Post on 23-Oct-2015
description
Pembuatan dan Karakteristik Komposit
Polimer Berpenguat Bagasse Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Sintesis Anorganik
Dosen Pengampu : Bpk. Pardoyo
Disusun Oleh:
Diah Apriliani Amaliah 24030111130040
Hana Failasufa 24030111130042
Intan Shabrina 24030111130047
Devi Saskya Putri 24030111130054
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
JURUSAN KIMIA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2013
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Makalah ini
disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sintesis Anorganik serta untuk
menambah pengetahuan pembaca mengenai “Pembuatan dan Karakteristik Komposit
Polimer Berpenguat Abu Bagasse”
Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Pardoyo selaku dosen Sintesis
Anorganik yang telah membimbing dalam mempelajari mata kuliah ini, serta semua pihak
yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga makalah ini
dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih ada kekurangan
sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar
kedepannya dapat menunjang kualitas makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi pembaca.
Semarang, 10 November 2013
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul………………………………………………………1
Kata Pengantar……………………………………………………...2
Daftar Isi……………………………………………………………..3
Bab I Pendahuluan………………………………………………….4
1.1 Latar Belakang………………………………………..4
1.2 Rumusan Masalah…………………………………….5
1.3 Tujuan………………………………………………...5
Bab II Tinjauan Pustaka……………………………………………6
2.1 Pengertian Material Komposit………………………..6
2.2 Tujuan Pembuatan Material Komposit……………….7
2.3 Penyusun Komposit…………………………………..7
2.4 Properties Komposit………………………………….11
2.5 Perbedaan Komposit dan Alloy………………………11
2.6 Klasifikasi Komposit…………………………………12
2.7 Bagasse……………………………………………….19
2.8 Resin Poliester………………………………………..20
Bab III Metode Penelitian…………………………………………..23
3.1 Flowchart Metode Penelitian…………………………23
3.2 Deskripsi Metode Penelitian………………………….26
Bab IV Hasil dan Pembahasan……………………………………..36
4.1 Hasil Karakterisasi……………………………………36
4.2 Pembahasan…………………………………………..40
Bab V Penutup………………………………………………………42
5.1 Kesimpulan…………………………………………...42
5.2 Saran………………………………………………….43
Daftar Pustaka……………………………………………………....44
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia termasuk negara penghasil tebu yang terbesar di dunia. Bahkan,
Indonesia pernah menjadi 5 negara penghasil tebu terbesar di dunia. Dari seluruh
perkebunan tebu di Indonesia, Indonesia memiliki hampir 358.000 ha dengan
produksi tebu yang mencapai 6,02 ton/ha pada kisaran tahun 2005. Melimpahnya
tanaman tebu di Indonesia menyebabkan hasil samping produksi tanaman tebu untuk
menjadi gula juga sangat besar. Karena dalam proses produksi gula, tidak seluruh
bagian tebu akan terpakai, sehingga sisanya akan menjadi limbah dari proses produksi
tebu. Sementara ini di Indonesia, pemanfaatan limbah hasil produksi gula sangat
terbatas, seperti halnya untuk pakan ternak dengan proses lebih lanjut, bahan baku
kertas, dan biasanya sebagai bahan bakar untuk memasak tebu itu sendiri yang
berpotensi untuk menimbulkan masalah polusi udara karena menimbulkan asap yang
cukup tebal. Sisa sampingan dari tebu yang digunakan sebagai gula cukup banyak,
salah satunya adalah ampas tebu (bagasse). Perbandingan antara limbah tebu dengan
produksi gula yang dihasilkan tidak sebanding. Dari seluruh produksi tebu diseluruh
indonesia, hanya 2.154,4 ribu ton gula yang dihasilkan. Sedangkan kapasitas limbah
bagasse yang dihasilkan berkisar 4.449,6 ribu ton. Sehingga diperlukan pemanfaatan
terhadap potensi ampas tebu yang cukup besar.
Dalam kehidupan sehari-hari bahan komposit banyak sekali digunakan karena
strukturnya yang kuat namun memiliki berat yang ringan. Diantaranya sebagai bahan
dasar body mobil, bahkan pesawat yang membutuhkan struktur bahan yang kuat
namun memiliki berat yang ringan. Komposit merupakan bahan yang terdiri atas fase
penguat dan matriks. Hal ini yang menyebabkan komposit memiliki struktur yang
kuat namun memiliki berat yang cukup ringan, sehingga sangat cocok digunakan
sebagai bahan dasar berbagai macam bahan baku industri. Dari seluruh limbah tebu,
bagasse memiliki kandungan serat yang cukup besar. Sehingga limbah bagasse sangat
berpotensi digunakan sebagai bahan penguat dalam pembuatan komposit yang akan
dimanfaatkan sebagai bahan baku industri. Selain kuat dan ringan, bahan baku
industri yang berpenguat bagasse ini bisa dibilang cukup murah karena bahan
4
dasarnya didapatkan dari limbah pembuangan industri gula. Kualitas dan karakteristik
dari material komposit polimer merupakan hal yang harus diamati pada pembuatan
material komposit. Kualitas dan karakteristik dari material dapat diamati dengan
melakukan pengujian. Dalam penelitian tugas akhir ini difokuskan pada pengujian
kekuatan tarik dan pengamatan struktur mikro. Pada pembuatan sampel uji komposit
digunakan empat macam ukuran penguat yaitu serat chopped dan partikel berukuran
100 mesh, 140 mesh, dan 200 mesh. Serta fraksi volume penguat divariasi dari 2,5%
hingga 15% dengan metode hand lay-up. Setelah pembuatan sampel uji selesai,
dilakukan pengujian densitas, kekuatan tarik, dan kekuatan impak.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah yang dimaksud komposit, bagasse, dan resin polyester?
1.2.2 Apa saja penyusun dan properties komposit?
1.2.3 Apa tujuan penggunaan bagasse dalam pembuatan komposit sebagai bahan
baku industri?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui apa itu komposit, bagasse, dan resin polyester.
1.3.2 Mengetahui penyusun dan properties komposit.
1.3.3 Mengurangi limbah bagasse dari pengolahan tebu yang sangat berpotensi
digunakan sebagai bahan penguat dalam pembuatan komposit yang akan
dimanfaatkan sebagai bahan baku industri.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Material Komposit
Komposit adalah suatu jenis bahan baru hasil rekayasa yang terdiri dari dua atau
lebih bahan dimana sifat masing-masing bahan berbeda satu sama lainnya baik itu
sifat kimia maupun fisikanya dan tetap terpisah dalam hasil akhir bahan tersebut
(bahan komposit). Dengan adanya perbedaan dari material penyusunnya maka
komposit antar material harus berikatan dengan kuat, sehingga perlu adanya
penambahan wetting agent.
Beberapa definisi komposit sebagai berikut
• Tingkat dasar : pada molekul tunggal dan kisi kristal, bila material yang disusun
dari dua atom atau lebih disebut komposit (contoh senyawa, paduan, polymer
dan keramik)
• Mikrostruktur : pada kristal, phase dan senyawa, bila material disusun dari dua
phase atau senyawa atau lebih disebut komposit (contoh paduan Fe dan C)
• Makrostruktur : material yang disusun dari campuran dua atau lebih
penyusun makro yang berbeda dalam bentuk dan/atau komposisi dan tidak larut
satu dengan yang lain disebut material komposit (definisi secara makro ini yang
biasa dipakai)
Ciri – ciri penggabungan makro adalah :
1. Dapat dibedakan secara langsung dengan cara melihat.
2. Penggabungannya lebih secara fisis dan mekanis.
3. Penggabungannya dapat dipisahkan secara fisis ataupun secara mekanis.
Contoh : Kevlar, Glass Fiber Reinforced Plastic ( GFRP )
Ciri – ciri penggabungan mikro adalah :
1. Tidak dapat dibedakan dengan cara melihat secara langsung.
2. Penggabungannya lebih secara kimiawi.
3. Penggabungannya tidak dapat dipisahkan secara fisis dan mekanis, tetapi dapat
dilakukan dengan secara kimiawi. Contoh : Logam paduan, besi cor, aja, dll.
Dari penjelasan di atas dapat kita ketahui bahwa material komposit dibuat
dengan penggabungan secara makro. Karena material komposit merupakan material
gabungan secara makro, maka material komposit dapat didefinisikan sebagai “ suatu
6
sistem material yang tersusun dari campuran / kombinasi dua atau lebih unsur – unsur
utama yang secara makro berbeda di dalam bentuk dan atau komposisi material dan
pada dasarnya tidak dapat dipisahkan “ ( Schwartz, 1984 ).
2.2 Tujuan Pembuatan Material Komposit
Berikut ini adalah tujuan dari dibentuknya komposit, yaitu sebagai berikut :
• Memperbaiki sifat mekanik dan/atau sifat spesifik tertentu
• Mempermudah design yang sulit pada manufaktur
• Keleluasaan dalam bentuk/design yang dapat menghemat biaya
• Menjadikan bahan lebih ringan
2.3 Penyusun Komposit
Komposit pada umumnya terdiri dari 2 fasa:
2.3.1 Matriks
Matriks adalah fasa dalam komposit yang mempunyai bagian atau
fraksi volume terbesar (dominan). Syarat utama yang harus dimiliki oleh
bahan matrik adalah bahan matrik tersebut harus dapat meneruskan beban.
Oleh karena itu, serat harus dapat melekat pada matrik secara chemical bond
dan kompatibel antara serat dan matrik ( tidak ada reaksi kimia yang
mengganggu ). Biasanya matrik yang dipilih adalah matrik yang memiliki
ketahanan panas tinggi. Matriks mempunyai fungsi sebagai berikut :
a) Mentransfer tegangan ke serat.
b) Membentuk ikatan koheren, permukaan matrik/serat.
c) Melindungi serat.
d) Memisahkan serat.
e) Melepas ikatan.
f) Tetap stabil setelah proses manufaktur.
g). Memegang dan mempertahankan serat tetap pada posisinya.
h). Pada saat dikenai beban, matrik harus mampu mendistribusikan tegangan
kepada serat.
i). Memberikan sifat tertentu, misalnya : keuletan, kekasaran, sifat elektrik.
7
Gambar 1. Ilustrasi matriks pada komposit
Dalam proses pembuatan material komposit, matrik harus memiliki kemampuan
meregang yang lebih tinggi dibandingkan dengan serat. Apabila tidak demikian, maka
material komposit tersebut akan mengalami patah pada bagian matriknya terlebih dahulu.
Dan apabila hal itu dipenuhi, maka material komposit tersebut akan patah secara alami
bersamaan antara serat dan matrik.
Berdasarkan bahan penyusunnya matrik terbagi atas matrik organic dan inorganic.
Matrik organic adalah matrik yang terbuat dari bahan – bahan organik. Matrik ini banyak
digunakan karena proses penggunaannya menjadi komposit cepat dan mudah serta engan
biaya yang rendah. Salah satu contoh matrik organik adalah resin polyester. Matrik inorganik
adalah matrik yang terbentuk dari bahan logam yang pada umumnya memiliki berat dan
kekuatan tinggi.
Berdasarkan karakteristik termalnya matrik dapat dibagi dua yaitu matrik
thermosetting dan matrik termoplastik. Ada dua macam resin thermosetting yang banyak
digunakan saat ini, yaitu epoxy dan polyester. Resin unsaturated polyester ( UP ) adalah
matrik thermosetting yang paling banyak dipakai untuk pembuatan komposit GFRP. Resin
UP ini digunakan mulai dari proses pembuatan dengan metode hand lay up hingga metode
yang lebih kompleks seperti filament winding, resin injection molding, dan resin transfer
molding.
THERMOPLASTIC
Film yang terbentuk dapat dikembalikan ke
sifat semula dengan melarutkan ke dalam
solvent
THERMOSETING
Film tidak bisa dikembalikan ke komponen asal,
karena sudah membentuk ikatan tiga demensi
yang kokoh dan kuat
2.3.2 Reinforcement / Filler / Fiber
8
Salah satu bagian utama dari komposit adalah reinforcement (penguat)
yang berfungsi sebagai penanggung beban utama pada komposit. Sifat – sifat
mekanik dari komposit sangat dipengaruhi oleh serat dan orientasinya, dimana
kandungan serat yang tinggi akan menghasilkan kekuatan tarik yang tinggi
pula. Di sisi lain, meningkatnya kandungan resin, berarti akan meningkatkan
ketahanan produk cetaknya terhadap serangan kimia dan cuaca. Oleh karana
itu perbandingan antara serat dan resin memegang peranan yang paling
penting untuk menentukan sifat – sifat mekanisnya.
Sistem penguat dalam material komposit serat bekerja dengan
mekanisme sebagai berikut : material berserat itu akan memanfaatkan aliran
plastis dari bahan matriks ( yang bermodulus rendah ) yang sedang dikenai
tegangan, untuk mentransferkan beban yang ada itu kepada serat – seratnya
( yang kekuatannya jauh lebih besar ). Hasilnya adalah bahan komposit yang
memiliki kekuatan dan modulus yang tinggi. Tujuan menggabungkan
keduanya adalah untuk menghasilkan material dan fase dimana fase primernya
( serat ) disebar secara merata dan diikat oleh fase sekundernya ( matrik ).
Dengan demikian, konstituen utama yang mempengaruhi kemampuan
komposit adalah serat sebagai penguat, matriks dan interface antara serat
dengan matrik.
Diameter serat juga memegang peranan yang sangat penting dalam
memaksimalkan tegangan. Makin kecil diameternya akan memberikan luas
permukaan per satuan berat yang lebih besar, sehingga akan membantu
transfer tegangan tersebut. Semakin kecil diameter serat ( mendekati ukuran
Kristal ) semakin tinggi kekuatan bahan serat. Hal ini dikarenakan cacat yang
timbul semakin sedikit. Serat yang sering dipakai untuk membuat komposit
antara lain : serat gelas, serat karbon, serat logam ( whisker ), serat alami, dan
lain sebagianya.
Komposit dengan penguat serat ( fibrous composite ) sangat efektif,
karena bahan dalam bentuk serat jauh lebih kuat dan lebih kaku dibandingkan
dengan bahan yang sama dalam bentuk padat ( bulk ). Sebagai contohnya,
gelas padat patah pada tegangan kurang dari 10.000 psi, sedangkan serat gelas
patah pada tegangan antara 400.000 – 700.000 psi.
Serat gelas tersusun dari butiran silica ( SiO2 ). Molekul silicon
dioksida ini mempunyai konfigurasi tetrahedral, dimana satu ion silicon
9
memegang empat ion oksigen. Jaringan dari silica tetrahedral ini adalah dasar
dari terbentuknya serat gelas. Ada tiga macam serat gelas berdasarkan
jenisnya, yaitu E gelas, S gelas, D gelas. Berdasarkan bentuknya serat gelas
dapat dibedakan menjadi beberapa macam antara lain : roving, chopped
strand, reinforcing mat, yarn, woven fabric, dan woven roving.
Adanya dua penyusun komposit atau lebih menimbulkan beberapa
daerah dan istilah penyebutannya; Matrik (penyusun dengan fraksi volume
terbesar), Penguat (Penahan beban utama), Interphase (pelekat antar dua
penyusun), interface (permukaan phase yang berbatasan dengan phase lain).
Gambar 3 Pengertian komposit
Secara strukturmikro material komposit tidak merubah material
pembentuknya (dalam orde kristalin) tetapi secara keseluruhan material
komposit berbeda dengan material pembentuknya karena terjadi ikatan antar
permukaan antara matriks dan filler.
Syarat terbentuknya komposit: adanya ikatan permukaan antara
matriks dan filler. Ikatan antar permukaan ini terjadi karena adanya gaya
10
adhesi dan kohesi. Dalam material komposit gaya adhesi-kohesi terjadi
melalui 3 cara utama:
o Interlocking antar permukaan : ikatan yang terjadi karena kekasaran
bentuk permukaan partikel.
o Gaya elektrostatis : ikatan yang terjadi karena adanya gaya tarik-menarik
antara atom yang bermuatan (ion).
o Gaya vanderwalls : ikatan yang terjadi karena adanya pengutupan antar
partikel.
Kualitas ikatan antara matriks dan filler dipengaruhi oleh beberapa
variabel antara lain:
o Ukuran partikel
o Rapat jenis bahan yang digunakan
o Fraksi volume material
o Komposisi material
o Bentuk partikel
o Kecepatan dan waktu pencampuran
o Penekanan (kompaksi)
o Pemanasan (sintering)
2.4 Properties Komposit
Sifat maupun Karakteristik dari komposit ditentukan oleh:
• Material yang menjadi penyusun komposit
Karakteristik komposit ditentukan berdasarkan karakteristik material penyusun
menurut rule of mixture sehingga akan berbanding secara proporsional.
• Bentuk dan penyusunan struktural dari penyusun
Bentuk dan cara penyusunan komposit akan mempengaruhi karakteristik komposit.
• Interaksi antar penyusun
Bila terjadi interaksi antar penyusun akan meningkatkan sifat dari komposit.
2.5 Perbedaan Komposit dan Alloy
Perbedaan antara komposit dan alloy adalah dalam hal sistem proses
pemaduannya:
Komposit bila ditinjau secara mikroskopi masih menampakkan adanya
komponen matrik dan komponen filler, sedangkan alloy telah terjadi
perpaduan yang homogen antara matrik dan filler
11
Pada material komposit, dapat leluasa merencanakan kekuatan material yang
diinginkan dengan mengatur komposisi dari matrik dan filler, sifat material
yang menyatu dapat dievaluasi dan diuji secara terpisah.
2.6 Klasifikasi Komposit
Berdasarkan matrik, komposit dapat diklasifikasikan kedalam tiga kelompok besar
yaitu:
a. Komposit matrik polimer (KMP), polimer sebagai matrik
b. Komposit matrik logam (KML), logam sebagi matrik
c. Komposit matrik keramik (KMK), keramik sebagai matrik
Gambar 4. Klasifikasi komposit Berdasarkan bentuk dari matriks-nya
Gambar 5. Matriks dari beberapa tipe komposit
2.6.1 Komposit Matriks Polimer (Polimer Matrix Composites- PMC)
Komposit ini bersifat :
1) Biaya pembuatan lebih rendah
2) Dapat dibuat dengan produksi massal
3) Ketangguhan baik
12
4) Tahan simpan
5) Siklus pabrikasi dapat dipersingkat
6) Kemampuan mengikuti bentuk
7) Lebih ringan.
Keuntungan dari PMC :
1) Ringan
2) Specific stiffness tinggi
3) Specific strength tinggi
4) Anisotropy
Jenis polimer yang banyak digunakan :
1) Thermoplastic
Thermoplastic adalah plastic yang dapat dilunakkan berulang kali
(recycle) dengan menggunakan panas. Thermoplastic merupakan
polimer yang akan menjadi keras apabila didinginkan. Thermoplastic
meleleh pada suhu tertentu, melekat mengikuti perubahan suhu dan
mempunyai sifat dapat balik (reversibel) kepada sifat aslinya, yaitu
kembali mengeras bila didinginkan. Contoh dari thermoplastic yaitu
Poliester, Nylon 66, PP, PTFE, PET, Polieter sulfon (PES), dan Polieter
eterketon (PEEK).
2) Thermoset
Thermoset tidak dapat mengikuti perubahan suhu (irreversibel).
Bila sekali pengerasan telah terjadi maka bahan tidak dapat
dilunakkan kembali. Pemanasan yang tinggi tidak akan melunakkan
termoset melainkan akan membentuk arang dan terurai karena sifatnya
yang demikian sering digunakan sebagai tutup ketel, seperti jenis-jenis
melamin. Plastik jenis termoset tidak begitu menarik dalam proses daur
ulang karena selain sulit penanganannya juga volumenya jauh lebih
sedikit (sekitar 10%) dari volume jenis plastik yang bersifat
termoplastik. Contoh dari thermoset yaitu Epoksida, Bismaleimida
(BMI), dan Poli-imida (PI).
Aplikasi PMC, yaitu sebagai berikut :
1) Matrik berbasis poliester dengan serat gelas
13
a) Alat-alat rumah tangga
b) Panel pintu kendaraan
c) Lemari perkantoran
d) Peralatan elektronika.
2) Matrik berbasis termoplastik dengan serat gelas = Kotak air radiator
3) Matrik berbasis termoset dengan serat carbon
a) Rotor helikopter
b) Komponen ruang angkasa
c) Rantai pesawat terbang
2.6.2 Komposit Matriks Logam (Metal Matrix Composites – MMC)
Metal Matrix composites adalah salah satu jenis komposit yang
memiliki matrik logam. Material MMC mulai dikembangkan sejak tahun
1996. Pada mulanya yang diteliti adalah Continous Filamen MMC yang
digunakan dalam aplikasi aerospace.
Kelebihan MMC dibandingkan dengan PMC :
1) Transfer tegangan dan regangan yang baik.
2) Ketahanan terhadap temperature tinggi
3) Tidak menyerap kelembapan.
4) Tidak mudah terbakar.
5) Kekuatan tekan dan geser yang baik.
6) Ketahanan aus dan muai termal yang lebih baik
Kekurangan MMC :
1) Biayanya mahal
2) Standarisasi material dan proses yang sedikit
Matrik pada MMC :
1) Mempunyai keuletan yang tinggi
2) Mempunyai titik lebur yang rendah
3) Mempunyai densitas yang rendah
Contoh : Almunium beserta paduannya, Titanium beserta paduannya,
Magnesium beserta paduannya.
Proses pembuatan MMC :
1) Powder metallurgy
2) Casting/liquid ilfiltration
3) Compocasting
14
4) Squeeze casting
Aplikasi MMC, yaitu sebagai berikut :
1) Komponen automotive (blok-silinder-mesin,pully,poros gardan,dll)
2) Peralatan militer (sudu turbin,cakram kompresor,dll)
3) Aircraft (rak listrik pada pesawat terbang)
4) Peralatan Elektronik
2.6.3 Komposit Matriks Keramik (Ceramic Matrix Composites – CMC)
CMC merupakan material 2 fasa dengan 1 fasa berfungsi sebagai
reinforcement dan 1 fasa sebagai matriks, dimana matriksnya terbuat dari
keramik. Reinforcement yang umum digunakan pada CMC adalah oksida,
carbide, dan nitrid. Salah satuproses pembuatan dari CMC yaitu dengan
proses DIMOX, yaitu proses pembentukan komposit dengan reaksi
oksidasi leburan logam untuk pertumbuhan matriks keramik disekeliling
daerah filler (penguat).
Matrik yang sering digunakan pada CMC adalah :
1) Gelas anorganic.
2) Keramik gelas
3) Alumina
4) Silikon Nitrida
Keuntungan dari CMC :
1) Dimensinya stabil bahkan lebih stabil daripada logam
2) Sangat tangguh , bahkan hampir sama dengan ketangguhan dari cast iron
3) Mempunyai karakteristik permukaan yang tahan aus
4) Unsur kimianya stabil pada temperature tinggi
5) Tahan pada temperatur tinggi (creep)
6) Kekuatan & ketangguhan tinggi, dan ketahanan korosi tinggi.
Kerugian dari CMC
1) Sulit untuk diproduksi dalam jumlah besar
2) Relative mahal dan non-cot effective
3) Hanya untuk aplikasi tertentu
Aplikasi CMC, yaitu sebagai berikut :
1) Chemical processing = Filters, membranes, seals, liners, piping, hangers
15
2) Power generation = Combustorrs, Vanrs, Nozzles, Recuperators, heat
exchange tubes, liner
3) Wate inineration = Furnace part, burners, heat pipes, filters, sensors.
4) Kombinasi dalam rekayasa wisker SiC/alumina polikristalin untuk
perkakas potong.
5) Serat grafit/gelas boron silikat untuk alas cermin laser.
6) Grafit/keramik gelas untuk bantalan,perapat dan lem.
7) SiC/litium aluminosilikat (LAS) untuk calon material mesin panas.
Adapun pembagian komposit berdasarkan penguatnya dapat dilihat dari
Gambar 6.
Gambar 6. Pembagian komposit berdasarkan penguatnya
Dari Gambar 6. komposit berdasakan jenis penguatnya dapat
dijelasakan sebagai berikut :
a. Particulate composite, penguatnya berbentuk partikel
b. Fibre composite, penguatnya berbentuk serat
c. Structural composite, cara penggabungan material komposit
Adapun Illustrasi dari komposit berdasarkan penguatnya dapat
dilihat pada Gambar 7
16
Gambar 7. Illustrasi komposit berdasarkan penguatnya
a. Partikel Sebagai Penguat (Particulate composites)
Keuntungan dari komposit yang disusun oleh reinforcement berbentuk
partikel:
a) Kekuatan lebih seragam pada berbagai arah
b) Dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan meningkatkan
kekerasan material
c) Cara penguatan dan pengerasan oleh partikulat adalah dengan
menghalangi pergerakan dislokasi.
Proses produksi pada komposit yang disusun oleh reinforcement berbentuk
partikel:
a) Metalurgi Serbuk
b) Stir Casting
c) Infiltration Process
d) Spray Deposition
e) In-Situ Process
Panjang partikel dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
1) Large particle
Komposit yang disusun oleh reinforcement berbentuk partikel, dimana
interaksi antara partikel dan matrik terjadi tidak dalam skala atomik
atau molekular. Partikel seharusnya berukuran kecil dan terdistribusi
merata. Contoh dari large particle composite adalah cemet dengan sand
atau gravel, cemet sebagai matriks dan sand sebagai atau gravel, cemet
sebagai matriks dan sand sebagai partikel, Sphereodite steel (cementite
sebagai partikulat), Tire (carbon sebagai partikulat), Oxide-Base Cermet
(oksida logam sebagai partikulat).
17
Gambar 8. a. Flat flakes sebagai penguat (Flake composites)
b.Fillers sebagai penguat (Filler composites)
2) Dispersion strengthened particle
a) Fraksi partikulat sangat kecil, jarang lebih dari 3%.
b) Ukuran yang lebih kecil yaitu sekitar 10-250 nm.
b. Fiber Sebagai Penguat (Fiber composites)
Fungsi utama dari serat adalah sebagai penopang kekuatan dari
komposit, sehingga tinggi rendahnya kekuatan komposit sangat tergantung
dari serat yang digunakan, karena tegangan yang dikenakan pada komposit
mulanya diterima oleh matrik akan diteruskan kepada serat, sehingga serat
akan menahan beban sampai beban maksimum. Oleh karena itu serat harus
mempunyai tegangan tarik dan modulus elastisitas yang lebih tinggi daripada
matrik penyusun komposit.
Fiber yang digunakan harus memiliki syarat sebagai berikut :
a) Mempunyai diameter yang lebih kecil dari diameter bulknya
(matriksnya) namun harus lebih kuat dari bulknya
b) Harus mempunyai tensile strength yang tinggi
Parameter fiber dalam pembuatan komposit, yaitu sebagai berikut :
a) Distribusi
b) Konsentrasi
c) Orientasi
d) Bentuk
e) ukuran
18
2.7 Bagasse
Bagasse (ampas tebu) merupakan limbah berserat yang diperoleh dari hasil
samping proses penggilingan tanaman tebu (Saccharum oficinarum). Ampas ini
sebagian besar mengandung bahan-bahan lignoselulosa. Bagasse mengandung air
48-52%, gula rata-rata 3,3%, dan serat rata-rata 47,7%. Serat bagasse sebagian besar
terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin dan tidak dapat larut dalam air. Menurut
Lavarack et al. (2002) bagasse merupakan hasil samping proses pembuatan gula tebu
(sugarcane) mengandung residu berupa serat, minimal 50% serat bagasse diperlukan
sebagai bahan bakar boiler, sedangkan 50% sisanya hanya ditimbun sebagai buangan
yang memiliki nilai ekonomi rendah. Penimbunan bagasse dalam kurun waktu
tertentu akan menimbulkan permasalahan bagi pabrik. Mengingat bahan ini
berpotensi mudah terbakar mengotori lingkungan sekitar, dan menyita lahan yang
cukup luas untuk penyimpanannya. Potensi bagasse di Indonesia sangat melimpah
khususnya di luar pulau jawa. Menurut Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia
(P3GI) tahun 2008, komposisi rata-rata hasil samping industri gula di Indonesia
terdiri dari limbah cair 52,9%, blotong 3,5%, ampas tebu (bagasse) 32,0%, tetes tebu
(molasses) 4,5%, dan gula 7,05% serta abu 0,1%.
Besarnya jumlah baggase yang belum dimanfaatkan mendorong para peneliti
untuk mengembangkan potensi bagasse agar memiliki nilai ekonomi. Berikut
kandungan lignoselulosa pada bagasse (Howard, et al. 2003):
Tabel 1. kandungan lignoselulosa pada bagasse
Nama Bahan Jumlah (%)
Selulosa
Hemiselulosa
33.4
30
19
Lignin 18.9
(sumber: Howard et al. 2003)
Selulosa merupakan polimer linier dari D-glukosa yang terikat pada ikatan 1,4
glikosidik dan sangat erat berasosiasi dengan hemiselulosa dan lignin. Hemiselulosa
merupakan salah satu penyusun dinding sel tumbuhan yang terdiri dari kumpulan beberapa
unit gula atau heteropolisakarida dan dikelompokkan berdasarkan residu gula utama sebagai
penyusunnya seperti xilan, mannan, galactan dan glucan (Fengel dan Wegener, 1995).
Menurut Perez dkk, (2002), hemiselulosa mempunyai berat molekul rendah dibandingkan
dengan selulosa dan terdiri dari D-xilosa, D-mannosa, D-galaktosa, D-glukosa, L-arabinosa,
4-0-metil glukoronat, D-galakturonat dan asam D-glukoronat. Lignin merupakan polimer
aromatic yang berasosiasi dengan polisakarida pada dinding sel sekunder tanaman. Pada
umumnya, lignin mengandung tiga jenis alkohol aromatik yaitu coniferyl, sinapyl dan p-
coumaryl (Howard dkk, 2003).
2.8 Resin Poliester
Resin Polisester adalah plastik cair yang bisa diwarnai dengan pasta
khusus atau Digunakan tetap bening dengan objek-objek pemanis didalamnya. Resin
dapat dengan mudah di buat dengan berbagai bentuk karena fleksibilitasnya. Karena
20
itulah, Resin merupakan material ideal untuk membuat perhiasan saat ini. Resin
merupakan bagian dari plastik thermosetting yang terbuat dari polimer organik dan
tersusun atas monomer-monomer. Sebuah monomer terbuat dari molekul yang lebih
kecil lagi yaitu atom karbon yang memiliki kemampuan untuk berpolimerisasi
membentuk rantai yang panjang.
Polimerisasi yang dilakukan dengan bantuan katalis ini menghasilkan panas
mencapai 302 F yang merupakan reaksi eksotermik. Panas berlebihan akan membuat
resin retak dan untuk menghindarinya bisa deilakukan dengan mendinginkan
adonannya. Selanjutnya dalam 25 menit resin akan berubah dari cairan menjadi gel
dan 24 jam berikutnya akan terbentuk sempurna dengan keras .
Beberapa materi yang biasa ditambahkan ke dalam resin adalah silikon
polietilen. Sedangkan untuk memperindah, pasta pigmen berwarna seperti cat
minyak biasa ditambahkan dengan dosis sedikit supaya tetap bisa mengeras dengan
baik. Kertas atau plastik bermotif, batuan alam . Bahkan bunga-bunga kecil dan
serangga yang tentunya sudah dikeringkan juga bisa ditambahkan pada resin bening,
tetapi dengan lebih dulu menghilangkan minyak pada tubuh bunga/serangga tersebut
dengan aseton. Ketika resin sudah benar-benar mengeras, tunggu sehari dulu. Untuk
menghilangkan kusam bisa merendam dengan deterjen dan air hangat dan untuk
membuatnya mengkilap bisa menggunakan tangan atau mesin menggunakan
pemoles metal cair seperti Brasso atau Autosol.
Polyester berarti polimer yang disusun dari monomer yang mengandung gugus
ester. UP adalah polimer tak jenuh yang memiliki ikatan kovalen ganda karbon –
karbon rektif yang dapat dihubung – silangkan selama proses curing guna
membentuk suatu material thermosetting.
Curing pada polyester
Curing merupakan proses pengeringan untuk merubah material pengikat ( resin ) dari
keadaan cair menjadi padat. Curing ini terjadi melalui reaksi kopolimerisasi radikal antara
molekul jenis vinil yang membentuk hubungan silang melalui bagian tak jenuh dari polyester.
Reaksi ini dipicu oleh katalis yang ada ( MEPOXE ), yang mulai diaktifkan oleh sejumlah
kecil akselerator.
Standar yang dianjurkan untuk penggunaan katalis adalah 1% pada suhu kamar.
Semakin banyak penggunaan katalis maka waktu pengerasan cairan matrik ( curing time )
akan semakin cepat. Akan tetapi apabila kita mengikuti aturan berdasarkan standar ( 1% )
maka hal tersebut akan menyebabkan curing time menjadi sangat cepat, sehingga dapat
21
merusak produk komposit yang dibuat. Jal ini dikarenakan temperature ruangan pada saat
pembuatan produk komposit tidaklah terkontrol dengan baik ( sumber : Pengamatan secara
langsung dan wawancara dengan para pekerja di PT. INKA ). Temperature pada saat
pembuatan sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca yang terjadi pada saat pembuatan produk
komposit. Temperatur rata – rata pembuatan produk komposit di Indonesia adalah sekitar 35
– 380 C. Oleh karena itu, maka dalam penelitian ini penggunaan katalis dibatasi sebesar 0,3%
dari volume matrik.
Akselerator memiliki fungsi sama dengan katalis, tetapi pengaruhnya tidaklah sekuat
katalis. Jenis akselerator yang digunakan pada pembuatan bodi mobil ini adalah cobalt
naphtenate. Jenis akselerator yang digunakan sangat tergantung pada jenis matrik yang
dipakai. Pada pembuatan bodi ini akselerator hanyadigunakan untuk membuat gel coat.
Gel coat adalah lapisan pelindung yang beerfungsi untuk mencegah masuknya air
kedalam komposit, menahan reaksi kimia, melindungi dari sinar ultraviolet, serta untuk
menahan gesekan. Disamping itu, gel coat juga dapat mempertinggi sifat mekanis bahan
komposit.
Bahan penambah yang lain adalah pewarna yang berfungsi untuk member warna
kepada prosuk komposit yang akan dibuat, sehingga memperindah tampilan dari bahan
komposit. Pemberian warna ini dapat juga menutupi cacat akibat timbulnya void selama
proses pembuatan bahan komposit. Zat pewarna yang akan digunakan dicampurkan ke dalam
matrik yang akan digunakan untuk membuat gel coat.
22
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Flowchart Metode Penelitian
Tahapan Penelitian
23
Persiapan Bahan & Alat
Pembuatan Komposit
Penentuan Komposit
Tahapan Pengujian/Analisis
A. Persiapan Bahan & Alat
1. Preparasi Sampel
2. Alat
24
S a m p e l
A m p a s T e b u ( B a g a s s e )
1 . P e n j em u r a
n d i b a w a
h t e r i k
m a t ah a r i s e l a
m a 4 j a m
2 . P e m a
n a s an
d a l am
f u r n ac e
d e n ga n
s u h u 1 7 5 0 C
s e l am a 2
j a m3 .
P e n gh a l u s
a n m e n g
g u n ak a n d r y
m i l l s e l a
m a 2 , 5
m e n it
4 . p e n ya r i n g
a n5 .
P e n ya r i n g
a n k e m b
a l i6 .
P e n ga y a k a
n d e n g
a n a y a k a
n b e r u k u r a
n 1 0 0 , 1 4 0 , &
2 0 0 m e s h
R e s i n P o l i e s t e r
P o l y e s t e r Y u k a l a c
1 5 7 ® B T Q N - E X
m a s s a j e n i s :
1 , 1 9 g r / c m 3
M o d u l u s Y o u n g :
1 , 1 8 G P a
K a t a l i s
M e m l i k i s e n y a w a M e t y l E t y l K e t o n
P e r o k s i d a ( M E K P O )
S i l i c a r u b b e r & h a r d e n e r V a s e l i n e
Alat
Timbangan
digital
Gelas ukur
Gelas plastik & spatula
kaca
Cetakan spesime
n
Alat uji tarik Ayakan
Alat uji impak
B. Pembuatan Komposit
C. Penentuan Komposisi
25
150 ml air1. Penambahan 10 g bagasse
2. Pengamatan volume kenaikan air
3. Penentuan nilai densitas bagasse
Hasil
Komposisi
Perbandingan resin poliester: katalis
Perbandingan 100:1
Fraksi volume penguat
Fraksi volume yang digunakan:
(0;2,5;5;7,5;10;12,5 & 15)%
D. Tahap Pengujian/ Analisis
3.2 Deskripsi Metode Penelitian
3.2.1 Alat dan Bahan
3.2.1.1 Alat
Timbangan digital
Gelas ukur
Gelas plastik dan spatula kaca
Cetakan spesimen
Ayakan berukuran 100, 140 dan 200 mesh
Alat uji impak charpy.
Alat bantu lain : Penggaris, gunting, kaca, air, plastisin, saringan,
pipet, amplas ukuran P600, dan dry mill merk Miyako
3.2.1.2 Bahan
Ampas Tebu (Bagasse)
Ampas Tebu (Bagasse)
Katalis
Silica Rubber dan hardener
Vaseline
3.2.2 Tahapan Penelitian
26
Pengujian/ Analisis
Uji Karakterisas
i
1. Karakteris
asi densitas
2. Kekuatan
tarik3.
Kekuatan impak
Uji densitas
1. Penimban
gan sampel
komposit2.
Pemasukan ke dalam 300 ml air
3. Pengamatan volume kenaikan
air4.
Penentuan nilai
densitas komposit
Uji Tarik Uji Impak Uji Validitas
Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah persiapan
bahan dan alat, pembuatan sampel komposit, uji densitas, uji tarik, uji impak,
dan uji validitas.
A. Persiapan Bahan dan Alat
Bahan–bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan sampel uji antara lain:
1) Ampas tebu (Bagasse)
Bagasse yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini,
dibentuk menjadi serbuk dan serat. Ukuran serbuk yang digunakan
yaitu 100 mesh, 140 mesh, dan 200 mesh. Serat yang digunakan
adalah serat chopped dengan panjang 6 mm. Pengolahan bagasse
dilakukan dengan cara bagasse dijemur di bawah terik matahari
selama 4 jam. Kemudian dipanaskan dalam furnace dengan suhu
175ОC selama 2 jam. Setelah itu, bagasse dihaluskan
menggunakan dry mill selama 2,5 menit. Bagasse yang telah
dihaluskan kemudian disaring menggunakan saringan teh. Hasil
saringan tersebut disaring kembali agar didapatkan hasil yang
maksimal. Hasil saringan diayak menggunakan ayakan berukuran
100 mesh, 140 mesh, dan 200 mesh. Untuk penguat berukuran
serat chopped, menggunakan serat yang tidak keluar melewati
saringan.
2) Resin poliester
Resin poliester yang digunakan sebagai matriks dalam
pembuatan sampel komposit adalah Yukalac 157® BTQN-EX.
Spesifikasi resin Polyester Yukalac 157® BTQN-EX adalah
sebagai berikut:
- Massa jenis : 1,19 gr/cm3
- Modulus young : 1,18 GPa
3) Katalis
Katalis yang digunakan memiliki senyawa Metyl Etyl Keton
Peroksida. (MEKPO)
4) Silica rubber dan hardener
5) Vaseline
27
Sedangkan Peralatan yang dibutuhkan dalam pembuatan
sampel uji antara lain:
1) Timbangan digital
2) Gelas ukur
3)Gelas plastik dan spatula kaca
4) Cetakan spesimen
Cetakan spesimen yang digunakan terbuat dari kaca
sebagai alas dan plastisin sebagai pembentuk panjang lebar
cetakan, dan silica rubber sebagai pencetaknya. Sampel yang
tersedia dan sesuai dengan standar, digunakan sebagai
“master”. Plastisin yang telah diatur lebar dan panjangnya
dilekatkan di atas kaca sehingga terbentuk sebuah ruang.
Kemudian “master” diletakkan di tengah ruang tersebut. Silica
rubber yang telah dicampur hardener, dimasukkan ke dalam
ruang yang telah terisi master. Setelah 5-7 hari, silica rubber
telah menjadi keras dan dapat diangkat. Bagian dasar dari silica
rubber, terbentuk sesuai dengan “master” nya. Ukuran cetakan
spesimen sesuai dengan standar ASTM D 638 – 03 Standard
Test Method Tensile Properties of Plastics. Cetakan yang telah
jadi, diukur kembali agar didapatkan nilai yang akurat. Setelah
diukur, dihitung volume cetakan. Sehingga didapatkan volume
cetakan sebesar 9.62576 cm3 atau 9.62576 ml. Pembuatan
cetakan untuk sampel uji impak, sama halnya dengan sampel
uji tarik, tetapi dengan ukuran dan standar yang berbeda. Pada
spesimen uji impak, cetakan yang digunakan adalah plastisin
sebagai panjang dan lebar nya serta plastik mika sebagai
alasnya. Plastisin diatur panjang dan lebarnya sesuai dengan
ASTM D 6110 - 02.
5) Alat uji tarik Instron Universal Tensile Machine (UTM)
6) Ayakan berukuran 100, 140, dan 200 mesh
7) Alat uji impak charpy
8) Alat bantu lain
Penggaris, gunting, kaca, air, plastisin, saringan, pipet tetes,
amplas ukuran P600, dan dry mill merk Miyako.
28
B. Pembuatan Komposit
Langkah awal dalam pembuatan komposit adalah penentuan
nilai densitas bagasse. Densitas bagasse didapatkan dengan percobaan.
Percobaan awal yaitu bagasse seberat 10 gr dan air 150 ml disiapkan
terlebih dahulu, kemudian bagasse dimasukkan ke dalam air. Volume
29
air setelah bagasse dimasukkan sebesar 162,5 ml. Volume kenaikan air
merupakan v, m adalah massa bagasse 10 gr, dan ρ adalah densitas.
Jika dimasukkan ke persamaan
didapatkan densitas bagasse sebesar 0,8 gr/cm3.
C. Penentuan Komposisi
Penentuan komposisi merupakan hal penting dalam pembuatan
komposit. Perbandingan komposisi pada komposit dapat dibagi
menjadi dua, yaitu komposisi resin poliester : katalis dan polimer
(resin dan katalis) : penguat (bagasse). Karakteristik komposit
dipengaruhi oleh komposisi tersebut.
1. Perbandingan resin poliester : katalis
Terdapat beberapa referensi yang memberikan penjelasan
mengenai komposisi resin poliester dan katalis. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Lokantara (2012) dan Kartini et al
(2002), perbandingan resin polister : katalis yaitu 100 : 1. Sehingga
perbandingan resin polister : katalis tersebut yang digunakan dalam
penelitian tugas akhir ini.
2. Fraksi volume penguat
Dalam pembuatan komposit perbandingan matriks dan
penguat, tidak menggunakan perbandingan massa melainkan
volume. Fraksi volume penguat yang digunakan adalah 0% , 2,5% ,
5% , 7,5% , 10% , 12,5% , dan 15%. Perbandingan tersebut dalam
satuan % volume. Untuk sampel uji tarik dengan fraksi volume
matriks 100%, yang dimaksud adalah volume cetakan yaitu 9,6258
cm3. Karena pada pembuatan komposit menggunakan satuan
volume, maka untuk kebutuhan pengukuran perlu dikonversikan ke
massa rujuk ke (1). Dimana densitas resin Polyester Yukalac 157®
BTQN-EX adalah 1,215 gr/cm3 dan densitas bagasse adalah 0,8
gr/cm3. Komposisi sampel uji tarik dapat dilihat pada Tabel 3.
Pada cetakan sampel uji impak, berbeda dengan cetakan sampel
uji tarik karena standar yang dipakai pun berbeda. 100% volume
30
matriks sama dengan volume cetakan yaitu 8,001 cm3. Volume cetakan
sampel uji impak lebih kecil daripada cetakan sampel uji tarik. Sama
halnya dengan sampel uji tarik, fraksi volume diubah menjadi satuan
volume dan massa. Sehingga jika dikonversikan menjadi volume dan
massa Tabel 4.
Metode konvensional atau yang biasa dikenal dengan
metode hand lay-up digunakan dalam pembuatan spesimen komposit
tugas akhir ini. Terdapat beberapa langkah dalam pembuatan spesimen
komposit. Langkah awal yaitu massa bagasse yang sudah dalam
bentuk serbuk maupun serat chopped ditimbang sesuai dengan
perbandingan volume yang telah dikonversikan ke massa. Kemudian
resin juga ditimbang sesuai dengan massa dari masing-masing variasi
massa. resin dan bagasse dimasukkan ke dalam gelas plastik kemudian
diaduk dengan spatula kaca. Pengadukan dilakukan secara perlahan
selama 6 menit. Hal tersebut bertujuan agar tidak timbulnya void
ketika pengadukan dan agar tercampur secara merata. Setelah
tercampur merata, ditambahkan katalis sebanyak 1% dari resin.
Kemudian diaduk kembali secara perlahan selama 2 menit. Campuran
tersebut dituang ke dalam cetakan yang telah disiapkan. Kemudian
permukaan spesimen diratakan dan diamkan selama 24 jam. Setelah
spesimen komposit kering, spesimen dikeluarkan dari cetakan dan
diratakan permukaan nya menggunakan amplas halus ukuran P600.
Spesimen yang telah jadi merupakan sampel siap uji.
D. Tahapan Pengujian / Analisis
a) Uji Karakterisasi
Karakteristik dari sampel uji komposit yang akan diuji adalah
karakteristik densitas, kekuatan tarik, dan kekuatan impak.
31
32
b) Uji Densitas
Densitas masing-masing sampel uji tarik dan uji impak rujuk ke
(1). Pengujian densitas komposit dilakukan sama seperti pengujian
densitas bagasse. Sampel uji ditimbang terlebih dahulu kemudian
dimasukkan ke dalam air 300 ml. Kenaikan volume air, merupakan
volume sampel uji. Setelah didapatkan nilai massa dan volume,
maka densitas sampel uji dapat diketahui.
c) Uji Tarik
Kekuatan tarik suatu bahan merupakan salah satu sifat mekanik
dari suatu bahan. Agar kekuatan tarik suatu bahan dapat diketahui,
perlu dilakukannya uji tarik. Uji tarik dilakukan menggunakan
mesin pengujian tarik. Berikut gambar mesin uji tarik
Dari uji tarik tersebut, dapat diperoleh data berupa gaya tarik
maksimum suatu bahan dan perubahan panjang sampel saat ditarik
hingga putus. Panjang mula - mula sampel yaitu 16,25 cm dan luas
mula-mula sampel yaitu 0,84 cm2. Langkah awal dalam uji tarik
yaitu sampel siap uji dipasang bagian atas dan bawahnya pada grip
mesin uji tarik. Kemudian mesin uji tarik dinyalakan dan mulai
menarik sampel ke atas dan ke bawah secara bersamaan dengan
kenaikan gaya sebesar 0,001 KN. Pada gaya tarik tertentu, sampel
akan terjadi deformasi berupa pemutusan. Data-data yang
didapatkan kemudian diolah menjadi bentuk grafik.
33
d) Uji Impak
Kekuatan impak sebuah material merupakan ketahanan sebuah
material terhadap gaya yang diberi secara tiba-tiba. Impak dilakukan
dengan menumbuk benda uji menggunakan pendulum yang
diayukan. Impak merupakan energi kinetik yang dibutuhkan agar
material patah. Berikut gambar mesin uji tarik (Gambar 4). Dalam
pengujian kekuatan impak, langkah awal adalah sampel yang telah
siap uji diletakkan pada mesin uji impak. Letak awal pendulum
diatur pada sudut 130О sebagai α. Setelah posisi takik spesimen tepat
pada pusat pendulum, jarum indikator sudut akhir diatur pada posisi
0О. Pendulum yang telah diatur pada sudut 130О dilepas. Sampel uji
yang terkena beban pendulum mengalami deformasi berupa
patahan. Sudut akhir pergerakkan pendulum dicatat sebagai β. Lalu
sesuai dengan persamaan
maka didapatkan nilai energi impak dan kekuatan impak.
e) Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk membuktikan bahwa modulus
elastisitas suatu bahan setara dengan perhitungan prediksi. Pada uji
validitas, digunakan rule of mixtures. Langkah pertama yaitu
34
menentukan upper bound dan lower bound sesuai dengan
persamaan
Setelah didapatkan data, plot data upper bound dan lower
bound - %vol penguat ke dalam grafik. Setelah didapatkan garis
upper bound dan lower bound kemudian plot grafik modulus
elastisitas sampel yang telah diuji tarik ke dalam grafik upper bound
dan lower bound - %vol penguat. Modulus elastisitas dari sampel uji
yang berada di luar area upper bound dan lower bound merupakan
sampel uji yang nilai modulus elastisitasnya di luar prediksi.
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel uji dibuat dengan tujuh variasi fraksi volume serta masing-masing sampel
dibuat rangkap tiga. Di dalam variasi fraksi volume dibuat juga polimer tanpa penguat
sebagai sampel pembanding. Sampel uji yang telah dibuat dengan berbagai macam
variasi dianalisis perbedaan dari masing - masing sampel. Sampel uji tersebut dianalisis
densitas, kekuatan tarik, dan kekuatan impaknya.
4.1 Hasil Karakterisasi
Karakterisasi yang diamati pada sampel komposit yang telah dibuat meliputi
karakterisasi kekuatan tarik, kekuatan impak, dan densitas.
4.1.1 Kekuatan Tarik
Sampel komposit dengan empat variasi ukuran penguat dan tujuh
variasi fraksi volume, diuji kekuatan tariknya. Kekuatan tarik sampel
komposit yang telah dibuat tampak pada Gambar 5. Gambar tersebut
menunjukkan bahwa pada semua ukuran penguat, didapatkan nilai kekuatan
tarik terbesar pada fraksi volume 7,5%. Pada fraksi volume 7,5% nilai
kekuatan tarik yang paling kecil dari semua ukuran penguat adalah pada
sampel komposit dengan ukuran penguat 100 mesh. Sedangkan nilai
kekuatan tarik yang paling tinggi dari semua ukuran penguat adalah pada
sampel komposit dengan ukuran penguat 200 mesh. Dari seluruh nilai
kekuatan tarik berbagai ukuran penguat, memiliki pola nilai yang sama
yakni sampai fraksi volume 7,5%, semakin bertambahnya penguat semakin
tinggi kekuatan tariknya. Tetapi fraksi volume melebihi 7,5%, kekuatan
tariknya mengalami kenaikan nilai hingga fraksi volume 7,5% disebabkan
karena bertambahnya penguat semakin menambah kekuatan tarik suatu
komposit dan semakin sedikit cacat yang dimiliki oleh sampel komposit
(perhatikan Gambar 5).
36
4.1.2 Kekuatan Impak
Dalam pengujian kekuatan impak tugas akhir ini, bentuk penguat yang
dipakai hanya serat chopped. Pengujian kekuatan impak bertujuan untuk
mengetahui sifat getas suatu bahan. Serta ketahanan bahan saat diberi gaya
secara tiba-tiba. Dalam pengujian kekuatan impak diperoleh berbagai data
sehingga dapat diketahui kekuatan impaknya.
Nilai awal yang didapatkan dari pengujian kekuatan impak adalah β.
Dimana β adalah sudut ayunan mematahkan benda uji. Saat benda uji
dihantam oleh pendulum, sudut ayunan pendulum tersebut adalah β. Rujuk
ke (2), maka didapatkan nilai energi impak dan kekuatan impak. Nilai
kekuatan impak terbesar adalah pada fraksi volume 2,5%. Sedangkan nilai
kekuatan impak terkecil adalah pada fraksi volume 10%. Kekuatan tarik
berbanding terbalik dengan kekuatan impak. Semakin kecil β, maka
semakin baik kekuatan impak suatu bahan. Karena sudut β yang kecil,
dapat disimpulkan bahwa, sampel uji lebih mampu menahan gerakan
pendulum daripada sudut β besar. Pada karakterisasi kekuatan impak,
sampel komposit dengan fraksi 2,5% memiliki kekuatan impak yang paling
baik.
4.1.3 Densitas
Selain karakteristik kekuatan tarik dan kekuatan impak, sampel uji juga
diuji densitasnya. Densitas suatu bahan sama halnya dengan kerapatan
massa suatu bahan. Densitas juga berarti sifat ringan dari suatu bahan.
37
Densitas dapat dipengaruhi oleh void atau cacat yang ada pada sebuah
bahan. Semakin banyak void, maka densitas akan semakin kecil nilainya
begitu pula sebaliknya. Selain void, densitas juga dapat dipengaruhi oleh
ikatan antar muka bagasse dan polimernya. Basasse dan polimer yang tidak
terikat baik, menyebabkan densitas rendah dikarenakan adanya ruang
kosong di sekitar bagasse yang tidak merekat pada polimer begitu pula
sebaliknya. Hal-hal tersebut dapat diamati dalam struktur mikro permukaan
patah sampel uji tarik. Pada Gambar 6, sampel komposit yang memiliki
nilai hampir sama dengan kondisi ideal adalah pada fraksi volume penguat
7,5%. Sama halnya dengan nilai kekuatan tarik pada Gambar 5, bahwa
semakin banyak penguat yang digunakan sampai batas fraksi volume
penguat 7,5%, maka semakin sedikit pula perbedaan densitas sampel
komposit dengan kondisi ideal. Densitas yang menurun, berbanding lurus
dengan cacat yang dimiliki suatu bahan. Semakin tinggi densitas, maka
semakin sedikit cacat atau sebaliknya. Yang dimaksud dengan kondisi ideal
adalah kondisi dimana sampel komposit dalam keadaan sempurna. Densitas
sampel komposit yang berbeda jauh dari kondisi ideal, sampel komposit
tersebut memiliki banyak void atau tidak meratanya ikatan antar muka
bagasse dan polimernya. Sedangkan, densitas sampel komposit yang paling
mendekati kondisi ideal merupakan sampel komposit dengan cacat paling
sedikit atau bagasse dan polimer memiliki ikatan yang baik.
38
Gambar 7. Uji Validitas Sampel Komposit
Nilai densitas yang memiliki perbedaan paling jauh dari kondisi ideal
adalah pada fraksi volume penguat 0% dan 15%. Pada 15%, banyaknya
penguat yang digunakan semakin menimbulkan banyaknya void pula. Selain
itu, semakin banyak penguat yang digunakan, interaksi antar penguat dan
matriknya semakin tidak merata. Sehingga menyebabkan adanya penguat
yang tidak berikatan dengan matriknya.
4.1.4 Validitas
Dari hasil uji tarik, diperoleh nilai kekuatan tarik dan modulus
elastisitas masing-masing sampel komposit. Nilai modulus elastisitas
sampel komposit dilakukan uji validitas. Hasil uji validitas dapat dilihat
39
pada Gambar 7. Dalam uji validitas ini, digunakan 25 nilai modulus
elastisitas dari tiap fraksi volume dan ukuran penguat. Dari hasil uji
validitas, didapatkan adanya sampel uji yang sesuai dan tidak sesuai dengan
prediksi. Dari 25 nilai modulus elastisitas yang diplot, yang tidak masuk
dalam batas atas dan bawah sebanyak enam nilai modulus elastisitas Enam
nilai modulus elastisitas yang berada di luar batas atas dan bawah dimiliki
oleh fraksi volume 12,5% dan 15%. Pada fraksi volume 12,5%, sampel
komposit yang berada di luar batas atas dan bawah antara lain pada ukuran
penguat 100 mesh, 200 mesh, dan serat chopped. Sedangkan pada fraksi
volume 15% antara lain pada ukuran penguat 100 mesh, 140 mesh, dan 200
mesh. Sedangkan fraksi volume 0 hingga 10%, memiliki nilai modulus
elastisitas yang sesuai dengan prediksi.
4.2 Pembahasan
Untuk menganalisis pengaruh penguat pada karakteristik sampel juga dapat
diamati pada ukuran penguat sampel komposit. Pengaruh ukuran penguat pada
sampel komposit terhadap kekuatan tarik dan densitasnya dapat dilihat pada
Gambar 8. Pada gambar tersebut terlihat bahwa bentuk penguat yang memiliki
kekuatan tarik tertinggi adalah ukuran 200 mesh. Hal ini membuktikan bahwa
semakin kecil penguat yang digunakan, semakin baik kekuatan tariknya. Kekuatan
tarik sampel yang paling rendah yaitu pada fraksi volume penguat 0%, karena
sampel tersebut tidak menggunakan penguat dalam pembuatannya. Pada
karakteristik densitas, semakin kecil ukuran penguat maka semakin besar densitas
sampel uji. Hal tersebut karena semakin kecil penguat, semakin mudah bagasse
berikatan dengan matriksnya sehingga semakin kecil pula kemungkinan
terbentuknya void. Dapat disimpulkan bahwa semakin kecil penguat komposit
maka semakin besar kekuatan dan densitasnya. Dari hasil nilai kekuatan tarik pada
tugas akhir ini, jika dibandingkan dengan penelitian lain dapat dilihat pada Gambar
9. Dari berbagai penelitian, yang menggunakan penguat dan bentuk penguat
berbeda-beda, didapatkan perbedaan nilai. Pada penelitian Daniel (2011) [4],
peneliti mendapatkan kekuatan tarik tertinggi sebesar 40,82 MPa menggunakan
penguat serat gelas dan 38,57 MPa menggunakan serat bambu. Terdapat perbedaan
yang sangat jauh antara hasil penelitian lain dengan tugas akhir ini yang
menggunakan serat bagasse sebagai penguatnya. Tetapi pada bentuk penguat
partikel, tidak terlalu jauh perbedaan nilai kekuatan tariknya. Dalam tugas akhir ini
40
didapatkan nilai kekuatan tarik tertinggi pada penguat serat sebesar 18,73
sedangkan pada penguat serbuk sebesar 28,83 MPa. Penelitian Buyung (2012) [5]
menggunakan serat bambu sebagai penguat komposit polimer dan didapatkan nilai
kekuatan tarik tertinggi 115,64 MPa. Maman (2010) menggunakan serbuk Al2O3
sebagai penguat komposit logam dan memiliki kekuatan tarik tertinggi sebesar
213,38 MPa. Pada penelitian Arfan (2006) [6] menggunakan serbuk aluminium
sebagai penguat komposit polimer dan didapatkan nilai kekuatan tarik tertinggi
sebesar 38,3 MPa. Heryastika (2006) [7] menggunakan serbuk karbon sebagai
penguatnya dan memiliki kekuatan tarik tertinggi sebesar 33,77 MPa. Dan pada
penelitian Wirsanto (2007) [8], peneliti menggunakan serbuk kayu sebagai penguat
komposit polimer dan didapatkan nilai kekuatan tarik tertinggi sebesar 24,6 MPa.
Serbuk karbon, kayu, dan aluminium dibandingkan dengan serbuk ampas tebu
memiliki karakteristik yang jauh berbeda, tetapi jika diaplikasikan sebagai penguat
komposit tidak terlampau jauh. Dapat disimpulkan bahwa sampel komposit
berpenguat partikel memiliki karakteristik lebih baik dibandingkan dengan sampel
berpenguat serat.
41
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Penambahan penguat sampel komposit hingga fraksi volume penguat 7,5%
memiliki kekuatan tarik dan densitas yang semakin tinggi. Sedangkan fraksi
volume lebih dari 7,5% memiliki kekuatan tarik dan densitas yang semakin
rendah.
42
5.1.2 Sampel komposit dengan penguat berukuran 200 mesh sebanyak 7,5% volume
merupakan sampel terbaik dengan kekuatan tarik sebesar 28,83 MPa dan nilai
densitas sebesar 1,15 gr/cm3.
5.1.3 Kekuatan impak tertinggi dimiliki oleh sampel komposit berpenguat serat
chopped dengan fraksi volume penguat 2,5% yakni sebesar 0,00271 J/mm2.
5.1.4 Komposit yang dikembangkan dapat digunakan sebagai alternatif bahan baku
industri menggantikan tian penyangga (scantlings) pada struktur kayu (timber
structure) sesuai standar AS 1720.1.
5.2 Saran
5.2.1 Kualitas dan karakteristik dari material (komposit) dapat diamati dengan
melakukan pengujian. Dalam peneliitian ini baru difokuskan pada pengujian
kekuatan tarik dan pengamatan struktur mikro, sehingga perlu ada uji lain
untuk karakterisasi.
5.2.2 Perbandingan sampel perlu dilakukan dengan variasi sumber penguat, bukan
hanya dari matriksnya saja, untuk mengetahui kualitas dari komposit yang
dihasilkan.
43
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2006. Statistik Indonesia 2005/2006. Biro Pusat Statistik, Jakarta.
Heryastika, IPG. 2006. Sintesis dan Karakterisasi Komposit Epoksi/Karbon Sebagai
Bahan Baling-Baling Kincir Angin. Surabaya. Indonesia.
Hirmawan, B. 2011. Sifat Mekanik Komposit Serat Bambu Akibat Pengaruh Musim
Hujan dengan/tanpa Pelapisan. Surabaya. Indonesia.
Kuswandi. 2007. Teknologi Pakan Untuk Limbah Tebu (Fraksi Serat) Sebagai Pakan
Ternak Ruminansia. Balai Penelitian Ternak. Bogor. Indonesia.
Palangan,W. 2007. Pengaruh Jenis Serbuk Kayu terhadap Sifat Mekanik Komposit
Polyethylene / Serbuk Kayu. Surabaya. Indonesia.
Purwanto, Daniel Andri. 2011. Karakterisasi Komposit Berpenguat Serat Bambu Dan
Serat Gelas Sebagai Alternatif Bahan Baku Industri. Surabaya. Indonesia.
Wahid, P., S. Arifin, E. Karmawati dan T. Subagyo. 1999. Ketersediaan dan
pemanfaatan iptek tanaman perkebunan/industri bahan pangan. Pros. Analisis
Ketersediaan Sumberdaya Pembangunan Pertanian Berkelanjutan: 1.
Sumberdaya pangan dan Lingkungan Hidup. Jakarta, 8 Juni 1999. Badan
Litbang Pertanian, Jakarta. hlm. 152 – 178.
Wijaya, A. 2006. Penentuan Fraksi Filler Serbuk Aluminium dalam Pembuatan
Komposit Epoksi Sebagai Bahan Alternatif Baling-Baling Kincir Angin.
Surabaya. Indonesia.
44