Post on 26-May-2017
Mati Tenggelam
I. PENDAHULUAN
Tenggelam merupakan salah satu bentuk kematian asfiksia yang terjadi akibat
terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke dalam cairan menyebabkan cairan
terinhalasi ke dalam saluran nafas dan alveoli paru-paru.
Mekanisme kematian pada kasus tenggelam pada umumnya akibat asfiksia,
selain itu bisa juga karena vagal reflex dan spasme larynk.
Tenggelam pada umumnya merupakan kecelakaan, baik kecelakaan secara
langsung, maupun tenggelam yang terjadi oleh karena korban dalam keadaan
mabuk, berada di bawah pengaruh obat atau mereka yang terserang epilepsi.
Pembunuhan dengan cara menenggelamkan dapat juga terjadi, korban biasanya
bayi atau anak-anak; pada orang dewasa dapat terjadi tanpa sengaja, yaitu korban
sebelumnya dianiaya, disangka sudah mati, padahal hanya pingsan. Untuk
menghilangkan jejak, korban dibuang ke sungai, sehingga mati karena tenggelam.
Bunuh diri dengan cara menenggelamkan diri merupakan peristriwa yang jarang
terjadi. Korban sering membebani dirinya dengan batu atau besi, baru kemudian
terjun ke air.
Dengan demikian, dalam menangani kasus tenggelam, selain pemeriksaaan
ditujuan untuk menentukan sebab kematian juga ditujukan untuk mengetahui cara
kematiannya, kecelakaan, pembunuhan ataupun bunuh diri. Adanya mekanisme
kematian yang berbeda-beda pada tenggelam akan memberi warna pada
pemeriksaan mayat dan pemeriksaan laboratorium. Dengan demikian, kelainan
yang didapatkan pada kasus tenggelam tergantung dari mekanisme kematiannya.
II. DEFINISI
Mati tenggelam adalah:
III. KASUS – KASUS MATI TENGGELAM
Berbagai kasus mati tenggelam, memerlukan suatu kecermatan dan ketelitian
dalam pemeriksaan untuk menentukan sebab-sebab kematian. Pada orang
tenggelam kakan didapatkan luka-luka normal, ada akibat gerakan-gerakan tubuh
dalam usaha menyelamatkan diri ataupun gesekan-gesekan tubuh dengan benda-
benda di sekitarnya post mortal. Bisanya didapatkan di daerah sekitar kepala, siku
permukaan luar atau belakang, jari-jari tangan, lutut dan ujung –ujung kaki yang
berupa luka-luka lecet. Jadi haruslah dapat dibedakan antara luka sebelum
tenggelam yang mungkin terjadi pada kasus-kasus pembunuhan sebelum
ditenggelamkan.
Pencarian mayat pada kasus tenggelam dilakukan pada hari kedua atau ketiga
sampai hari kelima atau ketujuh karena gas-gas pembusukan masih terbatas pada
kulit tubuh yang masih ututh sehingga mayat terapung.
Berapa lama orang yang tenggelam akan menemui ajalnya, ditentukan oleh
keadaan lingkungannya, misalnya kondisi fisik dan kesehatan korban, sifat reaksi
korban sewaktu terbenam dan jumlah air yang terinhalasi.
º Waktu akan menjadi lebih singkat, pada terbenam yang tak terduga,
kondisi fisik yang buruk serta korban yang tidak bisa berenang.
º Kematian akan segera, bila kematiannya oleh karena inhibisi kardial
(cardiac inhibition).
º Orang yang cepat panik akan lebih cepat tenggelam bila dibandingkan
dengan orang yang tenang, walaupun keduanya perenang yang terbaik.
º Air yang dingin akan mempercepat kematian pada orang terbenam, oleh
karena hypotermia kematian pada kasus ini gagal jantung (cardiac
failure), oleh karena terjadi peningkatan tekanan di dalam vena dan arteri.
º Biasanya orang akan menjadi tidak sadar setelah terbenam selam 2 atau 3
menit sampai 10 menit., sebelum terjadi kematian korban dapat berada
dalam keadaan mati suri, sehingga upaya untuk melakukan resisutasi
sering membawa hasil baik.
IV. MEKANISME TENGGELAM
Mekanisme tenggelam pada umumnya adalah asfiksia. Mekaanisme kematian
dapat juga terjadi akibat vagal refleks dan spasme laring. Akibat lain dari tenggelam
adalah terjadi gangguan elektrolit dan cardiac arythmia, yang terjadi akibat
banyaknya cairan yang memasuki sirkulasi paru-paru, selanjutnya terjadi
hypoksemia.
Pada orang yang tenggelam, tubuh korban dapat beberapa kali berubah posisi,
umumnya korban akan tiga kali tenggelam, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
º Pada waktu pertamakali orang terjun ke air, oleh karena gravitasi, ia akan
terbenam untuk yang pertamakali.
º Oleh karena berat jenis tubuh lebih kecil daripada berat jenis air, korban
akan timbul, dan berusaha untuk bernafas mengambil udara. Akan tetapi
oleh karena tidak bisa berenang, air akan masuk tertelan dan terinhalasi
sehingga bera jenis korban sekarang lebih besar daripada berat jenis air ,
dengan demikian korban akan tenggelam untuk keduakalinya.
º Sewaktu berada pada dasar sungai, laut ataupun danau proses pembusukan
akan berlangsung dan terbentuk gas pembusukan.
º Waktu yang dibutuhkan agar pembentukan gas pembentukan gas
pembusukan dapat mengapungkan tubuh korban adalh sekitar 7 – 14 hari.
º Pada waktu tubuh mengapung, oleh karena terbentuknya gas pembusukan
tubuh akan pecah karena benda-benda di sekitarnya, digigit bintatang atau
oleh karena proses pembusukan itu sendiri, dengan demikian gas
pembusukan akan keluar, tubuh korban terbenam untuk ketiga kalinya dan
yang terakhir.
Mekanisme pada kasus tenggelam bukan hanya sekedarm asuknya cairan ke
dalam saluran pernapasan, akan tetapi merupakan hal yang cukup kompleks,
Mekanisme tenggelam dalam air asin berbeda dengan tenggelam dalam air tawar.
Tenggelam dalam Air Tawar
º Air tawar akan cepat diserap dalam jumah besar, sehingga terjadi
hemodilusi yan hebat sampai 72% yang berakibat terjadinya hemolisis,
º Oleh karena terjadi perubahan biokimiawi yang serius, dimana Kalium
dalam plasma meningkat dan Natrium berkurang, juga terjadi anoksiayang
hebat pada myokardium.
º Hemodilusi menyebabkan cairan dalam pembuluh darah atau sirkulasi
menjadi berlebihan, terjdi penurunan tekanan sistole; dan adalam terjadi
beberapa menit terjadi fibrilasi ventrikel.
º Jantung untuk beberapa saat masih berdenyut dengan lemah, terjadi
anoksia cerebri yang hebat, hal ini menerangkan mengapa kematian terjadi
dengan cepat.
Tenggelam dalam Air Asin
º Terjadi hemokonsentrasi, cairan dari sirkulasi dapat tertarik keluar sampai
sekitar 42%, dan masuk ke dalam jaringan paru-paru, sehingga terjadi
edema pulmonum yang hebat dalam waktu yang relatif singkat.
º Pertukaran elektrolit dari air asin ke dalam darah mengakibatkan
meningkatnya hematokrit dan peningkatan kadar natrium plasma.
º Fibrilasi ventrikel tidak terjadi; tejadinya naoksia paa myokardium dan
disertai peningkatan viskositas darah, akan menyebabkan terjadinya payah
jantung
º Tidak terjadi hemolisis, melainkan hemokonsentrasi; tekanan sistolik akan
menetap dalam beberapa menit.
V. PEMERIKSAAN JENAZAH
Pemeriksaan Luar pada Kasus Tenggelam
º Penurunan suhu mayat (Algor mortis), berlangsung cepat, rata-rata 5 F
permenit; suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan dalam waktu 5-6
jam,
º Lebam mayat (Livor mortis), akan tampak jelas pada dada bagian depan,
leher dan kepala; lebam mayat berwarna merah terang yang perlu dibedakan
dengan lebam mayat yang terjadi pada keracunan CO,
º Pembususkan sering tampak, kulit berwarna kehijauan atau merah gelap;
pada pembusukan lanjut tampak gelembung-gelembung pembusukan,
terutama bagian atas tubuh, skrotum serta penis pada pria, labia mayora
pada wanita, kulit telapak tangan dan kaki dapat mengelupas,
º Gambaran kulit angsa (Goose-flesh, cutis anserina) sering dijumpai;
keadaan ini terjadi selama interval kematian somatik dan seluler, atau
merupakan perubahan postmortal karena terjadinya rigor mortis pada
mm.erector pili,
º Cutis anserina tidak mempunyai nilai sebagai kriteria diagnostik,
º Busa halus yang berbentuk jamur (mushroom-like mass) tampak pad mulut,
hidung, atau keduanya,
º Mekanisme terbentuknya busa halus tersebut adalah sebagai berikut:
masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan merangsang terbentuknya
mukus, substansi ini ketika bercampur dengan air dan surfaktan dari paru-
paru dan terkocok aleh karena adanya upaya pernapasan yang hebat.
º Pembusukan akan merusak busa tersebut dan terbentuk pseudofoam, yang
berwarna kemerahan berasal dari darah dan pembusukan.
º Perdarahan berbintik (petechial haermmorrhages), dapat ditemukan pada
kedua kelopak mata, terutama pada kelopak mata bagian bawah,
º Pada pria genitalianya dapat mengerut, ereksi atau semi ereksi; yang
tersering dijmpai semi ereksi,
º Pada lidah dapat ditemukan memar atau bekas gigitan, yang merupakan
tanda bahwa korban berusaha untuk hidup, atau tanda sedang terjadi
epilepsi, sebagai akibat dari masuknya korban ke dalam air,
º Cadaveric spasme, dapat diartikan bahwa korban berusaha untuk tidak
tenggelam, sebagaiman sering didapatkannya dahan, batu atau rumput yang
tergenggam, adanya cadaveric spasme menunjukkan bahwakorban masih
dalam keadaan hidup pada saat terbenam di air,
º Luka-luka pada daerah wajah, tangan dan tungkai bagian depan dapat
terjadi akibat persentuhan korban dengan dasar sungai, atau terkena benda-
benda di sekitarnya; luka-luka resebut seringkali mengeluarkan darah,
sehingga tidak jarang memberi kesan korban dianiaya sebelum
ditenggelamkan,
º Pada kasus bunuh diri dimana korban dari tempat yang tinggi terjun ke
sungai, kematian dapat terjadi akibat bennturan yang keras sehingga
menyebabkan cedera kepala atau patahnya tulang leher,
º Bila korban yang tenggelam adalah bayi, maka dapat dipastikan bahwa
kasusnya merupakan kasus pembunuhan,
º Bila seorang dewasa ditemukan mati dalam empang yang dangkal, maka
harus dipikirkan kemungkinan adanya unsur tindak pidana,; misalnya
setelah diberi racun korban dilempar ke tempat tersebut dengan maksud
mengacaukan penyidikan.
Pemeriksaan Dalam pada Kasus Tenggelam
º Bila keadaan mayat telah mengalami pembusukan lanjut, pemeriksaan dan
pengambilan kesimpulan menjadi sulit,
º Pemeriksaan terutama ditujukan pada sistem pernapasan, busa halus putih
terdapat mengisi trachea dan cabang-cabangnya, air juga dapat ditemukan
demikian pula halnya dengan benda-benda asing yang ikut terinhalasi
bersama air,
º Benda asing dalam trachea dapat tampak secara makroskopik misalnya,
pasir, lumpur, binatang air, dan lain sebagainya; sedangkan yang tampak
secara mikroskopik diantaranya telur cacing dan diatome (ganggang kersik),
º Untuk mencari diatome, paru-paru harus didestruksi dahulu dengan asam
sulfat dan asam nitrat, kemudian disentrifuse dan endapannya dapat dilihat
di bawah mikroskop,
º Diatome dapat juga dicari dalam darah jantung yang telah dienncerkan
dengan air agar terjadi hemolisa baru kemudian diesentrifuse dan
endapannya diperiksa,
º Pada keadaan dimana tubuh korban sudah sedemikian busuknya yaitu sudah
tebenam untuk ketiga kalinya, dan baik kulit maupun organ-organ telah
hancur, maka pemeriksaan diatome diambil dari sumsum tulang panjang,
dan selanjutnya dilakukan proses yang sama,
º Pemeriksaan diatome dikatakan positif bila dari sediaan paru-paru dapat
ditemukan diatome sebanyak 5 – 6 per LPB, atau bila dari sumsum tulang
sebanyak 1 per LPB,
º Oleh karena diatome banyak terdapat di alam dan tergantung musim, maka
tidak ditemukannya diatome tidak dapat menyingkirkan bahwa korban tidak
mati tenggelam; relevansi terbatas pada tenggelam dengan mekanisme
asfiksia,
º Adanya diatome hanya menunjukkan bahwa korban semasa hidupnya
pernah kemasukan ganggang kersik tersebut,
º Pleura dapat berwarna kemerahan dan terdapat bintik-bintik perdarahan,
perdarahan ini dapat terjadi karena adanya kompresi terhadap septum inter
alveoli, atau oleh karena terjadinya fase konvulsi akibat kekurangan
oksigen,
º Bercak perdarahan yang besar (diameter 3-5 sentimeter), terjadi karena
robeknya partisi inter alveolar, dan sering terlihat di bawah pleura; bercak
ini disebut bercak ”Paltauf” (1882), sesuai dengan nama yang pertama
mencatat kelainan tersebut,
º Bercak ”Paltauf” berwarna biru kemerahan dan banyak terlihat pada bagian
bawah paru-paru, yaitu pada permukaan anterior dan permukaan baga paru-
paru,
º Kongesti pada laryng merupakan kelainan yang berarti, paru-paru biasanya
sangat mengembang, seringkali menutupi perikardium dan pada permukaan
tampak adanya jejas dari tulang iga, pada perabaan kenyal,
º Edema dan kongesti paru-paru dapat sangat hebat hingga beratnya dapat
mencapai 700-1000 gram, dimana berat pau normal adalah sekitar 250-300
gram,
º Paru-paru pucat dengan diselingi bercak-bercak merah diantara daerah yang
berwarna kelabu; pada pengirisan tampak banyak caitran merah kehitaman
bercampur buih keluar dari penampang tersebut, yang paa keadaan paru-
paru normal, keluarnya cairan bercampur busa tersebut baru tampak setelah
dipijat dengan dua jari,
º Gambaran paru-paru seperti diatas dikenal dengan nama ”emphysema
aquosum”, atau ”emphysema hydroaerique”,
º ”emphysema aquosum” dijumpai pada sekitar 80%kasus tenggelam, dan
adanya kelaina tersebut merupakan bukti yang kuat bahwakematian korban
karena tenggelam,
º Mekanisme terjadinya emphysema aquosum dan adanya busa dalam saluran
pernapasan, merupakan kelainan yang khusus untuk tenggelam,
terinhalasinya air akan mengiritasi membrana mucosa dari saluran
pernapasan dan menstimulir sekresi mucus; pergerakan pernapasan dari
udarayang ada dalam saluran pernapasan mengocok substan tersebut
sehingga berbentuk busa,
º Obstruksi pada sirkulasi paru-paru akan menyebabkan distensi pada jantung
kanan dan pembuluh vena besar dan keduanya penuh berisi darah yang
berwarna merah gelap dan cair, tidak ada bekuan.
VI. DIAGNOSIS MATI TENGGELAM
Bila mayat masih segar (belum dapat pembusukan), maka diagnosis pada
kematian tenggelam dapat dengan mudah ditegakkan melalui pemeriksaan:
º Pemeriksaan luar
º Pemerikdsaan dalam
º Pemeriksaan laboratorium, berupa histologi jaringan dan berat jenis serta
kadar elektrolit darah
Namun dalam menegakkan diagnosis secara tepat, maka beberapa temuan di
bawah ini dapat dijadikan dasar pegangan, yaitu:
º Benda-benda asing yang ikut terinhalasi bersama dengan air.
Benda-benda asing dalam trakea dapat tampak secara makroskopik
misalnya, pasir, lumpur, binatang air, tumbuhan dan sebagainya.
º Paru-paru emphysema aquosum atau emphysema hydroaerique, yaitu paru-
paru pucat dengan diselingi bercak-bercak merah diantara daerah berwarna
kelabu, dimana pada pengirisan tampak banyak cairan merah kehitaman
bercampur buih keluar dari penampang tersebut.
º Paru-paru biasanya sangant mengembang, seringkali menutupi perikardium
dan pada permukaan tampak jejas dari tulang iga, pada perabaan kenyal,
beratnya dapat mencapai 700 - 1000 gram.
º Bercak paltauf yaitu pleura berwarna kemerahan dan terdapat bintik-bintik
perdarahan (tardieu’s spot, ptechea subpleural), terjadi karena adanya
kompresi terhadap septum intraalveolar, atau oleh karena terjadinya fase
konvulsi akibat kekurangan oksigen. Bercak perdarahan yang besar
(diameter 3-5 cm) terjadi karena robeknya partisi interalveolar, sering
terlihat di bawah pleura.
º Pemeriksaan secara mikroskopik, yaitu pemeriksaan diatome, pemeriksaan
ini penting terutama pada mayat yang telah ada pembusukan, terdpat banyak
diatome pada paru-paru yang bila disokong oleh penemuan diatomepada
ginjal, otot skeletal atau sumsum tulang, maka dianosis akan menjadi pasti.
VII. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Test Kimia pada Kasus Mati Tenggelam
º Gettler, menunjukkan adanya perbedaan kadar klorida dari darah yang
diambil dari jantung kanan dan jantung kiri. Jika kadar klorida menurun
oada jantung kanan, berarti korban tenggelam dalam air asin. Jika kadar
kloridam eningkat pada jantun kanan berarti korban tenggelam dalalm air
tawar.
º Durlacher, menyatakan test yang lebih dipercaya adalah penentuan
perbedaan berat jenis plasma dari jantung kiri dan jantung kanan.
º Polson dan Gee, berpendapat bahwa keduatest tersebut dapat dipakai
sebagai data konfirmatif dalam tenggelam, dengan catatan pemeriksaan
dilakukan dalam beberapa jam setelah tenggelam.
2. Analisa Diatome
º Pemeriksaan diatome merupakan yang pada akhir-akhir ini bayak dikerjakan
dan cukup relevan, dengan pengertian pada tenggelam dapat ditemukan
diatome, tidak ditemukannya diatome tidak dapat menyingkirkan bahwa
kematian korban bukan karena tenggelam.
º Untuk mencari diatome, paru-paru harus didestruksi dahulu dengan asam
sulfat dan asam nitrat, kemudian disentrifuse dan endapannya dilihat di
bawah mikroskop. Diatome dapat dicari dalam darah jantung yang telah
diencerkan dengan air agar terjadi hemolisa dan baru kemudian disentrifuse
dan endapannya diperiksa. Pada keadaan dimana tubuh korban sudah
demikian busuknya, yaitu sudah terbenam untuk ketigakalinya dan kulit
maupun organ-organ sudah hancur, pada pemeriksaan diatome diambil dari
sumsum tulang panjang dan selanjutnya dilakukan proses yang sama.
º Pemeriksaan diatome dikatakan positif bila dari sediaan paru-paru dapat
ditemukan diatome sebanyak 5-6 per LPB; atau bila dari sumsum tulang
sebanyak 1 per LPB, oleh karena diatome banyak terdapat di alam dan
tergantung musim, maka tidak ditemukannya diatome tidak dapat
menyingkirkan bahwa korban bukan mati tenggelam; relevansi diatome
terbatas pada tenggelam dengan mekanisme asfiksia. Adanya diatome hanya
menunjukkan bahwa korban semasa hidupnyapernah kemasukan ganggang
kersik tersebut.
Test Diatome pada Kasus Mati Tenggelam
Dasar test
1. Diatome banyak ditemukan di sungai
2. Diatome mengandung silikat yang tahan terhadap asam sulfat pekat
Cara kerja
1. Jaringan paru ditambah H2S secukupnya dalam gelas takar
2. Biarkan selam 24 jam agar jaringan paru hancur
3. Kemudian dipanaskan sampai dapat cairan yang hitam pekat
4. Tambahkan HNO3 tetes demi tetes samapai larutan jernih
5. Lakukan sentrifuse dan lihat endapan dibawah mikroskop
Interpretasi
1. Diatome (-) terlihat struktur berdinding double layer
2. Daiome positif (+) bila ditemukan 5-6 per LPB
Kesimpulan
Bila test diatome (+) berarti korban mati tenggelam.
VIII. KESIMPULAN