Post on 05-Feb-2016
description
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Kata tetanus berasal dari bahasa Yunani tetanos yang berarti kencang atau
tegang. Tetanus merupakan suatu infeksi akut yang ditandai kondisi spastik
paralisis yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium
tetani.
Neonatal (berasal dari neos yang berarti baru dan natus yang berarti lahir)
merupakan suatu istilah kedokteran yang digunakan untuk menggambarkan masa
sejak bayilahir hingga usia 28 hari kehidupan.
Tetanus neonatorum merupakan suatu bentuk tetanus generalisasi yang
terjadi pada masa neonatal.
2.2 Etiologi
Tetanus neonatorum disebabkan oleh kuman Clostridium tetani. Kuman
berbentuk batang, berukuran 2-5 x 0,4-0,5 milimikron yang hidup tanpa oksigen
(anaerob), dan membentuk spora. Spora dewasa mempunyai bagian yang
berbentuk bulat yang letaknya di ujung, dan memberi gambaran penabuh
genderang (drum stick) (Bleck, 2000). Spora ini mampu bertahan hidup dalam
lingkungan panas, antiseptik, dan di jaringan tubuh. Spora ini juga bisa bertahan
hidup beberapa bulan bahkan bertahun. (Ritarwan, 2004). Bakteria yang
berbentuk batang ini sering terdapat dalam kotoran hewan dan manusia, dan bisa
terkena luka melalui debu atau tanah yang terkontaminasi (Arnon, 2007).
Clostridium tetani merupakan bakteria Gram positif dan dapat menghasilkan
eksotoksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanospasmin) dapat
menyebabkan kekejangan pada otot (Suraatmaja, 2000).
Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya tetanus neonatorum adalah :
a. Faktor Risiko Pencemaran Lingkungan Fisik dan Biologik
Lingkungan yang mempunyai sanitasi yang buruk akan memyebabkan
Clostridium tetani lebih mudah berkembang biak. Kebanyakan penderita dengan
gejala tetanus sering mempunyai riwayat tinggal di lingkungan yang kotor.
Penjagaan kebersihan diri dan lingkungan adalah amat penting bukan sahaja dapat
mencegah tetanus, malah pelbagai penyakit lain.
b. Faktor Alat Pemotongan Tali Pusat
Penggunaan alat yang tidak steril untuk memotong tali pusat
meningkatkan risiko penularan penyakit tetanus neonatorum. Kejadian ini masih
lagi berlaku di negara-negara berkembang dimana bidan-bidan yang melakukan
pertolongan persalinan masih menggunakan peralatan seperti pisau dapur atau
sembilu untuk memotong tali pusat bayi baru lahir (WHO, 2008).
c. Faktor Cara Perawatan Tali Pusat
Terdapat sebagian masyarakat di negara-negara berkembang masih
menggunakan ramuan untuk menutup luka tali pusat seperti kunyit dan abu dapur.
Seterusnya, tali pusat tersebut akan dibalut dengan menggunakan kain pembalut
yang tidak steril sebagai salah satu ritual untuk menyambut bayi yang baru lahir.
Cara perawatan tali pusat yang tidak benar ini akan meningkatkan lagi risiko
terjadinya kejadian tetanus neonatorum (Chin, 2000).
d. Faktor Kebersihan Tempat Pelayanan Persalinan
Kebersihan suatu tempat pelayanan persalinan adalah sangat penting.
Tempat pelayanan persalinan yang tidak bersih bukan sahaja berisiko untuk
menimbulkan penyakit pada bayi yang akan dilahirkan, malah pada ibu yang
melahirkan. Tempat pelayanan persalinan yang ideal sebaiknya dalam keadaan
bersih dan steril (Abrutyn, 2008).
Faktor Kekebalan Ibu Hamil
Ibu hamil yang mempunyai faktor kekebalan terhadap tetanus dapat
membantu mencegah kejadian tetanus neonatorum pada bayi baru lahir. Antibodi
terhadap tetanus dari ibu hamil dapat disalurkan pada bayi melalui darah,
seterusnya menurunkan risiko infeksi Clostridium tetani. Sebagian besar bayi
yang terkena tetanus neonatorum biasanya lahir dari ibu yang tidak pernah
mendapatkan imunisasi TT (Chin, 2000).
2.3 Epidemiologi
Secara global hampir 14% penyebab kematian neonatus adalah tetanus neonatorum. Tetanus neonatorum bertanggung jawab terhadap 50% kematian neonates yang disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Tetanus neonatorum dapat dicegah dengan imunisasi dan atau pelayanan persalinan dan pasca persalinan yang bersih (4-6). Beberapa penelitian komunitas di awal tahun 1970 dan 1980 di Negara Amerika Latin dan beberapa negara berkembang menunjukkan kematian neonatal antara <5 sampai 60 kasus per 1000 kelahiran hidup. Di beberapa Negara berkembang kematian tetanus neonatorum merupakan 23-72% dari total kematian neonatal (6). Perawatan pasca persalinan yang kurang bersih, perawatan umbilikus yang kurang steril,
Pertolongan persalinan yang tidak steril masih merupakan faktor risiko utama tetanus
neonatorum. Beberapa hasil penelitian menunjukkan pemberian imunisasi tetanus
toksoid 2 kali selama hamil menurunkan kejadian tetanus neonatorum (7-11).
Tetanus merupakan suatu masalah kesehatan di berbagai belahan dunia
dengan taraf ekonomi rendah. Jumlah kasus tetanus neonatorum dapat dikatakan
berbanding terbalik dengan kondisi sosial ekonomi suatu negara. Semakin baik
taraf sosial ekonomi suatu negara semakin sedikit pula jumlah kasus tetanus
neonatorum di negara tersebut, demikian juga sebaliknya.
Tetanus neonatorum saat ini merupakan suatu penyakit yang dapat
dikatakan langka di banyak negara maju dan berkembang, di mana proses partus
yang steril dan pemberian vaksin tetanus secara umum telah disosialisasikan dan
dilaksanakan sebagai suatu prosedur kesehatan wajib. Amerika Serikat memilki
insiden tetanus neonatorum yang sangat rendahyaitu 0,01/1000 kelahiran sejak
tahun 1967.
Tetanus neonatorum terjadi sama banyaknya baik pada laki-laki maupun
wanita (1:1),usia ibu yang paling sering mengalami tetanus maternal adalah antara
usia 20-30 tahun(berbanding lurus dengan usia melahirkan terbanyak). 90 %
kasus tetanus neonatorum dantetanus maternal terjadi pada partus yang dilakukan
di luar fasilitas kesehatan (di rumah,dukun, dsb).
Tetanus neonatorum memilki tingkat morbiditas yang tinggi, dimana >
50% kasus tetanus neonatorum berakhir dengan kematian. Menurut data UNICEF,
setiap 9 menit,seorang bayi meninggal akibat penyakit ini.
WHO menyatakan bahwa tetanus neonatorum merupakan poenyebab dari 14 %
kematian neonatus di seluruh dunia.
Tetanus neonatorum dan tetanus maternal merupakan suatu kesatuan dan
dengan dieliminasinya tetanus neonatorum, maka tetanus pada ibu melahirkan
secara tidak langsung juga dieliminasi.
Pada tahun 1989, WHO mencanangkan suatu program dengan target
padatahun 1995, penyakit tetanus pada maternal-neonatus dapat dieliminasi dan
pada tahun 2005penyakit ini bukan lagi sebuah masalah kesehatan masyarakat
dunia.
Eliminasi dianggap tercapai jika jumlah kasus tetanus neonatorum <1
kasus / 1000 kelahiran. Program ini meliputi program vaksin toxoid tetanus dan
penyediaan fasilitas kesehatan yang memenuhistandard dan sosialisasi tentang
penyakit ini di seluruh dunia.
Penurunan drastis kematian neonatus akibat tetanus berhasil dicapai sejak
diberlakukannya program WHO tersebut, di mana pada tahun 1980, menurut data
WHOdilaporkan 800.000 neonatus meninggal akibat tetanus, dan kemudian pada
tahun 2002menurun menjadi 180.000 neonatus yang meninggal akibat penyakit
ini.
Kasus tetanusneonatorum berkurang drastis setiap tahunnya dan pada
tahun 2009, jumlah kematianneonatus akibat tetanus adalah 61.000.
Hingga saat ini, Maternal-Neonatal Tetanus (MNT) masih belum berhasil
dieliminasisecara menyeluruh, di mana pada tahun 2009, penyakit ini masih
merupakan suatu masalahkesehatan 57 negara di dunia, terutama di Asia dan
Afrika, termasuk di antaranya adalah Indonesia Sekitar 1 juta kasus tetanus
dilaporkan dari seluruh dunia pada tahun 2010, danlebih dari 50 % kematian
akibat penyakit ini terjadi pada neonatus.
2.4 Manifestasi Klinis
Masa inkubasi berkisar antara 3-14 hari, tapi bisa lebih pendek atau lebih panjang. Prognosis dipengaruhi oleh masa inkubasi, semakin pendek masa inkubasi biasanya semakin jelek prognosisnya. Diagnosis tetanus neonatorum biasanya dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis. Manifestasi klinis meliputi gejala progresif adanya kesulitan minum (menghisap dan menelan), peka rangsang dan bayi menangis terus menerus. Gejala khas yang lain adalah adanya kekakuan dan spasme otot. Kekakuan otot melibatkan otot masseter, otot-otot perut dan tulang belakang. Spasme otot bersifat intermiten dengan interval waktu yang berbeda-beda tergantung dari tingkat keparahan penyakit (1-4). Trismus disebabkan oleh adanya spasme pada otot massester dan terjadi pada lebih dari separuh pasien tetanus neonatorum beberapa hari setelah lahir. Gejala ini akan diikuti dengan kekakuan pada otot leher dan kesulitan dalam menelan.
Gejala klinis yang sering dijumpai pada tetanus neonatorum adalah: a. Terjadinya kekakuan otot rahang sehingga penderita sukar membuka mulut. Kekakuan otot pada leher lebih kuat akan menarik mulut kebawah, sehingga mulut sedikit ternganga. Kadang-kadang dapat dijumpai mulut mecucu seperti mulut ikan dan kekakuan pada mulut sehingga bayi tak dapat menetek (Chin, 2000).
b. Terjadi kekakuan otot mimik muka dimana dahi bayi kelihatan mengerut, mata bayi agak tertutup, dan sudut mulut bayi tertarik ke samping dan ke bawah.
c. Kekakuan yang sangat berat menyebabkan tubuh melengkung seperti busur, bertumpu pada tumit dan belakang kepala.
d. Kekakuan pada otot dinding perut menyebabkan dinding perut teraba seperti papan. Selain otot dinding perut, otot penyangga rongga dada (toraks) juga menjadi kaku sehingga penderita merasakan kesulitan untuk bernafas atau batuk. e. Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernafasan akibat kekakuan yang terus-menerus dari otot laring yang bisa menimbulkan sesak nafas. Efek tetanospamin dapat menyebabkan gangguan denyut jantung seperti kadar denyut jantung menurun (bradikardia), atau kadar denyut jantung meningkat (takikardia). Tetanospasmin juga dapat menyebabkan demam dan hiperhidrosis. Kekakuan otot polos pula dapat menyebabkan anak tidak bisa buang air kecil (retensi urin).
f. Bila kekakuan otot semakin berat, akan timbul kejang-kejang umum yang terjadi setelah penderita menerima rangsangan misalnya dicubit, digerakkan secara kasar, terpapar sinar yang kuat dan sebagainya.