Mati Tenggelam Case

Post on 26-May-2017

236 views 18 download

Transcript of Mati Tenggelam Case

Mati Tenggelam

I. PENDAHULUAN

Tenggelam merupakan salah satu bentuk kematian asfiksia yang terjadi akibat

terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke dalam cairan menyebabkan cairan

terinhalasi ke dalam saluran nafas dan alveoli paru-paru.

Mekanisme kematian pada kasus tenggelam pada umumnya akibat asfiksia,

selain itu bisa juga karena vagal reflex dan spasme larynk.

Tenggelam pada umumnya merupakan kecelakaan, baik kecelakaan secara

langsung, maupun tenggelam yang terjadi oleh karena korban dalam keadaan

mabuk, berada di bawah pengaruh obat atau mereka yang terserang epilepsi.

Pembunuhan dengan cara menenggelamkan dapat juga terjadi, korban biasanya

bayi atau anak-anak; pada orang dewasa dapat terjadi tanpa sengaja, yaitu korban

sebelumnya dianiaya, disangka sudah mati, padahal hanya pingsan. Untuk

menghilangkan jejak, korban dibuang ke sungai, sehingga mati karena tenggelam.

Bunuh diri dengan cara menenggelamkan diri merupakan peristriwa yang jarang

terjadi. Korban sering membebani dirinya dengan batu atau besi, baru kemudian

terjun ke air.

Dengan demikian, dalam menangani kasus tenggelam, selain pemeriksaaan

ditujuan untuk menentukan sebab kematian juga ditujukan untuk mengetahui cara

kematiannya, kecelakaan, pembunuhan ataupun bunuh diri. Adanya mekanisme

kematian yang berbeda-beda pada tenggelam akan memberi warna pada

pemeriksaan mayat dan pemeriksaan laboratorium. Dengan demikian, kelainan

yang didapatkan pada kasus tenggelam tergantung dari mekanisme kematiannya.

II. DEFINISI

Mati tenggelam adalah:

III. KASUS – KASUS MATI TENGGELAM

Berbagai kasus mati tenggelam, memerlukan suatu kecermatan dan ketelitian

dalam pemeriksaan untuk menentukan sebab-sebab kematian. Pada orang

tenggelam kakan didapatkan luka-luka normal, ada akibat gerakan-gerakan tubuh

dalam usaha menyelamatkan diri ataupun gesekan-gesekan tubuh dengan benda-

benda di sekitarnya post mortal. Bisanya didapatkan di daerah sekitar kepala, siku

permukaan luar atau belakang, jari-jari tangan, lutut dan ujung –ujung kaki yang

berupa luka-luka lecet. Jadi haruslah dapat dibedakan antara luka sebelum

tenggelam yang mungkin terjadi pada kasus-kasus pembunuhan sebelum

ditenggelamkan.

Pencarian mayat pada kasus tenggelam dilakukan pada hari kedua atau ketiga

sampai hari kelima atau ketujuh karena gas-gas pembusukan masih terbatas pada

kulit tubuh yang masih ututh sehingga mayat terapung.

Berapa lama orang yang tenggelam akan menemui ajalnya, ditentukan oleh

keadaan lingkungannya, misalnya kondisi fisik dan kesehatan korban, sifat reaksi

korban sewaktu terbenam dan jumlah air yang terinhalasi.

º Waktu akan menjadi lebih singkat, pada terbenam yang tak terduga,

kondisi fisik yang buruk serta korban yang tidak bisa berenang.

º Kematian akan segera, bila kematiannya oleh karena inhibisi kardial

(cardiac inhibition).

º Orang yang cepat panik akan lebih cepat tenggelam bila dibandingkan

dengan orang yang tenang, walaupun keduanya perenang yang terbaik.

º Air yang dingin akan mempercepat kematian pada orang terbenam, oleh

karena hypotermia kematian pada kasus ini gagal jantung (cardiac

failure), oleh karena terjadi peningkatan tekanan di dalam vena dan arteri.

º Biasanya orang akan menjadi tidak sadar setelah terbenam selam 2 atau 3

menit sampai 10 menit., sebelum terjadi kematian korban dapat berada

dalam keadaan mati suri, sehingga upaya untuk melakukan resisutasi

sering membawa hasil baik.

IV. MEKANISME TENGGELAM

Mekanisme tenggelam pada umumnya adalah asfiksia. Mekaanisme kematian

dapat juga terjadi akibat vagal refleks dan spasme laring. Akibat lain dari tenggelam

adalah terjadi gangguan elektrolit dan cardiac arythmia, yang terjadi akibat

banyaknya cairan yang memasuki sirkulasi paru-paru, selanjutnya terjadi

hypoksemia.

Pada orang yang tenggelam, tubuh korban dapat beberapa kali berubah posisi,

umumnya korban akan tiga kali tenggelam, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

º Pada waktu pertamakali orang terjun ke air, oleh karena gravitasi, ia akan

terbenam untuk yang pertamakali.

º Oleh karena berat jenis tubuh lebih kecil daripada berat jenis air, korban

akan timbul, dan berusaha untuk bernafas mengambil udara. Akan tetapi

oleh karena tidak bisa berenang, air akan masuk tertelan dan terinhalasi

sehingga bera jenis korban sekarang lebih besar daripada berat jenis air ,

dengan demikian korban akan tenggelam untuk keduakalinya.

º Sewaktu berada pada dasar sungai, laut ataupun danau proses pembusukan

akan berlangsung dan terbentuk gas pembusukan.

º Waktu yang dibutuhkan agar pembentukan gas pembentukan gas

pembusukan dapat mengapungkan tubuh korban adalh sekitar 7 – 14 hari.

º Pada waktu tubuh mengapung, oleh karena terbentuknya gas pembusukan

tubuh akan pecah karena benda-benda di sekitarnya, digigit bintatang atau

oleh karena proses pembusukan itu sendiri, dengan demikian gas

pembusukan akan keluar, tubuh korban terbenam untuk ketiga kalinya dan

yang terakhir.

Mekanisme pada kasus tenggelam bukan hanya sekedarm asuknya cairan ke

dalam saluran pernapasan, akan tetapi merupakan hal yang cukup kompleks,

Mekanisme tenggelam dalam air asin berbeda dengan tenggelam dalam air tawar.

Tenggelam dalam Air Tawar

º Air tawar akan cepat diserap dalam jumah besar, sehingga terjadi

hemodilusi yan hebat sampai 72% yang berakibat terjadinya hemolisis,

º Oleh karena terjadi perubahan biokimiawi yang serius, dimana Kalium

dalam plasma meningkat dan Natrium berkurang, juga terjadi anoksiayang

hebat pada myokardium.

º Hemodilusi menyebabkan cairan dalam pembuluh darah atau sirkulasi

menjadi berlebihan, terjdi penurunan tekanan sistole; dan adalam terjadi

beberapa menit terjadi fibrilasi ventrikel.

º Jantung untuk beberapa saat masih berdenyut dengan lemah, terjadi

anoksia cerebri yang hebat, hal ini menerangkan mengapa kematian terjadi

dengan cepat.

Tenggelam dalam Air Asin

º Terjadi hemokonsentrasi, cairan dari sirkulasi dapat tertarik keluar sampai

sekitar 42%, dan masuk ke dalam jaringan paru-paru, sehingga terjadi

edema pulmonum yang hebat dalam waktu yang relatif singkat.

º Pertukaran elektrolit dari air asin ke dalam darah mengakibatkan

meningkatnya hematokrit dan peningkatan kadar natrium plasma.

º Fibrilasi ventrikel tidak terjadi; tejadinya naoksia paa myokardium dan

disertai peningkatan viskositas darah, akan menyebabkan terjadinya payah

jantung

º Tidak terjadi hemolisis, melainkan hemokonsentrasi; tekanan sistolik akan

menetap dalam beberapa menit.

V. PEMERIKSAAN JENAZAH

Pemeriksaan Luar pada Kasus Tenggelam

º Penurunan suhu mayat (Algor mortis), berlangsung cepat, rata-rata 5 F

permenit; suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan dalam waktu 5-6

jam,

º Lebam mayat (Livor mortis), akan tampak jelas pada dada bagian depan,

leher dan kepala; lebam mayat berwarna merah terang yang perlu dibedakan

dengan lebam mayat yang terjadi pada keracunan CO,

º Pembususkan sering tampak, kulit berwarna kehijauan atau merah gelap;

pada pembusukan lanjut tampak gelembung-gelembung pembusukan,

terutama bagian atas tubuh, skrotum serta penis pada pria, labia mayora

pada wanita, kulit telapak tangan dan kaki dapat mengelupas,

º Gambaran kulit angsa (Goose-flesh, cutis anserina) sering dijumpai;

keadaan ini terjadi selama interval kematian somatik dan seluler, atau

merupakan perubahan postmortal karena terjadinya rigor mortis pada

mm.erector pili,

º Cutis anserina tidak mempunyai nilai sebagai kriteria diagnostik,

º Busa halus yang berbentuk jamur (mushroom-like mass) tampak pad mulut,

hidung, atau keduanya,

º Mekanisme terbentuknya busa halus tersebut adalah sebagai berikut:

masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan merangsang terbentuknya

mukus, substansi ini ketika bercampur dengan air dan surfaktan dari paru-

paru dan terkocok aleh karena adanya upaya pernapasan yang hebat.

º Pembusukan akan merusak busa tersebut dan terbentuk pseudofoam, yang

berwarna kemerahan berasal dari darah dan pembusukan.

º Perdarahan berbintik (petechial haermmorrhages), dapat ditemukan pada

kedua kelopak mata, terutama pada kelopak mata bagian bawah,

º Pada pria genitalianya dapat mengerut, ereksi atau semi ereksi; yang

tersering dijmpai semi ereksi,

º Pada lidah dapat ditemukan memar atau bekas gigitan, yang merupakan

tanda bahwa korban berusaha untuk hidup, atau tanda sedang terjadi

epilepsi, sebagai akibat dari masuknya korban ke dalam air,

º Cadaveric spasme, dapat diartikan bahwa korban berusaha untuk tidak

tenggelam, sebagaiman sering didapatkannya dahan, batu atau rumput yang

tergenggam, adanya cadaveric spasme menunjukkan bahwakorban masih

dalam keadaan hidup pada saat terbenam di air,

º Luka-luka pada daerah wajah, tangan dan tungkai bagian depan dapat

terjadi akibat persentuhan korban dengan dasar sungai, atau terkena benda-

benda di sekitarnya; luka-luka resebut seringkali mengeluarkan darah,

sehingga tidak jarang memberi kesan korban dianiaya sebelum

ditenggelamkan,

º Pada kasus bunuh diri dimana korban dari tempat yang tinggi terjun ke

sungai, kematian dapat terjadi akibat bennturan yang keras sehingga

menyebabkan cedera kepala atau patahnya tulang leher,

º Bila korban yang tenggelam adalah bayi, maka dapat dipastikan bahwa

kasusnya merupakan kasus pembunuhan,

º Bila seorang dewasa ditemukan mati dalam empang yang dangkal, maka

harus dipikirkan kemungkinan adanya unsur tindak pidana,; misalnya

setelah diberi racun korban dilempar ke tempat tersebut dengan maksud

mengacaukan penyidikan.

Pemeriksaan Dalam pada Kasus Tenggelam

º Bila keadaan mayat telah mengalami pembusukan lanjut, pemeriksaan dan

pengambilan kesimpulan menjadi sulit,

º Pemeriksaan terutama ditujukan pada sistem pernapasan, busa halus putih

terdapat mengisi trachea dan cabang-cabangnya, air juga dapat ditemukan

demikian pula halnya dengan benda-benda asing yang ikut terinhalasi

bersama air,

º Benda asing dalam trachea dapat tampak secara makroskopik misalnya,

pasir, lumpur, binatang air, dan lain sebagainya; sedangkan yang tampak

secara mikroskopik diantaranya telur cacing dan diatome (ganggang kersik),

º Untuk mencari diatome, paru-paru harus didestruksi dahulu dengan asam

sulfat dan asam nitrat, kemudian disentrifuse dan endapannya dapat dilihat

di bawah mikroskop,

º Diatome dapat juga dicari dalam darah jantung yang telah dienncerkan

dengan air agar terjadi hemolisa baru kemudian diesentrifuse dan

endapannya diperiksa,

º Pada keadaan dimana tubuh korban sudah sedemikian busuknya yaitu sudah

tebenam untuk ketiga kalinya, dan baik kulit maupun organ-organ telah

hancur, maka pemeriksaan diatome diambil dari sumsum tulang panjang,

dan selanjutnya dilakukan proses yang sama,

º Pemeriksaan diatome dikatakan positif bila dari sediaan paru-paru dapat

ditemukan diatome sebanyak 5 – 6 per LPB, atau bila dari sumsum tulang

sebanyak 1 per LPB,

º Oleh karena diatome banyak terdapat di alam dan tergantung musim, maka

tidak ditemukannya diatome tidak dapat menyingkirkan bahwa korban tidak

mati tenggelam; relevansi terbatas pada tenggelam dengan mekanisme

asfiksia,

º Adanya diatome hanya menunjukkan bahwa korban semasa hidupnya

pernah kemasukan ganggang kersik tersebut,

º Pleura dapat berwarna kemerahan dan terdapat bintik-bintik perdarahan,

perdarahan ini dapat terjadi karena adanya kompresi terhadap septum inter

alveoli, atau oleh karena terjadinya fase konvulsi akibat kekurangan

oksigen,

º Bercak perdarahan yang besar (diameter 3-5 sentimeter), terjadi karena

robeknya partisi inter alveolar, dan sering terlihat di bawah pleura; bercak

ini disebut bercak ”Paltauf” (1882), sesuai dengan nama yang pertama

mencatat kelainan tersebut,

º Bercak ”Paltauf” berwarna biru kemerahan dan banyak terlihat pada bagian

bawah paru-paru, yaitu pada permukaan anterior dan permukaan baga paru-

paru,

º Kongesti pada laryng merupakan kelainan yang berarti, paru-paru biasanya

sangat mengembang, seringkali menutupi perikardium dan pada permukaan

tampak adanya jejas dari tulang iga, pada perabaan kenyal,

º Edema dan kongesti paru-paru dapat sangat hebat hingga beratnya dapat

mencapai 700-1000 gram, dimana berat pau normal adalah sekitar 250-300

gram,

º Paru-paru pucat dengan diselingi bercak-bercak merah diantara daerah yang

berwarna kelabu; pada pengirisan tampak banyak caitran merah kehitaman

bercampur buih keluar dari penampang tersebut, yang paa keadaan paru-

paru normal, keluarnya cairan bercampur busa tersebut baru tampak setelah

dipijat dengan dua jari,

º Gambaran paru-paru seperti diatas dikenal dengan nama ”emphysema

aquosum”, atau ”emphysema hydroaerique”,

º ”emphysema aquosum” dijumpai pada sekitar 80%kasus tenggelam, dan

adanya kelaina tersebut merupakan bukti yang kuat bahwakematian korban

karena tenggelam,

º Mekanisme terjadinya emphysema aquosum dan adanya busa dalam saluran

pernapasan, merupakan kelainan yang khusus untuk tenggelam,

terinhalasinya air akan mengiritasi membrana mucosa dari saluran

pernapasan dan menstimulir sekresi mucus; pergerakan pernapasan dari

udarayang ada dalam saluran pernapasan mengocok substan tersebut

sehingga berbentuk busa,

º Obstruksi pada sirkulasi paru-paru akan menyebabkan distensi pada jantung

kanan dan pembuluh vena besar dan keduanya penuh berisi darah yang

berwarna merah gelap dan cair, tidak ada bekuan.

VI. DIAGNOSIS MATI TENGGELAM

Bila mayat masih segar (belum dapat pembusukan), maka diagnosis pada

kematian tenggelam dapat dengan mudah ditegakkan melalui pemeriksaan:

º Pemeriksaan luar

º Pemerikdsaan dalam

º Pemeriksaan laboratorium, berupa histologi jaringan dan berat jenis serta

kadar elektrolit darah

Namun dalam menegakkan diagnosis secara tepat, maka beberapa temuan di

bawah ini dapat dijadikan dasar pegangan, yaitu:

º Benda-benda asing yang ikut terinhalasi bersama dengan air.

Benda-benda asing dalam trakea dapat tampak secara makroskopik

misalnya, pasir, lumpur, binatang air, tumbuhan dan sebagainya.

º Paru-paru emphysema aquosum atau emphysema hydroaerique, yaitu paru-

paru pucat dengan diselingi bercak-bercak merah diantara daerah berwarna

kelabu, dimana pada pengirisan tampak banyak cairan merah kehitaman

bercampur buih keluar dari penampang tersebut.

º Paru-paru biasanya sangant mengembang, seringkali menutupi perikardium

dan pada permukaan tampak jejas dari tulang iga, pada perabaan kenyal,

beratnya dapat mencapai 700 - 1000 gram.

º Bercak paltauf yaitu pleura berwarna kemerahan dan terdapat bintik-bintik

perdarahan (tardieu’s spot, ptechea subpleural), terjadi karena adanya

kompresi terhadap septum intraalveolar, atau oleh karena terjadinya fase

konvulsi akibat kekurangan oksigen. Bercak perdarahan yang besar

(diameter 3-5 cm) terjadi karena robeknya partisi interalveolar, sering

terlihat di bawah pleura.

º Pemeriksaan secara mikroskopik, yaitu pemeriksaan diatome, pemeriksaan

ini penting terutama pada mayat yang telah ada pembusukan, terdpat banyak

diatome pada paru-paru yang bila disokong oleh penemuan diatomepada

ginjal, otot skeletal atau sumsum tulang, maka dianosis akan menjadi pasti.

VII. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1. Test Kimia pada Kasus Mati Tenggelam

º Gettler, menunjukkan adanya perbedaan kadar klorida dari darah yang

diambil dari jantung kanan dan jantung kiri. Jika kadar klorida menurun

oada jantung kanan, berarti korban tenggelam dalam air asin. Jika kadar

kloridam eningkat pada jantun kanan berarti korban tenggelam dalalm air

tawar.

º Durlacher, menyatakan test yang lebih dipercaya adalah penentuan

perbedaan berat jenis plasma dari jantung kiri dan jantung kanan.

º Polson dan Gee, berpendapat bahwa keduatest tersebut dapat dipakai

sebagai data konfirmatif dalam tenggelam, dengan catatan pemeriksaan

dilakukan dalam beberapa jam setelah tenggelam.

2. Analisa Diatome

º Pemeriksaan diatome merupakan yang pada akhir-akhir ini bayak dikerjakan

dan cukup relevan, dengan pengertian pada tenggelam dapat ditemukan

diatome, tidak ditemukannya diatome tidak dapat menyingkirkan bahwa

kematian korban bukan karena tenggelam.

º Untuk mencari diatome, paru-paru harus didestruksi dahulu dengan asam

sulfat dan asam nitrat, kemudian disentrifuse dan endapannya dilihat di

bawah mikroskop. Diatome dapat dicari dalam darah jantung yang telah

diencerkan dengan air agar terjadi hemolisa dan baru kemudian disentrifuse

dan endapannya diperiksa. Pada keadaan dimana tubuh korban sudah

demikian busuknya, yaitu sudah terbenam untuk ketigakalinya dan kulit

maupun organ-organ sudah hancur, pada pemeriksaan diatome diambil dari

sumsum tulang panjang dan selanjutnya dilakukan proses yang sama.

º Pemeriksaan diatome dikatakan positif bila dari sediaan paru-paru dapat

ditemukan diatome sebanyak 5-6 per LPB; atau bila dari sumsum tulang

sebanyak 1 per LPB, oleh karena diatome banyak terdapat di alam dan

tergantung musim, maka tidak ditemukannya diatome tidak dapat

menyingkirkan bahwa korban bukan mati tenggelam; relevansi diatome

terbatas pada tenggelam dengan mekanisme asfiksia. Adanya diatome hanya

menunjukkan bahwa korban semasa hidupnyapernah kemasukan ganggang

kersik tersebut.

Test Diatome pada Kasus Mati Tenggelam

Dasar test

1. Diatome banyak ditemukan di sungai

2. Diatome mengandung silikat yang tahan terhadap asam sulfat pekat

Cara kerja

1. Jaringan paru ditambah H2S secukupnya dalam gelas takar

2. Biarkan selam 24 jam agar jaringan paru hancur

3. Kemudian dipanaskan sampai dapat cairan yang hitam pekat

4. Tambahkan HNO3 tetes demi tetes samapai larutan jernih

5. Lakukan sentrifuse dan lihat endapan dibawah mikroskop

Interpretasi

1. Diatome (-) terlihat struktur berdinding double layer

2. Daiome positif (+) bila ditemukan 5-6 per LPB

Kesimpulan

Bila test diatome (+) berarti korban mati tenggelam.

VIII. KESIMPULAN