BANK INDONESIA - bi.go.id · Mengingat bahwa komoditi bunga potong begitu beragamnya, maka dalam...

41
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) BUDIDAYA BUNGA POTONG BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : [email protected]

Transcript of BANK INDONESIA - bi.go.id · Mengingat bahwa komoditi bunga potong begitu beragamnya, maka dalam...

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

BUDIDAYA BUNGA POTONG

BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM

Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : [email protected]

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 1

DAFTAR ISI

1. Pendahuluan ................................ ................................ ............... 2 a. Latar Belakang ..................................................................................................... 2 b. Tujuan .................................................................................................................... 3

2. Kemitraan Terpadu ................................ ................................ ...... 4 a. Organisasi ............................................................................................................. 4 b. Pola Kerjasama .................................................................................................... 6 c. Penyiapan Proyek ................................................................................................ 7 d. Mekanisme Kerjasama ....................................................................................... 8 e. Perjanjian Kerjasama ......................................................................................... 9

3. Aspek Pemasaran ................................ ................................ .......11 a. Peluang Pasar ..................................................................................................... 11 b. Situasi Persaingan ............................................................................................. 12 c. Preferensi Konsumen ........................................................................................ 13

4. Aspek Produksi ................................ ................................ ..........15 a. Krisan ................................................................................................................... 15 b. Anyelir .................................................................................................................. 18 c. Anggrek ................................................................................................................ 21

5. Aspek Keuangan ................................ ................................ ........28 a. Krisan ................................................................................................................... 28 b. Anyelir .................................................................................................................. 30 c. Anggrek ................................................................................................................ 33

6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan .......................... 36 a. Aspek Sosial Ekonomi ...................................................................................... 36 b. Dampak Lingkungan ......................................................................................... 36

LAMPIRAN ................................ ................................ ..................... 40

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 2

1. Pendahuluan

a. Latar Belakang

Tanaman hortikultura, khususnya bunga potong (cut flower) merupakan komoditi yang sangat khas, di mana para pengusaha dituntut untuk lebih memberikan perhatian khusus dalam pengusahaannya yang didasarkan atas ketrampilan seni, ketrampilan dalam hal penguasaan teknologi budidaya dan kemampuan dalam memperdagangkan hasil produksi. Pengusaha bunga potong juga dituntut dapat untuk memperdagangkan produksinya dalam keadaan segar dan menampilkan bentuk dan warna produksinya yang secara artistik mampu menarik calon konsumen.

Sejalan dengan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, maka konsumsi bunga potong akan cenderung meningkat.Persepsi masyarakat terhadap bunga potong semakin positif sehingga penggunaan bunga potong tidak hanya terbatas untuk sekedar hiasan belaka, tetapi juga dapat diberikan untuk ucapan selamat, ucapan simpati, kegiatan keagamaan, upacara perkawinan, dan sebagainya. Dengan makin luasnya penggunaan bunga potong, maka persaingan dalam pengembangan komoditi ini juga semakin meningkat. Pengembangan teknologi yang memungkinkan untuk menghasilkan bunga potong berwarna-warni, bentuk yang menarik, tahan lama dan harganya relatif terjangkau. Adanya segmen pasar untuk masyarakat golongan tertentu yang mempunyai selera eksklusif dan fanatik terhadap jenis bunga tertentu yang belum dapat dihasilkan di dalam negeri menyebabkan semakin meningkatnya impor bunga potong. Di lain pihak, lembaga-lembaga penelitian dan para nursery di dalam negeri telah mengembangkan varietas-varietas baru yang mempunyai daya saing yang kuat dengan produk impor, juga dengan adanya teknologi budidaya yang semakin dikuasai dan efisien menyebabkan harga jual bunga potong mampu bersaing dengan produk impor. Hal ini mendorong ekspor bunga potong Indonesia ke luar negeri semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Dengan melihat kondisi seperti tersebut di atas, peluang pengembangan agribisnis bunga potong semakin prospektif. Hal ini disebabkan karena potensi pasar, baik di dalam negeri maupun di luar negeri masih tetap terbuka. Dengan adanya peluang pengembangan usaha bunga potong tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani.

Seperti telah disinggung di atas, bahwa usaha ini memerlukan perhatian yang khusus dalam hal pemasaran hasil, maka pola kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara para petani penghasil bunga potong atau eksportir bunga (florist atau flowershop), koperasi pemasar bunga potong atau eksportir bunga potong sangat diperlukan. Pada umumnya pengusaha bunga potong tersebut, selain menguasai pasar juga menguasai teknik budidaya yang dapat dialihkan kepada petani. Bagi para pengusaha besar, mereka diuntungkan dengan adanya pasokan bunga yang tetap dan tidak

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 3

perlu harus mengeluarkan dana untuk membuka kebun sendiri.Sementara bagi para petani, pemasaran hasil produksinya akan lebih terjamin dan juga adanya bimbingan dan pembinaan untuk alih teknologi budidaya yang lebih maju, serta dapat diharapkan para pengusaha besar tersebut dapat bertindak sebagai avalis kredit bagi para petani mitra usahanya. Pola kemitraan ini akan memberikan jaminan keamanan bagi kredit yang diberikan kepada petani. Dalam laporan ini, pola usaha tani bunga potong yang disarankan untuk dikembangkan adalah pola kemitraan usaha terpadu, yaitu suatu pola kemitraan yang melibatkan petani sebagai plasma, usaha besar sebagai penjamin pasar dan avalis kredit serta bank pelaksana sebagai pemberi kredit dana. Kemitraan tersebut dinyatakan dalam suatu nota kesepakatan yang berisi tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak yang bermitra.

Mengingat bahwa komoditi bunga potong begitu beragamnya, maka dalam laporan ini hanya dibahas 3 (tiga) jenis komoditi bunga potong yaitu bunga potong anggrek, krisan dan anyelir. Pemilihan ketiga jenis bunga tersebut didasarkan atas prospek pemasaran ketiga jenis bunga tersebut yang cukup prospektif.

b. Tujuan

Tujuan dari penulisan Model Kelayakan Proyek Kemitraan Terpadu (MK-PKT) Budidaya Bunga Potong ini adalah untuk :

1. Memberikan informasi kepada perbankan tentang model kemitraan terpadu yang sesuai dan layak dibiayai dengan kredit perbankan untuk komoditi bunga potong;

2. Dipergunakan oleh para mitra usaha petani yang berminat dalam pengembangan kemitraan usaha komoditi bunga potong;

3. Mendorong pengembangan usaha komoditi bunga potong sebagai komoditi penghasil devisa negara.

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 4

2. Kemitraan Terpadu

a. Organisasi

Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) adalah suatu program kemitraan terpadu yang melibatkan usaha besar (inti), usaha kecil (plasma) dengan melibatkan bank sebagai pemberi kredit dalam suatu ikatan kerja sama yang dituangkan dalam nota kesepakatan. Tujuan PKT antara lain adalah untuk meningkatkan kelayakan plasma, meningkatkan keterkaitan dan kerjasama yang saling menguntungkan antara inti dan plasma, serta membantu bank dalam meningkatkan kredit usaha kecil secara lebih aman dan efisien.

Dalam melakukan kemitraan hubunga kemitraan, perusahaan inti (Industri Pengolahan atau Eksportir) dan petani plasma/usaha kecil mempunyai kedudukan hukum yang setara. Kemitraan dilaksanakan dengan disertai pembinaan oleh perusahaan inti, dimulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis dan pemasaran hasil produksi.

Proyek Kemitraan Terpadu ini merupakan kerjasama kemitraan dalam bidang usaha melibatkan tiga unsur, yaitu (1) Petani/Kelompok Tani atau usaha kecil, (2) Pengusaha Besar atau eksportir, dan (3) Bank pemberi KKPA.

Masing-masing pihak memiliki peranan di dalam PKT yang sesuai dengan bidang usahanya. Hubungan kerjasama antara kelompok petani/usaha kecil dengan Pengusaha Pengolahan atau eksportir dalam PKT, dibuat seperti halnya hubungan antara Plasma dengan Inti di dalam Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Petani/usaha kecil merupakan plasma dan Perusahaan Pengelolaan/Eksportir sebagai Inti. Kerjasama kemitraan ini kemudian menjadi terpadu dengan keikut sertaan pihak bank yang memberi bantuan pinjaman bagi pembiayaan usaha petani plasma. Proyek ini kemudian dikenal sebagai PKT yang disiapkan dengan mendasarkan pada adanya saling berkepentingan diantara semua pihak yang bermitra.

1.Petani Plasma

Sesuai keperluan, petani yang dapat ikut dalam proyek ini bisa terdiri atas (a) Petani yang akan menggunakan lahan usaha pertaniannya untuk penanaman dan perkebunan atau usaha kecil lain, (b) Petani /usaha kecil yang telah memiliki usaha tetapi dalam keadaan yang perlu ditingkatkan dalam untuk itu memerlukan bantuan modal.

Untuk kelompok (a), kegiatan proyek dimulai dari penyiapan lahan dan penanaman atau penyiapan usaha, sedangkan untuk kelompok (b), kegiatan dimulai dari telah adanya kebun atau usaha yang berjalan, dalam batas masih bisa ditingkatkan produktivitasnya dengan perbaikan pada aspek usaha.

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 5

Luas lahan atau skala usaha bisa bervariasi sesuai luasan atau skala yang dimiliki oleh masing-masing petani/usaha kecil. Pada setiap kelompok tani/kelompok usaha, ditunjuk seorang Ketua dan Sekretaris merangkap Bendahara. Tugas Ketua dan Sekretaris Kelompok adalah mengadakan koordinasi untuk pelaksanaan kegiatan yang harus dilakukan oleh para petani anggotanya, didalam mengadakan hubungan dengan pihak Koperasi dan instansi lainnya yang perlu, sesuai hasil kesepakatan anggota. Ketua kelompok wajib menyelenggarakan pertemuan kelompok secara rutin yang waktunya ditentukan berdasarkan kesepakatan kelompok.

2. Koperasi

Parapetani/usaha kecil plasma sebagai peserta suatu PKT, sebaiknya menjadi anggota suata koperasi primer di tempatnya. Koperasi bisa melakukan kegiatan-kegiatan untuk membantu plasma di dalam pembangunan kebun/usaha sesuai keperluannya. Fasilitas KKPA hanya bisa diperoleh melalui keanggotaan koperasi. Koperasi yang mengusahakan KKPA harus sudah berbadan hukum dan memiliki kemampuan serta fasilitas yang cukup baik untuk keperluan pengelolaan administrasi pinjaman KKPA para anggotanya. Jika menggunakan skim Kredit Usaha Kecil (KUK), kehadiran koperasi primer tidak merupakan keharusan

3. Perusahaan Besar dan Pengelola/Eksportir

Suatu Perusahaan dan Pengelola/Eksportir yang bersedia menjalin kerjasama sebagai inti dalam Proyek Kemitraan terpadu ini, harus memiliki kemampuan dan fasilitas pengolahan untuk bisa menlakukan ekspor, serta bersedia membeli seluruh produksi dari plasma untuk selanjutnya diolah di pabrik dan atau diekspor. Disamping ini, perusahaan inti perlu memberikan bimbingan teknis usaha dan membantu dalam pengadaan sarana produksi untuk keperluan petani plasma/usaha kecil.

Apabila Perusahaan Mitra tidak memiliki kemampuan cukup untuk mengadakan pembinaan teknis usaha, PKT tetap akan bisa dikembangkan dengan sekurang-kurangnya pihak Inti memiliki fasilitas pengolahan untuk diekspor, hal ini penting untuk memastikan adanya pemasaran bagi produksi petani atau plasma. Meskipun demikian petani plasma/usaha kecil dimungkinkan untuk mengolah hasil panennya, yang kemudian harus dijual kepada Perusahaan Inti.

Dalam hal perusahaan inti tidak bisa melakukan pembinaan teknis, kegiatan pembibingan harus dapat diadakan oleh Koperasi dengan memanfaatkan bantuan tenaga pihak Dinas Perkebunan atau lainnya yang dikoordinasikan oleh Koperasi. Apabila koperasi menggunakan tenaga Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), perlu mendapatkan persetujuan Dinas Perkebunan setempat dan koperasi memberikan bantuan biaya yang diperlukan.

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 6

Koperasi juga bisa memperkerjakan langsung tenaga-tenaga teknis yang memiliki keterampilan dibidang perkebunan/usaha untuk membimbing petani/usaha kecil dengan dibiayai sendiri oleh Koperasi. Tenaga-tenaga ini bisa diberi honorarium oleh Koperasi yang bisa kemudian dibebankan kepada petani, dari hasil penjualan secara proposional menurut besarnya produksi. Sehingga makin tinggi produksi kebun petani/usaha kecil, akan semakin besar pula honor yang diterimanya.

4. Bank

Bank berdasarkan adanya kelayakan usaha dalam kemitraan antara pihak Petani Plasma dengan Perusahaan Perkebunan dan Pengolahan/Eksportir sebagai inti, dapat kemudian melibatkan diri untuk biaya investasi dan modal kerja pembangunan atau perbaikan kebun.

Disamping mengadakan pengamatan terhadap kelayakan aspek-aspek budidaya/produksi yang diperlukan, termasuk kelayakan keuangan. Pihak bank di dalam mengadakan evaluasi, juga harus memastikan bagaimana pengelolaan kredit dan persyaratan lainnya yang diperlukan sehingga dapat menunjang keberhasilan proyek. Skim kredit yang akan digunakan untuk pembiayaan ini, bisa dipilih berdasarkan besarnya tingkat bunga yang sesuai dengan bentuk usaha tani ini, sehingga mengarah pada perolehannya pendapatan bersih petani yang paling besar.

Dalam pelaksanaanya, Bank harus dapat mengatur cara petani plasma akan mencairkan kredit dan mempergunakannya untuk keperluan operasional lapangan, dan bagaimana petani akan membayar angsuran pengembalian pokok pinjaman beserta bunganya. Untuk ini, bank agar membuat perjanjian kerjasama dengan pihak perusahaan inti, berdasarkan kesepakatan pihak petani/kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada bank. Besarnya potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani/Kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada Bank. Besarnya potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani plasma dengan bank.

b. Pola Kerjasama

Kemitraan antara petani/kelompok tani/koperasi dengan perusahaan mitra, dapat dibuat menurut dua pola yaitu :

a. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani mengadakan perjanjian kerjasama langsung kepada Perusahaan Perkebunan/Pengolahan Eksportir.

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 7

Dengan bentuk kerja sama seperti ini, pemberian kredit yang berupa KKPA kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan Koperasi sebagai Channeling Agent, dan pengelolaannya langsung ditangani oleh Kelompok tani. Sedangkan masalah pembinaan harus bisa diberikan oleh Perusahaan Mitra.

a. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani, melalui koperasinya mengadakan perjanjian yang dibuat antara Koperasi (mewakili anggotanya) dengan perusahaan perkebunan/pengolahan/eksportir.

Dalam bentuk kerjasama seperti ini, pemberian KKPA kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan koperasi sebagai Executing Agent. Masalah pembinaan teknis budidaya tanaman/pengelolaan usaha, apabila tidak dapat dilaksanakan oleh pihak Perusahaan Mitra, akan menjadi tanggung jawab koperasi.

c. Penyiapan Proyek

Untuk melihat bahwa PKT ini dikembangkan dengan sebaiknya dan dalam proses kegiatannya nanti memperoleh kelancaran dan keberhasilan, minimal dapat dilihat dari bagaimana PKT ini disiapkan. Kalau PKT ini akan mempergunakan KKPA untuk modal usaha plasma, perintisannya dimulai dari:

a. Adanya petani/pengusaha kecil yang telah menjadi anggota koperasi dan lahan pemilikannya akan dijadikan kebun/tempat usaha atau lahan kebun/usahanya sudah ada tetapi akan ditingkatkan produktivitasnya. Petani/usaha kecil tersebut harus menghimpun diri dalam kelompok dengan anggota sekitar 25 petani/kelompok usaha. Berdasarkan

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 8

persetujuan bersama, yang didapatkan melalui pertemuan anggota kelompok, mereka bersedia atau berkeinginan untuk bekerja sama dengan perusahaan perkebunan/pengolahan/eksportir dan bersedia mengajukan permohonan kredit (KKPA) untuk keperluan peningkatan usaha;

b. Adanya perusahaan perkebunan/pengolahan dan eksportir, yang bersedia menjadi mitra petani/usaha kecil, dan dapat membantu memberikan pembinaan teknik budidaya/produksi serta proses pemasarannya;

c. Dipertemukannya kelompok tani/usaha kecil dan pengusaha perkebunan/pengolahan dan eksportir tersebut, untuk memperoleh kesepakatan di antara keduanya untuk bermitra. Prakarsa bisa dimulai dari salah satu pihak untuk mengadakan pendekatan, atau ada pihak yang akan membantu sebagai mediator, peran konsultan bisa dimanfaatkan untuk mengadakan identifikasi dan menghubungkan pihak kelompok tani/usaha kecil yang potensial dengan perusahaan yang dipilih memiliki kemampuan tinggi memberikan fasilitas yang diperlukan oleh pihak petani/usaha kecil;

d. Diperoleh dukungan untuk kemitraan yang melibatkan para anggotanya oleh pihak koperasi. Koperasi harus memiliki kemampuan di dalam mengorganisasikan dan mengelola administrasi yang berkaitan dengan PKT ini. Apabila keterampilan koperasi kurang, untuk peningkatannya dapat diharapkan nantinya mendapat pembinaan dari perusahaan mitra. Koperasi kemudian mengadakan langkah-langkah yang berkaitan dengan formalitas PKT sesuai fungsinya. Dalam kaitannya dengan penggunaan KKPA, Koperasi harus mendapatkan persetujuan dari para anggotanya, apakah akan beritndak sebagai badan pelaksana (executing agent) atau badan penyalur (channeling agent);

e. Diperolehnya rekomendasi tentang pengembangan PKT ini oleh pihak instansi pemerintah setempat yang berkaitan (Dinas Perkebunan, Dinas Koperasi, Kantor Badan Pertanahan, dan Pemda);

f. Lahan yang akan digunakan untuk perkebunan/usaha dalam PKT ini, harus jelas statusnya kepemilikannya bahwa sudah/atau akan bisa diberikan sertifikat dan buka merupakan lahan yang masih belum jelas statusnya yang benar ditanami/tempat usaha. Untuk itu perlu adanya kejelasan dari pihak Kantor Badan Pertanahan dan pihak Departemen Kehutanan dan Perkebunan.

d. Mekanisme Kerjasama

Mekanisme Proyek Kemitraan Terpadu dapat dilihat pada skema berikut ini :

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 9

Bank pelaksana akan menilai kelayakan usaha sesuai dengan prinsip-prinsip bank teknis. Jika proyek layak untuk dikembangkan, perlu dibuat suatu nota kesepakatan (Memorandum of Understanding = MoU) yang mengikat hak dan kewajiban masing-masing pihak yang bermitra (inti, Plasma/Koperasi dan Bank). Sesuai dengan nota kesepakatan, atas kuasa koperasi atau plasma, kredit perbankan dapat dialihkan dari rekening koperasi/plasma ke rekening inti untuk selanjutnya disalurkan ke plasma dalam bentuk sarana produksi, dana pekerjaan fisik, dan lain-lain. Dengan demikian plasma tidak akan menerima uang tunai dari perbankan, tetapi yang diterima adalah sarana produksi pertanian yang penyalurannya dapat melalui inti atau koperasi. Petani plasma melaksanakan proses produksi. Hasil tanaman plasma dijual ke inti dengan harga yang telah disepakati dalam MoU. Perusahaan inti akan memotong sebagian hasil penjualan plasma untuk diserahkan kepada bank sebagai angsuran pinjaman dan sisanya dikembalikan ke petani sebagai pendapatan bersih.

e. Perjanjian Kerjasama

Untuk meresmikan kerja sama kemitraan ini, perlu dikukuhkan dalam suatu surat perjanjian kerjasama yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bekerjasama berdasarkan kesepakatan mereka. Dalam perjanjian kerjasama itu dicantumkan kesepakatan apa yang akan menjadi kewajiban dan hak dari masing-masing pihak yang menjalin kerja sama kemitraan itu. Perjanjian tersebut memuat ketentuan yang menyangkut kewajiban pihak Mitra Perusahaan (Inti) dan petani/usaha kecil (plasma) antara lain sebagai berikut :

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 10

1. Kewajiban Perusahaan Perkebunan/Pengolahan/Eksportir sebagai mitra (inti)

a. Memberikan bantuan pembinaan budidaya/produksi dan penanganan hasil;

b. Membantu petani di dalam menyiapkan kebun, pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk dan obat-obatan), penanaman serta pemeliharaan kebun/usaha;

c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca panen untuk mencapai mutu yang tinggi;

d. Melakukan pembelian produksi petani plasma; dan e. Membantu petani plasma dan bank di dalam masalah pelunasan

kredit bank (KKPA) dan bunganya, serta bertindak sebagai avalis dalam rangka pemberian kredit bank untuk petani plasma.

2. Kewajiban petani peserta sebagai plasma

a. Menyediakan lahan pemilikannya untuk budidaya;; b. Menghimpun diri secara berkelompok dengan petani tetangganya

yang lahan usahanya berdekatan dan sama-sama ditanami; c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca-

panen untuk mencapai mutu hasil yang diharapkan; d. Menggunakan sarana produksi dengan sepenuhnya seperti yang

disediakan dalam rencana pada waktu mengajukan permintaan kredit;

e. Menyediakan sarana produksi lainnya, sesuai rekomendasi budidaya oleh pihak Dinas Perkebunan/instansi terkait setempat yang tidak termasuk di dalam rencana waktu mengajukan permintaan kredit;

f. Melaksanakan pemungutan hasil (panen) dan mengadakan perawatan sesuai petunjuk Perusahaan Mitra untuk kemudian seluruh hasil panen dijual kepada Perusahaan Mitra ; dan

g. Pada saat pernjualan hasil petani akan menerima pembayaran harga produk sesuai kesepakatan dalam perjanjian dengan terlebih dahulu dipotong sejumlah kewajiban petani melunasi angsuran kredit bank dan pembayaran bunganya.

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 11

3. Aspek Pemasaran

a. Peluang Pasar

Aspek pemasaran bunga potong merupakan aspek yang penting karena hal ini menyangkut kelangsungan usaha para petani dan pengusaha bunga potong. Pasar bunga potong mempunyai ciri tersendiri yang pada segmen pasarnya; Banyaknya petani/pengusaha yang berkecimpung dalam usaha bunga potong, mengharuskan seorang petani/pengusaha untuk dapat menentukan segmen pasar produknya yang dianggap paling menguntungkan. Adanya beberapa segmen pasar bunga potong, seperti florist, dekorator, hotel, restoran, perkantoran, catering, supermarket dan lain-lain, menunjukkan bahwa usaha bunga potong diyakini masih memiliki peluang yang layak untuk dikembangkan. Hasil penelitian soekartawi (1996) di Surabaya menunjukkan bahwa elastisitas permintaan terhadap bunga potong mencapai 0,214. Hal ini menunjukkan bahwa usaha bunga potong masih mempunyai peluang usaha yang cukup baik untuk dikembangkan. Indikator lain yang menunjukkan optimisme terhadap prospek usaha bunga potong tersebut adalah bahwa Indonesia, selain mengimpor juga mengekspor bunga potong (lihat Tabel 1.). hal ini menunjukkkan bahwa komoditi bunga potong bersifat elastis terhadap permintaan.

Tabel 1. Ekspor Dan Impor Tanaman Hias (Bunga-Bungaan) di Indonesia

Tahun

Ekspor Impor Neraca (Ekspor-

Impor)

Volume

(Ton)

Nilai

(000

US$)

Volume

(Ton)

Nilai

(000

US$)

Volume

(Ton)

Nilai

(000 US$)

1986 730 291 77 523 653 (232)

1987 1.102 608 20 114 1.082 494

1988 1.652 1.371 70 553 1.582 818

1989 464 1.937 103 1.059 361 878

1990 307 174 409 1.172 (102) (998)

1991 507 688 279 1.146 228 (458)

1992 1.421 2.155 48 1.183 1.373 972

1993 2.182 2.604 21 599 2.161 2.005

1994 1.558 2.147 32 337 1.526 1.810

1995 695 1.630 111 640 584 990

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 12

1996 739 1.752 214 817 525 935

1997 182 315 98 1.330 84 (1.015)

1998 18 5 68 426 (50) (421) Keterangan : untuk tahun 1998 angka yang tercantum s/d Oktober 1998

Sumber : Direktorat Binus dan Pangolahan Hasil TPH, Deptan, 1999

Pertumbuhan permintaan bunga potong untuk konsumsi di dalam negeri diperkirakan antara 15 - 20% per tahun (Trubus no. 329, April 1997). Dengan pertumbuhan tersebut, diperkirakan pada tahun 2005 permintaan dalam negeri mencapai Rp 186 - 428 miliar. Dalam hal ekspor bunga potong, nilai ekspor Indonesia masih sangat kecil dibandingkan dengan peluang yang ada. Diperkirakan peluang ekspor dunia untuk florikultura pada tahun 2007 mencapai US$ 120 miliar. Dari Tabel 1 terlihat bahwa nilai ekspor bunga-bungaan Indonesia pada tahun 1998 (Jan - Okt) hanya mencapai US$ 5.000, jauh berkurang dibandingkan pada tahun 1993 yang mencapai US$ 2.604.000, sementara itu jika pada tahun 1993, Indonesia mengekspor lebih banyak dari pada mengimpornya, maka pada tahun 1998, hal yang sebaliknya terjadi. Dengan melihat kondisi saat ini, di mana nilai tukar rupiah melemah terhadap mata uang asing, Indonesia berpeluang besar untuk mengekspor bunga-bungaan karena harganya yang kompetitif dan juga dapat meningkatkan pemasaran di dalam negeri, karena harga bunga di dalam negeri dapat bersaing dengan bunga impor.

b. Situasi Persaingan

Produsen florikultura yang terbesar di dunia adalah negeri Belanda. Pada tahun 1995, negeri tersebut menguasai 59% dari pangsa pasar dunia. Negara-negara lain yang berperan dalam perdagangan dunia florikultura antara lain adalah Kolumbia (10%), Italia (6%), Israel (4%), Spanyol (2%), dan Kenya (1%) Di kawasan Asia Tenggara, beberapa negara produsen florikultura yang perlu diperhitungkan adalah Thailand dan Malaysia.

Pemilihan jenis komoditas yang tepat penting sekali sebagai strategi pemasaran bunga potong ke manca negara. Pemilihan tersebut disesuaikan dengan struktur permintaan dunia. Permintaan dunia akan florikultura terdiri dari 55% bunga, 5% anggrek dan sisanya tanaman hias daun, sedangkan di Indonesia, komposisinya berbeda, yaitu 60% untuk tanaman hias daun, anggrek 25% dan bunga potong hanya 15% (Trubus No. 329, April 1997). Untuk meningkatkan ekspor maka produksi florikultura di Indonesia harus lebih diarahkan pada pengembangan bunga potong, khususnya dalam hal penyediaan varietas baru yang unggul. Hal ini disebabkan oleh tingginya ketergantungan Indonesia pada bibit bunga impor dan faktor bibit tersebut penting sekali, karena 30 - 35% biaya produksi berasal dari pembelian bibit.

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 13

c. Preferensi Konsumen

Menurut hasil penelitian Soekarwati (1996) di kota Surabaya, jenis bunga yang dibeli oleh florist, flowershop dan perhotelan berbeda (Tabel 2). Dari 3 (tiga) jenis bunga yang diteliti, yaitu anyelir, krisan dan anggrek, bunga anyelir adalah yang paling banyak dibeli oleh florist dan flowershop, sedangkan untuk perhotelan yang paling banyak dibeli adalah mawar. Di urutan kedua untuk florist adalah bunga krisan, sedangkan untuk flowershop dan perhotelan jenis bunga pada urutan kedua banyak dibeli adalah bunga gerbera. Jenis bunga yang paling sedikit dibeli dari keempat jenis bunga tersebut adalah mawar untuk florist, anyelir untuk perhotelan dan bunga mawar dan krisan untuk flowershop.

Tabel 2. Jumlah Pembelian Bunga Potong Oleh Florist, Plowershop dan Hotel

di Surabaya Tahun 1994

Jenis Bunga Rata-rata (Tangkai/Bulan)

Florist Flowershop Hotel

Anyelir 678 282 128

Krisan 656 182 140

Garbera 580 260 208

Mawar 525 182 240 Sumber : Soekartawi, manajemen Agribisnis Bunga Potong, UtP 1996

Jenis bunga yang paling banyak dipasarkan di negeri Belanda pada tahun 1990 dan 1991 adalah mawar, hal ini sesuai dengan jenis bunga yang paling banyak dibeli oleh perhotelan di Surabaya. Kemudian urutan berikutnya adalah bunga krisan yang juga banyak diminati oleh florist. Pada Tabel 3. Berikut ini dapat dilihat sepuluh besar bunga potong yang dipasarkan di negeri Belanda.

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 14

Tabel 3. Hasil Penjualan Sepuluh Besar Bunga Potong Di Negeri Belanda (Juta Gulden)

No. Jenis Bunga 1990 1991

1 Mawar 704 825

2 Krisan 565 598

3 Anyelir 276 292

4 Tulip 238 254

5 Lili 212 231

6 Freesia 150 168

7 Gerbera 126 143

8 Cymbidium 96 109

9 Gypsophilla 108 108

10 Alstomeria 67 79 Sumber : Trubus No. 290, Januari 1994.

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 15

4. Aspek Produksi

a. Krisan

Krisan, seruni atau chrysanthemum bukan tanaman asli Indonesia, tetapi dari Cina. Krisan mempunyai banyak spesies, antara lain : Chrysanthemum indicum (berbunga kuning), Chrysanthemum morifolium (ungu dan pink) dan Chrysanthemum daisy (bulat, pompon). Tanaman krisan dapat sebagai tanaman musiman (annual) atau tahunan (parennial). Jika sikius hidupnya hanya sampai menghasilkan bunga, tanaman ini termasuk musiman, tetapi jika setelah tanaman dipanen bunganya kemudian tanaman dibiarkan berbunga kembali secara periodik, maka tanaman ini termasuk tahunan

1). lklim Mikro

Tanaman krisan memerlukan suhu antara 20-26oC untuk pertumbuhan dan 1618oC untuk pembungaan. Dengan demikian ketinggian lokasi yang sesuai dengan kondisi suhu tersebut adalah antara 700 - 1.200 m dpi. Kelembaban udara yang optimal untuk pertumbuhan krisan adalah 70 - 90%.

2).Penanaman

Waktu penanaman krisan sebaiknya disesuaikan dengan kondisi di mana pada saat panen bunga bertepatan dengan hari-hari besar, karena pada waktu itu permintaan bunga cenderung meningkat.

Budidaya krisan di Indonesia pada umumnya dilakukan di dalam rumah naungan (shading house). Penggunaan rumah ini dimaksudkan untuk melindungi tanaman dari terpaan angin, perubahan suhu, terik matahari, curah hujan yang berlebihan dan hama pengganggu tanaman.

Sebelum bibit ditanam, dilakukan pengolahan tanah yang dilanjutkan dengan pembuatan bedengan. Keadaan tanah yang ideal untuk tanaman krisan adalah tanah yang bertekstur liat berpasir, gembur, berdrainase baik dan mempunyai pH antara 5,5 - 6,7. Setelah kondisi lahan tersebut siap untuk ditanami, dibuat lubang-lubang tanaman dengan jarak 12,5 x 12,5 cm, sehingga diperlukan bibit tanaman sebanyak 64 bibit per m2 Semmggu sebelum penanaman bibit, tanah diberi pupuk dasar yang berupa campuran pupuk ZA 75 gram, TSP 75 gram dan KCI 25 gram untuk setiap m2 lahan.

Bibit krisan umumnya masih didatangkan dari breeder di luar negeri, namun demikian ada juga yang dikembangkan di dalam negeri oleh Balai Penelitian Departemen Pertanian. Bibit yang berasal dari luar negeri mempunyai warna dan bentuk yang menarik, tetapi petani harus membayar royalty kepada pemberi bibit, sedangkan bibitnya dari dalam negeri dapat diusahakan untuk diperbanyak sendiri.

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 16

3).Pemeliharaan Tanaman

Kegiatan yang dilakukan dalam pemeliharan tanaman antara lain meliputi penyulaman, pengairan, pemupukan, pengaturan cahaya dan pemberantasan hama penyakit.

Penyulaman

Penyulaman sebaiknya dilakukan sedini mungkin, yaitu 10 - 15 hari setelah tanam. Bibit tanaman yang mati atau layu diganti dengan bibit yang baru.

Pengairan

Pengairan dapat dilakukan dengan cara menyiram tanaman langsung dari gembor, sedangkan plastik atau menggunakan sistem irigasi curah (sprinkler) atau irigasi tetes (drip). Tanaman yang berumur 1 - 2 minggu sangat peka terhadap kekurangan air, sehingga penyiraman dapat dilakukan setiap hari. Kemudian penyiraman tanaman sebaiknya dilakukan dengan melihat kondisi tanah. Kebutuhan air untuk penyiraman rutin umumnya sekitar 3 - 5 liter per m2

Pemupukan

Jenis dan dosis pupuk yang diberikan tergantung dari fase tanaman. Untuk fase pertumbuhan, pupuk yang diberikan adalah urea 200 gram, ZA 200 gram dan KNO3 100 gram untuk setiap m2 lahan, sedangkan kan pada fase pembungaan, pupuk yang diberikan adalah urea 10 gram, TSP 10 gram, ZA 15 gram dan KNO3 25 gram untuk setiap m2 lahan.

Untuk memacu pertumbuhan, tanaman diberi pupuk daun, sedangkan untuk menghambat pertumbuhan tanaman pada fase pembungaan, dapat digunakan zat penghambat pertumbuhan tanaman seperti Alar (dominozide) dan Guitar (paclobutrazol) dengan dosis 1.500 - 3.000 ppm untuk Alar 97% dan 75 - 100 ppm untuk Cultar. Sebaiknya volume yang digunakan adalah 10 liter untuk 100 m2 lahan

Pengaturan Cahaya

Tanaman krisan termasuk tanaman yang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan cahaya (fotoperiodesitas), baik dalam fase pertumbuhan maupun fase pembungaan. Untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, tanaman krisan memerlukan ketersediaan cahaya antara 14 - 16 jam/hari, sedangkan untuk fase pembuangan, tanaman ini memerlukan panjang hari kurang dari 12 jam/hari. Dengan demikian untuk memacu pertumbuhan tanaman, perlu ditambahkan cahaya buatan yang berasal dari lampu pijar atau TL. Jika digunakan lampu buatan yang berasal dari lampu pijar, maka intensitas cahaya pada daerah tergelap minimal 70 lux, sedangkan jika

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 17

menggunakan lampu TL, minimal 40 lux. Dengan kondisi tersebut, daya lampu minimal yang diperlukan adalah 100 W untuk lampu pijar dan 40 W untuk TL. Pemberian cahaya tambahan tersebut umumnya dilakukan mulai jam 19.00 sampai dengan jam 04.00 dengan cara intermittent lighting, yaitu menyala selama 10 menit, padam 20 menit yang dilakukan secara berulang-ulang.

Tanaman krisan memerlukan cahaya yang optimal 32.000 lux untuk pertumbuhannya. Di Indonesia, pada siang hari, intensitas cahaya tersebut, perlu dipasang shading net. Fungsi shading net selain untuk mengurangi intensitas cahaya juga dapat mengurangi suhu udara yang panas.

Perlindungan Tanaman

Perlindungan tanaman diperlukan untuk melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit yang dapat merugikan tanaman. Cara perlindungan tanaman disesuaikan dengan kondisi yang ada, baik dengan kultur teknis, mekanis, biologis maupun kimiawi.

4).Panen Dan Pasca Panen

Tanaman krisan berbunga pada umur 3 - 4 bulan setelah bibit ditanam, tergantung dari varietas yang ditanam. Saat panen yang tepat pada krisan standar adalah ketika bunga telah setengah mekar atau 3 - 4 hari sebelum mekar penuh. Umur bunga potong, jika tidak ditangani dengan baik hanya 2 - 3 hari. Bunga yang seharusnya dipotong harus segera dipotong, karena keterlambatan panen akan menurunkan kualitas bunga.

Pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari dan jika tanah dalam keadaan kering, sebaiknya tanah disiram dulu sampai basah sehingga tanaman yang akan dipotong menjadi segar dan tidak layu.

Pada waktu pemanenan bunga sebaiknya dilakukan juga seleksi bunga berdasarkan kualitasnya (grade I dan II). Bunga yang tidak termasuk grade I dan II, sebaiknya tidak dipanen dan dibuang pada saat pembongkaran tanaman. Kriteria untuk grade I dan II adalah sebagai berikut, (Supari, 1999) :

Grade I

Bunga mekar (tidak terlalu mekar atau terlalu kuncup), segar, tidak bergerombot, tidak terserang hama penyakit seperti apid, thrips dan sebagainya, pada pinggir bunga tidak ada busuk kehitaman;

Batang besar (sesuai dengan jenisnya), tegar, lurus dan panjang minimal 75 cm;

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 18

Daun hijau segar, tidak kering dan tidak terserang hama penyakit, seperti leaf miner, white rust, dan sebagainya;

Bentuk bunga normal dan tidak ada kelainan-kelainan yang menyimpang dari bentuk atau warna aslinya.

Grade II

Bunga mekar, segar, boleh bergerombol tetapi tidak terserang hama penyakit;

Batang boleh agak kecil tetapi harus lurus dengan panjang minimal 50 cm;

Kriteria lain sama dengan kriteria grade I dengan sedikit toleransi, misalnya jika daun terserang hama penyakit tetapi tidak terlalu parah masih dapat dimasukkan dalam grade II.

Pada saat panen bunga, langsung dilakukan pengikatan di lapangan. Bunga yang diikat adalah yang sejenis dan sama gradenya. Jumlah tangkai bunga per ikat disesuaikan dengan besarnya diameter bunga, yaitu minimal berdiameter 20 cm bila dibungkus dan jumlah tangkainya minimal 10 tangkai bunga. Bunga yang sudah diikat, disimpan dalam wadah yang berisi air. Setelah 10 ikat, ikatan tersebut sebaiknya cepat dibawa ke bagian sortasi dan dibungkus dengan kertas pembungkus. Produktifitas krisan cukup baik jika diperoleh 5 bungkus setiap 1 m2 atau 50 tangkai bunga per m2.

b. Anyelir

Anyelir atau carnation bukan tanaman asli Indonesia, tetapi masuk ke Indonesia dibawa oleh penggemar-penggemar bunga dari Belanda ke Indonesia beberapa abad yang lalu. Di pasaran anyelir terdiri dari sekurang-kurangnya 8 varietas sesuai warnanya yaitu Donna, Orange, Orange garis, Ungu Garis, Kuning garis, Pink muda, Merah dan Salem.

Tanaman bunga anyelir berumur produktif selama kurang lebih satu tahun yaitu sekitar 5 bulan masa pertumbuhan dan 7 bulan masa menghasilkan bunga.

1). lklim Mikro

Tanaman anyelir memerlukan suhu antara 20 26oC untuk pertumbuhan dan 18 20oC untuk pembungaan. Dengan demikian ketinggian lokasi yang sesuai dengan kondisi suhu tersebut adalah antara 800 - 1.500 m dpi. Kelembaban udara yang optimal untuk pertumbuhan anyelir adalah 70 - 90%.

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 19

2). Penanaman

Budidaya anyelir di Indonesia pada umumnya dilakukan di dalam rumah naungan (shading house). Penggunaan rumah ini dimaksudkan untuk melindungi tanaman dari terpaan angin, perubahan suhu, terik matahari, curah hujan vana berlebihan dan hama pengganggu tanaman.

Sebelum bibit ditanam, dilakukan pengolahan tanah yang dilanjutkan dengan pembuatan bedengan. Empat unit shading house ukuran 210 m2 memiliki bidang tanam masing-masing 120 m2 sehingga seluruhnya terdapat 480 m2 Dengan jarak tanam sekitar 25 cm x 25 cm maka dapat ditanam 9.640 tanaman. Keadaan tanah yang ideal untuk tanaman anyelir adalah tanah yang bertekstur liat berpasir, gembur, berdrainase baik dan mempunyai pH antara 5,5 - 6,7. Seminggu sebelum penanaman bibit, tanah diberi pupuk dasar yang berupa campuran pupuk ZA 75 gram, TSP 75 gram dan KCI 75 gram untuk setiap m2 lahan.

Bibit anyelir umumnya masih didatangkan dari breder di luar negeri, namun demikian ada juga yang dikembangkan di dalam negeri oleh Balai Penelitian Departemen Pertanian. Bibit yang berasal dari luar negeri mempunyai warna dan bentuk yang menarik, tetapi petani harus membayar royalty kepada pemberi bibit, sedangkan yang bibitnya dari dalam negeri dapat diusahakan untuk dapat diperbanyak sendiri. Kondisi saat ini para petani lebih mengutamakan bibit dalam negeri karena tingginya royalty yang harus dibayar, sementara itu para konsumen, terutama para "florist" juga cenderung menggunakan bunga dari varietas dengan bibit lokal karena tersedia di pasar lokal.

3). Pemeliharaan Tanaman

Kegiatan yang dilakukan dalam pemeliharaan tanaman antara lain meliputi penyulaman, pengairan, pemupukan, pengaturan cahaya dan pemberantasan penyakit.

Penyulaman

Penyulaman sebaiknya dilakukan sedini mungkin, yaitu 10 - 15 hari setelah tanam. Bibit tanaman yang mati atau layu diganti dengan bibit yang baru

Pengairan

Pengairan dapat dilakukan dengan cara menyiram tanaman langsung dari gembor, selang plastik atau menggunakan sistem irigasi curah (sprinkler) atau irigasi tetes (drip). Tanaman yang berumur 1 - 2 minggu sangat peka terhadap kekurangan air, sehingga penyiraman dapat dilakukan setiap hari. Kemudian penyiraman tanaman sebaiknya dilakukan dengan melihat kondisi tanah. Kebutuhan air untuk penyiraman rutin umumnya sekitar 3 - 5 liter per m2

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 20

Pemupukan

Jenis dan dosis pupuk yang diberikan dari fase tanaman. Untuk fase pertumbuhan, pupuk yang diberikan adalah urea 200 gram, ZA 200 gram dan KNO3 100 gram untuk setiap m2 lahan, sedangkan pada fase pembungaan, pupuk yang diberikan adalah urea 10 gram, TSP 10 gram, ZA 15 gram dan KNO3 25 gram untuk setiap m2 lahan.

Perlindungan Tanaman

Perlindungan tanaman diperlukan untuk melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit yang dapat merugikan tanaman. Cara perlindungan tanaman disesuaikan dengan kondisi yang ada, baik dengan kultur teknis, mekanis, biologis maupun kimiawi.

4).Panen Dan Pasca Panen

Tanaman anyelir berbunga pada periode umur 5 bulan sampai dengan 12 bulan setelah bibit ditanam, dan dalam periode itu setiap tanaman menghasilkan sekurang-kurangnya 6 tangkai bunga yang berkualitas baik (grade1). Saat panen yang tepat pada anyelir standar adalah ketika bunga telah setengah mekar atau 3 - 4 hari sebelum mekar penuh. Umur bunga potong, jika tidak ditangani dengan baik hanya 2 hari. Bunga yang seharusnya dipotong harus segera dipotong, karena keterlambatan panen akan menurunkan kuafitas bunga.

Pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari dan jika tanah dalam keadaan kering, sebaiknya tanah disiram dulu sampai basah sehingga tanaman yang akan dipotong menjadi segar dan tidak layu.

Pada waktu pemanenan bunga, sebaiknya dilakukan juga seleksi bunga berdasarkan kualitasnya (grade I dan II). Bunga yang tidak termasuk grade I dan II sebaiknya tidak dipanen dan dibuang. Pada kondisi normal bunga bunqa yanq termasuk grade I sekurang-kurangnya 75%. Mengingat bunga yang bernilai jual baik dan mudah penjualannnya adalah yang grade I maka dalam analisis finansial asumsi penjualan didasarkan pada penjualan bunga grade I.

Grade I

Bunga mekar (tidak terlalu mekar atau terlalu kuncup), segar, tidak terserang hama penyakit seperti apid, thrips dan sebagainya, tidak ada bercak, pada pinggir bunga tidak ada busuk kehitaman dan tidak ada luka;

Batang besar (sesuai dengan jenisnya), tegar, lurus dan panjang minimal 60 cm;

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 21

Daun hijau segar, tidak kering dan tidak terserang hama penyakit, seperti leaf miner, white rust, dan sebagainya;

Bentuk bunga normal dan tidak ada kelainan-kelainan yang menyimpang dari bentuk atau warna aslinya.

Grade II

Bunga mekar, segar dan tepi tidak terserang penyakit;

Batang boleh agak kecil tapi harus lurus dengan panjang minimal 50 cm;

Kriteria lain sama dengan kriteria grade I dengan sedikit toleransi, misalnya jika daun terserang hama penyakit tetapi tidak terlalu parah masih dapat dimasukkan dalam grade II.

Pada saat panen bunga, langsung dilakukan pengikatan di lapangan. Bunga yang diikat adalah yang sejenis dan sama gradenya. Jumlah tangkai bunga per ikat disesuaikan dengan besarnya diameter bunga, yaitu minimal berdiameter 20 cm bila dibungkus dan jumlah tangkainya minimal 10 tangkai bunga. Bunga yang sudah diikat, disimpan dalam wadah yang berisi air. Setelah 10 ikat, ikatan tersebut sebaiknya cepat dibawa ke bagian sortasi dan dibungkus dengan kertas pembungkus.

c. Anggrek

Tanaman anggrek yang diperjual-belikan sebagai komoditas dari tanaman anggrek meliputi : Benih dalam botol; Benih dalam community pot (compot), tanaman kecil (seedling kecil); dan tanaman sedang dan besar (Booming size = siap berbunga).

Komoditas yang dirumuskan dalam model ini ialah seedling kecil dan booming size yang diproduksi oleh grower (petani peserta proyek). Seedling kecil adalah anggrek yang telah berumur 8 - 12 bulan dari compot. Sedangkan booming size adalah seedling yang pemeliharaannya dilanjutkan hingga 6 bulan berikutnya, sehingga kuncup bunganya mulai tumbuh (siap berbunga).

Karakteristik seedling kecil : (a) ditanam pada suatu pot Seedling secara individual; (b) berumur 8 - 12 bulan: dan (c) panjang daun rata-rata 12 cm Adapun karakteristik booming size adalah ; (a) ditanam pada suatu pot ukuran 15-20 cm secara individual; (b) berumur 6 bulan sejak seedling kecil; (c) panjang daun rata-rata 20 cm; dan (d) kuncup bunga rata-rata sekitar 5 buah.

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 22

1). lklim Mikro

Tanaman anggrek dapat tumbuh pada ketinggian 0 - 800 meter di atas permukaan laut; pencahayaan harus teduh ; suhu berkisar 10C 27oC; kelembaban 40 - 70%; dan curah hujan sedang.

Bangunan rumah setengah bayang (green house, rumah kaca) yang digunakan sebagai tempat budidaya anggrek disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan pertumbuhan dari tiap-tiap tingkatan perkembangan bibit anggrek. Misalnya untuk jenis Dendrobium dalam tahapan compot yang keluar dari botol, sudah mencukupi dengan sinar masuk 20%; ukuran seedling yang sudah individu pot, diberi tambahan dengan sinar masuk 30 - 35%. Bila sudah dipindah pada pot besar (medium size) langsung boleh ditanam di bawah sinar masuk 45%. Pengaturan sinar yang dibutuhkan dapat dilakukan dengan pemasangan jaring, reng kayu, bambu, dan fiberglass.

2) Bidang Usaha Anggrek

Usaha tani anggrek mempunyai bidang yang luas, yang secara komersial dapat dibedakan menjadi empat bidang usaha yang saling berkaitan, yakni : (1) usaha pembibitan (breeder); (2) Usaha menumbuhkan dan produksi bunga (grower); (3) Usaha/perdagangan tanaman ; dan (4) Perdagangan bunga (florist).

Usaha pembibitan anggrek (breeder), biasanya diawali sebagai kolektor anggrek. Sebagai kolektor, mereka akan memiliki wawasan mengenai jenis-jenis anggrek, memahami budidaya serta mampu memelihara anggrek dengan benar, dan akhirnya akan mampu mengantisipasi perkembangan mode anggrek, sehingga akan tertarik pada teknologi reproduksi dan pembibitan.

Teknologi reproduksi dan pembibitan dewasa ini telah banyak menggunakan sistem kultur jaringan (tissue culture) yang mampu menghasilkan bibit datam jumlah banyak dan seragam. Usaha pembibitan ini memerlukan pengalaman dalam waktu yang relatif lama di samping diperlukan modal yang besar dalam pengadaan laboratorium dan media compot serta seedling. Sasaran utama usaha penjualan bibit anggrek adalah kepada : para Grower, Hobbiest atau kolektor, Pedagang tanaman, dan ekspor bibit. Usaha menumbuhkan dan produksi bunga (gower) menghasilkan pot plant atau bunga potong. Usaha ini dapat dilakukan baik untuk skala besar ataupun kecil, tergantung modal dan sarana yang dimiliki. Pengusaha yang menumbuhkan tanaman anggrek memerlukan pengetahuan teknologi budidaya dan perawatan tanaman anggrek dengan benar, disamping kemampuan mengantisipasi selera konsumen dan perubahannya.

Sasaran usaha Grower adalah : Hobbiest atau kolektor, Florist (toko bunga dan perangkai bunga), Pedagang tanaman, Hotel dan restoran, serta ekspor.

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 23

Usaha/perdagangan tanaman. Para pedagang tanaman umumnya menjual secara lokal (dalam negeri). Mereka harus mampu mencermati selera konsumen di wilayah pemasarannya. Pengetahuan dasar yang harus dimiliki adalah nama berbagai jenis tanaman anggrek, mutu tanaman dan perawatan tanaman yang sesuai dengan habitat jenis anggrek yang diperjual belikan.

Fasilitas usaha yang yang diperlukan tergantung dari jumlah tanaman yang diperdagangkan, sedangkan pola perdagangan biasa, yakni konsinyasi dari pengusaha bibit tanaman. Di kota tertentu, penjual tanaman ini banyak dilakukan di pasar-pasar bunga, bahkan telah ada penjaja tanaman bunga yang berkeliling mencari konsumen; umumnya dagangannya dalam bentuk pot plant.

Perdagangan bunga (florist).Termasuk di dalamnya adalah toko bunga dan perangkai bunga yang umumnya dipasarkan lokal dalam kota. Florist yang dapat disetarakan sebagai konsumen industri mempersyaratkan pembelian bunga-bunga segar dengan spesifikasi bunga yang tangkainya lurus dan berbunga mekar, wama bunga cerah, susunan bunga searah dan tidak rontok, daya tahan bunga lama dan tidak layu.

Anggrek yang umumnya digunakan adalah jenis dendrobium, Cattleya, Oncidum, Mokara, Vanda, aranda, Renanthera dan Phalaenopsis. Jenis-jenis untuk pasar ekspor sulit dipenuhi oleh grower dalam negeri yang umumnya hanya memproduksi bunga relatif sedikit.

Dalam tata laksana usaha, keempat bidang usaha tersebut dapat dilakukan secara bersama-sama oleh suatu badan usaha. Hal ini memerlukan pembiayaan yang tinggi dan perencanaan yang cermat dan tepat, disamping harus dikelola secara profesional.

3). Fasilitas/Sarana Produksi

Fasilitas yang dibutuhkan untuk budidaya tanaman anggrek sebagai usaha pembesaran (growing farm) ialah jaring peneduh cahaya, sumber air dengan instalasinya, jalan untuk perawatan, sprayer, dan peralatan pertanian lainnya.

Sarana ini merupakan fasilitas budidaya yang harus ada agar grower dapat menjalankan aktifitasnya dengan baik. Oleh karena itu, pembiayaan fasilitas ini juga termasuk dalam rencana investasi usaha para grower. Adapun sarana produksi yang dibutuhkan dalam budidaya anggrek antara lain: compot (commnity pot) bibit anggrek; Media tanam = pot kecil; Pupuk; fungisida, Insektisida dan Hormon.

Bibit anggrek (compot) merupakan sarana produksi yang terpenting bagi pengembangan suatu usaha tani anggrek, baik kualitas maupun kuantitasnya. Bibit anggrek yang bermutu dihasilkan oleh kebun pembibitan

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 24

yang dikelola secara profesional dengan memiliki koleksi pohon induk yang terpilih dan menggunakan teknologi serta sarana peralatan modern.

Dengan bibit yang telah teruji melalui penelitian berkelanjutan, akan diperoleh hasil berupa tanaman anggrek yang mempunyai produktifitas tinggi, mudah tumbuh, sehat, warna bunga menarik dan kekar pada masa hidupnya.

Syarat-syarat bibit yang bermutu dan mudah dipasarkan adalah : (a) Jenis yang disukai konsumen sesuai dengan kondisi agroklimat perkotaan, misalnya suatu lokasi yang iklimnya sesuai dengan habitat tanaman tersebut (b) Persentase bibit yang paling banyak digemari sesuai lokasi pengembangan suatu daerah serta jenis-jenis tertentu yang merupakan varietas-varietas modifikasi tropis.

Kebutuhan compot bibit anggrek bagi grower harus dipasok oleh perusahaan inti, yang dalam prosesnya bisa bekerjasama dengan koperasi. Setiap compot berisi 80 - 100 pohon (seedling kecil), yang dalam proses seleksi diharapkan akan menghasilkan 80 pohon yang siap jual. Harga compot adalah Rp 75.000 per compot. Kebutuhan seedling per m2 160 pot, sehingga dengan lahan seluas 250 m2 dibutuhkan 40.000 seedling kecil atau 500 compot.

4). Tahapan Proses Produksi Anggrek

Secara umum proses atau urutan produksi bunga anggrek adalah kegiatan pemilihan induk, penyilangan, hasil silangan ditumbuhkan, diseleksi yang baik, hasil seleksi dikioning dengan metode kultur jaringan. Sedangkan tahap proses pertumbuhan anggrek dari benih hingga tingkat flowering size, adalah sebagai berikut:

Flask --> Compot --> Seedling --> Medium Size --> Booming size --> Flowering Size

Tahap flask merupakan proses di laboratorium. Di sini, benih dimasukkan ke dalam media botol selama 1,5 - 2 tahun, atau sampai sudah nampak tumbuh menjadi tanaman lengkap yang berdaun, batang, dan berakar atausampai tumbuh tunas 1,5-2 cm.

Pada tahap compot (community pot), benih yang sudah nampak tumbuh menjadi tanaman lengkap tersebut dipindah dan ditanam pada pot kecil yang berdiameter 10-15 cm. Setiap pot berisi 80-100 pohon.

Setelah anggrek yang ditanam pada compot mencapai tinggi 3-5 cm, diperkirakan berumur 4 - 6 bulan dari saat dipindahkan ke atas compot. Selanjutnya masing-masing anggrek dipindah dan ditanam pada pot individu kecil berdiameter 46 cm dan dibiarkan tumbuh hingga mencapai tinggi 68 cm (seedling kecil), diperkirakan berumur 810 bulan compot.

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 25

Tahap selanjutnya adalah medium size. Mengingat keperluan makanan semakin besar dan pertumbuhan agar tidak terhambat, maka tanaman dipindahkan ke dalam pot yang lebih besar ukuran diameter 10-15 cm, kemudian dilanjutkan pada tahap booming size (kuncup bunga) dan tahap flowering size (bunga). Untuk masing-masing tahap tersebut diperlukan waktu sekitar 6 bulan.

5). Penanaman

Anggrek umumnya ditanam dalam pot. Media yang digunakan umumnya pecahan batu bara, arang, sabut kelapa, kulit kelapa atau batang pakis.

Media tanam berupa isian pot terdiri dari arang kayu atau pecahan batu merah, sabut kelapa sebesar ibu jari, potongan akar pakis ukuran 5 - 30 mm dengan serat yang terpisah dan dicuci bersih serta dikeringkan, kemudian direndam dalam alas makanan selama 24 jam yang mengandung : Urea atau ZA (0,050 mg); DS, TS atau ES (0,25 mg); Kalium sulfat atau K2S04 (0,25 mg); yang dilarutkan dalam air (1.000 cc).

6). Pemeliharaan Tanaman

Kegiatan yang dilakukan dalam pemeliharan tanaman antara lain meliputi pemupukan, pengairan, dan pengendalian hama dan penyakit.

Pemupukan. Semua tanaman untuk hidup dan berkembangnya membutuhkan unsur hara yang diambil dari akar dan daun. Pemenuhan unsur-unsur tersebut adalh dengan pemberian pupuk. Pemupukan yang baik dilakukan setelah penyiraman, ketika medium dalam keadaan basah sehingga memungkinkan tanaman anggrek menyerap hara (nutrisi) dengan baik, dan akar tanaman terhindar dari kemungkinan "terbakar" akibat intensitas pupuk yang mengenainya. Pemupukan sebaiknya juga dilakukan dalam jumlah pemberian beberapa kali, sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya "pencucian" nutrisi akibat penyiraman.

Pengairan. Pengairan tanaman anggrek dalam pot dapat dilaksanakan dengan penyemprotan atau dengan perendaman pot ke dalam air. Saat yang baik untuk mengairi anggrek ditentukan oleh meningkatnya suhu udara. Pengairan anggrek biasanya dilakukan sehari dua kali, yaitu pada saat pagi saat pagi hari dan sore hari. Hal ini dimaksudkan pada saat pagi dan sore sinar matahari tidak terlalu menyengat.

Hama dan penyakit tanaman. Di negara tropis yang mendukung pertumbuhan tanaman sepanjang tahun, juga mendukung pertumbuhan segalajenis hama dan penyakit. Hama pada angrek adalah hewan-hewan kecil perusak seperti semut, belalang, keong, red spider, kutu babi, kutu, ulat, kumbang dan kepik. Hama-hama tersebut menghisap cairan tanaman atau memakan bagian tanaman. Adapun penyakit pada tanaman anggrek umumnya disebabkan oleh cendawan, bakteri dan virus yang mengambil

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 26

persenyawaan dalam sel. Jasad renik itu tidak terlihat secara kasat mata; yang dapat dilihat hanyalah akibat serangannya, berupa pembusukan pada batang, akar atau bercak-bercak hitam pada tanaman.

Usaha preventif yang dapat dilakukan dalam pengedalian hama dan penyakit pada tanaman anggrek antara lain : kebersihan tempat tumbuh tanaman; menguasai pengetahuan tentang pupuk, insektisida, fungisida yang diperlukan oleh tanaman, pemakaiannya harus rutin dan disiplin ; menjaga kebersiahn kebun, mengusahakan sirkulasi udara yang lancar bagi tanaman, pemberian air yang sesuai kebutuhan tingkat tumbuh; serta pemasangan jaring anti hama di sekeliling kebun. Periksa dengan teliti bibit atau pohon yang kemungkinan bahwa penyakit ikut masuk dalam kebun.

6). Panen Dan Pasca Panen

Pengepakan dan pengiriman bunga anggrek adalah kegiatan yang penting dalam bisnis anggrek, baik sebagai breeder maupun sebagai grower karena pengepakan yang baik akan menjamin tanaman atau bunga sampai kepada pembeli dalam kondisi yang tetap baik dan segar.

Tujuan dari pengepakan dan pengiriman adalah melindungi tanaman dan bunga secara fisiologis agar aman, tidak rusak dan tetap segar sehingga barang dapat diterima oleh konsumen tepat waktu dan memuaskan.

Tujuan pengepakan bunga anggrek adalah untuk memperpanjang ketahanan bunga dari gangguan luar serta menghambat proses kelayuan. Hal yang perlu diperhatikan adalah waktu pengiriman maksimum harus dapat sampai tujuan 1 x 24 jam setelah selesai pengepakan.

Pengiriman jarak dekat dilakukan dengan keadaan terbaik, agar sirkulasi udara dan tekanan udara tetap waiar dan bunga berada pada kondisi yanng waiar Bila pengiriman mensyaratkan dibungkus khusus, yakni dengan memberikan tutup plastik yang diisi larutan crysal pada pangkal tangkai, kemudian dimasukkan dalam dos yang kemudian didinginkan pada suhu 10 - 12C, selama satu jam, kemudian karton ditutup.

Pengiriman bunga anggrek jarak jauh perlu perlakuan yang lebih khusus lagi. Bunga yang baru dipotong diangin-anginkan selama 2 - 3 jam sambil dilakukan seleksi : ukuran yang sama dikelompokkan dengan seragam.

Setelah itu dibuatkan larutan crysal dalam 1 liter air dan larutan dimasukkan dalam wadah plastik untuk menutup pangkal tangkai bunga dalam 5 tangkai tiap ikatan. Sebaiknya bunga dibungkus dengan kertas halus dan kemudian disusun sejajar dan diberikan kertas remah sebagai sekat antar bungkusan bunga untuk menahan benturan dalam transportasi.

Dalam melakukan ekspor bunga disusun menurut ukuran. Ukuran kecil 8-9 kuntum, ukuran sedang 12 - 16 kuntum, dan ukuran panjang 16 - 22

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 27

kuntum bunga atau lebih. Dengan demikian kemasan masing-masing ukuran akan berbeda.

Kemasan untuk ekspor dilakukan dengan membuat karton kecil (misalnya ukuran 81 x 20 x 8 cm untuk diisi 20 tangkai bunga), kemudian tiap 10 karton kecil dimasukkan dalam dos yang lebih besar, berarti berisi 200 tangkai bunga. Karton yang telah diisi bunga disimpan dalam ruangan dingin dengan suhu 10 120C selama 1 - 2 jam. Kemudian, baru dikirim biasanya melalui angkutan udara.

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 28

5. Aspek Keuangan

a. Krisan

Hasil perhitungan secara terperinci dan nilai besaran yang digunakan dapat dilihat pada Tabel Lampiran Krisan.

1). Asumsi Dasar

Usaha budidaya krisan dilakukan di daerah yang mempunyai ketinggian minimum 800 m dpi dengan kelembaban udara antara 70 - 90%. Budidaya krisan dilakukan di dalam rumah naungan bertipe jogio berukuran 7 x 30 m. Di dalam rumah naungan tersebut dibuat 4 bedengan ukuran 1 x 30 m di mana di atasnya ditanam krisan dengan jarak tanam 12,5 x 12,5 cm. Luas efektif lahan yang dapat ditanami krisan adalah 120 m2 Dalam bentuk luasan tersebut dapat ditanami bibit krisan sebanyak 8.676 batang. Untuk meningkatkan pertumbuhan, diberikan cahaya tambahan di malam hari. Cahaya tersebut diberikan dari lampu TL berdaya 40 W sebanyak 14 buah yang terpasang dalam 2 jalur memanjang. Pemberian air dilakukan dengan sistem irigasi tetes (drip irrigation). Biaya konstruksi untuk 1 unit rumah naungan lengkap dengan instalasi listrik, irigasi tetes dan peralatan pertanian diperkirakan Rp 9.950.000.

Produksi bunga yang memenuhi syarat untuk dijual diperkirakan sekitar 75% dari bibit yang ditanam. Dalam 1 tahun diasumsikan dapat dilakukan 3 kali kegiatan penanaman dan pemanenan.

Skala usaha yang digunakan sebagai dasar perhitungan analisa finansial adalah usaha bunga potong yang menggunakan 4 (empat) unit rumah naungan. Biaya investasi yang diperlukan diperkirakan Rp 48.001.929 . Biaya tersebut diharapkan dari kredit perbankan dengan bunga 24,00% per tahun dan berjangka waktu 5 tahun atau 60 bulan termasuk 6 bulan masa tenggang. Dengan memperhitungkan bunga selama masa tenggang, maka jumlah kredit yang diberikan menjadi Rp 53.762.160.

2). Neraca Usaha

Pada Tabel Neraca (Kr) dapat dilihat neraca usaha budidaya krisan. Dari tabel neraca terlihat bahwa kekayaan petani meningkat dari Rp 0 pada tahun ke-0 menjadi Rp 82,97 juta pada akhir tahun ke-5, jika hasil usaha dari proyek ini ditanam kembali. Pada akhir tahun ke-5 tersebut juga terlihat bahwa hutang ke Bank telah lunas dan petani mampu melanjutkan usahanya dengan dana sendiri.

Current ratio meningkat dari 53,9% pada akhir tahun pertama menjadi lebih 500% pada akhir tahun kelima.

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 29

Debtto asset ratio dan Debt to Networth ratio cenderung menurun sepanjang tahun, dari 74,5% untuk debt to asset ratio dan 291,8% untuk debt to networth ratio menjadi 0,0% pada akhir tahun kelima.

3). Proyeksi >Rugi/Laba.

Perhitungan proyeksi rugi/laba dapat dilihat pada Tabel Proyeksi Laba-Rugi (Kr). Dari tabel laba rugi terlihat bahwa jika bunga krisan dijual dengan harga Rp 750 per tangkai, sejak tahun pertama usaha ini, petani telah mendapatkan keuntungan bersih sebesar Rp 16,4 juta dan pada akhir tahun ke-5, keuntungan tersebut meningkat menjadi 20,5 juta. Net profit margin usaha tani pada tahun pertama mencapai 27,9% dan meningkat menjadi 35% pada akhir tahun kelima, lihat Tabel Rasio Keuangan (Kr). Return on Investment (ROI) cenderung berkurang setiap tahunnya dari 34,1% pada tahun pertama menjadi 27,6% pada akhir tahun kelima, demikian juga halnya dengan Return on Equity (ROE) dari 100% pada tahun pertama, menjadi 24,7% pada akhir tahun kelima proyek.

4). Perkiraan Aliran Kas

Pada Tabel Arus Kas (Kr) dapat dilihat perkiran aliran kas proyek ini. Dari tabel arus kas terlihat bahwa sejak tahun pertama hingga tahun kelima proyek, usaha ini tidak pernah mengalami defisit. Jika pada akhir tahun pertama saldo kas akhir mencapai Rp 25,76 juta, maka pada akhir tahun kelima turun menjadi Rp 18,17 juta. Saldo kas akhir akumulatif selama 5 tahun mencapai jumah Rp 82,97 juta.

5). Kelayakan Usaha dan Analisa Sensitifitas

Kelayakan usaha dari aspek keuangan didasarkan pada nilai Internal Financial Rate of Return (IFRR), Payback period, Net Present Value (NPV) dan Benefit Cost Ratio (B/C). Pada Tabel 4 yang didasarkan dari hasil perhitungan pada Tabel Kelayakan Usaha (Kr) dapat dilihat nilai masing-masing kriteria kelayakan finansial tersebut.

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 30

Tabel 4. Nilai Kriteria Kelayakan Finansial dan Sensitifitas

Kriteria Kelayakan

Sesuai

dengan

Asumsi

Harga Jual

Bunga Krisan

Rp. 550 per

Tangkai

Persentase

Bunga Yang

Terjual Hanya

55%

Dari Bibit Yang

Ditanam

IFFR 60,87% 25,68% 25,68%

Payback Period (years) 1,49 2,62 2,62

NPV (df=24%), Rp 40.304.744 1.673.562 1.673.562

B/C 1,33 1 1

Dari tabel di atas terlihat bahwa usaha ini layak untuk dibiayai dengan kredit perbankan yang berbunga 24,00% per tahun, karena nilai IFFR nya lebih tinggi dari bunga bank dan B/C lebih besar dari 1,00. Namun demikian usaha ini sangat sensitif terhadap perubahan harga jual dan persentase bunga krisan yang dapat dijual. Jika harga bunga harga krisan turun sampa Rp 550 per tangkai dan persentase bunga krisan yang dapat dijual hanya mencapi 55% maka usaha ini mencapai kondisi kesetimbangan (impas), artinya pada kondisi tersebut usaha ini tidak mendapatkan keuntungan ataupun kerugian finansial, karena nilai B/C sama dengan 1,00 dan nilai IFFR-nya sama dengan nilai bunga kredit, yaitu 24,00%. Jika harga jual dan persentase bunga yang terjual lebih rendah dari nilai-nilai tersebut, maka usaha ini belum layak untuk dibiayai dengan kredit perbankan yang berbunga 24,00% per tahun, untuk itu perlu diusahakan skim kredit perbankan yang lain yang berbunga kurang dari 24,00% per tahun.

b. Anyelir

Hasil perhitungan secara terperinci dan nilai besaran yang digunakan dapat dilihat pada Tabel Lampiran Anyelir.

1). Asumsi Dasar

Usaha budidaya anyelir dilakukan di daerah yang mempunyai ketinggian minimum 800 m dpi dengan kelembaban udara antara 70 - 90% Budidaya anyelir dilakukan di dalam rumah naungan bertipe atap tunggal berukuran 7 x 30 m. Di dalam rumah tersebut dibuat 4 bedengan ukuran 1 x 30 m di mana di atasnya ditanam anyelir dengan jarak tanam 25 x 25 cm. Luas efektif lahan yang dapat ditanami anyelir adalah 120 m2. Dalam luasan tersebut dapat ditanami bibit anyelir sebanyak 9.640 batang.

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 31

Pemberian air dilakukan dengan sistem irigasi teles (drip irrigation). Biaya konstruksi untuk satu unit rumah naungan lengkap dengan instalasi listrik irigasi tetes dan peralatan pertanian diperkirakan Rp 9.950.000. Produksi bunga yang memenuhi syarat untuk dijual diperkirakan sekitar 75% dari rencana.

Skala usaha yang digunakan sebagai dasar perhitungan analisa finansial adalah usaha bunga potong yang menggunakan 4 (empat) unit rumah naungan yang masing-masing berukuran 7 x 30m. Biaya investasi yang diperlukan Rp 42.278.300. Biaya tersebut diharapkan dari kredit perbankan dengan bunga 24% per tahun dan berjangka waktu 5 tahun atau 60 bulan termasuk 9 bulan masa tenggang. Dengan memperhitungkan bunga selama masa tengang, maka jumlah kredit yang diberikan menjadi Rp 49.888.394

2). Neraca Usaha

Pada Tabel Neraca (An) dapat dilihat neraca usaha budidaya anyelir. Dari tabel neraca terlihat bahwa kekayaan petani meningkat dari Rp 0 pada tahun ke-0 menjadi Rp 76,5 juta pada akhir tahun kelima, jika hasil usaha dari proyek ini ditanam kembali. Pada akhir tahun kelima tersebut juga terlihat bahwa hutang ke Bank telah tunas dan petani mampu melanjutkan usahanya dengan dana sendiri.

Current Ratio meningkat dari 64,9% pada akhir tahun pertama menjadi lebih 206,3% pada akhir tahun ketiga.

Debt to asset ratio dan Debt to networth ratio cenderung menurun sepanjang tahun, dari 73,0% untuk debt to asset ratio dan 270,8% untuk debt to networth ratio menjadi 0,0 % pada akhir tahun kelima.

3). Proyeksi Rugi/Laba

Perhitungan proyeksi rugi/laba dapat dilihat pada Tabel Laba Rugi (An). Dari tabel laba rugi terlihat bahwa jika bunga anyelir dijual dengan harga Rp 750 per tangkai, sejak tahun pertama usaha ini, petani telah mendapatkan keuntungan bersih sebesar Rp 17,3 juta dan pada akhir tahun kelima keuntungan tersebut meningkat menjadi Rp 18,6 juta.

Net profit margin usaha tani pada tahun pertama mencapai 40,1% dan meningkat menjadi 43,1% pada akhir tahun kelima, lihat Tabel Rasio Keuangan (An).

Return on Investment (ROI) cenderung berkurang setiap tahunnya, dari 41,0% pada tahun pertama menjadi 26,7% pada akhir tahun kelima, demikian juga halnya dengan Return on Equity (ROE) dari 100% pada tahun pertama, menjadi 24,3% pada akhir tahun kelima proyek.

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 32

4). Perkiraan Aliran Kas&

Tabel Arus Kas (An) dapat dilihat perkiraan aliran kas proyek ini. Dari tabel arus kas terlihat bahwa sejak tahun pertama hingga tahun kelima proyek, usaha ini tidak pernah mengalami defisit. Jika pada akhir tahun pertama saldo kas akhir mencapai Rp 30,5 juta, maka pada akhir tahun kelima, nilai berkurang sehingga menjadi Rp 15,3 juta. Saldo kas akhir akumulatif selama 5 tahun mencapai jumlah Rp 61,2 juta.

5). Kelayakan Usaha dan Analisa Sensitifitas

Kelayakan usaha dari aspek keuangan didasarkan pada nilai Internal Financial Rate of Return (IFRR), Payback period, Net Present Value (NPV dan Benefit Cost Ratio (B/C). Pada Tabel 5. Yang didasarkan dari hasil perhitungan pada Tabel Analisa Kelayakan (An) dapat dilihat nilai masing-masing kriteria kelayakan finansial tersebut.

Tabel 5. Nilai Kriteria kelayakan Finansial dan Sensitivitas

Kriteria Kelayakan

Sesuai

dengan

Asumsi

Harga Jual

Bunga Anyelir

Rp. 490 per

Tangkai

Persentase

Bunga Yang

Terjual 66%

Harga Rp.

750/Tangkai

IFFR 62,50% 24,31% 25,12%

Payback Period

(years)

1,46 2,69 2,65

NPV (df=24%), Rp 37.279.331 275.941 987.545

B/C 1,88 1 1

Dari tabel di atas terlihat bahwa usaha ini layak untuk dibiayai dengan kredit perbankan yang berbunga 24,00% per tahun, karena nilai IFRR nya lebih tinggi dari bunga bank dan B/C lebih besar dari 1,00. Namun demikian usaha ini sangat sensitif terhadap perubahan harga jual dan persentase bunga anyelir yang dapat dijual. Jika harga bunga anyelir tetap Rp 490 dan persentase bunga anyelir yang dapat dijual hanya mencapai 66% maka usaha ini mencapai kondisi kesetimbangan (impas), artinya pada kondisi tersebut usaha ini tidak mendapatkan keuntungan ataupun kerugian finansial, karena nilai B/C nya sama dengan 1,00 dan nilai IFRR nya hanya 24,00%. Jika harga jual dan atau persentase bunga yang terjual lebih rendah dari nilai-nilai tersebut, maka usaha ini belum layak untuk dibiayai dengan kredit perbankan yang berbunga 24,00% per tahun, untuk itu perlu

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 33

diusahakan skim kredit perbankan yang lain yang berbunga kurang dari 24,00% per tahun.

c. Anggrek

Hasil perhitungan secara terperinci dan nilai besaran yang digunakan dapat dilihat pada Tabel Lampiran Anggrek.

1).Asumsi

DasarSebagai model analisa, budidaya anggrek dilakukan di dalam rumah kaca (green-house) dengan luas bangunan 250 m2. Skala model usaha adalah 40.000 pot seedling kecil ; dengan kapasitas 500 pot per compot {community pot). Asumsi lainnya dapat dilihat pada Tabel Asumsi (Ag).

2).Biaya Proyek

Biaya proyek yang diperlukan adalah Rp 98,71 juta. Sumber pendanaan adalah modal sendiri (28,33%) dan kredit perbankan (71,67%), dengan bunga 24% per tahun, berjangka waktu 6 tahun atau 72 bulan, termasuk 12 bulan masa tenggang. Selama masa tenggang bunga kredit tetap, yakni 24% per tahun. Lihat Tabel Pembiayaan (Ag).

3). Proyeksi Penjualan Dan Biaya Produksi

Dengan skala budidaya 40.000 pot/triwulan dan penjualan berupa seedling kecil (seharga Rp 1.800/pot) dan booming size (seharga Rp 3.600/pot) serta resiko kematian seedling 2%, dan sejumlah asumsi berdasarkan pengalaman selama ini, proyek mulai menghasilkan pendapatan sejak Triwulan ke-3 dari hasil penjualan seedling kecil. Selanjutnya, mulai Triwulan ke-5, nilai hasil penjualan bertambah dengan telah adanya penjualan booming size. Hal ini terus berlanjut pada triwulan berikutnya. Hasil penjualan meningkat dari Rp 6,84 juta pada triwulan ke-3 menjadi Rp 27,72 juta pada Triwulan ke-7. Sejak tahun ke-3, hasil penjualan rata-rata Rp 96,66 juta per tahun.

Penjelasan lebih rinci dapat dilihat pada Tabel Pemeliharaan (Ag).

4). Proyeksi Laba/Rugi

Perhitungan proyeksi laba-rugi dapat dilihat pada Tabel Laba Rugi (Ag). Dari tabel laba rugi terlihat bahwa petani telah mendapatkan laba sejak Triwulan 4, yang terus meningkat dalam sikius berikutnya. Laba bersih meningkat dari rata-rata Rp 20,53 juta per tahun pada tahun ke-2 menjadi Rp 30,98 juta pada pada tahun ke-6, yakni setelah beban kepada perbankan dapat diselesaikan.

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 34

Net profit margin usaha tani pada tahun pertama mencapai 30,75% dan meningkat menjadi 46,39% pada akhir tahun ke-6. Return on Investment (ROI) meningkat dari 19,94% pada tahun ke-2 menjadi 30,09% pada tahun ke-6. Demikian juga halnya dengan Return on Equity (ROE) meningkat dari 63,76% pada tahun ke-2 menjadi 96,20% pada akhir tahun ke-6.

5). Perkiraan Aliran Kas

Dalam dua triwulan pertama, belum ada saldo kas, sesuai dengan perkembangan teknis tanaman yang belum dapat memanen produk dan belum menghasilkan pendapatan. Mulai triwulan ke-3, dengan telah adanya sebagian penjualan dari seedling kecil, maka saldo kas telah mulai positif, dengan catatan masih menjalani masa tenggang (grace period). Mulai triwulan ke-4, bunga kredit sudah mulai mampu dibayar, sedangkan angsuran pokok baru bisa dilaksanakan sejak triwulan ke-5 dan seterusnya.

Berdasarkan analisa arus kas ini, seluruh kredit dapat dilunasi pada tahun ke-6, sekalipun bisa dipercepat hingga akhir tahun ke-4. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel Arus Kas .

6).Kelayakan Usaha dan Analisa Sensitivitas

Kelayakan usaha dari aspek keuangan didasarakn pada nilai Net Present Value (NPV), Internal Financial Rate of Return (IFRR), Payback period, dan Benefit Cost Ratio (B/C). Pada Tabel 6 yang didasarkan dari hasil perhitungan pada Tabel Analisa Kelayakan (Ag), dapat dilihat nilai masing-masing kriteria kelayakan finansial tersebut.

Tabel 6. Nilai Kriteria Kelayakan Finansial dan Sensitivitas

Kriteria Kelayakan

Sesuai

Dengan

Asumsi

Hasil

Penjualan

Mencapai 95

%

NPV (df=24%) 16.028.557 5.318.599

IFFR 27,21% 23,09%

Payback Period (years) 2,95 tahun 3,20 tahun

B/C 1,19 1,06

Dari tabel di atas terlihat bahwa usaha in! layak untuk dibiayai dengan kredit perbankan yang berbunga 24,00% per tahun, karena nilai IFFR nya lebih tinggi dari bunga bank dan B/C lebih besar dari 1,00. Namun demikian usaha

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 35

ini sangat sensitif, terutama terhadap perubahan harga jual. Di sisi lain, usaha ini juga layak ditinjau dari segi kemampuan daya cicil.

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 36

6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan

a. Aspek Sosial Ekonomi

Pengembangan usaha bunga potong dalam skala besar akan mampu menyerap tenaga kerja yang cukup banyak, mulai dari tenaga kerja tahap persiapan, konstruksi sampai pasca konstruksi. Dengan demikian, pengembangan usaha ini akan berdampak positif terhadap penduduk di sekitar lokasi proyek maupun para petani peserta proyek. Selain itu pengembangan usaha ini juga diharapkan akan memberikan contoh positif bagi sistem usaha tani yang intensif dan lebih maju kepada masyarakat sekitar lokasi proyek, yang bersifat praktis yaitu melalui learning by doing dan seeing is believing.

Sebagaimana telah diuraikan dalam analisis finansial, pengembangan proyek budidaya bunga potong ini akan meningkatkan pendapatan petani, yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan petani.

Secara lebih luas proyek budidaya bunga potong ini akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan aktivitas perekonomian daerah setempat, bagi pengusaha hulu dan hilir serta penduduk sekitarnya, antara lain usaha angkutan barang dan penumpang, pedagang pengumpul, warung atau toko bahan makanan dan pakaian. Disamping itu, adanya proyek ini juga akan meningkatkan perolehan devisa negara, karena komoditas ini termasuk salah satu komoditas ekspor.

Terbukanya hutan atau termanfaatkannya lahan tidur yang dikembangkan menjadi areal produktif yang diiringi dengan berkembangnya pemukiman dan pusat perekonomian, serta semakin baiknya aksesibilitas akan berdampak positif terhadap pengembangan wilayah dan tata ruang wilayah tersebut.

b. Dampak Lingkungan

Pembukaan kawasan untuk proyek budidaya bunga potong dengan pola kemitraan terpadu, di mana plasmanya berasal dari masyarakat atau petani setempat akan menimbulkan dampak positif maupun negatif terhadap lingkungan setempat, baik lingkungan fisik, hayati maupun sosial ekonomi.

Secara ekologis dampak dari proyek budidaya bunga potong ini akan berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem lingkungan yang terkait dengan ekosistem atau sub-ekosistem lainnya. Perubahan ini akan terus berlanjut pada komponen lingkungan lainnya, antara lain satwa liar, hama dan penyakit tanaman, air, udara, transportasi dan akhirnya berdampak pula pada komponen sosial, ekonomi, budaya serta komponen kesehatan lingkungan. Secara khusus, proyek budidaya bunga potong ini akan

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 37

meningkatkan produktivitas lahan di daerah tandus untuk penghijauan dan dapat mengubah ekosistem fisik (kesuburan tanah), hayati, maupun sosial ekonomi. Untuk itu perlu dilakukan telaah lingkungan yang berguna memberikan informasi lingkungan, mengidentifikasi permasalahan lingkungan, kemudian mengevaluasi dampak penting yang timbul untuk kemudian disusun suatu altematif tindakan pengelolaannya untuk penanggulangan dampak negatif dan mengoptimalkan dampak positif.

Telaah analisa dampak lingkungan (amdal) yang berkaitan dengan pembangunan proyek budidaya bunga potong ini perlu dilakukan, khususnya yang berhubungan antara lain dengan, identifikasi masalah lingkungan, yaitu telaah holistik terhadap seluruh komponen lingkungan yang diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar akibat pengembangan proyek perkebunan ini, seperti perubahan tata guna lahan, iklim mikro, tanah, vegetasi, satwa, hama dan penyakit tanaman, sosial ekonomi, sosial budaya, kesehatan lingkungan, dan sebagainya.

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 38

7. Kesimpulan

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Dari aspek pemasaran, usaha bunga potong mempunyai peluang usaha yang cukup baik. Bunga potong selain untuk pasaran dalam negeri, juga telah diekspor;

2. Dari aspek teknis/produksi, usaha bunga potong telah lama dilakukan oleh para petani. Adanya dukungan dari lembaga teknis terkait dan mitra usaha petani, lebih meningkatkan keterampilan petani;

3. Untuk lebih mengamankan kredit yang diberikan kepada petani, sebaiknya dilakukan kemitraan usaha antara petani bunga potong dengan pengusaha atau eksportir bunga potong;

4. Dari aspek kelayakan finansial, usaha ini layak untuk dibiayai dengan kredit perbankan. Besarnya nilai kredit untuk masing-masing jenis tanaman adalah sebagai berikut :

Krisan

Untuk usaha budidaya bunga krisan yang menggunakan 4 unit rumah naungan yang berukuran masing-masing 7 x 30m, kebutuhan kredit investasi yang diperlukan adalah Rp 53.762.160 termasuk IDC. Suku bunga kredit tersebut adalah 24,00% per tahun dan dengan jangka waktu 60 bulan termasuk 6 bulan masa tenggang.

Dengan kondisi tersebut, jika bunga dijual Rp 750 per tangkai, maka nilai IFFR proyek = 60,87%, payback period 1,49 tahun dan B/C nya adalah 1,33. Dengan demikian proyek tersebut layak untuk dikembangkan.

Anyelir

Untuk usaha budidaya bunga anyelir yang menggunakan rumah naungan bertipe atap tunggal berukuran 7 x 30m, kebutuhan kredit investasi adalah Rp 42.278.300 termasuk masa tenggang selama 9 bulan. Suku bunga kredit 24,00% per tahun, dengan jangka waktu 60 bulan, termasuk 9 bulan masa tenggang, sehingga jumlah kredit yang diberikan menjadi Rp 49.888.394 .

Jika bunga anyelir dijual dengan harga Rp 750 per tangkai, sejak tahun pertama usaha ini, petani telah mendapatkan laba bersih Rp 17,3 juta, dan pada akhir tahun kelima, meningkat menjadi Rp 18,6 juta.

Dengan kondisi tersebut, maka nilai IFFR proyek = 62,50%, payback period 1,46 tahun dan B/C nya adalah 1,88. Dengan demikian proyek tersebut layak untuk dikembangkan.

Anggrek

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 39

Untuk budidaya anggrek, sebagai model analisa usaha, dilakukan di dalam rumah kaca (green house) dengan luas bangunan 250 m2 Skala model usaha adalah 40.000 pot seedling kecil; dengan kapasitas 500 pot per compot (community pot). Biaya proyek mencapai Rp 98,71 juta, dengan modal sendiri 28,33% dan kredit perbankan 71,67%. Bunga kredit diasumsikan 24% per tahun, dengan jangka waktu kredit selama 6 tahun atau 72 bulan, termasuk 12 bulan masa tenggang. Selama masa tenggang hanya dilakukan pembayaran bunga kredit saja.

Petani mulai mendapat laba sejak Triwulan 4. Laba bersih meningkat dari rata-rata Rp 20,53 juta per tahun pada tahun ke-2 menjadi Rp 30,98 juta pada tahun ke-6, yakni setelah beban kepada perbankan dapat diselesaikan.

Jika harga jual seedling kecil Rp 1.800 per pot dan harga jual booming size Rp 3.600 per pot, maka nilai IFFR proyek = 28,36%, payback period 2,95 tahun dan B/C nya adalah 1,12. Dengan demikian proyek tersebut layak untuk dikembangkan.

Bank Indonesia – Budidaya Bunga Potong 40

LAMPIRAN