Post on 16-Oct-2021
1
PENDAHULUAN
Buku Seni Monumental ini berisi tentang teori-teori yang mendasari penciptaan
seni monumental. Apabila membangun sebuah karya monumen yang diciptakan guna
tujuan tertentu, maka sifat monumental dan nilai psikologis dari monumen tersebut
merupakan hal yang penting sekali untuk diutamakan. Sebab keberhasilan suatu karya
monumen bukan hanya pada bentuk fisik semata tetapi juga harus didukung oleh nilai-
nilai monumentalnya, sehingga tujuan yang terkandung di dalam monumen itu dapat
tercapai. Hal-hal yang dapat mencerminkan sifat ataupun nilai monumental tersebut
perlu dikaji lebih dalam, karena di dalam penciptaan seni monumental biasanya
terdapat hubungan yang erat dengan lingkungan dan masyarakat luas.
Seperti telah disebutkan di atas, buku ini berisi tentang kajian yang mendasari
penciptaan seni monumental. Di samping pemahaman terhadap isi buku, juga
diperlukan praktek-praktek dasar sebagai latihan dalam rangka penerapan dari kajian
atau teori yang ada di dalam buku ini. Dengan adanya pemahaman terhadap isi buku
ini, ditambah dengan latihan yang dilaksanakan, maka pembaca diharapkan akan
mampu menciptakan karya seni monumental dengan baik di samping memiliki
kepekaan dalam mengkaji karya monumental.
2
BAB I
MONUMEN, MEMORIAL, MONUMENTAL DAN SENI MONUMENTAL
A. Pengertian Monumen
Monumen dalam bahasa Inggris disebut Monument, di dalam bahasa Latin yaitu
Monumentum atau Monimentum, dan dalam bahasa Perancis Kuno adalah Monere,
yang semuanya mempunyai arti “to remind” atau untuk “mengenang”,
“mengingatkan”. Secara umum monumen juga mempunyai pengertian sebagai suatu
peninggalan yang dapat mengingatkan atau mengenangkan terhadap suatu hal.
Monumen merupakan suatu benda atau bangunan yang dibangun dengan tujuan
untuk membangkitkan kenangan terhadap sesuatu. Prinsip monumental sengaja
dibubuhkan pada bangunan yang dirancang untuk menarik perhatian orang-orang di
sekitarnya agar tertuju pada bangunan tersebut. Oleh karena itulah, perancangan
sebuah museum erat kaitannya dengan monumentalisme yang ingin dibangkitkan di
dalamnya serta menarik perhatian khalayak yang melintasinya (Rizqiyah, 2012:1).
Pengertian monumen dalam hubungannya dengan usaha pelestarian terhadap
benda-benda peninggalan bersejarah, dapat dikelompokkan dalam beberapa hal, antara
lain: peninggalan lukisan di gua-gua pada periode zaman Paleolithicum maupun
Mesolithicum, misalnya yang ada di Indonesia, yaitu lukisan atau cap-cap tangan di
gua Leang-leang di Sulawesi Selatan; peninggalan bangunan arsitektur seperti Taj
Mahal di India; Candi Borobudur; Candi Prambanan dan candi-candi lainnya di
Indonesia; Piramida-piramida di Mesir; bangunan-bangunan keraton di Indonesia;
maupun patung perunggu Amida Buddha di Kamakura Jepang, dan sebagainya.
B. Monumen dan Memorial
Selain monumen, dikenal pula istilah lain, yakni Memorial. Pengertian monumen
dan memorial memang agak sulit untuk dipisahkan dengan jelas, karena keduanya
mempunyai pengertian yang hampir sama. Memorial merupakan objek yang
3
diperuntukkan sebagai pengingat akan manusia yang wafat atau peristiwa yang telah
lewat. Dalam konteks arsitektur, memorial merujuk pada fasilitas museum yang
bertujuan untuk menghormati tokoh atau peristiwa bersejarah lewat konservasi. Pusat
dokumentasi dirasa sebagai fasilitas paling mumpuni untuk menyampaikan bagian
sejarah. Di dalam sisi interior, perancangan ini membutuhkan kejelian untuk
menafsirkan materi-materi yang penuh emosional dan menyentuh. Tujuannya adalah
menciptakan atmosfir yang sesuai dengan materi yang dipamerkan, sehingga
pengunjung dapat berdialog dengan ruangan tersebut hingga tercapai sebuah emosi
yang dimaksudkan (Poetry, tt: 1).
Pengertian memorial, yaitu sesuatu yang dirancang dengan tujuan untuk selalu
membangkitkan atau menghidupkan ingatan-ngatan terhadap sesuatu hal. Sehingga
monumen dan memorial di dalam arti yang luas adalah semua obyek dalam ukuran
apapun dan biasanya mempunyai tujuan utama, yakni menggali kembali suatu ingatan
terhadap peristiwa atau kejadian tertentu. Contoh obyek sebagai monumen dan
memorial, misalnya berupa peninggalan prasasti-prasasti seperti prasasti batu bertulis
di Kutai Kalimantan Timur. Di samping sebagai prasasti yang berisi uraian suatu
peristiwa yang dapat memberikan gambaran terhadap ingatan, batu bertulis tersebut
juga sebagai monumen. Demikian pula pada batu bertulis dan bergambar sepasang
telapak kaki dihulu sungsi Cisadane di daerah Bogor, Jawa Barat. Di samping sebagai
monumen hal itu juga sebagai memorial.
4
Gambar 1. Lukisan pada dinding gua leang-leang di Sulawesi Selatan
(Sumber: www.btravindonesia.com)
Gambar 2. Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah.
(Sumber: id.wikipedia.org)
5
Gambar 3. Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat.
(Sumber: panduanwisata.id)
Gambar 4. Taj Mahal merupakan peninggalan bersejarah dunia.
(Sumber: www.viator.com)
6
Gambar 5. Prasasti batu tulis di Kutai, Kalimantan Timur. (Sumber: id.wikipedia.org)
Gambar 6. Batu tulis dengan huruf Pallawa dan bahasa sanksekerta di hulu sungai Ci Sadane
di daerah Bogor, Jawa Barat.
7
(Sumber: id.wikipedia.org)
Gambar 7. Monumen Lingga sebagai memorial peninggalan bersejarah
(Sumber: www.disparbud.jabarprov.go.id)
C. Monumental dan Seni Monumental
Sesuai dengan uraian di atas, maka pada monumen dan memorial terkandung nilai
monumental, yaitu suatu nilai yang secara psikologis muncul sehubungan dengan
monumen.
Nilai monumental dapat muncul berdasarkan beberapa hal, yaitu:
1. Segi Kesejarahan atau Historis
Peninggalan benda bersejarah adalah suatu monumen dan nilai monumental
muncul karena benda peninggalan tersebut menjadi sangat berharga, terutama dalam
mengingatkan kembali kepada suatu rentetan peristiwa yang telah terjadi pada masa
lalu. Sebagai contoh: peninggalan batu bertulis atau prasasti; Monumen Pancasila Sakti
di Lubang Buaya, Jakarta; Monumen Selamat Datang maupun Monumen Pembebasan
Irian Barat di Jakarta, yang ke semuanya mengingatkan kepada suatu peristiwa
bersejarah tertentu.
8
Gambar 8. Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya, Jakarta, untuk mengingatkan
peristiwa bersejarah pemberontakan G30S/PKI dan mengenang gugurnya para pahlawan
Revolusi.
(Sumber: www.sejarahtni.org)
2. Segi Filosofis
Dasar pemikiran dan konsep penciptaan karya monumental melahirkan sebuah
bentuk yang dapat mencerminkan tentang misi dan tujuan yang terkandung di dalam
seni monumental. Misalnya, Monumen Tonggak Samudra yang diciptakan di
Pelabuhan Peti Kemas di Tanjung Priok, Jakarta.
9
Gambar 9. Tonggak Samudra karya monumental dari G. Sidharta di Tanjung Priok,
Jakarta.
(Sumber: archive.ivaa-online.org)
Gambar 10. Detail dari monumen Tonggak Samudra.
(Sumber: archive.ivaa-online.org)
10
Gambar 11. Detail dari monumen Tonggak Samudra.
(Sumber: archive.ivaa-online.org)
Gambar 12. Detail dari monumen Tonggak Samudra.
(Sumber: archive.ivaa-online.org)
11
Gambar 13. Detail dari monumen Tonggak Samudra.
(Sumber: archive.ivaa-online.org)
3. Segi Teknis dan konstruksi
Segi teknis dan konstruksi, yaitu berupa keunikan dalam hal konstruksi untuk
membangun karya. Sebagai contoh, keunikan konstruksi pada Menara Eifel di Paris
yang jelas diperlihatkan.
12
Gambar 14. Menara Eiffel di Paris, Perancis dengan konstruksinya yang mendukung nilai
monumental.
(Sumber: artikel.okeschool.com)
13
Gambar 15. Menara Pisa di Italia yang miring menjadikan tambahan nilai monumental
(Sumber: id.wikipedia.org)
Gambar 16. Citra berlawanan yang mengesankan dari Museum Guggenheim, oleh Frank
Lloyd Wright.
(Sumber: www.guggenheim.org)
14
4. Segi Penataan Ruang dan Tempat (Letak)
Penataan ruang mampu mendukung agar lebih menampilkan nilai monumental,
misalnya pada Monumen Nasional (Monas). Pada Monas, ruang luar ditata sedemikian
rupa sehingga Tugu Monas tidak terganggu oleh obyek-obyek lain yang dapat
mengganggu atau menurunkan nilai monumentalnya. Penempatan obyek yang tepat,
misalnya pada Monumen Khatulistiwa (Tugu Equator) di Pontianak, Kalimantan.
Meskipun ukuran fisik dari Tugu Equator tersebut boleh dikatakan tidak begitu besar
dan tinggi serta penataan ruang luarnya yang relatif kecil dibandingkan dengan Monas,
tetapi dengan penempatan atau letaknya yang tepat berada di bawah garis lintas
khatulistiwa, maka nilai monumentalnya terasa sekali.
5. Ukuran dan Bentuk Obyek
Ukuran besar maupun tingginya suatu obyek atau karya, dapat pula mendukung
nilai monumental. Sebagai contoh: Monumen Liberty di Amerika Serikat. Di samping
tempat atau letaknya (site) yang sangat mendukung, ukurannya juga sangat besar dan
tinggi patung, sehingga menimbulkan nilai monumental yang luar biasa. Demikian
pula bentuk obyek atau karya yang unik, misalnya pada menara Pisa di Italia yang
miring akan sangat mendukung nilai monumentalnya. Museum Guggenheim oleh
Frank Lloyd Wright, dengan bentuk yang berlawanan (kontras) dengan sekitarnya juga
dapat mendukung nilal monumental.
Bentuk dan ukuran karya di atas sebenarnya saling berhubungan di dalam
mendukung nilai monumental pada suatu obyek atau karya. Uraian di atas yang
menjelaskan satu persatu karya dengan contoh adalah untuk mempermudah
pemahaman terhadap penggambaran di dalam uraian. Dengan adanya beberapa hal
yang berperan dapat mendukung suatu nilai monumental, oleh karena itu seni
monumental dapat diartikan sebuah karya seni yang diciptakan dengan pertimbangan-
pertimbangan beberapa hal, sehingga nilai monumental di dalam karya itu dapat
tercapai. Hal-hal yang dapat mendukung nilai monumental harus selalu diperhitungkan
di dalam seni monumental. Sebuah karya erat hubungannya dengan lingkungan
15
maupun dengan masyarakat luas. Dan oleh karenanya, sebuah karya biasanya dikenal
sebagai istilah "Public Art" atau seni untuk masyarakat.
Jika dilihat dari arti bahasanya, bangunan monumental adalah bangunan yang
merupakan hasil perwujudan dari fungsi-fungsi tertentu yang mencerminkan kesan,
nilai keagungan, kemegahan, kebesaran, kekuasaan, dan sebagainya, di mana nilai
monumental ditampilkan lewat bentuk bangunan maupun penataannya. Bangunan
monumental dapat digambarkan sebagai perwujudan sebuah sculpture. Bila terdapat
banyak struktur dalam satu grup bangunan monumental, maka perencanaan menjadi
kompleks, dan ruang luar di antara struktur-struktur itu cenderung menjadi ruang
(Supriyadi, tt: 4).
Di dalam merancang bangunan monumental, ada beberapa unsur yang sangat
berperan (Supriyadi, tt: 6), yaitu:
1. Fisik Bangunan
1. Bentuk bangunan relatif meninggi..
2. Dominasi unsur-unsur vertikal.
3. Penampakan bangunan biasanya dikaitkan dengan makna simbolis dan
fisiologis.
4. Skala monumental.
2. Perancangan Tapak
1. Kesan yang ditampilkan mencakup nilai-nilai kewibawaan, resmi, terarah, dan
seimbang.
2. Pencapaian biasanya langsung menuju bangunan utama.
3. Pola sirkulasi utama cenderung monoton dan statis sehingga menguatkan nilai
bangunan utama dan melemahkan bangunan penunjang, dan biasanya dibantu
dengan konsep axis.
4. Pengelompokan ruang dan fungsi berdasarkan hirarki yang ditampilkan
dengan tegas.
5. Tapak cenderung relatif luas.
16
Beberapa pendekatan dalam perancangan tapak bangunan monumental, yaitu:
1. Penarikan masa utama menjauh dari main entrance.
2. Meninggikan massa bangunan utama.
3. Pencapaian dengan tingkatan-tingkatan.
D. Bentuk dan Letak (tempat) Seni Monumental
1. Bentuk Seni Monumental
Pada dasarnya ada dua macam bentuk karya seni monumental, yaitu:
a. Seni monumental dalam bentuk dua dimensional atau dwi matra, yaitu dalam arti
bahwa karya hanya dapat dilihat dari arah depannya saja. Pengertian bentuk dua
dimensional atau dwi matra ini dapat diperluas, yaitu termasuk karya yang
permukaannya membentuk relief (timbul), sehingga karya tersebut dapat dilihat
dari sisi depan dan juga sisi samping atau serong kiri kanan.
b. Seni monumental dalam bentuk tiga dimensional atau tri matra, merupakan karya
yang dapat dilihat dari segala arah dan pada sekeliling bentuk karya.
2. Letak atau Tempat Seni Monumental
a. Berdasarkan letak atau tempat, maka seni monumental dalam bentuk dwi matra
dapat terletak pada:
1) Dinding bangunan, baik pada dinding bagian luar bangunan maupun pada
dinding ruang dalam bangunan.
2) Terletak pada langit-langit dalam bangunan.
3) Terletak pada lantai, baik di lantai ruang luar maupun di lantai ruang dalam
bangunan.
b. Seni monumental tri matra, dapat terletak pada:
1) Ruang luar yang khusus ditata atau dirancang untuk mendukung nilai
monumental dari karya seni monumental.
2) Ruang luar dari suatu lingkungan yang sudah ada bangunan.
17
3) Ruang dalam pada suatu bangunan.
Berikut adalah beberapa contoh gambar yang menampilkan karya monumental
dua dimensional atau dwi matra di luar bangunan.
18
19
20
21
Gambar 17. Ndebele-Village, 40 km West outside Pretoria, Africa. Seni monumental dalam
bentuk dwi matra pada dinding bangunan bagian luar.
(Sumber: www.worldtravelserver.com)
22
Gambar 18. Seni monumental dalam bentuk dwi matra pada dinding bangunan bagian luar.
(Sumber: prikols.in.ua)
Gambar 19. Seni monumental dalam bentuk dwi matra pada dinding bangunan bagian luar.
(Sumber: www.wired.co.uk)
23
Gambar 20. Seni monumental dalam bentuk dwi matra pada dinding bangunan bagian luar.
(Sumber: www.froot.nl)
Gambar 21. Seni monumental dalam bentuk dwi matra pada dinding bangunan bagian luar.
(Sumber: goodideas.front.lv)
24
Gambar 22. Seni monumental dalam bentuk dwi matra pada dinding bangunan bagian luar.
(Sumber: theworklife.com)
Gambar 23. Seni monumental dalam bentuk dwi matra pada dinding bangunan bagian luar.
(Sumber: laimyours.com)
25
Gambar 24. Relief painting exterior wall of the house staying classic style in Buaran, Jakarta,
Indonesia. Karya monumental dengan relief pada dinding luar bangunan.
(Sumber: www.pinterest.com)
Gambar 25. “Tumbuh dan Berkembang”, karya monumental dari G. Sidharta, di Gedung
Propelad, Bandung.
(Sumber: archive.ivaa-online.org)
26
Gambar 26. Seni monumental dalam bentuk dwi matra pada dinding bangunan bagian luar.
(Sumber: kvltmagz.co)
Gambar 17 sampai 26 di atas adalah contoh karya monumental dan karya dua dimensional atau
dwi matra pada dinding luar bangunan.
27
Gambar 27. Karya Seni monumental dan karya seni dua dimensional atau dwi matra pada
dinding bangunan bagian dalam.
(Sumber: www.kikareichert.com)
Gambar 28. Karya monumental dalam bentuk dwi matra pada dinding bangunan bagian
dalam.
(Sumber: gallery4share.com)
Gambar 29. Karya monumental dua dimensional atau dwi matra pada dinding bangunan
bagian dalam. Monumentalnya diperluas membentuk relief sehingga dapat dilihat pada sisi
serong kanan kiri.
28
(Sumber: www.homesdesignidea.com)
Gambar 30. Seni monumental pada dinding bangunan bagian dalam.
(Sumber: www.predictomobile.com)
Gambar 31. Seni monumental dalam bentuk dwi matra pada dinding bangunan bagian dalam.
(sumber: dinosaurpalaeo.wordpress.com)
29
Gambar 31. Xuanzang Memorial Hall. Seni monumental dalam bentuk dwi matra pada
dinding bangunan bagian dalam.
(Sumber: commons.wikimedia.org)
Gambar 27 sampai 31 adalah contoh karya monumental dan dua dimensional atau dwi matra
pada dinding bangunan bagian dalam.
Gambar 32. Seni monumental dalam bentuk dwi matra pada dinding bangunan bagian luar.
(Sumber: www.livablecities.org)
30
Gambar 33. Seni monumental dalam bentuk dwi matra pada dinding bangunan bagian luar. (Sumber: www.imgbuddy.com)
Gambar 32 dan 33 adalah contoh karya monumental dua dimensional atau dwi matra pada
dinding bangunan bagian luar.
Gambar 34. Ceiling painting of the Marble Hall, Melk Abbey, Austria. Karya monumental
dwi matra pada langit-langit bangunan bagian dalam.
(Sumber: commons.wikimedia.org)
31
Gambar 35. Karya monumental dwi matra pada langit-langit bangunan bagian dalam.
(Sumber: www.tripadvisor.com)
Gambar 36. Paintings on ceiling, St. Peter Basilica. Karya monumental dwi matra pada
langit-langit bangunan bagian dalam.
(Sumber: www.viator.com)
32
Gambar 37. The paintings on the ceiling of the Sistine Chapel. Karya monumental dwi matra
pada langit-langit bangunan bagian dalam.
(Sumber: www.travelet.com)
Di bawah ini contoh karya seni monumental dwi matra dengan membangun dinding
pada tempat tertentu, kemudian baru menciptakan karya relief ataupun muralnya.
Gambar 38. Off the Wall: Keith Haring and the Kids, Keith Haring Foundation.
(Sumber: www2.mcachicago.org)
33
Gambar 39. A man walks by 'The Wall of Respect', a public art project conceived by OBAC
(The Organization of Black American Culture), Chicago, IL, 1967.
(Sumber: www.gettyimages.co.uk)
Gambar 40. Piazza Del Campidoglio, Roma.
(Sumber: www.roma-antiqua.de)
34
Gambar 41. Cheb-main square.
(Sumber: commons.wikimedia.org)
Gambar 40 dan 41 adalah contoh karya monumental dua dimensional atau dwi matra pada
lantai bagian luar bangunan.
Gambar 42. Monumen Pahlawan Nasional Kalibata, dengan penataan Ruang Gerak untuk
upacara-upacara atau parade.
(Sumber: www.bin.go.id)
35
Gambar 43. Tugu Negara Malaysia.
(sumber: karmatourbali.com)
Gambar 42 dan 43 adalah contoh karya seni monumental dengan penataan ruang luarnya.
Gambar 44. Monument aux Girondins, Perancis. Air digunakan juga sebagai unsur pada
karya seni monumental.
(Sumber: photosclips.com)
36
Gambar 45. Salah satu detail dari Monument aux Girondins, Perancis.
(Sumber: www.fond-ecran-image.com)
Gambar 46. Toronto Distillery District Spider Sculpture Untapped Cities. Karya monumental
tri matra dengan lingkungan tempat sudah ada bangunan.
(Sumber: untappedcities.com)
37
Gambar 47. Karya monumental tri matra pada ruang di dalam bangunan.
(Sumber: www.yelp.com)
Gambar 48. Karya monumental tri matra pada ruang di dalam bangunan.
(Sumber: www.idesignarch.com)
38
Gambar 47 dan 48 adalah contoh karya monumental tiga dimensional atau tri matra pada ruang
di dalam bangunan.
E. Jenis Seni Monumental
Menurut Supriyadi (tt: 4) ada 2 jenis seni monumental, yaitu seni monumental
tunggal dan seni monumental kompleks.
1. Seni Monumental Tunggal
Seni monumental tunggal, yaitu karya yang diciptakan atau dibangun dalam
jumlah satu buah saja. Bangunan monumental tunggal adalah monumental yang
dicapai dengan mengucilkan suatu obyek terhadap obyek lain. Kesan monumental
terjadi karena elemen vertikal. Monumen itu terjadi bila antara objek dan ruang
tidak saling terjadi perembesan dan penembusan ruang. Selain itu, monumental
akan semakin unik dan semakin tinggi kualitasnya bila terdapat keseimbangan
antara objek dan ruangnya. Tapi bila ada objek lain yang mengganggu ruang
bayangan di sekitar monumen, maka keseimbangan tadi juga akan terganggu dan
nilai monumentalnya akan berkurang drastis. Monumen jenis ini mempunyai ciri:
sederhana; bersih dan polos; tanpa perembesan atau penembusan. Sehingga pada
dasarnya monumental tunggal ini mempunyai sifat:
a. Sederhana, yaitu karya yang diciptakan hanya tercurah pada satu karya saja.
b. Bersih dan polos, dalam arti bahwa suatu karya tunggal tidak akan terganggu
oleh pengaruh timbal balik seperti pada karya monumental kompleks. Sebab
dalam monumental kompleks, di mana karya terdiri lebih dari satu maka
diperlukan pemikiran untuk mendapatkan keseimbangan antara karya yang
satu dengan lainnya agar dapat memperoleh satu kesatuan sehingga terjaga
nilai monumentalnya.
c. Tidak melibatkan manusia, yaitu pada monumental tunggal, manusia berada
di luar karya. Manusia tidak dapat masuk atau keluar pada karya.
39
Gambar 49. Civil War Monument and Town Hall, Waltham, MA. (Sumber: commons.wikimedia.org)
Gambar 50. Grey's Monument, Grainger Town, Newcastle.
40
(Sumber: www.northern-horizons.co.uk)
Gambar 51. Monument in old town Warsaw.
(Sumber: www.tripadvisor.co.id)
Gambar 49 sampai 51 adalah contoh karya monumental tunggal.
2. Seni Monumental Kompleks
Seni monumental kompleks, yaitu karya yang diciptakan atau dibangun lebih dari
satu karya, sehingga merupakan struktur-struktur di dalam satu kesatuan. Bangunan
monumental kompleks adalah bangunan monumental yang terjadi dari suatu desain
bangunan yang dikelompokkan membentuk cluster. Bangunan monumen ini
mempunyai ciri: kompleks; permainan tegas dan jelas; merembes dan menembus;
menyangkut nilai-nilai kemanusiaan. Pada dasarnya monumental kompleks ini
mempunyai sifat:
41
a. Kompleks, terdiri dari suatu kelompok karya yang diciptakan atau dibangun
sehingga merupakan karya kompleks.
b. Terjadi permainan gelap terang, dengan karya yang terdiri lebih dari satu
buah, maka akan terjadi permainan gelap terang yang sangat berpengaruh
pada monumental kompleks.
c. Melibatkan manusia, dengan suatu kompleks karya maka di antara karya-
karya yang satu dengan yang lainnya akan terjadi pengaruh timbal balik dan
kesan meruang. Dengan demikian manusia dapat keluar masuk di antara
karya-karya kompleks tersebut.
Gambar 52. Gugulethu Seven Monument. (Sumber: www.modernoverland.com)
42
Gambar 53. Korean War Monument, Washington DC. (Sumber: www.cambridge2000.com)
Gambar 54. Memorial Complex, National Museum of History of Great Patriotic War of
1941-1945. Mother Motherland, Kiev, Ukraine. (Sumber: www.flickr.com)
43
Gambar 55. The statue of Antonio Maceo, Cuba. (Sumber: www.jessekaplanphoto.com)
Gambar 56. A modern monument between two leaning towers in Madrid.
(Sumber: www.flickr.com)
Gambar 55 dan 56 adalah contoh karya monumental, baik sebagai monumen maupun sebagai
monumental.
44
RANGKUMAN
A. Secara umum pengertian monumen adalah sebuah peninggalan yang dapat
mengingatkan atau mengenangkan terhadap suatu hal atau peristiwa.
B. Antara monumen dan memorial agak sukar dipisahkan pengertiannya secara jelas.
Sebab pengertian memorial adalah sesuatu yang dirancang dengan tujuan untuk
selalu membangkitkan atau menghidupkan ingatan terhadap sesuatu hal. Oleh
karena itu monumen dan memorial dalam arti luas ialah semua obyek dalam
ukuran apapun dan biasanya mempunyai tujuan utama, yaitu menggali kembali
suatu ingatan terhadap peristiwa atau kejadian khusus.
C. Monumental adalah suatu nilal yang secara psikologis muncul sehubungan dengan
monumen.
Nilai monumental dapat muncul berdasarkan pada :
1. Segi Kesejarahan atau historis
2. Segi Filosofis
3. Segi Teknis
4. Segi Penataan ruang dan tempat atau letak (site)
5. Ukuran dan bentuk obyek
D. Ada dua macam bentuk karya seni monumental yaitu :
a. Seni monumental dalam bentuk dua dimensional atau dwi matra.
b. Seni monumental dalam bentuk tiga dimensional atau tri matra.
E. Berdasarkan letak atau tempat seni monumental adalah :
a. Seni monumental dwi matra terletak pada :
1) Dinding bangunan bagian luar maupun dinding bangunan bagian
dalam.
2) Pada langit-langit bangunan.
3) Pada lantai, baik pada lantai ruang luar maupun ruang dalam.
45
b. Seni monumental tri matra terletak pada :
1) Ruang luar yang ditata atau dirancang untuk mendukung nilai
monumental pada karya seni monumental.
2) Ruang luar dari suatu lingkungan yang sudah ada bangunan.
3) Ruang dalam pada suatu bangunan.
Kepustakan :
Ashihara, Yoshinobu. Sugeng Gunadi (penterjemah). 1983. Merancang Ruang Luar.
Surabaya: P.T. Dian Surya.
Benton, William. 1968. "Monuments" in Encyclopaedia Britannica, vol. 15, Chicago:
Encyclopaedia Britannica Inc, Publisher.
Bittermann, Eleanor. 1952. Art in Modern Architecture. New York, U.S.A.: Reinhold
Publishing Corporation.
Poetry, Feysa. (tt). Perancangan Interior Pusat Dokumentasi Sejarah 1965: Titik
Kulminasi. Bandung: Desain Interior, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD)
ITB.
Sukmono, R. 1981. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia. Yogyakarta: Yayasan
Kanisius.
Supriyadi, Bambang. (tt) Tugu Monumen Nasional Sebagai “Landmark” Kawasan
Silang Monas. Semarang: Fakultas Teknik Arsitektur, Universitas Diponegoro.
46
BAB II
RUANG PADA SENI MONUMENTAL
Apabila akan menciptakan atau membangun sebuah karya monumental, baik
tunggal ataupun kompleks yang terletak pada suatu tempat tersendiri dan merupakan
ruang terbuka, maka peran dan pengaruh penataan ruang terbuka ini sangatlah penting
terhadap karya monumental tersebut. Oleh sebab itu, dalam Bab ini diuraikan tentang
pengertian ruang itu sendiri sehubungan dengan seni monumental.
A. Pengertian Ruang
Adanya pengertian ruang, apakah nyata atau tidak, pada dasarnya menyangkut
peran manusia di dalamnya. Manusia di antara manusia yang lain merasa perlu
mempunyai jarak (space), kelonggaran (space) di sekitarnya, lingkup (enclose) yang
memagari atau melingkupi (enclosure), batas (boundary) perlindungan (shelter) yang
melindunginya, dan keadaan di sekelilingnya yang membentuk suasana (environment),
karena di antara mereka juga terdapat kebutuhan dan kepentingan yang berbeda
(Ronald, 1989: 409).
Selanjutnya yang disebut ruang atau tata ruang dapat ditafsirkan sebagai suatu
himpunan dengan hubungan komponen satu dengan lainnya yang mempunyai
persatuan selaras, dalam arti kata pencampuran yang menunjukkan sifat kerukunan,
dengan memperhatikan pada asas faedah, kejujuran, kesetiaan, dan keadilan secara luas
dan mendalam. Pengertian ini jika dikaitkan dengan ruang, yaitu sebuah ruang yang
telah mengalami pengaturan yang kompleks dan rumit. Rumit dalam jiwa, sifat, peran,
pengungkapan, penampilan, dan bentuknya (Ronald, 1989: 405).
Menurut Surasetja (2007: 7-8) ada beberapa definisi tentang ruang, yaitu
menurut Lao Tzu, ruang adalah “kekosongan” yang ada di sekitar manusia maupun di
sekitar obyek atau benda. Ruang yang terkandung di dalam adalah lebih hakiki
47
daripada materialnya, yaitu masa. Kekosongan yang terbingkaikan oleh elemen
pembatas pintu dan jendela, boleh dianggap sebagai ruang transisi yang membatasi
bentuk arsitekur yang fundamental. Ada tiga tahapan hirarki ruang: pertama, ruang
sebagai hasil dari perangkaian secara tektonik; kedua, ruang yang dilingkupi bentuk
stereotomik; dan ketiga, ruang peralihan yang membentuk suatu hubungan, antara
bagian dalam dengan dunia luar.
Menurut Plato, ruang adalah sesuatu yang dapat terlihat dan diraba, menjadi
teraba karena memiliki karakter yang jelas berbeda dengan semua unsur lainnya. Plato
mengatakan bahwa segala sesuatunya harus berwadah, kasat mata, dan teraba namun
tak ada sesuatu pun yang kasat mata tanpa adanya api (cahaya), tak ada sesuatu pun
yang dapat teraba bila tak bermassa, dan tak ada sesuatu pun yang dapat bermassa tanpa
adanya unsur tanah. Maka Tuhan pun menciptakan dunia dari api dan tanah. Meletakan
air dan udara di antara api dan tanah dan membuatnya sebanding antara yang satu
dengan lainnya, sehingga udara dan air sebanding dengan air dan tanah, demikian Ia
membuat dunia ini sebagai kesatuan yang kasat mata dan teraba. (Cornelis van d Ven,
1995).
Menurut Aristoteles, ruang adalah sebagai tempat (topos), sebagai suatu di
mana, atau sesuatu place of belonging, yang menjadi lokasi yang tepat di mana setiap
elemen fisik cenderung berada. Aristoteles mengatakan bahwa wadak-wadak semata
bergerak ke atas dan ke bawah menuju tempatnya yang tetap dan setiap hal berada di
suatu tempat, yakni dalam sebuah tempat. Suatu tempat, atau ruang, tidak dapat
memiliki suatu wadak (Cornelis van d Ven, 1995). Oleh karena itu, karakteristik dari
ruang dirangkum menjadi lima macam:
1. Tempat melingkupi obyek yang ada padanya.
2. Tempat bukan bagian dari yang dilingkupinya.
3. Tempat dari suatu obyek tidak lebih besar dan tidak lebih kecil dari obyek
tersebut.
4. Tempat dapat ditinggalkan oleh obyek serta dapat dipisahkan dari obyek itu.
48
5. Tempat selalu mengikuti obyek, meskipun obyek terus berpindah sampai
berhenti pada posisinya.
Menurut Josef Prijotomo, ruang adalah bagian dari bangunan yang berupa
rongga, sela yang terletak di antara dua obyek dan alam terbuka yang mengelilingi dan
melingkupi manusia. Bukan obyek rinupa dan ragawi yang tidak terlihat dan hanya
dapat dirasakan oleh pendengaran, penciuman, dan perabaan.
Menurut Rudolf Arnheim, ruang adalah sesuatu yang dapat dibayangkan
sebagai satu kesatuan terbatas atau tidak terbatas, seperti keadaan kosong yang sudah
disiapkan dan mempunyai kapasitas untuk diisi barang. Menurut Immanuel Kant,
ruang bukanlah suatu obyektif atau nyata dan merupakan sesuatu yang subyektif
sebagai hasil pikiran dan perasaan manusia. Ruang meruapakan suatu ide a priori,
bukan suatu obyek empirik, yang dihasilkan dari pengalaman-pengalaman eksterior.
Kant menulis bahwa konsep-konsep a priori tidak berasal dari pengalaman, namun
sepenuhnya berasal dari opini dalam pemahaman murni. Selain dari a priori intuisi,
Kant juga mengenakan kualitas ketidakterbatasan terhadap ruang dan waktu (Surasetja,
2007: 7-8).
B. Terjadinya Ruang
Pada dasarnya ruang terjadi karena adanya hubungan antara suatu obyek
dengan manusia yang melihatnya. Sedangkan pengertian ruang secara arsitektur, yaitu
bahwa hubungan tersebut di samping karena adanya penglihatan, juga dipengaruhi oleh
penciuman, pendengaran, maupun perabaan. Pengaruh penciuman misalnya
penciuman saat merasakan adanya bau tertentu. Maka hal tersebut menandakan bahwa
orang berada dalam suatu jangkauan jarak tersebarnya bau dari sumber asal bau
tersebut. Demikian pula pengaruh pendengaran, yang berarti orang berada di dalam
jangkauan jarak sebaran suara. Pengaruh perabaan dapat pula dirasakan dengan benda-
benda yang ada di sekeliling yang dapat menjadikan tanda atau secara tidak langsung
menjadi pembatas suatu ruang.
49
Ruang dapat pula terjadi oleh karena pengaruh iklim maupun adanya suatu
kegiatan atau peristiwa. Beberapa contoh terjadinya ruang karena pengaruh hal-hal
tersebut misalnya:
1. Apabila pada waktu hujan seseorang berjalan di bawah payung yang terbuka
maka terciptalah suatu ruang di bawah payung itu karena air hujan tertahan
oleh payung.
2. Apabila di bawah terik matahari seseorang berjalan di bawah payung yang
terbuka maka tercipta pula suatu ruang di bawah payung karena cahaya terik
matahari tertahan oleh payung sehingga membentuk ruang yang teduh.
3. Apabila sebuah keluarga pergi piknik, kemudian di suatu tempat atau
lapangan terbuka mereka menggelar tikar untuk duduk-duduk sambil makan,
maka di atas tikar yang digelar tersebut terciptalah suatu ruang yang terpisah
dari alam yang tak terbatas. Kemudian apabila tikar tadi digulung, maka
hilanglah ruang tersebut dan tinggallah lapangan terbuka seperti semula.
4. Apabila orang berkerumun mengelilingi seseorang pembicara maka
terbentuklah ruang. Misalnya seorang pedagang atau penjual obat yang
dikerumuni atau dikelilingi orang banyak dan bila kerumunan orang tersebut
bubar maka hilang pula ruang yang terbentuk tadi.
50
Gambar 57. Waktu hujan sepasang muda-mudi berada di bawah payung, oleh karena itu
terciptalah ruang yang tidak terkena air hujan.
(Sumber: www.123rf.com)
Gambar 58. Seorang ibu membuka payung saat berjalan di bawah terik matahari, oleh karena
itu tercipta ruang yang teduh di bawah payung.
(Sumber: hypervocal.com)
51
Gambar 59. Apabila ada keluarga yang berpiknik dan menggelar tikar untuk istirahat, maka
terbentuklah suatu ruang. Bila tikar tersebut digulung kembali, maka hilanglah ruang untuk
istirahat tadi.
(Sumber: desertedattic.wordpress.com)
Gambar 60. Apabila orang berkerumun mengelilingi seseorang pembicara, maka terbentuklah
ruang di sekitar pembicaraan itu. Jika mereka bubar maka ruang tersebut juga hilang.
(sumber: www.gettyimages.com)
52
C. Bentuk Ruang
Ada dua jenis ruang pada seni monumental, yaitu ruang dalam dan ruang luar.
Masing-masing ruang tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Uraian mengenai
ruang dalam dan ruang luar adalah sebagai berikut.
1. Ruang Dalam
Pada umumnya yang dinamakan ruang dalam (interior) dibatasi oleh tiga
bidang, yakni bidang lantai, dinding, dan langit-langit. Ketiga bidang itu merupakan
unsur-unsur di dalam arsitektur. Meskipun mungkin ruang dalam tidak mutlak dibatasi
oleh tiga unsur tadi. Contohnya pada sebuah gua, maka sulit untuk membedakan tiga
bidang tersebut. Sebab lantai, dinding, dan atap menjadi satu, yakni lantai menerus jadi
dinding dan atap.
Ruang dalam selalu terbentuk oleh tiga elemen pembentuk ruang, yaitu:
1. Bidang alas atau lantai (the base plane).
2. Bidang pembatas atau dinding (the vertical space divider).
3. Bidang langit-langit atau atap (the overhead plane).
Lantai sebagai bidang alas, besar pengaruhnya terhadap pembentukan ruang,
karena bidang itu erat hubungannya dengan fungsi ruangnya. Permukaan lantai pada
ruang dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Bahan keras (batu, kerikil, pasir, beton, aspal, dan sebagainya).
2. Bahan lunak (karpet, rumput, tanah, dan sebagainya).
Bidang alas atau lantai (the base plane). Bidang lantai yang mempunyai sifat
bahan yeng berbeda dari permukaan lantai lainnya, akan membentuk kesan ruang
tersendiri. Pengaruh perbedaan bahan tersebut digunakan untuk membedakan fungsi-
fungsi pada ruang luar yang berlainan. Selain perbedaan bahan lantai, perbedaan tinggi
pada suatu bidang lantai akan membentuk kesan dan fungsi ruang yang baru tanpa
53
mengganggu hubungan visual antara ruang-ruang tersebut. Oleh karena lantai
merupakan pendukung kegiatan manusia dalam suatu bangunan, sudah tentu secara
struktural harus kuat dan awet. Lantai juga merupakan unsur yang penting di dalam
sebuah ruang, bentuk, warna, pola dan teksturnya akan menentukan sejauh mana
bidang tersebut akan menentukan batas-batas ruang dan berfungsi sebagai dasar di
mana secara visual unsur-unsur lain di dalam ruang dapat dilihat. Tekstur dan
kepadatan material di bawah kaki juga akan mempengaruhi cara berjalan di atas
permukaannya (Surasetja, 2007: 8).
Bidang dinding atau pembatas (the vertical space devider). Sebagai unsur
perancangan, bidang dinding dapat menyatu dengan bidang lantai atau dibuat sebagai
bidang yang terpisah. Bidang tersebut bisa sebagai latar belakang yang netral untuk
unsur-unsur lain di dalam ruang atau sebagai unsur visual yang aktif di dalamnya.
Bidang dinding ini dapat juga transparan seperti halnya sebuah sumber cahaya atau
suatu pemandangan (Surasetja, 2007: 8). Dinding, sebagai pembatas ruang dapat
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Dinding masif, dapat berupa permukaan tanah yang miring atau vertikal
(alami), atau susunan batu bata, beton, dan sebagainya. Sifat dinding ini
sangat kuat dalam pembentukan ruang.
2. Dinding transparan, terdiri dari bidang transparan seperti pagar bambu,
logam, kayu, yang disusun tidak rapat; pohon dan semak yang renggang.
Sifat dinding ini kurang kuat dalam pembentukan ruang.
3. Dinding semu, merupakan dinding yang dibentuk oleh perasaan pengamat
setelah mengamati suatu obyek atau keadaan. Dinding ini terbentuk oleh
garis-garis, misalnya garis batas air sungai, laut, cakrawala.
Selain itu terdapat juga pembatas yang secara khusus memberi peran terhadap
ruang. Pembatas ini dapat diaplikasikan pada ruang dalam maupun ruang luar. Peran
pembatas ada beberapa macam, yaitu:
54
1. Sebagai pemberi arah atau suasana, deretan pohon yang direncanakan dan
diatur dapat menerangkan pada pengamat apa yang akan dimasuki seperti
markas tentara, sekolah, dan sebagainya.
2. Sebagai penerang, pagar dapat memperkuat, mengubah, dan membentuk
pola lalu lintas dalam satu ruang. Sebagaimana dapat dirasakan gerbang
suatu gedung pada kompleks sering mengesankan adanya “undangan”,
sedangkan dinding penghalang seakan-akan berkata “ikuti jalan ini”.
3. Sebagai pengontrol, elemen vertikal penting sebagai unsur yang mengawasi
atau mengontrol angin, cahaya, temperatur, dan suara. Unsur dapat
digunakan untuk mengubah dan membelokkan angin, mengatur banyaknya,
bahkan untuk menolaknya.
4. Sebagai penutupan efektif, dalam usaha mencapai ruang yang memiliki
privacy, atau untuk keamanan, dan sebagainnya. Kurang atau tidaknya
adanya unsur penutup yang efektif dari suatu ruang, merupakan kunci
pembentukan ruang tersebut.
Pagar atau pembatas, sebagai unsur ruang memiliki bentuk dan penutupan
sebagai berikut:
1. Dinding (walls), termasuk dinding penyekat (screen walls), dinding penahan,
dan sebagainya.
2. Pagar (frences), termasuk pagar kawat (woven wire frences), pagar kayu,
pagar besi, dan sebagainya.
3. Bentukan tanah, termasuk tebing, celah bumi, beda ketinggian tanah
(contour), dan sebagainya.
4. Pembatas lain, termasuk pohon (trees), pagar tanaman (hedges), air (water),
kolam (ponds), jalur tepi (paving), dan sebagainya.
Pemagaran dan pembatasan dalam ruang dapat dibuat menurut fungsi
ruangnya, misalnya:
55
1. Sebagai pembatas fisik atau pembatas pemandangan: pembatasan fisik dan
pemandangan digunakan untuk tujuan keamanan dan privacy. Dalam
pembatasan fisik tidak dituntut adanya “block the view” penggunaan
pembatas fisik perlu kecermatan, untuk apa saja, dan pada siapa ditujukan.
Sebagai contoh pembatasan untuk menjaga keluar atau masuknya orang.
2. Penghalang suara: jalan kendaraan bermotor di wilayah perkotaan memiliki
dampak yang tidak menyenangkan akibat kebisingan yang melampaui batas
bagi manusia untuk hidup, bekerja, bermain, belajar, sehingga dibutuhkan
pembatas atau peredam suara untuk mengurangi kebisingan. Pembatas
kebisingan ini dapat berupa hard material maupun soft material.
3. Sebagai pematah angin: jika tapak memerlukan pematah angin sebaiknya
dirancangkan bentuk-bentuk pembatas yang tegar, kuat, dengan
memperhatikan faktor keamanan. Jika gunanya hanya untuk pematah angin
maka bentuk-bentuk pohon pelindung sangat sesuai untuk ditanam.
4. Pembatas ruang: pembatas ruang dimaksudkan untuk membedakan atau
mengatur arus lalu lintas. Pemilihan bentuk material pembatas sebaiknya
disesuaikan dengan fungsi ruang yang hendak dihasilkan.
Bidang langit-langit atau atap (the overhead plane). Bidang atap adalah unsur
pelindung utama dari suatu bangunan dan berfungsi untuk melindungi bagian dalam
dari pengaruh iklim dan keamanan. Bentuknya ditentukan oleh geometris dan jenis
material yang digunakan pada strukturnya serta cara meletakannya dan cara melintasi
ruang di atas penyangganya. Secara visual bidang atap merupakan “topi” dari suatu
bangunan dan memiliki pengaruh yang kuat terhadap bentuk bangunan dan
pembayangan (Surasetja, 2007: 9).
2. Ruang Luar
Apabila dikenal "ruang dalam" yang terdiri oleh adanya tiga unsur sebagai
pembatas di dalam arsitektur, maka dikenal pula kebalikannya, yakni adanya "ruang
luar". Ruang luar sering pula disebut "arsitektur tanpa atap". Disebut demikian karena
56
ruang luar hanya dibatasi oleh dua bidang, yaitu lantai (alas) dan dinding (penyekat).
Perlu diperhatikan tentang pengertian lantai atau alas dan dinding atau penyekat pada
ruang luar ini adalah bidang sebagai tempat berpijak (tanah) dan ada pembatas yang
mampu memberikan kesan terciptanya suatu ruang sehingga dapat terpisah dengan
alam terbuka yang meluas tanpa batas.
Ruang luar berarti menjadi suatu lingkungan luar yang dirancang oleh manusia,
sehingga menjadi ruang yang mempunyai arti sepenuhnya dan mempunyai tujuan
tertentu, terpisah dari alam yang merupakan ruang terbuka yang luas tanpa batas.
Ruang luar sehubungan dengan seni monumental mempunyai peranan sebagai
pendukung nilai monumental pada karya seni monumental.
Ruang luar adalah wilayah yang berbeda dengan ruang dalam. Ruang luar dapat
terbentuk tanpa adanya dinding dan atap. Hal yang sangat berpengaruh dari ruang luar
ini antara lain:
1. Sirkulasi
Menurut Francis D.K. Ching dalam bukunya Teori Arsitektur (1993), alur
sirkulasi dapat diartikan sebagai “tali” yang mengikat ruang-ruang suatu bangunan atau
suatu deretan ruang dalam maupun luar, menjadi saling berhubungan. Oleh karena itu
orang bergerak dalam waktu melalui suatu tahapan ruang (Pynkywati, 2014: 2).
a. Sirkulasi pada Ruang Luar
Sistem sirkulasi sangat erat hubungannya dengan pola penempatan aktifitas dan
pola penggunaan tanah sehingga merupakan pergerakan dari ruang yang satu ke ruang
yang lain. Hubungan jalur sirkulasi ruang dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1) Jalur melalui ruang:
- Integritas masing-masing ruang kuat.
- Bentuk alur cukup fleksibel.
2) Jalur memotong ruang:
- Mengakibatkan terjadinya ruang gerak dan ruang diam.
3) Jalur berakhir pada ruang:
57
- Lokasi ruang menentukan arah.
- Sering digunakan pada ruang bernilai fungsi atau simbolis.
Di dalam perencanaan sirkulasi ruang luar perlu dipertimbangkan faktor
kenyamanan. Kenyamanan dapat berkurang akibat dari penataan sirkulasi yang kurang
baik, misalnya tidak adanya pembagian ruang untuk sirkulasi kendaraan dan manusia
dan penyalahgunaan fasilitas yang telah disediakan, maka untuk hal tersebut
hendaknya diadakan pembagian sirkulasi antara kendaraan dan manusia.
1) Sirkulasi kendaraan, dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
- Jalur distribusi, untuk perpindahan lokasi (jalur cepat).
- Jalur akses, untuk melayani bangunan-bangunan (jalur lambat).
Kedua sirkulasi itu harus terpisah sehingga kelancaran lalu lintas dapat
terjamin. Fasilitas penunjang yang diperlukan antara lain, rambu lalu lintas dan
ruang parkir yang mana harus disesuaikan dengn keadaan site yang tersedia.
2) Sirkulasi manusia. Sirkulasi pedestrian atau manusia membentuk pertalian
yang penting hubungannya dengan aktifitas dalam site, maka banyak hal
yang harus diperhatikan, antara lain:
- Lebar jalan.
- Penambahan estetis yang menyenangkan.
- Fasilitas penyeberangan, dan lain-lain.
2. Pencapaian Ruang
Masih dalam kaitannya dengan sistem sirkulasi, dikenal pula beberapa sistem
pencapaian terhadap suatu ruang yang dapat dibedakan atas:
a. Pencapaian Frontal
- Sistem ini mengarah langsung dan lurus ke obyek ruang yang dituju.
- Pandangan visual obyek yang dituju jelas terlihat dari jauh.
b. Pencapaian Samping
- Memperkuat efek perspektif obyek yang dituju.
58
- Jalur pencapaian dapat dibelokkan berkali-kali untuk memperbanyak
squence sebelum mencapai obyek.
c. Pencapaian Spiral
- Memperlambat pencapaian dan memperbanyak squence.
- Memperlihatkan tampak tiga dimensi dari obyek dengan mengelilinginya.
3. Pola Sirkulasi Ruang
Pola sirkulasi ruang adalah suatu bentuk rancangan atau alur-alur pergerakan
ruang dari suatu ruang ke ruang lainnya dengan maksud menambah estetika agar dapat
memaksimalkan sirkulasi ruang utuk dipergunakan. Pola sirkulasi dapat dibagi menjadi
lima (Pynkywati, 2014: 3), yaitu:
- Radial: Konfigurasi radial memiliki jalan-jalan lurus yang berkembang dari
sebuah pusat bersama.
- Network (Jaringan): Konfigurasi ini terdiri dari jalan-jalan yang
menghubungkan titik-titik tertentu dalam ruang.
- Linier: Jalan yang lurus dapat menjadi unsur pengorganisir utama deretan
ruang.
- Grid: Konfigurasi grid terdiri dari dua pasang jalan sejajar yang saling
berpotongan pada jarak yang sama dan menciptakan bujur sangkar atau
kawasan ruang segi empat.
- Spiral (Berputar): Konfigurasi spiral memiliki suatu jalan tunggal menerus
yang berasal dari titik pusat, mengelilingi pusatnya dengan jarak yang
berubah.
Sistem pencapaian ruang tersebut dapat didukung oleh bermacam-macam pola
sirkulasi lain, seperti: bergelung-gelung, langsung, tidak menentu, berliku, keliling,
kembali, melewati, melingkar, berpencar, mengumpul, dengan selaan, menuju tujuan,
dan menghimpun.
59
RANGKUMAN
A. Ruang pada dasarnya terjadi oleh adanya hubungan antara suatu obyek dengan
manusia yang melihatnya. Hubungan tersebut di samping adanya penglihatan yang
dipengaruhi oleh penciuman, pendengaran, maupun perabaan, juga dapat terjadi
oleh adanya suatu peristiwa atau kejadian maupun pengaruh iklim.
B. Ruang dalam adalah ruang yang mempunyai unsur pembentuk, yaitu lantai, dinding,
dan langit-langit.
C. Ruang luar biasanya disebut sebagai "arsitektur tanpa atap". Ruang luar berarti suatu
lingkungan luar yang dirancang oleh manusia sehingga menjadi ruang yang
mempunyai arti sepenuhnya dan mempunyai tujuan tertentu. Ruang luar
sehubungan dengan seni monumental adalah mempunyai peranan sebagai
pendukung nilai monumental.
Kepustakaan :
Ashihara, Yoshinobu., Sugeng Gunari (penterjemah). 1953. Merancang Ruang Luar.
Surabaya: P.T. Dian Surya.
Pynkyawati, Theresia. 2014. Kajian Efisiensi Desain Sirkulasi pada Fungsi Bangunan
Mall dan Hotel BTC. Jurnal Reka Karsa Teknik Arsitektur Itenas No.1 Vol. 2.
Institut Teknologi Nasional April 2014.
Surasetja, Irawan. 2007. Fungsi, Ruang, Bentuk dan Ekspresi dalam Arsitektur.
Bandung: Program Studi Arsitektur Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan –
FPTK – UPI.
Snyder Cs, Yames C., Ir. Hendro Sangkoyo (penterjemah). 1985. Pengantar Arsitektur.
Jakarta: Erlangga.
60
BAB III
RUANG POSITIF DAN RUANG NEGATIF
A. Pengertian Ruang Positif dan Ruang Negatif
Ruang Luar adalah ruang yang dirancang oleh manusia sehingga memiliki
tujuan tertentu. Apabila manusia berada di luar batas Ruang Luar dan melihat ke dalam,
ruang yang berada di dalam pembatas itu disebut sebagai "Ruang Positif". Sedangkan
ruang yang berada di luar pembatas tadi disebut sebagai "Ruang Negatif". Dengan
demikian Ruang Positif adalah suatu ruang yang mempunyai sifat memusat ke dalam
dan Ruang Negatif adalah ruang yang bersifat menyebar atau meluas dari pusat ke luar.
Ruang Positif dapat dirancang apabila seniman pencipta karya seni monumental
menyadari bahwa Ruang Luar sekitar karyanya mempunyai arti yang penting dan
menjadi kesatuan dari karyanya, maka Ruang Luar tersebut dinilai sebagai ruang
Positif.
Sebuah contoh ruang dalam atau ruang positif sebagai ruang yang terjadi
dengan adanya unsur pembatas, yaitu apabila orang menuangkan air teh ke dalam
cangkir, maka air teh tersebut akan terkumpul dalam cangkir untuk diminum.
Sedangkan pada ruang luar atau ruang negatif sebagai ruang tanpa tujuan atau maksud
tertentu, dapat dicontohkan seperti air teh dari gelas yang dituangkan ke lantai, maka
air yang di tuangkan tadi akan menyebar ke mana-mana tanpa batas.
61
Gambar 61. Ruang pada cangkir sebagai ruang positif sehingga air teh yang dituang dapat
tertampung sesuai dengan tujuan yaitu untuk minum.
(Sumber: www.aminaherbal.com)
Gambar 62. Ruang negatif tanpa tujuan seperti air teh yang dituangkan ke lantai yang akan
menyebar tanpa batas ke mana-mana.
(Sumber: www.kaskus.co.id)
62
Gambar 63. Perubahan ruang negatif menjadi ruang positif secara silih berganti.
B. Pengulangan pada Ruang Positif
Di dalam merancang ruang luar, dapat dibuat pengulangan ruang positif sesuai
yang dibutuhkan. Sebagai contoh, apabila membuat suatu karya monumental kemudian
dibuat pula ruang luarnya sebagai ruang positif, maka di luar pembatas ruang positif
itu berarti ruang negatif. Jika dalam merancang ruang luar terdapat rasa kurang puas,
maka dapat ditambah ruang positif lagi dengan cara menggeser ruang negatif. Jadi
misalnya ruang positif yang pertama disebut sebagai ruang Positif I dan di luarnya
adalah ruang Negatif, selanjutnya pada ruang Negatif I ini dapat diubah menjadi ruang
63
Positif II dan ruang negatifnya bergeser ke luar menjadi ruang Negatif II. Demikian
seterusnya, pengulangan ruang positif ini dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan
dalam perancangan.
C. Contoh Ruang Positif dan Ruang Negatif
Ruang Luar (ruang negatif) biasanya merujuk pada segala hal yang berada di
luar bangunan. Dalam perancangan arsitektur, Ruang Luar akan merujuk pada taman
di luar bangunan serta dengan perkerasannya seperti jalan setapak, jalan mobil, dan
sebagainya. Bahkan Ruang Luar juga merujuk pada jalan di luar bangunan, pohon-
pohon, kota, negara, bahkan alam semesta secara keseluruhan. Sebenarnya, Ruang
Luar bukanlah benar-benar “ruang” seperti yang biasa dipahami orang awam, karena
Ruang Luar dalam benak arsitek biasanya merupakan area di sekeliling atau di luar
bangunan yang bisa dirancang dengan prinsip-prinsip arsitektur landscape (jenis
arsitektur khusus untuk Ruang Luar yang mengatur taman, jalan setapak, jalan mobil,
pencahayaan taman, bangunan taman dan sebagainya). Bila arsitek merancang
bangunan rumah atau yang lain, maka biasanya ia akan merujuk “ruang luar” sebagai
tempat di luar bangunan (Hindarto, 2012).
Ada juga ruang di antara ruang luar dan ruang dalam, yaitu Ruang Antara. Sama
seperti ruang luar, ruang antara juga tidak benar-benar merupakan ruangan dalam
pandangan awam. Ruang antara biasanya merupakan suatu area yang ada atapnya
meskipun tidak ada dindingnya. Contoh ruang antara adalah teras, selasar, area di
bawah kanopi, dan sebagainya. Ruang antara ini biasanya penting untuk
menghubungkan antara ruang dalam dan ruang luar bangunan. Ruang antara
kadangkala merupakan suatu area yang bisa digunakan untuk mengobrol atau bertemu
di luar ruangan misalnya teras, selasar, kafe luar ruangan, dan sebagainya. Batas-
batasnya seringkali kurang jelas dengan atap maupun tanpa atap, yang penting adalah
adanya suatu kelompok kegiatan yang dilakukan pada area itu, misalnya mengobrol di
kumpulan kursi di bawah atap pergola (Hindarto, 2012).
64
Ruang Dalam (ruang positif), adalah ruang yang biasa dikenal sebagai
“ruangan”. Ini bisa berarti ruang kamar tidur, ruang keluarga, ruang tamu dan
sebagainya yang keberadaannya tertutup dengan baik oleh pelindung atap dan dinding.
Pada ruang dalam biasanya orang berkegiatan dan melakukan aktivitas sehari-hari
(Hindarto, 2012).
Gambar 64. Contoh ruang positif, ruang antara, dan ruang negatif.
(Sumber: tiperumahminimalis.blogspot.com)
65
RANGKUMAN
A. Ruang Luar adalah ruang yang dirancang sehingga mempunyai arti sepenuhnya
dan memiliki tujuan tertentu. Apabila orang berada di luar pembatas Ruang Luar
dan melihat ke dalam, maka ruang yang berada di dalam pembatas disebut Ruang
Positif dan yang di luar Ruang Positif adalah Ruang Negatif. Ruang Positif adalah
suatu ruang yang mempunyai sifat memusat ke dalam dan Ruang Negatif bersifat
menyebar, meluas tanpa batas.
B. Di dalam perancangan Ruang Luar dapat pula mengadakan pengulangan-
pengulangan terhadap Ruang Positif sesuai dengan kebutuhan.
C. Ruang Luar (negatif) adalah ruang yang berada di luar bangunan, sedangkan
Ruang Dalam (positif) adalah ruangan di dalam bangunan, di tengah-tengah ruang
positif dan negatif disebut Ruang Antara.
Kepustakaan :
Ashihara, Yoshinobu., Sugeng Gunadi (penterjemah). 1983. Merancang Ruang Luar.
Surabaya: P.T. Dian Surya.
Hindarto, Probo. 2012. Perbedaan Ruang Dalam, Ruang Antara, dan Ruang Luar.
Astudioarchitect.com http://www.astudioarchitect.com/2014/02/perbedaan-
ruang-dalam-ruang-antara-dan.html#ixzz3giQcF0AP
66
BAB IV
PERANCANGAN RUANG LUAR
PADA SENI MONUMENTAL
A. Dua Jenis Ruang Pokok pada Ruang Luar
Ruang Luar merupakan sebuah lingkungan luar yang mempunyai peranan
sebagai pendukung nilai monumental pada karya seni monumental. Oleh karena itu
dalam merancang Ruang Luar, tata letak atau layout mempunyai peranan yang penting
dan merupakan dasar di dalam perancangan Ruang Luar tersebut.
Secara garis besar Ruang Luar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Ruang Luar untuk kepentingan orang berjalan kaki.
2. Ruang Luar untuk kepentingan kendaraan, misalnya untuk parkir atau keluar
masuk kendaraan.
B. Ruang Gerak dan Ruang Tinggal
Ruang Luar bagi kepentingan manusia berjalan kaki merupakan ruang yang
dapat digunakan untuk bermacam-macam aktifitas. Ruang ini dapat dibagi lagi manjadi
dua macam, yaitu: ruang untuk bergerak atau disebut Ruang Gerak dan ruang untuk
tinggal atau disebut Ruang Tinggal.
Ruang Gerak adalah ruang untuk aktifitas sesuai dengan kegunaan yang
diperlukan sehubungan dengan karya seni monumentalnya. Di dalam merancang
Ruang Gerak sebaiknya diusahakan luas, datar, dan tanpa suatu penghalang.
Ruang Gerak ini biasanya digunakan sebagai berikut :
1. Untuk menuju ke tempat penting yang merupakan pusat tujuan.
2. Untuk berjalan-jalan dengan bebas.
3. Untuk aktifitas olah raga atau pertandingan.
4. Untuk aktifitas-aktifitas yang bersifat massal seperti upacara, parade, dan
sebagainya.
67
1. Ruang Gerak
Ruang yang menjadi tempat aktifitas di luar Ruang Tinggal biasanya juga
disebut sebagai ruang terbuka atau ruang terbuka hijau. Ruang Terbuka Hijau adalah
bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah (perkotaan) yang diisi
oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat
langsung dan tidak langsung yang dihasilkan oleh Ruang Gerak dalam kota tersebut,
yaitu: keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah. Ruang Gerak
atau Ruang Terbuka Hijau di kawasan perkotaan didefinisikan melalui Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 sebagai bagian dari ruang terbuka suatu
kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat
ekologi, sosial, budaya, ekonomi, dan estetika (Khairunnisa, tt: 2). Ruang Terbuka
Hijau adalah area memanjang atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat
terbuka, sebagai tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun
yang sengaja ditanam (UUPR No 26 Tahun 2007) (Kusuma, 2013: 155).
Berdasarkan bobot kealamiannya, bentuk Ruang Terbuka Hijau dapat
diklasifikasi menjadi dua macam, yaitu:
1. Bentuk Ruang Terbuka Hijau alami (habitat liar atau alami, kawasan lindung).
2. Bentuk Ruang Terbuka Hijau non alami atau binaan (pertanian kota,
pertamanan kota, lapangan olah raga, pemakaman).
Berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya diklasifikasi menjadi dua, yaitu:
1. Bentuk Ruang Terbuka Hijau kawasan (areal, non linear).
2. Bentuk Ruang Terbuka Jalur (koridor, linear).
Berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya diklasifikasi
menjadi lima macam, yaitu:
1. Ruang Terbuka Hijau kawasan perdagangan.
2. Ruang Terbuka Hijau kawasan perindustrian.
3. Ruang Terbuka Hijau kawasan permukiman.
4. Ruang Terbuka Hijau kawasan pertanian.
68
5. Ruang Terbuka Hijau kawasan khusus, seperti pemakaman, hankam, olahraga,
alamiah.
Berdasarkan status kepemilikan, Ruang Terbuka Hijau diklasifikasikan menjadi
dua, yaitu:
1. Ruang Terbuka Hijau publik, yaitu ruang terbuka hijau yang berlokasi pada
lahan-lahan publik atau lahan yang dimiliki oleh pemerintah (pusat, daerah).
2. Ruang Rerbuka Hijau privat atau non publik, yaitu ruang terbuka hijau yang
berlokasi pada lahan-lahan milik privat (Khairunnisa, tt: 3).
a. Fungsi dan Manfaat
Ruang Gerak atau Ruang Terbuka, baik Ruang Terbuka Hijau publik maupun
privat, memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan
(ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan ekonomi. Dalam suatu wilayah
perkotaan empat fungsi utama tersebut dapat dikombinasikan sesuai dengan
kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan. Ruang terbuka berfungsi ekologis, yang
menjamin keberlanjutan suatu wilayah secara fisik, harus merupakan satu bentuk ruang
terbuka yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah, seperti
ruang terbuka untuk perlindungan sumber daya penyangga kehidupan manusia dan
untuk membangun jejaring habitat kehidupan liar. Ruang terbuka untuk fungsi-fungsi
lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan pendukung dan penambah nilai
kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk
sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan
pendukung arsitektur. Menurut Blound dan Hunhammar (1999), pepohonan pada ruang
terbuka hijau di kawasan perkotaan memberikan berbagai kontribusi kepada ekosistem,
meliputi konservasi biodiversitas, menghilangkan polutan atmosfer, menyediakan
oksigen, mengurangi kebisingan, mitigasi terhadap urban heat island, pengendali iklim
mikro, menjaga kestabilan tanah, dan fungsi ekologis lainnya (Khairunnisa, tt: 3).
69
Manfaat ruang terbuka berdasarkan fungsinya dibagi atas manfaat langsung
(dalam pengertian cepat dan bersifat tangible) seperti mendapatkan bahan-bahan untuk
dijual (kayu, daun, bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar), keinginan; dan manfaat
tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible) seperti perlindungan tata air
dan konservasi hayati atau keanekaragaman hayati. Fungsi Ruang terbuka berdasarkan
Inmendagri No.14/1988 dalam Arifin (tt: 3-4), yaitu:
1. Areal perlindungan bagi berlangsungnya fungsi ekosistem dan penyangga
kehidupan.
2. Sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian, dan keindahan
lingkungan.
3. Sarana rekreasi.
4. Pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai macam
pencemaran baik darat, perairan, maupun udara.
5. Sarana penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat untuk
membentuk kesadaran lingkungan.
6. Tempat perlindungan plasma nutfah.
7. Sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro.
8. Pengatur tata air.
b. Pola dan Struktur Fungsional
Pola ruang terbuka merupakan struktur yang ditentukan oleh hubungan
fungsional (ekologis, sosial, ekonomi, arsitektural) antar komponen pembentuknya.
Pola ruang terbuka terdiri dari:
1. Ruang terbuka struktural.
2. Ruang terbuka non struktural.
Ruang terbuka struktural merupakan pola yang dibangun oleh hubungan
fungsional antara komponen pembentuknya yang mempunyai pola hierarki planologis
yang bersifat antroposentris. Ruang terbuka tipe ini didominasi oleh fungsi-fungsi non
70
ekologis dengan struktur binaan yang berhierarki. Contohnya adalah struktur
berdasarkan fungsi sosial dalam melayani kebutuhan rekreasi luar ruang (outdoor
recreation) penduduk perkotaan seperti yang diperlihatkan dalam urutan hierakial
sistem pertamanan kota (urban park system) yang dimulai dari taman perumahan,
taman lingkungan, taman kecamatan, taman kota, taman regional, dan lain-lain. Ruang
terbuka non struktural merupakan pola yang dibangun oleh hubungan fungsional antara
komponen pembentuknya yang umumnya tidak mengikuti pola hierarki planologis
karena bersifat ekosentris. Tipe ini memiliki fungsi ekologis yang sangat dominan
dengan struktur ruang alami yang tidak berhierarki. Contohnya adalah struktur yang
dibentuk oleh konfigurasi ekologis bentang alam perkotaan tersebut, seperti kawasan
lindung, perbukitan yang terjal, sempadan sungai, sempadan danau, pesisir, dan
sebagainya. Suatu wilayah perkotaan, pola ruang terbuka kota tersebut dapat dibangun
dengan mengintegrasikan dua pola ruang terbuka berdasarkan bobot tertinggi pada
kerawanan ekologis kota (tipologi alamiah kota: kota lembah, kota pegunungan, kota
pantai, kota pulau, dan lain-lain) sehingga dihasilkan suatu pola yang struktural
(Departemen Pekerjaan Umum, tt: 4).
Gambar 65. Ruang Gerak atau Ruang Terbuka Hijau di area perkotaan.
(Sumber: www.gardenmatrial.com)
71
c. Elemen Pengisi Ruang Gerak atau Ruang Terbuka
Ruang terbuka dibangun dari kumpulan tumbuhan dan tanaman atau vegetasi
yang telah diseleksi dan disesuaikan dengan lokasi serta rencana dan rancangan
peruntukkannya. Lokasi yang berbeda (seperti pesisir, pusat kota, kawasan industri,
sempadan badan-badan air, dan lain-lain) akan memiliki permasalahan berbeda yang
selanjutnya berkonsekuensi pada rencana dan rancangan ruang terbuka yang berbeda.
Guna keberhasilan rancangan, penanaman, dan kelestarian ruang terbuka maka
sifat dan ciri serta kriteria arsitektural dan hortikultural tanaman dan vegetasi penyusun
ruang terbuka harus menjadi bahan pertimbangan dalam menseleksi jenis-jenis yang
akan ditanam. Persyaratan umum tanaman untuk ditanam di wilayah ruang gerak atau
ruang terbuka perkotaan menurut Departemen Pekerjaan Umum (tt: 5) antara lain:
1. Disenangi dan tidak berbahaya bagi masyarakat.
2. Mampu tumbuh pada lingkungan yang marjinal (tanah tidak subur, udara
dan air yang tercemar).
3. Tahan terhadap gangguan fisik (vandalisme).
4. Perakaran dalam sehingga tidak mudah tumbang.
5. Tidak gugur daun, cepat tumbuh, bernilai hias dan arsitektural.
6. Dapat menghasilkan O2
dan meningkatkan kualitas lingkungan.
7. Bibit atau benih mudah didapatkan dengan harga yang murah dan terjangkau
oleh masyarakat.
8. Prioritas menggunakan vegetasi endemik atau lokal.
9. Keanekaragaman hayati.
Jenis tanaman endemik atau jenis tanaman lokal yang memiliki keunggulan
tertentu (ekologis, sosial budaya, ekonomi, arsitektural) dalam wilayah kota menjadi
bahan tanaman utama penciri ruang terbuka kota, yang selanjutnya akan dikembangkan
guna mempertahankan keanekaragaman hayati daerah dan juga nasional.
72
Gambar 66. Jenis tanaman pada ruang gerak atau ruang terbuka yang harus disesuaikan
dengan perancangan.
(Sumber: www.pekanbaru.co)
2. Ruang Tinggal
Ruang Tinggal adalah ruang yang digunakan untuk tempat tinggal, tidur,
duduk-duduk santai, istirahat, menunggu, menikmati pemandangan, dan sebagainya.
Ruang Tinggal sebaiknya dilengkapi dengan pohon-pohon peneduh, lampu-lampu
penerangan, dan kalengkapan-kelengkapan lain sesuai dengan kepentingan yang
dimaksudkan. Ruang tinggal dalam sebuah rumah tinggal selalu berhubungan dengan
aktifitas manusia. Ruang tidak hanya indah dalam warna, bentuk, dan rupa, tetapi juga
menunjang terbentuknya tingkah laku, pengorganisasi gaya hidup, dan dapat
menggugah daya khayal, serta dapat menyumbangkan secara nyata untuk ketentraman,
kesenangan, dan pertumbuhan manusia yang tinggal di situ, serta memperkenalkan
kenikmatan pribadi, rasa aman, dan membuktikan bahwa ruang yang ada hubungannya
73
dengan kepribadian dapat menunjang lingkungan hidup di mana manusia tinggal
menjadi lebih baik (Wardani, 2004: 42).
Keharmonisan dalam tata ruang tinggal sudah pasti akan mempengaruhi hidup
dan kehidupan manusia. Suatu saat seseorang betah dan nyaman duduk di suatu
ruangan, baik ruang tamu, ruang rapat, atau ruang apapun. Namun bisa juga seseorang
merasa ingin segera meninggalkan suatu ruangan itu karena merasa gerah, merasa
lelah, dan tidak nyaman. Kesadaran orang akan pentingnya berbagai unsur dalam
bangunan ruang tinggal atau rumah, seperti sirkulasi udara, pencahayaan, keamanan
dan estetika, tampaknya semakin tinggi. Karena berbedanya fungsi ruangan, maka
penanganannya pun sedikit berbeda. Meletakkan kursi sofa di ruangan keluarga, tentu
tidak sama dengan menempatkan kursi makan di ruang bersantap. Selain perlu
dipelajari dulu sifat ruangan, yang perlu dilakukan adalah mempertimbangkan ukuran,
bentuk dan proporsi ruangan yang hendak diisi, termasuk mencermati letak jendela,
pintu, sampai jarak antara langit-langit dengan lantai. Semuanya itu berpengaruh pada
keputusan tentang bentuk perabot maupun penataannya. Ruangan yang tidak terlalu
besar dengan langit-langit amat tinggi, akan semakin terasa meninggi apabila bentuk
perabotnya cenderung ke atas. Demikian juga pengaruh warna maupun kekontrasan
yang dapat mempengaruhi kedramatisan ruang. Dominan gelap akan membuat ruang
berkesan hangat dan lebih kecil. Warna terang membuat ruang berkesan lapang,
menyegarkan, tetapi kadang monoton (Ching, 1996).
Kenyamanan dan kreativitas dapat juga dipengaruhi oleh warna seperti dapat
dipelajari pada alam sekitar dengan warna bunga, burung, kupu-kupu dan sebagainya
yang semua itu memiliki arti tertentu. Oleh karena itu, warna adalah suatu cara untuk
mempengaruhi ciri khas suatu ruang tinggal atau gedung. Badan manusia bereaksi
sensitif terhadap rangsangan dari masing-masing warna. (Sayoso, 2004: 169). Warna
juga merupakan unsur penting dalam desain, karena dengan warna, suatu karya desain
akan mempunyai arti dan nilai lebih (added value) dari utilitas karya tersebut. Dengan
74
warna dapat diciptakan suasana ruang yang berkesan kuat, menyenangkan, dan
sebaginya, sehingga secar psikologis memberi pengaruh emosional (Pile, 1995).
Setiap warna memiliki sifat-sifat tertentu, tidak hanya mempengaruhi
kenyamananan manusia, melainkan juga mempengaruhi suasana dan kesan suatu ruang
tinggal. Tentu saja letak warna sangat berarti dalam ruang tinggal karena pengaruh
warna bisa berbeda apakah berada pada lantai, pada dinding, atau pada langit-langit.
Karena setiap warna memiliki frekuensi tertentu, maka pengaruhnya tehadap manusia
juga berbeda. Menurut Sayoso (2004: 171) pada praktek pengetahuan, warna juga
dapat dimanfaatkan untuk mengubah atau memperbaiki proporsi ruang tinggal secara
visual demi peningkatan kenyamanan, misalnya:
1. Langit-langit yang terlalu tinggi dapat “diturunkan” dengan warna yang hangat
dan agak gelap.
2. Langit-langit yang agak rendah diberi warna putih atau cerah, dinding bagian
paling atas juga diberi warna putih, sehingga kesan langit-langit seolah-olah
melayang dengan suasana yang sejuk.
3. Warna-warna yang aktif seperti: merah atau oranye pada bidang yang luas
memberi kesan memperkecil ruang.
4. Ruang yang agak sempit panjang dapat berkesan pendek dengan memberi
warna hangat pada dinding bagian muka, sedangkan dapat berkesan panjang
dengan menggunakan warna dingin.
5. Dinding samping yang putih memberi kesan luas ruang tersebut.
6. Dinding, lantai, dan langit-langit tidak seharusnya diberi warna yang sama. Jika
dinding bergaris horisontal ruang terkesan terlindung, sedangkan yang bergaris
vertikal berkesan lebih tinggi.
Menurut Frick (2003) ruang tinggal atau rumah dapat dianggap sebagai kulit
manusia ketiga atau pakaian di luar pakaian yang menempel di tubuhnya. Membeli
rumah dapat dibayangkan seperti seorang yang membeli kemeja baru, ada yang dari
kain sintesis dan ada juga yang dari kain katun. Tentu saja pembeli merasa lebih segar
75
dengan kemeja dari katun walaupun kurang lama tahan dan membutuhkan alat setrika
dan sebagainya.
Saat ini, penataan ruang tinggal atau rumah dengan luas terbatas sangat
dipengaruhi kebutuhan masing-masing individu (manusianya). Banyak ruang tinggal
yang mengalami alih fungsi. Misalnya, kamar tidur untuk tamu menjadi ruang ganti
pakaian (wardrobe), ruang keluarga dan ruang tamu menjadi satu yaitu tempat
berkumpulnya keluarga dengan nyaman (greatroom). Tidak jarang pula kamar kerja
berfungsi ganda sebagai kamar tidur tamu juga. Jika masih ada kamar ekstra, biasanya
digunakan menjadi ruangan media elektronik yang kian diminati. Kini dengan semakin
canggihnya peralatan dapur, tidak perlu dirisaukan lagi tentang keberadaan dapur yang
kotor. Satu dapur harus bisa mengakomodasi keperluan makan seisi rumah tanpa
mengganggu ruangan lainnya (Sayoso, 2004: 172).
C. Sequence (Urutan atau Rangkaian)
Agar ruang dapat berperanan mempengaruhi perasaan orang maka harus
terdapat pembukaan-pembukaan, penyempitan-penyempitan, atau perubahan
ketinggian, perbedaan-perbedaan yang mudah diketahui maupun titik-titik sebagai
orientasi. Jalan yang lurus tanpa ujung pangkal tidak akan mempunyai arti apa-apa.
Orang biasanya secara naluriah menginginkan perjalanan mereka berakhir pada tanda-
tanda yang mudah diingat atau dikenang, misalnya jalan yang berputar atau berbelok
sekian kali yang sifatnya menahan atau melepaskan seseorang karena akan
memberikan suatu kesan terhadap pengalaman-pengalaman visual yang beragam dan
dapat mengejutkan ataupun menyenangkan.
Di dalam perancangan Ruang Luar dapat menggunakan pengulangan-
pengulangan Ruang Positif. Pengulangan ini sebenarnya merupakan suatu rancangan
yang menerapkan teknik sequence atau urutan. Teknik sequence adalah untuk
memberikan pengalaman berupa urutan atau rangkaian dengan cara membuat
pengulangan-pengulangan sebelum seseorang mencapai obyek sebagai pusat
tujuannya.
76
Ada dua hal yang dapat ditempuh dalam memanfaatkan sequence, yaitu: dalam
merancang Ruang Luar dapat menampilkan seluruh pemandangan terhadap obyek
sejak awal atau permulaan dan secara berangsur-angsur, tahap demi tahap. Dalam hal
ini perancang harus memilih salah satu dari dua cara tersebut berdasarkan kebutuhan.
Apabila yang dipilih adalah cara pertama, yaitu sajak awal seluruh pemandangan serta
obyek yang dituju sudah terlihat, maka sequence dapat berupa pembukaan atau
penyempitan jalan pada urutan pintu-pintu gerbang yang dibuat berulang pada jarak
tertentu, atau dengan cara membuat perbedaan tinggi lantai yang berulang, atau dapat
juga menggunakan gabungan dari dua cara tersebut.
Jika memilih cara kedua, yaitu obyek disembunyikan terlebih dulu atau
berangsur-angsur nampak, rancangan dapat sebagai berikut: Sequence berupa
pembelokkan arah jalan secara tegak lurus setelah sampai pada rintangan misalnya
dinding. Dengan demikian pemandangan yang terlihat jauh tidak akan langsung
nampak. Sehingga dapat menambah kesan yang mendalam terhadap obyek. Perubahan-
perubahan arah dengan sudut 96° bagi orang berjalan merupakan perubahan terhadap
pemandangan seluruhnya dan dapat pula menjadikan variasi pada ruang serta
menghilangkan kesan membosankan. Jadi suatu obyek yang kadang-kadang nampak,
kadang-kadang lenyap dari penglihatan adalah bergantung pada gerakan dari
pengamat. Di samping mengadakan perubahan arah juga terdapat cara lain, yaitu
membuat suatu pengulangan pada tinggi rendahnya permukaan lantai dan luas maupun
sempitnya anak tangga.
77
Gambar 67. Perubahan tinggi permukaan lantai yang berulang atau berurutan pada kompleks
Garuda Wisnu Kencana, Bali.
(Sumber: traveltextonline.com)
Gambar 68. Bagan arah pandang pada Sequence
78
Saat seseorang berdiri pada kaki tangga maka tangga yang lain yang berada di
atas tidak akan nampak karena jarak antara kedua tangga sangat besar atau luas.
Kemudian wujud dari tangga pertama menjadi suatu garis horizon bagi pandangan
orang tersebut. Apabila seseorang menaiki tangga pertama setapak demi setapak maka
tangga berikutnya yang berada di atas berangsur-angsur nampak. Demikian seterusnya,
sehingga apabila pada anak tangga teratas yang merupakan horizon terdapat obyek
yang muncul dengan tiba-tiba, maka obyek tersebut akan merupakan pusat perhatian.
Kemudian bila orang tadi menaiki tangga selanjutnya, sedikit demi sedikit obyek yang
menjadi pusat perhatian akan menampakkan diri. Cara ini juga diterapkan pada sebuah
kompleks olahraga, yakni Park Olimpiade Komazawa di Tokyo, Jepang. Sebagai
hasilnya menara kompleks olahraga tersebut nampak sekali kualitas monumentalnya.
Kesan dan perasaan yang diperoleh seseorang merupakan pengalaman yang
berbeda saat menuruni tangga. Orang pada waktu menuruni tangga sudah merasa puas,
sehingga pada umumnya tidak akan lama mengalami perasaan tersebut. Berbeda pada
saat menaiki tangga yang penuh dengan harapan dan penuh semangat untuk mencapai
sesuatu. Bagi seniman yang menciptakan seni monumental, pengetahuan tentang
perancangan Ruang Luar ini sangat penting. Terutama karena merupakan salah satu
faktor pendukung yang dapat menampilkan nilai monumental. Di dalam
pelaksanaannya yang menyangkut perancangan Ruang Luar yang sedemikian besar,
sudah sewajarnya jika melibatkan ahli-ahli lainnya, misalnya arsitek dan sebagainya
karena beberapa hal dalam uraian ini tidak diberikan sampai detail terutama mengenai
faktor-faktor lain yang menyangkut ukuran-ukuran, skala dan lain-lainnya.
79
Gambar 69. Pemandangan menara kompleks olahraga Komazawa yang tampak berubah-ubah
ketika orang menaiki tangga.
(Sumber: tadaimajp.com)
80
RANGKUMAN
A. Ada dua jenis ruang yang pokok pada Ruang Luar, yaitu Ruang Luar untuk
kepentingan manusia berjalan kaki dan Ruang Luar untuk kepentingan kendaraan.
B. Ruang Luar untuk kepentingan manusia dibedakan lagi menjadi dua macam, yaitu
ruang untuk bergerak yang disebut sebagai Ruang Gerak; dan ruang untuk tempat
tinggal yang disebut Ruang Tinggal.
C. Agar Ruang Luar dapat berperan mempengaruhi perasaan orang, maka harus
mendapat pembukaan-pembukaan, penyempitan-penyempitan atau perubahan
ketinggian dan sebagainya. Perubahan-perubahan tadi berupa pengulangan-
pengulangan dan biasanya merupakan sequence atau urutan. Ada dua hal di dalam
memanfaatkan teknik sequence dan harus memilih salah satu dari dua cara tersebut
berdasarkan kepada kebutuhan.
Kepustakaan :
Arifin, Sri Sutarni. Tt. Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Kota
Tengah Kota Gorontalo. Jurusan Teknik Arsitektur, Universitas Negeri
Gorontalo.
Ashihara, Yoshinobu., Sugeng Gunadi (penterjemah). 1983. Merancang Ruang Luar.
Surabaya: PT. Dian Surya.
Ching, Francis D. K. 1996. Interior Design Illustrated. New York: Van Nostrand
Reinhold Company Inc.
Departemen Pekerjaan Umum. Tt. Pengembangan Sistem RTH di Perkotaan. Makalah
Lokakarya dalam Rangkaian Acara Hari Bakti Pekerjaan Umum ke-60,
Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum, Ruang
Terbuka Hijau (RTH) Wilayah Perkotaan. Lab. Perencanaan Lanskap
Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian, IPB.
Khairunnisa, Ezra Salikha. Tt. Evaluasi Fungsi Ekologis Ruang Terbuka Hijau di Kota
Bandung dalam Upaya Pengendalian Iklim Mikro Berupa Pemanasan Lokal dan
81
Penyerapan Air (Studi Kasus: Taman-Taman di WP Cibeunying). Bandung:
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota SAPPK, Perencanaan Wilayah dan Kota,
Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan, ITB.
Kusuma, Bagas Harta. 2013. Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Sebagai Penopang
Kawasan Mixed Use pada Koridor Jalan Fatmawati Semarang. Jurnal Teknik
PWK Volume 2, Nomor 1, 2013. Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota,
Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.
Sayoso, Ign Dono. 2004. Desain Interior Berdasar pada Kebutuhan Sosial dan
Material Ekologis. Dimensi Interior, Vol. 2, No. 2, Desember 2004. Desain
Interior, Fakultas Seni dan Desain, Universitas Kristen Petra.
Pile, John F. 1995. Interior Design. New York: Harry N. Abrams Inc.
Snyder Cs, Yames C., Ir. Hendro Sangkoyo (penterjemah). 1985. Pengantar Arsitektur.
Jakarta: Erlangga.
Talbot, Hamlin. Tt. Prinsip-prinsip Komposisi. Terjmahan. Bandung.
Wardani, Laksmi Kusuma. 2004. Pola Tata Letak Ruang Hunian-Usaha pada Rumah
Tinggal Tipe Kolonial di Pusat Kota Tuban. Dimensi Interior, Vol. 2, No. 1, Juni
2004: 37–50. Desain Interior, Fakultas Seni dan Desain. Universitas Kristen
Petra Surabaya.
Wilson, Forrest. 1971. Structure the Essence of Architecture. New York: Van Nostrand
Reinhold Company.
82
BAB V
MURAL
A. Mural
Mural adalah karya seni lukis dengan media dinding sebagai kanfasnya. Mural
dan grafiti adalah karya seni yang berbeda. Prinsipnya, mural adalah melukis di dinding
(painting), sedangkan grafiti adalah mencoret atau menulis (tagging). Mural berasal
dari bahasa latin “murus” yang artinya dinding, sedangkan grafiti dari bahasa latin
“graphium” yang artinya menulis. Mural kini dikenal dan dilakukan di jalanan.
Sedangkan pada awal mula lahirnya mural, justru karya ini ada di dalam ruangan
(indoor) dan berbeda dengan grafiti yang pada waktu ditemukan di zaman Romawi
kuno sudah dilakukan di luar ruangan (outdoor) dan untuk tujuan protes. Bagi kota-
kota di negara maju, seni mural dan grafiti di jalanan termasuk dalam tindakan
perusakan, sehingga tak jarang tekanan politik kota ikut mendorong beberapa
komunitas maupun individu dalam menguasai tembok kota. Saling menimpa karya
dalam hitungan hari bahkan jam sudah menjadi pemandangan yang wajar dalam perang
mural antarpembuatnya. Pemerintah otoritas kota juga seringkali menghapus karya
jalanan itu dengan dalih ketertiban dan kebersihan kota. Oleh karena itu segala
persiapan sebelum memulai membuat mural sudah dipersiapkan termasuk kamera
untuk mendokumentasikan karya (Wicandra, tt: 3).
Mural merupakan salah satu media yang efektif dan akhir-akhir ini dijadikan
media penyampai pesan secara visual. Susanto (2002: 167), memberikan definisi mural
sebagai lukisan besar yang dibuat untuk mendukung ruang arsitektur. Mural dapat
ditemukan di tembok-tembok kota, dan dapat berupa gambar kartun, manusia, ataupun
hewan. Mural pada dasarnya merupakan salah satu bentuk seni rupa, namun terdapat
pesan-pesan yang terkandung di dalamnya yang ditujukan kepada khalayak umum.
Bagi pembuatnya ada pesan-pesan yang ingin disampaikan melalui mural, oleh karena
itu mural tidak hanya berdiri sendiri tanpa kehadiran ribuan makna.
83
Bentuk mural harus selalu disesuaikan dengan kegunaan bangunannya. Mural
merupakan bagian dari bangunan atau suatu gedung yang di samping mempunyai
fungsi pokok sebagai penghias, juga dimaksudkan agar dapat menampilkan kesan
agung. Penempatan mural pada suatu bangunan juga ikut menyempurnakan struktur
lainnya yang ada pada bangunan tersebut. Mural pada akhirnya merupakan ekspresi
dari idea bangunan pada ruang. Isi mural dirancang atau diciptakan pada suatu
bangunan atau gedung agar psikologis penghuni nyaman. Mural dapat disebut
fungsional apabila orang yang bekerja atau bermain merasa kerasan di tempat tersebut.
Mural adalah suatu bagian dari seni lukis dan desain yang berhubungan dengan bidang-
bidang permukaan dinding atau langit-langit suatu bangunan maupun lantai, baik di
dalam maupun di luar bangunan. Mural dapat pula terletak pada bidang-bidang dinding
yang dirancang khusus sehingga merupakan gabungan antara karya tri matra dan dwi
matra.
Sebuah mural dapat dianggap sebagai hal yang bersifat mendidik,
mengingatkan, mengangkat, menyenangkan, menyajikan kengerian atau harapan-
harapan maupun bermacam perasaan yang dapat diekspresikan dalam bentuk
visualisasi dengan simbol-simbol. Kegunaan gedung dan ruangan menjadi bermacam-
macam, hal itu diikuti pula oleh penampilan mural yang bermacam-macam, sesuai
dengan kegunaan gedung dan ruang itu. Sebuah bank, pabrik, tempat olahraga,
museum, galeri, dan sebagainya membutuhkan hal itu. Mural menjadi bermacam-
macam bentuk maupun teknisnya, mulai dari yang memillki kecenderungan akrab
sampai pada yang monumental.
Saat menciptakan mural, seniman harus berdasar pada tujuan maupun latar
belakang mengapa mural tersebut diciptakan sehingga dapat memilih bentuk maupun
teknik yang sesuai dengan subject matter-nya. Suatu mural dianggap berhasil apabila
dapat mencerminkan ketenangan, menarik, menyenangkan, mudah dimengerti dan
dirasakan oleh masyarakat yang memiliki berbagai perbedaan baik latar belakang
maupun sudut pandang. Seorang seniman yang merancang mural adalah seorang
84
seniman yang bekerja untuk masyarakat dan dalam menciptakan karya, tujuannya
untuk memberikan pelayanan terhadap masyarakat. Seperti yang disebutkan oleh
Eleanor Bittermann dalam Art in Modern Architecture, bahwa mural bukanlah sebagai
karya seni murni (fine art) tetapi sebagai karya pakai (apllied art).
Ketika mural dihubungkan dengan keseimbangan lingkungan, maka mural
diharapkan mampu membawa dampak yang cukup besar pada perkembangan kota. Di
tengah arus budaya urban yang sangat tinggi serta tingkat kepadatan masyarakat kota,
perkembangan mural bisa dihubungkan dengan pengindah sudut pandang kota yang
‘hilang’ akibat padatnya pengguna jalan raya, tingginya pemilik kendaraan bermotor
hingga kemacetan yang terjadi. Begitu juga dengan lingkungan yang tidak seimbang
akibat penebangan pohon yang sebenarnya difungsikan sebagai paru-paru kota
menambah panasnya hunian serta tingkat polusi yang tinggi. Hal demikian
dimanfaatkan oleh mural dengan “menawarkan” alternatif bagi indera mata untuk
menangkap kesan estetik ketika hal itu tidak ditawarkan oleh bangunan kota, papan
iklan maupun estetiknya mobil keluaran terbaru (Wicandra, 2005: 132).
B. Persyaratan pada Mural
Seni monumental yang menggunakan mural harus memenuhi beberapa
persyaratan, yaitu penggunaan bahan harus permanen, kuat, tahan lama, dan tidak
mudah rusak. Mural harus mudah dibersihkan ataupun dicuci apabila kotor. Dengan
demikian memudahkan dalam pemeliharaan serta tidak menelan biaya yang mahal
dalam pemeliharaannya, sehingga memenuhi persyaratan sebagai karya monumental.
Menurut Syamsiar (2009: 44-46), ada beberapa hal yang dapat dilakukan dalam
perencanaan pembuatan mural yang baik, yaitu:
1. Seniman mural sebaiknya memiliki pengalaman dalam mengerjakan mural,
terutama mural yang berada di pusat dan jalan kota yang padat dilewati oleh
pengguna jalan, karena orang yang mengapresiasi mural itu tentu lebih banyak.
Selain itu sebaiknya juga belajar tentang seluk beluk penciptaan mural dan efek
85
samping yang akan dihasilkan dari visualisasi mural yang disampaikan kepada
publik.
2. Gagasan atau isi harus dipikirkan secara mendalam dan menyeluruh, agar dampak
terhadap masyarakat dapat lebih tepat guna dan bermanfaat. Makna atau gagasan
yang terkandung sebaiknya berkaitan dengan kondisi dan situasi di mana mural itu
berada agar masyarakat yang berada di wilayah mural dan pengguna jalan merasa
memiliki. Seperti contoh budaya setempat, pelestarian budaya lokal, kesenian
rakyat, peringatan bahaya narkoba, miras, judi, pembinaan KB, budaya hidup
sehat, toleransi, atau informasi seperti penunjuk jalan, rumah sakit, kantor polisi,
dan sebagainya.
3. Secara visual atau bentuk mengandung nilai estetika, seperti perbandingan antara
gambar dengan pengguna jalan agar dapat terlihat jelas. Komposisi antara lebar
atau luas gambar dengan tembok yang dilukis harus tertata dengan baik.
Pewarnaan yang harmonis serta visualisasi menarik dan enak dipandang mata,
seperti pada ruas jalan yang memiliki kepadatan tinggi dan tidak tertutup oleh
pohon. Dapat diberi warna yang berkesan dingin agar pengguna jalan merasa
nyaman saat melewatinya. Penggunaan warna panas seperti merah, orange, dapat
berkesan menambah hawa panas oleh orang yang melihatnya.
4. Kerjasama yang baik dengan pemerintah kota dan pihak-pihak terkait akan lebih
mendukung proses terlaksananya pembuatan mural, atau juga oleh pihak sponsor,
karena penciptaan mural membutuhkan bahan, alat, dan prasarana lain.
5. Diadakan lomba mural juga akan berpengaruh terhadap variasi mural yang
diciptakan, karena masing-masing peserta memiliki karakter yang berbeda.
6. Usia mural tidak bertahan lama dibandingkan dengan karya konvensional, karena
teretak di luar ruangan yang sangat dipengaruhi oleh cuaca sehingga akan
mempengaruhi hasil mural seperti pengelupasan cat, pemudaran warna, atau tema
yang sudah tidak lagi sesuai dengan kondisi zaman yang berjalan.
86
7. Diperlukan teknik perspektif dan distorsi yang tepat karena ada perbedaan sudut
pandang. Semakin tinggi arah pandang, titik pandang semakin kecil. Dan semakin
ke atas arah mural maka semakin diperbesar ukuran proporsinya.
C. Jenis Mural
Beberapa hal yang termsauk katagori atau kelompok mural antara lain: 1. Seni
lukis dinding atau pada langit-langit, lantal maupun relief; 2. Mosaic; 3. Tapestry; dan
4. Supergraphics.
1. Seni lukis dinding atau pada langit-langit maupun lantai, merupakan karya mural
yang pada dasarnya teknik pengerjaannya sama dengan seni lukis yang biasa
dikenal. Hanya saja bahan cat yang digunakan dapat bermacam-macam.
2. Mosaic adalah jenis mural yang pada dasarnya ialah menciptakan bentuk karya
menggunakan susunan dari bahan yang berupa potongan-potongan persegi yang
ditempel pada bidang datar. Bahan dari potongan persegi-persegi tersebut dapat
terbuat dari bahan dasar kaca yang berwarna-warni, batu yang berwarna-warni,
bahan keramik dan sebagainya.
3. Tapestry adalah mural yang menggunakan teknik struktur tenun pada tekstil. Mural
jenis ini mempunyai keterbatasan, yaitu sifatnya yang kurang tahan terhadap
beberapa hal, seperti usia, temperatur, kotoran, dan sebagainya. Oleh karena itu
kebanyakan mural jenis ini diletakkan sebagai penghias dinding ruang dalam.
4. Supergraphics adalah suatu jenis mural yang muncul sekitar tahun 1970-an.
Supergraphics pada dasarnya berasal dari kata “super” dalam arti hubungannya
dengan ukuran yang biasanya besar atau luas; dan "graphics" dalam arti rancangan
dua dimensional (dwi matra) berupa kata-kata, huruf-huruf, nomor-nomor yang
banyak digunakan sebagai simbol. Termasuk pula garis-garis, bidang-bidang
87
dengan warna dan pola-pola bentuk lainnya yang merupakan sebuah arahan untuk
maksud atau tujuan yang mempunyai arti. Supergraphics merupakan suatu teknik
yang dapat mengubah hubungan-hubungan perseptual dengan warna. Jadi aspek
warna adalah penting di dalam Supergraphics. Pola-pola struktural biasa pada
bangunan seperti persegi panjang atau kubus dan sebagainya dapat berubah kesan
menjadi permukaan yang lain. Supergraphics yang menggunakan pola bidang, garis,
huruf, banyak dipengaruhi oleh seni lukis kontemporer yang banyak menggunakan
bidang-bidang warna, garis, dan pola-pola bulatan dan sebagainya.
Banyak pula bagian-bagian interior yang menggunakan sistem identitas
graphics. Misalnya suatu ruang tertentu di beri nomor yang besar sejak dari lantai
ke dinding hingga pada langit-langitnya.
Gambar 70. Mosaic pada lantai taman.
88
(Sumber: www.kaffefassett.com)
Gambar 71. Detail tampak depan Gambar 70.
(Sumber: www.kaffefassett.com)
Gambar 72. Mosaic pada sebuah dinding ruang dalam.
(Sumber: www.designidea-pics.tk)
89
Gambar 73. Tapestry sebagai mural di ruang dalam.
(Sumber: www.tapestry-art.com)
Gambar 74. Tapestry dengan teknik tenun seperti pada tekstil.
(Sumber: www.elyribe-tapestry.co.uk)
90
Gambar 75. Supergraphics sebagai mural pada dinding dan langit-langit ruang dalam.
(Sumber: heythereimdnvallee.wordpress.com)
Gambar 76. Supergraphics dengan pola huruf ukuran besar pada dinding dan pintu.
(Sumber: www.wallpaper.com)
91
Gambar 77. The "Birmingham" super graphic on the western side of Regions Field exterior
along 14th Street S.
Supergraphic di ruang luar sebuah bangunan.
(Sumber: bhambricks.com)
Gambar 78. Supergraphics dengan unsur bidang warna dan garis pada dinding ruang dalam.
(Sumber: www.pinterest.com)
D. Contoh Mural di Beberapa Negara
92
1. Mural di Philadelphia.
Mural ini merupakan seni publik yang dimotori oleh komunitas yang kemudian
didukung oleh pemerintah. Tujuan menciptakan mural ini adalah untuk
memperindah kota dan sebagai gerakan melawan tindakan corat-coret dinding
sebagai bagian dari perusakan fasilitas publik.
Gambar 79. Broad and Spring Garden Streets, Philadelphia.
(Sumber: www.heritagepreservation.org)
93
2. Mural di Belfast, Irlandia Utara.
Mural ini merupakan media komunikasi dalam proses politik yang terjadi pada
tahun 1980-an. Karya mural ini termasuk seni publik karena isi pesan yang
disampaikan adalah representasi masyarakat lokal yang ingin menyampaikan
ajakan kepada masyarakat lain untuk mendukung golongan partai tertentu dalam
politik. Mural dapat dijadikan acuhan untuk melihat kejadian yang sedang
berlangsung di lingkungan tempat mural diciptakan.
Gambar 80. A republican mural in Belfast commemorating the hunger strikes of 1981.
(Sumber: en.wikipedia.org)
3. Mural Tiga Dimensi.
Mural ini merupakan mural kontemporer di Eropa yang menggunakan teknik
perspektif ke dalam atau yang disebut teknik Trompe-l’œil, yang berasal dari
bahasa Perancis yang berarti menipu mata. Mural jenis ini terdapat di jalan-jalan
kota dan juga dinding sebuah bangunan.
94
Gambar 81. John Pugh paints trompe l'oeil murals on buildings.
(Sumber: www.telegraph.co.uk)
Seniman dalam periode seni modern lebih bebas menginterpretasikan sesuatu
ke dalam sebuah karya seni. Lambat laun, mereka membutuhkan respon masyarakat
untuk mengagumi karya mereka agar dapat diterima melalui seni publik di ruang
publik, bukan hanya di dalam galeri atau museum saja. Menurut Feldman (1967) seni
berperan dalam publik saat ini guna:
1. Mempengaruhi perilaku kolektif masyarakat.
2. Dengan sengaja dibuat untuk diperlihatkan pada publik atau digunakan sebagai
fasilitas publik.
3. Menggambarkan atau mendeskripsikan keberadaan sosial atau sesuatu yang
muncul secara kolektif dari masyarakat dan bukan merupakan persepsi individu
berdasarkan pengalaman personal seniman.
95
RANGKUMAN
A. Mural berasal dari bahasa latin “murus” yang artinya dinding, sedangkan grafiti
dari bahasa latin “graphium” yang artinya menulis.
B. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam perencanaan pembuatan mural yang
baik, yaitu: Seniman mural sebaiknya memiliki pengalaman; gagasan atau isi harus
dipikirkan secara mendalam dan menyeluruh; secara visual atau bentuk
mengandung nilai estetika; ada kerjasama yang baik dengan pemerintah; dapat
diadakan lomba mural; diperlukan teknik perspektif dan distorsi yang tepat.
C. Jenis mural antara lain: seni lukis dinding pada langit-langit bangunan, lantai dan
relief; mosaic; tapestry; dan supergraphics.
D. Contoh mural: Mural di Philadelphia sebagai gerakan melawan corat-coret; mural
di Belfast, Irlandia Utara sebagai pendukung partai tertentu; dan mural tiga
dimensi sebagai seni mural ilusi yang menipu mata.
Kepustakaan :
Benton, William. 1968. “Mural”, Encyclopeadia Britanica, Vol. 15. Chicago:
Encyclopeadia Britannica, Inc. Publisher.
Laneau, Paul. 1986. Berpikir Gambar bagi Arsitek dan Perancang. Bandung: ITB.
Leach, Sid Del Mar. 1983. ASlD, Techniques of Interior Design Rendering an
Presentation. Toronto: Mc GrawHill Book Company.
Susanto, Mikke. 2002. Diksi Rupa. Yogyakarta: Kanisius.
Syamsiar, Cia. 2009. Bentuk dan Strategi Perupaan Mural di Ruang Publik. Dalam
Jurnal Brikolase Vol. 1. No. 1. Juli 2009. Surakarta: Seni Rupa Murni, ISI.
96
Wicandra, Obed Bima. 2005. Berkomunikasi Secara Visual Melalui Mural di
Jogjakarta. NIRMANA, VOL.7, NO. 2, JULI 2005: 126-133. Jurusan Desain
Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain. Universitas Kristen Petra.
_____. Tt. Merebut Kuasa Atas Ruang Publik: Pertarungan Ruang Komunitas Mural
di Surabaya. Surabaya: Program Studi Desain Komunikasi Visual, Universitas
Kristen Petra.
1974. "Mosaic", The Encyclopaedia Americana, Vol 9. New York: Americana
Corporation.