Post on 12-Aug-2015
description
STATUS PASIEN BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
Nama Mahasiswa : Malinda Priskasari
NIM : 030.07.149
Dokter Pembimbing : Dr. Tri Endah S, Sp.U
IDENTITAS PASIENNama Lengkap : Tn. A Suku Bangsa : Betawi______________________________________________________________________________Umur : 79 tahun Agama : Islam______________________________________________________________________________Jenis Kelamin : Laki-laki______________________________________________________________________________Pekerjaan : tidak bekerja_____________________________________________________________________________Alamat : Jl. Batu Ampar RT 14/ RW 05 Tanggal masuk RS: 07 Desember 2012
A. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 07 Desember 2012, jam 07.30 WIB
Keluhan Utama : Sulit buang air kecil sejak 1 bulan SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik Bedah Urologi RSUD Budhi Asih dengan keluhan sulit buang
air kecil sejak 1 bulan SMRS dan dipasang kateter 16fr. Os menyangkal keluhan keluarnya darah
dan pasir saat buang air kecil, demam, mual muntah.
Sejak 1 bulan SMRS Os mengeluh sulit BAK. Os sering merasakan sulit memulai BAK
sehingga harus mengejan, menunggu lama saat permulaan BAK, merasa BAK tidak tuntas, sulit
menahan BAK, pancaran BAK lemah, menetes pada akhir BAK dan sering terbangun pada saat
tidur malam karena ingin BAK. Demam disangkal. BAB 1x sehari, warna kecoklatan, tidak
keras, tidak ada lendir dan darah. BAK 5x sehari sebanyak 1 gelas sekali BAK, warna kuning
jernih, tidak ada darah, tidak ada pasir dan tidak nyeri.
Os mengaku ia kurang minum air putih, hanya 3 gelas aqua perhari. Tidak ada riwayat
alergi obat, tidak mengkonsumsi alcohol ataupun obat-obatan terlarang. Tidak ada riwayat
kencing manis, darah tinggi, dan asam urat.
Riwayat Penyakit Dahulu
1 tahun SMRS os mengalami keluhan yang sama seperti ini. Os berobat dan dipasangkan
selang (kateter). Os selalu memakai kateter dan control ke pusdikes untuk ganti kateter setiap 2
minggu sekali. Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, stroke disangkal os.
Penyakit Dahulu (Tahun)
( - ) Cacar ( - ) Malaria ( - ) Batu Ginjal / Saluran Kemih
( + ) Cacar air ( - ) Disentri ( - ) Burut (Hernia)
( - ) Difteri ( - ) Hepatitis ( - ) Penyakit Prostat
( - ) Batuk Rejan ( - ) Tifus Abdominalis ( - ) Wasir
( + ) Campak ( - ) Skirofula ( - ) Diabetes
( - ) Influenza ( - ) Sifilis ( - ) Asma
( - ) Tonsilitis ( - ) Gonore (-)Tumor ( - ) Khorea ( - ) Hipertensi ( - ) Penyakit Pembuluh
( - ) Demam Rematik Akut ( - ) Ulkus Ventrikuli ( - ) Perdarahan Otak
( - ) Pneumonia ( - ) Ulkus Duodeni ( - ) Psikosis
( - ) Pleuritis ( - ) Gastritis ( - ) Neurosis
( - ) Tuberkulosis ( - ) Batu Empedu
Lain-lain: ( - ) Kecelakaan kerja
( -) Operasi
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami hal serupa sepertinya. Riwayat hipertensi,
diabetes melitus maupun alergi pada keluarga pasien disangkal.
ANAMNESIS SISTEM
Catatan keluhan tambahan positif disamping judul-judul yang bersangkutan
Kulit( - ) Bisul ( - ) Rambut ( - ) Keringat malam
( - ) Kuku ( - ) Kuning / Ikterus ( - ) Sianosis
( - ) Lain-lain ( - ) Petechiae
Kepala( - ) Trauma ( - ) Sakit kepala
( - ) Sinkop ( - ) Nyeri pada sinus
Mata( - ) Nyeri ( - ) Radang
( - ) Sekret ( - ) Gangguan penglihatan
( - ) Kuning / Ikterus ( - ) Ketajaman penglihatan
Telinga( - ) Nyeri ( - ) Gangguan pendengaran
( - ) Sekret ( - ) Kehilangan pendengaran
( - ) Tinitus
Hidung( - ) Trauma ( - ) Gejala penyumbatan
( - ) Nyeri ( - ) Gangguan penciuman
( - ) Sekret ( - ) Pilek
( - ) Epistaksis
Mulut( - ) Bibir kering ( - ) Lidah kotor
( - ) Gusi sariawan ( - ) Gangguan pengecap
( - ) Selaput ( - ) Stomatitis
Tenggorokan( - ) Nyeri tenggorokan ( - ) Perubahan suara
Leher( - ) Benjolan ( - ) Nyeri leher
Dada (Jantung/Paru)
( - ) Nyeri dada ( - ) Sesak nafas
( - ) Berdebar ( - ) Batuk darah
( - ) Ortopnoe ( - ) Batuk
Abdomen (Lambung/Usus)
( - ) Rasa kembung ( - ) Wasir
( - ) Mual ( - ) Mencret
( - ) Muntah ( - ) Tinja darah
( - ) Muntah darah ( - ) Tinja berwarna dempul
( - ) Sukar menelan ( - ) Tinja berwarna hitam
( - ) Nyeri ulu hati ( - ) Benjolan
( - ) Perut membesar
Saluran Kemih / Alat kelamin
( + ) Disuria ( - ) Kencing nanah
( - ) Stranguria ( - ) Kolik
( - ) Poliuria ( - ) Oliguria
( - ) Polakisuria ( - ) Anuria
( - ) Hematuria ( + ) Retensi urin
( - ) Kencing batu ( + ) Kencing menetes
( - ) Ngompol (tidak disadari)( - ) Penyakit Prostat
Saraf dan Otot
( - ) Anestesi ( - ) Sukar mengingat
( - ) Parestesi ( - ) Ataksia
( - ) Otot lemah ( - ) Hipo / hiperesthesi
( - ) Kejang ( - ) Pingsan
( - ) Afasia ( - ) Kedutan
( - ) Amnesia ( - ) Pusing (vertigo)
( - ) Lain-lain : Mialgia ( - ) Gangguan bicara (Disartri)
Ekstremitas( - ) Bengkak ( - ) Deformitas
( - ) Nyeri sendi ( - ) Sianosis
BERAT BADAN
Berat badan rata-rata (Kg) : 50 kg
Berat tertinggi (Kg) : 55 kg
Berat badan sekarang (Kg) : 50 kg
B. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan gizi : Cukup
Tanda Vital
Tekanan Darah : 140/60 mmHg
Frekuensi Nadi : 88 x/menit, reguler, isi cukup.
Frekuensi Nafas : 20x/menit , pola pernafasan normal, thorako-abdominal, tidak terlihat
penggunaan otot bantu napas.
Suhu : 36oC
Pemeriksaan Sistematik
Kepala : Normocephali, rambut hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Palpebra tidak oedem, pupil bulat isokor
Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+
Hidung: Normosepta, deformitas - , Sekret -/-
Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-)
Mukosa bibir pecah-pecah (–)
Oral hygiene baik, gigi geligi lengkap, gusi hiperemis (–)
Lidah bersih dan papilla normal
Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1, kriptus tidak melebar, detritus (–)
Telinga : Normotia
Leher : JVP 5+1 cmH2O
KGB tidak teraba membesar
Kelanjar tiroid tidak teraba membesar
Trakhea berada di tengah
Thoraks
Jantung: Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba ics V pada 2 cm linea midclavicularis sinistra
Perkusi : - Batas atas jantung pada ics III linea parasternal sinistra
- Batas kanan jantung pada linea parasternal kanan ics III-IV-V
- Batas kiri jantung ics V pada 3 cm medial linea midklavikularis
sinistra
Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : Inspeksi : simetris dalam keadaan statis dan dinamis, memar (-)
Palpasi : vocal fremitus sama kuat paru dextra dan sinistra
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi : datar, simetris
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani pada seluruh abdomen.
Auskultasi : bising usus normal 3 kali permenit
Ekstremitas
Atas : akral hangat, oedem -/-, deformitas -/-
Bawah : akral hangat, oedem -/- , deformitas -/-
C. STATUS UROLOGI
Regio Costo vertebrae angle
Inspeksi : jejas (-), tanda-tanda radang (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), massa (-), ballottement (-)
Perkusi : nyeri ketuk (-)
Regio Supra symphisis
Inspeks : warna kulit sama dengan sekitar, jejas (-), sikatriks (-), tanda-tanda radang (-)
Palpasi : nyeri tekan (+), vesika urinaria tidak teraba penuh
Perkusi : tympani
Regio Genitalia Eksterna
Penis
Inspeksi : kelainan bentuk (-), OUE letak normal, tanda radang (-), terpasang kateter
folley no 16 tahanan baik, aliran lancar, warna urin kuning tua, darah (-),
volume 200 cc/3jam.
Palpasi : nyeri tekan (-), tidak teraba massa
Scrotum
Inspeksi : pembesaran (-), tanda-tanda radang (-)
Palpasi : testis teraba kanan dan kiri, konsistensi kenyal, nyeri tekan (-)
Rectal Toucher
Inspeksi : disekitar anus massa (-), ulcerasi (-), tanda-tanda radang (-).
Rectal Toucher : tonus sphincter ani baik, ampula recti tidak kolaps, mukosa rectum licin
tidak berbenjol, teraba prostat dengan konsistensi kenyal, permukaan rata, pool atas tidak
teraba, sulcus mediana menghilang, nyeri tekan (+), BCR (+) normal, pada sarung tangan
darah (-), feces (-).
Skor Madsen
Pertanyaan
Pancaran Lemah (3)
Mengedan pada saat berkemih Ya (2)
Harus menunggu saat akan
miksi
Ya (3)
BAK terputus – putus Ya (3)
Miksi tidak lampias 1x retensi (3)
Inkontinensia 0
BAK sulit ditunda Sedang (2)
Miksi malam hari >4x (3)
BAK siang hari Setiap
1 – 2 jam sekali (2)
Total : 21 (berat)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Rutin
Tanggal 15 Oktober 2012
Hasil Pemeriksaan Nilai Normal
Hemoglobin 14,5 13.2-17.3 g/dl
Hematokrit 45 40-52 %
Trombosit 292 150 – 440 ribu/uL
Leukosit 10,5 3,8 – 10,6 ribu/uL
Protrombin Time
kontrol
Pasien
13,90
15,2
Detik
12 – 14 detik
Masa tromboplastin
Kontrol
Pasien
33,6
41,5
Detik
20 – 40 detik
SGOT 10 < 33 mU/dl
SGPT 12 < 50 mU/dl
Gula darah sewaktu 151 < 110 mg/dL
Ureum 34 17 – 49 mg/dL
kreatinin 1,62 < 1,2 mg/dL
Tanggal 16 Oktober 2012
Hasil Pemeriksaan Nilai Normal
PSA total 16,89 0,21 – 6,77 ng/mL
Tanggal 17 Oktober 2012
Hasil Pemeriksaan Nilai Normal
Natrium (Na) 145 135 – 155 mmol/L
Kalium (K) 3,7 3,6 – 5,5 mmol/L
Klorida (Cl) 111 98 – 109 mmol/L
Tanggal 06 Desember 2012
Hasil Pemeriksaan Nilai Normal
Hemoglobin 12,9 13.2-17.3 g/dl
Hematokrit 40 40-52 %
Trombosit 256 150 – 440 ribu/uL
Leukosit 8,5 3,8 – 10,6 ribu/uL
Waktu Perdarahan 3,00 1 – 6 menit
Waktu Pembekuan 13,00 5 – 15 menit
Glukosa Darah Cito 101 < 110 mg/dL
Tanggal 07 Desember 2012
Hasil Pemeriksaan Nilai Normal
Hemoglobin 11,6 13.2-17.3 g/dl
Hematokrit 34 40-52 %
Trombosit 284 150 – 440 ribu/uL
Leukosit 12,2 3,8 – 10,6 ribu/uL
Natrium (Na) 142 135 – 155 mmol/L
Kalium (K) 4,2 3,6 – 5,5 mmol/L
Klorida (Cl) 107 98 – 109 mmol/L
Thorax (PA)
Pulmo kanan dan kiri normal
Bentuk dan ukuran jantung normal, CTR<50 %
Kesan : Pulmo dan Cor normal
BNO (AP)
Tidak tampak bayangan batu yang radio opaque di dasar buli-buli
Kesan : tidak tampak kelainan
RINGKASAN
Laki-laki, 79 tahun, datang ke poliklinik RSUD Budhi Asih dengan keluhan sulit BAK sejak 1
bulan SMRS. Os sering merasakan sulit memulai BAK sehingga harus mengejan, menunggu
lama saat permulaan BAK, merasa BAK tidak tuntas, sulit menahan BAK, pancaran BAK
lemah, menetes pada akhir BAK dan sering terbangun pada saat tidur malam karena ingin BAK.
Demam disangkal. BAK 5x sehari sebanyak 1 gelas sekali BAK, warna kuning jernih, tidak ada
darah, tidak ada pasir dan tidak nyeri. Pemeriksaan fisik didapatkan hasil tekanan darah 140/60
mmHg, nadi 88 x/menit, nafas 20x/menit, suhu 36oC. Pada pemeriksan status urologi regio
suprasimfisis terdapat nyeri tekan (+). Hasil pemeriksaan penunjang didapatkan leukosit 12,2
ribu/uL dan PSA total 16,89 ng/mL.
DIAGNOSIS KERJA DAN DASAR DIAGNOSIS
Benign Prostat Hiperplasia
Dasar diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium
Pasien pria dengan usia 79 tahun
Sulit BAK sejak 1 bulan SMRS
Sulit memulai BAK sehingga harus mengejan
Menunggu lama saat permulaan BAK
Merasa BAK tidak tuntas
Sulit menahan BAK
Pancaran BAK lemah
Menetes pada akhir BAK
Sering terbangun pada saat tidur malam karena ingin BAK
1 tahun yang lalu pasien pernah mengalami hal serupa yakni sulit buang air kecil
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada region suprasimfisis
Pada rectal toucher pool atas prostat tidak teraba yang menunjukkan adanya
kemungkinan pembesaran prostat
PSA meningkat
DIAGNOSIS BANDING
Striktur Urethra
- Dasar yang mendukung : sulit BAK, memerlukan waktu untuk menunggu urin keluar dan
mengedan untuk mengeluarkan urinnya. Pancaran urin lemah. Ada rasa ridak puas
setelah berkemih.
- Dasar yang tidak mendukung : tidak ada pancaran urin bercabang
Karsinoma prostat
- Dasar yang mendukung : usia diatas 50 tahun, BAK tersendat, memerlukan waktu
untuk menunggu urin keluar dan mengedan untuk mengeluarkan urinnya, setelah urin
keluar pancarannya lemah dan kecil. Ada rasa tidak puas setelah berkemih.
- Dasar yang tidak mendukung : Pada karsinoma prostat terdapat metastasis ke tulang yang
menimbulkan rasa nyeri tekan pada daerah tulang yang terkena metastasis. Disertai
pembesaran kelenjar limfe inguinal. Pada pemeriksaan rectal toucher tidak ditemukan
perabaan prostat yang konsistensinya keras, asimetris dan bernodul-nodul.
PEMERIKSAAN ANJURAN
- Urinalisa : untuk melihat keadaan urin baik makroskopik maupun mikroskopik. Untuk
mengetahui apakah ada infeksi saluran kemih
- Uretroskopi : untuk menyingkirkan Diagnosis Banding striktur uretra.
- Ultrasonografi secara transabdominal atau transrectal (TRUS): untuk mengetahui
pembesaran prostat dan mengukur sisa urin/volume buli
- Biopsi prostat: untuk menyingkirkan DD karsinoma prostat
RENCANA PENGELOLAAN
Non medikamentosa:
Perbanyak minum air putih
Banyak makan makanan berserat
Hindari mengankat barang berat
Medikamentosa:
Antibiotik broad spectrum
Analgetik
Pencahar
PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Laporan Operasi
Tanggal: 07 Desember 2012
Nama operator: dr. Tri Endah, Sp.U / dr. Taufik
D/ sebelum operasi: Retensi urin e.c BPH
D/ post operasi: Retensi urin e.c BPH
Nama/macam operasi: TURP
Laporan Operasi:
Pasien posisi litotomi dalam anestesi spinal
A dan antisepsis di daerah operasi dan sekitarnya
Dilakukan sistoskopi: tampak mukosa buli tidak hiperemis, trabekulasi berat, sakulasi (+), divertikel (-), massa (-), batu (-), muara ureter kanan dan kiri normal, vero muntanum dalam batas normal, kissing lobe prostat 1-1 cm
Dilakukan TURP prostat
Chip dievakuasi
Perdarahan dirawat
Pasang FC 24 fr 3 way, balon 50 cc, fraksi (+), drip NaCl 0,9%
Operasi selesai
Instruksi post-op:
Awasi tanda vital
Cek DPL dan elektrolit
Bed rest
Diet bebas
Terapi:
Cefoperazone sulbactam 2 x 1 gr IV
Kaltrofen Supp 2 x 1
FOLLOW UP
Hari ke 1
8 Desember 2012
Subject:
Sedikit nyeri di ujung kemaluan. Nyeri perut bawah tidak ada. Tidak ada pusing, mual dan muntah. BAB 1x.
Object:
Kesadaran : compos mentis
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Tekanan darah: 130/80 mmHg
Nadi : 84x/menit
Suhu : 360C
Pernafasan : 24x/menit
Abdomen : datar, supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), bising usus (+) 3x/menit
Ekstrimitas : akral hangat, edema tidak ada
Jumlah urin pada urine bag: 1500cc (dari malam hingga pagi hari), warna jernih
Assesment:
Post TUR-P H+1
Planning:
Aff fraksi
Bed rest
Cefoperazone sulbactam 2 x 1 gr IV
Kaltrofen Supp 2 x 1
FOLLOW UP
Hari ke 2
9 Desember 2012
Subject:
Tidak ada keluhan
Object:
Kesadaran : compos mentis
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Tekanan darah: 130/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Suhu : 360C
Pernafasan : 20x/menit
Abdomen : datar, supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), bising usus (+) 3x/menit
Ekstrimitas : akral hangat, edema tidak ada
Jumlah urin pada urine bag: 500cc (dari malam hingga pagi hari), warna jernih
Assesment:
Post TUR-P H+2
Planning:
Mobilisasi
Cefoperazone sulbactam 2 x 1 gr IV
Kaltrofen Supp 2 x 1
FOLLOW UP
Hari ke 3
10 Desember 2012
Subject:
Tidak ada keluhan
Object:
Kesadaran : compos mentis
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Tekanan darah: 130/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Suhu : 360C
Pernafasan : 20x/menit
Abdomen : datar, supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), bising usus (+) 3x/menit
Ekstrimitas : akral hangat, edema tidak ada
Jumlah urin pada urine bag: 500cc (dari malam hingga pagi hari), warna jernih
Assesment:
Post TUR-P H+3
Planning
Aff kateter
Boleh Pulang
Hytrin 1 x 2 mg
Nonflamin 3 x 1 tab
TINJAUAN PUSTAKA
HIPERPLASIA PROSTAT BENIGNA
ANATOMI KELENJAR PROSTAT
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli – buli, di depan
rectum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran 4 x 3 x
2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram. Kelenjar ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan
glandular yang terbagi dalam beberapa daerah atau zona, yaitu zona perifer, zona sentral, zona
transisional, zona prepostatik sfingter, dan zona anterior. Secara histopatologik kelenjar prostat
terdiri atas komponen kelenjar dan stroma. Komponen stroma ini terdiri atas otot polos,
fibroblast, pembuluh darah, saraf, dan jaringan penyanggah yang lain.
Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan
ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior untuk
kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan
prostat merupakan ± 25% dari seluruh volume ejakulat.
Prostat mendapatkan inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari pleksus
prostatikus. Pleksus prostatikus ( pleksus pelvikus ) menerima masukan serabut parasimpatik
dari korda spinalis S2-4 dan simpatik dari nervus hipogastrikus ( T10-L2 ). Stimulasi parasimpatik
meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan
pengeluaran cairan prostat ke dalam uretra posterior, seperti pada saat ejakulasi. Sistem simpatik
memberikan inervasi pada otot polos prostat, kapsula prostat, dan leher buli – buli. Di tempat –
tempat itu banyak terdapat reseptor adrenergik – α. Rangsangan simpatik menyebabkan
dipertahankan tonus otot polos tersebut.
Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel –
sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestoteron ( DHT )
dengan bantuan enzim 5α – reduktase. Dihidrotestoteron inilah yang secara langsung memacu m
– RNA di dalam sel – sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu
pertumbuhan kelenjar prostat.
Jika kelenjar ini mengalami hiperplasi jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat
membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih.
Aliran urin dengan BPH Aliran urin normal
ETIOLOGI
BPH terjadi karena proliferasi stroma dan epithelial dari glandula prostat yang sering
didapatkan gejala voiding.
Dengan bertambahnya usia, akan terjadi perubahan testosteron estrogen karena produksi
testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di
perifer.
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hyperplasia
prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan
peningkatan kadar dihidrotestosteron ( DHT ) dan proses aging ( menjadi tua ). Beberapa
hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah :
1. Teori dihidrotestosteron
2. adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
3. interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat
4. berkurangnya kematian sel ( apoptosis )
5. teori stem sel
1. Teori Dihidrotestosteron
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel – sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosterone di dalam sel prostat oleh
enzim 5α- reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan
dengan reseptor androgen ( RA ) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan
selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda
dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5α- reduktase
dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan BPH lebih
sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan
prostat normal.
2. Ketidakseimbangan Antara Estrogen – testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen relatif
tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosteron relatif meningkat. Telah diketahui
bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel – sel kelenjar
prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel – sel prostat terhadap rangsangan hormon
androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen dan menurunkan jumlah kematian sel –
sel prostat ( apoptosis ). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan
terbentuknya sel –sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel – sel prostat
yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat menjadi lebih
besar.
3. Interaksi Stroma – Epitel
Cunha ( 1973 ) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat
secara tidak langsung dikontrol oleh sel – sel stroma melalui suatu mediator ( growth factor )
tertentu. Setelah sel – sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel – sel
stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel – sel epitel
secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel – sel epitel maupun sel
stroma.
4. Berkurangnya Kematian Sel Prostat
Program kematian sel ( apoptosis ) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologi untuk
mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan
fragmentasi sel yang selanjutnya sel –sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh
sel – sel di sekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.
Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian
sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah
sel – sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel –
sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel – sel prostat secara
keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat.
5. Teori Sel Stem
Untuk mengganti sel – sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel – sel baru.
Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan
berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormon
androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi,
menyebabkan terjadinya apoptosis. terjadinya proliferasi sel – sel pada BPH dipostulasikan
sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel
stroma atau sel epitel.
PATOFISIOLOGI
Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi serta iritasi. Gejala dan tanda obstruksi
saluran kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi, miksi terputus, menetes
pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi lemah dan rasa belum puas sehabis miksi. Gejala
iritasi disebabkan hipersensitivitas otot detrusor berarti bertambahnya frekuensi miksi, nokturia,
miksi sulit ditahan dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi cukup
kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus – putus. Gejala iritasi
terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran miksi atau
pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih sehingga vesika sering
berkontraksi meskipun belum penuh. Gejala dan tanda ini diberi skor untuk menentukan berat
keluhan klinis.
Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir
miksi masih di dalam kandung kemih dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan
ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi kemacetan total sehingga penderita tidak mampu lagi
miksi. Karena produksi urin terus terjadi, pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung
urin sehingga tekanan intra vesika terus meningkat. Apabila tekanan vesika menjadi menjadi
lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi
kronik menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses
kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. pada waktu miksi, penderita harus selalu
mengedan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid.
Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung kemih.
Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula
menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks, dapat terjadi pielonefritis.
Hiperplasia Prostat
↓
Penyempitan lumen uretra posterior
↓
Tekanan intravesikal ↑
Buli – buli Ginjal dan ureter
- Hipertrofi otot detrusor - Refluks vesiko-ureter
- Trabekulasi - Hidroureter
- selula - Hidronefrosis
- divertikel buli – buli - Pionefrosis pilonefritis
- Gagal ginjal
GEJALA KLINIS
Biasanya gejala – gejala pembesaran prostat jinak, dikenal sebagai Lower Urinary Tract
Symptoms ( LUTS ), dan dapat dibedakan menjadi :
1. Gejala iritatif
Frekuensi : sering miksi
Frekuensi terutama terjadi pada malam hari ( nokturia ) karena hambatan normal
dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama tidur.
Nokturia : terbangun untuk miksi pada malam hari
Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap
miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.
Urgensi : perasaan miksi yang sangat mendesak
Disuria: nyeri pada saat miksi
Urgensi dan disuria jarang terjadi, jika ada disebabkan oleh ketidaksatabilan
detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter.
2. Gejala obstuktif
Pancaran melemah
Rasa tidak lampias sehabis miksi
Terminal dribbling : menetes setelah miksi
Terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi terjadi karena jumlah
residu urin yang banyak dalam buli – buli.
Hesitancy : bila mau miksi harus menunggu lama
Terjadi karena detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melawan
resistensi uretra.
Straining : harus mengedan jika miksi
Intermittency : kencing terputus – putus
Terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi uretra sampai akhir miksi
Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen
karena overflow.
Keluhan ini biasanya disusun dalam bentuk score symptom. Terdapat beberapa jenis
klasifikasi yang dapat digunakan untuk membantu diagnosis dan menentukan tingkat beratnya
penyakit, diantaranya adalah score internasional gejala-gejala prostat WHO ( Internasional
Prostate Symptom Score, IPSS) dan score Madsen Iversen.
Skor Madsen – Iversen dalam bahasa Indonesia
Pertanyaan 0 1 2 3 4
Pancaran Normal Berubah –
ubah
Lemah Menetes
Mengedan
pada saat
berkemih
Tidak Ya
Harus
menunggu
saat akan
miksi
Tidak Ya
BAK
terputus –
putus
Tidak Ya
Miksi tidak
lampias
Tidak tahu Berubah –
ubah
Tidak
lampias
1x retensi > 1x retensi
Inkontinensia Ya
BAK sulit
ditunda
Tidak ada Ringan Sedang Berat
Miksi malam
hari
0 – 1 2 3-4 >4
BAK siang
hari
> 3 jam
sekali
Setiap
2 – 3 jam
sekali
Setiap
1 – 2 jam
sekali
< 1 jam
sekali
Skor Internasional gejala – gejala prostat WHO
( Internasional Prostate Symptom Score, IPSS )
Keluhan pada bulan
terakhir
Tidak
sama
sekali< 1 - 5x
> 5 - <
15x
15x > 15x Hampir
selalu
Adakah anda merasa buli –
buli tidak kosong setelah
BAK
0
Berapa anda hendak BAK
lagi dalam waktu 2 jam
setelah BAK
0 1 2 3 4 5
Berapa kali terjadi air kencing
berhenti sewaktu BAK
0 1 2 3 4 5
Berapa kali anda tidak dapat
menahan keinginan BAK
0 1 2 3 4 5
Berapa kali arus air seni
lemah sekali sewaktu BAK
0 1 2 3 4 5
Berapa kali terjadi anda
mengalami kesulitan memulai
BAK (harus mengejan)
0 1 2 3 4 5
Berapa kali anda bangun
untuk BAK diwaktu malam
0 1x 2x 3 x 4 x 5 x
Andaikata hal yang anda
alami sekarang akan tetap
berlangsung seumur hidup,
bagaimana perasaan anda
Sangat
senang
Cukup
senang
Biasa
saja
Agak
tidak
senang
Tidak
menyen
angkan
Sangat
tidak
menyen
angkan
Jumlah nilai :
0 = baik sekali
1 = baik
2 = kurang baik
3 = kurang
4 = buruk
5 = buruk sekali
Sistem skoring I-PSS terdiri dari tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan
miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap
pertanyaan dihubungkan dengan keluhan miksi diberi nilai dari 0 sampai dengan 5, sedangkan
keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1 sampai 7.
Dari skor I-PSS dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu (1) ringan :
skor 0-7, (2) sedang : skor 8-19, (3) berat : skor 20-35.
Mild or No Symptoms. Skor IPSS 7 atau di bawah 7, pada umumnya memilih watchfull
waiting sekalipun prostat mereka membesar. Perlu diingat, bagaimanapun obstruksi traktus
urinaria dapat memperlihatkan pembesaran prostat sekalipun tidak mempunyai gejala, maka ada
beberapa resiko dengan pilihan ini, walaupun itu kecil.
PEMERIKSAAN KLINIS
1. Pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination ( DRE )
Merupakan pemeriksaan yang sangat penting, DRE dapat memberikan gambaran tonus
sfingter ani, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan tentu
saja meraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :
- Konsistensi pada pembesaran prostat kenyal
- Adakah asimetri
- Adakah nodul pada prostat
- Apakah batas atas dapat diraba dan apabila batas atas masih
dapat diraba biasanya besar prostat diperkirakan < 60 gr.
Pada BPH akan ditemukan prostat yang lebih besar dari normal atau normal ( ingat
tidak ada korelasi antara besar prostat dengan obstruksi yang ditimbulkannya ),
permukaan licin dan konsistensi kenyal.
Pada akut retensi, buli-buli penuh ( ditemukan massa supra pubis ) yang nyeri dan
pekak pada perkusi.
Derajat berat hipertrofi prostat berdasarkan gambaran klinis
Derajat Colok Dubur Sisa Volume Urin
I Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba < 50 ml
II Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat dicapai 50 – 100 ml
III Batas atas prostat tidak dapat diraba > 100 ml
IV Retensi urin total
2. Derajat berat obstruksi
Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin setelah miksi
spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat keluar dengan
kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih
setelah miksi. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas untuk indikasi
melakukan intervensi pada hipertrofi prostat.
Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan mengukur pancaran urin pada waktu
miksi, yang disebut uroflowmetri.
Angka normal pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/detik dan pancaran maksimal sampai
sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, pancaran menurun antara 6 – 8 ml/detik, sedangkan
maksimal pancaran menjadi 15 ml/detik atau kurang.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel
leukosit, bakteri, dan infeksi. Bila terdapat hematuria, harus diperhatikan etiologi lain seperti
keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat
menyebabkan hematuria.
Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal
dan status metabolik.
Pemeriksaan Prostat Spesifik Antigen ( PSA ) dilakukan sebagai dasar penentuan
perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu
biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4 – 10 ng/ml, hitunglah Prostate Spesifik Antigen Density
( PSAD ) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD ≥ 0,15 maka sebaiknya
dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml.
2. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen, pielografi intra vena, USG
dan sistoskopi. Tujuan pemeriksaan pencitraan ini adalah untuk memperkirakan volume
BPH, menentukan derajat disfungsi buli - buli dan volume residu urin, dan mencari kelainan
patologi lain, baik yang berhubungan maupun tidak dengan BPH.
Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau
buli – buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastasis dari keganasan
prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal.
Dari pielografi intra vena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis
dan hidroureter, fish hook appearance ( gambaran ureter berbelok-belok di vesica ),
indentansi pada dasar buli – buli, divertikel, residu urin, atau filling defect di vesica.
Cara pencitraan yang lain ialah pemeriksaan USG. Cara pemeriksaan ini untuk prostat
hipertrofi dianggap sebagai pemeriksaan yang baik oleh karena ketepatannya dalam
mendeteksi pembesaran prostat, tidak adanya bahaya radiasi dan juga relatif murah.
Pemeriksaan USG dapat dilakukan secara trans abdominal atau transrektal ( TRUS = Trans
Rectal Ultrasonografi ). TRUS dianggap lebih baik untuk pemeriksaan kelenjar prostat
apalagi bila menggunakan transducer yang ’biplane’. Selain untuk mengetahui adanya
pembesaran prostat pemeriksaan USG dapat pula mendeteksi volume buli, mengukur sisa
urin, dan patologi lain seperti divertikel, tumor buli yang besar, batu buli. TRUS dapat pula
mengukur besarnya prostat yang diperlukan untuk menentukan jenis terapi yang tepat yaitu
apabila besarnya lebih dari 60 gr digolongkan besar sehingga kalau akan dilakukan operasi
dipilih operasi buka. Perkiraan besarnya prostat dapat pula dilakukan dengan USG
suprapubik atau trans urethral tetapi cara transuretral dianggap terlalu invasif. Pengukuran
volume prostat sering disebut volumetri dan biasanya memakai rumus volume = 0,52 x d1 x
d2 x d3, bila kita anggap bahwa bentuk prostatelipsoid dan d adalah jarak panjang, lebar
( pada potongan transversal ), dan panjang prostat adalah potongan sagital. Dari USG dapat
diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu urin, batu ginjal,
divertikulum atau tumor buli – buli.
3. Sistoskopi
Sistoskopi sebaiknya dilakukan pada anamnesa ditemukan adanya hematuri atau pada
pemeriksaan urin ditemukan adanya mikrohematuri, untuk mengetahui adanya kemungkinan
tumor di dalam vesica atau sumber perdarahan dari atas yang dapat dilihat apabila darah
datang dari muara ureter, atau adanya batu kecil yang radiolusent di dalam vesica. Selain itu
sistoskopi dapat juga memberi keterangan mengenai besar prostat dengan mengukur panjang
uretra pars prostatika dan melihat penonjolan prostat kedalam uretra.
4. CT – Scan atau MRI
Pencitraan dengan CT – Scaning dan Magnetic Resonance Imaging / MRI dalam praktek
jarang dipakai karena cara pemeriksaan ini mahal dan keterangan yang diperoleh tidak terlalu
banyak dibandingkan cara lain.
DIAGNOSIS BANDING
Proses miksi bergantung pada kekuatan kontraksi detrusor, elastisitas leher kandung
kemih dengan tonus ototnya dan resistensi uretra. Setiap kesulitan miksi disebabkan oleh salah
satu dari ketiga faktor tersebut. Kelemahan detrusor dapat disebabkan oleh kelainan saraf
( kandung kemih neurologik ), misalnya pada lesi medula spinalis, neuropatia diabetes, bedah
radikal yang mengorbankan persarafan di daerah pelvis, penggunaan obat penenang, obat
penghambat reseptor ganglion da parasimpatolitik. Kekakuan leher vesika disebabkan oleh
proses fibrosis, sedangkan resistensi uretra disebabkan oleh pembesaran prostat jinak atau ganas,
tumor di leher kandung kemih, batu di uretra atau striktur uretra. Kelainan tersebut dapat dilihat
dengan sistokopi.
PENATALAKSANAAN
Penderita datang ke dokter bila hipertrofi prostat telah memberikan keluhan klinis.
Derajat berat gejala klinis dibagi menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur
dan sisa volume urin.
WHO menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut
WHO PSS ( WHO Prostate Symptom Score ). Skor ini dihitung berdasarkan jawaban penderita
atas delapan pertanyaan mengenai miksi.
Terapi nonbedah dilakukan jika WHO PSS tetap di bawah 15. Untuk itu dianjurkan
melakukan kontrol dengan menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25
ke atas atau bila timbul obstruksi.
Di dalam praktek pembagian besar prostat derajat I – IV digunakan untuk menentukan
cara penanganan.
DERAJAT I
Belum memerlukan tindak bedah, diberikan tindakan konservatif, misalnya dengan penghambat
adrenoreseptor alfa seperti alfazosin, prazosin dan terazosin. Keuntungan obat penghambat
adrenoreseptor alfa ialah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses
hiperplasia prostat sedikit pun. Kekurangannya ialah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian
lama.
DERAJAT II
Merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan. Biasanya dianjurkan reseksi endoskopik
melalui uretra ( trans urethral resection = TUR ). Mortalitas TUR sekitar 1% dan morbiditas
sekitar 8%. Kadang derajat dua dapat dicoba dengan pengobatan konservatif.
DERAJAT III
Reseksi endoskopik dapat dikerjakan oleh pembedah yang cukup berpengalaman. Apabila
diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu jam,
sebaiknya dilakukan pembedahan.
Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui transvesikal, retropubik atau perineal. Pada
operasi melalui kandung kemih dibuat sayatan perut bagian bawah menurut pfannenstiel ;
kemudian prostat dienukleasi dari dalam simpainya. Keuntungan teknik ini adalah dapat
sekaligus untuk mengangkat batu buli – buli atau divertikelektomi apabila ada divertikulum yang
cukup besar. Cara pembedahan retropubik menurut milin dikerjakan melalui sayatan kulit
pfannenstiel dengan membuka kandung kemih, kemudian prostat dienukleasi. Cara ini
mempunyai keunggulan yaitu tanpa membuka kandung kemih sehingga pemasangan kateter
tidak lama seperti bila membuka vesika. Kerugiannya, cara ini tidak dapat dipakai kalau
diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari dalam kandung kemih. Kedua cara
pembedahan terbuka tersebut masih kalah dibandingkan dengan cara TUR, yaitu morbiditasnya
yang lebih lama, tetapi dapat dikerjakan tanpa memerlukan alat endoskopi yang khusus, dengan
alat bedah baku. Prostatektomi melalui sayatan perineal tidak dikerjakan lagi.
DERAJAT IV
Tindakan yang pertama harus dikerjakan adalah membebaskan penderita dari retensi urin total
dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk
melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitif dengan TUR atau pembedahan terbuka.
Penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan untuk dilakukan pembedahan,
dapat diusahakan pengobatan konservatif dengan memberikan obat penghambat adrenoreseptor
alfa. Efek samping obat ini adalah gejala hipotensi, seperti pusing, lemas, palpitasi dan rasa
lemah.
Pengobatan konservatif ialah dengan pemberian obat antiandrogen yang menekan
produksi LH. Kesulitan pengobatan konservatif adalah menetukan berapa lama obat harus
diberikan dan efek samping obat.
Pengobatan lain yang invasif minimal adalah pemanasan prostat dengan gelombang
mikro yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui antena yang dipasang pada ujung kateter.
Dengan cara yang disebut transurethral micro wave thermotherapy ( TUMT ) ini, diperoleh hasil
perbaikan kira –kira 75 % untuk gejala objektif.
Pada penanggulangan invasif minimal lain, yang disebut transurethral ultrasound guided
laser induced prostatectomy ( TULIP ) digunakan cahaya laser. Dengan cara ini, diperoleh juga
hasil yang cukup memuaskan.
Uretra di daerah prostat dapat juga didilatasi dengan balon yang dikembangkan
didalamnya ( trans urethral ballon dilatation = TUBD ). TUBD ini biasanya memberi perbaikan
yang bersifat sementara.
KOMPLIKASI
Apabila buli – buli menjadi dekompensasi, akan terjadi retensio urin. Karena produksi
urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli – buli tidak mapu menampung urin sehingga
tekanan intra vesika meningkat, dapat timbul hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses
kerusakan ginjal dipercepat jika terjadi infeksi.
Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan dalam buli – buli. Batu ini
dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula
menimbulkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis.
Pada waktu miksi pasien harus mengedan shingga lama kelamaan dapat menyebabkan
hernia atau hemoroid.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kozar Rosemary A, Moore Frederick A. Schwartz’s Principles of Surgery. 8th Edition.
Singapore : The McGraw-Hill Companies,Inc;2005.
2. Mansjoer, Arif, Suprohaita, Wardhani, Wahyu Ika. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi
Ketiga. Jilid Dua. Jakarta : Media Aesculapius; 2000.
3. Purnomo, Basuki B. Dasar – Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto.
4. Ramon P, Setiono, Rona, Buku Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran ;
2002: 203-7
5. Sabiston, David. Sabiston : Buku Ajar Bedah. Alih bahasa : Petrus. Timan. EGC. 1994.
6. Samsuhidajat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC, 2003.
7. Sapardan Subroto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Bagian Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.