Laporan Kasus SGB-

32
Laporan Kasus Ruang Rawat Inap Saraf SINDROM GUILLAIN-BARRE Diajukan untuk Melengkapi Tugas dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian NeurologiFakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Oleh: Sitti Sarah Phonna 1007101050089 Pembimbing: dr. Nasrul Musadir, Sp.S BAGIAN/SMF NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BLUD RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH 2014

Transcript of Laporan Kasus SGB-

Page 1: Laporan Kasus SGB-

Laporan Kasus Ruang Rawat Inap Saraf

SINDROM GUILLAIN-BARRE

Diajukan untuk Melengkapi Tugas dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior

Pada Bagian NeurologiFakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala

Banda Aceh

Oleh:

Sitti Sarah Phonna1007101050089

Pembimbing:dr. Nasrul Musadir, Sp.S

BAGIAN/SMF NEUROLOGIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA

BLUD RSUD dr. ZAINOEL ABIDINBANDA ACEH

2014

Page 2: Laporan Kasus SGB-

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala, Dzat

yang akan tetap kekal selama-lamanya dan Dialah satu-satunya yang awal dan yang akhir,

karena berkat rahmat, karunia dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas ini.

Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad Shalallahu’alaihi wa salam, penutup para

Nabi dan Rasul yang telah membimbing manusia ke zaman beradab yang penuh dengan ilmu

pengetahuan, berikut segenap keluarga, sahabat, serta umatnya yang istiqamah menempuh

syari’atnya hingga akhir zaman.

Laporan kasus dengan judul “Sindrom Guillain-Barre”ini disusun untuk menambah

bekal ilmu mengenai ilmu penyakit saraf selama proses pendidikan profesi dokter

dilaksanakan. Selain itu, laporan kasus ini juga disusun sebagai syarat menyelesaikan

pendidikan profesi dokter di bagian Neurologi RSUDZA.

Dengan sepenuh hati, penulis juga menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan

kepada dr. Nasrul Musadir, Sp.S yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk

membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya.

Penulis berharap laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan juga bagi

pihak-pihak lain untuk menambah ilmu pengetahuan di bidang Neurologi.

Penulis

ii

Page 3: Laporan Kasus SGB-

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................... iii

BAB I STATUS PASIEN...................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 10

BAB III KESIMPULAN........................................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 18

iii

Page 4: Laporan Kasus SGB-

BAB ISTATUS PASIEN

I.1 Kasus

1.1. Identitas Pasien

Nama : Tn. AF

CM : 1-01-40-60

Umur : 28 tahun

Alamat : Desa Meunasah Karieng

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Suku : Aceh

Pekerjaan : Swasta

Tanggal Pemeriksaan : 7 September 2014

1.2. Anamnesis

Pasien dirawat di bagian saraf dengan keluhan tidak bisa berjalan karena mengalami

kelemahan kedua lengan dan kedua tungkai.

Satu minggu yang lalu pasien mengeluhkan kelemahan tungkai bawah lalu lama-

kelamaan menjalar ke bagian atas. Kemudian di susul dengan kelemahan kedua lengan.

Pasien juga mengeluhkan mati rasa atau baal pada ujung-ujung jari kaki dan jari tangan. Dua

minggu sebelum mengalami kelemahan tungkai pasien mengalami infeksi saluran napas atas.

Keluhan kelemahan keempat anggota gerak sebelumnya tidak pernah dialami oleh pasien.

Riwayat penyakit dengan keluhan seperti ini juga tidak pernah dialami oleh anggota keluarga

lainnya. Riwayat penyakit Hipertensi dan Diabetes Mellitus disangkal oleh pasien.

1.3. Vital Sign

Keadaan Umum : Compos Mentis

Kesadaran : E4 M6 V5

Tekanan Darah : 140/80 mmHg

Nadi : 80 kali/ menit

Pernafasan : 20 kali/menit

Suhu : 36,70C (afebris)

iv

Page 5: Laporan Kasus SGB-

Keadaan Gizi : Baik

1.4. Pemeriksaan Fisik

a. Kulit

Warna : sawo matang

Turgor : cepat kembali

Sianosis : tidak ada

Ikterus : tidak ada

Oedema : tidak ada

Anemia : tidak ada

b. Kepala

Rambut : Hitam, sukar dicabut

Wajah : Simetris, edema (-), deformitas(-)

Mata : Conjunctiva pucat (-/-), ikterik (-/-)

Pupil :Bulat isokor 3 mm/3 mm, refleks cahaya langsung (+/+), refleks

cahaya tidak langsung (+/+)

Telinga : Serumen (-/-), Sekret (-/-)

Bibir :pucat (-), Mukosa Basah (+), sianosis (-)

Lidah : Tremor (-), Hiperemis (-)

Tonsil : Hiperemis (-/-), T1 – T1

Faring : Hiperemis (-)

c. Leher

Inspeksi : Simetris

Palpasi : TVJ (N) R-2 cm H2O.

Pembesaran KGB : Tidak ada

d. Thorax

Inspeksi

Statis :Simetris, bentuk normochest

Dinamis :Pernafasan abdominothorakal, retraksi suprasternal (-), retraksi

intercostales (-),

v

Page 6: Laporan Kasus SGB-

Paru

Inspeksi : Simetris, statis, dinamis.

Kanan Kiri

Palpasi Fremitus N Fremitus N

Perkusi Sonor Sonor

Auskultasi Vesikuler Normal

Ronchi (-) wheezing (-)

Vesikuler Normal

Ronchi (-) wheezing (-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba.

Perkusi : Atas : Intercostal III LPSS

Kiri : Dua jari medial LMCS

Kanan : Linea sternalis kanan

Auskultasi: BJ I > BJ II kesan normal, regular, bising (-).

e. Abdomen

Inspeksi : Simetris, distensi (-), tumor(-), vena collateral(-)

Palpasi : Nyeri tekan (-), defans muscular (-)

Hepar : Tidak teraba

Lien : Tidak teraba

Ginjal : Ballotement tidak teraba

Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)

Auskultasi : Peristaltik normal

f. Genitalia : Tidak diperiksa

g. Anus : Tidak diperiksa

h. Tulang Belakang : Simetris, nyeri tekan (-)

i. Kelenjar Limfe : Pembesaran KGB (-)

j. Ekstremitas : Akral hangat

Superior Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Sianosis - - - -

vi

Page 7: Laporan Kasus SGB-

Oedema - - - -

Fraktur - - - -

1.5. Status Neurologis

G C S : E4 M6 V5

Pupil : Isokor (3 mm/3 mm), reflek cahaya langsung (+/+), reflek

cahaya tidak langsung (+/+)

Tanda Rangsang Meningeal

Kaku kuduk : (-)

Laseque : (-)

Kernig : (-)

Brudzinski I : (-)

Brudzinski II : (-)

Nervus Craniales

Nervus III (otonom) :

1. Ukuran pupil

2. Bentuk pupil

3. Reflek cahaya langsung

4. Reflek cahaya tidak langsung

5. Nistagmus

6. Strabismus

7. Exophtalmus

8. Melihat kembar

Kanan

3 mm

bulat

+

+

-

-

-

-

Kiri

3 mm

bulat

+

+

-

-

-

-

Nervus III, IV, VI (gerakan okuler)

Pergerakan bola mata :

1. Lateral

2. Atas

3. Bawah

4. Medial

5. Diplopia

Kanan

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Kiri

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Kelompok Motorik

Nervus V (fungsi motorik)

1. Membuka mulut Dalam batas normal

vii

Page 8: Laporan Kasus SGB-

2. Menggigit dan

mengunyah

Dalam batas normal

Nervus VII (fungsi motorik)

1. Mengerutkan dahi

2. Menutup mata

3. Menggembungkan pipi

4. Memperlihatkan gigi

5. Sudut bibir

Kanan

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Kiri

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Nervus IX & X (fungsi motorik)

1. Bicara

2. Menelan

Kanan

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Kiri

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Nervus XI (fungsi motorik)

1. Mengangkat bahu

2. Memutar kepala

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Nervus XII (fungsi motorik)

1. Artikulasi lingualis

2. Menjulurkan lidah

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Kelompok Sensoris

Nervus I (fungsi penciuman)

Nervus V (fungsi sensasi wajah)

Nervus VII (fungsi pengecapan)

Nervus VIII (fungsi pendengaran)

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Badan

Motorik

Gerakan respirasi : Thorakoabdominalis

Bentuk columna vertebralis : Simetris

Gerakan columna vertebralis : Kesan simetris

Sensibilitas

Rasa suhu : Dalam batas normal

Rasa nyeri : Dalam batas normal

viii

Page 9: Laporan Kasus SGB-

Rasa raba : Dalam batas normal

Anggota Gerak Atas

Motorik : 5/5

Tonus

Rigiditas : -/-

Refleks

Biceps : +/+

Triceps : +/+

Gerakan involunter

Waktu istirahat : -/-

Beraktivitas : -/-

Anggota Gerak Bawah

Motorik :4/4

Refleks

Patella : +/+

Achilles : +/+

Babinski : -/-

Chaddok : -/-

Gordon : -/-

Oppenheim : -/-

Sensibilitas Kanan Kiri

Rasa suhu Tidak teraba Tidak teraba

Rasa nyeri Tidak teraba Tidak teraba

Rasa raba Tidak teraba Tidak teraba

Gerakan involunter

Waktu istirahat : -/-

Beraktivitas : -/-

Tonus

Rigiditas : -/-

Fungsi Vegetatif

Miksi : Dalam batas normal

Defekasi : konstipasi (-)

Koordinasi Keseimbangan

ix

Page 10: Laporan Kasus SGB-

Cara Berjalan : tidak diperiksa

Romberg Test : tidak diperiksa

1.6 Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap (Tanggal 23 Juni 2014)

Hb : 17,8mg/dl Natrium : 144 mmol/L

Ht : 53% Kalium : 4,6 mmol/L

Eritrosit : 6,0x106/mm3 Chlorida : 105 mmol/L

Leukosit : 18,1x103/mm3 KGDS :

Trombosit : 329x103U/L Ureum : 46 mg/dl

SGPT : 157 U/L Kreatinin : 1,2 mg/dl

SGOT : 61 U/L

Hitung jenis:

Eosinofil : 0

Basophil : 0

Neutrophil segmen : 90

Limfosit : 5

Monosit : 4

1.7 Resume

1. Identitas : Tn. AF, 27 tahun, CM 1-01-40-60

2. Pemeriksaan

Anamnesa

Pasien dirawat di bagian saraf dengan keluhan tidak bisa berjalan karena mengalami

kelemahan kedua lengan dan kedua tungkai.

Satu minggu yang lalu pasien mengeluhkan kelemahan tungkai bawah lalu lama-

kelamaan menjalar ke bagian atas. Kemudian di susul dengan kelemahan kedua lengan.

Pasien juga mengeluhkan mati rasa atau baal pada ujung-ujung jari kaki dan jari tangan. Dua

minggu sebelum mengalami kelemahan tungkai pasien mengalami infeksi saluran napas atas.

Keluhan kelemahan keempat anggota gerak sebelumnya tidak pernah dialami oleh pasien.

Riwayat penyakit dengan keluhan seperti ini juga tidak pernah dialami oleh anggota keluarga

lainnya. Riwayat penyakit Hipertensi dan Diabetes Mellitus disangkal oleh pasien.

x

Page 11: Laporan Kasus SGB-

Vital Sign

Keadaan Umum : Sakit sedang

Kesadaran : E4 M6 V5

Tekanan Darah : 140/80 mmHg

Nadi : 80 kali/ menit

Pernafasan : 20 kali/menit

Suhu : 36,70C (afebris)

Keadaan Gizi : Baik

Status Internus : Dalam batas normal

Status Neurologis

GCS = E4 M6 V5, pupil isokor (3 mm/3 mm), reflek cahaya langsung (+/+), reflek cahaya

tidak langsung (+/+). Motorik: ekstremitas atas 5/5, ekstremitas bawah 4/4, refleks

fisiologis biseps +/+, triseps +/+, Patella +/+, Tendon archilles +/+, refleks patologis (-/-).

Sensorik hipoestesi dan Otonom dalam batas normal.

Nervus Cranialis

a. Kelompok Optik

Fungsi Otonom :Dbn, pupil isokor (3 mm/3 mm), RCL+/+ RCTL (+/+)

Gerakan Okuler (N III,IV,VI) : Dbn

Fungsi visual (N.II) : Dbn

b. Kelompok Motorik

Fungsi Motorik (N.V) : Dbn

Fungsi Motorik (N.VII) : Dbn

Memperlihatkan gigi : Dbn

Sudut bibir : Dbn

Fungsi Motorik (N.IX,X) : Dbn

Fungsi Motorik (N.XI) : Dbn

Fungsi motorik (N.XII)

Artikulasi lingualis : Dbn

Menjulurkan lidah : Dbn

c. Kelompok Sensori

Fungsi Pengecapan (N.VII) : Dbn

Fungsi Penciuman (N.I) : Dbn

Fungsi Pendengaran (N.VIII) : Dbn

Fungsi Motorik Atas Bawah

xi

Page 12: Laporan Kasus SGB-

Pergerakan +/+ +/+

Kekuatan 5/5 4/4

R.Fisiologis +/+ +/+

R.Patologis -/- -/-

1.8 Diagnosa

Diagnosa Klinis : Glove and stocking hipoestesi + Tetraparesis

Diagnosa Etiologi : Sindrom Guillain Barre

1.9 Terapi

a. Medikamentosa

- Metilprednisolon 125 mg ampul/12 jam

- Ranitidin 1 amp/12 jam

- Mecobalamin 3x500mg

- Ceftriaxone 1gr vial/12 jam

b. Non-medikamentosa

-Rehabilitasi medik

-Psikoterapi: untuk mengatasi perubahan psikologi yang terjadi

c. Edukasi

1.10. Prognosa

Qou ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanactionam : dubia ad bonam 

I.2 DISKUSI KASUS

Sindroma Guillain-Barre (SGB) merupakan penyebab kelumpuhan yang cukup sering

dijumpai pada usia dewasa muda. SGB ini seringkali mencemaskan penderita dan

keluarganya karena sering terjadi pada usia produktif, apalagi pada beberapa keadaan dapat

menyebabkan kematian, meskipun pada umumnya mempunya prognosa yang baik.

Penderita pada kasus ini didiagnosis awal dengan tetraparese karena pada amnesis

didapatkan adanya kelemahan keempat anggota gerak satu minggu sebelum masuk rumah

sakit. Dari pemeriksaan fisik dan neurologis pada awal masuk rumah sakit didapatkan tonus

otot pada keempat ekstremitas adalah 4/4/4/4.

xii

Page 13: Laporan Kasus SGB-

Parese adalah kelemahan atau kelumpuhan parsial yang rigan atau tidak lengkap atau

kondisi yang ditandai dengan hilangnya sebagian tindakan atau gerakan terganggu.

Kelemahan adalah hilangnya sebagian fungsi otot untuk satu atau lebi kelompk otot yang

dapat menyebabkan gangguan mobilitas gangguan yang terkena. Kelemahan atau

kelumpuhan yang mengenai keempat anggota gerak disebut dengan tetraparese. Hal ini

diakibatkan oleh adanya kerusakan otak, kerusakan tulang belakang pada tingkat tertinggi

(khususnya pada vertebra cervikalis), kerusakan sistem saraf perifer, kerusakan

neuromuskular atau penyakit otot. Kerusakan diketahui karena adanya lesi yang

menyebabkan hilangnya fungsi motorik pada keempat anggota gerak, yaitu lengan dan

tungkai.

Pada tetraparese kadang terjadi kerusakan atau kehilangan kemampuan dalam

mengontrol sistem pencernaan, fungsi seksual, pengosongan saluran kemih dan rektum,

sistem pernafasan atau fungsi otonom. Selanjutnya dapat terjadi penurunan atau kehilangan

fungsi motorik, adapun manifestsinya seperti kekakuan, penurunan sensorik, dan nyeri

neuropatik. Walaupun pada tetraparese terjadi kelumpuhan pada keempat anggota gerak tapi

terkadang tungkai dan lengan masih dapat digunakan. Atau jari-jari tangan tidak dapat

memegang kuat suatu benda, tetapi masih dapat digerakkan, atau tidak bisa menggerakkan

tangan, tapi masi lengannya masih bisa digerakkan. Hal ini semua bergantung pada luasnya

kerusakan.

Tetraparese berdasarkan topisnya dibagi menjadi dua, yaitu tetraparese spastik yang

terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor neuron (UMN), sehingga menyebabkan

peningkatan tonus otot atau hipertoni dan tetraparese flaksid yang terjadi karena kerusakan

yang mengenai lower motor neuron (LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus otot

atau hipotoni. Kerusakan pada lower motor neuron (LMN) dapat mengenai motoneuron,

radiks, dan saraf perifer, maupun pada otot itu sendiri.

Gangguan sensibilitas parestesi biasanya lebih jelas pada bagian distal ekstremitas,

wajah juga bisa dikenai dengan distribusi sirkumoral. Defisit sensoris objektif biasanya

minimal dan biasanya dengan distribusi seperti pola kaus kaki dan sarung tangan. Sensibilitas

ekstroseptif lebih sering dikenal daripada sensibilitas proprioseptif. Rasa nyeri otot sering

ditemui seperti rasa nyeri setelah aktifitas fisik.

Pemeriksaan laboratorium yang menonjol adalah peninggian kadar protein dalam

cairan otak tanpa diikuti oleh peninggian jumlah sel dalam cairan otak, hal ini disebut

disosiasi sito-albuminik. Peninggian kadar protein dalam otak ini dimulai pada minggu 1-2

dari onset penyakit dan mencapai puncaknya setelah 3-6 minggu. Jumlah sel mononuklear

xiii

Page 14: Laporan Kasus SGB-

lebih kecil 10 sel/mm3. Walaupun demikian pada sebagian kecil penderita tidak ditemukan

peninggian kadar protein dalam cairan otak.

xiv

Page 15: Laporan Kasus SGB-

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Sindroma Guillain-Barre (SGB) merupakan penyebab kelumpuhan yang cukup sering

dijumpai pada usia dewasa muda. SGB ini seringkali mencemaskan penderita dan

keluarganya karena sering terjadi pada usia produktif, apalagi pada beberapa keadaan dapat

menyebabkan kematian, meskipun pada umumnya mempunya prognosa yang baik.

Beberapa nama disebut para ahli untuk penyakit ini yaitu Idiopathic polyneuritis,

Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post Infectious Polyneuritis, Acute

Demyeliting Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre Strohl Syndrome, Landry Ascending

Paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome.

2. 1 Definisi

Parry mengatakan bahwa, SGB adalah suatu polineuropati yag bersifat ascending dan

akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut. Menurut Bosch, SGB

merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara

akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks,

nervus kranialis.

Pada tahun 1859, seorang neurolog Prancis, Jean-Baptiste Landry pertama kali

menulis tentang penyakit ini, sedangkan istilah landry ascending paralysis diperkenalkan oleh

Westphal. Osler menyatakan terdapatnya hubungan SGB dengan infeksi akut. Pada tahun

1916, Guillain, Barre, dan Strohl menjelaskan tentang adanya perubahan khas berupa

peninggian protein cairan serebospinal (CSS) tanpa disertai peninggian jumlah sel. Keadaan

ini disebut sebagai disosiasi sitoalbuminik. Nama SGB dipopulerkan oleh Draganescu dan

Claudian. Menurut Lambert dan Murder mengatakan bahwa untuk menegakkan diagnosa

SGB selain berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan CSS juga ada kelainan pada pemeriksaan

EMG dapat membantu menegakkan diagnosa. Terdapat perlambatan kecepatan hantar saraf

pada EMG.

2.2 Epidemiologi

Penyakit ini terjadi di seluruh dunia, kejadian pada semua musim. Dowling dkk

mendapatkan frekuensi tersering pada akhir musim panas dan musim gugur dimana terjadi

peningkatan kasus influenza. Pada penelitian Zhao Baoxun didapatkan bahwa penyakit ini

hampir terjadi setiap saat dari setiap bulan dalam setahun, sekalipun demikian tampak bahwa

xv

Page 16: Laporan Kasus SGB-

60% kasus terjadi antara bulan Juli sampai dengan Oktober yaitu pada musim panas dan

musim gugur. Insidesi SGB bervariasi antara 0,6-1,9 kasus per 100.000 orang pertahun.

Selama periode 42 tahun Central Medical Mayo Clinic melakukan peneltian dn mendapatkan

insiden rate 1,7 per 100.000 orang. Terjadi puncak insidensi 15-35 tahun dan antara 50-47

tahun. Jarang mengenai usia dibawah 2 tahun. Usia termuda yang dilaporkan adalah 3 bulan

dan paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan perempuan sama jumlahnya. Dari pengelompokan

ras didapatkan bahwa 83% penderita adalah kulit putih, 7% kulit hitam, 5% Hispanic, 1%

Asia dan 4% pada elompok ras yang tidak spesifik. Data di Indonesia mengenai gambaran

epidemiologi belum banyak. Penelitian Chandra menyebutkan bahwa insidensi terbanyak di

Indonesia adalah dekade I,II,III (dibawah usia 35 tahun) dengan jumlah penderita laki-laki

dan perempuan hampir sama. Sedangkan penelitian di Bandung menyebutkan bahwa

perbandingan laki-laki. Dan wanita 3 : 1 dengan usia rata-rata 23,5 tahun. Insiden tertinggi

pada bulan april s/d Mei dimana terjadi pergantian musim hujan dan kemarau.

2.3 Etiologi

Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti penyebabnya dan

masih menjadi perdebatan. Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin ada

hubungannya dengan terjadiya SGB, antara lain:

1. Infeksi

2. Vaksinasi

3. Pembedahan

4. Penyakit sistemik

5. Keganasan

6. Sistemik lupus eritematous

7. Tiroiditis

8. Penyakit addison

9. Kehamilan atau dalam masa mifas

SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik saluran pernafasan

atas atau infeksi gastrointestinal.

Infeksi Akut yang Berhubungan dengan SGB

Infeksi Definite Probable Possible

1. Virus CMV

2. EBV

3. HIV

xvi

Page 17: Laporan Kasus SGB-

4. Varicella-Zoster

5. Vaccini/smallpox

6. Influenza

7. Measles

8. Mumps

9. Rubella

10. Hepatitis

2.4 Patogenesa

Mekanisme bagaimana infeks, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang mempresipitasi

terjadiya demielinasiakut pada SGB masih belum diketahui dengan pasti. Bagaimana ahli

membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui

mekanisme imunologi. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang

menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:

1. didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (celi mediated immunity)

terhadap agen infeksious pada saraf tepi.

2. adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi

3. didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada pembuluh

darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi. Proses demyelinisasi

saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan imunitas humoral yang

dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi virus.

Peran imunitas seluler

Dalam sistem kekebalan seluler, sel limposit T memegang peranan penting disamping

peran makrofag. Prekursor sel limposit berasal dari sumsum tulang (bone marrow) steam cell

yang mengalami pendewasaan sebelum dilepaskan kedalam jaringan limfoid dan peredaran.

Sebelum respon imunitas seluler ini terjadi pada saraf tepi antigen harus dikenalkan pada

limposit T (CD4) melalui makrofag. Makrofag yang telah menelan (fagositosis)

antigen/terangsang oleh virus, allergen atau bahan imunogen lain akan memproses antigen

tersebut oleh penyaji antigen (antigen presenting cell = APC). Kemudian antigen tersebut

akan dikenalkan pada limposit T (CD4). Setelah itu limposit T tersebut menjadi aktif karena

aktivasi marker dan pelepasan substansi interlekuin (IL2), gamma interferon serta alfa TNF.

Kelarutan E selectin dan adesi molekul (ICAM) yang dihasilkan oleh aktifasi sel endothelial

akan berperan dalam membuka sawar darah saraf, untuk mengaktifkan sel limfosit T dan

pengambilan makrofag . Makrofag akan mensekresikan protease yang dapat merusak protein

myelin disamping menghasilkan TNF dan komplemen.

xvii

Page 18: Laporan Kasus SGB-

2.5 Patologi

Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran pembengkakan saraf

tepi. Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf tepi. Perubahan pertama berupa

edema yang terjadi pada hari ke tiga atau ke empat, kemudian timbul pembengkakan dan

iregularitas selubung myelin pada hari ke lima, terlihat beberapa limfosit pada hari ke

sembilan dan makrofag pada hari ke sebelas, poliferasi sel schwan pada hari ke tigabelas.

Perubahan pada myelin, akson, dan selubung schwan berjalan secara progresif, sehingga pada

hari ke enampuluh enam, sebagian radiks dan saraf tepi telah hancur.

Asbury dkk mengemukakan bahwa perubahan pertama yang terjadi adalah infiltrasi

sel limfosit yang ekstravasasi dari pembuluh darah kecil pada endo dan epineural. Keadaan

ini segera diikuti demyelinisasi segmental. Bila peradangannya berat akan berkembang

menjadi degenerasi Wallerian. Kerusakan myelin disebabkan makrofag yang menembus

membran basalis dan melepaskan selubung myelin dari sel schwan dan akson.

2.6 Klasifikasi

Beberapa varian dari sindroma Guillan-Barre dapat diklasifikasikan, yaitu:

1. Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy

2. Subacute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy

3. Acute motor axonal neuropathy

4. Acute motor sensory axonal neuropathy

5. Fisher’s syndrome

6. Acute pandysautonomia

2.7 Gejala klinis dan kriteria diagnosa

Diagnosa SGB terutama ditegakkan secara klinis. SBG ditandai dengan timbulnya

suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dan didahului parestesi

dua atau tiga minggu setelah mengalami demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor

dan gangguan sensorik dan motorik perifer.

Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah criteria dari National Institute of

Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu:

I. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis:

a. Terjadinya kelemahan yang progresif

b. Hiporefleksi

II. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB:

a. Ciri-ciri klinis:

xviii

Page 19: Laporan Kasus SGB-

1. Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal dalam 4 minggu,

50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu.

2. Relatif simetris

3. Gejala gangguan sensibilitas ringan

4. Gejala saraf kranial ± 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf otak lain dapat

terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang < 5% kasus

neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain

5. Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, dapat memanjang sampai

beberapa bulan.

6. Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural, hipertensi dangejala

vasomotor.

7. Tidak ada demam saat onset gejala neurologis

b. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:

1. Protein CSS. Meningkat setekah gejala 1 minggu atau terjadi

peningkatan pada LP serial

2. Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3

3. Varian:

a.Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala

b. Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3

c. Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosa:

1. Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan hantar

kurang 60% dari normal

2.8 Diagnosa Banding

Gejala klinis SGB biasanya jelas dan mudah dikenal sesuai dengan kriteria diagnostik

dari NINCDS, tetapi pada stadium awal kadang-kadang harus dibedakan dengan keadaan

lain, seperti:

1. Mielitis akuta

2. Poliomyelitis anterior akuta

3. Porphyria intermitten akuta

4. Polineuropati post difteri

2.9 Terapi

Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara umum

bersifat simtomatik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri, perlu

dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi

xix

Page 20: Laporan Kasus SGB-

sehingga pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan terapi khusus adalah mengurangi beratnya

penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi).

Kortikosteroid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak

mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.

Plasmaparesis

Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor

autoantibodi yang beredar. Pemakain plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang

baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih

sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan mengganti

200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih bermanfaat bila diberikan

saat awal onset gejala (minggu pertama).

Pengobatan imunosupresan:

1. Imunoglobulin IV

Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan dibandingkan

plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan. Dosis maintenance 0.4 gr/kg

BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari

sampai sembuh.

2. Obat sitotoksik

Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:

1. 6 merkaptopurin (6-MP)

2. azathioprine

3. cyclophosphamid

Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan sakit kepala.

2.10 Prognosa

Pada umumnya penderita mempunyai prognosa yang baik tetapi pada sebagian kecil

penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa. 95% terjadi penyembuhan tanpa

gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila dengan keadaan antara lain:

1. pada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal

2. mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset

3. progresifitas penyakit lambat dan pendek pada penderita berusia 30-60 tahun

xx

Page 21: Laporan Kasus SGB-

BAB IIIKESIMPULAN

Sindroma Guillain-Barre (SGB) merupakan penyebab kelumpuhan yang cukup sering

dijumpai pada usia dewasa muda. SGB ini seringkali mencemaskan penderita dan

keluarganya karena sering terjadi pada usia produktif, apalagi pada beberapa keadaan dapat

menyebabkan kematian. SGB adalah suatu polineuropati yag bersifat ascending dan akut

yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut. Menurut Bosch, SGB

merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara

akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks,

nervus kranialis.Terapi SGB adalah kortikosteroid dan plasmaparesis. Tujuan terapi adalah

mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas.

Prognosa penderita SGB uumnya baik, hanya sebagian kecil penderita dapat meninggal atau

mempunyai gejala sisa.

xxi

Page 22: Laporan Kasus SGB-

DAFTAR PUSTAKA

Arnason B.G.W. 1985. Inflammatory polyradiulopathy in Dick P.J. et al Peripheral

neuropathy. Philadelphia : WB. Sounders.

Asbury A.K. 1990. Gullain-Barre Syndrome : Historical aspects. Annals of Neurology (27):

S2-S6

Asbury A.K. and David R. Crnblath. 1990. Electrophysiology in Guillain-Barre Syndrome.

Annals of Neurology (27): S17

Bosch E.P.. 1998. Guillain-Barre Syndrome : an update of acute immuno mediated

polyradiculoneuropathies. The Neurologist (4); 211-226

Chandra B. 1983. Pengobatan dengan cara baru dari sindroma gullain-barre. Medika (11);

918-922

Guillain-Barre Syndrome, an overview for the Layperson, 9th ed. Guillain-Barre Syndrome

Foundation International 2000.

Hurwitz E.S. Guillain-Barre Syndrome and the 1978-1979 influenza vaccine. The New

England Med. (304); 1557-1561

Morariu M.A. 1979. major Neurological syndrome. Illinois : Charles C. Thomas Publisher.

Parry G.J. 1993. Guillain-Barre Syndrome . New York : Theime Medical Publisher

Van der Meche et all. 1992. A randomized trial comparing intravenous globulin and plasma

exchange injury Guillain-Barre Syndrome. The New England Journal of Med. 326(April 23);

1123-1129

Van Doom P.A. and Van der Meche. 1990. Guillain-Barre Syndrome, optimum

management. Clin. Immunother. 2(2): 89-99

Visser L.H. et all. 1995. Guillain-Barre Syndrome without sensory loss (acute motor

neuropathy). A subgroup with specific clinical, electrodiagnostic and laboratory features.

Brain (118); 841-847

xxii