Post on 23-Oct-2015
description
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia .
Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus
berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817
penderita rawat jalan di rumah sakit. Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran 1996 yang diadakan oleh Binkesmas bekerja sama dengan PERHATI
dan Bagian THT RSCM mendapatkan data penyakit hidung dari 7 propinsi. Data dari
Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah
pasien rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69% nya adalah
sinusitis.2
Sinusitis adalah radang pada mukosa sinus paranasalis. Sinusitis maksila
paling sering ditemukan, kemudian diikuti oleh sinusitis ethmoidalis, sinusitis
frontalis dan sinusitis sphenoidalis. Hal ini disebabkan sinus maksila merupakan
sinus paranasalis terbesar yang apabila mengalami infeksi akan lebih jelas
menimbulkan gangguan. Dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus
alveolaris), infeksi pada gigi dapat menyebabkan sinusitis maksilaris. Letak ostium
sinus letaknya lebih tinggi dari dasar menyebabkan drainase sinus hanya tergantung
pada gerakan silia, disamping itu letak ostium yang berada di meatus nasi media,
1
sekitar hiatus semilunaris yang sempit juga menyebabkan ostium sering tersumbat.
Secara klinis, sinusitis dibagi menjadi dua yaitu sinusitis akut dan sinusitis kronik.1
Faktor predisposisi terjadinya sinusitis baik akut maupun kronik diantaranya
obstruksi mekanik pada hidung, infeksi saluran nafas atas, rhinitis kronik dan alergi.
Disamping itu faktor lingkungan juga dapat berpengaruh antara lain: lingkungan
berpolusi, udara dingin serta kering dapat mengakibatkan perubahan pada mukosa
serta kerusakan silia. Kuman penyebab tersering adalah streptokokus atau
stafilokokus, infeksi akibat penjalaran gigi maka kuman penyebabnya adalah bakteri
anaerob.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Sinus Maxilla
Manusia memiliki sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral
kavum nasi. Sinus–sinus ini membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah, dan
2
diberi nama sesuai dengan tulang tersebut, yaitu sinus maksilaris, sinus sfenoidalis,
sinus frontalis, dan sinus etmoidalis. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran
pernafasan yang mengalami modifikasi, yang mampu mengkasilkan mukus, dan
bersilia. Sekret yang dihasilkan disalurkan ke dalam kavum nasi. Pada orang sehat,
sinus terutama berisi udara.1
Sinus maksilaris merupakan satu – satunya sinus yang rutin ditemukan pada
saat lahir. Sinus maksilaris terletak di dalam tulang maksilaris, dengan dinding
inferior orbita sebagai batas superior, dinding lateral nasal sebagai batas medial,
prosesus alveolaris maksila sebagai batas inferior, dan fossa canine sebagai batas
anterior.1
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila
bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan mencapai ukuran
maksimal yaitu 15 ml saat dewasa.1
Sinus maksilaris berbentuk pyramid dengan basis di medial yaitu dinding lateral
cavum nasi dan apeknya pada prosesus zygomaticus ossis maxillaris. Atap sinus
dibentuk oleh dasar orbita sedangkan dasar sinus merupakan prosesus alveolaris ossis
maxillaries. Dinding anteriornya memisahkan sinus dengan fasies, sedangkan dinding
posteriornya memisahkan dengan fossa pterigopalatina.1
Sinus maksilaris disebut juga antrum High-more, merupakan sinus yang sering
terinfeksi, oleh karena 1) merupakan sinus paranasal yang terbesar, 2) letak
ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drainase) dari sinus
maksilaris hanya tergantung dari gerakan silia, 3) dasar sinus maksilaris adalah dasar
3
akar gigi (prosesus alveolaris), hanya dipisahkan dengan lamina tulang yang sangat
tipis dan bahkan sama sekali tidak dipisahkan oleh tulang, sehingga infeksi gigi geligi
mudah naik keatas menyebabkan sinusitis, 4) ostium sinus maksilaris terletak
dimeatus medius, disekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat
oleh karena drainase kurang baik. 5) Sinusitis maksilaris dapat menimbulkan
komplikasi orbita melalui duktus nasolakrimalis.1
Gambar 1. Sinus Paranasalis.3
4
Gambar 2. Sinus Paranasal Tampak Depan dan Samping
Sinus maksilaris bermuara ke dalam meatus nasi medius melalui hiatus
semilunaris yang sempit. Simon berpendapat bahwa ostium sinus maksilaris berupa
satu saluran karena dia menemukan ukuran dari ujung medial sampai lateral lebih
panjang 3 mm dari panjang rata-rata 5,55 mm. Hal ini penting karena berhubungan
dengan patofisiologi terjadinya sinusitis maksilaris, dimana drainasenya
mengandalkan pergerakan silia pada dinding sinus.1
Vaskularisasi sinus maksilaris sebagian besar berasal dari a. maksilaris dan
cabang-cabangnya yang menembus tulang sinus. Drainase vena pada sinus mulai
v.maksilaris dan v.facialis anterior menuju v.jugularis interna. Selain itu v.maksilaris
juga menuju pleksus pterygoid. Sedangkan drainase cairan limfe ke limfonodi
submandibular.1
5
Sinus maksilaris mendapat inervasi dari n. infraorbital, n. maxillaries (n.V2).
Inervasi sekretomotorik mukosa sinus berasal dari nucleus intermediate n.fascialis.
Membran mukosa sinus menerima inervasi dari postganglionik parasimpatetik untuk
sekresi mukus.1
2.2 Fisiologi Sinus Maxilla
Beberapa teori menyebutkan sinus paranasalis mempunyai fungsi sebagai
berikut: mengurangi berat cranium, resonansi udara dan mempengaruhi kualitas
suara, penahan suhu (termal insulator), pengatur kondisi udara (air conditioning),
mempengaruhi gaya berat pada saat mengunyah ke arah lateral sehingga tekanan
tidak langsung mengenai orbita, sebagai peredam perubahan tekanan udara seperti
pada saat bersin atau membuang ingus, membantu produksi mukus untuk
membersihkan partikel yang masuk bersama udara inspirasi ke dalam sinus.1
2.3 Definisi Sinusitis
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang
terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan
sinusitis sphenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan
bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Sinusitis maksilaris adalah
peradangan atau inflamasi pada mukosa sinus maksilaris.1
6
2.4 Etiologi Sinusitis
Penyebab sinusitis akut ialah (1) rinitis akut, (2) infeksi faring, seprti
faringitis, adenoiditis, tonsilitis akut, (3) infeksi gigi rahang atas M1, M2, M3 serta
P1 dan P2 (dentogen), (4) berenang dan menyelam, (5) trauma dapat menyebabkan
perdarahan mukosa sinus paranasal, (6) barotrauma dapat menyebabkan nekrosis
mukosa. 1,4
Sinusitis maksilaris dengan asal geligi. Bentuk penyakit geligi-maksilaris
yang khusus bertanggung jawab pada 10 persen kasus sinusitis yang terjadi setelah
gangguan pada gigi. Penyebab tersering adalah ekstraksi gigi molar, biasanya molar
pertama, dimana sepotong kecil tulang di antara akar gigi molar dan sinus maksilaris
ikut terangkat.5
Dalam keadaan fisiologis, sinus dalam keadaan steril. Etiologi dari sinusitis
maksilaris yakni Virus, bakteri atau infeksi jamur dari saluran pernafasan: 1,6
a. Virus
Virus merupakan penyebab tersering sinusitus maksilaris akut. Virus yang
didapat dari hasil kultur kavum sinus diantaranya : rhinovirus, virus influenza
A dan B, coronavirus, respiratory syncytial virus, adenovirus, enterovirus, and
virus parainfluenza. Umumnya sinusitis maksilaris akibat virus gejalanya
ringan dan jarang datang untuk berobat.
b. Bakteri
Infeksi bakteri sering menjadi komplikasi dari infeksi virus, superinfeksi ini
dapat terjadi sepanjang perjalanan infeksi virus pada saluran nafas atas.
7
Bakteri yang sering ditemukan pada sinusitis akut diantaranya :
Pneumococcus, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan
Moraxella catarrhalis dan Staphylococcus aureu,streptokokus lain, dan
anaerobes juga dapat dtemukan. Sedangkan pada sinusitis kronis biasanya
ditemukan infeksi campuran oleh berbagai macam mikroba seperti kuman
aerob S.aureus, S.viridans, H.influenza dan kuman anaerob
Peptostreptokokus dan Flusobakterium. Resistansi bakteri sangat penting
dalam mempengaruhi terapi antimikroba yang dapat diberikan.7 Streptokokus
yang resisten terhadap penicillin diperkirakan 25% sampai dengan lebih dari
50% dan resistensi pneumokokus terhadap makrolide dapat mencapai 31%.
c. Jamur
Jamur dapat berkoloni pada sinus paranasal menyebabkan sinusitis akut
maupun kronis, namun jarang pada pasien yang imunokompeten. Pada pasien
dengan gangguan imunitas dan diabetes, sering didapatkan Aspergillus dan
zygomicoses serta jamur lain seperti : phaeohyphomycosis, Pseudallescheria,
dan hyalohyphomycosis.7
Faktor predisposisi sinusitis maksilaris yakni: 1,6
a. Penularan dari infeksi sinus di dekatnya, seperti faringitis, tonsilitis atau
radang pada gigi geraham atas (odontogen).
8
b. Rhinitis alergi dan rhinitis kronik. Pada keadaan ini terjadi hipersekresi
cairan mukus yang dapat menyumbat osteum sinus dan menjadi media
bagi pertumbuhan kuman
c. Obstruksi mekanik seperti kelainan septum (spina septum, deviasi septum,
dislokasi septum), hipertropi konka media, benda asing dalam hidung,
polip dan tumor di rongga hidung akan menyebabkan salah satu atau
kedua rongga hidung menjadi lebih sempit
d. Trauma kapitis yang melibatkan sinus maksilaris.
e. Polusi udara.
Kasus odontogen bisa disebabkan oleh: 1,6
1. Granuloma pada akar gigi sebagai fokal infeksi yang menuju sinus
maksilaris.
2. Ekstrasi gigi yang menyebabkan akar gigi masuk ke dalam sinus.
3. Tindakan yang menyebabkan akar gigi masuk ke dalam sinus.
4. Adanya alat yang merusak lapisan epitel sinus.
5. Tindakan pada gigi impaksi M3, bicuspid atau yang masuk kedalam
sinus.
6. Fraktur prosesus maksilaris yang melibatkan beberapa gigi sehingga
sinus terbuka.
7. Adanya radicular cyst yang menyangkut kedalam sinus.
9
8. Adanya dry socket akibat pencabutan gigi, dimana socketnya tidak
terisi bekuan darah, sehingga mudah kemasukan sisa makanan yang
menyebabkan infeksi dan menjalar ke dalam sinus.
9. Abses akar gigi yang mengalami gangren.
Gambar 3. a. Fistula oroantral b. Sinusitis maksilaris
2.5 Gejala dan Tanda Sinusitis
a. Sinusitis maksilaris akut
Gejala objektif sinusitis maksilaris akut meliputi gejala sistemik dan
lokal. Gejala sistemik berupa demam sampai menggigil, malaise, lesu serta nyeri
kepala terutma pada sisi yang sakit. Gejala lokal dapat berupa rasa nyeri tumpul
dan menusuk di daerah pipi atau di bawah kelopak mata yang bisa menyebar ke
alveolus sehingga sering dikelirukan sebagai sakit gigi. Nyeri alih lain bias juga
10
dirasakan di dahi dan di depan telinga. Nyeri semakin berat jika kepala
digerakkan secara mendadak, misalnya sewaktu naik turun tangga. Sekret
mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk bahkan
bercampur darah. Batuk serta kurangnya sensitifitas dalam merasakan rasa dan
bau.1
Gejala subjektif didapatkan melalui pemeriksaan fisik, pada inspeksi di
dapatkan pembengkakan di daerah muka yaitu pipi dan kelopak mata bawah.
Pada palpasi dan perkusi di daerah tersebut akan terasa nyeri. Dengan rhinoskopi
anterior akan tampak mukosa konka hiperemis dan edema serta tampak adanya
sekret mukopurulen di meatus nasi media. Pada rhinoskopi posterior tampak
sekret mukopurulen di nasofaring( post nasal drip). Dengan pemeriksaan
transiluminasi akan tampak gambaran bulan sabit di bawah rongga mata yang
menjadi lebih suram/gelap dibandingkan dengan normal.1,3,5
b. Sinusitis Maksilaris Kronis
Gejala sinusitis maksilaris kronis umumnya sangat bervariasi. Gejala dapat
dirasakan berat sehingga menghalangi penderita untuk bekerja atau dapat ringan
tetapi berlangsung lama. Selama eksaserbasi akut, gejala-gejala mirip dengan
gejala sinusitis akut, sedangkan di luar masa tersebut akan didapatkan gejala-
gejala sesuai dengan faktor predisposisinya, disertai gejala-gejala subjektif yang
meliputi ; 1,5
11
a. Gejala pada hidung dan nasofaring antara lain sekret hidung berupa
pus atau mukopus yang disertai bau busuk, post nasal drip dan
epistaksis.
b. Gejala pada faring yaitu rasa tidak nyaman di tenggorokan.
c. Gejala pada telinga, berupa pendengaran terganggu oleh karena
tersumbatnya tuba eusthachius
d. Rasa nyeri dan sakit kepala.
e. Gejala pada mata yaitu epifora dan konjungtivitis oleh karena
penjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis.
f. Gejala saluran pernafasan berupa batuk dan terdapat komplikasi di
paru berupa bronkitis atau bronkiektasis atau asma bronkiale, sehingga
terjadi penyakit sinobronkitis.
g. Gejala pada saluran pencernaan oleh karena mukopus yang tertelan
dapat menyebabkan gastroenteritis, sering terjadi pada anak.
Kadang-kadang gejala sangat ringan yang mengganggu pasien. Sekret
pasca nasal yang terus menerus akan menyebabkan batuk kronik. Nyeri kepala
pada sinusitis kronis biasanya terasa pada pagi hari, dan akan berkurang
setelah siang hari. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, tapi mungkin
karena pada malam hari terjadi penimbunan ingus dalam rongga hidung dan
sinus serta adanya stasis vena. 1
12
Gejala objektif pada sinusitis kronis pada pemeriksaan klinis tidak seberat
sinusitis akut. Pada inspeksi tidak didapatkan pembengkakan pada wajah. Pada
rinoskopi anterior didapatkan akibat hipertropi mukosa hidung dan konka
mengakibatkan obstruksi hidung. Ditemukan sekret kental purulent dari meatus
medius atau meatus superior. Pada rhinoskopi posterior tampak sekret kental
purulent di nasofaring atau turun ke tenggorokan (Post Nasal Drip).1
Gambar 4. Pus Pada Meatus Medius
Gambar 5. Pembengkakan Pipi Pada Pasien Sinusitis
13
2.6 Patofisiologi Sinusitis
Sinus paranasalis mempunyai sistem pertahanan terhadap infeksi. Mekanisme
pertahanan tersebut didapat dengan adanya daya untuk menghancurkan kuman oleh
lisozim. Lisozim yang terdapat pada lapisan mukus bersifat destruktif terhadap
sebagian bakteri. Mekanisme pertahanan yang lain diperoleh dari daya gerak silia.
Sistem pertahanan sinus paranasalis dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu: 1
1. Transport mukosilia
Seperti mada mukosa hidung, didalam sinus juga terdapat
mukosa bersilia dan palut lendir (mucous blanket) diatasnya. Didalam
sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju
ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya.
Kuman atau benda asing yang masuk ke dalam sinus akan
diselubungi oleh mucous blanket, kemudian gerakan silia akan
mengalirkan ke arah ostium dan akhirnya keluar. Apabila gerakan silia
mengalami gangguan maka drainase sinus akan terganggu sehingga
terjadi penimbunan mukus. Lendir yang berasal dari sinus maksilaris
yang bergabung di infundulum etmoid dialirkan ke nasofaring di
depan muara Tuba Eustachius. Inilah sebabnya pada sinusitis
didapatkan sekret pasca nasal ( post nasal drip), tetapi belum tentu ada
sekret dirongga hidung.
14
2. Ostium sinus.
Ostium merupakan titik paling lemah dari mekanisme pertahanan
sinus. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus
sehingga drainase dan ventilasi kurang baik, lagipula drainase juga
harus melalui infundibulum yang sempit, infundibulum adalah bagian
dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi
pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksilaris dan
selanjutnya menyebabkan sinusitis.
3. Pertukaran O2.
Pertukaran O2 sering terganggu pada pembentukan ostium. Kadar O2
dalam sinus mempunyai hubungan dengan ukuran dan terbukanya
ostium. Bila ostiumnya tersumbat, kadar O2 akan berkurang sehingga
aktivitas mukosilia juga berkurang.
4. Peredaran darah dalam mukosa sinus.
Absorbsi oksigen terjadi secara perfusi dan jumlahnya tergantung dari
jumlah darah pada daerah tersebut. Adanya gangguan peredaran darah
dalam sinus akan menyebabkan gangguan absorbsi oksigen.
Komplek osteomeatal terdiri dari infundibulum ethmoid yang terdapat di
belakang prosesus uncinatus, resesus frontalis, bula ethmoid dan sel-sel ethmoid
anterior dengan ostiumnya dan osteum sinus maksila merupakan faktor yang sangat
menentukan dalam patofisiologi sinusitis paranasalis. Struktur ini mempunyai lebar
15
hanya beberapa millimeter, sehingga merupakan celah yang amat sempit dan ditutup
oleh permukaan mukosa yang saling berhadapan dan bahkan kadang-kadang saling
menempel, seperti leher botol. Bila terjadi edema, mukosa yg berhadapan akan saling
bertemu, shg silia tak dapat bergerak dan lendir tak dapat dialirkan. Terjadi gangguan
drainase dan ventilasi dari sinus maksila dan frontal sehingga aktifitas silia terganggu
dan terjadi genangan lendir. Lendir menjadi lebih kental, media yang baik bagi
bakteri patogen. Bila edema lama akan terjadi hipoksia dan retensi lendir, bakteri
anaerob akan berkembang biak dan terjadi kerusakan silia. Bila proses berlanjut dapat
terjadi perubahan jaringan mis. jaringan polipoid, hipertrofi, polip, kista.1
2.7 Klasifikasi Sinusitis
Berdasarkan konsensus pada Internasional Conference of Sinus Disease,
sinusitis maksilaris dibagi menjadi 2 yaitu ; 1,3
1. Sinusitis maksilaris akut
Sinusitis maksilaris akut adalah infeksi sinus maksilaris yang
berlangsung selama 7 hari sampai 8 minggu, dengan episode serangan
kurang dari 4 kali dalam setahun dan setelah diberikan terapi optimal ,
mukosa sinus akan kembali normal.
2. Sinusitis maksilaris kronis
Sinusitis maksilaris kronis adalah infeksi sinus yang berlangsung lebih
dari 8 minggu sampai jangka waktu yang tidak terbatas, dengan episode
serangan lebih dari 4 kali dalam setahun dan walaupun diberikan terapi
16
yang optimal, mukosa tetap abnormal sehingga harus dibuang lewat
pembedahan.
2.8 Pemeriksaan Penunjang Sinusitis
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu:
a. Pemeriksaan transluminasi.
Pada pemeriksaan transluminasi, sinus yang sakit akan tampak suram atau
gelap. Hal ini lebih mudah diamati bila sinusitis terjadi pada satu sisi wajah,
karena akan nampak perbedaan antara sinus yang sehat dengan sinus yang
sakit.8
b. Gambaran Radiologi
Pemeriksaan radiologik yang dibuat adalah posisi waters. Akan tampak
perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan-udara (air fluid level)
pada sinus yang sakit. Pada sinusitis maksilaris, dilakukan pemeriksaan
rontgen gigi untuk mengetahui adanya abses gigi. Pemeriksaan yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut:1
a) Posisi Caldwell
Posisi ini didapat dengan meletakkan hidung dan dahi diatas
meja sedemikian rupa sehingga garis orbito-meatal (yang
menghubungkan kantus lateralis mata dengan batas superior kanalis
auditorius eksterna) tegak lurus terhadap film. Sudut sinar rontgen
adalah 15° kraniokaudal dengan titik keluarnya nasion.
17
Gambar 6. Posisi Caldwell
18
Gambar 7. Sinuitis Maxillaris Akut Posisi Caldwell
b) Posisi Waters
Posisi ini yang paling sering digunakan. Maksud dari posisi ini
adalah untuk memproyeksikan tulang petrosus supaya terletak dibawah
antrum maksila. Hal ini didapatkan dengan menengadahkan kepala
pasien sedemikian rupa sehingga dagu menyentuh permukaan meja.
Bidang yang melalui kantus medial mata dan tragus membentuk sudut
lebih kurang 37° dengan film proyeksi waters dengan mulut terbuka
memberikan pandangan terhadap semua sinus paranasal.
19
Gambar 8. Waters Photo Sinus Normal
20
Gambar 9. Waters Photo Sinusitis Maxillaris dextra
c). Posisi Lateral
Kaset dan film diletakkan paralel terhadap bidang sagital utama
tengkorak
21
Gambar 10. Posisi lateral Sinus Sfenoid
c. CT-Scan, memiliki spesifisitas yang jelek untuk diagnosis sinusitis akut,
menunjukan suatu air-fluid level pada 87% pasien yang mengalami infeksi
pernafasan atas dan 40% pada pasien yang asimtomatik. Pemeriksaan ini
dilakukan untuk luas dan beratnya sinusitis.
22
Gambar 11. CT-Scan Normal Sinus Maxillaris
d. MRI sangat bagus untuk mengevaluasi kelainan pada jaringan lunak yang
menyertai sinusitis, tapi memiliki nilai yang kecil untuk mendiagnosis
sinusitis akut.
Gambar 12. MRI Sinus Maxillaris
23
e. Kultur
Karena pengobatan harus dilakukan dengan mengarah kepada organisme
penyebab, maka kultur dianjurkan. Bahan kultur dapat diambil dari meatus
medius, meatus superior, atau aspirasi sinus. Mungkin ditemukan bermacam-
macam bakteri yang merupakan flora normal di hidung atau kuman patogen,
seperti pneumococcus, streptococcus, staphylococcus dan haemophylus
influensa. Selain itu mungkin juga ditemukan virus atau jamur.8
2.9 Komplikasi Sinusitis
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya
antibiotika.Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis
dengan eksaserbasi akut.1
Komplikasi orbita dapat terjadi karena letak sinus paranasal yang berdekatan
dengan mata (orbita).5 Sinusitis etmoidalis merupakan penyebab komplikasi orbita
yang tersering kemudian sinusitis maksilaris dan frontalis. Terdapat lima tahapan
terjadinya komplikasi orbita ini.5
a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan
b. Selulitis orbita. Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif
menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk
c. Abses subperiosteal. Pus terkumpul di antara periorbita dan dinding
tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis
24
d. Abses periorbita. Pada tahap ini, pus telah menembus periosteum dan
bercampur dengan isi orbita
e. Trombosis sinus kavernosus. Komplikasi ini merupakan akibat
penyebaran bakteri melalui saluran vena ke dalam sinus kavernosus di
mana selanjutnya terbentuk suatu tromboflebitis septik.
2.10 Penatalaksanaan
Terapi sinusitis maksilaris umumnya terdiri dari :1,4
1. Istirahat
2. Antibiotika
Antibiotika yang dipilih adalah antibiotika spectrum luas yang relative
murah dan aman. Lama pemberian antibiotika yang disarankan oleh
beberapa kepustakaan juga bervariasi tergantung kondisi penderita. Pada
kasus akut, antibiotika diberikan selama 5-7 hari sedangkan pada kasus
kronik diberikan selama 2 minggu hingga bbas gejala selama 7 hari.
Antibiotika yang dapat diberikan antara lain:
a. Amoksisilin 3 kali 500 mg
b. Ampicillin 4 kali 500 mg
c. Eritromisin 4 kali 500 mg
d. Sulfametoksasol – TMP
e. Doksisiklin
25
3. Dekongestan lokal (tetes hidung) atau sistemik (oral) merupakan
Alpha adrenergik agonis menyebabkan vasokontriksi, sehingga
memperlancar drainase sinus
a. Sol efedrin 1-2 % sebagai tetes hidung
b. Sol.Oksimetasolin HCL 0,05%(semprot hidung untuk
dewasa.
c. Oksimetasolin HCL 0,025%(semprot hidung untuk anak-
anak)
d. Tablet pseudoefedrin 3 kali 60mg (dewasa)
4. Analgetika dan antipiretik: parasetamol
5. Antihistamin
Antagonis histamine H1 yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada
reseptor H1 sel target. Bekerja dengan menghambat hipersekresi
kelenjar mukosa dan sel goblet dan menghambat peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga mencegah rinore dan sebagai
vasokontriksi sinusoid untuk mencegah hidung tersumbat. Antihistamin
berguna untuk mengurangi obstruksi KOM pada pasien alergi yang
menderita sinusitis akut. Terapi antihistamin ini tidak direkomendasikan
untuk penggunaan rutin pada pasien dengan sinusitis akut, karena dapat
menimbulkan komplikasi melalui efeknya yang mengentalkan dan
mengumpulkan sekresi sinonasal.
26
6. Mukolitik
Secara teori, mukolitik seperti bromehexin atau ambroxol hidroklorida
memiliki kelebihan dalam mengurangi sekresi dan memperbaiki
drainase. Namun tidak biasa digunakan dalam praktek klinis untuk
mengobati sinusitis akut.
7. Tindakan operatif
a. Pungsi dan Irigasi sinus maksilaris (antrum wash out)
Tujuan dilakukan Irigasi antrum adalah 1) sebagai tindakan
diagnostik untuk memastikan ada tidaknya sekret pada sinus
maksilaris, 2) untuk mengeluarkan sekret yang terkumpul didalam
rongga sinus maksilaris, 3) memperbaiki aliran mukosiliar, 4) jika
dalam waktu 10 hari, penderita tidak menunjukkan tanda-tanda
perbaikan dengan terapi konservatif, atau telah didapatkan adanya air
fluid level dalam antrum, 5). untuk memperoleh material yang dapat
digunakan untuk kultur dan tes sensitifitas.
27
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
1. Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang
terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis
frontal, dan sinusitis sphenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut
multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut
pansinusitis.
2. Sinusitis disebabkan melalui Rinogen dan Dentogen
3. Pemeriksaan radiologik yang dibuat adalah posisi waters. Akan tampak
perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan-udara (air fluid level)
pada sinus yang sakit. Pada sinusitis maksilaris, dilakukan pemeriksaan
rontgen gigi untuk mengetahui adanya abses gigi.
28