Laringitis Tb

Post on 11-Feb-2016

234 views 0 download

description

Bagian THT-KL

Transcript of Laringitis Tb

LARINGITIS TB

Ferdian Eris Prianto110 209 0006Supervisior

Dr. Jane M Caroline, Sp. THT

PENDAHULUAN

Laringitis merupakan suatu proses inflamasi pada laring yang dapat terjadi baik akut, sub akut maupun kronik. Laringitis akut biasanya terjadi mendadak dan berlangsung dalam kurun waktu kurang lebih 3 minggu. Bila gejala telah lebih dari 3 minggu dinamakan laringitis sub akut. Bila gejala lebih dari kurang lebih 3 bulan dinamakan laringitis kronis.

Di Indonesia, belum terdapat publikasi data epidemiologi laringitis tuberkulosis yang mencakup skala nasional. Penelitian di RSUP Dr. Sarjito Yogyakarta menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 5 tahun (Januari 2000-Desember 2004) didapatkan 15 pasien dengan diagnosis laringitis tuberkulosis. Insidensi terbanyak adalah pada kelompok umur 60-69 tahun (30%).

ANATOMI

PENGERTIAN

Laringitis merupakan suatu proses inflamasi pada laring yang dapat terjadi, baik akut, sub akut maupun kronik. Laringitis akut biasanya terjadi mendadak dan berlangsung dalam kurun waktu kurang lebih 3 minggu.

Bila gejala lebih dari 3 bulan dinamakan laringitis kronis.

PEMBAGIAN LARINGITIS

Laringitis

Akut Kronik Kronik Spesifik

LARINGITIS TB

Laringitis tuberkulosis adalah proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring yang terjadi dalam jangka waktu lama yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosa.

ETIOLOGI

Hampir selalu disebabkan oleh

tuberkulosis paru.

Setelah diobati biasanya

tuberkulosis paru sembuh namun

laringitis tuberkulosisnya

menetap, karena struktur mukosa

laring sangat lekat pada kartilago

serta vaskularisasi tidak sebaik paru.

Infeksi laring oleh Mycobacterium

tuberculosa hampir selalu sebagai

komplikasi tuberkulosis paru

aktif, dan ini merupakan

penyakit granulomatosis

laring yang paling sering.

PATOGENESIS

Laringitis Tuberkulosis Primer : Terjadi jika ditemukan infeksi Mycobacterium tuberculosa pada laring, tanpa disertai adanya keterlibatan paru. Rute penyebaran adalah invasi langsung dari basil tuberkel melalui inhalasi.

Laringitis Tuberkulosis Sekunder : Terjadi jika ditemukan infeksi laring akibat Mycobacterium tuberculosa yang disertai adanya keterlibatan paru. Laringitis tuberkulosis sekunder merupakan komplikasi dari lesi tuberkulosis paru aktif.

GAMBARAN KLINIS

Stadium Infiltrasi

• Mukosa laring berwarna pucat• Terbentuk tuberkel pada daerah submukosa, bintik kebiruan, tuberkel membesar dan bersatu menyebabkan

mukosa diatasnya meregang• Pecah dan timbul ulkus

Stadium Ulserasi

• Ulkus dangkal, dasarnya ditutupi perkijuan, serta dirasakan sangat nyeri

Stadium Perikondritis

• Ulkus makin dalam, mengenai kartilago laring, terjadi kerusakan tulang rawan• Terbentuknya nanah yang berbau dan berlanjut terbentuknya sekuester

Stadium Fibrotuber

• Terbentuknya fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara dan subglotik

GEJALA KLINIS

Tergantung pada stadiumnya, disamping itu terdapat gejala sebagai berikut:

Rasa kering, panas, dan tertekan di daerah laring. Suara parau yang berlangsung berminggu-miggu,

sedangkan pada stadium lanjut dapat timbul afoni. Hemoptisis. Nyeri waktu menelan yang lebih hebat bila dibandingkan dengan

nyeri karena radang lainnya, merupakan tanda yang khas. Keadaan umum buruk.

LARINGOSKOP TB

Ulserasi Granuloma

Polyploid Nonspesifik

PEMERIKSAAN

FOTO THORAKS• Untuk melihat apabila terdapat

pembengkakan dan adanya gambaran tuberkulosis paru.

HISTOPATOLOGI• Mikroskopik:Epitel permukaan menebal dan

opaque, pembentukan granuloma, sel besar Langhans, serbukan sel radang menahun pada lapisan submukosa.

PENATALAKSANAAN

Terapi non medikamentosa :• Mengistirahatkan pita suara dengan cara pasien

tidak banyak berbicara. • Menghindari iritan yang memicu nyeri tenggorokan

atau batuk misalnya goreng-gorengan, makanan pedas.

• Konsumsi cairan yang banyak. • Berhenti merokok dan konsumsi alkohol.

PENATALAKSANAAN

Terapi Medikamentosa :

Obat Dosis harian (mg/kgbb/hari) Dosis 2x/minggu (mg/kgbb/hari) Dosis 3x/minggu (mg/kgbb/hari)

INH 5-15 (maks. 300 mg) 15-40 (maks. 900 mg) 15-40 (maks. 900 mg)

Rifampisin 10-20 (maks. 600 mg) 10-20 (maks. 600 mg) 15-20 (maks. 600 mg)

Pirazinamid 15-40 (maks. 2 g) 50-70 (maks. 4 g) 15-30 (maks. 3 g)

Etambutol 15-25 (maks. 2,5 g) 50 (maks. 2,5 g) 15-25 (maks. 2,5 g)

Streptomisin 15-40 (maks. 1 g) 25-40 (maks. 1,5 g) 25-40maks. 1,5 g)

PENATALAKSANAAN

Operatif :• Tindakan operatif dilakukan dengan tujuan untuk

pengangkatan sekuester. Trakeostomi diindikasikan bila terjadi obstruksi laring.

DIAGNOSIS BANDING

• Laringitis Luetika• Karsinoma Laring

PROGNOSIS

Tergantung pada keadaan sosial ekonomi pasien, kebiasaan hidup sehat serta ketekunan berobat. Bila diagnosa dapat ditegakkan pada stadium dini maka prognosisnya baik

TERIMA KASIH

REFRENSI

1. Yvette E Smulders, dkk. Laryngeal tuberculosis presenting as a supraglottic carcinoma: a case report and review of the literature. Smulders et al; licensee BioMed Central Ltd. 2009 [Diakses tanggal 28 April 2012]. Didapatkan dari: http://www.jmedicalcasereports.com/content/3/1/9288

2. Gupta, Summer K, Gregory N. Postma, Jamie A. Koufman. Laryngitis. Dalam: Bailey, Byron, Johnson, Jonas T. editor. Head & Neck Surgery – Otolaryngology, edisi ke-4. Newlands: Lippincott William & Wilkins; 2006. Hal 831-832. 

3. Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher: Disfonia. Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. Hal 231-234

4. Ballenger, J.J. Anatomy of the larynx. In : Diseases of the nose, throat, ear, head and neck. 13th ed. Philadelphia: Lea & Febiger; 1993.

5. Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran: Anatomi Laring. Edisi keenam. Jakarta: EGC; 2006. Hal 805-813.

6. Adam GL, Boies LR, Higler PA. Boies Buku Ajar Pentakit THT, Edisi keenam. Jakarta: EGC; 1999. Hal 369-377

7. Lee, K.J. Cancer of the Larynx. In; Essential Otolaryngology Head and Neck Surgery . Eight edition. Connecticut: McGraw-Hill; 2003. Hal 724-736, 747, 755-760.

8. Woodson, G.E. Upper airway anatomy and function. In : Byron J. Bailey. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. Third edition. Volume 1. Philadelphia: Lippincot Williams and Wilkins; 2001. Hal 479-486.

REFRENSI

9. Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Teggorok Kepala Leher : Kelainan Laring, Edisi keenam. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. Hal 238-241

10. Mansjoer A, Kapita Selekta Kedokteran, Laringitis, Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius; 2006. Hal 126-127

11. Probst, Rudolf, Gerhard Grevers, Heinrich Iro. Basic Otorhinolaryngology : Infectious Disease of Larynx and Trachea. New York: Thieme; 2006. Hal 354-361

12. Ballenger JJ, Penyakit Telinga Hidung, Tenggorok Kepala dan Leher, Penyakit Granulomatosis Kronik Laring, Edisi ketigabelas. Jakarta: Penerbit Binarupa Aksara; hal 547-558

13. Keyvan Kiakojuri, Mohammad Reza Hasanjani Roushan. Laryngeal tuberculosis without pulmonary involvement. Caspian J Intern Med 3(1): Winter 2012: 3(1): 397-399.

14. Mehndirattan, Anil, Pravin Bhatn, Lamartine D’Costa. Primary tuberculosis of Larynx. Ind J tub 1997. 44.211. Didapat dari: http://lrsitbrd.nic.in/IJTB/Year%201997/Octuber%201997/OCT1997%20J.pdf

15. Shin JE, Nam SY, Yoo SJ, Kim SY. Changing trends in clinical manifestations of laryngeal tuberculosis. Laryngoscope 2000; 110: 1950-1953s.

16. Baratawijdaja KG. Imunologi Dasar Edisi 7. Balai penerbit FK UI. Jakarta. 2006; h. 145, 170-173.