Post on 31-Dec-2015
description
SINDROMA GUILLAIN BARRE
A. PENGERTIAN
Sindroma Guillain Barre (SGB) merupakan suatu sindroma klinis yang
ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses
autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis. ( Bosch,
1998 ).
SGB mempunyai banyak sinonim, antara lain :
o polineuritis akut pasca infeksi
o polineuritis akut toksik
o polineuritis febril
o poliradikulopati,dan
o acute ascending paralysis.
B. ETIOLOGI
Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti
penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/penyakit yang
mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain:
1. Infeksi :
Infeksi : missal radang tenggorokan atau radang lainnya
Infeksi virus :measles, Mumps, Rubela, Influenza A, Influenza B, Varicella
zoster, Infections mono nucleosis (vaccinia, variola, hepatitis inf, coxakie)
Vaksin : rabies, swine flu
Infeksi yang lain : Mycoplasma pneumonia, Salmonella thyposa, Brucellosis,
campylobacter jejuni
2. Vaksinasi
3. Pembedahan
4. Penyakit sistematik :
keganasan, Hodgkin’sdisease, carcinoma,lymphoma
systemic lupus erythematosus
tiroiditis
penyakit Addison
5. Kehamilan atau dalam masa nifas
C. PATHOFISIOLOGI
Gullain Barre Syndrome diduga disebabkan oleh kelainan system imun ewat
mekanisme limfosit medialed delayed hypersensivity atau lewat antibody mediated
demyelinisation. Masih diduga, mekanismenya adalah limfosit yang berubah responya
terhadap antigen.
Limfosit yang berubah responnya menarik makrofag ke saraf perifer, maka
semua saraf perifer dan myelin diserang sehingga selubung myelin terlepas dan
menyebabkan system penghantaran implus terganggu.
Karena proses ditujukan langsung pada myelin saraf perifer, maka semua saraf
perifer dan myelin saraf perifer, maka semua saraf dan cabangnya merupakan target
potensial, dan biasannya terjadi difus. Kelemahan atau hilangnya system sensoris
terjadi karena blok konduksi atau karena axor telah mengalami degenerasi oleh karena
denervasi. Proses remyelinisasi biasannya dimulai beberapa minggu setyelah proses
keradangan terjadi.
D. PATHWAY
E. GAMBARAN KLINIS
Penyakit infeksi dan keadaan prodromal :
Pada 60-70 % penderita gejala klinis SGB didahului oleh infeksi ringan
saluran nafas atau saluran pencernaan, 1-3 minggu sebelumnya . Sisanya oleh
keadaan seperti berikut : setelah suatu pembedahan, infeksi virus lain atau eksantema
pada kulit, infeksi bakteria, infeksi jamur, penyakit limfoma dan setelah vaksinasi
influensa.
Masa laten
Waktu antara terjadi infeksi atau keadaan prodromal yang mendahuluinya dan
saat timbulnya gejala neurologis. Lamanya masa laten ini berkisar antara satu sampai
28 hari, rata-rata 9 hari (4). Pada masa laten ini belum ada gejala klinis yang timbul.
Keluhan utama
Keluhan utama penderita adalah prestasi pada ujung-ujung ekstremitas,
kelumpuhan ekstremitas atau keduanya. Kelumpuhan bisa pada kedua ekstremitas
bawah saja atau terjadi serentak pada keempat anggota gerak.
Gejala Klinis
1. Kelumpuhan
Manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot ekstremitas tipe
lower motor neurone. Pada sebagian besar penderita kelumpuhan dimulai dari
kedua ekstremitas bawah kemudian menyebar secara asenderen ke badan,
anggota gerak atas dan saraf kranialis. Kadang-kadang juga bisa keempat
anggota gerak dikenai secara serentak, kemudian menyebar ke badan dan saraf
kranialis.
Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti oleh hiporefleksia atau
arefleksia. Biasanya derajat kelumpuhan otot-otot bagian proksimal lebih berat
dari bagian distal, tapi dapat juga sama beratnya, atau bagian distal lebih berat
dari bagian proksimal (2,4).
2. Gangguan sensibilitas
Parestesi biasanya lebih jelas pada bagian distal ekstremitas, muka juga
bisa dikenai dengan distribusi sirkumoral . Defisit sensoris objektif biasanya
minimal dan sering dengan distribusi seperti pola kaus kaki dan sarung tangan.
Sensibilitas ekstroseptif lebih sering dikenal dari pada sensibilitas
proprioseptif. Rasa nyeri otot sering ditemui seperti rasa nyeri setelah suatu
aktifitas fisik.
3. Saraf Kranialis
Saraf kranialis yang paling sering dikenal adalah N.VII. Kelumpuhan
otot-otot muka sering dimulai pada satu sisi tapi kemudian segera menjadi
bilateral, sehingga bisa ditemukan berat antara kedua sisi. Semua saraf
kranialis bisa dikenai kecuali N.I dan N.VIII. Diplopia bisa terjadi akibat
terkenanya N.IV atau N.III. Bila N.IX dan N.X terkena akan menyebabkan
gangguan berupa sukar menelan, disfonia dan pada kasus yang berat
menyebabkan kegagalan pernafasan karena paralisis n. laringeus.
4. Gangguan fungsi otonom
Gangguan fungsi otonom dijumpai pada 25 % penderita SGB9 .
Gangguan tersebut berupa sinus takikardi atau lebih jarang sinus bradikardi,
muka jadi merah (facial flushing), hipertensi atau hipotensi yang berfluktuasi,
hilangnya keringat atau episodic profuse diaphoresis. Retensi urin atau
inkontinensia urin jarang dijumpai. Gangguan otonom ini jarang yang menetap
lebih dari satu atau dua minggu.
5. Kegagalan pernafasan
Kegagalan pernafasan merupakan komplikasi utama yang dapat
berakibat fatal bila tidak ditangani dengan baik. Kegagalan pernafasan ini
disebabkan oleh paralisis diafragma dan kelumpuhan otot-otot pernafasan,
yang dijumpai pada 10-33 persen penderita.
6. Papiledema
Kadang-kadang dijumpai papiledema, penyebabnya belum diketahui
dengan pasti. Diduga karena peninggian kadar protein dalam cairan otot yang
menyebabkan penyumbatan villi arachoidales sehingga absorbsi cairan otak
berkurang .
7. Perjalanan penyakit
Perjalan penyakit ini terdiri dari 3 fase, seperti pada gambar 1. Fase
progresif dimulai dari onset penyakit, dimana selama fase ini kelumpuhan
bertambah berat sampai mencapai maksimal. Fase ini berlangsung beberapa
dari sampai 4 minggu, jarang yang melebihi 8 minggu.
Segera setelah fase progresif diikuti oleh fase plateau, dimana
kelumpuhan telah mencapai maksimal dan menetap. Fase ini bisa pendek
selama 2 hari, paling sering selama 3 minggu, tapi jarang yang melebihi 7
minggu.
Fase rekonvalesen ditandai oleh timbulnya perbaikan kelumpuhan
ektremitas yang berlangsung selama beberapa bulan. Seluruh perjalanan
penyakit SGB ini berlangsung dalam waktu yang kurang dari 6 bulan.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Variasi klinis
Di samping penyakit SGB yang klasik seperti di atas, kita temui berbagai
variasi klinis seperti yang dikemukakan oleh panitia ad hoc dari The National
Institute of Neurological and Communicate Disorders and Stroke (NINCDS) pada
tahun 1981 adalah sebagai berikut :
Sindroma Miller-Fisher
Defisit sensoris kranialis
Pandisautonomia murni
Chronic acquired demyyelinative neuropathy
2. Pemeriksaan laboratorium
Gambaran laboratorium yang menonjol adalah peninggian kadar protein dalam
cairan otak : > 0,5 mg% tanpa diikuti oleh peninggian jumlah sel dalam cairan
otak, hal ini disebut disosiasi sito-albuminik. Peninggian kadar protein dalam
cairan otak ini dimulai pada minggu 1-2 dari onset penyakit dan mencapai
puncaknya setelah 3-6 minggu . Jumlah sel mononuklear < 10 sel/mm3.
Walaupun demikian pada sebagian kecil penderita tidak ditemukan peninggian
kadar protein dalam cairan otak. Imunoglobulin serum bisa meningkat. Bisa
timbul hiponatremia pada beberapa penderita yang disebabkan oleh SIADH
(Sindroma Inapproriate Antidiuretik Hormone).
3. Pemeriksaan elektrofisiologi (EMG)
Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosis SGB adalah :
Kecepatan hantaran saraf motorik dan sensorik melambat
Distal motor retensi memanjang
Kecepatan hantaran gelombang-f melambat, menunjukkan perlambatan pada
segmen proksimal dan radiks saraf.
Di samping itu untuk mendukung diagnosis pemeriksaan elektrofisiologis juga
berguna untuk menentukan prognosis penyakit : bila ditemukan potensial
denervasi menunjukkan bahwa penyembuhan penyakit lebih lama dan tidak
sembuh sempurna.
G. KLASIFIKASI
Beberapa varian dari sindroma Guillan-Barre dapat diklasifikasikan, yaitu:
1. Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy
2. Subacute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy
3. Acute motor axonal neuropathy
4. Acute motor sensory axonal neuropathy
5. Fisher’s syndrome
6. Acute pandysautonomia
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi :
1. Polinneuropatia terutama oleh karena defisiensi atau metabolic
2. Tetraparese oleh karena penyebab lain
3. Hipokalemia
4. Miastenia Gravis
5. Adhoc commite of GBS
6. Tick Paralysis
7. Kelumpuhan otot pernafasan
8. Dekubitus
I. PENATALAKSANAAN
a. Terapi
Sindroma Guillain-Barre dipertimbangkan sebagai kedaruratan medis dan pasien
diatasi di unit intensif care. Pasien yang mengalami masalah pernapasan
memerlukan ventilator yang kadang-kadang dalam waktu yang lama.
Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendir. Pengobatan secara umum
bersifat simtomik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri,
perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala
sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan tetap harus diberikan.
Tujuan terapi khusus adalah mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat
penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi).
1. Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak
mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.
2. Plasmaparesis
Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor
autoantibodi yang beredar. Pemakain plasmaparesis pada SGB
memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat,
penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang
lebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan mengganti 200-250 ml plasma/kg
BB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih bermanfaat bila diberikan saat awal
onset gejala (minggu pertama).
3. Pengobatan imunosupresan:
a) Imunoglobulin IV
Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan
dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih
ringan. Dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan
dengan dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai
sembuh.
b) Obat sitotoksik
Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:
o 6 merkaptopurin (6-MP)
o Azathioprine
o cyclophosphamid
Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan
sakit kepala.
b. Perawatan
Perawatan umum ditujukan pada kandung seni (bladder), traktus digestivus
(Bowel), pernapasan (breathing), badan dan kulit (Body and Skin care), mata dan,
mulut, makanan (nutrition and fluid balance).
Bila ada tanda-tanda kelumpuhan otot pernapasan harus secepatnya
dirujuk/dikonsulkan kebagian anesthesia bila PO2 menurun dan PCO2 meningkat
atau vital kapasitas < 15 1/menit. Apakah memerlukan respirator untuk
mengetahui dengan cepat gangguan otot pernapasan, yang terdapat dua bentuk
ialah sentral dan perifer. Yang sentral tidak ada dyspne, tetapi kelainan ritme :
cheyne-stoke
J. PENDIDIKAN KLIEN DAN PERTIMBANGAN PERAWATAN DI RUMAH
Banyak klien sindrom Guillain-Barre mengalami pemulihan yang sempurna dalam
beberapa minggu atau bulan. Klien yang pernah mengalami paralisis total atau lama
mungkin membutuhkan beberapa tipe rehabilitasi yang dilakukan terus setelah keluar
dari rumah sakit. Program yang luas akan bergantung pada pengkajian yang
dibutuhkan dibuat oleh anggota tim kesehatan. Alternatif program yang komprehensif
nagi klien jika dikurangi adalah penting dan dukungan sosial dibatasi untuk program
di rumah terhadap terpi fisik dan okupasi. Fase pemulihan mungkin lama dan akan
membutuhkan kesabaran serta keterlibatan pihak klien dan keluarga untuk
mengembalikan kemampuan sebelumnya. Onset akut dan perkembangan yang
dramatik dari gejala-gejalayang ada tidak dapat dilakukan penyelesainnya dengan
tiba-tiba dalam mengubah fungsi-fungsi.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesa
Identitas klien : meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, status
Keluhan utama : kelumpuhan dan kelemahan otot baik kelemahan fisik secara
umum maupun lokal seperti melemahnya otot-otot pernafasan.
Riwayat keperawatan sejak kapan, semakin memburuknya kondisi /
kelumpuhan, upaya yang dilakukan selama menderita penyakit.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada klien Sindrom Guillain Barre biasanya didapatkan suhu tubuh
normal.penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda penurunan
ccurah jantung, peningkatan frekuensi nafas berhubungan dengan peningkatan
laju metabolisme umum dan adanya infeksi pada sistem pernafasan serta
akumulasi sekret akibat insufisiensi pernafasan. Tekanan darah didapatkan
ortostatik hipotensi atau tekanan darah meningkat (hipertensi
transien)berhubungan dengan penurunan reaksi saraf simpatis dan parasimpatis.
B1 (Breathing)
Kesulitan bernafas / sesak, pernafasan abdomen, apneu, menurunnya kapasitas
vital / paru, reflek batuk turun, resiko akumulasi secret.
B2 (Bleeding)
Hipotensi / hipertensi, takikardi / bradikardi, wajah kemerahan.
B3 (Brain)
Kesemutan, kelemahan-kelumpuhan, ekstremitas sensasi nyeri turun,
perubahan ketajaman penglihatan, ganggua keseimbangan tubuh, afasis
(kemampuan bicara turun), fluktuasi suhu badan.
B4 (Bladder)
Menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine, hilangnya sensasi saat
berkemih.
B5 ( Bowel)
Kesulitan menelan-mengunyah, kelemahan otot abdomen, peristaltic usus
turun, konstipasi sampai hilangnya sensasi anal.
B6 (Bone)
Gangguan mobilitas fisik-resiko cidera / injuri fraktur tulang, hemiplegi,
paraplegi.
3. Pengelompokan data
Data subjektif:
Bangun tidur di pagi hari mengeluh tidak bisa berjalan
Sebelumnya dia mengalami diare-diare dan demam kira-kira 1 minggu
sebelumnya
Tidak mampu menelan air liurnya
Sebelum sakit sangat aktif baik dalam pekerjaannya, olahraga lari pagi,
berkebun, mengendarai kendaraan dan merawat dirinya
Data Objektif:
Hasil pemeriksaan fisik tidak ditemukan tanda-tanda objektif yang
menunjukakan stroke
Kelemahan pada kedua ekstrmitas atasnya dan akhirnya menggunakan
alat bantu pernapasan (ventilator)
Hasil lumbal pungsi cairan serebrospinal ditemukan protein tinggi dan
tekanan meningkat, leukositosis
B. Analisa Data
Data Masalah Etiologi
DS:
Tidak mampu menelan air
liurnya
DO:
Pernapasan cepat , dangkal, dan
ireguler
Bunyi paru wheezing +/+
Pengembangan dada tidak
maksimal
Pola napas dan
pertukaran gas tidak
efektif
Kelemahan
otot-otot bantu
pernapasan
GDA kurang dari normal
menggunakan ventilator
DS:
Bangun tidur di pagi hari
mengeluh tidak bisa berjalan
DO:
Kelemahan pada kedua
ekstremitas atasnya
Kekuatan otot
Imobilisasi Paralisis
C. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan melemahnya otot-otot pernafasan 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kesulitan mengunyah, menelan,4. Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi
jantung ritme dan irama bradikardia5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
penyakitnya, pengobatan , prognosis dan perawatannya
D. Intervensi
Dx TUJUAN DAN KRITERIA HASIL NICI Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam diharapkan jalan nafas efektif dengan kriteria hasil :
1. Pernafasan optimal, skala 42. Bunyi nafas normal,skala 43. Jalan nafas paten,skala 44. Nilai AGD dalam batas
normal,skala 45. Sesak nafas ( - ), skala 5 6. Frekuensi nafas 16-20
x/menit,skala 47. Tidak menggunakan alat batu
nafas,skala 4 Skala :
NOC :respiratory status : ventilationNIC : respiratoring monitoring
Kaji fungsi paru, adanya bunyi nafas tambahan, perubahan irama dan kedalaman, penggunaan otot-otot aksesori
Monitor jumlah pernafasan, irama, dan kedalamannya setiap 1-4 jam
Auskultasi bunyi nafas setiap 4 jam
Pertahankan kepatenan jalan nafas, suction dan bersihkan mulut
1 = tidak menunjukkan2 = kadang-kadang menunjukkan3 = jarang menunjukkan4 = sering menunjukkan5 = selalu menunjukkan
Evaluasi keluhan sesak nafas baik secara verbal maupun nonverbal
Bantu klien untuk batuk efektif Lakukan fisioterapi dada Kolaborasi dalam pemberian O2
Monitor AGD Kaji tingkat kesadaran dan warna
kulitII Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam diharapkan penambahan kemampuan mobilitas klien dengan kriteria hasil :
1. Klien berpartisipasi dalam perawatan, skala 5 (selalu menunjukkan)
2. Mobilisasi aktif atau pasif, skala 4 (sering menunjukkan)
3. Tidak terdapat komplikasi berhubungan dengan immobilisasi, skala 4 (sering menunjukkan)
Skala :1 = tidak menunjukkan2 = kadang-kadang menunjukkan3 = jarang menunjukkan4 = sering menunjukkan5 = selalu menunjukkan
NOC : mobility level NIC : terapi latihan : kontrol otot
Kaji tingkat kemampuan klien dalam melakukan mobilitas fisik
Kaji fungsi motorik dan sensorik setiap 4 jam
Kaji derajat ketergantungan klien Kaji saraf kranial setiap 4 jam Bantu ambulasi klien Kaji kemungkinan komplikasi :
- Tromboli paru- Radang paru
Lakukan alih posisi setiap 2 jam Lakukan ROM Pertahankan sikap tubuh yang
terapeutik pada bahu, lengan, panggul dan tungkai
Gunakan footboard untuk mengganjal tumit
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat :
- Kortikosteroid- Heparin- Antibiotik- Immunosupresi
III Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dengan kriteria hasil :
1. Intake makanan sesuai kebutuhan,skala 5
2. Tidak terjadi aspirasi saat makan,skala 4
3. Tidak terjadi tanda-tanda kurang nutrisi,skala 5
4. Klien toleran terhadap makanan parenteral atau personde dengan residu minimal,skala 4
Skala :1 = tidak menunjukkan2 = kadang-kadang menunjukkan3 = jarang menunjukkan
NOC : Status nutrisiNIC : Nutrisi management
Kaji kemampuan menelan dan mengunyah, fungsi motorik pada ekstremitas
Monitor intake dan output nutrisi Kaji tanda-tanda kurang gizi :
anemis, nilai albumin, Hb Berikan makanan personde
dengan posisi semifowler Berikan posisi duduk setelah
makan Lakukan perawatan mulut
sebelum dan sesudah makan Lakukan perawatan infus untuk
nutrisi parenteral setiap hari Timbang BB 3 hari sekali jika
4 = sering menunjukkan5 = selalu menunjukkan
memungkinkan
IV Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan frekuensi jantung kembali normal dengan kriteria hasil :
1. TD dalam batas nornal, skala 5 (selalu)
2. Curah jantung kembali meningkat, skala 4 (sering)
3. Input dan output sesuai ,skala 4 (sering)
4. Tidak menunjukkan tanda-tanda disritmia,skala 4 (sering)
Skala :1 = tidak menunjukkan2 = jarang menunjukkan3 = kadang-kadang menunjukka4 = sering menunjukkan5 = selalu menunjukkan
NOC : cardiac careNIC : vital sign monitoring
Auskultasi TD, bandingkan kedua lengan, ukur dalam keadaan berbaring, duduk, atau berdiri bila memungkinkan
Monitor TD, Nadi, RR sebelum, selama dan sesudah aktivitas
Evaluasi kualitas dan kesamaan nadi
Catat murmur Pantau frekuensi jantung dan
irama Kolaborasi :
- Berikan O2 tambahan sesuai indikasi
V Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pengetahuan klien meningkat dengan kriteria hasil :
1. Klien dan keluarga memahami tentang penyakit, prognosis, pengobatan, dan perawatannya, skala 4 (sering mengetahui)
2. Klien dan keluarga kooperatif dalam perawatan, skala 4 (sering mengetahui)
3. Mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar , skala 4 (sering mengetahui)
4. Mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya, skala 4 (sering mengetahui)
Skala :1 = tidak mengetahui2 = kadang-kadang mengetahui3 = jarang mengetahui4 = sering mengetahui5 = selalu mengetahui
NOC : Knowledge : Disease processNIC : Teaching : Treatment
Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya
Berikan informasi verbal dan nonverbal tentang penyakitnya
Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat
Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
Gambarkan proses penyakit, identifikasi, kemungkinan penyebab dengan cara yang tepat
Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
Berikan kesempatan pada klien untuk bertanya
Berikan tanggapan yang positif dan realistik tentang penyakitnya
E. Evaluasi
Dx I :
1. Pernafasan optimal, skala 4 (sering menunjukkan)2. Bunyi nafas normal, skala 4 (sering menunjukkan)3. Jalan nafas paten, skala 4 (sering menunjukkan)4. Nilai AGD dalam batas normal, skala 4, (sering menunjukkan)5. Sesak nafas ( - ), skala 5, (selalu menunjukkan)6. Frekuensi nafas 16-20 x/menit, skala 4, (sering menunjukkan)7. Tidak menggunakan alat batu nafas, skala 4, (sering menunjukkan)
Skala :1 = tidak menunjukkan2 = kadang-kadang menunjukkan3 = jarang menunjukkan4 = sering menunjukkan5 = selalu menunjukkan
Dx II :1. Klien berpartisipasi dalam perawatan, skala 5 (selalu menunjukkan)2. Mobilisasi aktif atau pasif, skala 4 (sering menunjukkan)3. Tidak terdapat komplikasi berhubungan dengan immobilisasi, skala 4 (sering
menunjukkan)
Skala :1 = tidak menunjukkan2 = kadang-kadang menunjukkan3 = jarang menunjukkan4 = sering menunjukkan5 = selalu menunjukkan
Dx III :1. Intake makanan sesuai kebutuhan, skala 5 (selalu menunjukkan)2. Tidak terjadi aspirasi saat makan, skala 4 (sering menunjukkan)3. Tidak terjadi tanda-tanda kurang nutrisi, skala 5 (selalu menunjukkan)4. Klien toleran terhadap makanan parenteral atau personde dengan residu minimal,
skala 4 (sering menunjukkan)
Skala :1 = tidak menunjukkan2 = kadang-kadang menunjukkan
3 = jarang menunjukkan4 = sering menunjukkan5 = selalu menunjukkan
Dx IV :1. TD dalam batas nornal, skala 5 ( selalu menunjukkan )2. Curah jantung kembali meningkat, skala 4 (sering menunjukkan )3. Input dan output sesuai , skala 4 ( sering menunjukkan)4. Tidak menunjukkan tanda-tanda disritmia, skala 4 (sering menunjukkan )
Skala :1 = tidak menunjukkan2 = jarang menunjukkan3 = kadang-kadang menunjukka4 = sering menunjukkan5 = selalu menunjukkan
Dx V :1. Klien dan keluarga memahami tentang penyakit, prognosis, pengobatan, dan
perawatannya, skala 4 (sering mengetahui)2. Klien dan keluarga kooperatif dalam perawatan, skala 4 (sering mengetahui)3. Mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar , skala 4 (sering
mengetahui)4. Mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya,
skala 4 (sering mengetahui)
Skala :1 = tidak mengetahui2 = kadang-kadang mengetahui3 = jarang mengetahui4 = sering mengetahui5 = selalu mengetahui
F. Evaluasi