Fix Tutorial 1 Urogenital

49
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin bertambahnya usia manusia, jaringan pada tbuh pada umumnya mengalami perubahan-perubahan, yang disebabkan proses degenerasi yang terjadi terutama pada organ-organ. Proses degenerasi menyebabkan kemunduran fungsi organ termasuk juga system traktus urinarius sehingga menyebabkan kelainan urologi tertentu. Kelenjar prostat adalah organ tubuh pria yang paling sering mengalami pembesaran baik jinak maupun ganas. Pembesaran prostat jinak atau Benign Prostatic Hiperplasia (BPH) merupakan peyakit tersering ditemukan di klinik urologi Indonesia. Faktor yang mempengaruhi timbulnya BPH antara lain latar belakan penderita seperti usia, riwayat keluarga, obesitas, diabetes mellitus, dan aktivitas seksual. Penderita BPH biasanya mengalami sulit buang air kecil. Penderita biasanya sering kencing terutama di malam hari, bahkan ada kalanya tidak dapat ditahan. Komplikasi yang dapat timbul akibat adanya BPH adalah peningkatan kadar protein dalam urin hingga gagal ginjal. Skenario: 1

description

blok urogenital

Transcript of Fix Tutorial 1 Urogenital

BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang

Semakin bertambahnya usia manusia, jaringan pada tbuh pada umumnya mengalami perubahan-perubahan, yang disebabkan proses degenerasi yang terjadi terutama pada organ-organ. Proses degenerasi menyebabkan kemunduran fungsi organ termasuk juga system traktus urinarius sehingga menyebabkan kelainan urologi tertentu. Kelenjar prostat adalah organ tubuh pria yang paling sering mengalami pembesaran baik jinak maupun ganas. Pembesaran prostat jinak atau Benign Prostatic Hiperplasia (BPH) merupakan peyakit tersering ditemukan di klinik urologi Indonesia. Faktor yang mempengaruhi timbulnya BPH antara lain latar belakan penderita seperti usia, riwayat keluarga, obesitas, diabetes mellitus, dan aktivitas seksual. Penderita BPH biasanya mengalami sulit buang air kecil. Penderita biasanya sering kencing terutama di malam hari, bahkan ada kalanya tidak dapat ditahan. Komplikasi yang dapat timbul akibat adanya BPH adalah peningkatan kadar protein dalam urin hingga gagal ginjal. Skenario:

Haruskah saya cuci darah seumur hidup?Datang seorang laki-lakberusia 70 tahun ke IGD RSDM dengan keluhan tidak bisa buang air kecil. Dari anamnesis didapatkan bahwa sebelumnya setiap BAK pasien harus mengejan dan merasa kurang lampias. Pasien tampak pucat dan teraba massa kistik suprapubik, kemudian dipasang kateter per uretra dan keluar urin 600cc. dari anamnesis dan pemeriksaa, dokter menyimpulkan adanya sumbatan pada saluran kencing bagian bawah oleh karena pembesaran prostat dan pasien disarankan untuk operasi. Pasien merasa belum siap dan memilih untuk pulang paksa.

Setelah 2 hari berada di rumah, pasien menjadi semakin lemah, pucat, sesak, mual dan muntah. Dari kateter urin yang keluar sedikit, tidak sampai 100cc setiap harinya. Karena gejala yang semakin berat tersebut, akhirnya pasien dibawa ke RSDM lagi. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, dokter menyarankan untuk dilakukan operasi tetapi sebelumnya pasien harus cuci darah dan transfuse karen dari pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar Hb 7g/dL, dan kadar ureum 200mg/dL, kreatinin darah 8mg/dLserta kadar gula darah sewaktunya normal.

Pasien awalnya tidak setuju, merasa khawatir akan kecanduan cuci darah karena menurut pemikirannya ada tetangga pasien yang telah lama mengidap penyakit ginjal selama bertahun-tahun harus cuci darah rutin seminggu 2 kali. Akan tetapi dokter yang merawat pasien menjelaskan bahwa apa yang dialami pasien dan tetangga pasien adalah hal yang berbeda. Menurut dokter, jika dilakukan cuci darah dan kemudian dilanjutkan tindkan operasi, kemungkinan fungsi ginjal pasien akan mengalami perbaikan.

B. Rumusan Masalah

1. Mengapa pasien menjadi mual muntah pucat dan lain-lain setelah 2 hari rawat jalan?

2. Mengapa pasien tidak bisa buang air kecil?

3. Indikasi penemuan massa suprapubik?

4. Indikasi dan kontra indikasi pasang kateter

5. Apakah penyebab pembesaran prostat pada pasien?

6. Bagaimanakah interpretasi pemeriksaan lab? Kenapa bisa di dapatkan hasil set itu

7. Apakah cuci darah dapat menyebabkan kecanduan?

8. Bagaimana fisiologi pembentukan urin dan berkemih?

9. Apa yang membedakan antara pasien dan tetangganya mengapa tetangga pasien perlu cuci darah terus menerus?

10. Apa sajakah indikasi dilakukannya cuci darah?

11. Mengapa sebelumnya pasien untuk berkemih dengan mengejan?12. Apa saja yang dapat menyebabkan sumbatan saluran kencing?

C. Tujuan

1. Menjelaskan ilmu-ilmu dasar yang berhubungan dan melingkupi system urogenital dan system saluran kemih, meliputi anatomi, histology, biologi, biokimia, fisiologi.

2. Menjelaskan klasifikasi macam-macam penyakit pada system urogenital

3. Menjelaskan penyebab-penyebab terjadinya gangguan pada system urogenital

4. Menjelaskan faktor pencetus terjadinya gangguan pada system urogrnital

D. Manfaat

1. Mahasiswa mampu mengetahui seluk-beluk organ urogenital dan fungsinya

2. Mahasiswa mampu melakukan pencegahan primer dan sekunder pada penyakit urogenital.3. Mahasiswa mampu mengetahui predisposisi penyakit urogenital, meliputi factor daerah, lingkungan, anatomis organ, fisiologis organ, dan usia.

4. Mahasiswa mampu memahami proses terjadinya penyakit gangguan pada system uropoetica BAB II

DISKUSI TINJAUAN PUSTAKA

A. Seven Jump

Langkah I : membaca skenario dan memahami istilah istilah dalam scenario.

Dalam skenario ini, kami mengklarifikasi istilah sebagai berikut:

1. Kateter urin

a. Alat berbentuk tabung yang dipasangkan pada bagian tubuh manusia,

b. Kateter balon/tetap digunakan untuk mengeluarkan urin secara tertutup

c. Kateter suprapubik bungkus silver perak sebagai antimikroba

2. Prostat

a. Organ genitalia pria disebelah inferior VU, anterior rectum

b. Terdiri atas uar. Fibromuskular dan glandula terbagi atas zona-zona

c. Memproduksi zat yang bersifat alkalis

3. Cuci Darah

Merupakan pembuangan darah tertentu melalui membran semi permeabel

4. Kreatinin

a. Hasil perombakan phosphat ( N = 0,5 1,5 mg/dL)

b. Kreatinin urin (N = 1,0 1,6 mg/dL)

5. Ureum

Hasil akhir metabolisme protein

6. Transfusi

Proses menyalurkan suatu benda ke tempat lainnya

7. Suprapubik

Daerah di superior simphysis Osis pubis

Langkah II: Menentukan atau mendefinisikan permasalahan.

Permasalahan dalam skenario ini adalah :

1. Kenapa pasien menjadi mual muntah pucat dan lain-lain setelah 2 hari rawat jalan?

2. Kenapa pasien tidak bisa buang air kecil?

3. Indikasi penemuan massa suprapubik?

4. Apa Indikasi dan kontra indikasi pasang kateter

5. Penyebab pembesaran prostat pada pasien?

6. Interpretasi pemeriksaan lab? Kenapa bisa di dapatkan hasil set itu

7. Apakah cuci darah dapat menyebabkan kecanduan?

8. Fisiologi pembentukan urin dan berkemih?

9. Apa yang membedakan antara pasien dan tetangganya mengapa tetangga pasien perlu cuci darah terus menerus?

10. Indikasi cuci darah?

11. Mengapa sebelumnya pasien untuk berkemih dengan mengejan

12. Apa saja yang dapat menyebabkan sumbatan saluran kencing?

Langkah III: Menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan sementara mengenai permasalahan (tersebut dalam langkah II)

1. Pasien sulit berkemih dapat disebabakan oleh :a. Akibat pembesaran kelenjar prostat, diperiksa melalui rectal toucher.(retensi urin) (nyeri urin muncul akibat kerusakan saraf-saraf pada cauda equina.

b. Obstruksi pada lumen saluran kemih

2. Indikasi penemuan massa suprapubik

a. Disebut juga pelvis, dengan mengetahui anatomi di regio tersebut membantu dalam mengidentifikasi massa suprapubik

3. Indikasi dan kontra indikasi pemasangan kateter

a. Indikasi

i. Diagnosis

ii. Terapi ( pada keadaan obstruksi intra vesikal, disfungsi buli-buli, memasukan obat-obatan intravesika

b. Kontra indikasi

Pasien dengan PMS

4. Penyebab pembesaran prostat

a. Hiperplasia Prostat

i. etiologi

1. Teori dehidrotestosteron

2. Ketidakseimbangan hormon estrogen testosteron

3. Interaksi sel stroma

4. Berkurangnya kematian sel

5. Teori sel stema

ii. Gambaran Klinis

1. Rectal toucher pembesaran prostat jelas

5. Interpretasi pemeriksaan Lab

a. Hb 7gr/dL ( Anemia, akibat adanya obstruksi ( ginjal, GGA ( erythropoetin turun

b. Ureum 200 mg/dL ( Meningkat,

c. Kreatinin 8 mg/dL ( Meningkat,

d. Gula Darah normal karena ginjal tidak peka terhadap gula sehingga tidak terjadi proses reabsorpsi

6. Cuci darah, maksudnya bukan kecanduan, pada orang yang ginjalnya benar-benar tidak mampu lagi bekerja secara normal perlu dilakukan cuci darah terus menerus.

Langkah IV: Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataan sementara mengenai permasalahan pada langkah 3.

Langkah V: Merumuskan tujuan pembelajaran

1. DD (BPH dan GGA) juga Terapinya.2. Kenapa pasien menjadi mual muntah pucat setelah hari rawat jalan?

3. Indikasi penemuan massa suprapubik? (Nyoman)

4. Apa Indikasi dan kontra indikasi pasang kateter? Apa Indikasi dan kontra indikasi dilakukannya cuci darah?(Tika)

5. Fisiologi pembentukan urin dan berkemih? (Vani)

6. Apa yang membedakan antara pasien dan tetangganya mengapa tetangga pasien perlu cuci darah terus menerus? Apakah cuci darah dapat menyebabkan kecanduan? (Restri)

7. Mengapa sebelumnya pasien untuk berkemih dengan mengejan (Canda)

8. Apa saja yang dapat menyebabkan sumbatan saluran kencing? (Dinda)

Langkah VI: Mengumpulkan informasi baruLangkah VII: Melaporkan, membahas dan menata kembali informasi baru yang diperoleh

1. DD (BPH dan GGA) juga Terapinyaa. Benigna Prostat Hiperplasia

Benigna Prostat Hiperplasia adalah kelenjar prostat mengalami,memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urindengan menutupi orifisium uretra (Brunner & suddarth, 2001). Benigna Prostat Hiperplasi adalah penyakit yang disebabkan olehpenuaan (Price, 2006). Benigna Prostat Hiperplasi adalah hiperplasia kelenjer periuretra yangmendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah(Mansjoer, 2000).

Patofisiologi Benigna Prostat Hiperplasia

Menurut Purnomo 2011 pembesaran prostat menyebabkanpenyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urine.Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untukmengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawantahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahananatomik buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan strukturpada bulu-buli tersebut, oleh pasien disarankan sebagai keluhkan padasaluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS)yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus. Tekanan intravesikel yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli- buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli- buli ke ureter atau terjadi fefluks vesiko ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat terjadi gagal ginjal.

Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidakhanya disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretraposterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos yang pada stromaprostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli-buli. Otot polos itudipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus pudendus.

Menurut Mansjoer tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secaraperlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secaraperlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat,resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta ototdetrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi ataudivertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabilakeadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalamidekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadiretensio urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dandisfungsi saluran kemih atas.

Gejala dan Tanda BPH

Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien denganBenigna Prostat Hipertroplasi:

i. Sering buang air kecil dan tidak sanggup menahan buang iar kecil,sulit mengeluarkan atau menghentikan urin. Mungkin juga urinyang keluar hanya merupakan tetesan belaka.

ii. Sering terbangun waktu tidur di malam hari, karena keinginanbuang air kecil yang berulang-ulang.

iii. Pancaran atau lajunya urin lemah

iv. Kandung kemih terasa penuh dan ingin buang iar kecil lagi

v. Pada beberapa kasus, timbul rasa nyeri berat pada perut akibattertahannya urin atau menahan buang air kecil (Alam, 2004).

Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasukkeletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman padaepigastrik (Brunner & Suddarth, 2002).

Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradiasi, yaitu:

Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE(digital rectal examination) atau colok dubur ditemukanpenonjolan prostat dan sisa urine kurang dari 50 ml.

Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urinelebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml.

Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagidan sisa urin lebih dari 100 ml.

Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total.

Penatalaksanaan

1. Modalitas terapi BPH adalah :

a. Observasi yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3-6 bulankemudian setiap tahun tergantung keadaan klien.

b. Medikamentosa : terapi ini diindikasikan pada BPH dengan

c. Keluhan ringan, sedang, sedang dan berat tanpa disertai penyulit.

d. Obat yang digunakan berasal dari phitoterapi (misalnya : Hipoxis

e. rosperi, serenoa repens, dll), gelombang alfa blocker dan golongan

f. supresor androgen.

2. Indikasi pembedahan pada BPH adalah :

a. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urinakut (100 ml).

b. Klien dengan residual urin yaitu urine masih tersisa di kandungkemih setelah klien buang air kecil > 100 Ml.

c. Klien dengan penyulit yaitu klien dengan gangguan sistemperkemihan seperti retensi urine atau oliguria.

d. Terapi medikamentosa tidak berhasil.

e. Flowcytometri menunjukkan pola obstruktif.

Pembedahan dapat dilakukan dengan :

1) TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat).

a. Jaringan abnormal diangkat melalui rektroskop yang dimasukanmelalui uretra.

b. Tidak dibutuhkan balutan setelah operasi.

c. Dibutuhkan kateter foley setelah operasi.

2) Prostatektomi Suprapubis

a. Penyayatan perut bagian bawah dibuat melalui leher kandungkemih.

b. Diperlukan perban luka, drainase, kateter foley, dan katetersuprapubis setelah operasi.

3) Prostatektomi Neuropubis

a. Penyayatan dibuat pada perut bagian bawah.

b. Tidak ada penyayatan pada kandung kemih.

c. Diperlukan balutan luka, kateter foley, dan drainase.

4) Prostatektomi Perineal

a. Penyayatan dilakukan diantara skrotum dan anus.

b. Digunakan jika diperlukan prostatektomi radikal.

c. Vasektomi biasanya dikakukan sebagai pencegahanepididimistis.

d. Persiapan buang hajat diperlukan sebelum operasi (pembersihanperut, enema, diet rendah sisa dan antibiotik).

e. Setelah operasi balutan perineal dan pengeringan luka (drainase)diletakan pada tempatnya kemudian dibutuhkan rendam duduk.

Pada TURP, prostatektomi suprapubis dan retropubis, efeksampingnya dapat meliputi:

a. Inkotenensi urinarius temporer

Pengosongan urine yang keruh setelah hubungan intim dankemandulan sementara (jumlah sperma sedikit) disebabkanoleh ejakulasi dini kedalam kandung kemih.

b. Gagal Ginjal Akut (ARF)

Gagal ginjal akut (GGA) merupakan penurunan fungsi ginjal secara mendadak sehingga ginjal tidak mampu menjalani fungsinya untuk mengekskresikan hasil metabolisme tubuh (kelebihan nitrogen dan air) dan mempertahankan keseimbangan asam dan basa (Mueller,2005). GGA adalah penurunan tiba-tiba faal ginjal pada individu denganginjal sehat sebelumnya, dengan atau tanpa oliguria. GGA dapat berakibat azotemia progesif disertai kenaikkan ureum dan kreatinin darah (Parsoedi and Soewito, 1990).

Gagal ginjal akut adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa hari) laju filtrasi ginjal disertai akumulasi notrogen sisa metabolisme (ureum dan kreatinin) (Slamet,Suyono, et.al. 2001)

Penyebab gagal ginjal akut dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kategori umum:

1. Kegagaln prarenal, terjadi akibat keadaan- keadaan yang tidak berkaitan dengan ginjal, tetapi yang merusak ginjal dengan mempengaruhi aliran darah ginjal.

2. Kegagalan intrarenal, terjadi akibat kerusakan primer jaringan ginjal itu sendiri. Kerusakan sel- sel ginjal biasanya terjadi akibat nekrosis tubulus iskemik.

3. Kegagalan pascarenal, terjadi akibat kondisi- kondisi mempengaruhi aliran urine keluar ginjal dan mencakup cedera atau penyakit ureter, kandung kemih atau uretra. Penyebab kegagalan pascarenal yang sering dijumpai adalah obstruksi.

Penurunan fungsi ginjal yang terjadi dalam waktu singkat menyebabkan penderita GGA hanya mengalami sedikit gejala. Diagnosis yang dapat diterima meliputi terjadinya peningkatan 50% dari batas atas nilai normal serum kreatinin, atau sekitar 0,5 mg/dl atau terjadi penurunan sebesar 50% dari normal laju filtrasi glomerulus (Needham. 2005). Anuria didefinisikan bila volume urin kurang dari 50ml per hari. Oliguria terjadi jika volume urin dalam satu hari sekitar 50-450ml, sedangkan kondisi non oliguria terjadi jika volume urin lebih dari 450ml per hari (Mueller, 2005).

Patofisiologi

a. Perubahan filtrasi glomerulus

Filtrasi glomerulus bergantung pada penjumlahan gaya-gaya yang mendorong filtrasi plasma menembus glomerulus dan gaya-gaya yang mendorong reabsorpsi filtrat kembali ke dalam glomerulus. Gaya-gaya yang mendorong filtrasi adalah tekanan kapiler dan tekanan osmotik koloid cairan interstisium (Corwin, 2000).

b. Obstruksi tubulus

Peningkatan tekanan cairan interstisium sering disebabkan oleh obstruksi tubulus. Obstruksi menyebabkan penimbunan cairan di nefron yang mengalir kembali ke kapsula dan ruang Bowman. Obstruksi tubulus yang tidak diatasi dapat menyebabkan kolapsnya nefron dan kapiler sehingga terjadi kerusakan ginjal yang ireversibel terutama di papila yang merupakan tempat akhir pemekatan urin. Penyebab obstruksi antara lain adalah batu ginjal dan pembentukkan jaringan parut akibat infeksi ginjal (Corwin, 2000).

c. Iskemia korteks ginjal

Iskemia terjadi karena kerusakan tubulus sel endotel dan adanya sumbatan intrarenal sehingga laju filtrasi glomerulus menurun. Iskemia umumnya merupakan kejadian awal yang dapat merusak tubulus atau glomerulus sehingga dapat menurunkanaliran darah. Nekrosis tubular akut mengakibatkan deskuamasi sel tubulus nekrotik dan bahan protein lainnya, yang kemudian membentuk silinder-silinder dan menyumbat lumen tubulus. Pembengkakan seluler akibat iskemia awal, juga ikut menyokong terjadinya obstruksi dan memperberat iskemia (Wilson, 1995)

Tanda dan gejala

Tanda-tanda dan gejala klinis GGA sering tersamar dan tidak spesifik walaupun hasil pemeriksaan biokimiawi serum selalu menunjukkan ketidaknormalan. Gambaran klinis dapat meliputi :

a. Perubahan volume urin (oliguria, poliuria)

b. Kelainan neurologis (lemah, letih. gangguan mental)

c. Gangguan pada kulit (gatal-gatal, pigmentasi, pallor)

d. Tanda pada kardiopulmoner (sesak, pericarditis) dan gejala pada saluran cerna (mual, nafsu makan menurun, muntah) (Kenward and Tan, 2003).

Penatalaksanaan

Ada tiga sasaran dalam penatalaksanaan GGA, yaitu mencegah perluasan kerusakan ginjal, mengatasi perluasan kerusakan ginjal, dan mempercepat pemulihan ginjal. Terapi non farmakologi yang dapat diberikan pada pasien GGA yaitu terapi suportif berupa pengelolaan cairan. Curah jantung dan tekanan darah harus dijaga agar tetap memberikan perfusi jaringan yang adekuat. Cairan harus dihindarkan pada keadaan anuria dan oliguria sampai pasien mengalami hipervolemia (edema paru) (Mueller, 2005).

Penatalaksanaan GGA antara lain sebagai berikut :

a. Individu yang mengalami syok (penurunan tekanan darah) cepat diterapi dengan penggantian cairan untuk memulihkan tekanan darah

b. Memperbaiki keseimbangan elektrolit.

c. Tindakan pencegahan fase oligurik untuk menghasilkan prognosis yang baik, antara lain :

1. Ekspansi volume plasma secara agresif

2. Pemberian diuretik untuk meningkatkan pembentukan urin.

3. Vasodilator, terutama dopamin, yang bekerja secara spesifik sebagai vasodilator ginjal untuk meningkatkan aliran darah ginjal.

d. Pembatasan asupan protein dan kalium. Selain itu, asupan karbohidrattinggi akan mencegah metabolisme protein dan mengurangi pembentukan zat-zat sisa bernitrogen.

e. Terapi antibiotik untuk mencegah atau mengobati infeksi karena tingginya angka sepsis pada GGA dengan obat non nefrotoksik

f. Memperbaiki keseimbangan asam basa dengan Na-HCO3 po/iv.

Dialisis selama stadium oliguria GGA, untuk memberi waktu pada ginjal untuk memulihkan diri. Dialisis juga mencegah penimbunan zat-zat bernitrogen, dapat menstabilkan elektrolit, dan mengurangi beban cairan (Corwin, 2000).

2 . Penyebab pasien setelah 2 hari di rumah semakin lemas, pucat, sesak, mual, dan muntah serta kateter urine yang keluar sedikit

Pasien menjadi pucat dan lemas karena anemia. Pasien pada kasus mengalami gangguan obstruksi pengeluaran urin karena pembesaran prostat. Duktus urinarius yaitu uretra memiliki bagian pars prostatica yang melewati prostat. Apabila prostat mebesar, maka bisa menekan uretra yang terletak disekitarnya, sehingga terjadi gangguan miksi seperti tidak bisa uang kecil. Pada skenario, pasien tidak bersedia untuk dioperasi pengangkatan prostat, sehingga apabila dibiarkan terus menerus bisa menyebabkan ginjal bekerja keras untuk mengkompensasi metabolit-metabolit sisa yang seharusnya dikeluarkan dari tubuh. Ginjal/ren harus bekerja lebih keras sehingga pada saat tertentu ginjal tidak bisa berfungsi dengan normal lagi atau rusak. Kerusakan ginjal ini dikenal dengan gangguan ginjal akut, bisa disebabkan karena obstruksi duktus urinarus, pembesaran prostat, batu saluran kemih, dll.

Ren yang rusak atau mengalami penurunan fungsi bisa menyebabkan anemia. Salah satu fungsi ren yaitu menghasilkan hormon eritropoeitin, hormon tersebut berfungsi untuk menghasilkan sel darah merah di sumsum tulang, apabila ren rusak maka produksi hormon ini menurun sehingga produksi sel darah merah terganggu. Produksi sel darah merah yang terganggu ini menyebabkan penurunan jumlah sel darah merah dalam tubuh, selain itu usia sel darah merah pada pasien dengan gangguan ginjal sekitar separuh lebih singkat dari masa hidul sel darah merah normal. Peningkatan hemolisis SDM ini karena disebabkan oleh kelainan lingkungan kimia plasma dan bukan karena cacat dari sel itu sendiri, dalam kasus ini keracunan ureum adalah pemicunya. Anemia yang diderita pasien inilah yang bermanifestasi klinis pada pasien berupa rasa lemah dan pucat. Pada pemeriksaan laboratorium darah, jumlah Hb pasien sekitar 7 g/100 ml, hal itu sudah dikategorikan syok anemic, maka perlu penanganan segera dari tim medis untuk memulihkan keadaan umum pasien sebelum dioperasi.

Pasien dengan gangguan ginjal memasuki stadium oliguria (timbul 24-48 jam) sesudah trauma ginjal yang bermanifestasi pada gejala klinik berupa : anuria, mual, muntah, lemah, sakit kepala kejang, dan kadar urea dan kreatinin urin yang dieskresikan menurun

3. Indikasi penemuan massa suprapubik Produksi urine oleh ginjal merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Setelah diproduksi di nefron, urine akan disalurkan melalui ureter ke dalam buli-buli secara intermiten atas dorongan dari gerakan peristaltic otot saluran kemih. Pada saat ureter proksimal menerima bolus urine, otot polos ureter akan teregang dan menimbulkan rangsangan untuk berkontraksi, sedang segmen sebelah distalnya akan relaksasi. Dengan begitu aliran urine akan berlanjut masuk menuju buli-buli.

Pada saat buli-buli sedang terisi, terjadi stimulasi pada sistem saraf simpatis yang menyebabkan kontraksi spinchter urethra interna dan inhibisi sistem parasimpatis berupa relaksasi musculus detrusor. Kemudian pada saat buli-buli terisi penuh akan timbul keinginan untuk miksi, timbul kontraksi musculus detrusor dan relaksasi spinchter urethra interna. Miksi kemudian terjadi jika terdapat relaksasi spinchter urethra externa dan tekanan intravesikal melebihi tekanan intrauretra.

Kegagalan pada fase pengisian dapat disebabkan karena kelainan pada buli-buli dalam menyimpan urine menyebabkan urine tidak sempat tersimpan di dalam buli-buli dan bocor keluar buli-buli, hal ini dapat terjadi di inkontinensia urine. Sedangkan kelainan pada fase miksi menyebabkan urine tertahan di bulu-buli sama terjadi retensi urine.

Pada skenario didapatkan bahwa pasien diduga menderita retensi urine akibat pembesaran dari kelenjar prostatnya. Pada retensi urine, pasien tidak mampu mengeluarkan urine yang terkumpul di dalam buli-buli hingga kapasitas maksimal buli-buli terlampaui. Pembesaran kelenjar prostat dapat menekan urethra pada pars prostatica yang menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar. Hal ini menyebabkan pasien mengeluh kencing seperti belum tuntas dan harus mengejan akibat efek tidak lancarnya saluran ureter. Penimbunan urine di buli-buli menyebabkan kapasitas maksimal volume buli-buli terlampaui sehingga mengakibatkan penuhnya kantung buli-buli. Hal ini apabila dilakukan pemeriksaan fisik akan didapatkan hasil bulging dan teraba masa kistik di daerah dimana buli-buli berada yaitu daerah suprapubik.

4. Indikasi dan kontra indikasi pasang kateter dan cuci darah?

Indikasi dan Kontraindikasi Hemodialysis

Indikasi

1. Pasien dengan ketidakstabilan hemodinamik

2. Pasien dengan akses vaskular yang sulit

3. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien Gangguan Ginjal Kronik dan Gangguan Ginjal Akut untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi :

1. Hiperkalemia ( K > 6 mEq/l)

Hyperkalemia(kadarkaliumdarah yang tinggi) adalah suatu keadaan dimana konsentrasi kalium darah lebih dari 6 mEq/L. Selain itu, Hyperkalemia adalah suatu kondisi di mana terlalu banyak kalium dalam darah. Sebagian besar kalium dalam tubuh (98%) ditemukan dalam sel dan organ. Hanya jumlah kecil beredar dalam aliran darah. Kalium membantu sel-sel saraf dan otot, termasuk fungsi, jantung. Ginjal biasanya mempertahankan tingkat kalium dalam darah, namun jika memiliki penyakit ginjal merupakan penyebab paling umum dari hiperkalemia.

2. Asidosis

Dalam keadaan normal, ginjal menyerap asam sisa metabolisme daridarahdan membuangnya ke dalam urin. Pada penderita penyakit ini, bagian dari ginjal yang bernamatubulus renalistidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga hanya sedikitasamyang dibuang ke dalam urin. Akibatnya terjadi penimbunan asam dalam darah, yang mengakibatkan terjadinya asidosis, yakni tingkat keasamannya menjadi di atas ambang normal.

3. Kegagalan terapi konservatif

4. Kadar ureum/kreatinin tinggi dalam darah

Peningkatan kadar urea disebut uremia. Azotemia mengacu pada peningkatan semua senyawa nitrogen berberat molekul rendah (urea, kreatinin, asam urat) pada gagal ginjal. Penyebab uremia dibagi menjadi tiga, yaitu penyebabprarenal, renal, dan pascarenal. Uremia prarenal terjadi karena gagalnya mekanisme yang bekerja sebelum filtrasi oleh glomerulus.

Mekanisme tersebut meliputi : 1) penurunan aliran darah ke ginjal seperti pada syok, kehilangan darah, dan dehidrasi; 2) peningkatan katabolisme protein seperti pada perdarahan gastrointestinal disertai pencernaan hemoglobin dan penyerapannya sebagai protein dalam makanan, perdarahan ke dalam jaringan lunak atau rongga tubuh, hemolisis, leukemia (pelepasan protein leukosit), cedera fisik berat, luka bakar, demam.

Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (penyebab tersering) yang menyebabkan gangguan ekskresi urea. Gagal ginjal akut dapat disebabkan oleh glomerulonefritis, hipertensi maligna, obat atau logam nefrotoksik, nekrosis korteks ginjal. Gagal ginjal kronis disebabkan oleh glomerulonefritis, pielonefritis, diabetes mellitus, arteriosklerosis, amiloidosis, penyakit tubulus ginjal, penyakit kolagen-vaskular.

5. Perikarditis dan konfusi yang berat.

Perikarditis adalah peradangan lapisan paling luar jantung baik pada parietal maupun viseral. Sedangkan konfusi adalah suatu keadaan ketika individu mengalami atau beresiko mengalami gangguan kognisi, perhatian, memori dan orientasi dengan sumber yang tidak diketahui.

6. Hiperkalsemia dan Hipertensi.

Hiperkalsemia (kadar kalsium darah yang tinggi) adalah penyakit dimana penderitanya mengalami keadaan kadar kalsium darahnya melebihi takaran normal ilmu kesehatan. Penyebab penyakit ini karena meningkatnay penyerapan pada saluran pencernaan atau juga dikarenakan asupan kalsium yang berlebihan. Seain itu juga mengkonsumsi vitamin D secara berlebihan juga dapat mempengaruijumlah kalsium darah dalam tubuh.

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan gangguan pada sistem peredaran darah yang dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas nilai normal, yaitu melebihi 140 / 90mmHg.

Kontraindikasi:

1. Malignansi stadium lanjut (kecuali multiple myeloma)

Terkait tumor, cenderung mengarahan ke keadaan buruk

2. PenyakitAlzheimersPenyakitAlzheimeradalah suatu kondisi di mana sel-sel saraf di otak mati, sehingga sinyal-sinyal otak sulit ditransmisikan dengan baik.

3. Multi-infarct dementia

4. Sindrom Hepatorenal

Sindrom Hepatorenal adalah suatu sindrom klinis yang terjadi pada pasien penyakit hati kronik dan kegagalan hati lanjut serta hipertensi portal yang ditandai oleh penurunan fungsi ginjal dan abnormalitas yang nyata dari sirkulasi arteri dan aktifitas sistem vasoactive endogen. SHR bersifat fungsional dan progresif. SHR merupakan suatu gangguan fungsi ginjal pre renal, yaitu disebabkan adanya hipoperfusi ginjal. Pada ginjal terdapat vasokonstriksi yang menyebabkan laju filtrasi glomerulus rendah, dimana sirkulasi di luar ginjal terdapat vasodilatasi arteriol yang luas yang menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sistemik total dan hipotensi.

5. Sirosis hati tingkat lanjut dengan enselopati

Sirosisadalah perusakan jaringan hati normal yang meninggalkan jaringan parut yang tidak berfungsi di sekeliling jaringan hati yang masih berfungsi.

6. Hipotensi

Hipotensi (tekanan darah rendah) adalah suatu keadaan dimana tekanan darah lebih rendah dari 90/60 mmHg atau tekanan darah cukup rendah sehingga menyebabkan gejala-gejala seperti pusing dan pingsan.

7. Penyakit terminal

Penyakit terminal adaah penyakit pada stadium lanjut, penyakit utama yang tidak dapat disembuhkan bersifat progresif, pengobatan hanya bersifat paliatif (mengurangi gejala dan keluhan, memperbaiki kualitas hidup).

8. Organic brain syndrome

Organic Brain Syndrom adalah ketidaknormalan kelainan mental akibat gangguan struktur atau fungsi otak.

9. Malnutrisi

Pasien-pasien yang memiliki kelainan diatas akan disarankan untuk tidak melakukan terapi hemodialisa karena ditakutkan terapi yang dilakukan justru berakibat pada kegagalan (kematian).

Indikasi dan Kontraindikasi pada pemasangan kateter

Indikasi

a. Mengatasi retensi urine

b. Mengukur jumlah produksi urine oleh ginjal secara akurat

c. Untuk memperoleh bahan urine steril

d. Mengukur jumlah residu dalam kandung kemih

e. Memeperoleh bahan urin bilatidak dapat ditampung dengan cara yang lain : menampung urine agar tidak terkontaminasi pada wanita yang sedang menstruasi atau pada klien yang mengalami masalah inkontinensia urin

f. Mengosongkan kandung kemih sebelum dan selama operasi dan sebelum suatu pemeriksaan diagnostic

g. Membantu memenuhi kebutuhan pasien untuk mengosongkan kandung kemih, yang digunakan bila pasien mengalami sakit yang akut, sakit yang hebat atau terbatas pergerakan atau tidak sadar akan lingkungan

h. Menjaga agar kandung kemih tetap kosong dan penyembuhan luka pengobatan beberapa infeksi dan operasi suatu organ dari system urinarius dimana kandung kemih tidak boleh tegang sehingga menekan struktur yang lain

i. Menjaga agar pasien yang inkontinen teta kering pada daerah perineum, agar kulit tetap utuh dan tidak infeksi

1. Membantu melatih kembali atau memulihkan pengendalian kandng kemih secara normal

Kontraindikasi

a. Adanya infeksi perangkat terkait, bakteremia, atau septicemia

b. Pasien yang diketahui atau diduga alergi terhadap bahan yang terkandung dalam perangkat

c. Terdapat darah di meatus uretra eksterna, gross hematuria atau perineal hematoma

d. Adanya rupture uretra akibat trauma

5. Fisiologi pembentukan urin dan berkemih

Pembentukan urin

Terdapat 3 mekanisme utama dalam pembentukan urin yaitu :

a. Filtrasi glomerulus

Merupakan penyaringan besar-besaran plasma (hampir bebas protein) dari kapiler glomerulus ke dalam kapsula bowman. Membran glomerulus bersifat sangat permeabel terhadap air dan kristaloid, tetapi tidak permeabel untuk molekul berukuran besar seperti koloid (protein plasma). Terdapat 20% plasma yang difiltrasi dengan hasil 19% direabsorpsi dan 1% dieksresikan.

b. Reabsorpsi tubulus

Merupakan perpindahan zat dari lumen tubulus menuju plasma kapiler peritubulus yang berguna untuk mengembalikan bahan-bahan yang bermanfaat bagi tubuh. 99% cairan yang difiltrasi oleh glomerulus diserap kembali oleh tubulus yang sebagian besar di tubulus proksimal, dan 1% diekskresi. Reabsorpsi ini dapat berupa reabsorpsi natrium di tubulus proksimal melalui kanal ion, reabsorpsi glukosa di tubulus proksimal melalui transport aktif sekunder dengan simport natrium, dan reabsorpsi urin di tubulus proksimal dengan cara difusi pasif karena gradien konsentrasi urea yang disebabkan oleh reabsorpsi natrium dan solut lain.

c. Sekresi tubulus

Merupakan perpindahan zat dari plasma kapiler menuju lumen tubulus. Sekresi bergantung pada sistem transport membran yang merupakan transport aktif karena melawan gradien konsentrasi dan sebagian besar melalui transport aktif sekunder.

Proses sekres terjadi saat difusi zat dari kapiler peritubulus ke interstisium. Kemudian zat menuju lumen tubulus dengan menyebrangi tight junction antar sel (jalur paraselular) atau melewati membran basolateral & membran apikal(jalur transelular).

Setelah terjadi ketiga mekanisme utama tersebut maka terjadi ekskresi urin. Ekskresi terjadi karena kadar zat dlm a.renalis lebih dari kadar zat dalam v.renalis

Sehingga plasma dibersihkan dari berbagai zat.

Proses berkemih

a. Dimulai saat volume urin mencapai volume 300 ml, vesica urinaria akan teregang dan akan mengirimkan impuls aferen hingga menuju otak, sehingga pada saat ini orang tersebut sadar ingin berkemih.

b. Impuls aferen akan dibawa serabut aferen melalui nervi sphlanchnici pelvici menuju medulla spinalis sakral II-IV. Sebagian serabut aferen berjalan bersama saraf simpatis dan masuk ke medula spinalis segmen Lumbal I dan II.

c. Impuls eferen berjalan melalui medula spinalis sakral II-IV yang akan meningkatkan kontraksi musculus detrusor vesicae dan merelaksasi musculus sphincter vesicae. Impuls efferent lainnya yang dikirim nervus pudendus akan merelaksasi muskulus sphincter urethrae.

d. Reflek berkemih dapat dihambat oleh aktifitas korteks cerebri. Serabut inhibitor berjalan melalui traktus kortikospinalis menuju medula spinalis sakral II-IV yang akan mengakibatkan kontaksi musculus sphincter urethrae.

6. Yang membedakan antara pasien dan tetangganya mengapa tetangga pasien perlu cuci darah terus menerus. Apakah cuci darah dapat menyebabkan kecanduan? Pasien pada skenario diduga mengalami BPH (Benigna Prostat Hiperplasia) sehingga glandula prostatnya membesar dan menekan uretra pars prostatica. Hal ini mengakibatkan urin tidak bisa mengalir keluar (retensio urin) dan terjadilah hidronefrosis. Dari hidronefrosis, menyebabkan terjadinya gagal ginjal akut pada pasien dimana untuk mengkompensasinya, dilakukan cuci darah / hemodialisis untuk mengeluarkan zat-zat yang tidak semestinya ada pada urin. Namun cuci darah ini, tidak dilakukan terus-menerus. Karena setelah cuci darah dilakukan, glandula prostat akan dioperasi oleh sehingga tidak ada yang menyumbat uretra dan akhirnya tidak terjadi retensio urin lagi. Dan kalau tidak terjadi retensio urin, semuanya akan kembali normal kembali.

Hal ini berbeda dengan yang dialami tetangga pasien. Tetangga pasien telah mengalami gagal ginjal kronis dimana kerusakan ginjalnya sudah parah dan harus dilakukan cuci darah secara rutin untuk mengeluarkan zat-zat masih ada pada urin akibat hilangnya fungsi ginjal.

Cuci darah / hemodialisis sendiri, pada dasarnya tidak menyebabkan kecanduan, namun tergantung dari tingkat keparahan penyakit pasien. Jika sudah parah seperti yang dialami tetangga pasien, maka hemodialis akan dilakukan terus-meneruh untuk menggantikan fungsi ginjal. Namun jika tidak parah, maka hemodialis hanya akan dilakukan seperlunya saja, seperti pasien yang ada di skenario.7. Mengapa sebelumnya pasien untuk berkemih dengan mengejan?

Gejala klinis BPH terjadi pada hanya sekitar 10% pria yang mengalami kelainan ini. Karena hiperplasia nodular terutama mengenai bagian dalam prostat, manifestasinya yang tersering adalah gejala saluran kemih bawah atau Lower Urinary Track Syndrome (LUTS). Gejala tersebut terdiri atas obstruksi dan iritasi. Sulit memulai aliran urine (hesitancy), pancaran kencing yang lemah (weak stream), kencing tidak lampias (incomplete emptying), mengejan saat kencing (straining), dan kencing terputus-putus (intermittency) termasuk dalam gejala obstruktif. Sedangkan tidak dapat menunda kencing (urgency), sering kencing (frequency), dan kencing di malam hari (nocturia) tergolong dalam gejala iritasi.

Mengejan saat kencing (straining) disebabkan oleh prostat mengalami pembesaran secara perlahan-lahan sehinggaperubahan padasalurankemihjugaterjadisecaraperlahan-lahan.Padatahapawal setelah terjadinya pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dandaerah prostat meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggangsehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor ini disebutfase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah danakhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urin yang selanjutnya dapat menyebabkanhidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. Karena penyempitan uretra pars prostatica didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor berkontraksi secara tidak cukup kuat yang mengakibatkan kontraksi terputus-putus sehingga penderita perlu mengejan saat berkemih.

8. Apa saja yang dapat menyebabkan sumbatan saluran kencing? (Dinda)

Obstruksi atau sumbatan saluran kemih dapat disebabkan oleh berbagai hal, yaitu penyakit bawaan (congenital), didapat (acquired), atau karena desakan dari lumen saluran kemih. Obstruksi saluran kemih sebelah atas mengakibatkan kerusakan saluran kemih (ureter dan ginjal) pada sisi yang terkena, tetapi obstruksi di sebelah bawah akan berakibat pada kedua system saluran kemih sebelah atas (bilateral). Berikut ini adalah berbagai etilogi obstruksi saluran kemih

Berbagai etiologi saluran kemih

KONGENITALACQUIRED

NEOPLASMAINFLAMASILAIN-LAIN

Saluran kemih bagian atasGinjal Kista ginjal

Kista peripelvik

Obstruksi uteropelvic junction Tumor ginjal

Mieloma multipel Tuberkulosis

Infeksi echinococus Batu

Trauma

Aneurisma arteri renalis

Ureter Striktura

Ureterokel

Refluks vesikoureter

Klep ureter

Ginjal ektopik

Ureter retrokaval Kanker ureter (primer/ metastasis) Tuberkulosis

Schistosomiasis

Abses Ureteritis sistika Endometriosis Batu ureter

Fibrosis retroperitoneal

Lipomatosis pelvis

Aneurisma aorta

Terapi radiasi

Limfokel

Trauma

Urinoma

Kehamilan

Saluran kemih bagian bawahBuli-buli - Kanker buli-buli Sistisis Buli-buli neurogenic

Batu buli-buli

Urethra Katup uretethra posterior

Fimosis

Hipospadia/

epispadia BPH

Kanker prostat

Kanker urethra

Kanker penis Prostatitis

Abses paraurethra

Stenosis meatus urethtra eksterna Batu urethra

Striktura urethtra

parafimosis

BAB III

KESIMPULANBerdasarkan hasil diskusi, dapat disimpulkan bahwa dalam skenario terdapat seorang Pasien Usia 70 tahun mengalami pembesaran kelenjar prostat, yang dicurigai akibat adanya hiperplasia prostat benigna. Kelenjar prostat yang membesar dapat menjepit uretra sehingga pasien mengalami retensi urin. Akibat pasien menolak dioperasi, kondisinya semakin memburuk yang disebabkan pasien mulai mengalami gagal ginjal. Dokter menyarankan untuk cuci darah agar fungsi ginjal kembali normal dan dilakukan operasi untuk mengatasi sumbatan karena pembesaran kelenjar prostat tersebut.BAB IV

SARAN

Sebaiknya pasien mengikuti saran dokter untuk cuci darah dan menjalani operasi agar kondisi pasien tidak semakin memburuk. Dokter juga hendaknya memberikan edukasi pada pasien dan keluarganya agar pasien tidak takut untuk melakukan cuci darah Mahasiswa perlu memperdalam lagi dasar-dasar ilmu dan pengetahuan lain lagi yang diperlukan guna mencapai diskusi tutorial yang lebih berkualitas dan tersistematis Kurangnya sumber pustaka yang kami kumpulkan juga membuat tutorial kurang berjalan dengan baik. Pada tutorial berikutnya, kami berharap dapat mengumpulkan sumber referensi yang lebih valid dan lebih banyak, sehingga diskusi tutorial dapat berjalan dengan baik.DAFTAR PUSTAKA

Bongard, Frederic, S. 2004. Current Critical, Care Diagnosis and Treatment. Los Angeles :Paramount Publishing Bussiness and Group.

Corwin, Elizabeth J.2000.Buku Saku Patofisiologi.EGC: JakartaDi Fiore M.S.H. 1974. Atlas of Human Histology Fourth Edition. Philadelphia : Lea & Febriger.

Guyton, A. C. & Hall, J. E., 2006. Textbook of Medical Physiology11th Ed. Philadelphia : W. B. Saunders Co.

Hardjowijoto S.2006. Pedoman Penatalaksanaan BPH di Indonesia. http://iaui.or.id/. Diperoleh tanggal 23 Maret 2014.

Katzung, G. Bertram. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi VI. Jakarta : EGC.

Kenward, R.L., Tan, C.K., 2003. Farmasi Klinis Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien. Jakarta : PT Elex Media Komputindo, halaman 173-153.

Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar-Dasar Urologi Edisi Ketiga. Jakarta : Sagung Seto

Sawyer-Sommers, Marilyn, Johnson, Susan A., Daviss. 2007. Manual of Nursing Therapeutics for Diseases and Disorders. Philadelphia, PA, F.A: Davis Company.

Sulistia, Ganiswara. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta : Gaya Baru.

Suyono, Slamet et.al. 2001. Buku Ajaran Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Jakarta :EGC.

Wilson, L.M., 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi IV. Jakarta : EGC, halaman : 787-893.

LAPORAN TUTORIAL

BLOK UROGENITAL SKENARIO 1BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIAKELOMPOK 15

AULIANSYAH ALDISELA J S

G0012036

ERIKA VINARIYANTI

G0012072

KARTIKA AYU P S

G0012102

NI NYOMAN WIDIASTUTI

G0012148

R. rr. ERVINA KUSUMA W

G0012168

REINITA VANY

G0012176

YUNIKA VARESTRI A R

G0012236

CANDA ARDITYA

G0012046

MICHAEL ASBY W

G0012132

NOPRIYAN PUJOKUSUMA

G0012152

SATRIYA TEGUH IMAM

G0012206

BEATA DINDA SERUNI

G0012042TUTOR: RUBEN DHARMAWAN,dr.,Ir.,Sp.ParK.,Ph.DFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

TAHUN 2014BPH

hidronefrosis

Gagal ginjal akut

Hemodialilsis

32