referat Laringitis akut

37
BAB I PENDAHULUAN Laryngitis akut merupakan penyakit yang umum pada anak- anak, mempunyai onset yang cepat dan biasanya sembuh sendiri. Bila laryngitis berlangsung lebih dari 3 minggu maka disebut laryngitis kronik. Laryngitis didefinisikan sebagai proses inflamasi yang melibatkan laring dan dapat disebabkan oleh berbagai proses baik infeksi maupun non-infeksi. Laryngitis sering juga disebut dengan “croup”. Dalam proses peradangannya laryngitis sering melibatkan saluran pernafasan di bawahnya yaitu trakea dan bronkus. Bila peradangan melibatkan laring dan trakea maka diagnosis spesifiknya disebut laringotrakeitis dan bila peradangan sampai ke bronkus maka diagnosis spesifiknya disebut laringotrakeobronkitis. 1 1

description

donce delss

Transcript of referat Laringitis akut

BAB I

PENDAHULUAN

Laryngitis akut merupakan penyakit yang umum pada anak-anak, mempunyai onset

yang cepat dan biasanya sembuh sendiri. Bila laryngitis berlangsung lebih dari 3 minggu

maka disebut laryngitis kronik. Laryngitis didefinisikan sebagai proses inflamasi yang

melibatkan laring dan dapat disebabkan oleh berbagai proses baik infeksi maupun non-

infeksi. Laryngitis sering juga disebut dengan “croup”. Dalam proses peradangannya

laryngitis sering melibatkan saluran pernafasan di bawahnya yaitu trakea dan bronkus. Bila

peradangan melibatkan laring dan trakea maka diagnosis spesifiknya disebut laringotrakeitis

dan bila peradangan sampai ke bronkus maka diagnosis spesifiknya disebut

laringotrakeobronkitis.1

1

BAB II

PEMBAHASAN

I. ANATOMI LARING

EMBRIOLOGI 2

Faring, laring, trakea dan paru merupakan derivat foregut embrional yang

terbentuk sekitar 18 hari setelah terjadi konsepsi. Tidak lama sesudahnya terbentuk alur

faring median yang berisi petunjuk-petunjuk pertama sistem pernafasan dan benih laring.

Sulkus atau alur laringotrakeal mulai nyata sekitar hari ke 21 kehidupan embrio. Perluasan

alur ke kaudal merupakan primaordial paru. Alur menjadi lebih dalam dan berbentuk kantung

dan kemudian menjadi dua lobus pada hari ke 27 atau 28. Bangian yang paling proksimal dari

tuba akan menjadi laring. Pembesaran aritenoid dan lamina epitelial dapat dikenali pada hari

ke 33. Sedangkan kartilago, otot, dan sebagian besar pita suara terbentuk dalam 3-4 minggu

berikutnya.

Hanya kartilago epiglotis yang tidak terbentuk hingga masa midfetal. Banyak

struktur merupakan derivat aparatus brankialis.

ANATOMI 2

Laring berada di depan dan sejajar dengan vetebre cervical 4 sampai 6, bagian atasnya

yang aka melanjutkan ke faring berbentuk seperti bentuk limas segitiga dan bagian bawahnya

yg akan melanjutkan ke trakea berbentuk seperti sirkular.

Laring dibentuk oleh sebuah tulang yaitu tulang hioid di bagian atas dan beberapa

tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf ‘U’, yang permukaan atasnya

dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan tengkorak oleh tendon dan otot-otot. Saat

menelan, konstraksi otot-otot (M.sternohioid dan M.Tirohioid) ini akan menyebabkan laring

2

tertarik ke atas, sedangkan bila laring diam, maka otot-otot ini bekerja untuk membantu

menggerakan lidah.

Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago tiroid, krikoid, aritenoid,

kornikulata, kuneiform, dan epiglotis. Kartilago tiroid, merupakan tulang rawan laring yang

terbesar, terdiri dari dua lamina yang bersatu di bagian depan dan mengembang ke arah

belakang. Tulang rawan ini berbentuk seperti kapal, bagian depannya mengalami penonjolan

membentuk “adam’s apple”  dan di dalam tulang rawan ini terdapat pita suara, dihubungkan

dengan kartilago krikoid oleh ligamentum krikotiroid.

Kartilago krikoid terbentuk dari kartilago hialin yang berada tepat dibawah kartilago

tiroid berbentuk seperti cincin signet, pada orang dewasa kartilago krikoid terletak setinggi

dengan vetebra C6 sampai C7 dan pada anak-anak setinggi vetebra C3 sampai C4. Kartilago

aritenoid mempunyai ukuran yang lebih kecil, bertanggung jawab untuk membuka dan

menutup laring, berbentuk seperti piramid, terdapat 2 buah (sepasang) yang terletak dekat

permukaan belakang laring dan membentuk sendi dengan kartilago krikoid, sendi ini disebut

artikulasi krikoaritenoid

Sepasang kartilago kornikulata atau bisa disebut kartilago santorini melekat pada

kartilago aritenoid di daerah apeks dan berada di dalam lipatan ariepiglotik. Sepasang

kartilago kuneiformis atau bisa disebut kartilago wrisberg terdapat di dalam lipatan

ariepiglotik , kartilago kornikulata dan kuneiformis berperan dalam rigiditas dari lipatan

ariepiglotik. Sedangkan kartilago tritisea terletak di dalam ligamentum hiotiroid lateral.

3

Gambar anatomi laring 3

Epiglotis merupakan Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang

dasar lidah. Epiglottis ini melekat pada bagian belakang kartilago thyroidea. Plica

aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis menuju cartilago arytenoidea,

membentuk batas jalan masuk laring.

Membrana mukosa di Laring sebagian besar dilapisi oleh epitel respiratorius,

terdiridari sel-sel silinder yang bersilia. Plica vocalis dilapisi oleh epitel skuamosa.

Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di atas

ligamenturn vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam kartilago thyroidea

di bagian depan dan cartilago arytenoidea di bagian belakang. Plica vocalis palsu adalah dua

lipatan membrana mukosa tepat di atas plica vocalis sejati. Bagian ini tidak terlibat dalarn

produksi suara.

4

Gambar pita suara

Pada laring terdapat 2 buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan artikulasi

krikoaritenoid. Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum

seratokrikoid (anterior, lateral, dan posterior ), ligamentum krikotiroid medial, ligamentum

krikotiroid posterior, ligamentum kornikulofaringeal, ligamentum hiotoroid lateral,

ligamentum hiotiroid media, ligamentum hioepiglotica, ligamentum ventricularis ,

ligamentum vocale yang menghubungkan kartilago aritenoid dengan kartilago tiroid dan

ligamentum tiroepiglotica.

Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan otot-otot

instrinsik, otot-otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan , sedangkan

otot-otot instrinsik menyebabkan gerakan bagian-bagian laring sendiri. Otot-otot ekstrinsik

laring ada yang terletak diatas tulang hyoid (suprahioid), dan ada yang terletak dibawah

tulang hyoid (infrahioid). Otot ekstrinsik yang supra hyoid ialah M. Digastricus,

M.Geniohioid, M.Stylohioid, dan M.Milohioid. Otot yang infrahioid ialah M.sternohioid dan

M.Tirohioid. Otot-otot ekstrinsik laring yang suprahioid berfungsi menarik laring ke bawah,

5

sedangkan yang infrahioid menarik laring keatas. Otot-otot intrinsik laring ialah M.

Krikoaritenoid lateral. M.Tiroepiglotica, M.vocalis, M. Tiroaritenoid, M.Ariepiglotica, dan

M.Krikotiroid. Otot-otot ini terletak di bagian lateral laring.Otot-otot intrinsik laring yang

terletak di bagian posterior, ialah M.aritenoid transversum, M.Ariteniod obliq dan

M.Krioaritenoid posterior.

Gambar otot pada laring 3

6

Rongga Laring 4

Batas atas rongga laring (cavum laryngis) ialah aditus laring, batas bawahnya ialah

bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas depannya ialah permukaan

belakang epiglottis, tuberkulum epiglotic, ligamentum tiroepiglotic, sudut antara kedua belah

lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago krikoid. Batas lateralnya ialah membran

kuadranagularis, kartilago aritenoid, konus elasticus, dan arkus kartilago krikoid, sedangkan

batas belakangnya ialah M.aritenoid transverses dan lamina kartilago krikoid.

Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vocale dan ligamentum ventrikulare,

maka terbentuklah plika vocalis (pita suara asli) dan plica ventrikularis (pita suara palsu).

Bidang antara plica vocalis kiri dan kanan, disebut rima glottis, sedangkan antara kedua plica

ventrikularis disebut rima vestibuli.

Plica vocalis dan plica ventrikularis membagi rongga laring dalam tiga bagian, yaitu

vestibulum laring , glotic dan subglotic.

Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat diatas plica ventrikularis. Daerah

ini disebut supraglotic. Antara plica vocalis dan pita ventrikularis, pada tiap sisinya disebut

ventriculus laring morgagni.

Rima glottis terdiri dari dua bagian, yaitu bagian intermembran dan bagian

interkartilago. Bagian intermembran ialah ruang antara kedua plica vocalis, dan terletak

dibagian anterior, sedangkan bagian interkartilago terletak antara kedua puncak kartilago

aritenoid, dan terletak di bagian posterioir. Daerah subglotic adalah rongga laring yang

terletak di bawah pita suara (plicavocalis).

7

Persyarafan4

Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n.laringeus superior dan

laringeus inferior (recurrent). Kedua saraf ini merupakan campuran saraf motorik dan

sensorik. Nervus laryngeus superior mempersarafi m.krikotiroid, sehingga memberikan

sensasi pada mukosa laring dibawah pita suara. Saraf ini mula-mula terletak diatas

m.konstriktor faring medial, disebelah medial a.karotis interna, kemudian menuju ke kornu

mayor tulang hyoid dan setelah menerima hubungan dengan ganglion servikal superior,

membagi diri dalam 2 cabang, yaitu ramus eksternus dan ramus internus.

Ramus eksternus berjalan pada permukaan luar m.konstriktor faring inferior dan

menuju ke m.krikotiroid, sedangkan ramus internus tertutup oleh m.tirohioid terletak

disebelah medial a.tiroid superior, menembus membran hiotiroid, dan bersama-sama dengan

a.laringeus superior menuju ke mukosa laring.

Nervus laringeus inferior merupakan lanjutan dari n.rekuren setelah saraf itu

memberikan cabangnya menjadi ramus kardia inferior. Nervus rekuren merupakan lanjutan

dari n.vagus.

Nervus rekuren kanan akan menyilang a.subklavia kanan dibawahnya, sedangkan

n.rekuren kiri akan menyilang aorta. Nervus laringis inferior berjalan diantara cabang-cabang

arteri tiroid inferior, dan melalui permukaan mediodorsal kelenjar tiroid akan sampai pada

permukaan medial m.krikofaring. Disebelah posterior dari sendi krikoaritenoid, saraf ini

bercabang dua menjadi ramus anterior dan ramus posterior, Ramus anterior akan

mempersarafi otot-otot intrinsik laring bagian lateral, sedangkan ramus posterior

mempersyarafi otot-otot intrinsik laring superior dan mengadakan anstomosis dengan

n.laringitis superior ramus internus.

8

Gambar persarafan laring(14)

Pendarahan4

Pendarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang yaitu a.laringitis superior dan a.laringitis

inferior.

Arteri laryngeus superior merupakan cabang dari a.tiroid superior. Arteri laryngitis

superior berjalan agak mendatar melewati bagian belakang membran tirohioid bersama-sama

dengan cabang internus dari n.laringis superior kemudian menembus membran ini untuk

berjalan kebawah di submokosa dari dinding lateral dan lantai dari sinus piriformis, untuk

memperdarahi mukosa dan otot-otot laring.

Arteri laringeus interior merupakan cabang dari a.tiriod inferior dan bersama-sama

dengan n.laringis inferior berjalan ke belakang sendi krikotiroid, masuk laring melalui daerah

pinggir bawah dari m.konstriktor faring inferior. Di dalam arteri itu bercabang-cabang

memperdarahi mukosa dan otot serta beranastomosis dengan a.laringis superior.

9

Pada daerah setinggi membran krikotiroid a.tiroid superior juga memberikan cabang

yang berjalan mendatar sepanjang membrane itu sampai mendekati tiroid. Kadang-kadang

arteri ini mengirimkan cabang yang kecil melalui membran krikotiroid untuk mengadakan

anastomosis dengan a.laringeus superior.

Vena laringeus superior dan vena laringeus inferior letaknya sejajar dengan a.laringis

superior dan inferior dan kemudian bergabung dengan vena tiroid superior dan inferior.

Pembuluh Limfe 4

Pembuluh limfa untuk laring banyak, kecuali di daerah lipatan vocal. Disini

mukosanya tipis dan melekat erat dengan ligamentum vokale. Di daerah lipatan vocal

pembuluh limfa dibagi dalam golongan superior dan inferior.

Pembuluh eferen dari golongan superior berjalan lewat lantai sinus piriformis dan

a.laringeus superior, kemudian ke atas, dan bergabung dengan kelenjar dari bagian superior

rantai servikal dalam. Pembuluh eferen dari golongan inferior berjalan kebawah dengan

a.laringeus inferior dan bergabung dengan kelenjar servikal dalam, dan beberapa dintaranya

menjalar sampai sejauh kelenjar supraklavikular.

10

II. Histologi Laring

• Bentuk : Irregular

• Dinding : Tulang rawan hialin + elastic

Jaringan ikat

Otot skelet

Mukosa + kelenjar-kelenjar

Fungsi : Menghubungkan faring dengan trakea, membentuk suara.

11

• Tunggal : tiroid, krikoid, epiglottis.

• Berpasangan : aritenoid, kornikulata, kuneiformis.

• Tulang rawan hialin : tiroid, krikoid, aritenoid.

• Tulang rawan elastic : epiglottis, kuneiformis, kornikulata, ujung aritenoid.

• Otot intrinsic berfungsi sebagai fonasi.

• Oto ekstrinsik berfungsi untuk menelan.

.

12

I. Pita suara palsu

II. Pita suara sejati

Epiglotis

III. FISIOLOGI LARING

Laring mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar yaitu fonasi, respirasi dan proteksi disamping

beberapa fungsi lainnya seperti terlihat pada uraian berikut:1,2,5,6

1. Fungsi Fonasi

Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks. Suara

dibentuk karena adanya aliran udara respirasi yang konstan dan adanya interaksi

antara udara dan pita suara. Nada suara dari laring diperkuat oleh adanya tekanan

udara pernafasan subglotik dan vibrasi laring serta adanya ruangan resonansi

seperti rongga mulut, udara dalam paru-paru, trakea, faring, dan hidung. Nada

dasar yang dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot intrinsik

13

laring berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada dengan mengubah bentuk

dan massa ujung-ujung bebas dan tegangan pita suara sejati.

2. Fungsi Proteksi

Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya reflek otot-otot

yang bersifat adduksi, sehingga rima glotis tertutup. Pada waktu menelan,

pernafasan berhenti sejenak akibat adanya rangsangan terhadap reseptor yang ada

pada epiglotis, plika ariepiglotika, plika ventrikularis dan daerah interaritenoid

melalui serabut afferen N. Laringeus Superior. Sebagai jawabannya, sfingter dan

epiglotis menutup. Gerakan laring ke atas dan ke depan menyebabkan celah

proksimal laring tertutup oleh dasar lidah. Struktur ini mengalihkan makanan ke

lateral menjauhi aditus dan masuk ke sinus piriformis lalu ke introitus esofagus.

3. Fungsi Respirasi

Pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk memperbesar rongga

dada dan M. Krikoaritenoideus Posterior terangsang sehingga kontraksinya

menyebabkan rima glotis terbuka. Proses ini dipengaruhi oleh tekanan parsial CO2

dan O2 arteri serta pH darah. Bila pO2 tinggi akan menghambat pembukaan rima

glotis, sedangkan bila pCO2 tinggi akan merangsang pembukaan rima glotis.

Hiperkapnia dan obstruksi laring mengakibatkan pembukaan laring secara

reflektoris, sedangkan peningkatan pO2 arterial dan hiperventilasi akan

menghambat pembukaan laring. Tekanan parsial CO2 darah dan pH darah

berperan dalam mengontrol posisi pita suara.

4. Fungsi Sirkulasi

Pembukaan dan penutupan laring menyebabkan penurunan dan peninggian

tekanan intratorakal yang berpengaruh pada venous return. Perangsangan dinding

laring terutama pada bayi dapat menyebabkan bradikardi, kadang-kadang henti

14

jantung. Hal ini dapat karena adanya reflek kardiovaskuler dari laring. Reseptor

dari reflek ini adalah baroreseptor yang terdapat di aorta. Impuls dikirim melalui

N. Laringeus Rekurens dan Ramus Komunikans N. Laringeus Superior. Bila

serabut ini terangsang terutama bila laring dilatasi, maka terjadi penurunan denyut

jantung.

5. Fungsi Fiksasi

Berhubungan dengan mempertahankan tekanan intratorakal agar tetap tinggi,

misalnya batuk, bersin dan mengedan.

6. Fungsi Menelan

Terdapat 3 (tiga) kejadian yang berhubungan dengan laring pada saat

berlangsungnya proses menelan, yaitu: Pada waktu menelan faring bagian bawah

(M. Konstriktor Faringeus Superior, M. Palatofaringeus dan M. Stilofaringeus)

mengalami kontraksi sepanjang kartilago krikoidea dan kartilago tiroidea, serta

menarik laring ke atas menuju basis lidah, kemudian makanan terdorong ke bawah

dan terjadi pembukaan faringoesofageal. Laring menutup untuk mencegah

makanan atau minuman masuk ke saluran pernafasan dengan jalan

menkontraksikan orifisium dan penutupan laring oleh epiglotis.

Epiglotis menjadi lebih datar membentuk semacam papan penutup aditus

laringeus, sehingga makanan atau minuman terdorong ke lateral menjauhi aditus

laring dan maduk ke sinus piriformis lalu ke hiatus esofagus.

7. Fungsi Batuk

Bentuk plika vokalis palsu memungkinkan laring berfungsi sebagai katup,

sehingga tekanan intratorakal meningkat. Pelepasan tekanan secara mendadak

menimbulkan batuk yang berguna untuk mempertahankan laring dari ekspansi

15

benda asing atau membersihkan sekret yang merangsang reseptor atau iritasi pada

mukosa laring.

8. Fungsi Ekspektorasi

Dengan adanya benda asing pada laring, maka sekresi kelenjar berusaha

mengeluarkan benda asing tersebut.

9. Fungsi Emosi

Perubahan emosi dapat menyebabkan perubahan fungsi laring, misalnya pada

waktu menangis, kesakitan, menggigit dan ketakutan.

IV. LARINGITIS AKUT

Definisi 1

Laringitis merupakan suatu proses inflamasi pada laring yang dapat terjadi, baik

secara akut maupun kronik. Laringitis akut biasanya terjadi mendadak dan berlangsung dalam

kurun waktu kurang lebih 3 minggu. Bila gejala telah lebih dari 3 minggu dinamakan

laringitis kronis.

Radang akut laring pada umumnya merupakan kelanjutan dari rinofaringitis akut

(common cold). Sedangkan laringitis kronik merupakan radang kronis laring yang dapat

disebabkan oleh sinusitis kronis, deviasi septum yang berat, polip hidung atau bronkitis

kronis. Mungkin juga disebabkan oelh penyalahgunaan suara (vocal abuse) seperti berteriak-

teriak atau biasa berbicara keras.

Epidemiologi

Dari penelitian di Seattle – Amerika (Foy dkk, 1973), didapatkan angka serangan

croup pada bayi usia 0-5 bulan didapatkan 5.2 dari 1000 anak per tahun, pada bayi usia 6-12

bulan didapatkan 11 dari 1000 anak per tahun, pada anak usia 1 tahun didapatkan 14.9 dari

16

1000 anak per tahun, pada anak usia 2-3 tahun didapatkan 7.5 dari 1000 anak per tahun, dan

pada anak usia 4-5 tahun didapatkan 3.1 dari 1000 anak per tahun. Dari penelitian di Chapel

Hill – NC (Danny dkk, 1983) didapatkan data-data perbandingannya yaitu 24.3, 39.7, 47,

31.2, dan 14.5, dan dari data-data tersebut didapatkan 1.26% membutuhkan perawatan di

rumah sakit. Di Tuscon – AZ didapatkan angka serangan croup selama tahun pertama

kehidupan 107 kasus dari 961 anak. Laringitis atau croup mempunyai puncak insidensi pada

usia 1-2 tahun. Sebelum usia 6 tahun laki-laki lebih mudah terserang dibandingkan

perempuan, dengan perbandingan laki-laki/perempuan 1.43:1 (Denny dkk, 1993). Banyak

dari kasus-kasus croup timbul pada musim gugur dimana kasus akibat virus parainfluenza

lebih banyak timbul. Pada literatur lain disebutkan croup banyak timbul pada musim dingin,

tetapi dapat timbul sepanjang tahun. Kurang lebih 15% dari para penderita mempunyai

riwayat croup pada keluarganya.

Etiologi 1

Sebagai penyebab radang ini ialah bakteri, yang menyebabkan radang local atau virus

yang menyebabkan peradangan sistemik.

1. Laryngitis akut ini dapat terjadi dari kelanjutan infeksi saluran nafas seperti

influenza atau common cold. Infeksi virus influenza (tipe A dan B), parainfluenza

(tipe 1,2,3), rhinovirus dan adenovirus. Penyebab lain adalah Haemofilus

influenza, Branhamella catarrhalis, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus

aureus dan Streptococcus pneumonia.

2. Gastro esofageal reflux disease (GERD).

3. Penyakit ini dapat terjadi karena perubahan musim / cuaca.

4. Pemakaian suara yang berlebihan (vocal trauma).

5. Environmental insults (polusi).

17

6. Trauma.

7. Bahan kimia.

8. Merokok dan minum-minum alcohol.

9. Alergi.

Patofisiologi 2

Laryngitis akut merupakan inflamasi dari mukosa laring dan pita suara yang

berlangsung kurang dari 3 minggu. Parainfluenza virus, yang merupakan penyebab terbanyak

dari laryngitis, masuk melalui inflamasi dan menginfeksi sel dari epithelium saluran nafas

local yang bersilia, ditandai dengan edema dari lamina propria, submukosa, dan adventitia,

diikuti dengan infiltrasi selular dengan histosit, limfosit, sel plasma dan lekosit

polimorfonuklear (PMN). Terjadi pembengkakan dan kemerahan dari saluran nafas yang

terlibat, kebanyakan ditemukan pada dinding lateral dari trakea di bawah pita suara. Karena

trakea subglotis dikelilingi oleh kartilago krikoid, maka pembengkakan terjadi pada lumen

saluran nafas dalam, menjadikannya sempit, bahkan sampai hanya sebuah celah.

Daerah glottis dan subglotis pada bayi normalnya sempit, dan pengecilan sedikit saja

dari diameternya akan berakibat peningkatan hambatan saluran nafas yang besar dan

penurunan aliran udara. Seiring dengan membesarnya diameter saluran nafas sesuai dengan

pertumbuhan maka akibat dari penyempitan saluran nafas atas akan berakibat terjadinya

stridor dan kesulitan bernafas yang menuju pada hipoksia ketika sumbatan yang terjadi berat.

Hipoksia dengan sumbatan yang ringan menandakan keterlibatan saluran nafas bawah dan

ketidak seimbangan ventilasi dan perfusi akibat sumbatan dari saluran nafas bawah atau

infeksi parenkim paru atau bahkan adanya cairan.

18

Gejala Klinis dan Diagnosis 1

1. Gejala local seperti suara parau dimana digambarkan pasien sebagai suara yang kasar

atau suara yang susah keluar atau suara dengan nada lebih rendah dari suara yang

biasa / normal dimana terjadi gangguan getaran serta ketegangan dalam pendekatan

kedua pita suara kiri dan kanan sehingga menimbulkan suara menjadi parau bahkan

sampai tidak bersuara sama sekali (afoni).

2. Sesak nafas dan stridor.

3. Nyeri tenggorokan seperti nyeri ketika menelan atau berbicara.

4. Gejala radang umum seperti demam, malaise.

5. Batuk kering yang lama-kelamaan disertai dahak kental.

6. Gejala common cold seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan,

sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk dan demam dengan

temperature yang tidak mengalami peningkatan dari 38˚C.

7. Gejala influenza seperti bersin-bersin , nyeri tenggorok hingga sulit menelan,

sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk dan demam dengan

peningkatan suhu yang sangat berarti yakni lebih dari 38˚C, dan adanya rasa lemah,

lemas yang disertai dengan nyeri di seluruh tubuh.

8. Pada pemeriksaan fisik akan tampak mukosa laring yang hiperemis, membengkak

terutama di bagian atas dan bawah pita suara dan juga didapatkan tanda radang akut di

hidung atau sinus paranasal atau paru.

9. Obstruksi jalan nafas apabila ada oedem laring diikuti oedem subglotis yang terjadi

dalam beberapa jam dan biasanya sering terjadi pada anak berupa anak menjadi

gelisah, air hunger, sesak semakin bertambah berat, pemeriksaan fisik akan

ditemukan retraksi suprasternal dan epigastrium yang dapat menyebabkan keadaan

darurat medic yang dapat mengancam jiwa anak.

19

Pemeriksaan Fisik 7

Pemeriksaan fisik untuk mendukung diagnosa :

a. Laringoskopi indirek ditemukan mukosa laring yang sangat sembab, hiperemis

dan tanpa membran serta tampak pembengkakan subglotis yaitu pembengkakan

jaringan ikat pada konus elastikus yang akan tampak di bawah pita suara.

b. Ditemukan tanda radang akut di hidung atau sinus paranasal atau paru.

Pemeriksaan Penunjang 7

Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa

a. Foto Rontgen leher AP : bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis (Steeple

sign).

b. Pemeriksaan laboratorium : gambaran darah dapat normal. Jika disertai infeksi

sekunder, lekositosis ringan dan limfositosis.

c. Pemeriksaan kultur : bila didapatkan eksudat di orofaring atau plika suara, dapat

dilakukan untuk mengetahui penyebab infeksi. Dari darah dapat didapatkan dan

limfositosis.

Diagnosa Banding7

Diagnosa banding yang dapat diperkirakan dalam penentuan diagnosa laringitis akut,

antara lain:

a. Benda asing pada laring 

b. Faringitis

c. Bronkiolitis 

d. Bronkitis 

e. Pnemonia

20

f. Laringitis kronik atau Alergi

g. Reflux Laryngitis

h. Spasmodic Dysphonia

Penatalaksanaan7

1. Indikasi Rawat Rumah Sakit :

Pasien dinyatakan perlu untuk rawat rumah sakit jika dalam kondisi

a. Usia penderita dibawah 3 tahun

b. Tampak toksik, sianosis, dehidrasi atau axhausted

c. Diagnosis penderita masih belum jelas

d. Perawatan dirumah kurang memadai

2. Terapi Umum :

Pengobatan edukatif (non-medikamentosa) yang dapat diberikan kepada pasien :

a. Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari.

b. Jika pasien sesak dapat diberikan O2 2 L/ menit.

c. Menghirup uap hangat dan dapat ditetesi minyak atsiri / minyak mint bila ada

muncul sumbatan di hidung atau penggunaan larutan garam fisiologis (saline

0,9 %) yang dikemas dalam bentuk semprotan hidung atau nasal spray.

d. Mengindari iritasi pada faring dan laring, misalnya merokok, makanan pedas

atau minum es.

3. Terapi Tambahan

Tindak lanjut penatalaksanaan dalam kondisi yang sudah cukup berat :

a. Pengisapan lendir dari tenggorok atau laring.

b. Bila penatalaksanaan ini tidak berhasil maka dapat dilakukan endotrakeal atau

trakeostomi bila sudah terjadi obstruksi jalan nafas.

21

4. Terapi Medikamentosa

Terapi obat-obatan untuk menunjang proses perlawanan terhadap infeksi :

a. Demam : Parasetamol atau ibuprofen / antipiretik.

b. Hidung tersumbat : dekongestan nasal seperti fenilpropanolamin (PPA), efedrin,

pseudoefedrin, napasolin dapat diberikan dalam bentuk oral ataupun spray.

c. Antibiotika yang adekuat apabila peradangan berasal dari paru

Ampisilin 100 mg/kgBB/hari, IV, terbagi 4 dosis

Kloramfenikol :50 mg/kgBB/hari, IV, terbagi dalam 4 dosis

Sefalosporin generasi 3 (cefotaksim atau ceftriakson)

d. Kortikosteroid IV : deksametason 0,5mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis,

diberikan selama 1-2 hari.

Pencegahan

Untuk mencegah terjadinya laringitis akut dapat dengan :

1. Jangan merokok dan menghindari asap rokok karena rokok akan membuat

tenggorokan kering dan mengakibatkan iritasi pada pita suara.

2. Minum banyak air karena cairan akan membantu menjaga agar lendir yang terdapat

pada tenggorokan tidak terlalu banyak dan mudah untuk dibersihkan.

3. Membatasi penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah tenggorokan kering.

4. Jangan berdehem untuk membersihkan tenggorokan karena berdehem akan

menyebabkan terjadinya vibrasi abnormal pada pita suara, meningkatkan

pembengkakan dan berdehem juga akan menyebabkan tenggorokan memproduksi

lebih banyak lendir.

22

Komplikasi 1

Pada beberapa kasus pada laringitis yang disebabkan oleh infeksi dapat menyebar ke

bagian lain pada saluran pernafasan.

Prognosis 1

Prognosis untuk penderita laryngitis akut ini umumnya baik dan pemulihannya selama

satu minggu. Namun pada anak khususnya pada usia 1-3 tahun penyakit ini dapat

menyebabkan oedem laring dan oedem subglotis sehingga dapat menimbulkan obstruksi jalan

nafas dan bila hal ini terjadi dapat dilakukan pemasangan pipa endotrakeal atau trakeostomik.

23

BAB III

KESIMPULAN

Laringitis akut merupakan proses peradangan atau inflamasi yang terjadi pada laring

dan dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab. Penyebab tersering dari laringitis akut ini

adalah virus parainfluenza.

Gejala yang terjadi pada laringitis akut ini adalah batuk yang menggonggong, suara

serak, stridor inspirasi dan sesak nafas, dapat juga disertai dengan demam. Gejala biasanya

lebih berat pada malam hari. Bisa didahului oleh pilek, hidung tersumbat, batuk dan sakit

menelan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suara serak, faring yang meradang dan frekuensi

pernafasan dan denyut jantung yang meningkat, disertai pernafasan cuping hidung, retraksi

suprasternal, infrasternal dan intercostal serta stridor terus menerus, megap-megap (air

hunger), hipoksia, saturarsi oksigen yang rendah, dan sianosis. Dari pemeriksaan penunjang

bisa didapatkan pada laringoskopi ditemukan kemerahan pada laring yang difus bersama

dengan pelebaran pembuluh darah dari pita suara, kadang bercak-bercak dari sekresi,

pergerakan pita suara dapat ditemukan asimetris dan tidak periodik. Dari pemeriksaan

rontagen leher dapat ditemukan gambaran “staplle sign” pada foto AP dan penyempitan

subglotis pada foto lateral. Dapat dilakukan pemeriksaan Gram dan kultur dengan tes

sensitivitas. Dari darah didapatkan lekositosis ringan dan limfositosis.

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan

Kepala Leher: Disfonia. 6th Ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;

2008.p. 231-34.

2. Adam GL, Boies LR, Higler PA. Boies Buku Ajar Pentakit THT. 6th Ed. Jakarta: EGC;

1999. p. 369-77.

3. Probst, Rudolf, Gerhard Grevers, Heinrich Iro. Basic Otorhinolaryngology : Infectious

Disease of Larynx and Trachea. New York: Thieme; 2006. p. 354-61.

4. Gupta, Summer K, Gregory N. Postma, Jamie A. Koufman. Head & Neck Surgery –

Otolaryngology. Laryngitis. 4th Ed. Newlands: Lippincott William & Wilkins; 2006. p.

831-32.

5. Lee, K.J. Cancer of the Larynx. In; Essential Otolaryngology Head and Neck Surgery . 8th

Ed. Connecticut: McGraw-Hill; 2003. p. 724-36, 747, 755-60.

6. Woodson, G.E. Upper airway anatomy and function. In : Byron J. Bailey. Head and Neck

Surgery-Otolaryngology. 3rd Ed. Vol: 1. Philadelphia: Lippincot Williams and Wilkins;

2001. p. 479-86.

7. Harms, Roger W, et all. 2012. Laringitis. Available at:

http://www.mayoclinic.com/health/laryngitis/DS00366/DSECTION. Access at :

December 15th, 2013.

25