Post on 09-Dec-2015
description
RENCANA KEGIATAN MINGGUAN,
LAPORAN PENDAHULUAN,
DAN LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN
ASFIKSIA
Periode : 17 – 22 Agustus 2015
Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen
Pediatri
di Ruang Edelweis RSUD Ngudi Waluyo Wlingi
Oleh :
ANGGRAENI CITRA S.
NIM. 105070200131007
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015
ASFIKSIA
1. PENGERTIAN
Asfiksia neonaturum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat
bernapas spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer,2005).
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bagi bayi baru lahir yang gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir sehingga dapat
menurunkan O2 dan mungkin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk
dalam kehidupan lebih lanjut. Adanya perubahan pertukaran gas dan transport
O2 selama kehamilan dan persalinan mempengaruhi oksigenasi sel-sel tubuh
mengakibatkan terjadinya gangguan fungsi sel.
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan Dokter Anak
Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir
atau beberapa saat setelah lahir (Prambudi, 2013).
Menurut AAP asfiksia adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh
kurangnya O2 pada udara respirasi, yang ditandai dengan:
1. Asidosis (pH <7,0) pada darah arteri umbilikalis
2. Nilai APGAR setelah menit ke-5 tetep 0-3
3. Menifestasi neurologis (kejang, hipotoni, koma atau hipoksik iskemia
ensefalopati)
4. Gangguan multiorgan sistem.
(Prambudi, 2013).
2. KLASIFIKASI
Menurut Mochtar (2008), klasifikasi klinis asfiksia dibagi dalam 2 macam, yaitu
sebagai berikut :
a) Asfiksia Livida yaitu asfiksia yang memiliki ciri meliputi warna kulit kebiru-
biruan, tonus otot masih baik, reaksi rangsangan masih positif, bunyi jantung
reguler, prognosis lebih baik.
b) Asfiksia Pallida yakni asfiksia dengan ciri meliputi warna kulit pucat,
tonus otot sudah kurang, tidak ada reaksi rangsangan, bunyi jantung
irreguler, prognosis jelek.
Berikut ini adalah tabel APGAR score untuk menentukan Asfiksia (Ghai,
2010).
Menurut Mochtar (2008) setiap bayi baru lahir dievaluasi dengan nilai
APGAR, tabel tersebut di atas dapat digunakan untuk menentukan tingkat
atau derajat asfiksia, apakah ringan, sedang, atau asfiksia berat dengan
klasifikasi sebagai berikut:
1) Asfiksia berat (nilai Apgar 0-3)
Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian oksigen
terkendali. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung
100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan terkadang pucat, refleks
iritabilitas tidak ada.
2) Asfiksia sedang (nilai Apgar 4-6)
Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat
bernapas kembali. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung lebih
dari 100X/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, refleks iritabilitas
tidak ada.
3) Bayi normal atau sedikit asfiksia (nilai Apgar 7-10)
Bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
3. FAKTOR RESIKO
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya
asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya:
1) Faktor Ibu
a. Umur Ibu
Umur, tinggi badan dan berat badan wanita merupakan faktor risiko
kehamilan. Wanita yang berumur 15 tahun atau lebih muda meningkatkan
risiko preeklamsi (sebuah tipe tekanan darah tinggi yang berkembang
selama kehamilan). Wanita yang berumur 35 tahun atau lebih
meningkat risikonya dalam masalah-masalah seperti tekanan darah
tinggi, gestasional diabetes (diabetes yang berkembang pada saat
kehamilan) dan komplikasi selama kehamilan (Bobak, 2005). Pada umur
kurang dari 20 tahun, organ-organ reproduksi belum berfungsi dengan
sempurna, sehingga bila terjadi kehamilan dan persalinan akan mudah
mengalami komplikasi. Selain itu, kekuatan otot-otot perineum dan otot-
otot perut belum bekerja secara optimal (Saifuddin, 2006).
b. Hipertensi pada Kehamilan
c. Pendarahan antepartum
Perdarahan antepartum merupakan perdarahan pada kehamilan di atas
22 minggu hingga menjelang persalinan yaitu sebelum bayi
dilahirkan. Komplikasi utama dari perdarahan antepartum adalah
perdarahan yang menyebabkan anemia dan syok yang menyebabkan
keadaan ibu semakin jelek. Keadaan ini yang menyebabkan gangguan ke
plasenta yang mengakibatkan anemia pada janin bahkan terjadi syok
intrauterin yang mengakibatkan kematian janin intrauterine. Bila janin
dapat diselamatkan, dapat terjadi berat badan lahir rendah, sindrom gagal
napas dan komplikasi asfiksia (Wiknjosastro, 2005).
d. Solusio Plasenta
Terlepasnya sebagian atau seluruh plasenta, pada lokalisasi yang
normal, sebelum janin lahir pada umur kehamilan 20 minggu atau lebih.
Atau terlepasnya plasenta pada fungus/korpus uteri sebelum janin
lahir. Pasien yang mengalami resiko tinggi adalah kehamilan tua,
multiparitas, hipertensi, eklamsi, preklamsi dan perokok. Komplikasi
pada solusio plasenta biasanya adalah berhubungan dengan
banyaknya darah yang hilang, infeksi, syok neurogenik oleh karena
kesakitan, gangguan pembekuan darah dan gagal ginjal akut. Pada
janin akan terjadi asfiksi, prematur, infeksi dan berat badan lahir
rendah (Farrer, 2001).
2) Faktor plasenta
Plasenta merupakan akar janin untuk menghisap nutrisi dari ibu dalam
bentuk O2, asam amino, vitamin, mineral dan zat lain dan membuang sisa
metabolisme janin dan O2. Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi
oleh luas kondisi plasenta. Gangguan pertukaran gas di plasenta yang akan
menyebabkan asfiksia janin. Fungsi plasenta akan berkurang sehingga tidak
mampu memenuhi kebutuhan O2 dan memberikan nutrisi pada metabolisme
janin. Asfiksia janin terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta.
Kemampuan untuk transportasi O2 dan membuang CO2 tidak cukup
sehingga metabolisme janin berubah menjadi anaerob dan akhirnya asidosis
dan PH darah turun (Mochtar, 2008). Dapat terjadi pada situasi :
- Lilitan tali pusat
- Tali pusat pendek
- Simpul tali pusat
- Prolapsus tali pusat
3) Faktor Bayi
a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
WHO (2001) menyebutkan bahwa usia hamil sebagai kriteria untuk bayi
prematur adalah yang lahir sebelum 37 minggu dengan berat lahir di
bawah 2500 gram. Bayi lahir kurang bulan mempunyai organ dan alat-alat
tubuh yang belum berfungsi normal untuk bertahan hidup diluar rahim.
Makin muda umur kehamilan, fungsi organ tubuh bayi makin kurang
sempurna, prognosis juga semakin buruk. Karena masih belum
berfungsinya organ-organ tubuh secara sempurna seperti sistem
pernafasan maka terjadilah asfiksia.
b. Berat Bayi Lahir (BBL)
c. Kelainan bawaan (kongenital), misalnya hernia diafragmatika,
asfiksia/stenosis pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan). Janin yang
mengalami hipoksia atau gangguan suplai oksigen dapat menyebabkan
meningkatnya gerakan usus sehingga mekonium (tinja janin) akan
dikeluarkan dari dalam usus ke dalam cairan ketuban yang mengelilingi
bayi di dalam rahim. Mekonium ini kemudian bercampur dengan air
ketuban dan membuat ketuban berwarna hijau dan kekentalan yang
bervariasi.
4) Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa
hal, yaitu:
a. Pemakaian obat analgesi/ anastesi yang berlebihan sehingga ibu
secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan
janin.
b. Trauma persalinan, misalnya perdarahan intrakranial.
4. PATOFISIOLOGI
Pernapasan spontan bayi baru lahir tergantung pada keadaan janin
pada masa hamil dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan
asfiksia ringan yang bersifat sementara. Proses ini sangat perlu untuk merangsang
hemoreseptor pusat pernapasan untuk terjadinya usaha pernapasan yang
pertama yang kemudian akan berlanjut menjadi pernapasan yang teratur. Pada
penderita asfiksia berat usaha napas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya dalam
periode apneu. Pada tingkat ini di samping penurunan frekuensi denyut jantung
(bradikardi) ditemukan pula penurunan tekanan darah dan bayi nampak lemas
(flasid). Pada asfiksia berat bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak
menunjukan upaya bernapas secara spontan. Pada tingkat pertama gangguan
pertukaran gas/transpot O2 (menurunnya tekanan O2 darah) mungkin hanya
menimbulkan asidosis respiratorik, tetapi bila gangguan berlanjut maka akan
terjadi metabolisme anaerob dalam tubuh bayi sehingga terjadi asidosis metabolik,
selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler. Asidosis dan gangguan
kardiovaskuler dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel-sel otak, dimana
kerusakan sel-sel otak ini dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa (squele)
(Depkes RI, 2005).
5. MANIFESTASI KLINIS
Asfiksia biasanya merupakan akibat hipoksia janin yang menimbulkan
tanda-tanda klinis pada janin atau bayi berikut ini:
a) DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur.
b) Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala.
c) Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot, dan organ
lain
d) Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen
e) Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen
pada otot-otot jantung atau sel-sel otak.
f) Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung,
kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke
plasenta sebelum dan selama proses persalinan.
g) Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru
atau nafas tidak teratur/megap-megap.
h) Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen di dalam darah.
i) Penurunan terhadap spinkter
j) Pucat
(Depkes RI, 2007)
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Palpasi : kepala teraba di fundus, bagian bawah bokong dan punggung di kiri
atau kanan.
2) Auskultasi: Denyut Jantung Janin (DJJ) paling jelas terdengar pada
tempat yang lebih tinggi dari pusat.
3) Pemeriksaan dalam: dapat diraba os sakrum, tuber ischii, dan anus,
kadang-kadang kaki.
4) Pemeriksaan abdomen: perasat Leopold I – IV
5) USG: USG idealnya digunakan untuk memastikan perkiraan klinis presentasi
bokong dan, bila mungkin, untuk mendeteksi anomali janin.
6) Foto sinar-X (rontgen) : bayangan kepala di fundus.
(Manuaba, 2007)
7. PENATALAKSANAAN
Asfiksia bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia/hipoksia janin.
Resusitasi dapat dilihat dari berat ringannya derajat asfiksia, yaitu dengan cara
menghitung nilai APGAR (Novita, 2011).
Menurut Novita (2011), prinsip melakukan tindakan resusitasi yang perlu
diingat adalah :
a. Memberikan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran
pernapasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernapasan, yaitu
agar oksigen dan pengeluaran CO2 berjalan lancar.
b. Memberikan bantuan pernapasan secara aktif pada bayi yang menunjukan
usaha pernapasan lemah.
c. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi.
d. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik.
Menurut Ilyas (2004), alat-alat resusitasi yang perlu dipersiapkan meliputi
sebagai berikut :
a. Meja resusitasi dengan kemiringan kurang dari 10 derajat.
b. Guling kecil untuk menyangga/ekstensi
c. Lampu untuk memanaskan badan bayi
d. Penghisap slim
e. Oksigen
f. Spuit ukuran 2,5 cc atau 10 cc
g. Penlon back atau penlon masker
h. ETT (endo trakheal tube)
i. Laringoskop
j. Obat-obatan (natrium bikarbonat 7,5% (meylon), dekstrose 40%, kalsium
glukonas, dekstrose 5%, dan infus set).
Menurut Novita (2011), resusitasi dilakukan sesuai dengan derajat asfiksia.
Penatalaksanaan penanganan bayi dengan asfiksia bertujuan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup dan membatasi gejala sisa.
a. Asfiksia ringan-bayi normal (skor apgar 7-10)
Tidak memerlukan tindakan yang istimewa, seperti pemberian lingkungan
suhu yang baik pada bayi, pembersihan jalan napas bagian atas dari
lendir dan sisa-sisa darah, jika diperlukan memberikan rangsangan,
selanjutnya observasi suhu tubuh, apabila cenderung turun untuk sementara
waktu dapat dimasukan kedalam inkubator.
b. Asfiksia sedang (skor apgar 4-6)
Menerima bayi dengan kain yang telah dihangatkan, kemudian
membersihkan jalan nafas. Melakukan stimulasi agar timbul refleks
pernapasan. Bila dalam 30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan,
ventilasi aktif harus segera dimulai.Ventilasi yang aktif yang sederhana
dapat dilakukan secara ‘frog brething’. Cara tersebut dikerjakan dengan
meletakan kateter O2 intranasal dan O2 dialirkan dengan 1-2 liter/menit.
Agar saluran napas bebas, bayi diletakan dalam posisi dorsofleksi kepala.
Apabila belum berhasil maka lakukan tindakan rangsangan pernapasan
dengan menepuk-nepuk telapak kaki, bila tidak berhasil juga maka
pasang penlon masker kemudian di pompa 60x/menit. Bila bayi sudah
mulai bernafas tetapi masih sianosis, berikan kolaborasi terapi natrium
bikarbonat 7,5% dengan dosis 2-4 cc/kg berat badan bersama dektrose
40% sebanyak 1-2 cc/kg berat badan dan diberikan melalui umbilikalis.
c. Asfiksia berat (skor apgar 0-3)
Menerima bayi dengan kain hangat, kemudian membersihkan jalan nafas
sambil memompa jalan nafas dengan ambu bag. Berikan oksigen 4-5
liter/menit. Apabila tidak berhasil biasanya dipasang ETT (endo tracheal
tube), selanjutnya bersihkan jalan nafas melalui lubang ETT. Bila bayi
bernafas namun masih sianosis maka berikan tindakan kolaborasi berupa
natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc dan dektrose 40% sebanyak 4cc.
Bila asfiksia berkelanjutan, maka bayi masuk ICU dan infus terlebih
dahulu.
INTERVENSI
No.Diagnosa Keperawatan
dan TujuanIntervensi Rasional
1. Bersihan jalan nafas tidak
efektif b.d produksi
mukus banyak
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan, bersihan
jalan nafas kembali
efektif.
Dengan kriteria hasil :
a. Tidak menunjukkan
demam
b. Tidak menunjukkan
cemas
c. Rata-rata repirasi
dalam batas normal
d. Pengeluaran sputum
melalui jalan nafas
e. Tidak ada suara nafas
tambahan
f. Mudah dalam
bernafas.
g. Tidak menunjukkan
kegelisahan.
h. Tidak adanya
sianosis.
i. PaCO2 dalam batas
normal.
j. PaO2 dalam batas
normal.
k. Keseimbangan perfusi
ventilasi
1. Tentukan
kebutuhan oral/
suction tracheal.
2. Auskultasi suara
nafas sebelum
dan sesudah
suction.
3. Beritahu
keluarga tentang
suction.
4. Bersihkan
daerah bagian
tracheal setelah
suction selesai
dilakukan.
5. Monitor status
oksigen pasien,
status
hemodinamik
segera sebelum,
selama dan
sesudah suction
1. Untuk memungkinkan
reoksigenasi.
2. Pernapasan bising, ronki
dan mengi menunjukkan
tertahannya secret.
3. Membantu memberikan
informasi yang benar
pada keluarga.
4. Mencegah
obstruksi/aspirasi.
5. Membantu untuk
mengidentifikasi
perbedaan status oksigen
sebelum dan sesudah
suction.
2. Pola nafas tidak efektif
b.d hipoventilasi/
hiperventilasi
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama
proses keperawatan
diharapkan pola nafas
menjadi efektif
Kriteria hasil :
a. Pasien menunjukkan
pola nafas yang
efektif
b. Ekspansi dada
simetris
c. Tidak ada bunyi nafas
tambahan
d. Kecepatan dan irama
respirasi dalam batas
normal
1. Pertahankan
kepatenan jalan
nafas dengan
melakukan
pengisapan
lender
2. Auskultasi jalan
nafas untuk
mengetahui
adanya
penurunan
ventilasi
3. Berikan
oksigenasi
sesuai
kebutuhan
1. Untuk menghilangkan
mucus yang terakumulasi
dari nasofaring, tracea.
2. Bunyi nafas menurun/tak
ada bila jalan nafas
obstruksi sekunder. Ronki
dan mengi menyertai
obstruksi jalan nafas
/kegagalan pernafasan.
3. Memaksimalkan bernafas
dan menurunkan kerja
nafas.
3. Kerusakan pertukaran
gas b.d
ketidakseimbangan
perfusi ventilasi
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama
proses keperawatan
diharapkan pertukaran
gas teratasi
Kriteria hasil :
a. Tidak sesak nafas
b. Fungsi paru dalam
batas normal
1. Kaji bunyi paru,
frekuensi nafas,
kedalaman
nafas dan
produksi sputum
2. Pantau saturasi
O2 dengan
oksimetri
1. Penurunan bunyi nafas
dapat menunjukkan
atelektasis. Ronki, mengi
menunjukkan akumulasi
secret/ketidakmampuan
untuk membersihkan jalan
nafas yang dapat
menimbulkan peningkatan
kerja pernafasan.
2. Penurunan kandungan
oksigen (PaO2) dan/atau
saturasi atau peningkatan
PaCO2 menunjukkan
kebutuhan untuk
intervensi/perubahan
3. Berikan oksigen
tambahan yang
sesuai.
program terapi.
3. Alat dalam memperbaiki
hipoksemia yang dapat
terjadi sekunder terhadap
penurunan
ventilasi/menurunnya
permukaan alveolar paru.
4. Risiko cedera b.d anomali
kongenital tidak terdeteksi
atau tidak teratasi
pemajanan pada agen-
agen infeksius
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama
proses keperawatan
diharapkan risiko cidera
dapat dicegah
Kriteria hasil :
a. Bebas dari cidera/
komplikasi
b. Mendeskripsikan
aktivitas yang tepat
dari level
perkembangan anak
c. Mendeskripsikan
teknik pertolongan
pertama
1. Cuci tangan
setiap sebelum
dan sesudah
merawat bayi
2. Pakai sarung
tangan steril
3. Lakukan
pengkajian fisik
secara rutin
terhadap bayi
baru lahir,
perhatikan
pembuluh darah
tali pusat dan
adanya anomali
4. Ajarkan
keluarga tentang
tanda dan gejala
infeksi dan
melaporkannya
pada pemberi
pelayanan
kesehatan
5. Berikan agen
imunisasi sesuai
indikasi
1. Mengurangi kontaminasi
silang.
2. Mencegah penyebaran
infeksi/kontaminasi silang.
3. Untuk mengetahui apakah
ada kelainan pada bayi.
4. Membantu keluarga untuk
mendapatkan pendidikan
dan pengetahuan yang
benar tentang tanda dan
gejala infeksi begitu juga
dengan penanganan yang
benar.
5. Membantu memberi
kekebalan anak terhadap
agen infeksi.
(imunoglobulin
hepatitis B dari
vaksin hepatitis
B bila serum ibu
mengandung
antigen
permukaan
hepatitis B (Hbs
Ag), antigen inti
hepatitis B (Hbs
Ag) atau antigen
E (Hbe Ag).
5. Risiko
ketidakseimbangan suhu
tubuh b.d kurangnya
suplai O2 dalam darah
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama
proses keperawatan
diharapkan suhu tubuh
normal
Kriteria hasil :
a. Temperatur badan
dalam batas normal
b. Tidak terjadi distress
pernafasan
c. Tidak gelisah
d. Perubahan warna kulit
e. Bilirubin dalam batas
normal
1. Hindarkan
pasien dari
kedinginan dan
tempatkan pada
lingkungan yang
hangat.
2. Monitor
temperatur dan
warna kulit.
3. Monitor TTV.
4. Jaga temperatur
suhu tubuh bayi
agar tetap
hangat.
5. Tempatkan BBL
pada inkubator
bila perlu.
1. Menghindari terjadinya
hipitermia.
2. Mengetahui terjadinya
hipotermi.
3. Perubahan tanda-tanda
vital yang signifikan akan
mempengaruhi proses
regulasi ataupun
metabolisme dalam tubuh.
4. Menghindari terjadinya
hipitermia.
5. Mambantu BBL tetap
berada pada keadaan
yang sesuai dengan
keadaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Fatkhiyah. 2008. Hubungan Antara Persalinan Ketuban Pecah Dini dengan Kejadian
Asfiksia Neonatorum di RSUD Dr. Soeselo Kabupaten Tegal. STIKES Bhamada
Slawi
Prawirohardjo, Sarwono (2001), PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL DAN
NEONATAL, JNPKKR-POGI , Edisi 4, Jakarta.
Prawirohardjo, Sarwono (2002), ILMU KEBIDANAN, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo, Edisi 3, Jakarta.
Carpenito, Linda Jual (2001), DIAGNOSA KEPERAWATAN, EGC, Jakarta.
Depkes, (2000), PELATIHAN ASUHAN BERSIH DAN AMAN, KANWIL DEPKES
PROP. JAWA TIMUR, Jakarta