Post on 21-Jan-2016
description
REFERAT BEDAH ORTOPEDI
FRAKTUR
Penyusun :
Bayu Aulia Riensya (030.08.055)
Yolla Eva Meissa (030.09.276)
Pembimbing
dr.Suhana ,Sp.O
KEPANITRAAN KLINIK BAGIAN BEDAH ORTOPEDI
RS ANGKATAN UDARA DR.ESNAWAN ASTARIKSA
PERIODE 10 MEI – 24 AGUSTUS 2013
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Proses Penyembuhan Tulang
1. Fase formasi hematom (sampai hari ke-5)
Pada fase ini area fraktur akan mengalami kerusakan pada kanalis havers dan jaringan lunak,
pada 24 jam pertama akan membentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk ke area fraktur
sehingga suplai darah ke area fraktur meningkat, kemudian akan membentuk hematoma sampai
berkembang menjadi jaringan granulasi.
2. Fase proliferasi (hari ke-12)
Akibat dari hematoma pada respon inflamasi fibioflast dan kapiler-kapiler baru tumbuh
membentuk jaringan granulasi dan osteoblast berproliferasi membentuk fibrokartilago,
kartilago hialin dan jaringan penunjang fibrosa, akan selanjutnya terbentuk fiber-fiber kartilago
dan matriks tulang yang menghubungkan dua sisi fragmen tulang yang rusak sehingga terjadi
osteogenesis dengan cepat.
3. Fase formasi kalius (6-10 hari, setelah cidera)
Pada fase ini akan membentuk pra prakulius dimana jumlah prakalius nakan membesar tetapi
masih bersifat lemah, prakulius akan mencapai ukuran maksimal pada hari ke-14 sampai
dengan hari ke-21 setelah cidera.
4. Fase formasi kalus (sampai dengan minggu ke-12)
Pada fase ini prakalus mengalami pemadatan (ossificasi) sehingga terbentuk kalius-kalius
eksterna, interna dan intermedialis selain itu osteoblast terus diproduksi untuk pembentukan
kalius ossificasi ini berlangsung selama 2-3 minggu. Pada minggu ke-3 sampai ke-10 kalius
akan menutupi tulang.
5. Fase konsolidasi (6-8 Bulan) dan remodeling (6-12 bulan)
Pengkokohan atau persatuan tulang proporsional tulang ini akan menjalani transformasi
metaplastik untuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Kalius tulang akan mengalami
remodering dimanaosteoblast akan membentuk tulang baru, sementara osteoklast akan
menyingkirkan bagian yang rusak sehingga akhirnya akan terbentuk tulang yang menyerupai
keadaan tulang yang aslinya.
DEFINISI
Terputusnya hubungan kesinambungan atau kontinuitas tulang dan atau tulang rawan.
ETIOLOGI
Etiologi Fraktur ada dua jenis, yaitu :
1. Trauma langsung, yaitu : fraktur yang terjadi karena mendapat rudapaksa, misalnya
benturan atau pukulan yang mengakibatkan patah tulang.
2. Trauma tidak langsung, yaitu : bila fraktur terjadi, bagian tulang mendapat rudapaksa
dan mengakibatkan fraktur lain disekitar bagian yang mendapat rudapaksa tersebut dan juga
karena penyakit primer seperti osteoporosis dan osteosarkoma.
KLASIFIKASI
1. Berdasarkan hubungan dengan dunia luar
Fraktur tertutup
Merupakan fraktur tanpa komplikasi dengan kulit tetap utuh disekitar fraktur tidak
menonjol keluar dari kulit.
Fraktur terbuka
Pada tipe ini, terdapat kerusakan kulit sekitar fraktur, luka tersebut menghubungkan
bagian luar kulit. Pada fraktur terbuka biasanya potensial untuk terjadinya infeksi, luka
terbuka ini dibagi menurut gradenya.
o Grade I luka < 1 cm, relatif bersih, kerusakan jaringan lunak minimal, bentuk
patahan simpel/transversal/oblik.
o Grade II luka > 1 cm, kerusakan jaringan lunak tidak luas, bentuk patahan
simpel.
o Grade III luka > 10 cm, kerusakan jaringan lunak yang luas, kotor dan disertai
kerusakan pembuluh darah dan saraf.
IIIA kerusakan jaringan luas, tapi masih bisa menutupi patahan tulang waktu
dilakukan perbaikan.
III B kerusakan jaringan lunak hebat dan atau hilang (soft tissue loss)
sehingga tampak tulang (bone-exposs)
III C kerusakan pembuluh darah dan atau saraf yang hebat
2. Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur 3
Complete dimana tulang patah terbagi menjadi dua bagian (fragmen)
incomplete (parsial)
Fraktur parsial terbagi lagi menjadi:
a. Fissure/Crack/Hairline – tulang terputus seluruhnya tetapi masih tetap di tempat,
biasa terjadi pada tulang pipih
b. Greenstick Fracture – biasa terjadi pada anak-anak dan pada os radius, ulna,
clavicula, dan costae
c. Buckle Fracture – fraktur di mana korteksnya melipat ke dalam
3. Bersasarkan garis patahan atau konfigurasi tulang
Transversal – garis patah tulang melintang sumbu tulang (80-100o dari sumbu tulang)
Oblik – garis patah tulang melintang sumbu tulang (<80o atau >100o dari sumbu
tulang)
Longitudinal – garis patah mengikuti sumbu tulang
Spiral – garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih
Comminuted – terdapat 2 atau lebih garis fraktur
4. Berdasarkan hubungan anter fragmen
Fraktur undisplaced
Fraktur displaced
a. Kedua fragmen masih searah
1. Ad latus
2. Ad latus cum contractionum
3. Ad latus cum discontractionum
b. Kedua fragmen tulang membentuk sudut
1. Ad axin cum contractionum
2. Ad axin discontractionum
5. Berdasarkan lokasi fraktur
Tulang panjang : 1/3 proksimal , 1/3 tengah, 1/3 distal
Tulang melintang : ¼ medial , ¼ lateral
diafisis
metafisis
intra-artikuler
Fraktur dengan dislokasi
FRAKTUR EKSTREMITAS ATAS
Fraktur Lengan Atas
1. Fraktur Clavikula
Cukup sering ditemukan (isolated, atau disertai trauma toraks, atau disertai trauma pada sendi
bahu ).
Lokasi fraktur klavikula umumnya pada bagian tengah (1/3 tengah)
Deformitas, nyeri pada lokasi taruma.
Foto Rontgen tampak fraktur klavikula
Terapi :
Konservatif : "Verband figure of eight" sekitar sendi bahu. Pemberian analgetika.
Operativ : internal fiksasi
2. Fraktur Scapula
Badan scapula mengalami fraktur akibat daya penghancur. Leher scapula dapat mengalami
fraktur akibat pukulan atau jatuh pada bahu.
Terapi; :
Reduksi biasanya tidak dapat dilakukan dan tak perlu. Pasien memakai kain gendong agar
nyaman, dan sejak awal mempraktekkanlatihan aktif pada bahu, siku dan jari.
Fragmen glenoid yang besar, akibat fraktur dislokasi pada bahu harus diikiat pada satu
sekrup.
3. Fraktur Pada Humerus Proksimal
Biasanya terjadi setelah usia pertengahan dan banyak ditemukan pada wanita yang menderita
osteoporosis pada masa pasca menopause.
Fraktur biasanya terjadi setelah jatuh pada lengan yang terlentang. Jenis cedera pada orang muda
mungkin menyebabkan dislokasi bahu. Kadang-kadang terjadi fraktur dan dislokasi.
Terapi:
o Fraktur yang sedikit bergeser : cukup di istirahatkan hingga nyeri mereda setelah itu
dilakukan gerak pasif baru kemudian gerak aktif.
Fraktur dua bagian :
Konservatif : velpeau verban
Operativ : internal fiksasi
4. Fraktur Batang Humerus
Jatuh pada tangan dapat memluntir humerus, menyebabkan fraktur spiral. Jatuh pada siku saat
lengan saat posisi abduksi dapat merusak tulang, menyebabkan fraktur olig atau melintang.
Pukulan langsung pada lengan dapat menyebabkan fraktur melintang dan kominutif.
Terapi :
Pada fraktur ini tidak membutuhkan imobilisasi. Kalau fraktur sangat tidak stabil dan sulit
dikendalikan, fiksasi internal lebih baik dengan plat dan sekrup atau paku intra medulla panjang.
Siku Dan Lengan Bawah
1. Fraktur Suparakondilus
Banyak ditemukan pada anak-anak. Fragmen distal dapat bergeser ke posterior atau ke anterior.
Pergeseran posterior akibat jatuh pada lengan yang terlentang. Pergeseran anterior diperkirakan
akibat benturan langsung.
Terapi:
Fraktur yang brgeser ke posterior : direduksi secepat mungkin,dibawah anestesi umum. Ini
dilakukan dengan maneuver secara metodik dan berhati-hati.
Fraktur yang bergeser ke anterior : direduksi dengan menarik lengan bawah dengan siku pada
posisi semi fleksi.
2. Fraktur Bikondilus ( fraktur T dan Y )
Diakibatkan jatuh pada pusat siku menyebabkan procecus olekranon terdorong ke atas, membelah
kondilus menjadi dua.
Terapi :
Konservatif : slab posterior dengan siku berfleksi hamper 90 derajat, gerakan dimulai setelah
2 minggu Fraktur tanpa pergeseran hanya membutuhkan.
Fraktur yang cukup bergeser dilakukan reduksi terbuka dan fiksasi internal.
3. Fraktur pemisahan pada epifisis kondilus lateral
Epifisis kondilus lateral mulai mengeras selama tahun pertama kehidupan dan berfusi dengan
batang setelah 12-16 tahun. Antara usia-asia ini, bagian ini dapat terlepas atau teravuli bila traksi
terlalu kuat.
Disebabkan jatuh pada tangannya dengan siku menekan dalam varus.
Gambaran klinik, siku membengkak (tapi tidak mengalami deformitas) dan terdapat nyeri tekan
pada kondilus lateral.
Terapi :
o Konservatif : Dibebat backslap dengan siku flexi 90 drajat atau dapat dimanipulasi
kedalam posisinya dengan mengekstensikan siku dan menekan kondilus dan kemudian
melakukan fiksasi pada fragmen dengan pen perkutan (Sedikit pergeseran lengan).
o Operativ : reduksi terbuka dan fiksasi internal dengan pen atau sekrup.
4. Pemisahan Epifisis Kondilus Medial
Pemisahan epifisis kondilus medial mulai mengeras pada umur sekitar 5 tahun dan berfusi dengan
batang sekitar umur 16 tahun; antara usia ini dapat terjadi avulse akibat jatuh pada tangan dengan
pergelangan tangan dalam keadaan ekstensi.
Epifisis tertarik ke distal oleh flesor pergelangan tangan yang melekat.
Terapi :
Konsevatif ; manipulasi dengan siku dalam valgus dan pegelangan tangan hyperekstensi
( untuk menarik otot flesor).
5. Fraktur pemisahan seluruh epifisis distal humerus
Pasca cidera yang hebat segmen ini dapat terpisah secara utuh. Contohnya, pada cedera waktu
melahirkan.
Terapi:
Konservatif :
- Fraktur yang brgeser ke posterior : direduksi secepat mungkin,dibawah anestesi umum. Ini
dilakukan dengan maneuver secara metodik dan berhati-hati.
- Fraktur yang bergeser ke anterior : direduksi dengan menarik lengan bawah dengan siku
pada posisi semi fleksi
6. Fraktur Kapitulum
fraktur ini hanya terjadi pada orang dewasa. Jatuh biasanya dengan posisi siku lurus. Setengah anterior
kapitulum dan trokhlca patah dan bergeser ke proksimal.
Gambaran kliniknya; depan siku yang tampak penuh merupakan tanda yang paling menonjol. Fleksi
sangat terbatas.
Terapi :
Konsevatif : diterapi dengan pembebatan sederhana selama 2 minggu (fraktur yang tak bergeser).
Operativ : untuk fraktur yang bergeser
6. Fraktur kaput radius
Fraktur kaput radius sering ditemukan pada orang dewasa.
Disebabkan karena jatuh pada tangan yang terlentang dapat memaksa siku kedalam valgus dan
menekan kaput radius pada kapitulum.
Terapi :
Pada retakan yang tak bergeser, lengan dipertahankan dalam collar dan manset selam 3
minggu.
Fragmen tunggal yang besar dapat direkatkan kembalidengan kawat kirschner.
Fraktur kominutif diterapi dengan reduksi kaput radius.
7. Fraktur leher radius
Jatuh pada tangan yang terlentang dapat memaksa siku kedalam valgus dan menekan kaput radius
pada kapitulum. Pada orang dewasa kaput radius dapat retak atau patah; pada anak-anak tulang
lebih mungkin menglami fraktur pada leher radius.
Terapi :
Pergeseran sampai 20 derajat dengan lengan diistirahatkan dalam collar dan manset dan
latihan dimulai setelah satuminggu.
Pergeseran lebih 20 derajat, direduksi dengan lengan ditarik kedalam estensi dan sedikit
varus.
8. Fraktur olecranon
Terjadi disebabkan karena pukulan langsung atau jatuh pda siku dan akibat dari traksi ketika jatuh
pada pada otot tangan saat otot trisep berkontraksi.
Terapi :
Konservatif : diimobilisasi dengan gips pada posisi fleksi 60 derajat selama 2-3 minggu dan
kemudian latihan dimulai ( fraktur yang tak bergeser ).
Operativ : Fraktur direduksi dan ditahan dengan sekrup panjang atau dengan pemasangan
kawat dengan tegangan ( tension band wiring ) fraktur yang bergeser.
9. Fraktur radius dan ulna
Daya pemluntir menimbulkan fraktur spiral dengan kedua tulang patah pada tingkat yang
berbeda.
Pukulan langsung menyebabkan fraktur melintang kedua tulangpada tingkat yang sama.
Deformitas rotasi tambahan dapat ditimbulkan oleh tarikan otot-otot yang melekat pada
radius.
Terapi ;
Konservatif : pada anak-nak reduksi tertutup biasanya behasil dan fragmen dapat
dipertahankan dalam gips yang panjang lengkap dari axial sampaike batang metacarpal.
Operativ ; imobilisasi fragmen dipertahankan dengan plat dan sekrup atau pen intramedula.
FRAKTUR EKSTREMITAS BAWAH
Komplikasi 1.6.7
Komplikasi segera
o Komplikasi lokal – dapat berupa kerusakan kulit, pembuluh darah (hematom, spasme
arteri, dan kontusio), kerusakan saraf, kerusakan otot, dan kerusakan organ dalam.
o Komplikasi sistemik – syok hemoragik
Komplikasi awal
o Komplikasi lokal – sekuele dari komplikasi segera, berupa nekrosis kulit, gangren,
trombosis vena, komplikasi pada persendian (artritis), dan pada tulang
(infeksi/osteomielitis).
o Komplikasi sistemik – emboli lemak, emboli paru, pneumonia, tetanus, delerium
tremens.
Komplikasi lanjut
o Komplikasi pada persendian – dapat terjadi kontraktur dan kekakuan sendi persisten,
penyakit sendi degeneratif pasca trauma.
o Komplikasi tulang – yakni penyembuhan tulang abnormal (malunion, delayed union dan
non union).
Mal union adalah keadaan dimana tulang menyambung dalam posisi tidak
anatomis, bisa sembuh dengan pemendekan, sembuh dengan angulasi, atau
sembuh dengan rotasi.
Delayed union adalah proses penyembuhan patah tulang yang melebihi waktu
yang diharapkan, hal ini berarti bahwa proses terjadi lebih lama dari batas waktu
yaitu umumnya 3-5 bulan.6
Non union adalah keadaan dimana suatu proses penyembuhan patah tulang
berhenti sama sekali dan penyembuhan patah tulang tidak akan terjadi tanpa
koreksi pembedahan.
o Komplikasi pada otot – miositis pasca trauma, ruptur tendo lanjut
o Komplikasi saraf – Tardy nerve palsy
PENYEMBUHAN TULANG
Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Fraktur:
• Umur penderita
• Letak dan konfigurasi fraktur
• Besarnya pergeseran fragmen fraktur
• Suplai darah ke daerah fraktur
Kriteria Union Secara Klinis
• tidak ada pergerakan antara kedua fragmen
• tidak ada nyeri tekan
• tidak merasa nyeri jika diberi stres angulasi
Penyembuhan Abnormal Fraktur
1. Malunion
• fraktur sembuh dalam waktu yang normal tapi pada posisi yang jelek dengan deformitas
residual (angulasi, rotasi, shortening, lengthening)
• Penyebab:
a. fraktur yang tidak ditindaki
b. pengobatan yang tidak adekuat
c. reposisi / imobilisasi tidak adekuat
d. osifikasi prematur lempeng epifisis
2. delayed union
fraktur dapat sembuh tetapi proses penyembuhan memerlukan waktu yang lebih lama dari
penyembuhan normal (tidak sembuh setelah selang waktu 3 bulan untuk ekst atas dan 5 bulan
untuk ekst bawah)
3. non union (pseudoartrosis)
kegagalan penyembuhan fraktur setelah waktu yang lebih lama dari waktu yang diperlukan untuk
penyembuhan normal (tidak menyembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan konsolidasi
sehingga terdapat pseudoartrosis)
PENATALAKSANAAN FRAKTUR 4, 6, 7
1. Penatalaksanaan secara Umum
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan
terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah
terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk
mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam,
komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat
dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi
rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain
memudahkan proses pembuatan foto.
2. Penatalaksanaan Kedaruratan
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari adanya fraktur dan
berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk
meng-imobilisasi bagian tubuh segara sebelum pasien dipindahkan.
Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan
pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah
gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri,
kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut.
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan menghindari gerakan
fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang memadai sangat penting untuk
mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang. Daerah yang cedera diimobilisasi
dengan memasang bidai sementara dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat
dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan
membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi
ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada, atau
lengan bawah yang cedera digantung pada sling. Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk
menentukan kecukupan perfusi jaringan perifer.
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk mencegah kontaminasi
jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen
tulang yang keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan di atas.
Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian dilepaskan dengan lembut,
pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus
dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan untuk mencegah
kerusakan lebih lanjut.
3. Prinsip Penanganan Fraktur
Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian
fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi 4, 6:
a. Reduksi, yaitu : restorasi fragmen fraktur sehingga didapati posisi yang dapat diterima.6
Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya
dan posisi anatomis normal.
Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada posisi anatomik
normalnya.
Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka.4
Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap
sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan
lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada
kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mengalami
penyembuhan.
Metode reduksi :
1. Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan
fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan “Manipulasi dan
Traksi manual”. Sebelum reduksi dan imobilisasi, pasien harus dimintakan persetujuan tindakan,
analgetik sesuai ketentuan dan bila diperlukan diberi anestesia. Ektremitas dipertahankan dalam
posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain dipasang oleh dokter. Alat imobilisasi
akan menjaga reduksi dan menstabilkan ektremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus
dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
2. Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
3. Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan
bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, palt, paku
atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya
sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
b. Imobilisasi
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam
posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.
Sasarannya adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai terjadi penyembuhan.
Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah dengan alat-alat “eksternal” (bebat, brace,
case, pen dalam plester, fiksator eksterna, traksi, balutan) dan alat-alat “internal” (nail,
lempeng, sekrup, kawat, batang, dll).
Tabel 1. Perkiraan Waktu Imobilisasi yang Dibutuhkan
untuk Penyatuan Tulang Fraktur
c. Rehabilitasi
Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada bagian yang sakit.
Untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan
imobilisasi adalah peninggian untuk meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler,
mengontrol ansietas dan nyeri, latihan isometrik dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktifitas
hidup sehari-hari, dan melakukan aktifitas kembali secara bertahap dapat memperbaiki
kemandirian fungsi. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan
terapeutik.
Tabel 2. Ringkasan Tindakan terhadap Fraktur