Post on 19-May-2019
Nasrullah Osteomielitis, Laporan
2011
GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL
OSTEOMIELITIS
DEDI IRAWANDI
STIKES HANG TUAH SURABAYA
2018
OSTEOMIELITIS
==Dedi Irawandi==
1. Laporan Pendahuluan A. Definisi
Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena
penyebaran infeksi dari darah (osteomielitis hematogen) atau, yang lebih sering
setelah kontaminasi fraktur terbuka atau reduksi (osteomielitis eksogen). Luka
tusuk pada jaringan lunak atau tulang akibat gigitan hewan, manusia atau
penyuntikan intramuskulus dapat menyebabkan osteomielitsis eksogen. (Corwin,
2001)
Osteomielitis merupakan inflamasi akut atau kronis pada tulang dan
struktur penyerta yang terjadi sebagai akibat sekunder dari infeksi bakteri.
(Chang, 2009)
Istilah osteomielitis menandakan peradangan tulang dan rongga
sumsum tulang. Meskipun peradangan tulang dapat disebabkan oleh beragam
hal, berdasarkan perjanjian pemakaian, kata ini dibatasi untuk lesi yang
disebabkan oleh infeksi. Osteomielitis dapat bersifat akut atau kronis dan
menyebabkan debilitas (Robbins, 2007)
B. Etiologi
- Staphylococcus Aureus
- Hemophillus Influensza
- Salmonella Typhi
- Escherichia Coli
- Penyebaran hematogen dari fokus infeksi di tempat lain : tonsil yang
terinfeksi, infeksi gigi, infeksi saluran napas bagian atas
- Penyebaran infeksi jaringan lunak : ulkus dekubitus yang terinfeksi atau
ulkus vaskular
- Kontaminasi langsung dengan tulang : fraktur terbuka, cedera traumatik
(luka tembak dan pembedahan tulang)
C. Klasifikasi
- Osteomielitis hematogen akut
Fase akut ialah fase sejak terjadinya infeksi sampai 10-15 hari
Osteomielitis hematogen akut pada dasarnya adalah penyakit pada tulang
yang sedang tumbuh. Pada anak lelaki tiga kali lebih sering daripada anak
perempuan. Tulang yang sering terkena adalah tulang panjang dan tersering
femur, diikuti oleh tibia, humerus, radius, ulna dan fibula. Bagian tulang yang
terkena adalah bagian metafisis.
- Osteomielitis kronik
Osteomielitis akut yang tidak diterapi secara adekuat, akan berkembang
menjadi osteomielitis kronis.
Selain itu osteomielitis juga diklasifikasikan ke dalam :
- Osteomielitis hematogen
Osteomielitis yang disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus lain di
dalam tubuh
- Osteomielitis eksogen
Osteomielitis yang disebabkan oleh infeksi dari luar tubuh secara
langsung. Contohnya trauma tembus atau fraktur terbuka
D. Patofisiologi
Osteomielitis merupakan proses infeksi akut pada tulang dan berasal
dari sumber eksogen atau endogen (hematogen). Infeksi eksogen dapat berasal
dari fraktur terbuka atau jalur eksternal lain, seperti luka. Osteomielitis
hematogen paling sering ditemukan dan terjadi karena infeksi yang ada
menyebar dari fokus lokal. Contoh yang sering ditemukan adalah infeksi dada,
otitis media atau gangguan pada kulit yang lazim terjadi, seperti impetigo atau
abses. Biasanya osteomielitis menyerang anak-anak yang berusia 5-16 tahun,
dan dapat disebabkan oleh mikroorganisme apapun.
Osteomielitis terutama ditemukan pada bayi dan anak yang tidak
sehat, dan terjadi dua kali lebih sering pada anak laki-laki daripada perempuan.
Bolus infeksi meninggalkan titik awal infeksi dan berjalan ke arteriola kecil di
dalam metafisis tulang, tempat terjadinya fokus infeksi yang baru. Bergantung
pada, apakah lempeng epifisis sudah menutup atau belum. Pada bagian metafisis
tulang panjang yang sedang tumbuh dengan cepat paling sering terkena infeksi,
jika lempeng epifisis belum menutup.
Mula-mula terdapat fokus infeksi di daerah meafisis, lalu terjadi
hiperemia dan oedem. Karena tulang bukan jaringan yang bisa berekspansi,
tekanan dalam tulang yang meningkat ini menyebabkan nyeri lokal yang hebat.
Biasanya osteomielitis akut disertai dengan gejala septisemia, seperti febris,
malaise dan anoreksia. Infeksi dapat pecah ke subperiost, kemudian menembus
subkutis dan menyebar menjadi selulitis atau menjalar melalui rongga subperiost
ke diafisis. Infeksi juga dapat pecah ke bagian tulang diafisis melalui kanalis
medularis. Penjalaran subperiostal ke arah diafisis akan merusak pembuluh
darah yang ke diafisis sehingga menyebabkan nekrosis tulang yang disebut
sekuester. Periost akan membentuk tulang baru yang menyelubungi tulang mati
disebut involokrum
Nyeri
Peningkatan tekanan dalam tulang
Nekrosis jaringan
Iskemia jaringan
Hipertermi Respon inflamasi
Peningkatan vaskularisasi Trombosis pada pembuluh darah
Abses tulang Tulang rapuh
Gangguan Mobilitas
Fraktur patologis
E. Web Of Caution
infeksi pada metafisis tulang
Infeksi Eksogen
- Fraktur terbuka
- Luka (tembak, pembedahan, dll)
Infeksi Endogen (hematogen)
- Abses
- Otitis media
- Ulkus dll
Menyebar ke jaringan lunak
dan sendi di sekitarnya
Penurunan kekuatan
tulang
Infeksi berkembang ke
kavitas medularis dan ke
bawah periosteum
Peningkatan tekanan jaringan
dan medulla
oedema
F. Manifestasi Klinis
- Osteomielitsi eksogen biasanya disertai tanda-tanda cedera dan
peradangan di tempat nyeri.
- Pembesaran kelenjar getah bening regional
- Pada anak mengalami keengganan menggerakkan anggota badan yang
sakit
- Panas tinggi dan sakit keras
- Menggigil
- Lemah dan malaise
- Nyeri tulang dekat sendi
- Tidak dapat menggerakkan anggota bersangkutan
- Tidak ada kelainan foto rontgen (fase akut)
- Pembengkakan lokal dan nyeri tekan
- Fistel kronik yang mengeluarkan nanah dan kadang skuester kecil (fase
kronis)
- Foto ditemukan skuester dan pembentukan tulang baru (fase kronis)
G. Pemeriksaan Diagnostik
- Scan tulang degan menggunakan nukleotida berlabel radioaktif dapat
memperlihatkan perasangan di tulang (MRI)
- Analisis darah dapat memperlihatkan peningkatan hitung darah lengkap
dan laju endap darah yang mengisyaratkan adanya infeksi yang sedang
berlangsung
Neutrofil meningkat (N: 2,2 - 7,5 109/L)
LED meningkat(N: 1-10 mm/jam)
- Aspirasi, untuk memperoleh pus dari subkutis, subperiost atau fokus
radang di metafisis
- Complement Reactive Protein (CRP) meningkat (N:<5 mg/L)
CRP dan LED yang tinggi sering dijumpai pada awal infeksi.
H. Penatalaksanaan
Akut
- Perawatan di rumah sakit
- Pengobatan suportif dengan pemberian infus dan antibiotika
- Pemeriksaan biakan darah
- Imobilisasi
- Tindakan bedah.
Kronik
- Skuestrektomi
- Debrideman (untuk mengeluarkan jaringan nekrotik di di dinding ruang
skuester dan penyaliran)
- Gips (untuk mencegah patah tulang patologis akibat involokrum belum
cukup kuat untuk menggantikan tualng asli yg menjadi skuester)
- Pemberian antibiotik yang sesuai
2. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian Umum Sistim Muskuloskeletal
Riwayat kesehatan meliputi informasi tentang aktivitas hidup sehari-hari,
pola ambulasi, alat bantu yang digunakan (misalnya kursi roda, tongkat, walker),
dan nyeri (jika ada nyeri tetapkan lokasi, derajat nyeri, lama, faktor yang
memperberat dan faktor pencetus) kram atau kelemahan
Pengkajian perlu dilakukan secara sistematis, teliti dan terarah. Data yang
dikumpulkan meliputi data subjektif dan objektif dengan cara melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik.
B. Anamnesis
1. Data demografi : Data ini meliputi nama, usia, jenis kelamin, tempat tinggal,
orang yang dekat dengan klien.
2. Riwayat perkembangan : Data ini untuk mengetahui tingkat perkembangan
pada neonatus, bayi, prasekolah, remaja, dewasa dan tua.
3. Riwayat sosial : Data ini meliputi pendidikan dan pekerjaan. Seseorang yang
terpapar terus-menerus dengan agens tertentu dalam pekerjaannya, status
kesehatannya dapat dipengaruhi.
4. Riwayat penyakit keturunan : Riwayat penyakit keluarga perlu diketahui
untuk menentukan hubungan genetik yang perlu diidentifikasi misalnya
(penyakit diabetes melitus yang merupakan predisposisi penyakit sendi
degeneratif, TBC, artritis, riketsia, osteomielitis, dll)
5. Riwayat diet : Identifikasi adanya kelebihan berat badan karena kondisi ini
dapat mengakibatkan stress pada sendi penyangga tubuh dan predisposisi
terjadinya instabilitas ligamen, khususnya pada punggung bagian bawah.
Kurangnya asupan kalsium dapat menimbulkan fraktur karena adanya
dekalsifikasi. Bagaimana menu makanan sehari-hari dan konsumsi vitamin A,
D, kalsium, serta protein yang merupakan zat untuk menjaga kondisi
muskuloskeletal.
6. Aktivitas kegiatan sehari-hari : Identifikasi pekerjaan pasien dan aktifitas
sehari-hari. Kebiasaan membawa benda-benda berat yang dapat
menimbulkan regangan otot dan trauma lainnya. Kurangnya melakukan
aktivitas mengakibatkan tonus otot menurun. Fraktur atau trauma dapat
timbul pada olahraga sepak bola dan hoki, sedangkan nyeri sendi tangan
dapat timbul akibat olah raga tenis. Pemakaian hak sepatu yang terlalu tinggi
dapat menimbulkan kontraksi pada tendon achiles dan dapat terjadi
dislokasi. Perlu dikaji pula aktivitas hidup sehari-hari, saat ambulasi apakah
ada nyeri pada sendi, apakah menggunakan alat bantu (kursi roda, tongkat
ataupun walker)
7. Riwayat kesehatan masa lalu : Data ini meliputi kondisi kesehatan individu.
Data tentang adanya efek langsung atau tidak langsung terhadap
muskuloskeletal, misalnya riwayat trauma atau kerusakan tulang rawan,
riwayat artritis dan osteomielitis.
8. Riwayat kesehatan sekarang : sejak kapan timbul keluhan, apakan ada
riwayat trauma. Hal-hal yang menimbulkan gejala. Timbulnya gejala
mendadak atau perlahan. Timbulnya untuk pertama kalinya atau berulang.
Perlu ditanyakan pula tentang ada-tidaknya gangguan pada sistem lainnya.
Kaji klien untuk mengungkapkan alasan klien memeriksakan diri atau
mengunjungi fasilitas kesehatan, keluhan utama pasien dan gangguan
muskuloskeletal meliputi :
- Nyeri : identifikasi lokasi nyeri. Nyeri biasanya berkaitan dengan
pembuluh darah, sendi, fasia atau periosteum. Tentukan kualitas nyeri
apakah sakit yang menusuk atau berdenyut. Nyeri berdenyut biasanya
berkaitan dengan tulang dan sakit berkaitan dengan otot, sedangkan nyeri
yang menusuk berkaitan dengan fraktur atau infeksi tulang. Identifikasi
apakah nyeri timbul setelah diberi aktivitas atau gerakan. Nyeri saat
bergerak merupakan satu tanda masalah persendian. Degenerasi panggul
menimbulkan nyeri selama badan bertumpu pada sendi tersebut.
Degenerasi pada lutut menimbulkan nyeri selama dan setelah berjalan.
Nyeri pada osteoartritis makin meningkat pada suhu dingin. Tanyakan
kapan nyeri makin meningkat, apakah pagi atau malam hari. Inflamasi
pada bursa atau tendon makin meningkat pada malam hari. Tanyakan
apakah nyeri hilang saat istirahat. Apakah nyerinya dapat diatasi dengan
obat tertentu.
- Kekuatan sendi : tanyakan sendi mana yang mengalami kekakuan,
lamanya kekakuan tersebut, dan apakah selalu terjadi kekakuan. Beberapa
kondisi seperti spondilitis ankilosis terjadi remisi kekakuan beberapa kali
sehari. Pada penyakit degenarasi sendi sering terjadi kekakuan yang
meningkat pada pagi hari setelah bangun tidur (inaktivitas). Bagaimana
dengan perubahan suhu dan aktivitas. Suhu dingin dan kurang aktivitas
biasanya meningkatkan kekakuan sendi. Suhu panas biasanya
menurunkan spasme otot.
- Bengkak : tanyakan berapa lama terjadi pembengkakan, apakah juga
disertai dengan nyeri, karena bengkak dan nyeri sering menyertai cedera
pada otot. Penyakit degenerasi sendi sering kali tidak timbul bengkak
pada awal serangan, tetapi muncul setelah beberapa minggu terjadi nyeri.
Dengan istirahat dan meninggikan bagian tubuh, ada yang dipasang gips.
Identifikasi apakah ada panas atau kemerahan karena tanda tersebut
menunjukkan adanya inflamasi, infeksi atau cedera.
- Deformitas dan imobilitas : tanyakan kapan terjadinya, apakah tiba-tiba
atau bertahap, apakah menimbulkan keterbatasan gerak. Apakah semakin
memburuk dengan aktivits, apakah dengan posisi tetentu makin
memburuk. Apakah klien menggunakan alat bantu (kruk, tongkat, dll)
- Perubahan sensori : tanyakan apakah ada penurunan rasa pada bagian
tubuh tertentu. Apakah menurunnya rasa atau sensasi tersebut berkaitan
dengan nyeri. Penekanan pada syaraf dan pembuluh darah akibat
bengkak, tumor atau fraktur dapat menyebabkan menurunnya sensasi.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1) Pengkajian Skeletal Tubuh
Hal-hal yang perlu dikaji pada skelet tubuh, yaitu :
1. Adanya deformitas dan ketidaksejajaran yang dapat disebabkan oleh
penyakit sendi
2. Pertumbuhan tulang abnormal. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya
tumor tulang.
3. Pemendekan ekstrimitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak sejajar
secara anatomis
4. Angulasi abnormal pada tulang panjang, gerakan pada titik bukan sendi,
teraba krepitus pada titik gerakan abnormal, menunjukkan adanya patah
tulang.
2) Pengkajian Tulang Belakang
Deformitas tulang belakang yang sering terjadi perlu diperhatikan yaitu :
a) Skoliosis (deviasi kurvantura lateral tulang belakang)
- Bahu tidak sama tinggi
- Garis pinggang yang tidak simetris
- Skapula yang menonjol
Skoliosis tidak diketahui penyebabnya (idiopatik), kelainan kongenital,
atau akibat kerusakan otot para-spinal, seperti poliomielitis.
b) Kifosis (kenaikan kurvantura tulang belakang bagian dada). Sering terjadi
pada lansia dengan osteoporosis atau penyakti neuromuskular.
c) Lordosis (membebek, kurvantura tulang bagian pinggang yang
berlebihan. Lordosis bisa ditemukan pada wanita hamil
Pada saat inspeksi tulang belakang sebaiknya baju pasien dilepas untuk
melihat seluruh punggung, bokong dan tungkai. Pemeriksan kurvantura
tulang belakang dan kesimetrisan batang tubuh dilakukan dari pandangan
anterior, posterior dan lateral. Dengan berdiri di belakang pasien,
perhatikan setiap perbedaan tinggi bahu dan krista iliaka. Lipatan bokong
normalnya simetris. Kesimetrisan bahu, pinggul dan kelurusan tulang
belakang diperiksa dalam posisi pasien berdiri tegak dan membungkuk ke
depan.
3) Pengkajian Sistem Persendian
Pengkajian sistem perssendian dengan pemeriksaan luas gerak sendi baik
aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas dan adanya benjolan.
Pemeriksaan sendi menggunakan alat goniometer, yaitu busur derajat yang
dirancang khusus untuk evakuasi gerak sendi.
1. Jika sendi diekstensikan maksimal namun masih ada sisa fleksi, luas
gerakan ini diangap terbatas. Keterbatasan ini dapat disebabkan oleh
deformitas skeletal, patologik sendi, kontraktur otot dan tendon sekitar.
2. Jika gerakan sendi mengalami gangguan atau nyeri, harus diperiksa
adanya kelebihan cairan dalam kapsulnya (efusi), pembengkakan dan
inflamasi. Tempat yang paling sering terjadi efusi adalah pada lutut.
Palpasi sendi sambil sendi digerakkan secara pasif akan memberi informasi
mengenai integritas sendi. Suara “gemeletuk”dapat menunjukkan adanya
ligamen yang tergelncir di antara tonjolan tulang. Adanya krepitus karena
permukaan sendi yang tidak rata ditemukan pada pasien artritis. Jaringan
sekitar sendi terdapat benjolan yang khas ditemukan pada pasien :
1. Artritits reumatoid, benjolan lunak di dalam dan sepanjang tendon.
2. Gout, benjolan keras di dalam dan di sebelah sendi
3. Osteoatritis, benjolan keras dan tidak nyeri merupakan pertumbuhan
tulang baru akibat destruksi permukaan kartilago pada tulang dalam
kapsul sendi, biasanya ditemukan pada lansia.
Kadang-kadang ukuran sendi menonjol akibat artrofi otot di proksimal dan
distal sendi sering terlihat pada artritis reumatoid sendi lutut.
4) Pengkajian Sistem Otot
Pengkajian sistem otot meliputi kemampuan mengubah posisi, kekuatan dan
koordinasi otot, serta ukuran masing-masing otot. Kelemahan sekelompok otot
menunjukkan berbagai kondisi seperti polineuropati, gangguan elektrolit,
miastenia grafis, poliomielitis dan distrofi otot.
Palpasi otot dilakukan ketika ekstrimitas rileks dan digerakkan secara pasif,
perawat akan merasakan tonus otot. Kekuatan otot dapat diukur dengan
meminta pasien menggerakkan ekstrimitas dengan atau tanpa tahanan.
Misalnya, otot
bisep yang diuji dengan meminta klien meluruskan lengan sepenuhnya,
kemudian fleksikan lengan melawan tahanan yang diberikan oleh perawat.
Tonus otot (kontraksi ritmik otot) dapat dibangkitkan pada pergelangan kaki
dengan dorso-fleksi kaki mendadak dan kuat, atau tangan dengan ekstensi
pergelangan tangan.
Lingkar ekstrimitas harus diukur untuk memantau pertambaan ukuran akibat
edema atau perdarahan, penurunan ukuran akibat atrofi dan dibandingkan
ekstrimitas yang sehat. Pengukuran otot dilakukan di lingkaran terbesar
ekstrimitas, pada lokasi yang sama, pada posisi yang sama dan otot dalam
keadaan istirahat.
Gradasi Ukuran Kekuatan Otot
0 (zero) Tidak ada kontraksi saat palpasi, paralisis
1 (trace) Terasa adanya kontraksi otot, tetapi tidak ada gerakan
2 (poor) Dengan bantuan atau menyangga sendi dapat melakukan gerakan sendi
(range of motion, ROM) secara penuh
3 (fair) Dapat melakukan gerakan sendi (ROM) secara penuh dengan melawan
gravitasi, tetapi tidak dapat melawan tahanan
4 (good) Dapat melakukan ROM secara penuh dan dapat melawan tahanan tingkat
sedang
5 (normal) Dapat melakukan gerakan sendi (ROM) secara penuh dan dapat melawan
gravitasi dan tahanan
Pengkajian Cara Berjalan
Pada pengkajian ini, pasien diminta berjalan. Perhatikan hal berikut :
1. Kehalusan dan irama berjalan, gerakan teratur atau tidak
2. Pincang dapat disebabkan oleh nyeri atau salah satu ekstrimitas pendek.
3. Keterbatasan gerak sendi dapat memengaruhi cara berjalan
Abnormalitas neurologis yang berhubungan dengan cara berjalan. Misalnya,
pasien hemiparesis-stroke menunjukkan cara berjalan spesifik, pasien dengan
penyakit parkinson menunjukkan cara berjalan bergetar.
PEMERIKSAAN FISIK (Umum)
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan keterbatasan
rentang gerak
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN (NURSING CARE PLAN)
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan & Kriteria Hasil
Intervensi Rasional
1 Nyeri b/d inflamasi dan pembengkakan
Tujuan : Setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama .... klien melaporkan nyeri berkurang atau hilang, dengan kriteria hasil
sebagai berikut : - Skala nyeri 0-4
- Grimace (-)
- Gerakan melokalisir
nyeri (-)
1. Pantau tingkat dan intensitas nyeri
2. Lakukan imobilisasi dengan bidai
3. Tinggikan ekstrimitas yang
nyeri
4. Ajarkan teknik relaksasi
(nafas dalam)
5. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai program terapi
1. Tingkat dan intensitas nyeri merupakan data dasar yang dibutuhkan perawat sebagai pedoman pengambilan intervensi, sehingga setiap
perubahan harus terus dipantau. 2. Imobilisasi dapat membantu
meringankan tugas tulang dalam mempertahankan postur tubuh sehingga tidak terjadi kekakuan daerah sekitar yang menyebabkan nyeri.
3. Peninggian ekstrimitas dapat
membantu meningkatkan aliran balik vena yang menyebaban pembengkakan berkurang sehingga penekanan daerah cedera menurun.
4. Teknik relaksasi (nafas dalam )
dapat membantu menurunkan tingkat ketegangan sehingga diharapkan tekanan otot-otot sekitar daerah cedera menurun
5. Analgesik berfungsi untuk
melakukan hambatan pada sensor nyeri sehingga sensasi nyeri pada klien berkurang.
2 Gangguan mobilitas
fisik b/d nyeri, keterbatasan rentang gerak
Tujuan : Setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama ...., klien dapat melakukan mobilisasi dengan atau tanpa bantuan perawat, dengan kriteria hasil :
- Klien dapat
melakukan ROM aktif
- Klien dapat
berpindah dengan
bantuan alat
1. Lakukan imobilisasi dengan bidai pada daerah yang mengalami kerusakan
2. Ajarkan penggunaan alat
bantu berpindah
3. Jelaskan pada pasien tetntang pentingnya pembatasan aktivitas
4. Latihan ROM aktif dan perpindahan maksimal 2 kali dalam sehari
5. Anjurkan partisipasi partisipasi aktif sesuai kemampuan dalam kegiatan sehari-hari
1. Imobilisasi dapat mengurangi pergerakan daerah cedera sehingga tidak terjadi kerusakan yang berlanjut, hal ini juga dapat
membantu menopang berat tubuh.
2. Klien mungkin baru mengenal dan tidak dapat menggunakan alat bantu mobilitas seperti kruk atau walker sehingga peran perawat adalah memberikan pendidikan tentang cara penggunaannya.
3. Klien mungkin tidak mengerti
mengenai tujuan pembatasan gerak, sehingga perawat harus memberikan penyuluhan tentang pentingnya pembatasan aktivitas
pada pasien cedera. Pemahaman klien memungkinkan peningkatan daya kooperatif.
4. Latihan ROM dapat mencegah penurunan masa otot, kontraktur dan peningkatan vaskularisasi.
Sehingga tidak timbul komplikasi yang tidak diharapkan
5. Partisipasi aktif dapat membantu pemulihan kesehatan dan melatih kekuatan otot, sehingga
diharapkan klien dapat mempertahankan kekuatannya.
DAFTAR PUSTAKA
Chang, Ester. Daly, John. Elliott, Daug. 2009. Patofisiologi ; Aplikasi pada Praktik
Keperawatan. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Fakultas Kedokteran UI. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, editor soelarto reksoprojo,
Tangerang: Binarupa Aksara
Potter, Patricia A. Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan
(Konsep, Prosess dan Praktik. Jakarta : EGC
Robbins, Stanley E. 2007. Buku Ajar Patologi. Jakarta : EGC
Sjamsuhidayat, R. de Jong, Wim. 2004. Buku Ajar llmu Bedah. Jakarta : EGC
Smeltzer, Susane C. Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC
Suratun, at all. 2008. Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal : Seri Asuhan
Keperawatan. Jakarta : EGC