laringitis tb

34
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis. Infeksi ini biasanya mengenai paru-paru (TB pulmoner) tetapi dapat juga mengenai organ selain paru-paru (TB extrapulmoner). Pada TB ekstrapulmonal, organ yang terlibat diantaranya, kelenjar getah bening, otak, tulang temporal, rongga sinonasal, hidung, mata, faring, kelenjar liur, dan termasuk salah satunya adalah laring. TB laring atau dikenal sebagai laringitis TB jarang bersifat primer tanpa disertai kelainan paru dan terjadi karena komplikasi suatu TB paru stadium lanjut ataupun dengan lesi minimal. Pada pertengahan tahun 1900, TB laring memiliki prevalensi yang cukup tinggi di dunia dan 37% merupakan penderita yang disertai TB paru dengan prognosis yang buruk. Dahulu TB laring 1

description

laringitis tb

Transcript of laringitis tb

Page 1: laringitis tb

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh basil

Mycobacterium tuberculosis. Infeksi ini biasanya mengenai paru-paru (TB

pulmoner) tetapi dapat juga mengenai organ selain paru-paru (TB extrapulmoner).

Pada TB ekstrapulmonal, organ yang terlibat diantaranya, kelenjar getah bening,

otak, tulang temporal, rongga sinonasal, hidung, mata, faring, kelenjar liur, dan

termasuk salah satunya adalah laring.

TB laring atau dikenal sebagai laringitis TB jarang bersifat primer tanpa

disertai kelainan paru dan terjadi karena komplikasi suatu TB paru stadium lanjut

ataupun dengan lesi minimal. Pada pertengahan tahun 1900, TB laring memiliki

prevalensi yang cukup tinggi di dunia dan 37% merupakan penderita yang disertai

TB paru dengan prognosis yang buruk. Dahulu TB laring terjadi pada kelompok

usia muda, namun sekarang terjadi pada usia 50-60 tahun dimana laki-laki lebih

banyak daripada perempuan dengan perbandingan 2:1.

Diagnosis TB laring dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis,

pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang berupa

pemeriksaan laboratorium, radiologis, bakteriologis, histopatologis, serta

pemeriksaan serologis seperti Polimerase Chain Reaction (PCR) dapat dilakukan

untuk membantu menegakkan diagnosis dan menyingkirkan beberapa diagnosis

1

Page 2: laringitis tb

banding. Namun pemeriksaan yang menjadi standar baku emas untuk diagnosis

pasti suatu laringitis TB adalah biopsi laring.

Semenjak tahun 1950-an angka TB dapat ditekan dengan pemakaian Obat

Anti Tuberkulosis (OAT), penggabungan metode deteksi serta pencegahan secara

dini, perubahan gaya hidup, dan edukasi, sehingga dapat menekan penyebaran

infeksi ke ekstra pulmonal dan ke lingkungan sekitar. Dua dekade terakhir terjadi

peningkatan insiden TB laring yang disebabkan peningkatan penyakit

imunosupresif, faktor usia, meningkatnya jumlah imigran dari daerah resiko tinggi

TB, dan terjadinya resistensi terhadap OAT.

2

Page 3: laringitis tb

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Laring

2.1.1 Anatomi Laring

Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas bagian atas.

Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar

daripada bagian bawah. Laring terletak di bagian anterior leher setinggi corpus

vertebrae cervicales III-VI. Laring menghubungkan bagian inferior faring dengan

trakea. Batas atas laring adalah aditus laring, sedangkan batas bawahnya ialah

batas kaudal cartilago cricoid. Kerangka laring terdiri dari dari satu tulang, yaitu

os hyoid dan sembilan tulang rawan yang berhubungan melalui ligamentum dan

membrana.

Os hyoid terletak pada bagian superior laring dan berbentuk U. Pada

permukaan superior os hyoid melekat tendon dan otot-otot lidah, mandibula, dan

kranium. Pada bagian bawah os hyoid terdapat dua buah alae atau sayap cartilago

tiroid yang menggantung pada ligamentum tiroid dan akan menyatu di bagian

tengah yang disebut dengan Adam’s Apple (jakun). Dari sembilan tulang rawan

terdapat tiga yang tunggal, yaitu:

a. Cartilago thyroidea

Merupakan cartilago terbesar dari tulang-tulang rawan laring. Bagian dua

pertiga cartilago thyroidea berupa lembar-lembar yang bersatu di bidang median

untuk membentuk prominentia laryngea (Adam’s apple). Tepat di atas

prominentia laryngea (Adam’s apple), kedua lembar berpisah untuk membentuk

3

Page 4: laringitis tb

incisura thyroidea yang berbentuk V. Tepi posterior masing-masing lembar

(lamina) menonjol ke atas sebagai cornu superior dan ke bawah sebagai cornu

inferior. Tepi superior dan kedua cornu superior cartilago thyroidea dihubungkan

dengan os hyoideum oleh membrana thyrohyoidea. Bagian median membrana

tyrohyoidea ini yang lebih tebal, dikenal sebagai ligamentum thyrohyoideum

medianum, bagian-bagian lateral yang menebal adalah ligamentum

thyrohyoideum laterale yang dapat mengandung beberapa cartilagines triticeae

yang menyerupai butir-butir gandum dan membantu menutup lubang laring

sewaktu menelan. Cornu inferior bersendi dengan permukaan lateral cartilago

cricoidea pada articulatio cricothyroidea. Gerak-gerak utama pada kedua sendi ini

adalah rotasi dan gerak luncur cartilago thyroidea yang menghasilkan perubahan

ukuran panjang plica vokalis.

b. Cartilago cricoidea

Berbentuk seperti cincin stempel yang tangkainya menghadap ke depan.

Bagian posterior (stempel) cartilago cricoidea adalah lempengnya, dan bagian

anterior (tangkai) membentuk lengkungnya. Meskipun cartilago ini jauh lebih

kecil daripada cartilago thyroidea, tulang rawan ini lebih tebal dan lebih kuat.

Cartilago cricoidea dihubungkan pada tepi bawah cartilago thyroidea oleh

ligamentum cricothyroideum medianum dan pada cartilago trachealis I oleh

ligamentum cricotracheale. Ligamentum cricothyroideum menyebabkan adanya

titik lunak di bawah cartilago thyroidea. Di sini laring paling dekat dengan kulit

dan paling mudah di capai.

4

Page 5: laringitis tb

c. Cartilago epiglottica

Membuat epiglotis lentur, bentuknya menyerupai daun dan terletak di

belakang radix linguae serta os hyoideum, dan di depan aditus laryngis,

membentuk bagian superior dinding anterior dan tepi superior aditus laryngis.

Bagian superior epiglotis adalah lebar dan bebas, ujung inferiornya meruncing

melekat pada ligamentum thyro-epiglotticum dalam sudut yang dibentuk oleh

kedua lembar cartilago thyroidea. Permukaan anterior cartilago epiglottica

berhubungan dengan os hyoideum melalui ligamentum hyo-epiglotticum.

Membrana quadrangularis adalah selembar jaringan ikat sub-mukosa yang tipis,

dn terbentang dari cartilago arytenoidea ke cartilago epiglottica. Tepi inferior

membrana quadrangularis ini yang bebas membentuk ligamentum vestibulare

yang dilapisi secara longgar oleh plica vestibularis. Plica ini terletak superior dari

plica vocalis dan terbentang dari cartilago thyroidea ke cartilago arytenoidea.

Kemudian tiga cartilago berpasangan, yaitu:

a. Cartilago arytenoidea

Berbentuk seperti limas bersisi tiga. Tulang rawan ini bersendi dengan

bagian-bagian lateral tepi atas lempeng cartilago cricoidea. Masing-masing tulang

rawan di sebelah atas memiliki apex (puncak), di sebelah anterior sebuah

processus vocalis, dan sebuah processus muscularis yang menonjol ke lateral dari

alasnya. Apex cartilago arytenoidea dilekatkan pada plica ary-epiglottica,

processus vocalis pada ligamentum vocale, dan processus muscularis pada

musculus crico-arytenoideus posterior et lateralis.

b. Cartilago corniculata

5

Page 6: laringitis tb

c. Cartilago cuneiformis

Berupa bintil-bintil kecil di bagian posterior plica ary-epiglottica yang

melekat pada apex cartilaginis arytenoideae. Hal ini serupa dengan cartilago

corniculata.

Bagian dalam laring. Cavitas laryngis meluas dari aditus laryngis yang

merupakan sarana untuk berhubungan dengan laryngofaring, sampai setinggi tepi

bawah cartilago criocoidea untuk beralih ke dalam lumen tenggorok. Cavitas

laryngis dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu:

Vestibulum laryngis yang terletak superior terhadap plica vestibularis

Ventriculus laryngis yang terletak antara plica vestibularis dan di atas plica

vocalis (ke lateral ventriculus laryngis meluas sebagai sinus laryngis, dari

masing-masing sinus sebuah sacculus laryngis yang buntu, menonjol ke atas

antara plica vestibularis dan lamina cartilaginis thyroideae).

Cavitas infraglottica, yakni cavitas laryngis inferior yang meluas dari plica

vocalis ke tepi inferior cartilago cricoidea.

Otot-otot laring. Otot-otot laring dapat dibedakan menjadi kelompok otot

ekstrinsik dan kelompok otot intrinsik. Otot-otot ekstrinsik menggerakkan laring

sebagai kesatuan. Musculi infrahyoidei berfungsi sebagai otot-otot depresor os

hyoideum dan laring, sedangkan musculi suprahyoidei dan musculus

stylopharyngeus berfungsi sebagai elevator os hyoideum dan laring. Otot-otot

intrinsik mengadakan gerak pada bagian laring, mengubah panjang dan

ketegangan plica vocalis, serta luas dan bentuk rima glotis. Semua otot intrinsik

6

Page 7: laringitis tb

laring kecuali satu, dipersarafi oleh N. Laryngeus rekuren (cabang N. X);

musculus cricothyroideus dipersarafi oleh N. Laryngeus internus.

Saraf-saraf laring. Saraf-saraf laring berasal dari nervus vagus melalui

ramus internus dan ramus eksternus nervus laryngeus superior dan nervus

laryngeus rekuren. Nevus laryngeus superior dilepaskan dari pertengahan

ganglion inferius cabang nervus vagus yang terletak pada ujung superior trigonum

caroticum. Saraf ini berakhir menjadi dua cabang di dalam sarung karotis (carotid

sheath): nervus laryngeus internus (sensoris dan otonom) dan nervus laryngeus

eksternus (motoris). Nervus laryngeus internus menembus membrana

thyrohyoidea bersama arteri laryngea superior dan mengantar serabut sensoris

kepada membrana mukosa laring yang terdapat superior dari plica vocalis. Nervus

laryngeus eksternus menurun di belakang musculus sternothyroideus bersama

arteri thyroidea superior. Mula-mula letaknya pada musculus constrictor

pharyngis inferior dan kemudian menembus otot ini dan mempersarafinya serta

juga musculus cricothyroideus.

Nervus laryngeus rekuren mempersarafi semua otot intrinsik kecuali

musculus cricothyroideus. Nervus ini membawa serabut sensoris kepada membran

mukosa laring inferior dan plica vocalis. Bagian akhirnya, yakni nervus laryngeus

inferior memasuki laring dengan melintas di sebelah dalam tepi inferior musculus

constrictor pharyngis inferior. Saraf ini terpecah menjadi ramus anterior dan

ramus posterior yang mengiringi arteri laryngea inferior ke dalam laryng.

Vaskularisasi laring. Laring mendapat pasokan darah dari cabang-cabang

arteri thyroidea superior dan arteri thyroidea inferior. Arteri laryngea superior

7

Page 8: laringitis tb

mengiringi ramus internus nervi laryngealis superior melalui membran

thyrohyoidea dan kemudian bercabang-cabang untuk mengantar darah kepada

permukaan dalam laring. Arteri laryngea inferior mengiringi nervus laryngeus

inferior dan memasok darah kepada membran mukosa dan otot-otot di aspek

inferior laring.

Vena-vena laring mengikuti arteri-arteri laring. Vena laryngea superior

bersatu dengan vena thyroidea superior lalu bermuara ke dalam vena jugularis

interna. Vena laryngea inferior bersatu dengan vena thyroidea inferior atau

pleksus vena-vena tiroid yang beranastomose pada aspek anterior trakea.

Gambar 1. Anatomi Laring

Gambar 2. Laring penampang lateral

8

Page 9: laringitis tb

Gambar 3. Laring penampang posterior

2.1.2 Fisiologi Laring

Laring berfungsi sebagai proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, respirasi,

sirkulasi, menelan, emosi dan fonasi. Fungsi laring untuk proteksi adalah untuk

mencegah agar makanan dan benda asing masuk kedalam trakea dengan jalan

menutup aditus laring dan rima glotis yang secara bersamaan. Benda asing yang

telah masuk ke dalam trakea dan sekret yang berasal dari paru juga dapat

dikeluarkan lewat reflek batuk. Fungsi respirasi laring dengan mengatur besar

kecilnya rima glotis. Dengan terjadinya perubahan tekanan udara maka didalam

traktus trakeo-bronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Oleh

karena itu laring juga mempunyai fungsi sebagai alat pengatur sirkulasi darah.

Fungsi laring dalam proses menelan mempunyai tiga mekanisme yaitu gerakan

laring bagian bawah keatas, menutup aditus laringeus, serta mendorong bolus

makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk kedalam laring. Laring

mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi seperti berteriak, mengeluh,

9

Page 10: laringitis tb

menangis dan lain-lain yang berkaitan dengan fungsinya untuk fonasi dengan

membuat suara serta mementukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada

diatur oleh ketegangan plica vocalis. Bila plica vocalis dalam aduksi, maka

m.krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan ke depan, menjauhi

kartilago aritenoid. Pada saat yang bersamaan m.krikoaritenoid posterior akan

menahan atau menarik kartilago aritenoid ke belakang. Plica vocalis kini dalam

keadaan yang efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya kontraksi m.krikoaritenoid

akan mendorong kartilago aritenoid ke depan, sehingga plica vocalis akan

mengendor. Kontraksi serta mengendornya plica vocalis akan menentukan tinggi

rendahnya nada.

Gambar 4. Bentuk laring saat respirasi dan fonasi

2.2 Laringitis

Laringitis merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai pada daerah

laring. Laringitis merupakan suatu proses inflamasi pada laring yang dapat terjadi

baik akut maupun kronik. Hampir setiap orang dapat terkena laringitis, biasanya

berkaitan dengan infeksi virus pada traktus respiratorius bagian atas. Akan tetapi

inflamasi tesebut juga dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab. Berdasarkan

10

Page 11: laringitis tb

hasil studi laringitis terutama menyerang pada usia 18-40 tahun untuk dewasa

sedangkan pada anak-anak umumnya terkena pada usia diatas 3 tahun.

2.2.1 Laringitis Akut

Laringitis akut adalah radang akut laring yang disebabkan oleh virus dan

bakteri yang berlangsung kurang dari 3 minggu dan pada umumnya disebabkan

oleh infeksi virus influenza (tipe A dan B), parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus

dan adenovirus. Penyebab lain adalah Haemofilus influenzae, Branhamella

catarrhalis, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus dan Streptococcus

pneumoniae. Radang akut laring, pada umumnya merupakan kelanjutan dari

rhinofaringitis (common cold). Pada anak laringitis akut ini dapat menimbulkan

sumbatan jalan napas, sedangkan pada dewasa tidak secepat pada anak.

Penyebab lain dari laringitis akut, antara lain: karena perubahan musim/

cuaca, pemakaian suara yang berlebihan, trauma, bahan kimia, merokok dan

minum-minum alkohol dan alergi.

Gejala dan tanda pada laringitis akut terdapat gejala radang umum,

seperti demam, malaise, serta gejala lokal, seperti suara parau sampai tidak dapat

bersuara sama sekali (afoni), nyeri ketika menelan atau berbicara, serta gejala

sumbatan laring. Selain itu terdapat gejala batuk kering dan lama kelamaan

disertai dengan dahak kental.

Pada pemeriksaan tampak mukosa laring hiperemis, membengkak,

terutama di atas dan bawah pita suara. Biasanya terdapat juga tanda radang akut di

hidung atau sinus paranasal atau paru-paru.

11

Page 12: laringitis tb

2.2.2 Laringitis Kronis

Laringitis kronis adalah inflamasi pada laring yang lebih dari 3 minggu.

Penyebab paling sering adalah sinusitis kronis, deviasi septum yang berat, polip

hidung atau bronkitis kronis. Mungkin juga disebabkan oleh penyalahgunaan

suara (vocal abuse) seperti berteriak-teriak atau biasa berbicara keras.

Pada peradangan ini seluruh mukosa laring hiperemis dan menebal, dan

kadang pada pemeriksaan patologik terdapat metaplasi skuamosa. Gejalanya ialah

suara parau yang menetap, rasa tersangkut di tenggorok, sehingga pasien sering

mendehem tanpa mengeluarkan sekret karena mukosa yang menebal. Pada

pemeriksaan tampak mukosa menebal, permukaannya tidak rata dan hiperemis.

Bila terdapat daerah yang dicurigai menyerupai tumor, maka perlu dilakukan

biopsi.

Terapi yang terpenting ialah mengobati peradangan di hidung, faring

serta bronkus yang mungkin menjadi penyebab laringitis kronis itu. Pasien

diminta untuk tidak banyak bicara (vocal rest).

2.3 Laringitis TB

2.3.1 Definisi

Termasuk ke dalam penyakit tuberkulosi ekstrapulmoner dan salah satu

laringitis kronis spesifik yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium

tuberculosa.

2.3.2 Etiologi

Mycobacterium tuberculosa merupakan kuman penyebab TB laring yang

merupakan kuman basil tahan asam. Robert Koch pada tahun 1882 menemukan

12

Page 13: laringitis tb

kuman ini tidak membentuk eksotoksin maupun endotoksin dan fraksi protein

akan menyebabkan nekrosis pada jaringan, sedangkan fraksi lemak bersifat tahan

asam dan merupakan faktor penyebab fibrosis, terbentuknya tuberkuloid, serta

tuberkel.

Mycobacterium tuberculosa berukuran 2 sampai 4 mikrometer dan dapat

tumbuh subur pada pO2 140mmHg. Kuman dilepaskan ke udara ketika seseorang

berbicara, bersin, atau batuk. Untuk droplet partikel kuman berukuran yang

berukuran >5-10 mikrometer dapat tersebar dalam radius 1,5 meter. Apabila

terhirup, kuman akan dibersihkan oleh silia saluran pernafasan bagian atas. Pada

kuman dengan ukuran <5mikrometer akan menembus jauh ke dalam bronkiolus,

sehingga dapat menimbulkan suatu proses infeksi.

2.3.3 Patogenesis

Patogenesis TB dapat menular melalui inhalasi droplet yang dihirup

seseorang dan dapat menembus sistem mukosiliar saluran pernafasan atas dan

diteruskan ke organ paru. Kuman Mycobacterium tuberkulosis dapat

menimbulkan gejala pada seseorang berdasarkan beberapa faktor, diantaranya

virulensi dan jumlah kuman dalam tubuh serta daya tahan tubuh manusia itu

sendiri.

Bebeberapa teori yang menyebabkan terjadinya kontaminasi laring oleh

kuman Mycobacterium tubeculosa, diantaranya:

1. Teori bronkogenik

Dimana laring mengalami infeksi melalui kontak langsung dari sekret atau

sputum yang kaya kuman Mycobacterium tubeculosa, baik pada cabang

13

Page 14: laringitis tb

bronkus atau pada mukosa laring. Dengan kata lain laring mengalami

gangguan seiring dengan kelainan yang terjadi di paru. Suatu penelitian

melaporkan lokasi lesi pada laring paling sering terjadi pada bagian posterior

laring berupa edema, granuloma, hiperplasia reaktif, ulserasi, dan tuberkel

epiteloid.

2. Teori hematogenik

Pada teori ini kelainan hanya terjadi di laring dan tidak memperlihatkan

kelainan pada paru. Kuman Mycobacterium tubeculosa menyebar melalui

darah dan sistim limfatik, dan beberapa penelitian membuktikan lesi pada

laring paling sering ditemukan pada epiglotis dan bagian anterior laring berupa

edema polipoid, hiperplasia, dan ulserasi minimal.

Infeksi awal pada subepitelial berupa gambaran fase inflamasi akut difus

seperti hiperemis, edema, dan infiltrasi sel-sel eksudat. Kemudian terbentuknya

granuloma tuberkel yang avaskuler pada jaringan submukosa dengan daerah

perkijuan yang dikelilingi sel epiteloid pada bagian tengah dan sel mononukleus

pada bagian perifer. Tuberkel yang berdekatan bersatu hingga mukosa di atasnya

meregang atau pecah dan terjadi ulserasi.

Ulkus yang timbul membesar, biasanya dangkal dan ditutupi oleh perkijuan

dan dirasakan nyeri oleh penderita, dan bila ulkus semakin dalam akan mengenai

cartilago laring sehingga terjadi perikondritis atau kondritis terutama cartilago

aritenoid dan epiglotis. Kerusakan tulang rawan yang terjadi mengakibatkan

terbentuknya nanah yang berbau dan selanjutnya akan terbentuk sekuester. Pada

stadium ini keadaan penderita sangat buruk dan dapat berakibat fatal.

14

Page 15: laringitis tb

2.3.4 Gejala Klinis

Secara klinis, laringitis TB terdiri atas 4 stadium, yaitu:

1. Stadium inflitrasi

Yang pertama-tama mengalami pembengkakan dan hiperemis ialah mukosa

laring bagian posterior. Kadang-kadang pita suara terkena juga. Pada stadium ini

mukosa laring berwarna pucat. Kemudian di daerah sub-mukosa terbentuk

tuberkel, sehingga mukosa tidak rata, tampak bintik-bintik yang berwarna

kebiruan. Tuberkel itu makin membesar, serta beberapa tuberkel yang berdekatan

bersatu, sehingga mukosa di atasnya meregang. Pada suatu saat, karena sangat

meregang, maka akan pecah dan timbul ulkus.

Gambar 5. Stadium infiltrasi

2. Stadium ulserasi

Ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar. Ulkus ini

dangkal, dasarnya ditutupi oleh perkijuan serta dirasakan sangat nyeri oleh pasien.

15

Page 16: laringitis tb

Gambar 6. Stadium ulserasi

3. Stadium perikondritis

Ulkus makin dalam, sehingga mengenai kartilago laring dan yang paling

sering terkena ialah kartilago aritenoid dan epiglotis. Dengan demikian terjadi

kerusakan tulang rawan, sehingga terbentuk nanah yang berbau, proses ini akan

melanjut dan terbentuk sekuester (squester). Pada stadium ini keadaan umum

pasien sangat buruk dan dapat meninggal dunia. Bila pasien dapat bertahan maka

proses berlanjut dan masuk dalam stadium terakhir yaitu stadium

fibrotuberkulosis.

4. Stadium fibrotuberkulosis

Pada stadium ini terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita

suara dan subglotik.

16

Page 17: laringitis tb

Gambar 7. Stadium fibrotuberkulosis

2.3.5 Pemeriksaan

Pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan laring dapat terlihat mukosa yang

udem, hiperemis dan difus pada sepertiga posterior laring atau terlihat lesi

eksofitik granular yang menyerupai gambaran suatu karsinoma. Auerbach dan

Bailey seperti yang dikutip Chi Wang dkk menyatakan lesi yang terjadi pada

laring berupa ulkus yang multipel dan tersebar, serta lesi hipertrofi pada laring.

Kelainan laring pada penderita TB laring menunjukkan gambaran lesi

putih pada mukosa (38,5%), terdapat ulkus (13,50%), massa granulomatosa

(13,50%), peradangan nonspesifik (26,9%), terdapatnya semua gambaran klinis

(53,8%), dan tidak ada pergerakan pita suara (11,5%). Pada kasus tidak terdapat

pergerakan pita suara yang terjadi bilateral diperlukan tindakan trakeostomi untuk

mengatasi obstruksi jalan nafas atas.

17

Page 18: laringitis tb

Pemeriksaan radiologi. Gambaran radiologi berupa infiltrasi pada daerah

apikal, lesi fibrokalsifikasi, terdapat kavitas, adanya gambaran granuloma-

nodular, atau terdapat gambaran opak pada lapangan paru.

Pemeriksaan bakteriologis. Pemeriksaan bakteriologis merupakan

pemeriksaan untuk diagnosis pasti TB, namun tidak semua penderita TB

mempunyai pemeriksaan bakteriologis positif. Bilasan bronkus, jaringan paru,

cairan pleura, cairan serebrospinal, urin, feses, dan jaringan biopsi dapat

digunakan untuk pemeriksaan bakteriologis dengan menggunakan pewarnaan

Ziehl Nielsen, selain pemeriksaan pada sputum.

Pemeriksaan biakan kuman. Biakan kuman Mycobacterium tubeculosa

pada sputum memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasil

pemeriksaan. Hasil positif pada biakan kuman penderita TB memiliki tingkat

keakuratan yang cukup tinggi 84,6%.

Pemeriksaan histopatologi. Biopsi laring menjadi standar baku emas pada

TB laring ataupun keganasan laring, walaupun pemeriksaan sputum dan rontgen

toraks sudah cukup membantu. Gambaran mikroskopis pada TB memperlihatkan

suatu kelompok sel epitel numerous dan sel Giant Langhans multipel dengan

menggunakan pewarnaan HE, sedangkan basil tahan asam akan terlihat dengan

pewarnaan Ziehl Nielsen. Pemeriksaan uji tuberkulin kurang berarti sebagai alat

bantu diagnostik. Dasar dari pemeriksaan ini adalah timbulnya reaksi

hipersensitifitas terhadap tuberkuloprotein akibat terjadinya suatu proses infeksi di

dalam tubuh.

18

Page 19: laringitis tb

Pada TB laring yang disertai pembesaran kelenjar getah bening, dapat

dilakukan pemeriksaan histopatologi biopsi aspirasi jarum halus.

2.3.6 Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan :

a. Anamnesis

b. Gejala dan pemeriksaan klinis

c. Laboratorium

d. Foto rontgen thoraks

e. Laringoskopi langsung/tak langsung

f. Pemeriksaan patologi anatomi

2.3.7 Diagnosa Banding

Diagnosis Banding TB laring sulit dibedakan dengan gambaran karsinoma

laring, untuk itu perlu ketepatan diagnosis dan pemeriksaan penunjang dalam

menegakkan diagnosis secara pasti.

Ling, Zhou, dan Wang melaporkan bahwa TB laring sering salah diagnosis

dengan keganasan laring (42,9%), polip pita suara (21,4%), papiloma laring

(14,3%), epiglositis akut (14,3%), dan kista pita suara (7,2%).11 Beberapa

diagnosis banding lainnya yaitu sifilis, sarkoidosis, granulomatosis Wagener’s,

dan infeksi jamur.

2.3.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Pemberian OAT pada TB bertujuan menurunkan mata

rantai penularan, mengobati infeksi yang terjadi, mencegah kematian, dan

mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT.

19

Page 20: laringitis tb

American Thoracic Society (ATS) menyatakan prinsip pengobatan TB

ekstrapulmonal tidaklah berbeda dengan TB pulmonal, termasuk pengobatan

untuk TB laring. Pada kasus-kasus TB dengan penyulit terdapat perbedaan dari

dosis, waktu pengobatan, dan kombinasi obat, seperti TB meningitis, TB tulang,

yang memiliki penanganan berbeda.

Pemberian terapi selama 6 bulan merupakan standar yang dipakai untuk

pengobatan TB pulmonal dan TB ekstrapulmonal secara umum. Dosis OAT

adalah dosis individual yang sesuai dengan berat badan.

Evaluasi keteraturan berobat merupakan salah satu faktor yang harus

diperhatikan dalam pengobatan TB. Ketidakteraturan konsumsi obat akan

menyebabkan timbulnya masalah resisten multi obat (Multi Drug Resistance/

MDR). Selain tidak teraturnya konsumsi obat, faktor HIV dan faktor kuman juga

dapat menyebabkan MDR.

Respon pengobatan pada TB laring dapat terjadi dalam 2 minggu.6 Suara

serak yang terjadi karena hipertrofi dapat mengalami perbaikan, namun

pergerakan pita suara yang terbatas akibat fibrosis dapat bersifat menetap. Yelken

melaporkan respon OAT terhadap laring cukup baik rata-rata 2 bulan dimana

sebagian kasus lesi yang terjadi sebelumnya tidak terlihat lagi.

Pemberian kortikosteroid pada kasus-kasus dengan fiksasi pita suara dapat

diberikan untuk mencegah fibrosis yang dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas

atas. Berdasarkan Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan TB di Indonesia,

menyatakan kortikosteroid tidak memberikan peranan penting pada TB laring.

20

Page 21: laringitis tb

yang disertai faktor-faktor penyulit, seperti pada TB milier, TB meningitis, TB

dengan efusi pleura, dan TB disertai sepsis dan keadaan umum yang buruk.

Tabel 1. Dosis dan efek samping dari obat anti tuberkulosis lini pertama

Nama Obat Dosis Harian Efek SampingIsoniazid

Rifampisin

Pirazinamid

Streptomisin

Etambutol

4-6 mg/kgBB (max. 300 mg)

8-12 mg/kgBB (max 600 mg)

20-30 mg/kgBB

15-18 mg/kg

15-20 mg/kg

Hepatitis, neuropati perifer, kulit memerah, demam, agranulositosis, ginekomastia

Hepatitis, gangguan pencernaan, demam, kulit memerah, trombositopenia, nefritis interstitial, sindrom flu

Hepatitis, hiperurisemia, muntah, nyeri sendi, kulit memerah

Ototoksik, nefrotoksik Neuritis retrobulbar, nyeri sendi, hiperurisemia, neuropati perifer

2.3.9 Komplikasi

Komplikasi penyebaran kuman Mycobacterium tubeculosa secara limfogen

atau hematogen dapat terjadi, sehingga dapat menyebabkan timbulnya komplikasi

akibat meluasnya penyebaran fokus primer ke bagian tubuh lain. Komplikasi di

paru dapat berupa kelainan paru yang luas, kavitas, efusi pleura, empiema,

endobronkitis, atelektasis, penyebaran milier, dan bronkiektasis.

Selain komplikasi yang terjadi di paru, komplikasi di laring dapat terjadi,

diantaranya stenosis laring, fiksasi dari krikoaritenoid akibat fibrosis, subglotis

stenosis, gangguan otot laring, dan pararalisis pita suara ketika krikoaritenoid atau

21

Page 22: laringitis tb

nervus laringeal rekuren mengalami trauma dan memerlukan tindakan bedah

untuk menanggulanginya.

22

Page 23: laringitis tb

BAB III

KESIMPULAN

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh basil

Mycobacterium tuberculosis yang biasanya mengenai paru-paru (TB pulmoner)

tetapi dapat juga mengenai organ selain paru-paru (TB extrapulmoner)

diantaranya, kelenjar getah bening, otak, tulang temporal, rongga sinonasal,

hidung, mata, faring, kelenjar liur, dan termasuk salah satunya adalah laring.

Gejala klinis yang muncul pada psien laringitis TB dapat berupa suara

serak, yang diikuti nyeri menelan dan sukar menelan, pada beberapa kasus disertai

batuk dan stridor yang disebabkan obstruksi jalan nafas akibat lesi yang hipertrofi

atau fiksasi dari krikoaritenoid.

Diagnosis laringitis TB dapat ditegakkan berdasarkan, anamnesis, gejala

dan pemeriksaan klinis, laboratorium, foto rontgen thoraks, laringoskopi

langsung/tak langsung, serta pemeriksaan patologi anatomi.

Prinsip pengobatan TB ekstrapulmonal tidaklah berbeda dengan TB

pulmonal, termasuk pengobatan untuk TB laring. Evaluasi keteraturan berobat

merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam pengobatan TB.

23