Post on 04-Aug-2015
TUGAS TERSTRUKTUR MIKROBIOLOGI
HABITAT MIKROBA
Disusun Oleh :
1. Muhamad Zaki (H1A009037)
2. Defriandi Nanda P. (H1A009035)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
JURUSAN MIPA PROGRAM STUDI KIMIA
PURWOKERTO
2012
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Habitat berasal dari kata dalam bahasa Latin yang berarti menempati,
adalah tempat suatu spesies tinggal dan berkembang. Pada dasarnya, habitat
adalah lingkungan paling tidak lingkungan fisiknya di sekeliling populasi suatu
spesies yang mempengaruhi dan dimanfaatkan oleh spesies tersebut. Menurut
Clements dan Shelford (1939), habitat adalah lingkungan fisik yang ada di sekitar
suatu spesies, atau populasi spesies, atau kelompok spesies, atau komunitas.
Sehingga Habitat diartikan sebagai tempat suatu makhluk hidup. Semua makhluk
hidup mempunyai tempat hidup.
Semua organisme atau makhluk hidup mempunyai habitat atau tempat
hidup sepertihalnya dengan mikroba. Mikroorganisme atau mikroba adalah
organisme yang berukuran sangat kecil dan hanya dapat diamati dengan
menggunakan mikroskop. Mikroorganisme terdapat dimana-mana, interaksinya
dengan sesama mikroorganisme ataupun organisme lain dapat berlangsung
dengan cara yang aman dan menguntungkan maupun merugikan. Mikroba dengan
ukuran mikroskopis, jenis, dan sifat fisiologis yang bervariasi menempati habitat
di alam tanpa batas ruang. Dengan kata lain mikroba dapat ditemukan dimana saja
yakni seperti di lingkungan perairan, tanah, udara, permukaan daun, dan bahkan
dapat ditemukan di dalam organisme hidup.Diperkirakan total jumlah sel
mikroorganisme yang mendiami muka bumi ini adalah 5x1030.
Umumnya jumlah mikroba dalam tanah lebih banyak daripada dalam
air ataupun udara. Hal ini karena bahan organik dan senyawa anorganik
lebih tinggi dalam tanah sehingga cocok untuk pertumbuhan mikroba heterotrof
maupun autotrof. Cara hidup bakteri ada yang dapat hidup bebas, parasitik,
saprofitik, patogen pada manusia, hewan dan tumbuhan. Habitatnya tersebar luas
di alam, dalam tanah, atmosfer (sampai 10 km diatas bumi), di dalam lumpur, dan
di laut (Sumarsih, 2003).
B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah mengetahui habitat atau
lingkungan tempat mikroba hidup dan berkembang.
ISI
A. Tanah Sebagai Habitat Mikroba
Tanah merupakan tempat hidup yang paling ideal bagi bakteri karena
mengandung bahan organic,anorganik dan mineral yang berlimpah.Setiap elemen
tanah memiliki jenis, populasi dan sifat genetic yang berbeda. Keanekaragaman
mikroorganisme pada tanah :
1.Bakteri
2.Algae,Mold
3.Protozoa
4.Amuba
5.Actinomycetes
6.Flagellata
7.Cilliata
Tanah subur mengandung lebih dari 100 juta mikroba per gram tanah.
Produktivitas dan daya dukung tanah tergantung pada aktivitas mikroba tersebut.
Sebagian besar mikroba memiliki peranan yang menguntungkan bagi pertanian,
yaitu berperan dalam menghancurkan limbah organic, recycling hara tanaman,
fiksasi biologis nitrogen, pelarutan fosfat, meransang pertumbuhan, biokontrol
pathogen dan membantu penyerapan unsur hara. Bioteknologi berbasis mikroba
dikembangkan dengan memanfaatkan peran-peran penting mikroba tersebut.
Pembagian mikroba :
1. Golongan aotohtonus : mikroba yang selalu ditemukan dan tidak dipengaruhi
lingkungan.
2. Golongan Zimogenik : kehadirannya diakibatkan pengaruh luar yang baru.
3. Golongan Transien : kehadirannya bersamaan dengan adanya penambahan
secara buatan. Contoh. Rhizobium, AzotobacteR.
Pada umumnya biomassa kebanyakan kelompok mikroorganisme menurun
jumlahnya dengan meningkatnya kedalaman tanah, kecuali pada gambut.
Tabel 1. Distribusi mikroorganisme dalam horison dari suatu propil tanah
Kedalaman (cm)
Organisme/g tanah x 103
Bakteri aerob
Bakteri anaerob
Actinomycetes Fungi Algae
3 – 8 7.800 1.950 2.080 119 2520 – 25 1.800 379 245 50 535 – 40 472 98 49 14 0,565 – 75 10 1 5 6 0,1135 – 145 1 0,4 - 3 -
Secara umum, aktivitas mikroorganisme dalam suatu profil tanah sangat
ditentukan oleh ketersediaan substrat energi dan unsur hara anorganik. Selain itu
pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme ditentukan oleh sifat fisik dan kimia
tanah.
Sifat fisik dan kimia tanah yang berpengaruh:
Fisik : Temperatur, tekanan osmotik, tegangan permukaan, radiasi,
kekentalan (viscosity), tekstur (posisi lapisan), struktur, jenis tanah, perlakuan
pada taah, dan fenomena adsorpsi.
Kimia : Air, pH, kualitas dan kuantitas hara organik dan anorganik, udara,
senyawa pendorong dan penghambat pertumbuhan, oksidasi dan reduksi.
Disamping sifat fisik dan kimia tanah, faktor biologi juga mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme, seperti interaksi antara mikroorganisme.
Netralisme: tidak terpengaruh satu dengan yang lain. Ex. Lactobacillus dan
Streptococcus.
Kompetisi : 2 populasi saling berkompetisi untuk memperoleh sumber
makanan yang serupa dalam wadah yang sama. Ex. Kompetisi antara
inokulum Rhizobium dengan strain Rhizobium yang terdapat di dalam tanah.
Mutualisme: 2 populasi yang saling mempengaruhi dan menguntungkan satu
dengan yang lain. Jika hidup terpisah keduanya kurang dapat atau tidak dapat
mempertahankan diri. Ex. Simbiosis antara bakteri penambat N dengan
bakteri fotosintetik (Lactobacillus arabinosus dan Streptococcus faecalis).
Simbiosis antara jamur dan ganggang yang disebut Lichenes. Rhizobium
dengan leguminose.
Komensalisme: Interaksi yang positif bagi salah satu populasi, dimana satu
spesies mendapat keuntungan sedangkan spesies lain tidak dirugikan. Spesies
yang untung disebut komensal, spesies yang memberi keuntungan disebut
hospes (inang). Komensal tidak dapat hidup tanpa hospes. Ex. Chlorella dapat
mendukung pertumbuhan Pseudomonas. Saccharomyces dengan Acetobacter,
dimana Saccharomyces menghasilkan alkohol yang mutlak bagi Acetobacter.
Amensalisme (antagonisme): Interaksi dimana salah satu populasi terhambat
sedangkan populasi lain dalam asosiasi tersebut tidak terpengaruh. Ex.
Antibiotik yang dihasilkan oleh suatu kultur menghambat kultur lain.
Streptococcus lactis yang menghasilkan asam susu akan menghambat
pertumbuhan Bacillus subtilis. Spesies yang terhambat pertumbuhannya
disebut amensal dan yang menghambat disebut antagonis.
Sinergisme: 2 spesies hidup bersama dan saling menguntungkan. Ex. Ragi
untuk membuat tape yang terdiri atas beberapa spesies (Aspergillus,
Saccharomyces Candida, Hansenula, Acetobacter). Masing-masing spesies
mempunyai kegiatan sendiri sehingga amilun berubah menjadi gula, menjadi
asam organik, alkohol dll.
Parasitisme: Hanya menguntungkan satu pihak. Ex. Virus yang merupakan
parasit pada bakteri. Virus tidak dapat hidup diluar bakteri atau sel hidup lain.
Predatorisme: Pemangsa. Ex. Amuba merupakan pemangsa (predator)
bakteri. Predator tidak dapat hidup tanpa mangsa.
Bakteri sangat banyak di tanah karena kemampuannya beradaptasi dan
berkembangbiaknya dengan membelah diri. Ketahanan mikroba tanah terhadap
logam berat juga beragam, tergantung mekanisme yang dikandungnya untuk
menyesuaikan diri terhadap polusi dan tergantung pada kondisi lingkungan tempat
tinggal organisme tersebut tumbuh. Ketahanan mikroba terhadap logam berat
bervariasi dalam kelompok mikroorganisme,genus maupun spesies. Pengaruh
logam terhadap mikroba tersebut terlihat pada beberapa daur kehidupannya. Pada
fungi pengaruh pengaruh tersebut terlihat dalam pembentukan miselium, maupun
perkecambahan spora. Pada khamir berupa peningkatan kegiatan lipolitik,
respirasi (penghambatan sistein). Pada bakteri terlihat pada penurunan dan
perpanjangan laju. Pertumbuhan, penundaan perkembangbiakan dan sebagainya.
Berikut kandungan bakteri pada tanah :
Tanah pasir : 320 – 500 ribu sel bakteri/gr tanah
Tanah lempung : 360 – 600 ribu sel bakteri/gr tanah
Tanah subur : 2 – 200 juta sel bakteri/gr tanah
B. Udara Sebagai Habitat Mikroba
Atmosfer atau udara tersusun atas 2 lapisan utama yaitu troposfer dan
stratosfer. Troposfer tersusun atas lapisan laminar, lapisan turbulen, lapisan friksi
luar, dan lapisan konveksi. Atmosfer mengandung partikel-partikel yang disebut
sebagai aerosol, salah satu komponen aerosol yaitu bioaerosol yang terdiri antara
lain mikroba dan pollen (Sofa, 2008). Sebenarnya tidak benar-benar ada
organisme yang hidup di udara, karena organisme tidak dapat hidup dan terapung
begitu saja di udara. Mikroorganisme udara terdiri atas organisme yang terdapat
sementara mengapung di udara atau terbawa pada partikel debu. Setiap kegiatan
manusia agaknya menimbulkan bakteri di udara. Batuk dan bersin menimbulkan
aerosol biologi (yaitu kumpulan partikel udara). Kebanyakan partikel dalam
aerosol biologi terlalu besar untuk mencapai paru-paru, karena partikel-partikel ini
tersaring pada daerah pernapasan atas. Sebaliknya, partikel-partikel yang sangat
kecil mungkin mencapai tapak-tapak infektif yang berpotensi. Jadi, walaupun
udara tidak mendukung kehidupan mikroorganisme, kehadirannya hampir selalu
dapat ditunjukkan dalam cuplikan udara (Volk & Wheeler, 1989).
Mikroba di udara bersifat sementara dan beragam. Udara bukanlah suatu
medium tempat mikroorganisme tumbuh, tetapi merupakan pembawa bahan
partikulat debu dan tetesan cairan, yang kesemuanya ini mungkin dimuati
mikroba. Untuk mengetahui atau memperkirakan secara akurat berapa jauh
pengotoran udara sangat sukar karena memang sulit untuk menghitung organisme
dalam suatu volume udara. Namun ada satu teknik kualitatif sederhana, menurut
Volk & Wheeler (1989), yaitu mendedahkan cawan hara atau medium di udara
untuk beberapa saat. Selama waktu pendedahan ini, beberapa bakteri di udara
akan menetap pada cawan yang terdedah. Semakin banyak bakteri maka bakteri
yang menetap pada cawan semakin banyak. Kemudian cawan tersebut diinkubasi
selama 24 jam hingga 48 jam maka akan tampak koloni-koloni bakteri, khamir
dan jamur yang mampu tumbuh pada medium yang digunakan.
Jumlah dan macam mikroorganisme dalam suatu volume udara bervariasi
sesuai dengan lokasi, kondisi cuaca dan jumlah orang yang ada. Daerah yang
berdebu hampir selalu mempunyai populasi mikroorganisme atmosfer yang
tinggi. Sebaliknya hujan, salju atau hujan es akan cenderung mengurangi jumlah
organisme di udara dengan membasuh partikel yang lebih berat dan
mengendapkan debu. Jumlah mikroorganisme menurun secara menyolok di atas
samudera, dan jumlah ini semakin berkurang pada ketinggian (altitude) yang
tinggi (Volk & Wheeler, 1989).
Jumlah mikroorganisme yang mencemari udara juga ditentukan oleh
sumber pencemaran di dalam lingkungan, misalnya dari saluran pernapasan
manusia yang disemprotkan melalui batuk dan bersin, dan partikel-partikel debu,
yang terkandung dalam tetes-tetes cairan berukuran besar dan tersuspensikan, dan
dalam “inti tetesan” yang terbentuk bila titik-titik cairan berukuran kecil menguap.
Organisme yang memasuki udara dapat terangkut sejauh beberapa meter atau
beberapa kilometer; sebagian segera mati dalam beberapa detik, sedangkan yang
lain dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan
lebih lama lagi. Nasib akhir mikroorganisme yang berasal dari udara diatur oleh
seperangkat rumit keadaan di sekelilingnya (termasuk keadaan atmosfer,
kelembaban, cahaya matahari dan suhu), ukuran partikel yang membawa
mikroorganisme itu, serta ciri-ciri mikroorganismenya terutama kerentanannya
terhadap keadaan fisik di atmosfer.
Permukaan bumi, yaitu daratan dan lautan merupakan sumber dari
sebagian besar mikroorganisme yang ada dalam atmosfer. Angin menimbulkan
debu dari tanah, kemudian partikel-partikel debu tersebut akan membawa
mikroorganisme yang menghuni tanah. Sejumlah besar air dalam bentuk titik-titik
air memasuki atmosfer dari permukaan laut, teluk, dan kumpulan air alamiah
lainnya. Di samping itu, ada banyak fasilitas pengolahan industri, pertanian, baik
lokal maupun regional mempunyai potensi menghasilkan aerosol berisikan
mikroorganisme.
Kelompok mikroba yang paling banyak berkeliaran di udara bebas adalah
bakteri, jamur (termasuk di dalamnya ragi) dan juga mikroalge. Kehadiran jasad
hidup tersebut di udara, ada yang dalam bentuk vegetatif (tubuh jasad) ataupun
dalam bentuk generative (umumnya spora). Kelompok mikroba yang paling
banyak ditemukan sebagai jasad hidup yang tidak diharapkan kehadirannya
melalui udara, umumnya disebut jasad kontaminan (hal ini mengingat apabila
suatu benda/substrat yang ditumbuhinya dinyatakan sebagai substrat yang
terkontaminasi). Adapun kelompok mikroba yang termasuk dalam jasad
kontaminan antara lain adalah :
a. Bakteri: Bacillus, Staphylococcus, Pseudomonas, Sarcina dan sebagainya.
b. Jamur: Aspergillus, Mucor, Rhizopus, Penicillium, Trichoderma, dan
sebagainya.
c. Ragi: Candida, Saccharomyces, Paecylomyces, dan sebagainya
C. Perairan Sebagai Habitat Mikroba (Hidrosfer)
Hidrosfer merupakan habitat yang lebih sesuai untuk pertumbuhan
mikroba daripada di atmosfir. Perairan alami mempunyai sifat yang dinamis dan
aliran energi yang kontinu selama sistem di dalamnya tidak mendapatkan
gangguan dan hambatan, antara lain dalam bentuk pencemaran. Kehadiran benda-
benda asing yang terbawa bersama buangan, langsung ataupun tidak langsung
akan menyebabkan terjadinya gejolak dan perubahan kehidupan di dalamnya.
Gejolak dan perubahan tersebut akan terjadi sesuai dengan adanya interaksi dari
dua prinsip, yaitu:
prinsip batas-batas toleransi, yaitu terhadap jasad hidup yang berada di
dalamnya dan mempunyai toleransi tinggi, mereka tetap dapat hidup atau
mempertahankan kehidupan sehingga akhirnya terbiasa. Tetapi bagi jasad
yang mempunyai nilai toleransi rendah, kemungkinan besar akan tersisih atau
musnah.
Prinsip kompetisi, yaitu dengan adanya kehidupan baru yang diakibatkan
toleransi, akan timbul kompetisi di antara sesama jasad, yaitu bagi jasad yang
kuat yang kemudian akan tumbuh dan berkembang di tempat tersebut. Sedang
bagi jasad yang lemah akan berkurang atau musnah.
Adapun jenis-jenis mikrobia yang tinggal di habitat perairan berdasarkan
tingkat pencemarannya dapat dikelompokkan kedalam beberapa bagian sebagai
berikut:
1) Pada air yang kita anggap jernih, misal yang berasal dari sumur biasa,
sumur pompa, sumber mata air, dan sebagainya, di dalamnya terdiri dari bakteri,
yaitu:
kelompok bakteri besi (Misal Crenothrix dan Sphaerotilus) yang mampu
mengoksidasi senyawa ferro menjadi ferri. Akibat kehadirannya, air sering
berubah warna kalau disimpan lama, yaitu warna klehitam-hitaman, kecoklat-
coklatan, dan sebagainnya.
kelompok bakteri belerang (misalnya Chromatium dan Thiobacillus) yang
mampu mereduksi senyawa sulfat menjadi H2S. Akibatnya kalau air
disimpan lama akan tercium bau busuk seperti bau telurbusuk.
kelompok mikroalge (misal yang termasuk mikroalge hijau, biru, dan kersik),
sehingga kalau air disimpan lama di dalamnya akan nampak jasad-jasad yang
berwarna hijau, biru, ataupun kekuning-kuningan, tergantung kepada
dominasi jasad-jasad tersebut serta lingkungan yang mempengaruhinya.
Lebih jauh lagi akibat kehadiran kelompok bakteri dan mikroalge tersebut di
dalam air, dapat mendatangkan kerugian. Antara lain dengan terjadinya
penurunan turbiditas dan hambatan aliran, karena kelompok bakteri besi dan
belerang dapat membentuk serat atau lendir. Akibat lainnya adalah terjadinya
proses korosi(pengkaratan) terhadap benda-benda logam yang berada di
dalamnya, menjadi bau, berubah warna, dan sebagainya.
2) Pada air yang kotor atau sudah tercemar, misal air selokan, air sungai atau
air buangan, di dalamnya akan didapati kelompok bakteri sepertipada air yang
masih jerni, ditambah kelompok lainnya, antaralain:
kelompok patogen (penyebab penyakit) misal penyebab penyakit tifus,
paratifus, kolera, diesentri dan sebagainnya.
kelompok penghasil racun, misal yang sering terjadi pada kasus keracunan
bahan makanan (daging, ikan, dan sayuran), ataupun jenis-jenis keracunan
lainnya yang sering terjadi di daerah pemukiman yang kurang atau tidak
sehat.
kelompok bakteri pencemar, misal bakteri gologan Coli, yang kehadirannya
di dalam badan air dikategorikan bahwa air tersebut terkena cemaran fekal
(kotoran manusia), karena bakteri Coli berasal dari tinja atau kotoran
khususnya manusia.
kelompok bakteri pengguna, yaitu kelompok lain dari bakteri yang mampu
untuk mengurai senyawa-senyawa tertentu di dalam badan air. Dikenal
kemudian adanya kelompok bakteri pengguna sresidu pestisida, pengguna
residu minyak bumi, pengguna residu deterjen, dan lain sebagainya.
Habitat mikroba hidosfer dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu
habitat air tawar dan habitat air laut.
1. Habitat Air Tawar
Lapisan paling atas dari hidrosfir, merupakan daerah interfase antara
atmosfir dan hidrosfir. Ditandai dengan tekanan permukaan tinggi. Dalam kondisi
air diam, mikroba membentuk suatu film permukaan atau Neuston . lapisan
Neuston merupakan habitat yang cocok untuk mikroba fotoautotrofik (produser
primer). Jumlah mikroba di lapisan permukaan 10 – 100 kali lipat dari lapisan air
di bawahnya. Mikroba neuston autochthonous yang berasal dari golongan algae,
bakteri, fungi & protozoa diantaranya adalah sebagai berikut :
Bakteri : Pseudomonas, Caulobacter, Nevskia, Hyphomicrobium,
Achromobacter, Flavobacterium, Alcaligenes, Micrococcus
Cyanobacteria : Aphanizomenon, Anabaena, Microcyztis
Fungi : Cladosporium
Alga : Chromulina,, Botrydiopsis, Navicula, Nautococcus
Protozoa : Difflugia, Vorticella, Arcella, Acineta
Komposisi mikroba dalam air tawar akan berbeda-beda. Populasi mikroba
di danau lebih banyak dipelajari daripada di sungai. Mikroba yang banyak
dijumpai, yaitu anggota genera Achromobacter, Flavobacterium, Brevibacterium,
Micrococcus, Bacillus, Pseudomonas, Nocardia, Streptomyces, Micromonospora,
Cytophaga, Spirillum, Vibrio. Bakteri autotrofik umumnya autochthonous dan
mempunyai peran penting dalam siklus nutrient. Mikroba kemolitotrofik
memainkan peran penting dalam siklus N, S, dan Fe (Nitrobacter, Nitrosomonas,
Thiobacillus).
Distribusi vertikal populasi bakteri tergantung : penetrasi cahaya,
temperatur dan kandungan O2 terlarut. Autochthonous di daerah permukaan dan
allochthonous di daerah bentik. Contoh Cyanobacteria banyak dijumpai di
permukaan, Thiobacillus di daerah sedimen. Autochthonous fotoautotrofik spt.
Chlorobiaceae, Chromatiaceae, menempati daerah yang lebih dalam karena
tekanan O2 berkurang, H2S ada dan penetrasi masih cukup. Populasi bakteri
heterotrofik terdistribusi di seluruh badan air tetapi biasanya mencapai maksimum
dekat termoklin dan dekat dasar, dimana konsentrasi bahan organik tinggi. Alga
mrpk anggota autochthonous penting di ekosistem air tawar sebagai fitoplankton.
Protozoa adalah pemakan fitoplankton dan bakteri. Allochthonous
mikroorganisme umumnya berasal dari daratan yang terbawa lewat erosi dan
banjir.
Berdasarkan laju aliran airnya, habitat mikroba air tawar dibagi kembali
kedalam habitat air tenang (danau, rawa, kolam) atau lentik dan habitat air
mengalir (sungai) atau lotik.
a. Habitat rawa
Rawa merupakan lingkungan akuatik dangkal yang didominasi oleh
tumbuhan. Biasanya terbentuk dari danau yang secara perlahan-lahan
tersedimentasi oleh liat dan sisa-sisa tumbuhan. Produksi primer tinggi, kondisi
anaerob di lapisan sedimen atas menghalangi laju dekomposisi bahan organik,
sehingga ditemui banyak humus sebagai akumulasi material tumbuhan. Kondisi
anaerob dan asam merupakan bagian dari rendahnya recycling.
b. Habitat danau
Terbagi menjadi 3 lapisan : zona litoral, zona limnetik, zona profundal.
Dua zona pertama merupakan zona eufotik (aktivitas fotosintetik berlangsung).
Zona litoral sebagian terendam air, didominasi tanaman air, merupakan tempat
perlekatan alga berfilamen atau epifitik. Zona limnetik, didominasi produser
primer dan alga planktonik. Kedalaman kompensasi yaitu kedalaman terendah
dari penetrasi cahaya dimana aktivitas fotosintetik seimbang dengan aktivitas
respirasi. Organisme zona profundal didominasi oleh produser sekunder.
Pembagian habitat danau berdasar produktivitas dan konsentrasi nutrien :
Oligotrofik (memiliki konsentrasi nutrien rendah).
Ciri : dalam, memiliki hipolimnion yang lebih luas dari epilimnion, produktivitas
primer relatif rendah.
Eutrofik (memiliki konsentrasi nutrien tinggi).
Ciri: lebih dangkal daripada danau Oligotrofik, laju produktivitas primer tinggi.
Konsentrasi O2 biasanya rendah daripada di oligotrofik karena dekomposisi
aerobik nutrien organik yg ekstensif
c. Habitat sungai
Sungai ditandai dengan air yg mengalir, Memiliki zona air deras (dangkal)
dan air tenang (dalam). Kebanyakan mikroba menempel pada permukaan substrat
(batuan). Sungai banyak menerima limpahan limbah industri, pertanian dan rumah
tangga (senyawa organik, kimia) hal ini menyebabkan komposisi mikroba dekat
pengeluaran limbah, daerah hulu dan hilir akan berbeda.
2. Habitat laut
Lautan menempati 71% permukaan bumi, kedalaman rata-rata 4.000 m
dan kedalaman maksimum 11.000 m. Daerah pertemuan antara air tawar dan air
laut (Estuarin) memiliki produktivitas lebih tinggi daripada kedua lingkungan
tersebut. Komposisi dan aktivitas komunitas mikroba laut. Daerah pelagik
merupakan lingkungan yg unik buat makro dan mikroorganisme karena tanpa
tumbuhan tingkat tinggi, semua produksi primer dilakukan oleh alga mikroskopis
dan bakteri. Jumlah mikroba relatif tinggi di daerah dekat pantai, upwelling dan
estuaria tetapi di daerah pelagik turun drastis (1-100/ml). Jumlah populasi
mikroba cukup tinggi pd beberapa cm sedimen laut (107 – 108 /g), karena
melimpahnya nutrien di daerah tersebut. Mikroba laut ditandai dengan
kemampuan tumbuh pada salinitas 20 – 40 ppt, dan yang benar-benar asli laut
mampu mentoleransi salinitas > 33 ppt. Bakteri laut tdk akan tumbuh tanpa
adanya NaCl, krn memerlukan ion-ion utk menjaga fungsi membran. Na dan Cl
diperlukan untuk transport aktif . Beberapa bakteri laut memiliki membran
berlapis menyelubungi selnya. Apabila didedahkan pada air tawar akan merusak
lapisan membran dan sel mati.
Di laut dalam, bakteri teradaptasi dengan temperatur rendah (psikrofilik)
dan tekanan air tinggi (barotoleran). Kebanyakan bakteri laut adalah G+ dan motil,
aerob atau fakultatif anaerob. Populasi bakteri proteolitik tinggi dibandingkan
dangan yang di lingkungan air tawar atau tanah. Terutama dari generasi
Pseudomonas, Vibrio, Flavobacterium. Bakteri kemolitotrofik yang terlibat dalam
siklus N adl Nitrococcus, Nitrosomonas, Nitrospira, Nitrococcus, Nitrobacter.
Fungi laut juga memerlukan NaCl untuk tumbuhnya dan toleran garam
(Labyrinthula) Yeast : Candida, Torulopsis, Cryptococcus, Trichosporon,
Saccharomyces, Rhodotorula. Alga laut memiliki peran penting dalam suplai
karbon, terutama anggota: Chlorophycophyta, Euglenophycophyta,
Phaeophycophyta, Chrysophycophyta, Cryptophycophyta, Pyrrophycophyta,
Rhodophycophyta. Yang paling khas alga laut adalah Phaeophycophyta (alga
coklat)
Keberadaan mikroba dalam air mempunyai beberapa dampak positif bagi
kehidupan diantaranya yaitu sebagai berikut :
1. Fitoplankton & zooplankton menyuburkan perairan, sebagai makanan utama
ikan (Chlorella, Scenedesmus, Hydrodictyon, Pinnularia, Tabellaria, Synedra)
2. Banyak fungi dan bakteri sebagai dekomposer/degrader dan pendetoksifikasi
bahan beracun
3. Aerator perairan, menambah O2 melalui fotosintesis oleh mikroalga
4. Hasil perombakan bahan oleh mikroba dimanfaatkan oleh jasad lain
Selain dampak positif yang dihasilkan, keberadaan mikroba di perairan juga
mempunyai dampak negatif diantaranya yaitu:
1. Mikroba penyebab penyakit : Salmonella (tifus/paratifus), Shigella (disentri),
Vibrio (kolera), Entamoeba (disentri amuba), Ascaris (p. cacing)
2. Mikroba penghasil toksin berbahaya : Clostridium, Pseudomonas, Salmonella,
Staphylococcus, Anabaena, Microcystis
3. Penyebab air berwarna. Bakteri besi Crenothrix, Sphaerotilus mengoksidasi
senyawa ferro menjadi ferri
4. Penyebab air berbau, karena adanya bakteri belerang Thiobacillus,
Chromatium yang mereduksi senyawa sulfat menjadi H2S
5. Badan dan warna air berwarna hijau, biru-hijau atau warna lain sesuai dengan
warna mikroalga (blooming alga). Penyebab Anabaena, Microcystis
D. Mikroba Dalam Tubuh Manusia
Bakteri dapat ditemukan di dalam tubuh manusia, terutama di dalam
saluran pencernaan. Jumlah total sel bakteri yang barada di dalam tubuh manusia
bahkan lebih dari jumlah total sel tubuh manusia itu sendiri, yaitu lebih banyak
sekitar 10 kali lipat. Oleh karena itu, kolonisasi bakteri sangatlah mempengaruhi
kondisi tubuh manusia.
Terdapat beragam jenis bakteri yang mampu menghabitasi daerah saluran
pencernaan manusia, terutama pada usus besar. Kelompok bakteri yang
mendominasi usus besar manusia pada umumnya adalah bakteri asam laktat yang
merupakan bakteri gram positif dan kelompok enterobacter yang merupakan
bakteri gram negatif. Mikroorganisme ini hidup secara anaerobik dan mampu
melekat pada permukaan saluran pencernaan manusia. Contoh bakteri yang biasa
ditemukan adalah Lactobacillus acidophilus. Beberapa jenis bakteri yang hidup
di dalam saluran pencernaan ini tidak hanya menyerap nutrisi, tetapi juga berperan
dalam menjaga kesehatan saluran pencernaan dan meningkatkan imunitas tubuh.
Terdapat sekelompok bakteri menguntungkan yang mampu menunjang kesehatan
dan bahkan mampu mencegah terbentuknya kanker usus besar. Kelompok bakteri
ini termasuk dalam kelompok bakteri probiotik.
Selain di dalam saluran pencernaan, bakteri juga dapat ditemukan di
permukaan kulit, mata, mulut, dan kaki manusia. Pada permukaan kulit saja,
diperkirakan terdapat 500 jenis bakteri yang hidup disana. Di dalam mulut dan
kaki manusia terdapat kelompok bakteri yang dikenal dengan nama metilotrof.
Kelompok bakteri ini mampu menggunakan senyawa berkarbon tunggal, seperti
metanol dan metilamin, untuk menyokong pertumbuhannya. Di dalam rongga
mulut, bakteri ini menggunakan senyawa dimetil sulfida yang berperan dalam
menyebabkan bau pada mulut manusia. Contoh bakteri yang termasuk dalam
golongan ini adalah Methylobacterium extorquens.
E. Mikroba Dalam Bahan Makanan
Suatu kelompok mikrobia yang terdapat di dalam suatu makanan dapat
tumbuh subur, tetap dominan, atau mati sangatlah bergantung kepada beberapa
faktor penyebab. Suatu mikrobia dikatakan dominan, apabila keadaan mikrobia
tersebut tidak mati dan juga tidak dapat tumbuh karena tidak melakukan
metabolisme. Adapun beberapa faktor penyebab tersebut dapat dibedakan atas
beberapa kelompok, yaitu: faktor intrinsik, faktor pengolahan, faktor ekstrinsik,
faktor implisit, dan faktor makanan.
1. faktor intrinsik (sifat bahan pangan).
Faktor ini merupakan semua faktor yang mempemgaruhi populasi
mikrobia yang berasal dari bahan makanan. Faktor ini dapat meliputi sifat kimia
atau komposisi, sifat fisik, dan struktur makanan. Diantara faktor teresebut
meliputi komposisi nutrien, pH, potensial redoks, adanya bahan pengawet alami
atau tambahan, dan lain sebagainya. Dalam hal ini misalnya adanya suatu
mikrobia yang dominan terdapat di dalam bahan makanan berupa daging akan
berbeda dengan jenis mikrobia yang dominan terdapat pada bahan makanan dari
sayuran dan buah-buahan, karena kedua kelompok bahan makanan tersebut
mempunyai nilai pH, potensial redoks dan sifat-sifat yang berbeda.
2. faktor pengolahan
Pada bahan makanan olahan, jumlah dan jenis mikrobia yang dominan
selain dipengaruhi oleh proses pengolahan atau pengawetan yang diterapkan
terhadap makanan tersebut. Proses pemanasan dan iradiasi dapat membunuh
mikroba, terutama pada mikroba yang tidak tahan panas. Sedangkan perlakuan
pengolahan lainnya mungkin hanya memperlambat kecepatan pertumbuhan
mikrobia. Bahan pangan yang telah diawetkan dengan garam cenderung tercemar
oleh bakteri halofilik dan khamir, sedangkan bahan pangan dengan kadar gula
tinggi umumnya tercemar oleh mikroorganisme osmofilik toleran seperti khamir
khususnya. Bahan pangan yang diawetkan dengan menggunakan bahan-bahan
kimia pengawet seperti sulforoksida, benzoae, dan sorbat akan mengalami
kerusakan oleh pertumbuhan organisme yang tahan terhadap bahan-bahan kimia
tersebut. Khamir Sacharomyces bacilii dan Candida krusei tercatat sebagai jenis
khamir yang tahan terhadap kadar benzoat dan sorbat yang cukup tinggi.
3. Faktor ekstrinsik (lingkungan)
Bahan pangan segar atau produk makanan olahan yang tidak langsung
dikonsumsi memerlukan tahap penyimpanan atau transpor. Faktor-faktor yang
mempengaruhi panyimpanan dan transpor seperti suhu, kelembaban dan susunan
gas, merupakan faktor ekstrinsik (lingkungan) yang mempengaruhi populasi
mikrobia yang terdapat pada makanan. Sebagai contoh, daging yang disimpan
dengan cara pendinginan di dalam wadah biasa (tanpa vakum), maka mikroba
yang akan tumbuh dominan selama penyimpanan adalah bakteri gram negatif
yang bersifat psikotrofik dan aerobik. Berdasarkan hubungan antara suhu dan
pertumbuhan, mikrobia dapat dikelompokkansebagai psikrofilik, psikrotrofik,
msofilik thermofilik atau thermofilik. Bahan pangan yang disimpan dalam suhu
almari es akan dirusak oleh spesies dari kelompok psikotrofilik dan psikotropik.
Sebagai contoh, pada daging yang disimpan pada suhu lemari es, organisme
psikofilik dan psikrotropik seperti Pseudomonas dan Proteus, menurunkan
keasaman produk melalui aktivitas proteolitiknya.
4. Faktor implicit
Barbagai mikrobia yang terdapat pada bahan makanankadang-kadang
mengakibatkan dua atau lebih jenis mikroorganisme hidup bersama saling
menguntungkan (sinergisme) atau sebaliknya yang satu merugikan pertumbuhan
jenis mikroorganisme lain (antagonisme). Misalnya, adanya suatu bakteri patogen
atau pembusuk pada makanan mungkin tidak mengakibatkan keracunan pada
orang yang menelannya atau menyebabkan kebusukan makanan tersebut, karena
metabolisme dan pertumbuhan bakteri patogen atau pembusuk tersebut diatur atau
dihambat oleh adanya mikroorganisme lain. Sebagai contoh, bakteri
Staphylococcus aureus yang terdapat pada suatu makanan akan dihambat
pertumbuhannya jika di dalam makanan tersebut terdapat kelompok bakteri lain
yang tergolong Lactobacillaceae.
5. Faktor makanan
Faktor ini mempengaruhi jumlah dan jenis mikrobia yang terdapat pada
makanan, terutama pada aktivitas air, pH, dan senyawa anti mikrobia yang
terdapat pada makanan ke dalam tiga kelompok besar sebagai berikut:
makanan yang mudah rusak, yaitu golongan makanan yang mempunyai
aktivitas air dan pH relatif tinggi (pH lebih dari 5,3). Misalnya daging, daging
ayam, ikan, dan susu.
Makanan yang agak awet, yaitu golongan makanan yang mempunyai pH
pertengahan (antara 4,5-5,3), atau mengalami proses pengawetan sehingga
nilai aktivitas airnya menjadi agak rendah (jem, jeli, susu kental manis, acar,
dan sosis fermentasi).
Bahan pangan yang awet (tahan lama penyimpanan), yaitu bmakanan yang
telah diawetkan dengan proses pengeringan sehingga nilai aktivitas airnya
rendah. Misalnya: dendeng, abon, ikan asin, dan sebagainya.
F. Mikroba Dalam Lingkungan Ekstrim
Bakteri merupakan kelompok organisme yang sangat beragam, baik dari
segi metabolisme maupun morfologi tubuh. Beberapa kelompok mikroorganisme
ini mampu hidup di lingkungan yang tidak memungkinkan organisme lain untuk
hidup. Kondisi lingkungan yang ekstrim ini menuntut adanya toleransi,
mekanisme metabolisme, dan daya tahan sel yang unik. Selain bakteri,
mikroorganisme yang termasuk dalam domain archaea juga cenderung memiliki
ketahanan sel terhadap lingkungan ekstrim. Kemampuan mikroorganisme untuk
hidup pada kondisi ekstrim dapat membawa nilai dan aplikasi di berbagai bidang
industri, seperti pangan, agrikultur, farmasi dan pengobatan, serta bioteknologi.
Sebagai contoh, Thermus aquatiqus merupakan salah satu jenis bakteri
yang hidup pada sumber air panas dengan kisaran suhu 60-80 oC.
Thermus aquatiqus, bakteri termofilik yang banyak diaplikasikan dalam
bioteknologi.
Organisme yang mampu hidup di lingkungan dengan suhu tinggi ini termasuk
dalam golongan termofilik. Kemampuan bakteri ini untuk bertahan pada suhu
tinggi disebabkan oleh stabilitas enzim, membran sel, dan makromolekul sel yang
telah teradaptasi. Enzim yang dimiliki oleh bakteri kelompok termofilik memiliki
komposisi asam amino yang berbeda dengan bakteri pada umumnya. Di samping
itu, protein yang terdapat sel memiliki ikatan hidrofobik dan ikatan ionik yang
sangat kuat. Komposisi membran selnya didominasi oleh asam lemak jenuh
sehingga bersifat lebih stabil dan fungsional pada suhu tinggi. Hal ini disebabkan
oleh kuatnya ikatan hidrofobik pada rantai asam lemak jenuh bila dibandingan
dengan asam lemak tak jenuh. Terdapat beberapa jenis enzim yang banyak
digunakan di industri yang diperoleh dari kelompok organisme termofilik, seperti
amilase, pullulanase, selulase, xilanase, kitinase, proteinase, esterase, dan alkohol
dehidrogenase.
Tidak hanya di lingkungan bersuhu tinggi, bakteri juga dapat ditemukan
pada lingkungan dengan suhu yang sangat dingin. Pseudomonas extremaustralis
ditemukan pada Antartika dengan suhu di bawah 0 oC. Bakteri ini bersifat motil
dan hidup membentuk struktur biofilm yang membantunya dalam menghadapi
kondisi ekstrim. Contoh bakteri lainnya yang dapat hidup di suhu rendah adalah
Carnobacterium. Kelompok bakteri yang mampu hidup di lingkungan
bertemperatur rendah termasuk dalam golongan psikrofilik. Kemampuan bakteri
ini untuk bertahan pada kondisi temperatur rendah cukup bertolak belakang
dengan kelompok bakteri termofilik. Enzim yang disintesis memiliki struktur α-
heliks yang lebih banyak bila dibandingkan dengan struktur β-sheet. Struktur α-
heliks yang lebih fleksibel menyebabkan enzim tetap dapat bekerja walaupun
pada suhu yang rendah. Di samping itu, enzim bakteri psikrofilik harus lebih
bersifat polar dan hanya mengandung sedikit asam amino yang bersifat
hidrofobik. Selain enzim dan protein yang teradaptasi, membran sitoplasma
kelompok bakteri ini juga telah mengalami penyesuaian dengan mengandung
lebih banyak asam amino tidak jenuh.
Di samping pengaruh ekstrim temperatur, bakteri juga dapat hidup pada
berbagai lingkungan lain yang hampir tidak memungkinkan adanya kehidupan
(lingkungan steril). Halobacterium salinarum dan Halococcus sp. adalah contoh
dari bakteri yang dapat hidup pada kondisi garam (NaCl) yang sangat tinggi (15-
30%). Kelompok bakteri yang hidup optimal pada kisaran kadar garam tersebut
termasuk dalam golongan ekstrim halofil. Tedapat pula beberapa jenis bakteri
yang mampu hidup pada kadar gula tinggi (kelompok osmofil), kadar air rendah
(kelompok xerofil), derajat keasaman pH sangat tinggi, dan rendah.