Post on 21-Dec-2015
description
Skenario
Pasien anak perempuan usia 8 bulan bb 7,4 kg dibawa ibunya ke igd rsud cianjur dengan keluhan sesak. Sesaknya terasa sejak 1 hari sebelum masuk rs. Disertai dengan batuk berdahak sejak 3 hari SMRS. Dahak pasien sulit untuk dikeluarkan. Pasien juga menderfita demam sejak 2 hari SMRS dan disertai pilek. Pasien juga mencret sejak 2 hari SMRS. Sehari mencret sebanyak 2 kali, BAB seperti bubur berwarna kuning tidak ada lendir dan darah. Tidak ada muntah, mual dan kejang.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan N: 100 x/m, S: 37,5 C, RR: 60x/menit. Ditemukan ronkhi pada kedua lapang paru. Yang lain dalam batas normal.
Kata/ kalimat kunci
• An. Perempuan 8bln
• Sesak napas 1 hr SMRS
• Demam 2 hr SMRS
• Mencret 2x berwarna kuning kecoklatan
• Sub febris
• Batuk berdahak 3 hr SMRS
• Pilek
• RR 60x/m
• Rhonki +/+
• Bb 7,4kg
Pertanyaan
1. Frekuensi pernafasan normal pada anak usia 8 bln ?
2. Jelaskan mekanisme sesak nafas
3. Penyakit apa saja yang memiliki gejala sesak,demam dan ronkhi?
4. Apakah terdapat hubungan antara batuk, pilek, dan sesak,demam dan ronkhi pada pasien ini?
5. Bagaimana mekanisme mencret pada pasien ini
1
6. Pemeriksaan penunjang apa saja yang dibutuhkan untuk menegakan diagnosis pada kasus ini?
7. Tatalaksana awal pada sesak nafas, dan diare?
8. Apa saja kegawat daruratan pada sesak nafas dan tatalaksana?
9. Apa saja kegawatdaruratan pada diare dan tatalaksana ?
10. Jelaskan alur diagnosis pada kasus ini?
11. Jelaskan terapi gizi pada kasus diare,sesak nafas dan demam?
12. Bagaimana terapi oksigen pada sesak nafas ?
13. Jelaskan pemberian cairan pada sesak nafas dan diare?
14. Bagaimana status gizi pada anak ini dan jelaskan cara menghitung status gizi pada anak!
Problem Tree
2
RR: 60x
rhonki +/+
N : 100x
S : 37,5 pemfis
anamnesis
batuk, pilek,
demam
Mencret 2x
Sesak nafas
Pembahasan
Anatomi dan fisiologi sistem pernafasan
1. Anatomi dan fisiologi sistem pernafasan
Respirasi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu :
Respirasi Luar yang merupakan pertukaran antara O2 dan CO2 antara darah dan
udara.
Respirasi Dalam yang merupakan pertukaran O2 dan CO2 dari aliran darah ke sel-sel
tubuh.
Dalam mengambil nafas ke dalam tubuh dan membuang napas ke udara dilakukan
dengan dua cara pernapasan, yaitu :
1. Respirasi / Pernapasan Dada
Otot antar tulang rusuk luar berkontraksi atau mengerut
Tulang rusuk terangkat ke atas
3
Rongga dada membesar yang mengakibatkan tekanan udara dalam dada kecil
sehingga udara masuk ke dalam badan.
2. Respirasi / Pernapasan Perut
Otot difragma pada perut mengalami kontraksi
Diafragma datar
Volume rongga dada menjadi besar yang mengakibatkan tekanan udara pada dada
mengecil sehingga udara pasuk ke paru-paru.
Normalnya manusia butuh kurang lebih 300 liter oksigen perhari. Dalam keadaan tubuh
bekerja berat maka oksigen atau O2 yang diperlukan pun menjadi berlipat-lipat kali dan
bisa sampai 10 hingga 15 kalilipat. Ketika oksigen tembus selaput alveolus, hemoglobin
akan mengikat oksigen yang banyaknya akan disesuaikan dengan besar kecil tekanan
udara.
Pada pembuluh darah arteri, tekanan oksigen dapat mencapat 100 mmHg dengan 19 cc
oksigen. Sedangkan pada pembuluh darah vena tekanannya hanya 40 milimeter air raksa
dengan 12 cc oksigen. Oksigen yang kita hasilkan dalam tubuh kurang lebih sebanyak
200 cc di mana setiap liter darah mampu melarutkan 4,3 cc karbondioksida / CO2. CO2
yang dihasilkan akan keluar dari jaringan menuju paruparu dengan bantuan darah.
Proses Kimiawi Respirasi Pada Tubuh Manusia :
Pembuangan CO2 dari paru-paru : H + HCO3 ---> H2CO3 ---> H2 + CO2
Pengikatan oksigen oleh hemoglobin : Hb + O2 ---> HbO2
Pemisahan oksigen dari hemoglobin ke cairan sel : HbO2 ---> Hb + O2
Pengangkutan karbondioksida di dalam tubuh : CO2 + H2O ---> H2 + CO2
Alat-alat pernapasan berfungsi memasukkan udara yang mengandung oksigen dan
mengeluarkan udara yang mengandung karbon dioksida dan uap air.
Tujuan proses pernapasan yaitu untuk memperoleh energi. Pada peristiwa bernapas
terjadi pelepasan energy.
Sistem Pernapasan pada Manusia terdiri atas:
1. Hidung
2. Faring
3. Trakea
4. Bronkus
5. Bronkiouls
6. paru-paru
4
Kapasitas Paru-Paru
Udara yang keluar masuk paru-paru pada waktu melakukan pernapasan biasa disebut
udara pernapasan (udara tidal).Volume udara pernapasan pada orang dewasa lebih
kurang 500 ml. Volume udara tidal orang dewasa pada pernapasan biasa kira-kira 500
ml. ketika menarik napas dalam-dalam maka volume udara yang dapat kita tarik
mencapai 1500 ml. Udara ini dinamakan udara komplementer.Ketika kita menarik napas
sekuat-kuatnya, volume udara yang dapat diembuskan juga sekitar 1500 ml. Udara ini
dinamakan udara suplementer.Meskipun telah mengeluarkan napas sekuat-kuatnya,
tetapi masih ada sisa udara dalam paru-paru yang volumenya kira-kira 1500 mL.Udara
sisa ini dinamakan udara residu. Jadi, Kapasitas paru-paru total = kapasitas vital +
volume residu =4500 ml/wanita dan 5500 ml/pria.
Pertukaran Gas dalam Alveolus
Oksigen yang diperlukan untuk oksidasi diambil dari udara yang kita hirup pada
waktu kita bernapas.Pada waktu bernapas udara masuk melalu saluran pernapasan dan
akhirnyan masuk ke dalam alveolus.Oksigen yang terdapat dalam alveolus berdifusi
menembus dinding sel alveolus.Akhirnya masuk ke dalam pembuluh darah dan diikat
oleh hemoglobin yang terdapat dalam darah menjadi oksihemoglobin.Selanjutnya
diedarkan oleh darah ke seluruh tubuh.
Oksigennya dilepaskan ke dalam sel-sel tubuh sehingga oksihemoglobin kembali
menjadi hemoglobin.Karbondioksida yang dihasilkan daripernapasan diangkut oleh
darah melalui pembuluh darah yang akhirnya sampai pada alveolus Dari alveolus karbon
dioksida dikeluarkan melalui saluranpernapasan pada waktu kita mengeluarkan
napas.Dengan demikian dalam alveolus terjadi pertukaran gas yaitu oksigen masuk dan
karnbondioksida keluar.
Proses Pernafasan
Proses pernapasan meliputi dua proses, yaitu menarik napas atau inspirasi serta
mengeluarkan napas atau ekspirasi. Sewaktu menarik napas, otot diafragma berkontraksi,
5
dari posisi melengkung ke atas menjadi lurus.Bersamaan dengan itu, otot-otot tulang
rusuk pun berkontraksi.Akibat dari berkontraksinya kedua jenis otot tersebut adalah
mengembangnya rongga dada sehingga tekanan dalam rongga dada berkurang dan udara
masuk.Saat mengeluarkan napas, otot diafragma dan otot-otot tulang rusuk
melemas.Akibatnya, rongga dada mengecil dan tekanan udara di dalam paru-paru naik
sehingga udara keluar. Jadi, udara mengalir dari tempat yang bertekanan besar ke tempat
yang bertekanan lebih kecil.
Jenis Pernapasan berdasarkan organ yang terlibat dalam peristiwa inspirasi dan
ekspirasi, orang sering menyebut pernapasan dada dan pernapasan perut. Sebenarnya
pernapasan dada dan pernapasan perut terjadi secara bersamaan.(1) Pernapasan dada
terjadi karena kontraksi otot antar tulang rusuk, sehingga tulang rusuk terangkat dan
volume rongga dada membesar serta tekanan udara menurun (inhalasi).Relaksasi otot
antar tulang rusuk, costa menurun, volume kecil, tekanan membesar (e kshalasi). (2)
Pernapasan perut terjadi karena kontraksi /relaksasi otot diafragma ( datar dan
melengkung), volume rongga dada membesar , paru-paru mengembang tekanan
mengecil (inhalasi).Melengkung volume rongga dada mengecil, paru-paru mengecil,
tekanan besar/ekshalasi.
Mekanisme Pernafasan Manusia.
Pernafasan pada manusia dapat digolongkan menjadi 2, yaitu:
A. Pernafasan dada
Pada pernafasan dada otot yang erperan penting adalah otot antar tulang rusuk.
Otot tulang rusuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu otot tulang rusuk luar yang
berperan dalam mengangkat tulang-tulang rusuk dan tulang rusuk dalam yang
berfungsi menurunkan atau mengembalikan tulang rusuk ke posisi semula. Bila otot
antar tulang rusuk luar berkontraksi, maka tulang rusuk akan terangkatsehingga
volume dada bertanbah besar. Bertambah besarnya akan menybabkan tekanan dalam
rongga dada lebih kecil dari pada tekanan rongga dada luar. Karena tekanan uada
kecil pada rongga dada menyebabkan aliran udara mengalir dari luar tubuh dan masuk
ke dalam tubuh, proses ini disebut proses ’inspirasi’
Sedangkan pada proses espirasi terjadi apabila kontraksi dari otot dalam, tulang
rusuk kembali ke posisi semuladan menyebabkan tekanan udara didalam tubuh
6
meningkat. Sehingga udara dalam paru-paru tertekan dalam rongga dada, dan aliran
udara terdorong ke luar tubuh, proses ini disebut ’espirasi’.
B. Pernafasan perut
Pada pernafasan ini otot yang berperan aktif adalah otot diafragma dan otot dinding
rongga perut. Bila otot diafragma berkontraksi, posisi diafragma akan mendatar. Hal
itu menyebabkan volume rongga dada bertambah besar sehingga tekanan udaranya
semakin kecil. Penurunan tekanan udara menyebabkan mengembangnya paru-paru,
sehingga udara mengalir masuk ke paru- paru(inspirasi).
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan
tertidur sekalipun karma sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom.
Menurut tempat terjadinya pertukaran gas maka pernapasan dapat dibedakan atas 2
jenis, yaitu pernapasan luar dan pernapasan dalam.
Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam alveolus
dengan darah dalam kapiler, sedangkan pernapasan dalam adalah pernapasan yang
terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel-sel tubuh.
Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara
dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga
dada lebih besar maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga
dada lebih besar maka udara akan keluar.
Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara (inspirasi) dan
pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua
macam, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut
terjadi secara bersamaan.
Frekuensi pernafasan normal
Bayi 2 bulan- <12 bulan = 25 sampai dengan 50 kali/ menit
Anak 12 bulan -< 5 tahun = 15 sampai dengan 30 kali/ menit
Mekanisme sesak nafas
7
Sesak napas adalah perasaan sulit bernapas dan merupakan gejala utama dari penyakit
kardiopulmonal. Mekanisme sesak napas terjadi sangat berhubungan dengan penyebab-
penyebabnya. Sesak napas bisa timbul karena :
Jumlah kerja yang harus dilakukan oleh otot-otot pernapasan untuk menghasilkan
ventilasi yang memadai. Jadi jika terjadi peningkatan kerja otot-otot pernapasan maka
dapat meningkatkan rasa sesak napas.
Kelainan gas-gas pernapasan dalam cairan tubuh terutama hiperkapnia dan hypoxia.
Bila PCO2 di alveolus meningkat diatasa sekitar 60-75 mmHg maka orang yang
normal akan bernapas cepat dan sedalam mungkin sehingga bisa menyebabkan sesak
napas.
Penyakit dengan gejala sesak nafas,demam dan ronkhi
1. Pneumonia
Merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi.
Etiologi
Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur skret bronchus merupakan tindakan yang sangat invasive sehingga tidak dilakukan.
Hasil penelitian menunjukan 44-85% bakteri dan virus,
Pathogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung: Usia, Status imunologis, kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara), status imunisasi, faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi).
Criteria diagnosis
Anamnesis
Non-respiratorik: Demam, sakit kepala, kaku kuduk terutama bila lobus kanan atas yang terkena, anoreksia, letargi, muntah, diare, sakit perut, dan distensi abdomen terutama pada bayi. Respiratorik: Batuk, sakit dada.
Pemeriksaan Fisis
Takipnea, grunting, pernafasan cuping hidung, retraksi subkostal, sianosis, auskultasi paru crackles. Hepatomegali akibat perubahan
8
2. Bronkitis akut
Merupakan istilah yang sering digunakan untuk penyakit bronchitis akut menetap dan berlangsung lebih dari 2-3 minggu.
Etiologi
Virus: Rhinovirus merupakan penyebab tersering, selain itu parainfluenzae, influenza, respiratory syncytial virus (RSV), dan adenovirus
Bakteri: Biasanya sebagai infeksi sekunder dari infeksi virus: S. pneumonia, S. aureus, H. influenza, M. pneumonia, Chlamydia pneumonia, B. pertussis, M. tuberculosis, C. diphtheria
Aspirasi makanan
Inhalasi / keterpajanan asap
Criteria diagnosis
Anamnesis
Batuk yang menetap > 2-3 minggu,batuk mula-mula kering, non produktif, beberapa hari kemudian batuk produktif mengeluarkan mucus/dahak yang purulen, bisa disertai muntah berisi mucus
Pemeriksaan fisik
Kadang-kadang ditemukan ronkhi kering, coarse crackles (ronkhi basah kasar) atau suara lendir, dan wheezing.
3. Abses paru
Adanya rongga yang berbatas tegas berdinding tebal pada jaringan paru, berisi cairan purulen yang berasal dari supurasi dan nekrosis parenkim paru.
Etiologi
Hampir semua jenis mikroorganisme yaitu bakteri, virus, protozoa, dan fungi.
S. aureus: penyebab tesering baik abses primer maupun sekunder dan biasanya resisten terhadap penicillin
Criteria diagnosis
Anamnesis
Panas tinggi mencapai 40o C disertai lemah, muntah, dan berat badan berkurang, beberapa hari atau minggu sebelumnya anak sudah sakit. Gejala yang berhubungan dengan saluran respiratorik: batuk berdahak, nyeri dada, dispnea, pernafasan berbau, dan hemoptisis.
9
Pemeriksaan fisis
Bervariasi dari tidak ditemukan apa-apa sampai menunjukan takipnea, retraksi dinding dada, pergerakan toraks menurun, crackles, pernafasan bronchial pada auskultasi. Dapat ditemukan clubbing pada jari.
4. Bronkiektasis
Penyakit yang ditandai dengan dilatasi abnormal percabangan bronchial yang ireversibel.
Etiologi
Inherited
▪ Cystic fibrosis, disfungsi neutrofil, defisiensi imun, primary ciliary dykinesia, defisiensi alpha-1 antitripsin
Kongenital
▪ Bronkiektasis congenital, sekuestrasi bronkopulmonal local, trakeobronkomegali
Didapat
▪ Pneumonia, Whooping cough, Campak, Tuberkulosis, Infeksi HIV, Benda asing, Tumor, Pasca-operasi, Aspergilosis bronkopulmonal alergika.
Lain-lain
▪ Panhipogamaglobulinemia didapat, Sindrom young, Inflammatory bowel disease, Atritis reumatika, Sarkoidosis, Idiopatik.
Criteria diagnosis
Anamnesis
Batuk produktif dengan sputum purulen, hemoptisis, demam (jika ada infeksi sekunder), Anoreksia, berat badan sulit naik.
Pemeriksaan fisis
Suara pernafasan menurun, Crackles, Dapat ditemukan wheezing, Dispnea.
Berdasarkan konsekuensi fungsional dari inflamasi saluran respiratorik pada asma.
10
5. Tuberkulosis paru
Penyakit infeksi sistemik yang disebabkan M. tuberculosis
Etiologi
Mycobacterium tuberculosis (MTB) tipe humanus, tipe bovines atau africanus jarang.
Criteria diagnosis
Anamnesis
Berkurangnya berat badan 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal tumbuh
Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu
Batuk kronik ≥ 3 minggu, dengan atau tanpa wheezing
Riwaya kontak dengan pasien Tb paru dewasa
fyhf
Pemeriksaan fisik
Pembesaran kelenjar leher,aksila, inguinal
Pembengkakan progresif atau deformitas tulang,sendi, lutut,falang.
Uji tuberkulin: biasanya positif pada anak dgn TB paru, tetapi bisa negarif pd anak dengan TB milier atau yg juga menderita HIV/AIDS
Pada auskultasi ditemukan rhonki.
Hubungan gejala antara batuk,demam,pilek dan sesak nafas
11
Mekanisme Diare
A. Patofisiologi
Menurut patofisiologinya diare dibedakan dalam beberapa kategori yaitu diare osmotik,
sekretorik dan diare karena gangguan motilitas usus (IDAI, 2010).
Diare osmotik
Terjadi karena terdapatnya bahan yang tidak dapat diabsorpsi menyebabkan bahan
intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan
menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmosis antara lumen
usu dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeabel, air akan
mengalir ke arah lumen jejunum sehingga air akan banyak terkumpul di dalam
lumen usus. Natrium akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian
akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar natrium yang
normal. Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya
akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak diserap seperti Mg,
Glukose, sukrose, laktose, maltose di segmen ileum dan melebihi kemampuan
absorpsi kolon sehingga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dari jus
buah atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan akan
memberikan dampak yang sama.
Diare sekretorik
12
Infeksi saluran napas
Reaksi sistem imun Radang
mukosa, demam
Hipersekresi mukus pilek
Merangsang reflek
batuk
Penyempitan saluran nafas, penimbunan
cairan di paru
Sesak +ronkhi
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan
bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk
dihydroxy serta asam lemak rantai panjang.
Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan
konsentrasi intrasel cAMP, cGMP atau Ca2+ yang selanjutnya akan mengaktifkan
protein kinase. Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilasi membran
protein sehingga mengakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di
kripta keluar. Di sisi lain terjadi peningkatan pompa natrium, dan natrium masuk
ke dalam lumen usus bersama Cl-.
Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas NaK-ATPase.
Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar cAMP intraseluler,
meningkatkan permeabilitas intestinal dan sebagian menyebabkan kerusakan sel
mukosa. Beberapa obat menyebabkan sekresi intestinal.Penyakit malabropsi
seperti reseksi ileum, penyakit Crohn dapat menyebabkan kelainan sekresi seperti
menyebabkan peningkatan konsentrasi garam empedu, lemak.
Diare sekretorik pada anak-anak di negara berkembang umumnya disebabkan
enterotoksin E.Coli atau Cholera.Berbdeda dengan negara berkembang di negara
maju, diare sekretorik jarang ditemukan, apabila ada kemungkinan disebabkan
obat atau tumor seperti ganglioneuroma atau neuroblastoma yang menghasilkan
hormon seperti VIP.Pada orang dewasa, diare sekretorik berat disebabkan
neoplasma pankreas, sel non-beta yang menghasilkan VIP, polipeptida pankreas,
hormon sekretorik lainnya. Diare yang disebabkan tumor ini sangat jarang.
Diare karena gangguan motilitas usus
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorpsi tetapi perubahan
motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorpsi.Baik peningkatan ataupun
penurunan motilitas, keduanya menyebabkan diare.Penurunan motilitas dapat
mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare. Perlambatan
transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absopsi. Kegagalan motilitas
usus yang berat menyebabkan stasis intestinal berakibat inflamasi, dekonjugasi
garam empedu dan malabsopsi.Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang
terjadi.Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon
irritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada
tirotoksikosis, malabsopsi asam empedu dan penyakit lain. Diare ini juga terjadi
13
akibat adanya gangguan pada kontrol otonomik, misal pada diabetik neuropathi,
post vagotomi, post reseksi usus serta hipertiroid.7
Diare terkait imunologi
Diare terkait iunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III, dan
IV.Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan alergen
makanan.Reaksi tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropati, sedangkan
reaksi tipe IV terdapat pada coeliac disease dan protein loss enteropaties. Pada
reaksi tipe I, alergen yang masuk tubuh menimbulkan respon imun dengan
dibentuknya IgE yang selanjutnya akan diikat oleh reseptor spesifik pada
permukaan sel mast dan basofil. Bila terjadi aktivasi akibat pajanan berulang
dengan antigen yang spesifik, sel mast akan melepaskan mediator seperti
histamin, ECF-A, PAF, SRA-A dan prostaglandin. Pada reaksi tipe III terjadi
reaksi kompleks antigen antibodi dalam jaringan atau pembuluh darah yang
mengakibatkan komplemen. Komplemen yang diaktifkan kemudian melepaskan
Macrophage Chemotactic Factor yang akan merangsang sel mast dan basofil
melepas berbagai mediator. Pada reaksi tipe IV terjadi respon imun seluler, disini
tidak terdapat peran antibodi.Antigen dari luar dipresentasikan sel APC (Antigen
Presenting Cell) ke sel Th1 yang MHC-II dependen. Terjadi pelepasan berbagai
sitokin seperti MIF, MAF dan INF-γ oleh Th1. Sitokin tersebut akan mengaktivasi
makrofag dan menimbulkan kerusakan jaringan.
Berbagai mediator diatas akan menyebabkan luas permukaan mukosa berkurang
akibat kerusakan jaringan, merangsang sekresi klorida diikuti oleh natrium dan
air.
Pemeriksaan penunjang untuk diag nosis pada kasus in i
a. Darah Perifer Lengkap
Pada pneumonia virus dan mikoplasma umumnya ditemukan leukosit
dalam batas normal atau sedikit meningkat.Akan tetapi, pada pneumonia bakteri
didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000 – 40.000/mm3 dengan
predominan PMN.Leucopenia (< 5000/mm3) menunjukkan prognosis yang
buruk.Pada infeksi Chlamydia pneumoniae kadang – kadang ditemukan
eosinofilia. Efusi pleura merupakan cairan eksudat dengan sel PMN berkisar
antara 300 – 100.000/mm3, protein > 2,5 g/dl dan glukosa relative lebih rendah
14
daripada glukosa darah. Kadang – kadang terdapat anemia ringan dan laju endap
darah ( LED ) yang meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer
lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri
secara pasti.
b. C-Reactive Protein ( CRP )
CRP adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai
respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh
sitokin, terutama interleukin ( IL )-6, IL-1, dan tumor necrosis faktor ( TNF ).
Meskipun fungsi pastinya belum diketahui, CRP sangat mungkin berperan dalam
opsonisasi mikroorganisme atau sel yang rusak.
Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostic untuk membedakan
antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri
superfisialis dan profunda.Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus
dan infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi bakteri profunda.CRP kadang –
kadang digunakan untuk evaluasi respon antibiotik.Meskipun demikian, secara
umum CRP belum terbukti secara konklusif dapat membedakan antara infeksi
virus dan bakteri.
c. Uji serologis
Uji serologis untuk mendeteksi antigen dan antibody pada infeksi bakteri
tipik mempunyai sensitivitas dan spesifisitas rendah. Akan tetapi, diagnosis
infeksi Streptococcus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer
antibody seperti antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B. Peningkatan titer
dapat juga berarti adanya infeksi terdahulu. Untuk konfirmasi diperlukan serum
fase akut dan serum fase konvalesen.
Secara umum, uji serologis tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis
infeksi bakteri tipik. Akan tetapi, untuk deteksi infeksi bakteri atipik seperti
Mikoplasma dan Klamidia, serta beberapa virus seperti RSV, Sitomegalo,
campak, Parainfluenza 1,2,3, Influenza A dan B, dan adeno, peningkatan antibody
IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi.
d. Pemeriksaan mikrobiologis
15
Tidak rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di
RS.Untuk pemeriksaan mikrobiologis, specimen dapat berasal dari usap
tenggorok, secret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura atau aspirasi
paru.Diagnosis dikatakan definitive bila kuman ditemukan dari darah, cairan
pleura, atau aspirasi paru. Kecuali pada masa neonatus, kejadian bakteremia
sangat rendah sehingga kultur darah jarang yang positif. Pada pneumonia anak
dilaporkan hanya 10 – 30% ditemukan bakteri pada kultur darah, sedangkan pada
anak lebih besar specimen pemeriksaan mikrobiologik dapat berasal dari sputum.
Specimen yang memenuhi syarat adalah sputum yang mengandung lebih dari 25
leukosit dan kurang dari 40 sel epitel/lapangan pada pemeriksaan mikroskopis
dengan pembesaran kecil.
b. Pemeriksaan Rontgen Toraks
Kelainan foto rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan
dengan gambaran klinis. Kadang – kadang bercak sudah ditemukan pada
gambaran radiologis sebelum timbul gejala klinis.
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari :
Infiltrate interstitial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,
peribronkial cuffing, dan hiperaerasi.
Infiltrate alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.
Konsolidasi dapat mengenai satu lobus (pneumonia lobaris ), atau terlihat
sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas
tidak tegas, dan menyerupai lesi tumor paru ( round pneumonia ).
Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru,
berupa becak infiltrate yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai
dengan peningkatan corakan peribronkial.
Gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan
etiologi pneumonia.Penebalan peribronkial, infiltrate interstitial merata, dan
hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrate alveolar berupa
16
konsolidasi segmen atau lobar, bronkopneumoni, dan air bronchogram sangat
mungkin disebabkan oleh bakteri.
Gambaran foto rontgen toraks pada pneumonia Mikoplasma sangat
bervariasi.Ditemukan gambaran bronkopneumonia terutama di lobus bawah, infiltrate
interstitial retikonoduler bilateral, dan yang jarang adalah konsolidasi segmen atau
subsegmen.Biasanya lesi foto rontgen toraks lebih berat daripada gambaran klinisnya.
Meskipun terdapat beberapa pila yang memberikan kecendrungan, secara
umum gamabran foto rontgen toraks tidak dapat membedakan secara pasti antara
pneumonia virus, bakteri, Mikoplasma, atau campuran mikroorganisme tersebut.
Tatalaksana awal pada sesak dan diare
Apabila derajat dehidrasi yang terjadi akibat diare sudah di tentukan, baru kemudian
menentukan tatalaksana yang akan diterapkan secara konsisten.
Terdapat lima lintas tatalaksana diare, yaitu:
1. Rehidrasi
1. Diare cair akut tanpa dehidrasi
Penanganan lini pertama pada diare cair akut tanpa dehidrasi antara lain sebagai berikut:
a. Memberikan kepada anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah
dehidrasi.
b. Memberikan tablet zinc.
c. Memberikan anak makanan untuk mencegah kekurangan gizi.
d. Membawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari atau
menderita sebagai berikut buang air besar cair lebih sering, muntah terus menerus, rasa
haus yang nyata, makan atau minum sedikit, demam, dan tinja berdarah.
e. Anak harus diberi oralit dirumah
2. Diare cair akut dengan dehidrasi ringan-sedang
17
Rehidrasi dapat menggunakan oralit 75cc/kgBB dalam 3 jam pertama dilanjutkan
pemberian kehilangan cairan yang sedang berlangsung sesuai umur seperti diatas setiap
kali buang air besar. Atau dapat menggunakan table berikut:
Umur< 4
bln
4-11
bln
12-23
bln
2 – 4
thn
5 –
14
thn
≥ 15
thn
Berat
badan < 5 kg5 –
7,9 kg
8 –
10,9
kg
11–
15,9
kg
16-
29,9
kg
≥ 30
kg
Jumlah
(ml)
200-
400
400-
600
600-
800
800-
1200
1200-
2200
2200-
4000
• Reevaluasi 3-4 jam à rencana terapi A, B dan C
• Rehidrasi
- ASI teruskan
- Segera makan dan minum sesuai usia
- Susu formula tanpa pengenceran
- CRO rumatan
3. Diare Cair akut dengan Dehidrasi Berat
Anak-anak dengan tanda-tanda dehidrasi berat dapat meninggal dengan cepat karena syok
hipovolemik, sehingga mereka harus mendapatkan penanganan dengan cepat.
USIAPEMBERIAN I
30 ml/kg BB dalam
KEMUDIAN
70 ml/kg BB dalam
Bayi < 1 tahun 1 jam * 5 jam
Anak > 1 tahun ½ jam * 2 ½ jam
Berikan larutan Ringer laktat@ diteruskan KAEN 3B
18
Catatan:
Ulangi bila nadi masih lemah atau tidak teraba
Ringer laktat diberikan untuk 1 jam pertama
Reevaluasi 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) à pilih rencana terapi A, B atau C
2. Dukungan nutrisi
a. ASI teruskan
b. ASI tak ada :
i. Diare tanpa dehidrasi atau dehidrasi ringan sedang à susu formula tak perlu diganti
ii. Diare dehidrasi berat à susu formula bebas laktosa
iii. Diare disertai gejala klinis intoleransi laktosa à susu formula bebas laktosa
c. Makanan sesuai usia
d. Setelah diare berhenti, beri makan ekstra tiap hari selama 2 minggu
3. Pemberiaan Zinc
Dosisi zinc untuk anak-anak:
1. Anak dibawah umur 6 bulan : 10 mg(1/2 tablet) perhari
2. Anak di atsa umur 6 bulan : 20 mg(1tablet) per hari.
3. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh dari diare.
Untuk bayi, tablet zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.
4. Obat atas indikasi
Untuk mengetahui penyebab infeksi biasanya dihubungkan dengan dengan keadaan klinis
diare tetapi penyebab pasti dapat diketahui melalui pemeriksaan biakan tinja disertai
dengan pemeriksaan urine lengkap dan tinja lengkap. Gangguan keseimbangan cairan,
elektrolit dan asam basa diperjelas melalui pemeriksaan darah lengkap, analisa gas darah,
elektrolit, ureum, kreatinin dan BJ plasma.
19
Bila ada demam tinggi dan dicurigai adanya infeksi sistemik pemeriksaan biakan
empedu, Widal, preparat malaria serta serologi Helicobacter jejuni sangat dianjurkan.
Pemeriksaan khusus seperti serologi amuba, jamur dan Rotavirus biasanya menyusul
setelah melihat hasil pemeriksaan penyaring (Hasan, 2007)
Secara klinis diare karena infeksi akut digolongkan sebagai berikut:
a. Koleriform, diare dengan tinja terutama terdiri atas cairan saja.
b. Disentriform, diare dengan tinja bercampur lendir kental dan kadang-kadang darah.
Memberikan terapi simtomatik
Terapi simtomatik harus benar-benar dipertimbangkan kerugian dan keuntungannya.
Antimotilitas usus seperti Loperamid akan memperburuk diare yang diakibatkan oleh
bakteri entero-invasif karena memperpanjang waktu kontak bakteri dengan epitel usus
yang seyogyanya cepat dieliminasi. (Pusponegoro, 2004).
5. Edukasi orang tua
Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi :
a. Pemberian ASI yang benar
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
c. Penggunaan air besih yang cukup
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air basar dan
sebelum makan
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga
f. Membuang tinja bayi yang benar.
Tata laksana anak dengan demam terdiri dari tatalaksana fisis, dan
pengobatan baik simtomatik maupun etiologik.
1) Tindakan Umum Penurunan Demam secara Simtomatik
Diusahakan agar anak tidur atau istirahat agar metabolismenya menurun.
Cukupi cairan agar kadar elektrolit tidak meningkat saat evaporasi terjadi. Aliran udara
yang baik misalnya dengan kipas, memaksa tubuh berkeringat, mengalirkan hawa panas
20
ke tempat lain sehingga demam turun. Jangan menggunakan aliran yang terlalu kuat,
karena suhu kulit dapat turun mendadak. Ventilasi / regulasi aliran udara penting di
daerah tropik. Buka pakaian/selimut yang tebal agar terjadi radiasi dan evaporasi.
Lebarkan pembuluh darah perifer dengan cara menyeka kulit dengan air hangat (tepid-
sponging). Mendinginkan dengan air es atau alkohol kurang bermanfaat (justru terjadi
vasokonstriksi pembuluh darah), sehingga panas sulit disalurkan baik lewat mekanisme
evaporasi maupun radiasi. Pada hipertermi, pendinginan permukaan kulit (surface-
cooling) dapat membantu.
Tindakan simtomatik yang lain ialah dengan pemberian obat demam. Cara
kerja obat demam adalah dengan menurunkan set-point di otak dan membuat
pembuluh darah kulit melebar sehingga pengeluaran panas ditingkatkan. Obat yang
sederhana adalah asam salisilat dan derivatnya. Rentang daya kerja obat ini cukup
panjang, aman untuk dikonsumsi umum. Beberapa golongan antipiretik murni,
dapat menurun- kan suhu bila anak demam namun tidak menyebabkan hipotermi bila
tidak ada demam, seperti: asetaminofen, asetosal, ibuprofen. Obat lain adalah obat yang
bersifat antipiretik pada dosis rendah dan menimbulkan hipotermi pada dosis tinggi
seperti metamizol dan obat yang dapat menekan pusat suhu secara langsung
(chlorpromazine), mengurangi menggigil namun dapat menyebabkan hipotermi dan
hipotensi (Ismoedijanto,2000).
2) Tatalaksana Demam yang Disebabkan oleh Penyakit Infeksi
Pengobatan dilakukan sesuai dengan klasifikasi etiologik. Kesukaran
yang dihadapi adalah pola penyakit yang berbeda baik dari aspek geografik
maupun umur pasien. Bagan di atas tidak dapat diterapkan begitu saja pada daerah
endemik malaria atau daerah endemik demam berdarah. Sekali lagi sifat paparan,
letak geografik sangat mempengaruhi etiologi demam pada anak. Pemberian
antibiotik pertama dan hospitalisasi sangat juga dipengaruhi oleh fasilitas sarana
perawatan dan pemeriksaan penunjang. Setiap rumah sakit seharusnya mem-
punyai pedoman diagnosis dan terapi tersendiri, tergantung pada pola
epidemiologik penyakit tersebut. Pada penelitian MTBS tahun 1998, di
Indonesia etiologi demam pada anak sebagian besar (lebih dari 80%) adalah infeksi
(Prober,2000 dan Santoso,1982).
21
3) Tatalaksana Demam Menurut Umur
Tatalaksana demam pada bayi kecil telah mengalami perubahan yang cukup
signifikan. Pada kelompok bayi dengan usia kurang 2 bulan, pendekatan yang umum
dilakukan ialah hospitalisasi untuk men- dapatkan pengobatan antimikrobial
empirik. Pada tahun 1993, para ahli infeksi, gawat darurat dan kesehatan anak
sepakat melakukan pendekatan lebih konservatif dengan cara rawat jalan untuk kasus-
kasus ini, bila risiko terhadap SBI rendah.
Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi perawatan
adalah dengan menggunakan penyaring: Yale Acute Illness Observation Scale atau
kriteria Rochester. Pada kelompok ini bila hasil laboratorium menunjukkan adanya
tanda infeksi (leukosit darah <5.000 atau >15.000, hitung neutrofil darah>1500,
leukosit urin di atas 10/lpb, leukosit tinja >5/lpb), anak segera masuk RS dan
langsung mendapatkan pengobatan antimikrobial secara empirik. Pada kelompok
yang tidak memenuhi kriteria ini, maka ada 2 pilihan yaitu:
Melakukan kultur urin, kultur darah, kultur cairan serebro spinalis,
diberikan ceftriaxon dan dikontrol kembali setelah 24 jam.
Melakukan kultur urin dan observasi dulu. Pada anak dengan usia
kurang dari 28 hari, pendekatan sebaiknya lebih agresif dengan
langsung memasukan ke RS untuk mendapatkan terapi antimikrobial
secara empirik. Pada kelompok usia 3- 36 bulan, risiko adanya bakteriemia
pada anak dengan demam sekitar 3-11%.
Bakteriemia tidak terjadi pada kelompok ini bila: leukosit <15.000 dengan suhu
kurang dari 390C, sedang kemungkinan bakteriemia akan 5 kali lipat bila lekosit
>15.000.
Pada kelompok belakangan ini langsung dilakukan kultur darah dan pemberian
ceftriaxon. Pada kelompok anak di atas 36 bulan, pengobatan bisa dilakukan secara
etiologik, dengan memperhatikan adanya kegawatan. Kemudian, untuk anak-anak yang
kurang dari 3 tahun, Luszack menjelaskan tatalaksana diagnostik melalui diagram di
bawah yang terlampir.
22
Tatalaksana
Anak cukup rawat jalan.
Beri pelega tenggorokan dan pereda batuk dengan obat yang aman,seperti minuman hangat
manis.
Redakan demam yang tinggi (≥ 390 C) dengan parasetamol, apabilademam menyebabkan
distres pada anak.
Bersihkan sekret/lendir hidung anak dengan lap basah yang dipelintirmenyerupai
sumbu,sebelum memberi makan.
Jangan memberi:
- Antibiotik (tidak efektif dan tidak mencegah pneumonia)
- Obat yang mengandung atropin, kodein atau derivatnya, atau alkohol
(obat ini mungkin membahayakan)
- Obat tetes hidung.
BATUK DAN PILEK
BATUK
Tindak lanjut
Anjurkan ibu untuk:
• Memberi makan/minum anak
• Memperhatikan dan mengawasi adanya napas cepat atau kesulitan
bernapas dan segera kembali, jika terdapat gejala tersebut.
• Harus kembali jika keadaan anak makin parah, atau tidak bisa minum atau
menyusu.
Kondisi yang disertai dengan wheezing
Wheezing adalah suara pernapasan frekuensi tinggi nyaring yang terdengardi akhir ekspirasi.
Hal ini disebabkan penyempitan saluran respiratorik distal. Untuk mendengarkan
wheezing,bahkan pada kasus ringan, letakkan telinga di dekat mulut anak dan dengarkan
suara napas sewaktu anak tenang, atau menggunakan stetoskop untuk mendengarkan
wheezing atau crackles/ ronki.
23
Pada umur dua tahun pertama, wheezing pada umumnya disebabkan oleh infeksi saluran
respiratorik akut akibat virus, seperti bronkiolitis atau batuk dan pilek. Setelah umur dua
tahun, hampir semua wheezing disebabkan oleh asma . Kadang-kadang anak dengan
pneumonia disertai dengan wheezing. Diagnosis pneumonia harus selalu dipertimbangkan
terutama pada umur dua tahun pertama.
Anamnesis
Sebelumnya pernah terdapat wheezing
Memberi respons terhadap bronkodilator
Diagnosis asma atau terapi asma jangka panjang.
Pemeriksaan
wheezing pada saat ekspirasi
ekspirasi memanjang
hipersonor pada perkusi
hiperinflasi dada
crackles/ronki pada auskultasi.
Respons terhadap bronkodilator kerja cepat
Jika penyebab wheezing tidak jelas, atau jika anak bernapas cepat atau
terdapat tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam selain wheezing,
kegawatdaruratan pada sesak nafas
Perbedaan sesak napas trauma dan non trauma
24
Sesak napas Pucat dan kebiruan Nadi cepat dan lemah
TRAUMA
Gangguan jalan napas
Tersedak Trauma
jatuh/pukulan dada Keracunan CO2
NON TRAUMA
Asma Alergi
3. Penanganan pada pasien
Penanganan awal dengan primary survey
A. AIRWAY
1. Penilaian
a. Tanda-tandaobjektif – sumbatan airway
Look (lihat)melihatgerakannafas/ pengembangan dada danadanyaretraksiselaiga.
Listen (dengar) mendengaraliranudarapernapasan
Feel (Raba) merasakanadanyaaliranudarapernapasan
b. Penilaiansecaracepatdantepatakanadanyaobstruksi
25
2. Pengelolaan airway bilaterdapatobstruksi
1. OBSTRUKSI PARSIAL
I. Suaramendengkur (snoring)
a. Tanpa alat secara manual
Sumbatan jalan nafas karena pangkal lidahjatuhkebelakang, terdengar suara
snooring atau mendengkur. Lakukan pertolongan dengan cara :
Head-tilt/chin lift
Bila tidak ada cedera kepala dengan cara head tilt atau chin lift
Cara melakukan:
1. Letakkan satu tangan pada dahi tekan perlahan ke posterior, sehingga
kemiringan kepala menjadi normal atau sedikit ekstensi (hindari hiperekstensi
karena dapat menyumbat jalan napas).
2. Letakkan jari (bukan ibu jari) tangan yang lain pada tulang rahang bawah tepat
di ujung dagu dan dorong ke luar atas, sambil mempertahankan cara 1.
Jaw thrust
Bila tidak sadar dan ada cedera kepala dengan cara jaw thrust
Cara melakukannya:
1. Posisi penolong di sisi atau di arah kepala
2. Letakkan 2-3 jari (tangan kiri dan kanan) pada masing-masing sudut posterior
bawah kemudian angkat dan dorong keluar.
3. Bila posisi penolong diatas kepala. Kedua siku penolong diletakkan pada
lantai atau alas dimana korban diletakkan.
4. Bila upaya ini belum membuka jalan napas, kombinasi dengan head tilt dan
membuka mulut (metode gerak triple)
Untuk cedera kepala/ leher lakukan jaw thrust dengan immobilisasi leher.
26
(A) (B)
Gambar 1. (A) Head-tilt dan Chin-lift. (B) Jaw thrust
b. Denganmenggunakanalat
Pipaorofaring
Cara pemasangan :
1. Pakaisarungtangan
2. Bukamulutpasiendengancara chin lift ataugunakanibujaridantelunjuk
3. Siapkanpipaorofaring yang tepatukurannya
4. Bersihkandanbasahipipaorofaring agar licindanmudahdimasukkan
5. Arahkanlengkunganmenghadapkelangit-langit (ke palatal)
6. Masukkanseparuh, putarlengkunganmengarahkebawahlidah.
7. Dorongpelan-pelansampaiposisitepat.
8. Yakinkanlidahsudahtertopangdenganpipaorofaringdenganmelihatpolanapas,
rasakandandengarkansuaranapaspascapemasangan.
II. Berkumur (gurgling)
Sapuanjari (finger sweep)
Cara :
a. Pasang sarung tangan
b. Buka mulut pasien dengan jaw thrust dan tekan dagu kebawah
c. Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah yang bersih atau dibungkus dengan
sarung tangan /kassa untuk membersihkan dan mengorek semua benda asing dalam
mulut.
Cross finger
Dengan suction
2. OBSTRUKSI TOTAL
a. Tanpaalatsecara manual
Back blows (kalaupasiensadar)
Pukulan punggung dilakukan 5 kali dengan pangkal tangan diatas tulang belakang
diantara kedua tulang belikat. Jika memungkinkan rendahkan kepala di bawah dada.
Heimlich maneuver (pasiensadar)
27
Penolong berdiri di belakang korban, lingkarkan kedua lengan mengitar ipinggang,
peganglah satu sama lain pergelangan atau kepalantangan (penolong).
Abdominal thrust (kalau pasien tidak sadar)
Letakkkankeduatangan (penolong) padaperutantarapusatdanprosessussifoideus,
tekanlahkearah abdomen atasdenganhentakancepat 3-5 kali.
b. Denganmenggunakanalat
ETT (Endotrakhea tube)
B. B REATHING
Breating dilakukan apa bila pemeriksaan airway telah dilaksanakan atau apa bila tidak
terdapat tanda-tandaobstruksi.
a. Tanpamenggunakanalat:
Mouth to mouth
Sambil mempertahankan posisi kepala (jalan nafas) lakukan tiupan nafas buatan
dengan mulut dengan cara tarik nafas dalam, tiup dan liat pengembangan dada.
Dengan konsentrasi oksigen 16%.
Mouth to mask
Caranya :
a. Pasang sungkup dengan ukuran sesuai umur sehingga menutup mulut dan
hidung, lalu rapatkan
b. Sambil mempertahankan posisi kepala (jalan nafas) lakukan tiupan nafas dengan
menggunakan :
Kanula oksigen : dengan oksigen 2-3 liter/menit, konsentrasi 30%
Sungkup sederhana : dengan oksigen 6-8 liter/menit, konsentrasi 60%
Sungkup berbalon : dengan oksigen >10 liter/menit, konsentrasi 100%
c. Kemudian liat pengembangan dada.
d. Evaluasi pernapasan, nadi dan warna kulit.
Bernapas
Nadi> 100
Sianosis
28
Evaluasipernapasan, nadidanwarnakulit
Perawatanobservasi
Beritambahan O2
Nadi< 100
Sianosismenetap
Ventilasiefektif
Nadi> 100
Nadi< 60 nadi> 60
Nadi< 60 nadi< 60
Pemberian Ventilasi Tekanan positif
1. Pilih ukuran masker yang cocok dengan wajah penderita
2. Pastikan jalan napas penderita bebas.
3. Tangan kiri memegang masker sedemikian rupa sehingga masker rapat ke wajah
penderita dan pastikan tidak ada udara yang keluar dari sisi masker pada saat
dipompa. Tangan kanan memegang bag dan memompa sampai dada penderita terlihat
mengembang.
4. Kecukupan ventilasi dinilai dengan melihat gerakan dada penderita.
C. CIRCULATION
Indikasi pijat jantung : bradikardia ( <60x/m atau henti jantung )
Lokasi pemijatan : 1/3 bagian bawah tulang dada (sternum) dengan kedalaman pijatan 1/3
tebal dada. Metode kompressi yaitu 1 pangkal telapak tangan dengan frekuensi
29
Berikan VTP Perawatanpascaresusitasi
Berikan VTP Lakukankompresi dada
Berikanepinfrin
pemijatan± 100x/menit. Koordinasi antara pijat jantung dan nafas buatan yaitu 5 : 1
dengan 20 siklus
D. D ISABILITY (Neurologic Evaluation)
1. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS
2. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi
3. Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation.
E. E XPOSURE / KONTROL LINGKUNGAN
1. Buka pakaian penderita
2. Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yangcukup hangat
1. Penangananpadakasusasma
Terapi
1. Albuterol, 1 sampai 2 semprotan dengan inhaler “dosis terukur”, atau 0,15 sampai 0,3
mg/kg dalam beberapa ml salin dengan nebulasi, atau pada kasus berat dengan tekanan
positif. Terapi boleh diulang jika diperlukan dengan pemantauan frekuensi jantung.
Dosis yang pasti tidak diperlukan karena banyak albuterol dari nebuizer tersebut tidak
diperlukan karena banyak albuterol dan nebulizer tersebut tidak terhirup. Anak yang
lebih muda dapat menerima 0,25 ml larutan 0,5% (1,25mg) dalam 2,5 ml NS, dan anak
yang lebih besar dan remaja 0,5 ml (2,5 mg) dalam 2,5 ml NS. Albuterol kontinu dapat
juga yang diberikan dengan kecepatan 0,5 mg /kg/jam (maksimum 7,5 mg/jam).
2. Meskipun biasanya tidak perlu, pada kasus berat, epinefrin dalam air (1:1000) dapat
diberikan, 0,01 ml/kg, perdosis subkutan (maksimum dosis tunggal tidak lebih dari 0,5
ml). onset kerja berlangsung cepat, durasi kerja nyamen dekati 20 menit. Suntikan boleh
diulang setiap 15 sampai 20 menit sampai total tigadosis.
3. Pemberian peroral atau cairan IV untuk mengencerkan mucus pada saat yang
bersamaan cukup menguntungkan dan amat penting jika anak tersebut mengalami
dehidrasi.
4. Pada kasus signifikan, steroid boleh diberikan UGD, prednisolon 1 sampai 2 mg/kg PO
(prelone) atau IV (SoluMedrol).
30
5. Jika langkah-langkah yang disebut diatas tidak mengurangi serangan, pasien harus
dirawat di rumah sakit.
6. Jika serangan asma memberi respons terhadap terapi, anak boleh dipulangkan.
Bronkodilator inhalasi harus dilanjutkan, dan setiap serangan yang signifikan harus
diobati dengan pemberian singkat steroid. Berbagai regimen telah digunakan, misalnya
prednisone atau prednisolon, 1 sampai 2 mg/kg/hari dalam dosis terbagi untuk 3 hari
atau dikurangi bertahap dalam 10 hari.
7. Epinefrin lepas lambat (Sus-Phrine), 0,005 ml/kg, kadang-kadang diberikan secara
subkutan sebelum anak dipulangkan, meskipun penggunaannya sudah menurun pada
tahun-tahun belakangan.
31Dirawat di ICU
Bila tidak perbaikan dalam 6-12 jam
Pulang
Bila APE > 60% prediksi / terbaik. Tetap berikanpengobatan oral atauinhalasi
Tidak PerbaikanPerbaikan
Pengobatan Awal
Oksigenasi dengan kanul nasal Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat (nebulisasi), setiap 20 menit dalam satu jam) atau agonis
beta-2 injeksi (Terbutalin 0,5 ml subkutan atau Adrenalin 1/1000 0,3 ml subkutan) Kortikosteroid sistemik :
- serangan asma berat
Serangan Asma Mengancam JiwaSerangan Asma Sedang/BeratSerangan Asma Ringan
Respons buruk dalam 1 jam
Resiko tinggi distress Pem.fisis : berat, gelisah dan
kesadaran menurun APE < 30% PaCO2 < 45 mmHg
Respons Tidak Sempurna
Resiko tinggi distress Pem.fisis : gejala ringan – sedang APE > 50% terapi < 70% Saturasi O2 tidak perbaikan
Respons baik
Respons baik dan stabil dalam 60 menit
Pem.fisi normal APE >70% prediksi/nilai
Penilaian Ulang setelah 1 jam
Pem.fisis, saturasi O2, dan pemeriksaan lain atas indikasi
Penilaian Awal
Riwayat dan pemeriksaan fisik
Dirawat di ICU
Inhalasi agonis beta-2 + anti kolinergik
Kortikosteroid IVPertimbangkan agonis beta-2 injeksi
SC/IM/IVAminofilin dripMungkin perlu intubasi dan ventilasi
Dirawat di RS
Inhalasi agonis beta-2 + anti—kolinergik
Kortikosteroid sistemik Aminofilin drip Terapi Oksigen pertimbangkan
kanul nasal atau masker venturi Pantau APE, Sat O2, Nadi, kadar
teofilin
Pulang
Pengobatan dilanjutkan dengan inhalasi agonis beta-2
Membutuhkan kortikosteroid oral
Edukasi pasien- Memakai obat yang
benar
Penanganan untuk alergi
Terapi :
Hentikan kontak dengan allergen
Perhatikantanda-tanda vital dan jalan napas; bila perlu dilakukan resusitasi dan
pemberian oksigen.
Epinefrin 1/1000 (obat terpilih) 0,5-1 ml sk/im, dapat diulang 5-10 menit kemudian.
Dapat diberikan pula :
- Antihistamin-difenhidramin (benadryl) 10-20 mg iv
- Kortikosteroid-hidrokortison (Solu-Cortef) 100-250 mg ivlambat (dalam
30 detik).
- Aminofilin 250-500 mg iv lambat, bila spasme bronkioli nyata.
Pada bayi atau anak dengan riwayat spel hipoksia harus diberikan Propranolol peroral
sampai dilakukan operasi. Dengan obat ini diharapkan spasme otot infundibuler berkurang
dan frekwensi spel menurun. Selain itu keadaan umum pasien harus diperbaiki, misalnya
32
Evaluasi, stabilisasi, rujukan
Tidak ada perbaikanPerbaikan
Inhalasi beta-2 agonist Antihistamin 10-20 mg IM atau IV
Berikan cairan IV
Oksigen 100% 8 L/m
Adrenalin/epinephrin 0,3-0,5 IM (0,01 mg/kg BB)
Syok anafilaktik
koreksi anemia, dehidrasi atau infeksi yang semuanya akan meningkatkan frekwensi spel.
Bila spel hipoksia tak teratasi dengan pemberian propranolol dan keadaan umumnya
memburuk, maka harus secepatnya dilakukan operasi paliatif Blalock-Tausig Shunt (BTS).
2. Penanganan untuk tetralogi fallot
Pada penderita yang mengalami serangan sianosis maka terapi ditujukan untuk memutus
patofisiologi serangan tersebut, antara lain dengan cara :
Posisi lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah
Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kg SC, IM atau Iv untuk menekan pusat pernafasan dan
mengatasi takipneu.
Bikarbonas natrikus 1 Meq/kg BB IV untuk mengatasi asidosis
Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian disini tidak begitu tepat karena
permasalahan bukan karena kekuranganoksigen, tetapi karena aliran darah ke paru
menurun. Dengan usaha diatas diharapkan anak tidak lagi takipnea, sianosis
berkurang dan anak menjadi tenang. Bila hal ini tidak terjadi dapat dilanjutkan dengan
pemberian:
Propanolol 0,01-0,25 mg/kg IV perlahan-lahan untuk menurunkan denyut jantung
sehingga seranga dapat diatasi. Dosis total dilarutkan dengan 10 ml cairan dalam
spuit, dosis awal/bolus diberikan separohnya, bila serangan belum teratasi sisanya
diberikan perlahan dalam 5-10 menit berikutnya.
Ketamin 1-3 mg/kg (rata-rata 2,2 mg/kg) IV perlahan. Obat ini bekerja meningkatkan
resistensi vaskuler sistemik dan juga sedatif
penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif dalam penganan
serangan sianotik. Penambahan volume darah juga dapat meningkatkan curah jantung,
sehingga aliran darah ke paru bertambah dan aliran darah sistemik membawa oksigen
ke seluruh tubuh juga meningkat.
Lakukan selanjutnya
1. Propanolol oral 2-4 mg/kg/hari dapat digunakan untuk serangan sianotik
2. Bila ada defisiensi zat besi segera diatasi
3. Hindari dehidrasi
33
Pneumonia
Pneumonia adalah penyakit peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh bermacam bakteri, virus, mikoplasma, jamur atau benda asing yang teraspirasi dengan timbulnya ketidakseimbangan ventilasi dengan perfusi.
• Diagnosis ditegakkanbiladitemukan 3 dari 5 gejalaberikut: Sesaknafasdisertaipernafasancupinghidungdantarikandinding dada Panasbadan Ronkibasahsedangnyaring Foto thorax menunjukkangambaraninfiltratdifus
34
Buruk Inhalasi beta-2 agonist
Baik
Evaluasi, stabilisasi, rujukan Resusitasi cairanKetamin 1-3 mg/kg IV
Propanolol 0,01-0,25 mg/kg IV
oksigenasi
TOF
Leukositosis (pdinfeksi virus tidakmelebihi20.000/mm3 dgnlimfositpredominan, danbakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofilpredominan)
Penatalaksanaanumum
• Pemberianoksigen1-2 L/menitàsampaisesaknafashilangataupulse oximetry >90%• Pemasanganinfusuntukrehidrasidankoreksielektrolit. • Pemberian antibiotik
Kegawatdaruratan pada diare
Dehidrasi berat
Tatalaksana
35
Diare + 2 gejala berikut
Lemah
Mata cekung
Turgor sangat menurun
• Kejang : Kejang merupakan salah satu komplikasi padadiare, kejang dapat disebabkan hiponatremia,hipernatremia atau hipoglikemia
Penatalaksanaan pada kejang
36
Alur diagnosis pada kasus ini
37
• 2 bulan - <12 bulan 50 kali atau lebih permenit
• 12 bulan - <5 tahun 40 kali atau lebih permenit
Batuk, demam dan napas cepat (sesak)
Pada pemeriksaan fisik ditemukan N: 100 x/m, S: 37,5 C, RR: 60x/menit. Ronkhi +/+
Pneumonia Ringan
Pemeriksaan Lab
Radiologi
Terapi gizi pada kasus diare,sesak dan demam
Diet pada Diare
Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah hebat. Pasien dianjurkan
minum minuman sari buah, teh, minuman tidak bergas, makanan mudah dicerna seperti
pisang, nasi, keripik, dan sup. Susu sapi harus dihindarkan karena adanya defisiensi lactase
transien yang disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri.
TATALAKSANA PEMBERIAN NUTRISI PADA ANAK SAKIT
Anjuran pemberian makan selama anak sakit dan sehat (sudah diadaptasi untuk Indonesia) *
Sampai anak berumur 6 bulan
Beri ASI sesering mungkin sesuai keinginan anak, paling sedikit 8 kali, pagi, siang dan
malam. Jangan diberikan makanan dan minuman lain selain ASI. Hanya jika anak berumur
lebih dari 4 bulan dan terlihat haus setelah diberi ASI, dan tidak bertambah berat
sebagaimana mestinya:
o Tambahkan MP-ASI (lihat bagian bawah)
o Berikan 2-3 sendok makan MP-ASI 1 atau 2 kali sehari setelah anak menyusu.
Anak umur 6 sampai 9 bulan
Teruskan pemberian ASI sesuai keinginan anak. Mulai memberi makanan pendamping ASI
(MP ASI) seperti bubur susu, pisang, papaya lumat halus, air jeruk, air tomat saring. Secara
bertahap sesuai pertambahan umur, berikan bubur tim lumat ditambah kuning
telur/ayam/ikan/tempe/tahu/daging sapi/wortel/bayam/ kacang hijau/santan/ minyak. Setiap
hari berikan makan sebagai berikut:
- umur 6 bulan : 2 x 6 sdm peres;
- umur 7 bulan : 2 – 3 x 7 sdm peres
- umur 8 bulan : 3 x 8 sdm peres
Anak umur 9 bulan sampai 12 bulan
Teruskan pemberian ASI sesuai keinginan anak. Berikan Makanan Pendamping ASI (MP
ASI) yang lebih padat dan kasar, seperti bubur nasi, nasi tim, nasi lembik. Tambahkan
telur/ayam/ikan/tempe/tahu/daging sapi/wortel/bayam/santan/ kacang hijau/minyak. Setiap
hari (pagi, siang dan malam) diberikan makan sebagai berikut:
- umur 9 bulan : 3 x 9 sdm peres
- umur 10 bulan : 3 x 10 sdm peres
- umur 11 bulan : 3 x 11 sdm peres
38
Beri makanan selingan 2 kali sehari di antara waktu makan (buah, biskuit, kue) Anjuran
pemberian makan selama anak sakit dan sehat (sudah diadaptasi untuk Indonesia)* lanjutan
Anak umur 12 bulan sampai 24 bulan
Teruskan pemberian ASI sesuai keinginan anak. Berikan makanan keluarga secara bertahap
sesuai dengan kemampuan anak. Berikan 3 kali sehari, sebanyak . porsi makan orang dewasa
terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur, buah. Berikan makanan selingan kaya gizi 2 kali sehari
diantara waktu makan (biskuit, kue). Perhatikan variasi makanan.
Anak umur 2 tahun atau lebih
Berikan makanan keluarga 3 kali sehari, sebanyak 1/3 sampai ½ porsi makan orang dewasa
yang terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur dan buah. Berikan makanan selingan kaya gizi 2 kali
sehari di antara waktu makan.
Catatan:
* Diet harian yang baik, jumlahnya harus adekuat dan mencakup makanan yang kaya energi
Tatalaksana Pemberian Cairan Kebutuhan total cairan per hari seorang anak dihitung dengan
formula berikut:
100 ml/kgBB untuk 10 kg pertama, lalu 50 ml/kgBB untuk 10 kg berikutnya, selanjutnya 25
ml/kgBB untuk setiap tambahan kg BB-nya. Sebagai contoh, seorang bayi dengan berat 8 kg
mendapatkan 8 x 100 ml = 800 ml setiap harinya, dan bayi dengan berat 15 kg (10 x 100) +
(5 x 50) = 1250 ml perhari
Kebutuhan Cairan Rumatan
Berat Badan anak Cairan (ml/hari)
2 kg 200 ml/hari
4 kg 400 ml/hari
6 kg 600 ml/hari
8 kg 800 ml/hari
10 kg 1000 ml/hari
12 kg 1100 ml/hari
14 kg 1200 ml/hari
16 kg 1300 ml/hari
18 kg 1400 ml/hari
20 kg 1500 ml/hari
22 kg 1550 ml/hari
24 kg 1600 ml/hari
39
26 kg 1650 ml/hari
Berikan anak sakit cairan dalam jumlah yang lebih banyak daripada jumlah di atas jika
terdapat demam (tambahkan cairan sebanyak 10% setiap 1°C demam) Memantau Asupan
Cairan Perhatikan dengan seksama untuk mempertahankan hidrasi yang adekuat pada anak
yang sakit berat, yang mungkin belum bisa menerima cairan oral selama beberapa waktu.
Pemberian cairan sebaiknya diberikan per oral (melalui mulut atau NGT).
Jika cairan perlu diberikan secara IV, pemantauan yang ketat penting sekali karena adanya
risiko kelebihan cairan yang dapat menyebabkan gagal jantung atau edema otak. Jika
pemantauan ketat ini tidak mungkin dilakukan, pemberian cairan secara IV harus dilakukan
hanya pada tatalaksana anak
TATALAKSANA PEMBERIAN CAIRAN
Dengan dehidrasi berat, syok septik dan pemberian antibiotik secara IV, serta pada anak yang
mempunyai kontraindikasi bila diberikan cairan oral (misalnya perforasi usus atau masalah
yang memerlukan pembedahan). Cairan rumatan secara IV yang dapat diberikan adalah half-
normal saline + glukosa 5%. Jangan berikan glukosa 5% saja selama beberapa waktu karena
dapat menyebabkan hiponatremia. Lihat lampiran 4, halaman 373 untuk komposisi cairan
intravena.
Tatalaksana Demam
Suhu yang dibahas dalam buku panduan ini merupakan suhu rektal, kecuali bila dinyatakan
lain. Suhu mulut dan aksilar lebih rendah, masing-masing sekitar 0.5° C dan 0.8° C. Demam
bukan merupakan indikasi untuk pemberian antibiotik, bahkan dapat membantu kekebalan
tubuh melawan penyakit. Namun demikian, demam yang tinggi (>39° C) dapat menimbulkan
efek yang mengganggu seperti:
• Berkurangnya nafsu makan.
• Membuat anak gelisah.
• Menyebabkan kejang pada beberapa anak yang berumur antara 6 bulan - 5 tahun.
• Meningkatkan konsumsi oksigen (misalnya pada pneumonia sangat berat, gagal jantung
atau meningitis).
Semua anak dengan demam harus diperiksa apakah ada tanda atau gejala yang melatar-
belakanginya dan hal ini harus ditangani sebagaimana semestinya.
40
Pemberian Antipiretik
Parasetamol
Pemberian parasetamol oral harus dibatasi pada anak umur ≥ 2 bulan yang menderita demam
≥ 39° C dan gelisah atau rewel karena demam tinggi tersebut. Anak yang sadar dan aktif
kemungkinan tidak akan mendapatkan manfaat dengan parasetamol. Dosis parasetamol 15
mg/kgBB per 6 jam.
Obat lainnya
Aspirin tidak direkomendasikan sebagai antipiretik pilihan pertama karena dikaitkan dengan
sindrom Reye, suatu kondisi yang jarang terjadi namun serius yang menyerang hati dan otak.
Hindari memberi aspirin pada anak yang menderita cacar air, demam dengue dan kelainan
hemoragik lainnya. Obat lain tidak direkomendasikan karena sifat toksiknya dan tidak efektif
(dipiron, fenilbutazon) atau mahal (ibuprofen). Perawatan penunjang Anak dengan demam
sebaiknya berpakaian tipis, dijaga tetap hangat namun ditempatkan pada ruangan dengan
ventilasi baik dan dibujuk untuk banyak minum. Kompres air hangat hanya menurunkan suhu
badan selama pemberian kompres terapi oksigen pada sesak nafas
Tujuan Terapi Oksigen:
Efek langsung dari pemberian fraksi oksigen inspirasi ( FIO2 )
Mengatasi hipoksemia dengan peningkatan tekanan oksigen alveoli
Menurunkan usaha pernafasan untuk mempertahankan tekanan oksigen alveoli
Menurunkan kerja jantung untuk mempertahankan tekanan oksigen arteri
Cara Pemberian Oksigen
1. Kanula hidung
fraksi oksigen (FiO2) yang dapat dicapai 30-40 %. Flow rate yang diberikan cukup 2-4 liter
2. Sungkup sederhana
Fraksi oksigen yang dapat dicapai yaitu 40 – 60 %. Flow rate yang diberikan 4- 12 L/menit.
3. Sungkup dengan reservoir rebreathing
41
Fraksi oksigen yang dapat dicapai yaitu 40-80 %. Flow rate yang diberikan untuk mencapai FiO2 yang tinggi yaitu 10-12 L/menit.
4. Sungkup dengan reservoir non rebreathing
tekanan partial oksigen pada inspirasi lebih tinggi yaitu 90 %. Digunakan aliran oksigen 10-12 L/menit.
5. Sungkup venturi
Fraksi oksigen yang dicapai sesuai dengan ukuran dan warna yaitu 24 %, 28 %, 31 %, 35 %, 40 % dan 60 %.
Status gizi :
BB/U = 7,4/8,8 X100% = 84% à gizi baik
TB/U = 70/70,6 X100%= 99% à normal
BB/TB= 7,6/8,4 x 100% = 90,4% à gizi baik
Kesan Status Gizi = Gizi baik
42
Kesimpulan
Jadi kesimpulan pada kasus ini didapatkan anamnesis batuk berdahak sejak 3 hari
disertai dengan sesak sejak 1 hari yang lalu, pilek, dan demam. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan ronkhi pada kedua lapang paru, RR; 60x/menit, suhu 37,5C, wheezing (-/-). Sesuai
dengan kriteria diagnosis Bronkopneumonia yaitu batuk dengan napas cepat, demam,
crackles/ronki, PCH. Pada kasus ini tidak mengarah ke asma bronkial karena tidak terdapat
gejala riwayat sesak disertai wheezing, kadang tidak berhubungan dengan batuk dan pilek,
hiperinflasi dinding dada, ekspirasi memanjang, dan respon baik pada bronkodilator. Dan
mengarah pada Bronkiolitis terdapat hiperinflasi dinding dada, ekspirasi memanjang, gejala
pada pneumonia dapat dijumpai, tidak berespon pada bronkodilator.
DISKUSI
43
P
N
Dd : BronkopneumoniaBronkiolitis Asma bronkial
An.S 8bl
Sesak Batuk pilek, demam,mencret 2x
Radiologi
Pemeriksaan Lab
Daftar Pustaka
• WHO. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. 2009
• Buku Ajar Respirologi Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia: 2010
• Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Buku Kedokteran EGC. Jakarta : 2006.
• Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak. 2007. Jakarta:RSCM
• Rudolf, et al. Buku Ajar Pediatri Rudolph Volume 2. 2006. Jakarta: EGC
• Buku Bagan Manajemen terpadu Balita Sakit (MTBS). Depkes RI. Jakarta : 2008
44