Post on 31-Jan-2016
description
Makalah BHP
Tuberkulosis Paru berdasarkan etika
kedokteran, agama, budaya, dan sosial di
Indonesia
dr. Retno
Tutorial D1
Chandra Hidayat 091 0211 180
Rifqi Alridjal 101 0211 026
Firdha Aulia Nisa 101 0211 108
Kiki Sri Rejeki Agisina 101 0211 083
Sheilla Ratnasari 101 0211 116
Inas Hanuniza 101 0211 071
Restu Kaharseno 101 0211 098
Randy Kusuma Elvandry 101 0211 017
Fakultas Kedokteran UPN “Veteran” Jakarta
Tahun Ajaran 2013/2014
Fakultas Kedokteran UPN “Veteran” Jakarta
Tahun Ajaran 2013/2014
Lembar Pengesahan
Mengetahui,
PembimbingTutorialD1
dr. Retno
Kata Pengantar
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, tiada Tuhan selain Allah SWT dan tiada
sekutu bagi-Nya.Begitu banyak dan berlimpah nikmat yang telah Ia berikan terutama nikmat
Iman, Islam, dan Ihsan. Salawat dan serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita, suri
tauladan kita Rasulullah SAW, beserta keluarganya, sahabatnya, dan pengikutnya.
Dalam rangka memenuhi tugas tutorial, kami menyusun makalah ini membahas tentang
TB Paru. Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan
baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis.
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang
membutuhkan, khususnya bagi tim penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
Amin
Jakarta , 05 Oktober 2013
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………………………… 1
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………. 2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………3
BAB I ……………………………………………………………………………………………...……… 4
BAB II …………………………………………………………………………………………………… 6
BAB III ………………………………………………………………………………………………….32
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………………… 33
BAB 1
Pendahuluan
1. Latar Belakang
Dewasa ini tuberculosis menjadi perhatian utama dunia kesehatan, kasus - kasus baru penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycrobacterium tuberculosis ini bermunculan.Diperkirakan 9 juta orang terinfeksi dan 3 juta orang meninggal akibat penyakit tuberculosis setiap tahunnya.Hal ini diakibatkan oleh meningkatnya jumlah kasus TB Paru yang resisten terhadap beberapa antibiotik (Depkes RI, 2000). "Berpacu dengan waktu" merupakan ungkapan yang tepat bagi penanggulangan TB Paru, karena jika tidak segera dilakukan tindakan penyebaran penyakit ini akan semakin meluas dan tidak terkontrol.
WHO memperkirakan setiap tahun di Indonesia terjadi 140.000 kematian akibat TB Paru, pada tahun 2004-2005 di Indonesia jumlah penderita TB Paru meningkat dari 128.981 kasus (54%) menjadi 156.508 (67%) kasus.Masalah TB Paru di Indonesia sangat besar karena tiap tahun bertambah 250.000 kasus baru TB Paru karena itu Indonesia menduduki peringkat ke-3 terbesar setelah India dan Cina. Jumlah ini akan terus bertambah mengingat setiap orang yang terinfeksi TB Paru akan menularkan 10 -15 orang setiap tahunnya bahkan dinyatakan setiap detik seorang terinfeksi. Berdasarkan data survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995 TB Paru merupakan penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan dan merupakan nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi (IDI online, 2006).RI baru bisa turunkan kesakitan TBC 15 per 100 penduduk (http://www.idionline.org/infophp). Ini menunjukan penyakit TB Paru menjadi masalah yang benar - benar serius bagi Indonesia, sehingga diperlukan partisipasi aktif dari semua pihak termasuk peran serta etika dokter dalam menangani pasien TB Paru dan masyarakat agar angka kesakitan dan kematian TB Paru dapat ditekan.
Kita sebagai dokter sering menemukan masalah dalam menentukan apakah perbuatan yang kita lakukan itu baik atau buruk, benar atau salah.Apabila kita melakukan sesuatu yang dianggap salah oleh masyarakat, seringkali tindakan kita tersebut dikatakan tidak etis atau tidak sesuai dengan etika.Etika berasal dari kata Yunani ethos yang berarti akhlak, adat kebiasaan, watak, perasaan, sikap yang baik, yang layak.Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Purwadarminta, 1953), etika adalah ilmu pengetahuan tentang azas dan akhlak.
Di dalam dunia pekerjaan/profesi, tentunya sangat dibutuhkan etika itu.Di dalam dunia kedokteran kita mengenal istilah etika kedokteran.Etika kedokteran merupakan seperangkat perilaku dokter dalam hubungannya dengan pasien, sesama dokter, keluarga, masyarakat, dan lainnya.Di dalam etika kedokteran, terdapat pula istilah bioetika.
Bioetik berasal dari kata bios yang berarti kehidupan dan ethos yang berarti norma-norma atau nilai-nilai moral.Bioetika atau bioetika medis merupakan studi interdisipliner tentang
masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran baik skala mikro maupun makro, masa kini dan masa mendatang.
2. Rumusan Masalaha. Apakah yang dokter lakukan untuk menangani pasien TB Paru sudah baik dalam
kaidah bioetik ?b. Bagaimanakah pandangan secara agama mengenai penderita TB Paru ?c. Bagaimanakan pandangan secara budaya mengenai penderita TB Paru ?d. Bagaimanakan pandangan secara sosial mengenai penderita TB Paru ?
3. Tujuana. Untuk mengetahui masalah mengenai TB PAru dalam segi bioetik sehingga bisa
menekan angka kejadian TB Parub. Untuk mengetahui pandangan mengenai TB PAru dalam segi agama sehingga
bisa meminimalkan angka kejadian TB Paruc. Untuk mengetahui pandangan mengenai TB PAru dalam segi budaya sehingga
bisa meminimalkan angka kejadian TB Parud. Untuk mengetahui pandangan mengenai TB PAru dalam segi budaya sehingga
bisa meminimalkan angka kejadian TB Paru4. Manfaat
Dalam pembuatan makalah ini, kami akan menjelaskan apa itu TB Paru, masalah - masalah mengenai TB Paru dalam segi bioetik, agama, budaya dan sosial yang akan diuraikan dalam BAB II
BAB 2
Pembahasan
II.1 Pengertian Tuberculosis (TB)
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim
paru.Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningens, ginjal,
tulang, dan nodus limfe (Suddarth, 2003).Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi menular
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang bervariasi, akibat kuman
mycobacterium tuberkulosis sistemik sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi
terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Mansjoer, 2000).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang menyerang pada saluran pernafasan yang
disebabkan oleh bakteri yaitu mycobacterium tuberculosis, (Smeltzer, 2002).dapat
menyimpulkan bahwa, TB Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman
mycobakterium tuberculosis yang menyerang saluran pernafasan terutama parenkim paru.
II.2 Klasifikasi tuberkulosis
1. TBC Paru
Tuberculosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleora (selaput paru). Berdasarkan
hasil pemeriksaan dahak, TBC paru dibagi dalam:
TBC Paru BTA (+)
TBC Paru BTA (-)
2. TBC Ekstra Paru
Tuberculosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru misalnya: pleura (selaput paru),
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendihan, kuilit, usus,
ginjal, saluran kemih, alat kelamin, dan lain-lain. Berdasarkan tingkat kepercayaannya, TBC
Ekstra Paru dibagi menjadi 2 yaitu:
TBC Ekstra Paru Ringan
Misalnya : TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudative unilateral, tulang (kecuali tulang belakang),
sendi dan kelenjar adrenal.
TBC Ekstra Paru Berat
Misalnya : Meningitis, Perikarditis, peritonitis, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran Kemih
dan alat kelamin.
II.3 Etiologi Penyakit Tuberculosis
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman yang berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1 – 4 µm dan tebal 0,3 – 0,6 µm dan digolongkan dalam basil
tahan asam (BTA). (Suyono, 2001)
II.4 Patofisiologi Penyakit Tuberculosis
Individu rentan yang menghirup basil tuberculosis dan terinfeksi. Bakteri dipindahkan
melalui jalan nafas ke alveoli untuk memperbanyak diri, basil juga dipindahkan melalui system
limfe dan pembuluh darah ke area paru lain dan bagian tubuh lainnya.
Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi.Fagosit menelan banyak
bakteri, limfosit specific tuberculosis melisis basil dan jaringan normal, sehingga mengakibatkan
penumpukkan eksudat dalam alveoli dan menyebabkan bronkopnemonia.Massa jaringan
paru/granuloma (gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati) dikelilingi makrofag
membentuk dinding protektif.
Granuloma diubah menjadi massa jaringan fibrosa, yang bagian sentralnya disebut
komplek Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju.
Massa ini dapat mengalami klasifikasi, membentuk skar kolagenosa.Bakteri menjadi dorman,
tanpa perkembangan penyakit aktif.
Individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon inadekuat sistem
imun, maupun karena infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman.Dalam kasus ini tuberkel ghon
memecah, melepaskan bahan seperti keju ke bronki.Bakteri kemudian menyebar di udara,
mengakibatkan penyebaran lebih lanjut.Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak
mengakibatkan bronkopnemonia lebih lanjut (Smeltzer, 2001).
II.5 Agent, Host dan Environment Penular Penyakit Tuberculosis
Teori John Gordon, mengemukakan bahwa timbulnya suatu penyakit sangat dipengaruhi oleh
tiga faktor yaitu bibit penyakit (agent), penjamu (host), dan lingkungan (environment). Ketiga
faktor penting ini disebut segi tiga epidemiologi (Epidemiologi Triangle), hubungan ketiga faktor
tersebut digambarkan secara sederhana sebagai timbangan yaitu agent penyebab penyakit pada
satu sisi dan penjamu pada sisi yang lain dengan lingkungan sebagai penumpunya.
Bila agent penyebab penyakit dengan penjamu berada dalam keadaan seimbang, maka
seseorang berada dalam keadaan sehat, perubahan keseimbangan akan menyebabkan seseorang
sehat atau sakit, penurunan daya tahan tubuh akan menyebabkan bobot agent penyebab menjadi
lebih berat sehingga seseorang menjadi sakit, demikian pula bila agent penyakit lebih banyak
atau lebih ganas sedangkan faktor penjamu tetap, maka bobot agent penyebab menjadi lebih
berat. Sebaliknya bila daya tahan tubuh seseorang baik atau meningkat maka ia dalam keadaan
sehat. Apabila faktor lingkungan berubah menjadi cenderung menguntungkan agent penyebab
penyakit, maka orang akan sakit, pada prakteknya seseorang menjadi sakit akibat pengaruh
berbagai faktor berikut :
II.5.1 Agent
Mycobacterium tuberculosis adalah suatu anggota dari famili Mycobacteriaceae dan
termasuk dalam ordo Actinomycetalis.Mycobacterium tuberculosis menyebabkan sejumlah
penyakit berat pada manusia dan penyebab terjadinya infeksi tersering.
Masih terdapat Mycobacterium patogen lainnya, misalnya Mycobacterium leprae,
Mycobacterium paratuberkulosis dan Mycobacterium yang dianggap sebagai Mycobacterium
non tuberculosis atau tidak dapat terklasifikasikan (Heinz, 1993).
Di luar tubuh manusia, kuman Mycobacterium tuberculosis hidup baik pada lingkungan
yang lembab akan tetapi tidak tahan terhadap sinar matahari. Mycobacterium tuberculosis
mempunyai panjang 1-4 mikron dan lebar 0,2- 0,8 mikron. Kuman ini melayang diudara dan
disebut droplet nuclei.Kuman tuberkulosis dapat bertahan hidup pada tempat yang sejuk, lembab,
gelap tanpa sinar matahari sampai bertahun-tahun lamanya. Tetapi kuman tuberkulosis akan mati
bila terkena sinar matahari, sabun, lisol, karbol dan panas api (Atmosukarto & Soewasti, 2000).
Kuman tuberkulosis jika terkena cahaya matahari akan mati dalam waktu 2 jam, selain itu
kuman tersebut akan mati oleh tinctura iodi selama 5 menit dan juga oleh ethanol 80 % dalam
waktu 2 sampai 10 menit serta oleh fenol 5 % dalam waktu 24 jam. Mycobacterium tuberculosis
seperti halnya bakteri lain pada umumnya, akan tumbuh dengan subur pada lingkungan dengan
kelembaban yang tinggi. Air membentuk lebih dari 80 % volume sel bakteri dan merupakan hal
essensial untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel bakteri.Kelembaban udara yang
meningkat merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri patogen termasuk tuberkulosis.
Mycobacterium tuberculosis memiliki rentang suhu yang disukai, merupakan bakteri
mesofilik yang tumbuh subur dalam rentang 25 – 40 C, tetapi akan tumbuh secara optimal pada
suhu 31-37 C. Pengetahuan mengenai sifat-sifat agent sangat penting untuk pencegahan dan
penanggulangan penyakit, sifat-sifat tersebut termasuk ukuran, kemampuan berkembang biak,
kematian agent atau daya tahan terhadap pemanasan atau pendinginan.
Agent adalah penyebab yang essensial yang harus ada, apabila penyakit timbul atau
manifest, tetapi agent sendiri tidak sufficient/memenuhi syarat untuk menimbulkan
penyakit.Agent memerlukan dukungan faktor penentu agar penyakit dapat manifest.Agent yang
mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis paru adalah kuman Mycobacterium
tuberculosis.Agent ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pathogenitas, infektifitas
dan virulensi.
Pathogenitas adalah daya suatu mikroorganisme untuk menimbulkan penyakit pada host.
Pathogenitas agent dapat berubah dan tidak sama derajatnya bagi berbagai host. Berdasarkan
sumber yang sama pathogenitas kuman tuberkulosis paru termasuk pada tingkat rendah.
Infektifitas adalah kemampuan suatu mikroba untuk masuk ke dalam tubuh host dan berkembang
biak didalamnya. Berdasarkan sumber yang sama infektifitas kuman tuberkulosis paru termasuk
pada tingkat menengah. Virulensi adalah keganasan suatu mikroba bagi host. Berdasarkan
sumber yang sama virulensi kuman tuberkulosis paru termasuk tingkat tinggi, jadi kuman ini
tidak dapat dianggap remeh begitu saja.
II.5.2 Host
Manusia merupakan reservoar untuk penularan kuman Mycobacterium tuberculosis, kuman
tuberkulosis menular melalui droplet nuclei.Seorang penderita tuberkulosis dapat menularkan
pada 10-15 orang (Depkes RI, 2002).Menurut penelitian pusat ekologi kesehatan (1991),
menunjukkan tingkat penularan tuberkulosis di lingkungan keluarga penderita cukup tinggi,
dimana seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam rumahnya. Di
dalam rumah dengan ventilasi baik, kuman ini dapat hilang terbawa angin dan akan lebih baik
lagi jika ventilasi ruangannya menggunakan pembersih udara yang bisa menangkap kuman TB.
Menurut penelitian Atmosukarto dari Litbang Kesehatan (2000), didapatkan data bahwa
Tingkat penularan tuberkulosis di lingkungan keluarga penderita cukup tinggi, dimana seorang
penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam rumahnya.
Besar resiko terjadinya penularan untuk rumah tangga dengan penderita lebih dari 1 orang
adalah 4 kali dibanding rumah tangga dengan hanya 1 orang penderita tuberkulosis.
Hal yang perlu diketahui tentang host atau penjamu meliputi karakteristik; gizi atau daya
tahan tubuh, pertahanan tubuh, higiene pribadi, gejala dan tanda penyakit dan pengobatan.
Karakteristik host dapat dibedakan antara lain; Umur, jenis kelamin, pekerjaan, keturunan,
pekerjaan, keturunan, ras dan gaya hidup.
Host atau penjamu; manusia atau hewan hidup, termasuk burung dan anthropoda yang dapat
memberikan tempat tinggal atau kehidupan untuk agent menular dalam kondisi alam (lawan dari
percobaan).Host untuk kuman tuberkulosis paru adalah manusia dan hewan, tetapi host yang
dimaksud dalam penelitia ini adalah manusia.Beberapa faktor host yang mempengaruhi
penularan penyakit tuberkulosis paru adalah; kekebalan tubuh (alami dan buatan), status gizi,
pengaruh infeksi HIV/AIDS.
II.5.3 Environment
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host baik benda mati, benda hidup,
nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi semua elemen-elemen
termasuk host yang lain. Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan non fisik, lingkungan fisik
terdiri dari; Keadaan geografis (dataran tinggi atau rendah, persawahan dan lain-lain),
kelembaban udara, temperatur atau suhu, lingkungan tempat tinggal.
Adapun lingkungan non fisik meliputi; sosial, budaya, ekonomi dan politik yang mempengaruhi
kebijakan pencegahan dan penanggulangan suatu penyakit.
II.6. Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit Tuberculosis
Penyakit TBC pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : status sosial
ekonomi, status gizi, umur dan jenis kelamin untuk lebih jelasnya dapat kita jelaskan seperti
uraian dibawah ini:
a. Faktor Sosial Ekonomi.
Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan tempat penghunian, lingkungan
perumahan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat memudahkan penularan
TBC.Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan penularan TBC, karena pendapatan yang kecil
membuat orang tidak dapat hidup layak dengan memenuhi syarat-syarat kesehatan.
b. Status Gizi.
Keadaan kekurangan gizi akan mempengaruhi daya tahan tubuh sesoeranga sehingga rentan
terhadap penyakit termasuk TB-Paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang berpengaruh
dinegara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak.
c. Umur.
Penyakit TB-Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif (15 – 50)
tahun. Dewasa ini dengan terjadinya transisi demografi menyebabkan usia harapan hidup lansia
menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun,
sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit TB-Paru
d. Jenis Kelamin.
Penyakit TB-Paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan
perempuan. Menurut WHO, sedikitnya dalam jangka waktu setahun ada sekitar 1 juta perempuan
yang meninggal akibat TB-Paru, dapat disimpulkan bahwa pada kaum perempuan lebih banyak
terjadi kematian yang disebabkan oleh TB-Paru dibandingkan dengan akibat proses kehamilan
dan persalinan.
Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok tembakau dan minum
alkohol sehingga dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar
dengan agent penyebab TB-Paru.
II.7. Cara Penularan Penyakit Tuberculosis
Cara penularan tuberkulosis paru melalui percikan dahak (droplet) sumber penularan adalah
penderita tuberkulosis paru BTA(+), pada waktu penderita tuberkulosis paru batuk atau bersin.
Droplet yang mengandung kuman TB dapat bertahan di udara selama beberapa jam, sekali batuk
dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan
dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama.Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman, percikan dapat bertahan
selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan. Setelah
kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TB tersebut dapat
menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran
limfe, saluran nafas atau penyebaran langsung ke bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari
seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya.Makin tinggi
derajat positif hasil pemeriksaan dahaknya maka makin menular penderita tersebut.Bila hasil
pemeriksaan dahaknya negatif maka penderita tersebut dianggap tidak menular.
II.8. Gejala Penyakit Tuberculosis
1. Batuk : Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Dimulai dari batuk kering kemudian setelah
timbul peradangan menjadi batuk produktif (menghasilkan sputum). Pada keadaan lanjut berupa
batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada ulkus
dinding bronkus.
2. Sesak nafas (Dyspnea) : Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian paru.
3. Nyeri dada : Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura (menimbulkan pleuritis)
4. Demam : Biasanya menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya
tahan tubuh penderita dengan berat-ringannya infeksi kuman yang masuk.
5. Malaise (keadaan lesu) : Dapat berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), berat badan menurun,
sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.
II.9 Diagnosa Penyakit Tuberculosis
Yang menjadi petunjuk awal dari tuberkulosis adalah foto rontgen dada.Penyakit ini tampak
sebagai daerah putih yang bentuknya tidak teratur dengan latar belakang hitam.Rontgen juga bisa
menunjukkan efusi pleura atau pembesaran jantung (perikarditis).
Pemeriksaan diagnostik untuk tuberkulosis adalah:
1. Tes kulit tuberkulin, disuntikkan sejumlah kecil protein yang berasal dari bakteri
tuberkulosis ke dalam lapisan kulit (biasanya di lengan). 2 hari kemudian dilakukan
pengamatan pada daerah suntikan, jika terjadi pembengkakand an kemerahan, maka
hasilnya adalah positif
2. Pemeriksaan dahak, cairan tubuh atau jaringan yang terinfeksi. Dengan ebuah jarum
diambil contoh cairan dari dada, perut, sendi atau sekitar jantung. Mungkin perlu
dilakukan biopsi untuk memperoleh contoh jaringan yang terinfeksi.
Untuk memastikan diagnosis meningitis tuberkulosis, dilakukan pemeriksaan reaksi rantai
polimerase (PCR) terhadap cairan serebrospinalis.
Untuk memastikan tuberkulosis ginjal, bisa dilakukan pemeriksaan PCR terhadap air kemih
penderita atau pemeriksaan rontgen dengan zat warna khusus untuk menggambarkan adanya
massa atau rongga abnormal yang disebabkan oleh tuberkulosis. Kadang perlu dilakukan
pengambilan contoh massa tersebut untuk membedakan antara kanker dan tuberkulosis.
Untuk memastikan diagnosis tuberkulosis pada organ reproduksi wanita, dilakukan
Pemeriksaan panggul melalui laparoskopi.Pada kasus-kasus tertentu perlu dilakukan
pemeriksaan terhadap contoh jaringan hati, kelenjar getah bening atau sumsum tulang.
II.10 Pencegahan Penyakit Tuberculosis
Sebenarnya seseorang bisa terhindar dari penyakit TBCdengan berpola hidup yang sehat dan
teratur. Dengan system pola hidup seperti itu diharapkan daya tubuh seseorang akan cukup kuat
untuk membersihkan perlindungan terhadap berbagai macam penyakit. Orang yang benar-benar
sehat meskipun ia diserang kuman TBC, diperkirakan tidak akan mempan dan tidak akan
menimbulkan gejala TBC.
Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi penyakit tuberkulosis, mempertahankan
status kesehatan dengan asupan nutrisi yang cukup, minum susu yang telah dilakukan
pasteurisasi, isolasi jika pada analisa sputum terdapat bakteri hingga dilakukan pengobatan,
pemberian imunisasi BCG untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil
tuberkulosis virulen.
II.11. Pengobatan Penyakit Tuberculosis
Jenis dan dosis OAT (Obat Anti Tuberculosis) :
1. Isoniazid (H)
Isoniazid (dikenal dengan INH) bersifat bakterisid, efektif terhadap kuman dalam keadaan
metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang.Efek samping yang mungkin timbul
berupa neuritis perifer, hepatitis rash, demam Bila terjadi ikterus, pengobatan dapat dikurangi
dosisnya atau dihentikan sampai ikterus membaik.Efek samping ringan dapat berupa kesemutan,
nyeri otot, gatal-gatal.Pada keadaan ini pemberian INH dapat diteruskan sesuai dosis.
2. Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dorman (persisten).Efek samping
rifampisin adalah hepatitis, mual, reaksi demam, trombositopenia.Rifampisin dapat
menyebabkan warnam merah atau jingga pada air seni dan keringat, dan itu harus diberitahukan
pada keluarga atau penderita agar tidak menjadi cemas. Warna merah tersebut terjadi karena
proses metabolism obat dan tidak berbahaya.
3. Pirazinamid (P)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam.Efek
samping pirazinamid adalah hiperurikemia, hepatitis, atralgia.
4. Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, efek samping dari streptomisin adalah nefrotoksik dan kerusakan nervus
kranialis VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran.
5. Ethambutol (E)
Bersifat bakteriostatik, ethambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa
berkurangnya ketajaman penglihatan, buta warna merah dan hijau, maupun optic neuritis.
KAIDAH BIOETIK
Terdapat 4 Prinsip yang merupakan dasar dari bioetika :
Prinsip Beneficence : tindakan dokter yang menguntungkan pasien.
Prinsip Non Maleficence : tindakan dokter untuk tidak memperburuk keadaan pasien.
Prinsip Autonomy : tindakan dokter yang berdasarkan persetujuan dari pasien / pasien
yang menentukan tindakan dokter.
Prinsip Keadilan : keadilan.
A .Prinsip Beneficence
Prinsip ini miliki arti bahwa seorang dokter dan tenaga medis lainnya harus memenuhi
kebutuhan pasien dengan mengutamakan keuntungan pasien sebesar-besarnya. Keuntungan dari
pasien harus lebih besar daripada kerugian mereka. Dokter harus bekerja dengan semaksimal
mungkin untuk membuat pasien puas atas pelayanan kesehatannya. Prinsip ini memiki arti
umum untuk memberikan pelayanan dengan mencegah kerugian dan menghilangkan kondisi
penyebab kerugian tersebut, dan arti khusus dari prinsip ini adalah memberikan yang terbaik bagi
masyarakat secara luas seperti menyelamatkan orang dari bahaya, memberikan vaksinasi,
pencegahan penyakit menular,dll. Prinsip ini juga menekankan pada pengobatan yang murah
tetapi tetap memiliki khasiat yang baik dan juga minimalisasi dari efek samping obat tersebut
yang merupakan sebuah kerugian bagi pasien.
B. Prinsip Non-Maleficence
Maleficence sendiri memiliki arti sifat mencelakakan. Jadi, non-maleficence adalah
kebalikannya, yaitu sifat yang tidak mencelakakan atau memperburuk keadaan pasien. Dokter
tidak boleh berbuat jahat (evil) atau membuat derita (harm) pasien. Dokter dituntut untuk
mencegah bahaya dan resiko pasien akan kehilangan sesuatu yang penting (kesadaran, anggota
tubuh) dengan tindakan yang segera dan tepat dilakukan dalam keadaan tersebut. Dokter harus
mengobati dengan proporsional dan tidak lalai saat bertindak. Dokter juga tidak boleh
memanfaatkan kesempatan untuk melakukan white collar crime terhadap pasien. Prinsip ini
biasanya dilakukan saat menemukan pasien yang gawat.
C. Prinsip Autonomy
Prinsip ini adalah bukti bahwa dokter tetap menghargai otoritas pasien terhadap dirinya
sendiri (tubuhnya) dan tindakan apa yang akan dilakukan terhadap tubuhnya. Hal yang paling
ditekankan dalam prinsip autonomy ini adalah mengenai adanya informed concent yang
merupakan sebuah persetujuan, yang biasanya dalam bentuk surat pernyataan, antara pasien
(yang kompeten dalam mengambil keputusan sendiri) atau keluarga pasien (bagi pasien yang
tidak kompeten) dan dokter. Surat ini berisi persetujuan atas tindakan-tindakan apa saja yang
akan dilakukan oleh dokter. Biasanya informed concent ini diberikan pada saat dokter akan
melakukan tindakan yang berbahaya atau pasien akan kehilangan sesuatu, seperti pembedahan,
amputasi,dll. Dalam pemberian informed concent ini, pihak yang menyetujui harus membuat
keputusan dari dirinya sendiri, tidak ada intervensi dari pihak-pihak lain. Dokter pun harus tetap
menghargai keputusan tersebut.
D. Prinsip Justice
Prinsip ini menekankan keadilan. Keadilan yang dimaksud dalam prinsip ini adalah
bagaimana seorang dokter bertindak secara adil terhadap pasiennya. Dokter harus menghargai
hak sehat pasien dan juga tetap menjaga hak orang lain. Dokter harus tidak membeda-bedakan
pasien atas dasar SARA, status sosial,dll. Namun, dalam keadaan tertentu, seperti musibah
bencana alam, dokter harus memberikan pelayanan kepada pasien kritis terlebih dahulu. Dokter
juga harus memberikan kontribusi yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Dalam memberikan
pelayanan, dokter harus memberikan sesuai dengan keadaan ekonomi pasien.
1. Pasien dengan tuberkulosis paru biasanya akan mengalami beban psikososial atau stess
sehingga pasien menyembunyikan penyakitnya, yang mengakibatkan banyak kasus TB yang
tidak terdeteksi. Seorang dokter sebaiknya memberikan promotif tentang tuberkulosis,
karena penyakit tuberkulosis dapat disembuhkan.
Pada kasus ini tugas dokter harus sesuai dengan :
a) Kaidah Dasar Bioetika Nonmaleficence Nomor 11 yaitu memberi semangat hidup.
Karena dengan memberi semangat hidup pada penderita, maka penderita tidak
menyembunyikan penyakitnya.
b) Kaidah Dasar Bioetika Nonmaleficence nomor 12 yaitu melindungi pasien dari
serangan. Karena jika pasien terus menerus menyembunyikan penyakitnya maka akan
menyebabkan prognosis yang tidak baik untuk pasien.
c) KODEKI pasal 8 yaitu dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus
mengutamakan kepentingan masyarakan dan memperhatikan semua aspek pelayanan
kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) serta berusaha
menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenernya. Pasal ini berguna agar
masyarakat mengetahui apa itu penyakit tuberculosis.
2. Pasien tuberkulosis paru mengalami batuk berdarah dengan tiba-tiba dan merupakan penyakit
menular. Sebagai seorang dokter tidak boleh membedakan pelayanan pasien dan menjaga
kelompok yang rentan.
Sesuai dengan :
a) Kaidah Dasar Bioetik Justice no 3 yaitu memberi kesempatan yamg sama terhadap
pribadi dalam posisi yang sama.
b)Kaidah Dasar Bioetik Justice no 7 yaitu menjaga kelompok yang rentan.
c)Kaidah Dasar Bioetik Justice no 10 yaitu memberikan kontribusi yang relatif sama
dengan kebutuhan pasien.
d) Kaidah Dasar Bioetik Justice no 15 yaitu menghormati hak populasi yang sama-sama
rentan penyakit atau gangguan kesehatan.
e) Kaidah Dasar Bioetik Justice no 16 yaitu tidak membedakan pelayanan pasien atas
dasar SARA, status sosial, dll.
3. Seorang dokter harus berperan dalam mengingatkan upaya peningkatan keteraturan
pengobatan pada pasien TB Paru . Upaya ini diharapkan agar tidak terjadi kegagalan dalam
pengobatan yang berakibat dalam timbulnya resistensi terhadap obat dan sumber penularan aktif.
Sesuai dengan :
a) Kaidah Dasar Bioetik Beneficence no 4 yaitu mengusahakan agar kebaikan atau
manfaatnya lebih banyak dibandingkan dengan keburukannya.
b) Kaidah Dasar Bioetik Beneficence no 9 yaitu meminimalisasi akibat buruk.
c) Kaidah Dasar Bioetik Nonmaleficence no 8 yaitu mencegah pasien dari bahaya.
d) Kaidah Dasar Bioetik Justice no 11 yaitu meminta partisipasi pasien sesuai dengan
kemampuannya.
4. Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit menular, sehingga sebagai seorang dokter
harus ikut berperan dalam pelayanan kesehatan berupa promotif dan preventif untuk mencegah
meluasnya penyebaran tuberkulosis. Dokter sebaiknya memberi informasi kepada penderita
tuberkulosis untuk menggunakan masker, agar dahak tidak menyebar luas.
Sesuai dengan :
a) KODEKI Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus mengutamakan kepentingan
masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh
(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) serta berusaha menjadi pendidik dan
pengabdi masyarakat yang sebenarnya.
b) Kaidah Dasar Bioetika Justice Nomor 15
Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan kesehatan.
c) Kaidah Dasar Bioetik Beneficence no 9 yaitu meminimalisasi akibat buruk.
ASPEK AGAMA, BUDAYA DAN SOSIAL
A. Aspek Agama
Islam
Islam tidak membiarkan manusia di alam ini terbelenggu dalam persoalan yang tidak dapat dipecahkan. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT berikut ini:
“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk dari yang baik”. (QS. Ali Imran: 179) arena itu, salah satu tujuan dari ajaran Islam ialah menghilangkan kemadharatan/bahaya (daf’u al-dharar) yang menimpa manusia baik bahaya yang mengancam fisik maupun psikis. Tujuannya adalah agar manusia dapat menjalankan tugasnya sebagai makhluk Allah SWT. -menyembah dan mengabdi kepada-Nya- di muka bumi ini dengan baik. Jika kondisi fisik atau Psikis seseorang tidak sehat tentu ia tidak akan dapat menunaikan tugas tersebut dengan baik. Karena itu, Islam sangat memperhatikan masalah kesehatan dan menganjurkan agar manusia menjaga kesehatan.Maka dari itu, ketika dunia dikejutkan dengan merebaknya penyakit tuberculosis atau TB yang disebabkan oleh kuman Mycrobacterium Tuberculosis, umat Islam berkewajiban untuk menanggulanginya agar penyakit ini tidak menyebar lebih luas lagi.
Melihat bahaya/madharat yang ditimbulkan penyakit TB sangat besar, yang tidak saja mengancam penderita tetapi juga orang-orang yang dekat dengan penderita bahkan anak-anak, maka jelas dalam Islam menanggulangi penyakit TB hukumnya wajib.
Hal ini sebagaimana hadist Nabi Muhammad SAW berikut:ضرار ال و الضرر
"Tidak boleh ada bahaya dan yang membahayakan”. (Maksudnya sesuatu yang dapat menimbulkan bahaya harus dihilangkan)Dari hadits di atas diketahui bahwa Islam memerintahkan kepada para pemeluknya agar senantiasa menghilangkan segala hal yang mengandung bahaya. Bahaya dalam artian ini sangat luas, bahkan termasuk di dalamnya ancaman penyakit TB. Penyakit TB dapat dikategorikan sebagai bahaya yang harus dihilangkan sebagaimana hadits ini, karena penyakit ini sudah terbukti membunuh jutaan orang dan berpotensi menular kepada jutaan orang lainnya.
penanggulangan penyakit ini juga merupakan kewajiban kaum muslim sebagaimana kewajiban untuk mencegah terjadinya kemungkaran. Hal ini sebagaimana seruan Allah SWT dalam firman-Nya berikut: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. (QS. Ali Imran: 104) Maka jelas dalam Islam, hukum pencegahan penyakit TB hukumnya wajib dan umat
Islam harus berpartisipasi dalam tindakan pencegahan penyakit TB dengan kemampuan masing-masing.
Berkaitan dengan penularan penyakit TB yang saat ini sudah sangat mengkhawatirkan, tidak saja menyerang orang-orang miskin tetapi juga orang kaya, baik di lingkungan yang kumuh maupun yang bersih, Islam telah memiliki konsep pencegahan yang konprehensip, yaitu konsep tentang kesehatan dan kebersihan. Sebagaimana diketahui bahwa penularan penyakit TB berkaitan dengan dua hal ini, yaitu cara hidup tidak sehat dan tidak bersih.Islam memandang kesehatan merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena itu Rasulullah menegaskan bahwa orang Islam yang kuat lebih baik dan lebih disenangi di mata Allah daripada orang mukmin yang lemah seperti diungkapan dalam hadis berikut:
الضعيف المؤمن من الله إلي وأحب خير القوي المؤمن“Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disenangi di mata Allah daripada orang mukmin yang lemah”. (HR. Muslim)Senada dengan hadis ini, ada pepatah Arab yang menyatakan:
السليم الجسم في السليم العقل“Akal yang sehat terdapat dalam jiwa yang sehat”.Mengingat pentingnya kesehatan sebagaimana diungkapkan dalam hadits di atas, maka menjaga kesehatan merupakan perintah wajib bagi setiap muslim. Karena dalam kaidah hukum Islam “perintah terhadap sesuatu juga berarti perintah untuk melaksanakan perantaranya” atau kaidah lain “perbuatan yang hanya dengan perbuatan itu suatu perintah wajib menjadi sempurna maka perbuatan tersebut hukumnya wajib”. Artinya jika membangun badan/fisik yang sehat merupakan perintah wajib, maka melakukan perbuatan untuk menjaga kesehatan hukumnya wajib pula.Ketika Islam memandang kesehatan merupakan faktor yang sangat penting, maka Islam juga memberikan petunjuk bagaimana hidup sehat. Di antara yang sangat ditekankan dalam Islam adalah faktor makanan. Islam menyuruh kaum muslim tidak memakan makanan kecuali makanan yang halal dan bergizi seperti dalam firman Allah berikut:
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik (bergizi) dari apa yang terdapat di bumi….”. (QS. Al-Baqarah: 168)Makanan yang halal dan bergizi akan membuat tubuh kuat dan tahan terhadap serangan penyakit. Dengan tubuh yang sehat dan kuat ini maka kemungkinan tertular penyakit TB menjadi kecil
Islam juga sangat menekankan kebersihan. Bahkan Allah SWT sangat menyintai orang-orang yang bersih sebagaimana dalam firman-Nya berikut:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”. (QS. Al-Baqarah: 222)
Dalam hadis Rasulullah SAW juga dinyatakan:النظيف اال الجنة يدخل ال فإنه فتنظفوا نظيف اإلسالم
“Islam itu bersih maka peliharalah kebersihan karena sesungguhnya tidak masuk surga kecuali orang-orang yang bersih”. (Al-Hadis)
Dua konsep Islam tentang kesehatan dan kebersihan di atas sangat tepat untuk pencegahan penyakit TB.Karena pencegahan penyakit TB memang harus dilakukan dengan dua sisi, yaitu sisi manusianya yang harus memiliki ketahanan tubuh yang kuat dan sisi kebersihan lingkungan yang menjadi media penularan penyakit TB.Dari sisi lingkungan sangat penting diperhatikan karena penularan penyakit TB melaui mediasi lingkungan yang tidak sehat.Seperti penderita TB yang meludah sembarangan, batuk tidak menutup mulut, menggunakan gelas minum secara sembarangan, dan lain-lain. Jika dikaitkan dengan konsep kebersihan dalam Islam, maka di samping orang yang tidak menderita TB harus menjaga kebersihan lingklungan, bagi penderita juga harus bisa menjaga diri tidak melakukan perbuatan yang bisa menularkan penyakitnya kepada orang lain, seperti meludah sembarangan, batuk tidak menutup mulut, dan lain sebagainya
Dari segi agama yang lain lebih ke arah pencegahan dan pengobatan secara umum :
Buddha
Pengobatan
Pada zaman sang Buddha gotama pengobatan sudah diperkenankan atau dianjurkan bagi para bhikkhu maupun bhikkhuni. Dalam vinaya pitaka terdapat peraturan-peraturan untuk bhikkhu yang akan menjalani operasi dan pemakaian obat-obatan yang dianjurkan oleh sang Buddha. Pengobatan pada zaman sang Buddha menggunakan pengobatan-pengobatan yang bersifat alami yaitu dari tanaman herbal dan terapi. Akan tetapi sesuai dengan perkembangannya pengobatan fisik terutama bagian-bagian organ dalam seperti, sakit jantung, ginjal, paru-paru dan lain sebagainya sudah tidak menggunakan tanaman-tanaman herbal lagi melainkan sudah menggunakan alat-alat medis yang lebih lengkap dan canggih.
Kristen
Pencegahan Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya, dalam
kesempurnaan. Allah menghendaki agar umat-Nya memiliki tubuh yang sehat (1 Tes.
5:23; 3 Yoh. 1:2). Bahkan Allah juga berinisiatif memberikan beberapa cara yang dapat kita gunakan untuk menjaga dan merawat tubuh kita agar tetap sehat
Alkitab juga mengungkapkan tentang kebersihan dan kesehatan lingkungan hidup, Ul 23:12-13, karantina, Im 12:1-4, makanan haram dan halal, dan lain-lain. Juga mengenai Kesembuhan Ilahi, yaitu kesembuhan yang dialami bukan karena pengobatan tetapi oleh penyataan kuasa Tuhan Allah.
Allah juga menetapkan pola olahraga – terbukti dengan adanya contoh olahraga (lari estafet) yang digunakan dalam pengertian rohani oleh Rasul Paulus menunjukkan bahwa olahraga menjadi bagian yang penting bagi kesehatan kita (2 Tim. 2:5).
Alkitab juga menyebutkan beberapa cara penyembuhan dan pemulihan dari penyakit. (a) Secara preventif – yaitu cara pencegahan dengan mengatur pola kerja,
istirahat, makan, dan olehraga; sebaiknya kontrol kesehatan minimal setahun sekali. (b) Secara kuratif – yaitu cara penyembuhan yang bisa diperoleh
melalui mukjizat (Mrk. 1:34), minum obat(Yer. 30:17), dan pengobatan medis (dulu tabib, sekarang dokter – Mat. 9:12).
SEBAB-SEBAB PENYAKIT
Alkitab menunjukkan istilah yang berbeda untuk penyakit, yaitu:
Perjanjian Lama (Ibrani),
khala, kholi dan makha-a, artinya dalam keadaan sakit akibat dari ketidakseimbangan tubuh sehingga mendapat infeksi -pasteurella pestis- atau tertular madweh, Ul 7:15, 28:61, dan davar, Maz 41:8, artinya masalah, yaitu masalah buruk itstsavon artinya kesakitan, Kej 3:16-17, hukuman, Kej 4:13
Perjanjian Baru (Yunani)
astheneia, berasal dari kata a = tidak/negatif; sthenos = kuat, artinya tidak kuat, lemah secara badani, orang yang dalam kondisi lemah, sakit. Kata kerjanya, astheno atau kakos ekhein kamno dan arrhostos, Yak 5:15, Mark 6:13, artinya tidak tegap malakia artinya nasib buruk nosema dan nosos artinya penyakit
Pengobatan
Kata tabib yang dipakai dalam Alkitab mengandung pengertian sama dengan dokter pada masa kini, Ibrani:Rafa/rapha, Kel 15:26; Yer 8:43, Yunani:iatros, Mark 5:26; Luk 4:23, 5:32, 8:43; Kol 4:14, Lukas sebagai tabib yang dikasihi.
Pengertian tabib ini berbeda dengan 2 Taw 16:12, yaitu tabib yang mempunyai roh sihir dan tidak layak disebut tabib; Ayb 13:4 tabib palsu. Pada masa lalu, selain tabib
juga dikenal orang-orang yang membantu pekerjaannya dalam menyembuhkan orang sakit.
B. Isu Etik
Ada beberpa faktor yang memengaruhi keberhasilan pengobatan danpenyembuhan penyakit Tuberkulosis diantaranya adalah : 1) faktor sarana yangmeliputi tersedianya obat yang cukup dan kontinyu, edukasi petugas kesehatan, danpemberian OAT yang adekuat 2) faktor penderita yang meliputi pengetahuan,kesadaran, dan tekad untuk sembuh, serta kebersihan diri, 3) faktor keluarga danlingkungan masyarakat (Permatasari, 2005).
Faktor keluarga dan masyarakat bisa muncul sebagai dukungan sosial yangpositif tetapi bisa juga timbul sebagai stigma terhadap penyakit dan pasienTuberkulosis. Kipp et al (2011) mendefinisikan stigma yang berkaitan denganmasalah kesehatan/penyakit sebagai proses sosial atau pengalaman pribadi yangditandai dengan pengucilan, penolakan, celaan, atau devaluasi karena adanyaanggapan sosial yang merugikan tentang individu tersebut maupun kelompok nyaberkaitan dengan masalah kesehatan tertentu.
Stigma yang berhubungan dengan penyakit berdampak negatif terhadappencegahan, prosedur pelayanan, dan kebijakan yang berkaitan dengan kesehatanpada penyakit tersebut (Cramm and Nieboer, 2011). Stigma kerap kali melekat padamasalah-masalah kesehatan, termasuk tuberkulosis. Alasan mengapa bisa munculstigma pada TB diantaranya, penularannya, pengetahuan yang kurang tepat akanpenyebabnya, perawatannya atau berhubungan dengan kelompok-kelompok marjinalseperti kemiskinan, ras minoritas, pekerja seks, tahanan penjara, dan orang yangterinfeksi HIV/AIDS ( Kipp et al, 2011).
Penelitian Anita S. Mathew dan Amol M. Takalkar (2007) pada masyarakatIndia, didapatkan bahwa pasien TB di India sering mendapatkan pengalaman adanyapenolakan dan isolasi sosial dari masyarakat. sehingga mitos dan stigma harusdihilangkan untuk mengontrol penyakit Tuberkulosis.
Disamping itu, menurut penelitian yang dilakukan oleh Tribowo TuahtaGinting dkk (2008) di RS persahabatan, Jakarta, pasien yang mengalami penyakitTuberkulosis tidak ingin orang lain mengetahui penyakitnya karena persepsi pasienterhadap kemungkinan perlakuan masyarakat bila mengetahui penyakit mereka.
Courtwright and Turner (2010), mengatakan bahwa stigma pada penyakittuberkulosis dapat menyebabkan keterlambatan pengobatan dan berdampak negatifterhadap kelangsungan berobat. Dampak negatif dalam kelangsungan berobat dapatmenyebabkan terputusnya pengobatan pada pasien tuberkulosis yang bisamenyebabkan tidak tuntasnya pengobatan.
Stigma adalah proses sosial atau pengalaman pribadi yang ditandaidengan pengucilan, penolakan, celaan, atau devaluasi karena adanya anggapan sosialyang merugikan tentang individu maupun kelompok dikarenakan masalah kesehatantertentu (Kipp et al, 2011).
Beberapa pasien tuberkulosis sering melaporkan adanya diskriminasi dariorang lain. Pengalaman ini disebabkan karena orang-orang merasa takut tertularpenyakit tersebut.
Courtwright and Turner (2010), mengatakan bahwa selain meningkatkanpengetahuan tentang penyakit tuberkulosis hal yang penting dalam mereduksi stigmaadalah dengan memberikan dukungan kepada orang yang distigma.
Meskipun telah dimiliki pengetahuan yang benar mengenaipenyakit kalau dukungan tidak diberikan dapat menyebabkan orang tua tidakmembawa anaknya berobat. Nilai dan sikap yang muncul dari internal individu yangberhubungan dengan perasaan malu, bersalah, dan penilaian dari orang lain bisaberubah jika kurangnya dukungan. Oleh karena itu, selain peningkatan pengetahuan mengenai penyakit adanya dukungan dari berbagai pihak terhadap orang tua dananaknya harus menjadi fokus perhatian.
Penyingkapan status penyakit memang menjadi masalah bagi pasien-pasientuberkulosis. Diketahuinya penyakit oleh orang lain merupakan masalah. Pandangannegatif yang muncul dimasyarakat mengenai penyakit Tuberkulosis dapatmenimbulkan diskriminasi terhadap pasien tuberkulosis. Orang akan melaranganaknya bermain dengan anak yang sakit tuberkulosis. Dengan demikian orang tuapenderita akan menyembunyikan status penyakit anaknya karena ditakutkan anaknyaminder. Dampak yang lebih dikhawatirkan adalah orang tua tidak membawa anaknyapergi berobat karena takut orang lain mengetahui penyakit anaknya.
Berbagai literatur menyebutkan bahwa stigma dapat menyebabkanketerlambatan penanganan, tertundanya pengobatan dan ketidakteraturan pengobatan.Hal ini yang diperkirakan menjadi alasan adanya korelasi antara stigma dengantingginya angka morbiditas dan mortalitas penyakit tuberkulosis. Ketidak teraturandalam dalam berobat bisa menyebabkan Multi Drugs Resistence. Penelitian diAmerika Serikat menunjukan bahwa MDR menyebabkan kematian yang lebih cepat.Sebanyak 70-90 % pasien meninggal hanya dalam waktu empat sampai dengan enambelas minggu.
Brakel (2005) menyebutkan bahwa stigma dapat menyebabkanstress psikologis, depresi, ketakutan, masalah dalam pernikahan, masalah dalampekerjaan dan menambah parahnya kondisi penyakit.
C. Aspek Budaya
Penyakit tuberkulosis (TB Paru) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
di Indonesia.Pandangan masyarakat terhadap penyakit TB paru dilatarbelakangi oleh
beberapa hal yaitu kondisi ekonomi, tingkat pendidikan masyarakat, kebiasaan/adat
istiadat dan kepercayaan serta stigma sosial.
Pada masyarakat dengan tingkat pendidikan yang relative rendah, pengetahuan terhadap
penyakit TB Paru juga terbatas.Hal ini tampak dari persepsi masyarakat terhadap penyakit TB
Paru, dimana sebagian masyarakat masih beranggapan bahwa penyakit TB Paru adalah penyakit
keturunan, memalukan dan dianggap tabu oleh masyarakat. Kondisi ini menyebabkan sebagian
masyarakat malu untuk memeriksakan kesehatan atau penyakitnya ke pelayanan kesehatan, dan
cenderung memilih pengobatan tradisional, seperti ke dukun kampung.Sebagian masyarakat juga
beranggapan bahwa penyakit TB Paru atau batuk darah adalah karena perbuatan manusia atau
setan.
Kondisi ekonomi masyarakat mempengaruhi masyarakat dalam pemilihan pengobatan
TB Paru.Sebagian besar masyarakat biasanya cenderung untuk membeli obat warung ketika
merasakan adanya gejala batuk, sedangkan sebagian lagi lang sung berobat dan mempercayakan
kesembuhannya pada tenaga kesehatan. Alasan mereka membeli obat warung karena masih
tergolong penyakit ringan, dan memilih ke puskesmas karena gejala batuknya sudah termasuk
penyakit berbahaya, menular, dan hanya bisa disembuhkan melalui pengobatan medis dengan
melakukan pengobatan/minum obat selama jangka waktu 6 bulan.Sedangkan sebagian kecil
lainnya mempercayakan kesembuhannya melalui bantuan tenaga pengobat tradisional, karena
mereka beranggapan bahwa penyakit batuk/TBC tersebut hanya bisa dan cepat disembuhkan
melalui pengobatan tradisional karena penyakit tersebut berkaitan dengan kekuatan ghaib.
Kondisi seperti ini antara lain dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya karena kebiasaan
keluarga yang turun temurun, dan keyakinan mereka kepada pengobat tradisional karena
pelayanan yang diberikan oleh tenaga pengobat tradisional lebih bersifat kekeluargaan.
ASPEK SOSIAL
Sampai saat ini masih ada anggapan yang berkembang di masyarakat bahwa penyakit TB
(tuberculosis) adalah penyakit keturunan atau penyakit kutukan yang mengakibatkan banyak
penderita TB tidak mau berobat karena malu bahkan keluarga cenderung menutup-nutupi
keadaan penyakit yang diderita salah satu anggota keluarganya. Anggapan-anggapan seperti ini
di sisi lain justru menyababkan sulitnya penggulangan penyakit Tb. Stigma-stigma yang masih
tumbuh di masyarakat walaupun tidak separah stigma pada pasien HIV biasanya menyebabkan
penderita TB mengalami tekan atau stress.
Ketika seseorang didiagnosis terkena penyakit tuberculosis,keadaan tersebut merupakan
salah satu yang dapat menyebabkan stress sehingga dapat menimbulkan ketakutan yang
berlebihan ketika pasien menyadari bahwa kehidupan dan aktivitasnya mungkin terbatasi oleh
penyakit yang dialaminya. Perubahan fisik yang mungkin terjadi, hilangnya pendapatan dalam
kaitan dengan pembatasan pekerjaan atau ketergantungan akan bantuan dari keluarga dan para
teman sering mempengaruhi keadaan psikologis pasien-pasien TB. Penderita TB akan
mengalami stress yang cukup berat sehingga selain diperlukan pengobatan secara medis,juga
diperlukan dukungan sosial dari keluarga maupun orang di sekitarnya.
Dukungan sosial yang diberikan dapat terdiri dari informasi atau nasihat verbal dan atau
noverbal,bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena
kehadiran orang-orang terdekat seperti keluarga ataupun petugas-petugas kesehatan mempunyai
manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima. Ada lima bentuk dukungan sosial
terhadapt pasien TB :
1. Dukungan emosional
Yaitu semua hal yang mencakup ungkapan,kepedulian,dan perhatian terhadap orang yang
menderita penyakit TB,misalnya pengawas minum obat ikut berempati atas rasa sakit
yang diderita oleh pasien,juga ikut peduli jika ada keluhan yang dirasakan.
2. Dukungan penghargaan
Yaitu ungkapan hormat (penghargaan) positif untuk penderita, dorongan untuk maju atau
persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan positif antara
penderita dengan orang lain
3. Dukungan instrumental
Yaitu dukungan yang dapat berupa dukungan langsung yang berupa dukungan
materi,misalnya memberi pinjaman atau member uang secara sukarela kepada penderita
TB jika penderita memerlukan bantuan uang untuk biaya transportasi berobat atau
menolong dengan mengambilkan obat ke puskesmas pada waktu yang diperlukan.
4. Dukungan informasi
Yaitu dukungan yang diberikan berupa informasi pengetahuan tentang penyakit
Tb,nasihat jika penderita mengalami stress karena efek samping obat atau petunjuk saran
dan umpan balik
5. Dukungan jaringan
Yaitu mempunyai rasa menjadi bagian dari kelompok dalam group yang saling tertarik
dalam berbagai kegiantan sosial,dalam hal ini yang dimaksud adalah jaringan antara
penderita TB, Pengawas minum obat, dan petugas kesehatan terutama selama menjalani
pengobatan selama kurang lebih 6 bulan
BAB 3
A.Kesimpulan
a. Aspek Agama
Semua agama mengajarkan untuk tidak membedakan manusia satu dengan manusia lainnya karena mempunyai suatu penyakit. Tetapi tuhan membedakan manusia berdasarkan tingkat ketakwaannya.
b. Aspek Budaya
Banyak masyarakat masih menganggap penyakit TB adalah penyakit keturunan, memalukan dan dianggap tabu oleh masyarakat. Kondisi ini menyebabkan sebagian masyarakat malu untuk memeriksakan kesehatan atau penyakitnya ke pelayanan kesehatan.
c. Aspek Sosial
Banyak orang-orang di sekitar penderita penyakit TB menjahui penderita bukan memberikan semangat. Sehingga penderita TB semakin tertekan dan stress.
B.Saran
Untuk semua masyarakat yang tinggal di sekitar orang yang menderita penuakit TB seharusnya memberikan dukungan moril kepada penderita TB agar mereka mempunyai semangat hidup yang lebih dan semangat untuk sembuh dari penyakit TB.
DAFTAR PUSTAKAThomas R.(2013) 'Principles of Bioethics' Availabel from http://depts.washington.edu/bioethx/tools/princpl.html#prin1 (Accessed 4 Oktober 2013)
Green, Ben (2001) 'Four Bioethical Principles' Availabel from http://priory.com/ethics.htm#Ethical (Accessed 4 Oktober 2013)
Chang, William. 2009. Bioetika : Sebuah Pengantar. Yogyakarta :Kanisius. Hal 13-16.
Hanafiah, M.Jusuf, Amri Amir. 2 ryal Basbeth. 2011. Bioetika : Isu & Dilema. Jakarta : Pensil-324. Hal 21-23.
Saputra, Armada. (2012)'Pandangan Buddhisme, mengenai pengobatan dan etika' http://vatihin.blogspot.com/2012/05/pandangan-buddhisme-mengenai-pengobatan.html (Accessed 3 Oktober 2013)
Nafis, Cholil H.M. (2007) 'Penanggulangan TB Perspektif Islam' http://nafisinstitute.blogspot.com/2007/12/penanggulangan-tb-perspektif-islam.html (Accessed 3 Oktober 2013)
Ronald, Basten. (2011) 'Pengobatan Medis Dalam Pandangan Kristen' http://basten-ronald.blogspot.com/ (Accessed 3 Oktober 2013)009. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan. Jakarta: EGC. Hal 3-4.
Sachrowardi, Qomariyah S., Fer