Post on 12-Dec-2014
BAB I
PENDAHULUAN DAN TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Pendahuluan
Penyakit Menular Seksual (PMS) atau Infeksi Menular Seksual (IMS) dikenal
sebagai penyakit kelamin, namun bukan berarti penyakit tersebut hanya dapat terjadi
dan terlihat akibatnya pada alat kelamin. Melainkan tanda-tanda IMS dapat juga terlihat
di mata, tenggorokan, mulut, saluran pencernaan, hati, bahkan otak, dan organ tubuh
lainnya. Data factual di Indonesia telah menunjukkan bahwa IMS semakin hari semakin
bertambah jumlah pasien yang tidak tertolong. Penyebab utamanya adalah masalah
kemiskinan dan kebodohan, belum tumbuhnya kesadaran pentingnya kesehatan
reproduksi di kalangan remaja, masih dianggap tabunya pendidikan seksualitas sejak
dini dan perubahan gaya hidup global serta oleh karena desakan jumlah penduduk dan
perubahan struktur penduduk (Hanim et all, 2009).
Berdasarkan survey di salah satu RS di surakarta, pasien PMS yang datang
untuk berobat adalah penderita Gonorrhea, kemudian disusul oleh Klamidia, Sifilis, dan
sebagainya. Pada kasus wanita seringkali datang dengan keadaan yang sudah parah atau
berkomplikasi karena awalnya sering asimptomatik dan proses perjalanan penyakitnya
lebih lama dibandingkan pada laki-laki. Pasien yang telah terinfeksi akan sangat mudah
menularkannya ke orang lain, terutama melalui hubungan seks yang tidak aman.
B. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran yang diharapkan pada mahasiswa setelah mengetahui dan
memahami pelaksanaan kegiatan laboratorium lapangan adalah mampu melakukan
penyuluhan kesehatan “Penyakit Menular Seksual”, dengan learning outcome:
1. Melakukan penyuluhan kesehatan kominitas tentang PMS, khususnya Gonore.
2. Melakukan pendataan tentang keberhasilan program encegahan dan pengobatan
Gonore.
3. Memahami tatalaksana Gonore.
4. Melakukan rujukan kasus spesifik penyakit PMS.
1
BAB II
KEGIATAN YANG DILAKUKAN
Kegiatan laboratorium lapangan yang dilakukan kelompok 6 di Puskesmas
Kartasura-Sukoharjo pada tanggal 23 dan 30 April 2009 adalah penyuluhan kesehatan
Penyakit Menular Seksual (PMS).
A. Hari pertama= Kamis, 23 April 2009
Pada hari pertama, 23 April 2009 kegiatan dibimbing oleh dr. Tri Ispaningsih.
Adapun kegiatan yang dilakukan adalah pengarahan, perencanaan, dan persiapan
penyuluhan PMS; menghitung jumlah sasaran anak SMA berdasarkan data dari
Dinas Pendidikan setempat; dan menghitung jumlah sasaran Wanita Usia Subur
(WUS). Untuk hasil perhitungan didapatkan:
1. Menghitung jumlah sasaran anak SMA berdasarkan data Dinas Pendidikan
setempat. Didapatkan dari data: 2776 siswa
2. Menghitung Wanita Usia Subur (WUS). Dari data didapatkan 22.085 jiwa
dan Dari rumus; Jumlah sasaran WUS= 21,9% X Jumlah penduduk= 21,9%
X 97.272= 21.302
B. Hari kedua= Kamis, 30 April 2009
Pada hari kedua, 30 April 2009 kegiatan dibimbing oleh dr. Netty >>>>, selaku
kepala Puskesmas Kartasura-Sukoharjo. Mahasiswa tidak melaksanakan
penyuluhan PMS secara langsung kepada warga sekitar maupun siswa SMP dan
SMA terdekat. Hal ini disebabkan jadwal penuluhan PMS dari pihak Puskesmas
Kartasura-Sukoharjo tidak bertepatan dengan jadwal kegiatan laboratorium
lapangan FK UNS. Oleh karena itu, mahasiswa hanya melaksanakan simulasi
penyuluhan PMS yang dibagi menjadi tiga kelompok. Materi yang disimulasikan
untuk penyuluhan adalah Gonore, Sifilis, dan HIV/AIDS. Dalam simulasi, tiap
kelompok yang terdiri dari 4 orang, wajib mempresentasikan hasil diskusi tentang
PMS kepada kelompok lain, yang kemudian dievaluasi oleh dr. Netty dan
didiskusikan bersama-sama.
Oleh karena itu, dalam pembuatan laporan kegiatan laboratorium lapangan ini,
penulis hanya membahas salah satu dari ketiga PMS tersebut, yaitu tentang Gonore.
BAB III
2
PEMBAHASAN
A. Neisseria gonorrhoeae
Gonore adalah penyakit yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae atau
gonokokus. Bakteri ini termask golongan diplokokus berbentuk biji kopi berukuran
lebar 0,8 u dan panjang 1,6 u, bersifat tahan asam. Pada sediaan langsung dengan
pewarnaan gram bersifat gram negatif, terlihat di dalam dan di luar leukosit, tidak tahan
lama di udara bebas, sepat mati dalam keadaan kering, tidak tahan suhu di atas 390C,
dan tidak tahan terhadap desinfektan (Sjaiful, 2005).
Secara morfologik bakteri ini terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang
mempunyai pili bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang tidak mempunyai pili dan
bersifat nonvirulen. Pili akan melekatkan kuman pada mukosa epitel dan akan
menimbulkan reaksi radang. Pili juga dapat menghambat fagositosis dan dapat
merupakan alat pemindah plasmid gonokokus. Gonokokus mempunyai beberapa jenis
plasmid, salah satu di antaranya merupakan pembawa gen resisten yang berperan pada
pembuatan penisilinase dan beta-laktamase (Sjaiful, 2005).
B. Penularan
Manusia adalah satu-satunya reservoir untuk N. gonorrhoeae (Dennis, 2007).
Umumnya penularan terjadi melalui hubungan kelamin, yaitu secara genito-genital,
oro-genital dan ano-genital. Tetapi, di samping itu dapat juga terjadi secara manual
melalui alat-alat pakaian, handuk, thermometer, dsb (Sjaiful, 2005). Selain itu, dapat
juga ditularkan melalui pemakaian jarum suntik yang begantian dengan orang yang
terinfeksi, ibu yang melahirkan menularkan pada bayinya, dsb.
C. Patofisiologi
Pada umumnya, infeksi primer dimulai dari epitel kolumer dari uretra, duktus
periuretralis atau beberapa kelenjar di sekitarnya. Kuman juga dapat masuk lewat
mukosa serviks, konjungtiva, atau rektum. Kuman menenmpel pada pili permukaan sel
epitel atau mukosa. Pada hari yang ketiga, kuman mencapai jaringan ikat di bawah
epitel, setelah terlebih dahulu menembus ruang antar sel. Selanjutnya terjadi reaksi
radang berupa infiltrasi lekosit polimorfonuklear. Eksudat yang terbentuk dapat
menyumbat saluran atau kelenjar sehingga terjadi kista retensi dan abses. Penyebarab-
penyebaran ke tempat lainnya lebih sering terjadi lewat saluran getah bening daripada
3
lewat saluran darah. Terjadinya kerusakan pada sel epitel oleh gonokokus,
menyebabkan terbentuknya celah pada mukosa, sehingga mempermudah dan
mempercepat masuknya kuman (Suharno, 1993).
Pada pria, masa tunas rata-rata adalah 4 hari. Penderita mengeluh disuria dan
mengeluarkan pus pada waktu miksi. Kadang-kadang timbul demam dan terjadi
lekositosis, namun seringkali tidak dijumpai gejala sistemik lainnya (Suharno, 1993).
Pada wanita, infeksi awal bersifat asimptomatis. Kasus-kasus yang tidak diobati
dapat mengalami penyulit infeksi assendens sehingga terjadi peradangan akut tuba
falopii atau sapingitis, dan peradangan akut pada ovarium. Jaringan parut dapat
terbentuk di tuba falopii sehingga terjadi infertilitas dan peningkatan resiko kehamilan
ektopik. Wanita juga dapat menularkan gonokokus ke bayi sewaktu bayi melewati jalan
lahir. Komplikasi lain dari infeksi ini adalah infeksi diseminata yang bermanifestasi
antara lain tenosinovitis, artritis, dan lesi kulit putular atau hemoragik. Manifestasi
lainnya adalah endokarditis dan meningitis (Suharno, 1993).
D. Gejala dan Tanda
1. Pada laki-laki, gejala dan tanda dapat muncul sedini 2 hari setelah pajanan, dimulai
dengan uretritis, diikuti sekret purulen, disuria dan sering berkemih serta malese.
Sebagian besar laki-laki akan memperlihatkan gejala dalam 2 minggu setelah
inokulasi oleh N.gonorrhoeae.
2. Pada perempuan, gejala dan tanda timbul dalam 7-21 hari, dimulai dengan sekret
vagina. Pada pemeriksaan, serviks yang terinfeksi tampak edematosa dan rapuh
dengan drainase mukopurulen dari ostium. Infeksi N.gonorrhoeae tidak atau sedikit
menimbulkan gejala pada 25%=50% perempuan. Perempuan asimptomatik
merupakan sumber utama penularan infeksi dan beresiko mengalami penyulit.
Apabila tidak diobati, infeksi bisa meluas setelah 10-14 hari. Tempat penyebaran
tersering pada perempuan adalah ke uretra dengan gejala uretritis, disuria dan sering
berkemih serta ke kelenjar Bartholini dan Skene yang menyebabkan pembengkakan
dan nyeri. Infeksi dapat menyebar ke endometrium dan tuba falopii.
3. Infeksi ekstragenital yang bersifat primer atau sekunder juga dapat terjadi karena
perubahann perilaku seks. Infeksi gonokokus juga dapat terjadi di faring maupun
rectum (Nancy A. Prince, 2006).
Gejala pada laki-laki
4
Gejala ada wanita
E. Komplikasi
1. Pada laki-laki: Tyonisitis, parautretritis, Littritis, Cowperitis, prostatitis akut,
prostatitis kronik ringan, vaskulitis, funikulitis, epididimitis, radang pada vesica
urinaria.
2. Pada wanita: parauretritis, pembengkakan kelenjar Bartholini, Salpingitis, dll.
(Arief, et all, 2008; Sjaiful, 2005)
F. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis gonore ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis, dan
pemeriksaan penunjang yang terdiri dari 5 tahapan :
1. Sediaan langsung
Pada sediaan langsung dengan pewarnaan gram akan ditemukan ditemukan
diplokokus gram negatif, intrasel dan ekstrasel, leukosist PMN. Bahan duh tubuh
pada pria diambil dari daerah fosa navikularis, sedangkan pada wanita diambil dari
serviks, uretra, kelenjar Bartholini, dan rectum.
2. Kultur5
Untuk identifikasi perlu pembiakan atau kultur. Dua macam media yang digunakan
untuk kultur adalah media transpor (misal media Stuart dan media Transgrow) dan
media pertumbuhan (misal Mc Leod’s chocolate agar, mdia Thayer Martin).
3. Tes definitif
Terdiri dari tes oksidasi (semua Neisseria memberi reaksi positif) dan tes
fermentasi (kuman gonokok hanya meragikan glukosa).
4. Tes beta-laktamase
Hasil tes positif ditunjukkan ddngan perubahan warna kuning menjadi merah
apabila kuman mengandung enzim beta laktamase.
5. Tes Thomson
Tes ini berguna untuk mengetahui sampai dimana infeksi sudah berlangsung.
(Arief, et all, 2008; Sjaiful, 2005)
G. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
a. Pilihan utama dan kedua: siprofloxacin 500 mg dan ofloxacin 400 mg yang
dikombinasikan dengan deoksisiklin, tetrasiklin atau eritromisin.
b. Untuk daerah dengan insiden N.gonorrhoeae penghasil penisilinase rendah,
pilihan utamanya adalah Penisilin G prokain akua 4,8 juta unit+ 1 gram
probenesid.
c. Pada kasus dengan komplikasi dapat diberikan: siprofloxacin, ofloxacin,
seftriakson, kanamisin, maupun spektinomisin
2. Non medikamentosa
a. Memberikan pendidikan pada pasien dengan menjelaskan tentang bahaya PMS
dan komplikasinya, pentingnya mematuhi pengobatan, cara penularan PMS
dan pengobatan untuk pasangan seks tetapnya, menghindari hubungan seksual
sebelum sembuh dan memakai kondom jika tidak dapat dihindarkan, dsb.
b. Pengobatan pada pasangan seksual tetapnya
(Arief, et all, 2008)
BAB IV
6
PENUTUP
A. Simpulan
1. Pelaksanaan laboratorium lapangan
Pelaksanaan kegiatan laboratorium lapangan kelompok 6 yang bertemakan
penyuluhan PMS di Puskesmas Kartasura-Sukoharjo telah berjalan dengan baik
dan lancar. Mahasiswa telah melakukan berbagai kegiatan, yang meliputi:
pengarahan, perencanaan, dan persiapan penyuluhan PMS; menghitung jumlah
sasaran anak SMA berdasarkan data dari Dinas Pendidikan setempat; menghitung
jumlah sasaran Wanita Usia Subur (WUS); simulasi penyuluhan kesehatan
Penyakit Menular Seksual, hingga pembuatan laporan pelaksanaan penyuluhan
PMS Gonore. Semoga kegiatan tersebut dapat bermanfaat bagi mahasiswa.
Keberhasilan kegiatan Field Lab ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: Tim Pengelola Field
Lab Fakultas Kedokteran UNS; Netty…. , dr. selaku kepala Puskesmas Kartasura-
Sukoharjo; Tri Ispaningsih, dr. selaku instruktur laboratorium lapangan hari
pertama; dan Semua Staf Puskesmas Kartasura-Sukoharjo.
2. Gonore
Gonore adalah PMS yang paling sering ditemukan dan paling mudah
ditegakkan diagnosisnya. Nama awam penyakit kelamin ini adalah "kencing
nanah". Kuman: Neisseria gonorrhoea; perantara : manusia; tempat kuman keluar
dan masuk : penis, vagina, anus, mulut; cara penularan : kontak seksual langsung
maupun secara manual, yang bisa terkena : orang yang berhubungan seks tak aman
(Anonim, 2009).
B. Saran
Untuk mengurangi angka kejadian PMS Gonore dapat dilakukan dengan
memberikan pendidikan pada pasien dengan menjelaskan tentang bahaya PMS dan
komplikasinya, pentingnya mematuhi pengobatan, cara penularan PMS dan pengobatan
untuk pasangan seks tetapnya, menghindari hubungan seksual sebelum sembuh dan
memakai kondom jika tidak dapat dihindarkan, dsb.
DAFTAR PUSTAKA
7
Anonim. 2009. Penyakit Hubungan Seksual: Gonore.
http://foralsa.wordpress.com/2008/03/10/jenis-pms-isr/ (diakses 29 April 2009).
Arief Mansjoer, Suprohaita, Wahyu Ika Wardhani, Wiwik Setiowulan. 2008. Penyakit
Menular Seksual. dalam Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran UI pp:141-167
Dennis K. Burns, 2007. Sistem Genitalia Laki-Laki: Gonore dalam Buku Ajar Patologi
Robbins Vol. 2, Ed 7. Editor: Kumar, Contran, Robbins. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. pp: 753-755.
Hanim, Diffah et all. 2009. Manual Field Lab Penyuluhan Kesehatan: Penyakit Menular
Seksual. Surakarta: FK UNS. pp: 1-2
Nancy A. 2006. Infeksi Saluran Genital: Gonore Dalam Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Vol. 2, Ed. 6. Editor: Price, S.A., Wilson, L.M. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC pp 1336-1337.
Sjaiful Fahmi Daili. 2005. Gonore dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Ed. IV. Editor:
Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah, Siti Aisah. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI. pp:
367-378.
Suharno Josodiwondo. 1993. Kokus Gram Negatif: Neisseria gonorrhoeae dalam Buku
Ajar Mikrobiologi Kedokteran Ed. Revisi. Jakarta: Binarupa Aksara. pp: 147-153.
LAPORAN INDIVIDUFIELD LAB
8
Penyuluhan Penyakit Menular ”Gonore”Di Puskesmas Kartasura-Sukoharjo
OLEH : NAMA: SEPTIA RISMAWATI NSP
NIM: G0007155KELOMPOK: 6
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SEBELAS MARET
2009
Lembar Pengesahan
9
1. Kegiatan
2. Topic
3. Waktu
4. Tempat
5. alamat
10