Post on 05-Feb-2023
1
BAB I. PEMBUKAAN
A. Latar Belakang
Di Eropa, secara khusus pertama didirikan kira-kira sudah 200 (dua
ratus) tahun yang lalu, namun baru pada abad ke-20 terjadi perhatian yang
serius dengan diakuinya hak-hak sipil para penyandang cacat, termasuk
diberlakukannya perundang-undangan yang mewajibkan pendidikan untuk
semua (Befring,2001). Sejak tahun 1970-an, di Eropa perubahan radikal telah
terjadi di bidang pendidikan luar biasa. Layanan PLB diperluas mencakup tidak
hanya sekolah khusus tetapi juga di semua sekolah umum, anak usia pra-
sekolah, remaja, sekolah menengah dan orang dewasa yang berkebutuhan
pendidikan khusus (Befring dan Tangen, 2001). Meskipun pendidikan anak
berkebutuhan khusus telah cukup lama digunakan dalam melayani anak
berkebutuhan khusus, namun baru pada abad 20 dipelajari sebagai disiplin
ilmu yang mandiri.
Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa
(SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. Misalnya pada anak
berkebutuhan khusus Tunagrahita. Tunagrahita adalah individu yang memiliki
intelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan
ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa
perkembangan.
Pembelajaran bagi individu tunagrahita lebih dititik-beratkan pada
kemampuan bina diri dan sosialisasi. Selama ini cara pandang terhadap anak
berkebutuhan khusus masih negatif maka pemenuhan haknya pun dipastikan
tidak sama dengan masyarakat lainnya. Persamaan hak sebenarnya telah
diatur dengan berbagai perangkat perundangan formal, tetapi
permasalahannya tidak adanya sanksi yang jelas terhadap pelanggaran
peraturan yang ada, sehingga masih banyak anak-anak berkebutuhan khusus
yang belum memperoleh haknya.
2
Seperti banyak kasus yang terjadi di Indonesia bahwa anak yang
memiliki kekurangan ini seringkali diabaikan. Terkadang juga dikucilkan oleh
lembaga yang dinaunginya. Misalnya sekolah, berangkat dari fisiknya yang
tidak sempurna maka teman-teman sekelas mengejek dan tidak mau
bergabung bermain bersamanya. Mereka berasumsi bahwa jika anak tersebut
bergabung, yang ada hanyalah permainan tidak seru dan tidak mengasyikkan.
Pelanggaran hak anak-anak dengan kecacatan ini sungguh disayangkan
mengingat mereka adalah manusia yang juga sama haknya dengan manusia
normal lainnya. Perlindungan bagi mereka diperlukan karena masih banyaknya
diskriminasi dan rendahnya ketersediaan aksesibilitas bagi anak berkebutuhan
khusus. Pentingnya pelayanan pada anak berkebutuhan khusus hendaknya
para pemerintah mampu memberikan layanan secara khusus pada anak-anak
yang membutuhkan sehingga anak-anak tersebut tidak kehilangan hak-
haknya.
B. Tujuan dan Manfaat
1. Untuk mengetahui bagaimana sepak terjang pemerintah untuk
memperhatikan mereka yang berkelainan atau memiliki kecacatan.
2. Menjadikan bahan rujukan kita bersama untuk lebih mengayomi
mereka yang berkebutuhan khusus.
3
BAB II. PEMBAHASAN
Kasus tentang ABK
Aktivis Koalisi Peduli Pendidikan Kota Malang menuntut Pemerintah Kota Malang
memberikan perhatian khusus terhadap siswa berkebutuhan khusus. Sebab, selama ini
mereka masih diperlakukan secara diskriminatif oleh penyelengara lembaga pendidikan.
"Sebagian lembaga pendidikan tak peduli dan mengabaikan hak mereka," kata juru
bicara koalisi, Hari Kurniawan, Senin, 23 April 2012.
Koalisi terdiri dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya perwakilan Malang, Malang
Corruption Watch (MWC), Aliansi Masyarakat Miskin Malang, The Semar Institute, PP
Otoda, Forum Masyarakat Peduli Pendidikan, Walhi Jawa Timur, Instrans Institute.
Sejumlah akademisi dan kelompok mahasiswa juga turut serta.
Menurut Hari, sejak tiga tahun terakhir terjadi lima masalah pendidikan yang terjadi
berulang-ulang dan tidak terselesaikan dengan baik. Selain pendidikan inklusi untuk
anak berkebutuhan khusus, juga masalah biaya pendidikan, pelayanan pendidikan,
mekanisme keluhan dan partisipasi masyarakat. "Setiap warga negara berhak atas
perlindungan dan pendidikan sesuai Undang-Undang Hak Asasi Manusia," ujarnya.
Karena itu, koalisi menuntut Pemerintah Kota Malang dan Dewan Perwakilan Rakyat
Kota Malang merevisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2009 tentang
pendidikan. Perda tersebut dinilai tidak mampu menyelesaikan masalah pendidikan
yang dialami warga Malang.
Hari juga menjelaskan di Malang hingga saat ini terdapat sebanyak 60 lembaga
pendidikan inklusi. Namun, tak ada layanan khusus bagi anak berkebutuhan khusus.
Lembaga pendidikan tersebut hanya bersedia menerima dan mendidik siswa dengan
kondisi fisik normal. Padahal, siswa berkebutuhan khusus juga berhak mendapatkan
pendidikan yang layak dan bermutu.
4
"Revisi terhadap perda tersebut untuk memberikan jaminan bagi siswa berkebutuhan
khusus untuk mendapatkan kesempatan pendidikan yang layak," ucap Hari. Sebab,
selama perda tak direvisi, maka para siswa berkebutuhan khusus, seperti tuna rungu dan
tuna grahita tak bisa sekolah.
Koalisi, kata Hari, menuntut DPRD segera mengajukan rancangan revisi Perda
Pendidikan tersebut. Jika DPRD tak sanggup, koalisi siap menyusun rancangan sesuai
dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus.
Anggota Komisi Kesejahteraan DPRD Kota Malang, Sutiaji, berjanji akan mempelajari
protes yang dilancarkan koalisi. Menurut Sutiaji, selama ini bersama anggota DPRD
lainnya selalu mengawasi kinerja Dinas Pendidikan, termasuk soal pendidikan inklusi
bagi siswa berjebutuhan khusus. "Mereka juga berhak mendapat fasilitas dan perlakuan
yang sama dan adil," kata Sutiaji.
Sumber: http://www.tempo.co/read/news/2012/04/23/079399113/Anak-
Kebutuhan-Khusus-Masih-Alami-Diskriminasi
5
KEBIJAKAN PEMERINTAH
1. UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat disebutkan bahwa
“setiap penyandang cacat mempunyai hak yang sama dalam segala aspek
kehidupan dan penghidupan”.
Penjelasan :
Tentunya aspek-aspek tersebut mencakup pula aspek pendidikan yang
menjadi kebutuhan semua orang. Menjadikan bahan rujukan kita bersama
untuk lebih mengayomi mereka yang berkebutuhan khusus. ABK juga
manusia sama seperti yang lainnya dan mereka mempunyai hak yang sama
juga untuk memperoleh pendidikan yang layak.
2. Kemudian terdapat penjelasan tentang pendidikan khusus ini disebutkan
pada pasal 32 ayat 1, pendidikan merupakan pendidikan bagi peserta didik
yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran
karena kelaianan fisik, emosional, mental, sosial, dan atau memiliki potensi
kecerdasan.
Penjelasan :
Disini jelas sekali disinggung mengenai mereka
yang mendapat pendidikan adalah yang
memiliki kesukaran dalam pembelajaran.
Berarti ABK harus disajikan materi
pembelajaran yang eksklusif juga karena
memiliki keterbatasan. Bukannya malah
dikucilkan bahkan dikeluarkan dari sekolah karena dianggap menjelekkan
citra sekolah.
3. Permendiknas No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta
Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau
Bakat Istimewa:
· Pasal 3 (1): Setiap peserta didik yang memiliki kelainan fisik,
emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan
dan/atau bakat istimewa berhak mengikuti pendididkan secara inklusif
6
pada satuan pendidikan tertentu sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya.
· Pasal 4: Pemerintah kabupaten/kota menunjuk paling sedikit 1 (satu)
sekolah dasar, dan 1 (satu) sekolah menengah pertama pada setiap
kecamatan dan 1 (satu) satuan pendidikan menengah untuk
menyelenggarakan pendidikan inklusif yang wajib menerima peserta
didik sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 (1).
· Pasal 6 (1): Pemerintah kabupaten/kota menjamin terselenggaranya
pendidikan inklusif sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
· Pasal 6 (2): Pemerintah kabupaten/kota menjamin tersedianya sumber
daya pendidikan inklusif pada satuan pendidikan yang ditunjuk.
· Pasal 6 (3): Pemerintah dan Pemerintah Provinsi membantu
tersedianya sumber daya pendidikan inklusif.
Penjelasan :
Tidak ada kata membanding-bandingkan pada penjelasan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional di atas. Maka kenyataan di lapangan pun
seyogyanya menyamai pada pedoman tersebut. Namun ternyata minim
sekali terdapat daerah yang memperhatikan keadaan ABK. Sedikit yang
mau mengakui dan menampung mereka untuk dimintai haknya, yaitu
pendidikan. Tetapi pada daerah yang telah memperhatikan ABK, mereka
benar-benar serius untuk menampung hak dari anak-anak berkekurangan
tersebut. Seperti di Bandung, sebagai berikut :
BANDUNG,KOMPAS.com - Setelah berhasil membuat 300 sekolah inklusi
pada tahun ini, Pemerintah Provinsi Jawa Barat bersiap menambah 600
sekolah lagi pada tahun depan. Sekolah inklusi ini dikembangkan dalam
rangka untuk memenuhi hak pendidikan kaum disabilitas (penyandang cacat).
"Di Jabar kini ada 33 Sekolah Luar Biasa (SLB) negeri, dan 300 SLB swasta,
tapi ini masih kurang menampung. Karena itu tahun ini kita membuat 300
sekolah inklusi, sekolah biasa tapi menerima kaum difabel atau penyandang
cacat. Target kami tahun depan bisa ada 600 sekolah inklusi," ujar gubernur
Jabar Ahmad Heryawan usai memperingati Hari Disabilitas Internasional di
Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Bandung Rabu (12/12/2012).
7
Pembuatan sekolah inklusi ini bukan hanya untuk meningkatkan penyebaran
sekolah yang bisa menampung kaum disabilitas, tapi juga sangat baik bagi
perkembangan psikologis anak.
Secara psikologis dampaknya sangat baik. Sebab anak-anak disabilitas bisa
bergaul dengan anak-anak normal (di sekolah), sehingga dia tidak merasa
rendah diri. Sedangkan untuk anak-anak normal juga bisa melihat kenyataan
bahwa ada saudaranya yang tidak normal, dia akan sangat menghormati.
Dari sisi anggaran, sekolah inklusi ini dibiyayai kerja sama dengan
kabupaten/kota setempat. Biaya sekolah inklusi itu ada bantuan dari pemprov,
kalau untuk sekolah normalnya itu oleh pemerintah kabupaten/kota.
Dalam kesempatan itu, Pemprov Jabar juga memberikan beberapa
penghargaan kepada masyarakat dan lembaga yang dinilai peduli terhadap
kaum disabilitas. Penghargaan di antaranya diberikan kepada Prof Winarto
Restu Jayaningrat sebagai pribadi yang peduli dan aktif sebagai ketua umum
Yayasan Amallilah.
Penghargaan juga diberikan kepada Wakil Wali Kota Bandung Ayi Vivananda
sebagai pribadi yang aktif dan peduli dalam memberikan bantuan untuk siswa
dan mahasiswa tunanetra.
Penghargaan perorangan berikutnya diberikan kepada Sri Hadi Winarningsih
sebagai pelopor sekolah inklusif di Jabar. Sedangkan untuk kategori
perusahaan, penghargaan diberikan kepada PT Omron Manufacturing of
Indonesia dan PT Maspion Kencana sebagai perusahaan yang aktif dan peduli
dalam mempekerjakan karyawan penyandang disabilitas.
8
LANGKAH ANTISIPATIF
Banyak persoalan di sekitar layanan bagi anak berkebutuhan khusus
untuk dapat mengakses pendidikan. Dan tentu saja, persoalan tersebut tidak
dapat terselesaikan dalam waktu singkat, namun harus dilakukan dengan
tahapan yang sistematis. Meskipun bukan sebuah solusi yang cepat, tetapi
beberapa langkah berikut dapat membantu anak dengan kebutuhan khusus
untuk lebih cepat mengakses layanan pendidikan:
1. Membuat regulasi UU yang terkait dengan penyediaan layanan bagi anak-
anak berkebutuhan khusus,
2. Menganggarkan dana khusus dari APBN ataupun APBD untuk pendidikan
anak berkebutuhan khusus,
3. Memberikan dukungan dan sarana layanan secara lebih luas berbagai
informasi untuk para penyandang cacat misalnya untuk penyandang cacat
tuna netra seperti jasa layanan yang lebih diperluas dalam bentuk naskah
berhuruf braile, kaset audio, computer suara, penyediaan jasa layanan
pembacaan, Untuk tuna rungu, dikembangkan komunikasi total yaitu cara
berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa
tubuh pada lembaga-lembaga pendidikannya,
4. Penyediaan sarana umum pendidikan yang dapat diakses secara mandiri
oleh anak berkubutuhan khusus misalnya perpustakaan dan gedung kualiah
5. Mendorong adanya empati bagi para pembuat kebijakan terhadap mereka
yang berkebutuhan khusus.
6. Mendorong peran swasta untuk ikut serta membantu pemberdayaan anak
berkebutuhan khusus, untuk membuat mereka (ABK) semakin mandiri. Jika
pihak swasta memberdayakan anak-anak berkebutuhan khusus, maka ada nilai
plus bagi perusahaan yang bersangkutan. Baik dari sisi humanitarian, atau
berkemanusiaan, maupun dari sisi politis.
9
BAB III. PENUTUP
Kesimpulan
Anak Berkebutuhan Khusus seharusnya memperoleh pelayanan secara
khusus. Pendidikan anak berkebutuhan khusus hendaknya menjadi satu
kesatuan dengan pendidikan normal lainnya, sehingga tidak akan terjadi isolasi
pada mereka yang menderita kelainan. Untuk itu upaya pemerintah dalam
reformasi pada pendidikan yang ditujukan kepada anak berkebutuhan khusus
adalah amat mendesak agar sumber daya manusia bisa berfungsi secara
maksimal. Jelas sekali bahwa upaya ini perlu adanya dukungan berbagai pihak
yaitu dari pemerintah, masyarakat maupun sekolah sebagai pelaksana
operasional.
Pemerintah berperan untuk mendesain sistem Pendidikan Luar Biasa
yang memungkinkan peserta didik dapat berkembang secara maksimal dan
mendapatkan peluang kerja. Masyarakat berperan untuk memperlakukan
peserta didik yang memiliki kelainan seperti halnya siswa-siswa lain yang
normal. Sekolah berperan untuk melaksanakan pendidikan secara terintegrasi
antara anak normal dan anak yang menderita kelainan.
Saran
Pentingnya pelayanan pada anak berkebutuhan khusus hendaknya
para pemerintah mampu memberikan layanan secara khusus pada anak-anak
yang membutuhkan sehingga anak-anak tersebut tidak kehilangan hak-
haknya. Melayani dan selalu memperhatikan mereka di setiap jenjang
pendidikan agar ABK mempunyai kemampuan untuk terjun ke lapangan
pekerjaan setelah mereka dewasa.
10
DAFTAR PUSTAKA
Tarigan, Beltasar. 2000. Penjaskes adaptif. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan dan Kebudayaan.
http://totoyulianto.wordpress.com/2012/10/05/pembelajaran-yang-adaptif-
pembelajaran-untuk-semua/
http://ngobrolhukum.blogspot.com/2010/11/diskriminasi-siswa-abk-suatu.html
http://deevashare.blogspot.com/2012/05/prinsip-layanan-pendidikan-bagi-
anak.html
http://www.tempo.co/read/news/2012/04/23/079399113/Anak-Kebutuhan-
Khusus-Masih-Alami-Diskriminasi
laynrudi.blogspot.com/2012/03/kebijakan-pemerintah-terhadap-layanan.html