

Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin

hadir memberikan perspektif keberagaman yang moderat

melihat perbedaan agama/ budaya lain sebagai sebuah

25

keniscayaan dan ujian bagi pemeluknya. Tidak

menjustifikasi bahkan menghina agama / budaya lain

tetapi duduk bersama dan memberikan sikap yang terbuka

(inklusif).

Transformasi nilai-nilai islam merupakan langkah

untuk menciptakan suasana dan sikap keberagaman yang

moderat (pertengahan) yang tidak memaksakan kehendak

atas nilai-nilai yang lain. Transformasi bukan berarti

merubah nilai agama yang ada tetapi berusaha berdialek

dengan nilai-nilai budaya lain. Sehingga kesalehan

individu tidak terbatasi oleh etsnis, agama, budaya

tetapi saleh tanpa batas.

Saling mengenal merupakan salah satu bentuk

dari kesalehan seorang individu terhadap keragaman yang

ada. Dengan mengenal maka akan timbul konsekeunsi

selanjutnya yakni saling memahami dan menghargai.

Ketika sikap saling memahami dan menghargai telah

tumbuh dalam diri bangsa ini niscaya kesalah pahaman

dan konflik relatif tidak akan ada. Keragaman budaya

dan agama tidak akan menjadi permasalahan namun menjadi

indah laksana harmoni perbedaan nada gitar yang dipetik

dengan baik. Cita-cita bangsa ini serta semboyan bangsa

ini kembali kita gapai dan kita rasakan.

Perbedaan harus dijadikan sebagai motivasi untuk

berlomba-lomba dalam melaksanakan amal saleh

26

(kebajikan) dengan landasan keimanan.Masalah surga dan

neraka Tuhan yang menentukan. Masuknya seseorang ke

surga bukan pernyataan dirinya sebagai orang yang rajin

beribadah atau pernyataan diri sebagai pemeluk islam

“Islam KTP” namun, karena rahmat Allahlah yang akan

menentukan nanti. Sehingga, fanatisme buta yang

mengedepankan simbol dan identitas yang mengakukan

dirinya sebagai pemeluk agama tertentu harus

mempertimbangkan kembali apakah yang dilakukannya sudah

sesuai dengan aturan agamanya, Atau hanya

mengatasnamakan agama.

27

Daftar Pustaka

Agus Pahrudin,dkk. 2009. Harmonisasi Agama dan Budaya di

Indonesia. Jakarta: Balai Penelitian dan pengembangan

Agama.

Al-Qurtubi, al-jam’i liahkam Al-Qur’an. Kairo: Darul

kutub, juz 9

Chang Yau Hoon.2006. Assinilation, multicultiralism, Hybridity: The

Dilemmas of the Etnich Chinise in Post-Suharto Indonesia. Jurnal

Asian Ethnicity. Volume 7, number 2.

Dhofier, dkk.1978. Penafsiran kembali ajaran agama; dua kasus

dari jombang. Jakarta : LP3ES

Imarah, Muhammad. 1999. Islam dan Pluralitas: perbedaan dan

kemajemukan dalam bingkai persatuan. Terjemahan. Jakarta:

Gema insani press.

28

Hamid, Salahudin. 2003. HAM Dalam Perspektif Islam. Cetakan

II Jakarta: Amisco.

Khalid ‘Abdurrahman al-‘Aqi. 1978. Shafwat al-bayan li ma’ani

al-Qur’an. Kairo: Dar al-Salam.

Mahfud, Choirul. 2013. Pendidikan Multikultural. cetakan VI.

Yogyakarta: Pustaka pelajar.

Muhammad ‘Ali Ash-Shabuni. 1976. Shafwat at-tafasir. Mekah:

dar al-Fikr.

Mulkhan, Abdul Munir.2005. Kesalehan Multikultural,jakarta.

Jakarta: PSAP.

Rahmat, Jalaludin. 1991. Islam Alternatif: ceramah-ceramah di

Kampus. Cet IV.Bandung: Mizan.

Roni tabroni, dkk.2006. Menggagas kesalehan Multikultural di

Jawa Barat, Bandung: LPTQ JABAR.

Paisun.2010. Dinamika Islam Kultural: dialektika islam dan budaya

lokal madural. jurnal el-Harakah, vol. 12 no. 2.

Syarbini, Amirullah. 2007. Membudyakan Toleransi Antar

Umat Beragama”. Banten: LPTQ BANTEN.

Habudin. Makalah Diskusi pluralisme. UIN SGD Bandung.

2013.

29