SPM Edit.docx

59
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN (KERANGKA PEMBANGUNAN MINDSET YANG SESUAI DENGAN LINGKUNGAN BISNIS) Rangkuman Oleh: Antoni Junior PRODI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

Transcript of SPM Edit.docx

SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN

MANAJEMEN

(KERANGKA PEMBANGUNAN MINDSET YANG SESUAI

DENGAN LINGKUNGAN BISNIS)

Rangkuman

Oleh:

Antoni Junior

PRODI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MAJALENGKA

2013

RERANGKA KONSEPTUAL PEMBENTUKAN MINDSET

Pada hakikatnya tugas manajer adalah mengelola human asset bukan financial

asset. Dengan kata lain tugas manajer adalah mengelola sumber daya manusia

dalam memanfaatkan sumber daya lain untuk mewujudkan tujuan organisasi.

Oleh karena tindakan manusia sangat ditentukan oleh sikapnya terhadap sesuatu

yang ditentukan oleh pembentukan peta mental (mindset) yang dimiliki orang

tersebut dan pembentukan peta mental sangat penting untuk mengelola sumber

daya manusia.

Pendekatan yang digunakan human resource leverage approach dalam

pembuatan rerangka konseptual untuk pembentukan mindset. Pendekatan ini

menggunakan paradigm personel yang mencerminkan lingkungan bisnis yang

dihadapi oleh perusahaan sebagai dasar untuk mendesain sistem pengendalian

manajemen. Pendesainan ini dengan membangun paradigm personel yang

mencerminkan kondisi lingkungan yang dimasuki oleh organisasi.

Konsep Mindset

Sikap mental mapan (fixed mental attitude) yang dibentuk melalui

pendidikan, pengalaman, dan prasangka. Mindset merupakan peta mental yang

dipakai sebagai dasar untuk bersikap dan bertindak.

Mindset terdiri dari tiga komponen pokok antara lain :

1. Paradigma adalah cara yang digunakan oleh seseorang didalam memandang

sesuatu.

2. Keyakinan dasar adalah kepercayaan yang dilekatkan oleh seseorang terhadap

sesuatu.

3. Nilai dasar adalah sikap, sifat, dan karakter yang dijunjung tinggi oleh

seseorang, sehingga berdasarkan tersebut nilai-nilai tersebut seseorang dibatasi.

Contoh model building blocks yang digunakan untuk membangun

rerangka bangun kultur organisasi. Menurut model ini kultur organisasi

mempunyai tiga tingkatan antara lain :

1. Tingkat pertama adalah paradigma yang merupakan cara pandang yang

digunakan organisasi terhadap sesuatu.

2. Tingkat kedua adalah keyakinan dasar dan nilai dasar yang bersama-

sama dengan paradigm membentuk mindset organisasi.

3. Tingkat ketiga adalah perilaku di dalam organisasi yang dirancang

melalui sistem manajemen.

Apa yang terjadi jika mindset personel tidak sesuai dengan mindset yang

digunakan untuk mendesain sistem manajemen. Apa yang terjadi jika mindset

personel tidak sesuai dengan mindset organisasi ada tiga kemungkinan antara

lain :

1. Personel melaksanakan tindakan setengah hati, bahkan tanpa hati

2. Personel memerlukan pengawasan dari orang alin untuk memastikan

bahwa tindakan dilaksanakan berdasarkan mindset semestinya.

3. Personel dapat melakukan sabotase karena ketidaksesuaian antara

mindsetnya dengan mindset semestinya yang diperlukan untuk

melaksanakan tindakan.

Jika personel tidak yakin bahwa kelangsungan hidup oraganisasi

ditentukan oleh customer, didalam melayani customer ia akan memperlakukan

customer orang yang membutuhkan produk atau jasa, bukan perusahaan yang

membutuhkan customer. Oleh karena itu manajemen puncak harus

mengkomunikasikan customer value, keyakinan dasar, dan nilai

organisasi yang berkaitan dengan paradigm tersebut.

Pengkomunikasian mindset kepada seluruh personel akan berhasil melaui

proses internalisa, paradigma, keyakinan dasar, niali dasra yang dirumuskan

oleh organisasi tertanam didalam seluruh personel organisasi tersebut.

Contoh ketidaksesuaian anatara mindset personel dangan mindset

organisasi antara lain, personel fungsi pembelian memilki keyakinan bahwa

pemasok adalah pedagang yang membutuhkan order dari perusahaan dan

diyakini pula oleh personel tersebut bahwa umumnya pemasok mengikat

bisnis denagan perusahaan untuk mencari laba sebesar-besarnya, tanpa

menghiraukan kualitas.

Perubahan yang dilakukan manajemen puncak untuk mengubah

paradigma mengenai pemasok sebagai berikut :

1. Pemasok adalah mitra bisnis yang menetukan kualitas dan penyerahan waktu

masuakn untuk menyediakan produkyang mengahasilkan value bagi

pelanggan.

2. Berdasarkan paradigma tersebut, manajemen puncak mengkomunikasikan

keyakianan dasar bahwa “ perusahaan mata rantai yang menghubungkan

pemasok dengan customer”, dan “pemasok adalah tujuan fungsi pembelian”

Rerangka Konseptual Perumusan Mindset

Perumusan mindset mempunyai empat langkah antara lain :

1. Trenwaching adalah mengamati perubahan yang akan terjadi dimasa deapan ,

memacu perubahan adalah globalisasi, tehnologi informasi, strategic quality

management dan revolusi manajemen.

2. Envisioning adalah kemempuan kita untuk menggambarkan dampak

perubahan dalam lingkungan bisnis yang dakibatkan pemacu perubahan yang

telah diamati trendwaching.

3. Perumusan paradigma adalah menetatapkan suatu paradigm yang berguna

bagi oraganisasi melalui pembentukan mindset yang sama antara personel

dan organisasi agar tujuan organisasi dapat dicapai. Perumusan mindset adalah

pembentukan mindset yang dikomunikasikan pada seluruh personel didalam

suatu organisasi , terdiri dari tiga komponen antara lain, paradigm, keyakinan

dasar, dan nilai dasar.

Pengkomunikasian mindset ada dua cara antara lain :

1. Melalui perilaku pribadi (personal behavior) dengan membentuk

paradigm, keyakinan dasar, dan nilai dasar organisasi yang dikomunikasikan

kepada seluruh karyawan melalui penataran sistematik . cara ini ditempuh

dengan menanamkan konsep paradigma, keyakianan dan nilai organisasi. Dan

penghayatan paradigm , keyakinan, dan nilai dasar organisasi kedalam

perilaku keseharian mereka melalui actions speak louder than words.

2. Melalui perilaku organisasional (operasional behavior) dengan

menerapkan bahwa seluruh karyawan terlibat dalam pengoperasian sistem

dan prosedur, peraturan dan keputusan dan berjangka waktu panjang selama

system, proseur, peraturan dan keputusan yang berlaku.

CUSTOMER VALUE MINDSET

Customer adalah siapa saja yang menggunakan hasil pekerjaan seseorang atau

suatu tim.cutomer terbagi menjadi 2 yaitu :

1. Internal : customer yang masuk ke dalam rantai customer. Artinya

dimana barang yang dihasilkan di proses awal di transfer ke proses

berikutnya. proses awal bertindak sebagai pemasok dan proses

berikutnya bertindak sebagai customer.

2. Eksternal : customer akhir, dimana produk dan jasa dibuat untuk memenuhi

kebutuhan pasar

Pandangan perusahaan terhadap customer :

1. Customer adalah bagian yang penting

2. Perusahaan bergantung pada customer

3. Customer adalah tujuan pekerjaan

Peningkatan kedekatan dengan customer :

1. Membentuk organisasi para pemakai produk

2. Tim desain produk yang melibatkan customer

3. Kelompok customer untuk pemecahan masalah

4. Survey kepuasan customer

5. Program percontohan untuk menguji pasar produk baru

Konsep Customer Value

Customer value adalah selisih antara manfaat yang diperoleh customer

dari produk dan jasa yang dikonsumsinya dengan pengorbanan yang dilakukan

oleh customer untuk memperoleh manfaat tersebut. Manfaat yang diperoleh

dan pengorbanan yang dilakukan oleh customer ditentukan oleh kualitas

hubungan yang dibangun antara produsen dengan pemasok, produsen dengan mitra

bisnisnya dan produsen dengan customernya.

Paradigma customer value strategy

Suatu organisasi akan dapat mempertahankan kelangsungan hidup dan

memiliki kesempatan untuk bertumbuh, jika organisasi tersebut mampu

memproduksi dan menyediakan produk dan jasa yang menghasilkan value

bagi customer.

Produk adalah satu ikat jasa

Pada dasarnya produk merupakan satu ikat jasa yang disediakan untuk

memuasakan kebutuhan customer. atribut yang melekat pada produk tidak

hanya berasal dari tahap pemakaian atau use namun berasal dari keseluruhan tahap

pemakaian produk, maka jasa yang dihasilkan oleh suatu produk dimulai sejak saat

customer berusaha mencari produk sampai engan saat customer menghentikan

pemakaian produk.

Customer value dalam lingkungan bisnis kompetitif

Perusahaan harus mampu menyediakan more value added bagi

customer disetiap tahap proses pemanfaatan secara menyeluruh produk dan

jasa.

Keyakinan dasar untuk mewujudkan paradigma customer value

1. Bisnis merupakan suatu mata rantai yang menghubungkan pemasok dengan

customer.

2. Customer merupakan tujuan pekerjaan.

3. Sukses merupakan hasil penilaian terhadap suara customer.

Nilai dasar untuk mewujudkan paradigma customer value

1. Integritas.

2. Kerendahan hati.

3. Kesediaan untuk melayani.

Perwujudan customer value mindset kedalam SPM

Customer value mindset diwujudkan kedalam 3 komponen struktur SPM:

1. Struktur organisasi difokuskan kelayanan kepada customer.

2. Jejaring informasi difokuskan untuk menyediakan layanan bagi customer.

3. Sistem penghargaan karyawan didasarkan kepada kinerja organisasi dalam

memuaskan kebutuhan customer

Customer value mindset diwujudkan ke dalam 6 komponen proses SPM :

1. Perumusan strategi ditujukan untuk menghasilkan value bagi customer.

2. Perencanaan starategi dengan pendekatan balance score card

3. Penyusunan program

4. Penyusunan anggaran berhasil aktivitas (activity based budgeting)

5. Pengimplementasian rencana dengan activity based management

6. Pemantauan pelaksanaan rencana dengan activity based cost system

CONTINUOUS IMPROVEMENT MINDSET

Konsep Dasar

Kita sekarang berada dalam jaman smart technology, suatu masa yang di

dalamnya teknologi informasi yang memberikan keleluasaan luar biasa bagi

knowledge workers untuk berkreasi. Kreativitas knowledge workers di dalam

menerapkan pengetahuan mereka ke dalam penciptaan produk dan jasa baru

dipacu sangat pesat oleh smart technology. Berbagai macam transakasi bisnis,

kemitraan bisnis, bahkan bisnis baru dapat diciptakan secara brilian melalui

pemnafaatan smart technology. Kondisi demikian mengakibatkan terjadinya

perubahan atas perubahan itu sendiri. Perubahan terjadi sekarang menjadi

bersifat konstatn, pesat, radikal, dan pervasif.

Lingkungan bisnis yang memiliki karakteristik perubahan seperti itu

menuntut organisasi untuk fleksibel dalam beradapatasi dengan perubahan agar

organisasi tersebut berkemampuan untuk mempertahankan

kelangsungan hidupnya. Di samping itu, organisasi juga dituntut untuk mampu

menciptakan perubahan yang diperlukan agar mampu berkembang di dalam

lingkungan bisnis yang turbulen.

Paradigma Improvement Berkelanjutan

Improvement dapat dibagi menjadi dua : incremental improvement dan radical

improvement. Incremental improvement berupa improvement berskala kecil

dengan tetap mengandung unsur lama. Radical improvement berupa

improvement berskala besar, bersifat mendasar, dan secara total

meninggalkan unsur lama. Paradigma improvement berkelanjutan mencakup

kedua macam improvement ini.

Paradigma improvement berkelanjutan mengerahkan semua energi

personel untuk melakukan improvement secara terus-menerus terhadap

proeses dan sistem yang digunakan untuk menghasilkan value bagi customer.

Oleh karena itu improvement berkelanjutan memerlukan energi luasr biasa

dalam jangka waktu panjang, manajer harus mampu membangkitkan

komitmen personal perusahaan ke usaha improvement berkelanjutan terhadap

proses dan sistem . kegiatan manajer dalam setiap tahap proses manajemen

hanya menambah nilai (value-adding) jika kegiatan tersebut menyebabkan

personel memiliki komitmen tinggi untuk menghasilkan value bagi customer.

Paradigma improvement berkelanjutan menggeser pandangan manajer terhadap

terjadinya improvement, respon terhadap kesalahan, peran manajer, wewenang,

fokus perhatian manajer, dan pengendalian.

Di masa lalu, improvement hanya terjadi melalui pengembangan produk

dan jasa baru dan sebagai reaksi terhadap masalah yang telah jelas. Para

manajer memandang improvement terbatas pada terobosan peningkatan

kualitas. Paradigma improvement berkelanjutan memandang improvement

dapat terjadi di mana saja dan kapan saja. Everyday in any way there is a

better way, begitulah kata-kata bijak yang mendasari paradigma improvement

berkelanjutan. Fokus perhatian manajemen bergeser ke sistem yang lebih

luas, tidak kenal akhir, bersifat proaktif terhadap kesempatan, baik yang telah

terlihat maupun yang masih potensial dan mencakup improvement besar

maupun kecil.

Di masa lalu, manajer tidak dapat menerima kesalahan. Mereka

memandang kesalahan sebagai kegagalan pribadi personel pada umumya

mereka menanggapai kesalahan yang terjadi dengan hukuman untuk

menanamkan ketakutan bagi personel yang dipandang bersalah. Sebagai

akibatnya, personel jadi takut terhadap kesalahan, sehingga mereka takut

pula untuk melakukan eksperimen. Kesalahan diatasi oleh personel dengan

menutupi kesalahan dari perhatian dari boss, sehingga personel tidak dapat

belajar dari kesalahan yang pernah mereka lakukan. Paradigma improvement

berkelanjutan mengubah 180 derajat pandangan terhadap kesalahan.

Kesalahan memang tidak diinginkan terjadi, namun manajer memandang

kesalahan sebagai suatu kesempatan untuk belajar. Personel diberi

kesempatan untuk melakukan eksperimen, karena pada dasarnya

improvement berkelanjutan hanya akan terjadi bila personel tidak takut untuk

mengemukakan ide baru dan mencoba ide tersebut dalam suatu eksperimen.

Setiap eksperimen selalu mengandung kemungkinan gagal, namun perlu juga

disadari, setiap eksperimen selalu mengandung pula kesempatan untuk

improvement. Tanpa eksperimen ide baru, organisasi akan berada dalam

status quo. Kesalahan akan diakui secara terbuka oleh personel, karena

manajer tidak membebankan kesalahan sebagai kegagalan pribadi, namun

sebagai bagian dari usaha tidak kenal lelah dalam melakukan improvement

terhadap proses dan sistem yang digunakan untuk menghasilkan value bagi

customer.

Di dalam manajemen tradisional, manajer dipandang berperan sebagai

orang pada posisi untuk mempertahankan status quo dan mengendalikan

bawahannya agar mematuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan. Paradigma

improvement berkelanjutan mengubah pandangan terhadap peran manajer

tersebut. Peran manajer adalah menantang status quo untuk tujuan

improvement yang bersifat strategik, dan pada saat yang bersamaan, mereka

secara konsisten melaksanakan sistem yang ada untuk memenuhi tuntutan

sekarang.

Di dalam manajemen tradisional, manajer menggunakan wewenangnya

melalui hirarkhi - dari tingkat atas ke bawah - dan melalui aturan dan

kebijakan. Paradigma improvement berkelanjutan mengubah penerapan

wewenang manajer tersebut. Manajer puncak tetap memegang wewenangnya,

namun wewenang tersebut diterapkan melalui pengkomunikasian visi dan

pemberdayaan personel untuk mewujudkan visi tersebut. Pada dasarnya visi

adalah perubahan yang ingin diwujudkan di masa depan. Melalui

pengkomunikasian visi, pada dasarnya manjemen puncak menggambarkan

perubahan akan menuju di masa depan. Untuk mewujudkan visi, manajemen

puncak perlu memberdayakan personel perusahaannya agar memiliki

kemampuan untuk menciptakan dan melaksanakan perubahan.

Continuous Immprovement Mindset

Continuous improvement mindset terdiri dari paradigma improvement

berkelanjutan, keyakinan dasar terhadap improvement berkelanjutan, dan

nilai-nilai dasar yang melandasi improvement berkelanjutan.

Di dalam lingkungan bisnis yang turbulen, personel perusahaan dituntut

untuk senantiasa melakukan improvement berkelanjutan terhadap sistem dan

proses yang digunakan untuk menghasilkan value bagi customer. Di samping itu,

personel perusahaan perlu memiliki keyakinan yang kuat bahwa

kelangsungan hidup organisasi perusahaan sangat tergantung pada

kemampuan organisasi tersebut untuk berubah. Untuk mewujudkan

improvement terhadap sistem dan proses, personel organisasi perusahaan

perlu memiliki nilai-nilai dasar yang membimbing mereka di dalam mengambil

keputusan.

Keyakinan Dasar untuk Meujudkan Paradigma Improvement

Berkelanjutan

Karena lingkungan bisnis dalam kompetisi global telah mengalami

perubahan dramatis, yang ditandai dengan persaingan yang semakin tajam

dan perubahan yang semakin pesat, radikla, berkelanjutan, dan pervasif, maka

diperlukan paradigma improvement berkelanjutan untuk

menghadapinya. Paradigma improvement berkelanjutan perlu diwujudkan ke

dalam keyakinan dasar yang kuat yang harus ditanamkan kepada seluruh

personel perusahaan bahwa : (1) harus mengetahui fakta, (2) alasan dan

belajar, (3) selalu ada cara yang lebih baik, (4) harus selalu berusaha untuk

sempurna ; orang tidak akan pernah mencapai kesempurnaan tersebut.

Building blocks kultur organisasi yang dibangun atas dasar paradigma

improvement berkelanjutan dilukiskan pada gambar 9.

Harus Mengetahui Fakta

Continuous improvement mengharuskan personel mengetahui dimana

mereka sekarang berada, kemana mereka ingin menuju di masa yang akan

datang, dan kemajuan yang telah mereka capai dalam mewujudkan tujuan

mereka. Dengan demikian untuk mewujudkan improvement berkelanjutan,

personel perlu mengumpulkan dan menganalisis berbagai fakta tentang : (1)

kondisi proses dan sistem yang digunkan untuk menghasilkan customer value, (2)

ke arah mana proses dan sistem tersebut ditingkatkan kualitasnya, (3)

kemajuan yang telah dicapai dalam peningkatan proses dan sistem yang

diinginkan.

Gambar 9 Building Blocks yang Membentuk Kultur Organisasi Berdasarkan Continuous Improvement Mindset

Personel harus mengumpulkan fakta-fakta tersebut untuk memahami suara

proses dan sistem yang digunakan untuk menghasilkan customer value. Dalam

proses pengumpulan dan penganalisisan fakta tentang proses dan sistem, pada

dasarnya personel mempelajari tiga hal yang berbeda : (1) fakta tentang apa yang

menurut pikiran mereka terjadi, (2) fakta tentang apa yang mereka terjadi, (3)

fakta tentang apa yang akan terjadi.

Alasan dan Belajar

Fakta yang dikumpulkan tentang proses dan sistem yang digunakan

untuk menghasilkan customer value kemudian digunakan sebagai

pengetahuan dari personel untuk bekerja lebih baik - yaitu belajar dari fakta

untuk melakukan improvement. Fakta yang dikumpulkan dari proses dan

sistem digunakan untuk mencari dasar alasan mengapa suatu penyimpangan

terjadi (apakah karena bersifat kebetulan atau karena ada penyebabyang

perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius). Dengan cara ini, personel

dapat belajar untuk memahami maslah ke penyebab terjadinya, dan

berdasarkan fakta, mereka mealkukan improvement terhadap proses dan

sistem. Belajar merupakan rasa haus untuk mengetahui lebih banyak, yang jika

digabungkan dengan pengumpulan fakta dan penggunaan fakta untuk

memecahkan masalah yang terjadi akan merupakan landasan yang kuat untuk

melakukan improvement terhadap proses dan sistem.

Selalu Ada Cara Yang Lebih

Ide “ selalu ada yang lebih baik” merupakan suatu komitmen tidak sekadar

mejadi terbaik, namun lebih dari itu, untuk menjadi lebih baik, dan tidak

berhenti untuk mencapai yang lebih baik. Dalam paradigma improvement

berkelanjutan, terkandung keyakinan dasar bahwa tujuan personel adlahuntuk

mencapai tingkat kinerja yang selalu lebih baik. Dalam perusahaan bisnis,

tujuan improvement adalah ‘lebih baik, lebih cepat, dan lebih murah”.

Untuk merangsanng improvement berkelanjutan, Motorola merumuskan

formula berikut ini : (1) hapuskan rasa puas, (2) tetapkan tujuan heroik yang

memaksa pemikiran baru, (3) naikkan batas tujuan jika telah mendekati

tujuan. Untuk menumbuhkan semangat improvement berkelanjutan, kritik

terhadap proses dan sistem yang sedang digunakan untuk menghasilkan

customer value tidak hanya dapat diterima, namun lebih dari itu, sangat

dirangsang.

Harus Selalu Berusaha Untuk Sempurna

Orang Tidak Akan Pernah Mencapai Kesempurnaan Tersebut. Komitmen

terhadap kualitas dapat diibaratkan sebagai :’Suatu perlombaan tanpa

garis akhir”. Kebutuhan dan keinginan customers senantiasa berubah dan

berkembang. Kompetisi selalu mengubah batas-batas customer value. Dengan

demikian, personel senantiasa harua melakukan improvement berkelanjutan

terhadapo proses dan sistem untuk menjadikan sempurna produk dan jasa yang

dihasilkan, meskipun kesempurnaan tersebut tidak akan dicapai.

Value Untuk Mewujudkan Pradigma Improvement Berkelanjutan

Untuk mewujudkan paradigma improvement berkelanjuta, harus

ditanamkan personal value yang cocok dengan paradigma tersebut : (1)

kejujuran, (2) kerendahan hati, (3) kerja keras, (4) kesabaran, (5) keterbukaan, dan

(6) keberanian.

Kejujuran

Kejujuran adalah kemampuan orang untuk mengatakan kenyataan

sebagaimana adanya. Untuk memungkinkan orang untuk melakukan

improvement, orang harus mampu melihat penyimpangan yang terjadi

sebagaimana kondisi yang diperlihatkan oleh fakta yang dikumpulkan.

Biasanya sepanjang fakta tentang proses dan sistem yang dikumpulkan tidak

berkaitan dengan kepentingan seseorang, orang tersebut dapat memiliki

kemampuan untuk melihat fakta tersebut sebagaimana adanya. Namun jika

misalnya fakta tentang penyimpangan tersebut berkaitan dengan kepentingan

orang tersebut (misalnya akan mempengaruhi kinerjanya, dan fakta tenatng

kinerja ini akan mempengaruhi penghargaan keuangan yang akan

diterimanya), kejujuran orang akan diuji. Jika anggota organisasi tidak memiliki

personal value yang menjunjung tinggi kejujuran, improvement berkelanjutan

tidak akan dapat terwujud.

Kerendahan Hati

Diperlukan kerendahan hati dalam belajar, karena dalam belajar orang

harus mengakui bahwa ia tidak tahu dan ia perlu belajar lebih banyak. Dalam

belajar orang dapat menjadikan siapa saja gurunya, baik dari personel yang

baru masuk kerja sampai yang sudah pensiun, dari personel bawahan sampai

kawan sekerja, dari personel kantor sampai personel pabrik. Diperlukan

kerendahan hati untuk menjadikan siapa saja guru kita dalam melakukan

improvement berkelanjutan. Bahkan pesaingpun perlu dihormati, karena kalau

perusahaan dapat mencapai suatu improvement, pesaingpun dapat

mencapainya. Diperlukan kerendahan hati untuk mengakui keunggulan

pesaing.

Kerja Keras

Continuous improvement memerlukan penghargaan tinggi terhadap kerja

keras yang tidak kenal lelah. Improvement berkelanjutan memerlukan semangat

untuk bereksperimen, dan eksperimen selalu mengandung kemungkinan

gagal. Penghargaan tertinggi terhadap kerja keras dapat mencegah terjadinya

keputusasaan karena kegagalan.

Kesabaran

Kesabaran adalah kemampuan seseorang untuk menerima kelainan

yang terjadi dalam diri orang tersebut untuk jangka waktu panjang. Di dalam

paradigma improvement berkelanjutan, orang di dorong untuk melakukan

eksperimen dalam improvement terhadap proses dan sistem. Setiap

eksperimen mengandung kemungkinan gagal. Personel harus memiliki

kemampuan untuk menerima kegagalan, karena kemampuan ini yang

mengantarkan mereka menuju keberhasilan eksperimen menghasilkan

improvement. Kesabaran adalah kemampuan seseorang di dalam menerima

kegagalan dalam jangka panjang.

Keterbukaan terhadap hal yang baru

Keterbukaan terhadap hal baru merupakan nilai yang perlu dijunjung

tinggi oleh seluruh personel perusahaan, untuk menjadikan mereka senantiasa

mampu membaca setiap perubahan yang terjadi dalam lingkungan bisnis yang

meraka hadapi. Nilai keterbukaan terhadap hal yang baru memingkinkan

organisasi perusahaan melakukan penggeseran paradigma, jika kondisi

lingkungan memerlukan penggeseran tersebut. Pergeseran paradigma

merupakan awal improvement yang akan diimplementasikan oleh perusahaan.

Keterbukaan terhadap sesuatu yang baru dilandasi oleh kejujuran dalam

melihat kenyataan, keberanian, kerendahan hati, luasnya wawasan, dan

pengetahuan (knowledge) yang dikuasai oleh personel perusahaan.

Keberanian

Keberanian adalah keteguhan hati seseoarnag dalam mempertahankan

pendirian, keyakinan, prinsip, visinya ; keteguhan hati dalam mengambil

posisi. Keberanian juga berarti juga kemampuan untuk merubah pikiran :

kemampuan untuk mengatakan, ‘Saya tidak tahu, namun saya akan menari

jawabnya’; kemampuan untuk mengetahui bahwa dirinya tidak sempurna ;

kemampuan untuk tetap belajar, tidak puas dengan sukses yang telah

dicapai ; kemampuan untuk melatakkan prinsip diatas prasangka dan di atas

expediency (cari mudahnya saja). Keberanian adalah kapasitas untuk tetap

maju dengan adanya ketakutan dan penderitaan yang menyertainya.

Keberanian adalah kapasitas untuk tetap maju dengan adanya ketakutan dan

penderitaan yang menyertainya. Keberanian bukan berarti bebas dari adanya

ketakutan, karena ketiadaan rasa takut merupakan suatu jenis kerusakan

otak.

Dampak Continuous Improvement Mindset

Penerapan continuous improvement mindset ke dalam sistem

manajemen sedang mengalami perkembangan yang pesat. Contoh-contoh yang

disajikan di dalam tulisan ini tidak mewakili sistem manajemen yang telah

diimplementasikan berdasarkan mindset tersebut. Berikut ini disajikan beberapa

contoh perwujudan continuous improvement mindset ke dalam sistem

manajemen. (1) organisasi sebagai destabilizer, (2) peran manajer, (3) de-jobbed

organization, (4) teamwork, (4) cross-finctional approach, dan (5) kualitas,

keandalan, kecepatan, efisiensi biaya.

Organisasi Sebagai Destabilizer

Organisasi masa yang akan datang akan secara ekstensif

memanfaatkan smart technology di dalam menghasilkan produk dan jasa

untuk memenuhi kebutuhan customer. Smart technology memerlukan

knowledge workers untuk menjadikan teknologi tersebut produktif.

konowledge workers memerlukan organisasi untuk dapat menjadikan

knowledge yang dikuasainya produktif dalam menghasilkan produk dan jasa.

Oleh karena itu, konwledge workers memerlukan organisasi yang memerlukan

organisasi yang dapat berfungsi untuk membuat knowledge produktif.

Organisasi yang memenuhi kebutuhan knowledge workers tersebut adalah

organisasi yang berfungsi sebagai detabilizer - senantiasa mampu melakukan

creative destruction - untuk meningkatkan kualitas proses dan sistem yang

digunakan dalam menghasilkan produk dan jasa. Organisasi perusahaan harus

didesain untuk menghadapi perubahan yang konstan, radikla, pesat, dan

pervasif. Organisasi harus dikelola untuk menghasilkan inovasi. Dan inovasi

merupakan penghancuran secra kreatif apa yang telah dibangun, mapan,

biasa, dan nyaman - apakah hal itu berupa produk, proses, jasa, hubungan

manusia dan hubungan sosial, ketrampilan, atau organisasi itu sendiri.

Organisasi yang mampu memenuhi tuntutan knowledge workers tersebut

adalah yang memiliki karakteristik berikut ini :

1. Didesain dengan struktur yang fleksibel untuk menghadapi perubahan

lingkungan bisnis. Struktur datar (flat) dan virtual organization merupakan

struktur yang fit dengan lingkungan bisnis yang turbulen.

2. Dipimpim oleh leader yang memiliki kemampuan untuk menciptakan dan

mengelola perubahan.

3. Dijalankan oleh personel yang berdaya (empowered).

Peran Manajer

Continuous improvement mindset mengubah peran manajer yang

semula sebagai boss yang bertanggung jawab untuk mempertahankan status

quo dan mengendalikan bawahannya, menjadi bertanggung jawab untuk

menantang status quo dan menjadi coach bagi personel lain untuk menjadikan

knowledge yang dikuasai oleh personel produktif. oleh karena itu smart

technology yang digunakanoleh knowledge workers tidak menentukan apa

yang dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya kepada knowledge workers,

maka pekerja ini menikmati kesempatan berkreasi luar biasa mudahnya.

Pekerjaan yang bersifat kreatif tidak dapat diawasi sebagaimana pekerjaan-

pekerjaan yan secara berwujud dapat diamaati, seperti pengoperasianmesin-

mesin mekanik. Pekerjaan kreatif hanya dapat diawasi melalui perumusan visi

organisasi dan melalui penanaman values ke dalam didri personel.

De-Jobbed Organization

Continuous improvement mindset menuntut knowledge workers bekerja

berdasarkan kreativitasnya. Perusahaan akan berpindah dari perubahan yang

satu ke perubahan yang lain, mengikuti trend perubahan lingkungan bisnis

yang turbulen. Dalam kondisi seperti ini, tidak mungkin perusahaan menyusun

deskripsi pekerjaan untuk personelnya. Di samping itu, pekerjaan kreatif tidak

dapat dibuatkan jod description. Oleh karena itu, organisasi masa yang akan

datang akan berubah menjadi de-jobbed organization - suatu organisasi yang

pekerjaannya tidak dibuatkan deskripsi pekerjaan di dalam menghasilkan

produk dan jasa.

Teamwork

Organisasi harus dikelola berdasarkan kerja tim untuk menghadapi

perubahan. Perusahaan perlu membentuk dua macam tim : tim masa depan

dan tim masa kini. Tim masa depan bertanggung jawab untuk menghasilkan

inovasi, sedangkan tim inovasi bertanggung jawab untuk mengelola inovasi

yang dihasilkan oleh tim masa depan. Teamwork akan menjadi bentuk

organisasi pekerjaan yang cocok untuk menghadapi improvement

berkelanjutan.

Cross-Functional Approach

Cross-functional approach merupakan pendekatan organisasional di

dalam memberikan layanan kepada customer. Dalam pendekatan ini

pekerjaan diorganisasi menurut proses yang digunakan oleh perusahaan di

dalam menghasilkan value bagi customer. Setiap proses ditunjuk case

manager yang bertanggung jawab atas layanan jasa kepada customer. Setiap

proses dilaksanakan oleh sebuah tim yang dipimpin oleh case manager.

Anggota tim berasal dari berbagai fungsi, namun di dalam tim mereka bekerja

bersamaan untuk menghasilkan value bagi customer melalui proses tertentu.

Oleh karena tim dipimpin oleh case manager, fokus tim dapat dipusatkan

terhadap layanan kepada customer. Oleh karena kebutuhan customer senantiasa

mengalami perubahan, cross function team dengan cepat dapat memberikan

respon terhadap perubahan tersebut, karena anggota tim tidak lagi terikat pada

organisasi fungsionalnya, namun berorientasi kepada pemuasan kebutuhan

konsumen.

Kualitas, Keandalan, Kecepatan, Efisiensi Biaya

Improvement berkelanjutan mempunyai tujuan meraih kesempatan

(opportunity ) dengan efisiensi biaya. Peraih kesempatan akan datang

mendatangkan pendapatan, sedangkan efisiensi biaya akan mengakibatkan

penurunan biaya. Peraih kesempatan dan penurunan biaya tersebut akan

dapat dicapai berjangka panjang jika melalui tahap-tahap urut berikut ini : (1)

peningkatan kualitas, (2) peningkatan keandalan, (3) peningkatan kecepatan, (4)

peningkatan efisiensi biaya. Perusahaan tidak akan mencapai penurunan

biaya dalam jangka panjang jika tidak dilandasi dan dimulai dari peningkatan

kualitas. Peningkatan kualitas akan mengakibatkan perusahaan dapat

diandalkan oleh customers. Peningkatan kualitas dan keandalan akan

meningkatkan kecepatan penyediaan produk dan jasa bagi customers.

Efisiensi biaya dicapai berdasarkan peningkatan kualitas, keandalan, dan

kecepatan.

OPPORTUNITY MINDSET

Pengertian Problem Solving

Problem Solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam

menemukan masalah dan memecahkan berdasarkan data dan informasi yang

akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat. Problem

solving juga dapat diartikan sebagai suatu pendekatan dengan cara problem

identification untuk ke tahap sintesis kemudian dianalisis yaitu pemilahan

seluruh masalah sehingga mencapai tahap application selajutnya

komprehension untuk mendapatkan solution dalam penyelesaian masalah

tersebut. Pendapat lain problem solving adalah suatu pendekatan dimana

langkah-langkah berikutnya sampai penyelesaian akhir lebih bersifat

kuantitatif yang umum sedangkan langkah-langkah berikutnya sampai dengan

pengelesain akhir lebih bersifat kuantitatif dan spesifik.

Ini berarti orientasi pembelajaran problem solving merupakan

investigasi dan penemuan yang pada dasarnya pemecahan masalah. Apabila

solving yang diharapkan tidak berjalan sebagaimana yang diinginkan berarti

telah terjadi di dalam tahap-tahap awal sehingga setiap enginer harus mulai

kembali berfikir dari awal yang bermasalah untuk mendapatkan pemahaman

menyeluruh mengenai masalah yang sedang dihadapi. Berpikir memecahkan

masalah dan menghasilkan sesuatu yang baru adalah kegiatan yang kompleks

dan berhubungan erat satu dengan yang lain. Suatu masalah umumnya tidak

dapat dipecahkan tanpa berpikir, dan banyak masalah memerlukan

pemecahan yang baru bagi orang-orang atau kelompok. Sebaliknya,

menghasilkan sesuatu (benda-benda, gagasan-gagasan) yang baru bagi

seseorang, menciptakan sesuatu, itu mencakup problem solving. Ini berarti

informasi fakta dan konsep-konsep itu tidak penting. Seperti telah kita ketahui,

penguasaan informasi itu perlu untuk memperoleh konsep; keduanya itu harus

diingat dan dipertimbangkan dalam problem solving dan perbuatan kreatif.

Begitu pula perkembangan intelektual sangat penting dalam problem solving.

Selanjutnya problem solving merupakan taraf yang harus dipecahkan dengan

cara memahami sejumlah pengetahuan dan ketrampilan kerja dan merupakan

hasil yang dicapai individu setelah individu yang bersangkutan mengalami

suatu proses belajar problem solving yang diajarkan suatu pengetahuan

tertentu.

Jadi, yang dimaksud dengan problem solving dalam penelitian ini adalah hasil

suatu masalah yang melahirkan banyak jawaban yang dihasilkan dari

penelitian yang menghasilkan kesimpulan secara realistik dalam problem

solving model matematika.

Bagan 1.1 Komponen Problem Solving dan Konsep yang Diharapkan

Problem Solving Mindset

Problem adalah kesenjangan antara kondisi yang dihadapi dengan kondisi yang

diharapkan. Problem solving adalah pencarian alternatif tindakan untuk

menghilangkan kesenjangan antara kondisi yang ada dengan kondisi yang

diharapkan.problem solving mindset adlah sikap mental mapan yang senantiasa

memandang bahwa kesenjangan antara kondisi yang dihadapi sekarang dengan

kondisi yang diharapkan adalah suatu problem dan mencari serangkaian tindakan

untuk memecahkan kesenjangan tersebut. Orang yang memiliki mindset ini

memandang masa lalu sebagai suatu yang normal dan yang telah diketahui

sebelumnya sebagai suatu yang diharapkan, serta menggunakan suatu yang normal

dan diketahui sebelumnya tersebut untuk mengevaluasi kondisi yang dihadapinya

sekarang. Kesenjangan antara kondisi yang dihadapi sekarang dengan kondisi normal

dan yang telah diketahui sebelumnya dipandang sebagai suatu problem yang harus

dipecahkan.

Opportunity Mindset

Pengertian Opportunity Mindset

Yakni kondisi yang terbuka di masa depan yang belum pernah dialami

seseorang atau organisasi yang berbeda dengan yang pernah dialami sebelumnya

dan yang mengandug ketidakpastian. Sistem pengendalian manajemen juga

menyediakan berbagai sistem untuk melaksanakan proses perencanaan dan

implementasi rencana. Melalui sistem pengendalian manajemen, keseluruhan

kegiatan utama untuk menjadikan perusahaan sebagai institusi pencipta

kekayaan dapat dilaksanakan secara terstruktur, terkoordinasi, terjadwal dan

terpadu sehingga menjanjikan tercapainya tujuan perusahaan-perusahaan

bertambahnya kekayaan dalam jumlah yang memadai. Sistem pengendalian

manajemen pada dasarnya suatu sistem yang digunakan oleh manajemen untuk

membangun masa depan organisasi. Untuk membangun masa depan organisasi,

perlu ditentukan lebih dahulu dalam bisnis apa organisasi akan berusaha.

Beda Karakteristik Orang Yang Memiliki Problem Solving Mindset

Dengan Karakteristik Orang Yang Memiliki Opportunity Mindset

Pemicu Tindakan. Untuk orang yang memiliki problem solving mindset

kondisi masa lalu akan digunakan sebagai bahan acuan dalam menilai

kelayakan kondisi yang akan dihadapi di masa yang akan datang. Berbeda hal

nya dengan orang yang memiliki opportunity mindset yang pada dasarnya

adalah orang yang memiliki keberanian untuk menjalajahi daerah yang belum

pernah dikenalnya sebelumnya. Sehingga, dia memiliki semangat untuk

mengidentifikasi adanya peluang masa depan yang belum pernah ditemukan.

Dasar untuk membentuk masa depan. Bagi orang yang memiliki problem

solving mindset, kondisi masa depan merupakan hasil proyeksi kondisi

tertentu masa lalu ke masa depan. Apa yang telah dikenalnya di masa lalu

diproyeksikan ke masa yang akan datang. Namun, bagi seorang yang

mempunyai sifat opportunity mindset kondisi masa depan hanya dapat

diciptakan berdasarkan prakiraan perubahan yang akan terjadi di masa depan.

Respon terhadap Pemicu. Orang yang memiliki sifat problem solving hanya

akan bertindak jika terjadi penyimpangan keadaan yang dihadapi sekarang

dari kondisi normal. Dan kondisi normal adalah kondisi yang telah dikenal

sebelumnya. Dengan demikian selama tidak terjadi kesenjangan antara

kondisi yang dihadapi sekarang dengan kondisi normal, orang yang memiliki

problem solving tidak akan melakukan tindakan apapun. Tetapi sangat

berlawanan dengan orang yang memiliki sifat opportunity mindset yang akan

selalu bersikap proaktif terhadap perubahan. Jika ia melihat adanya suatu

perubahan di masa depan dan menyongsongnya sejak sekarang, sebelum

perubahan sendiri itu datang. Ia memiliki sifat yang tidak puas dengan apa

yang ada sekarang, sehingga dia akan bersikap kreatif untuk mengubah

ketidakpuasan tersebut menjadi penciptaan perubahan untuk menjadikan hasil

yang diproduksi organisasinya sesuai dengan tuntutan perubahan lingkungan

bisnis yang dihadapi di masa depan.

Sikap terhadap Risiko. Oleh karena orang yang memiliki problem solving

hanya bereaksi jika terdapat penyimpangan terhadap apa yang sebenarnya

dipandang normal, maka orang ini akan cenderung memiliki sifat yang

menghindari risiko. Setiap usaha untuk mengajak orang ini memasuki

lingkungan yang belum dikenal sebelumnya, maka akan cenderung ditolak.

Bagi orang ini, ketidakpastian harus cenderung ditolak atau dihindari. Di lain

pihak, orang yang memiliki opportunity mindset beranggapan bahwa

ketidakpastian yang terkandung dalam setiap peluang yang dilihatnya

merupakan tantangan, dan berarti ia berani menanggung risiko untuk

melakukan eksplorasi ke daerah yang belum pernah dikenalnya.

Sikap terhadap aturan yang berlaku. Oleh karena orang yang memiliki

problem solving menjadikan kondisi yang telah dikenal sebelumnya sebagai

acuan, maka pada dasarnya orang yang bermindset ini akan cenderung

mempertahankan aturan yang berlaku. Di lain pihak, orang yang memiliki

opportunity mindset memandang bahwa setiap apa yang ada sekarang

menjadi tua. Apa yang ada sekarang adalah hasil keputusan yang telah terjadi di

masa lalu. Oleh karena itu, opportunity mindset selalu berusaha mendobrak aturan

yang teleh menjadi normal karena normal berarti produk masa lalu dan segera

tidak lagi tepat dengan kondisi masa depan.

Bagaimana Dampak Kedua Mindset Tersebut Terhadap Rencana

Strategik Yang Dihasilkan?

1. Rencana strategik yang dihasilkan oleh tim penyusun rencana strategik

dengan pola pikir problem solving mindset tersebut akan memiliki karakteristik

sebagai berikut :

2. Rencana strategik akan berisi proyeksi ke depan berbagai cara yang

dipandang normal di masa lalu.

3. Rencana strategik akan berisi peluang bisnis di masa lalu, bukan berbagai

peluang bisnis yang terbuka di masa depan.

4. Berbagai alternatif rangkaian tindakan yang dipilih dalam proses

penyusun rencana strategik adalah alternatif tindakan yang berisiko kecil.

Dan dalam bisnis, risiko lebih kecil berarti hasil ekonomi yang kecil pula.

Rencana strategik yang dihasilkan oleh tim penyusun rencana strategik

dengan pola pikir opportunity mindset tersebut akan memiliki karakteristik

sebagai berikut :

1. Rencana strategik berisi prakiraan prospek bisnis yang akan terjadi di masa

depan, yang sejalan dengan perubahan lingkungan bisnis yang diperkirakan

akan terjadi di masa depan.

2. Rencana strategik berisi berbagai rangkaian tindakan yang dilakukan untuk

menyongsong peluang bisnis masa depan.

3. Rencana strategik berisi rangkaian tindakan berisiko yang

diperhitungkan dengan baik sehingga atas keberanian menganggung risiko

tersebut, perusahaan akan memperoleh pengembalian yang memadai.

Bagaimana Membangun Opportunity Mindset Dalam Diri Tim Penyusun

Secara Strategik ?

Untuk membangun opportunity mindset dalam diri tim penyusun rencana

strategik, langkah-langkah berikut ini dapat ditempuh :

1. Memahami building blocks untuk membangun opportunity mindset.

2. Mengubah mindset anggota tim ke opportunity mindset.

3. Menanamkan courage dan risk taking melalui pelatihan

4. Melatih kemampuan tim untuk trendwatching.

5. Melatih kemampuan anggota tim untuk envisioning.

CROSS FUNCTIONAL MINDSET

Dunia dan lingkungan bisnis telah mengalami perubahan yang pesat dan

radikal. Individualisme telah melemah dan mulai digantikan dengan kerja tim.

Spesialisasi telah tidak sesuai lagi dengan tuntunan lingkungan kerja dan

mulai digantikan dengan generalisasi gaya baru. Garis organisasi yang kaku

menjadi tidak lagi efektif dan mulai digantikan dengan kerjasama yang

berubah-ubah. Kekuasaan telah hilang pengaruhnya dan digantikan oleh

pemberdayaan. Organisasi hirarkis telah kehilangan daya keandalannya dan

telah digantikan dengan organisasi jaringan, organisasi yang berkemampuan

untuk merespon dengan cepat perubahan lingkungan bisnis, organisasi

informal, dan organisasi horizontal.

Perubahan lingkungan bisnis tersebut menuntut pendekatan baru didalam

membagun organisasi. Cross-functional approach merupakan pendekatan baru

untuk membangun struktur cross-functional organization (organisasi lintas

fungsional) yang memungkinkan tim lintas fungsional (cross-functional team)

memenuhi tuntutan lingkungan bisnis global. Untuk menjadikan personel

efektif dalam bekerja di tim lintas fungsional, personel perlu memiliki mindset

yang cocok dengan pendekatan lintas fungsional. Cross-functional mindset

adalah sikap mental yang cocok bagi pekerja yang bekerja dalam cross-

functional organization. Di samping itu, Cross-functional mindset merupakan

mindset yang cocok dalam mewujudkan sistem pengendalian manajemen

untuk menghadapi lingkungan bisnis global.

Mengapa Dibutuhkan Cross-Functional Team ?

Perubahan lingkungan bisnis yang dihadapi oleh perusahaan pada umumnya

merupakan penyebab utama manajemen perlu ditinjau kembali pendekatan

yang digunakan untuk mengorganisasi sumber daya manusia. Ada dua faktor

yang menyebabkan dibutuhkan cross-functional team, yaitu:

1. Perlunya Organisasi Berorientasi ke Sistem

Manajemen memerlukan pendekatan baru dalam pengorganisasian sumber daya

manusia agar mampu memfokuskan perhatian seluruh personel organisasi

dalam menghasilkan value bagi customers. Melalui Cross-functional

approach, organisasi diorientasikan ke sistem yang digunakan untuk

menghasilkan value bagi customer. Orientasi seperti ini menyebabkan

perusahaan radikal dalam cara manajemen mengorganisasi sumber daya

manusia. Sumber daya manusia diorganisasi ke dalam cross-functional team.

Tim ini bekerja melalui sistem untuk pemuasan kebutuhan customer.

2. Pandangan Bahwa Organisasi Sebagai Suatu Tim

Organisasi dapat dipandang dari dua sudut pandang: (1) sebagai kumpulan

berbagai fungsi yang terpisah, atau (2) sebagai suatu sistem. Pandangan

sistem menggambarkan organisasi sebagai suatu sistem terbuka yang

berinteraksi dengan lingkungannya melalui arus kerja yang terdiri dari

masukan, konversi, dan keluaran.

Apa yang dimaksud dengan Sistem ?

Sistem versus proses. Sistem terdiri dari kebijakan, motivator, teknologi,

proses, dan operasi. Dari definisi tersebut kebijakan, motivator, teknologi,

proses, dan operasi merupakan lima komponen sistem. Manajer cenderung

mengaburkan perbedaan antara sistem dengan proses dan seringkali

menggunakan kedua istilah tersebut, seolah dapat saling menggantikan.

Sistem sebenarnya berbeda dengan proses. Pertama, sistem lebih luas

dibandingkan proses. Suatu sistem terdiri dari beragam proses, seperti yang

terdapat dalam pemasaran, produksi, teknik, dan keuangan. Didamping itu,

arus kerja tidak hanya secara sederhana berupa arus berurutan, dari satu

proses atau operasi ke proses atau operasi yang lain.

Proses versus operasi. Operasi adalah pekerjaan yang dilaksanakan oleh

manusia dan mesin atas bahan atau informasi. Proses adalah arus produk,

bahan, atau informasi dari seorang karyawan atau tempat kerja satu ke

karyawan atau tempat kerja lain. Untuk melakukan improvementterhadap

proses, manajemen tidak boleh hanya meningkatkan operasi pengolahan, atau

operasi inspeksi, atau operasi transport. Oleh karena masing-masing operasi

dalam proses terkait satu dengan lainnya, perbaikan di satu proses akan

berpengaruh terhadap kinerja operasi yang lain dalam proses tersebut.

Tim

Definisi tim. Tim adalah kumpulan orang yang, berdasarkan keahlian

masingmasing yang bersifat saling melengkapi, bekerja sama untuk

mewujudkan tujuan tertentu bersama.

Tujuan tim. Tim dibentuk untuk mewujudkan tujuan tertentu. Ada tim yang

dibentuk untuk pengembangan produk, pengembangan sistem, improvement

terhadap kualitas, penyelesaian masalah, attau perekayasaan kembali sistem yang

digunakan untuk melayani customer.

Masa kerja tim. Masa kerja tim dapat dibagi menjadi dua: sementara dan

permanen. Tim yang memiliki masa kerja permanen adalah tim yang dibangun

sebagai bagian permanen struktur organisasi perusahaan. Tim sementara

adalah tim yang dibentuk untuk mewujudkan tujuan-tujuan jangka pendek dan

akan segera dibubarkan begitu tujuan tim telah tercapi.

Keanggotaan tim. Keanggotaan tim dapat bersifat fungsional atau lintas

fungsional. Tim fungsional beranggotakan orang-orang dengan keahlian sama,

baik yang diperoleh dari pendidikan maupun dari pengalaman. Tim lintas

fungsional beranggotakan orang-orang dari berbagai fungsi dengan berbagai

keahhlian.

Tim Lintas Fungsional (Cross-Functional Team)

Deskripsi Umum Tentang Tim Lintas Fungsional

Definisi. Tim lintas fungsional adalah sekelompok perssonel yang berasal dari

berbagai fungsi atau disiplin dalam organisasi, berusaha bersama-sama

mewujudkan tujuan tim.

Keanggotaan tim lintas fungsional. Tim lintas fungsional beranggotakan

berbagai personel yang memiliki keahlian tertentu di bidangnya. Dengan

demikian tim lintas fungsional seringkali disebut dengan tim multi disiplin.

Dalam bidang pendidikan dikenal dengan nama tim interdisiplin.

Pemimpin tim lintas fungsional. Tim lintas fungsional dipimpin oleh

seorang manajer yang seringkali disebut dengan case manager, yang

memegang kepemilikan sistem dan bertanggungjawab untuk: (1) mencapai

tujuan sistem, pemuasan kebutuhan customer, (2) melakukan improvement

berkelanjutan terhadap sistem tersebut.

Pendekatan Lintas Fungsional (Cross-functional approach) dalam

Membangun Struktur Organisasi

Pendekatan lintas fungsional menggunakan prinsip-prinsip berikut ini dalam

pembangunan struktur organisasi:

1. Organisasi diorientasikan ke sistem yang digunakan untuk melayani

kebutuhan customer.

2. Sumber daya manusia diorganisasikan menurut tim lintas fungsional dan

setiap tim diberi tanggungjawab untuk mewujudkan tujuan sistem dan

melakukan improvement secara berkelanjutan terhadap sistem tersebut.

Cross Functional Mindset

Tim Lintas Fungsional hanya akan efektif di dalam menjalankan organisasi

lintas fungsional jika mereka memiliki mindset yang cocok dengan organissai

tersebut. Proses untuk menghasilkan produk dan jasa menembus batas-batas antar

fungsi. Dengan demikian manajemen atas aktivitas pembuatan produk dan jasa

penyediaan jasa hanya akan berhasil jika batas-batas antarfungsi ditiadakan,

baik secra fisik maupun secara mental.

Paradigma Lintas Fungsional

Paradigma lintas fungsional memandang organisasi sebagai:

1. Suatu rangkaian system yang digunkan untuk melayani kebutuhan

customer.

2. Suatu kumpulan shared competencies and resources yang disediakan untuk

dimobilisasi guna memenuhi kebutuhan customer.

Keyakinan Dasar Untuk Mewujudkan Paradigma Lintas Fungsional

Terdapat empat keyakinan dasar yang perlu ditanamkan dalam diri setiap

personel tentang cross functional approach :

1. Produk berkualitas hanya dapat dihasilkan secara konsisten melalui kerja

sama lintas fungsional.

2. Kerjasama lintas fungsional menghasilkan sinergi.

3. Cross functional approach membentuk learning organization.

4. Kerjasama lintas fungsional memfokuskan sumber daya organissai ke

kepuasan customer.

Nilai Dasar Untuk Mewujudkan Paradigma Lintas Paradigma

Nilai dasar yang melandasi cross functional approach :

1. Kerjasama : Cross functional approach hanya akan terwujud jika anggota

organisasi menjunjung tinggi nilai kerjasama karena kompleksnya

kebutuhan customer, usaha individual dan fungsional tidak akan mampu

memenuhi kebutuhan customer.

2. Mental berlimpahan : adalah kemampuan jiwa seseoarng dalam menerima

keberhasilan, kelebihan, keberuntungan, penghargaan yang diperoleh orang

lain.

3. Kerendahan hati : Kerendahan hati menjadikan orang mampu menerima

kehadiran orang lain dalam bekerja dan mampu membangun kerjasama dengan

orang lain dalam mencapai tujuan bersama.

Perwujudan Cross Funtional Mindset Ke Dalam Sistem Pengendalian

Manajemen

Cross Functional Mindset diwujudkan kedalam dua komponen system

pengendalian manajemen, yaitu:

A. Cross functional mindset diwujudkan dalam struktur system pengendalian

manajemen

Cross functional organization : Cross functional organization ini

menggunakan paradigma organisasi sebagai : (1) Suatu rangkaian system

yang digunakan untuk melayani kebutuhan customer dan (2) Suatu kumpulan

shared competencies and resources yang disediakan untuk dimobilisasi guna

memenuhi kebutuhan customer. Customer dilayani melalui tiga system utama:

system order getting, system order filling, dan system layanan purna jual.

Manajer ketiga system tersebut mempunyai dua tanggung jawab:

1. Memobilisasi shared competencies and resources yang disediakan oleh

organisasi fungsional untuk mencapai tujuan system, yaitu

menghasilkan value bagi customer.

2. Melakukan improvement secara berkelanjutan terhadap system yang menjadi

tanggung jawabnya.

Sistem Penghargaan Tim Lintas Fungsional : Cross functional mindset

diwujudkan ke dalam struktur pengendalian manajemen berupa system

penghargaan yang cocok dengan organisasi lintas fungsional. Untuk

menanamkan perilaku tim kerja ke dalam diri personel, system penghargaan

personel didasrkan pada criteria kinerja yang mencakup :

1. Berbagi informasi dengan anggota tim lain

2. Merundingkan perbedaan yang terjadi secara efektif

3. Mendorong dan mengakui kontribusi anggota lain tim

4. Mendorong kerja sama dan kerja tim diantara orang dalam kelompoknya dan

dengan kelompok lain dalam perusahaan.

B. Perwujudan Cross-Functional Mindset Ke Dalam Proses Sistem

Pengendalian Manajemen

Proses system pengendalian manajemen terdiri dari enam tahap:

1. Perumusan strategi

2. Perencanaan strategic

3. Penyusunan program

4. Penyusunan anggaran

5. Implementasi

6. Pengendalian

Cross-Functional Mindset diwujudkan dalam tahap-tahap proses system

pengendalian manajemen berikut ini:

1. Penyusunan anggaran berbasis aktivitas (activity - based budgeting)

2. Implementasi rencana dengan activity - based management

3. Pengendalian pelaksanaan rencana dengan activity - based cost system