Post on 20-Dec-2015
description
ANALISIS VOLUMETRI
I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan ini adalah :
1. Menentukan konsentrasi larutan standar NaOH dengan titrasi asidimetri-
alkalimetri.
2. Menentukan konsentrasi larutan standar Na2S2O3 dengan titrasi iodometri.
II. DASAR TEORI
Analisis volumetri yang juga dikenal sebagai titrimetri, adalah suatu
analisis kimia kuantitatif dengan mengukur volume larutan standar yang dapat
bereaksi dengan suatu senyawa dalam larutan yang akan ditentukan
normalitasnya. Normalitas menyatakan jumlah gram ekivalen zat terlarut
setiap liter larutan (Vogel, 1985). Analisis dilakukan dengan titrasi, yaitu
penambahan setetes demi setetes lautan yang sudah diketahui normalitasnya
(larutan standar) melalui buret ke dalam erlenmeyer yang berisi larutan yang
akan ditentukan normalitasnya. Titrasi dilangsungkan sampai keduanya
bereaksi sempurna dimana mol ekivalen atau gram ekivalen larutan standar
tepat bereaksi dengan mol ekivalen atau gram ekivalen larutan yang akan
ditentukan normalitasnya, atau disebut titik ekivalen. Titik ekivalen
kemungkinan dapat diketahui dengan adanya perubahan pada larutan yang
dititrasi, misalnya timbul endapan atau terbentuk senyawa kompleks. Namun
perubahan tersebut sulit untuk diamati. Indikator akan memberikan perubahan
warna yang jelas sehingga titik akhir titrasi dapat dengan mudah ditentukan.
Larutan standar adalah larutan yang konsentrasi atau normalitasnya
sudah diketahui dengan pasti (Vogel, 1985). Ada dua macam larutan standar,
yaitu larutan standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar
primer adalah larutan yang konsentrasi atau normalitasnya sudah diketahui
secara tepat dengan gravimetri. Larutan standar primer dapat digunakan untuk
menentukan konsentrasi atau normalitas larutan lain yang belum diketahui.
1
Contoh larutan standar primer : boraks, K2Cr2O7, NaCl dan asam oksalat.
Sedangkan larutan standar sekunder adalah larutan yang konsentrasinya tidak
dapat diketahui dengan tepat karena berasal dari zat yang tidak murni.
Konsentrasi larutan ini ditentukan dengan menggunakan larutan standar
primer. Contoh larutan standar sekunder : HCl, AgNO3, KMnO4 dan Na2S2O3.
Analisis volumetri digolongkan menjadi empat berdasarkan jenis
reaksinya, yakni :
1. Asidimetri-alkalimetri (netralisasi)
Asidimetri-alkalimetri didasarkan pada reaksi asam basa atau netralisasi.
Larutan analit yang berupa larutan asam dititrasi dengan titran yang berupa
larutan basa atau sebaliknya.
2. Oksidimetri-reduksimetri (redoks)
Oksidimetri-reduksimetri didasarkan pada reaksi oksidasi-reduksi antara
analit dan titran. Analit yang mengandung spesi reduktor dititrasi dengan
titran yang bersifat oksidator atau sebaliknya.
3. Pengendapan
Pengendapan didasarkan pada reaksi pengendapan analit oleh larutan
standar titran yang mampu mengendapkan analit secara spesifik.
4. Pembentukan kompleks
Pembentukan kompleks didasarkan pada pembentukan kompleks stabil
hasil reaksi anatara analit dengan titran.
Sementara itu, pada praktikum ini hanya dilakukan analisis
asidimetri-alkalimetri dan oksidimetri-reduksimetri.
1. Titrasi Asidimetri-Alkalimetri
Asidimetri-alkalimetri adalah teknik analisis kuantitatif berupa
titrasi yang menyangkut asam dan basa. Asidimetri adalah titrasi larutan
yang bersifat basa (basa bebas atau larutan garam terhidrolisis yang
berasal dari asam lemah dan basa kuat) dengan larutan standar asam kuat.
Sebaliknya, alkalimetri adalah titrasi larutan yang bersifat asam (asam
bebas dan larutan garam terhidrolisis yang berasal dari basa lemah dan
asam kuat dengan larutan standar basa kuat. Untuk menentukan
2
konsentrasi larutan NaOH digunakan larutan standar sekunder HCl
(asidimetri), yang diketahui konsentrasinya setelah distandarisasi dengan
larutan boraks yang merupakan larutan standar primer. Reaksi yang
terjadi:
Na2B4O7(aq) + 5H2O(l) + 2HCl(aq) 2NaCl(aq) + 4H3BO3(aq) (1)
Terbentuknya asam lemah H3BO3 membuat pH larutan pada titik
akhir titrasi < 7, maka digunakan indikator methyl orange yang memiliki
trayek pH 3,1-3,4. Indikator tersebut memberikan perubahan warna dari
oranye menjadi merah bata. Kemudian larutan standar HCl digunakan
untuk menentukan konsentrasi larutan NaOH. Reaksi yang terjadi :
NaOH(aq) + HCl(aq) NaCl(aq) + H2O(l) (2)
Garam NaCl merupakan garam netral, dengan pH berkisar skala
7. Indikator yang digunakan adalah indikator phenolphtalein yang
memiliki trayek pH 8,3 – 10 dan memberikan perubahan warna dari merah
muda menjadi tidak berwarna.
2. Titrasi Redoks
Titrasi redoks adalah metode penentuan kuantitatif yang reaksi
utamanya adalah reaksi oksidasi dan reduksi. Reaksi dapat terjadi jika
terjadi interaksi dari senyawa atau unsur atau ion yang bersifat oksidator
dengan senyawa atau unsur atau ion yang bersifat reduktor. Berdasarkan
jenis oksidatornya maka titrasi redoks digolongkan antara lain :
a. Permanganometri
Titrasi redoks ini menggunakan larutan standar primer KMnO4 dan
tidak memerlukan indikator karena titran bertindak sebagai indikator.
b. Dikromatometri
Titrasi dikromatometri adalah titrasi redoks yang menggunakan
senyawa dikromat sebagai oksidator, misalnya kalium dikromat.
c. Iodimetri/Iodometri
Iodimetri, iodine digunakan sebagai oksidator. Sedangkan iodometri, ion
iodide digunakan sebagai reduktor (Vogel, 1985). Larutan natrium
3
tiosulfat digunakan untuk menitrasi iodium yang terbebtuk dari reaksi
oksidasi KI dengan K2Cr2O7.
Pada praktikum ini, titrasi redoks yang dipakai adalah iodometri
dengan larutan standar natrium tiosulfat. Larutan natrium tiosulfat tidak
stabil dalam waktu lama. Oleh karena itu, untuk mengetahui konsentrasi
dengan pasti harus distandarisasi dengan larutan standar primer I2. Larutan
standar primer I2 dibuat melalui reaksi oksidasi KI dengan K2Cr2O7 dalam
suasan asam, yaitu dengan HCl. Reaksi yang terjadi :
Cr2O72-
(aq)+6I-(aq)+14H+
(aq)2Cr3+(aq)+3I2(g)+7H2O(l) (3)
Pada reaksi ini digunakan KI berlebih, agar semua Cr2O72-bereaksi
dan sisa KI berguna untuk melarutkan I2 yang terbentuk (I2 sangat sedikit
atau tidak larut dalam air tapi mudah larut dalam larutan yang
mengandung ion iodide atau KI (Perry, 1999) membentuk kompleks
Iodida : I2+ I- I3- yang mudah larut dalam air). Selanjutnya Iodium (I2)
yang timbul dititrasi dengan larutan standar natrium thiosulfat (Na2S2O3).
Pati/amilium adalah indikator yang digunakan dalam titrasi
Na2S2O3, karena amilum membentuk kompleks dengan I2 yang
menimbulkan warna biru tua yang masih jelas meskipun hanya terdapat
sedikit I2. Pada titik ekivalen, iodida yang terikat akan hilang sehingga
warna biru akan pudar dan perubahan warna dapat diamati. Penambahan
amilum dilakukan pada saat titik akhir titrasi hampir tercapai (saat iodium
yang tersisa dalam larutan tinggal sedikit), yang ditandai dengan
terbentuknya warna coklat pada larutan. Hal ini dilakukan agar amilum
tidak membungkus iodium, yang mengakibatkan warna biru tua sulit
hilang dan akibatnya titik akhir titrasi tidak dapat diamati.
Perubahan warna yang dapat diamati selama iodometri
berlangsung:
a. Ketika larutan yang berisi Na2CO3, KI, dan HCl pekat 1:1 diberi
penambahan K2Cr2O7, warna berubah menjadi coklat tua dari semula
4
yang tidak berwarna. Warna tersebut timbul akibat reaksi antara ion
kromat pada K2Cr2O7 dengan ion iodium.
b. Ketika larutan campuran Na2CO3, KI, HCl dan K2Cr2O7 dengan
menggunakan larutan Na2S2O3, warna berubah menjadi coklat bening.
Perubahan warna tersebut terjadi karena reaksi :
2S2O32-(aq)+I2(g) S4O6
2-(aq)+2I-(aq) (4)
Sebenarnya titik ekivalen dapat diketahui tanpa menggunakan
indikator. Namun, akhir titrasi memberikan warna yang samar
sehingga sulit untuk diamati dan membutuhkan indikator untuk
memperjelas.
c. Ketika larutan pati diteteskan, warna berubah menjadi biru kehitaman/
gelap dari yang semula berwarna coklat muda. Hal ini disebabkan oleh
amilum yang mengikat iodium menjadi iodamilum sehingga terjadi
perubahan warna.
d. Ketika titik akhir titrasi, warna larutan yang semula biru kehitaman
menjadi hijau kebiruan. Perubahan warna tersebut terjadi karena
kelebihan satu tetes ion sulfit bereaksi dengan sisa iodida yang sudah
berikatan dengan larutan pati.
5
III. PELAKSANAAN PERCOBAAN
A. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
1. Asam Klorida (HCl) 0,1 N
2. Aquadest
3. Boraks (Na2B4O7.10 H2O)
4. Natrium hidroksida (NaOH)
5. Indikator methyl orange (m.o)
6. Indikator phenolpthalein (p.p)
7. Kalium dikromat (K2Cr2O7) 0.1 N
8. Natrium thiosulfat pentahidrat (Na2S2O3.5H2O)
9. Natrium karbonat (Na2CO3)
10. Kalium Iodida (KI)
11. Pati
B. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ditunjukkan pada gambar 1
rangkaian alat berikut:
Gambar 1. Rangkaian Alat Titrasi
6
Keterangan :
1. Statif
2. Klem
3. Buret 50 mL
4. Kran Buret
5. Erlenmeyer 250 mL
C. Cara Percobaan
Asidimetri – Alkalimetri
1. Standarisasi larutan standar HCl 0,1 N
Boraks sebanyak 0,2 gram ditimbang dalam gelas arloji dengan
neraca analitis digital. Selesai ditimbang, boraks dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 mL dengan bantuan corong gelas. Sisa – sisa boraks
yang menempel pada gelas arloji dibersihkan dengan disemprot
aquadest sehingga semua boraks masuk ke dalam erlenmeyer. Aquadest
ditambahkan hingga volumenya 30 mL. Erlenmeyer digoyang – goyang
hingga larutan homogen.Methyl orange sebanyak 3 – 5 tetes
ditambahkan. Buret diisi dengan larutan standar HCl 0,1 N sampai
tanda batas nol. Larutan boraks dititrasi sampai titik ekivalen tercapai
dan volume larutan HCl yang diperlukan dicatat. Percobaan diulangi
dua kali lagi.
2. Pembuatan larutan NaOH 0,1 N
Aquadest sebanyak 10 mL disiapkan dalam gelas beker 100 mL.
Natrium hidroksida sebanyak 0,4 gram ditimbang dengan botoltimbang.
Natrium hidroksida yang sudah ditimbang dimasukkan ke dalam gelas
beker tersebut dan diaduk hingga homogen. Larutan NaOH dipindahkan
ke dalam labu ukur 100 mL dan aquadest ditambahkan sampai tanda
batas dan digojog hingga homogen.
3. Penentuan konsentrasi larutan NaOH 0, 1 N
Larutan NaOH 0,1 N sebanyak 10 mL diambil dengan pipet volum
10 mL, lalu dituang ke dalam erlenmyer 125 mL. Indikator
phenolpthalein ditambahkan sebanyak 3 tetes. Buret diisi dengan
larutan standar HCl 0,1 N sampai tanda batas nol. Larutan NaOH
dititrasi sampai titik ekivalen tercapai dan volume larutan HCl yang
diperlukan dicatat. Percobaan diulangi dua kali lagi untuk volume
larutan NaOH yang sama.
7
4. Penentuan konsentrasi larutan NaOH X N
Larutan NaOH X N sebanyak 10 mL diambil dengan pipet volum
10 mL lalu dituang ke dalam erlenmeyer 125 mL. Indikator
phenolpthalein ditambahkan sebanyak 3 tetes. Buret diisi dengan
larutan standar HCl 0,1 N sampai tanda batas nol. Larutan NaOH
dititrasi sampai titik ekivalen yaitu hingga terjadi perubahan warna dari
ungu menjadi bening. Volume larutan HCl yang diperlukan dicatat dan
percobaan diulangi 2 kali lagi untuk volume larutan NaOH yang sama.
Iodometri
1. Pembuatan larutan standar Na2S2O3
Sebanyak 2,5 gram Na2S2O3 ditimbang dalam gelas arloji
menggunakan neraca analitis digital. Setelah ditimbang, Na2S2O3
dimasukkan ke dalam gelas beker 250 mL yang berisi aquadest 50 mL,
lalu diaduk sampai larut. Larutan tersebut disaring menggunakan kertas
saring dan dituang ke dalam labu ukur 100 mL. Aquadest ditambahkan
hingga tanda batas dan digojog hingga homogen.
2. Pembuatan indikator pati
Pati ditimbang sebanyak 0,1 gram dalam gelas arloji dengan neraca
analitis digital. Pati dimasukkan ke dalam gelas beker 250 mL.
Aquadest ditambahkan sampai volume 50 mL. Larutan pati dipanaskan
sambil diaduk hingga mendidih.
3. Peneraan larutan Na2S2O3
Sebanyak 3 gram KI dan 1 gram Na2CO3 ditimbang dalam gelas
arloji menggunakan neraca analitis digital, kemudian dimasukkan ke
dalam erlenmeyer 250 mL bertutup yang berisi 50 mL aquadest.
Erlenmeyer digoyang-goyang hingga larutan homogen, lalu
ditambahkan HCl pekat 1:1 sebanyak 5 mL dengan pipet volum 5 mL
sambil digoyang pelan. Larutan K2Cr2O7 yang telah disediakan
ditambahkan dengan pipet volume 25 mL dan digoyang hingga
homogen. Erlenmeyer ditutup dengan gelas arloji dan disimpan di
8
tempat gelap selama 10 menit. Buret diisi larutan Na2S2O3 sampai batas
tanda nol. Larutan K2Cr2O7 dalam erlenmeyer bertutup tadi dititrasi
dengan larutan Na2S2O3 sampai berwarna coklat muda. Indikator pati
ditambahkan sampai larutan berubah warna menjadi biru kehitaman.
Titrasi dilanjutkan hingga larutan berubah warna menjadi hijau
kebiruan. Volume larutan Na2S2O3 yang diperlukan dicatat dan
percobaan diulang dua kali lagi.
D. Analisis Data
1. Standarisasi HCl dengan boraks
a. Normalitas HCl yang sebenarnya :
N HCl=mboraks
V HCl Mr boraks
(5)
dengan, N HCl = normalitas HCl yang sebenarnya, N
m boraks = massa boraks, mg
Mr boraks = massa molekul relatif boraks
= 382 mg/mmol
V HCl = volume HCl untuk titrasi, mL
b. Menghitung normalitas HCl teoritis
N HCl=10 V HCl 1n K ρ
V HCl2 Mr (6)
dengan, N HCl = normalitas HCl, N
VHCl 1 = volume HCl pekat, mL
n = jumlah H+ dalam molekul HCl
K = kadar HCl pekat, %
ρ = massa jenis HCl, g/mL
VHCl 2 = volume HCl setelah pengencean, mL
Mr = massa molekul relatif HCl = 36,5 g/mol
2. Standarisasi NaOH dengan HCl
a. Normalitas NaOH teoritis :
9
N NaOH= mnV NaOH Mr (7)
dengan, N NaOH = normalitas NaOH, N
m = massa NaOH, mg
n = jumlah OH- dalam molekul NaOH = 1
Mr = massa molekul relative NaOH
= 40 mg/ mmol
V NaOH= volume larutan NaOH, mL
b. Normalitas NaOH sebenarnya :
N HCl=N HClV HCl
V NaOH
(8)
dengan, N NaOH = normalitas NaOH sebenarnya, N
V NaOH= volume NaOH yang dititrasi, mL
N HCl = normalitas HCl sebenarnya untuk titrasi, N
V HCl = volume HCl untuk titrasi, mL
3. Standarisasi larutan NaOH X N dengan HCl
Normalitas NaOH X N dihitung dengan persamaan berikut:
N NaOH X N=NHCl V HCl
V NaOH X N
(9)
dengan, NNaOH X N = normalitas NaOH X N, N
VNaOH X N = volume NaOH X N yang dititrasi, mL
NHCL = normalitas HCl sebenarnya untuk titrasi, N
VHCl = volume HCI untuk titrasi, mL
4. Standarisasi Na2S2O3
a. Normalitas Na2S2O3 teoritis :
N Na2 S2 O3=
2mNa2 S2 O3
MrNa2 S2 O3V Na2 S2 O3
(10)
dengan, N Na2 S2 O3= normalitas larutan Na2S2O3, N
mNa2 S2 O3= massa Na2S2O3, mg
10
MrNa2 S 2O 3= massa molekul relatif Na2S2O3.5H2O
= 248 mg/mmol
V Na2 S2 O3= volume larutan Na2S2O3, mL
b. Normalitas K2Cr2O7 sebenarnya :
N K2 Cr 2O 7=
6mK2 Cr 2O 7
MrK 2 Cr2 O7V K2 Cr2 O7
(11)
dengan, N K2 Cr 2O 7= normalitas larutan K2Cr2O7 sebenarnya, N
mK2 Cr2 O7= massa K2Cr2O7, mg
MrK2 Cr 2 O7= massa molekul relative K2Cr2O7
= 294 mg/mmol
V K2 Cr 2O 7= volume larutan K2Cr2O7, mL
c. Normalitas Na2S2O3 sebenarnya :
N Na2 S2 O3=
V K2 Cr 2 O7N K2 Cr 2 O7
V Na2 S2 O3
(12)
dengan, N Na2 S2 O3= normalitas larutan Na2S2O3 sebenarnya, N
V Na2 S2 O3= volume larutan Na2S2O3, mL
V K2 Cr 2O 7= volume larutan K2Cr2O7, mL
N K2 Cr 2O 7= normalitas larutan K2Cr2O7 sebenarnya, N
5. Menghitung rata –rata normalitas suatu larutan
N rata−rata=∑ N
n (13)
dengan, Nrata – rata = normalitas rata – rata, N
N = jumlah normalitas data hasil percobaan, N
n = jumlah data (3)
11
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Asidimetri dan Alkalimetri
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi larutan
NaOH, yang dilakukan dengan cara titrasi menggunakan larutan standar
HCl. Untuk mengetahui normalitas larutan HCl yang sebenarnya, maka
larutan HCl yang dibuat harus distandarisasi dahulu dengan boraks.
Reaksi yang berlangsung pada percobaan ini mengikuti persamaan (1).
1. Standardisasi HCl
Hasil penimbangan boraks dan pembacaan volume HCl pada buret
yang diperlukan untuk titrasi boraks, dan hasil perhitungan normalitas HCl
ditunjukkan pada Daftar I.
Daftar I. Hasil Percobaan untuk Standardisasi HCl
Dari Daftar I diperoleh normalitas HCl percobaan rata-rata yaitu
0,0898 N. Sementara itu dari hasil perhitungan, diperoleh normalitas HCl
teoritis yaitu 0,0866 N.
12
PercobaanBerat Boraks, gram Volume HCl
untuk titrasi, mL
Normalitas HCl
(N)
1 0,2057 12,4 0,0869
2 0,2061 12,5 0,0863
3 0,2051 12,4 0,0866
Pada tiap-tiap sampel percobaan ini larutan HCl maupun boraks
yang digunakan sama. Seharusnya volume HCl yang diperlukan untuk
titrasi pun sama. Namun pada percobaan ini, volume HCl yang dibutuhkan
berbeda. Perbedaan ini disebabkan ketidaktepatan menentukan titik akhir
titrasi sebagai titik ekivalen, sehingga antara satu sampel dan yang lain
diperoleh normalitas yang berbeda.
Perbedaan normalitas HCl teoritis dan hasil percobaan ini
disebabkan oleh tingkat kemurnian dari HCl yang tidak tepat 37%.
Ketidakmurnian HCl disebabkan adanya pengotor dalam HCl , sehingga
kemurniannya kurang dari 37%. Hal ini menunjukkan bahwa larutan HCl
tidak murni maka perlu untuk di standarisasi terlebih dahulu.
2. Standardisasi NaOH
Hasil penimbangan NaOH dan pembacaan volume HCl pada buret
yang diperlukan untuk titrasi NaOH ditunjukkan pada Daftar II.
Daftar II. Hasil Percobaan Pengukuran Konsentrasi NaOH
Dari Daftar II didapatkan normalitas NaOH percobaan rata-rata
yaitu 0,1085 N. Sementara itu dari hasil perhitungan, diperoleh normalitas
NaOH teoritis yaitu 0,1151 N.
Perbedaan normalitas NaOH teoritis dan hasil percobaan ini
disebabkan oleh pengotor pada NaOH yang ditimbang, sehingga yang
tertimbang adalah massa NaOH dan pengotornya. Akibatnya, normalitas
NaOH menjadi berbeda dengan yang seharusnya. Selain itu, penyebab
lainnya adalah karena larutan NaOH yang tidak murni, sehingga
13
PercobaanVolume
NaOH (mL)
Volume HCl
0,0866
(mL)
Normalitas
NaOH (N)
1 10 12,5 0,1082
2 10 12,6 0,1091
3 10 12,5 0,1082
normalitas NaOH lebih kecil dari pada normalitas seharusnya. Maka dari
itu larutan NaOH perlu distandarisasi.
Pada tiap-tiap sampel, volume larutan NaOH yang digunakan
sama, maka seharusnya volume HCl dengan normalitas yang sama yang
dibutuhkan untuk titrasi sama. Namun pada percobaan ini, volume HCl
yang digunakan untuk titrasi berbeda. Hal ini dikarenakan adanya
kesalahan dalam menentukan titik akhir titrasi, sehingga titik akhir tidak
tepat pada saat warna berubah dari ungu menjadi bening.
3. Standardisasi NaOH X N dengan HCl
Hasil pemipetan NaOH X N dan pembacaan volume HCl pada buret yang
diperlukan untuk titrasi NaOH X N ditunjukkan pada Daftar III.
Daftar III. Hasil Percobaan Penentuan Konsentrasi NaOH X N
i
Dari Daftar III didapatkan normalitas NaOH X N rata-rata yaitu
0,0707 N.
Jika normalitas HCl yang digunakan untuk menitrasi tiap-tiap
sampel dengan volume larutan NaOH X N sama, maka volume seharusnya
HCl yang dibutuhkan untuk titrasi sama, dan normalitas NaOH yang
terhitung seharusnya juga sama. Tetapi pada Daftar III, normalitas NaOH
yang terhitung pada ketiga percobaan berbeda. Hal ini disebabkan karena
14
PercobaanVolume NaOH (mL)
Volume HCl
0,0898 N (mL)
Normalitas NaOH (N)
1 10 8,2 0,0710
2 10 8,2 0,0710
3 10 8,1 0,0701
ketidaktelitian dalam pembacaan skala buret dan kesalahan penentuan titik
akhir titrasi.
B. Iodometri
Pada percobaan analisis volumetri dengan jenis ini digunakan
untuk menentukan normalitas larutan standar Na2S2O3, melalui jumlah
volume Na2S2O3 yang bereaksi dengan senyawa K2Cr2O7 secara tidak
langsung. Pada Iodometri terjadi reaksi-reaksi dengan persamaan seperti
pada persamaan (3) dan (4).
4.Standarisasi Na2S2O3
Hasil penimbangan boraks dan pembacaan volume HCl pada buret
yang diperlukan untuk titrasi boraks ditunjukkan pada Daftar IV.
Daftar IV. Hasil Percobaan Penentuan Konsentrasi Na2S2O3
NoVolume NaOH 0,0818 N,
mL
Volume
Na2S2O3, mL
Normalitas Na2S2O3,
N
1 25 20,6 0,0993
2 25 20,5 0,0997
3 25 20,6 0,0993
Berdasarkan Daftar IV diperoleh normalitas Na2S2O3 percobaan
rata-rata adalah 0,0994 N. Sementara itu melalui perhitungan, diperoleh
hasil normalitas Na2S2O3 teoritis yaitu 0,1008 N.
Tiap sampel menggunakan volume larutan K2Cr2O7 yang sama
sehingga volume larutan Na2S2O3 untuk titrasi seharusnya sama. Namun
terjadi sedikit perbedaan pada volume Na2S2O3 yang dibutuhkan untuk
titrasi pada Daftar IV diatas. Perbedaan normalitas Na2S2O3 teoritis dan
hasil percobaan ini disebabkan karena adanya pengotor pada Na2S2O3 yang
ditimbang sehingga normalitas Na2S2O3 pada percobaan menjadi lebih
15
kecil dari normalitas Na2S2O3 teoritis. Selain itu hal ini disebabkan karena
penghentian titik akhir titrasi tidak tepat saat titik ekivalen.
16
V. KESIMPULAN
Dari percobaan yang sudah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1. Hasil perhitungan normalitas:
No LarutanNormalitas Teoritis
(N)
Normalitas Rata-
Rata Percobaan
(N)
1 HCl 0,0989 0,0869
2 NaOH 0,1151 0,1082
3 Na2S2O3 0,1008 0,0994
2. Dari hasil percobaan diatas diketahui bahwa normalitas percobaan lebih
kecil dari pada normalitas teoritis. Perbedaan normalitas ini diakibatkan
karena ketidaktepatan dalam menentukan titik akhir titrasi / titik ekivalen.
Ketidaktepatan ini disebabkan karena sulitnya mengamati perubahan
warna pada larutan, terutama pada perubahan orange menjadi merah bata
dan dari biru kehitaman menjadi hijau kebiruan.
3. Hal ini membuktikan bahwa larutan HCl, larutan NaOH, dan larutan
Na2S2O3 tidak murni sehingga perlu distandarisasi terlebih dahulu sebelum
digunakan untuk analisis.
4. Dalam percobaan ini diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam setiap
langkah percobaan agar hasil percobaan yang didapat akurat.
17
VI. DAFTAR PUSTAKA
Perry, R. H. and Green, D. W., 1950, “Perry’s Chemical Engineer’s
Handbook”, 6ed., pp. 3-14, 3-19, 3-22, McGraw-Hill Bok Company Inc.,
New York.
Vogel, A. I, 1958, “Text Book of Quantitative Inorganic Analysis”,
2ed., pp. 43-45, 52, 150-160, 229-233, Longman, Green and Co., London.
18
VII. LAMPIRAN
A. Identifikasi Hazard Proses dan Bahan Kimia
a. Proses
1. Titrasi larutan standar NaOH dengan HCl dan larutan
standar Na2S2O3 dengan K2Cr2O7
Potensi bahaya pada proses ini adalah praktikan dapat mengalami
luka iritasi pada kulit dan mata. Luka iritasi pada kulit diakibatkan
karena terkena larutan HCl dan K2Cr2O7saat menuangkan ke dalam
buret. Begitu juga luka iritasi pada mata diakibatkan kedua larutan
tersebut dapat terpercik mengenai mata yang diakibatkan
jangkauan buret saat ingin dituangkan larutan tersebut lebih tinggi
dari mata praktikan.
2. Penimbangan bahan solid
Potensi bahaya pada proses iniadalah praktikan dapat mengalami
luka iritasi pada kulit. Namun, harus diperhatikan untuk zat NaOH
yang juga bersifat korosif dan sangat berbahaya. Luka iritasi pada
kulit diakibatkan karena kurang hati-hati dalam mengambil bahan
saat ditimbang sehingga dapat mengenai kulit. Bahan yang dapat
menyebabkan iritasi tersebut yaitu; KI, Na2CO3 dan Na2S2O3, serta
NaOH (zat yang dapat pula menimbulkan korosif pada kulit).
3. Pemanasan indikator pati
Potensi bahaya pada proses iniadalah praktikan dapat mengalami
luka bakar. Luka bakar dapat diakibatkan karena tersentuh dengan
alat dan bahan yang panas. Alat panas berupa kompor listrik
beserta asbesnya. Bahan panas dapat berupa larutan pati yang
mendidih dan uapnya.
19
4. Pengambilan HCl di lemari asam
Potensi bahaya pada proses iniadalah praktikan dapat mengalami
luka iritasi dan korosif yang sangat berbahaya pada kulit. Luka
iritasi dan korosif dapat diakibatkan karena terkena larutan asam
saat pengambilan di lemari asam. Larutan asam tersebut berupa
larutan HCl pekat dengan perbandingan 1:1.
5. Pengambilan larutan K2Cr2O7dengan pipet volume
Potensi bahaya pada proses iniadalah praktikan dapat mengalami
luka iritasi yang sangat berbahaya pada kulit. Luka iritasi dapat
diakibatkan karena tidak hati-hati dalam mengambil larutan
tersebut dan mungkin bola penghisap yang sudah tidak rapat.
Larutan tersebut berupa larutan K2Cr2O70,1 N.
b. Bahan kimia
a. Aquadest
Aquadest tidak berbahaya.
b. Asam Klorida (HCl)
Asam Klorida sangat korosif dan bersifat iritan pada kulit dan
mata. Asam Klorida beracun jika terhirup maupun tertelan.
c. Boraks (Na2B4O7.10H2O)
Boraks dapat menyebabkan iritasi pada kulit jika tersentuh.
d. Natrium Hidroksida (NaOH)
Natrium Hidroksida bersifat iritan pada kulit dan mata. Natrium
Hidroksida bersifat higroskopis.
e. Indikator Methyl Orange
Methyl Orange bersifat iritan pada kulit dan mata. Selain itu,
Methyl Orange juga beracun.
20
f. Indikator Phenol Phtalein
Phenol Phtalein bersifat iritan pada kulit dan mata. Phenol
Pthalein juga mudah terbakar.
g. Kalium Dikromat (K2Cr2O7)
K2Cr2O7 bersifat iritan pada kulit dan mata. K2Cr2O7 juga sangat
beracun dan korosif, serta dapat mengoksidasi zat lain.
h. Natrium Tiosulfat Pentahidrat (Na2S2O3.5H2O)
Natrium Tiosulfat Pentahidrat bersifat iritan pada kulit dan mata.
i. Natrium Karbonat (Na2CO3)
Natrium Karbonat bersifat iritan pada kulit dan mata, serta bersifat
higroskopis.
j. Kalium Iodida (KI)
Kalium Iodida bersifat iritan pada kulit dan mata, serta bersifat
korosif.
k. Pati
Pati bersifat iritan pada kulit dan mata.
B. Penggunaan Alat Perlindungan Diri
a. Jas laboratorium lengan panjang
Jas laboratorium berfungsi untuk melindungi tubuh atau kulit dari
sentuhan langsung dengan bahan. Salah satunya sentuhan dengan
bahan-bahan kimia berbahaya (HCl, KI, Na2CO3, dll) maupun alat
yang bersuhu tinggi seperti kompor listrik dan asbesnya.
b. Masker
Masker berfungsi untuk mengurangi bahaya yang ditimbulkan dari
terhirupnya uap dari zat-zat yang digunakan pada saat praktikum.
Maka praktikan sangat diwajibkan menggunakan masker pada saat
praktikum untuk mengurangi risiko bahaya sekecil apapun.
c. Sarung tangan
21
Sarung tangan berguna untuk melindungi tangan dari sentuhan
langsung bahan-bahan kimia dan alat bersuhu tinggi.
d. Sepatu tertutup
Sepatu tertutup berguna untuk melindungi kaki dari tumpahan dan
percikan bahan-bahan kimia yang mungkin saja terjadi.
e. Goggles
Goggles berguna untuk melindungi mata dari percikan larutan atau
butiran senyawa bahan kimia yang masuk ke dalam mata. Contohnya;
saat menimbang bahan, mentitrasi larutan (baik HCl dengan NaOH
maupun K2Cr2O7dengan Na2S2O3) bahkan saat mengambil asam di
lemari asam.
C. Manajemen Limbah
1. Masker dan sarung tangan buang di tempat sampah.
2. Hasil titrasi antara NaOH dan HCL 0,1 N yang mana didapatkan
campuran yang mengandung NaCl dan H2O langsung dibuang ke
limbah halogenik karena terdapat kandungan khlor dalam campuran
tersebut.
3. Hasil titrasi iodometri antara campuran (KI, Na2CO3, HCl 1:1 dan
aquadest) dan Na2S2O3 serta pati dapat dibuang ke limbah halogenik.
4. HCl 0,1 N yang berlebih dalam gelas beker, jika tidak dipakai lagi
dapat dikembalikan ke wadah semula.
5. Larutan indikator Na2S2O3sisa dan tidak dipakai lagi dapat dibuang ke
limbah non-halogenik. Karena senyawa dari larutan tersebut tidak
mengandung unsur golongan VII / halogenik (F, Cl, Br, I). Begitu juga
indikator pati yang tidak terdapat unsur halogenik dapat dibuang ke
dalam limbah non halogenik.2
22
D. Data Percobaan
1. Alkalimetri dan Asidimetri
Rapat massa HCl pekat : 1,19 g/mL
Kadar HCl pekat : 37 %
Volum HCl pekat : 8,2 mL
Volum HCl encer : 1000 mL
a. Peneraan larutan HCl
Daftar V . Hasil Percobaan Peneraan Larutan HCl
No Berat Boraks, gram Volume HCl untuk titrasi, mL
1 0,2057 12,4
2 0,2061 12,5
3 0,2051 12,4
b. Peneraan larutan NaOH
Massa NaOH : 0,4602 gram
Volum NaOH : 100 mL
Daftar VI . Hasil Percobaan Peneraan NaOH
No Volume NaOH, mL Volume HCl untuk titrasi, mL
1 10 12,5
2 10 12,6
3 10 12,5
23
c. Peneraan larutan NaOH X N
Daftar VII . Hasil Percobaan Peneraan NaOH X N
No Volume NaOH, mL Volume HCl untuk titrasi, mL
1 10 8,2
2 10 8,2
3 10 8,1
2. Iodometri
Massa Na2S2O3 : 2,5002 gram
Volum larutan Na2S2O3 : 100 mL
Massa K2Cr2O7 : 2,0036 gram
Volum larutan K2Cr2O7 : 500 mL
Massa pati : 0,1008 gram
Massa KI I : 3,0053 gram
Massa Na2CO3 I : 1,0049 gram
Massa KI II : 3,0011 gram
Massa Na2CO3 II : 1,0044 gram
Massa KI III : 3,0006 gram
Massa Na2CO3 III : 1,0059 gram
Daftar VIII . Hasil Percobaan Oksidimetri
No Volume K2Cr2O7 , mL Volume Na2S2O3 , mL
1 25 20,6
2 25 20,5
2 25 20,6
24
D. Perhitungan
1. Alkalimetri – Asidimetri
a. Perhitungan normalitas HCl
Normalitas HCl dapat ditentukan dengan persamaan (6).
Normalitas HCl=10. (8,2mL ) . (1 ) . (37 ) . (1.19 g /mL )
(1000 mL) .(36,5 g/mol)
Normalitas HCl=0,0989 N
b. Standarisasi HCl dengan boraks
Normalitas HCl sebenarnya dapat diperoleh dari persamaan (7).
Contoh perhitungan data 1 pada daftar I.
Normalitas HCl=2.(0,2057 mg)
12,4 mL .382 mg /mmol
Normalitas HCl=0,0869 mmol /mL
Normalitas HCl=0,0869 mol /1000 mL
Normalitas HCl=0,0869 N
Dengan cara yang sama diperoleh data pada daftar berikut.
Daftar IX . Data Hasil Perhitungan Normalitas HCl Sebenarnya
No Massa boraks, gram VHCl, ml Mr, gr/mol NHCl, N
1 0,2057 12,4 382 0,0869
2 0,2061 12,5 382 0,0863
3 0,2051 12,4 382 0,0866
Dari data dapat diperoleh normalitas HCl rata-rata dengan
persamaan (14).
Normalitas HCl ratarata=(0,0869 )+ (0,0863 )+(0,0866)
3
25
Normalitas HCl ratarata=0,0866 N
c. Standarisasi NaOH dengan HCl
Normalitas NaOH teoritis dapat diperoleh dengan persamaan (8)
Normalitas NaOH=(460,2 mg )(1)
(40mg
mmol )(100 mL)
Normalitas NaOH=0,1151mmol /mL
Normalitas NaOH=0,1151mol/1000 mL
Normalitas NaOH=0,1151N
Normalitas NaOH sebenarnya dapat diperoleh dari persamaan (9).
Contoh perhitungan dapat dilihat dari data no 1 daftar II.
Normalitas NaOH=(0,0866 N )(12,5 mL )
(10 mL)
Normalitas NaOH=0,1082 N
Dengan cara yang sama diperoleh data sebagai berikut:
Daftar X . Data Hasil Perhitungan Normalitas NaOH Sebenarnya
No Volume NaOH, mL Volume HCl
0,0952 N, mL
Normalitas NaOH, N
1 10 12,5 0,1082
2 10 12,6 0,1091
3 10 12,5 0,1082
Normalitas NaOH rata-rata diperoleh dari persamaan (14)
Normalitas NaOH ratarata=(0,1082 )+ (0,1091 )+(0,1082)
3
Normalitas NaOH ratarata=0,1085 N
d. Standarisasi NaOH X N dengan HCl
26
Normalitas NaOH X N sebenarnya dapat diperoleh dari persamaan
(10). Contoh perhitungan dapat dilihat dari data no 1 daftar III.
Normalitas NaOH X N=(0,0866 N )(8,2 mL)
(10 mL)
Normalitas NaOH X N=0,0710 N
Dengan cara yang sama diperoleh data sebagai berikut.
Daftar XI . Data Hasil Perhitungan Normalitas NaOH X N
Sebenarnya
No Volume NaOH, ml Volume HCl
0,0952 N, ml
Normalitas NaOH X N,
N
1 10 8,2 0,0710
2 10 8,2 0,0710
3 10 8,1 0,0701
Normalitas NaOH rata-rata diperoleh dari persamaan (14)
Normalitas NaOH ratarata=(0,0710 )+ (0,0710 )+(0,0701)
3
Normalitas NaOH ratarata=0,0707 N
2. Oksidimetri
a. Normalitas Na2S2O3 teoritis
Normalitas Na2S2O3 teoritis dapat diperoleh dari persamaan (11 )
Normalitas=(2500,2 mg)
(248mg
mmol )(100 mL)
Normalitas=0,1008 mmol /mL
Normalitas=0,1008 mol /1000 mL
Normalitas=0,1008 N
b. Normalitas K2Cr2O7 sebenarnya
27
Dengan persamaan (12) diperoleh :
Normalitas=6.(2003,6 mg)
(294mg
mmol )(500 mL)
Normalitas=0,0818 mmol /mL
Normalitas=0,0818 N
c. Normalitas Na2S2O3 sebenarnya
Dengan persamaan (13), contoh perhitungan dapat diperoleh dari
data no 1 pada daftar IV.
Normalitas=(0,0818 N )(25 mL)
(20,60 mL)
Normalitas=0,0993 N
Dengan cara yang sama, diperoleh data pada daftar berikut.
Daftar XII . Data Hasil Perhitungan Normalitas Na2S2O3
Sebenarnya
No Vk, ml V Na2S2O3,ml Nk, N N Na2S2O3, N
1 25 20,6 0,0818 0,0993
2 25 20,5 0,0818 0,0997
3 25 20,6 0,0818 0,0993
Normalitas rata-rata Na2S2O3 diperoleh dari persamaan (14) :
Normalitas rata rata=(0,0993 )+(0,0997 )+(0,0993)
3
Normalitas rata rata=0,0994 N
28