Post on 12-Jan-2016
description
BAB I
PENDAHULUAN
Otitis eksterna adalah radang liang telinga akut maupun kronis yang
disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur dan virus. Faktor yang mempermudah
radang telinga luar ialah perubahan pH diliang telinga, yang biasanya normal atau
asam. Bila pH menjadi basa, proteksi terhadap infeksi menurun. Pada keadaan
udara yang hangat dan lembab, kuman dan jamur mudah tumbuh. Predisposisi
otitis eksterna yang lain adalah trauma yang ringan ketika mengorek telinga.1,2
Otitis eksterna maligna (OEM) atau otitis eksterna nekrotikans merupakan
infeksi telinga yang berpotensi menjadi kematian. Infeksi biasanya dimulai dari
meatus akustikus eksterna (MAE) sebagai otitis eksterna akut (OEA) yang tidak
ada respon terhadap terapi. Infeksi menyebar melalui fissura Santorini ke jaringan
lunak dan pembuluh darah sekitarnya sampai ke tulang dasar tengkorak.
Penyebaran infeksi melalui sistem Haversian tulang padat dapat menimbulkan
osteomielitis, terbentuknya abses multiple, dan sequestra tulang nekrotik. Infeksi
dapat mengenai foramen stilomastoid sehingga terjadi paralisis nervus fasialis,
jika mengenai foramen jugularis akan terjadi paralisis N. IX, X, XI dan jika
mengenai kanal hipoglosus akan terjadi paralisis N XII.3
Otitis eksterna maligna (nekrotikans) pertama kali digambarkan sebagai
Pseudomonas osteomyelitis pada tulang temporal pada pasien yang memiliki
penyakit diabetes sejak setengah abad yang lalu. Chandler mempublikasikan
pasien pertama dengan progresif osteomielitis tulang temporal dan menamainya
dengan istilah otitis eksterna maligna. Penulis yang lain telah menggunakan istilah
otitis eksterna nekrotikans untuk membedakan penyakit ini bukan berasal dari
proses neoplasma. Osteomielitis dasar tengkorak sangat akurat untuk menjelaskan
patofisiologi proses penyakit ini dan telah digunakan untuk mengambarkan
infeksi yang menyebar melalui dasar tengkorak termasuk diantaranya kanalis
akustikus eksterna.3
1
Sebelum antibiotik digunakan dalam pengobatan, otitis eksterna maligna
sering menyebabkan kematian, dengan angka kematian mendekati 50%.
Pengobatan dasarnya melalui operasi. Sekarang pengobatan otitis eksterna
maligna efektif dengan menggunakan antibiotik dan dikombinasikan dengan
teknik operasi seperti biopsi dan debridement lokal. Diagnosis dan pengobatan
yang tepat dapat mencegah komplikasi berat dan mencegah kematian.3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Telinga
Telinga terdiri dari telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.4
Gambar 1. Anatomi Telinga
(Dikutip dari kepustakaan 5)
Telinga Luar
Gambar 2. Telinga Luar
(Dikutip dari kepustakaan 5)
3
Aurikula adalah bagian dari telinga luar, suatu tambahan yang melekat
pada sisi kepala dan dimaksudkan untuk menangkap suara. Dibentuk oleh
kartilago dan dibagian kaudal dari aurikula terdapat lobules aurikula. Meatus
akustikus eksternus adalah suatu saluran udara, panjang kira-kira 2-3 cm, arah ke
medial sampai pada telinga tengah, berada dalam pars petrosa ossis temporalis.
Sepertiga bagian lateral dibentuk oleh kartilago dan 2/3 bagian medial dibentuk
oleh tulang biasa. Pada ujung medial dari saluran tersebut terdapat membrane
timpani, yang terletak miring, memisahkan meatus akustikus eksternus daripada
kavum timpani. Letak dari membrane timpani adalah sedemikian rupa sehingga
sisi luarnya menghadap ke daerah ventral, kaudal dan lateral. Pada saluran ini
terdapat mukosa yang mengandung rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar
keringat. Hasil produksi dari kelenjar disebut serumen.4
Telinga Tengah
Gambar 3. Telinga Tengah
(Dikutip dari kepustakaan 5)
Berisi udara dipisahkan dari meatus akustikus eksternus oleh membrane
timpani. Terdapat hubungan antara cellulae mastoidea dengan kavum timpani
melalui auditus tympanicum. Membrane timpani berfungsi menerima getaran
udara dan meneruskannya kepada nervus coclearis. Ada tiga buah tulang kecil
yang terletak menyilang dalam kavum timpani mulai dari lateral ke medial. Yang
4
berada paling luar adalah malleus, yang tengah inkus dan yang paling dalam
adalah stapes. Ketiga buah tulang tersebut meneruskan getaran udara yang
diterima oleh membrane timpani, selanjutnya diteruskan kepada fenestra
vestibule. Gerakan dari tulang-tulang tersebut dikontrol oleh m. tensor tympani
dan m. stapedius.4
Telinga Dalam
Gambar 4. Telinga Dalam
(Dikutip dari kepustakaan 5)
Terdiri dari labyrinthus osseus dan labyrinthus membranaceus.
Labyrinthus osseus terdiri dari ruangan dan saluran, berada dalam pars petrosa
ossis temporalis. Ruangan dan saluran-saluran tersebut adalah vestibulum, 3
canalis semisirkularis, 3 ampulla ossea dan canalis spiralis cochleae. Pada ujung
lateral vestibulum terdapat fenestra vestibule yang ditutupi oleh basis stapedius.
Pada tiap bagian canalis semisirkularis terdapat crus ampullare dan crus simplex.
Canalis spiralis cochleae berbentuk seperti rumah siput dengan basis berada pada
5
sebelah medial dan cupula disebelah lateral. Bangunan ini melingkar suatu sumbu
horizontal. Canalis ini bermuara pada dasar vestibulum.4
2.2 Fisiologi Telinga
Suara dihantarkan melalui membrane timpani melewati telinga tengah ke
koklea (telinga dalam). Melekat pada membrane timpani adalah tangkai dari
maleus. Maleus terikat pada inkus oleh ligament yang kecil, sehingga pada saat
maleus bergerak, inkus juga akan ikut bergerak. Ujung yang berlawanan dari
inkus akan berartikulasi dengan batang stapes, dan bidang depan dari stapes
terletak berhadapan dengan membrane labirin koklea pada muara fenestra ovalis.5
Ujung tangkai maleus melekat dibagian tengah membrane timpani. Dan
tempat perlekatan ini secara konstan akan tertarik oleh musculus tensor tympani,
yang menyebabkan membrane timpani tetap tegang. Keadaan ini menyebabkan
getaran pada setiap bagian membrane timpani akan dikirim ke tulang-tulang
pendengaran, dan hal ini tidak akan terjadi bila membrane tersebut longgar.5
Tulang-tulang pendengaran telinga tengah ditunjang oleh ligamen-ligamen
sedemikian rupa sehingga gabungan maleus dan inkus bekerja sebagai pengungkit
tunggal, dengan fulcrum yang terletak hampir pada perbatasan membrane
timpani.5
Artikulasi inkus dengan stapes menyebabkan stapes mendorong fenestra
ovalis ke depan dan di sisi lain juga mendorong cairan koklea ke depan setiap saat
membrane timpani bergerak ke dalam, dan setiap maleus bergerak keluar akan
mendorong cairan ke belakang.5
Getaran suara memasuki skala vestibule dari bidang depan stapes pada
fenestra ovalis. Bidang depan stapes akan menutup fenestra ini dan dihubungkan
dengan bagian tepi fenestra oleh ligamentum anularis yang longgar, sehingga
fenestra dapat bergerak ke dalam dan keluar bersama getaran suara. Pergerakan ke
dalam menyebabkan bergeraknya cairan ke dalam skala vestibule dan skala
media, dan pergerakan keluar menyebabkan cairan bergerak kearah sebaliknya.5
6
2.3 Otitis Eksterna Maligna
2.3.1 Etiologi
Organisme penyebab otitis eksterna maligna adalah Pseudomonas
aeruginosa menempati 80-85 %. Organisma penyebab yang lainnya seperti
Streptococcus aureus, golongan Proteus, serta golongan Aspergillus.1,2
2.3.2 Patofisiologi
Otitis eksterna maligna merupakan infeksi yang menyerang meatus
akustikus eksternus dan tulang temporal. Organisme penyebabnya
adalah Pseudomonas aeruginosa, dan paling sering menyerang pasien diabetik
usia lanjut. Pada penderita diabetes, pH serumennya lebih tinggi dibanding pH
serumen non diabetes. Kondisi ini menyebabkan penderita diabetes lebih mudah
terjadi otitis eksterna. Akibat adanya faktor immunocompromize dan
mikroangiopati, otitis eksterna berlanjut menjadi otitis eksterna maligna. Infeksi
dimulai dengan otitis eksterna yang progresif dan berlanjut menjadi osteomielitis
pada tulang temporal. Penyebaran penyakit ini keluar dari liang telinga luar
melalui Fisura Santorini dan osseocartilaginous junction.1,2,6
Otitis eksterna maligna menyebar melalui Fisura Santorini untuk sampai
ke dasar tulang tengkorak. Data histopatologi menunjukkan bahwa infeksi
menyebar sepanjang vaskuler. Di bagian anterior dapat mempengaruhi fossa
mandibula dan kelenjar parotis. Di sebelah anteromedial infeksi, dapat menyebar
ke arteri karotis. Selain itu juga dapat menyebar melalui tuba eustachius untuk
sampai ke fossa infratemporal dan nasofaring. Hipestesia ipsilateral dapat terjadi
jika saraf kelima dilibatkan. Penyebaran ke intrakranial dapat menyebabkan
meningitis, abses otak, kejang dan kematian. Bagian posteroinferior dapat
menyebabkan flebitis dan trombosis supuratif bulbus juguler dan sinus sigmoid.
Ini dapat menyebabkan mastoiditis dan kelumpuhan saraf fasial. Penyebaran
secara inferior dapat menyebabkan paralisis saraf glosofaringeal (IX), vagus (X),
7
hipoglosus (XI), dan aksesorius (XII), menyebabkan disfagia, aspirasi dan suara
serak.3
Gambar 5. Gambaran anatomi tempat terjadinya infeksi pada otitis eksternal
maligna
(Dikutip dari kepustakaan 8)
2.3.3 Manifestasi Klinis
Gejala otitis eksterna maligna adalah: rasa gatal di liang telinga yang
dengan cepat diikuti dengan nyeri, sekret yang banyak serta pembengkakan liang
telinga. Kemudian rasa nyeri tersebut akan semakin hebat, liang telinga tertutup
oleh jaringan granulasi yang cepat tumbuhnya. Saraf fasialis dapat terkena,
sehingga menimbulkan paresis atau paralisis fasial.1,2,6
Kelainan patologik yang penting adalah osteomielitis yang progresif, yang
disebabkan oleh kuman Pseudomonas aeroginosa. Penebalan endotel yang
8
mengiringi diabetes mellitus berat, kadar gula darah yang tinggi yang diakibatkan
oleh infeksi sedang aktif, menimbulkan kesulitan pengobatan yang adekuat. 1,2
Penyakit ini dapat membahayakan dan kecurigaan lebih tinggi ditujukan
pada pasien dengan diabetes atau immunocompromized state atau berumur lanjut.
Tanda khas yang dijumpai dari otoskopi pada penyakit ini adalah otitis eksterna
dengan jaringan granulasi sepanjang posteroinferior liang telinga luar (pada bony
cartilaginous junction) disertai lower cranial neuropathies (N. VII, IX, X, XI)
yang biasanya juga disertai dengan nyeri pada daerah yang dikenai (otalgia).
Eksudat pada liang telinga dan membrane timpani intak.8
Gambar 6. Kranial neuropati OEM dengan paresis N. VIII dan N. XII
(Dikutip dari kepustakaan 3)
2.3.4 Diagnosis
Diagnosis otitis eksterna nektrotikan dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan
radiologi. Empat gejala yang menonjol adalah otalgia yang menetap lebih dari 1
bulan, otore purulen dan menetap dengan adanya jaringan granulasi dalam
beberapa minggu, riwayat diabetes mellitus, status imun yang rendah dan usia
lanjut, dan adanya gangguan saraf kranial.
9
1. Anamnesis
Pasien yang menderita otitis eksterna maligna umumnya usia
lanjut, menderita diabetes. Adanya otalgia, sakit kepala temporal, otore
purulen dapat ditemukan pada pasien ini. Kadang – kadang pasien
mempunyai riwayat penggunaan antibiotik dan obat tetes telinga pada otitis
eksterna tanpa adanya perubahan gejala yang bermakna.
2. Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan inspeksi dapat ditemukan adanya kulit yang
mengalami inflamasi, hiperemis, udem dan tampak jaringan granulasi pada
dasar meatus akustikus eksternus. Biasanya disertai dengan kelumpuhan saraf
fasial, dan perlu memeriksa saraf kranial V – XII.
Gambar 7. Gambaran otitis eksterna maligna dengan adanya pus yang keluar dari liang
telinga yang sudah nekrosis. Kelihatan aurikula membengkak dan kehilangan bentuk
di daerah yang terdiri dari kartilago.
(Dikutip dari kepustakaan 10)
10
3. Pemeriksaan Penunjang:
a. Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium, dapat ditemukan adanya
peningkatan jumlah leukosit, laju endap darah dan gula darah
sewaktu. Pemeriksaan kultur yang diperoleh dari sekret liang telinga sangat
diperlukan untuk sensitivitas antibiotik. Penyebab utamanya adalah P.
aeruginosa. Organisme ini merupakan bakteri aerob, dan gram
negatif. Pseudomonas sp. mempunyai lapisan yang bersifat mukoid yang
digunakan pada saat fagositosis. Eksotoksin dapat menyebabkan jaringan
mengalami nekrosis dan beberapa golongan lainnya menghasilkan
neurotoksin yang dapat menimbulkan neuropati.6,7,10
b. Radiologi
Pemeriksaan tambahan dapat berupa foto X-ray mastoid (foto Schuller).
Pada foto X-ray ini ditemukan adanya perselubungan air cell mastoid dan
destruksi tulang.
Gambar 8. Foto Schuller kanan tampak gambaran mastoidit is kronik
(bulatan merah)
(Dikutip dari kepustakaan 3)
11
CT-Scan dapat menunjukkan adanya dekstruksi tulang di sekitar dasar
tulang tengkorak dan meluas ke intrakranial. Pemeriksaan dengan teknik nuklir
baik digunakan pada stadium awal. Scan Technetium (88Tc) methylene
diphosphonate menunjukkan area yang mengalami osteogenesis dan osteolisis.
Sedangkan Gallium (56Ga) menunjukkan jaringan lunak yang mengalami
inflamasi. 11
Gambar 9. CT-Scan kepala yang menunjukkan kerusakan jaringan lunak pada
MAE kiri, tulang mastoideus kiri, fossa infra-temporalis dan dasar tulang tengkorak (anak
panah)
(Dikutip dari kepustakaan 12)
4. Histopatologi
Mekanisme invasi liang telinga berhubungan dengan nekrosis
tulang. Proses infeksi meluas ke submukosa dan terdapat destruksi
tulang. pada gambaran histologi juga dapat terlihat rusaknya jaringan
menunjukkan luasnya nekrosis pada lapisan epidermis dan dermis disertai
infiltrate PMN. Kartilago dikelilingi oleh jaringan inflamasi dan tampak
12
destruksi. Pada dinding pembuluh darah menunjukkan hialinisasi. Tulang
mastoid menunjukkan adanya sel – sel inflamasi akut.12
Pemeriksaan biopsi granulasi MAE perlu dilakukan untuk
membedakan dengan otitis eksterna maligna dengan keganasan meatus
akustikus eksterna atau osteomielitis karena Aspergillus. Pemeriksaan kultur
dan tes sensitivitas dilakukan untuk mengetahui kuman penyebab dan
menentukan jenis antibiotik yang tepat.3
2.3.5 Diagnosis Banding
1. Otitis media supuratif akut
Otitis media supuratif kronik adalah infeksi kronis di telinga tengah
dengan perforasi membrane timpani dan sekret yang keluar dari tengah terus-
menerus atau hilang timbul dan sekretnya mungkin encer, kental, bening atau
berupa nanah. Terjadinya otitis media supuratif kronik adalah disebabkan oleh
adanya gangguan fungsi pada tuba eustachius atau infeksi yang lama pada bagian
telinga tengah. Sebagian besar otitis media supuratif kronik merupakan kelanjutan
dari otitis media akut dengan perforasi membrane timpani yang sudah terjadi lebih
dari 2 bulan. Otitis media supuratif kronik menimbulkan gejala otore dengan
sekret yang bersifat purulen atau mukoid tergantung dari stadium peradangan,
gangguan pendengaran, otalgia dan vertigo.12
2. Otitis eksterna difus
Biasanya mengenai kulit liang telinga dua pertiga dalam. Tampak kulit
liang telinga hiperemis dan edema yang tidak jelas batasnya. Kuman penyebab
biasanya golongan Pseudomonas. Kuman lain yang dapat sebagai penyebabnya
adalah Staphylococcus albus, Escherichia coli dan sebagainya. Otitis eksterna
difus dapat juga terjadi sekunder pada otitis media supuratif kronis. Gejalanya
adalah nyeri tekan tragus, liang telinga sangat sempit, kadang kelenjar getah
bening membesar dan nyeri tekan, terdapat sekret yang berbau. Sekret ini tidak
13
mengandung lendir (musin) seperti sekret yang keluar dari kavum timpani pada
otitis media.1,2
3. Otomikosis
Infeksi jamur diliang telinga dipermudah dengan kelembaban yang tinggi
didaerah tersebut. Yang tersering adalah Pityrosporum dan Aspergillus. Kadang-
kadang ditemukan juga Candida albicans atau jamur lain. Pityrosporum
menyebabkan terbentuknya sisik yang menyerupai ketombe dan merupakan
predisposisi otitis eksterna bakterialis. Gejala biasanya berupa rasa gatal dan rasa
penuh di liang telinga, tapi sering pula tanpa keluhan.1,2
2.3.6 Terapi
Pengobatan harus cepat diberikan sesuai dengan hasil kultur dan resistensi.
Mengingat kuman penyebab tersering adalah Pseudomonas aeroginosa, diberikan
antibiotika dosis tinggi yang sesuai dengan Pseudomonas aeroginosa. Sementara
menunggu hasil kultur dan resistensi, diberikan golongan fluoroquinolone
(ciprofloxacin) dosis tinggi peroral. Pada keadaan yang lebih berat diberikan
antibiotika parenteral kombinasi dengan antibiotika golongan aminoglikosida
yang diberikan selama 6-8 minggu.1,2
Antibiotika yang sering digunakan adalah ciprofloxacin, ticarcilin-
clavulanat, piperacilin (dikombinasi dengan aminoglikosida), ceftriaxone,
ceftazidine, cefepime dan gentamisin.1,2,10
Disamping obat-obatan, sering kali diperlukan juga tindakan
membersihkan luka (debrideman) secara radikal. Tindakan membersihkan luka
yang kurang bersih akan dapat menyebabkan makin cepatnya penjalaran
penyakit.1.2,7
2.3.7 Komplikasi
14
Pada otitis eksterna maligna peradangan meluas secara progresif kelapisan
subkutis, tulang rawan dan ke tulang sekitarnya, sehingga timbul kondritis,
osteitis dan osteomielitis yang menghancurkan tulang temporal.1,2,7
2.3.8 Prognosis
Rekurensi penyakit dilaporkan sekitar 9% - 27%. Hal ini berhubungan
dengan lamanya pemberian terapi yang tidak adekuat dan manifestasi klinik
berupa sakit kepala dan otalgia, bukan otorea. Otitis eksterna nekrotikan dapat
kambuh kembali setelah satu tahun pengobatan komplit. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan Chandler, rata – rata kematian sekitar 50% tanpa pengobatan.
Kematian berkurang sampai 20% dengan ditemukannya antibiotik yang cocok.
Penelitian terbaru melaporkan bahwa angka kematian turun sampai 10%, tetapi
kematian tetap tinggi pada pasien dengan neuropati atau adanya komplikasi
intrakranial.10
BAB III
PENUTUP
15
Otitis Eksterna Maligna (OEM) disebut juga Otitis Eksterna Nekrotikan
atau Osteomielitis dasar tengkorak, merupakan suatu infeksi telinga luar yang
dapat menyebabkan kematian. . Infeksi biasanya dimulai dari meatus akustikus
eksterna (MAE) sebagai otitis eksterna akut (OEA) yang tidak ada respon
terhadap terapi. Infeksi menyebar melalui fissura Santorini ke jaringan lunak dan
pembuluh darah sekitarnya sampai ke tulang dasar tengkorak.
Organisme penyebab otitis eksterna maligna adalah Pseudomonas
aeruginosa menempati 80-85 %. Gejala otitis eksterna maligna adalah: rasa gatal
di liang telinga yang dengan cepat diikuti dengan nyeri, sekret yang banyak serta
pembengkakan liang telinga. Kemudian rasa nyeri tersebut akan semakin hebat,
liang telinga tertutup oleh jaringan granulasi yang cepat tumbuhnya. Saraf fasialis
(N. VII, IX, X, XI) dapat terkena, sehingga menimbulkan paresis atau paralisis
fasial. Diagnosis otitis eksterna nektrotikan dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan
radiologi.
Pengobatan harus cepat diberikan sesuai dengan hasil kultur dan resistensi.
Mengingat kuman penyebab tersering adalah Pseudomonas aeroginosa, diberikan
antibiotika dosis tinggi yang sesuai dengan Pseudomonas aeroginosa. Sementara
menunggu hasil kultur dan resistensi, diberikan golongan fluoroquinolone
(ciprofloxacin) dosis tinggi peroral. Pada keadaan yang lebih berat diberikan
antibiotika parenteral kombinasi dengan antibiotika golongan aminoglikosida
yang diberikan selama 6-8 minggu. Antibiotika yang sering digunakan adalah
ciprofloxacin, ticarcilin-clavulanat, piperacilin (dikombinasi dengan
aminoglikosida), ceftriaxone, ceftazidine, cefepime dan gentamisin. Disamping
obat-obatan, sering kali diperlukan juga tindakan membersihkan luka
(debrideman) secara radikal. Tindakan membersihkan luka yang kurang bersih
akan dapat menyebabkan makin cepatnya penjalaran penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
16
1. Efiaty AS, Nurbaid I, Bashiruddin J. Otitis Eksterna In Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher, 6th Edition. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. p. 60-63.
2. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R. Otitis Eksterna Maligna In Ilmu Penyakit Telinga Hidung Dan Tenggorok Kapita Selekta Kedokteran, 3 rd
Edition. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2001. p. 83-85.
3. Matthew J, Carfrae, Bradley W. Malignant Otitis Externa In Otolaryngologic Clinics of North America, America: Elsevier Saunders; 2008. p. 537-549.
4. Lululima JW. Telinga In Anatomi Umum, 2nd Edition. Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2002. p. 123.
5. Guyton, Hall. Indera Pendengaran In Sistem Saraf Indera Khusus Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 11th Edition. New York: Elsevier Pte. Ltd; 2008. p. 681-684.
6. Handzel O, Halperin D. Necrotizing (Malignant) External Otitis. 2003 July 15 [cited 2015 April 25]. Available from: URL: http://www.aafp.org/afp/2003/0715/p309.html
7. Grandis JR., Branstetter BF., Yu YL. The changing face of malignant (necrotising) external otitis: clinical, radiological and anatomic correlations. THE LANCET Infectious Diseases. January 2004 [cited 2015 April 24]. Available from: URL: http://antimicrobe.org/Lancet2.pdf
8. Askaroellah A. Otitis Eksterna Maligna In Majalah Kedokteran Nusantara, Vol 39. Medan: Departemen Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Rumah Sakit Umum Pemerintah Adam Malik Medan; 2006. p. 317-318.
9. Osguthorpe JD., Nielsen DR. Otitis Externa: Review and Clinical Update. 2006 November 1. [cited 2015 April 23]. Available from: URL: http://www.aafp.org/afp/2006/1101/p1510.html
10. Nussebaum B, et al. Externa ear, Malignat external otitis. 2013 December 6 [cited 2015 April 26]. Available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/845525-overview
11. Duvvi S., Lo S., Kumar R., Blanshard J. Malignant External Otitis With Multiple Cranial Nerve Palsies. The Internet Journal of
17
Otorhinolaryngology. 2004 Volume 4 Number 1. [cited 2015 April 24]. Available from: URL: http://ispub.com/IJORL/4/1/11897
12. Tandrous PJ. Diagnostic Criteris Handbook in Histopthology: A Surgical Pathology Vade Mecum. England: John Wiley & Sons Ltd; 2007. p. 199.
13. Edward Y., Sri Mulyani. Penatalaksanaan Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Bahaya.. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. [cited 2015 April 26]. Available from: URL: http://repository.unand.ac.id/ 17260/1/ Penatalaksanaan_Otitis_Media_Supuratif_Kronik_Tipe_Bahaya.pdf
Referat
18
OTITIS EKSTERNA MALIGNA
Oleh :
M. Hairul Umam
H1A 009 001
Pembimbing :
dr. Markus Rambu, Sp.THT-KL
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN
RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2015
19