Post on 06-Dec-2015
description
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ternak potong merupakan salah satu penghasil daging yang
memiliki nilai gizi serta nilai ekonomi yang tinggi. Hewan ternak sapi juga
mempunyai peranan yang sangat penting dalam lingkungan masyarakat
kita, karena sering dimanfaatkan sebagai hewan kurban pada hari raya
yang permintaanya selalu meningkat setiap tahun. Peternakan adalah
usaha dalam meningkatkan kekayaan alam biotik berupa ternak dengan
cara produksi untuk memenuhi perkembangan kebutuhan manusia.
Ternak sapi yaitu salah satu jenis ternak yang mempunyai prospek untuk
mengimbangi kesenjangan protein hewani asal ternak. Ternak sapi,
khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil
bahan makanan berupa daging yang mempunyai nilai jual tinggi, dan
penting artinya di dalam kehidupan masyarakat.
Jenis-jenis sapi potong yang biasa ditemukan di indonesia berasal
dari sapi lokal dan sapi impor. Sapi-sapi tersebut masing-masing memiliki
sifat genetik yang khas dan bisa dilihat dari bentuk fisiknya maupun dari
proses laju pertumbuhannya. Sapi-sapi lokal yang sering dijadikan sumber
daging yaitu sapi Ongole, sapi Simmental, sapi PO (peranakan ongole),
sapi Bali,dan sapi Madura. Beternak sapi sebaiknya memilih jenis sapi
apa yang cocok untuk diternakkan di daerah tersebut. Beberapa contoh
sapi lokal yang terdapat pada provinsi banten secara umum bisa
digunakan sebagai usaha penggemukan sapi. Tidak semua jenis sapi bisa
untuk dijadikan usaha penggemukan, ada beberapa faktor yang harus
diperhatikan dalam memilih jenis sapi diantaranya adalah jumlah populasi
dari sapi, pertambahan jumlah populasi tapi setiap tahunnya, penyebaran,
produksi karkas, serta efisiensi penggunaan pakan sapi. Praktikum
kunjungan perusahaan ini harus dilakukan agar dapat mengetahui cara
pemasaran ternak, pengadaan dan pemilihan bakalan ternak yang benar,
sehingga dapat diaplikasikan dengan benar.
Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum sistem usaha ternak potong yaitu
mengetahui cara pengadaan dan pemilihan bakalan ternak potong yang
baik, mekanisme penampungan ternak dengan manajemen yang tepat,
dan mengetahui pemasaran ternak di pasaran dalam sebuah sistem
usaha.
Manfaat Praktikum
Manfaat dari praktikum sistem usaha ternak potong yaitu
mengetahui manajemen pengadaan bakalan yang baik, manajemen
pemeliharaan sapi potong setiap hari, dan pemasaran ternak serta
pemasaran ternak. Manfaat lainnya adalah dapat menerapkan tata cara
dan sistem pengadaan, pemilihan bakalan, mekanisme penampungan
dengan manajemen yang tepat, dan pemasaran ternak di pasaran yang
baik.
PROFIL PERUSAHAAN
Mulyo Slamet adalah salah satu usaha perusahaan milik bapak
Olan Suparlan. Perusahaan berlokasi di jalan Wates KM 20 Belimbing RT
28 RW 14 Desa Sukoreno, Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulonprogo.
Perusahaan ini bergerak dalam bidang trading. Perusahaan sudah berdiri
sejak tahun 1968. Sejak tahun 1960 perusahaan didirikan oleh kakek dari
bapak Olan yang bernama Marto Sentono dengan kondisi belum diberi
nama resmi. Tahun 1968 hingga tahun 2000 perusahaan dipimpin oleh
ayah dari bapak Olan gyang bernama Sastrodiatmodjo. Tahun 2000
hingga saat ini perusahaan dilanjutkan oleh bapak Olan sendiri.
Perusahaan dari tahun ke tahun terus berkembang. Tahun 1980,
perusahaan pernah diberi mandat oleh pemerintah untuk mendatangkan
sebanyak 3000 ekor sapi selama 4 tahun (1980 sampai 1984) untuk
disalurkan kepada penduduk Kulonprogo untuk dipelihara.
KEGIATAN PRAKTIKUM
Manajemen Pengadaan Ternak
Pengadaan Ternak
Siklus Pengadaan Ternak. Siklus pengadaan ternak berdasarkan
praktikum yang dilakukan, dengan cara membeli bakalan yang siap untuk
digemukan, namun apabila ditemukan sapi siap potong dengan harga
yang murah, sapi tersebut juga dibeli. Perusahaan mendatangkan bakalan
dari Kebumen. Alasan dari perusahaan mendatangkan bakalan dari
kebumen karena sapi-sapi daerah kebumen cocok untuk digemukkan dan
harga yang cukup terjangkau. Darmono (1993) menyatakan bahwa
pengadaan sapi dapat dilakukan dengan cara mengimpor bibit sapi, dan
membeli sapi di daerah lain. Faktor-faktor penting dalam pengadaan sapi
untuk memperoleh keuntungan adalah bangsa sapi, umur sapi, jenis
kelamin, jenis pakan, kondisi kesehatan sapi, penanganan pascapanen,
dan metode pemasaran. Berdasarkan literatur, pengadaan ternak yang
dilakukan oleh perusahaan tergolong benar, karena mendatangkan ternak
dari daerah lain yaitu Kebumen.
Metode Pengadaan Ternak. Metode pengadaan ternak oleh
perusahaan dilakukan dengan cara membeli bakalan di pasar dan
peternak-peternak rakyat. Sapi biasanya dibeli di daerah kebumen.
Pengadaan ternak yang dilakukan sebelumnya, dilakukan dengan cara
kemampuan pembeli. . Menurut Departemen Pengembangan Akses
Keuangan dan UMKM (2013), pembelian calon induk diperoleh dari pasar
atau masyarakat lainnya. Pemeliharaan anak menjadi calon induk untuk
digemukkan bersifat fleksibel bergantung situasi pasar. Hasil praktikum
yang didapatkan sudah sesuai dengan literatur yang membeli bakalan
ternak dipasar ataupun dengan masyarakat.
Jumlah Ternak yang dibeli persiklus pengadaan. Perusahaan
perusahaan membeli jumlah ekor sapi tidak berdasarkan kuantitasnya,
melainkan membeli berdasarkan kualitasnya. Perusahaan dapat membeli
hingga maksimal 10 ekor sapi apabila ditemui sapi-sapi yang cocok untuk
dibesarkan dan memenuhi kriteria calon bakalan penggemukan. Ma’sum
(2011) menyatakan bahwa jumlah pengadaan ternak dilakukan dengan
mempertimbangkan tujuan dari usaha, bergantung pada kebutuhan
jumlah ternak yang dibutuhkan, dan jumlah ternak yang berkriteria sesuai
dengan jenis usahanya. Berdasarkan literatur, metode jumlah pengadaan
ternak yang didatangkan oleh perusahaan sudah benar.
Pemilihan Dan Seleksi Ternak
Pemilihan Ternak
Kriteria untuk pembesaran. Kriteria bakalan sapi untuk
dibesarkan berdasarkan pendapat perusahaan adalah ternak sudah lepas
sapih, punggung lurus, dan gain baik. Menurut Wiyono dan Aryogi (2007),
kriteria untuk pembesaran yaitu dilihat dari kesesuaian warna tubuh
dengan bangsanya, keserasian bentuk dan ukuran antara kepala, leher
dan tubuh ternak, tingkat pertambahan berat badan pada umur tertentu
yang tinggi, tidak tampak adanya cacat tubuh, dan keadaan sapi sehat.
Kriteria bibit untuk pembesaran saat praktikum sudah sesuai dengan
literatur yang dilihat dari kesesuaian tubuh ternak dan tidak adanya cacat
tubuh. Berdasarkan literatur yang diperoleh, kriteria bibit untuk
pembesaran perusahaan sudah baik.
Kriteria calon induk dan/atau pejantan. Kriteria calon pejantan
sapi berdasarkan pendapat perusahaan adalah bangsa PO, berkelamin
jantan, kepala bagus, gumba tidak jatuh, punggung lurus, tulang iga
cekung, perut tidak besar, pangkal ekor besar dan penuh, pantat padat
dan bersih, gelambir tebal, rambut ekor lurus, testis simetris, kuku tebal,
mata sipit, dan moncong tidak runcing. Wiyono dan Aryogi (2007)
menyatakan, ukuran minimal tinggi punuk pada sapi potong calon bibit
(indukan dan pejantan), mengacu pada standar bibit populasi setempat,
regional atau nasional. Ternak pejantan sebaiknya, testis sapi umur di
atas 18 bulan harus simetris (bentuk dan ukuran yang sama antara
scrotum kanan dan kiri), menggantung dan mempunyai ukuran lingkaran
panjangnya lebih dari 32 cm (32 sampai 37 cm). Berdasarkan literatur,
kriteria pejantan yang dilakukan oleh perusahaan sudah cukup baik.
Kriteria bakalan untuk Penggemukan. Kriteria bakalan untuk
penggemukan menurut perusahaan antara lain, kulit longgar, kaki kuat,
jarak antar kaki lebar, pangkal ekor besar, dada lebar, dada dalam,
pertulangan besar, dan punggung lurus. Sudarmono dan Sugeng (2008)
berpendapat bahwa kriteria dasar untuk calon penggemukan sapi adalah
bangsa, sifat genetis, bentuk luar, dan kesehatan. Bangsa sapi tipe
penggemukan yang sudah terkenal adalah Hereford, Angus, Beefmaster,
Charolais, dan lain-lain, karena persentase hasil karkas sapi-sapi tersebut
lebih dari 60%. Sapi-sapi lokal yang baik meliputi sapi bali, Madura, dan
PO. Bentuk luar sapi potong yang baik adalah ukuran badannya panjang
dan dalam, bentuk tubuh segi empat, pertumbuhan tubuh bagian depan,
tengah, dan belakang serasi, garis badan atas dan bawah sejajar, paha
sampai pergelangan penuh berisi daging, dada lebar dan dalam serta
menonjol ke depan, dan kaki besar pendek kokoh. Kesehatan sapi yang
baik dapat dilihat dari keadaan tubuh, sikap, dan tingkah laku,
pernapasan, denyut jantung, pencernaan, rambut kulitnya licin, tidak
berdiri, dan pandangan sapi. Berdasarkan literatur yang diperoleh, kriteria
bakalan untuk penggemukan tergolong tergolong benar.
Penilaian Ternak
Penilaian ternak dilakukan dengan cara mengamati sapi potong
tersebut dengan skor kondisi tubuh atau BCS (Body Condition Score).
Bangsa yang digunakan untuk mengetahui skor kondisi tubuh yaitu sapi
PO dengan nilai 2, dengan ciri-ciri tulang ekor, paha, dan rusuk masih
terlihat. Sapi kedua adalah sapi persilangan PO dengan Jawa dengan nilai
3, ciri-cirinya adalah tulang rusuk sudah tertutup daging, sementara tulang
kaki, dan pangkal ekor terlihat. Sapi ketiga adalah sapi SimPO dengan
nilai 4, dicirikan dengan tulang rusuk, paha, dan ekor sudah tertutup
daging dengan perototan baik dan padat.
Sistem penilaian secara umum yang telah dikembangkan untuk
menduga rataan kondisi sapi dalam suatu pemeliharaan merupakan
definisi BCS (Body Condition Score). Skor kondisi ternak dibagi kedalam 5
skor. Skor 1 atau sangat kurus mempunyai ciri-ciri lemak tidak ada pada
pangkal ekor, tulang pinggul, pangkal ekor, dan tulang rusuk secara visual
terlihat jelas. Skor 2 atau kurus mempunyai ciri-ciri tulang rusuk dapat
diidentifikasi bila disentuh, mulai sedikit tidak jelas, pangkal ekor, tulang
pinggul, dan panggul mulai tertutupi lemak. Skor 3 atau sedang
mempunyai ciri-ciri tulang rusuk dapat dirasakan dengan tekanan tangan,
pangkal ekor mulai tertutupi lemak dan dapat dengan mudah dirasakan.
Skor 4 atau gemuk mempunyai ciri-ciri lemak penutup disekitar pangkal
ekor jelas, sedikit membulat, lembek bila disentuh, tulang rusuk tidak bisa
dirasakan dengan tekanan tangan, lipatan lemak mulai berkembang diatas
tulang rusuk dan paha ternak. Skor 5 atau sangat gemuk mempunyai ciri-
ciri struktur tulang tidak lagi nyata dan ternak menunjukkan penampilan
yang sintal dan membulat, tulang pinggul, pangkal ekor, tulang rusuk dan
paha dipenuhi dengan lipatan lemak, mobilitas ternak lemah yang
diakibatkan oleh lemak yang dibawanya (Muhibbah, 2007). Pawere et al.
(2012) menyatakan Body condition score (BCS) sapi sangat
mempengaruhi keberhasilan usaha penggemukan. Menurut OFAC (2010)
chit. Pawere et al. (2012), sapi bakalan yang baik untuk digemukkan
adalah sapi dengan nilai BCS 2,5 (kurus) sampai 3 (sedang). Berdasarkan
literatur, penilaian BCS sudah benar, dan jenis sapi yang dipilih sesuai
dengan literatur.
Proses Transaksi
Cara penawaran
Cara penawaran sapi yang dilakukan oleh penjual di pasar hewan
Ambarketawang adalah melalui blantik. Blantik akan membantu pembeli
untuk mematok harga beli yang wajar dari sapi-sapi yang dijual. Apabila
transaksi terjadi, maka blantik akan mendapatkan komisi dari pembeli
tersebut. Kata “orang pasar” memiliki arti orang yang membantu penjual
untuk handling sapi. Emhar et al.(2014) menyatakan bahwa penawaran
sapi oleh pembeli, didampingi oleh seseorang yang mengerti tentang
kondisi sapi, karena harga sapi potong yang hidup cenderung lebih mahal.
Berdasarkan literatur yang diperoleh, penawaran dilakukan dengan baik.
Cara pembayaran
Cara pembayaran di pasar hewan Ambarketawang menggunakan
uang tunai. Apabila antar penjual dan pembeli sudah saling mengenal
atau berlangganan, maka biasanya dapat dibayar dengan uang muka.
Apabila sapi dibeli oleh petani yang kurang dikenal, pembayaran
dilakukan secara kontan. Emhar et al. (2014) menyatakan sistem
pembayaran hewan ternak di pasar hewan biasanya dilakukan secara
tunai dan akan terjadi transaksi apabila ada kesepakatan dan kesesuaian
sapi dengan harga yang ditawarkan oleh peternak. Pedagang secara
langsung akan membeli sapi di tempat peternak yang ingin menjual sapi
kemudian melakukan transaksi tersebut. Berdasarkan literatur,
pembayaran yang dilakukan saat praktikum sudah sesuai dengan literatur.
Penafsiran umur, bobot badan dan harga ternak
Penafsiran umur, berat badan, dan harga ternak dilakukan dengan
metode visual kemudian mengira-ngira berapa umur, berat badan, dan
harga ternaknya. Sampel 1 ternak yang diambil data umurnya yaitu sapi
PO1 dengan kelamin jantan dengan tafsiran umur 11 bulan, sampel 2
diambil sapi PO2 dengan jenis kelamin jantan dengan umur 11,2 tahun,
sampel 3 diambil sapi dengan bangsa sapi SimPO berkelamin jantan
dengan umur 1,5 tahun. Berat badan sapi PO1 ditafsir mempunyai bobot
300 kg, PO2 ditafsir dengan bobot badan 500 kg, sapi SimPO mempunyai
bobot badan 800 kg. Harga sapi PO1 ditafsir harganya 13 juta, sapi PO2
ditafsir dengan harga 17 juta, dan harga sapi SimPO ditafsir harganya 26
juta.
Fikar dan Ruhyadi (2010) menyatakan cara mengetahui bobot sapi
dapat menggunakan metode tafsiran dan metode timbang. Berat tafsiran
biasanya dilakukan oleh kalangan peternak rakyat. Apabila peternak
bermitra dengan perusahaan sapi potong, penimbangan bobot akhir sapi
dilakukan dengan penimbangan yang dilakukan di lokasi peternak
ataupun perusahaan kemitraan yang dimaksudkan. Penafsiran harga sapi
potong dilakukan dengan dua cara yaitu berdasarkan bobot hidup dan
tafsiran. Sapi hidup mengandung 45 sampai 60% karkas. Harga sapi pada
sistem taksir ditentukan berdasarkan bobot perkiraan taksiran, bukan
bobot timbangan. Sistem taksir banyak dilakukan pada peternak rakyat,
dan menjelang hari raya seperti Idul Adha. Menurut Aak (2012)
menyatakan metode penafsiran umur ternak dapat ditentukan dengan
metode penafsiran dan kondisi gigi. Fase gigi susu yaitu gigi yang tumbuh
sejak lahir hingga gigi tersebur berganti dengan gigi baru, fase pergantian
gigi yaitu fase dari awal hingga pergantian sampai selesai, fase keausan
adalah gigi tetap yang mengalami keausan. Berdasarkan literatur, metode
penafsiran umur, bobot badan, dan harga ternak kurang baik, karena
metode penafsiran tidak menjamin hasil yang benar.
Penanganan ternak terjual
Penanganan ternak yang terjual dilakukan dengan cara pemberian
tanda, penimbangan, dan retribusi. Pemberian tanda oleh perusahaan ada
yang dilakukan, dan ada yang tidak dilakukan. Penimbangan tidak
dilakukan, karena timbangan di pasar hewan mengalami kerusakan,
namun biasanya penimbangan tetap dilakukan. Retribusi khusus
dilakukan apabila ternak laku, maka dikenai biaya Rp 7000,00/ekor ternak,
sedangkan apabila tidak laku, dikenai biaya Rp 4000,00/ekor ternak ke
pihak pasar hewan Ambarketawang. Dinas Pasar Lumajang (2014)
menyatakan bahwa biaya retribusi ternak masuk di pasar hewan adalah
Rp 2000/ekor ternak, retribusi pengesahan pemindahan hak milik ternak
(terjual) Rp 2500,00/ ekor ternak. Retribusi timbangan ternak Rp 1000,00/
ekor ternak. Tarif retribusi dapat berbeda di tiap daerah. Berdasarkan
literatur, biaya retribusi di pasar Ambarketawang tergolong cukup baik.
Transportasi
Transportrasi perusahaan menggunakan dua buah truk dengan
kapasitas kurang lebih 12 ekor sapi/truk. Proses penaikan ternak dengan
cara dituntun dengan bantuan aploading. Penanganan ternak selama
perjalanan pengangkutan dengan cara diberi alas berupa jerami dan sekat
bambu. Proses penurunan ternak dilakukan dengan cara dituntun dan
dibantu dengan aploading. Widitananto,. dkk (2012) menyatakan,
transportasi dilakukan untuk mempermudah distribusi ternak dari
produsen ke konsumen melalui pemasaran di pasar atau jagal.
Berdasarkan literatur, truk yang digunakan perusahaan cukup baik
digunakan untuk transportrasi.
Manajemen Pendataan (Recording)
Macam recording
Jenis recoding yang dilakukan oleh perusahaan adalah data harga
jual dan harga beli sapi. Data yang diambil berupa angka keuntungan
yang dapat digunakan untuk membeli sapi kembali agar berkelanjutan.
Firdausi., dkk (2012) mengatakan macam-macam recording digolongkan
berdasarkan identitas, dokumentasi, catatan khusus, dan sertifikat ternak.
Manfaat recording untuk mempermudah pengenalan ternak, memudahkan
untuk penanganan ternak, memudahkan manajemen pemeliharaan,
mengurangi kesalahan manajemen pemeliharaan, dan menjadikan
perkerjaan lebih efektif dan efisien. Berdasarkan literatur, data recording
kurang baik.
Manajemen Pemeliharaan
Penanganan Ternak sebelum Program Pemeliharaan
Penanganan Bibit/bakalan
Penanganan bakalan sapi penggemukan oleh perusahaan
dilakukan dengan cari disemprot dengan air setelah dibeli, kemudian
diberi konsentrat dalam bentuk komboran, setelah diberi komboran sapi
diberikan pakan hijauan, setelah diberi pakan berupa konsentrat dan
hijauan sapi dimandikan. Menurut Saparinto (2015), ternak sebelum
dipelihara harus diseleksi terlebih dahulu dengan disiapkan bakalan yang
baik. Perlengkapan pemeliharaan kemudian disiapkan meliputi kandang,
pakan, minum, obat, dan vaksin. Berdasarkan literatur, penanganan
bakalan yang dilakukan di perusahaan masih kurang baik, karena sapi
tidak diberi obat cacing ataupun vaksin yang bersangkutan dengan
keadaan sapi.
Komposisi dan struktur ternak
Komposisi dan struktur ternak perusahaan memiliki total 17 ekor
sapi saat dilakukan praktikum. Komposisi dan struktur ternak dari
keseluruhan ekor ternak, terdiri dari 6 jantan muda, 8 jantan dewasa, dan
3 betina dewasa. Sapi jantan muda seluruhnya berasal dari bangsa PO,
sedangkan jantan dewasa terdiri dari 7 sapi berbangsa PO dan 1 sapi
berbangsa persilangan PO dengan Simmental. Betina dewasa terdiri dari
1 sapi PO dan 2 kerbau. Menurut Saparinto (2015), perbandingan jumlah
sapi pejantan dan sapi betina paling sedikitnya 1 : 25 dalam suatu
perusahaan ternak perpotongan, hal ini dimaksudkan dengan satu
pejantan dapat dikawinkan dengan maksimal 25 sapi betina. Menurut
UMKM (2013), usaha perusahaan mengengah ke atas dapat memelihara
ternak sapi dengan komposisi 15 ekor jantan, 45 ekor betina, 8 ekor pedet
jantan, dan 7 ekor pedet betina untuk sumber bakalan produksi anakan
atau pengembangbiakan internal. Berdasarkan literatur yang diperoleh,
komposisi dan struktur ternak sudah sesuai dikarenakan memperbanyak
sapi jantan tetapi memiliki sapi betina untuk dikawinkan.
Manajemen Perkandangan
Lokasi
Perusahaan terletak di jalan Wates KM 20 Belimbing RT. 28 WR.
14, desa Sukoreno kecamatan Sentolo, Kulon Progo Yogyakarta. Lokasi
perusahaan berada dekat dengan sungai dan berdekat sawah. Walaupun
dekat pemukiman warga, lokasi tidak ramai akan penduduk. Wardoyo dan
Risdianto (2011) menyatakan bahwa, pemilihan lokasi ternak sapi
tergantung diantaranya letak topografi dan geografi, ketersediaan tenaga
kerja, ketersediaan bahan pakan, sumber air, transpotasi dan
ketersediaan pedet bakalan. Lokasi kandang relatif dekat dengan jalan
raya sehingga memudahkan transpotasi yang sangat penting untuk
pengangkutan ternak dan pakan ternak. Letak kandang dekat dengan
penduduk tetapi disekeliling kandang terdapat lahan yang digunakan
sebagai kebun hijauan pakan ternak sehingga tidak menimbulkan
pencemaran bagi penduduk sekitar. UMKM (2013) menyatakan
persyaratan lokasi usaha ternak khususnya komoditas sapi adalah ookasi
yang berpotensi untuk dapat dikembangkan menjadi lebih maju, topografi
relatif datar, kondisi agroekosistem sesuai untuk usaha sapi potong,
ketersediaan sumber pakan, sumber air (70 liter/ ekor/ hari), kesuburan
tanah cukup untuk menanam hijauan, dan mudah dijangkau oleh mobil
angkutan skala besar maupun kecil. Berdasarkan literatur, lokasi
perusahaan sangat cocok dijadikan usaha perusahaan sapi potong baik
penggemukan (fattening), pembesaran (rearing), ataupun trading.
Tataletak Kandang
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, tata letak kandang
(layout) perusahaan sebagai berikut.
Gambar Keterangan
7 8 9
6
1
12
5
4 13
2
1110
12
1. Kandang individu
2. Ruang pekerja3. Penyimpanan
pakan konsentrat
4. Toilet5. Gudang alat6. Tower air7. Tempat
memandikan ternak
8. Uploading9. Area
pengangkutan sapi
10.Ruang pekerja11.Kandang
individu12.Tempat jerami13.Tempat pakan
Gambar 1. Layout kandang perusahaan
Berdasarkan gambar di atas, kandang pada perusahaan terdiri dari
3 kandang, semuanya berjenis kandang tambat. Selain kandang, dapat
juga ditemui ruang pekerja, penyimpanan konsentrat, toilet. Gudang alat,
tower air, tempat memandikan, tempat pakan, tempat jerami, dan
aproding (membantu menaikan atau menurunkan ternak dari kendaraan).
Menurut Prabowo dkk (2008), kandang dapat dibuat bentuk ganda atau
tunggal tergantung jumlah sapi yang dimiliki. Kandang untuk pemeliharaan
sapi harus bersih dan tidak lembab. Tempat pakan dan minum sebaiknya
dibuat di luar kandang tetapi masih terletak dibawah atap. Tempat air
minum dibuat permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi dari
permukaan lantai. Sukmawati dan Kaharudin (2010) menyatakan bahwa
pertimbangan yang harus dilakukan dalam membuat letak dan lokasi
kandang antara lain ketersediaan sumber air untuk minum, ketersediaan
air untuk memandikan ternak, dekat dengan sumber pakan, jarak kandang
dengan pemukiman atau perumahan minimal 10 m, dan mudah dipantau.
Berdasarkan literatur, layout perusahaan sudah baik, karena sudah
tersedianya sumber air minum, dekat dengan sumber pakan, dan mudah
dipantau.
Karakteristik Kandang
Data karakteristik kandang perusahaan diperoleh dengan cara
metode visual. Pengamatan yang dilakukan meliputi jenis kandang, atap
kandang, dinding kandang, alas kandang, ukuran lokal kandang, isi
ternak, ukuran area kandang, ukuran tempat pakan, ukuran tempat
minum, ukuran selokan, kemiringan kandang, dan kemiringan selokan.
Kandang perusahaan berjumlah 3 kandang, dimana tiap kandang
mempunyai fungsi yang sama yaitu sebagai trading. Jenis ketiga kandang
adalah kandang tambat. Atap kandang 1 berupa gable berbahan seng,
atap kandang 2 berupa shade, dan kandang 3 berupa gable. Dinding
kandang 1 berupa batu bata dengan setengah terbuka, kandang 2 dengan
dinding semen terbuka, dan dinding 3 dengan dinding setengah terbuka
berbahan semen. Semua alas kandang beralaskan semen. Ukuran lokal
kandang 1 adalah 7,2 x 3,1 m/ternak, kandang lokal 2 3 x 4,2 m/ternak,
dan kandang lokal 3 1,7 x 3,1 m. Jumlah ternak pada kandang 1 ada 4
ekor, kandang 2 ada 7 ekor, dan kandang 3 ada 4 ekor. Ukuran tempat
pakan kandang 1 adalah panjang 100 cm, lebar 85 cm, dan tinggi 20 cm.
Ukuran tempat pakan kandang 2 yaitu panjang 100 cm, lebar 60 cm, dan
tinggi 40 cm. Ukuran tempat pakan kandang 3 yaitu panjang 100 cm, lebar
60 cm, dan tinggi 40 cm. Tempat minum tidak disediakan oleh
perusahaan, air sudah dicampur dengan konsentrat dalam bentuk
komboran. Ukuran selokan kandang 1 adalah panjang 16 m, lebar 35 cm,
dan tinggi 5 cm. Ukuran selokan kandang 3 adalah panjang 16 m, lebar 35
cm, dan tinggi 5 cm, sedangkan kandang 2 tidak ditemukan selokan.
Kemiringan kandang 1,2 dan 3 sebesar 3%. Kemiringan selokan kandang
1 dan 3 adalah 1%.
Menurut Prabowo dkk. (2008), jenis kandang dapat dibuat dalam
bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki.
Kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau
satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda penempatannya
dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan atau saling bertolak
belakang. Antara dari kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur untuk
jalan. Pembuatan kandang untuk tujuan penggemukan (kereman)
biasanya berbentuk tunggal apabila kapasitas ternak yang dipelihara
hanya sedikit. Jenis kandang perusahaan untuk kegiatan penggemukan
sapi ditujukan untuk komersial, ukuran kandang harus lebih luas dan lebih
besar sehingga dapat menampung jumlah sapi yang lebih banyak.
Berdasarkan literatur, jenis kandang yang digunakan oleh perusahaan
tergolong benar, perusahaan menggunakan kandang tambat individu
cocok untuk jumlah ternaknya yang tergolong sedikit.
Sukmawati dan Kaharudin (2010) menyatakan atap kandang yang
baik dapat dibuat dari bahan murah seperti atap seng, dan asbes.
Kemiringan untuk atap yang baik adalah minimal 15%. Atap kandang di
daerah kering sebaiknya atap minimal 3,5 meter untuk menjamin sirkulasi
udara di dalam kandang. Atap kandang sapi ataupun ruminansia lainnya
dapat berjenis gable, monitor, ataupun shade. Dinding kandang untuk di
daerah kering beriklim kering harus terbuka, dan sebaiknya bahan terbuat
dari bahan yang tahan lama dan kokoh. Menurut Prabowo dkk. (2008),
atap kandang ternak sapi potong dapat berbentuk kuncup dan salah satu
atau kedua sisinya miring. Berdasarkan literatur, atap dan dinding
kandang yang digunakan oleh perusahaan perusahaan tergolong benar.
Sukmawati dan Kaharudin (2010) menyatakan, alas atau lantai
kandang sebaiknya harus kuat, tahan lama, tidak licin ataupun kasar,
mudah dibersihkan, dan mampu menopang bobot ternak. Alas kandang
dapat dibuat dengan cara dari semen, beton, dan kayu kedap air.
Kemiringan kandang tidak boleh lebih dari 5%, karena di atas dari 5%
dapat menganggu kesehatan kaki ternak, Menurut Susilawati dan Masito
(2010) kemiringan lantai dan selokan berkisar antara 2° – 5°. Lantai
kandang berupa beton atau kayu sebaiknya dibuat miring ke belakang
untuk memudahkan pembuangan kotoran dan menjaga kondisi lantai
tetap kering. Berdasarkan literatur, tingkat kemiringan lantai kandang dan
jenis alas kandang tergolong baik.
Sukmawati dan Kaharudin (2010) menyatakan untuk kegiatan
penggemukan bersifat komersial, ukuran lokal kandang harus lebih luas
dan lebih besar sehingga dapat menampung jumlah sapi yang lebih
banyak. Ukuran lokal kandang untuk seekor sapi jantan dewasa adalah
1,5×2 m, untuk sapi betina dewasa adalah 1,8×2 m dan untuk anak sapi
cukup 1,5×1 m per ekor. Berdasarkan literatur, ukuran lokal kandang
perusahaan sudah baik.
Sukmawati dan Kaharudin (2010) menyatakan Ukuran area
kandang minimal 4 x 6 m untuk kapasitas tampung 4 sampai 6 ekor
ternak. Isi ternak pada kandang 1 adalah 4 ekor, kandang 2 ada 7 ekor,
dan kandang 3 ada 4 ekor. Area kandang 1 adalah 7,2 x 16 m, kandang 2
adalah 50 x 8,2 m, dan kandang 3 adalah 9,9 x 16 m. Berdasarkan
literatur, jumlah ekor ternak yang dipelihara oleh perusahaan masih
kurang banyak apabila disesuaikan dengan ukuran area tiap kandangnya,
namun karena usaha perusahaan dalam bidang trading, jumlah ekor
ternak sudah cukup baik.
Yulianto dan Saparinto (2010) menyatakan desain tempat pakan
dan minum harus didesain agar pakan dan minum tidak diinjak-injak oleh
ternak. Konstruksi tempat pakan dan minum dibuat agar tidak mempersulit
dan melukai tubuh ternak. Bahan yang digunakan dapat berupa semen,
bambu, tembok, atau papan. Ukuran tempat pakan ideal umumnya
memiliki lebar tinggi 60 cm, lebar minimal 60 cm, dan panjangnya
sepanjang tempat ternak, sedangkan tempat minum biasanya berukuran
1/3 dari bagian tempat pakan. Berdasarkan literatur, ukuran tempat pakan
kandang perusahaan memiliki tinggi yang kurang dari literatur.
Menurut Susilawati dan Masito (2010), Ukuran selokan sebaiknya
lebar 30 – 40 cm dan dalam 5 – 10 cm. kemiringan lantai dan selokan
berkisar antara 2° sampai 5°. Lantai kandang berupa beton atau kayu
sebaiknya dibuat miring ke belakang untuk memudahkan pembuangan
kotoran dan menjaga kondisi lantai tetap kering. Berdasarkan literatur,
ukuran selokan kandang 1 dan 3 sudah baik, namun kandang 2 tidak baik
karena tidak ada selokan pada kandang. Kemiringan selokan juga kurang
baik, karena berdasarkan literatur kemiringan selokan ideal adalah 2°
sampai 5°.
Fasilitas, Perlengkapan, dan peralatan kandang
Pengamatan fasilitas, perlengkapan dan peralatan kandang diamati
dengan metode visual. Fasilitas perusahaan meliputi 1 dapur, 1 kandang
tambat, 1 loading, 1 area tempat mandi sapi, 1 penampung air, 1 gudang
pakan, 1 ruang pekerja kandang, 1 kamar mandi, 1 mushola, 1 area parkir
kendaraan, 1 tandon air, dan 1 tower air. Fungsi dapur adalah untuk
mengolah makanan untuk penghuni dan pekerja kandang. Fungsi loading
adalah untuk membantu menaikan dan menurunkan ternak dari
kendaraan angkutan. Fungsi mushola adalah untuk tempat beribadah
orang beragama muslim. Fungsi area parkir adalah tempat parkir
kendaraan baik truk, mobil ataupun motor. Fungsi tendon air adalah untuk
menyimpan air, dan fungsi tower air adalah untuk menekan air agar dapat
mengalir dengan deras.
Perlengkapan kandang yang ada di perusahaan yaitu lampu,
tempat pakan, dan tempat minum. Lampu berjumlah secukupnya,
berfungsi sebagai sumber penerangan. Tempat pakan dan tempat minum
berfungsi sebagai tempat penampungan pakan dan minum.
Peralatan kandang yang tersedia di perusahaan meliputi 5 buah
sapu, 15 buah ember, 3 buah selang, 1 buah sikat, 3 buah gerobak, 15
buah halter, 2 buah cangkul, dan 1 buah sabit. Sapu digunakan untuk
menyapu lantai. Ember digunakan untuk menampung konsentrat
komboran, sekop digunakan untuk menampung feses. Selang digunakan
untuk mengalirkan air. Sikat digunakan untuk membersihkan ternak.
gerobak digunakan untuk membawa pakan. Halter digunakan untuk
mempermudah handling ternak. Cangkul digunakan untuk mencangkul.
Sabit digunakan untuk memotong-motong pakan hijauan.
Djarijah (2010) menyatakan, beberapa perlengkapan kandang
adalah tempat pakan dan minum, yang sebaiknya dibuat di luar kandang
tetapi masih di bawah atap. Yulianto dan Saparinto (2010) berpendapat
bahwa peralatan kandang meliputi alat pengobatan (alat suntik, vaksinasi,
obat-obatan), sekop untuk membersihkan kotoran dan mengaduk
konsentrat, ember untuk mengangkat air dan pakan, sapu lidi untuk
membersihkan kandang, selang untuk memandikan sapid an
membersihkan kandang, sikat untuk menggosok badan ternak, kereta
dorong (gerobak) untuk mengangkut sisa-sisa kotoran, sampah dan
rumput, dan tali untuk mengikat ternak. Berdasarkan literatur yang
diperoleh, fasilitas, perlengkapan dan peralatan kandang sudah cukup
memadai.
Suhu dan Kelembaban Kandang
Pencatatan suhu dilakukan pada pagi, siang, dan sore hari. Suhu
pada pagi hari pada pukul 09.13 adalah 27oC. Suhu pada siang hari pada
pukul 12.09 adalah 28oC. Suhu pada sore hari pikul 15.23 adalah 27oC.
Pencatatan kelembaban tidak dilakukan dikarenakan masalah alatnya
rusak. Soeprapto dan Abidin (2006) cit. Kodoati et al. (2014) menyatakan
kelembaban yang ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan ternak
sapi potong adalah 60 sampai 80%. Menurut Kusnadi et al. (1992) cit.
Widodo et al. (2007) kisaran suhu yang baik untuk pemeliharaan sapi di
Indonesia antara18 sampai 28 oC. Berdasarkan literatur, suhu lingkungan
perusahaan cocok digunakan untuk berternak sapi potong.
Manajemen Pakan
Bahan pakan
Bahan pakan yang digunakan meliputi konsentrat dalam bentuk
komboran dan hijauan. Konsentrat yang diberikan adalah brand polar,
nutrifeed, dan kleci. Hijauan yang diberikan berupa jerami, rumput
kolonjono, dan rumput gajah. Harga brand polar adalah Rp 160.000,00/ 50
kg asal cilacap. Harga nutrifeed adalah Rp 100.000,00/ sak berasal dari
klaten. Harga jerami adalah Rp 400.000,00/ 1 truk asal dari tempel,
Sleman. Rumput kolonjono dan rumput gajah diambil dari lahan sendiri,
namun apabila habis, perusahaan baru membeli.
Menurut Susilawati dan Masito (2010), Konsentrat adalah
campuran dari beberapa bahan pakan untuk melengkapi kekurangan gizi
dari hijauan pakan ternak. Bahan pakan konsentrat yang dapat diberikan
pada ternaksapi antara lain dedak padi, bungkil kelapa, jagung
giling,bungkil kacang tanah, ampas tahu, ampas kecap, dan lain-lain.
Campuran bahan pakan konsentrat yang diberikan pada ternak sangat
tergantung kepada harga dan ketersediaanbahan pakan di sekitar lokasi
usaha penggemukan ternak sapi. Ada beberapa jenis rumput unggul
seperti rumput raja (King Grass), rumput gajah, rumput benggala, setaria,
rumput mexico dan lain-lain. BPTP Sulawesi Selatan (2011) menyatakan
bahwa pemberian konsentrat sebaiknya dalam bentuk kering (tidak
dicampur air), namun pemberian bentuk basah juga bisa dilakukan. Yang
perlu diperhatikan bila pemberian bentuk basah adalah konsentrat
tersebut harus habis dalam sekali pemberian sehingga tidak terbuang.
Kartadisastra (1997), menyatakan bahwa, ternak ruminansia lebih
menyukai pakan dalam bentuk butiran (misalnya hijauan yang dibuat
pellet atau dipotong) daripada hijauan yang diberikan seutuhnya, hal ini
berkaitan dengan ukuran partikel yang lebih mudah dikonsumsi dan
dicerna. Hijauan (rumput gajah) yang diberikan pada sapi berupa hijauan
segar yang memiliki kadar protein 1,8%, lemak 0,5%, serat 4,6%, mineral
2,5%, ME 0,33 Mcal dan BK 16%. Berdasarkan literatur, bahan pakan
yang digunakan oleh perusahaan cukup baik.
Proses Penyusunan Pakan
Proses penyusunan pakan hijauan yang dilakukan oleh perusahaan
dengan cara dicacah menggunakan sabit. Penyusunan pakan konsentrat
dilakukan dengan cara diberikan konsentrat dalam bentuk komboran.
BPTP Sulawesi Selatan (2011) menyatakan bahwa pemberian konsentrat
sebaiknya dalam bentuk kering (tidak dicampur air), namun pemberian
bentuk basah juga bisa dilakukan. Endang dan Rukmana () menyatakan
rumput dan hijauan lainnya setelah dilayukan perlu dipotong-potong kecil
agar mudah dipadatkan untuk mencapai kondisi kedap udara. Umiyasih
dan Anggraeni (2007) menyatakan bahwa terdapat empat hal penting
yang harus diperhatikan dalam menentukan kebutuhan zat nutrien pada
sapi potong,yaitu jenis kelamin (jantan atau betina), berat badan, taraf
pertumbuhan/status fisiologis (pedet, sapihan, bunting dan lain–lain) serta
tingkat produksi.. Prabowo dkk (2008) menyatakan bahwa Setiap hari sapi
memerlukan pakan kira-kira sebanyak 10% dari berat badannya dan juga
pakan tambahan 1-2% dari berat badan. Berdasarkan literatur, proses
penyusunan pakan oleh perusahaan kurang, namun sebaiknya pemberian
konsentrat diberikan dalam bentuk kering. Pemberian hijauan juga
sebaiknya dikeringkan terlebih dahulu.
Manajemen Reproduksi
Perkawinan
Pertama Kali Dikawinkan. Perusahaan melakukan pertama kali
perkawinkan ternaknya adalah 1,5 tahun sampai 2,5 tahun. Menurut
Susilawati dan Masito (2010), Umur 1,5 sampai 2 tahun adalah umur yang
ideal untuk dikawinkan untuk sapi jantan maupun betina. Berdasarkan
literatur yang didapatkan, pertama kali dikawinkan di perusahaan sudah
sesuai dengan literatur yang benar.
Penentuan saat Mengawinkan. Perusahaan melakukan
penentuan perkawinan pada sapi-sapinya adalah saat ada orang yang
ingin membutuhkan dikawinkan sapi betinanya. Sapi perusahaan rata-rata
berkelamin jantan, maka dari itu sapi jantan selalu siap untuk dikawinkan,
tergantung dari keberadaan betinanya. Guntoro (2012) menyatakan
bahwa sapi jantan mencapai puber pada umur sekitar 1,5 tahun, dan siap
dikawinkan pada umur 2 tahun. Sapi jantan masih dapat berproduksi
hingga umur 12 sampai 15 tahun, namun untuk sapi betina sebaiknya
diganti setelah 7 sampai 8 tahun. Sapi jantan berumur 3 sampai 7 tahun
berada pada kondisi puncak, sehingga pada umur tersebut, seekor
pejantan mampu mengawini 25 sampai 30 ekor betina.Berdasarkan
literatur, sapi jantan ditentukan dikawinkan saat berumur 2 sampai 8
tahun.
Metode Perkawinan. Metode perkawinan sapi yang digunakan
oleh perusahaan adalah perkawinan alami. Menurut Wardoyo dan
Risdianto (2011), Kawin alami dalam pelaksanaan perkawinan memiliki
keunggulan antara lain tidak perlu dilakukan deteksi birahi, proses
perkawinan tidak memerlukan bantuan manusia dan tingkat keberhasilan
kebuntingan (conseption) cukup tinggi. Berdasarkan literatur, perusahaan
menggunakan metode perkawinan yang benar.
Manajemen Perawatan Dan Kesehatan Ternak
Perawatan ternak
Ternak yang dipelihara di perusahaan, mendapat perawatan ternak
dengan cara dicuci (dimandikan), selain itu, ternak juga diberi pakan
sebelum dimandikan. Pemotongan kuku dilakukan, tetapi jarang
dilakukan, berkaitan dengan bisnis trading perusahaan karena ternak
dipelihara dalam waktu yang pendek dan kemudian dijual kembali.
Prabowo dkk. (2008) menyatakan, syarat ternak yang harus diperhatikan
saat ternak masuk adalah mempunyai tanda telinga, artinya pedet
tersebut telah terdaftar dan lengkap silsilahnya, matanya tampak cerah
dan bersih, tidak terdapat tanda-tanda sering batuk, terganggu
pernafasannya serta dari hidung tidak keluar lendir, kukunya tidak terasa
panas bila diraba, tidak terlihat adanya eksternal parasit pada kulit dan
bulunya, tidak terdapat adanya tanda-tanda mencret pada bagian ekor
dan dubur, tidak ada tanda-tanda kerusakan kulit dan kerontokan
bulu,pusarnya bersih dan kering. Saat pemeliharaan dilakukan
pembersihan kandang dan peralatan secara berkala. Berdasarkan
literatur, perawatan ternak yang dilakukan baik oleh perusahaan.
Perawatan sarana dan prasarana
Perawatan ternak yang dilakukan oleh perusahaan adalah dengan
diberi pakan dan dibersihkan. Murtidjo (2012) menuturkan perawatan
ternak sapi dewasa dengan cara pengeluaran sapi tiap pagi agar dapat
exercise, sehingga otot-otot mengendor dan peredaran darah lancar.
Memandikan sapi juga penting, karena menghilangkan kutu, daki pada
kulit juga penting. Berdasarkan literatur, perawatan ternak dilakukan
dengan benar.
Sanitasi dilakukan dengan cara dimandikan saja, sanitasi kandang
tidak dilakukan oleh perusahaan. Purbowati (2009) menyatakan bahwa
sanitasi yang wajib dilakukan adalah sanitasi alat-alat, sanitasi ternak, dan
sanitasi kandang. Sanitasi ternak dapat dilakukan dengan dimandikan dan
dipotong bulunya apabila ternak domba. Sanitasi kandang dilakukan
dengan disapu dan disikat. Berdasarkan literatur, sanitasi yang dilakukan
oleh perusahaan kurang baik, karena kandang tidak dibersihkan.
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Pencegahan yang dilakukan adalah dengan cara ternak
dimandikan apabila akan dipasarkan, sedangkan pengendalian penyakit
adalah dengan cara pemanggilan dokter hewan apabila sudah tidak bisa
disembuhkan oleh kemampuan sendiri. Prabowo dkk. (2008) menyatakan,
pencegahan penyakit ternak dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan
kandang beserta peralatannya, termasuk memandikan sapi, sapi yang
sakit dipisahkan dengan sapi sehat dan segera dilakukan pengobatan
mengusahakan lantai kandang selalu kering, kemudian memeriksa
kesehatan sapi secara teratur dan dilakukan vaksinasi sesuai.
Berdasarkan literatur, pencegahan dan pengendalian penyakit yang
dilakukan oleh perusahaan sudah baik.
Pemantauan ternak
Pemantauan ternak yang dilakukan adalah dengan metode visual.
Ternak dilihat kesehatannya. Daroini (2013) menyatakan, bahwa suhu
tubuh yang normal pada sapi sekitar 37,9 sampai 39 °C, sapi muda sekitar
38,1°C. kondisi feses yang baik adalah kering dan tidak encer.
Berdasarkan literatur, ada ternak yang kondisi fesesnya encer, namun
pihak perusahaan membiarkan hal tersebut terjadi, sehingga pemantauan
ternak yang dilakukan kurang baik.
Ternak sehat di perusahaan berciri-ciri kulit halus, mata jernih, dan
pergerakannya lincah, sedangkan ternak yang sakit ditunjukan dengan
fesesnya yang encer, dan pergerakan tidak lincah . Astiti (2010)
menyatakan bahwa, ciri ternak sehat adalah pergerakan lincah, mata
jernih, bulu halus dan bersih, nafsu makan normal, mulut tidak berlendir,
dan suara napas teratur. Ciri-ciri ternak sakit adalah pergerakannya
kurang aktif, mata pucat, bulu kasar atau berdiri atau kusam, nafsu makan
berkurang, mulut berlendir dan suara nafas tersengal-sengal. Berdasarkan
literatur, ciri-ciri ternak sehat dan sakit tergolong benar.
Penyakit yang sering muncul
Penyakit yang sering muncul pada ternak milik perusahaan adalah
gatal-gatal, digejalai oleh kulit bintil-bintil. GOM digejalai dengan mulut
panas dan berlendir. Mencret disebabkan oleh ternak yang mengalami
kesetresan. Setiawan dan MT Farm (2011) menyatakan ternak gatal
dikarenakan oleh parasit. Ternak sering menggesek-gesekan tubuhnya
pada benda-benda yang keras karena ternak merasa gatal, gejalanya
adalah bulu kulit rontok, kulit bercak-bercak, dan berkerak. Ternak
mencret dapat disebabkan oleh cacingan, dan pakan yang tidak cocok.
Berdasarkan literatur, penyakit yang sering muncul digejalai dengan
kondisi yang cocok
Obat yang sering digunakan
Obat yang sering digunakan adalah gusanex, dan Kalbazen –C.
Kalbazen – C mengandung Albendazole yang berfungsi untuk obat
cacing. Gusanex berfungsi sebagai obat semprot anti lalat atau serangga
lainnya yang menempel pada luka. Garam dan cabai sering digunakan
oleh perusahaan sebagai pengobatan mulut ternak yang berlendir.
Pemakaian garam dan cabai adalah obat tradisional. Menurut Citra
Mandiri (2000) menyatakan bahwa albendazole diindikasikan untuk
pengobatan infeksi cacing gelang (nematoda, termasuk cacing paru),
cacing pita (cestoda) dan cacing hati (Fasciola sp.) pada ternak baik sapi,
kerbau, kambing, domba dan unggas. Menurut Masradin (2014) gusanex
berfungsi sebagai anti parasit pada hewan ternak. Gusanex berwujud
kaleng sprayer. Berdasarkan literatur, jenis obat yang digunakan sudah
sesuai dengan penyakit ternak, obat tradisional seperti garam dan cabai
juga sudah secara turun temurun digunakan untuk obat ternak.
Penanganan Ternak Sakit
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, tidak ditemukan ternak
yang sakit. Berdasarkan diskusi, penanganan ternak yang sakit ditangani
dengan mandiri, apabila sudah tidak sanggup ditangani sendiri maka
perusahaan baru mendatangkan dokter hewan. Setiawan dan MT Farm
(2011) menyatakan, penanganan ternak sakit dilakukan dengan cara
pemeriksaan terlebih dahulu untuk ternak yang diduga sakit. Gejala klinis
yang dialami ternak saat sakit meliputi infeksi kulit apabila penyakit kulit,
demam tinggi, berjalan sempoyongan, kondisi tubuh lemah, diare, nafas
tidak stabil, dan kematian secara mendadak. Berdasarkan literatur,
penanganan ternak yang sakit sebaiknya diperiksa terlebih dahulu atau
dengan dilihat gejala klinis daripada ternak yang diduga mengalami
kesakitan
Manajemen Limbah Peternakan
Macam Limbah
Jenis limbah yang dihasilkan di perusahaan adalah feses dan urin
ternak. penanganan terhadap limbah feses baru dilakukan penampungan
saja, sedangkan urin dialirkan ke selokan. Deptan (2006) cit. Rahmawati
(2013), limbah yang dihasilkan oleh ternak baik itu limbah padat, cair
maupun gas seperti feses dan urin maupun sisa pakan dibuang ke
lingkungan sehingga menyebabkan pencemaran. Pengolahan limbah
secara sederhana hanya dengan pemanfaatannya sebagai pupuk organik.
Penampungan dan Pengolahan Limbah
Perusahaan baru melakukan penampungan limbah saja,
penampungan limbah ditampung di lahan hijauan dan didiamkan saja
hingga mengering. Pengolahan limbah tidak dilakukan peternak melainkan
terkadang ada beberapa orang yang meminta dari limbah yang telah
ditampung untuk diolah. Yulianto dan Saparinto (2010) menyatakan
bahwa tempat penampungan kotoran harus disiapkan, hal ini dikarenakan
selain mengganggu kenyamanan dari sapi yang diternakkan, juga dapat
menganggu masyarakat sekitar kandang apabila kandang cukup dekat
dengan pemukiman. Hambali (2008) disitasi oleh Rahmawati (2013)
menyatakan, biogas merupakan renewable energy yang dapat dijadikan
bahan bakar alternatif untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari
fosil seperti minyak tanah dan gas alam. Biogas juga sebagai salah satu
jenis bioenergi yang didefinisikan sebagai gas yang dilepaskan jika bahan-
bahan organik seperti kotoran ternak, kotoran manusia, jerami, sekam dan
daun-daun hasil sortiran sayur difermentasi atau mengalami proses
metanisasi. Berdasarkan literatur, sebaiknya pengolahan limbah dilakukan
oleh perusahaan, karena dapat menambah penghasilan dari perusahaan
tersebut.
Manajemen Pasca Panen dan Pemasaran
Pemasaran
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, pemasaran yang produk
yang dihasilkan persiklus pemasaran adalah kurang lebih 10 ekor sapi.
Sumitra et al. (2013) menyatakan bahwa peternak harus melewati
beberapa kegiatan pemasaran antara lain pengumpulan informasi pasar,
penyimpanan, pengangkutan dan penjualan produk. Jumlah ternak yang
diperjualbelikan juga sedikit kurang lebih hanya 7 ekor/minggu untuk
kalangan pedagang di pasar. Berdasarkan literatur, pemasaran yang
dilakukan oleh perusahaan tergolong baik, karena penjualan sapi lebih
dari 7 ekor.
Harga produk yang dipasarkan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, perusahaan menjual
bakalan dan sapi siap potong. Perusahaan menjual sapi sesuai dengan
kriteria sapi. Sapi pedet diberi harga berkisar Rp 13.000.000, sedangkan
sapi dewasa diberi harga berkisar Rp 21.000.000,00. Keuntungan yang
diperoleh biasanya antara Rp500.000,00 sampai Rp2.000.000,00. Berat
badan dan kesehatan sapi menentukan harga sapi. Basya (2008)
menyatakan bahwa harga sapi bergantung pada produksi karkas atau
berat badan tubuhnya. Harga seekor pedet kurang lebih 8 sampai 11 juta,
sedangkan harga sapi dewasa bergantung pada bobot badannya.
Berdasarkan literatur, harga sapi yang dipasarkan oleh perusahaan
tergolong cukup mahal.
Area pemasaran
Area tempat pemasaran ternak milik perusahaan dipasarkan di
pasar hewan. Pasar hewan yang digunakan untuk pemasaran meliputi
pasar hewan Ambarketawang di Gamping, pasar Prambanan di daerah
Klaten, dan pasar Jangkang di daerah Sleman. Pasar Ambarketawang
beroperasi hanya pada hari pahing saja, pasar Prambanan beroperasi
pada hari legi dan pon, sedangkan pasar jangkang beroperasi pada hari
wage. Saragih (2011) menyatakan bahwa pemasaran untuk ternak dapat
dilakukan langsung ke peternak, kemudian dengan kerjasama dengan
perusahaan lain, dan ternak dijual di pasar hewan. Berdasarkan literatur,
area pemasaran tepat digunakan untuk pemasaran ternak.
ANALISIS USAHA
Diketahui harga sapi hidup/ kg yaitu Rp 39.000,00. Berat badan
sapi saat beli yaitu 200 g. ADG sapi tersebut 1,5 kg selama 7 hari. Biaya
pakan yang dibutuhkan yaiut 9500/ekor/hari. Perhitungan bobot akhir sapi,
harga jual dan keuntungan yang diperoleh perusahaan adalah sebagai
berikut.
Biaya pakan = Rp 9500,00 x 7 = Rp 66.500,00
Bobot akhir sapi = 200 + (1,5 x 7)
= 200 + 10, 5
= 210,5 KG
Harga jual sapi = 210,5 x Rp39.000,00
= Rp 8.209.500,00
Keuntungan = (210,5 x Rp 39.00,00) – (200 x Rp 39.000,00)
= Rp 343.000,00
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan diketahui bobot akhir
yaitu 210,5 kg. Harga jual sapi yaitu Rp8.209.500,00. Keuntungan yang
diperoleh perusahaan yaitu Rp343.000,00
PERMASALAHAN DAN SOLUSI
Berdasarkan praktikum yang dilakukan di perusahaan
permasalahan yang diperoleh adalah konstruksi kandang yang kurang
tepat, tidak adanya selokan pada beberapa kandang, dan ukuran lokal
kandang yang kurang tepat. Solusinya sebaiknya kandang dibuatkan
selokan, dan ukuran lokal kandang dibuat agar ternak dapat nyaman.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan praktikum sistem usaha ternak potong yang telah
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa manajemen perkadangan meliputi
perkandangan, pengolahan limbah, komposisi dan struktur ternak kurang
sesuai, sedangkan pemilihan ternak, penanganan ternak, perkandangan,
reproduksi dan fasilitas, peralatan dan perawatan ternak, suhu dan
kelembaban kandang.
Saran
Praktikum sistem usaha ternak potong sudah berjalan dengan baik,
namun sebaiknya dilakukan pengolahan limbah. Struktur kandang juga
perlu untuk diperbaiki. Komposisi dan struktur ternak sebaiknya ditambah
jumlah ternaknya, agar kandang lebih efisien.
Daftar Pustaka
Aak. 2012. Sapi Potong dan Kerja. Kanisius. Yogyakarta.
Astiti, L.G.S. 2010. Petunjuk Praktis Manajemen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit pada Ternak Sapi. Penelitian dan Pengembangan Pertanian. NTB
Basya, S. 2008. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya. Bogor
BPTP Sulawesi Selatan. 2011. Budidaya Penggemukan Sapi Potong. Dapat diakses pada www.://sulsel.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=article&id=533:budidayapenggemukansapipotong&catid=48:panduanpetunjuk-teknis-leaflet&Itemid=232. Diakses pada tanggal 5/17/2015.
Darmono. 1993. Tata Laksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius. Yogyakarta.
Daroini, A. 2013. Pola Pemasaran Sapi Potong Pada Peternak Sekala Kecil Di Kabupaten Kediri. Jurnal Manajemen Agribisnis. Kediri.
Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM. 2013. Pola Pembiayaan Usaha Kecil menengah. Bank Indonesia. Jakarta Pusat.
Dinas Pasar Lumajang. 2014. Retribusi Pasar Hewan. Avaiable at http://lumajangkab.go.id/dinpasartabel.php?tema=retph diakses pada tanggal 9 – 5 – 2015.
Djarijah, A. B. 2010. Usaha Ternak Sapi. Kanisius. Yogyakarta.
Emhar, A., J.M.M. Aji, dan T. Agustina. 2014. Analisis rantai pasokan (supply chain) daging di kabupaten jember. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian 1 (3) : 53 – 63.
Fikar,S. dan D. Ruhyadi. 2010. Beternak dan bisnis sapi. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Firdausi, A., T.Susilawati., M.Nasich., dan Kuswati. 2012. Pertambahan Bobot Badan Harian Sapi Brahman Cross pada Bobot Badan dan Frame Size yang Berbeda. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.
Guntoro, S. 2012. Membudidayakan Sapi Bali. Kanisius. Yogyakarta.
Kartadisastra, H.R. 1997. Penyediaan dan Pengolahan Pakan Ternak Ruminansia. Kanisius. Yogyakarta.
Kodoati, G., P.O.V. Waleleng, J. Lainawa, dan D.R. Mokoagouw. 2014. Analisis potensi sumber daya alam, tenaga kerja, pertanian, dan perkebunan terhadap pengembangan peternakan sapi potong di kecamatan eris kabupaten minahasa. Jurnal Zootek 34 : 15 – 26.
Ma’sum, M. 2011. Pedoman Umum Pengembangan Integrasi Ternak Sapi. Dinas Peternakan. Bogor.
Masradin. 2014. Standarisasi Harga Barang dan Jasa. Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat. Pangkalan Bun.
Ngadiyono, N. 2012. Beternak Sapi Potong Ramah Lingkungan. PT Citra Aji Parama. Yogyakarta.
Pawere, F.R., E.Baliarti, dan S. Nurtini. 2012. Proporsi bangsa, umur, bobot badan awal dan skor kondisi tubuh sapi bakalan pada usaha penggemukan. Buletin Peternakan 36 (3) : 193 – 198.
Prabowo, A., E. Basri, R.D. Tambunan, dan Soerachman. 2008. Agro
Inovasi. Bandar Lampung.
Probowati, E. 2009. Usaha Penggemukan Domba. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rahmawati, A. 2013. Limbah peternakan sapid an penanggulangannya. Jurnal Pencemaran Lingkungan. 4 : 1 – 19.
Rianto, E., dan Endang, P. 2010. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Saragih, I. 2011. Pemasaran Sapi Charolais. Dapat diakses pada http://cybex.pertanian.go.id/materipenyuluhan/detail/2213 diakses pada tanggal 25-5-2015.
Setiawan, S. dan MT Farm. 2011. Beternak Domba dan Kambing. Agromedia. Jakarta.
Sudarmono, A.S., dan Y.B.Sugeng. 2008. Sapi Potong Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sukmawati, F. dan Kaharudin. 2010. Petunjuk Teknis Perkandangan Sapi. Agro Inovasi. NTB.
Sumitra, J. T.A.Kusumastuti dan R. Widiati. 2013. Pemasaran ternak sapi potong di kabupaten organ komering ilir, sumatera selatan. Buletin peternakan 37 (1) : 1 - 10.
Susilawati, E., dan Masito. 2010. Teknologi Pembibitan Ternak Sapi. Agro Inovasi. Jambi.
Umiyasih, U., dan Y.N. Anggraeny. 2007. Petunjuk Teknis Ransum Seimbang Strategi Pakan pada Sapi Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Pasuruan.
UMKM. 2013. Pola Pembiayaan Usaha Kecil Menengah Usaha Budidaya Penggemukan Sapi Potong. Penerbit Bank Indonesia. Jakarta.
Wardoyo dan A. Risdianto. 2011. Studi manajemen pembibitan dan pakan sapi peranakan ongole di loka penelitian sapi potong grati pasuruan. Jurnal Ternak 2(1). 1 – 31.
Widitananto, A., G.Sihombing., dan A.I.Sari. 2012. Analisis Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul. Fakultas pertanian UNS. Surakarta.
Widodo, W.Busono, dan H. Nugroho. 2007. The value HTC of crossbreed limousin (LimPO) heifer before and after concentrate feeding at highland area. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.
Wiyono, D.B., Aryogi. 2007. Petunjuk Teknis Sistem Perbibitan Sapi Potong. Departemen Pertanian. Pasuruan.
Yulianto, P. dan C. Saparinto. 2010. Pembesaran Sapi Potong secara Intensif. Penebar Swadaya. Jakarta.