Post on 09-Aug-2015
Laporan Praktikum
Eksplorasi Sumber Daya Hayati Laut
LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM LAPANG EKSPLORASI
ATRASINA ADLINA
L111 08 287
ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN pERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
Pendahuluan
I. Latar Belakang
a. Eksplorasi Sumber Daya Hayati Laut (ESDHL)
Sumber daya alam (biasa disingkat SDA) adalah segala sesuatu yang muncul
secara alami yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan manusia pada
umumnya. Yang tergolong di dalamnya tidak hanya komponen biotik, seperti hewan,
tumbuhan, dan mikroorganisme, tetapi juga komponen abiotik, seperti minyak bumi, gas
alam, berbagai jenis logam, air, dan tanah. Inovasi teknologi, kemajuan peradaban dan
populasi manusia, serta revolusi industri telah membawa manusia pada era eksploitasi
sumber daya alam sehingga persediaannya terus berkurang secara signifikan, terutama
pada satu abad belakangan ini. Sumber daya alam mutlak diperlukan untuk menunjang
kebutuhan manusia, tetapi sayangnya keberadaannya tidak tersebar merata dan beberapa
negara seperti Indonesia, Brazil, Kongo, Sierra Leone, Maroko, dan berbagai negara di
Timur Tengah memiliki kekayaan alam hayati atau nonhayati yang sangat berlimpah.
Eksplorasi Sumberdaya sangat diperlukan mengingat keanekaragaman sumber
daya di alam Indonesia ini sangat kaya. Membuat klasifikasi sumberdaya alam menjadi
salah satu pilihan yang sering digunakan untuk mengetahui jenis sumberdaya alam di
bumi pertiwi.
Persiapan Observasi
Eksplorasi
Identifikasi
Analisis
Penarikan Kesimpulan
Suatu eksplorasi di lapangan dilakukan untuk melakukan penarikan kesimpulan
untuk melakukan konservasi dan pengidentifikasian keanekaragaman hayati. Eksplorasi
dilakukan dimulai dengan persiapan observasi lapangan, lalu mulai melakukan
pengeksplorasian,
b. Pentingnya praktek ESDHL
Indonesia yang sangat kaya dengan sumberdaya alam menjadi salah satu alasan
penting untuk mengeksplorasi sumberdaya. Informasi yang dimiliki bisa dijadikan
sebagai acuan untuk pembelajaran sumberdaya agar sumberdaya yang dimiliki bisa
digunakan secara optimal. Tidak berlebihan dan juga tidak kurang, sehingga ada potensi
lestari pada sumberdaya tersebut.
c. Eksplorasi Mangrove dan Benthos
1. Eksplorasi Mangrove
Indonesia dikarunia memiliki mangrove yang terluas di dunia dan juga memiliki
keragaman hayati yang terbesar serta strukturnya paling bervariasi. Warisan alam yang
sangat luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi Indonesia untuk
melestarikannya, sekaligus memberikan kesempatan yang berharga bagi mereka yang
bermaksud mempelajari dan menikmati habitat ini.
Asal kata “mangrove” tidak diketahui secara jelas dan terdapat berbagai pendapat
mengenai asal-usul katanya. Macnae (1968) menyebutkan kata mangrove merupakan
perpaduan antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove. Sementara itu,
menurut Mastaller (1997) kata mangrove berasal dari bahasa Melayu kuno mangi-mangi
yang digunakan untuk menerangkan marga Avicennia dan masih digunakan sampai saat
ini di Indonesia bagian timur.
Keanekaragaman jenis mangrove di negeri ini bisa menjadi keunggulan
dibandingkan dengan Negara-negara yang lain. Karena mangrove bisa berfungsi sebagai
tempat berlindung biota-biota darat maupun laut. Jadi, selain keanekaragaman mangrove,
bisa dipastikan ada beberapa jenis hewan yang memiliki tingkat keanekaragaman yang
sama.
1. 1. Struktur Komunitas
Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi
oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada
daerah pasang-surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini umumnya tumbuh pada
daerah intertidal dan supratidal yang cukup mendapat aliran air, dan terlindung dari
gelombang besar dan arus pasang-surut yang kuat. Karena itu hutan mangrove banyak
ditemukan di pantai-pantai yang terlindung (Bengen, 2004).
Menurut Tomascik, 1997 dalam Abuyahya (2002), bahwa mangrove
diklasifikasikan ke dalam beberapa kelas yang berskala lebih luas berdasarkan
karakteristik fisiografi dan geomorfologi wilayah di mana mereka berada, yaitu :
a. Oveivash Mangrove Forest :
Komunitas mangrove yang berada di wilayah pantai pulau - pulau kecil, dengan
karakteristik struktur tanah yang didominasi oleh pecahan karang dan lumpur bercampur
pasir, di mana relatif wilayah ini tidak mendapatkan pengaruh dari aliran sungai. Tipe ini
relatif didominasi oleh Avicennia dan Rhizophora.
b. Fringe Mangrove Forest :
Umumnya dijumpai pada bagian terluar dari garis pantai dan sekaligus menjadi
pelindung pantai dari aktivitas osenografi. Umumnya, tipe ini berada pada wilayah
kurang lebih 100 meter hingga ke arah garis pantai. Wilayah ini memiliki karakteristik
sedimen yang berpasir hingga pasir bercampur lumpur dan umumnya didominasi oleh
jenis Avicennia spp. Pada umumnya spesies yang hidup pada jenis ini memiliki kisaran
toleransi salinitas yang relatif tinggi.
c. Riverine Mangrove Forest :
Merupakan tipe yang dijumpai berada pada wilayah muara sungai dan dikelilingi oleh
banyak pulau-pulau kecil. Spesies yang dijumpai pada wilayah ini umumnya mampu
bertahan hidup pada salinitas yang relatif luas, akibat adanya pertemuan antara aliran air
sungai dan laut. Tipe ini umumnya didominasi oleh jenis Rhizophora dan Bruguiera dan
mampu tumbuh ke dalam sungai hingga 30 km.
1.2. Zonasi Mangrove
Menurut Bengen (2004), penyebaran dan zonasi hutan mangrove tergantung
oleh berbagai faktor lingkungan. Berikut salah satu tipe zonasi hutan mangrore di
Indonesia :
1. Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering ditumbuhi
oleh Avicennia spp. Pada zona ini biasa berasosiasi Sonneratia spp. yang dominan
tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik.
2. Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora spp. Di
zona ini juga dijumpai Bruguiera spp dan Xylocarpus spp.
3. Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp.
4. Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa ditumbuhi oleh
Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya.
Gambar 1. Salah Satu Tipe Zonasi Mangrove (Bengen D. G. 2004)
Keberadaan masing-masing mangrove tergantung pada kondisi atau zonasi
masing-masing, disebabkan karena adanya perbedaan salinitas tanah. Berkaitan dengan
ini, mengklasifikasikan zonasi untuk komunitas mangrove menjadi dua visi (Bengen,
2004), yaitu:
1. Zona air payau ke air laut, yaitu dengan kisaran salinitas antara 10-30 ‰ yaitu :
a. Area yang terendam sekali atau dua kali sehari selama 20 hari dalam sebulan hanya
Rhizophora mucronata yang masih dapat tumbuh
b. Area yang terendam 10-19 kali perbulan ditemukan Avicennia sp, Sonneratia sp, dan
dominan Rhizophora sp
c. Area yang terendam kurang dari sembilan kali setiap bulan ditemukan Rhizophora sp.
d. Area yang terendam hanya beberapa hari dalam setahun ditemukan Bruguiera
gimnoryhiza.
2. Zonasi air tawar ke payau , yaitu dengan kisaran salinitas 0-10 ‰ yaitu :
a. Area yang kurang lebih masih dibawah pengaruh pasang surut, asosiasi Nypa.
b. Area terendam secara musiman, tumbuhan yang mendominasi adalah Hibiscus
2. Eksplorasi Benthos
Bentos merupakan biota yang menempel, merayap, dan meliang di dasar perairan.
Kedalaman air, suhu, salinitas, dan jenis substrat semuanya merupakan faktor yang
mempengaruhi ada tidaknya bentos di suatu tempat. Banyak organisme bentos yang dapat
kita jumpai di sepanjang daerah pantai, dan juga pada daerah ekosistem mangrove. Ada
yang hidup di dalam liang tanah, merayap pada substrat berlumpur, ada yang menepel
pada kayu yang membusuk, menempel pada batu, menempel pada akar mangrove, dan
juga yang hidupnya menempel pada lamun. Selain itu, terdapat pula bentos yang
hidupnya menempel pada dasar perairan.
Organisme yang termasuk bentos tidak hidup sendiri. Mereka hidup dalam satu
ekosistem serta saling betergantungan satu dengan yang lainnya. Hal inilah yang
membuat bentos juga memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu ekosistem agar
tetap dijaga dan dikembangkan keberadaannya, guna menjaga stabilitas ekosistem di
suatu tempat, khususnya ekosistem pantai.
Bentos sebenarnya memiliki peranan yang penting dalam suatu ekosistem. Berikut
ini akan diuraikan pentingnya keberadaan bentos dalam suatu ekosistem.
1. Bentos berfungsi dalam proses rantai makanan
Bentos merupakan bagian penting dari rantai makanan, terutama untuk ikan.
Banyak invertebrata memakan alga dan bakteri, yang berada di ujung bawah rantai
makanan. Beberapa rusak dan makan daun dan bahan organik lainnya yang masuk air.
Karena kelimpahan mereka dan posisi sebagai "perantara" dalam rantai makanan air,
bentos memainkan peran penting dalam aliran alami energi dan nutrisi. Invertebrata
bentos yang sudah mati akan membusuk dan kemudian meninggalkan nutrisi yang
digunakan kembali oleh tanaman air dan hewan lainnya dalam rantai makanan.
2. Bentos dapat digunakan untuk melihat kualitas air pada suatu perairan
Tidak seperti ikan, bentos tidak bisa bergerak banyak sehingga mereka kurang
mampu menghindar dari efek sedimen dan polutan lain yang mengurangi kualitas air.
Oleh karena itu, bentos dapat memberikan informasi mengenai kualitas air sungai dan
kualitas air danau. siklus hidup lama mereka memungkinkan penelitian yang dilakukan
oleh ahli ekologi akuatik untuk menentukan setiap penurunan kualitas lingkungan.
Bentos merupakan grup yang sangat beragam hewan air, dan sejumlah besar spesies
memiliki berbagai tanggapan terhadap stres seperti polutan organik, sedimen, dan
toxicants. bentik makroinvertebrata Banyak berumur panjang, yang memungkinkan
deteksi peristiwa masa lalu seperti pencemaran tumpahan pestisida dan ilegal dumping.
II. Tujuan dan Kegunaan
1. Tujuan
a. Mengidentifikasi SDHL Mangrove dan Benthos
b. Mengetahui keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi
c. Mengetahui indeks nilai penting (INP) lingkungan ekosistem mangrove dan benthos
2. Kegunaan
Kegunaan praktikum lapang di Desa Nelayan ini adalah sebagai informasi dan data
ekosistem pesisir dan pemukiman nelayan.
Metodologi Praktikum
I. Waktu dan Tempat
Praktikum Lapang Eksplorasi Sumberdaya Alam dilakukan di Pelabuhan
Perikanan Nusantara (PPN), Desa Untia, Kec Birinangkaya, Makassar, Sulawesi Selatan.
Adapun dilaksanakan pada Sabtu, 28 April 2012. Kegiatan praktikum dibagi kedalam dua
fase, yaitu fase lapangan dan fase laboratorium. Untuk analisis sampel dilaksanakan di
Laboratorium Geomorfologi, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan
perikanan, Universitas Hasanuddin pada tanggal 10 Mei 2012.
II. Bahan dan Alat
Pada praktikum lapang ini, ada beberapa alat dan bahan yang dibutuhkan. Adapun
alat-alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu transek garis untuk membuat batas
daerah pengambilan sampel. Rol Meter untuk mengukur luasan ekosistem dan jarak
stasiun. Global Positiong System (GPS) untuk mengetahui titik lokasi pengambilan
sampel. Meteran kain untuk mengukur diameter batang mangrove. Shieve net untuk
menyaring sampel bentos. Alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan dan kamera untuk
mendokumentasikan kegiatan.
Sedangkan bahan yang digunakan pada praktik lapang ini adalah alkohol 70%
untuk mengawetkan sampel yang didapatkan dari lapangan, kantong sampel untuk
menyimpan sampel sementara untuk dibawa ke laboratorium, kertas Label untuk
menandai sampel pada kantong sampel.
III. Prosedur Kerja
1. Pengamatan Mangrove
a. Lapangan
Prosedur kerja pada lapangan menuntut peserta praktikum untuk lebih jeli.
Pertama-tama mengukur panjang luasan pertumbuhan mangrove sampai batas terluar,
lalu menentukan area pengamatan (10 x 10 meter). Setelah itu, mengukur diameter
batang mangrove dengan menggunakan meteran kain. Usahakan mengukur dimeter
batang mangrove pada bagian yang tepat. Yaitu bagian yang tingginya sama dengan dada
pria dewasa (1,3 meter).
Tentukan jenis mangrovenya dengan melihat kriteria fisik dari mangrove tersebut.
Misalnya bagian daun, batang, dan akar. Lalu hitung jumlah pohon mangrove yang ada
dalam batas pengamatan. Klasifikasikan menurut genus yang ada. Agar dapat ditentukan
dominasi dan keanekaragaman mangrove pada daerah tersebut.
2. Pengamatan Sedimen
a. Di lapangan
Sedimen di sekitar ekosistem diambil pada masing-masing plot kemudian
dimasukkan ke dalam kantong sampel. Sedimen yang dibutuhkan sekitar 100 – 200 gram
untuk setiap orang. Dimana selanjutnya sedimen yang sudah ada dibawa ke laboratorium
untuk diamati tekstur sedimennya.
b. Di Laboratorium
1) Sampel sedimen dimasukkan ke dalam oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu
dengan suhu 150 0C selama ±80 jam atau dikeringkan dengan bantuan sinar matahari
sehingga sampel sedimen betul-betul kering. Hal ini dilakukan agar sedimen bisa diayak.
2) Sedimen yang sudah kering secara total tersebut diambil dan kemudian ditimbang untuk
dianalisis ± 100 gram sebagai berat awal.
3) Sampel dimasukkan ke dalam ayakan untuk diguncang secara merata selama minimum
10 menit untuk sempurnanya pengayakan, sehingga didapatkan pemisahan ukuran
masing-masing partikel sedimen berdasarkan ukuran ayakan.
4) Sampel dipisahkan dari ayakan lalu diletakkan di wadah yang tersedia. Untuk hasil lebih
sempurna, sikat sampel dari ayakan.
5) Hasilnya kembali dihitung untuk mendapatkan berapa gram hasil masing-masing tiap
ukuran ayakan.
Metode ayakan kering digunakan untuk mendapatkan persen fraksi pasir (sand)
dan persen kumulatif.
3. Pengamatan Makrozobenthos dan Benthos
1. Lapangan
Untuk pengamatan Makrozobenthos dilakukan dengan pengambilan sedimen
kemudian diayak dengan ayakan benthos 1 mm. pengambilan sampel dilakukan pada titik
yang berbeda. Hal ini dilakukan agar mendapatkan sampel benthos yang berbeda setiap
titik.
Benthos yang didapatkan, dikumpulkan dalam satu wadah setiap stasiun. Lalu
berikan pengawet Alkohol 70%. Agar mempermudah, berikan kertas penanda sampel
pada setiap wadah benthos.
2. Laboratorium
Identifikasi benthos di laboratorium dilakukan dengan membersihkan badan
benthos. Sehingga terlihat bentuk dari benthos yang didapatkan. Lalu dengan
menggunakan literature dari internet dan buku, identifikasi jenis benthos yang
didapatkan.
IV. Analisis Data
Data vegetasi mangrove yang diperoleh dari lapangan selanjutnya dianalisis
untuk mengetahui : kerapatan Jenis i (Di), Frekuensi jenis i (Fi), penutupan jenis i (Ci)
dan nilai penting (Bengen, 2001 dan English, 1994):
a. Kerapatan Jenis i (Di) adalah jumlah tegakan jenis I dalam suatu unit area. Kerapatan
Relatif Jenis (RDi) adalah perbandingan antara jumlah tegakan jenis I (ni) dan jumlah
total tegakan seluruh jenis (∑n), dengan rumus:
dimana : Di =Kerapatan jenis i (Ind/m2)
ni = Jumlah total tegakan jenis i
A = Luas total area pengambilan sampel
RDi = Kerapatan relatif jenis i (%)
∑n = Jumlah total tegakan seluruh jenis
b. Frekuensi Jenis i (Fi) adalah peluang ditemukannya jenis i dalam plot yang diamati.
Frekuensi Relatif Jenis (RFi) adalah perbandingan antara frekuensi jenis i (Fi) dan jumlah
frekuensi untuk seluruh jenis (∑F) dengan rumus :
dimana : Fi = Frekuensi jenis i
pi = Jumlah plot ditemukannya jenis i
∑p = Jumlah plot yang diamati
RFi = Frequensi relatif jenis i (%)
∑F = Jumlah frekuensi seluruh jenis
c. Penutupan Jenis i (Ci) adalah luas penutupan jenis i dalam suatu unit area. Penutupan
Relatif Jenis (Rci) adalah perbandingan antara luas area penutupan jenis i (Ci) dan luas
total area penutupan untuk seluruh jenis (∑C), dengan rumus :
Di = ni / A
RDi =(ni /∑n) x 100
Fi = pi / ∑p
RFi =(Fi/∑F) x 100
Dimana : Ci = Penutupan jenis dalam satu unit area
A = Luas total plot (m2)
∑C =Jumlah penutupan dari semua jenis
RCi = Penutupan relatif jenis i (%)
DBH =Diameter batang pohon dari jenis i
CBH = Lingkaran pohon setinggi dada
d. Indeks Nilai Penting Jenis (INP) merupakan nilai penting suatu jenis mangrove berkisar
antara 0 sampai 300. Nilai penting ini memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh
atau peranan suatu jenis tumbuhan mangrove dalam komunitas mangrove itu sendiri,
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Dimana : RDi = Kerapatan relatif jenis
RFi = Frekuensi relatif Jenis
RCi = Penutupan relatif jenis
e. Indeks Keanekaragaman (H’)
Dimana : H’ = Indeks Keanekaragaman
ni = Jumlah individu setiap spesies
N = Jumlah individu seluruh spesies
f. Indeks Keseragaman (E)
Dimana : H’max = ln S
S = Jumlah spesies
E = Indeks keseragaman
H’ = Kecenderungan maximal
g. Indeks Dominansi (C)
Ci = ∑ BA / A
RCi = Ci / ∑C x 100
BA = π DBH2 / 4
INP= RDi + Rfi + RCi
H’ = - ∑ ni/N ln ni/N
E = H’ / H’ max
C = ∑ (ni/N)2
Dimana : C = Indeks dominasi jenis
Ni = Jumlah individu jenis
N = Jumlah total individu
Sedangkan data sedimen dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
a) Menghitung % berat sedimen pada metode ayakan kering dengan rumus sebagai berikut:
b) Menghitung % berat komulatif digunakan rumus sebagai berikut:
Hasil Dan Pembahasan
I. Hasil
a. Kondisi Lokasi Pengamatan
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Untia mulai dibuka pada tahun 2005.
Secara administratif merupakan pelabuhan di salah satu kampung yang berada Kampung
Nelayan, desa Untia, kec. Biringkanaya, Makassar, Sulawesi Selatan. Secara geografis
wilayah Puntondo berada posisi 05.03’, 59.7” LS dan 119.28’, 16.9” BT. Wilayah ini
dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan bermotor selama ±1 jam.
% Berat = Berat Hasil AyakanBerat Awal
X 100 %
% Kumulatif = % Berat 1 + % Berat 2 .. .. . .. + % Ni
Pelabuhan Perikanan Untia ini termasuk dalam perairan Teluk Makassar dan
merupakan pelabuhan baru yang belum selesai pembangunannya dan belum beroperasi.
Daerah sekitar pelabuhan ini terdapat banyak mangrove yang tumbuh secara alami
maupun ditanam oleh masarakat sekitar. Jenis mangrove yang banyak di temukan
umumnya jenis Rhizopora dan Avicenia.
Untuk kondisi sosial ekonomi, masyarakat sekitar PPN Untia ini umumnya
berprofesi sebagai nelayan sisanya sebagai pegawai dan juga pedagang. Karena
didominasi oleh nelayan, jadi desa Untia membutuhkan pembangunan pelabuhan untuk
menyandarkan kapalnya dan sebagai tempat penampungan ikannya.
a). Mangrove
Stasiun Spesies Pohon
1Rhizopora sp.
Avicenia sp.
31
24
Tabel 1. Hasil Perhitungan pada Ekosistem Mangrove
Tabel 2. Diameter Batang Mangrove Plot 1
Diameter Batang BA
Avicenia
sp.
Rhizopora
sp.
Avicenia
sp.
Rhizopora
sp.
Plot I
14 21 153.86 346.19
19 15 283.39 176.63
23 18 415.27 254.34
26 24 530.66 452.16
17 28 226.87 615.44
20 314.00
18 254.34
16 200.96
23 415.27
21 346.19
20 314.00
18 254.34
10 78.50
23
22
16
15
19
Σ
jenis5 18 1610.04 4022.34
Ci 16.10 40.22
RCi 3.83 9.58
Tabel 3. Diameter Batang
Mangrove Plot 2
Diameter Batang BA
Avicenia
sp.
Rhizopora
sp.
Avicenia
sp.
Rhizopora
sp.
Plot 2
25 15 490.63 176.63
71 20 3957.19 314.00
127 26 12661.27 530.66
26 17 530.66 226.87
25 15 490.63 176.63
12 28 113.04 615.44
23 26 415.27 530.66
29 14 660.19 153.86
24 11 452.16 94.99
28 18 615.44 254.34
7 29 38.47 660.19
9 30 63.59 706.50
18 15 254.34 176.63
14 153.86
11 94.99
10 78.50
12 113.04
19 283.39
14 153.86
Σ
jenis19 13 21620.47 4617.37
Ci 216.20 46.17
RCi 51.48 10.99
Tabel 4. Hasil Perhitungan Indeks Dominansi (C), Keanekaragaman (H’), dan
Keseragaman (E)
St. 1 Plot 1 Plot 2 Total (ni) ni/N(ni/
N)2
ln
ni/N
ni/N*ln
ni/N
Avicenia
sp. 5 19 24
0.43
6 0.190
-
0.82
9 -0.362
Rhizopora
sp. 18 13 31
0.56
4 0.318
-
0.57
3 -0.323
Jumlah (Σ) 55 C 0.508 Σ -0.685
H' 0.685
H' max 0.693
E 0.988
Tabel 5. Indeks Nilai Penting Mangrove
St. 1 Plot 1 Plot 2 Total (ni) RDi Fi RFiRCi
INPPlot 1 Plot 2
Avicenia sp. 5 19 24
43.
61 1.8
3.83 9.58 58.86
Rhizopora
sp. 18 13 31
56.
4 51.48 10.99 120.65
Jumlah (Σ) 55 179.52
b). Sedimen
Warna Sedimen : Cokelat Kehitaman
Berat awal : 107.167
Lama pengayakan : 10 menit
Tabel 6. Hasil Pengayakan Sedimen Mangrove Plot 1
PLOT I
UKURA
N
BERA
T
%
Berat
%
Kumulatif
2 ml 2.897 2.703 2.583
1 ml 23.249
21.69
4 24.28
0.5 ml 31.908
29.77
4 54.05
0.25 ml 26.615
24.83
5 78.89
0.125 ml 17.763
16.57
5 95.46
0.063 ml 3.489 3.256 98.72
< 0.063
ml 0.512 0.478 99.19
106.43 99.32
Berat
awal 107.167
Warna Sedimen : Cokelat Kehitaman
Berat Awal : 120.251
Lama Pengayakan : 10 menit
Tabel 7. Hasil Pengayakan Sedimen Mangrove Plot 2
PLOT II
UKURA
N
BERA
T
%
Berat
%
Kumulat
if
2 ml 3.062 2.546 2.732
1 ml 21.487
17.86
8 20.60
0.5 ml 22.204
18.46
5 39.07
0.25 ml 22.759
18.92
6 57.99
0.125 ml 31.110
25.87
1 83.86
0.063 ml 19.494
16.21
1 100.07
< 0.063
ml 0.716 0.595 100.67
120.83
100.4
8
Berat awal 120.251
c). Benthos
Tabel 8. Jenis Benthos di Ekosistem Mangrove Desa Untia
NAMA
SPESIES
JUMLAH
BENTOS
Indeks Dominasi C = Σ
[ni/N]2
PLOT
I
PLOT
II PLOT I PLOT II
Dostia
cornucopia 2 7 0.0100 0.0851
Cherithidea
obtusa 18 11 0.8100 0.2101
Oliva cliva 1 0.0017
Terebralis subata 5 0.0434
jumlah 20 24 0.82 0.3403
Tabel 8. Indeks Dominansi, Keanekaragaman, dan Keseragaman Makrozoobenthos
NAMA
SPESIES
JUMLAH
BENTOS Kepadata
n / stasiunni/N
(ni/
N)2
ln
(ni/N)
ni/N.ln(ni/
N)PLOT
I
PLOT
II
Dostia
cornucopia 2 7 9 0.2045 0.0418
-
1.5869
7 -0.32461
Cherithidea
obtusa 18 11 29 0.6591 0.4344
-
0.4168
9 -0.27477
Oliva cliva 1 1 0.0227 0.0005
-
3.7841
9 -0.086
Terebralis
subata 5 5 0.1136 0.0129
-
2.1747
5 -0.24713
Jumlah 20 24 44 1 0.4897
-
7.9628 -0.9325
H' 0.9325
H' max 1.386294
E 0.672666
Contoh Jenis Benthos yang ada di Ekosistem Mangrove :
Kingdom: Animalia
Phylum: Mollusca
Class: Gastropoda
Order: Caenogastropoda
Family: Olividae
Genus: Oliva
Specific name: Oliva oliva
Kingdom: Animalias
Subkingdom: Bilateria
Phylum: Mollusca
Class: Gastropoda
Order: Neotaenioglossa
Family: Potamididae
Genus: Terebralia
Specific name: Terebralia sulcata
II. Pembahasan
a) Pengamatan Mangrove
Pada pengamatan ekosistem mangrove kami melihat dua jenis mangrove yaitu
jenis Rhizopora sp dan Avicennia sp. Dimana dilihat dari jenis daun, batang dan akar.
Kedua jenis mangrove ini dikenal sebagai pionir dalam pertumbuhan ekosistemnya.
Karena kedua jenis ini memilki daya tolenrasi yang tinggi akan kondisi substrat dan
oseanografi suatu daerah.
Berdasar tabel hasil pengamatan Ekosistem mangrove, diketahui bahwa pada
stasiun 1, terdiri dari 24 jenis Avicenia sp., dan 31 jenis Rhizopora sp., dengan besaran
indeks dominansi didapatkan sebesar 0,508, indeks keanekaragaman sebesar 0,685 dan
indeks keseragaman sebesar 0,988. Jika melihat perbandingan data indeks dominansi-
keanekaragaman-keseragaman dapat dilihat bahwa jenis mangrove di stasiun 1 cenderung
seragam dengan besar indeks 0,988 (tidak beranekaragam, dan tidak ada spesies yang
mendominasi secara signifikan).
Tabel selanjutnya (Tabel 5) membahas tentang besaran indeks nilai penting
ekosistem yang berada pada stasiun 1. Dari tabel tersebut, didapatkan kerapatan relatif
jenis (Rdi) sebesar 43,6 untuk jenis Avicenia sp., dan 56,4 untuk jenis Rhizopora sp.
Yang menandakan bahwa jenis Rhizopora sp. Lebih rapat dibandingkan jenis satunya.
Untuk Frekuensi Relatif Jenis (RFi) (perbandingan antara frekuensi jenis i (Fi) dan
jumlah frekuensi untuk seluruh jenis (∑F)) didapatkan hasil yang sama yakni sebesar 1,8.
Dan untuk Penutupan Relatif Jenis (Rci) yang merupakan perbandingan antara luas area
penutupan jenis i (Ci) dan luas total area penutupan untuk seluruh jenis (∑C) maka
didapatkan bahwa untuk jenis Avicenia sp. Pada plot 1 dan 2 sebesar 3,83 – 9,58
sedangkan untuk jenis Rhizopora sp. Sebesar 51,48 (Plot 1) dan 10,99 (Plot 2). Data
tersebut mengindikasikan bahwa penutupan tertinggi berada pada plot 1 sebesar 51,48
oleh jenis Rhizopora sp. Selanjutnya, hasil penambahan Rdi, Rfi, dan Rci, maka
didapatkan besaran nilai penting suatu ekosistem dalam hal ini mencakup stasiun 1
sebesar 179,52 menandakan bahwa ekosistem di wilayah ini terbilang cukup penting
berdasarkan acuan bahwa Indeks Nilai Penting Berkisar antara 0 – 300.
b) Sedimen Pada Ekosistem mangrove
Berdasarkan hasil analisis di atas (tabel 6), pada ekosistem mangrove plot 1
didominasi oleh sedimen pasir halus (0,5mm) dengan persentase sebesar 29.774%. Pada
jenis substrat tersebut dominan ditumbuhi oleh mangrove jenis Rhizopora sp.. Begitupula
halnya sedimen pada plot kedua didominasi oleh ukuran pasir yang sama (0,5mm) yaitu
sebesar 21,694% Hal ini sesuai dengan pendapat Bengen (2004) yang menyatakan bahwa
Rhizophora sp. dapat tumbuh dengan baik pada substrat (tanah) yang berlumpur dan
dapat mentoleransi tanah lumpur berpasir. Sedimen pada stasiun ini berciri sama ditandai
dengan besaran ukuran partikel dan jenis yang sama yaitu lumpur berpasir berwarna
coklat kehitaman.
c) Makrozobenthos Pada Ekosistem Mangrove
Pada stasiun 1, didapatkan 4 jenis gastropoda, yaitu dari jenis Dastia cornucopia,
Cherithidea obtusa, Oliva cliva, dan Terebralis subata yang berada di atas permukaan
dan bawah substrat. Keanekaragaman berbagai jenis benthos ini dikarenakan substart
atau sedimen di ekosistem mangrove yang jenisnya pasir berlumpur sangat cocok bagi
keberlangsungan biota tersebut.
Simpulan Dan Saran
A. Kesimpulan
1. Sumberdaya dengan jenis mangrove di Untia didominasi oleh mangrove jenis Rhizopora
sp. dan Avicenia sp. Sedangkan jenis Benthos yang terdapat pada ekosistem Mangrove
didominasi oleh jenis Cheritidea obtusa.
2. Untuk sedimen di pesisir Untia, didominasi oleh jenis pasir halus berwarna Cokelat
Kehitaman. Dimana mangrove jenis Rhizopora dapat tumbuh dengan baik disana.
3. Adapun indeks nilai penting pada kedua ekosistem tersebut terindikasi cocok bagi
keberlangsungan biota yang dipaparkan diatas.
B. Saran
Dalam proses kegiatan pengambilan data selanjutnya agar dapat didampingi oleh asisten
tiap – tiap kelompoknya, guna efisiensi waktu dalam penerimaan informasi yang
berkembang selama di lapangan.
LAMPIRAN
Gambar 1. Menimbang Sedimen yang ada di Ekosistem Mangrove Desa Untia
Gambar 2. Mengayak Sedimen Hasil Praktikum
Gambar 3. Mengukur Lingkar Batang Mangrove
Gambar 4. Pengambilan Benthos lalu diayak di tempat