Post on 03-Feb-2016
description
BAB I
PENDAHULUAN
Skizofrenia adalah penyakit jiwa kronis dimana penderita memiliki
gangguan dalam memproses pikiran sehingga timbul,halusinasi, delusi, pikiran
yang tidak jelas dan tingkah laku atau bicara yang tidak wajar.1
Skizofrenia merupakan bentuk gangguan jiwa psikosis fungsional
paling berat, dan lazim yang menimbulkan disorganisasi personalitas
yang terbesar. Dalam kasus berat, pasien tidak mempunyai kontak
dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal.
Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju kearah kronisitas, tetapi
sekali-kali bisa menimbulkan serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan
sempurna dengan spontan dan jika tidak diobati biasanya berakhir dengan
personalitas yang rusak. Keadaan ini pertama kali digambarkan oleh
Kraepelin pada tahun 1896 berdasarkan gejala dan riwayat alamiahnya.
Kraepelin menamakannya dementia prekoks. Pada tahun 1911, Bleuler
menciptakan nama skizofrenia untuk menandai putusnya fungsi psikis, yang
menentukan sifat penyakit ini.2
Diperkirakan lebih dari 1 juta penduduk Indonesia menderita
skizofrenia.1 Gejala pertama skizofrenia biasanya muncul pada masa remaja
atau dewasa muda atau pada usia 16-25 tahun,hal ini dipicu dengan tahap
kehidupan yang penuh stressor. Seringkali terlambat diobati karena dianggap
sebagai tahap penyusaian diri.2
Gejala skizofrenia dikenal sebagai gejala psikotik, yang menyebabkan
penderita skizofrenia mengalami kesulitan berinteraksi dengan orang lain,
bahkan menarik diri dari aktivitas sehari-hari dan dunia luar.3
Tidak ada satu penyebab pasti skizofrenia, seperti penyakit kronis
lainnya. Banyak faktor bersama yang berkonstribusi terhadap terjadinya
skizofrenia, antara lain faktor genetis, kondisi pra-kelahiran, cedera otak,
trauma, tekanan sosial dan stress. Pemakaian narkootika dan obat-obatan
psikotropika juga dapat menyebabkan faktor pemicu terjadinya skizofrenia.4
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. PENGERTIAN
Skizofrenia menurut Eugen Bleuler merupakan istilah yang
menandakan adanya perpecahan (schism) antara pikiran, emosi dan perilaku
pada pasien yang terkena. Meyer berpendapat bahwa skizofrenia dan
gangguan mental lainnya adalah reaksi terhadap berbagai stres kehidupan,
yang dinamakan sindrom suatu reaksi skizofrenik.5
Skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab
(banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis
atau “deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
pertimbangan pengaruh genetik, fisik, sosial dan budaya.6
Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan
karakteristik dari pemikiran dan persepsi, serta oleh efek yang tidak wajar
(inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear
conciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara,
walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.6
2.2. EPIDEMIOLOGI
Skizofrenia adalah penyakit mental yang diderita oleh 7/1.000 dari
populasi orang dewasa, terutama kelompok usia 15-35 tahun. Insidensi ini
meskipun rendah namun prevalensinya tinggi karena sifatnya yang kronik.2
Prevalensi skizofrenia sekitar 1% di seluruh dunia. 10 % orang dengan
skizofrenia memiliki risiko untuk bunuh diri. Kematian juga meningkat karena
penyakit medis, gaya hidup yang tidak sehat, efek samping obat dan
sedikitnya perawatan terhadap kesehatan.7
Lebih dari 50 % pasien skizofrenia tidak menerima perawatan yang
tepat. 90% pasien skizofrenia di negara berkembang tidak diobati. Pengobatan
efektif dari skizofrenia yang kronis sekitar 2 dollar per bulan dimana semakin
cepat pengobatan dimulai akan lebih efektif. Akan tetapi kebanyakkan dari
2
penderita skizofrenia tidak mendapatkan pengobatan tersebut yang dapat
berkontibusi baik terhadap penyakitnya.8 Di Indonesia sendiri penderita
skizofrenia dikucilkan oleh lingkungan hingga menjadi tuna wisma bahkan
hidup dalam pemasungan dikarenakan keterbatasan akses masyarakat terhadap
informasi dan layanan kesehatan jiwa. Dari 9000 Puskesmas di Indonesia
hanya 70 puskesmas yang mampu melayani penderita gangguan kejiwaan.9
2.3. FAKTOR PENYEBAB
Hingga sekarang belum ditemukan penyebab (etilogi) yang pasti
mengapa seseorang menderita skizofrenia, padahal orang lain tidak. Ternyata
dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan tidak ditemukan faktor
tunggal.10
Untuk mengetahui penyebab yang asli dan yang bukan perlu diketahui dua istilah:
1. Sebab yang memberikan predisposisi adalah faktor yang menyebabkan seseorang
menjadi rentan atau peka terhadap suatu gangguan jiwa (genetik, fisik atau latar
belakang keluarga atau sosial).
2. Sebab yang menimbulkan langsung atau pencetus adalah faktor traumatis
langsung menyebabkan gangguan jiwa (kehilangan harta pekerjaan atau kematian,
cedera berat, perceraian dan lain-lain).
Umumnya sebab-sebab gangguan jiwa dibedakan atas :
1. Sebab biologik
2. Sebab psikologik
3. Sebab sosiogenik
4. Metode Diatesis-Stress
A. FAKTOR GENETIK
Seseorang kemungkinan menderita skizofrenia jika anggota keluarga
lainnya juga menderita skizofrenia dan kemungkinan seseorang menderita
skizofrenia adalah berhubungan dengan dekatnya hubungan persaudaraan
tersebut.
Beberapa gen yang dijumpai pada penderita skizofrenia, antara lain 1q,
5q, 6p, 6q, 8p, 10p,13q, 15q,dan 22q. Adanya mutasi gen dystrobrevin
DTNBP 1 dan Neureglin 1 berhubungan dengan munculnya gejala negatif
3
pada pasien skizofrenia. Selain itu kepribadian skizoid, skizotipal, dan
paranoid memiliki kemungkinan besar dalam timbulnya skizofrenia.
Pendekatan sekarang ini pada genetika diarahkan pada
mengidentifikasi silsialah besar dari orang yang terkena dan meneliti keluarga
untuk RFLP (restriction fragment lenght polymorphisme) yang memisah
dengan fenotip penyakit. Banyak hubungan antara tempat kromosom tertentu
dengan skizofrenia. Lebih dari setengah kromosom telah dihubungkan dengan
skizofrenia dalam berbagai laporan tersebut, tetapi lengan panjang kromosom
5,11 dan 18. Lengan pendek pada kromosom 19 dan kromosom X adalah yang
paling sering dilaporkan.
Berbagai macam penelitian telah dengan kuat menyatakan suatu
komponen genetika terhadap penurunan skizofrenia. Penelitian klasik awal
tentang genetika dari skizofrenia, dilakukan di tahun 1930-an, menemukan
bahwa seorang kemungkinan menderita skizofrenia jika anggota keluarga
lainnya juga menderita skizofrenia dan kemungkinan seseorang menderita
skizofrenia adalah berhubungan dengan dekatnya hubungan persaudaraaan
tersebut ( sebagai contohnya, sanak saudara derajat pertama atau deraja
kedua).
Kembar monozigotik memiliki angka kesesuaian yang tertinggi.
Penelitian pada kembar monozigotik yang diadopsi menunjukan bahwa
kembar yang diasuh oleh orang tua angkat mempunyai skizofrenia dengan
kemungkinan yang sama besarnya seperti saudara kembarnya yang dibesarkan
oleh orang tua kandungnya. Temuan tersebut menyatakan bahwa pengaruh
genetik melebihi pengaruh lingkungan.
Dapat dipastikan bahwa ada faktor genetik yang juga menentukan
timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang
keluarga-keluarga penderita skizofrenia dan terutama anak kembar yang
monozigot. Angka kesakitan bagi saudara tiri penderita skizofrenia adalah 0,9-
1,8%, bagi saudara kandung 7-15%, bagi anak dengan salah satu orang tua
yang menderita skizofrenia 7-16%, bila kedua orang tua menderita skizofrenia
40-68%. Bagi kembar dua telur (heterozigot) 2-15% dan bagi kembar satu
telur (homozigot) 61-86%. Tetapi pengaruh genetik tidak sesederhana seperti
hukum Mendel. Diduga bahwa potensi untuk mendapatkan skizofrenia
diturunkan melalui gen resesif. Potensi ini mungkin kuat mungkin,mungkin
4
juga lemah, tetapi selanjutnya tergantung pada lingkungan individu itu apakah
akan terjadi skizofrenia atau tidak.
Menurut Cloninger, 1989 gangguan jiwa, terutama gangguan persepsi
sensori dan gangguan psikotik lainnya erat sekali penyebabnya dengan faktor
genetik termasuk di dalamnya saudara kembar, atau anak hasil adopsi.
Individu yang memiliki anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
memiliki kecenderungan lebih tinggi dibanding dengan orang yang tidak
memiliki faktor herediter. Individu yang memiliki hubungan sebagai ayah, ibu,
saudara atau anak dari klien yang mengalami gangguan jiwa memiliki
kecenderungan 10 %, sedangkan keponakan atau cucu kejadiannya 2-4 %.
Individu yang memiliki hubungan sebagai kembar identik dengan klien yang
mengalami gangguan jiwa memiliki kecenderungan 46-48 %, sedangkan
kembar dizigot memiliki kecenderungan 14-17 %. Faktor genetik tersebut
sangat ditunjang dengan pola asuh yang diwariskan sesuai dengan pengalaman
yang dimiliki oleh anggota keluarga klien yang mengalami gangguan jiwa.
B. NEUROLOGIKAL
Menurut Konsep Neurobiologikal gangguan jiwa sangat berkaitan
dengan keadaan struktur otak sebagai berikut abnormalitas sruktur dari otak
atau aktivitas di lokasi spesifik dapat menyebabkan atau berkontribusi dalam
gangguan jiwa. Sebagai contoh masalah komunikasi adalah salah satu bagian
dari disfungsi secara luas. Hal ini juga diketahui bahwa hubungan antara
nukleus yang mengontrol kognitif, perilaku, dan emosi terutama terlibat dalam
gangguan psikiatrik :10
a. Serebral korteks, yang sangat penting dalam membuat keputusan dan berpikir
tingkat tinggi, seperti pemikiran abstrak.
b. Sistem limbik, yang terlibat dalam mengatur perilaku emosional, memori, dan
pembelajaran.
c. Basal ganglia, yang menkoordinasi gerakan.
d. Hipotalamus, meregulasi hormon di tubuh sepeti kebutuhan makan, minum dan
seks.
e. Locus ceruleus, yang membuat sel saraf dapat meregulasi tidur dan terlibat
dalam perilaku dan mood.
5
f. Substantia nigra, sel yang memproduksi dopamin dan terlibat dalam mengontrol
pergerakkan yang kompleks, berfikir dan respon emosi.
Gambar 1. Area otak yang terlibat pada skizofrenia
Menurut Candel, pada klien yang mengalami gangguan jiwa dengan
gejala takut serta paranoid (curiga) memiliki lesi pada daerah amigdala
sedangkan pada klien Skizofrenia yang memiliki lesi pada area wernick’s dan
area broca biasanya disertai dengan afasia serta disorganisasi dalam proses
berbicara (Word salad).10
Sebagai contoh, satu penelitian tentang kembar yang tidak sama-sama
menderita skizofrenia dengan menggunakan pencitraan resonansi magnetik
dan pengukuran aliran darah serebral. Peneliti telah menentukan sebelumnya
bahwa daerah hipokampus dari hampir setiap kembar yang terkena adalah
lebih kecil daripada kembar yang tidak terkena dan bahwa kembar yang
terkena juga memiliki peningkatan aliran darah yang lebih kecil ke korteks
frontalis dorsolateral saat melakukan prosedur aktivasi psikologis. Penelitian
menemukan suatu hubungan antara kedua kelainan tersebut, yang menyatakan
6
bahwa kedua temuan adalah berhubungan, walaupun suatu faktor ketiga
mungkin mempengaruhi masing-masing variabel.5
C. BIOKIMIA
1. Hipotesis Dopamin
Rumusan yang paling sederhana dari hipotesis dopamin untuk
skizofrenia menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh meningkatnya
aktivitas dopaminergik. Teori tersebut timbul dari dua pengamatan. Pertama,
kecuali untuk clozapine, khasiat dan antipsikotik berhubungan dengan
kemampuannya untuk bertindak sebagai antagonis reseptor dopaminergik tipe
2 (D2). Kedua obat-obatan yang meningkatkan aktivitas dopaminergik, yang
paling jelas adalah amfetamin, yang merupakan salah satu psikotomimetik.
Teori dasar tidak memperinci apakah hiperaktivitas dopaminergik adalah
karena terlalu banyaknya pelepasan dopamin, terlalu banyaknya reseptor
dopamin atau kombinasi mekanisme tersebut. Teori dasar juga tidak
menyebutkan apakah jalur dopamin di otak mungkin terlibat, walaupun jalur
mesokortikal dan mesolimbik paling sering terlibat. Neuron dopaminergik di
dalam jalur tersebut berjalan dari badan selnya di otak tengah ke neuron
dopaminoseptif di sistem limbik dan korteks serebral.5
D. Model Diatesis-Stress/Psikososial
Satu model untuk intergrasi faktor biologis, faktor psikososial dan
lingkungan adalah model diathesis-stress. Model ini menggambarkan bahwa
seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diathesis) yang bila
dikenai pengaruh lingkungan yang menimbulkan stress memungkinkan
perkembangan gejala skizofrenia. Pada model diathesis stress yang paling
umum dapat biologis atau lingkungan atau keduanya. Komponen lingkungan
dapat biologis (contohnya: infeksi) maupun psikologis (contoh situasi keluarga
yang penuh ketegangan atau kematian teman dekat). Dasar biologis untuk
suatu diathesis dibentuk lebih lanjut oleh pengaruh epigenetik, seperti
penyalahgunaan zat, stress psikologis, dan trauma.5
a. Stress
7
Stress psikososial dan stress perkembangan yang terjadi secara terus
menerus akan mendukung timbulnya gejala psikotik dengan manifestasi;
kemiskinan, kebodohan, pengangguran, isolasi sosial, dan perasaan
kehilangan. Menurut Singgih (1989), beberapa penyebab gangguan mental
dapat ditimbulkan sebagai berikut :10
- Prasangka orang tua yang menetap, penolakan atau shock yang dialami
pada masa anak.
- Ketidaksanggupan memuasakan keinginan dasar dalam pengertian
kelakuan yang dapat diterima umum.
- Kelelahan yang luar biasa, kecemasan, anxietas, kejemuan
- Masa-masa perubahan fisiologis yang hebat : Pubertas dan menopause
- Tekanan-tekanan yang timbul karena keadaan ekonomi, politik dan sosial
yang terganggu
- Keadaan iklim yang mempengaruhi Exhaustion dan Toxema
- Penyakit kronis misalnya : sifilis, AIDS
- Trauma kepala dan vertebra
- Kontaminasi zat toksik
- Shock emosional yang hebat : ketakutan, kematian tiba-tiba orang yang
dicintai.
- Menurut Sigmund Freud adanya gangguan tugas pekembangan pada masa
anak terutama dalam hal berhubungan dengan orang lain sering
menyebabkan frustasi, konflik, dan perasaan takut, respon orang tua yang
maladaptif pada anak akan meningkatkan stress, sedangkan frustasi dan
rasa tidak percaya yang berlangsung terus-menerus dapat menyebabkan
regresi dan withdrawl.10
b. Penyalah gunaan obat-obatan
Peniruan yang maladaptif yang digunakan individu untuk menghadapi
strsesor melalui obat-obatan yang memiliki sifat adiksi (efek ketergantungan)
seperti Cocaine, amphetamine menyebabkan gangguan persepsi, gangguan
proses berfikir, dan gangguan motorik.10
8
2.4. Proses Perjalanan Penyakit
Gejala mulai timbul biasanya pada masa remaja atau dewasa awal
sampai dengan umur pertengahan dengan melalui beberapa fase antara lain :10
1. Fase Prodomal
- Berlangsung antara 6 bulan sampai 1 tahun
- Gangguan dapat berupa Self care, gangguan dalam akademik, gangguan
dalam pekerjaan, gangguan fungsi sosial, gangguan pikiran dan persepsi.
2. Fase Aktif
- Berlangsung kurang lebih 1 bulan.
- Gangguan dapat berupa gejala psikotik ; Halusinasi, delusi, disorganisasi
proses berfikir, gangguan bicara, gangguan perilaku, disertai kelainan
neurokimiawi.
3. Fase Residual
- Mengalami minimal 2 gejala
- Gangguan afek dan gangguan peran, serangan biasanya berulang.
2.5. Psikopatologi dan Patologi
Penelitian mutakhir menyebutkan bahwa perubahan-perubahan
pada neurotransmiter dan resptor di sel-sel saraf otak (neuron) dan interaksi
zat neurokimia dopamin dan serotonin, ternyata mempengaruhi alam pikir,
perasaan, dan perilaku yang menjelma dalam bentuk gejala-gejala positif dan
negatif skizofrenia.10
Gejala negatif Gejala positive
Alogia halusinasi
Afek datar Delusi
avolition – apatis Tingkah laku aneh
anhedonia – asociality Gangguan berfikir positif formal
Gangguan attensi
Selain perubahan-perubahan yang sifatnya neurokimiawi di atas, dalam
penelitian dengan menggunakan CT Scan otak, ternyata ditemukan pula
9
perubahan pada anatomi otak pasien, terutama pada penderita kronis.
Perubahannya ada pada pelebaran lateral ventrikel, atrofi korteks bagian
depan, dan atrofi otak kecil (cerebellum).
Gambar 2 :Skema Patologi Skizofrenia
2.6. Diagnosis
DSM IV mempunyai kriteria diagnosis resmi dari American Psychiatric
Association untuk skizofrenia:1
Kriteria Diagnostik Skizofrenia
A. Gejala karakteristik: Dua atau lebih berikut,masing-masing ditemukan untuk bagian
waktu yang bermakna selama periode 1 bulan(atau kurang jika diobati dengan
berhasil):
(1) Waham
(2) Halusinasi
(3) Bicara terdisorganisasi(misalnya, sering menyimpang atau inkoheren)
(4) Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas
(5) Gejala negative, yaitu, pendataran afektif,alogia atau tidak ada
kemauan(avolition)
10
Catatan : hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah kacau
atau halusinasi terdiri dari suara yang terus menerus mengomentari perilaku atau
pikiran pasien atau dua atau lebih suara yang saling bercakap-cakap satu sama
lainnya.
B. Disfungsi sosial/pekerjaan:Untuk bagian waktu yang bermakna sejak onset
gangguan, satu atau lebih fungsi utama,seperti pekerjaan,hubungan interpersonal
atau perawatan diri adalah jelas di bawah tingkat yang dicapai sebelum onset(atau
jika onset pada masa anak-anak atau remaja, kegagalan untuk mencapai tingkat
pencapaian interpersonal,akademik atau pekerjaan yang diharapkan
C. Durasi: tanda gangguan terus-menerus menetap selama sekurangnya 6 bulan.
Periode 6 bulan ini harus termasuk sekurangnya 1 bulan gejala(atau kurang jika
diobati dengan berhasil) yang memenuhi criteria A ( yaitu gejala fase aktif) dan
mungkin termasuk periode gejala prodomal atau residual. Selama periode prodomal
atau residual tanda gangguan mungkin di manefestasikan hanya oleh gejala
negative atau dua atau lebih gejala yang dituliskan dalam kriteria A dalam bentuk
yang diperlemah(misalnya,keyakinan yang aneh,pengalaman persepsi yang tidak
lazim)
D. Penyingkiran gangguan skizoafektif dan gangguan mood. Gangguan skizoafektif
dan gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan karena: (1)tidak ada
episode depresif berat,manik atau campuran yang telah terjadi bersama-sama
dengan gejala fase aktif; atau (2) jika episode mood telah terjadi selama gejala fase
aktif, durasi totalnya adalah relatif singkat dibandingkan durasi periode aktif dan
residual.
E. Penyingkiran zat/kondisi medis umum: gangguan tidak disebabkan oleh efek
fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya ,obat yang disalahgunakan,suatu
medikasi) atau suatu kondisi medis umum
F. Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasive. Jika terdapat adanya riwayat
gangguan autistic atau gangguan perkembangan pervasif lainnya, diagnosis
tambahan skizofrenia dibuat hanya jika waham atau halusinasiyang menonjol juga
ditemukan untuk sekurangnya satu bulan(atau kurang jika diobati secara berhasil).
Klasifikasi perjalanan penyakit longitudinal(dapat diterapkan hanya setelah
sekurangnya 1 tahun lewat sejak onset awal gejala fase aktif);
Episodik dengan gejala residual interepisode(episode didefinisikan oleh
timbulnya kembali gejalapsikotik yang menonjol); juga sebutkan
11
jika;dengan gejala negatif yang menonjol
Episodik tanpa gejala residual interepisodik
Episode tunggal dalam remisi parsial; juga sebutkan dengan gejala negatif
yang menonjol
Episode tunggal dalam remisi penuh
Pola lain atau tidak ditentukan
Tabel dari DSM-IV.Diagnostic and Statistical manual of Mental Disorders
Subtipe DSM-IV
DSM-IV menggunakan subtipe skizofrenia yang sama digunakan di dalam DSM-III-R :
tipe paranoid, terdisorganisasi(kacau), katatonik, tidak tergolongkan(undifferentiated) dan
tipe residual.
1. Tipe paranoid
DSM IV menyebutkan bahwa tipe paranoid ditandai oleh keasikan
(preokupasi) pada satu atau lebih waham atau halusinasi dengar yang sering dan tidak
ada perilaku spesifiklain yang mengarahkan pada tipe terdisorganisasi atau katatonik.
Secara klasik,skizofrenia tipe paranoid ditandai terutama oleh adanya waham
presekutorik(waham kejar) atau waham kebesaran.Pasien skizofrenik paranoid
biasanya berumur lebih tua dari pada pasien skizofrenik terdisorganisasi atau
katatonik jika mereka mengalami episode pertama penyakitnya. Pasien yang sehat
sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan social yangdapat
membantu mereka melewati penyakitnya.selain itu,kekuatan ego pasien paranoid
cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik
paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuan mentalnya,respon
emosional dan perilakunya dibandingkan tipe lain pada pasien skizofrenik.5
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang,pencuriga,berhati-hati dan
tak ramah.Mereka juga dapat bersikap bermusuhan atau agresif.Pasien skizofrenik
paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka sendiri secara adekuatdi
dalam situasi sosial. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan
psikosis mereka dan tetap intak.5
2. Tipe disorganisasi
Tipe disorganisasi sebelumnya dinamakan hebrefenik ditandai oleh regresi
yang nyata ke perilaku primitif, terdisinhibisi dan tidak teratur oleh tidak adanya
12
gejala yang memenuhi kriteria untuk tipe katatonik. Onset biasanya awal, sebelum
usia 25 tahun.Pasien terdisorganisasi biasanya aktif tetapi dengan cara yang tidak
bertujuan dan tidak konstruktif.Gangguan pikiran mereka adalah menonjol dan
kontaknya dengan kenyataan adalah buruk.penampilan pribadinya dan perilaku
sosialnya adalah rusak. Respon emosionalnya adalah sesuai dan mereka sering kali
meledak tertawanya tanpa alasan. Meringis dan seringai wajah adalah sering
ditemukan pada tipe pasien ini, perilaku tersebut paling baik digambarkan sebagai
kekanak-kanakan atau bodoh.5
3. Tipe Katatonik
Ciri klasik dari tipe katatonik adalah gangguan nyata pada fungsi motorik
yang mungkin berupa stupor,negativisme,rigiditas, kegembiraan atau posturing.
Kadang-kadang pasien menunjukkan perubahan yang cepat antara kegembiraan dan
stupor.Ciri penyerta adalah stereotipik, manerisme, dan fleksibilitas lilin (waxy
flexibility). Mutisme sering ditemukan. Selama stupor atau kegembiraan
katatonik,pasien skizofrenik memerlukan pengawasan yang ketat untuk menghindari
pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan medis mungkin diperlukan
karena adanya malnutrisi,kelelahan,hiperpireksia atau cidera yang disebabkan oleh
diri sendiri.5
4. Tipe tidak tergolongkan (undifferentiated type)
Sering kali pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah
dimasukkan kedalam salah satu tipe. DSM-IV mengklasifikasikan pasien tersebut
sebagai tipe tidak tergolongkan.5
5. Kriteria diagnostic DSM-IV untuk skizofrenia memerlukan onset gangguan,satu atau lebih
bidang fungsi utama seperti pekerjaan,hubungan interpersonal atau perawatan diri sendiri.
6. Tipe Residual
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus-menerus
adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala
yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional,penarikan
social,perilaku eksentrik,pikiran yang tidak logis dan pengenduran asosiasi ringan
adalah sering ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan,
maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai oleh afek yang kuat.5
7. Tipe I dan tipe II
13
Ditahun 1980 T.J.Crown mengajukan suatu klasifikasi pasien skizofrenik ke
dalam tipe I dan tipe II. Perbedaan klinis dari kedua tipe tersebut telah secara
bermakna mempengaruhi penelitian psikiatrik. Gejala negatif adalah pendataran atau
penumpukan afektif, kemiskinan pembicaraan atau isi pembicaraan,penghambatan
(blocking),dandanan yang buruk,tidak adanya motivasi, anhedonia, penarikan
social,defek kognitif dan defisit perhatian. Gejala positif adalah asosiasi longgar,
halusinasi, perilaku aneh dan bertambah banyaknya pembicaraan.Pasien tipe I
cenderung memiliki sebagian besar gejala positif,struktur otak yang normal pada
CT,dan respons yang relatif baik terhadap pengobatan, pasien tipe II cenderung
memiliki sebagian besar gejala negatif,kelainan otak structural pada pemeriksaan CT
dan respon yang buruk terhadap pengobatan.5
8. Subtipe Lain
Nama dari beberapa subtipe tersebut adalah menjelaskan katanya sendiri (self-
explanatory) sebagai contoh:onset akhir (late-onset), masa anak-anak dan proses.
Skizofrenia onset akhir bisanya didefinisikan sebagai skizofrenia yang mempunyai
onset setelah usia 45 tahun. Skizofrenia dengan onset masa anak-anak(childhood
schizophrenia). Skizofrenia proses berarti skizofrenia dengan perjalanan yang
menimbulkan kecacatan dan keruntuhan.5
Bouffee delirante (psikosis delusional akut). Konsep diagnostik Prancis ini
dibedakan dari skizofrenia terutama atas dasar lama gejala yang kurang dari tiga
bulan. Diagnosis adalah mirip dengan diagnosis gangguan skizofreniform di dalam
DSM-IV. Klinisi Prancis melaporkan bahwa kira-kira 40 persen diagnosis boufee
delirante berkembang dalam penyakitnya dan akhirnya diklasifikasikan sebagai
menderita skizofrenia.5
2.7. TERAPI
Terdapat 3 hal penting yang harus diperhatikan dalam penanganan
penderita skizofrenia adalah :
a. Terapi harus disesuaikan dengan lingkungan yang mendukung pasien
b. Strategis nonfarmakologik harus mengatasi masalah-masalah nonbiologik
c. Terapi tunggal jarang memberi hasil yang memuaskan, karena gangguan
skizofrenia adalah suatu gangguan yang kompleks
14
Terdapat 4 pedoman dalam penggunaan antipsikotik pada penderita
skizofrenia , yaitu:
i. Tentukan “target symtomps” terlebih dahulu
ii. Antipsikotik yang telah berhasil dengan baik pada masa lampau
sebaiknya tetap dipergunakan
iii. Pengganti jenis antipsikotik baru dilakukan setelah jenis antipsikotik
sebelumnya telah dipergunakan 4 – 6 minggu
iv. Dosis mantenans adalah dosis efektif terendah
Obat-obatan antipsikotik yang sering digunakan:
(I) Dopamin Reseptor Antagonis
• Kekurangannya :
• 50 % penderita tetap tidak banyak perbaikan
• Efek samping yang cukup serius ( tardive diskinesia dam
neuroleptik malignan sindrom )
• Beberapa kelompok obat yang sering dipergunakan :
• Chlorpromazine ( 100 )
• Trifluoperazine ( 5 )
• Haloperidol ( 2-5 )
• Thionidazine ( 100 )
(II) Risperindon ( Risperidal )
• Lebih efektif
• Efek samping neurologik sangat berkurang
• Dapat mengatasi “positif” dan “negatif symtomps”
(III) Clozapine
• Kekurangan : agranulositosis dan harganya mahal
• Kelebihannya : tidak menyebabkan tardive diskinesia
15
BAB III
KESIMPULAN
Skizofrenia adalah penyakit jiwa kronis dimana penderita memiliki gangguan dalam
memproses pikiran sehingga timbul,halusinasi, delusi, pikiran yang tidak jelas dan
tingkah laku atau bicara yang tidak wajar.
Skizofrenia merupakan bentuk gangguan jiwa psikosis fungsional paling berat, dan
lazim yang menimbulkan disorganisasi personalitas yang terbesar. Dalam
kasus berat, pasien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran
dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju
kearah kronisitas, tetapi sekali-kali bisa menimbulkan serangan.
Hingga sekarang belum ditemukan penyebab (etilogi) yang pasti mengapa seseorang
menderita skizofrenia, padahal orang lain tidak. Ternyata dari penelitian-penelitian
yang telah dilakukan tidak ditemukan faktor tunggal, tetapi multifaktorial.
Gejala skizofrenia ini dibedakan atas gejala positif dan gejala negatif
Pengobatan pasien skizofrenia harus dilakukan secara rutin dan harus didukung oleh
pihak keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
16
1. World Heath report 2001,WHO 2001
2. DSMIV-TR American Psychiatric Association Diagnostic and Statistical anual Of
Mental Disorder ,4th Edition
3. APA Clinical Guidlines.American Psychiatric association.Practice Guidlines for
the treatment of patients with schizophrenia.2004
4. Long et al.cell physiol Biochem 2007;20:687-702
5. Harold l. Kaplan, Benjamin J. Sadock, Jack A. Grebb. Sinopsis Psikiatri jilid satu.
Jakarta : Binarupa Aksara, 2010. Hal : 699-744.
6. Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. PT.Nuh
Jaya. Jakarta. 2003.
7. Frances R. Frankenburg. Schizophrenia. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/288259-overview. 20 MEI 2014.
8. Schizophrenia. Available at :
http://www.who.int/mental_health/management/schizophrenia/en/. 2014.
9. Aritha U Subakti. Indonesia Masih Pasung Orang Gila. Available at:
www.tempo.co/hg/kesehatan. 2011.
10. Iyus Yosep. Faktor Penyebab dan Proses Terjadinya Gangguan Jiwa. Available at :
http://resources.unpad.ac.id/unpad
17